BAB I PENDAHULUAN. penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam dekade terakhir, penanaman modal tidak saja merupakan kebutuhan penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun, juga merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri. Terutama dalam era ini, liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda seluruh dunia, termasuk dalam bidang investasi asing atau penanaman modal asing. Liberalisasi di bidang penanaman modal mengalir seperti air mengikuti arus membidik/mencari daerah sasaran yang paling menguntungkan. Investasi menggelinding laksana bola ke seluruh bagian penjuru dunia tanpa suatu hambatan berarti. Liberalisasi ekonomi dunia telah menghapuskan hambatanhambatan yang dulu menghadang pananaman modal, baik hambatan tarif (tariff barriers) maupun hambatan nontarif (nontariff barriers). Globalisasi ekonomi dunia telah meniadakan sekat-sekat batas hubungan ekonomi internasional negara menjadi tanpa batas (borderless). Investasi telah mengglobal, sebagaimana pasar global (global market) yang telah siap menerima hasil produk penanaman modal tersebut. 1 Indonesia adalah negara berkembang yang memerlukan investasi untuk meningkatkan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk menyediakan kesempatan kerja, mengembangkan industri substitusi impor, 1 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Malang:Bayumedia Publishing, 2003), hal. 1.

2 mendorong barang industri, transfer teknologi, membangun infrastruktur, dan mengembangkan daerah yang kurang beruntung (daerah miskin). Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari arus investasi, khususnya investasi asing yang memiliki tujuan untuk mendapatkan biaya tenaga kerja murah, dekat dengan sumber bahan produksi, mencari pasar baru, alih teknologi, royalty, keuntungan penjualan barang dan suku cadang, insentif lainnya, seperti pajak dan bea impor, juga status hukum dari negara tertentu dalam perdagangan internasional. Untuk menentukan adanya kepastian hukum di suatu negara dapat diukur dari sistem hukum yang terdiri dari tiga faktor yaitu: substansi hukum, stuktur hukum dan budaya hukum. Kepastian hukum ini harus mencakup aspek substansi hukum yang didukung oleh struktur hukum dan budaya hukum. 2 Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan. Sebagaimana hubungan ekonomi internasional lainnya, penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan atau kepentingannya. Hal tersebut ditunjang adanya kesepakatan masyarakat internasional dalam liberalisasi dan globalisasi ekonomi, sehingga terjadi peningkatan hubungan penanaman modal internasional. Adanya perbedaan geografis, kondisi wilayah, potensi sumber daya alam, kemampuan sumber daya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan Negara 2 Dimas Julianto Development of Investment Law In Indonesia, terakhir kali diakses tanggal 6 Oktober 2010.

3 berada dalam interdepedensi. Di lain sisi negara penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah dana dan teknologi dan keahlian (skill) begi kepentingan pembangunan dalam bentuk investasi. Disisi lain, investor sebagai pihak yang berkepentingan untuk menanamkan modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja, sarana prasarana, pasar, jaminan keamanan dan kepastian hukum untuk dapat lebih mengembangkan usaha dan memperbesar perolehan keuntungan. 3 Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM, yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal, meliputi : (1) kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai; (2) kesulitan memperoleh bahan baku; (3) kesulitan dana/pembiayaan; (4) kesulitan pemasaran; dan (5) adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham. Kendala eksternal, meliputi: (1) faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional dan global yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan Pemerintah; (2) masalah hukum; (3) keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia; (4) adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal; dan (5) adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 3 Rosyidah Rakhmawati, op.cit., hal. 1-2.

4 yang menimbulkan ketidakpastian dalam pemanfaatan areal hutan bagi industri pertambangan. 4 Pada tahun 2006, BKPM juga menemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan investasi di Indonesia, sebagaimana disajikan berikut. 5 1) Menurunnya komitmen investasi tahun 2004 dan 2005 dibandingkan tahun ) kenaikan harga bahan bakar minyak yang mendorong kenaikan nilai investasi dan ongkos produksi. 3) krisis ketenagalistrikan di sepuluh wilayah di Indonesia. 4) krisis gas di Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga menunda ekspansi usaha. 5) masalah perburuhan. 6) harmonisasi tarif pajak. Pada tahun 2006 Pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang- Undang tentang Penanaman Modal, dan pada tanggal 29 Maret 2007, RUU itu telah disahkan oleh DPR RI. Rancangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang ini terdiri atas 14 bab dan 40 pasal. Sejak disahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, oleh DPR pada tanggal 29 Maret 2007, kini sudah ada tiga Negara yang telah menawarkan diri untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Kedua negara itu, yakni Korea Selatan dan Cina. Korea Selatan telah merencanakan 4 Salim HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal Ibid., hal. 4-5.

5 untuk berinvestasi dengan mengerjakan proyek. Jumlah investasi langsung yang telah direncanakan oleh Korea Selatan untuk diinvestasi di Indonesia sebanyak 5,7 miliar dolas AS. Sebanyak 3,5 miliar dolar AS akan diinvestasikan di sektor energi. Investor China telah menawarkan lima proyek kerja sama itu, meliputi (1) perakitan mobil, (2) pengelolaan singkong, (3) pembuatan gula, (4) manufaktur mesin pertanian, dan (5) eksploitasi sumber daya mineral. Sementara itu, investor Jepang juga akan menanamkan investasinya di Indonesia. Para pengusaha Jepang akan mengembangkan energi gas, manufaktur, seperti mobil dan elektronik. Mitsubishi akan meningkatkan investasinya di Indonesia dari biasanya 2 miliar dolar AS, menjadi tiga kali lipat, yaitu sekitar 6 miliar dolar AS. Pada tahun 2007, jumlah investasi Jepang yang sudah ditanamkan di Indonesia pada triwulan pertama tahun 2007 sebanyak 149,1 juta dolar AS dengan 24 proyek. Pertanyaannya, mengapa ketiga Negara itu tertarik menanamkan investasinya di Indonesia. Hal ini disebabkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah dimaksudkan untuk memberikan: 6 1. Kepastian Hukum; 2. Transparansi; 3. Tidak membeda-bedakan investor; serta 4. memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri. Di samping itu, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur tentang fasilitas atau kemudahan-kemudahan yang 6 Ibid., hal. 6.

6 diberikan kepada para investor. Kemudahan-kemudahan atau fasilitas itu, meliputi: 7 1. fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto; 2. pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri; 3. pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu; 4. pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan (PPh) atas impor barang modal; 5. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; 6. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 7. pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan; 8. fasilitas hak atas tanah; 9. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan 10. fasilitas perizinan impor. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut menggabungkan investasi asing dan investasi dalam negeri dalam satu undangundang, yang didasarkan pada asas kesetaraan bagi semua investor. Kebijakan dasar investasi dalam UU Penanaman Modal dimaksud adalah memberikan perlakuan yang sama antara investor dalam negeri dengan investor asing, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. UU Penanaman Modal menegaskan 7 Ibid., hal. 7.

7 bahwa investasi di Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, dan perlakuan yang sama bagi investor dalam negeri maupun investor asing, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pada dasarnya, asas perlakuan yang sama merupakan hal yang sangat fundamental dalam sebuah perikatan termasuk juga halnya dengan berinvestasi. Adanya asas perlakuan yang sama bagi semua investor menjadi landasan pengaturan investasi langsung dalam satu undang-undang, yang sebelumnya terpisah dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara yang melakukan investasi dimaksudkan sebagai asas perlakuan non-diskriminatif baik antara investor dalam negeri dengan investor asing, maupun antara investor dari satu negara asing dengan investor dari negara asing lainnya. 8 Dalam hal ini, Bilateral Investment Treaties (BITs) dibutuhkan untuk menjadi pendorong dua negara untuk saling menyajikan kebijakan yang dapat mendukung dan mempromosikan penanaman modal di masing-masing negara. Komitmen tersebut mereka tuangkan dengan cara saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal dari aksi nasionalisasi, atau pengambilalihan perusahaan oleh negara. Mereka juga menjamin kebebasan investor ketika melakukan transfer dana. Karena itu, BIT sering diterjemahkan Perjanjian 8 Jonker Sihombing, Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal, (Bandung:P.T. Alumni, 2008), hal. 81.

8 Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M), atau Investment Guarantee Agreement (IGA). 9 Perundingan investasi bilateral semakin banyak dilakukan oleh negaranegara dalam beberapa tahun terakhir. Kecenderungan ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa perundingan investasi di forum multilateral atau forum WTO mengalami kebuntuan. Semakin banyaknya perundingan tingkat bilateral ini didorong oleh alasan pragmatis. Perundingan bilateral melibatkan lebih sedikit negara, yang membutuhkan biaya relative lebih rendah dan meminimalkan potensi timbulnya masalah rumit yang berada di luar jangkauan negara-negara kecil. Perjanjian BITs di bidang investasi antar negara telah berkembang dalam dekadedekade terakhir dan bahkan telah menjadi salah satu perjanjian internasional yang penting. 10 Melihat pentingnya BITs untuk diterapkan dalam kegiatan usaha penanaman modal agar perkembangan ekonomi dapat dimajukan, maka Penulis terinspirasi untuk membahas mengenai BITs, sehingga ditulislah skripsi yang berjudul Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal) 9 Kerja Sama Penanaman Modal, terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober Birkah Latif, Kedudukan Bilateral Investment Treaties (BITs) dalam Perkembangan Hukum Investasi di Indonesia, latifbirka th440-k.pdf, terakhir kali diakses tanggal 6 Oktober 2010.

9 B. Perumusan Masalah Agar tidak menjadi bias dan melebarnya pembahasan dalam skripsi ini, maka perlu untuk mengangkat permasalahan yang dijadikan sebagai landasan atau acuan dari materi penulisan sehingga suatu kesimpulan dapat dipilih. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan mengenai investasi langsung di Indonesia? 2. Bagaimana pengaturan perjanjian Internasional di Indonesia? 3. Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam Bilateral Investment Treaties (BITs) antara Indonesia dengan Qatar ditinjau dari Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal? C. Tujuan Penulisan Tujuan utama penulisan dalam pembahasan skripsi Penulis yang berjudul Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal) adalah sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan, antara lain:

10 1. Untuk mengetahui pengaturan Investasi langsung di Indonesia 2. Untuk mengetahui pengaturan mengenai Perjanjian Internasional di Indonesia 3. Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan-ketentuan dalam Bilateral Investment Treaties (BITs) antara Indonesia dengan Qatar ditinjau dari Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal. D. Manfaat Penulisan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Secara teoritis, pambahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan terhadap Bilateral Investment Treaties (BITs). 2. Secara Praktis Secara praktis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi negara-negara yang berhubungan langsung dengan penerapan Bilateral Investment Treaties (BITs) untuk kemudian dapat menerapkannya dengan sebaik-baiknya sehingga membawa manfaat bagi negara, bagi masyarakat.

11 E. Keaslian Penulisan Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal) yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusunnya melalui bahan-bahan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Bilateral Investment Treaties (BITs) Bilateral Investment Treaties (BITs) adalah perjanjian penanaman modal yang disepakati oleh dua Negara. Berdasarkan perjanjian tersebut, mereka sepakat untuk saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh investor antar-kedua negara. 11 Pengertian lain dari BITs ini adalah perjanjian antara kedua negara negara promosi, dorongan dan perlindungan timbal balik investasi ke masing-masing wilayah oleh perusahaan-perusahaan yang berbasis di negara lain. Biasanya perjanjian ini mencakup bidang-bidang berikut: ruang lingkup dan defenisi dari investasi, penerimaan dan pembentukan, perlakuan nasional, pengoobatan yang paling dibutuhkan oleh suatu negara, perlakuan yang adil dan merata, kompensasi 11 Kerja Sama Penanaman Modal, terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober 2010.

12 dalam hal terjadi pengambilalihan atau kerusakan dengan investasi, jaminan dan transfer dana gratis, dan mekanisme penyelesaian sengketa, baik antara negaranegara maupun investor dengan negara Pengertian Investasi / Penanaman Modal Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi diartikan sebagai penanaman uang atau di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Pada dasarnya investasi adalah membeli suatu asset yang diharapkan di masa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Investasi juga dapat dikatakan sebagai suatu penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi masa depan. Harapan pada keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan suatu investasi yang dilakukan. 14 Dalam kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment (investasi) yang mempunyai arti: Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana inventor menempatkan 12 terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 14 Putra Defenisi Investasi dan Faktor Penentu Investasi, terakhir kali diakses tanggal 8 Oktober 2010.

13 uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya. 15 Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminology, investment, penanaman modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan Perjanjian Internasional Menurut Ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000, Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. 17 Berdasarkan ketentuan yang dibuat ooleh Komisi Hukum Internasional (International Law Comission) 1962: International Convention is a treaty as any International agreement in written form, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular design (treaty, convention, protocol, covenants, charter, statute, act, declaration, concordat, exchange of note, agreed minute, memorandum of agreement, modus vivendi or other appellation), concluded between two or more states or other subjects of International Law and governed by International Law. (Konvensi Internasional adalah suatu perjanjian Internasional dalam bentuk tertulis, yang terkandung dalam instrument tunggal atau dua atau lebih instrument terkait dan apapun desain khususnya (perjanjian, konvensi, protocol, perjanjian, piagam, undang-undang, tindakan, deklarasi, persetujuan antara dua belah pihak, pertukaran catatan, persetujuan menit, nota persetujuan, modus vivendi atau sebutan yang lain), menyimpulkan antara dua 15 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Yogyakarta:Sinar Grafika, 2009), hal Ibid., hal Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

14 ataulebih Negara atau subjek Hukum Internasional lainnya dan diatur oleh Hukum Internasional.) 18 Perjanjian Internasional merupakan sesuatu yang penting dalam hubungan internasional sehingga merupakan salah satu sumber hukum formil hukum internasional. Kedudukan tersebut dikarenakan praktek-praktek negara saat ini telah mengatur beragam persoalan dan hubungan antara mereka dengan mempergunakan perjanjian-perjanjian internasional, sehingga menjadi jelaslah pentingnya perjanjian-perjanjian internasional. Perjanjian Internasional diartikan sebagai kesepakatan anatarnegara dalam bentuk tertulis yang diatur berdasarkan hukum internasional baik berbentuk instrument tunggal maupun lebih dan memiliki tujuan tertentu. Defenisi itu secara rinci memberikan unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh setiap negara untuk membuat perjanjian internasional. 19 G. Metode Penulisan Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain: 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam menjawab pemasalahan-permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian 18 Persamaan dan Perbedaan Defenisi Perjanjian Internasional, terakhir kali diakses tanggal 8 Oktober Negara Ketiga dalam Perjanjian Internasional Berdasarkan Konvensi Wina 1969, terakhir kali diakses tanggal 10 oktober 2010.

15 hukum normatif merupakan penilaian kepustakaan, yaitu disini peneliti melakukan penelitian terhadap data sekunder. 20 Pada penelitian hukum normatif, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini kadang-kadang berawal dari hipotesis, tetapi dapat juga tidak bertolak dari hipotesis, dapat membentuk teori-teori baru atau memperkuat teori yang sudah ada. 22 Penelitian deskriptif adalah penelitian yang terdiri atas satu variable atau lebih dari satu variabel, namun variabel tersebut tidak saling bersinggungan. 23 Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa 20 Abdul Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan:Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), hal Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal Ibid., hal H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 11.

16 berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis-normatif. Penelitian yuridis-normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan bahan pustaka atau data sekunder 25. Dalam hal ini juga digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu metode penelitian dengan berusaha memahami asas-asas dari suatu peraturan perundangundangan 26 yang berkaitan dengan permasalahan yang diuraikan dalam skripsi ini. 4. Sumber Data Data sekunder yang digunakan meliputi: 24 Erna Febru S, Penelitian Deskriptif, terakhir akli diakses tanggal 12 Oktober Metode Penelitian Normatif dengan Penelitian Empiris, terakhir kali diakses tanggal 12 Oktober Ilmu Hukum:Metode Penelitian, terakhir kali diakses tanggal 31 Januari 2011.

17 a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional 3) Peraturan Presiden Nomor 84 tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal 4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah 5) Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal 6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang- Undang (RUU), pendapat para pakar hukum. 27 Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen 27 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 114.

18 yang tidak resmi, dimana publikasi tersebut terdiri atas: buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum. 28 c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus (Hukum), dan ensiklopedia Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari perpustakaan, artikel-artikel, baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen Pemerintah, termasuk peraturan perundangundangan. 6. Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan; sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan. 28 H.Zainuddin Ali, Op.cit., hal Bambang Sunggono, Loc.cit.

19 H. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah: BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai mengenai Latar Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan Masalah, kemudian dilanjutkan dengan Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, yang kemudian diakhiri dengan Sistematika Penulisan. BAB II :Merupakan bab yang membahas tentang Pengaturan Investasi Langsung di Indonesia, dimana di dalamnya diuraikan Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia, Manfaat Investasi Langsung Bagi Indonesia, Pengaturan Pokok Investasi Langsung di Indonesia, dimana di dalamnya mencakup Asas-Asas Penyelenggaraan Penanaman Modal, Ketentuan Bidang Usaha, Fasilitas Penanaman Modal, Hak, Kewajiban, dam Tanggung Jawab, Penyelesaian Sengketa; Perlindungan Terhadap Investor, dimana didalamnya mencakup Kepastian Hukum, dan Nasionalisasi. BAB III : Merupakan bab yag membahas tentang Pengaturan Hukum Perjanjian Internasional di Indonesia, dimana di dalamnya diuraikan tentang Pengertian Perjanjian Internasional, Unsur-Unsur Perjanjian

20 Internasional, Pembuatan Perjanjian Internasional, Ratifikasi Perjanjian Internasional, dan Kekuatan Mengikat Perjanjian Internasional. BAB IV :Merupakan bab yang membahas tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) Antara Indonesia Dengan Qatar Ditinjau dari Peraturan Presiden Nomor 84 tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal, dimana di dalamnya diuraikan tentang Bentuk-Bentuk Perlindungan yang Diberikan Kepada Para Pihak, Tindakan-Tindakan yang Dilarang, dan Penyelesaian Sengketa. BAB V :Bab ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan Bilateral Investment Treaties (BITs) di Indonesia dan orang-orang yang membacanya.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA LATIF, BIRKAH Pembimbing : Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH., Msi INTERNATIONAL LAW ; INVESTMENT, FOREIGN KKB

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Teuku Fachryzal Farhan I Made Tjatrayasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional

Lebih terperinci

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Melya Sarah Yoseva I Ketut Westra A.A Sri Indrawati Hukum Bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN)

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) oleh : Ni Made Wulan Kesuma Wardani Kadek Sarna Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL RELEVANSI KESEPAKATAN PAKET BALI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh I Putu Ananta Wijaya A.A Sagung Wiratni Darmadi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Secara umum investasi atau penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang digunakan oleh berbagai pihak untuk mengelola resiko. Di Indonesia pasar ini sudah lama dirasakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN Prasayarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perdagangan internasional dipengaruhi oleh sistem, ketentuan dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu aturan main adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dalam rangka meningkatkan investasi pemerintah telah sejak lama

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dalam rangka meningkatkan investasi pemerintah telah sejak lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi infrastruktur merupakan salah satu prasyarat utama tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Ketersediaan infrastruktur mencerminkan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan dengan tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana tujuan Negara Indonesia yang termaktub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlanjut dengan krisis kepercayaan, krisis politik, krisis sosial, krisis

BAB I PENDAHULUAN. berlanjut dengan krisis kepercayaan, krisis politik, krisis sosial, krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, yang kemudian berlanjut dengan krisis kepercayaan, krisis politik, krisis sosial, krisis budaya, krisis keamanan, dan

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu negera tersebut memiliki perekonomian yang baik (perekonomiannya meningkat)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENUNJUK PENANAMAN MODAL

PENUNJUK PENANAMAN MODAL PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI TIONGKOK KE INDONESIA DI BIDANG INVESTASI: STUDI IMPLIKASI PENGIRIMAN TENAGA KERJA ASING DISUSUN

Lebih terperinci

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH.

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. Oleh: Eka Yatimatul Fitriyah (15053005) M. Bagus Bahtian (15053016)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya. I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Any Prima Andari I Wayan Wiryawan Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari berbagai bentuk pembangunan. Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah hukum positif yang mengatur segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media informasi dan telekomunikasi sangat pesat berkembang saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri adalah jaringan komunikasi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5783 EKONOMI. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Fasilitas. Kemudahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 309). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun 1750 1850 yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt, sebagian besar aspek kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia

BAB II PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia BAB II PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik berupa minyak dan gas bumi, tembaga, emas dan lain-lain. Kekayaan alam Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata, ketentuan ini berbunyi Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata, ketentuan ini berbunyi Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Berlakang Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian

BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana ditetapkan dalam program pembangunan nasional (Propenas), yakni berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur,

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA 2. 1 Pengertian dari Investasi, Investor dan Modal Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dalam perkembangannya memerlukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL I. PENDIRIAN Prasyarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas menguntungkan dan tidak melanggar

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN KOPERASI TIDAK TERDAFTAR SEBAGAI BADAN HUKUM ABSTRAK Indra Perdana Tanjung Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Universitas Asahan; Jalan Ahmad Yani, (0623) 42643 e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar, salah satunya adalah bahan galian tambang. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA Oleh I Gusti Made Wisnu Pradiptha I Ketut Westra Ni Putu Purwanti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dan dengan luas wilayah 1.910.931,32 serta dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Globalisasi secara tidak langsung membuat batas-batas antar negara menjadi semakin memudar. Dengan semakin maraknya perdagangan internasional dan peny

Globalisasi secara tidak langsung membuat batas-batas antar negara menjadi semakin memudar. Dengan semakin maraknya perdagangan internasional dan peny BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern ini fenomena globalisasi sudah menyebar dan menjadi suatu bahasan yang menarik bagi setiap orang. Fenomena globalisasi membuat dunia menjadi suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun

Lebih terperinci