BAB II PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti pananaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (Foreign Direct Investment, FDI) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment, FII). Untuk yang terakhir ini dikenal dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio, yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market). 30 Istilah hukum investasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu investment of law. Dalam peraturan perundang-undangan tidak ditemukan pengertian hukum investasi. Untuk mengetahui pengertian hukum investasi, kita harus mencari dari berbagai pandangan para ahli dan kamus hukum. Ida Bagus Wyasa Putra, dkk., mengemukakan pengertian hukum investasi. Hukum investasi adalah: norma-norma hukum mengenai kemungkinan-kemungkinan dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Hendrik Budi Untung., op.cit., hal Salim HS & Budi Sutrisno., op.cit., hal. 9.

2 Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 32 Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan dan / atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian. 33 Istilah investasi sering digunakan berkaitan dengan hubungan internasional. Sedangkan istilah penanaman modal lebih sering kita temukan dalam berbagai ketentuan perundang-undangan. Meskipun di Indonesia kementrian yang membidangi penanaman modal disebut dengan Menteri Investasi (Menivers) selaku Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan demikian pemakaian istilah tersebut tampak adanya ketidakkonsistenan dalam penggunaan kedua istilah tersebut. Oleh karena itu, kedua istilah penanaman modal/investasi tersebut sah-sah saja untuk digunakan, baik investasi ataupun penanaman modal Pasal 1 butir (1) Undang-Undang 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. 33 Ana Rokhmatussa dyah & Suratman., Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Malang:Sinar Grafika, 2009), hal Rosyidah Rakhmawati, op.cit, hal. 3.

3 Dalam praktik istilah investasi sendiri seringkali dipergunakan dalam arti yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Komaruddin memberikan pengertian investasi tersebut dalam tiga (3) arti: 35 a. suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan lainnya. b. Suatu tindakan untuk membeli barang-barang modal. c. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan hasil pendapatan dimasa yang akan datang. Untuk investasi langsung (direct investment), yakni investasi yang dilaksanakan dengan kepemilikan proyek yang kelihatan wujudnya, kajian mengenai resiko dan hasil yang akan diterima dari investasi tersebut dilakukan melalui studi kelayakan investasi yang menyangkut semua aspek seperti aspek keuangan, aspek ekonomi/sosial, aspek pemasaran, aspek teknis/produksi, aspek hukum, serta aspek organisasi dan manajemen. 36 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah mengemukakan bahwa investasi langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman oleh badan investasi Pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha. 37 Investasi langsung bisa juga diartikan sebagai suatu pemilikan surat berharga secara langsung dalam suatu entitas yang secara resmi telah go public 35 Ibid., hal Jonker Sihombing, op.cit., hal Pasal 1 butir (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah.

4 dengan harapan dapat memperoleh keuntungan berupa penghasilan deviden atau capital gains. 38 B. Manfaat Investasi Langsung Bagi Indonesia Sebagaimana dimaklumi, pembangunan ekonomi Indonesia di era globalisasi dewasa ini memerlukan dana yang cukup besar dan membutuhkan tambahan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Disadari bahwa investasi yang bersumber dari dalam negeri tidak cukup untuk mendorong pembangunan ekonomi nasional dalam skala yang lebih besar. Oleh karena itu, dibutuhkan kehadiran investasi asing untuk mendampingi investasi dalam negeri untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Di era global dewasa ini, dana yang dimiliki oleh pihak asing sebenarnya tersedia dalam jumlah yang cukup besar untuk diinvestasikan di negara-negara berkembang, termasuk untuk diinvestasikan di Indonesia. Namun, investasi asing akan mencari negara-negara yang mempunyai daya tarik yang tinggi ditinjau dari berbagai hal. Infrastruktur yang memadai, iklim investasi yang kondusif, stabilitas keamanan dan politik, stabilitas ekonomi makro, penegakan hukum, transparansi di pasar modal, dan pasar keuangan yang bekerja dengan efisien tanpa adanya distorsi dari Pemerintah menjadi pertimbangan bagi kehadiran investasi asing. 39 Umumnya investasi langsung asing atau Foreign Direct Investment (FDI) dianggap positif. Sejak dua dekade terakhir, berbarengan dengan penurunan jumlah utang berbunga rendah yang menjadi sumber utama dana pembangunan di 38 Pasar Uang, Pasar Modal, dan IPO, terakhir kali diakses tanggal 8 januari Jonker Sihombing, op.cit., hal

5 banyak negara berkembang, terjadi peningkatan FDI. Ketika dana publik untuk biaya pembangunan tidak mencukupi, kita perlu mencari alternatif dana dari sumber lain. Terkait hal ini, oleh banyak pihak, FDI dianggap paling bermanfaat dari segi pembangunan. Dalam kondisi ideal, sebuah perusahaan asing yang melakukan investasi di negara berkembang memuluskan transfer teknologi, membuka lapangan kerja, menstimulasi industri, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Diyakini FDI selain tidak meningkatkan utang luar negeri juga tidak mudah hengkang saat krisis. 40 Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing, namun secara teoretis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud, yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah dimana FDI menjalankan aktivitasnya. Arti pentingnya kehadiran investor asing dikemukakan oleh Gunarto Suhardi: 40 Ivan A Hadar, Perlu Menimbang Manfaat Investasi Langsung, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011.

6 Investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena langsung lebih permanen. Selain itu, investasi langsung: 41 a. memberikan kesempatan kerja bagi penduduk; b. mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal; c. memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi; d. apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal di samping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara; e. lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing; f. memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan. Sekalipun kehadiran investor membawa manfaat bagi negara penerima modal, disisi lain investor yang hendak menanamkan modalnya juga tidak lepas dari orientasi bisnis (business oriented), apakah modal yang diinvestasikan aman dan bisa menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor penentu bagi investor dalam berinvestasi yaitu apakah investasi memberikan tambahan nilai kepada perusahaan melalui penjualan produknya. Demikian juga halnya, suku bunga merupakan harga atau biaya yang harus dibayar dalam meminjamkan uang untuk suatu periode tertentu dan ekspekstasi keuntungan. Dengan demikian para investor melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan atas investasi yang dilakukan. Selain pertimbangan ekonomi, investor juga mempertimbangkan nonekonomi seperti jaminan keamanan, stabilitas politik, 41 Hendrik Budi Untung., op.cit., hal

7 penegakan hukum dan sosial budaya merupakan faktor penentu yang tidak kalah pentingnya untuk menentukan keberhasilan investasi. Adanya berbagai pertimbangan yang dilakukan bagi investor sebelum mengambil keputusan berinvestasi atau tidak cukup beralasan, sebab investasi yang dilakukan dalam jangka panjang. 42 Keberadaan investasi yang ditanamkan oleh investor, terutama modal asing, ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. Adi Harsono, mengemukakan dampak dari adanya investasi asing atau perusahaan asing di berbagai negara. Dampak yang dikemukakan oleh Adi Harsono didasarkan buktibukti dari keberadaan investasi asing atau perusahaan asing. Bukti-bukti tersebut disajikan berikut ini: Masalah gaji. Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih tinggi dibandingkan gaji rata-rata nasional. Di Amerika misalnya, perusahaan asing membayar 4% lebih tinggi pada tahun 1989 dan 6% lebih tinggi pada tahun 1996 dibandingkan perusahaan domestik. 2. Perusahaan asing menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan perusahaan domestik sejenis. Di Amerika, jumlah lapangan kerja yang diciptakan perusahaan asing mencapai 1,4% per tahun dari 1989 sampai dengan Bandingkan dengan 0,8% yang diciptakan oleh perusahaan domestik. Di Inggris dan Prancis, lapangan kerja di perusahaan asing naik 1,7% per tahun, sebaliknya lapangan kerja di perusahaan domestik justru 42 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung:Nuasa Aulia, 2010), hal Salim HS & Budi Sutrisno, op.cit., hal

8 menyusut 2,7%. Hanya di Jerman dan Belanda, perusahaan asing tidak banyak beda dengan perusahaan domestik. 3. Perusahaan asing tidak segan-segan mengeluarkan biaya di bidang pendidikan. Jumlah pelatihan dan di bidang penelitian (R&D) di negara tempat mereka menanamkan investasinya mencapai 12% dari total pengeluaran R&D di Amerika Serikat, di Prancis 19% dan 40% di Inggris. 4. Perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan domestik. Tahun 1996, perusahaan asing di Irlandia mengekspor 89% dari produksinya. Bandingkan dengan 34% yang dilakukan perusahaan domestik. Di Belanda perbandingannya adalah 64% dan 37%, Prancis 35,2% dan 33,6%, dan Jepang 13,1% dan 10,6%. Akan tetapi, keadaannya terbalik di Amerika. Perusahaan domestik nasional mengekspor 15,3% dari total produksi mereka, sedangkan asing hanya 10,7%. Negara-negara miskin OECD menerima berkah lebih besar dari adanya investasi asing. Ambil contoh negara Turki. Gaji pekerja perusahaan asing adalah 124% di atas rata-rata domestik nasional. Jumlah pekerja juga meningkat 11,5% per tahun dibandingkan dengan 0,6% rata-rata domestik. Lebih rinci lagi dapat disebutkan bahwa manfaat investasi bagi pembangunan ekonomi, yaitu: 44 a. Investasi dapat menjadi salah satu alternatif untuk memecahkan kesulitan modal yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. 44 Jonker Sihombing, op.cit., hal

9 b. Industri yang dibangun dengan investasi akan berkontribusi dalam perbaikan sarana dan prasarana, yang pada gilirannya akan menunjang pertumbuhan industri-industri turutan di wilayah sekitarnya. c. Investasi turut serta membantu Pemerintah memecahkan masalah lapangan kerja, yakni akan menciptakan lowongan kerja untuk tenaga kerja terampil maupun untuk tenaga kerja yang tidak terampil. d. Investasi akan memperkenalkan teknologi dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi peningkatan keterampilan pekerja dan efisiensi produksi. e. Investasi akan memperbesar perolehan devisa yang didapatkan dari industri yang hasil produksinya sebagian besar ditujukan untuk ekspor. Dari hal-hal yang dikemukakan di atas kelihatan bahwa investasi langsung maupun investasi tidak langsung sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi. Baik investasi yang dilakukan oleh investor dalam negeri maupun yang dilakukan oleh investor asing sama-sama berperan dalam meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), dan kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Tentunya yang diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi nasional adalah investasi yang berasal dari kekuatan sendiri Ibid., hal. 165.

10 C. Pengaturan Pokok Investasi Langsung di Indonesia 1. Asas-Asas Penyelenggaraan Penanaman Modal Hal lain yang menarik dalam Undang-Undang Penanaman Modal adalah dicantumkannya sejumlah asas yang menjiwai norma yang ada dalam undangundang penanaman modal. Tampaknya pembentuk undang-undang berupaya untuk menangkap nilai-nilai yang hidup dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional maupun di dunia internasional. Artinya dengan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum internasional, maka berbagai nilai yang dianggap telah menjadi norma universal diakomodasikan ke dalam hukum nasional. Di era globalisasi ini penerapan tata kelola Pemerintahan yang bersih dan baik serta tata kelola perusahaan yang baik sudah menjadi acuan berbagai pihak dalam memberi layanan publik maupun dalam menjalankan aktivitas bisnis. Adapun prinsip dasar yang terkandung dalam tata Pemerintahan dan tata kelola perusahaan yang baik satu di antaranya adalah adanya kepastian hukum. Demikian juga halnya dalam Undang-Undang Penanaman Modal pun dicantumkan sejumlah asas. 46 Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas: 47 a. Kepastian hukum Yang dimaksud dengan asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan 46 Sentosa Sembiring, op.cit., hal Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

11 sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. b. Keterbukaan Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. c. Akuntabilitas Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara Yang dimaksud dengan asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dlam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya. e. Kebersamaan Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

12 f. Efisiensi berkeadilan Yang dimaksud asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. g. Berkelanjutan Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang. h. Berwawasan lingkungan Yang dimaksud dengan asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. i. Kemandirian Yang dimaksud dengan asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

13 j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Yang dimaksud dengan asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Di samping asas-asas hukum di atas, dalam Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) telah ditentukan sebuah asas, yaitu asas nondiskriminasi, yaitu asas di dalam penanaman investasi tidak membedakan antara investasi asing maupun lokal mengingat investasi itu sendiri bersifat state borderless (tidak mengenal batas negara). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa investasi yang ditanamkan oleh investor tidak dibedakan antara investasi asing dengan investasi lokal. Asas ini telah dimasukkan ke dalam pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam ketentuan ini, tidak dibedakan antara investasi asing dengan investasi domestik. 48 Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk itu, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional Salim HS & Budi Sutrisno, op.cit., hal Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 106.

14 2. Ketentuan Bidang Usaha Ketentuan bidang usaha diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. 50 Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam suatu daftar yang berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan/atau International Standard for Industrial Classification (ISIC). 51 Selain itu, bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: 52 a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. Selanjutnya, Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 51 Penjelasan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 52 Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 53 Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

15 Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden. 54 Menurut Peraturan presiden Nomor 36 Tahun 2010 menyebutkan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. 55 Penanaman modal pada bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. 56 Dalam hal izin penanaman modal, telah ditetapkan lokasi usahanya dan penanam modal bermaksud memperluas usaha dengan melakukan kegiatan usaha yang sama di luar lokasi yang sudah ditetapkan dalam izin penanaman modal tersebut, penanam modal harus memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada 54 Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 55 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 56 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

16 pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun Untuk memenuhi persyaratan lokasi tersebut, penanam modal tidak diwajibkan untuk mendirikan badan usaha baru atau mendapatkan izin usaha baru, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. 58 Dalam hal ini Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. 59 Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: 60 a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. 57 Pasal 3 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 58 Pasal 3 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 59 Pasal 12 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 60 Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

17 c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud. Dalam hal penanaman modal asing melakukan perluasan kegiatan usaha dalam bidang usaha yang sama dan perluasan kegiatan usaha tersebut membutuhkan penambahan modal melalui penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) dan penanam modal dalam negeri tidak dapat berpartisipasi dalam penambahan modal tersebut, maka berlaku ketentuan mengenai hak mendahului bagi penanam modal asing, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. 61 Dalam hal penambahan modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2010, mengakibatkan jumlah kepemilikan modal asing melebihi batasan maksimum yang tercantum dalam Surat Persetujuan, maka dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, kelebihan jumlah kepemilikan modal asing tersebut harus disesuaikan dengan batas maksimum yang tercantum dalam surat persetujuan, melalui cara: 62 a. Penanam modal asing menjual kelebihan saham yang dimilikinya kepada penanam modal dalam negeri; 61 Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 62 Pasal 6 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

18 b. Penanam modal asing menjual kelebihan sahamnya melalui penawaran umum yang dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing tersebut pada pasar modal dalam negeri; atau c. Perusahaan membeli kelebihan jumlah saham yang dimiliki penanam modal asing tersebut dan diperlakukan sebagai treasury stocks, dengan memperhatikan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebagai pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas Pemerintah telah mengeluarkan, Peraturan Presiden. Pertama, Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Kedua, Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal jo. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal Erman Rajagukguk, Hukum Investasi dan Pasar Modal, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011.

19 Pasal 2 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 menyatakan : 64 1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. 2) Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal. 3) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu. 3. Fasilitas Penanaman Modal Fasilitas penanaman modal sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dapat diberikan kepada penanaman modal yang: 65 a. melakukan perluasan usaha b. melakukan penanaman modal baru. Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini: 66 a. menyerap banyak tenaga kerja b. termasuk skala prioritas tinggi 64 Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 65 Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 66 Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

20 c. termasuk pembangunan infrastruktur d. melakukan alih teknologi e. melakukan industri prionir f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu g. menjaga kelestarian lingkungan hidup h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam Undang-Undang Penanaman Modal dapat berupa: 67 a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu; b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu; 67 Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

21 d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi yang baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. 68 Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk. 69 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 70 Fasilitas yang dimaksudkan dalam Pasal 18 dalam UUPM tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang tidak berbentuk perseroan terbatas. 71 Selain fasilitas tersebut, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh: 72 a. hak atas tanah 68 Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 69 Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 70 Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 71 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 72 Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

22 b. fasilitas pelayanan keimigrasian c. fasilitas perizinan impor. Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian tersebut dapat diberikan untuk: 73 a. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penanaman modal b. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purnajual c. calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan modal. Kemudian di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga disebutkan bahwa untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu: 74 a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan 73 Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 74 Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

23 d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan. 4. Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Menurut Pasal 14 UUPM, setiap penanam modal berhak mendapat: 75 a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan; b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. hak pelayanan; dan d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam UUPM menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban: 76 a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Maksudnya disini adalah bahwa peningkatan peran penanaman modal tersebut harus tetap dalam koridor kebijakan pembangunan nasional yang direncanakan dengan tahap memperhatian kestabilan 75 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 76 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

24 makro ekonomi dan keseimbangan ekonomi antarwilayah, sektor, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). 77 b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. 78 c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal. Laporan kegiatan penanam modal yang memuat perkembangan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal disampaikan secara berkala kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal. 79 d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal. 77 Pither Ponda Barany, Aspek Yuridis Penanaman Modal, terakhir kali diakses tanggal 2 Februari Penjelasan Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 79 Penjelasan Pasal 15 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

25 Hal ini dilakukan agar dapat menjadi instrumen untuk meminimalisir potensi konflik yang sering terjadi antara pihak investor dengan masyarakat setempat yang berakibat pada kurang kondusifnya pihak investor dalam melakukan aktivitasnya. 80 e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Maksudnya disini adalah bahwa dalam pelaksanaan penanaman modal harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Termasuk pula pengawasan penggunaan fasilitas fiskal serta melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan perusahaan. 81 Selanjutnya, setiap penanam modal bertanggung jawab: 82 a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja 80 Taqwaddin, Aspek Hukum Pertambangan di Aceh, terakhir kali diakses tanggal 4 Februari Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, terakhir kali diakses tanggal 4 februari Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

26 f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Penyelesaian Sengketa Satu hal yang sering menjadi pertimbangan calon investor, jika ia ingin menanamkan modalnya di luar negeri adalah, eksistensi lembaga penyelesaian sengketa antara investor dengan negara tuan rumah. Sebenarnya secara konvensional di negara maupun di dunia ini telah tersedia lembaga penyelesaian sengketa yakni lembaga peradilan, yang dalam teori hukum ketatanegaraan dikenal sebagai lembaga yudikatif. Hanya saja, jika penyelesaian sengketa antara investor dengan negara tuan rumah diselesaikan lewat lembaga peradilan ada keraguan di kalangan calon investor asing. 83 Penyelesaian sengketa dalam hal ini diatur dalam Pasal 32 UUPM yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. 84 Apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 85 Kemudian apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika 83 Sentosa Sembiring, op.cit., hal Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 85 Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

27 penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. 86 Selanjutnya, dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. 87 Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indonesia terdapat kecenderungan bahwa pilihan forum penyelesaian sengketa yang disepakati dipilih sebagai forum penyelesaian sengketa adalah arbitrase, bahkan negara-negara masyarakat hukum internasional telah membentuk arbitrase khusus mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal, dengan adanya konvensi Multilateral Investment Guarantee Agreement (MIGA) maupun International Centre of Settlement of Investment Disputes (ICSID) demikian juga terdapat pengakuan dan penerimaan putusan badan/dewan arbitrase internasional yang dapat di eksekusi di negara lain sesama peserta yang bersangkutan, misalnya konvensi New York Secara teoretis, dengan diratifikasinya Konvensi New York 1958 tersebut oleh Pemerintah Indonesia, maka konvensi tersebut menjadi hukum nasional. Hal ini berarti putusan arbitrase asing secara otomatis akan diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia. Namun, dalam kenyataannya, putusan pelaksanaan arbitrase asing tersebut belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan. 86 Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 87 Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 88 Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa Dalam Penanaman Modal Asing, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011.

28 Hal ini tampak dari pandangan lembaga peradilan di Indonesia dalam menyikapi putusan arbitrase yang akan dijalankan di negeri ini tidak konsisten. Alasan yang digunakan untuk menolak pelaksanaan putusan arbitrase asing bertentangan dengan kepentingan umum (public policy). 89 D. Perlindungan Terhadap Investor 1. Kepastian Hukum Perkembangan dan kemajuan suatu pasar modal, sangat ditentukan oleh adanya kepastian hukum bagi investor, baik nasional maupun investor internasional, para investor akan tertarik menanamkan modalnya di bursa efek apabila adanya perangkat aturan hukum yang menjamin adanya perlindungan, kepastian hukum dan keadilan, apabila bisnis pada perdagangan saham sangat mengandalkan kepercayaan investor. Salah satu kiat untuk menanamkan kepercayaan adalah keterbukaan informasi, terutama keterbukaan terhadap fakta materiel, yakni informasi penting dan relevan mengenai peristiwa/kejadian/fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek, atau keputusan investor atau calon investor yang berkepentingan atas informasi tersebut. 90 Iklim investasi di lndonesia bertambah tidak kondusif karena stabilitas sosial dan politik serta jaminan keamanan dan penegakan hukum di dalam negeri masih rawan. Investor sering mengeluhkan masalah penegakan hukum. Hasil survey dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menunjukkan 89 Sentosa Sembiring, op.cit., hal Syarief Oesman Ahimsa, Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Praktik Insider Trading Dalam Perdagangan Saham, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari 2011.

29 bahwa lndonesia paling buruk dalam skor hukum di Asia. lndonesia berada pada posisi teratas dengan skor hampir 10. Tidak adanya kepastian hukum membuat para investor merasa tidak nyaman untuk menanamkan uangnya di lndonesia. Selain itu, banyak investor mengeluhkan masalah pelayanan perizinan dan birokrasi yang masih dianggap berbelit-belit dan memakan biaya yang besar. 91 Pemerintah yang kebijakan investasinya berubah-ubah dengan cepat atau tidak transparan dalam perundingan bisnis, akan kesulitan, bahkan mustahil menarik modal skala besar dan munculnya kegiatan anti investor dapat juga mempengaruhi lokasi dan jumlah modal perusahaan swasta di bar negeri. Ketidakstabilan politik dapat menutup operasi asing menjauhkan investasi baru. Di samping kebijakan yang berubah-ubah, Pemerintah yang tidak kompeten, lemah atau kolusif yang tidak mampu atau tidak mau menghilangkan perilaku yang membuat investor asing takut, maka sulit menemukan investasi asing dan kemajuan perekonomian. Hal ini juga nampak pada akses kebijakan Pemerintah Pusat, dalam hal kebijakan investasi asing, di mana seharusnya Pemerintah Daerah harus memahami bahwa investor asing mungkin saja membawa permasalahan investasi mereka kepada lembaga ICSID untuk mendapatkan perlindungan hukum dan akibatnya berdampak secara nasional. 92 Apa yang bisa membuat investor merasa tenang dalam berusaha adalah adanya kepastian hukum, karena dengan kepastian hukum investor dapat 91 Ridwan Khairandy, Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum dalam Era Otonomi Daerah, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari Ridwan Khairandy, Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum dalam Era Otonomi Daerah, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari 2011.

30 melakukan sejumlah prediksi terhadap rencana usaha yang dilakukannya. 93 Kepastian Hukum dalam penanaman modal diletakkan berdasarkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam setiap kebijakan dan tindakan Pemerintah. 94 Pasal 3 UU No. 25 Tahun 2007 menempatkan asas kepastian hukum dalam posisi teratas dari 10 asas penyelenggaran penanaman modal di Indonesia. Asas ini menekankan pada kedudukan Indonesia sebagai negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. Namun, masalah kepastian hukum dalam penyelenggaraan investasi tidak seluruhnya ditentukan oleh kaidah-kaidah hukum dalam UU tersebut. Kepastian hukum dalam pengertian substansi harus pula didukung pula oleh substansi hukum pada bidang hukum bisnis lainnya dan ditentukan pula aspek kepastian dalam struktur penegakan hukum. Dalam hal yang terakhir ini penerapan kaidah hukum dan peraturan perundang-undangan terkait investasi dalam peristiwa konkrit melalui putusan-putusan badan peradilan menjadi faktor sorotan adanya kepastian hukum. Pada perspektif ini dunia peradilanlah yang memberikan citra pada kepastian hukum tersebut Mahmul Siregar, Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari Yakub Adi Krisanto, Asas dan Tujuan Penanaman Modal Menurut UU No. 25 Tahun 2007, terakhir kali diakses tanggal 6 Januari Mahmul Siregar, Kepastian Hukum Dalam Transaksi Internasional dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi Di Indonesia, terakhir kali diakses tanggal 10 Januari 2011.

31 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan menerbitkan peraturan yang dapat meningkatkan perlindungan terhadap investor. Penetapan standar operasi dan kontrak investasi bagi investor menjadi fokus utama. Pembahasan peraturan ini akan menitikberatkan pada perlindungan nasabah. Peraturan perlindungan nasabah akan dipadukan dengan peraturan Self Regulatory Organizations (SRO). Perlindungan terhadap investor ini diperlukan karena selama ini banyak hak dan kewajiban serta aturan-aturan yang seharusnya disebarkan kepada pelaku pasar, namun nasabah kadang tidak mengetahui. Akibatnya, ketika terjadi masalah, nasabah merasa tertipu karena tidak mengetahui akibat aksi investasi mereka. Terkait perlindungan nasabah, Bapepam-LK juga memberikan standar dan kualitas pelaku pasar atau anggota bursa. Pengaturan tersebut difokuskan pada empat hal, yakni kualitas pelaku, manajemen risiko, produk dengan risiko terkendali serta aspek legal. Tuan dari pengaturan ini adalah untuk meminimalkan kerugian, walaupun resiko investasi juga tetap ada Nasionalisasi Nasionalisasi merupakan suatu tindakan Pemerintah (host country) yang mengambilalih perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing. 97 Masalah nasionalisasi sangat erat kaitannya dengan kedaulatan negara. Negara yang berdaulat tentunya menjadi pelindung utama dari kepentingan umum 96 Arinto Tri Wibowo & Anda Nurlaila, Bapepam Fokuskan Perlindungan Investor, terakhir kali diakses tanggal 8 Januari Hukum Penanaman Modal, terakhir kali diakses tanggal 11 Januari 2011.

32 di negara bersangkutan termasuk kesejahteraannya. Jadi perusahaan-perusahaan modal asing yang ada di wilayah suatu negara yang berdaulat dapat saja dinasionalisasi jika kepentingan negara ini menghendakinya. 98 Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/pencabutan hak milik secara menyeluruh atas perusahaan-perusahaan modal asing atau tindakantindakan yang mengurangi hak menguasai atau mengurus perusahaan yang bersangkutan, kecuali jika dengan undang-undang dinyatakan kepentingan negara menghendaki tindakan demikian. Jika diadakan tindakan seperti tersebut maka Pemerintah wajib memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah, macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas-asas hukum internasional yang berlaku. Apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat persetujuan mengenai jumlah, macam dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrasi yang putusannya mengikat kedua belah pihak. Untuk menjamin ketenangan bekerja modal asing yang ditanam di Indonesia, maka akan ditetapkan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan modal asing, kecuali jika kepentingan negara menghendakinya. Tindakan demikian itu hanya dapat dilakukan dengan Undang- Undang serta dengan pemberian kompensasi menurut prinsip-prinsip Hukum Internasional Masalah Nasionalisasi Dalam Penanaman Modal Asing, terakhir kali diakses tanggal 11 Januari Penanaman Modal Asing, terakhir kali diakses tanggal 11 Januari 2011.

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal

Lebih terperinci

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH.

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. Oleh: Eka Yatimatul Fitriyah (15053005) M. Bagus Bahtian (15053016)

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PENUNJUK PENANAMAN MODAL

PENUNJUK PENANAMAN MODAL PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Secara umum investasi atau penanaman modal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA 2. 1 Pengertian dari Investasi, Investor dan Modal Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dalam perkembangannya memerlukan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah perlu adanya

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR 1 Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Aceh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL PANSUS 15 DES 2011 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa Penanaman Modal

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Penanaman Modal. Bidang Usaha. Terbuka. Tertutup. Daftar. Persyaratan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL JAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN)

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN) oleh : Ni Made Wulan Kesuma Wardani Kadek Sarna Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Aceh guna mewujudkan

Lebih terperinci

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ENDE, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. c. WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 21 TAHUN : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL

HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL Oleh : Erman Rajagukguk Kuliah 3 (Pasal 12 s/d Pasal 22 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal) 1. Bidang Usaha Pasal 12 (1) menyatakan semua bidang usaha atau jenis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

PENDAPAT AKHIR PRESIDEN TERHADAP RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL PADA RAPAT PARIPURNA DPR RI TANGGAL 29 MARET 2007

PENDAPAT AKHIR PRESIDEN TERHADAP RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL PADA RAPAT PARIPURNA DPR RI TANGGAL 29 MARET 2007 PENDAPAT AKHIR PRESIDEN TERHADAP RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL PADA RAPAT PARIPURNA DPR RI TANGGAL 29 MARET 2007 Selamat Pagi dan Salam Sejahtera Bagi Kita Semua. Pertama-tama marilah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang: a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Investasi atau Penanaman Modal

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Investasi atau Penanaman Modal BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Investasi atau Penanaman Modal Istilah hukum investasi berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu investment of law. Dalam peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 1/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci