PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KONDISI TERMAL RUANG KELAS PADA SDN MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KONDISI TERMAL RUANG KELAS PADA SDN MEDAN"

Transkripsi

1 PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KONDISI TERMAL RUANG KELAS PADA SDN MEDAN SKRIPSI OLEH LOISE ANGGRAINI PASARIBU DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

2 PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KONDISI TERMAL RUANG KELAS PADA SDN MEDAN SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur Pada Fakultas Teknik Oleh LOISE ANGGRAINI PASARIBU DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

3 PERNYATAAN PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KONDISI TERMAL RUANG KELAS PADA SDN MEDAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, 7 Desember 2017 Loise Anggraini Pasaribu

4 Judul Skripsi :PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAPKONDISI TERMAL RUANG KELAS PADA SDN MEDAN Nama Mahasiswa : Loise Anggraini Pasaribu Nomor Pokok : Departemen : Arsitektur Menyetujui Dosen Pembimbing Ir. Basaria Talarosha, M.T. NIP Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi, Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc NIP NIP Tanggal lulus: 7 Desember 2017

5 Telah diuji pada Tanggal: 7 Desember 2017 Panitia Penguji Skripsi Ketua Komisi Penguji Anggota Komisi Penguji : Ir. Basaria Talarosha, M.T. : 1. Amy Marisa, ST, MT, Ph.D 2. Agus Johnson, ST, MT

6 SURAT HASIL PENILAIAN SKRIPSI Nama : Loise Anggraini Pasaribu NIM : Judul Skripsi : Pengaruh Orientasi Bangunan terhadap Kondisi Termal Ruang Kelas pada SDN Medan Rekapitulasi Nilai : A B+ B C+ C D E Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan: No. Status Waktu Pengumpulan Laporan Paraf Pembimbing Koordinator Skripsi 1 Lulus Langsung 2 Lulus Melengkapi 3 Perbaiki Tanpa Sidang 4 Perbaiki Dengan Sidang 5 Tidak Lulus Medan, 7 Desember 2017 Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi, Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc NIP NIP

7 ABSTRAK Kondisi termal di dalam ruang kelas memengaruhi kenyamanan siswa dalam belajar. Salah satu faktor yang memengaruhi kondisi termal di dalam ruang kelas adalah orientasi bangunan terhadap matahari. Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk mengkaji kondisi termal ruang kelas yang identik sama namun berbeda orientasinya terhadap matahari, yaitu orientasi Utara dan Barat. Penelitian dilakukan terhadap dua ruang kelas di SDN Medan Helvetia. Untuk mengetahui kondisi termal di dalam ruang kelas, dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara di dalam dan luar ruangan pada waktu bersamaan selama enam hari sepanjang aktivitas belajar (pukul WIB). Data pengukuran dianalisa dengan membandingkan hasil pengukuran pada masingmasing ruang kelas dan ruang luar. Hasil studi menunjukkan bahwa suhu udara di ruang kelas yang berorientasi ke Barat lebih tinggi daripada suhu udara di ruang kelas yang berorientasi ke Utara. Kata kunci: orientasi bangunan, kondisi termal, ruang kelas. i

8 ABSTRACT Thermal condition in the classroom affects students comfort in learning. One of the factors that can affect thermal condition in building is its orientation against the sun. Based on the fact, author conducted this study to examine the thermal condition in two identical classrooms but in different orientation against the sun, such as the north and west side. Two classrooms in SDN Medan Helvetia were the objects in this study. To find out the thermal condition in the classrooms, author conducted the measurement of temperature and air humidity at the same time in six days during the lesson hours (at WIB). The result is analyzed by comparing the data inside and outside in each classroom. The result indicated that west side has a higher temperature than north side. Key words:building orientation, thermal condition classroom. ii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan kasih karunia yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Medan. Dalam proses penulisan skripsi, tentunya penulis tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Basaria Talarosha, M.T., selaku Dosen Pembimbing yang telah senantiasa memberikan banyak waktu, ilmu, bimbingan, arahan serta dukungan perlengkapan selama proses penulisan skripsi ini. 2. Ibu Amy Marisa, ST, MT, Ph.D dan bapak Agus Jhonson, S.T., M.T., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam proses penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Si, selaku Ketua Departemen Arsitektur USU dan koordinator skripsi. 4. Bapak dan ibu dosen pengajar dan seluruh staf di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik. 5. Ibu Roslaini, selaku Kepala Sekolah, ibu Salma dan guru-guru beserta muridmurid SDN Medan Helvetia yang telah mengizinkan dan membantu penulis selama proses penelitian skripsi ini. iii

10 6. Kedua orang tua penulis, J. Pasaribu dan A. Purba serta saudara penulis Ray Christian Pasaribu dan Frans Josua Pasaribu yang telah memberikan bantuan materi dan doa, dukungan serta semangat selama studi dan proses penulisan skripsi ini. 7. Novita, Qiqa, Nadia, Afrida, Nadiatul, Cindy, Ivany, Julyana, Anggun L., Neny dan seluruh teman Arsitektur USU 2013 yang telah menjadi sahabat, rekan dan saudara selama masa kuliah di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik USU. 8. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara moril maupun materi, yang tidak bisa disebutkan satu persatu selama proses penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Medan, 7 Desember 2017 Penulis, Loise Anggraini Pasaribu iv

11 DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Berpikir... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan tentang Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia Layout Massa Bangunan Pendidikan Kenyamanan Termal Faktor-faktor yang Memengaruhi Kenyamanan Termal Batas-batas Kenyamanan Termal Orientasi Bangunan dan Kondisi Termal dalam Bangunan Kenyamanan Termal Siswa di Sekolah v

12 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Variabel Penelitian Metode Pengumpulan Data Populasi dan Sampel Penelitian Objek Penelitian Lokasi Penelitian Kelas sebagai Objek Penelitian Metode Pengukuran Metode Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Kondisi Termal Ruang Kelas dan Ruang Luar Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara pada Ketiga Titik Pengukuran Perbandingan Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Ketiga Titik Selama Enam Hari Analisa Perbandingan Suhu Udara berdasarkan Orientasi terhadap Matahari Analisa Hubungan antara Suhu Udara dan Radiasi Matahari BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA vi

13 DAFTAR TABEL 2.1 Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik Faktor-faktor yang memengaruhi kenyamanan termal Hasil penelitian batas-batas kenyamanan termal Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik Rincian data SDN Medan Helvetia Hasil simulasi radiasi matahari pada SDN Kondisi eksisting ruang kelas B dan F Spesifikasi alat pengukuran Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang kelas B, ruang kelas F dan ruang luar (koridor) SDN Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017) Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017) Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari Kondisi suhu udara ketiga titik pengukuran pada hari 3 vii

14 (Jumat, 11 Agustus 2017) Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017) Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017) Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017) Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017) Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017) Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017) Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017) Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari viii

15 4.20 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar (Pengukuran hingga jam 12.05) Data Hasil simulasi radiasi matahari pada ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada 10 Agustus Hasil simulasi radiasi matahari dan pengukuran suhu pada 10 Agustus...89 ix

16 DAFTAR GAMBAR 2.1 Tipe layout bangunan sekolah Lokasi penelitian Massa bangunan pada lokasi penelitian Site plan lokasi penelitian Tampak depan massa bangunan Bukaan pada sisi koridor dan berlawanan koridor pada SDN Site plan SDN Hasil simulasi radiasi matahari pada SDN Posisi ruang kelas B (merah) dan ruang kelas F (hijau) Denah Ruang Kelas Tampak Depan Ruang Kelas Potongan Ruang Kelas B (Utara) Potongan Ruang Kelas F (Barat) Detail Jendela dan Pintu SDN Suasana Ruang Kelas Letak titik pengukuran pada ruang B (titik A), ruang F (titik B) dan ruang luar (titik C) Bentuk instrumen letak alat ukur BZ30 data logger (a), Letak titik pengukuran pada ruang B (b), Letak titik pengukuran pada ruang F (c) dan Letak titik pengukuran pada ruang luar (d) Hasil Pengukuran Kelas B SDN x

17 (Orientasi Utara) Hasil Pengukuran Kelas F SDN (Orientasi Barat) Hasil Pengukuran Ruang Luar SDN Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari Grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017) Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari Grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari Grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017) Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari Grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017) Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari Grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017) Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari Grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017) Grafik Suhu dan Kelembaban Udara di Dalam dan Luar Ruangan xi

18 (Pengukuran hingga jam WIB) Simulasi posisi matahari dan pembayangan yang terjadi di SDN Medan pada 10 Agustus Simulasi radiasi matahari kota Medan 10 Agustus Simulasi radiasi matahari di SDN Medan pada 10 Agustus Pengukuran suhu udara di SDN pada 10 Agustus Site plan lokasi penelitian (menunjukkan titik pohon) Orientasi terbaik pada lokasi penelitian xii

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi termal di ruang kelasmemengaruhi kenyamanan siswa dalam belajar. Penurunan kenyamanan termal akan berdampak pada terjadinya penurunan kinerja akademis siswa (Earthman, 2002). Amasuomo & Amasuomo (2016)menyebutkan kenyamanan termal memengaruhi konsentrasi, perhatian, kelelahan, dan kegelisahan siswa selama belajar. Beberapa studi membuktikan adanya tingkat kenyamanan termal yang berbeda di antara siswa. Suhu nyaman termal siswa pada ruang yang dikondisikan (menggunakan AC) dan yang tidak dikondisikan (alami) juga berbeda. Penelitian Karyono, Heryanto, & Faridah (2015) pada dua universitas yang berbeda membuktikan adanya perbedaan tingkat kenyamanan termal yang dirasakan mahasiswa pada ruang kelas yang menggunakan AC, yaitu: 24,1 C dan 24,9 C. Penelitian Susanti & Aulia (2013) pada sebelas SMA di Padang menunjukkantingkat ketidaknyamanan siswa SMA pada ruang kelas yang menggunakan AC berbeda dengan yang tidak menggunakan AC. Pada ruang kelas yang tidak menggunakan AC, siswa merasakan ketidaknyamanan pada suhu27 C 30 C. Pada ruang kelas yang menggunakan AC, siswa merasakan ketidaknyamanan pada suhu 26,80 C 26,89 C. Penelitian Kwok (1997) di Hawai pada ruang kelas yang tidak dikondisikan menyebutkan tingkat kenyamanan siswa berada pada suhu 22 C 29,5 C dengan kelembaban udara 40% 60%. Penelitian Kamaruzzaman & 1

20 2 Tazilan (-) di Malaysia menyebutkan tingkat kenyamanan anak-anakdi dalam ruang kelas berada pada suhu maksimum 26,5 C. SNI tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedungmenyebutkan perbedaan jumlah radiasi matahari yang diterima oleh bangunan.selubung bangunan yang menghadap ke Barat menerima radiasi paling tinggi sebesar 243 W/m 2, sedangkan yang menghadap ke Selatan dan Tenggara menerima radiasi paling rendah sebesar 97 W/m 2. Semakin luas sisi bangunan yang menerima radiasi matahari maka semakin besar panas yang diterima bangunan.orientasi bangunan yang paling menguntungkan adalah dengan menempatkan sisi terluas bangunan menghadap Utara Selatan, sehingga sisi Timur Barat menerima panas yang lebih sedikit (Frick & Sukiyanto, 1998). Karyono (2013)menyebutkan bahwa radiasi matahari merupakan faktor yang dapat menyebabkan ruang dalam bangunan tropis terasa panas. Dalam kasus hunian, orientasi bangunan terhadap matahari memengaruhi peningkatan suhu udara di dalam ruang (Hamdani, Bekkouche, Benouaz, & Cherier, 2012). Penelitian Al-Tamimi, Fadzil, & Harun (2011)pada gedung asrama universitas di Malaysiamenyebutkansuhu rata-rata ruang sebelahtimur lebih tinggi dibanding sebelah Barat. Penelitian Amelia (2013) pada rumah tinggal di Bandung, Indonesiamenyebutkan bahwa orientasi Utara Barat mengalami ketidaknyamanan paling tinggi.berdasarkan hal tersebut peneliti bermaksud untuk melakukan studi untuk mengetahui bagaimana orientasi bangunan memengaruhi kondisi termal ruang kelas padasdn Medan.

21 3 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana orientasi bangunan memengaruhi kondisi termal ruang kelas pada SDN Medan? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi hanya dengan membandingkan kondisi termal ruang kelas yang memiliki orientasi yang berbeda (Barat dan Utara) pada SDN Medan. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi termal ruang kelas yang memiliki orientasi yang berbeda (Barat dan Utara) pada SDN Medan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yaitu: Sebagai sumber informasi yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mendesain bangunan sekolah dasar ataupun bangunan lainnya dengan kondisi lingkungan yang sama dengan SDN Medan untuk mencapai kenyamanan termal di dalam ruangan. Sebagai data dan informasi yang dapat digunakan dalam penelitian yang lebih lanjut.

22 4 1.6 Kerangka Berpikir Latar Belakang Kondisi termal memengaruhi kenyamanan dan kinerja belajar siswa. Orientasi bangunan terhadap matahari memengaruhi kondisi termal di dalam bangunan. Rumusan Masalah Bagaimana orientasi bangunan memengaruhi kondisi termal ruang kelas pada SDN Medan? Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi hanya dengan membandingkan kondisi termal ruang kelas yang memiliki orientasi yang berbeda (Barat dan Utara) pada SDN Medan. Tujuan Penelitian Mengetahui kondisi termal ruang kelas yang memiliki orientasi yang berbeda (Barat dan Utara) pada SDN Medan. Metoda Penelitian Melakukan identifikasi terhadap layout sekolah untuk menentukan sekolah yang menjadi obyek studi. Melakukan identifikasi terhadap orientasi bangunan untuk menentukan ruang kelas yang akan diteliti. Melakukan pengukuran kondisi ruang kelas yang akan diteliti. Melakukan pengukuran variabel termal (suhu dan kelembaban) pada obyek studi. Analisis Data Metode analisis data dengan teknik analisis kuantitatif dengan pendekatan statistik. Analisis data dilakukan dengan menyajikan data kuantitatif dalam bentuk tabel dan grafik. Membandingkan temperatur dan kelembaban udara pada ruang kelas yang berbeda dalam hal orientasi. Hasil dan Kesimpulan

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan tentang Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia Undang Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan diri seseorang. Pendidikan sekolah dasar merupakan bentuk dari pendidikan dasar yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan sekolah dasar merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu kehidupan bangsa dalam menyelesaikan permasalahan di lingkungannya. Belajar merupakan proses peningkatan kualitas seseorang dalam pengetahuannya, psikologinya, dan keterampilannya. Proses tersebut dapat dilakukan melalui lingkungan, pengalaman, atau interaksi terhadap orang lain. Pada sarana pendidikan, ruang kelas merupakan sarana tempat dilakukannya proses belajar (Permendiknas RI No. 24 tahun 2007). Beberapa kebijakan yang mengatur ruang kelas sekolah dasar yaitu: a. Permendiknas RI No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA menyatakan bahwa sarana pendidikan sekolah dasar: 5

24 6 1) Satu SD minimum terdiri dari 6 rombongan belajar dan maksimum 24 rombongan belajar. 2) Satu SD yang terdiri dari enam rombongan belajar melayani maksimum2000 jiwa. 3) Satu desa/kelurahan dilayani oleh minimum satu SD. 4) Berada di kawasan permukiman. Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SD dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 3 km melalui lintasan yang tidak membahayakan. 5) Bangunan maksimum 3 (tiga) lantai. 6) Rasio minimum luas lahan sesuai dengan standar sebagai berikut. Tabel 2.1Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik. Sekolah dasar yang memiliki rombongan belajar dengan banyak siswa kurang dari kapasitas maksimum kelas, lahan memiliki standar sebagai berikut.

25 7 Sumber: Permendiknas RI No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA 7) Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api. 8) Lahan terhindar dari gangguan pencemaran air, kebisingan dan pencemaran udara. b. Permendikbud RI No. 23 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas No. 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota yang menetapkan jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang. c. Lampiran IV Permendiknas No. 3 Tahun 2009 menyatakan ruang kelas menggunakan ventilasi alami dengan prinsip cross ventilation. 2.2 Layout Massa Bangunan Pendidikan Bangunan pendidikan pada umumnya terdiri dari empat tipe layout, yaitu: tipe courtyard atau tipe bangunan memiliki halaman, tipe block-plan, tipe cluster dan tipe town-like atau tipe bangunan berbasis kota (Rigolon, 2010).

26 8 Gambar 2.1. Tipe layout massa bangunan sekolah. Sumber: Rigolon, 2010 Massa bangunan dengan layout courtyard memiliki halaman yang diselubungi bangunan. Massa bangunan dengan layout blockmemiliki bangunan yang bermassa compact. Massa banguna dengan layout cluster membagi bangunan menjadi beberapa massa yang dihubungkan dengan lorong. Massa banguna dengan layout town-like memiliki massa yang lebih organik. 2.3 Kenyamanan Termal Kondisi termal suatu ruang dapat memengaruhi kenyamanan termal seseorang. Menurut Karyono, kondisi iklim sekitar akan memengaruhi penurunan produktivitas manusia. Untuk itu manusia membutuhkan kondisi fisik sekitar yang dianggap nyaman untuk mendukung aktivitasnya, salah satunya yaitu secara termal.kenyamanan termal adalah penilaian seseorang tentang kepuasan terhadap kondisi termal lingkungannya.manusia menilai kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk ke dalam dirinya melalui syaraf indera dan diproses oleh

27 9 otak untuk dinilai. Hal ini melibatkan aspek fisik biologis, dan psikologis (Satwiko, 2009) Faktor-faktor yang Memengaruhi Kenyamanan Termal Menurut Szokolay, kenyamanan termal tergantung pada variabel iklim (radiasi matahari, suhu udara, kecepatan angin dan kelembaban udara) dan beberapa faktor individu seperti tingkat metabolisme tubuh, aklimatisasi tubuh, pakaian, kondisi kesehatan, tingkat kegemukan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, usia dan jenis kelamin serta warna kulit seseorang. Satwiko juga menyatakan kenyamanan termal yang dirasakan seseorang dipengaruhi oleh faktor iklim (radiasi matahari, suhu udara, kecepatan angin dan kelembaban udara) dan dua faktor individu yaitu aktivitas dan pakaian yang digunakan seseorang. Tabel 2.2 Faktor-faktor yang memengaruhi kenyamanan termal Szokolay Satwiko o Faktor lingkungan: o Faktor lingkungan: Radiasi matahari Radiasi matahari Suhu udara Suhu udara Angin (kecepatan udara) Angin (kecepatan udara) Kelembaban udara Kelembaban udara o Faktor individu: o Faktor individu: Metabolisme tubuh Aktivitas Aklimatisasi Pakaian Pakaian Kondisi kesehatan tubuh Tingkat kegemukan Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi Usia dan jenis kelamin Warna kulit Sumber: Olah data diadaptasi dari Talarosha, 2005

28 Batas-batas Kenyamanan Termal Kenyamanan termal yang dirasakan manusia akan berbeda antara satu dengan yang lainnya dipengaruhi oleh variabel iklim dan individu. Hal ini juga dinyatakan Lippsmeier di dalam bukunya Bangunan Tropis yang menunjukkan beberapa penelitian yang membuktikan batas kenyamanan (dalam Temperatur Efektif / TE) akan berbeda antar individu dan tergantung pada lokasi geografis dan suku bangsa yang diteliti seperti pada tabel berikut: Tabel 2.3 Hasil penelitian batas-batas kenyamanan termal (dalam TE) Pengarang Tempat Kelompok Manusia Batas Kenyamanan ASHRAE Rao Webb Mom Ellis termal yaitu: USA Selatan (30 LU) Calcutta (22 LU) Singapura Khatulistiwa Jakarta (6 LS) Singapura Khatulistiwa Peneliti India Malaysia Cina Indonesia Eropa 20,5 C 24,5 C TE 20 C 24,5 C TE 25 C 27 C TE 20 C 26 C TE 22 C - 26 C TE Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier Beberapa kebijakan yang ada berhubungan dengan batas kenyamanan a. Standar kenyamanan termal di Indonesia menurut SNI T yaitu: 1) Rentang suhu sejuk-nyaman (20,5 o C - 22,8 o C) dengan kelembaban relatif 50% - 80% 2) Rentang suhu nyaman-optimal (22,8 o C - 25,8 o C) dengan kelembaban relatif 70% - 80%

29 11 3) Rentang suhu hampir nyaman (25,8 o C - 27,1 o C) dengan kelembaban relatif 60% - 70% b. Berdasarkan MENKES No. 261/MENKES/SK/II/1998, temperatur dalam ruangan yang sehat adalah temperatur yang berkisar antara 18 o C-26 o C. 2.4 Orientasi Bangunan dan Kondisi Termal dalam Bangunan Menurut Vitruvius, suatu karya arsitektur mengandung tiga kualitas yang harus dicapai, yaitu firmitas (kekuatan), utilitas (kegunaan) dan venustas (keindahan). Dalam hal kegunaan, sebuah karya arsitektur harus mampu menciptakan kenyamanan bagi penggunanya.kenyamanan yang paling dasar yaitu kenyamanan gerak yang meliputi kenyamanan secara termal dan kenyamanan indrawi yang meliputi kenyamanan visual dan kenyamanan akustikal. Satwiko (2009) menyatakan bahwa zona nyaman (comfort zone) adalah daerah yang menunjukkan kondisi komposisi udara yang nyaman secara termal.hal ini sesuai dengan pernyataan Karyono yang menyatakan produktivitas manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. Indonesia berada pada iklim tropis panas lembab atau zona warm-humid climate dengan kelembaban relatif (RH) sangat tinggi hingga bisa mencapai 90%, dengan suhu tahunan rata-rata umum berkisar 23 C dan bisa mencapai 38 C pada musim panas (Lippsmeier, 1980). Mas Santosa (1986) dalam Sugini (2014)dalam penelitiannya tentang pengaruh iklim pada desain bangunan di Indonesia (responden masyarakat Surabaya) menyimpulkan bahwa indikator termal yang

30 12 berkaitan dengan kenyamanan termal di Indonesia adalah temperatur udara dengan rentang nyaman termal berkisar ± 1,6 C dari 27,1 C. Szokolay (2008)berpendapat bahwa kenyamanan termal yang dirasakan seseorang berkaitan dengan pelepasan panas tubuh ke lingkungan akibat proses metabolisme. Manusia akan merasa nyaman ketika tubuhnya mencapai suhu 37 C. Usaha yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang nyaman secara termal adalah dengan menciptakan karya arsitektur yang mampu mewadahi aktivitas manusia secara nyaman.hal tersebut dapat diupayakan dengan pengkondisian lingkungan di dalam bangunan secara alami sehingga mampu menurunkan suhu ruangan secara alami. Beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertimbangkan perletakan bangunan yang tepat, penggunaan elemen arsitektur dan lansekap dan penggunaan material yang sesuai dengan iklim setempat. Lippsmeier (1994) dalam buku Bangunan Tropis membagi faktor penentu dalam perletakan bangunan yang tepat menjadi tiga, yaitu: radiasi matahari dan tindakan perlindungan, arah dan kekuatan angin serta topografi. Menurut Karyono, radiasi matahari menjadi faktor yang dapat menyebabkan ruang dalam bangunan tropis terasa panas. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir radiasi matahari yang diterima langsung oleh bangunan yaitu dengan pengaturan perletakan bangunan melalui orientasi bangunan yang tepat. Orientasi bangunan akan memengaruhi kondisi termal dalam bangunan. Orientasi bangunan akan menentukan sudut jatuh relatif radiasi matahari pada arah horizontal ataupun arah vertikal pada bangunan. Radiasi matahari

31 13 berpengaruh terhadap sifat iklim dan kehidupan manusia.pengaruh radiasi matahari ditentukan oleh durasi, intensitas dan sudut jatuh.semakin tegak lurus sudut jatuh matahari maka semakin besar pula intensitas radiasi matahari.durasi maksimum radiasi matahari tergantung pada musim, garis lintang, kondisi geografis dan kerapatan awan.wilayah yang mengalami iklim tropis mengalami waktu remang yang singkat yaitu pagi dan senja. Semakin jauh dari daerah khatulistiwa maka waktu remang akan semakin lama. Cahaya siang berawal dan berakhir ketika matahari berada 18 di bawah garis khatulistiwa. Orientasi juga berdampak pada kualitas matahari. Kualitas matahari dibagi 3, yaitu: kualitas cahaya infra merah (infra red), kualitas cahaya penglihatan (visible light) dan kualitas cahaya ultra ungu (ultra violet). Radiasi matahari infra merah (panjang gelombang 700 nm 2300 nm) menghasilkan pancaran panas.kualitas radiasi infra merah dominan terdapat pada radiasi matahari mulai ketinggian sebelum tenggelam. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi bangunan terhadap matahari akan memengaruhi besarnya radiasi matahari yang diterima oleh bangunan yang akan berdampak pada peningkatan temperatur udara di dalam bangunan. Semakin luas sisi bangunan yang terpapar radiasi matahari maka semakin besar panas yang diterima oleh bangunan. Daerah khatulistiwa mengalami radiasi paling banyak sehingga menjadi daerah paling panas. Temperatur maksimum dicapai 1 2 jam setelah tengah hari.hal tersebut terjadi akibat radiasi matahari langsung bergabung dengan udara yang sudah panas. Temperatur minimum dicapai 1 2 jam sebelum matahari terbit.sebanyak 43% radiasi matahari dipantulkan kembali

32 14 dan 57% diserap (14% oleh atmosfer dan 43% oleh permukaan bumi).oleh karena itu, sebaiknya sisi bangunan yang lebih luas didesain dengan orientasi ke arah Utara-Selatan sehingga sisi bangunan yang lainnya yaitu orientasi Timur-Barat lebih sedikit menerima radiasi matahari langsung (Frick & Sukiyanto, 1998). Orientasi bangunan untuk kenyamanan termal harus dapat melihat karakteristik kebutuhan kualitas radiasi yang tepat. Untuk menghalangi matahari dengan kualitas radiasi panas dapat dilakukan upaya pendekatan arsitektural dengan memanfaatkan elemen lansekap, yaitu pada sisi terbit dapat ditanam tanaman dengan tipe kanopi. Pada sisi matahari terbenam dapat ditanam penghalang radiasi matahari dengan tipe dahan rendah. Studi yang telah ada berhubungan dengan orientasi dan kondisi termal di dalam bangunan, yaitu: Suatu studi tentang termal rumah tinggal di Bandung menunjukkan adanya pengaruh orientasi bangunan terhadap matahari terhadap kondisi termal di dalam bangunan bahwa ruangan yang berorientasi ke Utara Barat memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan ruangan lainnya(amelia, 2013). Studi tentang termal pada ruang gedung asrama suatu universitas di Malaysia dengan iklim tropis menunjukkan bahwa pemilihan orientasi bangunan yang tepat dapat meminimalisir efek negatif radiasi matahari yang diterima bangunan dalam kaitannya dengan peningkatan temperatur ruangan (Al- Tamimi, Fadzil, & Harun, 2011).

33 Kenyamanan Termal Siswa di Sekolah Menurut Karyono, produktivitas manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. Earthman (2002) menyatakan terjadinya penurunan kenyamanan termal akan menimbulkan terjadinya penurunan kinerja akademis siswa. Kinerja belajar siswa bergantung pada kondisi termal di ruang kelasnya.beberapa penelitian yang ada berhubungan dengan kenyamanan termal dalam belajar, yaitu: a. Lingkungan sekolah terhadap orang dewasa: 1) Studi yang dilakukan pada dua universitas yang menyimpulkan sensasi nyaman termal yang berbeda pada mahasiswa masing-masing universitas yaitu pada suhu 24,1 C dan 24,9 C (Karyono, Heryanto, & Faridah, 2015). 2) Studi yang dilakukan pada 11 (sebelas) sekolah SMA di Padang menyimpulkan pada ruang kelas yang tidak dikondisikan siswa merasakan ketidaknyamanan pada suhu 27 C - 30 C dan kelembaban relatif udara antara 68% - 80%; serta pada ruang kelas yang dikondisikan siswa merasakan ketidaknyamanan pada suhu 26,80 C 26,89 C dan kelembaban relatif udara rata-rata 64,92%. Studi ini tidak menginformasikan kondisi nyaman termal yang dirasakan siswa (Susanti & Aulia, 2013). b. Lingkungan sekolah terhadap anak-anak: Teli, Jentsch, James, & Bahaj (2012) menyatakan bahwa anak sekolah dasar memiliki sensasi kenyamanan termal yang berbeda dengan orang

34 16 dewasa.untuk dapat belajar dengan nyaman, anak-anak membutuhkan ruang kelas yang nyaman, khususnya secara termal. Beberapa studi yang telah dilakukan dengan obyek studi anak-anak yaitu: 1) Suatu studi di Hawai (iklim tropis) menyimpulkan siswa usia tahun merasakan kenyamanan termal di dalam ruang kelas pada suhu 22 C 29,5 C dan kelembaban relatif udara 40% - 60% (Kwok, 1997). 2) Studi terhadap siswa sekolah dasar di Malaysia (Kamaruzzaman & Tazilan, -)menyimpulkan temperatur yang dapat diterima siswa di dalam ruang kelas maksimum 26,5 C. Hingga saat ini belum ada studi yang dapat dijadikan sebagai acuan kenyamanan termal untuk sekolah dasar di Indonesia yang beriklim tropis panas lembab.

35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh orientasi bangunan terhadap matahari terhadap kondisi termal ruang kelas sekolah dasar.penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga unit alat ukur Trotec BZ-30 data logger untuk mengukur tingkat suhu dan kelembaban udara pada ruang kelas yang diteliti. Data pengukuran suhu dan kelembaban udara pada masing masing ruang kelas akan dibandingkan berdasarkan orientasi yang berbeda terhadap matahari. 3.2 Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini terdiri dari: a. Variabel bebas adalah variabel yang dapat memengaruhi pengukuran namun tidak dapat dikendalikan, yaitu berupa: suhu dan kelembaban udara. b. Variabel terikat adalah variabel berupa faktor yang dapat memengaruhi proses penelitian dan dikendalikan, yaitu berupa: ruang kelas dan orientasi ruang kelas terhadap matahari. 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu berupa data primer dan data sekunder.data primer diperoleh dari observasi langsung. Data primer yang diperoleh pada penelitian ini yaitu: 17

36 18 a. Data fisik sekolah dasar negeri yang menjadi obyek penelitian. b. Data pengukuran suhu dan kelembaban udara ruang kelas yang menjadi obyek penelitian. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari penelusuran internet, yaitu: data sekolah, alamat sekolah, luas lahan sekolah, bentuk layout bangunan sekolah, jumlah lantai bangunan sekolah dan waktu penyelenggaraan belajar sekolah. 3.4 Populasi dan Sampel Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh Sekolah Dasar Negeri yang ada di kota Medan. Berdasarkan penelusuran dari website resmi Data Referensi Pendidikan dan Kebudayaan, terdapat 382 Sekolah Dasar Negeri pada 21 kecamatan di kota Medan. Pemilihan sampel penelitian dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang mengacu pada: a. Layout massa bangunan sekolah menunjukkan adanya perbedaan orientasi pada ruang kelas. Berdasarkan penelusuran terhadap massa bangunan sekolah dasar negeri di kota Medan, layout closed courtyard merupakan layout yang paling banyak diterapkan sehingga dipilih sebagai sampel penelitian. b. Permendiknas RI No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA menyatakan bahwa sarana pendidikan: Berada di kawasan permukiman

37 19 Dapat melayani minimum 6 (enam) rombongan belajar dan maksimum 24 (dua puluh empat) rombongan belajar Bangunan maksimum 3 (tiga) lantai Rasio minimum luas lahan sesuai dengan standar sebagai berikut. Tabel 3.1 Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik. Sumber: Permendiknas RI No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA c. Permendikbud RI No. 23 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas No. 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota yang menetapkan jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang. d. Kep. Menkes RI No. 1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan menyatakan densitas ruang kelas minimal 1,75m 2 /orang. e. Lampiran IV Permendiknas No. 3 Tahun 2009 menyatakan ruang kelas menggunakan ventilasi alami dengan prinsip cross ventilation.

38 Objek Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di jalan Mawar Raya, Kecamatan Medan Helvetia.Pada satu kawasan sekolah yang dipilih terdapat dua SDN, yaitu SDN dan SDN Massa bangunan sekolah terdiri dari satu lantai di atas lahan seluas 4080 m 2. Gambar 3.1 Lokasi penelitian Sumber: Olah data dan Google Map, 2017 Kawasan SDN dan SDN memiliki tiga massa bangunan. Berikut massa bangunan SDN dan SDN : Gambar 3.2 Massa bangunan pada lokasi penelitian Sumber: Olah data, 2017

39 21 SDN menempati massa bangunan 1 dan sebagian massa bangunan 2, sedangkan SDN menempati massa bangunan 3 dan sebagian massa bangunan SDN SDN Gambar 3.3Site plan lokasi penelitian Sumber: Olah data, 2017 (a) (b) (c) Gambar 3.4 Tampak depan massa bangunan: 1 (a), 2 (b) dan 3 (c) Sumber: Olah data, 2017

40 22 Pemilihan sekolah yang dijadikan obyek adalah berdasarkan sekolah yang memiliki ruang kelas yang identik sama namun berbeda orientasi. SDN memiliki orientasi Barat (massa 1) dan Utara (massa 2), sedangkan SDN memiliki orientasi Timur (massa 3) dan Utara (massa 2). SDN dan SDN memiliki sistem bukaan cross ventilation.kedua sekolah tersebut memiliki perbedaan pada tipe bukaan. Pada sisi koridor SDN yang menempati massa 1 dan 2 bukaannya terdiri dari satu pintu + ventilasi dan lima jendela (gantung atas) + ventilasi. Pada sisi berlawanan koridor SDN bukaannya terdiri dari enam jendela (gantung atas) + ventilasi. Pada SDN yang menempati massa 2 dan 3 memiliki bukaan yang sama besarnya namun berbeda tipenya. Pada massa 2, bukaan sisi koridor SDN terdiri dari satu pintu + ventilasi dan lima jendela (gantung atas) + ventilasi. Pada sisi berlawanan koridor, bukaannya terdiri dari enam jendela (gantung atas) + ventilasi. Pada massa 3, bukaan sisi koridor SDN terdiri dari satu pintu + ventilasi dan lima jendela (gantung samping) + ventilasi. Pada sisi berlawanan koridor, bukaannya terdiri dari enam jendela (gantung samping) + ventilasi. Gambar 3.5 Bukaan pada sisi koridor dan berlawanan koridor pada SDN Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017

41 23 Berdasarkan perbedaan tersebut, sekolah yang memenuhi kriteria sebagai obyek penelitian adalah SDN dengan orientasi ke Barat dan ke Utara. Adapunrincian SDN sebagai berikut: Tabel 3.2 Rincian data SDN Medan Helvetia SDN Alamat : Jl. Mawar Raya, Helvetia Tengah Tahun berdiri : 1978 Jam operasional : Pagi ( WIB) Jumlah lantai bangunan : 1 lantai Luas tanah : 4080 m 2 (juga bagian dari SDN ) Jumlah rombel : 9 rombel Jumlah ruang kelas : 9 ruang Jumlah siswa : 269 siswa Kapasitas kelas : ±30 Sumber: Olah data, Kelas sebagai Objek Penelitian Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah ruang kelas yang identik sama dan berbeda orientasi. SDN terdiri dari 8 ruang kelas. Berikut site plan SDN yang menunjukkan ruang-ruang kelas pada sekolah ini. A B H G F E D C Ruang kelas pada massa 2 Ruang kelas pada massa 1 Gambar 3.6Site plan SDN (menunjukkan ruang kelas) Sumber: Olah data, 2017

42 24 Untuk menentukan pemilihan ruang kelas yang menjadi obyek penelitian, dilakukan simulasi menggunakan software Ecotect untuk menilai besar radiasi yang diterima oleh ruang kelas kemudian diseleksi dengan mengacu pada Permendikbud RI No. 23 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas No. 15 Tahun 2010 yang menyatakan kapasitas kelas maksimal 32 orang. Berikut ini adalah hasil simulasi radiasi matahari pada SDN menggunakan softwareecotect dengan input waktu bulanagustus. Tabel 3.3 Hasil simulasi radiasi matahari pada SDN Massa 2 Massa 1 Dinding Depan Dinding belakang Ruang Month Avg Incident Absorbed Avg Incident Absorbed Shade Wh/m2 Tot.wh Shade Wh/m2 Tot.wh A Aug 100% % B Aug 97% % C Aug 97% % D Aug 97% % E Aug 97% % F Aug 97% % G Aug 97% % H Aug 95% % Sumber: Ecotect, 2017 Gambar 3.7 Hasil simulasi radiasi matahari padasdn Sumber: Ecotect, 2017

43 25 Pemilihan ruang kelas berdasarkan pada perbedaan orientasi terhadap matahari. Ruang kelas yang diseleksi adalah ruang kelas A dan B pada massa 2, dan ruang kelas C, D, E, F, G, dan H pada massa 1. Hasilnya menunjukkan bahwa pada massa 2, ruang kelas yang mengalami radiasi paling tinggi adalah ruang B dengan kapasitas kelas sebanyak 25 siswa. Pada massa 1, ruang kelas yang mengalami radiasi paling tinggi adalah ruang H, namun memiliki kapasitas yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, yaitu 40 siswa. Ruang D, E, F dan G mengalami besar radiasi yang sama, namun ruang yang memiliki kapasitas sesuai dengan standar adalah ruang F, yaitu 24 siswa. Ruang kelas yang dipilih sebagai obyek penelitian adalah ruang B dengan orientasi Utara dan ruang F dengan orientasi Barat.Berikut posisi ruang kelas yang menjadi objek penelitian. Ruang F Ruang B Gambar 3.8 Posisi ruang kelas B (merah) dan ruang kelas F (hijau) Sumber: Olah data, 2017

44 26 Ruang kelas B dan ruang kelas F memiliki kondisi fisik yang identik sama ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 3.4 Kondisi eksisting ruang kelas B dan F Ruang Kelas B (orientasi Utara) Jumlah siswa : Ukuran Ruang Panjang (m) : 7,5 7,5 Lebar (m) : 7,2 7,2 Tinggi (m) : 2,9 2,9 Volume Ruang Kelas (m 3 ) : 156,6 156,6 Luas Lantai (m 2 ) : Densitas Ruang : 2,16 m 2 /siswa 2,25 m 2 /siswa Sistem Ventilasi : Ventilasi silang Ventilasi silang Ukuran Bukaan Pintu Lebar (m) Tinggi (m) Ventilasi Pintu Lebar (m) Tinggi (m) Jendela Lebar (m) Tinggi (m) Ventilasi Jendela Lebar (m) Tinggi (m) Jumlah Bukaan Sisi Koridor Pintu Ventilasi pintu Jendela Ventilasi jendela Sisi berlawanan koridor Jendela Ventilasi Luas Bukaan Sisi Koridor : 0,9 : 2 : 0,9 : 0,06 dan 0,03 : 0,57 : 0,78 : 0,57 : 0,06 : 1 : 1 [@3 lubang (t=0,06) lubang (t=0,03)] : 5 : 5 (@5 lubang) : 6 : 6 (@5 lubang) 0,9 2 0,9 0,06 dan 0,03 0,57 0,78 0,57 0,06 Pintu (m 2 ) : 1,8 1,8 Ruang Kelas F (orientasi Barat) 1 1 [@3 lubang (t=0,06) lubang (t=0,03)] 5 5 (@5 lubang) 6 6 (@5 lubang)

45 27 Ventilasi pintu (m 2 ) : 0,2 0,2 Jendela (m 2 ) : 2,2 2,2 Ventilasi jendela (m 2 ) Sisi berlawanan koridor : 0,9 0,9 Jendela (m 2 ) : 2,7 2,7 Ventilasi (m 2 ) : 1 1 Total Luas Bukaan (m 2 ) Persentase Luas Bukaan terhadap Luas Lantai Ruang Kelas (%) :8,8 8,8 : 16,3 16,3 Sumber: Olah data, 2017 (a) (b) Gambar 3.9 Denah Ruang Kelas : (a) Ruang Kelas B (Utara) dan (b) Ruang Kelas F (Barat) Sumber : Olah data, 2017 (a) (b) Gambar 3.10 Tampak Depan Ruang Kelas : (a) Ruang Kelas B (Utara) dan (b) Ruang Kelas F (Barat) Sumber : Olah data, 2017

46 28 (a) (b) Gambar 3.11 Potongan Ruang Kelas B (Utara) : (a) Potongan A A dan (b) Potongan B B Sumber : Olah data, 2017 (a) (b) Gambar 3.12 Potongan Ruang Kelas F (Barat) : (a) Potongan A A dan (b) Potongan B B Sumber : Olah data, 2017

47 29 (a) (b) Gambar 3.13 Detail Jendela dan Pintu SDN Sumber: Olah data, 2017 Gambar 3.14 Suasana Ruang Kelas Sumber: Dokumentasi pribadi, Metode Pengukuran Pada penelitian ini dilakukan pengukuran langsung di lokasi terhadap suhu dan kelembaban udara pada kedua ruang kelas dan ruang luar secara bersamaan.titik pengukuran berada di tengah kedua ruang kelas dan satu berada di ruang luar yaitu pada sisi koridor sekolah.pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat berupa 3 unit alat ukur Trotec BZ-30 data logger.pengukuran dilakukan selama 6 hari pada tanggal 9 12 Agustus 2017 dan Agustus Pengukuran dilakukan selama proses belajar berlangsung. Proses belajar di

48 30 ruang kelas B berlangsung pada pukul WIB, sedangkan di ruang kelas F berlangsung pada pukul WIB.Pengukuran dilakukan pada pukul WIB dengan waktu pengambilan data setiap 2 detik. Berikut spesifikasi alat ukur yang digunakan. Tabel 3.5 Spesifikasi Alat Pengukuran Nama Alat Fungsi Dimensi Panjang Tinggi Tebal Berat : Trotec BZ-30 Data Logger : Merekam suhu dan kelembaban udara : 110 mm : 105 mm : 61 mm : 74 g Baterai Data Teknis Suhu : Li-ion V 1400 mah (input 110 V 220 V) Resolusi : 0.1 C/ F Rentang F (-5 C - 50 C) Tingkat akurasi pengukuran ± 1 C Kelembaban : 0.1% RH % RH ± 5% Sumber: Olah data, 2017 Pengukuran dilakukan pada 3 titik, yaitu 1 titik di tengah masing-masing ruangan kelas dengan ketinggian 78 cm setara dengan siswa duduk dan 1 titik berada di salah satu koridor sekolah, yaitu pada ketinggian pintu di depan ruang kelas F. Berikut ini letak titik pengukuran.

49 31 Gambar 3.15 Letak titik pengukuran pada ruang B (merah), ruang F (biru) dan ruang luar (kuning). Sumber: Olah data, 2017 (a) (b) (c) Gambar 3.16 Bentuk instrumen letak alat ukur BZ30 data logger (a), Letak titik pengukuran pada ruang B (b), Letak titik pengukuran pada ruang F (c) dan Letak titik pengukuran pada ruang luar (d) Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017 (d)

50 Metode Analisa Data Pengambilan data dilakukan setiap 2 detik, kemudian diolah dengan mengambil nilai minimal, maksimal, rata-rata, modus, frekuensi modus dan persentase modus data pengukuran. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.tabel dan Grafik dibuat berdasarkan hasil pengukuran variabel termal pada masing-masing kelas sehingga dapat dibandingkan dari segi pengaruh orientasi ruang kelas terhadap matahari. Kemudian waktu pengukuran dengan variabel tertinggi dianalisa dengan melakukan simulasi menggunakan aplikasi Ecotect untuk melihat tingkat radiasi matahari yang terjadi.

51 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Kondisi Termal Ruang Kelas dan Ruang Luar Hasil pengukuran kondisi termal (suhu dan kelembaban) di dalam ruang kelas B, ruang kelas F dan ruang luar SDN Medan dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.1 Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang kelas B, ruang kelas F dan ruang luar (koridor) SDN Hari 1 Hari 2 Hari 3 Ruang Kelas B (Utara) Suhu ( C) RH (%) Ruang Kelas F (Barat) Suhu ( C) RH (%) Ruang Luar Suhu ( C) RH (%) Min Max Modus Rata-Rata Frekuensi Modus Persentase Modus 15% 7% 25% 13% 12% 8% Min Max Modus Rata-Rata Frekuensi Modus Persentase Modus 14% 6% 11% 3% 9% 2% Min Max Modus Rata-Rata Frekuensi Modus Persentase Modus 31% 12% 14% 10% 11% 4% Hari 4 Min

52 34 Max Modus Rata-Rata Frekuensi Modus Persentase Modus 28% 12% 40% 9% 21% 8% Min Max Hari 5 Modus Rata-Rata Frekuensi Modus Persentase Modus 8% 3% 7% 2% 6% 2% Min Max Hari 6 Modus Rata-Rata Frekuensi Modus Persentase Modus 7% 4% 12% 3% 7% 2% Rentang Min C C dan 60.60% % C C dan 57.10% % C C dan 56.30% % Rentang Max C C dan 75.60% % C C dan 75.30% % C C dan 81.70% % Rentang Modus C C dan 74.60% % C C dan 73.60% % C C dan 79.30% % Rentang Rata-Rata C C dan 69.06% % C C dan 67.30% % C C dan 69.28% % Sumber: Olah data, 2017

53 Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara pada Ketiga Titik Pengukuran Tanggal : 9, 10, 11, 12, 14 dan 15 Agustus 2017 Waktu : WIB a. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Ruang Kelas B Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara di ruang kelas B (orientasi Utara) selama enam hari pengukuran dapat dilihat pada grafik berikut. Gambar4.1 Hasil Pengukuran Kelas B SDN (Orientasi Utara) Sumber:Olah data, 2017

54 36 Rentang suhu udara di dalam ruang kelas B (Utara) selama 6 hari pengukuran adalah 27,30 C 33,30 C dengan kelembaban udara 60,60% - 82,90%. Berdasarkan hasil 6 hari pengukuran di ruang kelas B (Utara) yang ditunjukkan pada Gambar4.1dapat dilihat bahwa suhu udara mengalami penurunan setelah beberapa saat pengukuran dimulai hingga mencapai titik suhu minimal yaitu pada rentang waktu WIB.Rentang suhu udara minimal di dalam ruang kelas B (Utara) selama 6 hari pengukuran yaitu 27,30 C 28,60 C. Fase penurunan suhu udara di dalam ruang kelas B (Utara) dapat dilihat sebagai berikut: Hari 1 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,30 C ( WIB). Hari 2 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 28,60 C ( WIB). Hari 3 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,30 C ( WIB). Hari 4 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,30 C ( WIB). Hari 5 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 28,00 C ( WIB). Hari 6 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,70 C ( WIB). Setelah mengalami penurunan, suhu udara di ruang kelas B (Utara) mulai meningkat dan mencapai nilai maksimal pada rentang waktu WIB,

55 37 kecuali pada hari 4 mencapai suhu maksimal pada pukul WIB. Rentang suhu udara maksimal di ruang kelas B (Utara) selama 6 hari pengukuran yaitu 28,50 C 33,30 C. Fase kenaikan suhu udara di ruang kelas B (Utara) dapat dilihat sebagai berikut: Hari 1 : Mencapai suhu maksimal 29,10 C (12.04 WIB). Hari 2 : Mencapai suhu maksimal 33,30 C (12.05 WIB). Hari 3 : Mencapai suhu maksimal 29,80 C ( WIB). Hari 4 : Mencapai suhu maksimal 28,50 C (07.30 WIB). Hari 5 : Mencapai suhu maksimal 33,00 C ( ; WIB). Hari 6 : Mencapai suhu maksimal 31,20 C ( WIB). Suhu udara di ruang kelas B (Utara) mencapai suhu maksimal 33,30 C pada pengukuran hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017). Apabila dilihat dari Gambar 4.1, pengukuran suhu udara pada hari 1 dan hari 4 menunjukkan hasil yang berbeda jika dibandingkan dengan pengukuran 4 hari lainnya. Grafik pada hari 1 dan hari 4 menunjukkan nilai suhu udara ruangan ketika pengukuran dimulai lebih tinggi dibandingkan dengan ketika pengukuran selesai dilakukan yaitu berbeda 0,1 C dan 0,6 C. Grafik pada hari 3 pada awalnya menunjukkan fase naik turun suhu udara yang tidak terjadi secara drastis namun mulai mengalami peningkatan yang drastis pada pukul WIB hingga pengukuran selesai dengan perbedaan sebesar 0,8 C. Grafik pengukuran pada hari 2, hari 5 dan hari 6 menunjukkan perbedaan suhu yang drastis ketika pengukuran dimulai dan setelah selesai, yaitu 4 C; 4,7 C dan 1,8 C. Rata-rata suhu udara di ruang kelas B (Utara) yaitu

56 38 27,74 C 30,64 C selama 6 hari pengukuran dengan kelembaban udara rata rata 69,06% 79,16%. b. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Ruang Kelas F Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara di ruang kelas F (orientasi Barat) selama enam hari pengukuran dapat dilihat pada grafik berikut. Gambar4.2 Hasil Pengukuran Kelas F SDN (Orientasi Barat) Sumber: Olah data, 2017

57 39 Rentang suhu udara di dalam ruang kelas F (Barat) selama 6 hari pengukuran adalah 26,90 C 33,60 C dengan kelembaban udara 57,10% 81,70%. Berdasarkan hasil 6 hari pengukuran di ruang kelas F (Barat) yang ditunjukkan pada Gambar4.2dapat dilihat bahwa suhu udara mengalami penurunan setelah beberapa saat pengukuran dimulai hingga mencapai titik suhu minimal pada rentang waktu WIB. Rentang suhu udara minimal di dalam ruang kelas F (Barat) selama 6 hari pengukuran yaitu 26,90 C 28,30 C. Fase penurunan suhu udara di dalam ruang kelas F (Barat) dapat dilihat sebagai berikut: Hari 1 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,50 C ( ; WIB). Hari 2 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 28,30 C ( WIB). Hari 3 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 26,90 C ( WIB). Hari 4 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,60 C ( WIB). Hari 5 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 28,00 C ( WIB). Hari 6 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,70 C ( WIB). Setelah mengalami penurunan, suhu udara di ruang kelas F (Barat) mulai meningkat dan mencapai nilai maksimal pada rentang waktu WIB.

58 40 Rentang suhu udara maksimal di ruang kelas F (Barat) selama 6 hari pengukuran yaitu 28,30 C 33,60 C. Fase kenaikan suhu udara di ruang kelas F (Barat) dapat dilihat sebagai berikut: Hari 1 : Mencapai suhu maksimal 29,40 C ( WIB). Hari 2 : Mencapai suhu maksimal 33,60 C ( WIB). Hari 3 : Mencapai suhu maksimal 29,90 C ( WIB). Hari 4 : Mencapai suhu maksimal 28,30 C ( WIB). Hari 5 : Mencapai suhu maksimal 33,60 C ( WIB). Hari 6 :Mencapai suhu maksimal 31,10 C ( WIB). Suhu udara di ruang kelas F (Barat) mencapai suhu maksimal 33,60 C pada pengukuran hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) dan pengukuran hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017). Gambar4.2menunjukkan hasil pengukuran suhu udara pada hari 4 berbeda dengan pengukuran 5 hari lainnya. Grafik pada hari 4 menunjukkan fase naik turun suhu udara di dalam ruang kelas tidak terjadi secara drastis dan hasilnya ketika pengukuran dimulai suhu udara mengalami nilai yang sama dengan ketika pengukuran selesai dilakukan yaitu 28,10 C. Pada grafik hari 1 menunjukkan perbedaan suhu udara ruangan tidak terjadi secara drastis ketika pengukuran dimulai dan setelah pengukuran selesai jika dibandingkan dengan hari 2, 3, 5 dan 6 yaitu sebesar 0,7 C. Pada hari 2, hari 3, hari 5 dan hari 6 pengukuran menunjukkan perbedaan suhu udara ruangan yang drastis ketika pengukuran dimulai dan setelah selesai yaitu sebesar 4,6 C; 1,4 C; 5 C dan 2,2 C. Rata-rata suhu udara di ruang kelas F (Barat) yaitu 27,70 C 30,79 C selama 6 hari pengukuran dengan kelembaban udara rata rata 67,30% 78,00%.

59 41 c. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Ruang Luar Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara di ruang luar selama enam hari pengukuran dapat dilihat pada grafik berikut. Gambar 4.3 Hasil Pengukuran Ruang Luar SDN Sumber: Olah data, 2017 Rentangsuhu udara di luar ruangan selama 6 hari pengukuran adalah 25,80 C 34,00 C dengan kelembaban udara 56,30 87,50%. Berdasarkan hasil 6 hari pengukuran di luar ruangan yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa suhu udara mengalami penurunan setelah beberapa saat pengukuran

60 42 dimulai hingga mencapai titik suhu minimal pada rentang waktu WIB. Rentang suhu udara minimal di luar ruangan selama 6 hari pengukuran yaitu 25,80 C 27,80 C. Fase penurunan suhu udara di luar ruangan dapat dilihat sebagai berikut: Hari 1 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 26,50 C (9.58 WIB). Hari 2 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,80 C ( WIB). Hari 3 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 25,80 C ( WIB). Hari 4 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,00 C ( WIB). Hari 5 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 27,50 C ( WIB). Hari 6 : Mengalami penurunan sejak pukul WIB dan mencapai suhu minimal 26,90 C ( ; WIB). Setelah mengalami penurunan, suhu udara di luar ruangan mulai mengalami fase naik turun hingga pengukuran selesai dilakukan pada jam WIB. Rentang suhu udara maksimal di luar ruangan selama 6 hari pengukuran yaitu 28,20 C 34,00 C. Fase kenaikan suhu udara di luar ruangan dapat dilihat sebagai berikut: Hari 1 Hari 2 Hari 3 : Mencapai suhu maksimal 29,60 C (07.30 WIB). : Mencapai suhu maksimal 34,00 C (12.05 WIB). : Mencapai suhu maksimal 30,80 C ( WIB).

61 43 Hari 4 : Mencapai suhu maksimal 28,20 C ( ; ; WIB). Hari 5 Hari 6 : Mencapai suhu maksimal 34,00 C (11.46 WIB). : Mencapai suhu maksimal 32,20 C ( WIB). Suhu udara di luar ruangan mencapai suhu maksimal yaitu 34,00 C pada pengukuran hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) dan pengukuran hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017). Gambar 4.3menunjukkan hasilpengukuran suhu udara pada hari 1 berbeda dibandingkan 5 hari lainnya. Suhu udara hari 1 ketika pengukuran dimulai pukul WIB lebih tinggi 0,6 C dibandingkan ketika pengukuran selesai. Grafik pengukuran suhu udara pada hari 4 menunjukkan fase naik turun suhu udara di luar ruangan tidak berubah secara drastis namun mengalami perbedaan 0,9 C ketika pengukuran dimulai hingga selesai. Pada hari 2, hari 3, hari 5 dan hari 6 pengukuran menunjukkan perbedaan suhu udara di luar ruangan secara drastis ketika pengukuran dimulai dan setelah selesai yaitu sebesar 5,3 C; 2,8 C; 5,6 C dan 3,8 C. Rata-rata suhu udara di luar ruangan yaitu 27,19 C 30,60 C selama 6 hari pengukuran dengan kelembaban udara 69,28% 84,33%.

62 Perbandingan Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Ketiga Titik Selama Enam Hari a. Hasil Pengukuran pada Hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017) Berikut merupakan grafik hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar pada hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017). Gambar 4.4 Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari 1 Sumber: Olah data, 2017

63 45 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udaraketiga titik pengukuranpada hari 1 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.2 Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017) Hari 1 Ruang Kelas B Ruang Kelas F (Utara) (Barat) Ruang Luar Suhu ( C) RH (%) Suhu ( C) RH (%) Suhu ( C) RH (%) Min 27,30 74,30 27,50 74,50 26,50 72,80 Max 29,10 82,90 29,40 81,70 29,60 87,50 Modus 27,80 79,10 27,60 78,10 27,50 84,60 Rata-rata 27,94 79,16 27,97 78,00 27,44 84,33 Frekuensi modus Persentase modus 15% 7% 25% 13% 12% 8% Sumber : Olah data, 2017 Pada hari 1 (9 Agustus 2017) alat ukur diletakkan pada kondisi hari sedang gerimis dan diambil pada kondisi hari sedang mendung. Rentang suhu dan kelembaban udara di dalam ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar yaitu: Tabel 4.3Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017) Rentang Suhu Rentang Kelembaban Ruang B (Utara) 27,30 C 29,10 C 74,30% - 82,90% Ruang F (Barat) 27,50 C 29,40 C 74,50% - 81,70% Ruang luar 26,50 C 29,60 C 72,80% - 87,50% Sumber : Olah data, 2017 Grafik hasil pengukuran pada hari 1 menunjukkan fase naik turun suhu udara pada ketiga titik pengukuran berbeda dan menyebabkan perbedaan kondisi suhu yang berbeda. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara pada ruang kelas yang berbeda orientasi, dapat dilihat pada waktu-waktu tertentu suhu udara ruang kelas

64 46 B (Utara) menjadi lebih tinggi dibanding suhu udara kelas F (Barat) dan begitu pula sebaliknya. Pada waktu-waktu tertentu juga ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) mengalami suhu yang sama.berikut merupakan waktu perbedaan kondisi suhu pada kedua titik yang berbeda orientasi (Ruang B / Utara dan Ruang F /Barat): Utara > Barat : (beda 0,1ºC-0,6ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC - 0,5ºC); (beda 0,1ºC). Utara = Barat : (28,1ºC); (28ºC); (27,9ºC); (27,6ºC); (28,4ºC); (28,4ºC). Barat > Utara : (0,1ºC); (beda 0,1ºC-0,4ºC); (beda 0,1ºC 0,6ºC). Dari hasil pengukuran suhu udara pada hari 1 selama pengukuran berlangsung pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara maksimal pada ruang kelas B (Utara) lebih rendah 0,3ºC dibandingkan suhu udara maksimal pada ruang kelas F (Barat). Ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) mengalami suhu udara maksimal pada rentang waktu WIB. Jika suhu di dalam ruangan dibandingkan dengan di luar ruangan ketika pengukuran dimulai pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara di luar lebih tinggi dibandingkan suhu udara di dalam ruang kelas dengan beda 0,6ºC dibandingkan ruang B / Utaradan 0,9ºC dibandingkan ruang F / Barat. Pada pukul WIB suhu udara di luar ruangan lebih tinggi 0,1ºC dibandingkan di ruang B (Utara) tetapi lebih rendah 0,4ºC dibandingkan di ruang F (Barat). Ruang luar mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB dengan suhu maksimal

65 47 sebesar 29,60 C. Nilai tersebut menunjukkan bahwa suhu udara maksimal di luar ruangan lebih tinggi 0,5 C dibandingkan ruang B (Utara) dan 0,2 C dibandingkan ruang F (Barat). Terdapat perbedaan jam istirahat dan jam pulang antara ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat). Berikut jadwal kegiatan pada ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 1. Tabel 4.4 Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 1. Waktu Ruang B(Utara) Ruang F(Barat) Belajar Belajar Istirahat Istirahat Belajar Belajar Pulang Istirahat Belajar Sumber: Olah data, 2017 Berikut merupakan grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada pengukuran hari 1 (9 Agustus 2017): Gambar 4.5 Grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 1 (Rabu, 9 Agustus 2017). Sumber : Olah data, 2017

66 48 Kegiatan di ruang B (Utara) berlangsung selama pukul WIB, sedangkan kegiatan di ruang F (Barat) berlangsung selama pukul WIB. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara berdasarkan jadwal kegiatan hari 1, pola suhu udara di ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) tidak berbeda jauh. Berikut merupakan perbandingan suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang F (Barat) berdasarkan jam istirahat: Jam istirahat pertama ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang B adalah 27,4 C kemudian perlahan meningkat menjadi 27,5 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang F adalah 27,6 C kemudian meningkat menjadi 27,7 C dan perlahan kembali menjadi 27,6 C. Pada jam istirahat pertama pukul WIB suhu udara di ruang F lebih tinggi dibanding ruang B dengan perbedaan suhu sekitar 0,1 C 0,3 C.Rentang suhu di ruang kelas B yaitu 27,4 C 27,5 C, sedangkan ruang kelas F yaitu 27,6 C 27,7 C. Jam istirahat kedua ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul suhu udara di ruang B adalah 28,2 C. Kegiatan di ruang B berlangsung sampai pukul WIB. Pukul WIB ruang B dalam keadaan kosong dengan kondisi suhu udara yang terjadi yaitu sekitar 28,1 C 28,5 C.

67 49 Ruang F (Barat) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang F adalah 27,9 C kemudian perlahan meningkat menjadi 28,1 C. Pada jam istirahat kedua pukul WIB suhu udara di ruang B lebih tinggi dibanding ruang F dengan perbedaan suhu sekitar 0,2 C 0,4 C.Rentang suhu di ruang kelas B yaitu 28,1 C 28,5 C, sedangkan di ruang kelas F pada rentang suhu 27,9 C 28,1 C. Aktivitas di ruang kelas B (Utara) berakhir pada pukul WIB. Pada pukul WIB pengukuran di ruang kelas B dilakukan dalam keadaan ruang kelas kosong, sedangkan di ruang F masih terdapat aktivitas belajar. Berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang B adalah 28,4 C. Kemudian suhu udara di ruang B mengalami fase naik turun hingga pengukuran selesai pukul WIB suhunya menjadi 28,9 C. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang B sekitar 28,3 C 29,1 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang F adalah 28,1 C kemudian perlahan meningkat sampai 29,4 C hingga pengukuran selesai. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang F sekitar 28,1 C 29,4 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih tinggi 0,3 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Meskipun

68 50 pada waktu tertentu ruang kelas B (Utara) tidak ada aktivitas, namun dapat dilihat pada Gambar 4.4, perbedaan kondisi suhu udara di kedua ruang kelas ketika ada atau tidaknya aktivitas tidak terlalu berbeda. Berdasarkan keterangan tersebut, dijelaskan bahwa aktivitas dan jumlah pengguna yang berbeda pada kedua ruangan tidak memengaruhi suhu udara ruangan.

69 51 b. Hasil Pengukuran pada Hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) Berikut merupakan grafik hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar pada hari 2 (Rabu, 10 Agustus 2017). Gambar 4.6 Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari 2 Sumber:Olah data, 2017

70 52 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udaraketiga titik pengukuran pada hari 2dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.5 Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017). Hari 2 Ruang Kelas B Ruang Kelas F (Utara) (Barat) Ruang Luar Suhu ( C) RH RH RH Suhu ( C) Suhu ( C) (%) (%) (%) Min Max Modus Rata-rata Frekuensi modus Persentase modus 14% 6% 11% 3% 9% 2% Sumber : Olah data, 2017 Pada hari 2 (10 Agustus 2017) alat ukur diletakkan pada kondisi hari sedang mendung dan diambil pada kondisi hari sedang cerah.rentang suhu udara di dalam ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar yaitu: Tabel 4.6Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017). Rentang Suhu Rentang Kelembaban Ruang B (Utara) 28,60 C 33,30 C 62,10% 75,60% Ruang F (Barat) 28,30 C 33,60 C 60,80% 75,30% Ruang luar 27,80 C 34,00 C 59,00% 81,80% Sumber: Olah data, 2017 Grafik hasil pengukuran pada hari 2 menunjukkan fase naik turun suhu udara pada ketiga titik pengukuran memiliki pola yang mirip. Pola grafik ketiga titik pada awal pengukuran suhu udara menurun dan perlahan meningkat hingga pengukuran selesai dilakukan pukul WIB. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara pada ruang kelas yang berbeda orientasi, dapat dilihat pada waktu-waktu

71 53 tertentu suhu udara ruang kelas B (Utara) menjadi lebih tinggi dibanding suhu udara kelas F (Barat) dan begitu pula sebaliknya. Pada waktu-waktu tertentu juga ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) mengalami suhu yang sama. Berikut merupakan waktu perbedaan kondisi suhu pada kedua titik yang berbeda orientasi (Ruang B / Utara dan Ruang F / Barat): Utara > Barat : (beda 0,1ºC 0,4ºC); (beda 0,1ºC 0,3ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,2ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,2ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,3ºC). Utara = Barat : (28,6ºC); (28,7ºC); (28,8ºC); (29,6ºC); (29,7ºC); (29,8ºC); (30,4ºC); (30,5ºC); (30,6ºC); (30,7ºC); (30,9ºC); (31ºC); (31,1ºC); (31,5ºC); (31,6ºC); (31,9ºC); (32ºC); (32,1ºC); (32,2ºC); (32,4ºC). Barat > Utara : (beda 0,1ºC 0,2ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,2ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,4ºC).

72 54 Dari hasil pengukuran suhu udara pada hari 2 selama pengukuran berlangsung pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara maksimal pada ruang kelas B (Utara) lebih rendah 0,3ºC dibandingkan suhu udara maksimal pada ruang kelas F (Barat). Jika suhu di dalam ruangan dibandingkan dengan di luar ruangan ketika pengukuran dimulai pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara di luar lebih rendah dibandingkan suhu udara di dalam ruang kelas dengan beda 0,6ºC (ruang B / Utara) dan 0,3ºC (ruang F / Barat). Ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB. Pada pukul WIB suhu udara di luar ruangan lebih tinggi 0,7ºC dibandingkan ruang B (Utara) dan 0,4ºC dibandingkan ruang F (Barat). Terdapat perbedaan jam istirahat dan jam pulang antara ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat). Berikut jadwal kegiatan pada ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 2. Tabel 4.7 Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 2. Waktu Ruang B(Utara) Ruang F(Barat) Belajar Belajar Istirahat Istirahat Belajar Belajar Pulang Istirahat Belajar Sumber: Olah data, 2017

73 55 Berikut merupakan grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada pengukuran hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017): Gambar 4.7 Grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) Sumber : Olah data, 2017 Kegiatan di ruang B (Utara) berlangsung selama pukul WIB, sedangkan kegiatan di ruang F (Barat) berlangsung selama pukul WIB. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara berdasarkan jadwal kegiatan hari 2, pola suhu udara di ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) tidak berbeda jauh. Berikut merupakan perbandingan suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang F (Barat) berdasarkan jam istirahat: Jam istirahat pertama ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang B adalah 29,4 C kemudian perlahan meningkat menjadi 29,7 C. Suhu ruang B mengalami fase naik turun

74 56 dan mencapai puncak sebesar 29,8 C pada pukul dan kembali turun menjadi 29,7 C hingga jam istirahat berakhir. Ruang F (Barat) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang F adalah 29,3 C kemudian perlahan meningkat menjadi 29,7 C hingga jam istirahat berakhir. Pada jam istirahat pertama pukul WIB, suhu udara di ruang B mengalami nilai yang sama dengan suhu udara di ruang F pada waktu tertentu yaitu 29,6 C ( ) dan 29,7 C ( ). Suhu udara maksimal ruang B lebih tinggi 0,1 C dibanding ruang F selama pukul WIB. Jam istirahat kedua ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul suhu udara di ruang B adalah 32,2 C. Kegiatan di ruang B hanya berlangsung sampai pukul WIB. Pukul WIB ruang B dalam keadaan kosong dengan kondisi suhu udara yang terjadi yaitu sekitar 32,1 C 32,4 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang F adalah 32,2 C kemudian perlahan meningkat menjadi 32,3 C dan kembali menurun menjadi 32,2 C hingga pukul WIB. Pada jam istirahat kedua pukul WIB suhu udara maksimal di ruang B lebih tinggi dibanding ruang F dengan perbedaan suhu sebesar 0,1 C.Aktivitas di ruang kelas B (Utara) berakhir pada pukul WIB. Pada

75 57 pukul WIB pengukuran di ruang kelas B dilakukan dalam keadaan ruang kelas kosong, sedangkan di ruang F masih terdapat aktivitas belajar. Berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang B adalah 32,4 C. Kemudian suhu udara di ruang B mengalami fase naik turun hingga pengukuran selesai pukul WIB suhunya menjadi 33,3 C. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang B sekitar 32,2 C 33,3 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang F adalah 32,2 C kemudian perlahan meningkat sampai 33,6 C hingga pengukuran selesai. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang F sekitar 32,1 C 33,6 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih tinggi 0,3 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Meskipun pada waktu tertentu ruang kelas B (Utara) tidak ada aktivitas, namun dapat dilihat pada Gambar 4.6, perbedaankondisi suhu udara di kedua ruang kelas ketika ada atau tidaknya aktivitas tidak terlalu berbeda. Berdasarkan keterangan tersebut, dijelaskan bahwa aktivitas dan jumlah pengguna yang berbeda padakedua ruangan tidak memengaruhi suhu udara ruangan.

76 58 c. Hasil Pengukuran pada Hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017) Berikut merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar pada hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017). Gambar 4.8 Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari 3 Sumber:Olah data, 2017

77 59 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udaraketiga titik pengukuran pada hari 3 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.8 Kondisi suhu udara ketiga titik pengukuran pada hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017) Hari 3 Ruang Kelas B Ruang Kelas F Ruang Luar (Utara) (Barat) RH RH RH Suhu ( C) Suhu ( C) Suhu ( C) (%) (%) (%) Min Max Modus Rata-rata Frekuensi modus Persentase modus 31% 12% 14% 10% 11% 4% (Sumber : Olah data, 2017 Pada hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017) alat ukur diletakkan pada kondisi hari sedang gerimis dan diambil pada kondisi hari sedang mendung.rentang suhu udara di dalam ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar yaitu: Tabel 4.9Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017). Rentang Suhu Rentang Kelembaban Ruang B (Utara) 27,30 C 29,80 C 71,20% 78,40% Ruang F (Barat) 26,90 C 29,90 C 70,10% 79,10% Ruang luar 25,80 C 30,80 C 66,30% 87,30% Sumber: Olah data, 2017 Grafik hasil pengukuran pada hari 3 menunjukkan fase naik turun suhu udara pada ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) memiliki pola yang mirip namun jauh berbeda dengan pola grafik suhu di luar ruang. Pola grafik ketiga titik pada awal pengukuran suhu udara menurun dan perlahan meningkat hingga pengukuran selesai dilakukan pukul WIB.

78 60 Jika dilihat dari pola grafik suhu udara pada ruang kelas yang berbeda orientasi, dapat dilihat pada waktu-waktu tertentu suhu udara ruang kelas B (Utara) menjadi lebih tinggi dibanding suhu udara kelas F (Barat) dan begitu pula sebaliknya. Pada waktu-waktu tertentu juga ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) mengalami suhu yang sama. Berikut merupakan waktu perbedaan kondisi suhu pada kedua titik yang berbeda orientasi (Ruang B / Utara dan Ruang F / Barat): Utara > Barat : (beda 0,1ºC 0,6ºC). Utara = Barat : (27,4ºC); (27,5ºC); (27,5ºC); (27,6ºC); (27,6ºC). Barat > Utara : (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,3ºC). Dari hasil pengukuran suhu udara pada hari 3 selama pengukuran berlangsung pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara maksimal pada ruang kelas B (Utara) lebih rendah 0,1ºC dibandingkan suhu udara maksimal pada ruang kelas F (Barat). Jika suhu di dalam ruangan dibandingkan dengan di luar ruangan ketika pengukuran dimulai pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara di luar lebih rendah dibandingkan suhu udara di dalam ruang kelas dengan beda 1,1ºC (ruang B / Utara) dan 0,6ºC (ruang F / Barat). Ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB. Pada pukul WIB suhu udara di luar ruangan lebih tinggi 1ºC dibandingkan ruang B (Utara) dan 0,9ºC dibandingkan ruang F (Barat).

79 61 Terdapat perbedaan jam istirahat dan jam pulang antara ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat). Berikut jadwal kegiatan pada ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 3. Tabel 4.10Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 3. Waktu Ruang B Ruang F (Utara) (Barat) Belajar Belajar Istirahat Istirahat Belajar Belajar Pulang Belajar Pulang Sumber: Olah data, 2017 Berikut merupakan grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada pengukuran hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017): Gambar 4.9Grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 3 (Jumat, 11 Agustus 2017) Sumber : Olah data, 2017

80 62 Kegiatan di ruang B (Utara) berlangsung selama pukul WIB, sedangkan kegiatan di ruang F (Barat) berlangsung selama pukul WIB. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara berdasarkan jadwal kegiatan hari 3, pola suhu udara di ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) tidak berbeda jauh. Berikut merupakan perbandingan suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang F (Barat) berdasarkan jam istirahat: Jam istirahat pertama ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul , suhu udara di ruang B adalah 27,4 C. Ruang F (Barat) : pada pukul , suhu udara di ruang F adalah 27,1 C. Pada jam istirahat pertama pukul WIB, suhu udara maksimal ruang B lebih tinggi 0,3 C dibanding ruang F. Pada pukul WIB pengukuran di ruang F dilakukan dalam keadaan ruang kelas kosong.berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 10.15, suhu udara di ruang B adalah 27,6 C kemudian perlahan meningkat menjadi 27,8 Chingga pengukuran selesai pukul WIB.Rentang suhu udara yang terjadi di ruang B sekitar 27,6 C 27,8 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 10.15, suhu udara di ruang F adalah 27,7 C kemudian perlahan menurunmenjadi 27,6 Cdan kembali meningkat menjadi 28 C dan menjadi 27,9 C pada pukul

81 WIB. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang F sekitar 27,6 C 28 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih tinggi 0,2 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang B adalah 27,8 C kemudian perlahan meningkat menjadi 29,6 C dan kembali menurun menjadi 29,5 C sekitar pukul WIB. Kemudian perlahan meningkat hingga 29,8 C pada pukul WIB. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang B sekitar 27,8 C 29,8 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang F adalah 27,9 C kemudian perlahan meningkat menjadi 29,9 C hingga pengukuran selesai. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang F sekitar 27,9 C 29,9 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih tinggi 0,1 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Meskipun pada waktu tertentu ruang kelas B (Utara) tidak ada aktivitas, namun dapat dilihat pada Gambar 4.8, perbedaan kondisi suhu udara di kedua ruang kelas ketika ada atau tidaknya aktivitas tidak terlalu berbeda. Berdasarkan keterangan tersebut, dijelaskan bahwa aktivitas dan jumlah pengguna yang berbeda pada kedua ruangan tidak memengaruhi suhu udara ruangan.

82 64 d. Hasil Pengukuran pada Hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017) Berikut merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017). Gambar 4.10 Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari 4 Sumber :Olah data, 2017

83 65 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udaraketiga titik pengukuran pada hari 4 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.11Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017). Hari 4 Ruang Kelas B Ruang Kelas F Ruang Luar (Utara) (Barat) RH RH RH Suhu ( C) Suhu ( C) Suhu ( C) (%) (%) (%) Min Max Modus Rata-rata Frekuensi modus Persentase modus 28% 12% 40% 9% 21% 8% (Sumber : Olah data, 2017 Pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017) pengukuran dilakukan pada kondisi hari sedang mendung.rentang suhu udara di dalam ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar yaitu: Tabel 4.12Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017). Rentang Suhu Rentang Kelembaban Ruang B (Utara) 27,30 C 28,50 C 71,50% 81,00% Ruang F (Barat) 27,60 C 28,30 C 72,80% 77,40% Ruang luar 27,00 C 28,20 C 80,10% 84,70% Sumber :Olah data, 2017 Grafik hasil pengukuran pada hari 4 menunjukkan fase naik turun suhu udara pada ketiga titik pengukuran memiliki pola yang sangat berbeda. Jika dilihat dari pola grafik dapat diketahui suhu udara di ruang B (Utara) ketika pengukuran selesai lebih rendah dibandingkan pada awal pengukuran dengan beda suhu sebesar 0,6ºC. Pada grafik suhu udara di ruang F (Barat) ketika pengukuran

84 66 dimulai memiliki nilai suhu yang sama dengan ketika pengukuran selesai dilakukan yaitu 28,1ºC. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara pada ruang kelas yang berbeda orientasi, dapat dilihat pada waktu-waktu tertentu suhu udara ruang kelas B (Utara) menjadi lebih tinggi dibanding suhu udara kelas F (Barat) dan begitu pula sebaliknya. Pada waktu-waktu tertentu juga ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) mengalami suhu yang sama. Berikut merupakan waktu perbedaan kondisi suhu pada kedua titik yang berbeda orientasi (Ruang B / Utara dan Ruang F / Barat): Utara > Barat : (beda 0,1ºC - 0,5ºC). Utara = Barat : (27,6ºC); (28,1ºC). Barat > Utara : (beda 0,1ºC - 0,6ºC); (beda 0,1ºC 0,5ºC). Dari hasil pengukuran suhu udara pada hari 4 selama pengukuran berlangsung pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara maksimal pada ruang kelas B (Utara) lebih tinggi 0,2ºC dibandingkan suhu udara maksimal pada ruang kelas F (Barat). Jika suhu di dalam ruangan dibandingkan dengan di luar ruangan ketika pengukuran dimulai pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara di luar lebih rendah dibandingkan suhu udara di dalam ruang kelas dengan beda 1,2ºC (ruang B / Utara) dan 0,8ºC (ruang F / Barat). Ruang kelas B (Utara) mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB yaitu sebesar 28,5ºC. Ruang kelas F (Barat) mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB

85 67 yaitu sebesar 28,3ºC. Ruang luar mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB yaitu sebesar 28,2ºC. Terdapat perbedaan jam istirahat dan jam pulang antara ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat). Berikut jadwal kegiatan pada ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 4. Tabel 4.13 Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 4. Waktu Ruang B Ruang F (Utara) (Barat) Belajar Belajar Istirahat Istirahat Belajar Belajar Pulang Belajar Pulang Sumber: Olah data, 2017 Berikut merupakan grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada pengukuran hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017): Gambar 4.11 Grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 4 (Sabtu, 12 Agustus 2017) Sumber : Olah data, 2017

86 68 Kegiatan di ruang B (Utara) berlangsung selama pukul WIB, sedangkan kegiatan di ruang F (Barat) berlangsung selama pukul WIB. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara berdasarkan jadwal kegiatan hari 4, terdapat perbedaan pola suhu udara di ruang B (Utara) dan ruang F (Barat). Berikut merupakan perbandingan suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang F (Barat) berdasarkan jam istirahat: Jam istirahat pertama ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang B adalah 27,6 C kemudian meningkat menjadi 27,7 C hingga jam istirahat berakhir. Ruang F (Barat) : pada pukul , suhu udara di ruang F adalah 28,1 C. Pada jam istirahat pertama pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F lebih tinggi 0,4 C dibanding ruang B. Aktivitas di ruang kelas B (Utara) berakhir pada pukul WIB. Pada pukul WIB pengukuran di ruang kelas B dilakukan dalam keadaan ruang kelas kosong, sedangkan di ruang F masih terdapat aktivitas belajar sampai pukul WIB. Pada pukul WIB pengukuran di ruang F dilakukan dalam keadaan ruang kelas kosong.berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 10.15, suhu udara di ruang B adalah 27,9 C kemudian perlahan menurun menjadi 27,8 C.

87 69 Ruang F (Barat) : pada pukul , suhu udara di ruang F adalah 28,3 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih tinggi 0,5 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang B adalah 27,8 C kemudian mengalami fase naik turun dan mencapai suhu 27,9 C pada pukul Rentang suhu udara yang terjadi di ruang B sekitar 27,7 C 27,9 C Ruang F (Barat) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang F adalah 28,3 C kemudian perlahan menurun hingga 28,1 C hingga pukul C. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang F sekitar 28,1 C 28,3 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih tinggi 0,4 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Meskipun pada waktu tertentu ruang kelas B (Utara) tidak ada aktivitas, namun dapat dilihat pada Gambar 4.10, perbedaan kondisi suhu udara di kedua ruang kelas ketika ada atau tidaknya aktivitas tidak terlalu berbeda. Berdasarkan keterangan tersebut, dijelaskan bahwa aktivitas dan jumlah pengguna yang berbeda pada kedua ruangan tidak memengaruhi suhu udara ruangan.

88 70 e. Hasil Pengukuran pada Hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017) Berikut merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017). Gambar 4.12 Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari 5 Sumber : Olah data, 2017

89 71 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udaraketiga titik pengukuran pada hari 5dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.14 Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017) Ruang Kelas B (Utara) RH Suhu ( C) (%) Ruang Kelas F (Barat) RH Suhu ( C) (%) Ruang Luar Suhu ( C) RH (%) Min Max Hari 5 Modus Rata-rata Frekuensi modus Persentase modus 8% 3% 7% 2% 6% 2% (Sumber : Olah data, 2017 Pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017) alat ukur diletakkan pada kondisi hari sedang mendung dan diambil pada kondisi hari sedang cerah.rentang suhu udara di dalam ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar yaitu: Tabel 4.15Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017). Rentang Suhu Rentang Kelembaban Ruang B (Utara) 28,00 C 33,00 C 60,60% 75,80% Ruang F (Barat) 28,00 C 33,60 C 57,10% 75,60% Ruang luar 27,50 C 34,00 C 56,30% 82,70% Sumber :Olah data, 2017 Grafik hasil pengukuran pada hari 5 menunjukkan adanya perbedaan fase naik turun suhu udara pada ketiga titik pengukuran. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara ruang F (Barat) dominan lebih tinggi dibandingkan suhu udara ruang B (Utara). Pada waktu-waktu tertentu ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F

90 72 (Barat) mengalami suhu yang sama. Berikut merupakan waktu perbedaan kondisi suhu pada kedua titik yang berbeda orientasi (Ruang B / Utara dan Ruang F / Barat): Utara > Barat : - Utara = Barat : (28,1ºC); (28ºC); (28,1ºC); Barat > Utara : (beda 0,1ºC 0,4ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,9ºC). Dari hasil pengukuran suhu udara pada hari 5 selama pengukuran berlangsung pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara maksimal pada ruang kelas B (Utara) lebih rendah 0,6ºC dibandingkan suhu udara maksimal pada ruang kelas F (Barat). Ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) mengalami suhu udara maksimal pada rentang waktu WIB. Jika suhu di dalam ruangan dibandingkan dengan di luar ruangan ketika pengukuran dimulai pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara di luar lebih rendah dibandingkan suhu udara di dalam ruang kelas dengan beda 0,1ºC (ruang B / Utara) dan 0,5ºC (ruang F / Barat). Pada pukul WIB suhu udara di luar ruangan lebih tinggi 0,8ºC dibandingkan ruang B (Utara) dan 0,1ºC dibandingkan ruang F (Barat). Ruang luar mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB dengan suhu maksimal sebesar 34,00 C. Nilai tersebut menunjukkan bahwa suhu udara maksimal di luar ruangan lebih tinggi 1 C dibandingkan ruang B (Utara) dan 0,4 C dibandingkan ruang F (Barat).

91 73 Terdapat perbedaan jam istirahat dan jam pulang antara ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat). Berikut jadwal kegiatan pada ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 5. Tabel 4.16 Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 5. Waktu Ruang B(Utara) Ruang F(Barat) Belajar Belajar Istirahat Istirahat Belajar Belajar Pulang Istirahat Belajar Sumber: Olah data, 2017 Berikut merupakan grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada pengukuran hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017): Gambar 4.13 Grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 5 (Senin, 14 Agustus 2017) Sumber : Olah data, 2017

92 74 Kegiatan di ruang B (Utara) berlangsung selama pukul WIB, sedangkan kegiatan di ruang F (Barat) berlangsung selama pukul WIB. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara berdasarkan jadwal kegiatan hari 1, pola suhu udara di ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) tampak sangat berbeda pada akhir pengukuran. Berikut merupakan perbandingan suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang F (Barat) berdasarkan jam istirahat: Jam istirahat pertama ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang B adalah 29,4 C kemudian mengalami fase naik turun dan menjadi 29,6 C pada pukul Rentang suhu udara di ruang B selama jam istirahat pertama adalah 29,4 C 29,8 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang F adalah 29,9 Ckemudian perlahan meningkat hingga mencapai 30,1 C hingga jam istirahat berakhir. Pada jam istirahat pertama pukul WIB suhu udara di ruang F lebih tinggi dibanding ruang B dengan perbedaan suhu maksimal sekitar 0,3 C. Jam istirahat kedua ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul suhu udara di ruang B adalah 31,9 C.Pukul WIB ruang B dalam keadaan kosong dengan kondisi suhu udara yang terjadi yaitu sekitar 31,9 C 32,2 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang F adalah 32,4 C kemudian perlahan meningkat menjadi 32,5 C dan kembali menjadi 32,4 C hingga pukul WIB.

93 75 Pada jam istirahat kedua pukul WIB suhu udara di ruang B lebih tinggi dibanding ruang F dengan perbedaan suhu sekitar 0,1 C - 0,5 C. Aktivitas di ruang kelas B (Utara) berakhir pada pukul WIB. Pada pukul WIB pengukuran di ruang kelas B dilakukan dalam keadaan ruang kelas kosong, sedangkan di ruang F masih terdapat aktivitas belajar. Berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang B adalah 32,2 C. Kemudian suhu udara di ruang B mengalami fase naik turun hingga pengukuran selesai pukul WIB suhunya menjadi 32,8 C. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang B sekitar 32,1 C 33 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang F adalah 32,4 C. Kemudian suhu udara di ruang F mengalami fase naik turun hingga pengukuran selesai pukul WIB suhunya menjadi 33,5 C. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang F sekitar 32,4 C 33,6 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih tinggi 0,6 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Meskipun pada waktu tertentu ruang kelas B (Utara) tidak ada aktivitas, namun dapat dilihat pada Gambar 4.12,perbedaan kondisi suhu udara di kedua ruang kelas ketika ada atau tidaknya aktivitas tidak terlalu berbeda. Berdasarkan keterangan tersebut,

94 76 dijelaskan bahwa aktivitas dan jumlah pengguna yang berbeda pada kedua ruangan tidak memengaruhi suhu udara ruangan. f. Hasil Pengukuran pada Hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017) Berikut merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar pada hari 6 (15 Agustus 2017). Gambar 4.14 Grafik Suhu dan Kelembaban Udara pada hari 6 Sumber :Olah data, 2017

95 77 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udaraketiga titik pengukuran pada hari 6 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.17 Kondisi suhu dan kelembaban udara ketiga titik pengukuran pada hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017) Hari 6 Ruang Kelas B Ruang Kelas F Ruang Luar (Utara) (Barat) RH RH RH Suhu ( C) Suhu ( C) Suhu ( C) (%) (%) (%) Min Max Modus Rata-rata Frekuensi modus Persentase modus 7% 4% 12% 3% 7% 2% Sumber : Olah data, 2017 Pada hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017) alat ukur diletakkan pada kondisi hari sedang gerimis dan diambil pada kondisi hari agak cerah.rentang suhu udara di dalam ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar yaitu: Tabel 4.18Rentang suhu dan kelembaban udara ketiga titik pada hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017). Rentang Suhu Rentang Kelembaban Ruang B (Utara) 27,70 C 31,20 C 65,80% 76,80% Ruang F (Barat) 27,70 C 31,10 C 64,00% 75,90% Ruang luar 26,90 C 32,20 C 62,50% 81,70% Sumber :Olah data, 2017 Grafik hasil pengukuran pada hari 6 menunjukkan adanya perbedaan fase naik turun suhu udara pada ketiga titik pengukuran. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara pada ruang kelas yang berbeda orientasi, dapat dilihat pada waktuwaktu tertentu suhu udara ruang kelas B (Utara) menjadi lebih tinggi dibanding suhu udara kelas F (Barat) dan begitu pula sebaliknya. Pada waktu-waktu tertentu

96 78 juga ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) mengalami suhu yang sama. Berikut merupakan waktu perbedaan kondisi suhu pada kedua titik yang berbeda orientasi (Ruang B / Utara dan Ruang F / Barat): Utara > Barat : (beda 0,1ºC - 0,6ºC); (beda 0,1ºC 0,2ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,4ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC - 0,2ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,2ºC). Utara = Barat : (27,8ºC); (28,1ºC); (28,3ºC); (28,4ºC); (28,6ºC); (28,7ºC); (28,8ºC); (28,9ºC); (30,5ºC); (30,6ºC); (30,7ºC); (30,8ºC); (30,8ºC); (30,9ºC) Barat > Utara : (beda 0,1ºC - 0,3ºC); (beda 0,1ºC - 0,2ºC); (beda 0,1ºC); (beda 0,1ºC 0,2ºC) Dari hasil pengukuran suhu udara pada hari 6 selama pengukuran berlangsung pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara maksimal pada ruang kelas B (Utara) lebih tinggi 0,1ºC dibandingkan suhu udara maksimal pada ruang kelas F (Barat). Ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan ruang luar mengalami suhu udara maksimal pada pukul WIB.Jika suhu di dalam ruangan dibandingkan dengan di luar ruangan ketika pengukuran dimulai

97 79 pada pukul WIB menunjukkan bahwa suhu udara di luar lebih rendah dibandingkan suhu udara di dalam ruang kelas dengan beda 1ºC (ruang B / Utara) dan 0,5ºC (ruang F / Barat). Pada pukul WIB suhu udara di luar ruangan lebih tinggi 1ºC dibandingkan ruang B (Utara) dan 1,1ºC dibandingkan ruang F (Barat). Terdapat perbedaan jam istirahat dan jam pulang antara ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat). Berikut jadwal kegiatan pada ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 6. Tabel 4.19 Jadwal kegiatan ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) pada hari 6. Waktu Ruang B(Utara) Ruang F(Barat) Belajar Belajar Istirahat Istirahat Belajar Belajar Pulang Istirahat Belajar Sumber: Olah data, 2017 Berikut merupakan grafik perbandingan suhu udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada pengukuran hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017): Gambar 4.15 Grafik perbandingan suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan dan luar ruangan pada hari 6 (Selasa, 15 Agustus 2017) Sumber : Olah data, 2017

98 80 Kegiatan di ruang B (Utara) berlangsung selama pukul WIB, sedangkan kegiatan di ruang F (Barat) berlangsung selama pukul WIB. Jika dilihat dari pola grafik suhu udara berdasarkan jadwal kegiatan hari 6, pola suhu udara di ruang B (Utara) dan ruang F (Barat) tidak jauh berbeda. Berikut merupakan perbandingan suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang F (Barat) berdasarkan jam istirahat: Jam istirahat pertama ( WIB) Ruang B (Utara) :pada pukul 09.00, suhu udara di ruang B adalah 28,1 Ckemudian perlahan meningkat hingga 28,4 C. Rentang suhu udara di ruang B selama jam istirahat pertama adalah 28,1 C 28,4 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 09.00, suhu udara di ruang F adalah 28,2 C kemudian perlahan meningkat hingga mencapai 28,4 C. Rentang suhu udara di ruang F selama jam istirahat pertama adalah 28,2 C 28,4 C. Pada jam istirahat pertama pukul WIB suhu udara maksimal di ruang F sama dengan ruang B yaitu sebesar 28,4 C. Jam istirahat kedua ( WIB) Ruang B (Utara) : pada pukul suhu udara di ruang B adalah 30,4 C. Pukul WIB ruang B dalam keadaan kosong dengan kondisi suhu udara yang terjadi yaitu sekitar 30,3 C 30,5 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 10.45, suhu udara di ruang F adalah 30,2 C

99 81 kemudian perlahan meningkat menjadi 30,4 C hingga pukul WIB. Pada jam istirahat kedua pukul WIB suhu udara maksimal di ruang B lebih tinggi dibanding ruang F dengan perbedaan suhu 0,1 C. Aktivitas di ruang kelas B (Utara) berakhir pada pukul WIB. Pada pukul WIB pengukuran di ruang kelas B dilakukan dalam keadaan ruang kelas kosong. Berikut merupakan perbandingan kondisi suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada pukul WIB: Ruang B (Utara) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang B adalah 30,5 C kemudian mengalami fase naik turun kemudian perlahan meningkat hingga mencapai 30,5 C. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang B sekitar 30,4 C 31,2 C. Ruang F (Barat) : pada pukul 11.00, suhu udara di ruang F adalah 30,4 C. Kemudian suhu udara di ruang F mengalami fase naik turun hingga pengukuran selesai pukul WIB suhunya menjadi 31,1 C. Rentang suhu udara yang terjadi di ruang F sekitar 30,4 C 31,1 C. Pada pukul WIB, suhu udara maksimal ruang F (Barat) lebih rendah 0,1 C dibanding suhu udara maksimal di ruang B (Utara). Dapat dilihat pada Gambar 4.14,perbedaan kondisi suhu udara di kedua ruang kelas ketika ada atau tidaknya aktivitas tidak terlalu berbeda. Berdasarkan keterangan tersebut, dijelaskan bahwa aktivitas dan jumlah pengguna yang berbeda pada kedua ruangan tidak memengaruhi suhu udara ruangan.

100 Analisa Perbandingan Suhu Udara berdasarkan Orientasi terhadap Matahari Berdasarkan keterangan dari grafik-grafik sebelumnya bahwa aktivitas dan jumlah pengguna yang berbeda pada kedua ruangan tidak memengaruhi suhu udara ruangankelas SDN ,berikut merupakan grafik hasil penggabungan antara ketiga titik pengukuran pada pukul WIB. Gambar 4.16 Grafik Suhu dan Kelembaban Udara di Dalam dan Luar Ruangan (Pengukuran hingga jam WIB) Sumber : Olah data, 2017

101 83 BerdasarkanGambar 4.16, suhu udara di luar ruangan dominan lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di dalam ruang kelas. Suhu udara di ruang kelas F (Barat) mencapai nilai maksimal yang paling tinggi dibandingkan dengan ruang kelas B (Utara) pada akhir grafik yaitu sebesar 33,60 C.Berikut merupakan perbandingan suhu udara pada ketiga titik pengukuran dalam tabel. Tabel 4.20Data Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada ruang kelas B (Utara), ruang kelas F (Barat) dan Ruang Luar (Pengukuran hingga jam 12.05) Minimal Maksimal Modus Rata-Rata Ruang B (Utara) Ruang F (Barat) Ruang Luar ( C) (% RH) ( C) (% RH) ( C) (% RH) ( C) (% RH) 27,30 28,60 26,90 28,30 25,80 27,80 60,60 74,30 57,10 74,50 56,30 80,10 28,50 33,30 28,30 33,60 28,20 34,00 75,60 82,90 75,30 81,70 81,70 87,50 27,40 32,40 27,10 32,20 26,10 31,90 74,60 79,10 73,60 78,20 79,30 86,50 28,97 74,14 29,05 72,93 28,66 77,20 Sumber:Olah Data, 2017 Dilihat pada tabel, rata-rata suhu udara di ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) tidak memiliki perbedaan yang signifikan.suhu udara rata-rata di ruang kelas F (Barat) lebih tinggi dibandingkan dengan ruang kelas B (Utara).Nilai minimal suhu udara di ruang kelas F (Barat) adalah 26,90 C dan nilai maksimal mencapai 33,60 C. Rata-rata suhu udara di ruang kelas F (Barat) adalah 29,05 C dengan kelembaban udara rata-rata 72,93%. Nilai minimal suhu udara di ruang kelas B (Utara) adalah 27,30 C dan nilai maksimal mencapai 33,30 C. Rata-rata suhu udara di ruang kelas B (Utara) adalah 28,97 C dengan kelembaban udara rata-rata 74,14%. Dapat dijelaskan bahwa pada pukul WIB, suhu udara di ruang F (Barat) lebih tinggi 0,08 C dibandingkan suhu

102 84 udara di ruang B (Utara). Dalam hal ini dijelaskan bahwa orientasi bangunan terhadap matahari berpengaruh terhadap suhu udara di dalam ruang kelas. 4.3 Analisa Hubungan antara Suhu Udara dan Radiasi Matahari Dari pengamatan selama enam hari di lokasi penelitian, cuaca yang terjadi berbeda setiap harinya. Pada grafik-grafik sebelumnya, terdapat kenaikan suhu udara yang terjadi secara drastis pada hari-hari tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh radiasi matahari yang diterima bangunan.berikut merupakan simulasi yang dilakukan untuk melihat radiasi matahari yang diterima kedua ruang kelas. Waktu simulasi yang dipilih disesuaikan dengan hasil pengukuran nyata di lokasi penelitian yaitu memilih hari dengan Rentang suhu tertinggi yaitu hari 2 (Kamis, 10 Agustus 2017) dengan Rentang suhu ruang B (Utara) 28,60 C 33,30 C dan ruang F (Barat) 28,30 C 33,60 C.Berikut merupakan hasil simulasi yang menunjukkan posisi matahari dan arah pembayangan yang terjadi di lokasi penelitian pada 10 Agustus Ruang B (utara) Ruang F (barat) 09.00

103 Gambar 4.17Simulasi posisi matahari dan pembayangan yang terjadi di SDN Medan pada 10 Agustus Sumber : Ecotect, 2017

104 86 Hasil simulasi menunjukkan perbedaan arah jatuhnya bayangan yang terjadi selama jadwal belajar berlangsung. Dimulai dari pagi hari pukul bayangan jatuh ke arah barat daya hingga pukul posisi matahari hampir tegak lurus dengan atap bangunan sekolah.berikut merupakan hasil simulasi radiasi matahari kota Medan pada 10 Agustus. Gambar 4.18 Simulasi radiasi matahari kota Medan 10 Agustus. Sumber: Ecotect, 2017 Simulasi radiasi matahari di kota Medan pada 10 Agustus dengan melihat rentang waktu WIB menunjukkan nilai maksimal radiasi matahari terjadi pada rentang pukul WIB.

105 87 Berikut ini merupakan hasil simulasi radiasi matahari di lokasi penelitian dengan input waktu pada 10 Agustus. F B Kelas B Kelas F Gambar 4.19Simulasi radiasi matahari di SDN Medan pada 10 Agustus Sumber : Ecotect, 2017

106 88 Tabel 4.21Data Hasil simulasi radiasi matahari pada ruang kelas B (Utara) dan ruang kelas F (Barat) pada 10 Agustus Incident Absorbed Ruang Waktu Sun Angle Solar Shade (W) (W) % Ruang B % % % % % % % % % % Total Ruang F % % % % % % % % % % % Total Sumber : Ecotect, 2017 Tabel 4.21menunjukkan hasil yang sesuai dengan simulasi radiasi matahari kota Medan pada 10 Agutus, bahwa selama rentang pukul WIB radiasi matahari yang diterima ruang kelas di SDN meningkat pada pukul

107 Gambar 4.20Pengukuran suhu udara di SDN pada 10 Agustus Sumber:Olah data, 2017 Tabel 4.22Hasil simulasi radiasi matahari dan pengukuran suhupada 10 Agustus Radiasi (Ecotect) Suhu (Pengukuran) Radiasi (Ecotect) Suhu (Pengukuran) Ruang B ,10 C ,00 C Ruang F ,00 C ,40 C Sumber : Olah data, 2017 Hasil simulasi radiasi matahari pada 10 Agustus di SDN Medan menunjukkan hasil radiasi matahari langsung ke ruang B (Utara) lebih tinggi dibandingkan ruang F (Barat). Jika dibandingkan dengan pengukuran nyata terhadap suhu udara di SDN (Gambar 4.17), hasilnya menunjukkan bahwa pada pukul radiasi matahari memengaruhi tingkat suhu udara yang

108 90 terjadi. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran nyata bahwa pada pukul 10.00, suhu udara di ruang B (Utara) lebih tinggi 0,1 C dibandingkan ruang F (Barat). Hal tersebut tidak berlaku sama dengan pukul 12.00, bahwa suhu udara di ruang kelas F (Barat) lebih tinggi dibandingkan dengan ruang B (Utara). Hal ini mungkin dipengaruhi oleh penghalang bangunan pada kedua ruang kelas. Berikut merupakan posisi pohon yang terdapat di lokasi penelitian. F B SDN Gambar 4.21Site plan lokasi penelitian (menunjukkan titik pohon) Sumber: Olah data, 2017 Gambar 4.4Menunjukkan bahwa pada sisi massa bangunan ruang kelas F lebih banyak ditanami pohon dibandingkan pada sisi ruang kelas B. Hal ini menyebabkan radiasi matahari yang diterima ruang kelas F (Barat) tidak langsung masuk seluruhnya ke dalam ruang kelas melainkan dihalangi oleh pohon pohon yang ada di sekitarnya.

109 91 Berikut ini merupakan simulasi dengan menggunakan Ecotect yang menunjukkan orientasi yang terbaik pada lokasi penelitian. Gambar 4.22Orientasi terbaik pada lokasi penelitian Sumber: Ecotect, 2017 Hasilnya menunjukkan bahwa orientasi yang baik diterapkan pada bangunan di lokasi penelitian adalah menghadap ke arah barat daya dengan tujuan untuk meminimalisir radiasi matahari langsung yang masuk ke dalam bangunan.

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANGAN KELAS DI SDN BERDASARKAN INDEKS PMV DAN PPD SKRIPSI OLEH MELIANA

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANGAN KELAS DI SDN BERDASARKAN INDEKS PMV DAN PPD SKRIPSI OLEH MELIANA EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANGAN KELAS DI SDN 066049 BERDASARKAN INDEKS PMV DAN PPD SKRIPSI OLEH MELIANA 100406023 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 EVALUASI

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA 100406077 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STUDI TINGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN)

PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN) PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL DALAM RUMAH TINGGAL DI MEDAN (STUDI KASUS KOMPLEK PERUMAHAN EVERGREEN) Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur Oleh SOFIANDY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kenyamanan Termal 2.1.1 Definisi Kenyamanan Termal Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dari pikiran manusia yang menunjukkan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho,

Lebih terperinci

STUDI INTENSITAS KEBISINGAN PADA PERPUSTAKAAN ARSITEKTUR USU SKRIPSI OLEH JOHAN ANDREAN TANDAULY

STUDI INTENSITAS KEBISINGAN PADA PERPUSTAKAAN ARSITEKTUR USU SKRIPSI OLEH JOHAN ANDREAN TANDAULY STUDI INTENSITAS KEBISINGAN PADA PERPUSTAKAAN ARSITEKTUR USU SKRIPSI OLEH JOHAN ANDREAN TANDAULY 100406096 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STUDI INTENSITAS KEBISINGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan metode statistik deskriptif. Penelitian kuantitatif merupakan jenis penelitian yang berlandaskan

Lebih terperinci

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Damalia Enesty Purnama 1, Agung Murti Nugroho 2, Ir. Bambang

Lebih terperinci

EVALUASI KENYAMANAN THERMAL MESJID AR-RAUDDAH KOTA MEDAN

EVALUASI KENYAMANAN THERMAL MESJID AR-RAUDDAH KOTA MEDAN EVALUASI KENYAMANAN THERMAL MESJID AR-RAUDDAH KOTA MEDAN TESIS OLEH HARRY WIBOWO 10 7020 020/AR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUAMTERA UTARA MEDAN 2015 EVALUASI KENYAMANAN THERMAL MESJID AR-RAUDDAH KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, ketersediaan tempat tinggal menjadi perhatian utama bagi semua pihak bagi pemerintah maupun

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT PENDIDIKAN NAULI HUSADA SIBOLGA

RUMAH SAKIT PENDIDIKAN NAULI HUSADA SIBOLGA RUMAH SAKIT PENDIDIKAN NAULI HUSADA SIBOLGA (ARSITEKTUR BIOKLIMATIK) LAPORAN AKHIR SKRIPSI RTA 4231 - STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 6 SEMESTER B TAHUN AJARAN 2015 / 2016 Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI

INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI PROGRAM STUDI S1 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM PEMBAYANGAN MATAHARI PROGRAM STUDI S1

Lebih terperinci

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii v vi viii xi xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan manusia modern delapan puluh persennya dilakukan di dalam ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut biasanya

Lebih terperinci

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI.

APARTEMEN HEMAT ENERGI DAN MENCIPTAKAN INTERAKSI SOSIAL DI YOGYAKARTA DAFTAR ISI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. LEMBAR PENGESAHAN... CATATAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PERNYATAAN PRAKATA. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. ABSTRAK. i ii iii iv v vii x xiii xv BAB I PENDAHULUAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar-mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan yang berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PERFORMA TERMAL PADA DESAIN RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT STIKES AISYAH KLATEN

PERFORMA TERMAL PADA DESAIN RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT STIKES AISYAH KLATEN PERFORMA TERMAL PADA DESAIN RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT STIKES AISYAH KLATEN Eny Dwi Wardani, Yayi Arsandrie Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta enywardani24@gmail.com

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR BAGAN... xviii INTISARI... xix

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti

Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti 1. PENDAHULUAN Rumah susun merupakan tempat tinggal vertikal yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan keadaan penghuni yang seperti itu, maka kehidupan sosialnya pun berbeda dengan

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building Rumah Susun dan Pasar ini adalah adanya kebutuhan hunian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif, yang nantinya berupa angka hasil dari pencapaian suhu ruangan yang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif, yang nantinya berupa angka hasil dari pencapaian suhu ruangan yang BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan penelitian Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif, yang nantinya berupa angka hasil dari pencapaian suhu ruangan yang diinginkan

Lebih terperinci

APLIKASI PENGUKURAN VENTILASI ALAMI

APLIKASI PENGUKURAN VENTILASI ALAMI APLIKASI PENGUKURAN VENTILASI ALAMI Oleh : Darius Agung Prata, ST Widyaiswara Muda Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah, Sawahlunto Udara yang mengalir dalam terowongan di bawah tanah sangat

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH ORIENTASI BUKAAN SAMPING PADA RUKO TERHADAP KONDISI TERMAL RUANGAN

STUDI PENGARUH ORIENTASI BUKAAN SAMPING PADA RUKO TERHADAP KONDISI TERMAL RUANGAN STUDI PENGARUH ORIENTASI BUKAAN SAMPING PADA RUKO TERHADAP KONDISI TERMAL RUANGAN STUDI KASUS PADA RUKO JALAN CEMARA, JALAN YOS SUDARSO, DAN JALAN SETIA JADI. OLEH ERICK CHANDRA (090406023) DOSEN PEMBIMBING:

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN DAN APARTEMEN DI JAKARTA BARAT KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Disusun Oleh: Nama : Selvi Febriane NIM :

PUSAT PERBELANJAAN DAN APARTEMEN DI JAKARTA BARAT KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Disusun Oleh: Nama : Selvi Febriane NIM : PUSAT PERBELANJAAN DAN APARTEMEN DI JAKARTA BARAT KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TUGAS AKHIR Semester Genap Tahun 2008/2009 Disusun Oleh: Nama : Selvi Febriane NIM : 0900791742 JURUSAN ARSITEKTUR-

Lebih terperinci

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu lingkungan yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya,

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

SMK PERTANIAN DI TAWANGMANGU DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

SMK PERTANIAN DI TAWANGMANGU DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SMK PERTANIAN DI TAWANGMANGU DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyamanan thermal adalah salah satu hal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktifitas dengan baik selain faktor kenyamanan lainnya yaitu kenyamanan visual,

Lebih terperinci

STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA

STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat untuk mencapai Gelar Sarjana teknik

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan yang terjadi di perkotaan diiringi dengan tingginya kebutuhan penduduk akan hunian menjadikan kawasan kota berkembang menjadi kawasan yang padat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Lebih luas lagi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dikuantitatifkan.

Lebih terperinci

1.1.3 Kenyamanan Termal Pasifsebagai faktor penentu perancangan

1.1.3 Kenyamanan Termal Pasifsebagai faktor penentu perancangan DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAKSI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii iv vi viii xii xiv BAB I PENDAHULUAN 1-1 1.1 LATAR BELAKANG 1-1 1.1.1

Lebih terperinci

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM

ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM ASPEK KENYAMANAN TERMAL PADA PENGKONDISIAN RUANG DALAM James Rilatupa 1 ABSTRACT This paper discusses the thermal comfort for room as a part of comfort principles in architecture design. This research

Lebih terperinci

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI Muhammad Faisal Jurusan Teknil Planologi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Malang Jl. Bendungan Sigura-Gura Nomor 2 Malang 65145, Indonesia

Lebih terperinci

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor Nasrullah (1), Ramli Rahim (2), Baharuddin (2), Rosady Mulyadi (2), Nurul Jamala (2), Asniawaty Kusno (2) (1) Mahasiswa Pascasarjana,

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan untuk memenuhi

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan untuk memenuhi BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Pusat Pelatihan Otomotif PT. BMW Indonesia ini adalah adanya kebutuhan perusahaan

Lebih terperinci

Perancangan Apartemen dengan Alat Bantu Software Simulasi Aliran Angin

Perancangan Apartemen dengan Alat Bantu Software Simulasi Aliran Angin G105 Perancangan Apartemen dengan Alat Bantu Software Simulasi Aliran Angin Abdun Nasir dan Wahyu Setyawan Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA BARAT

KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA BARAT KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA BARAT Susanto, Sigit Wijaksono, Albertus Galih Prawata Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara, Susanto_lim@email.com ABSTRACT Increasing housing needs

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember Penulis

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember Penulis KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, serta atas izinnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Redesain Gelanggang

Lebih terperinci

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN Disusun Oleh: Cindy Stasia Sri Kartika NIM : 105401480 PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Tanah Abang, merupakan wilayah yang padat di Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat. Di samping padat akan pemukiman penduduknya, Tanah Abang adalah kawasan bisnis

Lebih terperinci

REDESAIN RUSUNAWA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO DENGAN PENDEKATAN KENYAMANAN TERMAL

REDESAIN RUSUNAWA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO DENGAN PENDEKATAN KENYAMANAN TERMAL REDESAIN RUSUNAWA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO DENGAN PENDEKATAN KENYAMANAN TERMAL Sella Ayu Darohma 1, Heru Sufianto 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI OTISTA JAKARTA TIMUR

RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI OTISTA JAKARTA TIMUR TUGAS AKHIR RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI OTISTA JAKARTA TIMUR DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK ARSITEKTUR DISUSUN OLEH : HERI PRIANA 41207120003 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Radiasi Matahari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jansen (1995) menyatakan bahwa posisi matahari diperlukan untuk menentukan radaisi surya yang diteruskan melalui kaca dan bahan transparan lain, dimana

Lebih terperinci

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN CHINDY

STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN CHINDY STUDI SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN PADA BANGUNAN HOTEL DANAU TOBA INTERNASIONAL MEDAN SKRIPSI OLEH CHINDY 100406067 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STUDI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Katerina 1), Hari Purnomo 2), dan Sri Nastiti N. Ekasiwi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan di paparkan mengenai kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan mengenai kualitas dalam ruang pada kantor PT. RTC dari aspek termal dan pencahayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-quran dan hadist-hadist diantaranya dalam surat An-Nuur ayat ke-36

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-quran dan hadist-hadist diantaranya dalam surat An-Nuur ayat ke-36 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keutamaan untuk beribadah dan memakmurkan mesjid banyak dijabarkan pada Al-quran dan hadist-hadist diantaranya dalam surat An-Nuur ayat ke-36 Bertasbih kepada Allah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Desain Bukaan Ruang Terhadap Konsentrasi Belajar Mahasiswa, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa : 1. Intensitas

Lebih terperinci

Foam Concrete Sebagai Alternatif Material Dinding Terkait Perencanaan Kenyamanan Termal Pada Rumah Hunian

Foam Concrete Sebagai Alternatif Material Dinding Terkait Perencanaan Kenyamanan Termal Pada Rumah Hunian Jurnal Reka Karsa Jurusan Teknik Arsitektur Itenas No. 3 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2015 Foam Concrete Sebagai Alternatif Material Dinding Terkait Perencanaan Kenyamanan Termal

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v INTISARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB (ANALISA METODE PENGUKURAN MANUAL DAN METODE LUX-METER) PENULIS : HAJAR SUWANTORO, ST. NIP. 132 30 6868 DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

KAJIAN AKSESIBILITAS TERHADAP RUANG TERBUKA DI PERUMAHAN TERENCANA KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH SUCI PRATIWI

KAJIAN AKSESIBILITAS TERHADAP RUANG TERBUKA DI PERUMAHAN TERENCANA KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH SUCI PRATIWI KAJIAN AKSESIBILITAS TERHADAP RUANG TERBUKA DI PERUMAHAN TERENCANA KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH SUCI PRATIWI 100406046 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 KAJIAN AKSESIBILITAS

Lebih terperinci

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS

KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS 105 KENYAMANAN TERMAL GEDUNG SETDA KUDUS Farid Firman Syah, Muhammad Siam Priyono Nugroho Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

BAB III PERMASALAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. menurunkan nilai koefisien kecepatan udara (blocking effect) dalam ruang

BAB III PERMASALAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. menurunkan nilai koefisien kecepatan udara (blocking effect) dalam ruang BAB III PERMASALAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. Permasalahan Kindangen (2005: 172) menulis penghalang di depan bangunan menurunkan nilai koefisien kecepatan udara (blocking effect) dalam ruang dibanding

Lebih terperinci

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA ZONIFIKASI Dasar pertimbngan Potensi site Kemungkinan pengelohan Tuntutan kegiatan UTILITAS Konsep utilitas pada kawasan perencanaan meliputi : 1. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. Letak Geografis Site Site yang akan dibangun berlokasi di sebelah timur Jalan Taman Siswa dengan koordinat 07 o 48 41.8 LS 110 o 22 36.8 LB. Bentuk site adalah persegi panjang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1. Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun bersubsidi kriteria utama yang diterapkan adalah : Dapat mencapai kenyamanan di dalam ruang bangunan yang berada pada iklim

Lebih terperinci

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Kondisi Pencahayaan Alami dan Kenyamanan Termal Studi Kasus: Campus Center Barat ITB Rizki Fitria Madina (1), Annisa Nurrizka (2), Dea Ratna

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Tema Tema Green Architecture dipilih karena mengurangi penggunaan energi dan polusi, serta menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan, ventilasi, dan material

Lebih terperinci

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

PENGARUH VENTILASI ALAMI TERHADAP KUALITAS UDARA (KONSENTRASI CO 2 ) DI RUANGAN KELAS SKRIPSI OLEH SHARA CHINTIA

PENGARUH VENTILASI ALAMI TERHADAP KUALITAS UDARA (KONSENTRASI CO 2 ) DI RUANGAN KELAS SKRIPSI OLEH SHARA CHINTIA PENGARUH VENTILASI ALAMI TERHADAP KUALITAS UDARA (KONSENTRASI CO 2 ) DI RUANGAN KELAS SKRIPSI OLEH SHARA CHINTIA 100406045 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PENGARUH

Lebih terperinci

Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Pada Lahan Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu

Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Pada Lahan Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu Evaluasi ata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Pada Lahan Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu Syamsuri Satria, Bambang Soemardiono, Haryo Sulistiarso Program Magister Bidang Keahlian Perancangan Kota

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Fasad selubung ganda merupakan fasad yang terbentuk dengan adanya penambahan kaca eksternal dari fasad kaca internal yang terintegrasi pada dinding tirai. Fasad

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun sederhana sewa yang sesuai dengan iklim tropis, ada beberapa kriteria yang diterapkan yaitu : 1. Sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI SENI RUPA DAN DESAIN DI MEDAN

SEKOLAH TINGGI SENI RUPA DAN DESAIN DI MEDAN SEKOLAH TINGGI SENI RUPA DAN DESAIN DI MEDAN (ARSITEKTUR EKSPRESIONISME) LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 - TUGAS AKHIR SEMESTER B TAHUN AJARAN 2009 / 2010 Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEMBALI PASAR PADANG BULAN ( ARSITEKTUR PERILAKU ) LAPORAN PERANCANGAN TKA TUGAS AKHIR SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011

PEMBANGUNAN KEMBALI PASAR PADANG BULAN ( ARSITEKTUR PERILAKU ) LAPORAN PERANCANGAN TKA TUGAS AKHIR SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011 PEMBANGUNAN KEMBALI PASAR PADANG BULAN ( ARSITEKTUR PERILAKU ) LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 - TUGAS AKHIR SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011 Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur

Lebih terperinci

Pengaruh Bukaan Terhadap Kenyamanan Termal Pada Ruang Hunian Rumah Susun Aparna Surabaya

Pengaruh Bukaan Terhadap Kenyamanan Termal Pada Ruang Hunian Rumah Susun Aparna Surabaya Pengaruh Bukaan Terhadap Kenyamanan Termal Pada Ruang Hunian Rumah Susun Aparna Surabaya Anisa Budiani Arifah 1, M. Satya Adhitama 2 dan Agung Murti Nugroho 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN

STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN SKRIPSI OLEH SUVIA KLIMLIE 100406089 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STUDI KENYAMANAN JALUR

Lebih terperinci

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi ABSTRAK Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengujian kenyamanan termal ruang luar di Koridor Jalan Tugu-Kraton menjadi salah satu alat ukur tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta. terdiri dari kenyamanan ruang,

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT lingkungan yang mampu menyembuhkan SUASANA Menghubungkan ruang luar dengan ruang dalam terutama pada area yang difokuskan untuk kesembuhan pasien.

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang akan dilakukan pada pemahaman judul Desain Arsitektur. Tropis dalam Kaitannya dengan Kenyamanan Thermal pada Rumah

BAB III KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang akan dilakukan pada pemahaman judul Desain Arsitektur. Tropis dalam Kaitannya dengan Kenyamanan Thermal pada Rumah RUMAH TRADISIONAL (Studi Kasus Rumah Tradisional Kejang Lako Dirantau Panjang Provinsi Jambi) KAJIAN PUSTAKA 3.1. Pemahaman Judul Kajian yang akan dilakukan pada pemahaman judul Desain Arsitektur Tropis

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI YOGYAKARTA

RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI YOGYAKARTA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HALAMAN JUDUL RUMAH SUSUN HEMAT ENERGI DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN PASAR SEI SIKAMBING (GREEN ARCHITECTURE) HARI HAJARUDDIN SIREGAR

PENGEMBANGAN KAWASAN PASAR SEI SIKAMBING (GREEN ARCHITECTURE) HARI HAJARUDDIN SIREGAR PENGEMBANGAN KAWASAN PASAR SEI SIKAMBING (GREEN ARCHITECTURE) LAPORAN PERANCANGAN TKA 490 TUGAS AKHIR SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011 Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Lebih terperinci