BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan sebuah kota keberadaan ruang publik memiliki peran penting dalam mewadahi kegiatan masyarakat. Menurut Darmawan (2007), ruang publik sebagai salah satu elemen kota yang memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat, dan tempat apresiasi budaya. Pentingnya peran dan fungsi ruang publik seharusnya mendapat perhatian tersendiri agar dapat meningkatkan kualitasnya dalam mengakomodasi keinginan masyarakat. Maka kedepannya kota dapat semakin hidup dan berkembang dengan baik. Berbagai macam ruang publik dapat kita temukan di perkotaan. Carr (1992) membagi ruang publik berdasarkan tipe dan karakternya. Diantaranya taman umum, lapangan dan plaza, monumen peringatan, pasar, jalan, tempat bermain, ruang komunitas, jalan hijau dan jalan taman, atrium, serta ruang di lingkungan rumah. Di dalam pemanfaatan ruang publik, Indonesia memiliki berbagai macam suku, adat, dan kebudayaan yang memengaruhi karakteristik dari penataan ruang di setiap daerah. Di Pulau Jawa mengenal alun-alun kota sebagai ruang publik berupa ruang terbuka hijau. Di daerah lainnya ada Pulau Bali yang memiliki ruang publik selain ruang terbuka hijau, yang dikenal dengan sebutan Bale Banjar. Bale Banjar merupakan Bangunan terbuka yang digunakan untuk kepentingan bersama bagi warga (banjar) pendukungnya (Putra, 1988). Bali dengan Bale Banjar sebagai ruang publiknya merupakan suatu keunikan diantara ruang publik lainnya yang cenderung ke ruang terbuka hijau. Bale Banjar sebagai ruang publik memiliki keunikan dimana, terikat dengan teritori dalam menjalankan fungsinya. Bale Banjar merupakan sebuah bangunan komunal tempat berkumpul dengan jangkauan kawasan yang tersebar di setiap desa pakraman di Bali. Bale Banjar berfungsi utama untuk tempat musyawarah, 1

2 mewadahi kegiatan adat, agama, dan bentuk sosial lainnya (Windhu, 1979). Selain itu Bale Banjar merupakan wadah dalam mewujudkan keseimbangan kosmologis, dimana wadah yang diwujudkan dengan menerjemahkan Tri Hita Karana sebagai simbol di dalam mewujudkan keharmonisan. Sebuah Bale Banjar adat biasanya terdiri dari beberapa bangunan suci, bale adat, bale pertemuan, bale kulkul dan dapur (Gantini, dkk. 2012). Jika dilihat dari letaknya Bale Banjar umumnya terletak pada posisi strategis, seperti pada suatu sudut persilangan atau pertigaan jalan di tengah-tengah lingkungan perumahan. Gambar 1.1 Bale Banjar Kayumas Kaja Sumber : Dokumentasi Penulis, 2017 Bale Banjar dalam maknanya memiliki fungsi spesifik sebagai ruang komunal untuk interaksi sosial, mengobrol, tempat bermain anak-anak, mengadu ayam, mempersiapkan sarana dan prasaran upacara (keagamaan dan adat), sangkep (pertemuan adat), kesenian (latihan menari, gamelan, pertunjukan), bagi para warganya yang termasuk dalam krama banjar atau keanggotaan banjar (Covarrubias, 1972:62). Dilihat dari pemanfaatannya, Bale Banjar memiliki keberagaman dalam pemanfaatanya sebagai ruang interaksi sosial. Namun sangkep (musyawarah) menjadi aktivitas utama dan cukup sakral di dalam Bale Banjar, karena melalui sangkep tugas utama banjar (warga) dalam menjalankan 2

3 keteraturan, ketentraman, dan keharmonisan di wilayahnya dilaksanakan dengan berdasarkan pada kebersamaan dan kemufakatan. Menurut Soethama (2014:39), dinamika orang Bali adalah dinamika sekaa (kelompok). Dinamika sekaa ini jelas tampak dalam pola kekerabatan banjar (warga). Begitu banyak aktivitas masyarakat Bali, sejak lahir, mendapat jodoh, dan mati, tidak dapat lepas dari keterlibatan banjar. Kelompok banjar menjadi sangat penting, mutlak, dan menentukan jati diri orang Bali. Segala hal yang berkaitan dengan pembahasan masalah dan visi bersama dilakukan di Bale Banjar. Karena berbagai hal dibicarakan di Bale Banjar. Mulai dari membahas situasi desa, sampai sebagai tempat mengurus perceraian. Serta banyak keputusan penting yang diambil disini, maka Bale Banjar bukan hanya sebuah tempat atau wilayah melainkan berkembang menjadi sebuah peradaban. Jika Bale Banjar dirusak, tak terurus, atau dibiarkan terbengkalai akan membuat peradaban sekaa di Bali menjadi berantakan. Denpasar merupakan pusat kota dari Provinsi Bali yang tidak terlepas dari pengaruh era modern dan globalisasi. Seiring dengan berjalannya waktu, di Kota Denpasar mulai muncul fenomena perubahan pemanfaatan lahan Bale Banjar yang awalnya sebagai ruang publik. Beragam fenomena perkembangan pemanfaatan lahan Bale Banjar yang dapat ditemukan di Kota Denpasar. Diantaranya dapat ditemukan toko, Taman Kanak Kanak, pasar buah, mini market, warung sate, bahkan tempat parkir yang ada di dalam lingkup ruang pemanfaatan Bale Banjar. Fenomena perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi, pada beberapa Bale Banjar di Kota Denpasar merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti. Mengingat banyak aktivitas masyarakat Bali, sejak lahir, mendapat jodoh, dan mati, tak pernah lepas dari keterlibatan banjar. Kelompok banjar menjadi sangat penting dan mutlak. Untuk itu keberadaan Bale Banjar sebagai ruang publik sangatlah penting dalam mewadahi aktivitas masyarakat Bali. Terkait hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat tipologi perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi pada Bale Banjar dan faktor-faktor memengaruhinya. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Denpasar sebagai kota yang memiliki banyak perubahan pemanfaatan lahan Bale Banjar. 3

4 1.2 Pertanyaan Penelitian Bale Banjar sebagai ruang publik memiliki peran penting dalam kegiatan sosial, adat, dan budaya di Bali. Selain itu Bale Banjar sebagai pusat peradaban orang Bali. Namun Bale Banjar yang awalnya sebagai ruang publik, beberapa tahun terakhir justru mengalami perubahan pemanfaatan lahan. Berdasarkan hal tersebut muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana tipologi perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi pada Bale Banjar? 2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan fungsi yang terjadi pada Bale Banjar? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tipologi perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi pada Bale Banjar. 2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi pada Bale Banjar. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun Manfaat Penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagi dunia akademik dalam Perencanaan Wilayah dan Kota adalah untuk memberikan tambahan literatur studi, khususnya mengenai tipologi perubahan pemanfaatan lahan suatu ruang publik dengan keunikan budaya dan tradisinya, serta faktor-faktor yang memengaruhi perubahan pemanfaatan lahan tersebut. Diharapkan kedepannya dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap Perencana dalam melakukan perencanaan terkait perubahan pemanfaatan lahan pada Bale banjar agar lebih bermanfaat bagi masyarakat Bali khususnya. 4

5 2. Bagi pemerintah Kota Denpasar adalah memberi pertimbangan kebijakan dalam pengendalian pemanfaatan lahan khususnya Bale Banjar sebagai ruang publik dan pusat peradaban Masyarakat Bali. 1.5 Batasan Penelitian Batasan atau lingkup penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Batasan Substansi (Fokus) Fokus penelitian ini untuk melihat tipologi perkembangan pemanfaatan lahan yang terjadi. Serta menjadi dasar untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan pemanfaatan lahan. Analisis dilakukan pada Bale Banjar yang mengalami perubahan pemanfaatan lahan. 2. Batasan Area (Lokus) Wilayah amatan pada penelitian ini terletak di Kota Denpasar, Provinsi Bali. Lokasi ini dipilih karena Denpasar merupakan pusat kota yang mengalami banyak kasus fenomena perubahan pemanfaatan lahan Bale Banjar. 5

6 1.6 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul Penulis Fokus Metode Lokasi 1 Menitikberatkan pada riset arsitektur yang menekankan Kabupaten Negara, Arsitektur Bale Banjar Ir. I Gusti mengenai ikhwal dari Bale Banjar baik dilihat dari kaitan Induktif Tabanan, Badung, Modern Tradisional Bali Made perkembangan dan keberagamannya, maupun arah yang Kualitatif Gianyar dan Bangli (1988) Putra, dkk. perlu ditempuh dalam pengembangan di masa datang. Provinsi Bali Mengetahui sejarah perkembangan Alun-Alun Selatan 2 Pergeseran Fungsi Alunalun Selatan Yogyakarta Praditya Yogyakarta, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Alun-Alun Selatan, dalam kaitannya dengan perkembangan Kraton Deduktif Induktif sebagai Ruang Publik Dwi Astuti perubahan fungsi Alun-Alun selatan, pola dan jenis Kota Yogyakarta Kualitatif (2010) kegiatan yang sekarang berkembang, serta dampak yang diakibatkan oleh adanya pergeseran fungsi tersebut. 3 Guna dan Fungsi pada Melihat arsitektur Bale Banjar sebagai tempat Arsitektur Bale Banjar Christina Deskriptif multifungsional yang lebih berperan sebagai Guna (USE) Adat di Denpasar, Bali Gantini Kualitatif dalam arsitektur daripada fungsi (FUNCTION). (2012) Kota Denpasar, Bali Bersambung 6

7 Lanjutan Tabel 1.1 No Judul Penulis Fokus Metode Lokasi 4 Re(de) Traditionalization Architecture Community House in Denpasar Bali (2013) Christina Gantini Komodifikasi Bale Banjar dilihat dari penggunaan jenis ruang dan melihat tampilan Bale Banjar yang lebih mengarah ke fashion arsitektur. Kritikal Kualitatif Kota Denpasar, Bali Konsepsi banjar tradisional pada perkotaan dari segi 5 Banjar dan Konsep Komunitas di Bali (2015) I Made Adhika penataan fisik, sitem kekerabatan, dan sistem kelembagaan. Memfokuskan untuk menguji apakah banjar merupakan komunitas ideal yang sesuai untuk Deskriptif Kuantitatif Kota Denpasar, Bali dikembangkan di perkotaan di Bali. Transformasi Kehadiran 6 Bale Banjar : Studi Kasus Banjar Titih, Kota Denpasar, Bali. Made Suryanatha Prabawa Menitikberatkan pada riset arsitektur bagaimana Bale Banjar bertransformasi, dimana kehidupan privat dapat bersinergi dengan kehidupan publik non banjar. Grounded reasearch kualitatif Banjar Titih, Denpasar, Bali (2016) Sumber : Analisis Penulis,

8 Berdasarkan hasil pencarian di perpustakaan maupun di internet, didapatkan bahwa penelitian tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan lahan Bale Banjar di Kota Denpasar belum pernah dilakukan. Melalui pemaparan keaslian penelitian di atas, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya meskipun memiliki fokus atau lokus yang sama. Terkait dengan perubahan pemanfaatan lahan, penelitian mengenai pergeseran fungsi alun-alun Selatan Yogyakarta sebagai Ruang Publik memiliki perbedaan dalam lokus penelitian yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu penelitian tersebut lebih membahas mengenai sejarah perkembangan Alun-Alun Selatan dalam kaitannya dengan perkembangan Kraton Yogyakarta sehingga dapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi Alun- Alun selatan dengan metode yang berbeda yaitu Deduktif Induktif Kualitatif. Mengenai fokus yang sama dalam membahas Bale Banjar terdapat penelitan yang dilakukan pada tahun 1988 yang dilakukan dengan lokus yang berbeda. Selain itu penelitian dengan judul Arsitektur Bale Banjar Modern Tradisional Bali ini lebih memfokuskan pada riset arsitektur yang menekankan mengenai ikhwal dari Bale Banjar dilihat dari kaitan perkembangan dan keberagamannya. Terdapat tiga judul penelitian yang membahas Bale Banjar dengan lokus yang sama di Kota Denpasar. Namun terdapat perbedaan fokus yang dibahas dalam ketiga penelitian tersebut dan metode yang digunakan. Penelitian yang berjudul Guna dan Fungsi pada Arsitektur Bale Banjar Adat di Denpasar, Bali lebih membahas arsitektur Bale Banjar sebagai tempat multifungsional yang lebih berperan sebagai Guna (USE) dalam arsitektur daripada fungsi (FU NCTION). Selanjutnya penelitian berjudul Re(de) Traditionalization Architecture Community House in Denpasar Bali menekankan Komodifikasi Bale Banjar dilihat dari penggunaan jenis ruang dan melihat tampilan Bale Banjar yang lebih mengarah ke fashion arsitektur. Kemudian penelitian yang berjudul Transformasi Kehadiran Bale Banjar : Studi Kasus Banjar Titih, Kota Denpasar, Bali lebih menitikberatkan pada riset arsitektur bagaimana Bale Banjar bertransformasi, dimana kehidupan privat dapat bersinergi dengan kehidupan publik non banjar. 8

9 Selain itu terdapat sebuah buku yang memiliki konteks mengenai Bale Banjar yang mengambil lokasi penelitian di Kota Denpasar. Namun memiliki perbedaan dengan penelitian ini dimana, pada buku ini lebih memfokuskan pada untuk mengetahui apakah Bale Banjar sebagai komunitas ideal untuk diterapkan di perkotaan. Pada buku ini juga memiliki perbedaan metode dengan penelitian ini yang memakai metode deskriptif kuantitatif. Berdasarkan pemaparan diatas dapat kita lihat penelitian ini memiliki keunikan tersendiri untuk melihat bagaimana perkembangan pemanfaatan lahan pada suatu Bale Banjar pada kawasan tertentu dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Kedepannya dapat menjadi tuntunan untuk melakukan pelestarian Bale Banjar sebagai ruang publik masyarakat Bali. 9