BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kristen. Konflik terjadi karena adanya provokasi dari pihak-pihak tertentu. Konflik
|
|
- Ida Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Konflik Maluku merupakan pertikaian antar kelompok agama Muslim dan Kristen. Konflik terjadi karena adanya provokasi dari pihak-pihak tertentu. Konflik di Maluku merupakan salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dan terburuk di Indonesia. Jumlah korban jiwa mencapai dalam kurun waktu 3 tahun, Oktober 1998 sampai Mei Sejak berlakunya Keadaan Darurat Sipil di Maluku (26 Juni 2000 Januari 2002), jumlah pengungsi konflik Maluku mencapai jiwa (Manoppo, 2005). Konflik horizontal pecah kembali di Maluku pada tahun Konflik terpusat di kota Ambon. Frekuensi konflik pada periode ini terjadi dalam empat momen (tabel 1), tetapi puncaknya pada 11 September 2011 (Nainggolan, 2012). Pada waktu itu, sekelompok warga menyerang kawasan kampung Waringin. Kemudian pada hari yang sama, konflik merembes ke kawasan Mardika - Batu Merah, yakni kawasan lain di sekitar kota Ambon. Rentetan konflik tersebut berakibat korban meninggal dunia 3 orang, luka berat 24 orang, dan luka ringan 65 orang (Firdaus, 2011). Jumlah rumah yang terbakar 226 unit, rusak berat 26 unit, dan ringan 16. Pemerintah kota Ambon secara resmi menetapkan jumlah pengungsi korban konflik 11 September 2011 sebanyak 485 kepala keluarga atau jiwa (Wadrianto, 2011).Dibandingkan dengan konflik terparah kedua 14 Mei 2012, korban dan kerugian pada konflik 11 September 2014 secara kuantitas dan kualitas relatif lebih besar. Tidak ada korban jiwa pada konflik 14 Mei 2012, selain hanya korban luka-luka sebanyak 49 orang, ditambah 3 unit rumah dan 10 unit sepeda motor yang dibakar massa (Toumahuw, 2012).
2 2 Tabel 1 Frekuensi konflik di kota Ambon, tahun Waktu Kasus Tempat 23 Januari 2011 Kasus angkutan kota Batu Merah 11 Sepetember 2011 Kasus Ojek Mardika 17 September 2011 Kasus kecerlakaan lalu-lintas Kudamati 14 Mey 2012 Kasus perayaan hari pahlawan Batu Merah dan Mardika Penyebab konflik Maluku menurut Manoppo (2005) bukan karena perbedaan agama semata. Pihak-pihak kepentingan menciptakan kondisi psikososial masyarakat untuk mempersepsi dan mengatribusi konflik bermotif agama. Hal ini menghasilkan prasangka agama, sehingga memotivasi perilaku agresif dan kekerasan para pihak, yang menyebabkan konflik antar pemeluk agama. Selanjutnya Manoppo (2005) memperlihatkan dampak konflik secara psikologis, yakni muncul ekspresi-ekspresi emosi sosial yang negatif seperti, trauma, prasangka, hilang kepercayaan, apatis, ketakutan kolektif, mudah disugesti dan hilangnya harapan untuk pulih membangun integrasi hubungan antar kelompok. Berdasarkan tinjauan demografi, konflik dapat kembali terjadi di Ambon disebabkan oleh tiga hal. Pertama, kepadatan penduduk di kota Ambon. Luas daratan pulau Ambon 337 km persegi, tetapi hanya 17 persen yang dapat dihuni. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah pulau Ambon adalah tebing dan pegunungan. Jumlah penduduk kota Ambon tahun 2010 mencapai 330 ribu jiwa, atau sekitar seperlima dari keseluruhan provinsi Maluku. Tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi, sebesar 5,97 persen. Angka kepadatan penduduk kota Ambon mencapai jiwa/km pada tahun Kepadatan penduduk yang tinggi tersebut menciptakan kondisi yang mempermudah terjadinya konflik. Penyebab kedua adalah malfungsi pembangunan. Di banyak tempat bahkan di negara maju, kerusuhan mudah muncul di kantong-kantong pemukiman golongan miskin atau mereka yang
3 3 kesulitan memperoleh akses ke sumber daya dan hasil pembangunan. Angka persentasi kemiskinan kota Ambon menurun dari 14,49 sampai 11,30 pada tahun Walaupun menurun, tetapi persentasi kemiskinan dua digit tetap merupakan persentasi yang cukup tinggi. Malfungsi atau kegagalan program pembangunan di Kota Ambon menyebabkan kemiskinan semakin tersebar. Ketiga, faktor segregasi wilayah pemukiman. Segregasi diwariskan sejak zaman penjajahan Belanda. Segregasi semakin diperjelas ketika konflik dan terus bertahan sampai pasca konflik. Segregasi dan persaingan juga terjadi di tubuh birokrasi pemerintahan antara PNS yang Kristen dan Muslim. Hal ini turut berkontribusi pada munculnya eskalasi ketegangan di masyarakat dan dalam politik lokal, berujung pada terjadinya konflik (Nainggolan, 2012). Upaya merespon konflik Maluku telah cukup banyak dilakukan. Awalnya, pada masa kepresidenan Habibie (1999). Presiden Habibie merespon konflik Maluku dengan pendekatan keamanan. Pendekatan ini termanifestasi dalam kebijakan pengiriman pasukan militer. Upaya tersebut menuai kegagalankarena adanya bias dalam menangani perusuh. Kondisi semakin diperparah, pemusnahan dan kebencian antar kedua kelompok semakin mengintensifkan konflik. Provinsi Maluku benar-benar terbelah ke sisi Muslim dan Kristen. Waktu itu, perdamaian identik dengan menyerah(muluk & Malik, 2009). Upaya pemerintah yang lain dari Presiden Abdurrahman Wahid ( ). Awalnya dia hanya memberi pernyataan bahwa konflik Maluku hanya dapat diselesaikan oleh orang-orang Maluku sendiri. Pernyataannya menuai banyak kritikan bahkan kecaman. Akhirnya, ia membuat beberapa intervensi, terutama menggunakan pendekatan keamanan. Dengan menerjunkan personil Yongab (Yonif gabungan) dari berbagai unsur TNI (Kopasus, Kopaskas dan
4 4 Marinir). Operasi utamanya berupa sistem patroli intensif yang ditujukan untuk menghentikan pasokan senjata ilegal (Muluk & Malik, 2009). Pada era pemerintahan presiden Megawati ( ), inisiatif lain diperkenalkan oleh Yusuf Kalla sebagai Menteri Koordinator Bidang Sosial dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Inisiatif ini dikenal sebagai Perjanjian Perdamaian Malino II. Pertemuan itu menghasilkan 11 poin deklarasi, yang didukung dengan program pemerintah pusat dengan menerapkan penegakan hukum bagi pelanggar HAM. Namun, setelah melewati waktu dua minggu, terjadi konflik lagi dengan tingkat keparahan lebih tinggi. Kemudian terungkap bahwa banyak wakil yang diundang terutama dipilih karena afiliasi politik mereka dengan pemerintah daerah waktu itu (Muluk & Malik, 2009). Intervensi lain dari pemerintah provinsi Maluku, dengan membentuk komunitas pusat rekonsiliasi. Namun tim ini menghadapi penolakan dari masyarakat. Kegagalan tim ini karena tidak representatif. Pemerintah provinsi juga mempertemukan 13 Latupati (raja/kepala desa) muslim dan kristen sekitar wilayah Leihitu. Namun, forum ini gagal menghentikan eskalasi kekerasan (Muluk & Malik, 2009). Dengan demikian, intervensi dari pemerintah pusat maupun daerah tidak relevan dan belum berhasil mendamaikan kedua kelompok yang berkonflik (Muluk & Malik, 2009). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal juga memainkan peran intervensi. Gagasan tim Wayame pada Februari 1999, bertujuan melindungi masyarakat Wayame Hamlet yang lokasinya terdapat instalasi vital (instalasi minyak milik negara dan bandara). Meskipun mencakup lokasi terbatas, tim berhasil melindungi daerah ini. Intervensi kecil lain dari LSM yang berfokus untuk
5 5 misi kemanusian yakni Baileo Foundation. Tujuannya untuk memberdayakan masyarakat pengungsi di tingkat akar rumput. Intervensi dari LSM lokal cukup berhasil, tetapi jangkauan intervensinya sangat terbatas (Muluk & Malik, 2009). Muncul gerakan baku baemerespon dengan rentang intervensi yang lebih luas. Gerakan ini melakukan beberapa pertemuan baik informal maupun formal. Pertemuan dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa pertemuan diselenggarakan, yakni pertemuan pertama dikelola dalam lokakarya pemecahan masalah interaktif (IPSW). Lokakarya berlangsung di Jakarta, bulan Agustus Hasil lokakarya ini diumumkan ke publik sebagai suara hati masyarakat korban di Maluku. Pertemuan keduanya berlangsung di Bali. Sasaran lokakarya ditujukan kepada pemimpin perang gerilya dari kedua kelompok. Peserta yang hadir mencakup 20 orang dari pihak Muslim dan 20 orang dari pihak Kristen. Lokakarya ini merekomendasikan beberapa kegiatan menyangkut pemberdayaan ekonomi dan pendidikan untuk masyarakat Maluku. Rangkaian IPSW dilanjutkan di Yogyakarta pada bulan Desember Lokakarya tersebut mendapat dukungan moral dari Sultan Yoyakarta. Jumlah peserta dalam lokakarya ini, semakin bertambah menjadi 80 orang. Partisipan lokakarya terdiri dari berbagai unsur masyarakat, seperti pengungsi, perempuan, korban cacat fisik, pemimpin agama, kepala desa, pemuda, mahasiswa, akademisi, pengacara, wartawan, budayawan, migran lokal etnis Tionghoa, dan etnis Buton di Maluku. Intervensi yang dilakukan Gerakan Baku Bae memiliki dampak positif yang lebih luas dibandingkan dengan intervensi-intervensi sebelumnya. Walaupun disadari bahwa semakin banyak yang memahami kesiasiaan perang, tetapi masih banyak orang di Maluku pada saat itu yang tidak menyukai perdamaian (Muluk & Malik, 2009).
6 6 Ketika konflik kembali pecah pada tahun 2011, tumbuh gerakan lokal yang dinamai gerakan provokator perdamaian. Gerakan ini berawal dari tulisantulisan mengenai pengalaman pertemanan yang disebarkan ke khalayak umum melalui berbagai media. Cerita-cerita itu dikenal dengan sebutan story telling (tuturan cerita). Inti cerita-cerita tersebut hendak mempromosikan adanya harapan damai antar pertemanan, bukan benci maupun dendam. Istilah provokator perdamaian merujuk pada kebalikan dari provokator kerusuhan. Provokator kerusuhan adalah orang yang bertindak melakukan provokasi rusuh, sedangkan provokator perdamaian adalah orang yang bertindak melakukan provokasi damai. Provokasi rusuh berarti masyarakat disodorkan dengan informasi berupa isu-isu yang mendorong mereka terlibat di dalam mendukung terjadinya konflik. Sebaliknya, provokasi damai berarti masyarakat didorong terlibat dalam proses perdamaian. Demikian filosofi di balik nama provokator perdamaian. Sejak itu, gerakan provokator perdamaian terbentuk dari jaringan pertemanan, yang kemudian terus diperluas (Yohanes, 2011). Awal pergerakannya pada 11 September 2011, ketika Ambon bergejolak kembali. Jaringan pertemanan itu berupaya mereduksi beberapa isu konflik. Mekanismenya melalui saling menginformasikan kebenaran (fakta) ketika isu konflik sedang mengalir di masyarakat. Tujuannya untuk memverifikasi isu konflik. Terbukti, banyak isu konflik yang tidak sesuai kenyataan atau tidak benar (Yohanes, 2011). Aksi gerakan provokator perdamaian berlanjut dengan mengunjungi tempat-tempat pengungsian. Terutama pengungsi yang rumahnya baru saja terbakar ketika konflik 11 September Gerakan provokator perdamaian mendaftarkan kebutuhan-kebutuhan pengungsi. Daftar-daftar tersebut digunakan
7 7 sebagai acuan untuk berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah dan agama, guna mendapatkan bantuan. Aksi lain dari gerakan provokator perdamaian yang diwakili oleh komunitas Badati ialah mengunjungi pos-pos jaga di daerah perbatasan. Mereka menghimpun kedua kelompok dan menyelenggarakan acara tradisi kopi badati. Tradisi kopi badati merupakan acara minum kopi bersama antar kedua kelompok yang berjaga di daerah perbatasan. Biasanya terjadi pada malam hari. Di sanalah terjadi pertemuan antar korban (dari dua kelompok berbeda agama) untuk berdialog (Manuputty, 2012). Penelitian awal menunjukkan bahwa nama gerakan provokator perdamaian merupakan pelabelan terhadap suatu pergerakan sejak peristiwa 11 September 2011 di Ambon. Modal pergerakan itu adalah pertemanan lintas kelompok yang sudah terjalin sebelumnya. Sebagian besar pertemanan lintas kelompok telah terbangun dalam kelompok-kelompok komunitas hobi, selain pertemanan di luar komunitas-komunitas... Sebenarnya gerakan provokator perdamaian.. nama untuk sebuah movement yang dipilih sehingga bisa merangsang dinamika, terutama anakanak muda (J1J1). Pelabelan provokator perdamaian ditempelkan pada pergerakan 11 September 2011 dan setelahnya dalam kelompok komunitas Kopi Badati. Pergerakan 11 September terkenal dengan counter issue, narasi damai, dan pergerakan Kopi Badati yang memediasi para pihak di pos-pos jaga perbatasan Salam-Sarane. Pelabelan tersebut belum diterima oleh pihak-pihak tertentu. Mereka merasa belum menjadi seorang provokator perdamaian... kalo ditanya apakah beta provoktor damai, beta merasa beta belum (D1J1)
8 8 Penolakan pelabelan tersebut menunjukkan bahwa nama provokator perdamaian tidak mewakili para pihak yang terjun dalam pergerakan 11 September 2011 dan Kopi Badati. Padahal pihak-pihak tersebut merupakan bagian dari pergerakan. Mereka sudah terjalin dalam pertemanan lintas kelompok sejak awal. Apapun nama yang diberikan terhadap eksistensi pergerakan tersebut, fakta menunjukkan bahwa mereka pro-perdamaian. Untuk sementara, pergerakan tersebut disebut gerakan pro-perdamaian. Oleh karena modal utama dalam pergerakan tersebut adalah pertemanan lintas kelompok, maka penelitian ini akan menelusuri dinamika sosio-psikologis pertemanan lintas kelompok. Penelusuran psikologi mengenai dialog dan pertemanan dibahas dalam teori kontak dan perkembangannya pertemanan lintas kelompok (cross group friendship). Kontak terbagi atas dua jenis, yakni kontak langsung (direct contact) dan kontak tidak langsung (indirect contact). Kontak langsung adalah interaksi tatap muka antaranggota kelompok yang terkait (Miles & Crisp, 2014). Kontak tidak langsung terbagi atas tiga jenis, (1) extended contact adalah belajar tentang anggota ingroup yang merupakan teman dengan anggota outgroup; (2) vicarious contact adalah mengamati anggota ingroup berinteraksi dengan anggota outgroup; dan (3) imagined contact adalah mengimjinasi diri sendiri berinteraksi dengan anggota outgroup. Pertemanan tidak langsung (indirect friendship) merupakan kelanjutan dari kontak tidak langsung (Feddes, Noack, & Rutland, 2009). Pertemanan lintas kelompok secara langsung (direct friendship) merupakan bagian dari kontak langsung. Penemuan Pettigrew (1998) menunjukkan bahwa untuk memungkinkan adanya situasi kontak mesti ada
9 9 potensi pertemanan. Bahwa interaksi lintas kelompok, terutama pertemanan, dapat berdampak pada sikap antar kelompok yang lebih positif. Pada umumnya, penelitian tentang kontak dan perkembangannya sangat berkaitan erat dengan prasangka. Dominan penelitian tentang kontak langsung maupun kontak tidak langsung cenderung berhubungan dengan pereduksian prasangka. Hal ini karena, teori kontak pada awal sebenarnya adalah suatu teori prasangka (prejudice theory), bukan tentang teori relasi antar kelompok (Allport, 1954). Penelitian tentang pertemanan langsung lintas kelompok juga cenderung berkaitan dengan penurunan prasangka. Pettigrew berpendapat, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa pengurangan prasangka outgroup dapat dicapai terutama dengan mempromosikan pertemanan langsung antar anggota kelompok-kelompok yang bersaing (Pettigrew, 1997). Bukti meta analisis Pettigrew dan Tropp (2006) menegaskan bahwa pertemanan langsung lintas kelompok memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan bentuk-bentuk kontak yang lain dalam mengurangi prasangka outgroup secara signifikan. Pertemanan langsung sangat efektif karena interaksi yang erat (close interaction) dengan anggota outgroup, ditambah dengan self disclosure, kontak berulang dan diperluas dalam berbagai konteks, serta mekanisme keintiman lain. Berdasarkan paparan di atas, dampak konflik telah menghasilkan sikap negatif masing-masing kelompok terhadap yang lain. Kondisi ini mempermudah terulangnya konflik. Kelompok pro-perdamaian mempromosikan damai melalui upaya mempertemukan kedua kelompok untuk berdialog. Selain itu, diupayakan juga membangun jaringan pertemanan diantara keduanya. Dialog (kontak) dan
10 10 pertemanan (cross-group friendship) dalam literatur penelitian merupakan strategi mengurangi sikap negatif atau sebaliknya mempromosikan sikap positif. Terutama mengurangi prasangka antar kelompok. Rumusan Permasalahan Bagaimana dinamika sosio-psikologis pertemanan lintas kelompok properdamaian pasca konflik Maluku? C.Tujuan dan Manfaat Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah memahami dinamika relasi dalam pertemanan lintas kelompok pada gerakan pro-perdamaian. Penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan keilmuan psikologi sosial, khususnya psikologi perdamaian maupun ilmu-ilmu lain yang terkait. 2. Manfaat praktis Pola dinamika sosio-psikologis pertemanan lintas kelompok dapat menjadi model peacemaking di daerah lain yang mengalami konflik serupa. D. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya Manoppo (2005) meneliti tentang manfaat pendekatan resolusi konflik interaktif sebagai pendekatan baru resolusi konflik komunal berbasis korban yang berdimensi psikososial di Maluku. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian campuran (mix methods). Subjek penelitian berjumlah 20 orang untuk penelitian eksperimen. Subjek adalah partisipan lokakarya LBH Maluku. Penelitian berlangsung di tempat lokakarya di Jakarta. Kesamaan
11 11 penelitiannya adalah subjek penelitian mengalami konflik Maluku. Perbedaan penelitiannya pada topik dan metode penelitian. Penelitian Manoppo (2005) tentang resolusi konflik interaktif berbasis komunitas korban, sedangkan penelitian ini tentang dinamika sosio-psikologis pertemanan lintas kelompok pada gerakan pro-perdamaian. Kundu (2012) meneliti tentang bagaimana dialog antariman dapat digunakan untuk mempromosikan penyembuhan dan rekonsiliasi. Terutama dialog antariman dengan pendekatan tradisional sebagai alat mekanisme transisi keadilan untuk meningkatkan kemaafan (forgiveness). Metode peneltiannya adalah metode penelitian campuran. Subjek penelitian kuantitatif berjumlah 60 orang dan kualitatif berjumlah rata-rata 45 orang untuk focus group discussion sebanyak 10 kali. Penelitian Kundu (2012) menilai keterlibatan populasi lokal baik perempuan, pemuda dan stakeholder lainnya sebagai subjek penelitian. Penelitian berlangsung di kota Ambon dan sekitarnya. Kesamaan penelitiannya pada subjek penelitian yakni, partisipan yang terlibat dan berkontribusi terhadap perdamaian di kota Ambon. Perbedaan penelitiannya pada topik dan metode. Topik penelitian Kundu (2012) tentang lokalisasi dialog antariman, sedangkan penelitian ini tentang dinamika pertemanan lintas kelompok pada gerakan properdamaian. Walaupun keduanya memperhatikan dialog antarkelompok, tetapi gerakan pro-perdamaian tidak hanya sebatas itu. Lebih dari itu, gerakan properdamaian mempromosikan pertemanan antarkelompok. Metode penelitian Kundu (2012) adalah mix methods, tetapi penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, strategi penelitian fenomenologi.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.
Lebih terperinciMeski sudah padam, tapi tidak ada jaminan tidak akan meletus lagi kan?
Yusuf Kalla, mantan Wakil Presiden Pasca penandatanganan Perjanjian Damai Maluku di Malino (12/2/2002) kerusuhan Ambon sejak 1999 terhenti. Namun ternyata itu bukan perdamaian abadi. Terbukti rusuh kembali
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perasaan cemas dan tidak nyaman ini dapat dirasakan baik oleh kelompok mayoritas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intergroup anxiety adalah perasaan cemas dan tidak nyaman yang mungkin dirasakan seseorang ketika berinteraksi dengan kelompok outgroupnya (Stephan, 2014). Perasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, agama, serta aliran kepercayaan menempatkan Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan
Lebih terperinciRefleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua
Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,
Lebih terperinciBab Tiga Belas Kesimpulan
Bab Tiga Belas Kesimpulan Kehidupan manusia senantiasa terus diperhadapkan dengan integrasi, konflik dan reintegrasi. Kita tidak dapat menghindar dari hubungan dialektika tersebut. Inilah realitas dari
Lebih terperinciBAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT
BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas
Lebih terperinciBAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA
BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari
Lebih terperinciMuhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI
Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Rusuh Ambon 11 September lalu merupakan salah satu bukti gagalnya sistem sekuler kapitalisme melindungi umat Islam dan melakukan integrasi sosial. Lantas bila khilafah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di sebabkan karena pelecehan seksual dimana adanya fitnah kepada warga masyarakat suku Bali
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku merupakan bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Indonesia yang memiliki nilai-nilai adat dan budaya yang beragam dan kaya. Situasi ini telah memberikan gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia saat ini telah dijumpai beberapa warga etnis seperti Arab, India, Melayu apalagi warga etnis Tionghoa, mereka sebagian besar telah menjadi warga Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciPemberdayaan Peran Perempuan dalam Kegiatan Perdamaian
Pemberdayaan Peran Perempuan dalam Kegiatan Perdamaian Dampak Konflik terhadap Perempuan dan Hubungan Jender. Peran Perempuan Sebagai Agen Konflik dan Perdamaian. Hambatan Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi
Lebih terperinciNegara Jangan Cuci Tangan
Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)
Lebih terperinciETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH
Pendahuluan ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH Konflik etnik antara suku Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah (Kalteng) terjadi pada Febuari 2001. Akhir dari konflik ini lebih merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Penduduk muslimnya berjumlah 209.120.000 orang atau 13% dari jumlah penduduk Muslim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metodologi merupakan jalan yang ditempuh untuk mencapai pemahaman. Jalan untuk mencapai pemahaman tersebut ditetapkan secara bertanggungjawab secara ilmiah dan data yang dicari
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan
201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik
BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas
Lebih terperinciBAB II. Gambaran Umum. A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca karya Rustam Kastor (2000:54) menjelaskan bahwa desa-desa di Maluku sebelum
BAB II Gambaran Umum A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca 1998 Menurut buku Badai Pembalasan Laskar Mujahidin Ambon dan Maluku karya Rustam Kastor (2000:54) menjelaskan bahwa desa-desa di Maluku
Lebih terperincinegara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk
BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 7 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK
RGS Mitra 1 of 7 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PERCEPATAN PEMULIHAN PEMBANGUNAN PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PASCAKONFLIK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa saat ini masih terdapat permasalahan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian
BAB V PENUTUP Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian khusus dari semua aspek yang ada, baik itu masyarakat maupun pemerintahan, walaupun pada saat ini telah tercipta
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan psikologis
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN Pengantar Pada bab ini, penulis akan menggambarkan seluruh proses pengalaman penelitian yang dijalani oleh peneliti selama berada di lokasi penelitian. Berawal dari tugas mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi etnis, bangsa yang kaya dengan keanekaragaman suku bangsa
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)
BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) Dilihat dari gambaran umum dan penyebab konflik, maka dapat diciptakan sebuah model 2x2 matriks
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN
46 BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Lembaga Swadaya Masyarakat Samitra Abhaya Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (LSM SA KPPD) Surabaya Lembaga Swadaya Masyarakat Samitra Abhaya Kelompok Perempuan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah berhasil menduduki Yogyakarta sebagai awal agresi II, Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai dengan Agresi-nya yang pertama termasuk
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari beribu-ribu pulau tersebut Indonesia memiliki berbagai suku, ras, agama,
Lebih terperinciBab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.
Bab Satu Pendahuluan Hela Rotan 1 Hela hela rotan e rotan e tifa jawa, jawa e babunyi Reff, rotan, rotan sudah putus sudah putus ujung dua, dua bakudapa e. Ciptaan: NN. Syair lagu di atas mengingatkan
Lebih terperinciLAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL
LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL Studi ini bertujuan meneliti penyebab dan dampak konflik antara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. Sejarah pernah mencatat bagaimana kegemilangan kerajaan Aceh pada masa pemerintahan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
SALINAN NOMOR 1/2017 WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciAsesmen Gender Indonesia
Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2
Lebih terperinciBAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK
Lebih terperinciSISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA
Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 57-65 JIPP Non-Empiris SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA a Subhan El Hafiz Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai
Lebih terperinciBullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon
Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan kekerasan atau violence umumnya dilakukan
Lebih terperinci2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, Soekarno tampil dihadapan peserta sidang dengan pidato
Lebih terperinciKOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P.
KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO Oleh : Any Rizky Setya P. Latar Belakang Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan
Lebih terperinciBab 8 Kesimpulan. Disertasi ini bertolak dari beberapa pertanyaan spesifik berikut: Mengapa
Bab 8 Kesimpulan Disertasi ini bertolak dari beberapa pertanyaan spesifik berikut: Mengapa kekerasan anti-tionghoa terjadi di Surakarta tetapi tidak di Yogyakarta? Mengapa kerusuhan Islam-Kristen terjadi
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan penelitian pada Bab I penelitian ini dan dihubungkan dengan kerangka pemikiran yang ada, maka kesimpulan yang diambil dari penelitian ini
Lebih terperinciKEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak
KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER
145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik
Lebih terperinciKONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA
1 KONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA Pengantar Membanjirnya warga etnik Madura yang berasal dari Kalimantan ke pulau Madura hingga mencapai 128.919 orang (OCHA, 2003) menimbulkan sejumlah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.
BAB V KESIMPULAN Krisis kemanusiaan yang terjadi di Darfur, Sudan telah menarik perhatian masyarakat internasional untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan kemanusiaan
Lebih terperinciTERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA
TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA Oleh: NAMA : AGUNG CHRISNA NUGROHO NIM : 11.02.7990 KELOMPOK :A PROGRAM STUDI : DIPLOMA 3 JURUSAN DOSEN : MANAJEMEN INFORMATIKA : Drs.
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer.
BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Militer Indonesia merupakan kasus yang menarik bagi studi mengenai Militer dan Politik. Selain keterlibatan dalam sejarah kemerdekaan, selama tiga dekade militer Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pembahasan dari bab ini adalah kesimpulan dan saran yang merujuk pada jawaban-jawaban permasalahan penelitian yang telah dikaji. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan
Lebih terperinciKEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA
KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah lebih dari satu dasawarsa reformasi dijalani bangsa Indonesia kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara cenderung mengalami kemunduran kualitas, meskipun sistem
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Peristiwa terorisme pada tahun 2002 di Bali dikenal dengan Bom Bali I, mengakibatkan banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing,
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial
BAB V Kesimpulan Berdasarkan tulisan diatas, dapat diambil argumen bahwa Media memiliki peranan yang sangat penting dalam isu politik dan hubungan internasional. Di kawasan Mesir dan Suriah bisa dikatakan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
Lebih terperinciPembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB)
Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB) Menuju Dialog Pembangunan untuk Perdamaian 1 Proses PPB: Tinjauan (1) Prakarsa bersama Pemerintah Indonesia, UNDP dan Pemerintah Inggris (DFiD). Dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi yang aman dan kondusif merupakan salah satu syarat guna mendukung proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Karena proses penyelenggaraan pemerintahan akan
Lebih terperinciKeterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65
Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dalam Genosida 65 Majalah Bhinneka April 2, 2016 http://bhinnekanusantara.org/keterlibatan-pemerintah-amerika-serikat-dan-inggris-dalam-genosida-65/
Lebih terperinciPidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010
Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI
KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang
Lebih terperinciV. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Kementerian melaksanakan kebijakan
156 V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Kementerian melaksanakan kebijakan
Lebih terperinciGLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21
Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciDalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.
Lebih terperinciSekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam
Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam Dwi Utari Nugroho *), Nurulia Unggul P.R *), Nur Shinta Rengganis *), Putri Asmita Wigati **) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciWestget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.
Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Melalui uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kerjasama internasional memiliki peranan penting dalam mendukung pencapaian nasional,
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 1. Kesimpulan
BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Film Senyap mengungkapkan bahwa komunis merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi saat peristiwa pemberantasan komunis 1965 yang dampaknya masih terasa
Lebih terperinciNo ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain, disaat berinteraksi dengan orang lain tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu
Lebih terperinci