PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA"

Transkripsi

1 PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA MEYLINA KALIGIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Pengembangan Alternatif Usahatani Berbasis Kelapa Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di Sub DAS Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2010 Meylina Kaligis NRP. A ii

3 ABSTRACT MEYLINA KALIGIS. Land use for coconut plant farming system toward Sustanaible Agriculture Development in Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara Sub Watershead, under Academic Supervision of NAIK SINUKABAN and SURIA DARMA TARIGAN Low land productivity is the main problem of upland farming systems in Sub DAS Molompar. This is likely due to inadequate agrotechnologies and soil and water corservation technigues on upland farming systems. Therefore, it is presumed that the existing upland farming systems is not sustainable. Objectives of this research were 1) to identify and to evaluate land use characteristics and agrotechnology of coconut based farming system, (2) to develop alternatives of coconut based farming system. Identification and upland coconut based farming systems were conducted useing survey method, evaluation of land use was conducted through land capability evaluation using method of Klingebiel and Montgomery, and developing alternatives of improved upland coconut based farming systems were carried out using USLE model. Results of this research showed that land use in the area coconut based was dominanated by underbrush, fallowed by forest and mixed garden with undulating topography and high erosion as limiting factors. All type of land-uses are generally suited to their land capability classes. Upland farming systems were generally dominated by coconutbased farming systems with predicted erosion rate was ranged from tons/ha/year; it was much greater than the local tolerable soil loss tons/ha/year. Total farmers income on upland farming systems was much lower Rp /household/yr than the income that can suppart worth life living standard Rp /household/yr. Improved coconut-based farming systems with appropriate agrotechnologies including balance fertilization, countruction of ridge and traditional terraces as well as raising livestocks can decrease erosion to less than local tolerable soil loss and to increase farmers income to more than worth life living standard. Keywords: Erosion, coconut, income, sustainable agriculture, watersheaad. iii

4 RINGKASAN MEYLINA KALIGIS. Perencanaan Pengembangan Alternatif Usahatani Berbasis Kelapa Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di SUB DAS Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara. Dibimbingoleh NAIK SINUKABAN dan SURIA DARMA TARIGAN. Sub DAS Molompar memiliki luas ha merupakan bagian dari DAS Molompar secara administrasi terletak di Kabupaten Minahasa Tenggara. Penduduknya sebagian besar yang bermukim di wilayah Sub DAS Molompar adalah bermata pencaharian dari sektor usahatani lahan kering. Pendapatan masyarakat terutama yang berasal dari usahatani masih rendah, masyarakat setempat menggunakan lahan tanpa perlakuan tehnik konservasi dan penerapan agroteknologi yang memadai, baik dari segi pola tanam maupun cara bertaninya. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran dan pengetahuan petani mengenai pemeliharaan sumberdaya lahan sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi serta penurunan produktivitas lahan yang pada akhirnya pendapatan petani di wilayah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi pada Sub DAS Molompar dan membuat alternatif pertanian usaha tani berbasis kelapa di Sub DAS Molompar dalam rangka pembangunan lahan kering berkelanjutan.. Lokasi pengamatan intensif dilaksanakan di areal usahatani lahan kering, dan air Sub DAS Molompar yang secara administrasi terletak di Kabupaten Minahasa dan Minahasa Tenggara. Penggunaan lahan dominan Sub DAS Krueng Simpo secara umum terdiri atas sembilan jenis yaitu kebun campuran, tegalan, hutan, sawah, tambak, tanah kosong, rawa, pemukiman dan semak belukar. Tanaman pada penggunaan lahan kebun campuran dan tegalan di Sub DAS Molompar umumnya didominasi oleh kelapa, yang ditumpangsarikan dengan cengkeh, jagung dan pisang. Penggunaan lahan semak belukar didominasi oleh alang-alang dan tegakan pohon. Penggunaan lahan hutan masih berupa hutan alami yang tertutup oleh berbagai jenis semak dan serasah. Hasil penilaian penggunaan lahan di Sub DAS Molompar, penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif didapat penggunaan lahannya masih sesuai dengan kelas iv

5 kemampuan lahan meskipun ada beberapa unit lahan yang sedikit bergelombang. Usahatani lahan kering yang tidak menggunakan teknik konservasi tanah dan air yang memadai yaitu hanya disertai dengan agroteknologi tradisional menunjukkan bahwa nilai prediksi erosi yang didapat lebih besar dari nilai (ETol) yaitu berkisar dari 46,6 93,5 ton/ha/tahun, jauh lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETol, 32,40 36,00 ton/ha/tahun) dan pendapatan usahatani hanya Rp Rp /kk/tahun, pendapatan tersebut belum memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL Rp /kk/tahun) oleh sebab itu usahatani berbasis kelapa tersebut diperlukan penyempurnaan sehingga indikator system usahatani berkelanjutan dapat terpenuhi. Usahatani campuran berbasis kelapa yang telah disempurnakan didapat erosinya lebih kecil dari ETol, hal ini dikarenakan sudah dilakukan penerapan agroteknologi teknik konservasi seperti pembuatan teras gulud, penambahan serasah, teras tradisional dan agroteknologi pemupukan yang berimbang sehingga mampu menurunkan erosi menjadi 0,9 30,00 ton/ha/tahun serta penambahan usaha ternak dapat meningkatkan pendapatan usahatani yang berkisar Rp /ha/th - Rp /ha/th ton/ha/tahun. Oleh sebab itu arahan pola tanam dan agroteknologi setelah disempurnakan dimaksudkan untuk menyusun perencanaan usahatani yang tepat guna berdasarkan kelas kemampuan lahan sedangkan penggunaan lahan hutan tetap dipertahankan fungsinya sebagai hutan sehingga arahan ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan di seluruh daerah aliran sungai Molompar. v

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB vi

7 PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS MOLOMPAR KABUPTEN MINAHASA TENGGARA MEYLINA KALIGIS Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 vii

8 Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si. viii

9 ix

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Perencanaan Pengembangan Alternatif Usahatani berbasis Kelapa untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Sub DAS Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. beserta staf pengajar pada Program Studi Pengelolaan DAS, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 2. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc dan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan dan motivasi dalam pelaksanaan dan penulisan karya ilmiah ini. 3. Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. 4. Pengelolaan DAS tahun 2007 Rini, Ade, Mala, Ida, Pak Edy, Pak Anto atas bantuan dan kejasamanya selama ini. 5. Thita atas dukungan, kerjasama, semangat yang diberikan selama ini.terima kasih banyak temanku. 6. Papi, Mami, kakakku Oyi, Wiwin dan serta keponakan-keponakanku Mayang dan Mitchel atas do a dukungan, kesabaran dan kasih sayangnya selama ini yang diberikan pada penulis. Terima kasih banyak semuanya. 7. Asrama samratulangi bogor, Susan, Meivi, Emma, Enci Debby, Enci Lady serta seluruh mahasiswa samratulangi terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan pada penulis. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Juni 2010 Meylina kaligis xiii

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 06 Mei 1983 dari ayah bernama Denny A Kaligis dan Ibu bernama Femitje R Kapojos. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Manado dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Samratulangi Manado melalui jalur Sitoutumotou. Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan strata 2 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. xiv

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...i DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR GAMBAR...xix DAFTAR LAMPIRAN...xx PENDAHULUAN...1 Latar Belakang..1 Tujuan Penelitian...3 Manfaat Penelitian.3 TINJAUAN PUSTAKA...4 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) 4 Pengembangan Kelapa 5 Lahan dan Pengelolaan Lahan...6 Pertanian Berkelanjutan dalam Pengelolaan DAS 7 Evaluasi dan Klasifikasi Kemampuan Lahan..8 Erosi dan Prediksi Erosi 13 METODOLOGI PENELITIAN...16 Tempat dan Waktu..16 Bahan dan Alat 17 Pengumpulan Data..17 Metode Penelitian 20 Tahap Persiapan...20 Tahap Survei Pendahuluan...20 Tahap Survei Utama...20 Analisis Data dan Penyajian Hasil...21 Evaluasi Kemampuan Lahan Berdasarkan Potensi Lahan...21 Prediksi Erosi dan Penentuan ETol...22 Analisis Usahatani...24 Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan...26 xv

13 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN...27 Letak dan Luas.27 Tanah.27 Iklim 27 Keadaan Sosial Ekonomi..28 Kependudukan...28 Mata Pencaharian dan Pendapatan...29 HASIL DAN PEMBAHASAN...31 Penggunaan Lahan di Sub DAS Molompar 31 Penggunaan Lahan...31 Evaluasi Penggunaan Lahan 33 Identifikasi dan Karakteristik Tipe Usahatani aktual di Sub DAS Molompar 35 Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi 37 Alternatif Agroteknologi pada Berbagai Pola Tanam.38 Alternatif Agroteknologi pada Berbagai Pola Tanam Berbasis Kelapa...39 Analisis Usahatani Berbasis Kelapa.41 Rekomendasi Pola Tanam dan Agroteknologi Berbasis Kelapa.43 KESIMPULAN DAN SARAN...46 Kesimpulan 46 DAFTAR PUSTAKA...47 LAMPIRAN...49 xvi

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah Pengumpulan data primer dan data Sekunder Evaluasi Kemampuan Lahan Jenis-jenis tanah di Sub DAS Molompar Kepadatan Agraris Penduduk Menurut Kecamatan Di Sub DAS Molompar, Tahun Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Pekerjaan Di Wilayah Sub DAS Molompar, Tahun Penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Molompar Jenis Penutupan Lahan dan Jenis Tanaman pada Lokasi Pengamatan Di Sub DAS Molompar Evaluasi Penggunaan Lahan di Sub DAS Molompar Pola usahatani dominan di Sub DAS Molompar Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam pada lokasi pengamatan intensif Alternatif pola tanam dan agroteknologi di Sub DAS Molompar Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam dengan menggunakan agroteknologi teras guludan dan penambahan mulsa serasah pada lokasi pengamatan intensif Nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam dengan menggunakan agroteknologi teras guludan atau mulsa serasah pada lokasi pengamatan intensif Hasil analisis pendapatan pada berbagai pola tanam usahatani aktual berbasis Kelapa di Sub DAS Molompar Hasil Analisis Pendapatan pada Agroteknologi Teras guludan menggunakan Mulsa Serasah untuk luasan 1 ha di Sub DAS Molompar...42 xvii

15 17 Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi untuk luasan 1 ha di Sub DAS Molompar...43 xviii

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Molompar Alur Penelitian Peta Rekomendasi Kelapa...45 xix

17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Jenis Tanah Peta Topografi Sub DAS Molompar Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Molompar Peta Unit Penggunaan Lahan di Sub DAS Molompar Kelas dan Kode Struktur Tanah, Kelas dan Kode Permeabilitas Profil Tanah, Klasifikasi Nilai Kepekaan Erosi Tanah Intensitas Faktor-Faktor Penghambat untuk Klasifikasi Kemampuan Lahan (Arsyad 2000) Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan pada Kebun Campuran, Perkebunan, Hutan dan Semak Belukar Data curah hujan Bulanan Sub DAS Molompar Data Curah Hujan Bulanan Sub DAS Molompar Nilai Erodibilitas Tanah (K) Nilai factor LS pada Sub DAS Molompar Nilai Faktor C dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaan atau Penggunaan Lahan Nilai Faktor P Beberapa Tindakan Konservasi dan Pengelolaan Tanaman CP Nilai Etol pada Lokasi pengamatan Sub DAS Molompar Hasil Prediksi Erosi aktual pada Sub DAS Molompar Hasil Prediksi erosi dan agroteknologi teras guludan menggunakan mulsa serasah berbasis kelapa Hasil Prediksi erosi dan agroteknologi teras guludan atau mulsa serasah berbasis kelapa Nilai Faktor Kedalaman 30 Sub Order Tanah (Hammer 1981 dam Arsyad 2000) Kedalaman Minimum Akar dan Nilai Faktor C dari berbagai Jenis Tanaman/Penggunaan Lahan (Wood dan Dent 1983 dalam Sinukaban 1989)...68 xx

18 20 Komposisi Aktual Beberapa Pola Tanam pada penggunaan lahan berbasis Kelapa dengan Luas Lahan 1 Ha pada Unit Lahan yang dijadikan Sebagai Lokasi Pengamatan Intensif di Sub DAS Molompar Contoh Perhitungan Biaya dan Pendapatan pada Penggunaan Lahan actual berbasis Kelapa unit lahan Analisa Usaha ayam Aktual yang dilakukan Oleh Petani pada Sub DAS Molompar (untuk perhitungan selama setahun) Analisa Usaha Sapi kerja Oleh Petani pada Sub DAS Molompar (untuk perhitungan selama setahun) PT Rincian biaya usahatani pada masing-masing tipe usahatani aktual di Sub DAS Molompar Komposisi Alternatif Beberapa Pola Tanam pada Penggunaan Lahan berbasis Kelapa dengan Luas Lahan 1 Ha pada Unit Lahan yang dijadikan Sebagai Lokasi Pengamatan Intensif di Sub DAS Molompar Perhitungan Biaya dan Pendapatan pada Penggunaan Lahan Berbasis Kelapa Untuk Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif PT Perhitungan Biaya dan Pendapatan pada Penggunaan Lahan Berbasis Kelapa Untuk Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif menggunakan teras guludan PT Rincian biaya usahatani pada masing-masing tipe usahatani alternatif di Sub DAS Molompar dengan agroteknologi teras guludan menggunakan mulsa Rincian biaya usahatani pada masing-masing tipe usahatani alternatif di Sub DAS Molompar dengan agroteknologi teras guludan atau mulsa serasah...78 xxi

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sedemikian rupa sehingga air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (outlet). Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS merupakan suatu wilayah yang mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui suatu aliran atau sungai ke outlet (Sinukaban 2007). Dalam mengelola suatu DAS, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan antara wilayah hulu dan hilir, karena adanya interdependensi. DAS bagian hulu merupakan sumber air bagi daerah di bawahnya, maka perhatian yang cukup terhadap wilayah ini sangat diperlukan. Hulu DAS umumnya didominasi oleh penutupan vegetasi hutan. Jadi apabila hutan rusak maka fungsi hidrologis DAS juga dapat dipastikan akan rusak. Berkaitan dengan fungsi dan karakteristik DAS bagian hulu tersebut, maka pengelolaan hulu DAS lebih dimanifestasikan dengan pengelolaan hutan. Kerusakan DAS di Indonesia telah menunjukkan kecenderungan peningkatan setiap tahun. Kondisi ini semakin meningkat akibat kegiatan konversi hutan sekitar 20 juta hektar sejak tahun 1989 dengan rata-rata kerusakan meningkat dari 1,7 juta ha sebelum tahun 2000 menjadi 1,78 juta ha per tahun pada tahun (Ditjen Sumberdaya Air 2004). Saat ini di Indonesia telah banyak terjadi penurunan kualitas lahan diberbagai DAS sehingga mengakibatkan perluasan lahan kritis hingga mencapai ,92 ha terdiri dari ,19 ha di dalam kawasan hutan dan ,73 ha di luar kawasan hutan. Besarnya luas lahan kritis berkontribusi terhadap kerusakan DAS di Indonesia, sampai tahun 2004 terdapat 65 DAS yang tergolong kedalam prioritas I (Ditjen RLPS 2007). DAS Molompar dengan luas ha terbagi dalam beberapa penggunaan lahan antara lain: hutan 4.735,9 ha, kebun campuran ,9 ha, tegalan 5.291,8 ha, sawah 1.751,4 ha, semak belukar 914,2 ha dan pemukiman 678 ha (BPDAS 2007). Dilihat dari segi penggunaan lahan aktual, pada umumnya 1

20 masyarakat setempat menggunakan lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Disamping itu, mereka tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air pada lahan yang digarapnya, baik dilihat dari segi pola tanam maupun cara bertaninya sehingga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya erosi tanah. Hal ini mengakibatkan rendahnya produkrivitas lahan di DAS Molompar, dan menyebabkan pendapatan petani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (BPDAS 2007). Menurut BPS Sulut (2009), pendapatan petani didaerah ini sebesar Rp /keluarga/tahun. Pendapatan petani yang rendah di daerah ini disebabkan oleh terbatasnya pola tanam yang dikembangkan, sehingga dapat berpengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sehingga jumlah keluarga miskin mencapai 25%. Kondisi di atas menunjukkan bahwa di DAS Molompar telah berlangsung proses saling memiskinkan antara lahan dan petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban (1994), dimana proses saling memiskinkan antara lahan dan petani sering di jumpai di DAS bagian hulu. Upaya yang dapat dilakukan untuk memutus siklus yang saling memiskinkan tersebut adalah melalui penerapan sistem pertanian konservasi yang bertujuan memperkecil erosi serta meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani. Selanjutnya, Sinukaban (2007) mengemukakan pengelolaan DAS merupakan rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, serta tetap memberi hubungan yang harmonis antara sumber daya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari (Sinukaban, 2007). Berdasarkan uraian diatas bahwa usahatani dan penggunaan lahan belum mampu menghasilkan pendapatan yang layak dan mencegah kerusakan lahan, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengembangan alternatif usahatani yang berkelanjutan sehingga tidak terjadi penurunan kualitas tanah secara terus menerus dan dapat memenuhi kebutuhan hidup layak petani di DAS molompar. 2

21 Permasalahan Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah pokok yang perlu diatasi di DAS Molompar, yaitu: 1. Usahatani yang dilakukan kurang atau tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, sehingga erosi yang terjadi lebih besar dari erosi yang ditoleransikan. 2. Pendapatan masyarakat terutama yang berasal dari usahatani masih rendah sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Tujuan Penelitian 1 Mengidentifikasi dan mengevaluasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi pada DAS Molompar. 2 Membuat alternatif pertanian usaha tani berbasis kelapa di DAS Molompar dalam rangka pembangunan lahan kering berkelanjutan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pengguna lahan untuk mengelola lahannya dan pengambil kebijakan dalam pengelolaan penggunaan lahan di DAS Molompar. 3

22 TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sedemikian rupa sehingga air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (outlet). Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa suatu wilayah yang mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui suatu aliran atau sungai ke outlet (Sinukaban 2007). Pengelolaan DAS adalah rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, serta tetap memberi hubungan yang harmonis antara sumber daya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari (Sinukaban 2007). Menurut Asdak (2002), bahwa pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah yang berarti sebagai pengelolaan dan alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya. Semua kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang ada di dalam DAS mempunyai tujuan untuk keberlanjutan. Untuk mencapai hal ini, perlu diketahui hal-hal seperti kondisi fisik, evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan, ekonomi (pasar), agroteknologi yang menjamin erosi lebih rendah daripada erosi yang dapat ditoleransikan dan pengetahuan manusia dalam DAS serta sumber daya lokal. Langkah-langkah yang dilakukan untuk perencanaan pengelolaan DAS adalah (a) mengidentifikasi keadaan lingkungan alam DAS meliputi karakteristik iklim, karakteristik lahan, karakteristik tanah, kemampuan lahan, vegetasi, gulma, hama, penyakit dan degradasi lahan (b) keadaan sosial ekonomi yaitu meliputi organisasi dan struktur masyarakat, lokasi fisik dan infrastruktur, kesempatan/peluang pasar, penguasaan dan pengusahaan lahan, penunjang, politik dan kebijakan lingkungan (Asdak 2002). 4

23 Secara garis besar ada tiga sasaran umum yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS, yaitu (1) rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, (2) perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya erosi dan tanah longsor, (3) peningkatan atau pengembangan sumber daya air dengan cara manipulasi satu atau lebih komponen penyusun sistem DAS yang diharapakan mempunyai pengaruh terhadap prosesproses hidrologi atau kualitas air. Dengan demikian sasaran dan tujuan pengelolaan DAS yaitu memaksimalkan keuntungan sosial ekonomi dari segala aktivitas tataguna lahan di daerah aliran sungai (Asdak 1995). Adapun tujuan pengelolaan daerah aliran sungai adalah mengkonservasi tanah pada lahan pertanian, memanen/menyimpan kelebihan air pada musim hujan dan memanfaatkannya pada musim kemarau, memacu usaha tani berkelanjutan dan menstabilkan hasil panen melalui perbaikan pengelolaan system pertanian dan memperbaiki keseimbangan ekologi (ICRAF 2005). Pengembangan Kelapa Pertanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di dunia dengan pangsa 31,2% dari total luas areal kelapa dunia. Peringkat kedua diduduki Filipina (25,8%), disusul India (16,0%), Sri Lanka (3,7%) dan Thailand (3,1%). Namun demikian, dari segi produksi ternyata Indonesia hanya menduduki posisi kedua setelah Filipina. Ragam produk dan devisa yang dihasilkan Indonesia juga di bawah India dan Sri Lanka. Perolehan devisa dari produk kelapa mencapai US$ 229 juta atau 11% dari ekspor produk kelapa dunia pada tahun Bagi masyarakat Indonesia, kelapa merupakan bagian dari kehidupannya karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Kelapa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dengan peran yang berbeda-beda, mulai dari untuk pemenuhan kebutuhan sosial dan budaya sampai untuk kepentingan ekonomi, sehingga dijuluki tree of life, pohon kehidupan (BPS Sulut 2009). Tanaman kelapa umumnya ditanam dengan jarak berkisar antara 9 m x 9 m sampai 10 m x 10 m dengan kepadatan rata-rata sekitar pohon/ha. 5

24 Tanaman kelapa yang diusahakan secara intensif pada kondisi optimal menghasilkan buah sekitar butir/pohon/tahun. Produksi bahan kering tahunan sekitar 5,1-9,7 g/m2/hari. Laju tumbuh tanaman pada lingkungan yang optimal berkisar antara g/m2/hari (Akuba et.al. 1997). Efisiensi penggunaan tenaga kerja pada pengunaan kelapa monokultur relative rendah. Hasil penelitian di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa tenaga kerja keluarga yang tersedia rata-rata di daerah sentra produksi sebanyak 51 HOK/bulan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani kelapa dan usaha tani lainnya sebanyak 24,7 HOK/bulan atau 48,4% dari tenaga kerja tersedia. Jumlah jam kerja berkisar antara 2-6 jam/hari (Akuba et al. 1992). Lahan dan Pengelolaan Lahan Pengelolaan lahan dapat diartikan sebagai segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang lahan, untuk menjaga atau mempertinggi produktivitas lahan. Pada prinsipnya pengelolaan lahan mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan fisik dan tujuan ekonomi. Tujuan fisik adalah tujuan yang dapat dinyatakan atau diukur dalam satuan-satuan fisik seperti produksi per hektar dan lain-lain, atau dapat dinyatakan dalam satuan-satuan volume dan jumlah per berat hasil yang diperoleh. Tujuan ekonomi dinyatakan atau diukur dalam terminologi ekonomi seperti pendapatan bersih maksimum dan lain-lain (Sitorus 2001). Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik sementara maupun terus menerus terhadap lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan dinamis. Penggunaan lahan suatu wilayah bersifat dinamis, mengikuti waktu dan jumlah serta profesi penduduk dalam wilayah tersebut (Arsyad 2000). Perubahan penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap hasil air yang keluar melalui outlet DAS, dimana hubungan antara perubahan penggunaan lahan dari hasil air dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang penggunaan lahan di dalam DAS tersebut. Pola penggunaan lahan mencerminkan jenis kegiatan manusia yang ada di atasnya, lahan pertanian menunjukan adanya usaha dibidang pertanian. Makin tinggi tingkat kegiatan manusia, maka makin tinggi pula kebutuhan manusia akan lahan. 6

25 Pertanian Berkelanjutan dalam Pengelolaan DAS Pertanian berkelanjutan bukanlah pilihan tetapi suatu keharusan, jika pembangunan pertanian akan terus dilakukan. Pertambahan penduduk dunia yang terus meningkat termasuk di Indonesia, telah menyebabkan penurunan sumberdaya alam (SDA) serta kerusakan lingkungan yang sangat cepat. Beberapa ahli sependapat bahwa kerusakan SDA akan sangat tergantung pada kesuksesan pertanian dalam menjamin sistem pangan dunia. Hal ini dipandang sangat penting karena kegagalan dalam menyediakan pangan berarti bencana dunia yang akan terjadi (Sitorus 2002). Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang dirancang secara sistematis menggunakan akal sehat dan usaha keras yang berkesinambungan sehingga pertanian itu sangat poduktif secara terus menerus, merupakan habitat tenaga kerja yang baik untuk jumlah yang besar dan meupakan suatu usaha yang menguntungkan. Dengan demikian, pertanian semacam ini akan menghasilkan produksi pertanian yang cukup tinggi dan memberikan penghasilan yang layak bagi petani secara berkelanjutan, sehingga mereka dapat merancang masa depannya sendiri. Disamping itu, juga harus menghasilkan spektrum produksi yang luas sehingga dapat menyediakan bahan baku berbagai agroindustri dan produk-produk eksport secara lestari. Selanjutnya akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dengan pendapatan yang cukup tinggi, dengan demikian daerah pertanian ini akan menjadi penyerap hasil-hasil industri (Sinukaban 1995). Menurut (Reijntjes et.al.1992) pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melestarikan sumberdaya alam. Menurut Sinukaban (1994) penerapan pertanian konservasi merupakan salah satu alternatif yang perlu diprogramkan untuk membangun pertanian berkelanjutan di lahan kering. Sistem pertanian konsevasi (conservation farming system) adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air kedalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan 7

26 sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas (sustainable). Tantangan yang utama dalam pengelolaan DAS adalah bagaimana mengembangkan rencana pengelolaan untuk mencapai berbagai tujuan yang saling bertentangan, terutama strategi pengelolaan DAS yang memungkinkan bagi petani daerah hulu menghasilkan bahan pangan dan dapat memenuhi kebutuhan kayu yang berbasis berkelanjutan (sustainable) tanpa merusak kemampuan DAS untuk menghasilkan air yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tersedia secara terus menerus (Pasaribu 1999). Lebih lanjut dikatakan bahwa ciri-ciri sistem pertanian konservasi (conservation farming system) adalah sebagai berikut: 1. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani dapat bergairah melanjutkan usahanya. 2. Pendapatan petani cukup tinggi sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dan pendapatan usaha taninya. 3. Teknologi yang diterapkan, baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi adalah teknologi yang dapat diterapkan (sesuai kemampuan) dan diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut dapat diteruskan oleh petani dengan kemampuannya tanpa batuan dari luar secara terus menerus. 4. Komoditi yang diusahakan adalah komoditi yang sesuai dengan kondisi biofisik daerah dan dapat diterima oleh petani 5. Erosi sangat minimal, sehingga produktivitas dapat dipertahankan/di tingkatkan (produktifitas cukup tinggi secara lestari). 6. Penguasaan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (longterm investment security). Evaluasi dan Klasifikasi Kemampuan Lahan Evaluasi kemampuan lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan pengelolaannya. 8

27 Oleh sebab itu sifatnya merupakan evaluasi yang lebih umum dibandingkan dengan evaluasi kesesuaian lahan yang bersifat lebih khusus (Sitorus, 2002). Sistem evaluasi kemampuan lahan mengelompokkan lahan ke dalam sejumlah kecil katagori yang diurut menurut faktor penghambat permanen. Sistem ini dilakukan dengan cara menguji nilai-nilai dari sifat tanah dan lokasi melalui proses penyaringan, dimana nilai yang pertama diuji terhadap kriteria untuk kelas lahan yang terbaik, dan jika semua kriteria tidak dapat dipenuhi, lahan tersebut secara otomatis jatuh ke dalam kelas yang lebih rendah hingga kelasnya ditentukan dimana kelas yang memenuhi semua kriteria. Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan ke dalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus menerus. Dengan perkataan lain klasifikasi ini akan menetapkan jenis penggunaan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan bagi produksi tanaman secara lestari (Sitorus 2002). Sistem klasifikasi kemampuan lahan (land capability) oleh USDA (Klingebiel dan Montgomery 1973) membagi lahan ke dalam sejumlah kategorikategori menurut faktor penghambat terhadap pertumbuhan tanaman. Ada tiga kategori yang digunakan, yaitu kelas, sub kelas dan satuan pengelolaan (capability unit). Penentuan kelas lahan dengan menggunakan sistem klasifikasi kemampuan lahan, ditentukan dari penilaian kelas lahan terburuk dan penghambat terberat. Sebagai contoh bila seluruh parameter menunjukkan kelas II tetapi salah satu parameter menunjukkan kelas V,maka areal tersebut termasuk dalam kelas V. Penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuannya merupakan salah satu tindakan konservasi yang akan menjamin kelestarian sumberdaya lahan, sebaliknya jika penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya maka akan mempercepat terjadinya degradasi lahan yang pada akhirnya akan terbentuk lahan kritis. 9

28 Kelas Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat, dimana tanah dikelompokkan ke dalam kelas I sampai kelas VIII. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin jelek, resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat semakin besar sehingga pilihan penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan tanah kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian dan bila diperuntukan untuk usaha pertanian diperlukan biaya yang sangat tinggi dalam pengelolaannya. Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah Kelas Kemampuan Lahan Hambatan meningkat, kesesuaian dan pilihan penggunaan lahan berkurang I II III IV V VI VII VIII Cagar Alam Hutan Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat Penggembalaan Garapan Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat Intensif Kelas I Tanah kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar, dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, untuk itu dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim. Kelas II Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Lahannya berlereng landai, agak peka terhadap erosi dengan tanah bertekstur halus sampai agak kasar. Bila digarap untuk usaha pertanian semusim diperlukan tindakan pengawetan tanah yang 10

29 ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau atau guludan, disamping tindakan-tindakan pemupukan seperti pada kelas I. Kelas III Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas II, sehingga memerlukan tindakan pengawetan khusus. Tanah kelas III terletak pada lereng agak miring atau berdrainase buruk, kedalaman sedang atau permeabilitasnya agak cepat. Tindakan pengawetan tanah khusus seperti penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman penutup tanah merupakan tindakantindakan untuk memelihara atau meningkatkan kesuburan tanah. Kelas IV Tanah kelas IV sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari kelas III, sehingga memerlukan tindakan khusus pengawetan tanah yang lebih berat dan lebih terbatas waktu penggunaannya untuk tanaman semusim. Tanah kelas IV terletak pada lereng yang miring (15 30%), berdrainase buruk atau kedalamannya dangkal. Kelas V Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami tanaman pakan ternak secara permanen atau dihutankan. Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung sehingga selalu tergenang air atau terlalu banyak batu di atas permukaannya, atau terdapat liat masam di dekat atau pada daerah perakarannya. Kelas VI Tanah kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usahatani tanaman semusim, dikarenakan terletak pada lereng agak curam (30 45%). Tanah ini lebih sesuai untuk padang rumput atau dihutankan. 11

30 Kelas VII Tanah kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim, tetapi lebih baik untuk ditanami vegetasi permanen. Tanah ini terletak pada lereng yang curam (45 65%) dan tanahnya dangkal, atau telah mengalami erosi yang sangat berat. Kelas VIII Tanah kelas VIII tidak sesuai untuk usaha produksi pertanian. Tanah ini dapat digunakan untuk cagar alam, daerah rekreasi atau hutan lindung, dimana tanah kelas VIII adalah tanah yang memiliki lereng sangat curam. Sub Kelas Kemampuan Lahan Pengelompokkan di dalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor penghambat. Terdapat delapan jenis faktor penghambat, yaitu (1) tekstur tanah, (2) permeabilitas, (3) kedalaman efektif (4) lereng, (5) drainase, (6) erosi, (7) bahaya banjir/genangan dan (8) batu-batuan. Satuan Kemampuan Lahan Dalam satuan kemampuan lahan (Land Capability Unit) dinyatakan oleh Arsyad (2000) bahwa satuan kemampuan lahan memberikan informasi yang lebih spesifik dan lebih terinci untuk setiap bidang lahan dari pada sub kelas. Sedangkan pengelompokkan di dalam suatu kemampuan adalah pengelompokkan tanah-tanah yang mempunyai keragaman dan persyaratan yang sama terhadap sistem pengelolaan yang sama bagi usaha tani tanaman pertanian umumnya atau tanaman rumput ternak atau lainnya. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam satuan kemampuan yang sama harus cukup seragam dalam sifat-sifat tanah dan lingkungan yang mempengaruhi kualitas lahan sehingga mempunyai potensi dan hambatan yang sama. Dengan demikian lahan di dalam satu satuan kemampuan harus cukup seragam dalam : (a) produksi di bawah tindakan pengelolaan yang sama, (b) kebutuhan dalam tindakan konservasi dan pengelolaan yang sama di bawah penutup vegetasi yang sama, (c) mempunyai produktivitas potensi yang 12

31 setara (perbedaan hasil rata-rata di bawah sistem pengelolaan yang sama tidak boleh lebih dari 25%). Erosi dan Prediksi Erosi Istilah erosi tanah umumnya diartikan sebagai kerusakan tanah oleh perbuatan air atau angin. Menurut Arsyad (2000), erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Menurut media pengangkutannya dikenal dua jenis erosi, yaitu erosi air dan erosi angin. Erosi merupakan proses pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Dua peristiwa utama, yaitu pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) merupakan komponen-komponen erosi tanah yang penting, dimana di dalam proses terjadinya erosi, peristiwa pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan merupakan variabel yang penting yang berdiri sendiri, sedangkan pengangkutan tergantung dari pelepasan (Sinukaban 1989). Menurut Arsyad (2000), besarnya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Faktor-faktor tersebut bila dinyatakan dengan persamaan deskripsi adalah sebagai berikut : A = f ( C, T, V, S, H) dimana, C = iklim, T = topografi, V = vegetasi, S = tanah dan H = manusia. Salah satu cara penentuan kemungkinan hilangnya tanah pada suatu lahan adalah dengan menggunakan persamaan Wischmeir dan Smith (1978) atau dikenal dengan Universal Soil Loss Equation (USLE). A = R x K x LS x C x P dimana A = Prediksi Erosi tanah tahunan (ton/ha) R = Erosivitas hujan K = Erodibilitas tanah LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng P = Tindakan konservasi tanah C = Faktor pengelolaan tanaman Menurut Sinukaban (1989), bahwa apabila laju erosi dipergunakan sebagai petunjuk kerusakan suatu DAS, maka diperlukan tolok ukur untuk menentukan 13

32 kebijaksanaan penanggulangannya. Tolok ukur yang sudah secara luas dipakai adalah erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol). Erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah produktif secara lestari (Hardjowigeno et.al. 2001). Adapun persamaan yang digunakan Hammer (1981) untuk menentukan erosi yang dapat ditoleransikan (Tolerable Soil Loss) adalah sebagai berikut ; dimana : DE - D min ETol = LPT UGT Etol = erosi yang dapat ditoleransikan (mm/thn) DE = kedalaman ekuivalen (kedalam efektif tanah x faktor kedalaman daerah perakaran (mm) D min = kedalaman tanah minimum (mm) UGT = umur guna tanah (tahun) LTP = Laju pembentukan tanah (mm/thn) Analisis Finansial Usahatani dan Standar hidup Layak Analisis Finansial Usahatani Menurut Soekartawi (1986), ada tiga variabel yang perlu diperhatikan dalam analisis finansial usahatani dan standar hidup layak, yaitu (1) penerimaan usahatani, (2) biaya usahatani dan (3) pendapatan usahatani. Penerimaan Usahatani, merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, persamaannya sebagai berikut : TR = Yi.Pyi dimana : TR = total penerimaan ; Yi = produksi yang diperoleh dalam satu musim tanam ke-i (kg) ; Pyi = harga komoditas ke i (Rp) 1. Biaya Usahatani, merupakan nilai semua masukan atau nilai keluar yang dipakai dalam satu musim tanam selama proses produksi, baik langsung maupun tidak, dengan persamaan sebagai berikut : TC = Σ Xi.Pxi 14

33 dimana : TC = biaya tetap ; Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap ; Pxi = harga input ke-i (Rp) dan i = macam komoditas yang dikembangkan dalam suatu usaha tani 2. Pendapatan Usahatani, merupakan selisih dari total penerimaan terhadap total pengeluaran. PU= TR TC dimana : PU = pendapatan usahatani ; TR = total penerimaan ; dan TC = total biaya Standar Hidup Layak Untuk wilayah Indonesia garis kemiskinan dikategorikan atas 3 (tiga) Nilai Ambang Kecukupan Pangan yaitu : miskin, miskin sekali dan paling miskin (Sajogyo 1990). Garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam nilai mata uang (Rp/bulan) ekivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun), dimana nilai ambang kecukupan untuk tingkat pengeluaran rumah tangga di pedesaan berkisar antara kg/orang/tahun sedangkan untuk di perkotaan berkisar antara kg/orang/tahun. Jaminan hidup layak bagi keluarga petani di daerah penelitian, bila diartikan dengan ketentuan kriteria ambang kecukupan pangan oleh Sajogyo (1990) yang dinilai adalah indeks tertentu yang menjadi kompensasi kebutuhan pangan, sandang, papan, rekreasi dan pendidikan bagi keluarga di daerah pedesaan yang merupakan suatu stándar kelayakan hidup. 15

34 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di DAS Molompar yang memiliki luas wilayah sebesar Ha, DAS tersebut merupakan bagian dari DAS Ratahan Pantai yang secara georgrafis berada pada 0 o o 09 LU dan 124 o BT terletak pada ketinggian mdpl. Penelitian dilakukan pada bulan maret sampai bulan mei Gambar 1 Peta Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Molompar 16

35 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data fisik hasil pengukuran di lapangan dan data sosial ekonomi. Data sekunder yang digunakan adalah data curah hujan 10 tahunan dari stasiun curah hujan yang terdekat, peta tanah, peta landuse, peta topografi dengan masing-masing skala 1: (BPDAS Tondano 2007). Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah peta kerja (hasil overlay), bor tanah, Abney level, kompas, ring sampel, pisau, cangkul, meteran, kantong plastik, alat tulis menulis, kertas label, alat dokumentasi, GPS (Global Positioning System) dan seperangkat computer PC (Personal Computer). Pengumpulan Data Tabel 2. Pengumpulan data primer dan data Sekunder Jenis Data Metode Pengumpulan Data Kegunaan Data Primer Kemiringan lereng Pengukuran lapangan dan Bakosurtanal Penentuan S Panjang lereng Pengukuran di lapangan Penentuan L Tekstur tanah Status dan luas lahan, jumlah dan jenis tanaman yang digunakan, pendapatan usaha tani Pengukuran di lapangan dan analisis lab. Petani sampel Kelas kemampuan lahan dan erodibilitas tanah Untuk menentukan karakteristik sosek, kebutuhan fisik minimum dan kebutuhan hidup layak dan pendapatan petani Sistem Agroteknologi Petani sampel Untuk menentukan karakteristik sosek, kebutuhan fisik minimum dan kebutuhan hidup layak dan pendapatan petani 17

36 Tabel 2. Lanjutan Jenis Data Metode Pengumpulan Data Kegunaan Data Sekender Peta topografi skala 1 : Peta penggunaan lahan skala 1 : Peta jenis tanah skala 1 : Bakosurtanal, BPDAS Bakosurtanal, BPDAS Bakosurtanal, BPDAS Untuk batas DAS, kelas lereng dan menentukan unit lahan dan kemampuan lahan Untuk batas DAS, kelas lereng dan menentukan unit lahan dan kemampuan lahan Untuk batas DAS, kelas lereng dan menentukan unit lahan dan kemampuan lahan Iklim (curah hujan) Stasiun curah hujan Indeks erosivitas hujan Data kependudukan Kantor kecamatan Analisis ekonomi dan kebutuhan hidup layak 18

37 Peta Topografi Peta Jenis Overlay Unit Penentuan lokasi Lahan Pengamatan intensif Peta Penggunaan Survei Pendahuluan -Tekstur tanah -Struktur tanah -Permeabilitas -Bahan Organik -Kemiringan Lereng -Panjang Lereng -Curah Hujan -Erosi -Kedalam efektif -Drainase Pengamatan, Pengukuran dan Pengambilan Data Fisik Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan Evaluasi Penggunaan sesuai Ya Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi Survei Utama tidak Data skunder Sosial ekonomi Perubahan penggunaan Lahan AnalisisPrediksi Ya A ETol tidak Penyempurnaan pola tanan dan Agroteknologi Aternatif pola tanam dan agroteknologi Analisis Sosial Ekonomi Pendapatan bersih > standar hidup layak tidak Penyempurnaan usaha tani Ya Rekomendasi Penggunaan Lahan dan pola tanam agroteknologi 19

38 Gambar 2 Alur Penelitian Metode Penelitian Tahap Persiapan Tahap ini merupakan tahap studi kepustakaan, yaitu meneliti dan mengkaji pustaka yang telah ada tentang keadaan lahan di lokasi penelitian serta data sekunder lainnya. Salah satu sarana yang sangat penting untuk tahap ini adalah peta dasar, yaitu peta hasil tumpang tindih (overlay) dari peta penggunaan lahan, peta topografi, dan peta jenis tanah. Peta ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengamatan di lapangan, dan penetapan faktor K, LS, C dan P. Tahap Survei Pendahuluan Survai pendahuluan bertujuan untuk mempersiapkan pelaksanaan survai utama yang akan dilakukan. Selain menyiapkan urusan administrasi, survei pendahuluan juga bertujuan untuk melakukan orientasi di daerah penelitian untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kondisi lapangan dan mengidentifikasi permasalahan yang mungkin didapat di lapangan. Dalam survei ini juga perlu dilakukan beberapa pengamatan pendahuluan tentang jenis tanah, penggunaan tanah serta keadaan penduduk dan lingkungan serta pencocokan peta unit lahan. Tahap Survei Utama Survei utama merupakan kegiatan utama di lapangan. Dalam survei utama dilakukan pengamatan langsung di lapangan seperti pengukuran kemiringan lereng dengan menggunakan abney level, pengamatan tekstur tanah, struktur tanah, keadaan batuan, kedalaman efektif, kejadian erosi, melakukan pengamatan vegetasi yang ada dan agroteknologi yang ada pada plot pengamatan intensif. Pengambilan sampel tanah di lapangan dilakukan setelah penentuan plot sampel pada peta kerja untuk tiap luasan unit lahan. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul/skop untuk tanah sub soil yang kemudian dimasukkan ke dalam plastik untuk dianalisis di laboratorium. Sedangkan pengambilan sampel tanah untuk penetapan permeabilitas tanah dilakukan dengan menggunakan ring sampel. 20

39 Penentuan jenis tanah didasarkan atas pengamatan profil tanah di lapangan dibantu dengan hasil analisis tanah di laboratorium. Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan secara purposif berdasarkan titik contoh pengambilan data fisik, dimana petani yang lahannya dijadikan titik contoh merupakan petani responden yang selanjutnya dilakukan wawancara dengan menggunakan kuisioner. Analisis Data dan Penyajian Hasil Data fisik lahan yang telah diperoleh digunakan untuk menentukan kelas kemampuan lahan dan prediksi erosi. Sedangkan data sosial ekonomi digunakan untuk analisis biaya dan pendapatan petani, dan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan alternatif penggunaan lahan dan usaha tani di Sub DAS Molompar. Tahapan analisis untuk menyusun perencanaan penggunaan lahan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Evaluasi kemampuan lahan berdasarkan potensi lahan 2. Prediksi erosi dan penentuan ETol 3. Analisis usaha tani 4. Perencanaan penggunaan lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Berdasarkan Potensi Lahan Evaluasi kemampuan lahan dilakukan berdasarkan kriteria klasifikasi kemampuan lahan yang dikemukakan oleh Klingebiel dan Montgomery (1973) yang pada Tabel 3. 21

40 Tabel 3. Evaluasi Kemampuan Lahan No Faktor Penghambat Kelas kemampuan Lahan I II III IV V VI VII VIII 1 Tekstur Lapisan Atas t₁t₂t₃ t₁t₂t₃ t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ (*) t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ t5 2 Tekstur Lapisan Bawah t₁t₂t₃ t₁t₂t₃ t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ (*) t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ t5 3 Lereng permukaan A B C D (*) E F G 4 Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) (**) 5 Kedalaman Tanah Ko k₁ k₂ k₃ (*) (*) (*) (*) 6 Tingkat Erosi e₀ e₁ e₂ e₃ (*) e₄ e₅ (*) 7 Banjir o₀ o₁ o₂ o₃ o₄ (*) (*) (*) 8 Kerikil/Batuan b₀ b₀ b₁ b₂ b₃ (*) (*) b₄ 9 Permeabilitas P₂P₃ P₂P₃ P₂P₄ P₂P₄ P₁ (*) (*) P₅ Keterangan : (*) : dapat mempunyai sembarana sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih endah (**): tidak berlaku Penelitian ini hanya ditekankan pada 4 faktor penghambat, yaitu : lereng permukaan, tingkat erosi, kedalaman tanah, dan drainase. Penentuan kelas kemampuan lahan ditentukan dengan memasukkan ke empat faktor penghambat ke dalam kriteria klasifikasi kemampuan lahan dengan berpedoman pada skema hubungan antara kelas kempuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan untuk menentukan kelas kemampuan lahan yang sesuai (gambar 1). Prediksi Erosi dan Penentuan ETol Prediksi erosi dilakukan pada satuan lahan homogen yang merupakan pewakil di lokasi penelitian pada lahan pertanian untuk menentukan kelayakan setiap jenis pengelolaan pertanian pada masing-masing unit kemampuan lahannya. Prediksi erosi dihitung dengan persamaan USLE (universal soil loss equation) menurut Wischmeier dan Smith (1978) sebagai berikut : A = R x K x LS x C x P Dimana A = prediksi erosi tanah tahunan (ton/ha) R = Erosivitas hujan K = Erodibilitas tanah LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng P = Tindakan konservasi tanah C = Faktor pengelolaan tanaman 22

41 Penentuan Nilai Erosivitas Hujan (R) Nilai erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain 1,98 EI 30 = 2,34 (Rain) m Dimana RM = erosivitas hujan bulanan, (Rain)m = curah hujan bulanan (cm), nilai R setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama setahun. Penentuan Faktor Erodibilitas Tanah (K) Nilai K diperoleh dari hasil analisis sampel tanah pada satuan lahan pengamatan. Sampel tanah tersebut dianalisis di Laboratorium, sehingga hasil analisis akan diperoleh tekstur, struktur dan kandungan bahan organik tanah. Nilai K dihitung berdasarkan nilai K yang disesuaikan (Hammer 1981) sebagai berikut : K = 1,292 {2,1 M 1,14 (10 4 ) (12 a) + 3,25 (b 2) + 2,5 (c 3)} 100 dimana : K = erodibilitas tanah M = kelas tekstur tanah (% pasir halus + debu)(100 - % liat) a = % bahan organik b = kode struktur tanah c = kode permeabilitas profil tanah Penentuan Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Panjang dan kemiringan lereng diukur di lapangan. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung menggunakan rumus (Arsyad 2000) : LS = X ( 0, ,00965 S + 0,00138 S 2 dimana : X = panjang lereng (m), S= kecuraman lereng (%) Penentuan Faktor Tanaman (C) Nilai C untuk berbagai jenis tanaman seperti tanaman pangan baik yang monokultur maupun campuran, dan lain-lain berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan berdasar pada waktu pengamatan di lapangan dan wawancara. 23

42 Penentuan Faktor Konservasi Tanah (P) Nilai P ditentukan berdasar pengamatan di lapangan dan wawancara serta berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Erosi yang dapat Ditoleransikan (Tolerable Soil Loss) Perhitungan Etol dilakukan untuk mengetahui apakah sistem pertanian yang dilakukan pada satuan lahan yang diamati dapat berkelanjutan. Jika hasil prediksi erosi lebih besar dari Etol maka sistem pertanian yang dilakukan tidak berkelanjutan dan perlu dilakukan alternatif-alternatif perubahan sistem pertanian terutama cara pengelolaan tanaman (C) serta teknik konservasi tanah (P). Untuk menghitung nilai erosi yang dapat ditoleransikan, digunakan persamaan (Hammer 1981) yang mengacu pada konsep kedalaman ekuivalen (equivalent depth) dan umur guna tanah (resources life). Persamaan yang digunakan adalah : dimana : Etol DE - D min ETol = LPT UGT = erosi yang dapat ditoleransikan (mm/thn) DE = kedalaman ekuivalen (kedalam efektif tanah x faktor kedalaman (mm) D min = kedalaman tanah minimum (mm) UGT = umur guna tanah (tahun) LTP = Laju pembentukan tanah (mm/thn) Analisis Usahatani Pada analisis usahatani ada tiga variabel yang perlu diperhatikan dalam analisis pendapatan usahatani dan standar hidup layak, yaitu : Data tentang penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, persamaannya sebagai berikut : TR = Yi.Pyi dimana : TR = total penerimaan ; Yi = produksi yang diperoleh dalam satu musim tanam ke-i (kg) ; Pyi = harga komoditas ke-i (Rp) 24

43 Biaya Usahatani merupakan nilai semua masukan atau keluaran yang dipakai dalam satu musim tanam selama proses produksi, baik langsung maupun tidak, dengan persamaan sebagai berikut : TC = Σ Xi.Pxi dimana TC = biaya total ; Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap ; Pxi = harga input ke-i (Rp) dan i = macam komoditas yang dikembangkan dalam suatu usaha tani Pendapatan Usahatani merupakan selisih dari total penerimaan terhadap total pengeluaran. PU = TR TC dimana : PU = pendapatan usahatani (Rp); TR = total penerimaan (Rp); dan TC = total biaya usahatani (Rp) Cara analisis terhadap tiga variabel ini disebut dengan analisi anggaran arus uang tunai (cash flow analysis) (Soekartawi 1986). Standar kebutuhan fisik minimun dan hidup layak ditentukan berdasarkan kebutuhan beras per kapita (KK) dan harga beras yang berlaku di suatu daerah. Nilai ambang kecukupan pangan (beras) untuk tingkat pengeluaran rumah tangga di pedesaan berkisar antara kg/org/thn. Sedangkan untuk di perkotaan berkisar antara kg/org/thn (Sajogyo dan Sajogjo 1990). Standar Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) (Sinukaban, 2007) Adapun perhitungan untuk kebutuhan fisik minimum dan kebutuhan hidup layak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut : 1. Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) = kebutuhan beras satu rumah tangga x 100% x jumlah anggota keluarga x harga beras 2. Kebutuhan Hidup Tambahan (KHT) = pendidikan dan sosial + kesehatan dan rekreasi + asuransi dan tabungan. - Kebutuhan untuk pendidikan dan kegiatan social = 50% KFM - Kebutuhan untuk kesehatan dan rekreasi = 50% KFM - Kebutuhan untuk asuransi dan tabungan = 50% KFM 25

44 3. Kebutuhan hidup layak (KHL) = KFM + KHT = kebutuhan equivalen beras satu rumah tangga x 250 % x jumlah anggota keluarga x harga beras. Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan Perencanaan penggunaan lahan ditentukan pada setiap unit kemampuan lahan dengan menggunakan dasar nilai CP yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis pengelolaan lahan melalui simulasi. Kriteria untuk menetapkan CP maksimum yang akan direkomendasikan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: A < ETol RKLSCP < ETol Dalam hal ini ditentukan nilai CP untuk setiap jenis penggunaan dan unit kemampuan lahan, nilai RKLS pada setiap satuan lahan homogen dianggap konstan, maka besar prediksi erosi selanjutnya sebanding dengan nilai CP yang dipilih selama simulasi. Jika nilai CP yang diperoleh telah maksimal tetapi belum memenuhi syarat untuk standar hidup layak, maka harus ada penyempurnaan usahatani, seperti usaha ternak ataupun usaha keterampilan/kerajinan lainnya untuk memanfaatkan hasil pertanian, sehingga kebutuhan hidup petani dan keluarganya dapat terpenuhi atau standar hidup layak dapat tercapai. 26

45 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Sub Molompar merupakan bagian dari DAS Ratahan Pantai yang berdasarkan letak geografis berada pada LU dan BT tersebar pada ketinggian m dpl. Secara topogafis DAS molompar dibatasi oleh Sub DAS Noongan di sebelah Utara, Sub DAS Kinamang di sebelah Timur, Sub DAS Buyat di sebelah Selatan, dan DAS Ranoyapo di sebelah Barat. DAS Ratahan Pantai berdasarkan administrasi pemerintahan terletak di Kabupaten Minahasa dan Minahasa Tenggara. DAS Molompar terletak di wilayah Kecamatan Tompaso dan Langowan Kabupaten Minahasa, Kecamatan Belang, Tombatu dan Ratahan Kabupaten Minahasa Tenggara. Tanah Secara umum jenis tanah di wilayah DAS Molompar didominasi oleh jenis tanah inceptisol. Dari aspek geologi, wilayah DAS Molompar sebagian besar berbahan induk tufa Tondano, pasir vulkan dan endapan alluvial pantai (BPDAS Tondano 2007). Secara rinci jenis-jenis tanah di DAS Molompar dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4. Jenis-jenis tanah di DAS Molompar No Jenis Tanah Luas Persentase % 1 Alfisol 9897,8 33,4 2 Enfisol 7882,6 22,6 3 Inceptisol 4859,5 16,4 4 Oxisol 6967,9 23,5 Jumlah ,0 Iklim Secara umum wilayah DAS Molompar tergolong dalam tipe iklim A untuk wilayah pegunungan dan B untuk daerah pantai. Data curah hujan, yang dapat dijadikan dasar perhitungan nilai erosivitas hujan untuk DAS Molompar menggunakan data hasil pencatatan curah hujan bulanan di Tombatu (BPDAS Tondano 2007). 27

46 Keadaan Sosial Ekonomi Kependudukan Daerah Aliran Sungai (DAS) Molompar berada di wilayah administrasi Kabupaten Minahasa Tenggara meliputi 26 desa dalam 3 wilayah kecamatan yaitu, Kecamatan Tombatu, Belang, dan Kecamatan Ratahan. Penduduk yang bermukim di wilayah DAS Molompar pada tahun 2004, berjumlah jiwa. Pemukiman penduduk tersebar dari sekitar wilayah pesisir pantai, terutama di wilayah Kecamatan Belang sampai ke wilayah daratan pedalaman, terutama di wilayah Kecamatan Ratahan dan Tombatu, dengan konsentrasi penduduk relatif besar berada di wilayah daratan pedalaman. Data penduduk desa pada DAS Molompar pada tahun 2005 sebanyak jiwa, dengan demikian terjadi pertambahan jumlah penduduk sebanyak 262 jiwa. Berdasarkan data tersebut, dalam empat tahun terakhir pertumbuhan penduduk di wilayah ini mencapai 0,7 % dengan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 0,2 %. Desa-desa yang ada di wilayah DAS Molompar umumnya dihuni oleh penduduk dengan jumlah di atas 1000 jiwa per desa, bahkan ada beberapa desa yang penduduknya lebih dari 2000 jiwa. Wilayah desa yang penduduknya relatif banyak, yaitu di atas jiwa adalah desa yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan kecamatan dan atau kegiatan sosial-ekonomi lokal. Luas areal pertanian di wilayah DAS Molompar adalah seluas ha. Dari total luas tersebut, seluas ha atau sekitar 91,9 % merupakan lahan kering berupa tegalan dan perkebunan rakyat. Sedangkan sisanya sekitar ha atau sekitar 08,1 % merupakan areal persawahan. Dengan areal pertanian seluas ha dan jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak jiwa, maka kepadatan agraris di wilayah DAS Molompar adalah sekitar 204 jiwa per ha. 28

47 Tabel 5. Kepadatan Agraris Penduduk Menurut Kecamatan Di DAS Molompar, Tahun No Kecamatan Jumlah Desa / Kelurahan Di Sub Das Luas Areal Pertanian (ha) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Agraris (jiwa/ha) 1. Tombatu ,3 2. Belang ,9 3. Ratahan ,8 DAS Molompar ,0 Mata Pencaharian dan Pendapatan Mata pencaharian utama penduduk di wilayah DAS Molompar adalah berasal dari sektor pertanian dalam arti luas termasuk perkebunan, tanaman pangan dan perikanan laut. Sekitar 73,0 persen tenaga kerja bekerja pada sektor pertanian khususnya perkebunan rakyat, tanaman pangan dan perikanan. Mayoritas penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah sebagai petani dan nelayan tradisional. Tanaman utama yang diusahakan oleh masyarakat adalah tanaman kelapa, kemudian cengkeh. Selanjutnya, penduduk yang bekerja menurut jenis pekerjaan di wilayah DAS Molompar disajikan pada Tabel 7. Tabel 6. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Pekerjaan Di Wilayah DAS Molompar, Tahun Jenis Pekerjaan Jumlah Tenaga Kerja Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Petani ,1 Nelayan 412 1,6 Pengrajin/Tukang 263 1,0 Pedagang 652 2,5 PNS/TNI Polri 812 3,1 Peg swasta/wiraswasta 465 1,8 Buruh 130 0,5 Lainnya ,4 Jumlah ,0 29

48 Sektor pertanian masih cukup penting sebagai sumber nafkah dan sumber pendapatan penduduk di wilayah DAS Molompar, terutama sub sektor perkebunan rakyat: kelapa, vanili dan cengkeh serta dari perikanan laut. Penduduk yang masih bergantung pada sektor pertanian-tradisional, pendapatannya selain tergantung pada sumberdaya alam dan keadaan alam, juga banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi pertanian, terutama pada harga-harga produk pertanian dan hasil perikanan. Pada saat harga-harga produk tersebut meningkat tingkat pendapatan masyarakat juga cenderung meningkat. Sebaliknya, pada saat harga komoditas tersebut turun, maka pendapatan masyarakat cenderung menurun pula. 30

49 HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan di DAS Molompar Penggunaan lahan di DAS Molompar secara umum terdiri dari : hutan, kebun campuran, tegalan/ladang, rumput/semak, sawah, tambak, tanah kosong/terbuka, rawa dan pemukiman (Tabel 7). Tabel 7. Penggunaan lahan di wilayah DAS Molompar (BPDAS Tondano, 2007) No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase 1. Hutan 4.736,0 16,0 2. Kebun Campuran ,9 52,7 3. Tegalan/Ladang 5.291,8 17,9 4. Sawah 1.751,5 5,9 5. Rumput/semak 914,3 3,1 6. Tambak 10,6 0,2 7. Tanah kosong/terbuka 94,5 0,3 8. Rawa 7,9 0,1 9. Permukiman 678,0 2,3 Jumlah ,0 100,0 Hutan Hutan adalah lahan yang umumnya ditumbuhi vegetasi alami atau buatan yang terdiri dari pohon-pohon besar dengan tinggi lebih dari 5 meter bertajuk rapat. Berdasarkan asal terbentuknya area hutan dikelompokan kedalam 3 kategori yaitu hutan alam/primer, hutan sekunder dan hutan tanaman. Hutan sekunder adalah hutan yang mengalami penebangan baik oleh perladangan, illegal loging bahkan perkebunan namun telah mengalami suksesi/dibiarkan sehingga secara bertahap membentuk hutan sekunder yang didominer oleh jenis-jenis pohon sekunder seperti, binuang, Enanga, walantakan dan lainnya. Pada tahun 2005 luas hutan di DAS Molompar adalah ha, menurun pada tahun 2007 menjadi 4736 ha karena terjadi perubahan penggunaan lahan yaitu lahan yang pada awalnya berupa hutan lindung menjadi perkebunan dan tegalan /ladang. yang. Selain itu baik pendatang maupun masyarakat setempat telah banyak melakukan perambahan 31

50 hutan. Jika keadaan ini dibiarkan terus maka akan mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air sehingga kapasitas infiltrasi akan menurun. Kebun Campuran Kebun Campuran adalah lahan yang ditanami berbagai macam jenis tanaman baik tanaman tahunan, buah-buahan maupun tanaman semusim secara bersama-sama. Jenis tanaman yang banyak dijumpai adalah kelapa, cengkeh, vanili, buah-buahan, kayu-kayuan, bambu, pisang, jagung, kacang tanah, tanaman buah-buahan seperti nangka, mangga dan tanaman penghijauan, seperti kaliandra. Kebun campuran di DAS Molompar umumnya ditanami berbagai macam jenis tanaman jenis tanaman seperti kelapa, cengkeh, buah-buahan, pisang, dan jagung. Tegalan/Ladang Tegalan adalah area atau lahan kering yang dimanfaatkan untuk usaha budidaya tanaman semusim secara monokultur atau multiple cropping. Jenistanaman yang diusahakan di lahan tegalan antara lain jagung, kacang-kacangan, cabe, sayur-sayuran dan umbi-umbian. Sawah Sawah adalah lahan budidaya pertanian yang biasanya ditanami padi, yang mendapat pengairan teknis ataupun nonteknis. Lahan berpengairan teknis umumnya ditanami padi secara terus menerus atau tiga kali dalam setahun, Penggunaan lahan sawah umumnya terdapat pada lahan dataran alluvial. Penggunaan lahan di daerah yang di observasi secara intensif terdiri dari kebun campuran, tegalan/ladang, hutan dan sawah (Tabel 8). Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan lahan di DAS Molompar didominasi oleh kebun campuran dengan luas ,9 ha, diikuti oleh tegalan (5.291,8 ha), hutan (4.736 ha) dan sawah (1.751,5 ha). Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi tegalan dan pemukiman mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi hidrologi 32

51 DAS. Berdasarkan UU No 41 tahun 1991 tentang kehutanan dari maka setiap DAS harus mempertahankan hutan minimal 30% luas DAS. Tabel 8. Jenis Penggunaan Lahan Dominan Di DAS Molompar No Penggunaan Lahan Kebun Campuran Tegalan Hutan Sawah Luas Ha % ,9 57, ,8 19, , ,5 6,4 Jumlah ,2 100,0 Evaluasi Penggunaan Lahan Evaluasi kemampuan lahan yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan antara penggunaan lahan dan kemampuan lahan yang berada pada DAS Molompar terutama pada lokasi pengamatan intensif. Apabila suatu penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuannya maka akan terjadi degradasi lahan. Demikian pula bila penggunaan lahan untuk pertanian tidak disertai dengan tindakan pengelolaan lahan yang baik, maka akan menimbulkan permasalahan erosi pada lahan pertanian tersebut. Hasil evaluasi penggunaan lahan disajikan pada Tabel 9. 33

52 Tabel 9. Evaluasi Penggunaan Lahan di DAS Molompar Unit lahan Penggunaan Lahan KKL Faktor Penghambat Lereng Evaluasi Penggunaan Lahan 2 Hutan III 15% Sesuai 3 Hutan III 15% Sesuai 19 Hutan III 15% Sesuai 6 Hutan IV 40 % Sesuai 10 Hutan II 7 % Sesuai 18 Hutan III 11% Sesuai 20 Hutan III 19% Sesuai 16 Hutan II 7% Sesuai 8 Kelapa monokultur III 8% Sesuai 35 Kebun Campuran (kelapa dan Cengkeh) III 10% Sesuai 38 Kebun Campuran (jagung dan pisang) III 9% Sesuai 43 Kebun Campuran (jagung dan cengkeh) III 8% Sesuai 50 Kebun Campuran (kelapa dan jagung) III 14% Sesuai 42 Kebun Campuran (Kelapa dan pisang) III 16% Sesuai 48 Kebun Campuran (Jagung dan pisang) II 7% Sesuai 51 Kebun Campuran (kelapa dan cengkeh) III 10% Sesuai 52 Kebun Campuran (Kelapa + cengkeh dan pisang) III 16% Sesuai 12 Tegalan (Jagung dan kacang tanah) III 9% Sesuai 13 Jagung monokultur III 9% Sesuai 33 Tegalan (Jagung dan Ubi kayu II 7 % Sesuai 34 Tegalan(jagung monokultur) II 7% Sesuai 41 Tegalan (jagung, dan kacang tanah) III 8% Sesuai 60 Tegalan (Ubi kayu dan kacang tanah) III 10% Sesuai Dilihat dari evaluasi penggunan lahan, hutan masih sesuai dengan penggunaan lahannya dan terdapat pada kelas kemampuan lahan II, III dan IV dengan factor penghambat lereng 7%-40%, sehingga tidak diperlukan tindakan konservasi tanah dan air. Kebun campuran masih sesuai dengan penggunaan lahannya dan terdapat pada kelas kemampuan lahan II dan III, faktor penghambatnya lereng 7%-16% dan erosi sehingga diperlukan tindakan konservasi seperti pembuatan teras dan penambahan mulsa agar nantinya dapat menjaga kelestarian penggunaan lahan untuk menunjang kehidupan dan 34

53 kesejahteraan masa depan petani dan keluarganya. Pada tanaman semusim, penggunaan lahannya masih sesuai dengan kelas kemampuan lahan II dan III, factor penghambatnya lereng 7%-10%, dan erosi. Dari data Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif telah sesuai sehingga tidak perlu adanya tindakan konservasi tanah dan air seperti pembuatan teras, penambhan pupuk dan penambahan mulsa, maka erosi dapat dikendalikan sampai batas yang masih ditoleransikan dan kerusakan yang mengakibatkan penurunan produktivitas lahan dapat dihindari agar kelestarian sumberdaya lahan tetap terjamin. Identifikasi dan Karakteristik Tipe Usahatani Aktual di DAS Molompar Tipe usahatani dominan yang diusahakan oleh petani di DAS Molompar adalah kelapa, cengkeh, jagung,pisang, ubi kayu dan kacang tanah. Pola usahatani dominan yang dilakukan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pola usahatani dominan di DAS Molompar Nilai C Luas No Pola Usahatani Ha % 1 Kelapa monokultur 0, ,6 2 Kelapa + cengkeh 0, ,4 3 Kelapa + jagung + pisang 0, ,7 4 Kelapa + jagung +engkeh 0, ,0 5 Kelapa + Jagung 0, ,1 6 Jagung monokultur 0, ,2 7 Jagung + kacang tanah 0, ,6 8 Ubi kayu + kacang tanah 0, ,4 Jumlah ,0 Hasil identifikasi usahatani menunjukkan bahwa di DAS Molompar di dominasi oleh kelapa monokultur dan terdapat 8 tipe usahatani (Tabel 10), yaitu (1) kelapa monokultur yang merupakan tanaman unggulan dan pertama kali diusahakan. Pola tanam kelapa sejajar dengan garis kontur dengan kerapatan sedang. Jarak tanam 9 m x 9 m dalam 1 hektar terdapat 121 batang. Pada 35

54 permukaan tanah terdapat rumput dan ranting-ranting kelapa yang disebarkan diantara barisan kelapa. Agroteknologi yang digunakan untuk membersihkan rumput hanya menggunakan cangkul, dan tidak menerapkan konservasi tanah sehingga nilai C=0,3. (2) Kelapa dan cengkeh. Pola tanam kelapa sejajar dengan garis kontur, jarak tanamnya 9 m x 9 m dan cengkeh ditanam diantara tanaman kelapa. Pada permukaan tanah terdapat rumput, ranting-ranting kelapa dan cengkeh ditebarkan diantara barisan kelapa dengan kerapatan sedang yang memiliki nilai faktor C=0,25. Agroteknologi yang digunakan hanya menggunakan cangkul, dan tidak menerapkan konservasi tanah. (3) Kelapa dengan jagung dan pisang. Pola tanam kelapa sejajar dengan garis kontur jarak tanam 9 m x 9 m. Pada permukaan tanah terdapat ranting-ranting kelapa dan rumput. Jagung ditanam pada areal tersendiri pada lahan dengan jarak tanam 75 cm x 30 cm dengan keadaan permukaan tanah bersih dari rumput-rumputan. Tanaman pisang disisipkan pada tanaman kelapa dengan pola tidak beraturan, kerapatannya tergolong tinggi. Agroteknologi hanya menggunakan cangkul dan sisa-sisa tanaman yang dibersihkan hanya dibiarkan diatas permukaan sehingga nilai C= 0,4. (4) Kelapa dengan jagung dan cengkeh. Pola tanam kelapa sejajar dengan garis kontur jarak tanam 9 m x 9 m terdapat 72 batang tanaman dan pada permukaan tanah terdapat ranting-ranting kelapa dan rumput. Jagung ditanam pada areal tersendiri dengan jarak tanam 75 cm x 30 cm yang ditanam pada 30 % dari luas lahan, permukaan tanah bersih dari rumput dan cengkeh disisipkan pada tanaman kelapa dengan pola tanam tidak beraturan. Kerapatan pada pola tanam ini tergolong tinggi dengan agroteknologi hanya menggunakan cangkul dan sisa-sisa tanaman yang dibersihkan hanya dibiarkan diatas permukaan sehingga nilai C =0,4. (5) Kelapa dan jagung. Pola tanam kelapa sejajar menurut garis kontur dengan jarak tanam 9 m x 9 m yang ditanam pada 60 % dari luas lahan. Pada permukaan tanah terdapat ranting-ranting kelapa dan rumput. Jagung ditanam pada areal tersendiri dengan jarak 75 cm x 30 cm, keadaan permukaan bersih dari rumput. Kerapatan pada pola tanam ini tergolong sedang dengan agroteknologi hanya menggunakan cangkul, sehingga nilai C =0,45. (6) Jagung monokultur. Pola tanam mengikuti garis kontur dengan kerapatan tinggi. Jarak tanam 75 cm x 30 cm. Pada permukaan bersih dari rumput dan ranting. Agroteknologi hanya 36

55 menggunakan cangkul, sehingga nilai C=0,6. (7) Jagung dan kacang tanah. Pola tanam jagung sejajar dengan garis kontur, keadaan permukaan tanah bersih dari rumput. Kacang tanah ditanam dengan jarak 30 cm x 20 cm pada 50% dari luas lahan, pola tanamnya sejajar dengan garis kontur sehingga pola tanam antara jagung dan kacang tanah tumpang gilir dengan kerapatan rendah, sehingga nilai C=0,8. (8) Ubi kayu dan kacang tanah. Pola tanam ubi kayu tidak beraturan dengan jarak tanam 200 cm x 60 cm dengan keadaan permukaan terdapat rumput. Kacang tanah ditanam pada areal tersendiri pada lahan dengan jarak tanam 20 cm x 30 cm yang, keadaan permukaan tanah bersih dari rumput dengan kerapatan sedang sehingga nilai C=0,5 dan tidak menerapkan teknik konservasi tanah. Dengan demikian usahatani di DAS Molompar didominasi oleh kebun campuran (kelapa) dan tiap lahan tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air. Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dan ETol aktual pada berbagai pola tanam pada lokasi pengamatan intensif disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 14. Tabel 11. Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam pada lokasi pengamatan intensif Unit Pola Lahan Tanam R K LS C P A ETol 2 Hutan 1331,28 0,19 1,3 0, ,6 33,6 3 Hutan 1331,28 0,15 2,2 0, ,2 31,2 19 Hutan 1331,28 0,22 1,4 0, ,1 36,0 8 PT1 1331,28 0,2 0,7 0,3 1 55,9 32,4 35 PT2 1331,28 0,2 0,7 0, ,6 36,0 38 PT3 1331,28 0,16 0,7 0,4 1 59,6 32,4 43 PT4 1331,28 0,25 0,6 0,4 1 79,9 36,0 50 PT5 1331,28 0,12 1,3 0, ,5 36,0 13 PT6 1331,28 0,16 0,6 0,6 1 76,7 34,2 41 PT7 1331,28 0,19 0,4 0,8 1 80,9 34,2 61 PT8 1331,28 0,18 0,7 0,5 1 83,9 27,0 Sumber: Data Primer Diolah Ket: PT1:kelapa, PT2: kelapa dan cengkeh, PT3; kelapa, jagung dan pisang, PT4: kelapa,jagungdan cengkeh, PT5: kelapa dan jagung, PT6: jagung mokultur, PT7: jagung dan kacang tanah, PT8: ubi kayu dan kacang tanah, TTK: tanpa teknik konservasi, R:curah hujan, K:erodibilitas, LS:panjang lereng dan kemiringan, C:pengelolaan tanaman, P:tindakan konservasi Data pada Tabel 11 menunjukkan bawah semua usahatani di DAS Molompar, menghasilkan prediksi erosi (A) lebih besar dari nilai erosi yang dapat 37

56 ditoleransikan (ETol), sehingga dapat dilihat pada unit lahan 8, 35, 38, 43, 50, 13, 41, dan 61 nilai A lebih besar dari ETol. Hal ini dikarenakan agroteknologi tradisional yang diterapkan tidak dilengkapi dengan teknologi konservasi tanah dan air yang memadai. Untuk itu diperlukan perubahan pola tanam dan penerapan agroteknologi alternatif untuk memperkecil nilai prediksi erosi yang akan terjadi. Alternatif Agroteknologi pada Berbagai Pola Tanam Alternatif pola tanam dan agroteknologi di DAS Molompar dengan menggunakan mulsa dan penerapan teras guludan, disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Alternatif pola tanam dan agroteknologi di DAS Molompar Pola Tanam dan Agroteknologi R K LS C P A Etol Alternatif PT1 (kelapa)+mls 1331,28 0,2 0,7 0,3 0,15 28,0 32,4 PT2 (kelapa dan cengkeh)+mls 1331,28 0,2 0,7 0,25 0,15 28,0 36,0 PT3 (kelapa+jagung dan pisang)+mls 1331,28 0,6 0,7 0,4 0,15 22,4 32,4 PT4 (kelapa+jagung 1331,28 dan pisang)+tg+mls 0,25 0,6 0,4 0,006 1,2 36,0 PT5 (kelapa dan jagung)+tg+mls 1331,28 0,12 1,3 0,45 0,006 1,2 36,0 PT6 (jagung)+tg 1331,28 0,16 0,6 0,6 0,15 19,2 34,2 PT7 (jagung dan kacang tanah)+mls 1331,28 0,19 0,4 0,5 0,15 15,2 34,2 PT8 (ubi kayu dan kacang tanah)+mls 1331,28 0,18 0,7 0,5 0,15 25,2 27,0 Keterangan: PT1:kelapa, PT2: kelapa dan cengkeh, PT3; kelapa, jagung dan pisang, PT4: kelapa,jagungdan cengkeh, PT5: kelapa dan jagung, PT6: jagung mokultur, PT7: jagung dan kacang tanah, PT8: ubi kayu dan kacang tanah, TTK: tanpa teknik konservasi, R:curah hujan, K:erodibilitas, LS:panjang lereng dan kemiringan, C:pengelolaan tanaman, P:tindakan konservasi, MLS:Mulsa, TB:Teras Bangku, TG:Teras Guludan,PG:Padi Gogo, JG:Jagung, KT:Kacang tanah. Data Tabel 12 menunjukkan bahwa pola tanam dan penerapan teknik konservasi tanah dan air yang digabungkan dalam berbagai alternatif usahatani dapat menurunkan nilai prediksi erosi. Penurunan prediksi erosi yang sangat besar terjadi pada PT4 dan PT5. Hal tersebut disebabkan oleh karena selain menggunakan mulsa sisa tanaman juga menerapkan teknik konservasi tanah berupa penerapan teras guludan pada pertanaman jagung, sehingga nilai P menjadi sangat kecil (0,006). 38

57 Alternatif Agroteknologi pada Berbagai Pola Tanam Berbasis Kelapa Hasil analisis menunjukkan bahwa tanpa alternatif agroteknologi yang dapat diterima dan diaplikasikan oleh masyarakat usahatani berbasis kelapa di DAS Molompar umumnya tidak berkelanjutan. Berdasarkan kondisi tersebut, agar usahatani berbasis kelapa dapat berkelanjutan, dianggap perlu untuk menerapkan teknik konservasi tanah (agroteknologi) yang sesuai pada setiap unit lahan. Teknik konservasi yang dapat diterapkan dan diterima oleh masyarakat setempat adalah teras guludan dan penambahan mulsa serasah. Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dengan ETol untuk 2 (dua) alternatif pada berbagai pola tanam dan agroteknologi di DAS Molompar disajikan pada Tabel 13 dan 14 Tabel 13. Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam dengan menggunakan agroteknologi teras guludan dan penambahan mulsa serasah pada lokasi pengamatan intensif Pola Tanam dan Agroteknologi R K LS C P A Etol Alternatif PT1+MLS 1331,28 0,2 0,7 0,3 0,15 28,0 32,4 PT2+MLS+TG 1331,28 0,2 0,7 0,25 0,006 1,1 36,0 PT3+MLS+TG 1331,28 0,16 0,7 0,4 0,006 0,9 32,4 PT4+TG+MLS 1331,28 0,5 0,6 0,4 0,006 1,2 36,0 PT5+TG+MLS 1331,28 0,12 1,3 0,45 0,006 1,2 36,0 Keterangan: PT1:Kelapa (mulsa serasa 6 ton/ha/th), PT2:Kelapa+Cengkeh teras guludan (pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), PT3:Kelapa+Jagung+Pisang (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), PT4:Kelapa+Jagung+Cengkeh (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), PT5:Kelapa+Jagung (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), TG= teras guludan, MLS= mulsa serasah Data Tabel 13 dapat dilihat pembuatan teras guludan dan penambahan mulsa serasah dapat menurunkan erosi. Pada PT1, nilai A lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam lainnya. Hal ini disebabkan PT1 merupakan pola tanam monokultur sehingga pada pola tanam tersebut hanya menggunakan mulsa serasah tanpa menerapkan teknik konservasi tanah berupa teras guludan. Sedangkan pada pola tanam lainnya selain menggunakan mulsa serasah juga 39

58 menerapkan teknik konservasi tanah berupa teras guludan sehingga nilai A yang diperoleh jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai A pada PT1. Tabel 14. Nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam dengan menggunakan agroteknologi teras guludan atau mulsa serasah pada lokasi pengamatan intensif Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif PT1+MLS/TG PT2+MLS/TG PT3+MLS/TG PT4+MLS/TG PT5+MLS/TG R K LS C P A Etol 1331,28 0,2 0,7 0,3 0,15 28,0 32,4 1331,28 0,2 0,7 0,25 0,15 28,0 36,0 1331,28 0,16 0,7 0,4 0,15 22,4 32,4 1331,28 0,25 0,6 0,4 0,15 30,0 36,0 1331,28 0,12 1,3 0,45 0,15 31,2 36,0 Keterangan: PT1:Kelapa (mulsa serasa 6 ton/ha/th) atau (teras guludan pada pertanaman jagung,menggunakan mulsa sisa tanaman), PT2:Kelapa+Cengkeh (mulsa serasa sebanyak 6 ton/ha/th) atau (teras guludan pada pertanaman jagung,menggunakan mulsa sisa tanaman), PT3:Kelapa+Jagung+Pisang (mulsa serasa 6 ton/ha) atau (teras guludan pada pertanaman jagung,menggunakan mulsa sisa tanaman), PT4:Kelapa+Jagung+Cengkeh (mulsa serasa 6 ton/ha) atau (teras guludan pada pertanaman jagung,menggunakan mulsa sisa tanaman), PT5:Kelapa+Jagung (mulsa serasa 6 ton/ha) atau (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), TG= teras guludan, MLS= mulsa serasah. Nilai A yang diperoleh dari Tabel 14 untuk semua pola tanam memberikan hasil lebih kecil dari Etol, baik menggunakan mulsa serasah maupun pembuatan teras guludan. Data dalam Tabel 13 dan Tabel 14 menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi tanah yang dilakukan (pembuatan teras guludan dan penambahan serasah) dapat menurunkan prediksi erosi. Kombinasi antara pembuatan teras guludan dan penambahan mulsa serasah dapat menurunkan nilai erosi yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan hanya menggunakan teras guludan atau penambahan mulsa serasah. 40

59 Analisis Usahatani Berbasis Kelapa Salah satu indikator untuk menilai tingkat produktivitas lahan dan tingkat kesejahteraan petani di suatu wilayah adalah pendapatan bersih petani. Semakin tinggi pendapatan bersih petani maka semakin sejahtera petani tersebut. Untuk itu perlu analisis pola tanam yang telah memberikan keuntungan dan kesejahteraan petani dan keluarganya. Tujuan dilakukannya analisis biaya adalah untuk mengetahui pendapatan petani dalam meningkatkan kehidupan petani yang layak dan berkelanjutan selama setahun. Standar kebutuhan fisik minimum dan hidup layak ditentukan berdasarkan kebutuhan beras per kapita dan harga beras yang berlaku didaerah tersebut. Kehidupan layak bagi masyarakat di DAS Molompar pada masing-masing keluarga yang terdiri dari 5 orang (Ayah, Ibu, dan 3 orang anak) dapat terpenuhi jika memiliki pendapatan bersih minimal setara dengan Rp /kk/thn (320kg/org/thn x 2,5 (nilai indeks faktor pengali) x 5 orang x Rp ( harga beras sekarang di lokasi penelitian) = Rp /KK/thn. Nilai indeks ini ditentukan oleh berbagai kebutuhan hidup petani dan keluarganya, biaya perumahan, konsumsi sehari-hari, pendidikan, kesehatan, tabungan dan kegiatan sosial. Pendapatan yang berasal dari usahatani disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil analisis pendapatan pada berbagai pola tanam usahatani aktual berbasis Kelapa di DAS Molompar Pola Usaha Tani PT1 +TTK PT2+TTK PT3+ TTK PT4+ TTK PT5+ TTK Pendapatan Usahatani Total Biaya Dikeluarkan (Rp/KK/ha/thn) Pendapatan Bersih (Rp/KK/ha/thn) Sumber: Data Primer Diolah Ket:P1:Kelapa, P2:Kelapa+Cengkeh, P3:Kelapa+Jagung+Pisang, P4:Kelapa+Jagung+cengkeh P5:Kelapa+Jagung), TTK : Tanpa Teknik Konservasi. Berdasarkan analisis pola tanam dan pendapatan, agroteknologi tradisional yang diterapkan oleh petani setempat, belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup layak Rp Rp /KK/thn (Tabel 15) karena pendapatan bersih lebih rendah dari RP /KK/thn. Untuk itu diperlukan 41

60 penambahan usaha ternak, penambahan usaha lain, penambahan tanaman dan agroteknologi agar dapat menekan laju erosi sehingga produktivitas lahan dapat ditingkatkan sehingga pendapatan petani meningkat dengan demikian kehidupan layak bagi petani dan keluarganya dapat tercapai (Tabel 16). Tabel 16. Hasil Analisis Pendapatan pada Agroteknologi Teras guludan menggunakan Mulsa Serasah untuk luasan 1 ha di DAS Molompar Total Pendapatan Pendapatan kotor (Rp/KK/Tahun) Biaya Bersih PolaUsahaTani Dikeluarkan (Rp/KK/ha/ Petani Ternak Lain-Lain* (Rp/KK/ha/thn) thn) PT1+MLS+UT PT1 1 +MLS+UT PT2+TG+MLS+UT PT2 2 +TG+UT PT3+TG+MLS+UT PT3 3 +TG+UT PT4+TG+MLS+UT PT4 4 +TG+UT PT5+TG+MLS+UT PT5 5 +TG+UT Sumber: Data Primer Diolah Keterangan: PT1:Kelapa (mulsa serasa 6 ton/ha/th), PT1 1 :Kelapa (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha/th), kios dan ternak sapi sewa 6 ekor, PT2:Kelapa+Cengkeh (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), PT2 2 :Kelapa+Cengkeh (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha/th),ternak sapi sewa 2 ekor, PT3:Kelapa+Jagung+Pisang (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman),pt3 3 Kelapa+Jagung+Pisang (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha) t, PT4:Kelapa+Jagung+Cengkeh (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), PT4 4 Kelapa+Jagung+cengkeh (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha) ternak sapi sewa 4 ekor, PT5:Kelapa+Jagung (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman),pt5 5 Kelapa+ (teras guludan) atau (mulsa serasah 6 ton/ha) ternak sapi 2 ekor, UT=usaha ternak, *pendapatan lain berasal dari warung, pembuatan genteng atau industry rumah tangga. Analisis pendapatan pada Tabel 16, menunjukkan bahwa semua pola tanam usahatani setelah disempurnakan sudah mampu memberikan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan kehidupan yang layak (Rp /KK/thn). Pada pola tanam PT2 2 (Rp /KK/thn) pendapatan bersih petani lebih tinggi dari semua pola tanam yang ada, karena menerapan pola tanam tumpang sari dan tumpang gilir disertai perbaikan agroteknologi yang berkaitan dengan penerapan teknik konservasi tanah yaitu pembuatan teras guludan atau menggunakan mulsa serasah. Disamping itu usaha tambahan berupa usaha ternak ayam dan sapi, dan pengolahan hasil-hasil pertanian seperti pembuatan kopra, 42

61 penambahan pupuk sehingga usahatani dapat berkelanjutan dan petani sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Rekomendasi Pola Tanam dan Agroteknologi Berbasis Kelapa Rekomendasi pola tanam dimaksudkan untuk menyusun perencanaan usahatani yang tepat guna berdasarkan kelas kemampuan lahan, sehingga rekomendasi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan di seluruh Daerah Aliran Sungai Molompar. Berdasarkan informasi data yang telah diuraikan diatas, maka disusun suatu pola tanam alternatif usahatani berkelanjutan berbasis kelapa yang nantinya dapat di terapkan di lokasi penelitian. Jenis dan pola tanam yang direkomendasikan disesuaikan dengan kondisi biofisik (kesesuaian penggunaan dengan kemampuan lahan), permintaan pasar dan dapat diterima oleh petani. Oleh karena itu jenis tanaman yang direkomendasikan adalah jenis tanaman yang sudah biasa diusahakan di lokasi tersebut. Lebih jelasnya pola tanam dan agroteknologi yang direkomendasikan dapat di lihat pada Lampiran 25 dan 26. Tabel 17. Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi untuk luasan 1 ha di DAS Molompar Pola Tanam dan agroteknologi Alternatif PT1+MLS+UT PT1 1 +MLS+UT PT2+TG+MLS+UT PT2 2 +TG+UT PT3+TG+MLS+UT PT3 3 +TG+UT PT4+TG+MLS+UT PT4 4 +TG+UT PT5+TG+MLS+UT PT5 5 +TG+UT Sumber: Data Primer Diolah PendapatanBersih (Rp/KK/ha/thn) PrediksiErosi (Ton/ha/thn) 28,0 28,0 1,1 28,0 0,9 22,4 1,2 30,0 1,2 31,2 ETol (ton/ha/thn) 32,4 32,4 36,0 36,0 32,4 32,4 36,0 36,0 36,0 36,0 Keterangan: PT1:Kelapa (mulsa serasa 6 ton/ha/th), PT1 1 :Kelapa (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha/th), kios dan ternak sapi sewa 6 ekor, PT2:Kelapa+Cengkeh (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), PT2 2 :Kelapa+Cengkeh (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha/th),ternak sapi sewa 2 ekor, PT3:Kelapa+Jagung+Pisang (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman),pt3 3 Kelapa+Jagung+Pisang (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha) ternak ayam 43 ekor dan sapi sewa 2 ekor, PT4:Kelapa+Jagung+Cengkeh (teras guludan pada pertanaman jagung-kacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman), 43

62 PT4 4 Kelapa+Jagung+cengkeh (teras guludan) atau (mulsa serasa 6 ton/ha) ternak sapi sewa 4 ekor, PT5:Kelapa+Jagung (teras guludan pada pertanaman jagungkacang tanah dlm rotasi menggunakan mulsa sisa tanaman),pt5 5 Kelapa+ (teras guludan) atau (mulsa serasah 6 ton/ha) ternak sapi 2 ekor, UT=usaha ternak. Dengan demikian penyusunan rekomendasi tersebut diharapkan dapat meminimalkan erosi yang dapat ditoleransikan secara fisik, dan dapat meningkat pendapatan dan kesejahteraan petani sampai memenuhi kebutuhan hidup layak secara ekonomi dan dapat diterapkan (Replicable and Applicable) oleh petani secara sosial dan dapat berfungsi sebagai konservasi tanah serta rehabilitasi lahan di daerah penelitian. Pola tanam alternatif yang direkomendasikan disusun sedemikian rupa sehingga dapat memperkecil nilai erosi yang terjadi dan disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi, dapat diterima dan dilaksanakan oleh petani setempat, dengan nilai erosi yang didapat (A) lebih kecil dari Etol. Dengan demikian teknik konservasi yang disarankan adalah pembuatan teras guludan dan penambahan mulsa serasah. Selain dapat menurunkan erosi, teknik konservasi tersebut juga dapat mendukung pertanian yang berkelanjutan pada DAS Molompar. 44

63 Gambar 4. Peta Rekomendasi Kelapa Gambar 3. Peta Rekomendasi Kelapa 45

64 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di DAS Molompar ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan lahan yang paling luas di DAS Molompar adalah kebun campuran (61,5%) yang didominasi tanaman kelapa, jagung, cengkeh dan buah-buahan. 2. Prediksi erosi di DAS Molompar berkisar dari 46,6-93,5 ton/ha/thn, Etol 27,00-36,00 ton/ha/thn, dan pendapatan petani Rp Rp Alternatif perubahan pola tanam dan penerapan teknik konservasi tanah dan air seperti pembuatan teras guludan dan penambahan mulsa mampu memperkecil besarnya erosi. 4. Pengembangan usaha tani berbasis kelapa dilakukan dengan perbaikan pola tanam dan agroteknologi berupa penambahan pupuk, penggunaan mulsa dan pembuatan teras guludan dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak sapi, ayam serta perbaikan pengolahan hasil kelapa dapat meminimalkan erosi, meningkatkan pendapatan petani sehingga memenuhi kebutuhan hidup layak dan dapat dilaksanakan oleh petani secara berkelanjutan Saran 1. Agar penggunaan lahan di DAS Molompar dapat berkelanjutan (sustainable), maka pengunaan lahannya harus disesuaikan dengan kemampuan lahannya dan pendapatan petani harus memenuhi kebutuhan hidup layak. 2. Diperlukan dukungan dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara dalam rangka perencanaan lahan usahatani yang berkelanjutan pada DAS Molompar. 46

65 DAFTAR PUSTAKA Arsyad S., Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Cetakan Ke Tiga. Gedung Lembaga Sumberdaya Informasi Lt. 1 Kampus Darmaga, Bogor. Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Asdak C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Akuba, R.H., J.G. Kindangen, H. Hasni, R.Rahman, dan N.M. Mokodongan Survei pengusahaan kelapa di Sulawesi Utara. Laporan Penelitian Pola Pengembangan Kelapa di Sulawesi Utara. Balai Penelitian Kelapa, Manado. hlm Akuba, R.H. dan M.M. Rumukoi Sistem Usahatani Berbasis Kelapa. Balai Penelitian Kelapa, Manado. Hlm 280. Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara SULUT Dalam Angka. Manado. Balai Pengelolaan DAS Tondano Manado Database dan inforfasi kegiatan rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial. BPDAS Tondano. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Data Lahan Kritis Nasional. (Ditjen RLPS), Departemen Kehutan RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Departemen Pertanian Sebanyak 65 DAS dalam kondisi semakin kritis[ditjen Sumberdaya Air]. Harian Kompas tanggal 20 Agustus Hal 15. Jakarta. Hammer, W. I Second Soil Conservation Consultant Report. Agrof/Ins/78/606 note. No.10. center For Soil Research, Bogor. Hardjowigeno S, Widiatmaka Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor:Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. International Center for Research Agroforestry (ICRAF) Odelling Erosion at Differrent Scales, Case Study in The Sumber Jaya Watershed, Lampung, Indonesia. Internal Report (Unpublished). Bogor Klingebiel, A. A. And P. M. Montgomery Land Capability Classivication Agric. Handbook. No. 210, USDA-SES. 21h.Washington.c.d. Reijntjes,C., B.Haverkot dan A. W. Bayer., Pertanian Masa Depan Pengantar untuk Pertanian berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah.kanisius. Yogyakarta. Soekartawi Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta 47

66 Sajogyo dan Sajogyo. P Sosiologi Pedesaan. Jilid 2. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta Sinukaban, N Konservasi Tanah dan Air Di Daerah Transmigrasi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sinukaban Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bahan Kuliah pada Program Pascasarjana, Bogor (tidak diterbitkan) IPB. Sinukaban Pentingnya Pola Pertanian Konservasi dalam Pembangunan Pertanian Lahan Kering. Prosiding/Temu Lapang teknik Budidaya Tebu Lahan Kritis: Sinukaban Peran Konservasi Tanah dan Air dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Dalam Bunga Rampai Konservasi Tanah da Air. F. Agus, N. Sinukaban, A. Ngaloken Gintings, H. Santoso, dan Sutadi (ad)b2007. Pengurus Pusat Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia Jakarta, hal Sitorus, S.R.P Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan Edisi ke tiga. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB Bogor. Sitorus Kualitas Degradasi dan Rehabilitasi Lahan. Bahan Kuliah pada Program Pascasarjana. Bogor.IPB Pasaribu, H.S Daerah Aliran Sungai sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Sektoral Berbasiskan Konservasi Tanah dan Air. Seminar Sehari DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumberdaya Air.21 Desember Jakarta. Wischmeier, W.H. and D.D Smith Predicting Rainfall Erosion Losses A Guide to Conservation Planning. USDA Agric. Handbook. No. 58:

67 LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Jenis Tanah 49

68 Lampiran 2 Peta Topografi Sub DAS Molompar. 50

69 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Molompar 51

70 Lampiran 4. Peta Unit Penggunaan Lahan di Sub DAS Molompar 52

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 4 TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pengertian dan Tujuan Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sehingga semua air yang jatuh pada area

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh pembatas topografi berupa punggung-punggung bukit atau gunung yang menampung air hujan

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH

PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH PREDIKSI EROSI PADA LAHAN PERTANIAN DI SUB DAS KRUENG SIMPO PROVINSI ACEH (PREDICTION OF EROSION ON AGRICULTURAL LAND IN KRUENG SIMPO SUB WATERSHED ACEH PROVINCE) Rini Fitri ABSTRACT Erosion on agricultural

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: land degradation, tobacco, income, erosion, agro-technology, slit pit

ABSTRACT. Keywords: land degradation, tobacco, income, erosion, agro-technology, slit pit ABSTRACT JAKA SUYANA. The Development of Tobacco-Based Sustainable Dry Land Farming System at Progo Hulu Sub-Watershed (Temanggung Regency, Central Java Province). Under direction of NAIK SINUKABAN, BUNASOR

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan DAS Krueng Peutoe yang luasnya 30.258 ha terdiri atas lima jenis penggunaan lahan, yaitu pemukiman, kebun campuran, perkebunan, semak belukar dan hutan primer. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU LUXMAN ARIEF A155080041 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE.

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. Land resource damage caused by the land conversion and land use without

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pertanian lahan kering adalah merupakan suatu bentuk bercocok tanam diatas lahan tanpa irigasi, yang kebutuhan air sangat bergantung pada curah hujan. Bentuk pertanian

Lebih terperinci

Evaluasi Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu

Evaluasi Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu Evaluasi Kemampuan Lahan DAS Sekampung Hulu Irwan Sukri Banuwa 1, Naik Sinukaban 2, Suria Darma Tarigan 2, dan Dudung Darusman 3 Makalah diterima 21 September 2007 / Disetujui 31 Januari 2008 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Sub DAS Ciasem Hulu pada DAS Ciasem. Secara administratif terletak di Kabupaten Subang yang meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Sagalaherang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan penduduk yang cukup tinggi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan dan lahan pertanian semakin besar. Disamping itu, perkembangan

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi lahan kering untuk menunjang pembangunan pertanian di Indonesia sangat besar yaitu 148 juta ha (78%) dari total luas daratan Indonesia sebesar 188,20 juta ha

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN KERING BERKELANJUTAN DI DAS SEKAMPUNG HULU IRWAN SUKRI BANUWA

PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN KERING BERKELANJUTAN DI DAS SEKAMPUNG HULU IRWAN SUKRI BANUWA PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN KERING BERKELANJUTAN DI DAS SEKAMPUNG HULU IRWAN SUKRI BANUWA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan Standar Nasional Indonesia Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan ICS 13.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Adnan Sofyan dan Gunawan Hartono*) Abstrak : Erosi yang terjadi di Sub Das Kalimeja

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi Kemampuan Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan M10 KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN Widianto, 2010 Klasifikasi Kemampuan Lahan TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Mampu menjelaskan arti kemampuan lahan dan klasifikasi kemampuan lahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEKAMPUNG HULU PROVINSI LAMPUNG

PREDIKSI EROSI PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEKAMPUNG HULU PROVINSI LAMPUNG PREDIKSI EROSI PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEKAMPUNG HULU PROVINSI LAMPUNG Irwan Sukri Banuwa Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian Unila ABSTRACT Land degradation is a serious problem in Upper

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) SKRIPSI Oleh HARRY PRANATA BARUS DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU DELIMA LAILAN SARI NASUTION 060308013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE SKRIPSI Oleh: MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI DAERAH ALIRAN SUNGAI POBOYA

PREDIKSI EROSI DAERAH ALIRAN SUNGAI POBOYA PREDIKSI EROSI DAERAH ALIRAN SUNGAI POBOYA Leonidas Paarrang 1, Uswah Hasanah dan Anthon Monde 2 leonidaspaarrang@gmail.com 1 (Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan, Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Lahan merupakan sumberdaya pembangunan yang memiliki karakteristik, yaitu (1) memiliki luas yang relatif tetap, dan (2) memiliki sifat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Sihiong, Sinar Sabungan Dan Lumban Lobu Kabupaten Toba Samosir ABSTRACT

Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Sihiong, Sinar Sabungan Dan Lumban Lobu Kabupaten Toba Samosir ABSTRACT 842. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Sihiong, Dan Kabupaten Toba Samosir Julpan Lynneus Sitohang 1*, Bintang Sitorus 2, Mariani Sembiring

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU DI SUB DAS PROGO HULU

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU DI SUB DAS PROGO HULU KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN PADA USAHATANI LAHAN KERING BERBASIS TEMBAKAU DI SUB DAS PROGO HULU (The Study of Land Capability on Tobacco Based Upland Farming at Progo Hulu Sub Watershed) Jaka Suyana 1), Naik

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) SKRIPSI OLEH : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA (Coffea arabica) SKRIPSI OLEH : AGNES HELEN R. PURBA 080303065 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DI SUB-DAS TEWEH, DAS BARITO PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DI SUB-DAS TEWEH, DAS BARITO PROPINSI KALIMANTAN TENGAH KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DI SUB-DAS TEWEH, DAS BARITO PROPINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh/By SYARIFUDDIN KADIR Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat ABSTRACT The

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. Menurut Singarimbun (1989 : 4) metode eksploratif yaitu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : RAHMADI RABUN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Erosi Metode yang digunakan pada pendugaan erosi adalah Persamaan 2.1 yaitu metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wishchmeier dan Smith (1978)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN DI DESA KAHUKU KECAMATAN LIKUPANG KABUPATEN MINAHASA UTARA BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN

POTENSI LAHAN DI DESA KAHUKU KECAMATAN LIKUPANG KABUPATEN MINAHASA UTARA BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN 1 POTENSI LAHAN DI DESA KAHUKU KECAMATAN LIKUPANG KABUPATEN MINAHASA UTARA BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN Maya Pinamangung 1, Joice M. J. Supit 2, Jeanne Lengkong 2, Tommy D. Sondakh 2 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI EROSI DI KAWASAN SUB DAS BRANTAS MIKRO COBAN TALUN (Studi di Coban Talun Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu) Skripsi

PENDUGAAN NILAI EROSI DI KAWASAN SUB DAS BRANTAS MIKRO COBAN TALUN (Studi di Coban Talun Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu) Skripsi PENDUGAAN NILAI EROSI DI KAWASAN SUB DAS BRANTAS MIKRO COBAN TALUN (Studi di Coban Talun Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu) Skripsi Oleh : Bagus Hartanto 201010320311022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi semacam itu

Lebih terperinci