BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception
|
|
- Irwan Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu (Ratna, 2004: 165). Konsep dasar resepsi sastra secara singkat dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Pembaca selaku pemberi makna adalah variabel menurut ruang, waktu dan golongan sosial budaya. Hal ini berarti bahwa karya sastra tidak sama pembacaan, pemahaman, dan penilaiannya sepanjang masa atau dalam seluruh golongan masyarakat tertentu. Menurut Jauss, apresiasi pembaca pertama terhadap sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan-tanggapan yang lebih lanjut dari generasi ke generasi (Jauss, 1982:12-13).
2 89 Suatu teks atau karya sastra akan bermakna apabila karya sastra atau teks tersebut sudah berhubungan dengan pembaca. Teks memerlukan adanya kesan yang tidak mungkin ada tanpa adanya pembaca (Junus, 1985:104). Karya sastra (lisan maupun tulisan) bersifat dinamis. Karya sastra akan bermakna tergantung pembaca atau penerimanya. Junus menyebutkan (1985: 35) bahwa karya sastra baru mempunyai makna bila ia telah hidup dalam diri pembacanya. Pada penelitian ini objek analisis adalah deskripsi cerita TB (folklor). Terdepat variasi cerita TB pada masyarakat Asemdoyong. Masyarakat berusaha memahami cerita TB. Dalam kaitannya dengan cerita TB di Asemdoyong, Pemalang. Teori resepsi sastra ini dikategorikan pada kemampuan penerimaan yang mencakup kemampuan menerima, memahami dan menceritakan kembali cerita dan prosesi TB. Teori resepsi sastra 76 tersebut di atas, dapat diterapkan pada cerita lisan (folklore), dalam hal ini cerita TB Asemdoyong, Pemalang. Folklore TB di Asemdoyong Pemalang tersebut termasuk sebuah karya sastra karena memiliki ciri-ciri sastra lisan, di antaranya sastra lisan masih bersifat tradisional, milik kolektif suatu masyarakat, penyampaian sastra lisan diturunkan dari mulut ke mulut secara turun temurun dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 76 Resepsi sastra tampil sebagai sebuah teori dominan sejak tahun 1970-an, dengan pertimbangan: a) sebagai jalan ke luar untuk mengatasi strukturalisme yang dianggap hanya memberikan perhatian terhadap unsur-unsur, b) timbulnya kesadaran untuk membangkitkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dalam rangka kesadaran humanism universal, c)kesadaran bahwa nilai-nilai karya sastra dapat dikembangkan hanya melalui kompetensi pembaca, d) kesadaran bahwa keabadian nilai karya seni disebabkan oleh pemabaca, e) kesadaran bahwa makna terkandung dalam hubungan ambiguitas antara karya sastra dengan pembaca (Ratna, 2011: ).
3 90 2. Resepsi Masyarakat Asemdoyong terhadap TB di Asemdoyong, Pemalang. Resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap cerita dan makna TB secara umum tahu. Tetapi, secara khusus pemahaman terhadap makna TB terbagi ke dalam dua kategori. Pertama kategori masyarakat perhatian (percaya) yaitu masyarakat dengan kriteria mengerti, memahami, dan menguasai cerita. Kedua, masyarakat yang tidak perhatian (tidak percaya) yaitu masyarakat dengan kriteria tidak memahami dan tidak menguasai cerita. Responden 77 dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang diambil berdasarkan sampling tujuan (purposive sampling). 78 Berdasarkan data hasil penelitian, maka resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap makna TB adalah sebagai berikut, berdasarkan hasil wawancara tak berstruktur dan kuesioner 79 yang yang disebar kepada 30 responden, usia 12 tahun - 25 tahun, 5 dari 10 responden (50%) atau 5 dari total 30 narasumber (16,67%) menyatakan tahu tetapi tidak percaya terhadap makna simbolik TB karena masyarakat dengan kategori usia tersebut hanya sekadar sambil lalu mengikuti prosesi TB. Mereka tidak tahu secara mendalam cerita, prosesi TB, dan makna simbolik sesaji TB. 77 Responden adalah individu yang diwawancarai untuk mendapatkan keterangan tentang diri pribadi, pendidirian atau pandangan dari individu yang diwawancara. Sedangkan informan adalah individu yang diwawancarai untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi (Koentjaraningrat, 1977: 163). 78 Sampling bertujuan atau purposive sampling adalah metode sampling dengan tujuan tertentu, untuk mendeskripsikan gejala sosial atau masalah sosial tertentu (Koentjaraningrat, 1977: 115). Dalam hal ini responden dipilih berdasarkan aspek pengetahuan, usia dan latar belakang. 79 Kuesioner adalah sutau daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau dalam suatu bidang. Kuesioner dimaksudkan sebagai suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden {orang-orang yang menjawab} (Koentjaraningrat, 1977: 215).
4 91 Usia 25 tahun - 45 tahun, 7 dari 10 responden (70%) atau 7 dari total 30 responden (23,33%) menyatakan tahu dan percaya karena mereka sudah relatif lama mengikuti TB dan mengerti cerita, prosesi serta makna simbolik TB. Usia 45 tahun ke atas, 10 dari 10 responden (100%) atau 10 dari total 30 responden (33,33%) menyatakan tahu, percaya, dan perhatian terhadap TB, karena selain mereka sudah aktif bertahun-tahun melaksanakan TB, mereka juga punya pengetahuan yang cukup untuk memaknai simbol-simbol TB. Tabel 5. Prosentase pengetahuan TB. Apakah Anda tahu cerita, prosesi, dan makna simbolik tradisi baritan di Asemdoyong Pemalang? Masyarakat dengan pendidikan formal yang rendah (SD-SMP) tetapi mempunyai pendidikan nonformal tinggi (Ponpes), 22 dari 30 responden (73,33%) tahu cerita, prosesi dan percaya terhadap makna simbolik TB, karena pola pikir mereka cenderung masih tradisional. Artinya, mereka masih meyakini unsur-unsur gaib atau supranatural yang tercermin pada simbol-simbol sesaji TB dan pola pikir mereka cenderung menerima secara mentah-mentah tanpa hal kritis
5 92 terkait TB. Sedangkan masyarakat dengan tingkat pendidikan formal tinggi (SMA-Perguruan Tinggi) tetapi pendidikan nonformal rendah, 8 dari 30 orang (26,66%) mempunyai tanggapan yang tidak percaya terhadap makna simbolik TB, karena pola pikir mereka sudah rasional. Artinya, mereka berpikir segala sesuatu harus berdasarkan rasio atau akal, hal-hal terkait makna dibalik sesaji TB tidak bisa diterima secara mentah-mentah tanpa didasarkan pada logika berpikir rasional. Tabel 6. Prosentase kepercayaan narasumber terhadap TB. Apakah Anda percaya terhadap makna simbolik tradisi baritan di Asemdoyong Pemalang? Dari 30 responden sebanyak 17 dari 17 responden (100%) penduduk asli 80 Asemdoyong, atau 17 dari 30 narasumber (56,66%) menyatakan percaya dan perhatian terhadap TB. 80 Penduduk yang sudah menetap lebih dari 25 tahun.
6 93 Mereka adalah orang-orang yang perhatian dan melestarikan tradisi baritan sebagai warisan leluhur. Mereka belum terpengaruh oleh budaya luar yang cenderung modernis, mengabaikan tradisi budaya warisan leluhur. Sedangkan masyarakat yang telah terkontaminasi atau terpengaruh budaya luar, sebanyak 13 dari 13 responden (100%) atau 13 dari 30 responden (43,33%) menyatakan tidak percaya 81 terhadap makna simbolik TB. Mereka adalah masyarakat pendatang yang mengikuti TB hanya sekadar meramaikan ritual tahunan. Tabel 7. Prosentase kepercayaan narasumber terhadap TB Apakah Anda percaya terhadap makna simbolik tradisi baritan di Asemdoyong Pemalang? 81 Kepercayaan didasarkan pada unsur-unsur gaib dalam hal ini pada makna simbolik sesaji. Misalnya, simbol kepala kerbau bermakna sebagai simbol kemakmuran dan membuat lelembut atau penguasa laut tidak akan marah, sehingga para nelayan mendapat hasil melimpah dan tidak kena musibah. Masyarakat Asemdoyong mengasosiasikan kepala kerbau sebagai makanan ikan di laut, ketika kepala kerbau disajikan/dilarungkan, ikan-ikan akan memakan daging kepala kerbau sehingga ikan-ikan akan berkembang biak lebih banyak dan nantinya akan ikan tersebut bisa dinikmati masyarakat (nelayan). Ketika nelayanmendapat hasil tangkapan ikan melimpah, maka hidupnya akan semakin makmur. Inilah yang dimaksud simbol kemakmuran. Selain itu, ada pemilik ikan dalam hal ini penguasa laut. Jika ikan di laut diberi makan dengan baik, maka pemilik ikan tersebut akan rela sehingga penguasa laut tidak akan menggangu yang menangkap ikan tersebut. Oleh sebab itu, nelayan tidak diganggu oleh penguasa laut atau terkena musibah saat melaut. Masyarakat pendatang tidak percaya bahkan cenderung tidak tahu makna-makna dibalik simbol-simbol sesaji tersebut.
7 94 Pembahasan resepsi masyarakat Asemdoyong berikutnya menitikberatkan pada masyarakat kategori pertama. Masih terdapat keragaman resepsi masyarakat yang perhatian kepada makna simbolik TB, sehingga perlu penggolongan/pengklasifikasian. Keragaman resepsi tersebut didasarkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor usia, pendidikan, dan budaya. Pengklasifikasian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Usia Usia merupakan salah satu faktor utama untuk mengetahui resepsi masyarakat terhadap makna TB. Hal tersebut disebabkan rentan waktu peristiwa masa lampau yang hanya dialami oleh orang (baca:masyarakat) tua. Semakin tua masyarakat, diindikasikan semakin banyak pengetahuan akan suatu peristiwa yang dilaluinya masa lampau, sehingga mereka mampu merekam atau menceritakan kembali peristiwa-peristiwa sejarah masa lampau. Dalam hal ini cerita TB. Sesuai dengan pemikiran Jauss bahwa cerita dalam hal ini cerita lisan, sebuah pemahaman cerita harus didukung oleh penerimaan dari generasi ke generasi. Jauss menyebutkan dalam hal itu dengan sebutan resepsi historis (Jauss, 19982: 22). Penurunan cerita TB dan makna-makna simboliknya hanya terjadi saat TB berlangsung. Hal ini berimplikasi pada kurangnya pemahaman orangorang muda terhadap makna simbolik TB. Masyarakat dengan usia muda (26 tahun ke bawah) cenderung tidak mengetahui cerita dan tidak percaya makna simbolik TB dengan baik.
8 95 Sebaliknya masyarakat dengan usia 45 tahun ke atas memahami, mempercayai dan perhatian terhadap makna TB. Selain karena kemapanan dalam berpikir dan perhatian pada TB, belum terpengaruh budaya luar pun menjadi faktor masyarakat usia 45 tahun ke atas percaya pada makna-makna dibalik TB. b. Pendidikan Pendidikan 82 menjadi pokok dasar untuk memahami makna simbolik TB. Pendidikan dalam hal ini meliputi pendidikan formal (SD-PT/Perguruan Tinggi) dan pendidikan non-formal (Ponpes atau pendidikan agama). Masyarakat dengan tingkat pendidikan formal tinggi (SMA-PT), tetapi tingkat pendidikan nonformal rendah meresepsi makna simbolik TB hanya sekadar ritual rutin tahunan saja tanpa ada makna-makna dibalik TB. Hal ini disebabkan pola pikir mereka cenderung rasional, tidak tradisional lagi. Pengetahuan yang ada pada lingkungan sekitar, tidak mereka terima secara mentah-mentah, mereka sudah berpikir kritis dan logis. Sedangkan masyarakat dengan tingkat pendidikan nonformal tinggi, cenderung lebih mempercayai makna-makna simbolik TB. Misalnya yang berhubungan dengan hal gaib. Makna simbolik TB salah satunya adalah wayang. wayang bermakna untuk menghibur penguasa laut Dalam perspektif budaya pendidikan merupakan wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di kalangan masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional, dan memantapkan jati diri bangsa.(suryadi dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan, 2007: 3). 83 Lakon dalam pertunjukan wayang TB adalah Arjuna. Dipilih lakon Arjuna salah satunya karena keyakinan masyarakat bahwa personifikasi penguasa laut dalam hal ini Dewi Lanjar, suka dengan lelaki yang gagah dan tampan. Arjuna adalah sosok yang gagah dan tampan. Lakon Arjuna menjadi persembahan untuk penguasa laut.
9 96 Jika penguasa laut sudah terhibur, sebagian masyarakat (baca:nelayan) Asemdoyong berkeyakinan tidak terjadi musibah atau hal-hal yang tidak diinginkan saat mencari ikan di laut. Hal itu disebabkan penguasa sudah diberi sesaji hiburan sehingga tidak akan marah. Masyarakat kategori ini masih berpola pikir tradisional, tidak semata-mata mengedepankan rasional. Pengetahuan yang ada di sekitar mereka cenderung diterima secara mentah-mentah tanpa berpikir kritis dan logis. Mereka meyakini simbol-simbol yang ada dalam TB merupakan wujud masyarakat zaman dulu. c. Budaya Menurut Koentjaraningrat (1979: 181) kebudayaan 84 adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dengan cara belajar. Kebudayaan 85 suatu masyarakat akan berpengaruh pada kemampuan sesorang dalam menerima dan memberi tanggapan terhadap makna simbolik TB. 84 Menurut Koentjaraningrat kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan: hal-hal yang bersangkutan dengan akal. sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari budi daya yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa, karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu (Koentjaraningrat, 1979: 181). Sedangkan menurut Mujianto, budaya secara harfiah berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang memilki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespwowardojo dalam Mujianto: 1). Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia (Mujianto dkk, 2010: 1). 85 Unsur-unsur kebudayaan menurut konsep B. Malinowski kebudayaan di dunia memliki tujuh unsur universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, kesenian (Soelaeman, 2001: 23).
10 97 Masyarakat Asemdoyong yang sarat dengan budayanya sendiri dan cenderung belum terpengaruh budaya dari luar, cenderung lebih mempercayai makna-makna dibalik TB yang secara umum bisa dimaknai sebagai ritual persembahan terhadap penguasa laut. Sebaliknya, masyarakat Asemdoyong yang cenderung lebih kuat atau terpengaruh budaya dari luar, dalam hal ini masyarakat pendatang tidak mempercayai bahkan mengetahu makna-makna dibalik TB. Masyarakat yang peduli atau perhatian terhadap TB masuk dalam kategori pertama karena masyarakat tersebut sampai sekarang masih melestarikan eksistensi TB. Hal ini dapat dijelaskan dalam tabel di balik ini:
11 98 Tabel 8. Resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap cerita, prosesi dan makna Simbolik TB. No. Faktor-faktor yang mempengaruhi resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap TB Resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap TB 1. Usia tahun Tidak percaya, karena mereka tidak memahami makna simbolik TB dan hanya sekadar ikut memeriahkan TB tahun Percaya, karena mereka sudah memahami makna simbolik TB. 45 tahun ke atas Percaya dan yakin (peduli), karena mereka TB merupakan warisan budaya adiluhung yang diwariskan secara turun-temurun yang perlu dilestarikan dan diambil nilai-nilai positifnya. 2. Pendidikan Formal (SD, SMP, SMA, dan PT) Masyarakat Asemdoyong dengan tingkat pendidikan formal tinggi tidak percaya terhadap makna simbolik TB, karena pola pikir mereka sudah rasional (modern) dan mengedepankan logika atau akal. Nonformal (Madrasah, Pondok Pesantren, dan Kursus) Masyarakat Asemdoyong dengan tingkat pendidikan formal rendah percaya terhadap makna simbolik TB karena pola pikir mereka
12 99 cenderung masih tradisonal, intuitif, dan tidak mengedepankan rasional. Masyarakat Asemdoyong dengan tingkat pendidikan non formal tinggi percaya terhadap makna simbolik TB, karena mereka percaya dan meyakini unsur-unsur di luar logika yang bersifat gaib bahkan sakral. Masyarakat dengan tingkat pendidikan non formal rendah tidak percaya terhadap makna simbolik TB, karena tingkat pengetahuan mereka terhadap sesuatu yang gaib atau di luar logika masih rendah. 3. Budaya Penduduk asli Asemdoyong Penduduk Pendatang Percaya, karena mereka memahami dan masih melestarikan serta memercayai simbol-simbol TB. Tidak percaya, kurang memahami, karena mereka sudah berpikir rasional (modern) dan sudah terpengaruh budaya luar. Sumber : Data hasil penelitian pada bulan Desember-Maret
13 Fungsi Tradisi Baritan bagi masyarakat Asemdoyong Pemalang Berikut ini adalah fungsi TB bagi masyarakat Asemdoyong Pemalang. Pertama, fungsi persatuan dan kesatuan. Dalam TB nilai persatuan dan persatuan tercermin pada interaksi sosial dari semua kalangan. Baik pejabat, tokoh masyarakat, kyai, maupun rakyat biasa, semua berkumpul menjadi satu dalam melaksanakan TB. Tidak ada pembatas status (prestis) sosial di antara mereka dalam TB. Nilai persatuan dan kesatuan inilah yang menjadi faktor eksistensi TB masih lestari hingga kini. Tanpa ada sifat persatuan dan kesatuan antar masyarakat, TB tidak mungkin ada dan tidak diselenggarakan rutin setiap tahun. Hal ini disebabkan bahwa TB merupakan tradisi kolektif atau komunal. Fungsi kedua adalah ajaran untuk selalu bersyukur. TB merupakan wujud rasa syukur para nelayan Asemdoyong kepada Tuhan dan ungkapan terima kasih secara simbolik kepada penguasa laut yang mengizinkan daerahnya (laut) dijadikan sarana mencari rezeki (ikan). Berkat hail itu, maka dicapainya berupa limpahan hasil tangkap ikan di laut. Masyarakat atau para nelayan Asemdoyong meyakini dengan bersyukur maka rezeki akan selalu bertambah. Hal ini sesuai dengan intisari dari ritual TB yaitu sebagai acara slametan atau syukuran para nelayan yang ditujukan kepada penguasa laut yang oleh sebagian masyarakat TB dipercaya bisa mendatangkan barokah dan menolak bala. Hal demikian pun sesuai dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa siapa saja yang bersyukur maka nikmatnya akan ditambah. Fungsi yang ketiga adalah sarana silaturahmi masyarakat Asemdoyong. TB oleh masyarakat Asemdoyong dijadikan sarana untuk memperbaiki hubungan
14 101 sosial sesama masyarakat Asemdoyong dan menjalin silaturahmi dengan masyarakat dari luar. Dalam TB semua kalangan berkumpul dan menjaga hubungan sosial mereka dengan baik. Fungsi-fungsi dari TB tersebut identik dengan ajaran Islam hal ini dikarenakan 99.9 % ( dari ) masyarakat Asemdoyong adalah pemeluk agama Islam. TB merupakan cerminan kebudayaan masyarakat Asemdoyong, karena terdapat kesesuaian antara tradisi yang mereka lakukan dengan latar kehidupan mereka yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Kesesuaian tersebut berpengaruh pada resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap TB yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara tak berstruktur dan kuesioner terhadap 30 responden yang dipilih berdasarkan sampling bertujuan sebanyak 22 dari 30 narasumber (73.33%) menyatakan tahu terhadap cerita TB dan prosesi TB. Masyarakat Asemdoyong mempercayai dan meyakini bahwa simbol-simbol TB merupakan wujud harapan dan cerminan kebudayaan masyarakat. Di antara harapan dan wujud kebudayaan masyarakat Asemdoyong yakni, silaturahmi antar masyarakat. Secara umum masyarakat Asemdoyong tahu cerita, prosesi dan makna TB dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Masyarakat Asemdoyong Pemalang menganggap bahwa TB harus selalu dijaga eksistensinya. Karena TB identitas budaya masyarakat Asemdoyong yang sudah berlangsung sejak lama dan terus-menerus diperingati atau dilaksanakan.
BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN
BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu
Lebih terperinciCERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)
CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan
Lebih terperinciPada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan. 1 Kebudayaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan. 1 Kebudayaan tersebut tersebar di berbagai daerah, salah satunya ada
Lebih terperinciBAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran
BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)
JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN
Lebih terperinci2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai
Lebih terperinciDampak Perubahan Sosial Budaya
Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kesehatan dr.taufik Suryadi,SpF (abiforensa@yahoo.com) Ahli Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Lulusan FK USU Lulusan Program Bioetika, Hukum Kedokteran dan HAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut
Lebih terperinciGEOGRAFI BUDAYA Materi : 7
GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang unik pula. Selain itu, di setiap daerah tersebut memiliki suatu cerita atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang luas, beragam suku tersebar di berbagai wilayah, dan memiliki sumber daya manusia yang unik pula.
Lebih terperinciNILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI
NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,
Lebih terperinciPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang ini, seni dan budaya tradisional sering kali menjadi topik yang terlupakan di kalangan masyarakat Indonesia. Akibatnya, tidak sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,
Lebih terperinci2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional lahir dari budaya masyarakat terdahulu di suatu daerah tertentu yang terus berkembang secara turun temurun, dan terus dinikmati oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode
Lebih terperinci2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia kaya akan ragam suku sehingga dari keberagaman tersebut lahirlah banyak kesenian tradisi yang bersifat unik dan khas. Poerwadarminta (2001,
Lebih terperinciANALISIS NILAI BUDAYA BABAD BANYUURIP DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS X SMA
ANALISIS NILAI BUDAYA BABAD BANYUURIP DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS X SMA Oleh: Elia Junitasari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter dengan kualitas akhlak mulia, kreatif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual
BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas
Lebih terperinciMasyarakat dan Kebudayaan Indonesia Masyarakat : ( - مشاركة -(شارك kaum/komunitas Budaya : Pola pikir/tradisi/kebiasaan Kebudayaan : Wujud material
Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia Masyarakat : ( - مشاركة -(شارك kaum/komunitas Budaya : Pola pikir/tradisi/kebiasaan Kebudayaan : Wujud material dari budaya (benda/fisik) حضر مدن (ثقف- ثقافة ( Arab
Lebih terperinciPlease purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan
Lebih terperinciKEBUDAYAAN & MASYARAKAT
KEBUDAYAAN & MASYARAKAT Pengantar Sosiologi FITRI DWI LESTARI MASYARAKAT Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Tak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN
BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki berbagai macam budaya. Dari Sabang sampai Merauke dapat ditemukan keanekaragaman ciri khas budaya daerah masing-masing.
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan
BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan bangsa dengan warisan kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan aset tidak ternilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1
Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta
Lebih terperinciBAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA
8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Sunda dan bambu (awi) adalah dua hal yang sangat erat kaitannya. Mulai dari rumah, perkakas, bahkan hingga alat-alat kesenian dan ritual pun banyak yang
Lebih terperinciPERUBAHAN SOSIAL BUDAYA PASCA KONFLIK LAHAN ANTARA WARGA DENGAN TNI DI DESA SETROJENAR KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN RINGKASAN SKRIPSI
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA PASCA KONFLIK LAHAN ANTARA WARGA DENGAN TNI DI DESA SETROJENAR KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN RINGKASAN SKRIPSI Oleh : UMI NURROISAH NIM. 10413244010 JURUSAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan
1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Tradisi dan Kebudayaan Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan kebudayaan. Budaya terbentuk dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di suatu tempat. Kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat Ciamis. Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Kejadian-kejadian yang menjerumus pada kekerasan, seolah menjadi hal yang biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Folklor merupakan sebuah elemen penting yang ada dalam suatu sistem tatanan budaya dan sosial suatu masyarakat. Folklor merupakan sebuah refleksi sosial akan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai objek penilaian merupakan sebuah cermin bagi setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang ada di masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dan diperoleh melalui proses belajar (Koentjaraningrat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan
Lebih terperinciCERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL
CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL Firdauzia Nur Fatimah, Edy Tri Sulistyo Universitas Sebelas Maret ningfirda15@gmail.com, edytrisulistyo9@gmail.com
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara
digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan. Upacara
Lebih terperinci03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.
Modul ke: Folklore Fakultas 03FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta Mandra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di kalangan para pelajar marak terjadinya peristiwa tawuran, kekerasan antar pelajar, penggunaan narkoba, dan seks bebas. Hal ini sangatlah memprihatinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Setiap negara memiliki ciri khas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari bahasa, makanan, pakaian sampai kebudayaan yang beraneka ragam. Begitupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil penelitian mengenai perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai perubahan fungsi seni beluk pada masyarakat yang dilakukan pada grup seni beluk Pusaka Jaya Sari Modern beralamat di Kampung Cikaramas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis
368 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Sasaran utama penelitian ini adalah untuk memberi jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan seni dan budaya. Setiap daerah yang terbentang dari setiap pulau memiliki keunikan tersendiri, terutama pada seni tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki suku bangsa yang beraneka ragam. Oleh karena itu, Indonesia kaya akan budaya dan adat istiadat. Kebudayaan yang
Lebih terperinci