IMPLEMENT ASI KEBIJAKAN ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN 01 PROVINSI RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENT ASI KEBIJAKAN ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN 01 PROVINSI RIAU"

Transkripsi

1 PENELITIAN PROGRAM INSENTIF PENINGKA TAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 LAPORAN AKHIR IMPLEMENT ASI KEBIJAKAN ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN 01 PROVINSI RIAU Oleh: KETUA TIM RINDUKASIH BANGUN SE.,M.Si. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI JAKARTA, NOVEMBER 2010

2 PENELITIAN PROGRAM INSENTIF PENINGKA TAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA TAHUN 2010 LAPORAN AKHIR IMPLEMENT ASI KEBIJAKAN ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN 01 PROVINSI RIAU Oleh: Rindukasih Bangun, SE.,M.Si. (Peneliti Muda) lr. Gevisioner, M.Si (Peneliti Muda) Dr. lr. Feradis, M.P. (Peneliti Muda) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PEKANBARU, NOVEMBER 2010

3 LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ( LAPORAN RINGKAS HASIL PENELITIAN SESUAI PP N0.20 TAHUN 2005) ldentitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan. Nama Lembaga Pimpinan Alamat BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI RIAU PROF.DR.IR.TENGKU DAHRIL M.Sc Jl. Diponegoro No. 24 A Telp. (0761) Fax ldentitas Kegiatan Judul Abstraksi lmplementasi Kebijakan Anggaran Daerah Dalam Pembanguna Ketahanan Pangan Di Provinsi Riau Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak azazi individu. Pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang secara adil merata baik jumlah maupun mutu gizinya. Peraturan Pemerintah Nomor : 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan urusan wajib. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implementasi kebijakan anggaran pemerintah dalam pembangunan katahanan pangan di Provinsi Riau, dengan tujuan khusus yaitu menganalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari sisi penerimaan dan pengeluaran/belanja program, 2) menetapkan ruang lingkup program dan kegiatan dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan Povinsi Riau. Desain penelitian ini adalah retrospektif dan data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang berasal dari peraturanperaturan daerah tentang pengesahan APBD. Untuk mengetahui besarnya penerimaan dan pengeluaran APBD pada tiap-tiap program dan kegiatan dilakukan dengan membandingkan antara pengeluaran yang dialokasikan pada anggaran pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dengan total jumlah anggaran melalui analisis comparative budget statement (CBS). Untuk mengetahui anggaran program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan terlebih dahulu ditetapkan ruang lingkup pembangunan ketahanan pangan yang diperoleh dari identifikasi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dokumen

4 kesepakatan Bupati/Walikota pad a rapat Dewan Ketahanan Pangan (DKP), Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) serta Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG). Selanjutnya untuk mengetahui anggaran program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan digunakan metode Content Analysis (analisis isi). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Kondisi ketahanan pangan Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru memperlihatkan bahwa produksi pangan daerah tahun belum dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk, konsumsi pangan penduduk belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan dan masih adanya balita yang mengalami gizi buruk dan masyarakat yang mengalami kekurangan energi dan protein. 2. Kebijakan anggaran untuk kegiatan ketahanan pangan belum konsisten, dan masih rendah. Persentase anggaran ketahanan pangan masih terfokus pad a sub sistem ketersediaan dan distribusi, sementara untuk subsistem konsumsi dan status gizi masih kurang. 3. Ruang lingkup kegiatan ketahanan pangan yang telah dilakukan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru belum merata. Program dan kegiatan ketahanan pangan terfokus pada penyediaan benih dan bibit unggul, operasi pasar dalam rangka meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan, pelatihan SDM aparatur/penyuluh dan petanilnelayan dan pengelola lembaga pelayanan usaha tani, pengembangan sistem informasi pangan, pelayanan kesehatan masyarakat miskin sedangkan pembangunan ketahanan pangan yang lintas bidang dan lintas sektoral belum terintegrasi secara baik. Kata Kunci: kebijakan anggaran, ketahanan pangan, Riau. Tim Peneliti 1. Peneliti Utama Rindukasih Bangun, SE., M. Si 2. Alamat Jl. Diponegoro No. 24 A Pekanbaru - Riau 3. Anggota a. lr. Gevisioner M.Si b. DR.Ir.Feradis MP. Waktu Pelaksanaan 10 bulan ( 1 Feberuari 2010 s.d. 30 November 2010 ) Publikasi 1.Nama 2.Tahun 2010 lmplementasi Kebijakan Anggaran Daerah Dalam Pembanguna Ketahanan Pangan Di Provinsi Riau 3.Tempat Publikasi Badan Litbang Kementerian alam Negeri Badan Litbang Provinsi Riau

5 Ringkasan Hasil Penelitian Produksi buah-buahan pada tahun 2005 mencapai ton, dan pada tahun 2009, mengalami penurunan menjadi ton. Produksi padi pada tahun 2009 di Kabupaten lndragiri Hilir mencapai ton, bila dibandingkan produksi padi pada tahun 2005 yang mencapai ton, produksi padi mengalami penurunan yang relatif sangat kecil yakni sebesar 1,53 persen dibanding komoditi tanaman pangan lain. Produksi tanaman pangan dan hortikultura di kota Pekanbaru selama periode 2005 hingga 2009 mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada komoditi jagung dan sayur-sayuran. Sedangkan produksi buah-buahan mengalami penurunan sebesar 11, 95 persen setiap tahunnya. Produksi pangan dari tanaman perkebunan di Kabupaten lndragriri Hilir pada tahun 2009 telah mencapai ton, bila dibanding dengan produksi tahun 2005, memperlihatkan kecenderungan peningkatan sebesar 6, 77 persen setiap tahunnya. Sagu mengalami peningkatan yang relatif sangat kecil dibanding komoditi lainnya. Sedangkan komoditi kelapa dan kopi mengalami penurunan. Sedangkan produksi pangan dari tanaman perkebunan di Kota Pekanbaru pada tahun 2009, hanya terdapat komoditi kelapa sawit. Produksi daging mengalami penurunan sebesar 1,55 persen setiap tahunnya, sedangkan produksi telur mengalami penurunan sebesar 58,39 persen setiap tahunnya. Produksi daging sapi mengalami peningkatan yang sangat besar yakni mencapai 18,75 persen setiap tahunnya. Kontribusi daging unggas masih relatif dominan dibanding daging ternak lainnya di kabupaten lndragiri Hilir, kemudian diikuti dengan daging sapi dan kambing. Kontribusi telur ayam buras dan itik masih mendominasi produksi telur di Kabupaten lndragiri Hilir. Sebaliknya dibanding produksi daging di kabupaten lndragiri Hilir, produksi daging di kota Pekanbaru memperlihatkan peningkatan sebesar 7,45 persen setiap tahunnya. Produksi telur di Kota Pekanbaru mengalami penurunan yang relatif sangat besar yakni mencapai 51,71 persen setiap tahunnya. Produksi perikanan di Kabupaten lndragiri Hilir lebih tinggi dibanding produksi perikanan di Kota Pekanbaru. Produksi perikanan di Kabupaten lndragiri Hilir didominasi dari perikanan laut, sedangkan produksi ikan dari kolam lebih tinggi di Kota Pekanbaru Secara umum terjadi peningkatan harga pangan tahun 2009 dibanding tahun 2008, kecuali minyak goreng. Peningkatan rata-rata harga pangan di Kabupaten lndragiri Hilir lebih besar dibanding rata-rata harga pangan di kota Pekanbaru, terutama untuk gula pasir, beras, ikan sungai segar. Sedangkan dari segi satuan harga menunjukkan bahwa harga pangan di kota Pekanbaru relatif lebih rendah dibanding harga pangan di kabupaten lndragiri Hilir kecuali untuk harga beras. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketersediaan produksi pangan pada suatu daerah belum menjamin bahwa harga pangan tersebut lebih murah dibanding daerah yang tidak memproduksi pangan tersebut, artinya bahwa kelancaran distribusi pangan sangat menentukan kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan tersebut Konsumsi energi pada tahun 2009 di Kabupaten lndragiri Hilir mencapai Kkai/Kapita/Hari, bila dibandingkan konsumsi pada tahun 2005 yang baru mencapai Kkal /Kapita/Hari ternyata mengalami peningkatan sebesar 1,35 persen setiap tahunnya. Sebaliknya konsumsi energi penduduk di Kota Pekanbaru mengalami penurunan 1,58 persen setiap tahunnya. Konsumsi energi penduduk di Kota Pekanbaru pada tahun 2005 telah mencapai Kkai/Kapita/Hari, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi Kkai/Kapita/Hari. Konsumsi energi penduduk ini ternyata telah

6 melampaui angka kecukupan yang dianjurkan yakni 2000 Kkai/Kapita /Hari (WKNPG VIII Tahun 2004).Rata-rata konsumsi protein perkapita penduduk di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru relatif sama, yakni pada tahun 2009 mencapai 49 gram/kapita/hari. Berbeda dengan energi, konsumsi protein penduduk di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru belum memenuhi angka kecukupan yang dianjurkan yakni sebesar 52 gram/kapita/hari. Meskipun demikian konsumsi protein rata-rata penduduk mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 6,28 persen di Kabupaten lndragiri Hilir dan 6,84 persen di Kota Pekanbaru. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang di Kabupaten lndragiri Hilir lebih besar dibanding di Kota Pekanbaru. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk di Kabupaten lndragiri Hilir mengalami peningkatan sebesar 17,44 persen setiap tahunnya, sedangkan di Kota Pekanbaru mengalamin penurunan sebesar 19,00 persen setiap tahunnya. Kondisi ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa produksi pangan daerah belum dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk, dengan kata lain masih terjadi defisit pangan di daerah tersebut (kecuali untuk komoditi pangan dari hasil perkebunan), masih belum baiknya konsumsi pangan penduduk, serta masih tingginya prevalensi balita yang mengalami gizi buruk dan kurang. Hal ini didukung Peta Kerawanan Pangan Indonesia Tahun 2005 (Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, World Food Programme, 2005), yang menunjukkan bahwa pada tahun 2005, Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru termasuk dalam kelompok warna hijau muda (Prioritas Ill), yaitu kelompok yang mendapat prioritas Ill dalam hal penanganan masalah rawan pangan, namun hasil kajian pada tahun 2009, menunjukkan terjadi peningkatan prioritas untuk kabupaten lndragiri Hilir menjadi Prioritas II, atau termasuk dalam kelompok warna merah, yang artinya Kabupaten lndragiri Hilir mendapat prioritas II dalam hal penanganan masalah rawan pangan, dengan kata lain kondisi ketahanan pangan penduduk di wilayah ini mengalami penurunan dibanding tahun Jumlah APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 terus mengalami peningkatan. APBD Kabupaten lndragiri Hilir pada tahun 2005 adalah sebesar Rp ,77 menjadi Rp ,51 pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan ratarata setiap tahunnya mencapai persen. APBD Kota Pekanbaru pada tahun 2005 adalah sebesar Rp ,00 menjadi Rp ,00 pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan rata-rata setiap tahunnya mencapai 18,10 persen. APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru pada tahun 2008 mengalami penurunan dibanding tahun Hasil perhitungan menunjukkan proporsi terbesar pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir didominasi oleh belanja pada Dinas Pendidikan sebesar 26,28 persen persen, sedangkan proporsi alokasi terbesar kedua adalah belanja pada Dinas Pekerjaan Umum sebesar 11,56 persen. Proporsi alokasi terkecil terjadi pada belanja pada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (0,05 persen). Belanja yang terkait pada ketahanan pangan (Badan Pelayanan Penyuluhan, Ketahanan Pangan 0,62 persen, Dinas Kesehatan 3,66 persen, Dinas Tan.Pangan, Horti dan Peternakan 1,62 persen, Dinas Perkebunan 2,42 persen, Dinas Kelautan dan Perikanan 0,94 persen dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1,40 persen). Jumlah anggaran ketahanan pangan pada tahun 2005 sebesar Rp.

7 ,54 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp ,00, dengan rata-rata persentase anggaran pembangunan ketahanan pangan setiap tahunnya sebesar 4, 70 persen. Pada tahun 2005, persentase anggaran ketahanan pangan terhadap APBD mencapai 5,58 persen, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 4,43 persen. Hasil dari rekapitulasi dokumen anggaran satuan kerja perangkat daerah yang terkait dengan ketahanan pangan pada APBD Kabupaten lndragiri Hilir tahun 2009, diketahui anggaran untuk kegiatan langsung ketahanan pangan sebesar 36,49 persen dan tidak langsung 63,51 persen. Anggaran untuk kegiatan terkait sub sistem ketersediaan pangan (57,85 persen) lebih besar dibanding untuk peruntukkan sub sistem lainnya, sedangkan anggaran ketahanan pangan untuk sub sistem distribusi (6,88 persen) relatif lebih rendah dibanding sub sistem lainnya. Bila peruntukkan anggaran ketahanan pangan dilihat dari program langsung dan tidak langsung, ternyata menunjukkan terdapat perbedaan antara sub sistem ketahanan pangan. Pada kegiatan yang langsung, kegiatan yang terkait dengan sub sistem status gizi (15,54 persen) lebih besar dibanding untuk yang terkait dengan sub sistem lainnya. Sedangkan pada kegiatan langsung, peruntukkan anggaran terkait sub sistem ketersediaan (43,58 persen) lebih besar dibanding untuk kegiatan terkait sub sistem lainnya. Kondisi di atas menggambarkan bahwa kegiatan pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir tahun 2009 belum terdistribusi secara merata. Dari hasil olahan data perkembangan APBD Kota Pekanbaru selama kurun waktu , menunjukkan bahwa setiap tahunnya APBD mengalami peningkatan sebesar 18,10 persen, dengan laju perkembangan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan ketahanan pangan rata-rata mengalami peningkatan yang mencapai 8,36 persen setiap tahunnya. Jumlah anggaran ketahanan pangan pada tahun 2005 sebesar Rp ,26, pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp ,00, dengan rata-rata persentase anggaran pembangunan ketahanan pangan setiap tahunnya sebesar 0,89 persen. Laju pertumbuhan persentase anggaran pembangunan ketahanan pangan mengalami penurunan yang relatif besar yakni 8,24 persen setiap tahunnya, Pada tahun 2005, persentase anggaran ketahanan pangan terhadap APBD mencapai 1,10 persen, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 0,78 persen. Dari data di atas juga menggambarkan bahwa anggaran untuk kegiatan langsung ketahanan pangan sebesar 63,85 persen dan tidak langsung persen. Secara keseluruhan anggaran ketahanan pangan yang terkait sub sistem status gizi (39,45 persen) dan distribusi (29,94 persen) lebih besar dibanding untuk sub sistem lainnya. Hal ini terkait dengan karakteristik daerah yang berbeda antara Kota Pekanbaru dan Kabupaten lndragiri Hiliri. Kota Pekanbaru sebagai kota perdagangan dan jasa, lebih memfokuskan kegiatan ketahanan pangan di dua sub sistem tersebut. Bila peruntukkan anggaran ketahanan pangan dilihat dari program langsung dan tidak langsung, ternyata menunjukkan adanya perbedaan antara sub sistem ketahanan pangan. Pada kegiatan yang langsung, kegiatan yang terkait dengan sub sistem status gizi (36,38 persen) lebih besar dibanding untuk yang terkait dengan sub sistem lainnya. Sedangkan pada kegiatan tidak langsung, peruntukkan anggaran terkait sub sistem ketersediaan (24,35 persen) lebih besar dibanding untuk kegiatan terkait sub sistem lainnya. Besarnya anggaran terkait dengan kegiatan tidak langsung ketahanan pangan di Kota Pekanbaru, karena proporsi anggaran untuk kegiatan menjamin ketersediaan, pengembangan cadangan pangan dan peningkatan kemampuan SDM lebih besar.

8 Pengelolaan. A Sumber pembiayaan penelitian adaalah APBN dengan jumlah Rp ,- B. Pemanfaatan sarana dan prasarana penelitian 1. Sarana : Alat tulis kantor 2. Prasarana : Kendaraan. C. Pendokumentasian : Hasil penelitian ini didokumentasikan dalam bentuk hard copy dan Compact disk. Pekanbaru, November 2010 KEPALA BADAN LITBANG PROVINSI RIAU

9 KATA PENGANTAR Laporan Akhir ini disusun dalam rangka memenuhi tahapan pertanggungjawaban terhadap kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari lmplementasi Kebijakan Anggaran Daerah Dalam Pembangunan Ketahanan Pangan di Provinsi Riau sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan di Provinsi Riau. Demikian Laporan Akhir ini disusun, yang pendanaannya berasal dari Dana Program lnsentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa Tahun 2010 di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Semoga Allah SWT berkenan memberi rahmat, agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. Pekanbaru, November 2010 Ketua Tim/Koordinator Peneliti,

10 OAFTAR lsi Halaman KAT A PENGANT AR DAFTAR lsi DAFT AR T ABEL DAFT AR GAM BAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK ii ii iii iv v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Keluaran Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan Kebijakan dan Program Ketahanan Pangan Pengelolaan Keuangan Daerah Peran Pemerintah Dalam Membangun Ketahanan Pangan Kerangka Pemikiran Ill. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Desain Penelitian Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Defenisi Operasional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Kondisi Ketahanan Pangan dan Gizi di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Program dan Kegiatan yang Mendukung Ketahanan Pangan Anggaran Pembangunan Ketahanan Pangan Daerah V. KESIMPULAN Kesimpulan Rekomendasi DAFT AR PUST AKA LAMPIRAN ii

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 3.1. Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data Matriks Set Penelitian lmplementasi Kebijakan Anggaran Daerah Dalam Pembangunan Ketahanan Pang an di Provinsi Riau Luas Daerah, Jumlah Penduduk, Persentase Rumah Tangga Miskin di Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Luas Daerah, Jumlah Penduduk, Persentase Rumah Tangga Miskin di Kota Pekanbaru Tahun Perkembangan ProduksiTanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun Perkembangan Produksi Daging dan Telur di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun Perkembangan Rata-Rata Harga Pangan pada Tingkat Pengecer di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun Perkembangan Rata-Rata Konsumsi Pangan (Energi dan Protein) di Kabupaten lndragiri dan Kota Pekanbaru Tahun Perkembangan Jumlah Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk di Kabupaten lndragiri dan Kota Pekanbaru Tahun Struktur APBD Kota Pekanbaru dan Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Perkembangan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Secara Horizontal Perkembangan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Kota Pekanbaru Tahun Secara Horizontal Jumlah Anggaran Yang Mendukung Kegiatan Ketahanan Pangan di Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Jumlah Anggaran Yang Mendukung Kegiatan Ketahanan Pangan di Kota Pekanbaru Tahun iii

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Daerah Administrasi Kabupaten lndragiri Hilir Daerah Administrasi Kota Pekanbaru Perkembangan Persentase Anggaran Ketahanan Pangan Terhadap APBD di Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Perkembangan Persentase Anggaran Ketahanan Pangan Terhadap APBD di Kota Pekanbaru Tahun iv

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Struktur APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Struktur APBD Kota Pekanbaru Tahun Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2009 Secara Vertikal Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kota Pekanbaru Tahun 2009 secara Vertikal Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kota Pekanbaru Tahun 2009 Secara Vertikal Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2009 Secara Vertikal Program dan Kegiatan Lang sung dan Tidak Langsung I Terkait dengan Ketahanan Pang an Anggaran Program dan Kegiatan Pembangunan Ketahanan Pang an Tahun 2009 Pad a APBD Kabupaten lndragiri Hilir Anggaran Program dan Kegiatan Pembangunan Ketahanan Pang an Tahun 2009 Pad a APBD Kota Pekanbaru v

14 ABSTRAK Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak azazi individu. Pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang secara adil merata baik jumlah maupun mutu gizinya. Peraturan Pemerintah Nomor : 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan urusan wajib. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implementasi kebijakan anggaran pemerintah dalam pembangunan katahanan pangan di Provinsi Riau, dengan tujuan khusus yaitu : menganalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari sisi penerimaan dan pengeluaran/belanja program, 2) menetapkan ruang lingkup program dan kegiatan dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan Povinsi Riau. Desain penelitian ini adalah retrospektif dan data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang berasal dari peraturan-peraturan daerah tentang pengesahan APBD. Untuk mengetahui besamya penerimaan dan pengeluaran APBD pada tiap-tiap program dan kegiatan dilakukan dengan membandingkan antara pengeluaran yang dialokasikan pada anggaran pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dengan total jumlah anggaran melalui analisis comparative budget statement (CBS). Untuk mengetahui anggaran program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan terlebih dahulu ditetapkan ruang lingkup pembangunan ketahanan pangan yang diperoleh dari identifikasi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dokumen kesepakatan Bupati/Walikota pada rapat Dewan Ketahanan Pangan (DKP), Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) serta Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG). Selanjutnya untuk mengetahui anggaran program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan digunakan metode Content Analysis (analisis isi). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1. Kondisi ketahanan pangan Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru memperlihatkan bahwa produksi pangan daerah tahun belum dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk, konsumsi pangan penduduk belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan dan masih adanya balita yang mengalami gizi buruk dan masyarakat yang mengalami kekurangan energi dan protein. 2. Kebijakan anggaran untuk kegiatan ketahanan pangan belum konsisten, dan masih rendah. Persentase anggaran ketahanan pangan masih terfokus pada sub sistem ketersediaan dan distribusi, sementara untuk subsistem konsumsi dan status gizi masih kurang. 3. Ruang lingkup kegiatan ketahanan pangan yang telah dilakukan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru belum merata. Program dan kegiatan ketahanan pangan terfokus pada penyediaan benih dan bibit unggul, operasi pasar dalam rangka meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan, pelatihan SDM aparatur/penyufuh dan petani/nefayan dan pengelola fembaga pelayanan usaha tani, pengembangan sistem informasi pangan, pelayanan kesehatan masyarakat miskin sedangkan pembangunan ketahanan pangan yang lintas bidang dan lintas sektoral belum terintegrasi secara baik. Kata Kunci : kebijakan anggaran, ketahanan pangan, Riau

15 ABSTRACT Food has long been cosidered as basic human need and part of human rights. Food security development aims at tool filling food requirement for the community in an equilable manner in terms of food quantity and nutrition quality. The government regulation 38/2007 states that food security is a mandatory business. This research aims at analyzing the local government budget policy in supporting food security development in Riau Province, with special objectives comprising (1) analyzing local balance budget based on debit and credit, (2) defining the scope of prgrams/activities for supporting food security development in Riau Province. The design of this study is retrospective using primary and secondary data from related institutional in Riau Province. To identify the share of credit and debit of local budget or APBD, a Comparative Budget Statement (CBS) is used, and to identify program/activities, the Content Analysis methode is applied. The concluded that 1. Food security condition of lndragiri Hilir Regency and Pekanbaru City shows that local food production in has not been able to meet the food needs of the population, food consumption of the population did not meet the recommended number of nutrient adequacy and still a toddler who suffered severe malnutrition and people who experience lack of energy and protein. 2. Budget policy for food security activities has not been consistent, and it was still low. Percentage of food security budget was still focused on the sub-system availability and distribution, while for the subsystem consumption and nutritional status were lacking. 3. The scope of food security activities in the Regency of lndragiri Hilir and Pekanbaru City have not been evenly distributed. Food security programs and activities focused on providing superior seeds and seedlings, the market operation in order to improve the accessibility of households to food, human resource training/extension workers and farmers/fishermen and farm service agency managers, the development of information systems for food, poor health services while development of food security are cross-cutting and intersectoral not yet well integrated. Keywords: budgetary policy, food security, Riau

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pangan memiliki peran strategis dengan dimensi yang sangat luas dan komplek. Ketersediaan dan distribusi pangan serta keterjangkauan daya beli masyarakat bahkan menjadi issue sentral dalam kebijakan pembangunan Nasional dan Daerah. Jaminan ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat berperan penting bagi terciptanya stabilitas ekonomi, sosial, dan politik nasional. Oleh karena itu, suatu upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan penciptaan ketahanan pangan selalu mendapat prioritas dalam kebijakan Pembangunan NasionaJ (Dewan Ketahanan Pangan Nasional, 2006). Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak azazi individu. Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (UU RJ No.7 Tahun 1996). Pembangunan ketahanan pangan, sesuai dengan amanat Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi rumah tangga, dalam jumlah cukup, mutu, gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Berdasarkan Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) , tujuan pembangunan ketahanan pangan diarahkan untuk mencapai sasaran mikro/tingkat rumah tangga/individu dan secara makro/nasional. Ketahanan pangan, disamping sebagai prasyarat untuk memenuhi hak azasi pangan masyarakat, juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa. Oleh sebab itu, seluruh komponen bangsa, yaitu pemerintah dan masyarakat. sepakat untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan nasional dan daerah. Dalam system pemerintahan yang demokratis dan desentralistis saat ini, pelaku utama pembangunan pangan mulai dari produksi, penyediaan, distribusi dan konsumsi adalah masyarakat, sedangkan pemerintah

17 lebih berperan sebagai inisiator, fasilitator serta regulator, agar kegiatan masyarakat yang memanfaatkan sumber daya dapat be~alan lancar, efisien, berkeadilan dan bertanggung jawab (PP No.68 Tahun 2002). Ketahanan pangan terwujud apabila secara umum telah terpenuhi dua aspek sekaligus. Pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari kehari (Dewan Ketahanan Pangan Nasional, 2006). Undang undang No 7 Tahun 1996 tentang pangan mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab mewujudkan pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh akses masyarakat baik secara ekonomi maupun secara fisik. Masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen berhak memperoleh pangan yang bermutu. Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan menegaskan bahwa penyediaan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Untuk mewujudkan penyediaan makanan dilakukan dengan (1) mengembangkan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal, (2) mengembangkan efisiensi usaha pangan, (3) mengembangkan teknologi produksi pangan, (4) mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan, (5) mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Ketahanan pangan merupakan salah satu jenis pelayanan dasar yang harus diupayakan oleh suatu daerah otonom, Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan urusan wajib, oleh karena itu kebijakan yang mengarah terciptanya ketahanan pangan harus mendapat prioritas utama. Pemanfaatan potensi sumberdaya di setiap daerah perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Pola ini sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang memberi kewenangan daerah dalam pembangunan pangan. Pemerintah 2

18 daerah dituntut mampu melakukan perencanaan penyediaan pangan berbasis potensi wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Pelaksanaan otonomi daerah yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan daerah, mempunyai konsekuensi logis yang menyebabkan terjadinya perubahan yang mendasar pada manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut mengarah perlunya dilakukan budgeting refonn atau reformasi anggaran. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melaksanakan kegiatannya dan menjalankan pembangunan serta kewenangan yang lebih luas dalam mendapatkan sumber-sumber pembiayaan, baik yang berasal dari daerah itu sendiri maupun dana yang berasal dari APBN. Provinsi Riau, mempunyai luas wilayah ,09 Ha, dengan jumlah penduduk jiwa (BPS Provinsi Riau, 2008 ) dengan laju pertambahan penduduk mencapai 4,01 persen setiap tahunnya sejak tahun Dari luas provinsi tersebut hanya sekitar Ha atau 0,48 persen yang merupakan lahan sawah, dan Ha atau 33,60 persen lahan kering yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya pertanian. Hampir 85,6 persen lahan kering tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perkebunan. Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau pada tahun 2007 sebesar Rp Trilyun. Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan adalah sistem pengelolaan keuangan sebagai realisasi dari kebijakan anggaran, yang menjamin adanya semangat efisiensi dan efektivitas angaran, transparansi dan akuntabilitas publik serta pencapaian kinerja yang optimal. Pemerintah Daerah Provinsi Riau telah melakukan pembangunan termasuk di dalamnya adalah pembangunan ketahanan pangan. Dalam rangka kelangsungan ketersediaan pangan, pemerintah provinsi Riau dihadapkan pada tantangan dan masalah terutama produktivitas pangan yang masih rendah dan sangat terbatas akibat adanya konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk yang membutuhkan lahan untuk pemukiman dan untuk melakukan aktivitas perekonomian. Selain itu, juga dihadapkan pada ketergantungan pasokan pangan dari luar daerah yang mencapai persen dari kebutuhan daerah, rumah tangga miskin yang relatif masih tinggi, serta prevalensi status gizi kurang 3

19 dan buruk yang menunjukkan trend peningkatan (Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, 2009). Berdasarkan paparan di atas dirasa perlu untuk menghitung dan menganalisis besarnya anggaran yang dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Riau, dengan demikian dapat diketahui dukungan anggaran pemerintah daerah dalam rangka pembangunan ketahanan pangan Rumusan Masalah Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari sub sistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Dinamika dan kompleksitas ketahanan pangan menimbulkan berbagai permasalahan dan tantangan, serta potensi dan peluang yang terus berkembang yang perlu diantisipasi dan diatasi melalui ke~asama yang harmonis antar seluruh pihak terkait dalam mewujudkan ketahanan pangan. Permasalahan pangan yang akan mempengaruhi ketahanan pangan di Provinsi Riau merupakan masalah kompleks dan tidak bisa diselesaikan atau diatasi tanpa merumuskan, memilah dan menetapkan masalah tersebut secara spesifik yang memiliki nilai urgensi terhadap kepentingan daerah dan masyarakat. Sebagai daerah otonom, Provinsi Riau harus mampu mewujudkan kondisi ketahanan pangannya. Ditinjau dari kondisi wilayah, sosial dan ekonomi dikaitkan dengan konsep ketahanan pangan dapat dikatakan bahwa Provinsi Riau memiliki beban yang sangat berat karena dihadapkan pada beberapa permasalahan (Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, 2009), antara lain: 1. Terbatasnya lahan untuk budidaya pertanian khususnya tanaman pangan. Dari luas wilayah yang ada hanya 0,48 % ( Ha) yang merupakan lahan sawah. 2. Tingkat kemiskinan sangat tinggi, tahun 2008 jumlah rumah tangga miskin mencapai atau 15,29 %. 3. Tingkat kesejahteraan petani, yang dilihat dari Nilai Tukar Petani dalam periode mengalami penurunan sebesar 6,59 persen setiap tahunnya. 4. Pasokan pangan dari luar daerah mengalami peningkatan 4,23 persen setiap tahunnya. 4

20 5. Ketersediaan pangan dalam bentuk energi mengalami penurunan setiap tahunnya 1,01 persen, dan mutu konsumsi pang an penduduk relatif masih rendah. 6. Jumlah balita yang mengalami gizi kurang dan buruk pada tahun 2007 mencapai 14,41 persen (gizi kurang) dan 4,4 persen (gizi buruk). 7. Beberapa daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau berada pada wilayah rawan bencana banjir yang dapat mempengaruhi akses pangan masyarakat. 8. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah di sektor pertanian (52,0 persen, namun mayoritas usaha tani pada perkebunan (terutama komoditas sawit dan karet), sehingga ada rentang waktu yang relatif lama bagi petani untuk menikmati hasilnya. 9. Ketimpangan anggaran pendapatan belanja daerah antar Kabupaten/Kota cukup besar. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas seberapa besar peranan APBD yang tersedia untuk membiayai program dan kegiatan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan. Secara spesifik permasalahan yang ingin dijawab dalam konteks kebijakan anggaran dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Riau yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau. 2. Berapa besar porsi anggaran yang dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau. 3. Bagaimana ruang lingkup program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan anggaran pemerintah daerah dalam pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Riau. Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kondisi ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau 5

21 2. Menganalisis besaran alokasi anggaran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau? 3. Mengetahui dan merumuskan ruang lingkup program/ kegiatan dalam rangka pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau? 1.4. Keluaran Keluaran (output) yang diharapkan dari penelitian ini adalah gambaran alokasi anggaran untuk ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau dan ruang lingkup program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan yang kuat di Provinsi Riau Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau dalam menetapkan kebijakan anggaran yang tepat guna (cost effective) khususnya dalam rangka mendukung pembangunan ketahanan pangan di wilayah Provinsi Riau sehingga diharapkan dapat memantapkan ketahanan pangan. 6

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan Pada mulanya pengertian ketahanan pangan terfokus pada kondisi pemenuhan kebutuhan pangan pokok. Namun, berdasarkan kesepakatan pada International Food Submitt and International Conference of Nutrition 1992, pengertian ketahanan pangan dipertuas menjadi kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang, setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Pengertian ketahanan pangan yang terakhir ini bersifat holistik dan mengandung makna yang selaras dengan paradigma baru kesehatan. Makna yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu (dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi (pola pangan yang sesuai untuk hidup sehat, aktif dan produktif serta halal), dimensi keamanan pangan (kesehatan) dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan) (FAO, 1997). Menurut UU No 7 Tahun 1996 pasal 45, ketahanan pangan yang dimaksud adalah kondisi kecukupan pangan baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk mewujudkan ketahanan pangan tersebut, maka dalam Pasal 46 dijelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam: (1) menyelenggarakan, membina dan atau mengkoordinasikan berbagai upaya atau kegiatan dalam mewujudkan cadangan pangan nasional, (2) menyelenggarakan, mengatur dan atau mengkoordinasikan berbagai upaya atau kegiatan yang dalam rangka penyediaan, pengadaan dan atau penyaluran pangan tertentu yang bersifat pokok, (3) menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan mutu pangan nasional dan penganekaragaman pangan, (4) mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangi gejala kekurangan pangan, keadaan darurat dan atau spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan. Sementara itu, Peraturan Pemerintah nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menggariskan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta 7

23 tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sementara Tjahyadi (2002) menjabarkan bahwa ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil ke~a sistem ekonomi pangan yang terdiri dari sub sistem penyediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Pembangunan sub sistem penyediaan mencakup pengaturan dan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan baik produksi domestik, cadangan maupun impor. Pembangunan sub sistem distribusi mencakup pengaturan untuk aksesibilitas penduduk secara fisik dan ekonomis terhadap pangan antar waktu, serta stabilitas harga pangan strategis. Pembangunan sub sistem konsumsi mencakup pengelolaan pangan di tingkat daerah maupun rumah tangga, untuk menjamin setiap individu memperoleh pangan dalam jumlah, mutu gizi, keamanan dan keragaman sesuai kebutuhan dan pilihannya. Ketiga sub sistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan, budaya, permodalan dan teknologi. Proses pembangunan ketahanan pangan ini digerakkan oleh kekuatan masyarakat dalam usaha agribisnis pangan yang ditopang oleh fasilitas pemerintah. Partisipasi masyarakat dimulai dari proses produksi, industri pengolahan, pemasaran dan jasa-jasa pelayanan di bidang pangan. Sedangkan fasilitas pemerintah diimplementasikan melalui kebijakan ekonomi makro dan perdagangan, pelayanan, pengaturan, penyediaan sarana dan prasarana serta intervensi atas kegagalan pasar untuk mendorong terciptanya pangan agribisnis yang berkeadilan. Ketahanan pangan akan tercapai apabila setiap sistem berjalan secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh stakeholders disertai dengan dukungan penuh dari pemerintah dalam mengambil kebijakan yang mendukung semua pihak tanpa mengutamakan kepentingan salah satu pihak (Hafsah, 2006). Dengan demikian ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub sistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja masing-masing sub sistem tersebut tercermin dari stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga (Dewan Ketahanan Pangan Nasional, 2006). Lebih lanjut Suryana (2003) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ketiga sub sistem ketahanan pangan tersebut perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan 8

24 produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan sebagainya. Di samping itu pertu didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan. Ketahanan pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku (stakeholder) seperti produsen, pengolah, pemasar dan konsumen yang dibina oleh berbagai institusi sektoral, sub sektoral serta dipengaruhi interaksi antar wilayah. Output yang diharapkan dari pembangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak azasi manusia akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional. Maxwell dan Smith (1997) mengatakan bahwa ketahanan pangan menunjukkan adanya akses setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan setiap waktu. Hal ini berarti ketahanan pangan memiliki empat dimensi yaitu : a) kecukupan pangan, yang ditunjukkan oleh tingkat kecukupan energi untuk aktif dan hidup sehat, b) akses pangan, yang berarti adanya kemampuan untuk memproduksi, membeli pangan maupun menerima pemberian pangan, c) jaminan, yaitu adanya jaminan untuk memperoleh cukup pangan dan d) waktu, yaitu adanya jaminan untuk memperoleh cukup pang an secara berkelanjutan. Frankenberger (1997) menyatakan bahwa dua kelompok indikator ketahanan pangan yaitu indikator proses, menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan oleh ketersediaan (produksi pertanian, iklim akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengolahan lahan) dan akses pangan (sumber pendapatan, akses terhadap modal ) serta indikator dampak meliputi indikator langsung (konsumsi dan frekuensi pangan) maupun tak langsung (penyimpanan pangan dan status gizi) Kebijakan dan Program Ketahanan Pangan Kebijakan merupakan penjabaran secara normatif komitmen pemerintah dalam pembangunan sehingga menjadi acuan tindakan suatu organisasi dalam mencapai tujuan (Martianto et a/., 2007). Menurut Bappenas (2003), kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan. Dokumen kebijakan terkait ketahanan pangan pada tingkat pusat tertuang dalam RPJM , KUKP dan Renstra Departemen Pertanian dan di tingkat daerah pada Renstra Provinsi/Kabupaten. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM) menyebutkan bahwa untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan 9

25 ketahanan pangan sampai di tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan pangan nasional, dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut adafah: 1) pengamanan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara lain melalui pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intensifikasi, serta optimalisasi dan pertuasan areal pertanian, 2) peningkatan distribusi pangan, melalui penguatan kapasitas kelembagaan pangan dan peningkatan infrastruktur pedesaan yang mendukung sistem distribusi pangan, untuk menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan, 3) peningkatan pascapanen dan pengolahan hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi pertanian untuk menurunkan kehilangan hasil, 4) diversifikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah dan sayuran, perekayasaan sosial terfladap pola konsumsi masyarakat menuju pofa pangan dengan mutu yang semakin meningkat, dan peningkatan minat dan kemudahan konsumsi pangan alternatif/pangan lokal, 5) pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, melalui peningkatan bantuan pangan kepada keluarga miskin/rawan pangan, peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan dan pengembangan sistem antisipasi dini terhadap kerawanan pangan. Berdasarkan Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) , kebijakan ketahanan pangan terdiri dari em pat bel as kebijakan yaitu: 1) menjamin ketersediaan, 2) menata pertahanan dan tata ruang wilayah, 3) mengembangkan cadangan pangan, 4) mengembangkan sistem distribusi cadangan pangan, 6) meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan, 9) mencegah dan menangani keadaan rawan pangan dan gizi, 10) memfasilitasi penelitian dan pengembangan, 11) meningkatkan peran serta masyarakat, 12) melaksanakan kerjasama internasional, 13) mengembangkan sumberdaya man usia, 14) kebijakan makro dan perdagangan kondusif. Tujuan program ketahanan pangan yang terdapat dalam rencana pembangunan pertanian adalah untuk memfasilitasi te~aminnya masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat dan halal. Untuk mencapai tujuan di atas, program meningkatkan ketahanan pangan dijabarkan lebih lanjut ke dalam beberapa sub program, yaitu: (1) peningkatan produksi dan ketersediaan pangan, (2) pengembangan disversifikasi produksi dan konsumsi pangan, (3) penerapan standar kualitas dan keamanan pangan, (4) penurunan tingkat kerawanan pangan, (5) pengembangan dan diseminasi 10

26 inovasi pertanian mendukung ketahanan pangan, dan (6) pengembangan manajemen pembangunan ketahanan pangan. Menurut Martianto et a/. (2007), di beberapa daerah mempunyai kebijakan yang berbeda, antara lain : Bali (penganekaragaman pangan merupakan bagian budaya dan agama), Jawa Timur (memprioritaskan pemenuhan protein ternak dan ikan), Kalimantan Selatan (mengutamakan peningkatan kapasitas kelembagaan diversifikasi pangan), Jawa tengah dan Lampung (penganekaragaman pangan melalui pengembangan pangan lokal). Ketahanan pangan tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan pangan daerah dan nasional. Berdasarkan pemahaman tersebut maka salah satu prioritas utama pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan masyarakat agar mereka mampu menanggulangi masalah pangannya secara mandiri serta mewujudkan ketahanan pangan rumah tangganya secara berkelanjutan. Menurut Suryana (2002), penyempurnaan arah dan pendekatan pembangunan ketahanan pangan perlu dilakukan, melalui pengembangan paradigma baru pembangunan ketahanan pangan. Pergeseran paradigma tersebut dicerminkan dalam rumusan sebagai berikut : 1) pendekatan pengembangan: dari ketahanan pangan pada tataran makro/agregat menjadi ketahanan pangan rumah tangga, 2) pendekatan manajemen pembangunan : dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi, 3) pelaku pembangunan : dari dominasi pemerintah menjadi dominasi peran masyarakat, 4) fokus pengembangan komoditas : dari beras menjadi komoditas pangan dalam arti luas, 5) kete~angkauan rumah tangga atas pangan : dari penyediaan pangan murah menjadi peningkatan daya beli, 6) perubahan perilaku keluarga terhadap pangan : dari sadar kecukupan pangan menjadi sadar kecukupan gizi. Strategi pemantapan ketahanan pangan tersebut diterapkan melalui kebijakan operasional pembangunan ketahanan pangan sebagai berikut : 1) pengembangan produksi dan ketersediaan pangan : a) pemeliharaan dan peningkatan kapasitas produksi pangan nasional, b) peningkatan produksi pangan domestik meliputi volume, kualitas dan keragamannya, c) pengembangan teknologi untuk peningkatan produktivitas usaha masyarakat, d) peningkatan kemampuan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengadaan dan pengelolaan cadangan pangan, e) pemanfaatan wahana 11

27 perdagangan internasional, f) peningkatan efisiensi sistem distribusi pangan; 2) pengelolaan terhadap permintaan pangan : a) pengembangan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang, b) peningkatan penghasilan dan daya beli masyarakat. Secara lebih spesifik tujuan pembangunan ketahanan pangan yang ditetapkan dalam KUKP adalah memperkuat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta tingkat makro/nasional, sebagai berikut: 1. Mempertahankan ketersediaan energi per kapita minimal Kkal/hari, dan penyediaan protein per kapita minimal 57 gram/hari. 2. Meningkatkan konsumsi pangan per kapita untuk memenuhi kecukupan energi minimal Kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari. 3. Meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan pola skor Pola Pangan Harapan (PPH) minimal 80 (padi-padian 275 gram, umbi-umbian 100 gram, pangan hewani 150 gram, kacang-kacangan 35 gram, sayur dan buah 250 gram. 4. Meningkatkan keamanan, mutu dan hygiene pangan yang dikonsumsi masyarakat. 5. Meningkatkan kemandirian pangan melalui pencapaian swasembada beras berkelanjutan, swasembada jagung pada tahun 2007, swasembada gula tahun 2009 dan swasembada daging sapi tahun 2014, serta meminimalkan impor pang an utama yaitu lebih rendah 10% dari kebutuhan nasional. 6. Meningkatkan rasio lahan per orang (land man ratio) melalui penetapan lahan abadi beririgasi minimal15 juta Ha dan lahan kering minimal 15 juta Ha. 7. Meningkatkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah daerah dan masyarakat. 8. Meningkatkan jangkauan distribusi dan pemasaran pangan ke seluruh daerah. 9. Meningkatkan kemampuan nasional dalam menggali, mengantisipasi dan menangani secara dini serta dalam melakukan tanggap darurat terhadap masalah kerawanan pangan dan gizi Pengelolaan Keuangan Daerah Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, mempunyai konsekuensi 12

28 logis yang menyebabkan terjadinya perubahan yang mendasar pada manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut mengarah perlunya dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran. Mardiasmo (2002), selanjutnya menegaskan bahwa budgeting reform adalah perubahan dari traditional budget ke performance budget. Traditional budget didominasi oleh penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya berdasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas angaran baru. Makin kuatnya tuntutan aspirasi masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan dan akuntabilitas publik, maka penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah diharapkan berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Dengan performance budget maka kine~a tersebut harus mencerminkan pada efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Menurut Elmi (2002) prinsip pengelolaan keuangan daerah memiliki standar, misalnya untuk perencanaan: 1) berdasarkan suatu strategic planning, 2) anggaran berbasis kinerja/performance Based Budgeting (PBB) dan mengikuti Government Financial Statistic (GFS). Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mudah dilakukan. Pada sisi yang lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja. APBD merupakan sebuah instrumen kebijakan yang sangat penting artinya bagi banyak pihak. APBD sangat penting bagi Pemerintah Daerah karena menyangkut sumber dana operasional Pemerintah Daerah. APBD sangat penting bagi pembangunan karena mengatur prioritas dan alokasi dana pembangunan di daerah. APBD sangat penting bagi rakyat karena di dalamnya juga nasib rakyat bergantung. APBD dalam bentuk yang sangat sederhana harus dapat menggambarkan kondisi keuangan daerah, meliputi informasi tentang 13

29 pendapatan, belanja dan pembiayaan. Dengan demikian anggaran daerah dapat dijadikan sebagai instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Besarnya alokasi anggaran pengeluaran untuk pengeluaran rutin maupun untuk pengeluaran pembangunan dengan jumlah total anggaran maka dapat diketahui dengan analisis model Comparative Budget Statement (CBS). Perbandingan tersebut dilakukan secara horizontal dan vertikal pada komnponen pengeluaran APBD. Analisis CBS horizontal dapat digunakan untuk menganalisis dengan membandingkan antara realisasi APBD tahun sebelumnya dengan APBD pada tahun terakhir. Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan-perubahan yang te~adi pada APBD, sehingga hasil yang diperoleh dapat menggambarkan apakah selama tahun pengamatan terjadi kenaikan atau penurunan anggaran pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Perkembangan anggaran pengeluaran dari tahun ke tahun dapat diketahui dengan menggunakan tiga ukuran yaitu absolut, relatif dan rasio. Analisis CBS horizontal secara absolut adalah selisih antara tahun terakhir penelitian dan tahun awal penelitian. CBS horizontal secara rasio merupakan suatu nilai perbandingan antara tahun terakhir penelitian dan tahun awal penelitian. Analisis CBS vertikal yang mana tujuannya untuk dapat mengukur posisi masing-masing pos dalam APBD sehingga dapat melihat proporsi atau persentase dari hasil analisis tersebut. Dengan demikian gambaran pergerakan anggaran pengeluaran baik untuk rutin maupun pembangunan dari tahun ke tahun dapat diketahui berapa besarnya tiap-tiap pas dalam APBD tersebut Peran Pemerintah dalam Membangun Ketahanan Pangan Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, daerah mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditingkatkan guna memenuhi kehidupan masyarakat yang diwujudkan antara lain dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan dan pangan), fasilitas sosial, fasilitas yang layak, penyediaan infrastruktur dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. 14

30 Menurut Amidhan (2005), pemerintah harus proaktif untuk memperkuat akses dan pendayagunaan sumberdaya oleh masyarakat serta cara untuk menjamin kehidupan mereka dan kapan saja seorang individu atau kelompok tertentu ternyata tidak mampu (unable) mengakses bahan pangannya yang layak karena di luar kemampuannya, maka Negara berkewajiban menyediakan bahan pangan yang layak secara langsung, kewajiban tersebut disebut dengan konsep minimum care obligation (kewajiban inti minimum). Minimum care obligation tersebut harus dilaksanakan tanpa diskriminasi, bukan hanya pada tingkat implementasinya tetapi juga pada tingkat kebijakan. Lebih lanjut Amidhan (2005) menjelaskan bahwa besar kecilnya alokasi anggaran untuk pemenuhan hak atas pangan yang layak berkorelasi dengan kesungguhan pemerintah untuk memenuhi kewajiban inti minimumnya (minimum care obligation). Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Dalam mendorong keikutsertaan masyarakat dlam penyelenggaraan ketahanan pangan dapat dilakukan dengan : 1) memberikan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketahanan pangan, 2) membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan, 3) meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, 4) meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan. Dalam rangka melaksanakan strategi/pendekatan kebijakan dan pencapaian sarana pembangunan ketahanan pangan, pemerintah berperan dalam memfasilitasi penciptaan kondisi yang kondusif bagi masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam pembangunan ketahanan pangan. Menurut Suryana (2001) upaya penciptaan tersebut dapat dilaksanakan melalui : 1) penerapan kebijakan makro ekonomi yang kondusif, menyangkut suku bunga, niklai tukar, perpajakan, investasi prasarana publik, peraturan perundangan, dan intervensi kegagalan pasar, 2) peningkatan kapasitas produksi nasional melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berbasis kepada komoditas pertanian bahan pangan, dengan mengoptimalkan sumberdaya alam nasional, efisiensi teknologi spesifik lokasi, dan mengembangkan manajemen serta prasarana ekonomi untuk menghasilkan produk-produk pangan yang berdaya saing, 3) penanganan simpul-simpul kritis dalam pelayanan publik seperti : 15

31 sistem mutu, informasi pasar agribisnis, ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan, transportasi, pendidikan dan pelatihan manajemen, kemitraan usaha agribisnis, pemupukan cadangan pangan masyarakat dan pemerintah, pendidikan gizi dan pengelolaan konsumsi, penerapan sistem mutu dan perlindungan konsumen dari bahaya akibat mengkonsumsi pangan, 4) peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat agar mampu dan mandiri untuk mengenali potensi dan kemampuan, alternatif peluangnya, dan mampu mengambil keputusan terbaik untuk mengembangkan usahanya secara berkelanjutan dalam suatu perekonomian yang mengikuti azas mekanisme pasar yang berkeadilan. Dalam kerangka mematuhi azas-azas desentralisasi, pemerintah pusat dan provinsi membagi perannya sesuai peraturan yang berlaku, khususnya pada urusan-urusan yang bersifat lintas daerah, serta membantu pemerintah daerah sesuai permintaan. Pemerintah kabupaten melaksanakan perannya sesuai kewenangan otonominya, namun tetap dalam kerangka sistem yang lebih luas Kerangka Pemikiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan urusan wajib. undangundang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak azasi setiap rakyat Indonesia, oleh sebab itu pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Masyarakat berperan menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi. Pembangunan ketahanan pangan sesuai amanat Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi rumah tangga, dalam jumlah cukup, mutu dan gizi yang layak aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Menurut Murtianto et at. (2007), komitmen pemerintah dalam fasilitasi pembangunan terdapat dalam berbagai konstitusi, legislasi, regulasi maupun dokumen kebijakan 16

32 pembangunan, komitmen tersebut merupakan salah satu bentuk jaminan legal dan normatif pemenuhan hak individu yang berada pada suatu negara/daerah untuk hidup dan memperoleh kehidupan yang layak. Komitmen pemerintah dalam pembangunan tercermin antara lain dari komposisi Aggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang menggambarkan bidang prioritas dalam pembangunan daerah. Anggaran daerah dengan demikian berfungsi sebagai managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan pembangunan daerah. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan dan gizi di suatu daerah dipengaruhi oleh kebijakan ketahanan pangan dan gizi yang ditetapkan oleh pemerintah dan dijabarkan dalam program-program dan kegiatan-kegiatan ketahanan pangan dan gizi. Program ketahanan pangan dan gizi, terdiri dari program ketahanan pangan dan gizi (secara langsung terkait dengan komponen ketahanan pangan yaitu meliputi sub sistem ketersediaan, distribusi, konsumsi dan status gizi) dan program yang terkait terhadap ketahanan pangan dan gizi (secara tidak langsung terkait komponen ketahanan pangan dan gizi). Keberhasilan kedua program tersebut dipengaruhi oleh adanya kebijakan anggaran dalam melaksanakan kegiatan yang terkait langsung dengan ketahanan pangan ataupun kegiatan yang tidak langsung terhadap ketahanan pangan dan gizi. Kebijakan anggaran merupakan bagian panting dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi, karena kebijakan anggaran berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan dan gizi tersebut. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian kajian kebijakan anggaran dalam rangka mendukung pembangunan ketahanan pangan disajikan pada Gambar 1. 17

33 Ketahanan Pangan (Urusan Wajib) ~ Komitmen Pemerintah (Kebijakan APBD) + + P1nerimaan (APBD) Pengeluaran/belanja (APBD) I + + Rutin (Aparatur) Pembangunan (Publik) 1 Anggaran Ketahanan Pangan dan Gizi + + Anggaran Kegiatan Ketahanan Pangan dan Gizi (Langsung) Anggaran Kegiatan Terkait Ketahanan Pangan dan Gizi (Tidak Langsung) Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian 18

34 Ill. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Provinsi Riau yakni di kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan : 1) Kabupaten lndragiri Hilir merupakan daerah sentra produksi pangan utama di Provinsi Riau, dan kota Pekanbaru merupakan daerah non sentra produksi pangan, 2) Persentase rumah tangga miskin, 3) Prevalensi gizi buruk dan kurang, 4) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, 5) Kabupaten/Kota yang belum mengalami pemekaran kembali. Dengan pertimbangan tersebut penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mengambil suatu kebijakan khususnya dalam melaksanakan program/kegiatan yang berkaitan langsung terhadap pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Riau. Penelitian ini bertangsung selama 10 bulan, dimulai bulan Februari 2010 sampai dengan bulan November Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah retrospektif dengan memanfaatkan data-data yang tersedia. Penelitian ini dilakukan dengan mengolah data dari berbagai instansi yang terkait dengan ketahanan pangan/anggota Dewan Ketahanan Pangan kabupaten/kota di lokasi penelitian Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data skunder dan primer. Jenis data sekunder yang dipergunakan antrara lain : Peraturan Perundangan terkait ketahanan pangan, KUKP , Butir-butir kesepakatan DKP 2007, dan Peraturan Daerah kabupaten/kota lokasi penelitian tentang APBD tahun anggaran 2005 sampai 2009, seperti pada Tabel 3.1. Sedangkan data primer yang dikumpulkan berkenaan dengan permasalahan dalam proses pengalokasian anggaran yang terkait dengan ketahanan pangan masing-masing satuan ke~a di kabupaten/kota lokasi penelitian. Data diperoleh dari wawancara mendalam dengan informasi kunci dan responden menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan). 19

35 Tabel 3.1. Jenis, Sumber dan Cara Pengumpulan Data No. Jenis Data Sumber Data Cara Pengumpulan 1. APBD Perda APBD ( Bagian Pencatatan APBD Hukum, Keuangan yang terkait dengan Setdakab) penerimaan dan pengeluaran Tahun Ruang lingkup Peraturan Pencatatan ruang pembangunan Perundangan, Butirlingkup yang terkait ketahanan pangan butir kesepakatan dengan pembangunan DKP& KKUP dari BKP ketahanan pangan dan Bappeda 3. Program/kegiatan Dinas/lnstansi terkait Pencatatan yang berkaitan dengan ketahanan pangan Program/kegiatan ketahanan pangan dan yang berkaitan jumlah anggaran dengan ketahanan pangan tahun 2008 sampai Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif atau menggambarkan keadaan nyata yang terjadi pada sampel yang diamati dengan dasar pada pemahaman konsepsi serta pandangan atas teori yang terkait, dengan tahapan sebagai berikut : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota Untuk mengetahui besarnya penerimaan dan pengeluaran APBD tiaptiap program/kegiatan dapat dilakukan dengan membandingkan antara pengeluaran pembangunan dengan total jumlah anggaran, dengan menggunakan analisis Comparative Budget Statement (CBS). Di dalam mengkaji perbandingan perkembangan anggaran pengeluaran dari tahun ke tahun dalam APBD dengan menggunakan CBS horizontal dengan tiga ukuran yaitu absolut, relatif dan rasio sedangkan CBS vertikal digunakan untuk mengkaji perbandingan posisi rata-rata dari masing-masing pas belanja dalam APBD. Apabila CBS HORIZONTAL SECARA ABSOLUT (Ab) dan relatif (R1) bertanda negatif menunjukkan terjadinya penurunan dan sebaliknya, sedangkan jika CBS horizontal secara rasio (Ro) kurang dari satu menunjukkan terjadinya penurunan dan sebaliknya (Widodo, 1990). Untuk CBS horizontal disesuaikan dengan variabel yang tersedia. 20

36 Adapun rumus yang digunakan dalam CBS horizontal adalah sebagai berikut : Absolut : Ab = Vx - Vx- 1 Relatif Vx- Vx -1 : R1 = -----x 100% Vx-1 Rasio Vx :Ro=-- Vx-1 Keterangan : Ab adalah CBS absolut R1 adafah CBS refatif Ro adalah CBS ratio Vx adalah variabel tertentu tahun x Vx- 1 adalah variabel tertentu tahun sebelumnya. Kemudian selanjutnya CBS vertikal yang digunakan untuk mengukur posisi masing-masing pos dalam APBD dengan jumlah tertentu pada APBD dafam persentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Pr V1 =----x100% Vt Pp V2 =----x100% Vt Keterangan : Pr adalah proporsi pengeluaran rutin Pp adafah proporsi pengefuatan pembangunan V1 adalah pengeluaran rutin V2 adafah pengefuaran pembangunan Vt adalah variabel tertentu pengeluaran rutin atau pengefuaran pembangunan. 21

37 b. Penetapan Ruang Lingkup Program dan Kegiatan Dalam Rangka Pembangunan Ketahanan Pangan dan Gizi. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan berbagai dokumen peraturan perundangan dan kebijakan terkait ketahanan pangan kesepakatan Bupati atau Walikota pada pertemuan regional Dewan Ketahanan Pangan (DKP) tahun 2007, KUKP, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG) lnformasi tersebut diidentifikasi dan dianalisis dengan metode Content Analysis untuk menetapkan ruang lingkup program dan kegiatan dalam rangka pembangunan ketahanan pangan. c. Analisis Anggaran Program dan Kegiatan Untuk Mengetahui Besaran dan Alokasi Anggaran Pembangunan Ketahanan Pangan. Data sekunder yang diperoleh dari Perda APBD tahun dianalisis dengan menggunakan metode Content Analysis (Analisis isi). Analis isi adalah penelitian yang bersifar pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang mempelopori teknik simbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam melakukan analisis isi untuk mengetahui anggaran program/kegiatan ketahanan pangan, maupun program/kegiatan yang terkait dengan ketahanan pangan adalah sebagai berikut : 1) identifikasi program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan dan program/kegiatan terkait dengan pembangunan ketahanan pangan berdasarkan data yang terdapat pada Perda APBD Tahun anggaran , 2) pembuatan kategori sesuai dengan program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang telah ditetapkan, 3) interpretasi/penafsiran data yang diperoleh (terkait dengan program/kegiatan, jumlah dan alokasi anggaran). Dari analisis isi akan diperoleh total anggaran pembangunan ketahanan pangan pada tiap tahun anggaran dari tahun , sehingga dapat terlihat kebijakan anggaran untuk pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten/Kota lokasi penelitian. Secara ringkas metode pengumpulan dan analisa data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

38 Tabel 3.2. Matriks Set Penelitian lmplementasi Kebijakan Anggaran Daerah Dalam Pembangunan Ketahanan Pangan di Provinsi Riau NO TUJUAN VARIABEL DATA YANG DIKUMPULKAN JENIS DAN OLAH DAN ANALISIS DATA SUMBER DATA (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Mengidentifikasi kondisi - Ketersediaan - Produksi Pangan Data Sekunder; Dinas Laju Pertumbuhan, Deskriptif ketahanan pangan di Kabupaten Pang an - Harga Pangan I instani terkait lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru - Distribusi Pangan - Konsumsi Energi dan ketahanan Pangan Provinsi Riau - Konsumsi Pangan Protein Sekunder Perda - Status Gizi - Status Gizi Balita 2. Menganalisis besaran alokasi - Program ketahanan Jumlah dan alokasi Dinas/lnstansi terkait Content Analysis, deskriptif anggaran pemerintah dalam pangan anggaran meliputi aspek : ketahanan pangan mendukung pembangunan - Kegiatan ketahanan - Ketersediaan pangan ketahanan di Kabupaten lndragiri pang an - Distribusi pangan Hilir dan Kota Pekanbaru Provinsi Ketersediaan - Konsumsi pangan Riau pangan - Status Gizi - Jumlah dan Alokasi anggaran i I 3. Mengetahui dan merumuskan - Program ketahanan Program dan kegiatan Peraturan Content Analysis, deskriptif ruang lingkup program/ kegiatan pangan Ruang lingkup Perundangan, Butir- dalam rangka pembangunan - Kegiatan ketahanan pembangunan ketahanan butir kesepakatan ketahanan pangan. di Kabupaten pangan pangan: DKP& KKUP dari BKP lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru - Langsung dan Bappeda Provinsi Riau - Tidak langsung Meliputi aspek : - Ketersediaan pangan -Distribusi pangan -Konsumsi pangan -Status Gizi i

39 3.5. Defenisi Operasional Ketahanan pangan : kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pembangunan ketahanan pangan : suatu upaya pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral yang saling berkaitan, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara adil dan merata baik jumlah maupun mutu gizinya (dilihat dari bentuk program dan kegiatan). Program : serangkaian kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek yang terorganisasi dan diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan khusus (misalnya, program peningkatan produksi pertanian, program pelayanan kesehatan masyarakat dan program pemberantasan buta huruf). Kegiatan atau proyek : Suatu pelaksanaan pekerjaan yang terencana mencakup serangkaian keegiatan yang saling berkaitan terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan khusus, dengan sejumlah dana dan jangka waktu tertentu (kegiatan/proyek merupakan bagian dari suatu program). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) : rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Anggaran : rencana keuangan pemerintah dalam suatu waktu tertentu (biasanya dalam satu tahun mendatang) untuk membiayai tugas-tugas pemerintah di segala bidang. Kebijakan Penganggaran : rangkaian konsep dan azas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan yang lebih ditekankan pada anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan yang mendukung ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan di wilayah kabupaten/kota lokasi penelitian. Penerimaan Daerah : uang yang masuk ke kas daerah. Belanja rutin : pengeluaran yang dilakukan untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah aset atau kekayaan daerah. Belanja kegiatan rutin ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan, dan belanja lain-lain. 24

40 Belanja pembangunan : pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja rutin. Belanja pembangunan disusun sesuai dengan prioritas tuntutan dan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Anggaran program ketahanan dan gizi (program langsung) : rencana keuangan untuk membiayai serangkaian kegiatan-kegiatan atau proyekproyek yang terorganisasi dan diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan khusus yang langsung ke ketahanan pangan dan gizi (terkait pada ruang lingkup ketahanan pangan). Anggaran program terkait ketahanan pangan dan gizi (tidak langsung) : rencana keuangan untuk membiayai serangkaian kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek yang terorganisasi dan diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan khusus yang tidak langsung ke ketahanan pangan dan gizi namun terkait dan mendukung ketahanan pangan dan gizi (terkait dengan input dalam kerangka sistem ketahanan pangan). 25

41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Kabupaten lndragiri Hilir Letak dan Luas Wilayah Kabupaten lndragiri Hilir terdiri dari daratan dan perairan, dengan luas wilayah ±18.812,97 km 2 yang terletak di bagian selatan provinsi Riau pada posisi 0-36 Lintang Utara I 1-20' Lintang Selatan, Bujur Timur dan Bujur Timur, dengan panjang garis pantai adalah 339,5 km dan luas perairan laut meliputi km 2 Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Pelalawan, Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten lndragiri Hulu, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau (Gambar 4.1) (BPS Kabupaten lndragiri Hilir, 2009). Berdasarkan letak dan posisinya yang strategis, keberadaan Kabupaten lndragiri Hilir di Pantai Timur Sumatera memiliki prospek yang cukup tinggi bagi pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi, karena posisinya yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti Batam dan Karimun, serta berada di wilayah perairan yang mampu mengakses berbagai wilayah dalam maupun luar negeri. Topografi kabupaten lndragiri Hilir merupakan daerah dataran rendah yaitu daerah endapan sungai, daerah rawa- rawa dengan tanah gambut dan daerah lautan payau dan pulau-pulau yang kesemuanya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut/sungai/parit. Sungai merupakan sarana perhubungan yang utama untuk menjangkau daerah-daerah di kabupaten lndragiri Hilir. Hampir 80 persen dari total wilayah kabupaten lndragiri Hilir terdiri dari tanah gam but yang mempunyai ketebalan lebih dari 100 em (Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Kabupaten lndragiri Hilir, 2009). Pada tahun 2009 kabupaten lndragiri Hilir memiliki 20 Kecamatan yang terdiri dari 18 kelurahan dan 175 desa. Kecamatan Mandah memiliki luas wilayah yang terbesar, yakni dengan luas 1.479,24 Km 2 atau 12,75 persen dari total luas kabupaten lndragiri Hilir, diikuti kecamatan Gaung dan Tanah Merah Sedangkan kecamatan Sungai Satang mempunyai luas wilayah paling kecil (1,26 persen). Jumlah desa/ kelurahan terbanyak berada di kecamatan Sungai Satang

42 yakni sebanyak 15 desa/kelurahan, kemudian diikuti oleh kecamatan Kempas dan Concong. Jumlah kecamatan yang memiliki desa/kelurahan yakni kecamatan Gaung (BPS Kabupaten lndragiri Hilir, 2009).... Kabupaten Gambar 4.1. Daerah Administrasi Kabupaten lndragiri Hilir Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk kabupaten lndragiri Hilir pada akhir tahun 2008 adalah jiwa, yang terdiri atas laki-laki jiwa (50,4 persen) dan jiwa perempuan (49,6 persen), dengan jumlah rumah tangga RT. Ratarata kepadatan penduduk per km 2 sebanyak 80 jiwa. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Tembilahan mencapai jiwa, dan yang terkecil di kecamatan Sungai Satang dengan jumlah penduduk jiwa (BPS Kabupaten lndragiri Hilir, 2009). Penyebaran penduduk di kabupaten lndragiri Hilir tidak merata, sehingga kepadatan penduduk per kilometer bervariasi di setiap kecamatan. Penduduk 27

43 yang terdapat di kecamatan Tembilahan yang mencapai 231 jiwa per km 2 sedangkan penduduk yang masih jarang terdapat di kecamatan Kemuning yakni 29 jiwa per km 2 Sedangkan rata-rata jiwa setiap rumah tangga berkisar antara 4 dan 5 jiwa setiap rumah tangga (BPS Kabupaten lndragiri Hilir, 2009). Bidang pertanian merupakan mata pencaharian utama penduduk di Kabupaten lndragiri Hilir, sehingga sektor ini memberikan persentase sumbangan PDRB terbesar terhadap struktur perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di kabupaten lndragiri Hilir. Pada taflun 2005 jumlah perlduduk yang beke~a pada sektor pertanian (pertanian/perkebunan/kehutanan) mencapai 67,22 persen. Bila dilihat dari sisi persentase penduduk umur 10 tahun keatas yang beke~a di sektor pertanian tersebut, ternyata 21,9 persen bekerja sebagai petani tanaman pangan, 33,81 persen perkebunan, 2,6 persen nelayan dan 0,73 persen peternak (BPS Kabupaten lndragiri Hilir, 2009) Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Kualitas penduduk dapat dicirikan oleh tingkat pendidikannya, baik pendidikan formal maupun non formal. Kondisi sumber daya manusia di Kabupaten lndragiri Hilir pada umumnya masih rendah, hal ini dapat dilihat dari komposisi tingkat pendidikan masyarakat dimana 58,2 persen berpendidikan tingkat SO dan SL TP (BPS Provinsi Riau, 2009) Tingkat kesejahteraan masyarakat, dapat diukur dari kesejahteraan penduduk atau rumah tangga yang ada. Tingkat kesejahteraan penduduk dan rumah tangga Kabupaten lndragiri Hilir pada tahun 2008 relatif rendah, hal ini dapat dilihat masih tingginya persentase rumah tangga miskin di Kabupaten lndragiri Hilir yang persen, atau paling tinggi di antara rumah tangga miskin di Provinsi Riau (BPS dan Balitbang Riau, 2008). Persentase rumah tangga miskin terbesar terdapat di kecamatan Concong yakni mencapai 46,07 persen kemujdian diikuti kecamatan Teluk Belengkong sebanyak 43,60 persen. Sedangkan kecamatan yang memiliki rumah tangga miskin yang relatif sedikit adalah kecamatan Kateman (21,03 persen), kemudian diikuti oleh Kecamatan Mandah (21,28 persen). Kecamatan Tembilahan sebagai ibukota kabupaten relatif masih memiliki jumlah rumah tangga miskin yang cukup tinggi yakni 25,16 persen (Tabel4.1). 28

44 Tabel 4.1. Luas Daerah, Jumlah Penduduk, Persentase Rumah Tangga Miskin di Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2008 No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Rumah Penduduk Tangga (Jiwa) (RT) Persentase Penduduk RT Miskin Miskin 1 Keritang ,610 15, Kemuning ,278 3, Reteh ,054 12, Sungai Satang ,665 3, Enok ,259 9, Tanah Merah ,679 7, Kuala lndragiri ,550 4, Concong ,620 3, Tembilahan ,324 15, Tembilahan Hulu ,985 8, Tempuling ,144 7, Kempas ,956 7, Satang Tuaka ,140 5, Gaung Anak Serka ,735 5, Mandah ,359 7, Gaung ,422 10, Kate man ,288 10, Pelangiran ,717 7, Teluk Belengkong ,095 4, Pulau Burung ,934 8, Jumlah Sumber : - BPS Kabupaten lndragiri Hi fir (2009) - BPS dan Balitbang Provinsi Riau (2008) Jenis Penggunaan Lahan/Tanah Dari luas wilayah daratan Kabupaten lndragiri Hilir yaitu seluas Ha, penggunaan yang paling luas pada tahun 2009 adalah untuk perkebunan yaitu seluas Ha. Lahan yang berpotensi untuk sawah pasang surut seluas Ha. Dari luas sawah tersebut, masih terdapat sawah seluas Ha atau 31,41 persen sementara yang tidak diusahakan. Dari total lahan sawah yang dimanfaatkan untuk tanaman padi, baru 884 ha atau 2,86 persen ditanami 2 kali dalam satu tahun, dan terdapat 812 Ha sawah yang tidak ditanami padi. Penggunaan lahan bukan sawah /tanah kering di kabupaten lndragiri Hilir, persentase terbesar digunakan untuk perkebunan seluas Ha 29

45 (54,11 persen dan hutan negara yakni sebesar Ha (20.26persen), dan tegal/kebun seluas Ha (5,97 persen) (DinasTanaman Pangan, Hortikultura dan Petemakan Kabupaten lndragiri Hilir, 2009). Kondisi penggunaan tanah di kabupaten menunjukkan, bahwa masih terdapat potensi dan peluang untuk meningkatkan produktivitas pertanian Kota Pekanbaru Letak dan Luas Wilayah. Kota Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau yang tertetak antara Bujur Timur dan Untang Utara. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Siak, sebelah selatan dengan Kabupaten Kampar dan Pelalawan, sebelah timur dengan kabupaten Siak dan Pelalawan dan sebelah Barat dengan Kabupaten Kampar (Gambar 4.2). K o t a PEKA BARU Gambar 4.2. Daerah Administrasi Kota Pekanbaru \ 30

46 Kota Pekanbaru mempunyai luas wilayah 632,26 km 2 atau 0,78 persen dari luas Provinsi Riau, dengan 12 kecamatan dan 58 kelurahan (BPS Kota Pekanbaru 2009). Kecamatan Tenayan Raya merupakan kecamatan yang terluas atau sekitar 27,1 persen dan total luas kota Pekanbaru. Sedangkan kecamatan yang paling kecil wilayahnya adalah kecamatan Pekanbaru Kota yaitu seluas 2,26 km 2 atau hanya 0,36 persen dari luas kota Pekanbaru (BPS Kota Pekanbaru, 2009). Kota Pekanbaru baru memiliki topografi yang relatif datar, dengan struktur tanah pada umumnya terdiri dari jenis aluvial dengan pasir, pada bagian pinggiran kota pada umumnya terdiri dari jenis tanah organosol dan humus yang merupakan rawa-rawa yang bersifat asam. Di samping itu kota Pekanbaru dibelah oleh sungai siak yang mengalir dari barat ke timur, yang merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk kota pada tahun 2008 berjumlah jiwa, yang terdiri dari laki-laki jiwa (50, 11 persen) dan perempuan jiwa (49.89 persen). Bila dibanding jumlah penduduk tahun 2007, yakni jiwa, jumlah penduduk pada tahun 2008 mengalami pertambahan sebesar 2.48 persen. Jumlah penduduk terbesar terdapat di kecamatan Marpoyan Damai dan terkecil di kecamatan Sail (Tabel 4.2). Sedangkan kepadatan penduduk terbesar adalah di kecamatan Sukajadi yakni jiwa setiap km2, sedangkan yang terkecil di kecamatan Rumbai yaitu 398 jiwa setiap km2 (BPS Kota Pekanbaru, 2009). Lapangan ke~a yang paling banyak diminati oleh penduduk adalah sektor perdagangan (34,42 persen) dan jasa (26,24 persen). Sedangkan jumlah penduduk yang mempunyai mata pencaharian pada sektor pertanian mencapai 2,75 persen. Sektor pertanian yang dominan dikembangkan adalah komoditi palawija, sayuran dan tanaman hias, petemakan dan perikanan darat (BPS Kota Pekanbaru, 2009) Pendidikan dan Tingkat Kesejahteraan Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh sebab itu berhasil atau tidaknya pembangunan suatu daerah banyak dipengaruhi oleh tingka pendidikan penduduknya. Dan tingkat pendidikan suatu 31

47 daerah menggambarkan kualitas sumberdaya manusia yang ada di daerah tersebut. Tingkat pendidikan penduduk di kota Pekanbaru relatif sudah baik, hal ini mengingat pada tahun 2008, persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang telah menamatkan SL TA mencapai 37,32 persen, dan 13,87 persen menamatkan akademi dan perguruan tinggi, sedangkan penduduk yang tidak memiliki ijazah dan tamat Sekolah Dasar hanya tinggal 29,03 persen (BPS Kota Pekanbaru, 2009). Tingkat kesejahteraan penduduk daerah dapat pula digambarkan dari jumlah penduduk miskin yang ada di daerah tersebut. Jumlah penduduk miskin di kota Pekanbaru pada tahun 2008 mencapai 8,70 persen dan rumah tangga miskin mencapai 8,78 persen. Jumlah penduduk miskin tersebut relatif rendah dibanding rata-rata Provinsi Riau yang mencapai 15,05 persen (BPS dan Balitbang Provinsi Riau, 2008). Bila dilihat pada tingkat kecamatan, menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin tertinggi berada di Kecamatan Tenayan Raya (11,98 persen) dan kecamatan Rumbai (1 0,65 persen) (Tabel 4.2). Kedua kecamatan tersebut merupakan daerah-daerah sentra produksi pertanian di kota Pekanbaru. Tabel4.2. Luas Daerah, Jumlah Penduduk, Persentase Rumah Tangga Miskin di Kota Pekanbaru Tahun 2008 No Kecamatan Luas (Km 2 ) Penduduk (Jiwa) 1 Tam pan ,661 2 Payung Sekaki ,205 3 Bukit Raya ,697 4 Marpoyan Damai ,316 5 Tenayan Raya ,879 6 Lima Puluh ,564 7 Sail ,379 8 Pekanbaru Kota ,355 9 Sukajadi , Senapelan , Rumbai , Rumbai Pesisir ,477 Jumlah Sumber : - BPS Kabupaten fndragiri Hifir (2009) -BPS dan Bafitbang Riau Provinsi (2008) Jumlah Rumah Tangga (RT) 21,687 15,318 17,155 31,678 23,858 8,779 6,452 6,011 13,444 7,785 11,488 14, Persentase Penduduk RT Miskin Miskin

48 Penggunaan Tanah/Lahan Penggunaan tanah merupakan campur tangan manusia secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidup baik materil maupun spiritual, terhadap kompleks sumberdaya tanah (Vink, 1975 dalam Sargo 2002). Tata guna tanah atau pola penggunaan tanah berkaitan dengan penggunaan tanah suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu, sebagai interaksi antara ketersediaan sumberdaya tanah dan kebutuhan manusia. Selain itu penggunaan tanah yang ada pada suatu daerah, mempengaruhi terhadap jumlah produksi pangan di daerah tersebut. Dari Ha luas kota Pekanbaru di antaranya Ha atau 35,46 persen merupakan lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Lahan pertanian tersebut terdiri dari : tegal/kebun Ha, ladang/huma 9834 Ha, penggembalaan padang rumput 95 Ha, kolam/empang Ha, lahan yang ditanami kayu-kayuan 250 Ha, perkebunan seluas Ha, lahan kering sementara tidak ditanami 494 Ha, dan pemanfaatan untuk lain-lain Ha (BPS Kota Pekanbaru, 2009). Kondisi di atas menggambarkan bahwa pengembangan sektor pertanian di kota Pekanbaru masih terbuka, hal ini mengingat masih belum optimalnya pemanfaatan tanah yang ada, serta masih terdapatnya lahan-lahan yang belum dimanfaatkan, seperti lahan kering sementara yang tidak ditanami Kondisi Ketahanan Pangan dan Gizi di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Produksi Pangan Produksi sektor pertanian dari tanaman pangan dan hortikultura selama periode di Kabupaten lndragiri Hilir mengalami penurunan sebesar 5,66 persen setiap tahunnya, sedangkan produksi tanaman pangan dan hortikultura pada periode yang sama di kota Pekanbaru mengalami peningkatan sebesar 18,42 persen setiap tahunnya (Tabel 4.3). Hampir semua produksi tanaman pangan dan hortikultura di kabupaten lndragiri Hilir mengalami penurunan, penurunan terbesar te~adi pada komoditi kacang tanah (39,37 persen/tahun) dan buah-buahan (23,39 persen). Produksi buah-buahan pada tahun 2005 mencapai ton, dan pada tahun 2009, mengalami penurunan menjadi ton. Produksi padi pada tahun 2009 di Kabupaten lndragiri Hilir 33

49 mencapai ton, bila dibandingkan produksi padi pada tahun 2005 yang mencapai ton, produksi padi mengalami penurunan yang relatif san gat kecil yakni sebesar 1,53 persen dibanding komoditi tanaman pangan lain. Penurunan produksi tanaman pangan dan hortikultura di kabupaten lndragiri Hilir, semestinya mendapat perhatian yang lebih serius bagi pemerintah daerah, mengingat selama ini Kabupaten lndragiri Hilir merupakan daerah sentra produksi pangan di Provinsi Riau. Tabel 4.3. Perkembangan ProduksiTanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun No Kab-Kota/ Tahun(Ton) Gr Komoditi (%) I II INDRAGIRI HILIR Padi 125, , , , , Jagung 14,358 7,721 11,880 7,633 10, Kacang Kedele 951 1, Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu 2,187 2,223 3,257 2,279 1, Ubi Jalar Sayur-Sayuran 2,167 4,817 4,369 2,339 1, Buah-Buahan 40,255 38,079 26,337 23,298 13, Jumlah I 186, , , , , PEKANBARU Padi Jagung ,239 1, Kacang Kedele Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu 1,995 2,344 2,822 5,045 6, Ubi Jalar Sayur-Sayuran 2,882 3,990 7,933 11,877 13, Buah-Buahan 8,686 4,505 3,224 4,111 5, Jumlah II 14,048 11,387 15,187 22,921 27, Sumber:- Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Kab.lndragiri Hilir ( ) - Dinas Pertanian Kota Pekanbaru ( ) - BPS Kab. lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru ( ) 34

50 Produksi tanaman pangan dan hortikultura di kota Pekanbaru selama peri ode 2005 hingga 2009 mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada komoditi jagung dan sayur-sayuran. Sedangkan produksi buah-buahan mengalami penurunan sebesar 11,95 persen setiap tahunnya. Meskipun secara volume peningkatan produksi tanaman pangan dan hortikultura di kota Pekanbaru mengalami peningkatan yang begitu tinggi, namun belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap komoditi tanaman pangan dan hortikultura di Kota Pekanbaru. Sebagian besar kebutuhan atas komoditi tanaman pangan dan hortikultura masih didatangkan dari luar Kota Pekanbaru. Tabel 4.4. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun No Kab-Kota Tahun (Ton) /Komoditi I. INDRAGIRI HILIR II. 1 Kelapa 508, , ,894 2 Kelapa Sawit 985,129 1 '125,631 1' 190,978 3 Kopi Sagu 11,110 11,116 11,116 5 Kakao Jumlah I 1,505,735 1,657,502 1,716,844 PEKANBARU 1 Kelapa Kelapa Sawit Kopi Sagu Kakao Jumlah II Sumber : - Dinas Perkebunan Kab. lndragiri Hilir ( ) - Din as Pertanian Kota Pekanbaru ( ) - BPS Kab. lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru ( ) ,951 11,385, , ,896, Gr 2009 (%) 500, ,443, , ,956, , ,552 - Produksi pangan dari tanaman perkebunan di Kabupaten lndragriri Hilir pada tahun 2009 telah mencapai ton, bila dibanding dengan produksi tahun 2005, memperlihatkan kecenderungan peningkatan sebesar 6,77 persen setiap tahunnya (Tabel 4.4). Terdapat tiga komoditi yang mengalami peningkatan yakni kelapa sawit, sagu dan kakao. Sagu mengalami peningkatan yang relatif sangat kecil dibanding komoditi lainnya. Sedangkan komoditi kelapa dan kopi mengalami penurunan. Sedangkan produksi pangan dari tanaman perkebunan di Kota Pekanbaru pada tahun 2009, hanya terdapat komoditi kelapa sawit. Hal 35

51 ini mengingat kondisi pengembangan wilayah kota Pekanbaru yang sangat terbatas untuk komoditi perkebunan. Tabel 4.5. Perkembangan Produksi Daging dan Telur di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun No I. A B 1 II A B Kab- Kota/ Tahun Gr Komodlti (%) INDRAGIRI HILIR Daging (Kg) Sapi 239, , , , , Kerbau 1,381 1,099 1' 141 1,184 1 ' Kambing 70, ,586 95,923 65,260 63, Domba - 1,967 1,926 1,885 1, Babi Unggas 2,614,128 2, ,372,864 2,297,681 2,205, Jumlah A 2,926,168 2,981,864 2,874,074 2,766,924 2,749, Telur (Butir) A yam Ras/Broiler 208,913 Ayam Buras 6,980,150 7,325,200 3,770, , , ltik 4,838,790 5,202, , , , Jumlah B 12,027,853 12,527,680 6,451, , , PEKANBARU Daging (Kg) Sapi 2,789,880 3,219,742 3,454,003 3,688,263 4, Kerbau 137, , , , , Kambing ,413 85,219 77,025 81, Domba Babi 80,018 51,388 55,089 58,790 52, Unggas 15,420,677 17,580,521 8,430,240 18,845,549 20,164, Jumlah A 18,492,021 21> 19t,499.11,27.1j)83 22,91_1,456 24,646, Telur (Butir) A yam Ras/Broiler 21, ,747,376 28,910,035 34,091,640 1,420, Ayam Buras 10,839,047 7,382,800 13,484,828 2,927, , ltik 2,686,536 2,491,200 4,046,768 3,662, , Jumlah B 35,408,111 34,621,376 46,441,631 40,681,401 1,925, Sumber: - Oinas Tanaman Pangan, Hortiku/tura dan Petemakan Kab. lndragiri Hilir ( ) - Dinas Pertanian Kota Pekanbaru ( ) - BPS Kab. lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru ( ) 36

52 Tabel4.6. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun No Kab-Kota I Tahun (Ton) Gr Komodltl (%) I. II INDRAGIRI HIUR Laut 31,274 34,781 34,781 32,590 33, Umum 2,658 3,061 3, , Tambak ,656 5, Kolam 527 1,224 1,377 1,898 1, Jumlah I 35,124 39,260 39,458 43,185 43, PEKANBARU Laut Umum Tambak Kolam 5,927 6,161 6,161 6,849 7, Jumlah II 6, , , Sumber:- Dinas Tan am an Pang an, Hortikultura dan Peternakan Kab. lndragiri Hi fir ( ) - Din as Pertanian Kota Pekanbaru ( ) -BPS Kab. lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru ( ) Produksi pertanian dari komoditi petemakan yakni daging dan telur di kabupaten lndragiri Hilir pada periode 2005 sampai dengan 2009 memperlihatkan kecenderungan penurunan. Produksi daging mengalami penurunan sebesar 1,55 persen setiap tahunnya, sedangkan produksi telur mengalami penurunan sebesar 58,39 persen setiap tahunnya (Tabel 4.5). Produksi daging sapi mengalami peningkatan yang sangat besar yakni mencapai 18,75 persen setiap tahunnya. Kontribusi daging unggas masih relatif dominan dibanding daging temak lainnya di kabupaten lndragiri Hilir, kemudian diikuti dengan daging sapi dan kambing. Kontribusi telur ayam buras dan itik masih mendominasi produksi telur di Kabupaten lndragiri Hilir. Sebaliknya dibanding produksi daging di kabupaten lndragiri Hilir, produksi daging di kota Pekanbaru memperlihatkan peningkatan sebesar 7,45 persen setiap tahunnya. Sebagian besar produksi daging dari beberapa jenis ternak mengalami peningkatan kecuali daging dari ternak babi. Produksi telur di kota Pekanbaru mengalami penurunan yang relatif sang at besar yakni mencapai 51,71 persen setiap tahunnya. Produksi daging unggas masih mendominasi produksi daging di Kota Pekanbaru, kemudian diikuti produksi daging sapi. 37

53 Produksi perikanan di kabupaten lndragiri Hilir lebih tinggi dibanding produksi perikanan di Kota Pekanbaru. Produksi perikanan di kabupaten lndragiri Hilir didominasi dari perikanan laut, sedangkan produksi ikan dari kolam lebih tinggi di Kota Pekanbaru Harga Pangan Stabilisasi harga pangan merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi kelancaran distribusi pangan di suatu daerah selain aspek sarana prasarana distribusi, kelembagaan pemasaran dan peraturan perundangan (DKP, 2006). Secara umum terjadi peningkatan harga pangan tahun 2009 dibanding tahun 2008, kecuali minyak goreng. Peningkatan rata-rata harga pangan di Kabupaten lndragiri Hilir lebih besar dibanding ratarata harga pangan di kota Pekanbaru, terutama untuk gula pasir, beras, ikan sungai segar (Tabel 4.7). Sedangkan dari segi satuan harga menunjukkan bahwa harga pangan di kota Pekanbaru relatif lebih rendah dibanding harga pangan di kabupaten lndragiri Hilir kecuali untuk harga beras. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketersediaan produksi pangan pada suatu daerah belum menjamin bahwa harga pangan tersebut lebih murah dibanding daerah yang tidak memproduksi pangan tersebut, artinya bahwa kelancaran distribusi pangan sangat menentukan kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan tersebut. Tabel4.7. Perkembangan Rata-Rata Harga Pangan pada Tingkat Pengecer di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru Tahun No Komoditi Kota Pekanbaru Kab. lndragiri Hilir Gr (%) Gr (%) Beras 6,881 7, ,833 7, lkan asin teri 37,058 39, ,000 40, Minyak goreng 9,694 9, ,287 9, Gula pasir 6,637 7, ,375 10, Daging sapi 58,602 59, ,125 70, Daging ayam ras 18,065 18, ,796 25, Telur ayam ras lkan sungai/segar 15,428 17, ,542 24, lkan laut I segar 19,322 22, ,929 24, Sumber:- BPS Kota Pekanbaru dan Kabupaten lndragiri Hilir ( ) - Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau (2010) 38

54 Konsumsi Pangan Situasi konsumsi pangan di tingkat rumah tangga kabupaten lndragiri Hilir dan kota Pekanbaru menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi telah melampaui angka kecukupan yang dianjurkan, sedangkan konsumsi protein masih di bawah angka kecukupan yang dianjurkan. Konsumsi energi pada tahun 2009 di kabupaten lndragiri Hilir mencapai Kkai/Kapita/Hari, bila dibandingkan konsumsi pada tahun 2005 yang baru mencapai 1927 Kkal /Kapita/Hari (Tabel 4.8), ternyata mengalami peningkatan sebesar 1.35 persen setiap tahunnya. Sebaliknya konsumsi energi penduduk di kota Pekanbaru mengalami penurunan 1.58 persen setiap tahunnya. Konsumsi energi penduduk di Kota Pekanbaru pada tahun 2005 telah mencapai Kkai/Kapita/Hari, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi Konsumsi energi penduduk ini ternyata telah melampaui angka kecukupan yang dianjurkan yakni 2000 Kkai/Kapita /Hari (WKNPG VIII Tahun 2004). Rata-rata konsumsi protein perkapita penduduk di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru relatif sama, yakni pada tahun 2009 mencapai 49 gram/kapita/hari. Berbeda dengan energi, konsumsi protein penduduk di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru belum memenuhi angka kecukupan yang dianjurkan yakni sebesar 52 gram/kapita/hari. Meskipun demikian konsumsi protein rata-rata penduduk mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 6,28 persen di Kabupaten lndragiri Hilir dan 6,84 persen di Kota Pekanbaru. Tabel4.8. Perkembangan Rata-Rata Konsumsi Pangan (Energi dan Protein) di Kabupaten lndragiri dan Kota Pekanbaru Tahun No Konsumsi Kapita!Hari Tahun Gr (%) I. II INDRAGIRI HILIR EnerQi (Kilo kalori) Protein (Gram) PEKANBARU Energi (Kilo kalori) Protein (Gram) Sumber :- Dinas Kesehatan Kab. lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru ( ) - Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau (2009) 39

55 Status Gizi Status gizi merupakan muara akhir dari semua sub sistem dalam sistem ketahanan pangan. Oengan kata lain status gizi merupakan salah satu indikator yang mencerminkan baik buruknya ketahanan pangan. Terdapat beberapa tolok ukur untuk menilai status gizi, sebagai hasil dari ketahanan pangan, antara lain berat badan dan tinggi badan menurut umur serta prevalensi gangguan pertumbuhan (Dewan Ketahanan Pangan Nasional, 2006). Salah satu kelompok masyarakat yang sang at sensitif terhadap masalah ketahanan pangan adalah balita. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang di Kabupaten lndragiri Hilir lebih besar dibanding di Kota Pekanbaru. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk di Kabupaten lndragiri Hilir mengalami peningkatan sebesar persen setiap tahunnya, sedangkan di kota Pekanbaru mengalamin penurunan sebesar 19 persen setiap tahunnya (Tabel 4.9). Pada Tabel 4.9 juga menggambarkan bahwa pada tahun 2009 persentase masyarakat yang mengalami Kekurangan Energi Protein mencapai persen di kabupaten lndragiri Hilir dan 7.36 persen di Kota Pekanbaru. Tabel 4.9. Perkembangan Jumlah Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk di Kabupaten lndragiri dan Kota Pekanbaru Tahun No Status Gizi Tahun Gr (%) I. INDRAGIRI HILIR 1 Gizi Buruk (Prevalensi I persen) Gizi Kurang (Prevalensi I persen) , persen KEP II PEKANBARU 1 Gizi Buruk (Prevalensi I persen) Gizi Kurang (Prevalensi I persen) persen KEP Sumber : - Dinas Kesehatan Kab.lndragiri Hilirdan Kota Pekanbaru ( ) - Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau (2009)

56 Jumlah balita yang mengalami gizi kurang di kabupaten lndragiri Hilir pada tahun 2009 mencapai balita, dibanding tahun 2005, mengalami peningkatan sebesar 1,52 persen setiap tahunnya, meskipun secara prevalensi mengalami penurunan 4,81 persen. Sedangkan jumlah balita yang mengalami gizi kurang di kota Pekanbaru pada tahun tahun 2009 sebanyak balita, dibanding tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 26,55 persen setiap tahunnya. Gambaran kondisi ketahanan pangan (produksi pangan, stabilitas harga, konsumsi pangan dan status gizi) di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru, menunjukkan bahwa pada kedua daerah tersebut mempunyai permasalahan ketahanan pangan yang berbeda terhadap masing-masing sub sistem ketahanan pangan, namun secara keseluruhan menunjukkan bahwa produksi pangan daerah belum dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk, dengan kata lain masih terjadi defisit pangan di daerah tersebut (kecuali untuk komoditi pangan dari hasil perkebunan), masih belum baiknya konsumsi pangan penduduk, serta masih tingginya prevalensi balita yang mengalami gizi buruk dan kurang. Hal ini didukung Peta Kerawanan Pangan Indonesia Tahun 2005 (Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, World Food Programme, 2005), yang menunjukkan bahwa pada tahun 2005, Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru termasuk dalam kelompok warna hijau muda (Prioritaslll), yaitu kelompok yang mendapat prioritas Ill dalam hal penanganan masalah rawan pangan, namun hasil kajian pada tahun 2009, menunjukkan terjadi peningkatan prioritas untuk kabupaten lndragiri Hilir menjadi Prioritas II, atau termasuk dalam kelompok warn a merah, yang artinya Kabupaten lndragiri Hilir mendapat prioritas II dalam hal penanganan masalah rawan pangan, dengan kata lain kondisi ketahanan pangan penduduk di wilayah ini mengalami penurunan dibanding tahun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sesuai konsep perimbangan keuangan pusat dan daerah yang terkandung dalam Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Oaerah maka pelaksanaan fungsi pembiayaan pembangunan desentrasilasi daerah dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Oaerah (APBD). Berdasarkan pengelompokan 41

57 penerimaan APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru, maka komposisi penerimaan APBD dibagi atas 4 (empat) kelompok yaitu: 1. Pendapatan Asli Daerah /PAD (hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah). 2. Dana Perimbangan (dana hasil pajaklbukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (OAK). 3. Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (dana pendapatan hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintahan daerah, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuan keuangan dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, lain-lain penerimaah yang sah). 4. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu. Jumlah APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 terus mengalami peningkatan. APBD Kabupaten tndragiri Hilir pada tahun 2005 adatah sebesar Rp ,77 menjadi Rp ,51 pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan rata-rata setiap tahunnya mencapai persen. APBD Kota Pekanbaru pada tahun 2005 adatah sebesar Rp ,00 menjadi Rp ,00 pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan rata-rata setiap tahunnya mencapai 18,10 persen. APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru pada tahun 2008 mengatami penurunan dibanding tahun 2007 (Lampiran 1 dan 2). Penerimaan APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru rata-rata terbesar dari dana perimbangan. Hasil perhitungan CBS vertikal (Tabel 4.10) menunjukkan bahwa komponen yang memberikan kontribusi terbesar pada penerimaan adalah berasal dari dana perimbangan. Rata-rata proporsi dana perimbangan terhadap APBD Kabupaten lndragiri Hilir yakni 79,05 persen dan terhadap APBD Kota Pekanbaru 73,30 persen, namun demikian proporsi dana perimbangan tersebut mengalami penurunan setiap tahunnya sebesar 1,97 persen di Kabupaten lndragiri Hilir dan 1,39 persen di Kota Pekanbaru. Proporsi terbesar terhadap dana perimbangan berasal dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, kemudian diikuti kontribusi dari dana alokasi umum. Proporsi dari pendapatan asli daerah terhadap APBD Kota Pekanbaru (11,06 persen) lebih besar dibanding terhadap APBD Kabupaten lndragiri Hilir (3,77 persen), begitu juga dengan kontribusi lain-lain pendapatan yang sah. Rata-rata proporsi dari 42

58 lain-lain pendapatan yang sah APBD Kota Pekanbaru setiap tahunnya mencapai 6,47 persen, sedangkan terhadap APBD Kabupaten lndragiri Hilir sebesar 2,87 persen. Sebaliknya proporsi dari sisa lebih perhitungan yang lalu terhadap APBD Kota Pekanbaru (9, 17persen) lebih kecil dibanding terhadap APBD Kabupaten lndragiri Hilir (14,31 persen) (Tabel4.10). Tabel Struktur APBD Kota Pekanbaru dan Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Rata-Rata Realisasi APBD No Uraian CBS Pekanbaru lndragiri Hilir Vertikal (Rp) (Rp) ("!c) A. Penerimaan 1,055,871 '137, ,787,004, Pendapatan Asli Daerah 116,790,150, ,322,397, a. Pajak Daerah 55,815,838, ,358,860, b. Retribusi Daerah 36,776,202, ,449,300, c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 2,086,606, ,873,110, d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 22,111,502, ,641,125, Dana Perimbangan 773,985,625, ,413,496, a. Bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak 476,065,881, ,237,572, b. Dana alokasi umum 276,213,884, ,847,191, c. Dana alokasi khusus 21,705,860, ,328,733, Lain-Lain Pendapatan yang Sah 68,279,720, ,431,456, Sisa Lebih Perhifungan Bf]gg_aran tahun /alu 96,815,641, ,619,653, B. Pengeluaran 1,055,871,137, ,787,004, Belanja Rutin/Tidak Langsung 468,451,046, ,279,410, Belanja Pemb I Lang sung 587,420,090, ,507,594, CBS Vertikal ("!c) Sumber : - BPS Kota Pekanbaru ( ) dan Bappeko Pekanbaru ( )(Data Dio/ah) - Bappeda Kabupaten lndragiri Hilir ( )( data diolah) Pengelolaan keuangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru menggunakan asas berimbang, yaitu jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran. Rata-rata pengeluaran belanja pembangunan/langsung di dua lokasi penelitian menunjukkan lebih besar dibanding pengeluaran untuk belanja rutin. Rata-rata pengeluaran untuk belanja langsung di Kabupaten lndragiri Hilir mencapai persen (Tabel 4.10). Pengeluaran untuk belanja pembangunan terbesar selama lima tahun di Kabupaten lndragiri Hilir te~adi pada tahun 2005 yaitu sebesar persen dan terkecil pada tahun 2009 yakni 50,63 persen. Persentase proporsi belanja langsung APBD Kabupaten lndragiri Hilir tahun 2005 hingga 2009 mengalami penurunan sebesar 12,59 persen setiap tahunnya, 43

59 sebaliknya belanja rutin atau tidak langsung mengalami peningkatan 38,84 persen setiap tahunnya. Rata-rata pengeluaran untuk belanja langsung di Kota Pekanbaru sebesar persen (Tabel4.10). Persentase proporsi belanja langsung APBD Kota Pekanbaru tahun 2005 hingga 2009 mengalami peningkatan sebesar 4,08 persen setiap tahunnya, sebaliknya belanja rutin atau tidak langsung mengalami penurunan 4,35 persen setiap tahunnya. Pengeluaran untuk belanja langsung terbesar selama lima tahun di Kota Pekanbaru te~adi pada tahun 2008 yaitu sebesar persen dan terkecil pada tahun 2005 yakni persen. Struktur APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru secara lengkap tertera pada Lampiran 1 dan 2. Tabel Perkembangan Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Secara Horizontal Comparative Budget Statement Jumlah Anggaran (Rp) No Uraian!CBS Ab Ri Ro A. Penerimaan 940,363,548, ,035,232,615, ,869,067, Pendapatan Asli Daerah 37,827,194, ,982,605, ,155,410, a. Paiak Daerah 7,417,000, ,459,107, ,042,107, b. Retribusi Daerah 19,131,775, , , ,295,960, c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang yang Dioisahkan 2,409,388, ,956,595, ,547,207, d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah 8,869,030, ,139,165, ,270,135, Dana Perimbangan 788,045,886, ,814,860, ,025, a. Bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan - pajak 387,741,931, ,385,860, ,356,070, b. Dana alokasi umum 389,699,955, ,646,000, ,946,045, c. Dana alokasi khusus 10,604,000, ,783,000, ,179,000, Lain-Lain Pendapatan vanasah 28,174,549, ,724,211, ,549,662, Sisa Lebih Perhitungan anggaran tahun /alu 86,315,918, ,710,938, ,395,019, B. Pengeluaran 940,363,549, ,035,232,615, ,869,066, Belanja Rutin/Tidak Langsuno 458,340,128, ,073,550, ,733,421, Belanja Pembangunan/ Lang sung 482,023,420, ,159,065, ,135,644, Sumber: Bappeda Kabupaten lndragiri Hilir ( ) (Data Dio/ah) Tabel 4.11 menunjukkan adanya peningkatan realisasi anggaran APBD Kabupaten lndragiri dari tahun 2008 sebesar Rp ,77,- menjadi 44

60 Rp ,51 pada tahun 2009, terjadinya peningkatan anggaran sebesar 1,10 kali, baik penerimaan maupun pengeluaran. Hampir semua realisasi pendapatan dan pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir memperlihatkan pergerakan yang meningkat. Untuk pengeluaran belanja rutin mengalami peningkatan sebesar 1,12 kali sedangkan pengeluaran belanja pembangunan mengalami peningkatan sebesar 1,09 kali. Hal ini dapat dilihat dari CBS horizontal secara rasio (Ro) yang lebih besar dari 1 (satu). Perhitungan CBS horizontal secara absolut (Ab) realisasi APBD Kabupaten lndragiri Hilir tahun 2008 sampai tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp ,74. Namun bila dilihat dari CBS relatif (Ri) ternyata menunjukkan bahwa tidak semua pada uraian/item pada penerimaan dan pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir pada tahun mengalami peningkatan. Terdapat beberapa penerimaan yang mengalami penurunan seperti Dana Perimbangan, yang megalami penurunan sebesar 0,03 persen. Penurunan tersebut disebabkan menurunnya penerimaan dari bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak sebesar 6,12 persen. Tabel 4.12 menunjukkan suatu peningkatan besarnya anggaran dari realisasi APBD Kota Pekanbaru baik penerimaan maupun pengeluaran tahun 2008 sebesar Rp ,00,- menjadi Rp ,00 pada tahun 2009, te~adinya peningkatan anggaran sebesar 1,07 kali, baik penerimaan maupun pengeluaran. Untuk pengeluaran belanja rutin mengalami peningkatan sebesar 1,13 kali sedangkan pengeluaran belanja pembangunan mengalami peningkatan sebesar 1,03 kali. Perhitungan CBS horizontal secara absolut realisasi APBD Kota Pekanbaru tahun 2008 sampai tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp ,00, atau lebih rendah dibanding APBD Kabupaten lndragiri Hilir. Namun bila dilihat dari CBS relatif (Ri) ternyata menunjukkan bahwa tidak semua pada uraian/item pada penerimaan dan pengeluaran APBD Kota Pekanbaru pada tahun mengalami peningkatan. Terdapat beberapa penerimaan yang mengalami penurunan seperti Dana Perimbangan, yang megalami penurunan sebesar 7,23 persen. Penurunan tersebut disebabkan menurunnya penerimaan dari dana alokasi umum sebesar 11,95 persen dan dana alokasi khusus sebesar 391,69 persen. 45

61 Tabel4.12. Perkembangan Reali sasi Pendapatan dan Belanja APBD Kota Pekanbaru Tahun Secara Horizontal No Uraian Jumlah Anggaran (Rp) Comparative Budget Statement (CBS) Ab Ri Ro A. Penerlmaan Pendapatan Asli Daerah 147, ,628, ,247,523, a. Pajak Daerah 60,622,242, ,528,316, ,906,07 4, b. Retribusi Daerah c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dioisahkan d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah vang Sah 41,823,280, ,070,402, ,752,878, Dana Perimbanaan a. Bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak 549,746,575, ,808,899, ,062,323, b. Dana alokasi umum 351,339,422, ,836,998, ,502,424, c. Dana alokasi khusus 33,295,424, , 771,695, ,523,728, Lain-Lain Pendapatan yang Sah 55,415,624, ,816,778, ,401,153, Sisa Lebih Perhitungan anggaran tahun lalu B. Pengeluaran 1,152,835,443, ,234,636,060, ,800,616, Belanja Rutin/Tidak Langsung ,810, ,353,202, ,588,392, Belanja Pembangunan/ Langsung 680,070,633, ,282,857, ,212,224, Sumber : - Pekanbaru Da/am Angka (2009) - Bappeko Pekanbaru ( ) (Data Diolah) Sistem anggaran pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru dari tahun mengalami 2 (dua) kali perubahan, yaitu : 1) pada tahun penganggaran pengeluaran menggunakan istilah belanja aparatur dan belanja publik, kedua belanja tersebut terinci pada masing-masing satuan kerja/dinas instansi; 2) pada tahun , pengangaran menggunakan istilah belanja tidak langsung dan langsung. lstilah belanja aparatur dan belanja tidak langsung memiliki kesamaan dengan belanja rutin, sedangkan belanja publik dan belanja langsung memiliki kesamaan dengan belanja pembangunan. Belanja aparatur/tidak langsung merupakan pembiayaan kegiatan/program-program ke ~ a pemerintah daerah dalam pelaksanaan tugas umum untuk melayani kepentingan masyarakat secara terus menerus dalam periode satu tahun anggaran dan tidak menyebabkan bertambahnya aset atau kekayaan daerah. Belanja publik dan langsung dilakukan oleh pemerintah daerah untuk pembiayaan proyek fisik maupun non fisik dalam suatu peri ode 46

62 tertentu dan berdasarkan pada kebutuhan atau tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Untuk mengetahui pengalokasian pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru dilakukan dengan menggunakan perhitungan CBS secara vertikal yang dapat menunjukkan proporsi atau persentase pengeluaran belanja pada masing-masing instansi/ satuan kerja perangkat daerah. Hasil perhitungan menunjukkan proporsi terbesar pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir didominasi oleh belanja pada Dinas Pendidikan sebesar 26,28 persen persen, sedangkan proporsi alokasi terbesar kedua adalah belanja pada Dinas Peke~aan Umum sebesar 11,56 persen. Proporsi alokasi terkecil terjadi pada belanja pada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (0,05 persen). Belanja yang terkait pada ketahanan pangan (Badan Pelayanan Penyuluhan, Ketahanan Pangan 0,62 persen, Dinas Kesehatan 3,66 persen, Dinas Tan.Pangan, Horti dan Peternakan 1,62 persen, Dinas Perkebunan 2,42 persen, Dinas Kelautan dan Perikanan 0,94 persen dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1,40 persen). Secara lengkap tersaji pada Lampiran 3. f>roporsi terbesar pengeluaran APBD Kota Pekanbaru didominasi oleh belanja pada Kecamatan (12 Kecamatan) sebesar 21,55 persen dan Dinas Pendidikan 19,08 persen. Proporsi alokasi terkecil te~adi pada belanja pada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (0,06 persen). Belanja yang terkait pada ketahanan pangan (Badan Ketahanan Pangan 0,43 persen, Dinas Kesehatan 3,50 persen, Dinas Pertanian 0,65 persen, Dinas Perindustrian dan Perdagangan 0,68 persen) Secara lengkap tersaji pada Lampiran 4. Perhitungan CBS secara vertikal yang dilakukan terhadap APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2009 menggunakan angka bentuk belanja yaitu belanja tidak langsung dan langsung, hasilnya menunjukkan proporsi atau persentase anggaran pengeluaran belanja tidak langsung sebesar 49,37 persen dan belanja langsung sebesar 50,63 persen. Analisis lebih lanjut, menunjukkan bahwa belanja tidak lang sung terbesar didominasi pada Din as Pendidikan (44, 16 persen) diikuti pada Sekretariat Daerah (19, 71 persen). Proporsi alokasi terkecil terjadi pada belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB sebesar 0,10 persen (Lampiran 5). Proporsi atau persentase anggaran pengeluaran belanja langsung APBD Kabupaten lndragiri Hilir, dari hasil perhitungan menunjukkan proporsi terbesar didominasi oleh belanja pada Dinas Peke~aan Umum sebesar 21,46 persen,, 47

63 sedangkan proporsi alokasi terbesar kedua adalah belanja pada Sekretariat Daerah sebesar 21,16 persen. Proporsi alokasi terkecil terjadi pad a belanja pada kantor Perpustakaan dan Arsip yang besamya hanya 0,40 persen. Belanja yang terkait pada ketahanan pangan sebesar 11,66 persen (Badan Pelayanan Penyuluhan, Ketahanan Pangan 0,71 persen, Dinas Kesehatan 1,85 persen, Dinas Tananaman Pangan, Hortikultura dan Petemakan 1,68 persen, Dinas Perkebunan 4,29 persen, Dinas Kelautan dan Perikanan 1,18 persen dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1,95persen) Secara lengkap tersaji pada Lampiran 5. Perhitungan CBS secara vertikal yang dilakukan terhadap APBD Kota Pekanbaru Tahun 2009 menggunakan angka bentuk belanja yaitu belanja tidak langsung dan langsung, hasilnya menunjukkan proporsi atau persentase anggaran pengeluaran belanja tidak langsung sebesar 43,20 persen dan belanja langsung sebesar 56,80 persen. Analisis lebih lanjut, menunjukkan bahwa belanja tidak langsung terbesar didominasi pada Dinas Pendidikan (42,43 persen) diikuti pada Sekretariat Daerah (26, 18 persen). Proporsi alokasi terkecil terjadi pada belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan sebesar 0,14 (Lampiran 6). Proporsi atau persentase anggaran pengeluaran belanja langsung, hasil perhitungan menunjukkan proporsi terbesar didominasi oleh belanja pada Kecamatan sebesar 31,66 persen, sedangkan proporsi alokasi terbesar kedua adalah belanja pada Sekretariat Daerah sebesar 23,64 persen. Proporsi alokasi terkecil te~adi pada belanja pada kantor Perpustakaan dan Arsip yang besarnya hanya 0,05 persen. Belanja yang terkait pada ketahanan pangan sebesar 1,92 persen (dinas Pertanian : 0,55 persen, dinas Kesehatan: 1,50 persen, Bad an Ketahanan Pangan dan Penyuluhan : 0.19, dan dinas Perindustrian dan Perdagangan : 0,68 persen). Secara lengkap tersaji pada Lampiran Program dan Kegiatan yang Mendukung Ketahanan Pangan Dalam rangka mengetahui seberapa besar kebijakan anggaran pemerintah daerah Kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru untuk mendukung pembangunan ketahanan pangan, maka diperlukan acuan tentang jenis program dan kegiatan yang mendukung pembangunan ketahanan pangan. Berdasarkan kebutuhan hal tersebut maka disusunlah standar/acuan dimaksud, dengan mengacu pada kebijakan umum ketahanan pangan, program dan kegiatan 48

64 ketahanan pangan, butir-butir kesepakatan dewan ketahanan pangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun Sebagai dasar dalam penyusunan standar adalah Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) (Dewan Ketahanan Pangan Nasional, 2006) dengan rincian sebagai berikut: 1. Menjamin ketersediaan pangan, dengan kegiatan: 1) Pengembangan lahan abadi 15 juta Ha sawah beririgasi dan 15 juta lahan kering, 2) Pengembangan dan rehabilitasi lahan, 3) Pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan daerah irigasi, 4) Pengembangan dan penyediaan benih, bibit unggul dari alsintan, 5) Pengaturan pasokan gas untuk memproduksi pupuk, 6) Pengembangan skim permodalan bagi petani/nelayan, 7) Pengembangan produksi dan produktivitas (perbaikan genetik dan teknologi budidaya, 8) Pencapaian swasembada 5 komoditas strategis (padi, jagung, kedelai, tebu dan daging sapi), 9) Penyediaan insentif investasi di bidang pangan termasuk industri gula, peternakan dan perikanan, 10) Penguatan penyuluh, kelembagaan petani/nelayan dan kemitraan. 2. Menata pertanahan dan tata ruang wilayah, dengan kegiatan : 1) Pengembangan reformasi agrarian, 2) Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah, 3) Perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan, 4) Penerapan sistem perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan pertanian subur dan yang menelantarkan. 3. Pengembangkan cadangan pangan, dengan kegiatan : 1) Pengembangan cadangan pangan pemerintah (nasional, daerah dan desa), 2) Pengembangan lumbung pangan masyarakat. 4. Mengembangkan sistem distribusi cadangan pangan yang adil dan efisien, dengan kegiatan: 1) Pengembangan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi, 2) Penghapusan retribusi produk pertanian dan perikanan, 3) Pemberian subsidi transportasi bagi daerah yang sangat rawan pangan dan daerah terpencil, 4) Pengawasan sistem persaingan perdagangan yang tidak sehat. 5. Menjaga stabilitas harga pangan, dengan kegiatan 1) Pemantauan harga bahan pokok secara berkala untuk mencegah jatuhnya harga gabah/beras di bawah HPP, 2) Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan. 49

65 6. Meningkatkan aksebilitas rumah tangga terhadap pangan, dengan kegiatan : 1) Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan, 2) Pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah (PMTAS), 3) Pengembangan teknologi pangan, 4) Diversifikasi usaha tani dan pengembangan pangan lokal. 7. Melakukan diversifikasi pangan, dengan kegiatan : 1) Pengembangan dan penerapan sistem mutu pada proses produksi, olahan dan perdagangan pangan, 2) Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap mutu dan keamanan pangan, 3) Pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan kemanan pangan. 8. Meningkatkan mutu dan keamanan pangan, dengan kegiatan : 1) Pengembangan dan penerapan sistem mutu pada proses produksi, loan dan perdagangan pangan, 2) Peningkatan kesadaran mutu dan keamanan pangan pada konsumen, 3) Pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan. 9. Mencegah dan menangani keadaan rawan pangan dan gizi, dengan kegiatan 1) Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan keadaan rawan pangan, 2) Peningkatan cakupan keluarga sadar gizi melalui penyuluhan dan bimbingan sosial dengan menyempurnakan sistem komunikasi, informasi dan edukasi, 3) Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan gizi keluarga, 4) Pemanfaatan cadangan pangan pemerintah untuk penanggulangan keadaan rawan pangan dan gizi. 10. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan, dengan kegiatan :1) Alokasi anggaran negara yang memadai untuk penelitian dan pengembangan, 2) Peningkatan kerjasama dan kemitraan antara lembaga penelitian. 11. Meningkatkan peran serta masyarakat, dengan kegiatan : 1) pemberian penghargaan kepada masyarakat, 2) Memperluas peran serta lembagalembaga pemerintah daerah, lembaga non-pemerintah, organisasi masyarakat maupun perorangan untuk melakukan hal serupa. 12. Melaksanakan kerjasama intemasional, dengan kegiatan 1) Penggalangan kerjasama internasional dalam melawan kelaparan dan kemiskinan, 2) Perbaikan kinerja diplomasi ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk meningkatkan ketahanan pangan. 13. Mengembangkan sumberdaya manusia, dengan kegiatan : 1) Perbaikan program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pangan, 2) Pemberian so

66 muatan pangan dan gizi pada pendidikan formal dan non formal, 3) Pemberian jaminan pendidikan dasar dan menengah khususnya bagi perempuan dan anak-anak di pedesaan. 14. Kebijakan makro dan perdagangan yang kondusif, dengan kegiatan : 1) kebijakan fiskal yang memberikan insentif dan keringanan pajak bagi usaha pertanian dan bisnis pangan, 2) Alokasi APBD dan APBN yang memadai bagi pengembangan sektor pertanian dan pangan, 3) Kebijakan perdagangan yang memberikan proteksi dan promosi bagi produk pertanian strategis. Berdasarkan informasi tersebut dan dilakukan telaahan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah ada di dua daerah tersebut, kemudian dilakukan pemilahan sehingga didapat acuan program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan baik langsung maupun tidak langsung. Program dan kegiatan langsung dan tidak langsung/terkait dengan pembangunan ketahanan pangan dilakukan melalui pendekatan pada sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi, sub sistem konsumsi dan status gizi. Penentuan program dan kegiatan yang langsung pendekatannya dicontohkan pada proses dalam kerangka sistem ketahanan pangan (pembatasannya terkait pada komoditas pangan) sedangkan untuk program dan kegiatan tidak langsung dicontohkan pada input dalam kerangka ketahanan pangan. Namun demikian penentuan program/kegiatan langsung dan tidak langsung juga memperhatikan dari aspek kegiatan yang dilakukan dalam APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru. Dari hasil pendalaman terhadap program dan kegiatan yang ada di APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru, dalam penelitian ini program/kegiatan yang langsung dan tidak langsung adalah sebagaimana tertera pada Lampiran 7. Berdasarkan KUKP terdapat 14 kebijakan dan 45 kegiatan, setelah diidentifikasi kebijakan tersebut dijadikan program dalam ruang lingkup pembangunan ketahanan pangan. Tiga kebijakan dalam KUKP yang tidak dijadikan program, yaitu ; 1) Memfasilitasi penelitian dan pengembangan, 2) Melaksanakan ke~asama intemasional dan 3) Kebijakan makro dan perdagangan yang kondusif. Tidak dimasukkannya program tersebut dengan pertimbangan bahwa belum dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten lndragiri Hilir dan Pekanbaru dan belum menjadi prioritas. Kegiatan dalam pembangunan ketahanan pangan yang ada KUKP terdapat 45 kegiatan, setelah dijadikan sebagai acuan terdapat 16 kegiatan yang tidak masuk dalam acuan yang dibuat, kegiatan tersebut meliputi ; 1) Pengaturan 51

67 pasokan gas untuk memproduksi pupuk, 2) Pencapaian swasembada lima komoditas strategis (padi, jagung, tebu, kedelai dan daging sapi), 3) Penyediaan insentif investasi dibidang pangan termasuk industri gula, petemakan dan perikanan. 4) Pengembangan reformasi agraria, 5) Pengenaan sistem perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan pertanian subur dan yang menelantarkan lahan pertanian, 6) Penghapusan retribusi produk pertanian dan perikanan, 7) Pemberian subsidi transportasi bagi daerah yang sangat rawan pangan dan daerah terpencil, 8) Alokasi anggaran negara yang memadai untuk penelitian dan pengembangan, 9) Peningkatan kerjasama dan kemitraan antara lembaga penelitian, 10) Pemberian penghargaan bagi masyarakat yang berjasa pada pembangunan ketahanan pangan dan gizi, 11) Penggalangan kerjasama intemasional dalam melawan kelaparan dan kemiskinan, 12) Perbaikan kinerja diplomasi ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk meningkatkan ketahanan pangan, 13) Pemberian jaminan pendidikan dasar dan menengah khususnya bagi perempuan dan anak-anak di pedesaan, 14) Kebijakan fiskal yang memberikan insentif dan keringanan pajak bagi usaha pertanian dan bisnis pangan, 15) alokasi APBD dan APBN yang memadai bagi pengembangan sektor pertanian dan pangan, 16) Kebijakan perdagangan yang memberikan proteksi dan promosi bagi produk pertanian strategis. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak dijadikan acuan dengan pertimbangan bahwa program tersebut belum dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru, sehingga ada gap (kesenjangan) antara KUKP dengan acuan yang dibuat yaitu ada 3 program dan 16 kegiatan yang tidak dijadikan acuan dalam melihat kebijakan anggaran pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru. Ruang lingkup program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang ditetapkan dlam penelitian ini berjumlah 8 program dan 63 kegiatan. Penetapan ini dilakukan guna memberikan batasan ruang lingkup terhadap kegiatan-klegiatan yang tertuang dalam APBD Kabupaten lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru. Perbedaan antara ruang dan antar waktu menyebabkan interpretasi batasan ketahanan pangan menjadi beragam, terdapat lebih dari 70 batasan ketahanan pangan menjadi berbeda (Maxwell dan Frankenberger dalam Hardono, 2002). 52

68 4.5. Anggaran Pembangunan Ketahanan Pangan Daerah Kabupaten lndragiri Hilir Dari hasil olahan data perkembangan APBD Kabupaten lndragiri Hilir selama kurun waktu , menunjukkan bahwa setiap tahunnya APBD mengalami peningkatan sebesar 18,09 persen, namun laju perkembangan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan ketahanan pangan ratarata hanya mengalami peningkatan 10,18 persen setiap tahunnya. Jumlah anggaran ketahanan pangan pada tahun 2005 sebesar Rp ,54 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp ,00 (Gambar 4.3), dengan rata-rata persentase anggaran pembangunan ketahanan pangan setiap tahunnya sebesar 4,70 persen. Laju pertumbuhan persentase anggaran pembangunan ketahanan pangan mengalami penurunan 6,71 persen setiap tahunnya. Pada tahun 2005, persentase anggaran ketahanan pangan terhadap APBD mencapai 5,58 persen, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 4,43 persen (Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 4.9). Menurut Amidhan (2005) besar kecilnya alokasi anggaran untuk pemenuhan hak atas pangan yang layak berkorelasi dengan kesungguhan pemerintah untuk memenuhi kewajiban inti minimumnya (minimum core obligation) ' Milyard (Rp) 1,!XXWJ / f- Fi Fi r f ' / ' / F / / r I-- ' I ~ ::, ~ ::. ~ rra hun oapbd , , c Anggaran KP Gambar 4.3. Perkembangan Persentase Anggaran Ketahanan Pangan Terhadap APBD di Kabupaten lndragiri Hilir Tahun

69 Tabel Jumlah Anggaran yang Mendukung Kegiatan Ketahanan Pangan di Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2009 No I II Ill LANGSUNG Program/Keglatan Jumlah Anggaran (Rp) 1 Terkait sub sistem ketersediaan 6,688,910,750 2 Terkait sub sistem distribusi 2,763,840,900 3 T erkait sub sistem konsumsi 160,950,000 4 Terkait sub sistem status gizi 7,133,700,000 Jumlah I 16,747,401,650 TIDAK LANGSUNG 1 Terkait sub sistem ketersediaan 19,863,816,700 2 Terkait sub sistem distribusi 394,611,000 3 Terkait sub sistem konsumsi 6,277,405,000 4 Terkait sub sistem status gizi 2,616,353,000 Jumlah II 29,152,185,700 LANGSUNG&TDK LANGSUNG 1 Terkait sub sistem ketersediaan ,727,450 2 Terkait sub sistem distribusi 3,158,451,900 3 Terkait sub sistem konsumsi 6,438,355,000 4 Terkait sub sistem status gizi 9,750,053,000 TOTAL 45,899,587,350 Sumber: Bappeda Kabupaten lndragiri Hilir, (Data dio/ah) Keterangan : KP = Ketahanan Pangan APBD Kab.lndragiri Hilir Tahun 2009 = Rp 1,035,232,615,630 Persentase Persentase Thd Thd KP APBD Hasil dari rekapitulasi dokumen anggaran satuan kerja perangkat daerah yang terkait dengan ketahanan pangan pada APBD Kabupaten lndragiri Hilir tahun 2009, diperoleh bahwa jumlah anggaran yang digunakan digunakan untuk membiayai kegiatan terkait dengan pembangunan ketahanan pangan adalah sebesar Rp ,- atau sebesar 4,43 persen dari total APBD. Anggaran untuk kegiatan langsung ketahanan pangan sebesar 36,49 persen dan tidak langsung 63,51 persen. Anggaran untuk kegiatan terkait sub sistem ketersediaan pangan (57,85 persen) lebih besar dibanding untuk peruntukkan sub sistem lainnya, sedangkan anggaran ketahanan pangan untuk sub sistem distribusi (6,88 persen) relatif lebih rendah dibanding sub sistem lainnya. Bila peruntukkan anggaran ketahanan pangan dilihat dari program langsung dan tidak langsung, temyata menunjukkan terdapat perbedaan antara sub sistem ketahanan pangan. Pada kegiatan yang langsung, kegiatan yang terkait dengan sub sistem status gizi (15,54 persen) lebih besar dibanding untuk yang terkait 54

70 dengan sub sistem lainnya. Sedangkan pada kegiatan langsung, peruntukkan anggaran terkait sub sistem ketersediaan (43,58 persen) lebih besar dibanding untuk kegiatan terkait sub sistem lainnya (Tabel 4.13). Kondisi di atas menggambarkan bahwa kegiatan pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir tahun 2009 belum terdistribusi secara merata. Hasil analisis terhadap ruang lingkup pembangunan ketahanan pangan diperoleh bahwa 34 kegiatan yang telah dilaksanakan dan terdapat 29 kegiatan yang belum dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten lndragiri Hilir (Rincian kegiatan dan anggaran pada Lampiran 8). Adapun 29 kegiatan yang belum dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1. Program Langsung a. Terkait pada sub sistem ketersediaan, yakni kegiatan :1) pemberian modal bagi petani I nelayan, 2) peningkatan pengelolaan panen, pasca panen dan pengembangan hasil pengolahan, 3) pengembangan lumbung pangan masyarakat. b. Terkait pada sub sistem distribusi, yakni kegiatan : 1) meningkatkan aksebilitas rumah tangga terhadap pangan dan menjaga stabilitas harga pangan. c. Terkait pada sub sistem konsumsi, yakni kegiatan: 1) pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah, 2) peningkatan pengembangan dan penerapan sistem mutu pada proses produksi, olahan dan perdagangan pangan, 3) pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan. d. Terkait pada sub sistem status gizi, yakni kegiatan: 1) melakukan intensifikasi dan akselerasi distribusi kapsul minyak beryodium pada usia subur, ibu hamil, ibu menyusui dan anak sekolah, 2) pemberian makanan tambahan balita dan gizi kurang, 3) pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan ibu menyusui pada keluarga miskin, 4) bantuan permodalan bagi masyarakat miskin. 2. Program Tidak Langsung a. Terkait pada sub sistem ketersediaan, yakni kegiatan : 1) desiminasi informasi dan publikasi I promosi pangan, 2) penyusunan tata ruang daerah dan wilayah, 3) perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan, 4) penyempumaan sistem, metode, prasarana dan sarana 55

71 lembaga produksi dan pelayanan produksi pangan, 4) peningkatan kerjasama antar produsen pangan dan pengusaha hulu dan hilir, b. Terkait pad a sub sistem distribusi, yakni kegiatan : 1) pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi, 2) pengawasan sistem persaingan perdagangan yang tidak sehat, 3) mengembangkan jaringan pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah, 4) meningkatkan peranan lembaga usaha ekonomi pedesaan, 5) pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan, 6) pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan, 7) pengembangann sistem penerapan harga dan tarif yang melindungi produsen dan konsumen, c. Terkait sub sistem konsumsi, yakni kegiatan : 1) diversifikasi usaha tani dan pengembangan pangan lokal, 2) inventarisasi dan pengembangan pangan lokal non beras (sumber karbohidrat) serta sumber protein nabati dan hewani (ternak dan ikan), 3) penyusunan neraca bahan makanan, pola pangan harapan dan pola konsumsi pangan lokal, d. Terkait status gizi, yakni kegiatan : 1) peningkatan pendapatan, kesempatan ke~a dan kemampuan berusaha, 2) pelatihan dan pembinaan tim pangan dan gizi, 3) pendayagunaan tenaga pangan dan gizi, 4) pengembangan peta kerawanan pangan hingga tingkat desa/kelurahan dan pelatihan bagi aparat Kota Pekanbaru Dari hasil olahan data perkembangan APBD Kota Pekanbaru selama kurun waktu , menunjukkan bahwa setiap tahunnya APBD mengalami peningkatan sebesar 18,10 persen, dengan laju perkembangan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan ketahanan pangan rata-rata mengalami peningkatan yang mencapai 8,36 persen setiap tahunnya. Jumlah anggaran ketahanan pangan pada tahun 2005 sebesar Rp ,26, pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp (Gambar 4.4), dengan rata-rata persentase anggaran pembangunan ketahanan pangan setiap tahunnya sebesar 0,89 persen. 56

72 ' Milyard (Rp) F 1, v F v - r ; 1, F f--- - v r r ' r v - / r r ' / - r r _i:::::o' '-1:::::1> ~go '-;:,;,. -~ a hun oapbd , , , o Anggaran KP Gambar 4.4. Perkembangan Persentase Anggaran Ketahanan Pangan Terhadap APBD di Kota Pekanbaru Tahun Laju pertumbuhan persentase anggaran pembangunan ketahanan pangan mengalami penurunan yang relatif besar yakni 8,24 persen setiap tahunnya, Pada tahun 2005, persentase anggaran ketahanan pangan terhadap APBD mencapai 1,10 persen, pad a tahun 2009 mengalami penurunan menjadi persen (Untuk lebih jelas dapat dilihat pad a Lampiran 9). Dari Tabel 4.14, di atas juga menggambarkan bahwa anggaran untuk kegiatan langsung ketahanan pangan sebesar 63,85 persen dan tidak langsung persen. Secara keseluruhan anggaran ketahanan pangan yang terkait sub sistem status gizi (39,45 persen) dan distrubusi (29,94 persen) lebih besar dibanding untuk sub sistem lainnya. Hal ini terkait dengan karakteristik daerah yang berbeda antara Kota Pekanbaru dan Kabupaten lndragiri Hiliri. Kota Pekanbaru sebagai kota perdagangan dan jasa, lebih memfokuskan kegiatan ketahanan pangan di dua sub sistem tersebut. Bila peruntukkan anggaran ketahanan pangan dilihat dari program langsung dan tidak langsung, ternyata menunjukkan adanya perbedaan antara sub sistem ketahanan pangan. Pada kegiatan yang langsung, kegiatan yang terkait dengan sub sistem status gizi (36,38 persen) lebih besar dibanding untuk yang terkait dengan sub sistem lainnya. Sedangkan pada kegiatan tidak langsung, peruntukkan anggaran terkait sub sistem ketersediaan (24,35 persen) lebih besar dibanding untuk kegiatan terkait sub sistem lainnya. Besarnya 57

73 anggaran terkait dengan kegiatan tidak langsung ketahanan pangan di Kota Pekanbaru, karena proporsi anggaran untuk kegiatan menjamin ketersediaan, pengembangan cadangan pangan dan peningkatan kemampuan SDM lebih besar. Tabel Jumlah Anggaran yang Mendukung Kegiatan Ketahanan Pangan di Kota Pekanbaru Tahun 2009 No I II Ill LANGSUNG Program/Kegiatan Jml Keg 1 Terkait sub sistem ketersediaan 2 2 Terkait sub sistem distribusi 1 3 Terkait sub sistem konsumsi 2 4 Terkait status gizi 9 Jumlah I 14 TIDAK LANGSUNG 1 Terkait sub sistem ketersediaan 14 2 Terkait sub sistem distribusi 4 3 T erkait sub sistem konsumsi 1 4 Terkait status gizi 5 Jumlah II 24 LANGSUNG&TDK LANGSUNG 1 Terkait sub sistem ketersediaan 16 2 Terkait sub sistem distribusi 5 3 Terkait sub sistem konsumsi 3 4 Terkait status gizi 14 TOTAL 38 Jumlah Anggaran (Rp) 292,319,300 2, 156,693, ' 985,200 3,546,353,894 6,147,351,494 2,361,736, ,294, ,710, ,243,650 3,480,985,900 2,654,056,150 2,882,987, ,695,900 3,798,597,544 9,628,337,394 Sumber : Bappeko Pekanbaru (Data Diolah) Keterangan : KP = Ketahanan Pangan APBD Kota Pekanbaru Tahun 2009 = Rp. 1,234,636,060,870 Persentase Persentase Thd Thd Kp Apbd Hasil analisis terhadap ruang lingkup pembangunan ketahanan pangan diperoleh bahwa 29 kegiatan yang telah dilaksanakan dan terdapat 34 kegiatan yang belum dilaksanakan oleh pemerintah Kota Pekanbaru (rincian kegiatan dan anggaran pada Lampiran 9). Adapun 38 kegiatan yang belum dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1. Program Langsung a. Terkait pada sub sistem ketersediaan, yakni kegiatan :1) pemberian modal bagi petani/nelayan, 2) pengembangan diversifikasi pangan lokal, 3) peningkatan pengelolaan panen, pasca panen dan pengembangan 58

74 hasil pangan olahan, 4) peningkatan produksi pangan sumber karbohidrat non beras, pangan asal ternak, perikanan, sayur dan buah, 5) pengembangan cadangan pang an pemerintah, 6) pengembangan lumbung pangan masyarakat, b. Terkait pada sub sistem distribusi, yakni kegiatan : 1) peningkatan peningkatan efektivitas raskin, 2) bantuan tunai langsung c. Terkait pada sub sistem konsumsi, yakni kegiatan : 1) pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah, 2) peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dan gizi seimbang peningkatan pengembangan dan penerapan sistem mutu pada proses produksi, olahan dan perdagangan pangan, 3) pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan, d. Terkait pada sub sistem status gizi, yakni kegiatan : 1) bantuan permodalan bagi masyarakat miskin. 2. Program Tidak Langsung a. Terkait pada sub sistem ketersediaan, yakni kegiatan : 1) pengembangan lahan sawah dan lahan kering, 2) penyusunan tata ruang daerah dan wilayah, 3) perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan, 4) pengembangan desa mandiri pangan, 5) peningkatan kerjasama antar produsen pangan dan pengusaha hulu dan hilir, 6) pembinaan dan pengembangan teknologi tepat guna dan tepat usaha untuk pengelolaan dan penanganan pasca panen b. Terkait pada sub sistem distribusi, yakni kegiatan : 1) pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi, 2) penyempurnaan sistem tata niaga, distribusi dan pemasaran produk pangan, 3) meningkatkan peranan lembaga usaha ekonomi pedesaan, 4) pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan, 5) pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan, 6) pengembangann sistem penerapan harga dan tarif yang melindungi produsen dan konsumen, c. Terkait sub sistem konsumsi, yakni kegiatan : 1) pengembangan teknologi pangan, 2) diversifikasi usaha tani dan pengembangan pangan lokal, 3) inventarisasi dan pengembangan pangan lokal non beras (sumber karbohidrat) serta sumber protein nabati dan hewani (ternak dan ikan), 4) 59

75 V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian implementasi kebijakan anggaran daerah dalam pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Riau, adalah sebagai berikut : 1. Kondisi ketahanan pangan di wilayah penelitian (kabupaten lndragiri Hilir dan kota Pekanbaru) memperlihatkan bahwa produksi pangan daerah tahun belum dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk, sehingga ketergantungan pasokan dari luar daerah masih tinggi. Konsumsi pangan penduduk belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Masih adanya balita yang mengalami gizi buruk dan masyarakat yang mengalami kekurangan energi dan protein. Sehingga mengubah peta kerawanan pangan kabupaten lndragiri Hilir tahun 2009 dari prioritas Ill tahun 2005 menjadi prioritas II pada tahun 2009, dan Kota Pekanbaru masih masuk prioritas Ill. 2. Jumlah anggaran ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir pada tahun 2005 sebesar Rp ,54 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp ,00, dengan rata-rata porsi anggaran pembangunan ketahanan pangan setiap tahunnya sebesar 4,70 persen dari total APBD, dengan laju pertumbuhan yang mengalami penurunan 6,71 persen setiap tahunnya. Sedangkan di Kota Pekanbaru jumlah anggaran ketahanan pangan pada tahun 2005 sebesar Rp ,26, pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp atau mengalami peningkatan 8,36 persen setiap tahunnya, dengan rata-rata porsi anggaran ketahanan pangan terhadap APBD setiap tahun 0,89 persen, dengan laju pertumbuhan yang mengalami penurunan 8,24 persen setiap tahunnya, Kebijakan anggaran untuk kegiatan ketahanan pangan belum konsisten, dan masih rendah. Persentase anggaran ketahanan pangan masih terfokus pada sub sistem ketersediaan dan distribusi, sementara untuk subsistem konsumsi dan status gizi masih kurang. 3. Ruang lingkup pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir, 34 kegiatan yang telah dilaksanakan dan terdapat 29 kegiatan yang belum dilaksanakan. Sedangkan di Kota Pekanbaru 29 kegiatan yang telah dilaksanakan dan terdapat 34 kegiatan yang belum dilaksanakan. Ruang lingkup kegiatan ketahanan pangan yang telah dilakukan di Kabupaten

76 lndragiri Hilir dan Kota Pekanbaru belum merata. Program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan terfokus pada penyediaan benih dan bibit unggul, operasi pasar dalam rangka meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan, pelatihan SDM aparatur/penyuluh dan petani/nelayan dan pengelola lembaga pelayanan usaha tani, pengembangan sistem informasi pangan, pelayanan kesehatan masyarakat miskin sedangkan pembangunan ketahanan pangan yang lintas bidang dan lintas sektoral belum terintegrasi secara baik Rekomendasi Berdasarkan hasil dan pembahasan, beberapa saran yang dapat direkomendasikan antara lain : 1. Mengupayakan pemberian insentif harga pangan bagi petani/nelayan, untuk mengembalikan motivasi/animo petani/nelayan untuk lebih meningkatkan produksi pangan sehingga ketersediaan pangan dan kesejahteraan petani/nelayan meningkat. 2. Mengupayakan penambahan alokasi anggaran pada dinas/badan yang terkait dengan pembangunan ketahanan pangan seperti Dinas Lingkup Pertanian (Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Perkebunan), Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian untuk program dan kegiatan terkait ketersediaan pangan, Dinas Perdagangan untuk program dan kegiatan distribusi dan stabilisasi harga pangan, Dinas Kesehatan untuk program dan kegiatan terkait status gizi. Karena porsi anggaran yang ada selama ini belum mampu mendorong peningkatan ketersediaan pangan, konsumsi dan perbaikan status gizi masyarakat, guna mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang baik. Karena porsi belanja pembangunan masih didominasi oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Pendidikan, sesuai dengan amanat PP 38 tahun 2007 bahwa ketahanan pangan merupakan urusan wajib. Upaya ini dapat dilakukan dengan lebih mengoptimalkan fungsi Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota. Sehingga porsi anggaran ketahanan pangan di Kabupaten lndragiri Hilir dapat mencapai 10 persen dan di Kota Pekanbaru sebesar 5 persen dari total anggaran APBD. 3. Melakukan program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang belum terlaksana sesuai acuan yang ada secara terintegrasi karena 62

77 pembangunan ketahanan pangan bersifat lintas bidang dan lintas sektor yang saling berkaitan. Seperti kegiatan pengembangan diversifikasi produksi pangan lokal, pengembangan lumbung pangan masyarakat, diversifikasi konsumsi pangan dan gizi, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan ibu menyusui pada keluarga miskin sebagai tindak lanjut dari implementasi UU No. 7 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 24 Tahun

78 DAFTAR PUSTAKA Amidhan, H Tinjauan Empiris Pemenuhan Hak Atas Pangan Perspektif Hak Azasi Manusia. Makalah Pada Seminar Nasional Hak Atas Kecukupan Pangn, Jakarta 13 April2005. Badan Perencnaan Pembangunan Nasional Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Msyarakat. Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi Jakarta Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Riau Dalam Angka Tahun Pekanbaru. Badan Pusat Statistik Kabupaten lndragiri Hilir lndragiri Hilir dalam Angka. Tahun Tembilahan Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru Pekanbaru Dalam Angka, Tahun Pekanbaru. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau Laporan Kegiatan Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Riau. Pekanbaru. Badan Pusat Statistik dan Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau, Pendataan Penduduk/ Ke/uarga Miskin Provinsi Riau 2007, Pekanbaru, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten lndragiri Hilir Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Ke~a Perangkat Daerah Tahun 2005, 2006,2007, 2008, Tembilahan. Badan Perencanaan Pembangunan Kota Pekanbaru Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Ke~a Perangkat Daerah Tahun 2005, 2006,2007, 2008, Pekanbaru Dewan Ketahanan Pangan Kebijakan Umum Ketahanan Pangan Jakarta; Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian dan World Food Programme dan Peta Kerawanan Pangan Indonesia 2005 dan Jakarta. Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Kabupaten lndragiri Hilir Laporan Tahunan Dinas Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Tembilahan. Dinas Perkebunan Kabupaten lndragiri Hilir Laporan Tahunan Dinas Dinas Perkebunan Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Tembilahan.

79 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten lndragiri Hilir Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Tembilahan. Dinas Kesehatan Kabupaten lndragiri Hilir Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Tembilahan. Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun Pekanbaru. Dinas Pertanian Kota Pekanbaru Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kota Pekanbaru Tahun Pekanbaru. Frankerberger. Timothy R Indicators And Data Collection Methods For Assessing Household Food Security dalam Simon Maxwell Dan Timothi R. Frankerberger (eds) House Hold Food Security : Concepts. Indicators, Measurements. Uniceps. New York. Hafsah Jafar Muhammad Kedaulatan Pangan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Mardiasmo Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Serial Otonomi Daerah, Andi Yogyakarta. Martianto. D,Baliwati.YF, Dahrulsyah Dan Handewi.2007.Laporan Akhir Koordinasi Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Oalam Upaya Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan ; Kementriaan Coordinator Bidang Perekonomian Republic Indonesia. Maxwell, S. Dan Smith, M Household And Food Secutity :A Conceptual Review dalam Simon Maxwell dan Timothy R. Frankenberger (eds) Household Food Security : Concept, Indicator, Measurement, Uniceps. New York. Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan ; Jakarta. Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Kabupaten/Kota; Jakarta. Peraturan Presiden Republic Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun ; Jakarta. Suryana A Critical Review On Food Security In Indonesia. Makalah Pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret Suryana A Analisis Kebijaksanaan Ketahanan Pangan, Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungan Dan Ketahanan Pangan. Suryana A Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan, Yogyakarta; BPFE. 65

80 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan ; Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah; Jakarta. Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung Jawaban, Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Keuangan Daerah Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ; Jakarta. Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara ;Jakarta. Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah; Jakarta. Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah; Jakarta. Widodo, Hg. Triyanto, Indicator Ekonomi, Cetakan Kesembilan, Kanisius, Yogyakarta. 66

81 Lampiran 1. Struktur APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun Anggaran No Uraian Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % A. Penerimaan 532,357,604, ,556,003, ,012,425,248, ,363,548, ,035,232,615, Pendapatan Asli Daerah 22,632,367, ,876,034, ,293,785, ,827, ,605, a. Pajak Daerah 4,547,525, ,087,671, ,283,000, ,417,000, ,459,107, b. Retribusi Daerah 13,537,595, ,590,850, ,558,544, ,131,775, ,427,736, c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1,332,247, ,360,963, ,306,358, ,409,388, ,956,595, d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah 3,215,000, ,836,550, ,145,882, ,869,030, ,139,165, Dana Perimbangan 438,674,038, ,060,663, ,472,033, ,045,886, ,814,860, a. Bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak 223,814,863, '167' 173, ,078,033, ,741,931, ,385,860, b. Dana alokasi umum 203,823,000, , , ,790,000, ,699,955, ,000, c. Dana alokasi khusus 11,036,175, ,616,490, ,604,000, ,604,000, ,783,000, Lain-Lain Pendapatan yang sah 17,869,109, ,910,550, ,478,862, ,174,549, ,724,211, Sisa Lebih Perhitungan angaaran tahun /a/u 53,182,088, , , ,180,568, ,918, ,938, B. Pend<1patan 532,357,604, ,556,003, ,012,425,248, ,363,549, ,035,232,615, Belanja Rutin/Tidak Lang sung 70,726,180, ,273,312, ,983,880, ,340,128, ,073,550, Belanja Pembangunan/ Lang sung 461,631,424, ,282,691, ,441,368, ,023,420, ,159,065, Sumber: Bappeda Kabupaten lndragiri Hilir (2010) 67

82 Lampiran 2. Struktur APBD Kota Pekanbaru Tahun Anggaran No. Uraian Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % A. Penerimaan 634,761,352, ,757,673, ,302,365,157, ,152,835,443, ,234,636,060, Pendapatan Asli Daerah 86,945,155, , ,039,133, ,875,831, ,628,307, a. Pajak Daerah 46,745,678, ,901,091 ' ,281,863, ,622,242, ,528,316, b. Retribusi Daerah 29,243,014, ,785,807, ,394,556, ,514,654, ,942,982, c. Hasil Pengelolaan Kekayaan i Daerah yang Dipisahkan 533,426, ,271,665, ,625,679, ,915,654, ,086,606, d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 10, , ,503,760, ,737,034, ,823,280, ,070,402, Dana Perimbangan 473,888,268, ,134,387, ,106,454, ,381,422, ,417,593, a. Bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak 300,505,087, ,387, ,916, ,746, ,808,899, b. Dana alokasi umum 171,345,000, ,386,999, ,161,000, ,422, ,836,998, c. Dana alokasi khusus 2,038,180, ,395,000, ,029,000, ,295,424, ,771,695, Lain-Lain Pendapatan yang Sah 50,100,347, ,126, ,323,725, ,415,624, ,816,778, Sisa Lebih Perhitungan anggaran tahun lalu 23,827,580, ,418,835, ,895,843, ,162,565, ,773,380, B. Pengeluaran 634,761,352, ,020,499,800, ,302,365,157, ,152,835,443, ,234,636,060, Belanja Rutin/Tidak Langsung 327,549,071, ,1 08,632, ,479,515, ,764,810, ,353,202, Belanja Pembangunan/ Langsung 307,212,281, ,391,167, ,885,641,39tt ,070,633, ,282,857, Sumber : BPS Kota Pekanbaru ( ) dan Bappeko Pekanbaru (2010) 68

83 Lampi ran 3. Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2009 Secara Vertikal No SKPD/Instansl Jumlah CBS Vertikal (Rp) (%) 1 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 496,360, Sekretariat Daerah 244,695,255, DPRD 10,442,1 81, Sekretariat DPRD 15,758,937, lnspektorat 5,643,222, Badan Perencanaan Pembangunan 10,870,587, Badan Perizinan, PenModal, Promosi 3,222, 072, Badan KesBangsa, PollinMas 7 726,319, Badan Kepegawaian Daerah 11,858,457, Badan Pei.Penyuluhan, Ketahanan Pangan 6,459,126, Badan PemdyMas dan Pem.Desa 15, , Dinas Pendidikan 272,039,157, Dinas Kesehatan 37,896,524, Dinas Pekerjaan Umum 119,714,108, Dinas Perhubungan, Komlnfo 54,749, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 7,223,005, Dinas Sosial 4,901,420, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 6,715,337, Dinas Koperasi, Usaha Kecil 5, , Dinas Pemuda, Olahraga, KebyanWisata 8,012,368, Dinas Tan. Pangan, Horti dan Peternakan 16,821,156, Dinas Perkebunan 25,004, 646., Dinas Kehutanan 21,253, 135, Dinas Pertambangan dan Energi 11 '168,520, Dinas Kelautan dan Perikanan 9,725,894, Dinas Perindustrian dan Perdagangan 14,467,892, RSUD Tembilahan 24,373,594, Kantor Lingkungan Hidup 3,210,698, Kantor Penanggulangan Kebakaran 2,102,911, Kantor Pembyan Perempuan dan KB 2,889,093, Kantor Perpustakaan dan Kearsipan 3,394,081, Kecamatan (20 kecamatan) , Jumlah 1,035,232,615, Sumber : Bappeda/itbang Kabupaten lndragiri Hilir (2010) (Data Dio/ah) 69

84 Lampiran 4. Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kota Pekanbaru Tahun 2009 secara Vertikal No SKPD/Instansi Jumlah (Rp) CBS Vertikal (o/o) 1 KDH &WKDH 763,390, Sekretariat Daerah 270,995,154, DPRD 11,839,013, Sekretariat DPRD 25,294,528, Bappeko 9,042,184, Badan Lingkungan Hidup 4,544,953, lnspektorat Kota 4,743,446, Badan Kepegawaian Daerah 9,527,748, Badan Pelayanan Terpadu 5,282, 758, Badan Penanaman Modal 4,057,027, Badan KesbangPollinmas 5,406, 792, Badan Ketahanan Pangan dan P3 5,357,649, Badan PemMas, Pr dan KB 9, , Dinas Pendidikan 235,593,720, Dinas Kesehatan 43,215,140, Dinas Pekerjaan Umum 167,349,268, Dinas Pemadam Kebakaran 8,342,820, Dinas Tata Ruang dan Bangunan 4,775,293, Dinas Perhubungan, Komlnfo 24,819,381, Dinas Kebersihan dan Pertamanan 31,017,983, Dinas Kependudukan dan PctSipil 5,915,417, Dinas Sosial dan Pemakaman 7,367,557, Dinas Tenaga Kerja 5,266,959, Dinas Koperasi, UKM 3,875,072, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 6,829,922, Dinas Pemuda dan Olahraga 4,633,742, Dinas Pendapatan Daerah 16,311,448, Dinas Pertanian 8,051,029, Dinas Perindag 8,443,951, Dinas Pasar 10,040,279, Kantor SatPol Pamong Praja 9,046, Kantor Perpustakaan dan Arsip 1, , Kecamatan (12 kecamatan) 266,054,555, Jumlah 1,234,818, 060, Sumber : Bappeko Pekanbaru (2010) (Data Diolah) 70

85 Lampiran 5. Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kota Pekanbaru Tahun 2009 Secara Vertikal Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung No SKPD/Instansi CBS CBS (Rp) (Rp) (%) (%) 1 KDH &WKDH 763,390, Sekretariat Daerah 105,184,472, ,810,681, DPRD 11,839,013, Sekretariat DPRD 3,323,975, ,970,553, lnspektorat Kota 2,956,668, ,786,778, Bappeko 2,996,193, ,045,991, Badan Linokunoan Hidup 1,959,924, ,585,029, Badan Kepegawaian Daerah 3,990,546, ,537,201, Badan Pelayanan Terpadu 3,332,668, ,950,090, Badan Penanaman Modal 1,718,851, ,338, 175, Badan KesbangPollinmas 2,493,300, ,913,491, Badan Ketahanan Pangan dan P3 4,028,839, ,328,809, Badan PemMas, Pr dan KB 5,891,714, ,813,602, Dinas Pendidikan 235,393,480, ,240, Dinas Kesehatan 32,689,625, ,525,515, Dinas Peke~aan Umum 5,086,556, ,262,712, Dinas Pemadam Kebakaran 3,684,848, ,657,971, Dinas Tata Ruang dan Bangunan 3,293,614, ,481,679, Dinas Perhubungan, Komlnfo 7,170,464, ,648,917, Dinas Kebersihan dan Pertamanan 3,913,610, ,104,372, Dinas Keoendudukan dan PctSipil , ,386,472, Dinas Sosial dan Pemakaman 3,176, ,190,950, Dinas Tenaga Kerja 3,365,118, ,901,841, Dinas Koperasi, UKM 2,673,316, ,201,755, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2, , ,266, Dinas Pemuda dan Olahraoa 1,91 0, 712, ,723,029, Dinas Pendapatan Daerah 10,849,414, ,462,034, Dinas Pertanian 4,182,614, ,868,414, Dinas Perindag 3,696, 794, ,747,156, Dinas Pasar 5,089,498, ,950,780, Kantor SatPol Pamong Praja 5, 783,427, ,263,275, Kantor Perpustakaan dan Arsip 973, ,722, Kecamatan (12 kecamatan) 44, , ,023,779, Jumlah 533,535,202, ,282,857, Sumber: Bappeko Pekanbaru (2010) (Data Diolah) 71

86 Lampiran 6. Persentase Anggaran Pengeluaran APBD Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2009 Secara Vertikal Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung No SKPD /lnstansi (Rp) CBS CBS (Rp) (%) (%) 1 KDH &WKDH 496,360, Sekretariat Daerah 133,812,513, ,882,741, DPRD 10,442,181, Sekretariat DPRD 2,250,320, ,508,617, I nspektorat 2,368,139, ,275,083, Badan Perencanaan Pembangunan 2,413,248, ,457,338, Badan Perizinan, PenModal, Promosi 1,582,972, ,639, 100, Badan KesBangsa, PollinMas 3,232,187, ,494,132, Badan Kepegawaian Daerah 2,406,645, ,451,812, Badan Pei.Penyuluhan, Ketahanan Pangan 2,752,394, ,706,732, Badan PemdyMas dan Pem.Desa 1,774,489, ,540,169, Dinas Pendidikan 216,864,554, ,174,602, Dinas Kesehatan 28,194,024, ,702,500, Dinas Pekerjaan Umum 7,088,698, ,625,409, Dinas Perhubungan, Komlnfo 4,623,380, ,125,976, Dinas Kependudukan dan Catalan Sipil 4,799,762, ,423,243, Dinas Sosial 2,510,027, ,391,393, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2,809,791, ,905,545, Dinas Koperasi, Usaha Kecil 2,195,241, ,393,274, Dinas Pemuda, Olahraga, KebyanWisata 2,004,387, ,007,981, Dinas Tan. Pangan, Horti dan Peternakan 7,994,520, ,826,635, Dinas Perkebunan 2,497,142, ,507,504, Dinas Kehutanan 8,426, 135, ,827,000, Dinas Pertambangan dan Energi 2,635,158, ,533,361, Dinas Kelautan dan Perikanan 3,561,001, ,164,893, Dinas Perindustrian dan Perdagangan 4,226,570, ,241,322, RSUD Tembilahan 9,349,604, ,023,990, Kantor Lingkungan Hidup 1,287,800, ,922,898, Kantor Penanggulangan Kebakaran 1 '134,619, ,292, Kantor Pembyan Perempuan dan KB 516,886, ,372,207, Kantor Perpustakaan dan Kearsipan 1,302,382, ,091,699, Kecamatan (20 kecamatan) 33,520,408, ,973,608, Jumlah 511,073,550, ,159,065, Sumber : Bappedalitbang Kabupaten lndragiri Hilir (2010) (Data Diolah) 72

87 Lampiran 7. Program dan Kegiatan Langsung dan Tidak Langsung/Terkait dengan Ketahanan Pangan No Pendekatan P rogram/kegiatan Direct/ Langsung (Proses) lndlrect/tidak langsung (Input) Sumber Dokumen (1) (2t (3) (4) (5) I. Terkait pada subsistem ketersediaan 1 Menjamin Ketersediaan dan a. Pengembangan dan penyediaan benih, bibit unggul a. Pengembangan lahan sawah beririgasi dan lahan KUKP, DKP peningkatan produksi b. Pemberian modal bagi petani I nelayan kering c. Pengembangan diversifikasi pangan lokal b. Optimalisasi pemanfaatan lahan melalui KUKP d. Peningkatan Pengelolaan Panen, pasca panen ekstensifikasi, konservasi, intensifikasi dan dan pengembangan hasil pangan olahan rehabilitasi e. Peningkatan produksi pangan sumber karbohidrat c. Pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan daerah KUKP, RANPG non beras, pangan asal ternak, perikanan, sayur irigasi dan buah d. Penyusunan database produksi pangan KUKP e. Desiminasi informasi dan publikasi/promosi pangan KUKP f. Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah KUKP g. Perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi KUKP lahan 2 Mengembangan cadangan a. Pengembangan cadangan pangan pemerintah a. Pengembangan desa mandiri pangan KUKP pang an b. Pengembangan lumbung pangan masyarakat b. Penumbuhan dan pemantapan sentra agribisnis KUKP komoditas unggulan pangan dan non pangan 3 Peningkatan kemampuan a. Pelatihan SDM aparatlpenyuluh, petani/nelayan dan KUKP,RANPG SDM dan Kelembagaan pengelola lembaga pelayanan usaha tani dan Produksi Pangan perikanan b. Penyempurnaan sistem, metode, prasarana dan RANPG sarana lembaga produksi dan pelayanan produksi pangan c. Peningkatan kerjasama antar produsen pangan dan RANPG pengusaha hulu dan hilir d. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk RANPG pengembangan usaha jasa pelayanan pertanian e. Pembinaan dan pengembangan teknologi tepat guna KUKP dan tepat usaha untuk pengelolaan dan penanganan pasca panen 73

88 i (1) (2) (3) (4) (5) II. Terl<ait pada subsistem distribusi 1 Meningkatkan aksesibilitas a. Peningkatan efektifitas raskin a. Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana KUKP, DKP rumah tangga terhadap b. Operasi pasar distribusi pangan c. Bantuan tunai langsung b. Pengawasan system persaingan perdagangan yang KUKP tidak sehat c. Mengembangkan jaringan pemasaran dan distribusi KUKP antar dan keluar daerah d. Penyempurnaan system tata niaga, distribusi dan KUKP pemasaran produk pangan e. Meningkatkan peranan lembaga usaha ekonomi KUKP pedesaan f. Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan KUKP, DKP,RANPG pangan g. Peningkatan kemampuan SDM pengelola KUKP kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan. I 2 Pengembangan sistem a. Pemantauan harga pangan pokok secara berkala a. a. Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan KUKP informasi pasar, penyangga untuk stabilitas harga pangan b. KUKP, DKP pemantauan, Pengembangan sistem informasi pangan c. KUKP dan analisis akses pangan Pengembangan sistem penerapan harga dan tarif pokok yang melindungi produsen dan konsumen Ul Terl<ait pada subsistem l<onsumsi ~ Melakukan Diversifikasi a. Pemberian makanan tambahan untuk anak a. Pengembangan teknologi pangan KUKP Pangan sekolah(pmt AS) b. Diversifikasi usaha tani dan pengembangan pangan KUKP,DKP, PERb. Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dan gizi lokal seimbang c. lnventarisasi dan pengembangan pangan lokal non MENDAGRI N0.13 beras (sumber lkarbohidrat) serta sumber protein nabati dan hewani (ternak dan ikan) d. Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM), KUKP e. Pola Pangan Harapan (PPH) dan Pola Konsumsi KUKP Pangan Lokal 74

89 (1) (2) (3) (4) (5) 2 Peningkatan mutu dan a. Peningkatan pengembangan dan penerapan a. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap mutu KUKP, keamanan pangan sistem mutu pada proses produksi, olahan dan dan keamanan pangan PERMENDAGRI perdagangan pangan N0.13 b. Pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan IV Program terl<ait dengan status gizi 1 Mencegah dan menangani a. Melakukan intensifikasi dan akselarasi distribusi a. Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan KUKP, RANPG kerawanan pangan dan gizi kapsul minyak beryodium pada wanita usia subur, keadaan rawan pangan ibu hamil, ibu menyusui dan anak sekolah. b. Peningkatan keluarga sadar gizi melalui penyuluhan KUKP, RANPG, DKP b. Akselarasi suplementasi kapsul vitamin A untuk dan bimbingan sosial dengan menyempurnakan balita system komunikasi, informasi dan edukasi c. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu dam balita c. Melaksanakan pelayanan (kegiatan asuhan dan KUKP, RANPG, DKP d. Pemantauan tumbuh kembang balita di posyandu, konseling) kesehatan dan gizi terpadu serta puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lain pengadaan sarana dan prasarana kesehatan e. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita dan d. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan KUKP, RANPG, DKP gizi kurang. gizi keluarga f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu e. Peningkatan peran serta kelembagaan masyarakat, KUKP, RANPG, DKP hamil dan ibu menyusui pada keluarga miskin antara lain : kelompok tani, tim penggerak PKK dan g. Pelayanan kesehatan masyarakat miskin posyandu h. Bantuan permodalan bagi masyarakat miskin f. Peningkatan pendapatan, kesempatan kerja dan KUKP, RANPG, DKP kemampuan berusaha. g. Pelatihan dan pembinaan tim pangan dan gizi KUKP,DKP h. Pendayagunaan tenaga pangan dan gizi KUKP, RANPG, DKP i. Desiminasi informasi dan publikasi/ promosi KUKP, RANPG j. Pengembangan peta kerawanan pangan hingga RANPG tingkat desa I kelurahan dan pelatihan bagi aparat k. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data RANPG,DKP Sumber : Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP), Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG), Keputusan Dewan Ketahanan Pangan (DKP) 75

90 Lampiran 8. Anggaran Program dan Kegiatan Pembangunan Ketahanan Pangan Tahun 2009 Pada APBD Kabupaten lndragiri Hilir No. Program I Kegiatan (Dibuat sebagai Acuan) Program I Kegiatan (Dalam APBD ) Jumlah Anggaran (Rp) (1) (2) (3) (4) Program dan Kegiatan Langsung Program dan Kegiatan Langsung 16,747,401,650 I. Terkait pada subsistem l<etersediaan I. Terl<ait pada subsistem l<etersediaan 6,688,910, Menjamin Ketersediaan dan peningkatan produksi a. Pengembangan diversifikasi tanaman perkebunan 194,786,000 a. Pengembangan dan penyediaan benih dan bibit unggul b. Penyediaan sarana produksi perkebunan 839,967,000 c. Pengembangan bibit unggul perkebunan 405,561,000 b. Pemberian modal bagi petani I nelayan d. Penyediaan/peningkatan sarana dan prasarana perikanan 650,000,000 e. Penyediaan/ rehabilitasi sarana dan prasarana produksi 1,847,400,000 c. Pengembangan diversifikasi pangan lokal perikanan tangkap f. Peningkatan produksi, Produktifitas dan Mutu produk d. Peningkatan Pengelolaan Panen, pasca panen dan perkebunan, produk pertanian 264,889,000 pengembangan hasil pangan olahan g. Pengembangan perbenihan 178,436,000 e. Peningkatan produksi pangan sumber karbohidrat non beras, pangan asal ternak, perikanan, sayur i. Pendistribusian bibit ternak kepada masyarakat 714,870,000 dan buah 2 Mengembangan cadangan pangan a. Pengembangan cadangan pangan pemerintah a. Pengembangan cadangan pangan daerah (kelapa rakyat) 780,240,750 b. Pengembangan lumbung pangan masyarakat b. Pengembangan cadangan daerah 812,761,000 II. Terl<ait pada subsistem distribusi II. Terl<aitpada subsistem distribusl 2,763,840,900 1 Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan dan menjaga stabilitas harga pangan a. Peningkatan sistem dan jaringan informasi perdagangan 54,500,000 a. Peningkatan efektifitas raskin pangan pokok b. Operasi pasar b. Penyaluran raskin 2,709,340,900 c. Bantuan tunai langsung 2 Peng.embangan sistem informasi pasar, pemantauan dan analisis akses harga pangan pokok. _._ Pemanta_uan harga p_angan pokok secara berkala 76

91 (1) (2) (3) (4) Ill. Terkait pada subsistem konsumsi Ill. Terkait pada subsistem konsumsi 160,950,000 1 Melakukan diversifikasi pangan a. Pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah a. Penyuluhan sumber pangan alternatif 160,950,000 (PMTAS) b. Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dan gizi seimbang 2 Peningkatan mutu dan keamanan pangan a. Peningkatan pengembangan dan penerapan sistem mutu pacta proses produksi, olahan dan perdagangan pangan b. Pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan IV Program terkait dengan status gizl IV. Program terkait dengan status gizi 7,133,700,000 1 Mencegah dan menangani kerawanan pangan dan gizi a. Melakukan intensifikasi dan akselarasi distribusi kapsul a. Penggadaan obat dan perbekalan kesehatan 3,495,650, 000 minyak beryodium pacta wanita usia subur, ibu hamil, ibu b. Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan 107,000,000 menyusui dan anak sekolah kesehatan b. Akselarasi suplementasi kapsul vitamin A untuk balita c. Pelayanan kesehatan penduduk miskin 2,000,000,000 c. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan balita d. Pemeliharaan dan pemulihan kesehatan 124,400,000 d. Pemantauan tumbuh kembang balita di posyandu, e. Penggadaan peralatan dan perbekalan kesehatan puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lain suk obat generik esensial 250,000,000 e. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita dan gizi f. Peningkatan kesehatan masyarakat 101,700,000 kurang g. Peningkatan pelayanan dan penanggulangan masalah 860,950,000 f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan kesehatan ibu menyusui pacta keluarga miskin h. Pertolongan persalinan bagi ibu hamil dari keluarga g. Pelayanan kesehatan masyarakat miskin kurang mampu 194,000,000 h. Bantuan permodalan bagi masyarakat miskin -- L 77

92 (1) (2) (3) (4) Program dan Kegiatan Tidal< L.angsung Program dan Kegiatan Tidal< Langsung 29, 152, 185, 700 I Terl<ait pada subsitem l<etersediaan I. Terl<ait pada subsitem l<etersediaan 19,863,816,700 1 Menjamin ketersediaan, peningkatan produksi dan Penataan Ruang a. Penyusunan dan pengumpulan data perkebunan 273,981 '000 a. Pengembangan lahan sawah beririgasi dan lahan kering b. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam perumusan b. Optimalisasi pemanfaatan lahan melalui ekstensifikasi, program perkebunan dan kebijakan layanan publik 143,940,500 konservasi, intensifikasi dan rehabilitasi c. Pengendalian kerusakan hutan dan lahan (tanggul manual) 1,431,531,400 c. Pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan daerah irigasi d. Pengendalian kerusakan hutan dan lahan (tanggul mekanik) 9,576,897,700 d. Penyusunan database produksi pangan e. Pengendalian kerusakan hutan dan lahan e. Desiminasi informasi dan publikasi/promosi pangan (normalisasi parit I trio tata air) 4,495,11 0, 950 f. Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah f. Pengendalian kerusakan hutan dan lahan (penunjang) 289,056,050 g. Perbaikan administrasi IPertanahan dan sertifikasi lahan g. Pelatihan petani dan pelaku agribisnis per~ebunan 145,513,000 2 Mengembangkan cadangan pangan a. Pengembangan desa mandiri pangan h. Fasilitasi kerjasama regional produksi perkebunan 353,560,000 b. Penumbuhan dan pemantapan sentra agribisnis j. Penyusunan kebijakan alih fungsi lahan pertanian 260,512,200 komoditas unggulan pangan dan non pangan k. Pengembangan desa mandiri pangan 128,244,000 I. Perumusan kebijakan pertanahan dan infrastruktur 3 Peningkatan kemampuan SDM dan kelembagaan produksi pertanian dan pedesaan 98,000,000 pangan m. Pembinaan ekonomi masyarakat pesisir 145,000,000 a. Pelatihan SDM aparat/penyuluh, petani/nelayan dan n. Peningkatan kesadaran dalam pendayagunaan sumber pengelola lembaga pelayanan usaha tani dan perikanan daya laut 47,500,000 b. Penyempurnaan sistem, metode, prasarana dan sarana perikanan lembaga produksi dan pelayanan produksi pangan o. Pembangunan dan rehabilitasi balai benih ikan 1 '178, 903,500 p. Optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi 479,930,400 q. Penyuluhan dan pendampingan petani dan pelaku c. Peningkatan kerjasama antar produsen pangan dan agribisnis 33,200,000 pengusaha hulu dan hilir r. Perumusan kebijakan pertanahan dan infrastruktur d. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk pengem- pertanian dan pedesaan 335,040,000 bangan usaha jasa pelayanan pertanian s. Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit 140,605,000 e. Pembinaan dan pengembangan teknologi tepat guna dan menular ternak tepat usaha untuk pengelolaan dan penanganan pasca t. Prasarana penyuluh pertanian 307,291,000 panen 78

93 (1) (2) (3) (4) II Terl<alt pada subs/stem distribusi II. Terl<ait pada subsistem distribus/ 394,611,000 1 Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan a. Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana a. Pengembangan model distribusi pangan yang efisien 72,003,000 distribusi b. Sosialisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri 144,120,000 b. Pengawasan system persaingan perdagangan yang tidak c. Promosi atas hasil produksi pertanian 178,488,000 sehat c. Mengembangkan jaringan pemasaran dan distribusi antar dan keluar daerah d. Penyempurnaan system tata niaga, distribusi dan pemasaran produk pangan e. Meningkatkan peranan lembaga usaha ekonomi pedesaan f. Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan g. Peningkatan kemampuan SDM pengelola kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan. 2 Pengembangan sistem informasi pasar, pemantauan dan analisis akses harga pangan pokok a. Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan b. Pengembangan sistem informasi pangan c. Pengembangan sistem penerapan harga dan tarif yang melindungi produsen dan konsumen Ill Terl<ait pada subsistem l<onsumsi Ill. Terl<ait pada subsistem l<onsumsl 6,277,405,000 1 Diversifikasi pangan a. Pengembangan teknologi pangan a. Penelitian dan pengembangan teknologi perkebunan 201,208,000 b. Diversifikasi usaha tani dan pengembangan pangan lokal tepat guna c. lnventarisasi dan pengembangan pangan lokal non beras b.. Peningkatan penerapan teknologi pertanian 6,076, 197,000 (sumber karbohidrat} serta sumber protein nabati dan hewani (ternak dan ikan) d. Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM), Pola Pangan I Harapan (PPH) dan Pola Konsumsi Pangan Lokal_

94 (1) (2) (3) (4) I 2 Peningkatan mutu dan keamanan pangan I I a. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap mutu dan I keamanan pangan IV Program terkait dengan status gizi IV. Program terkait dengan status gizi 2,616,353,000! 1 Mencegah dan menangani kerawanan pangan dan gizi a. Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan keadaan a. Penanganan daerah rawan pangan 106,015,000 rawan pangan b. Laporan berkala kondisi ketahanan pangan daerah 130,559,000 b. Peningkatan keluarga sadar gizi melalui penyuluhan dan c. Pengembangan media promosi dan informasi sadar bimbingan sosial dengan menyempurnakan system komu- hidup sehat 1 00,000,000 kasi, informasi dan edukasi d. Peningkatan pemanfaatan sarana kesehatan 149,350,000 e. Penyusunan peta informasi masyarakat kurang gizi 150,000,000 f. Pengkajian pengembangan lingkungan sehat 114,167,100 c. Melaksanakan pelayanan (kegiatan asuhan dan konseling) g. Pengendalian penyakit menular (HIV I AID) 250,000,000 kesehatan dan gizi terpadu serta pengadaan sarana dan h. Pelayanan pencegahan dan penanggulang penyakit prasarana kesehatan menular 314,302,500 d. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan gizi i. Peningkatan surveillance epideminologi dan keluarga penanggulangan wabah 118,862,000 e. Peningkatan peran serta kelembagaan masyarakat, antara j. Pembangunan dan pemutakhiran data dasar standar 96,281,000 lain : kelompok tani, tim penggerak PKK dan posyandu pelayanan kesehatan f. Peningkatan pendapatan, kesempatan kerja dan k Peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana kemampuan berusaha. puskesmas 983,879,400 g. Pelatihan dan pembinaan tim pangan dan gizi I. Kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan 102,937,000 h. Pendayagunaan tenaga pangan dan gizi i. Desiminasi informasi dan publikasi/ promosi j. Pengembangan peta kerawanan pangan hingga tingkat desa I kelurahan dan pelatihan bagi aparat k. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data I Total anggaran program langsung dan tidak langsung 45,899,587,350 Sumber :DPA Bad an Pe/aksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Sekretariat Oaerah, Din as Ke/autan dan Perikanan, Din as Kesehatan, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Kabupaten lndragiri Hi/ir ((2009), diolah Din as Ke/autan dan Perikanan, Dinas Tanaman Pangan, Hortiku/tura, Peternakan Kabupaten lndragiri Hilir Tahun 2009, diolah 80

95 Lampiran 9. Anggaran Program dan Kegiatan Pembangunan Ketahanan Pangan Tahun 2009 Pada APBD Kota Pekanbaru No. Program I Kegiatan (Dibuat sebagai Acuan ) Program I Kegiatan (Dalam APBD ) Jumlah Anggaran (Rp) i (1) (2) (3) (4) Program dan Ke{iatan Lan_gsung Program dan Kegiatan Langsung 6,147,351,494 I. Terkait pada subsistem l<etersediaan I. Terkait pada subsistem ketersediaan 292,319,300 1 Menjamin Ketersediaan dan peningkatan produksi a. Penyediaan benih, bibit unggul a. Pengembangan bibit unggul pertanian/perkebunan 280,215,250 b. Pemberian modal bagi petani I nelayan b. Pendistribusian bibit ternak kepada masyarakat 12,104,050 c. Pengembangan diversifikasi pangan lokal d. Peningkatan Pengelolaan Panen, pasca panen dan pengembangan hasil pangan olahan e. Peningkatan produksi pangan sumber karbohidrat non beras, pangan asal ternak, perikanan, sayur dan buah 2 Mengembangan cadangan pangan a. Pengembangan cadangan pangan pemerintah b. Pengembangan lumbung pangan masyarakat II. Terkait pada subsistem distribusi II. Terkait pada subsistem distribusi 2, 156,693,100 1 Meningkatkan aksesibiiitas rumah tangga terhadap a. Pengembangan pasar dan distribusi barang/produk 2, 156,693,1 00 i pangan dan menjaga stabilitas harga pangan a. Peningkatan efektifitas raskin b. Operasi pasar c. Bantuan tunai langsung 2 Pengembangan sistem informasi pasar, pemantauan dan analisis akses harga pangan pdkok a. Pemantauan harga pangan pokok secara berkala : Ill. Terkait pada subsistem konsumsi Ill. Terkait pada subsistem konsumsl 151,985,200 1 Melakukan diversifikasi pangan a. Pengembangan dan pelayanan teknologi industri (mutu}. a. Pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah pangan 140,182,300 (PMTAS) b. Pengawasan dan pengendalian keamanan dan kesehatan 11,802,900 b. Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan dan gizi seimbang makanan restorant 81

96 (1) (2) (3) (4) 2 Peningkatan mutu dan keamanan pangan a. Peningkatan pengembangan dan penerapan sistem mutu pada proses produksi, olahan dan perdagangan pangan b. Pencegahan dini dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan mutu dan keamanan pangan IV Program terl<ait dengan status gizi IV. Program terkait dengan status glzi 3,546,353, Mencegah dan menangani kerawanan pangan dan gizi a. Melakukan intensifikasi dan akselarasi distribusi kapsul a. Peningkatan kesehatan masyarakat 8,266,500 minyak beryodium pada wanita usia subur, ibu hamil, ibu b. Pelacakan gizi buruk 24,040,000 menyusui dan anak sekolah c. Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita 30,054,250 b. Akselarasi suplementasi kapsul vitamin A untuk balita d. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan 1,382,501,960 c. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan balita e. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi pengungsi 161,571,258 d. Pemantauan tumbuh kembang balita di posyandu, f. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk 176,980,326 puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lain obat generik esensial e. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita dan gizi g. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi pengungsi kurang korban bencana 261,233, 600 f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan h. Pemberian tambahan makanan dan vitamin 1 '138,760,000 ibu menyusui pada keluarga miskin f. Pengadaan/peningkatan dan perbaikan sarana dan g. Pelayanan kesehatan masyarakat miskin prasarana puskesmas dan jaringannya. 362,946,000 h. Bantuan permodalan bagi masyarakat miskin Program dan Kegatan Tidak Langsung Program dan Kegiatan Tidak Langsung_ 3,480,985,900 I Terl<alt pada subsitem ketersediaan I. Terkait pada subsitem ketersediaan 2,361,736,850 1 Menjamin ketersediaan, peningkatan produksi dan a. Bimbingan teknis implementasi peraturan perundang- 55,705,600 Penataan Ruang undangan terkait pertanian a. Pengembangan lahan sawah beririgasi dan lahan kering b. Pemeliharaan sarana dan prasarana teknologi pertanian I b. Optimalisasi pemanfaatan lahan melalui ekstensifikasi, perkebunan tepat guna 549,229,000 konservasi, intensifikasi dan rehabilitasi c. Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit c. Pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan daerah irrigasi menular ternak 77,966,900 d. Penyusunan database produksi pangan d. Pemusnahan ternak yang terjangkit penyakit endemik 260,452,550 e. Desiminasi informasi dan publikasi/promosi pangan e. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rehabilitasi 520,371,000 f. Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah hutan dan lahan g. Perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan f. Penyelengaraan reboisasi dan penghijauan hutan 108,558,700 i I 82

97 (1) (2) (3) (4) g. Penyusunan data base potensi produk pangan 84,308,850 2 Mengembangkan cadangan pangan h. Promosi atas hasil pertanian I perkebunan unggulan a. Pengembangan desa mandiri pangan daerah b. Penumbuhan dan pemantapan sentra agribisnis i. Pelatihan petani dan pelaku agribisnis 124,143,350 komoditas unggulan pangan dan non pangan j. Penyuluhan dan pendampingan petani dan pelaku agribisnis 101,531,700 3 Peningkatan kemampuan SDM dan kelembagaan produksi k. Peningkatan kemampuan lembaga petani 120,924,250 pangan I. Pembinaan kepada kelompok tani pembudidaya ikan 154,926,400 a. Pelatihan SDM aparat/penyuluh, petani/nelayan dan m. Pembinaan dan pengembangan perikanan 178,764,050 pengelola lembaga pelayanan usaha tani dan perikanan n. Pendampingan pada kelompok nelayan perikanan tangkap 24,854,500 b. Penyempurnaan sistem, metode, prasarana dan sarana lembaga produksi dan pelayanan produksi pangan c. Peningkatan kerjasama antar produsen pangan dan pengusaha hulu dan hilir d. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk pengembangan usaha jasa pelayanan pertanian e. Pembinaan dan pengembangan teknologi tepat guna dan tepa! usaha untuk pengelolaan dan penanganan pasca pan en II Terl<ait pada subsistem.cistribusi II. Terl<ait pada subsistem distribusi 726,294,700 1 Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan a. Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi b. Koordinasi peningkatan hubungan kerja dengan lembaga b. Pengawasan system persaingan perdagangan yang tidak perlindungan konsumen 68,771,350 sehat c. Fasilitasi penyelesaian permasalahan pengaduan c. Mengembangkan jaringan pemasaran dan distribusi konsumen 136,735,250 antar dan keluar daerah d. Pengembangan kemetrologian daerah 71,095,550 d. Penyempurnaan system tata niaga, distribusi dan e. Peningkatan sistem dan jaringan informasi perdagangan 449,692,550 pemasaran produk pangan e. Meningkatkan peranan lembaga usaha ekonomi pedesaan f. Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan g. Peningkatan kemampuan SDM pengelola kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan 83

98 (1) (2) (3) (4) 2 Pengembangan sistem informasi pasar, pemantauan dan analisis akses harga pangan pokok a. Pengelolaan pasokan pangan dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan b. Pengembangan sistem informasi pangan c. Pengembangan sistem penerapan harga dan tarif yang melindungi produsen dan konsumen Ill Terkait pada subsistem konsumsi Ill. Terkait pada subsistem konsumsi 140,710,700 1 Diversifikasi pangan a. Pengembangan teknologi pangan a. Peningkatan mutu dan keamanan pangan 140,710,700 b. Diversifikasi usaha tani dan pengembangan pangan lokal c. lnventarisasi dan pengembangan pangan lokal non beras (sumber karbohidrat) serta sumber protein nabati dan hewani (ternak dan ikan) d. Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM), Pola Pangan Harapan (PPH) dan Pola Konsumsi Pangan Lokal 2 Peningkatan mutu dan keamanan pangan a. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap mutu dan keamanan pangan IV Program terkait dengan status gizi IV. Program terkait denaan status gizi 252,243,650 1 Mencegah dan menangani kerawanan pangan dan gizi a. Pengembangan isyarat dini dan penanggulangan keadaan rawan pangan b. Peningkatan keluarga sadar gizi melalui penyuluhan dan a. Pengembangan media promosi dan informasi sadar bimbingan sosial dengan menyempurnakan system komu- hidup sehat 41,880,000 kasi, informasi dan edukasi b. Penyuluhan masyarakat pola hidup sehat 86,094,200 c. Melaksanakan pelayanan (kegiatan asuhan dan konseling) c. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga kesehatan dan gizi terpadu serta pengadaan sarana dan sadar gizi 29,960,400 prasarana kesehatan d. Pengadaan sarana dan prasarana posyandu 19,140,000 d. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan gizi e. Monitoring, evaluasi dan pelaporan 75,169,050 keluarga --'

99 (1) (2) (3) (4) e. Peningkatan peran serta kelembagaan masyarakat, antara lain : kelompok tani, tim penggerak PKK dan posyandu f. Peningkatan pendapatan, kesempatan kerja dan kemampuan berusaha. g. Pelatihan dan pembinaan tim pangan dan gizi h. Pendayagunaan tenaga pangan dan gizi i. Desiminasi informasi dan publikasi/ promosi j. Pengembangan peta kerawanan pangan hingga tingkat desa I kelurahan dan pelatihan bagi aparat k. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data Total anggaran program langsung dan tidak langsung 9,628,337,394 Sumber :DPA Dinas Pertanian, Dinas Perdaganan Cilan Perindustrian, Dinas Kesehatan dan Badan Ketahanan Pangan dan Pe/aksana Penyu/uhan Kota Pekanbaru (2009), diolah 85 l

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan memp&aii kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan mempakan bagian dari hak asasi individu. Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN ANGGARAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

KAJIAN KEBIJAKAN ANGGARAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT KAJIAN KEBIJAKAN ANGGARAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (A Study on Budget Policy to Support Food Security in Lampung Barat District) Indra Gunawan 1, Drajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan esensial dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azasi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG EVALUASI PELAKSANAAN RENJA DINAS KETAHANAN PANGAN TAHUN 205 I. LATAR BELAKANG Rencana Kerja (Renja) merupakan dokumen perencanaan yang disusun berpedoman kepada Rencana Strategis (Renstra) dan mengacu

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia

Gambar 1.1 Persentase konsumsi pangan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar hasil bumi merupakan hasil pertanian dan perkebunan. Hasil bumi tersebut merupakan salah satu faktor penting

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2.

Pasal 3 (1) Susunan Organisasi Dinas Pangan dan Perkebunan terdiri dari : a. Kepala; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Sub Bagian Perencanaan; 2. BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PANGAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN CILACAP

Lebih terperinci

ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN

ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN ARAH DAN STRATEGI PERWUJUDAN KETAHANAN PANGAN Achmad Suryana 1 PENDAHULUAN Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat, yang diwakili

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Kabupaten Bima disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut : 1) Untuk merencanakan berbagai kebijaksanaan dan strategi percepatan

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 s/d 2019

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 s/d 2019 RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 s/d 2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT BADAN KETAHANAN PANGAN Garut, 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami persembahkan ke

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) A.1. Visi dan Misi Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 2018 adalah Terwujudnya masyarakat Kalimantan

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Samarinda, April 2016 Kepala, Ir. Fuad Asaddin, M.Si. Nip KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan SPM Bidang Ketahanan ini dapat kami selesaikan. Laporan ini merupakan salah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 54 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Dalam rangka mendorong dan meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 101 TAHUN 2016 T E N T A N G

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 101 TAHUN 2016 T E N T A N G WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 101 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN KOTA PEKANBARU DENGAN

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Lumajang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan Kabupaten Lumajang sejalan dengan ditetapkannya Undang Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah lebih mengutamakan pelaksanaan desentralisasi

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015 FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015 1 ARAHAN UU NO. 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN A. KERANGKA KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN Kedaulatan Pangan Kemandirian Pangan Ketahanan Pangan OUTCOME Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA. 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP)

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA. 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP) BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP) Rencana strategis (Renstra) instansi pemerintah merupakan langkah awal

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Ketahanan pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANALISIS KEMANDIRIAN PANGAN ASAL TERNAK DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (Self Sufficiency Analysis Animal Food of to Strengthen Food Security in West Lampung District)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA. Yogyakarta, 6 Februari 2007

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA. Yogyakarta, 6 Februari 2007 SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA DISKUSI REGULER EVALUASI POLITIK PANGAN PEMERINTAHAN SBY-KALLA Yogyakarta, 6 Februari 2007 Assalaamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Yang Saya Hormati: Pimpinan Pusat

Lebih terperinci