BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perwujudan atau realisasi hubungan-hubungan internasional dalam bentuk perjanjianperjanjian internasional, sudah sejak lama dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Perjanjianperjanjian tersebut merupakan hukum yang harus dihormati dan ditaati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Tidaklah berkelebihan jika dikatakan, bahwa selama masih tetap berlangsungnya hubungan-hubungan antara bangsa-bangsa atau negara-negara di dunia ini, selama itu pula masih tetap akan selalu muncul perjanjian-perjanjian internasional. 1 Globalisasi yang mewarnai sistem internasional saat ini telah pula menciptakan interaksi yang intensif antara Indonesia dengan masyarakat internasional bukan hanya antar pemerintah tetapi juga antar individu. Interaksi ini akan mengakibatkan meningkatnya persentuhanpersentuhan hukum antara Indonesia dengan negara-negara lainnya dan bahkan dalam tingkat tertentu akan menimbulkan tumpang tindih antara hukum internasional termasuk perjanjian internasional dengan hukum nasional. 2 Yang kemudian menarik untuk menjadi pembahasan lebih lanjut dan mendetail adalah terkait dengan perjanjian internasional itu sendiri. Berkaitan dengan perjanjian internasional terdapat unsur-unsur penting yang harus kita perhatikan sebagai ukuran agar suatu perjanjian internasional dapat dikatakan sempurna. Adapun unsur-unsur tersebut antara lain: 3 1 Wayan Parthiana, 2002, Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1, Mandar Maju, Bandung, h Damos Dumoli Agusman, 2010, Hukum Perjanjian Internasional (Kajian Teori dan Praktik Indonesia), Refika Aditama, Bandung, h Ibid, h

2 a. kata sepakat; b. subyek-subyek hukum; c. berbentuk tertulis; d. obyek tertentu; e. tunduk pada atau diatur oleh hukum internasional. Akan tetapi mengingat hukum perjanjian internasional yang mengatur perjanjian antar negara berbeda atau diatur dalam bentuk yang berbeda dengan perjanjian antara negara dan organisasi internasional atau perjanjian antara organisasi internasional dan organisasi internasional, akan lebih baik lagi jika pengertian perjanjian internasional tersebut di atas dibedakan menjadi dua macam. 4 Selain itu kita dapat merujuk pengertian dari perjanjian internasioanl itu sendiri kepada berbagai instrumen hukum baik nasional maupun internasional. Berkaitan dengan dibedakannya dua macam perjanjian internasional, yang pertama kita dapat mengacu kepada ketentuan Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional (selanjutnya disebut dengan Konvensi Wina 1969) yang menyatakan sebagai berikut: Treaty means an international agreement conclude between States in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever is particular designation Yang artinya bahwa perjanjian internasional adalah suatu persetujuan internasional yang diadakan antara negara-negara dalam bentuk yang tertulis dan diatur oleh hukum internasional, baik yang berupa satu instrumen tunggal atau berupa dua atau lebih instrumen yang saling berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya. Yang kedua kita dapat pula mengacu kepada ketentuan Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina 1986 tentang Perjanjian Internasional antara Negara dan Organisasi Internasional (selanjutnya disebut dengan Konvensi 1986) yang menyatakan sebagai berikut: Treaty means an international agreement governed by international law and conclude in written form: (i) between one or more States and one or more international organizations; or 4 Wayan Parthiana, op.cit, h. 14.

3 (ii) between international organizations, whether that agreement is embodied in a single instruments and whatever its particular designation. Yang artinya bahwa Perjanjian berarti suatu persetujuan internasional yang diatur oleh hukum internasional dan dirumuskan dalam bentuk tertulis: (i) antara satu atau lebih negara dan satu atau lebih organisasi internasional; atau (ii) sesama organisasi internasional, baik persetujuan itu berupa satu instrumen atau lebih dari satu instrumen yang saling berkaitan dan tanpa memandang apapun juga namanya. Selain pengertian yang terdapat dalam instrumen hukum internasional tersebut, secara nasional kita juga dapat menemukan pengertian dari Perjanjian Internasional dari ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (selanjutnya disebut dengan UU Perjanjian Internasional) yang menjelaskan bahwa Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Kemudian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (selanjutnya disebut dengan UU Hubungan Luar Negeri) khususnya dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan pengertian Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat publik. Dari pengertian hukum tersebut, maka terdapat beberapa kriteria dasar atau parameter yang harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional menurut Konvensi Wina 1969 dan UU Perjanjian Internasional yakni: 5 5 Damos Dumoli Agusman, op.cit, h. 20.

4 1. Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international agreement), sehingga tidak mencakup perjanjian-perjanjian yang berskala nasional seperti perjanjian antarnegara bagian atau antara Pemerintah Daerah dari suatu negara nasional; 2. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law), sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non subyek hukum internasional, seperti perjanjian antara negara dan perusahaan multinasional; 3. Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional (government by international law) yang oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional disebut dengan diatur dalam hukum internasional serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Perjanjian-perjanjian yang tunduk pada hukum perdata nasional tidak tercakup dalam kriteria ini. Pengertian yang berkenaan dengan Perjanjian Internasional, juga dikemukakan oleh para ahli diantaranya T. May Rudy yang menjelaskan bahwa Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu. 6 Sementara Wayan Parthiana membagi pengertian perjanjian internasional menjadi pengertian dalam arti luas dan arti sempit. Yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Perjanjian Internasional merupakan kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional mengenai suatu obyek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional. 7 Namun Mochtar Kusumaatmadja memberikan batasan Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan 6 T. May Rudy, 2001, Hukum Internasional 2, Refika Aditama, Bandung, h Wayan Parthiana, op.cit, h. 12.

5 antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu. 8 Dari berbagai pengertian perjanjian internasional baik yang dijelaskan melalui instrumen hukum nasional maupun internasional, serta berbagai pendapat ahli maka unsur-unsur yang penting dan kemudian menarik untuk menjadi pembahasan adalah: a. subyek hukum yang dapat mengadakan Perjanjian Internasional; b. bentuk-bentuk dari Perjanjian Internasional. Subyek hukum yang dimaksud dalam konteks Perjanjian Internasional jika mengacu kepada pendapat para ahli dan apa yang dijelaskan dalam berbagai instrumen hukum baik nasional maupun internasional adalah subyek hukum internasional. Ian Brownlie menjelaskan bahwa subyek hukum internasional merupakan entitas yang menyandang hak-hak dan kewajibankewajiban internasional, dan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan klaim internasional. 9 Adapun subyek-subyek hukum internasional yang selama ini dikenal adalah sebagai berikut: Negara; 2. Organisasi Internasional; 3. Tahta Suci; 4. Organisasi Pembebasan (bangsa yang sedang berjuang); 5. Kaum Beligerensi; 6. Individu yang memiliki kriteria tertentu. Kemudian diantara berbagai subyek hukum internasional tersebut, jika mengacu kepada pengertian perjanjian internasional sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Negara dan Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Pengantar Hukum Internasional Buku 1-Bagian Umum, Alumni, Bandung, h. 9 Ian Brownlie, 1990, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Oxford University Press, h F. A Whisnu Situni, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, h. 6.

6 Organisasi Internasional dikatakan sebagai pihak yang dapat mengadakan perjanjian internasional. Adapun alasan negara dapat menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional antara lain, bahwa negara mempunyai kedaulatan yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam batas-batas wilayahnya. Kedua bahwa negara menentukan keberadaan subyek hukum internasional lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perkataan lain negara merupakan entitas dasar dan awal bagi terbentuknya masyarakat internasional. 11 Dalam hal ini jika mengacu kepada UU Perjanjian Internasional, dalam konteks subyek atau pihak yang dikatakan sebagai pembentuk perjanjian internasional adalah Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana yang di nyatakan dalam Pasal 4. Berkaitan dengan Organisasi Internasional sebagai pihak dalam pembentukan perjanjian internasional, hal tersebut berasal dari adanya kehendak negara-negara anggota yang dirumuskan dalam konstitusi (Constituent Treaty) suatu organisasi dan organisasi tersebut hanya dapat melakukan kegiatannya di bidang-bidang yang termasuk dalam wewenangnya. 12. Unsur kedua yang harus diperhatikan dalam perjanjian internasional adalah bentuk-bentuk dari perjanjian internasional itu sendiri. Adapun bentuk-bentuk perjanjian internasional yang dikenal antara lain: Treaty 2. Konvensi 3. Protokol 4. Persetujuan 5. Arrangement 6. Proses Verbal 7. Statuta 8. Deklarasi 9. Modus Vivendi 11 Ibid, h Boer Mauna, 2008, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), PT Alumni, Bandung, h T. May Rudy, op.cit, h. 123.

7 10. Pertukaran Nota atau Surat 11. Ketentuan Penutp (Final Act) Pada umumnya bentuk dan nama perjanjian menunjukan bahwa materi yang diatur oleh perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama yang tingkatannya berbeda. Namun demikian, secara hukum perbedaan tersebut tidak relevan dan tidak harus mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam suatu perjanjian internasional. Penggunaan suatu bentuk dan nama tertentu bagi perjanjian internasional pada dasarnya menunjukan keinginan dan maksud para pihak terkait, serta dampak politis dan hukum bagi para pihak tersebut. 14 Berdasarkan uraian diatas kemudian timbulah suatu permasalahan yakni berkaitan dengan praktik pembuatan perjanjian internasional di Indonesia yang tidak sesuai dengan berbagai ketentuan atau instrumen hukum nasional maupun internasional. Permasalahan pertama berkaitan dengan subyek atau pihak yang dapat dikatakan dapat membentuk suatu perjanjian internasional. Mengacu pada ketentuan Konvensi Wina 1969 yang dikatakan menjadi pihak atau subyek dapat mengadakan suatu perjanjian internasional adalah Negara. Sementara dalam konteks peraturan perundang-undangan nasional yang mengacu pada UU Perjanjian Internasional yang menjadi pihak dalam pembentukan Perjanjian Internasional adalah Pemerintah Republik Indonesia. Namun jika kita menelaah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut dengan UU PEMDA) khususnya dalam Pasal 101 ayat (1) huruf f dan Pasal 154 ayat (1) huruf f yang menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah dapat mengadakan rencana Perjanjian Internasional dengan terlebih dahulu meminta pendapat dan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun Kota/Kabupaten terkait. Kemudian 14 Damos Dumoli Agusman, op.cit, h. 32.

8 dalam praktik pembentukan perjanjian internasional di Indonesia, ternyata ditemukan berbagai jenis dokumen yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah, yaitu: Memorandum Of Understanding (MOU) Kota Kembar (Sister City/ Sister Province), yang telah banyak dibuat oleh berbagai Pemerintah Daerah; 2. Perjanjian Kerjasama Teknik antara Pemerintah Daerah Aceh dengan Pemerintah Daerah Antwerpen Belgia Berdasarkan contoh dokumen perjanjian internasional tersebut, telah terjadi suatu pertentangan bahwa pemerintah daerah dapat menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional. Padahal baik dalam UU Perjanjian Internasional maupun Konvensi Internasional tidak dinyatakan bahwa pemerintah daerah dapat menjadi subyek atau pihak yang memiliki kemampuan dalam pembentukan perjanjian internasional. Yang kemudian lebih lanjut menarik adalah, berdasarkan contoh dokumen perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah daerah sampai sejauh mana kebolehan serta larangan mengenai obyek dari perjanjian internasional yang pihak atau subyeknya adalah pemerintah daerah. Hal tersebut dikarenakan tidak ada pembatasan yang jelas mengenai obyek dari perjanjian internasional itu sendiri. Terelebih yang pembentukannya diadakan oleh pemerintah daerah. Hal tersebut jelas saja dapat mengakibatkan adanya tumpang tindih antara perjanjian internasional yang sebelumnya telah di adakan oleh pemerintah pusat jika nyatanya ada perjanjian internasional baru yang di adakan oleh pemerintah daerah yang kemudian obyek atau substansi dari keduanya bertentangan atau bahkan bertolak belakang terhadap suatu bidang tertentu. Sehingga berdasarkan segala uraian diatas, penulis tertarik untuk menelusuri aspek hukum perjanjian internasional dalam konteks pemerintah daerah dalam bentuk skripsi dengan judul 15 Ibid, h. 40.

9 ANALISA YURIDIS TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG PEMBENTUKANNYA DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan hukum pemerintah daerah dalam pembentukan perjanjian internasional ditinjau dari instrumen hukum nasional dan internasional?

10 2. Apakah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah dalam mengadakan perjanjian internasional? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan skripsi ini, perlu ditegaskan materi yang diatur didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pembahasan materi yang terlalu melebar dan pada akhirnya menyimpang dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan. Karenanya, ruang lingkup masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Akan dibahas mengenai kedudukan pemerintah daerah dalam pembentukan perjanjian internasional sesuai dengan praktik yang terjadi di Indonesia. Adapun mengenai kedudukan pemerintah daerah tersebut akan dianalisis melalui instrumen hukum nasional dan internasional yang relevan. 2. Akan dibahas mengenai batasan dari obyek perjanjian internasional yang diadakan oleh pemerintah daerah agar nantinya tidak bertentangan dengan perjanjian internasional yang diadakan oleh pemerintah pusat (Pemerintah Republik Indonesia). 1.4 Tujuan Penulisan Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: 1. Untuk lebih memahami dan memperdalam pemahaman mengenai pengaturan dalam hukum internasional terkait dengan perjanjian internasional dan sebagai sumbangan ilmu

11 pengetahuan bagi masyarakat tentang pentingnya perjanjian internasional bagi Negara Indonesia. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penulisan skripsi ini, yaitu: 1. Untuk mengenalasis bagaimana kedudukan pemerintah daerah dalam konteks pembuatan perjanjian internasional, serta relevansinya menurut instrumen hukum nasional dan internasional 2. Untuk menganalisis bagaimana batasan obyek dari perjanjian internasional yang dapat diadakan oleh pemerintah daerah agar nantinya tidak bertentangan dengan perjanjian internasional yang diadakan oleh pemerintah pusat. 1.5 Manfaat Penelitian Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai hukum perjanjian internasional. Selain itu diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk pengembangan ilmu hukum secara umum, khususnya di bidang hukum internasional. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian sebagai bahan acuan, pertimbangan, perbandingan, dan penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya dalam rangka meningkatkan perhatian dan ketelitian dalam lapangan hukum perjanjian

12 internasional. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan acuan dalam praktik-praktik pembuatan perjanjian internasional dalam rangka memajukan Negara Indonesia melalui perjanjian internasional yang menguntungkan dan tidak bertolak belakang dengan Undang-Undang Negara Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) dan Pancasila. 1.6 Landasan Teoritis Dalam skripsi ini penulis menggunakan beberapa landasan teori sebagai dasar untuk mengembangkan informasi yang didapat, diantaranya: 1. Teori Pacta Sun Servanda Teori ini menjelaskan bahwa Setiap Perjanjian atau kesepakatan yang di buat oleh para pihak secara sah mengikat dan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak serta menjadikan perjanjian tersebut seperti Undang-Undang bagi para pihak. 2. Teori Monisme Teori ini menjelaskan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua aspek yang sama dari satu sistem hukum umumnya Teori Dualisme 16 J. G Starke, 2012, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi Kesepuluh, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja, Sinar Grafika, Jakarta, h. 96.

13 Teori ini menjelaskan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsic (intrinsically) dari hukum nasional. Karena melibatkan sejumlah besar sistem hukum domestik Teori Kehendak Negara Teori ini menjelaskan bahwa mengikatnya hukum internasional bukan karena kehendak Negara-negara secara sendiri-sendiri, melainkan karena kehendak Negara secara bersamasama atas dasar kepentingan bersama Negara-negara. 5. Teori Kedaulatan dan Tanggung Jawab Negara (Sovereignity and State Responsibilty) Teori ini menjelaskan bahwa tiap Negara diakui kedaulatannya untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berada dalam batas-batas teritorial atau yurisdiksi Negara yang bersangkutan. 18 Namun, kedaulatan atau hak pemanfaatan itu harus disertai dengan tanggung jawab, yaitu pemanfaatan itu tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap Negara-negara lain atau wilayah-wilayah di luar batas yurisdiksi Negara itu Metode Penelitian Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan penelitian secara ilmiah, hal tersebut berarti suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa permasalahan dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang 17 Ibid. 18 Takdir Rahmadi, 2013, Hukum Lingkungan Di Indonesia, RajaGrafindo, Jakarta, h Ibid.

14 timbul. 20 Untuk dapat dinyatakan sebagai skripsi, maka diperlukan suatu metodologi yang tentunya bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang bersahaja. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut: a. Jenis Penelitian Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan dan ditujukan hanya pada peraturan peraturan yang tertulis atau bahan bahan hukum yang lain disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan, yang termasuk pada data sekunder meliputi buku buku, buku buku harian, surat surat pribadi dan dokumen dokumen resmi dari pemerintah. 21 b. Jenis Pendekatan Dalam penelitian hukum terdapat beberapa jenis pendekatan, antara lain: 1. Pendekatan Kasus (the case approach). 2. Pendekatan perundang-undangan (the statutory approach). 3. Pendekatan Fakta (the fact approachi). 4. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach). 5. Pendekatan Frasa (word and phrase approach). 6. Pendekatan Sejarah (historical approach). Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Pendekatan Perundang-undangan (the statutory approach) 2. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (analytical and conceptual approach) 3. Pendekatan Sejarah (historical approach) c. Sumber Bahan Hukum 20 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h Philips Dillah dan Suratman, 2013, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Jakarta, h. 51.

15 Sumber bahan hukum dalam suatu penelitian yang bersifat normatif, haruslah berdasar pada studi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 22 Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan tiga sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. 1. Sumber bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang digunakan sifatnya mengikat terutama berpusat pada peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang digunakan, yaitu: Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerja Sama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah Vienna Covention on The Law of Treaties 1969 (Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional) Vienna Covention on The Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations 1986 (Konvensi Wina 1986 tentang Perjanjian Internasional antara Negara dengan Organisasi Internasional atau antar Organisasi Internasional). Vienna Covention on Diplomatic Relations 1961 (Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik). 2. Sumber bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya Hadin Muhjad, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Genta Publishing, Jogjakarta, h Soerjono Soekanto, 2013, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo, Jakarta, h Ibid.

16 d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document). Telaah kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Sistem ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. Menggunakan kartu pengarang. Cara ini dilakukan apabila penulis telah mengetahui dengan pasti nama pengarang atau penulis dari bahan pustaka yang diketahuinya. 2. Menggunakan kartu judul. Hal ini dapat dilakukan apabila penulis tidak mengetahui secara pasti nama pengarang, namun penulis mengetahui judul bahan pustaka yang dicari. 3. Menggunakan kartu subjek. Yang dimaksud dengan kartu subjek adalah pokok bahan atau bidang ilmu yang menjadi isi dari suatu bahan. Dari subjek ini, penulis tidak perlu mengetahui nama pengarang ataupun judul dari suatu bahan pustaka. 25 Ketiga teknik pengumpulan bahan tersebut dipakai dalam penelitian ini oleh penulis dalam mengumpulkan bahan hukum baik di perpustakaan hukum, internet dan lain sebagainya. e. Teknik Analisis Bahan Hukum Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat digunakan berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi, teknis interpretasi, teknik evaluasi, teknik argumentasi dan teknik sistematisasi. 25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 23.

17 1. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya, deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisiproposisi hukum atau non-hukum. Teknik interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, penafsiran sistematis, penafsiran teleologis, penafsiran historis, dan lain sebagainya. 2. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. 3. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permsalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum. 4. Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun yang berurutan secara hierarkis.

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Teuku Fachryzal Farhan I Made Tjatrayasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN Prasayarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas

Lebih terperinci

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS DAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA CELAH TIMOR ANTARA INDONESIA, AUSTRALIA DAN TIMOR LESTE Oleh : Stephanie Maarty K Satyarini

Lebih terperinci

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL I. PENDIRIAN Prasyarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas menguntungkan dan tidak melanggar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL. yang berkembang dalam pembentukan perjanjian internasional oleh negara-negara di dunia telah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL. yang berkembang dalam pembentukan perjanjian internasional oleh negara-negara di dunia telah BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL 2.1. Aspek-aspek Perjanjian Internasional 2.1.1. Istilah-Istilah Perjanjian Internasional Mengenai peristilahan dari perjanjian internasional, jika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

Chapter One. Pendahuluan. Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty

Chapter One. Pendahuluan. Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty Chapter One Pendahuluan Article 2 (1)(a) Vienna Convention on Treaty A treaty an international agreement concluded between States in written form and governed by international law, whether embodied in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN 3 SATUAN ACARA PERKULIAHAN A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH :KAPITA SELEKTA HUKUM INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : PRASYARAT : JUMLAH SKS : 2 SKS SEMESTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:

HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu: BAB IV HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat menunjukkan hubungan hukum nasional dengan hukum internasional SASARAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia Makna Perjanjian Internasional Secara umum perjanjian internasional

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP]

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP] GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP] Program Studi Hubungan Versi/revisi: Nama Mata Kuliah : Dosen : Very Aziz, Lc., M.Si. SKS : 3 SKS Berlaku Mulai : Maret 2017 Silabus/Deskripsi singkat Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL A. Perjanjian Internasional dan Hukum Internasional Perjanjian internasional merupakan satu bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini memiliki hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN INDIVIDU TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI TIONGKOK KE INDONESIA DI BIDANG INVESTASI: STUDI IMPLIKASI PENGIRIMAN TENAGA KERJA ASING DISUSUN

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013 PENGUJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG YANG MERATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Marthina Ulina Sangiang Hutajulu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya. I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina 1 TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA Jacklyn Fiorentina (Pembimbing I) (Pembimbing II) I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Progam Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian 32 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum normatif-empiris (applied law research) adalah penelitian hukum mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA. dampak, yaitu yang memaksa unsur-unsur pendukung dalam hubungan

BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA. dampak, yaitu yang memaksa unsur-unsur pendukung dalam hubungan BAB III PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP MLA DI INDONESIA A. Pengertian Perjanjian Internasional Sebagai salah satu sumber hukum Internasional, perjanjian Internasional telah dan nampaknya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut Peter

Lebih terperinci

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sakti Prasetiya Dharmapati I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas negara dan cenderung pada terbentuknya suatu sistem global sehingga mendorong semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal research), dan pendekatan yuridis empiris (empirical legal research). Disebut demikian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, bahkan kegiatan ekonomi merupakan salah satu pilar penting dalam dinamika

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dilakukanlah penelitian hukum normatif dengan melacak data-data sekunder

BAB III PENUTUP. dilakukanlah penelitian hukum normatif dengan melacak data-data sekunder BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pertanyaan utama dalam penulisan hukum / skripsi ini, dilakukanlah penelitian hukum normatif dengan melacak data-data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ak, Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, (Jakarta: PT.

DAFTAR PUSTAKA. Ak, Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, (Jakarta: PT. DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku Ak, Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008). Ak, Syahmin, Hukum Diplomatik Suatu Pengantar, (Bandung: C.V. Armico,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian merupakan sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan, karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan konsistensi. Sistematis

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2 PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA 1961 1 Oleh : Windy Lasut 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya pelanggaran yang

Lebih terperinci

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGUJIAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DAN KONSULER AMERIKA SERIKAT BERDASARKAN HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 673K/PDT.SUS/2012) Oleh Luh Putu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

DAYA IKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK TERTULIS SEBAGI BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI MAHKAMAH INTERNASIONAL

DAYA IKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK TERTULIS SEBAGI BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI MAHKAMAH INTERNASIONAL DAYA IKAT PERJANJIAN INTERNASIONAL TIDAK TERTULIS SEBAGI BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI MAHKAMAH INTERNASIONAL OLEH : GRIZELDA (13/354131/PHK/7794) A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perwujudan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB III METODE PENELITIAN Skripsi sebagai salah satu bentuk dari penulisan karya tulis yang dilakukan oleh mahasiswa untuk menempuh S1, diperlukan suatu metodologi yang bertujuan untuk mengadakan pendekatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. lazim digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum positif sebagaimana

III. METODE PENELITIAN. lazim digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum positif sebagaimana III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif lazim digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum positif sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

Oleh : RANI DWI WATI NIM. E

Oleh : RANI DWI WATI NIM. E ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN KOTA BERSAUDARA (SISTER CITY) ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KOTA MONTANA REPUBLIK BULGARIA Penulisan Hukum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam pasal 1457 jo 1458 KUH Perdata Indonesia. Jual-beli tanah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah . METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, 1 yaitu meneliti berbagai peraturan perundangundangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk

Lebih terperinci

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami kedudukan subyek hukum dalam hukum internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea ke- IV.

DAFTAR PUSTAKA. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea ke- IV. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea ke- IV. Undang- Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional Buku-Buku Mochtar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan pengguna jasa akuntan publik semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas informasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 32 BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam membuat suatu penelitian tentunya dibutuhkan suatu metode, begitu pula dalam pembuatan penelitian hukum dalam bentuk skripsi ini. Metode sendiri ialah suatu kerangka kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan suksesi negara. Bersandar dari konsepsi hukum internasional, suksesi

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan suksesi negara. Bersandar dari konsepsi hukum internasional, suksesi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemisahan Timor Timur dari wilayah Republik Indonesia merupakan hal yang terkait dengan suksesi negara. Bersandar dari konsepsi hukum internasional, suksesi negara

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyatakan bahwa permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. yang menyatakan bahwa permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan atau data sekunder, dengan mengkaji mengenai asas-asas, norma,

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan atau data sekunder, dengan mengkaji mengenai asas-asas, norma, BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan pada data kepustakaan

Lebih terperinci

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 SILABUS Mata Kuliah : Hukum Pidana Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2081 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya baik darat, air, maupun udara, dimana hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara masing-masing.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilar utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sistem perbankan memegang

BAB I PENDAHULUAN. pilar utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sistem perbankan memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum, peranan bank sentral sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu diwujudkannya sistem perbankan

Lebih terperinci