BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 27 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Gambaran Umum Perusahaan PT. Otsuka Indonesia adalah sebuah perusahaan yang memproduksi produk-produk farmasi baik obat-obatan, nutrisi klinis, maupun infusion set. Keterangan lebih lengkap tentang PT. Otsuka Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut : Sejarah Perusahaan Pada awalnya, seluruh produk farmasi yang dibutuhkan diimpor langsung dari Jepang, tetapi dengan adanya kebijaksanaan pemerintah yang menganjurkan untuk membuat obat obatan di dalam negeri, maka mulai diputuskan untuk memulai produksi di Indonesia. Diresmikan pada tahun 1975, PT. Otsuka Indonesia merupakan usaha patungan di bidang industri farmasi dengan Otsuka Pharmaceutical Co. Ltd, Japan. Dimana kepemilikan saham dari perusahaan ini antara lain 55 % oleh Otsuka Pharmaceutical Co.Ltd, Japan, 15 % oleh Nomura Pharmaceutical Factory Japan, dan sisanya 30 % oleh Indonesia. Menempati lahan seluas lebih kurang meter persegi di Lawang, kota kecil di Jawa Timur, Pabrik PT. Otsuka Indonesia kini telah menghasilkan 4 kelompok produk yaitu cairan infus, obat obatan, alat kesehatan dan produk kosmetik. PT. Otsuka Indonesia selalu mengedepankan kualitas produknya, oleh karena itu produknya menempati posisi teratas dikalangan rumah sakit Indonesia. Sukses dengan cairan infus, mendorong Otsuka memasuki peluang lain yang masih terbuka di dunia farmasi Indonesia, yakni produksi obat obatan. Kini tiga jenis

2 28 tablet dan satu jenis sirup diproduksi PT. Otsuka Indonesia dan telah sangat dikenal oleh dunia farmasi Indonesia. Diversifikasi usaha tidak berhenti di situ, tidak lama kemudian didirikan pabrik baru di lokasi yang sama untuk memproduksi peralatan kesehatan. Kesuksesan di dunia farmasi dan alat kesehatan itu akhirnya mendorong PT. Otsuka untuk melangkah lebih jauh memasuki bidang minuman ringan yang menyehatkan, kini masyarakat Indonesia mengenal minuman isotonic untuk meningkatkan kesegaran tubuh bermerk Pocari Sweat Lokasi Perusahaan PT.OTSUKA INDONESIA terletak di Jl. Sumber Waras No. 25, Lawang 65216, Jawa Timur. PT. Otsuka Indonesia mempunyai beberapa pabrik yang menghasilkan beberapa produk antara lain sebagai berikut : Tabel 4. 1 Hasil Produksi PT. Otsuka Indonesia Jenis Produksi Larutan infuse plastic 500 ml Larutan infuse botol gelas Larutan injeksi 25 ml Tablet Infusion set Syrup Minuman Pocari Sweat Aminoleban Oral Struktur Organisasi Divisi Pabrik Pabrik Plabottle Pabrik Plabottle Pabrik Ampul Pabrik Tablet Pabrik Set (Medical Equipment 1&2) Pabrik Syrup Pabrik Pocari Sweat Pabrik Nutrisi (Makanan) Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi fungsi dan hubungan hubungan yang menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu sasaran. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambaran grafik atau bagan yang memperlihatkan hubungan unit unit organisasi dan garis wewenang yang ada.

3 29 Untuk lebih jelasnya struktur organisasi PT. Otsuka Indonesia secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran Hasil Produksi dan Sistem Pemasaran Pabrik PT.Otsuka Indonesia memproduksi 4 kelompok produk yaitu : produk-produk nutrisi klinis, obat-obatan dengan resep dokter, peralatan medis dan makanan suplemen medis. Sedangkan produk yang dihasilkan pada pabrik infusion set antara lain sebagai berikut : No Tabel 4. 2 Tipe Infusion Set Jenis Produk Scalp Vein Needle (21 G 3/4-23 G 3/4-25 G 3/4 ) OB-1 (Elasty Ball Type ) OI-30 ( Micro Drip Type ) OI-34 ( Micro Drip Type Elasty Ball) OI-44 ( Elasty Ball Type) OI-74 ( Double Chamber Type ) OI-64 ( Y-Type Injection Site ) OI-24 ( Standart Type ) Wida Set ( Y-Type Injection Site ) Otsu Set ( New Elasty Ball ) Proses pemasaran yang dilakukan oleh PT.Otsuka Indonesia adalah dengan bekerja sama dengan distributor Merapi Utama, dimana proses pemasarannya tidak hanya pasar dalam negeri saja tetapi juga ekspor keluar negeri. PT. Otsuka Indonesia selalu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan customer secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat kualitas. Negara-negara tujuan export PT.Otsuka Indonesia antara lain adalah : o Taiwan o Srilanka o Guam o Philipina o Pakistan o Vietnam o Birma/Myanmar o Mesir o Malaysia

4 30 o Thailand o Australia o Singapura o Papua Nugini Sedangkan untuk pasar dalam negeri, proses pengiriman dilakukan di seluruh Indonesi, karena distributor PT. Otsuka Indonesia yaitu Merapi Utama Farma terdapat di 33 kota di Indonesia Komponen-komponen Penyusun Infusion Set OI-24 Beberapa komponen penyusun produk OI-24 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Cover Merupakan bagian penutup spike (bottle needle) yang diproduksi di Moulding 2 Medical Equipment Factory 2 (ME 2) 2. Spike/ Bottle Nedle ( Jarum penusuk botol ) Komponen yang berbentuk roket runcing dan kuat sehingga mudah ditusukkan, dimana badan spike dibentuk 3 tingkat (trap) seperti piramida untuk mencegah kebocoran. Spike ini diproduksi di moulding Drip Chamber (Ruang tetes) Komponen yang empuk dan elastis/lentur, memudahkan aliran larutan dari botol infus. Jernih dengan garis batas di tengah, memudahkan penetapan batas ruang untuk menghitung jumlah tetesan. Komponen ini diproduksi pada Moulding 1 di Medical Equipment Factory 1(ME 1) 4. Tube/Conection (Pipa Infus Set) Komponen yang jernih dan bagian dalam licin, gelembung udara mudah diketahui dan cepat kembali ke atas. Kenyal dan lentur, cepat kembali kebentuk semula sehingga tidak mengganggu stabilitas aliran cairan infus. Komponen ini diproduksi di moulding (ME 1) 5. Regulator ( Roller & Clamp ) Perubahan dan perbaikan regulator infus set Otsuka menghasilkan : Adjustable range semakin lebar, setting flow rate makin mudah, stability flow lebih terjamin, roller tidak lepas dari clamps dan lebih mudah digeser.

5 31 Regulator terdiri dari 2 komponen penyusunnya yaitu : o Roller diproduksi di moulding 1 (ME 1) o Clamp diproduksi di moulding 1 (ME 2) 6. Joint Filter Komponen ini dibuat dengan dua kali proses. Proses pertama dilakukan di moulding 1 dihasilkan joint A. Untuk menjadi joint filter (joint B) dilakukan pemasangan filter yang dilakukan di moulding 2 (ME 2). Saringan (filter) pada joint, lebih menjamin larutan infus memasuki tubuh karena tersaring dengan filter 74 m. 7. Rubber Tube Rubber tube berguna untuk elastisitas dan memberikan keleluasaan / flesibilitas gerak pasien. Komponen ini di import dari jepang 8. Adaptor Komponen yang berfungsi sebagai penyambung selang infusion set dengan jarum vena atau I.V cathether ini cocok, sesuai dengan berbagai macam ukuran/merk I.V cathether, dan mempunyai dimensi yang tepat, sehingga mencegah bocor di tempat sambungan. 9. I.V cathether Merupakan komponen yang terdiri dari jarum dan tempatnya, dimana komponen ini diimport dari jepang. 10. Cover I.V cathether Cover ini merupakan penutup jarum, tidak diproduksi oleh otsuka, melainkan diimport dari jepang. Untuk lebih jelasnya gambar komponen produk OI-24 dapat dilihat pada Lampiran 2 Sedangkan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi komponen produk OI-24 adalah sebagai berikut : a. Penusuk (Bottle Neddle) Bahan : ABS ( Acryonitritile Butadiena Styrene ) b. Ruang tetes (Drip Chamber) Bahan : PVC (Polyvinyl Cholride) c. Tube/Conection (Pipa Infus Set)

6 32 Bahan : PVC (Polyvinyl Chloride) d. Regulator ( Roller & Clamp ) 1. Clamp Bahan : HDPE (High Density Polyethylene) 2. Roller Bahan : ABS ( Acryonitritile Butadiena Styrene) e. Joint Filter 1. Joint Bahan : HDPE (High Density Polyethylene) 2. Filter Bahan : ABS ( Acryonitritile Butadiena Styrene) f. Rubber Tube (pipa karet) Bahan : Natural Rubber g. Adaptor Bahan : PP(Propylene) h. I.V cathether Jarum (19G,-Intravenous Needle), Bahan : Stainless Stell i. Cover I.V cathether 4.2 Penggambaran Big Picture Mapping Big Picture Mapping merupakan tool yang digunakan untuk menggambarkan system secara keseluruhan dan value stream yang ada di dalamnya. Dari tools ini informasi tentang aliran informasi dan fisik dalam system dapat diperoleh. Selain 2 informasi tersebut dengan Big Picture Mapping ini dapat diperoleh juga informasi tentang lead time tiap proses dalam value stream mapping serta dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi dimana terdapat pemborosan dan keterkaitan aliran fisik dan aliran informasi. Untuk menggambarkan peta ini, langkah awal yang dilakukan adalah memberikan penjelasan tentang aliran informasi dan aliran fisik pemenuhan order produk OI-24 yaitu sebagai berikut :

7 Aliran Informasi Pemenuhan Order Produk OI-24 Aliran informasi pemenuhan order produk OI-24 dibuat berdasarkan data yang dikumpulkan dengan cara wawancara secara langsung oleh pihak-pihak yang terkait dalam pemenuhan order produk OI-24. Penggambaran aliran informasi ini dilakukan untuk keseluruhan pihak yang terlibat dalam pemenuhan order, mulai dari customer sampai dengan supplier. Adapun gambaran aliran informasi pemenuhan order produk OI-24 adalah sebagai berikut : (1). Aliran informasi ini diawali dari permintaan yang datang dari customer, yang pada umumnya customer produk infusion set ini adalah rumah sakit yang berada di dalam maupun luar negeri. Permintaan ini tidak langsung diberikan customer kepada pihak marketing PT. Otsuka, tetapi semua masalah pemasaran produk ditangani oleh distributor sebagai pihak ketiga dari perusahaan yaitu Merapi Utama. Distributor Merapi Utama berhubungan langsung dengan customer dan mengetahui keinginan customer, kemudian menyampaikannya kepada pihak marketing PT. Otsuka Indonesia. (2). Berdasarkan data-data permintaan customer bulan-bulan sebelumnya pihak distributor membuat forecast demand tiap bulannya dengan menggunakan metode moving average untuk n=4, dimana hasil forecast ini kemudian diberikan kepada bagian marketing PT. Otsuka Indonesia. Setelah itu bagian marketing menyampaikan forecast ini ke bagian PPIC perusahaan berupa monthly forecast yang diberikan tiap akhir bulan. (3). Bagian PPIC menindak lanjuti monthly forecast ini dengan mengadakan rapat dengan bagian marketing. Rapat ini dilakukan tiap bulan, dengan pihak office PT. Otsuka Jakarta. Berdasarkan rapat dan forecast sale yang telah dibuat, bagian PPIC membuat breakdown PPIC. Berdasarkan breakdown ini, bagian PPIC membuat rencana produksi (production planning). Dalam pembuatan rencana produksi ini pertimbanganpertimbangan yang digunakan adalah jumlah persediaan produk

8 34 (inventory product), perhitungan jumlah penjualan (sales order compution), forecast untuk penjualan export dan forecast untuk permintaan domestic, jumlah hari kerja, kapasitas produksi yang diinginkan, jumlah batch size product, expire date dari produk, waktu pengiriman produk (delivery time). Dari rencana produksi ini kemudian dihasilkan jadwal produksi untuk produk OI-24, dimana jadwal produksi ini dibuat untuk jangka waktu 1 bulan. Jadwal produksi ini sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan jika ada sesuatu hal terjadi, misalnya terlambatnya kedatangan bahan baku, jumlah demand yang tiba-tiba berubah dan factorfaktor lain yang tidak dapat diprediksikan seblumnya. Jadwal produksi ini kemudian dibagikan kepada kepala regu (supervisor) tiap divisi yang terdapat pada pabrik ME 1. 4 Selain menghasilkan jadwal produksi, hasi dari breakdown PPIC ini juga menghasilkan puchase order. Bagian PPIC yang menangani masalah pembelian raw material ini adalah Trade. Dimana bagian trade ini terbagi dua, yaitu trade untuk menangani pembelian material lokal, dan trade yang menangani pembelian import. Bagian trade atau bagian purchase ini menerima purchase requirement dari bagian PPIC sebagai user. Dimana sebelum membuat purchase requirement ini bagian PPIC melihat keadaan gudang raw material melalui jaringan computer yang ada di perusahaan yaitu menggunakan software MS G Pro, dimana bagian PPIC langsung dapat mengetahui jumlah inventory raw material yang dibutuhkan untuk dibeli. Setelah itu bagian purchasing melakukan kontak pemesanan dengan supplier baik dalan negeri maupun luar negeri dengan menggunakan . Setelah terjadi persetujuan harga antara pihak purchasing dengan pihak supplier, maka bagian purchasing memberikan purchase order kepada supplier, maka terjadilah transaksi pembelian raw material.

9 Aliran Fisik Pemenuhan Order Produk OI-24 Secara garis besar aliran material pabrik Medical Equipment 1 ini bersifat kontinu dimana input suatu divisi merupakan output dari divisi sebelumnya. Proses yang terjadi ada yang dilakukan ada yang dilakukan secara otomatis oleh mesin dan ada juga yang dilakukan secara manual oleh operator. Secara garis besar aliran material pemenuhan order infusion set tipe OI-24 pada Medical Equipment 1 adalah sebagai berikut : (1). Pemesanan bahan baku baik bahan baku utama maupun untuk packing-nya dilakukan oleh PPIC bagian Purchasing. Pemesanan ini dilakukan di dalam negeri maupun luar negeri. Untuk pemesanan bahan baku local seperti PVC, HDPE, ABS dan PP dipesan dari supplier dalam negeri antara lain dari Surabaya dan Jakarta. Sedangkan untuk material IV needle dan rubber dipesan dari supplier luar negeri yaitu dari jepang, Thailand, Taiwan Cina. Pemesanan bahan baku dilakukan secara kontinu tiap bulannya. Jumlah pemesanan ditetapkan oleh bagian PPIC dengan melihat jumlah inventory di guadang bahan baku. Proses pengiriman bahan baku untuk supplier luar negeri biasanya dengan menggunakan kapal laut, jika material dirasa butuh cepat digunakan maka pengiriman digunakan dengan menggunakan pesawat terbang. Sedangkan untuk material local pengiriman dilakukan dengan menggunakan container. Proses pemesanan sampai dengan pengiriman untuk bahan baku import rata-rata menghabiskan waktu ± 3 bulan (kapal laut), sedangkan untuk bahan baku eksport menghabiskan waktu ± 2 minggu. (2). Proses kedatangan material ditangani oleh bagian gudang bahan baku. Operator penerima material menerima barang sesuai dengan purchase order yang dipesan. Jumlah material yang datang disesuaikan dengan yang dipesan, untuk material local diberikan toleransi sebesar 10% kelebihan dari jumlah yang dipesan, sedangkan untuk material import biasanya berjumlah tepat sama dengan yang dipesan. Setelah material diterima, bagian gudang membuat tanda bukti penerimaan yang sering

10 36 disebut RR (Receiver), yang dibuat rangkap empat sebagai document pihak-pihak yang terkait, antara lain : RR Warna Putih diberikan ke bagian keuangan, supplier RR Warna Merah Muda diberikan ke bagian gudang bahan baku RR Warna Hijau diberikan ke bagian Quality Control (QC) RR Warna Kuning diberikan ke bagian Pemesanan (Purchasing) (3). Setelah material diterima, maka dilakukan pemeriksaan oleh bagian QC. Pemeriksaan dilakukan dengan menyesuaikan material yang datang dengan standart yang ditetapkan perusahaan. Pemeriksaan ini meliputi : Inspeksi secara biologis, meliputi :sterilisasi, pyrogen, toksisitas. Inspeksi secara kimiawi, meliputi : logam berat, pereduksi KMNO4, transmisi Inspkesi secara fisik, meliputi : penampilan, kotoran Inspeksi juga dilakukan pada inner box dan karton meliputi dimensi, ketebalan, dan bursting. Sebagai tanda dilakukan perusahaan, pada packing material diberi kartu warna kuning. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan, jika material memenuhi kriteria yang ditetapkan dan material dinyatakan baik oleh bagian QC, maka bagian QC memebri tanda dengan menempelkan kartu warna merah, tetapi jika material tidak sesuai dengan standart yang ditetapkan perusahaan, maka material ditolak dan diberi kartu warna merah. Proses pemeriksaan ini dilakukan dilokasi gudang 9200 (lokasi QC). Jika material ditolak, maka material ini akan dipindahkan ke lokasi material yang ditolak QC, jika kerusakan disebabkan karena handling bagian gudang, maka material akan dimusnahkan. Jika material rusak karena spesifikasi ada kelainan/rusak maka material akan dikembalikan ke supplier. Jika material rusak karena handling dari pelabuhan/angkutan maka pihak asuransi yang akan bertanggung jawab.

11 37 (4). Setelah material lolos pemeriksaan, maka material akan dipindahkan ke lokasi 9411 yaitu lokasi karantina. Dilokasi ini material mengalami karantina selama ± 6 hari untuk bahan plastic, ± 3 hari untuk bahan rubber. Proses karantina ini diilakukan untuk mengetahui reaksi kimia maupun biologi dari bahan baku yang ada. Setelah kurun waktu yang ditetapkan dan material dinyatakan lolos passing, material dipindahkan ke lokasi 9410 yaitu lokasi penyimpanan bahan baku dan material siap untuk digunakan. Setelah itu material siap untuk digunakan dalam proses produksi yang terdiri dari beberapa tahapan. Proses pengambilan material ini dilakukan dengan menggunakan truck, dimana frekuensi pengirimannya 1 hari sekali, karena letak gudang bahan baku ini terpisah ± 300 m dari pabrik ME 1. (4). Pertama kalinya proses produksi yang dialami oleh material adalah proses pencetakan (moulding). Untuk proses moulding 1 terjadi pencetakan komponen roller, drip chamber, conection tube, joint A. Proses berlangsung secara pararel dengan menggunakan mesin yang berbeda-beda. Sedangkan untuk joint A, setelah selesai dibuat pada moulding 1, dipindahkan ke moulding 2 untuk diberi filter menjadi joint B. Hasil output pada moulding 1, disimpan di tempat penyimpanan work in process (WIP) pra assembly untuk menunggu diproses selanjutnya. Moulding 2 terjadi pencetakan clamp, cover, bottle needle. Masing-masing komponen dibuat secara pararel dengan menggunakan 3 buah mesin yang dapat digunakan secara bergantian dengan mengganti cetakannya. Hasil dari moulding 2 ini dipindahkan ke assembly otomatis dan ke WIP pra assembly. (5). Perpindahan material untuk proses pra assembly terjadi dari tempat penyimpanan komponen pra assembly ke tempat pra assembly. Komponen pra assembly ini merupakan hasil dari moulding dan komponen import seperti jarum dan rubber. Proses pra assembly dilakukan manual oleh beberapa operator. Hasil dari proses pra assembly ini dipindahkan ke ruang assembly dengan menggunakan roll ( untuk pemindahan naik turun) karena ruang pra assembly berada di lantai 2.

12 38 (6). Dari tempat penyimpanan komponen sementara assembly, kemudian komponen dipindahkan dan digantung pada mesin hangar untuk dilakukan proses assembly. Proses assembly ini dilakukan secara manual oleh operator. Sedangkan untuk assembly otomatis, dilakukan oleh mesin. Hasil proses assembly otomatis di bawa ke ruang assembly untuk kemudian di rakit. (7). Hasil dari proses assembly ini dipindahkan dan digantung pada mesin hangar coiling. Disini terjadi proses penggulungan dan pemasukan infusion set ke dalam packing bag. Proses ini menggunakan mesin hangar yang juga berfungsi sebagai conveyor. (7). Setelah proses coiling selesai, infusion set yang telah berada dalam packing bag di periksa secara visual oleh operator dengan bantuan lampu setelah itu dimasukkan ke dalam kotakkotak tempat sterilisasi. (8). Proses selanjutnya adalah proses sterilisasi. Sebelum dimasukkan ke dalam mesin sterilisasi, infusion set dimasukkan ke dalam ruangan preheating selama ± 6 jam. Setelah itu infusion set dimasukkan ke mesin sterilisasi selama ± 8 jam. (9). Setelah selesai sterilisasi, produk dipindahkan ke ruang sealing untuk dilakukan sealing pada packing bag-nya. Proses sealing dilakukan oleh operator dengan menggunakan 2 buah mesin sealing. Hasil dari proses sealing ini masuk ke ruang inpeksi akhir dan packing inner. (10). Produk diinspeksi secara visual untuk memeriksa komponen infusion set yang ada dan memeriksa kebersihan setelah itu dimasukkan ke packing inner, dimana setiap 1 packing inner berisi 50 bag infusion et. Setelah itu produk dipindah ke ruang packing outer. Satu buah packing outer berisi 8 packing inner, sehingga di dalam 1 buah packing outer berisi 400 buah infusion set. Produk jadi ini disimpan beberapa hari diruangan ini sebelum kemudian dipindahkan ke gudang produk jadi. (11). Karantina QC produk jadi Setelah produk selesai dipacking, kemudian produk dikirim ke gudang produk jadi. Produk jadi ini tidak bisa langsung

13 39 dikirim ke customer, karena produk ini harus mengalami proses karantina yaitu test akhir yang dilakukan oleh bagian QC, dimana produk jadi didiamkan di gudang selama ± 7 hari, untuk mengetahui reaksi mikro dan biologinya. Jika dalam waktu ± bagian QC menyatakan produk aman dan memberi kartu hijau pada produk, maka produk dinyatakan siap dikirim ke customer. (12). Pengiriman ke distributor Proses pengiriman barang jadi ke distributor ini dilakukan dengan container sewaan. Proses pengiriman produk OI-24 dilakukan bersama-sama dengan produk Otsuka lainnya sesuai dengan permintaan customer. Proses pengiriman dilakukan satu minggu sekali. Proses pengiriman dilakukan setelah produk mendapat ijin dari bagian QC yaitu mendapat tanda kartu warna hijau yang berarti sudah lolos karantina. Proses pengiriman barang jadi ini menggunakan system First In First Out (FIFO). Setelah barang sampai ke pihak distributor, maka distributor yang akan menyampaikan ke customer sesuai dengan permintaan. Gambar Big Picture Mapping secara jelas dapat dilihat pada Lampiran Identifikasi Waste (Waste Workshop) Proses identifikasi waste dilakukan dengan cara menyebabkan kuisioner pembobotan waste (waste workshop) dan wawancara terhadap tiap bagian yang terlibat dalam proses pembuatan infusion set tipe OI-24. Waste workshop diberikan orang-orang dengan jabatan supervisor ke atas. Proses pembagian kuisioner ini disertai dengan wawancara untuk menyamakan persepsi tentang pengertian pemborosan secara teori dengan pemborosan yang terjadi di perusahaan. Pembagian kuisioner ini diberikan kepada 6 orang responden, antara lain 2 responden yang bertanggung jawab bagian moulding (moulding 1 & 2), 2 responden bagian assembly & pra assembly, 1 responden yang bertanggung jawab bagian coiling, inspection & sterilization, dan

14 40 yang terakhir 1 responden yang bertanggung jawab pada bagian sealing & packing. Format waste workshop terdapat pada Lampiran 4. Secara ringkas hasil dari pembobotan tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4. 3 Hasil Pembobotan Seven Waste TIPE PEMBOROSAN RATA-RATA SKOR RANKING Produksi berlebih ( Overproduction ) Cacat ( Defect ) Persediaan yang tidak perlu/berlebih ( Unneccessary Inventory ) Proses yang tidak sesuai ( Inappropriate Processing ) Transportasi berlebih ( Excessive transportation ) Waktu tunggu ( Waiting ) Gerakan yang tidak perlu ( Unneccessary Motion ) Sedangkan rekapan kuisioner lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Pemilihan Tools dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT) Setelah hasil pembobotan waste diperoleh, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemilihan tools value stream mapping yang tepat sesuai dengan jenis pemborosan yang terjadi pada perusahaan. Proses pemilihan ini dilakukan dengan menggunakan VALSAT. Pemilihan ini dilakukan dengan menggunakan hasil pembobotan waste workshop, yang kemudian dikalikan dengan skala yang ada pada table VALSAT. Hasil dari VALSAT ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

15 41 Sedangkan secara garis besarnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4. 4 Hasil Pembobotan VALSAT No Value Stream Mapping Tools Total Bobot Rangking 1 Process Activity Mapping Supply Chain Response Matrix Prod. Variety Funnel Quality Filter Mapping Demand Amplification Mapping Decision Point Analysis Physical Structure Setelah diketahui rangking dari detail mapping value stream, langkah selanjutnya adalah melakukan penggambaran detail mapping tersebut. Penggambaran detail mapping ini dapat digunakan untuk menganalisa lebih jelas pemborosan yang terjadi pada value stream. pemilihan tools yang akan digambarakan dalam penelitian ini adalah tools dengan tiga bobot terbesar, yaitu : 1. Proses Activity Mapping Tools ini memetakan proses secara detail secara langkah demi langkah dengan menggunakan symbol-simbol yang berbeda untuk mempresentasikan aktivitas operasi, menunggu, transportasi, inspeksi dan penyimpanan. 2. Supply Chain Response Matrix Merupakan sebuah grafik yang menggambarkan hubungan antara inventory dengan lead time yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kenaikan atau penurunan tingkat persediaan dan panjang lead time pada tiap area dalam supply chain.

16 42 3. Demand amplification mapping Merupakan tool yang digunakan untuk memetakan pola permintaan di tiap titik pada supply chain. 4.5 Detail Mapping Setelah penggambaran detail mapping dilakukan, berikut diberikan penjelasana dari masing-masing mapping tersebut : Process Activity Mapping (PAM) Proses Activity Mapping merupakan sebuah tools yang digunakan untuk menggambarkan proses pemenuhan order secara detail langkah demi langkah. Penggambaran peta ini berguna untuk mengetahui berapa persen kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan nilai tambah dan berapa persen bukan nilai tambah, baik yang bisa dikurangi maupun yang tidak. penggambaran peta ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi adanya pemborosan dalam value stream, dapat mengidentifikasi apakah proses dapat dibuat lebih efisien, dan mengidentifikasi bagian-bagian proses yang sekiranya dapat dilakukan perbaikan dengan mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu, membuatnya lebih sederhana dan juga mungkin dengan mengkombinasikan antar proses jika memungkinkan sehingga proses dapat berjalan lebih efisien. Dalam pembuatan PAM ini langkah-langkan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : (1). Mencatat semua aktivitas yang dilakukan dalam proses pemenuhan order infusion set tipe OI-24, antara lain elemen kerja, waktu proses, divisi dimana proses itu terjadi, jarak perpindahan, jumlah operator yang melakukan kerja. (2). Mengkategorikan aktivitas ke dalam aktivitas Operation (O), Transport (T), Inspection (I), Storage (S), Delay (D). Dimana

17 43 asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengkategorian ini antara lain adalah : Operation adalah aktivitas yang memberikan nilai tambah, dan mengharuskan untuk membayarnya. Transport adalah aktivitas dimana terjadi pergerakan disekitar atau diantara lantai produksi, sebaiknya dikurangi untuk menghemat biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas ini Inspection adalah memeriksa kuantitas dan kualitas dari produk atau informasi. Delay, Storage adalah aktivitas dimana produk atau informasi menunggu dan tidak ada aktivitas. (3). Menambahkan informasi yang sekiranya berguna untuk analisa selanjutnya pada kolom keterangan. (4). Melakukan analisa proporsi masing-masing aktivitas, yaitu aktivitas yang tergolong value adding, non value adding but necessary, dan non value adding activity. Sebagai langkah awal dari penggambaran PAM, terlebih dahulu dijelaskan detail proses produksi pemenuhan order produk OI-24 secara lengkap tahap demi tahap Detail Proses Produksi Proses adalah cara kerja, metode, dan teknik bagaimana sesungguhnya tenaga kerja, bahan baku, dan dana yang akan diubah untuk memperoleh suatu hasil, sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang dan jasa. Jadi proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan dana yang ada. Proses produksi untuk infusion set tipe OI-24 terdiri dari beberapa tahap, dimana masing-masing tahapnya dilakukan pada divisi yang berbeda.. Jika dilihat dari aliran operasi dan variasi produknya, system produksi yang berlangsung pada ME 1 terdiri dari 2 sistem

18 44 produksi yaitu system batch dan continous. Pada dasarnya proses produksi dari beberapa tipe produk yang dihasilkan pabrik ini mempunyai proses produksi yang identik satu sama lain, hanya terdapat beberapa perbedaan jenis komponen penyusun produknya. Secara keseluruhan proses produksi infusion set ini dilakukan dalam ruangan yang steril. Proses produksi untuk komponen-komponen produk OI-24 ada yang dilakukan secara seri tetapi adapula yang dilakukan secara pararel. (1). Moulding Material diambil dari gudang dan dai pabrik PVC untuk mengalami proses produksi tahap pertama. Stasiun kerja pertama pada proses pembuatan infusion set OI-24 adalah moulding. Proses produksi untuk komponen-komponen tersebut dilakukan secara pararel dengan sistem produksi batch. Moulding terdiri dari 2 tempat yaitu moulding 1 terletak di Medical Equipment 1 (ME 1) sedangkan Moulding 2 terletak di Medical Equipment 2 (ME 2) yang terletak pisah gedung dari ME 1. Setiap komponen dilakukan proses produksi pada mesin yang berbeda. Moulding 1 Pada moulding 1 terjadi pencetakan komponen Roller, Drip Chamber, Conection Tube dan Joint A. Proses pencetakan ini dilakukan oleh 4 buah mesin yang berbeda. Untuk pembuatan roller dilakukan otomatis penuh oleh mesin Niigata SN75AE yang mempunyai kecepatan 15 second/cycle, dimana 1 cycle menghasilkan 12 roller. Kapasitas yang dihasilkan dalam 1 shift adalah Pc/Shift. Untuk pembuatan drip chamber dilakukan secara semi otomatis antara mesin dengan dibantu operator, mesin injeksi yang digunakan adalah mesin Niigata SN75AE dengan kecepatan 30 second/cycle, dimana 1 cycle menghasilkan 20 pc. Kapasitas yang dihasilkan dalam 1 shift Pc/Shift. Pembuatan Joint A dilakukan oleh mesin Niigata SN75AE yang mempunyai kecepatan 12 second/cycle,

19 45 dimana 1 cycle menghasilkan 40 pc joint A. Kapasitas yang dihasilkan dalam 1 shift adalah pc/shift. Komponen terakhir yang dibuat di moulding 1 adalah Conection Tube yang dibuat oleh mesin otomatis Extruder Takayasu, dimana mesin ini mempunyai kecepatan 200 rpm. Untuk conection tube ini dilakukan inspeksi secara visual pada akhir prosesnya dengan pengambilan sample setiap 25 biji diambil 4 untuk diperiksa. Untuk roller, drip chamber dan joint jika terdapat sisa produk (scrap) atau product reject dilakukan penghancuran dengan menggunakan mesin crusher, sehingga bahan ini bisa digunakan lagi untuk pembuatan komponen selanjutnya dengan melakukan pencampuran dengan bahan baku murni. Setelah ketiga komponen tersebut selesai dihasilkan, maka dilakukan penyimpanan sementara untuk menunggu proses selanjutnya. Operator yang ada pada moulding 1 ini berjumlah 3 orang tiap shiftnya. Moulding 2 Pada moulding 2 terjadi proses produksi pembuatan komponen cover, bottle needle dan joint B. Pembuatan cover dilakukan dengan menggunakan mesin Nissei ES80S18ASE, dimana mesin ini juga dapat digunakan untuk membuat bottle needle dan clamp dengan mengganti cetakannya. Mesin yang digunakan untuk pembuatan komponen ini ada 3, yang bisa digunakan bergantian dengan mengganti cetakan dari mesin tersebut. Sedangkan untuk membuat joint B (joint A yang diberi filter) menggunakan mesin Ass. Japan Applyer dengan kapasitas Pc/Shift, sedangkan untuk pembuatan clamp F kapasitasnya adalah Pc/shift, Needle Cover kapasitasnya Pc/shift, dan bottle needle kapasitasnya adalah Pc/shift. Pada ME 2 ini juga ada mesin crusher yang mempunyai fungsi sebagai penghancur scrap. Jumlah operator yang ada adalah 2 orang untuk tiap shift-nya. Proses produksi pada moulding ini juga disertai dengan proses treatment, dimana proses ini dilakukan hanya pada komponen regulator dan rubber tube. Untuk regulator terdiri dari clamp

20 46 dan roller di-treatment dengan hembusan angin untuk menghilangkan serpihan, sedang rubber tube dididihkan dan dioven untuk menghilangkan blooming dan memudahkan assembling Proses produksi pada divisi moulding secara keseluruhan dilakukan rata-rata 1 minggu sebelum jadwal produksi. Proses yang dilakukan selama ini yaitu menyelesaikan proses produksi selama 1 hari untuk memenuhi kebutuhan selama 2 minggu kedepan. (2). Pra Assembly Proses pra assembly dilakukan secara manual oleh operator. Proses ini biasa dilakukan 3-4 hari sebelum jadwal. Pada proses ini dilakukan perakitan antara IV needle & adaptor, adaptor & rubber, dan roller & clamp. Hasil output dari proses ini dikirim ke divisi selanjutnya yaitu divisi assembly. (3). Assembly Proses perakitan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu perakitan dengan menggunakan mesin secara otomatis dan perakitan yang dilakukan secara manual oleh operator. Assembly dengan menggunakan mesin otomatis dilakukan untuk merakit tiga komponen yaitu needle cover, drip chamber dan bottle needle. Proses ini berlangsung sangat cepat, secara otomatis sedangkan operator berperan sebagai inspector untuk memeriksa produk hasilnya. Hasil dari rakitan ini dikirim ke bagian perakitan secara manual. Proses perakitan manual dilakukan secara manual oleh beberapa operator dimana mesin yang digunakan yaitu mesin hangar, yang berfungsi sebagai tempat menggantung bahan rakitan yang berjalan secara seperti conveyor. Proses perakitan pertama dilakukan untuk komponen conection tube dengan joint B. setelah itu dirakit dengan drip chamber (hasil dari assembly otomatis). Perakitan selanjutnya dilakukan dengan rubber (yang telah dirakit dengan adaptor pada pra assembly). Perakitan dilanjutkan dengan menambahkan regulator (clamp

21 47 & roller). Setelah perakitan selesai seluruhnya, hasil rakitan dikirim ke divisi coiling. (4). Coiling Proses coiling adalah proses penggulungan infusion set dan memasukkannya ke dalam packing plastic yang telah tersedia. Proses ini dilakukan secara manual oleh operator, dimana mesin yang digunakan adalah hangar yang berfungsi untuk menggantung infusion set dan berfungsi juga sebagai conveyor. proses coiling dilakukan untuk menghindari tube patah, dan untuk memudahkan pengemasan pada HDPE Bag. Hasil akhir dari proses coiling adalah infusion set yang sudah berada didalam packing plastic dengan posisi gulungan yang sama antara infusion set yang satu dengan yang lainnya. (5). Inspection Setelah proses coiling selesai dilanjutkan proses pemeriksaan yang dilakukan secara manual oleh operator dengan menggunakan bantuan lampu untuk dilakukan pemeriksaan secara visual. Proses ini dilakukan untuk meneliti kelengkapan part yang diassembly dan kebersihan produk, bila memenuhi kriteria dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya. Reject yang terjadi biasanya adalah adanya kotoran debu, kotoran rambut, packing robek dan reject kecil lainnya. (6). Sterilization Setelah proses pemeriksaan selesai dilakukan, infusion set dimasukkan ke dalam case steril, dimana dalam 1 case steril berisi sekitar 411 unit infusion set. Proses ini menggunakan larutan EOG 20% selama 8 jam Kapasitas maksimum mesin untuk proses sterilisasi ini adalah Pc. Proses sterilisasi diawali dengan memasukkan infusion set ke dalam ruangan preheating, dimana proses preheating ini dilakukan selama rata-rata 5-6 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam mesin strerilisasi. Proses sterilisasi ini berlangsung ± 8 jam, dimana tahapan prosesnya adalah sebagai berikut :

22 48 Vacum I ± 5 menit Air 250 ml dari distilat temperatur 100 C ± 5 menit Kelembaban ± 30 menit EOQ dimasukkan ± 10 menit Proses sterilisasi mulai ± 6 jam Vacum II ± 1 jam Hasil proses sterilisasi ini dimasukkan langsung ke ruang sealing. (7). Sealing Proses sealing dilakukan oleh operator dengan bantuan 2 mesin sealing merk Duboy. Proses ini dilakukan untuk menutup HDPE Bag, agar terjaga sterilitas, tidak terkontaminasi. Proses sealing dilakukan dalam ruangan khusus yang tingkat sterile-nya lebih tinggi dibanding ruangan produksi lainnya. Operator yang bekerja menggunakan pakaian khusus berbeda dengan pakaian operator bagian lainnya. Hasil proses sealing ini dikirim melalui conveyor ke luar ruangan yaitu ruangan inpeksi. (8). Final Inspection Inspeksi akhir ini dilakukan secara manual oleh operator. Inspeksi yang dilakukan adalah inspeksi visual dan juga inspeksi berat infusion set, oleh karena itu digunakan alat bantu timbangan untuk melakukan inspeksi. Setelah dilakukan inspeksi, infusion set dimasukkan ke dalam kardus kecil, dimana tiap kardus kecil berisi 50 biji infusion set. Hasil packing inner ini dikirim ke bagian packing yang berjarak sekitar 1 meter disebelahnya. (9). Packing Proses packing ini merupakan proses produksi dari infusion set tipe OI-24. Proses packing adalah proses memasukkan kardus kecil (inner packing) yang sudah diisi dengan infusion set kedalam kardus besar (outer packing), dimana kardus besar berisi 8 kardus kecil. Setelah itu kardus ditutup (dipacking) dengan menggunakan lakban, dan hasilnya ditumpuk sementara di tempat penyimpanan

23 49 sementara ini sebelum akhirnya dikirim ke gudang barang jadi. Barang jadi disimpan ditempat ini beberapa hari karena mengingat kapasitas gudang barang jadi yang terbatas, sehingga proses pengiriman dari tempat ini ke gudang barang jadi rata-rata 1 minggu 2 kali. Proses pengiriman barang jadi ini dilakukan dengan menggunakan forklift. Secara garis besar proses produksi produk OI-24 dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut : Gambar 4. 1 Alur Proses Produksi Pengukuran dan Pengumpulan Data PAM Proses pengukuran dan pengumpulan data untuk pembuatan PAM ini selain dilakukan dengan wawancara, juga dilakukan dengan pengamatan langsung ke lantai produksi dan pengukuran secara langsung setiap aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi order. Semua data waktu yang terdapat dalam proses activity mapping merupakan data waktu untuk mebuat 1 biji atau 1 unit infusion set tipe OI-24. Waktu proses yang ada merupakan gabungan antara proses yang dilakukan oleh manusia dan proses yang dilakukan oleh mesin. Waktu proses diberikan dalam satuan menit. Proses pengukuran waktu ini dilakukan dengan beberapa macam cara antara lain dengan stop watch time study untuk aktivitas yang berulang-ulang, dengan melihat kecepatan mesin. Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengujian-pengujian antara lain uji kenormalan data, uji keseragaman data dan uji kecukupan data. Penjelasan dari setiap pengujian tersebut adalah sebagai berikut : Uji Kenormalan Data

24 50 Untuk melihat apakah data yang ada berdistribusi normal. Hipotesis yang digunakan dalam uji kenormalan data adalah sebagai berikut : H0 : Data waktu pengamatan berdistribusi normal H1 : Data waktu pengamatan tidak berdistribusi normal Dengan menggunakan software Minitab 11 for Windows, dengan melihat P Value yang terdapat pada hasil running software, maka hasil hipotesis dapat diketahui. Data dinyatakan berdistribusi normal jika P Value > dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh setiap data berdistribusi normal. Tabel rekap hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada lampiran 7. Uji Keseragaman Data Uji keseragaman data dilakukan untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah seragam atau belum jika dilihat dari sudut pandang statistik. Uji keseragaman ini dilakukan dengan menggunakan software Minitab 11, yaitu dengan melihat nilai batas atas UCL dan batas bawah LCL sebesar 3 kali standar deviasi. Data dikatakan seragam jika berada dalam rentang UCL dan LCL. Pengujian ini dilakukan beberapa kali iterasi, yaitu dilakukan dengan membuang data yang tidak seragam tersebut, sampai data menjadi seragam. Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan telah cukup secara statistik atau belum cukup. Uji ini dilakukan setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan telah seragam. Rumus yang digunakan dalam pengujian ini adalah : x x N ( x) N ' x keterangan : x = data pengamatan yang diambil N = jumlah data pengamatan yang telah diambil N = jumlah data pengamatan yang harus diambil 2

25 51 Jika N <N, maka data yang telah diambil dinyatakan cukup, jika data dinyatakan belum cukup, maka perlu dilakukan pengambilan data lagi sampai data yang dinayatakan cukup. Pengujian statistik ini dilakukan dengan tujuan agar data yang telah diambil benar-benar telah benar secara statistik. Tabel rekap hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 8. Pengambilan data waktu dilakukan untuk menghasilkan 1 unit infusion set. Perhitungan waktu secara lengkap dapat dilihat pada lampiran...data waktu yang ada merupakan gabungan waktu yang dilakukakan oleh kerja operator maupun waktu yang dilakukan oleh mesin. Setelah semua data setiap aktivitas diperoleh, maka data ini digunakan untuk membuat Proses Activity Mapping, dimana peta ini secara lengkap dapat dilihat pada lampiran Supply Chain Response Matrix (SCRM) Supply Chain Response Matrix merupakan sebuah grafik yang menggambarkan hubungan antara inventory dengan lead time yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kenaikan dan penurunan tingkat persediaan dan panjang lead time pada tiap area dalam supply chain. Grafik ini terdiri dari dua sumbu, yaitu sumbu vertical dan horizontal. Sumbu vertikal menyatakan cumulative inventory pada masingmasing stage dalam supply chain, sedangkan sumbu horizontal menyatakan cumulative lead time untuk merencanakan dan menggerakan produk. (manufacturing & transport ). Data- data yang diperlukan dalam pembuatan SCRM ini adalah sebagai berikut : Data cumulative kedatangan material baik material import maupun lokal dan data penggunaan material tersebut. Material import antara lain jarum 21 dan natural rubber. Sedangkan bahan baku lokal antara lain ABS, PVC, HDPE dan PP. Data yang digunakan adalag data selama 4 bulan. Data cumulative komponen hasil produksi pada divisi moulding dan pra assembly dan assembly serta data penggunaan

26 52 dari masing-masing komponen tersebut. Komponen hasil moulding antara lain conection tube 130, joint filter, drip chamber, bottle needle, clamp F, needle cover dan roller hijau. Komponen hasil pra assembly wirkrot F (roller & clamp), wirkrm 21 (rubber tube, adaptor & IV needle 21). Sedangkan hasil assembly otomatis adalah wirkdrip (cover needle, bottle needle & drip chamber). Data yang digunakan adalah data selama 4 bulan. Data cumulative produk jadi dan pengiriman produk jadi selama 4 bulan Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut dapat dibuat SCRM dengan penjelasan sebagai berikut : Pada tahap awal, yaitu pada area bahan baku terdapat beberapa jenis bahan baku yang datang. Secara garis besar bahan baku yang datang berasal dari luar negeri dan dalam negeri. Untuk bahan baku import antara lain natural rubber dan jarum 21 dimana rata-rata lead timenya adalah 72 hari. Sedangkan untuk rata-rata kedatangan dan pengambilan material import, untuk natural rubber kg dan kg/bulan untuk jarum kg dan kg/bulan. Jika dalam 1 bulan terdapat 20 hari kerja efektif, maka rata-rata tiap harinya adalah untuk natural rubber kg/hari dan kg/hari sedangkan untuk jarum 21 adalah kg/hari dan kg/hari. Dengan demikian dapat dihitung day s physical stock untuk natural rubber dan jarum 21 adalah dengan lead time 72 hari. Dengan cara perhitungan yang sama maka dapat dihitung day s physical stock untuk bahan baku lokal adalah sebagai berikut :

27 53 Tabel 4. 5 Days Physical Stock Bahan Baku OI-24 Nama Bahan Baku Day's Physical Rata-rata Lead Time Stock ABS ( Acryonitritile Butadiena Styrene ) hari PVC (Polyvinyl Cholride) hari HDPE (High Density Polyethylene) hari PP(Propylene) hari Natural Rubber hari Jarum (19G,-Intravenous hari Needle), Bahan : Stainless Stell Pada bagian produksi, terdapat beberapa komponen yang disimpan sebagai WIP yang menunggu untuk diproses ke proses selanjutnya. Proses penyimpanan komponen sebagai WIP ini terdapat pada divisi moulding, pra assembly dan assembly. Komponen yang dihasilkan dari proses moulding antara lain conection tube 130, joint filter, drip chamber, bottle needle, clamp F, needle cover, dan roller hijau. Komponen hasil pra assembly dan yang disimpan pada divisi pra assembly antara lain adaptor (import), jarum 21, wirkrot F( roller & clamp), rubber, wirkrm 21 (rubber tube, adaptor, & IV needle 21). Sedangkan komponen hasil assembly otomatis adalah wirkdrip (cover needle, bottle needle & drip chamber). Dengan cara perhitungan yang sama, maka diperoleh day s physical stock untuk masing-masing komponen tersebut sebagai berikut :

28 54 Tabel 4. 6 Day s Physical Stock WIP Moulding Nama Komponen Day's Physical Stock Rata-rata Lead time (Hari) Conection Tube Joint Filter Drip Chamber Bottle Needle Clamp F Needle Cover Roller Hijau Tabel 4. 7 Day s Physical Stock Pra-Assembly & Assembly Nama Komponen Day's Physical Stock Rata-rata Lead Time(Hari) Adaptor Jarum Wirkrot F (Roller & Clamp) Rubber Wirkrm 21 (Rubber Tube, Adaptor & IV Needle 21) Wirkdrip (Cover Needle, Bottle Needle & Drip Chamber) Keterangan lebih jelas untuk data-data yang digunakan dapat dilihat dalam lampiran 10. Berdasarkan data-data tersebut dapat digambarkan supply chain response matrix sebagai berikut :

29 55 Gambar 4. 2 Supply Chain Response Matrix Demand Amplification Mapping Merupakan tool yang digunakan untuk memetakan pola permintaan di tiap titik pada supply chain. Pada umumnya,

30 56 variabilitas permintaan meningkat semakin ke hulu posisi dalam supply chain. Peta ini digambarkan dalam bentuk grafik yang mendeskripsikan batch size produk pada tiap stage dalam proses produksi. Grafik ini dapat digunakan untuk mengetahui persediaan produk sepanjang supply chain pada waktu tertentu, serta menunjukkan kecenderungan permintaan dari produk yang pada akhirnya dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan batch sizing dan penjadwalan yang telah dilakukan dilihat dari jumlah serta waktu, juga meninjau inventory. Dengan peta ini akan dibandingkan volume permintaan konsumen dengan persediaan yang ada serta forecast dan rencana produksi yang dibuat. Data yang dibutuhkan untuk pembuatan mapping ini antara lain : Data Forecast permintaan produk OI-24 Data Production plan produk OI-24 Data Output Produksi produk OI-24 Data Pengiriman produk OI-24 Data Quantity Sold produk OI-24 Data yang digunakan adalah data 16 bulan pada tahun 2005 dan Dengan menggunakan data selama 16 bulan tersebut diharapkan fluktusi permintaan lebih jelas terlihat. Langkah- langkah pembuatan demand amplification mapping ini adalah sebagai berikut : (1). Mengidentifikasi stage dimana data akan dikumpulkan. Stage pertama yang dilihat biasanya adalah permintaan aktual dari customer. Stage selanjutnya biasanya adalah proses produksi inti. Melihat penyimpanan persediaannya dan mengumpulkan data pada masing-masing lokasi penyimpanan atau setelah lokasi tersebut. (2). Mengidentifikasi produk atau part yang akan dijadikan obyek penelitian. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan produk yang diteliti. (3). Menentukan batas waktu pengumpulan data.

31 57 (4). Menentukan periode untuk menganalisa. Periode ini seharusnya adalah periode khusus, yaitu bukan periode yang terlalu ramai atau periode yang terlalu sepi. (5). Mengumpulkan data batch size persediaan (inventori). (6). Plot data dalam grafik. Data lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 11. Berdasarkan data-data tersebut dapat digambarkan demand amplification mapping sebagai berikut : DEMAND AMPLIFICATION MAPPING JUMLAH (Unit) Quantity Sold Peng iriman Output Pro ductio n Production Plan Forecast BULAN Forecast Production Plan Out put Product ion Pengiriman Quantity Sold Gambar 4. 3 Demand Amplification Mapping

32 58 DAM FORECAST-PRODUCTION PLAN JUMLAH (Unit) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari' 06 BULAN Februari '06 Maret '06 April '06 Production Plan Forecast Fore cast Production Plan Gambar 4. 4 DAM Forecast Production Plan DAM PRODUCTION PLAN-OUTPUT PRODUCTION JUMLAH (Unit) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus BULAN September Oktober Production Plan Nopember Desember Januari' 06 Februari '06 Maret '06 April '06 Output Production Output Production Production Plan Gambar 4. 5 DAM Production Plan Output Production

33 59 DAM OUTPUT PRODUCTION-PENGIRIMAN JUM LAH (Unit) Pengiriman Output Production BULAN Output Production Pengiriman Gambar 4. 6 DAM Output Production - Pengiriman DAM PENGIRIMAN-QUANTITY SOLD JUMLAH (Unit) BULAN Quantity So ld P e ngiriman Pengiriman Quantity Sold Gambar 4. 7 DAM Pengiriman Quantity Sold

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI 61 BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI Pada tahap ini dilakukan analisa dan evaluasi hasil pengolahan data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Adapun aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada tahap ini

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet (INKABA) adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis produk teknik berbahan baku utama karet, salah satunya adalah produk karet damper.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN EVALUASI

BAB V ANALISA DAN EVALUASI BAB V ANALISA DAN EVALUASI Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data yang diperoleh dari, Instalasi rawat jalan RSU Haji Surabaya serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan terus tumbuh. Segmen yang menjanjikan yaitu pasar minuman ringan. Pasar minuman ringan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ilmiah memerlukan suatu kerangka penelitian yang sistematis dan terarah berdasarkan permasalahan yang ditinjau agar proses penelitian dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA Minto waluyo Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lean Thinking Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya konsep

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan mulai

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya email: moses@ie.its.ac.id;future_sandi@yahoo.com

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) Ratnaningtyas, Moses Laksono Singgih Magister Managemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 27 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi tentang data yang dibutuhkan dan juga menjelaskan mengenai teknik atau tools yang digunakan. 4.1 Pengumpulan Data Pada poin ini akan dijabarkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan BAB V ANALISA HASIL Pada bab ini akan dijabarkan hasil analisa dari pengolahan data yang telah dilakukan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pengembangan rekomendasi perbaikan pada sistem dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul : ANALISA

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA 69 BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah memaparkan hasil analisa dari tools yang digunakan. Selain itu juga menganalisa implikasi

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN 2337-4349 PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. SUPRALITA MANDIRI Annisa Kesy Garside 1*, Faraningrum Restiana 2 1,2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking 1 Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking Hans Roberto Widiasmoro, dan Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas Jurnal Teknik Industri, Vol., No., Juni 03, pp.-8 ISSN 30-495X Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 0J Untuk Meningkatkan Produktivitas Ridwan Mawardi, Lely Herlina, Evi Febianti 3,,

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE Shanty Kusuma Dewi 1*,Tatok Dwi Sartono 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

5 BAB V ANALISA DAN HASIL

5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Analisa Kanban Banyaknya kartu kanban yang diperlukan dihitung dengan rumus (Arnaldo Hernandez, 1989): Banyaknya Kanban = Permintaan Harian X Faktor Pengamanan

Lebih terperinci

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) Moses L. Singgih dan M.Vina Permata Laboratorium Sistem

Lebih terperinci

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) Rika Ajeng Priskandana, I Nyoman Pujawan Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang dihadapi

Lebih terperinci

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS Yosua Caesar Fernando 1 dan Sunday Noya 2 Abstract: Meminimalkan pemborosan dalam proses produksi adalah salah satu tujuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif kualitatif yaitu metode untuk menyelidiki objek yang dapat diukur dengan angka-angka

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING (Studi kasus : Divisi Work Fitting PT ATMI Solo) Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian dengan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA

PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA Moses Laksono Singgih dan Andhyaksa Wahyukusuma Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan dalam industri manufakatur kini semakin meningkat, membuat persaingan indsutri manufaktur pun semakin ketat. Di Indonesia sendiri harus bersiap mengahadapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Umum Lean Lean pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan Toyota Production System (Howell, 1999; Liker, 2004). Sistem Produksi Toyota

Lebih terperinci

Analisis Waiting Time dalam Proses Perakitan MV Switchgear dengan Lean Production

Analisis Waiting Time dalam Proses Perakitan MV Switchgear dengan Lean Production Performa (2012) Vol. 11, No. 1: 37-44 Analisis Waiting Time dalam Proses Perakitan MV Switchgear dengan Lean Production R. Pitaloka Naganingrum,1), Lobes Herdiman 2) 1) Alumni Teknik Industri UNS 2) Staf

Lebih terperinci

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK Krisna Ardi Wibawa, I Nyoman Pujawan Program Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12 A Surabaya E-mail: WibawaCTI@yahoo.com

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-530 Penerapan Metode Lean Gainsharing Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Kinerja Karyawan Dengan Meningkatkan Produktivitas Maria Ulfa dan Moses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x ABSTRAK... xi BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING

PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING LAPORAN TUGAS AKHIR MINIMASI WASTE PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus: PT. Lombok Gandaria) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start Reduksi waste Pada Produksi kacang garing Dengan pendekatan lean six sigma Menggunakan Metode FMEA (study kasus pada PT.Dua Kelinci) Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DENAH PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES

LAMPIRAN 1 DENAH PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES LAMPIRAN 1 DENAH PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES 78 Direktur Utama Divisi Pemasaran Produksi Direktur Pemasaran Divisi Pengembangan Bisnis Logistik Divisi Pabrik Ass. Pabrik Umum Divisi Manajemen Mutu

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT TESIS PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Oleh : RIAN ADHI SAPUTRA 9109201408 Latar Belakang PT. PMT industri perakitan peralatan rumah tangga Pemberlakuan

Lebih terperinci

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu rangkaian kerangka pemecahan masalah yang dibuat secara sistematis dalam pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap pemborosan (waste)

Lebih terperinci

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.1, Maret 2013, pp.35-40 ISSN 2302-495X Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Tubagus Ardi Ferdiansyah 1, Asep Ridwan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI Oleh : BOBBY ALEXANDER NPM 0732010020 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka diperlukan sebagai acuan peneliti dalam melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Surabaya untuk memperbaiki sistem rawat jalan dengan minimasi waste menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya industri manufaktur di Indonesia, maka akan semakin ketat persaingan antara perusahaan manufaktur satu dan lainnya. Hal ini memicu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin meningkatnya pemesanan oleh masyarakat. Oleh karena itu PT. PANCA BUDI IDAMAN lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas teh memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai sumber pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, dan sumber devisa negara. Teh merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul IMPLEMENTASI KONSEP LEAN THINKING

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI DISUSUN OLEH : WAHYU EKO NURCAHYO 0632010198 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 64 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Surya Toto Indonesia bergerak di bidang ceramic sanitary wares and plumbing hardware., salah satu produknya yaitu kloset tipe

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT BANTU PADA PROSES PERAKITAN KOMPONEN ADAPTOR DENGAN RUBBER PRODUK SELANG INFUS

PERANCANGAN ALAT BANTU PADA PROSES PERAKITAN KOMPONEN ADAPTOR DENGAN RUBBER PRODUK SELANG INFUS PERANCANGAN ALAT BANTU PADA PROSES PERAKITAN KOMPONEN ADAPTOR DENGAN RUBBER PRODUK SELANG INFUS Anak Agung Arya Virganatha., Sritomo Wignjosoebroto Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN THINKING GUNA MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT X SIDOARJO SKRIPSI

PENERAPAN LEAN THINKING GUNA MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT X SIDOARJO SKRIPSI PENERAPAN LEAN THINKING GUNA MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT X SIDOARJO SKRIPSI Oleh : R. ARDIAN PRADHANA 0732010009 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1, Objek Penelitian Objek penelitian untuk tugas akhir ini adalah Process Cycle Efficiency pada proses produksi Blank Cilynder Head Type KPH di PT. X melalui pemetaan produk

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Rian Adhi Saputra 1*), Moses L. Singgih 2) Bidang Keahlian Manajemen Industri Program Studi Magister Manajemen Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan khususnya otomotif dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan khususnya otomotif dan juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan khususnya otomotif dan juga industri manufaktur mulai mengadopsi sistem Just In Time atau Kanban karena keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh BAB 2 STUDI LITERATUR Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh sumberdaya produksi secara efisien dan efektif sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum (maximum profit). Tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri makanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai tambah (value added), tidak memberi nilai tambah (non value added) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai tambah (value added), tidak memberi nilai tambah (non value added) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri demikian pesat menyebabkan persaingan antar industri semakin ketat terutam industri kecil menengah yang bergerak pada bidang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian, penjelasan mengenai permasalahan yang diangkat yaitu berupa perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai, batasan masalah, dan sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya teknologi saat ini menimbulkan dampak persaingan yang sangat ketat antar perusahaan. Banyak perusahaan berlombalomba untuk mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4% BAB V ANALISA 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping (CVSM) Value stream mapping merupakan sebuah tools untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang didalamnya termasuk material dan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1 Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri percetakan adalah salah satu industri yang selalu berhubungan dengan gambar dan tulisan untuk dijadikan sebuah hardcopy. Semakin berkembangnya zaman, industri

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tahun ke tahun, perkembangan dunia bisnis mengalami peningkatan yang mengakibatkan perusahaan terus bersaing untuk menawarkan produk berkualitas sesuai keinginan konsumen.

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 51 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, akan dijelaskan terlebih dahulu bagaimana cara kerja sistem pengendalian kualitas yang dilakukan pada saat paling awal yaitu mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lead Time Istilah lead time biasa digunakan dalam sebuah industri manufaktur. Banyak versi yang dapat dikemukakan mengenai pengertian lead time ini. Menurut Kusnadi,

Lebih terperinci

Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang

Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang Performa (2008) Vol. 7, No.: 66-74 Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang Annisa Kesy Garside * Dosen Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM Roberth M Ratlalan 1, Ishardita Pambudi Tama 2, Sugiono 3 Program Magister Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DIVISI PRODUKSI PERALATAN INDUSTRI PROSES PADA PT. BARATA INDONESIA DENGAN VALUE STREAM MAPPING

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DIVISI PRODUKSI PERALATAN INDUSTRI PROSES PADA PT. BARATA INDONESIA DENGAN VALUE STREAM MAPPING PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DIVISI PRODUKSI PERALATAN INDUSTRI PROSES PADA PT. BARATA INDONESIA DENGAN VALUE STREAM MAPPING Moses L. Singgih dan Rhichard Kristian Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Produk yang dikatakan berkualitas adalah produk yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Maka dari itu setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menghasilkan produk berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik Gres Tenan milik Bp. Sardjono Atmomardoyo yang ada di Kampung Batik Laweyan turut andil dalam persaingan dalam hal industri fashion. Mulai dari bakal kain, tas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha peningkatan produktivitas, perusahaan harus mengetahui kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan jasa)

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI. Oleh : SABTA ADI KUSUMA

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI. Oleh : SABTA ADI KUSUMA PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI Oleh : SABTA ADI KUSUMA 05 32010 132 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang )

Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang ) Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang ) Yesmizarti Muchtiar, Ayu Bidiawati JR Kampus III Universitas Bung Hatta Fakultas

Lebih terperinci

ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING

ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING Dwi Wahyu.W dan Nisa Masruroh Prodi Teknik Industri FTI-UPNV Jatim ABSTRAKSI PT. Tunas Baru Lampung merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB I PENDAHAHULUAN I.1 BAB I PENDAHAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tentunya ingin selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meningkatkan hasil produksinya. Produk yang berkualitas merupakan produk yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Penentuan Objek Penelitian PT REKABAJA MANDIRI memproduksi ratusan item produk yang berasal dari puluhan group produk. Mengingat begitu

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ

ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ Evi Febianti 1), Bobby Kurniawan 2), Ian Alviansyah 3) 1),2),3 ) Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian ini, yaitu seperti pada Gambar 3.1 merupakan

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING PENERAPAN LEAN MANUFACTURING MENGGUNAKAN WRM, WAQ DAN VALSAT UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES FINISHING (Studi Kasus di PT. Temprina Media Grafika Nganjuk) IMPLEMENTATION OF LEAN MANUFACTURING USING

Lebih terperinci

Oleh : Anindya Gita Puspita ( ) Pembimbing: Drs. Haryono, M.SE

Oleh : Anindya Gita Puspita ( ) Pembimbing: Drs. Haryono, M.SE Oleh : Anindya Gita Puspita (1307 100 064) Pembimbing: Drs. Haryono, M.SE Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 AGENDA SEMINAR

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERBAIKAN SISTEM SUPPLY CHAIN DENGAN LEAN MANUFACTURING PADA PT. CAKRA COMPACT ALUMINIUM INDUSTRIAL TUGAS SARJANA.

PERANCANGAN PERBAIKAN SISTEM SUPPLY CHAIN DENGAN LEAN MANUFACTURING PADA PT. CAKRA COMPACT ALUMINIUM INDUSTRIAL TUGAS SARJANA. PERANCANGAN PERBAIKAN SISTEM SUPPLY CHAIN DENGAN LEAN MANUFACTURING PADA PT. CAKRA COMPACT ALUMINIUM INDUSTRIAL TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki tahun 1990, Lean Production System yang lahir dari Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. Dimana tujuan dari sebuah

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM Penelitian Thesis Oleh: MUTHMAINNAH 9108.201.308 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Untukmenjaminterselenggaranya tugaspokoktni

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN ANALISIS BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 Temuan Utama dan Hasil Pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa temuan utama dalam penelitian ini adalah terjadinya pemborosan

Lebih terperinci

BAB 4 DATA. Primatama Konstruksi departemen PPIC (production planning and inventory

BAB 4 DATA. Primatama Konstruksi departemen PPIC (production planning and inventory BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Pengumpulan Data Untuk EOQ Dalam melakukan penelitian untuk memecahkan permasalahan di PT. Primatama Konstruksi departemen PPIC

Lebih terperinci

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE)

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) Santi Nihayatur Rahmah, Moses L. Singgih MMT ITS, Surabaya Santy_nr@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN USULAN PERBAIKAN

BAB 5 ANALISIS DAN USULAN PERBAIKAN BAB 5 ANALISIS DAN USULAN PERBAIKAN 5.. Analisis Prosedur pada Sistem Informasi Persediaan Berdasarkan Pengumpulan data pada bab 4 terdapat 6 prosedur Sistem Informasi Persediaan. Enam Prosedur Sistem

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Praktek Kerja dan Analisis. 4.2 Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem pembelian impor komponen

BAB IV. Hasil Praktek Kerja dan Analisis. 4.2 Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem pembelian impor komponen BAB IV Hasil Praktek Kerja dan Analisis 4.1 Sistem Komputerisasi yang digunakan Perusahaan ini telah menggunakan sistem yang terkomputerisasi sebagai kegiatan operasional kerja. Database yang digunakan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 30 Juli 2016

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 30 Juli 2016 PERENCANAAN PROYEK KONSTRUKSI PEMBANGUNAN PIPA GAS DENGAN PENERAPAN METODE LEAN CONSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI WASTE (STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN PIPA GAS PERTAMINA PORONG GRATI) M. Riski Imansyah Lubis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian ini perlu

BAB III METODE PENELITIAN. masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian ini perlu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian pada dasarnya untuk menunjukkan kebenaran dan memecahkan masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA DIVISI TRUCKING PT. JPEK

PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA DIVISI TRUCKING PT. JPEK PENERAPAN LEAN THNKNG UNTUK MENNGKATKAN KNERJA DVS TRUCKNG PT. JPEK Taqwanur, Suparno Manajemen ndustri, Magister Manajemen Teknologi TS Surabaya Email: kang.taqwanur@yahoo.com ABSTRAK Divisi Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu sektor industri di Indonesia yang memiliki potensi perkembangan yang tinggi. Menurut Kementerian Perdagangan dan Perindustrian

Lebih terperinci

OVER PRODUCTION. Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 %

OVER PRODUCTION. Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 % OVER PRODUCTION Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 % No Tipe Pemborosan TL 1 TL 2 TL 3 TL 4 RATA-RATA RANKING 1 Produk Cacat (Defect) 3 3 2 2 2.5 1 2 Waktu Tunggu (Waiting) 1 1 1 0 0.75 6 3 Persediaan

Lebih terperinci