JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU"

Transkripsi

1 JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ABDUL RAHMAN NIM Pembimbing Pembaca Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum Hj. Muhibbah, S.S. NIP Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2009

2 JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ABDUL RAHMAN NIM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2009

3 Disetujui Oleh : Program Diploma Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi D3 Bahasa Jepang Ketua, Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. NIP Medan, 31 Desember 2009

4 PENGESAHAN Diterima Oleh : Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk Melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang Pada : Tanggal : Hari : Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Dekan, Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D. NIP Panitia : No Nama Tanda Tangan 1. Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. ( ) 2. Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. ( ) 3. Hj. Muhibbah, S.S. ( )

5 JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ABDUL RAHMAN NIM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2009

6 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Alasan Pemilihan Judul Ruwat sendiri adalah merupakan sebuah kebudayaan yang ada sebelum Islam masuk ke Jawa. Oleh karena itu masih banyak hal yang berhubungan dengan kepercayaan yang ada pada waktu sebelumnya. Karena waktu yang terus berjalan dalam berubahnya kebudayaan dengan adanya tekhnologi modern, maka keberadaan ruwatan sedikit tergeser. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk membahas tentang Ritual Ruwatan pada masyarakat Jawa ini, kemudian menuangkan hasil bahasannya kedalam kertas karya ini Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperkenalkan salah satu tradisi suku Jawa yang ada di Indonesia. 2. Untuk menambah wawasan tentang salah satu tradisi suku Jawa yang ada di Indonesia. 3. Untuk pengetahuan baik terhadap pembaca dan juga penulis. 4. Melengkapi persyaratan untuk dapat lulus dari D III Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara. 1.3 Pembatasan Masalah

7 Dalam kertas karya ini penulis membahas mengenai tentang gambaran umum Tradisi Ruwatan, yaitu tujuan dilakukannya ruwatan pada masyarakat Jawa. Sistem ritual ruawatannya pada diri sendiri, lingkungan dan untuk desa atau wilayah yang luas Metode Penelitian Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Yaitu pengumpulan data atau informasi dengan membaca buku sebagai referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam kertas karya ini. Selanjutnya data analisa dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan kedalam kertas karya ini.

8 BAB II GAMBARAN UMUM TRADISI RUWATAN 2.1 Pengertian Ruwatan Ruwat sebenarnya memiliki arti pelepasan, dan maksud dilakukannya ruwat adalah untuk membebaskan atau melepaskan manusia yang sudah tergolong sebagai sukerta. Sukerta adalah sosok anak yang terdapat kesialan karena menjadi mangsa dari Bethara kala ( sosok dewa yang baik tetapi buruk). Karena bersifat upacara pelepasan, maka upacara tersebut selalu berhubungan dengan mistis dan pengaruh gaib. Dalam kepercayaan Jawa, orang yang telah di ruwat dipercaya akan terlepas dari segala kesialan. Kepercayaan yang ada dalam masyarakat Jawa ini memiliki keragaman, baik berbentuk ritual atau upacara, maupun bersifat spiritual. Sedikit berbeda dengan masyarakat Jawa saat ini, kepercayaan tentang mitos mitos atau cerita mistis sudah banyak dilupakan dan sebagian besar masyarakat Jawa memilih teknologi sebagai pilihan yang lebih ilmiah. Saat ini cerita atau mitos lebih cenderung pada sentuhan spiritual yang hanya dapat dirasakan oleh orang orang yang masih mempercayainya, yang tidak mempercayainya tidak akan mempengaruhi dirinya sama sekali. Salah satu keyakinan masyarakat Jawa yang cukup penting adalah ruwat. Ruwat dapat di bagi dalam tiga jenis ritual yang paling umum dan sering dilakukan dalam masyarakat Jawa yaitu :

9 1. Ruwat diri sendiri. Ruwatan dilakukan dengan tujuan menghindarkan diri dari kesialan yang ada dalam dirinya. Ruwat semacam ini biasanya dilakukan oleh sang spiritualis. 2. Ruwat untuk lingkungan Di sini sang spiritualis melakukan ruwatan pada lingkungan. 3. Ruwat untuk umum. Ruwatan semacam ini biasanya dilakukan untuk meruwat suatu wilayah, atau pekarangan dan menghilangkan kekuatan unsur alam yang ada di dalamnya Tujuan dilakukannya Ruwatan Tujuan dilakukannya upacara ruwatan adalah sebagai berikut : 1. Untuk menghindarkan diri dari ketidak keberuntungan. Keberadaan Bethara Kala ini sebenarnya tidak selalu mutlak ada di saat dilakukannya ruwatan, tetapi nama Bethara Kala sendiri sering disebutkan sebagai simbol keberadaan dalam hidup manusia. 2. Bethara Kala tidak harus ada dalam sebuah ritual ruwatan karena tidak semua ruwatan memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari Bethara Kala, tetapi terkadang memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang ditimbulkan oleh makhluk halus. 3. Alam merupakan sebuah bencana, yang sudah memberi tanda akan datang pada waktu tertentu. Ketakutan semacam menjadikan manusia merasa

10 dekatnya dengan kematian. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, bencana dapat dihindarkan dengan melakukan acara ruwatan. Jika bencana tetap datang, kemungkinan akan menelan korban jiwa yang sedikit jika di bandingkan tidak melakukan ruwatan. 2.3 Ruwatan Pada Masyarakat Jawa Ruwatan merupakan ritual khusus yang wajib dilakukan pada zaman dahulu oleh masyarakat Jawa. Pada zaman sekarang, ruwatan sudah jarang dilakukan karena masyarakat Jawa sebagian merasakan hal ini tidak diperlukan lagi. Pandangan modern menjadikan kebudayaan ini tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa. Tidak hanya ritual ruwatan saja yang mengalami pergeseran, tetapi masih banyak lagi ritual-ritual lain yang tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal ini karena dirasakan acara-acara yang berhubungan dengan dunia spiritual ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan sesuatu yang sia-sia untuk dilakukan. Namun dari berbagai kalangan yang ada dalam masyarakat Jawa, memiliki pendapat yang bermacam-macam sebagai perwujudan dari daya imajinasi dan daya pikir mereka masing-masing. Masyarakat Jawa yang senantiasa mengilhami dan mempercayai mitos mitos tersebut kemudian menjadikan acara ruwatan sebagai acara yang wajib dilakukan dalam menghubungkan diri manusia dengan Tuhan dan dunia gaib. Namun pelaksanaan ritual ruawatan yang ada di dalam masyarakat Jawa sudah sangat jarang dilakukan pada zaman sekarang ini. Masyarakat jawa sekarang berpikir realistis, tetapi bukan berarti masyarakat Jawa pada zaman dahulu tidak berpikir secara realistis. Banyak masyarakat Jawa pada zaman sekarang ini telah meninggalkan adat istiadat Jawa yang dianggap sebagai suatu hal yang terlalu

11 rumit untuk dijalankan. Sebagai contoh banyak orang Jawa tidak lagi mengenal aksara Hanacaraka yaitu huruf atau aksara Jawa yang mempunyai nilai tinggi dalam budaya. Dari beberapa kebudayaan yang ditinggalkan oleh masyarakat Jawa adalah kebudayaan yang bersifat spiritual. Para pelaku ritualpun beranggapan bahwa acara ruwatan merupakan hal yang logis. Sehingga hal ini ditinggalkan sebagai bentuk kepercayaan, kebudayaan dan ritual. Tetapi bagi masyarakat Jawa yang masih memiliki kepercayaan tentang Bethara Kala dan Sukerta pelaksanaan ruwatan masih penting.

12 BAB III RITUAL RUWATAN Dalam masyarakat Jawa, ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu : 1. Ritual ruwat untuk diri sendiri 2. Ritual ruwat untuk lingkungan 3. Ritual ruwat untuk wilayah Dalam masyarakat Jawa, ruwatan tergantung pada siapa yang melaksanakannya. Jika ruwatan dilakukan oleh orang yang memang memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, maka biasanya dilakukan secara besar besaran yaitu dengan mengadakan pegelaran pewayangan. Pegelaran pewayangan ini berbeda dengan pegelaran yang pada umumnya dilakukan. Pagelaran pewayangan dilakukan pada siang hari dan khusus dilakukan oleh dalang ruwat Ruwatan Diri Sendiri Ruwatan dilakukan dengan cara cara tertentu seperti melakukan puasa dan melakukan selamatan. Dalam masyarakat Jawa bertapa merupakan bentuk laku atau sering disebut lelaku. Lelaku sebagai wujud untuk membersihkan diri dari hal hal yang bersifat gaib negatif juga termasuk dalam ruwatan. Dengan memasukkan kekuatan gaib dalam diri yang bersifat positif ( baik ), akan memberikan keseimbangan energi dalam tubuh. Hal ini sering dikemukakan oleh

13 para spiritualis Jawa sebagai nasehat untuk mempelajari hal hal yang bersifat baik. Pada saat ini, ruwatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa jauh berbeda dengan kebudayaan peninggalan pada zaman Hinda Budha. Ruwatan lebih cenderung dilakukan dengan tidak mengatas namakan ruwatan, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Lelaku sebagai wujud atau bentuk dari ruwatan bagi diri sendiri ini juga sering dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa agar mendapatkan kebersihan jiwa. Jika ada orang merasa sial, dalam kepercayaan Jawa harus melakukan upacara ruwatan terhadap diri sendiri. Ritual ruwatan ini memiliki banyak sebutan, antara lain adalah Ruwatan Anggara Kencana. Kesialan yang ada dalam diri manusia dipercaya timbul dari kekuatan lain (makhluk halus), keberadaan ini dapat dilakukan dengan pendeteksian. Pendeteksian yang dilakukan adalah melalui perhitungan ( petungan ) Jawa yaitu Ha: 1, Na: 2, Ca: 3, Ra: 4 dan seterusnya. Pendeteksian dilakukan dengan menjumlahkan neptu ( umur menurut penanggalan Jawa ) orang tuanya dengan orang yang akan melakukan ritual ini. Jumlah keduanya kemudian dibagi 9 dan diambilah sisanya. 1. Bersemayam di sebelah kiri kanan mata kanan 2. Bersemayam di sebelah kiri kanan mata kiri 3. Bersemayam di telinga kanan 4. Bersemayam di telinga kiri 5. Bersemayam di sebelah hidung kanan 6. Bersemayam di sebelah hidung kiri 7. Bersemayam di mulut

14 8. Bersemayam di sekeliling pusar 9. Bersemayam di kemaluan Sebagai syarat dari ritual ini adalah mengambil sebagian darah di sekitar tempat keberadaan bersemayamnya. Darah ini akan dilabuh (dilarung ). Cara mengambil darah ini adalah dengan menggunakan duri yang kemudian dioleskan pada kapas putih. Duri dan kapas nantinya akan dilabuh bersama sama dengan syarat yang lain, berupa: 1. Beras 4 kg 2. Slawat 1 Dirham ( uang senilai emas 1 gram ) 3. Ayam 4. Teklek ( sandal dari kayu, atau pada zaman sekarang biasa digantikan sandal biasa ) 5. Benang Lawe satu gulung 6. Telur ayam yang baru saja keluar ( belum ada sehari ) 7. Gula setangkep ( gula Jawa satu pasang ), gula pasir 1 kg 8. Kelapa 1 butir Selain beberapa benda yang dilarung atau dilabuh tersebut, diikrarkan untuk disedekahkan kepada siapa yang dikehendakinya, sebaiknya sodaqoh kepada orang yang membutuhkannya Ruwatan Untuk Lingkungan Ruwatan yang dilakukan untuk lingkup lingkungan biasanya dilakukan dengan sebutan mageri atau memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi.

15 Memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi ( anggap saja rumah ) ditujukan untuk beberapa hal, antara lain: 1. Memberikan daya magis yang dapat menahan, menolak, atau memindahkan daya ( energi ) negatif yang berbeda dalam rumah atau hendak masuk ke dalam rumah. Metode semacam ini biasanya dilakukan dengan menanam beberapa tumbal, misalnya kepala kerbau atau kepala kambing. 2. Memberikan pagar agar tidak dimasuki oleh orang yang hendak berniat jahat. 3. Memberikan kekuatan gaib yang dapat mengusir atau mengurung makhluk halus yang berada dalam lingkup pagar gaib. Berbagai cara untuk memberikan pagar gaib ini dapat dilihat pada buku buku kuno yang menceritakan pemagaran diri manusia, lingkungan dan wilayah cukup luas dengan kepercayaan masyarakat Jawa. Tujuan utama yang dilakukannya pemagaran gaib pada manusia dan lingkungannya ini apabila tercapai, menurut kepercayaan masyarakat Jawa akan menjadikan lingkungan yang aman, sejahtera, jauh dari gangguan makhluk halus. Ritual ruwatan yang ditujukan untuk memagari sebuah lokasi ini kemudian berubah dalam pelaksanaannya karena sebagian masyarakat Jawa sekarang sudah cenderung mempercayai hal hal yang bersifat ilmiah. Ritual ruwatan dalam masyarakat Jawa yang masih berlaku biasanya adalah pemagaran gaib yang dilakukan dengan menyediakan berbagai jenis sesaji dan melakukan ritual itu sendiri. Penerapan tujuan ritual ruwatan tidak jauh berbeda tujuan ruwatan yang lain. Pelaksanaan yang umum dilakukan dalam masyarakat Jawa adalah dengan menggelar lakon pewayangan yang berisi tentang ruwatan itu sendiri.

16 3. 3 Ruwatan Untuk Desa atau Wilayah yang Luas Pada umumnya, pengruwatan bagi desa atau wilayah yang luas dilakukan dengan pegelaran pewayangan yang memberikan cerita dan dilakukan oleh dalang yang khususnya memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan. Pada ritual pengruwatan, bocah sukerta dipotong rambutnya dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan sudah menjadi tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dari dalang. Karena pegelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman sekarang ini dengan pagelaran wayang dilakukan dalam lingkup pedesaan atau pedusunan. Proses ruwatan bisa juga dilakukan untuk seseorang yang akan diruwat. Namun pelaksanaannya pada siang hari sedangkan untuk meruwat lingkup lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan waktu pelaksanaan pagelaran di tentukan melalui perhitungan hari dan pasaran ( Primbon ).

17 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4. 1 Kesimpulan Dari pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ruwat merupakan warisan kebudayaan yang sudah dikenal masyarakat Indonesia khususnya Jawa sejak dari dulu hingga sekarang. 2. Tradisi ruwat sebenarnya memiliki arti pelepasan, dan dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari segala nasib buruk, sial, serta mara bahaya melalui penyelenggaraan sebuah upacara. Ruwat amat dekat dengan dunia mistis dan tidak bisa lepas dari pangaruh gaib dalam pelaksanaannya Saran Penulis mengharapkan agar para pembaca dapat lebih mengenal budaya Indonesia khususnya budaya Jawa tentang ruwatan. Selain itu, supaya tidak punah sebaiknya acara ruwatan ini selalu dilakukan dan dilestarikan.

18 DAFTAR PUSTAKA 1. Swardi, Endraswara Dunia Hantu Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Narasi. 2. Pamungkas, Ragil Tradisi Ruwatan. Yogyakarta: Narasi.

MINAMI KALIMANTAN NO BUKIT HULU BANYU ZOKU NO DENTOUTEKI NA FUKU

MINAMI KALIMANTAN NO BUKIT HULU BANYU ZOKU NO DENTOUTEKI NA FUKU MINAMI KALIMANTAN NO BUKIT HULU BANYU ZOKU NO DENTOUTEKI NA FUKU KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H RAWINDA AFRISNA NIM. 072203006 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

SOBA KERTAS KARYA. Dikerjakan WAHYU HIDAYAT NIM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

SOBA KERTAS KARYA. Dikerjakan WAHYU HIDAYAT NIM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA SOBA KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H WAHYU HIDAYAT NIM 072203036 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2010 SOBA KERTAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PASCA PERANG DUNIA II KERTAS KARYA. Dikerjakan ROY PUTRA F.L. TOBING NIM : PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG

PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PASCA PERANG DUNIA II KERTAS KARYA. Dikerjakan ROY PUTRA F.L. TOBING NIM : PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PASCA PERANG DUNIA II KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ROY PUTRA F.L. TOBING NIM : 082203024 PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

STRUKTUR KELUARGA MASYARAKAT AGRARIS KE INDUSTRI DI JEPANG

STRUKTUR KELUARGA MASYARAKAT AGRARIS KE INDUSTRI DI JEPANG STRUKTUR KELUARGA MASYARAKAT AGRARIS KE INDUSTRI DI JEPANG D I S U S U N OLEH : AZWIN EFENDI NIM : 082203056 PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 STRUKTUR

Lebih terperinci

POTENSI DAN PENGEMBANGAN OBJEK WISATA DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

POTENSI DAN PENGEMBANGAN OBJEK WISATA DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH POTENSI DAN PENGEMBANGAN OBJEK WISATA DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH DISUSUN O L E H SUPRIONO SINAGA NIM : 062204092 FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM STUDI DIPLOMA III PARIWISATA BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

NILAI NILAI SEJARAH CERITA MAKAM PAPAN TINGGI PADA MASYARAKAT BARUS, TAPANULI TENGAH

NILAI NILAI SEJARAH CERITA MAKAM PAPAN TINGGI PADA MASYARAKAT BARUS, TAPANULI TENGAH SKRIPSI NILAI NILAI SEJARAH CERITA MAKAM PAPAN TINGGI PADA MASYARAKAT BARUS, TAPANULI TENGAH DIKERJAKAN O L E H NAMA : IHSAN WAHYUDI SIMATUPANG NIM : 030702008 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI 2.1 Sejarah Amigurumi Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis mainan yang dapat berbentuk macam-macam, terutamanya bentuk manusia dan

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRASTIF KATA KETERANGAN BAHASA INDONESIA DAN FUKUSHI BAHASA JEPANG DITINJAU DARI SINTAKSIS

ANALISIS KONTRASTIF KATA KETERANGAN BAHASA INDONESIA DAN FUKUSHI BAHASA JEPANG DITINJAU DARI SINTAKSIS ANALISIS KONTRASTIF KATA KETERANGAN BAHASA INDONESIA DAN FUKUSHI BAHASA JEPANG DITINJAU DARI SINTAKSIS TOUGORON KARA MIRU NIHON GO NO FUKUSHI TO INDONESIA GO NO KATA KETERANGAN TO NO HIKAKU SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI

MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

TARI SERAMPANG DUA BELAS WARISAN ASLI BUDAYA MELAYU SEBAGAI SALAH SATU ATRAKSI WISATA DI SUMATERA UTARA

TARI SERAMPANG DUA BELAS WARISAN ASLI BUDAYA MELAYU SEBAGAI SALAH SATU ATRAKSI WISATA DI SUMATERA UTARA TARI SERAMPANG DUA BELAS WARISAN ASLI BUDAYA MELAYU SEBAGAI SALAH SATU ATRAKSI WISATA DI SUMATERA UTARA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H WINNY DWI ASTARI SANTOSA NIM : 072204046 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra lisan yang telah lama ada,lahir dan muncul dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra lisan yang telah lama ada,lahir dan muncul dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lisan yang telah lama ada,lahir dan muncul dari masyarakat yang menjadikannya sebagai suatau tradisi dalam kelompok masyarakat.sastra lisan hadir sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA KALIMAT PENGANDAIAN BAHASA JEPANG DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI ( DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)

ANALISIS MAKNA KALIMAT PENGANDAIAN BAHASA JEPANG DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI ( DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK) ANALISIS MAKNA KALIMAT PENGANDAIAN BAHASA JEPANG DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI ( DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK) IMIRON KARA MIRU NORUWEI NO MORI NO SHOUSETSU NI OKERU JOUKENBUN NO IMI NO BUNSEKI SKRIPSI Skripsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. 1 Salah satu usaha dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. 1 Salah satu usaha dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang penuh dengan aneka ragam suku bangsa dan kebudayaan. Setiap suku bangsa di Indonesia menciptakan, menyebarluaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta

Lebih terperinci

MATERI STUDI RELIGI JAWA

MATERI STUDI RELIGI JAWA MATERI STUDI RELIGI JAWA Bahasa dan sastra; karya sastra Jawa Kuna yang tergolong tua; karya sastra Jawa Kuna yang bertembang; karya sastra Jawa Kuna yang tegolong muda; karya sastra yang berbahasa Jawa

Lebih terperinci

SAPTA PESONA DALAM MENINGKATKAN PROMOSI SADAR WISATA DI MEDAN

SAPTA PESONA DALAM MENINGKATKAN PROMOSI SADAR WISATA DI MEDAN SAPTA PESONA DALAM MENINGKATKAN PROMOSI SADAR WISATA DI MEDAN KERTAS KARYA DISUSUN O L E H DIAN PERMANA ALAM NIM : 072204022 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR DALAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN 2008 ANALISIS PEMIKIRAN LIAN HEARN TENTANG SAMURAI DALAM NOVEL ACROSS THE NIGHTINGALE FLOOR ACROSS THE NIGHTINGALE FLOOR NO SHOSETSU NI OKERU SAMURAI NI TSUITE NO LIAN HEARN NO KANGAEKATA NO BUNSEKI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat dan kepercayaan pada setiap etnik bangsa yang menjadikan sebuah daya tarik tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

PEMAKAIAN GAIRAIGO DALAM TEXT BACAAN BUKU INTERMEDIATE JAPANESE

PEMAKAIAN GAIRAIGO DALAM TEXT BACAAN BUKU INTERMEDIATE JAPANESE PEMAKAIAN GAIRAIGO DALAM TEXT BACAAN BUKU INTERMEDIATE JAPANESE INTERMEDIATE JAPANESE HON NO TEKISUTO NI OKERU GAIRAIGO NO SHIYOU SKRIPSI Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TRADISI RUWAT DESA DALAM MASYARAKAT BEGAGANLIMO. A. Makna Tradisi Ruwat Desa Dalam Masyarakat Desa Begaganlimo

BAB IV ANALISIS TRADISI RUWAT DESA DALAM MASYARAKAT BEGAGANLIMO. A. Makna Tradisi Ruwat Desa Dalam Masyarakat Desa Begaganlimo 61 BAB IV ANALISIS TRADISI RUWAT DESA DALAM MASYARAKAT BEGAGANLIMO A. Makna Tradisi Ruwat Desa Dalam Masyarakat Desa Begaganlimo Adat istiadat Jawa memuat sistem tata nilai, norma pandangan maupun aturan

Lebih terperinci

UPAYA MELESTARIKAN SENI BUDAYA TRADISIONAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR

UPAYA MELESTARIKAN SENI BUDAYA TRADISIONAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR UPAYA MELESTARIKAN SENI BUDAYA TRADISIONAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR KERTAS KARYA DISUSUN O L E H AFRINA BUTARBUTAR NIM : 072204017 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI ORNAMEN RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H

BENTUK DAN FUNGSI ORNAMEN RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H BENTUK DAN FUNGSI ORNAMEN RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H TRI UTAMI BR SEMBIRING NIM : 072204016 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di

BAB 1 PENDAHULUAN. bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sehat adalah suatu gambaran kondisi Indonesia di masa depan, yakni masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari permainan. Permainan dapat dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Permainan dapat

Lebih terperinci

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro.

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah sebagai sebuah Negara yang besar terkenal dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan. Kepulauan Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI OBJEK WISATA RELIGI DI KABUPATEN LANGKAT

UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI OBJEK WISATA RELIGI DI KABUPATEN LANGKAT UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI OBJEK WISATA RELIGI DI KABUPATEN LANGKAT KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ARIF KURNIAGUNG NIM 072204008 FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011

MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011 MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011 SKRIPSI Diajukan untuk Sebagian dari Tugas guna Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) Pada

Lebih terperinci

PERAN INDUSTRI KERAJINAN DAN MAKANAN DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA MEDAN

PERAN INDUSTRI KERAJINAN DAN MAKANAN DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA MEDAN PERAN INDUSTRI KERAJINAN DAN MAKANAN DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA MEDAN KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H ANGGITA VELLA SARI NIM : 072204023 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

NISHI SUMATORA NO MINZOKU NO ASOBI TOSHITE NO SEPAK TEKONG

NISHI SUMATORA NO MINZOKU NO ASOBI TOSHITE NO SEPAK TEKONG NISHI SUMATORA NO MINZOKU NO ASOBI TOSHITE NO SEPAK TEKONG KERTAS KARYA Dikerjkan O L E H TEGUH PRIMANTO NIM 062203043 Pembimbing Pembaca Drs.Nandi.S AdrianaHasibuan,S.S.,M.Hum. NIP.19600822 198803 1 002

Lebih terperinci

ANALISIS ADAPTASI UPACARA MINUM TEH ( CHANOYU ) DI INDONESIA INDONESIA NO CHANOYU NO TEKIOU NO BUNSEKI. Skripsi

ANALISIS ADAPTASI UPACARA MINUM TEH ( CHANOYU ) DI INDONESIA INDONESIA NO CHANOYU NO TEKIOU NO BUNSEKI. Skripsi ANALISIS ADAPTASI UPACARA MINUM TEH ( CHANOYU ) DI INDONESIA INDONESIA NO CHANOYU NO TEKIOU NO BUNSEKI Skripsi Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Medan Untuk Melengkapi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM UPACARA RITUAL SYUKURAN LAUT MASYARAKAT MELAYU DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG

MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM UPACARA RITUAL SYUKURAN LAUT MASYARAKAT MELAYU DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM UPACARA RITUAL SYUKURAN LAUT MASYARAKAT MELAYU DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI DIKERJAKAN OLEH NAMA : FAIZATUL ZUHRA NIM : 110702021 PROGRAMSTUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DI JEPANG DAN SILEK DI MINANGKABAU SEBAGAI SENI BELADIRI TRADISIONAL

ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DI JEPANG DAN SILEK DI MINANGKABAU SEBAGAI SENI BELADIRI TRADISIONAL ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DI JEPANG DAN SILEK DI MINANGKABAU SEBAGAI SENI BELADIRI TRADISIONAL NIHON NO AIKIDO TO MINANGKABAU NO SILEK NO HIKAKU NO BUNSEKI SKRIPSI Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang dipastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara Etimologi istilah seni berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu pulau besar di wilayah Indonesia yang penduduknya terdiri dari berbagai etnis dan sub etnis adalah pulau Sumatera. Setiap etnis memiliki ciri tersendiri,

Lebih terperinci

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah NENEK GAYUNG Nenek Gayung adalah sebuah urban legend yang berasal dari Indonesia tentang penampakan nenek misterius yang tiba-tiba muncul di tepi jalan. Menurut legendanya, Nenek Gayung merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat hidup seseorang

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 198 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa ritual kaghotino buku merupakan tradisi masyarakat Muna dengan sistem pewarisan menggunakan lisan yang dilahirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian diciptakan oleh masyarakat sebagai wujud dari jati dirinya. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang beragam, sehingga melahirkan identitas yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BUDAYA ANTRI DI JEPANG (NIHON DE NO KYUU NO BUNKA) KERTAS KARYA. Dikerjakan

BUDAYA ANTRI DI JEPANG (NIHON DE NO KYUU NO BUNKA) KERTAS KARYA. Dikerjakan BUDAYA ANTRI DI JEPANG (NIHON DE NO KYUU NO BUNKA) KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H INDAH PERMATA SARI 142203002 PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Lebih terperinci

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dari tahun ke tahun banyak sekali membawa perubahan bagi generasi muda media elektronik dan media cetak sebagai penyampai pesan modern banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI TOYOTOMI HIDEYOSHI NO YOROI NI OKERU SHINBORU KARA NO SHOUCHOU TEKINA IMI NO BUNSEKI SKRIPSI Skripsi ini diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

Bagaimana acuan, begitulah kuihnya Perangai anak mirip perangai ibu bapanya

Bagaimana acuan, begitulah kuihnya Perangai anak mirip perangai ibu bapanya Anak dipangkuan diletakkan, beruk dirimba disusui Orang yang mengabaikan tugas menjaga kepentingan keluarga sendiri tetapi mengutamakan kepentingan orang lain Ada ubi ada batas, ada masa dapat balas Perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA (Studi Kasus di Desa Tanah Tinggi Kec. Air Putih Kab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertunjukan kuda lumping berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang akhirnya menyebar keseluruh Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara. Perkembangan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat pada umumnya mempunyai suatu pola kehidupan yang terbentuk dari setiap kebiasaan anggota masyarakat yang disepakati. Polapola kehidupan tersebut menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Lebih terperinci

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM :

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM : RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG Skripsi Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM : 090702005 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia, Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik ) tahun 2010 kota ini memiliki luas 26. 510 hektar

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran terdahulu dari nenek-moyang mereka. Ajaran-ajaran ini akan terus diamalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Tionghoa terdiri dari 56 suku bangsa. Suku Hokkian yang berasal dari provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Tionghoa terdiri dari 56 suku bangsa. Suku Hokkian yang berasal dari provinsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Tionghoa terdiri dari 56 suku bangsa. Suku Hokkian yang berasal dari provinsi Fujian adalah salah satu suku yang paling banyak berimigrasi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu adalah sesuatu yang difikirkan, dilakukan, diciptakan oleh manusia. Manusia adalah makhluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka yang Relevan Kepustakaan yang relevan atau sering juga disebut tinjauan pustaka ialah salah satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih tepat dan sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci