BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI"

Transkripsi

1 61 BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI Pada tahap ini dilakukan analisa dan evaluasi hasil pengolahan data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Adapun aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada tahap ini antara lain adalah sebagai berikut : 5.1 Analisa Identifikasi Value Stream dengan Big Picture Mapping Langkah awal yang dilakukan yang dilakukan sebelum melakukan identifikasi waste adalah melakukan pemetaan proses pemenuhan order produk OI-24 dengan menggunakan Big Picture Mapping. Penggambaran Big Picture Mapping ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi value stream. Berdasarkan peta ini terlihat bahwa lead time untuk aliran informasi mulai customer memberikan permintaannya ke distributor sampai perusahaan memesan material ke supplier dan PPIC memberikan jadwal produksi ke bagian produksi adalah sebesar 9 hari, sedangkan lead time untuk aliran material/fisik secara keseluruhan mulai dari material datang dan diterima bagian gudang raw material sampai barang jadi siap dikirim adalah sebesar 2.5 menit untuk proses produksi 1 unit infusion set yang kemudian ditambahkan waktu QC raw material sebesar 7 hari (untuk waktu passing QC terbesar yaitu 6 hari). 5.2 Identifikasi Waste (Waste Workshop) Proses identifikasi waste yang terjadi dalam sistem produksi medical equipment 1 ini dilakukan dengan menggunakan penyebaran waste workshop yang diberikan kepada orang-orang dengan jabatan supervisor ke atas. Proses pembagian kuisioner ini

2 62 disertai dengan wawancara untuk menyamakan persepsi tentang pengertian pemborosan secara teori dengan pemborosan yang terjadi di perusahaan. Pembagian kuisioner ini diberikan kepada 6 orang responden, antara lain 2 responden yang bertanggung jawab bagian moulding (moulding 1 & 2), 2 responden bagian assembly & pra assembly, 1 responden yang bertanggung jawab bagian coiling, inspection & sterilization, dan yang terakhir 1 responden yang bertanggung jawab pada bagian sealing & packing. Urutan hasil pembobotan waste dari skor yang terbesar sampai yang terkecil sebagai berikut : 1. Persediaan yang tidak perlu/berlebih ( Unneccessary Inventory ) 2. Waktu tunggu ( Waiting ) 3. Transportasi berlebih ( Excessive transportation ) 4. Proses yang tidak sesuai ( Inappropriate Processing ) 5. Cacat ( Defect ) 6. Gerakan yang tidak perlu ( Unneccessary Motion ) 7. Produksi berlebih ( Overproduction ) Berdasarkan hasil pembobotan tersebut dapat diketahui jenis waste yang terjadi pada pabrik dari urutan terbesar yang berarti sering terjadi sampai urutan terkecil yang berarti jarang terjadi. 5.3 Analisa Pemilihan Tools dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT) Setelah diketahui hasil pembobotan waste yang terjadi, langkah selanjutnya adalah pemilihan tools yang sesuai dengan waste yang terjadi dengan menggunakan Value Stream Analysis Tools (VALSAT). Metode ini dilakukan dengan cara mengalikan

3 63 bobot waste dengan bobot yang ada pada tabel VALSAT. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh urutan hasil pembobotan dari skor yang terbesar sampai yang terkecil untuk pemilihan tools tersebut adalah sebagai berikut : 1. Process Activity Mapping 2. Supply Chain Response Matrix 3. Demand Amplification Mapping 4. Decision Point Analysis 5. Quality Filter Mapping 6. Production Variety Funnel 7. Physical Structure Dari hasil tersebut, dipilih 3 tools yang digambarkan dalam penelitian ini. Tiga tools yang dipilih adalah 3 tools yang mempuyai bobot paling besar, antara lain Process Activity Mapping, Supply Chain Response Matrix, Demand Amplification Mapping. Ketiga tools tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi pada value stream. Hasil identifikasi pemborosan dengan menggunakan detail mapping tersebut adalah sebagai berikut : 5.4 Analisa Detail Mapping Penggambaran detail mapping ini dilakukan dengan menggunakan data-data aktual perusahaan yang diambil secara langsung oleh peneliti dan menggunakan data-data historis perusahaan, sehingga mapping yang digambarkan benar-benar dapat memperlihatkan keadaan perusahaan yang sebenarnya saat ini akan digambarkan lebih jelas sebagai berikut :

4 Analisa Proses Activity Mapping(PAM) Penggambaran Process Activity Mapping ini bertujuan untuk mengetahui keadaan riil perusahaan saat ini khususnya dalam sistem produksi pemenuhan order produk OI-24. Pada dasarnya aktivitas yang terjadi di dalam sistem ini meliputi 3 aktivitas yaitu value adding activity, non value adding activity, dan necessary non value adding activity. Proses penggambarannya menggunakan data aktual perusahaan saat ini. Untuk data waktu, dilakukan pengukuran secara langsung, dan data waktu yang tertera pada peta ini merupakan waktu untuk menghasilkan 1 unit infusion set, sehingga waktunya sangat kecil. Proses yang ada merupakan gabungan antara aktivitas yang dilakukan oleh mesin dan aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Berdasarkan peta tersebut dapat terlihat bahwa terdapat 91 tipe aktivitas yang harus dilakukan untuk menghasilkan 1 unit infusion set. Jika dilihat dari jumlah aktivitasnya terlihat bahwa terdapat % value adding activity, % necessary non value adding activity, dan 5.49 % non value adding activity Penggambaran analisa berdasarkan jumlah aktivitas dapat dilihat pada gambar 5.1 berikut : JUMLAH TIPE AKTIVITAS OPERATION, 58 TRANSPORTATION, 2 4 STORAGE, 5 IN S P EC TION, 4 DELAY, JUMLAH AKTIVITAS Gambar 5. 1 Bar Chart Perbandingan Jumlah Aktivitas Tiap Tipe Aktivitas

5 65 Sedangkan untuk prosentase dari jumlah tiap aktivitas tersebut dapat dilihat pada table 5.1 berikut : Tabel 5. 1 Prosentasi Jumlah Aktivitas Untuk Tiap Tipe Aktivitas PROSENTASI BERDASARKAN JUMLAH TIAP AKTIVITAS OPERATION TRANSPORTATION STORAGE INSPECTION DELAY % 27.47% 5.49% 4.40% 0% Analisa Tiap Aktivitas (1). Operation Jika dilihat dari jumlah aktivitas yang dilakukan, dalam sistem produksi ini, aktivitas operasi paling banyak dilakukan. Operasi merupakan aktivitas yang memberikan nilai tambah pada produk, semakin banyak dilakukan berarti proses produksi yang berlangsung semakin baik, karena operasi merupakan value adding activity. (2). Transportation Transportasi menduduki urutan kedua terbanyak setelah operasi. Transportasi yang dilakukan dalam sistem produksi ini adalah : Pemindahan bahan baku berjumlah 11 aktivitas atau % dari jumlah transportasi keseluruhan. Pemindahan WIP hasil produksi berjumlah 10 aktivitas atau % dari jumlah transportasi keseluruhan Pemindahan produk jadi berjumlah 3 aktivitas atau 12.5 % dari jumlah transportasi keseluruhan.

6 66 Aktivitas pemindahan yang paling banyak dilakukan dari ketiga aktivitas pemindahan tersebut adalah aktivitas pemindahan WIP hasil produksi. Hal ini terjadi disebabkan oleh karena setiap selesai dilakukan proses produksi pada suatu komponen, komponen ini harus dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara/wip, atau harus dipindahkan ke tempat proses selanjutnya. Pada pemindahan komponen-komponen tertentu, pemindahan ini dilakukan dalam jarak yang cukup jauh. Berdasarkan peta ini salah satu waste yang teridentifikasi adalah waste excessive transportation. Seluruh aktivitas transportasi ini termasuk dalam non value adding activity yang penting untuk dilakukan dalam proses produksi. Oleh karena itu aktivitas ini tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan, tetapi dapat dikurangi. (3). Storage Storage merupakan aktivitas terbanyak ketiga setelah setelah operasi dan transportasi. Aktivitas penyimpanan yang dilakukan dalam sistem produksi ini antara lain : Menunggu sebagai WIP berjumlah 4 aktivitas atau 80 % dari aktivitas storage keseluruhan Produk jadi menunggu untuk dipindahkan ke gudang barang jadi berjumlah 1 aktivitas atau 20 % dari aktivitas storage keseluruhan. Aktivitas storage ini merupakan non value adding activity, oleh karena itu aktivitas ini harus dikurangi atau jika mungkin dihilangkan agar sistem produksi dapat berjalan lebih efisien. Dari aktivitas ini dapat diidentifikasi waste waiting/menunggu. (4). Inpection Inspeksi merupakan non value adding activity but necessary yang tidak memberi nilai tambah pada produk tetapi perlu untuk dilakukan. Aktivitas ini dilakukan untuk menjaga agar komponen atau produk yang dihasilkan sesuai dengan standart

7 67 yang diinginkan. Macam aktivitas inspeksi yang dilakukan antara lain : Inspeksi komponen 1 aktivitas Inspeksi infusion set 3 aktivitas Aktivitas ini merupakan aktivitas yang perlu dilakukan tetapi tidak menambah nilai pada produk, oleh karena itu aktivitas ini tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi. Dalam sistem produksi ini aktivitas inspeksi tergolong sedikit, hasil dari aktivitas inspeksi ini adalah menghasilkan produk reject yang merupakan waste defect. (5). Delay Pada sistem produksi ini tidak terdapat aktivitas delay, karena proses berjalan cepat baik dilakukan oleh mesin maupun dilakukan oleh manusia. Walaupun terkadang terjadi delay, hanya dalam waktu yang relatif singkat sehingga tidak berpengaruh secara significant pada lead time produksi. Sedangkan jika dilihat dari penggunaan waktunya, terdapat 52.90% digunakan untuk value adding activity, 13.20% digunakan untuk necessary non value adding activity, dan 33.90% digunakan untuk non value adding activity. Sedangkan penggambaran analisa berdasarkan jumlah waktu yang digunakan dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut :

8 1 68 TOTAL WAKTU MASING-MASING AKTIVITAS OPERATION, TRANSPORTATION, STORAGE, IN S P EC TION, DELAY, WA KTU(M EN IT) Gambar 5. 2 Bar Chart Perbandingan Kebutuhan Waktu Tiap Tipe Aktivitas Sedangkan untuk prosentase kebutuhan waktu dari tiap aktivitas tersebut dapat dilihat pada table 5.2 berikut : Tabel 5. 2 Prosentase Kebutuhan Waktu Tiap Tipe Aktivitas PROSENTASI BERDASARKAN JUMLAH WAKTU TIAP AKTIVITAS OPERATION TRANSPORTATION STORAGE INSPECTION DELAY % 10.59% 33.90% 2.61% 0% Jika dilihat dari penggunaan waktu tiap aktivitas tersebut, urutan terbesar kedua setelah operasi adalah storage, baik untuk komponen maupun untuk barang jadi. Hal ini terjadi karena proses penyimpanan sementara ini terjadi beberapa hari sebelum dilanjutkan ke proses selanjutnya. Keterangan lebih jelasnya adalah sebagai berikut : (1) Aktivitas Storage : Menunggu sebagai WIP menggunakan waktu sebesar 0.71 menit atau % dari waktu storage keseluruhan.

9 69 Produk jadi menunggu untuk dipindahkan ke gudang menggunakan waktu sebesar menit atau % dari waktu storage keseluruhan. (2) Aktivitas Transportasi : Pemindahan bahan menggunakan waktu sebesar menit atau % dari transportasi keseluruhan Pemindahan WIP hasil produksi menggunakan waktu sebesar menit atau 0.3 % dari transportasi keseluruhan Pemindahan produk jadi menggunakan waktu sebesar menit atau 1.15% dari transportasi keseluruhan. Berdasarkan peta ini juga dapat teridentifikasi adanya waste unecessary inventory yaitu adanya storage WIP Analisa Supply Chain Response Matrix (SCRM) Supply Chain Response Matrix merupakan peta yang dapat digunakan untuk melihat peningkatan atau penurunan tingkat persediaan dan waktu pendistribusian pada tiap area dalam supply chain. Peta ini dibuat untuk tiga area supply chain yaitu gudang bahan baku, area produksi, dan gudang barang jadi. Untuk gudang bahan baku, digambarkan untuk tiap jenis bahan baku produk OI-24, sedangkan untuk area produksi digambarkan untuk tiap komponen yang mengalami penyimpanan sebagai WIP. WIP ini terjadi pada area moulding, pra assembly dan assembly. Dari tool tersebut dapat diperoleh keterangan/informasi sebagai berikut : Total waktu rata-rata perusahaan untuk memenuhi customer order produk OI-24 adalah hari atau sekitar 85 hari. Sumbu vertical menyatakan besarnya day s physical stock atau rata-rata lama waktu suatu material/komponen berada dalam suatu sistem. Jumlah akumulatif dari day s physical stock ini adalah sebesar hari atau 4.38 % dari total waktu keseluruhan. Jika dilihat dari gambar tool

10 H a ri 70 tersebut, terlihat bahwa day s physical stock yang terbesar terletak pada area gudang bahan baku, yaitu sebesar 1.44 hari. Nilai ini dimiliki oleh bahan baku PP (Polyvinyl Cholride) merupakan bahan baku dengan day s physical stock terbesar. Gambaran secara keseluruhan urutan day s physical stock tiap bahan baku dari yang terbesar sampai yang terkecil dapat digambarkan dalam histogram di bawah ini : 1.14 Urutan Day's Physical Stock Bahan Baku OI Day's Phys ical Stock (Hari) Jarum PVC HDPE PP Natural Rubber ABS Gambar 5. 3 Urutan Day s Physical Stock Bahan Baku OI-24 Sedangkan nilai terbesar kedua adalah pada area produksi ketika terjadi penyimpanan komponen WIP yang menunggu untuk proses selanjutnya. Proses penyimpanan ini terjadi pada 3 area produksi, antara lain area moulding, pra assembly, dan assembly. Hal ini terjadi karena pada ketiga area tersebut diterapkan system produksi batch. Sedangkan proses produksi selanjutnya berlangsung secara continue, oleh karena itu terjadi penyimpanan sementara. Gambaran secara keseluruhan urutan besarnya day s physical stock tiap komponen tersebut dari yang rata-rata lama waktu komponen berada dalam sistem dari yang paling besar sampai yang paling kecil dapat digambarkan dalam gambar 5.4 berikut :

11 Untuk komponen hasil moulding : Urutan Day's Physical Stock WIP Hasil Moulding Day's Physical Stock (Hari) Jo int Filte r Needle Cover Drip Chamber Clamp F Ro lle r Hijau Bottle Needle Co nectio n Tube 130 Gambar 5. 4 Urutan Day s Physical Stock WIP Hasil Moulding Untuk komponen hasil pra assembly & assembly : Urutan Day's Physical stock WIP Hasil Pra assembly&assembly Day's Physical Stock (Hari) Wirkdrip Wirkrm 21 Jarum 21 Adaptor Rubber Wirkrot F Gambar 5. 5 Urutan Day s Physical Stock WIP Hasil Pra Assembly & Assembly Sedangkan pada area gudang barang jadi, day s physical stock-nya adalah sebesar hari. Nilai ini relatif kecil dibanding area-area sebelumnya. Dengan tool ini waste yang dapat diidentifikasi adalah waste ( Unneccessary Inventory )

12 72 Sumbu horizontal menyatakan rata-rata lama total waktu yang dipergunakan untuk proses distribusi material. Besarnya akumulatif lead time distribusi material untuk pemenuhan order produk OI-24 ini adalah sebesar 81 hari atau sebesar % dari total waktu yang diperlukan untuk pemenuhan order. Nilai tersebut cukup besar dan merupakan pemborosan waktu. Lead time terbesar adalah terjadi pada saat menunggu bahan baku dari supplier. Hal ini terjadi karena untuk bahan baku lokal, lead time mulai pesan sampai bahan dikirim adalah sebesar ± 2 minggu atau 14 hari. Sedangkan untuk bahan baku yang import dari luar negeri (rubber, jarum, adaptor) lead time pemenuhan ordernya cukup lama yaitu sekitar 3 bulan atau 72 hari karena jarak yang ditempuh cukup jauh dan biasanya dikirim dengan alat transportasi kapal laut. Hanya pada keaadaan mendesak saja bahan baku import akan dikirim dengan pesawat terbang agar lebih cepat sampai. Selain itu setelah bahan baku sampai, bahan baku ini tidak dapat langsung digunakan tetapi harus mengalami passing QC selama ± 7 hari untuk bahan karet sedangkan untuk bahan plastik kira-kira selama 1 hari Nilai terbesar kedua setelah kedatangan bahan baku adalah proses penyimpanan barang jadi sebelum dikirim ke distributor yaitu sekitar 7 hari. Lamanya waktu ini disebabkan oleh barang jadi harus dikarantina untuk mengetahui layak atau tidaknya produk ini dikirim ke distributor jika dilihat dari sudut pandang kesehatan, disamping itu juga karena proses pengiriman ini dilakukan rata-rata 1 minggu hanya sekali untuk tiap cabang distributor. Urutan terakhir adalah pada proses produksi yaitu lama waktu rata-rata komponen WIP untuk diproses ke proses produksi selanjutnya. Waktu rata-rata adalah sebesar 2 hari. Waktu ini cukup lama, dan merupakan pemborosan yang dapat menambah lead time

13 73 produksi. Berdasarkan tool ini waste yang dapat tridentifikasi adalah waste waiting Analisa Demand Amplification Mapping (DAM) Demand Amplification Mapping ini dapat digunakan untuk mengetahui persediaan produk sepanjang supply chain pada waktu tertentu, serta menunjukkan kecenderungan permintaan dari produk yang pada akhirnya dapat digunakan untuk mengevaluasi batch sizing dan penjadwalan yang telah dilakukan dilihat dari jumlah serta waktu. Peta ini digambarkan dua bentuk, peta pertama merupakan perbandingan 5 macam data yaitu data forecast (perkiraan permintaan, rencana produksi, jumlah hasil produksi, jumlah barang jadi yang dikirim, dan jumlah aktual penjualan produk tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan fluktuasi antara kelima tipe data tersebut. Peta ini dibuat 6 kombinasi, dengan tujuan agar perbandingan untuk tiap tipe datanya dapat terlihat jelas sehingga dapat diketahui penyebab perbedaan-perbedaan tersebut. Analisa demand amplification mapping dari tiap tipe data dapat dijelaskan sebagai berikut : Demand Amplification Mapping Keseluruhan Pada peta terlihat bahwa terjadi fluktuasi forecast permintaan setiap bulannya, yang akhirnya berakibat pada rencana produksi, hasil produksi, pengiriman dan penjualannya juga berfluktuasi setiap bulannya. Hal ini disebabkan karena kelima data tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Forecast demand mempengaruhi PPIC dalam membuat rencana produksi tiap bulannya, karena PPIC membuat rencana produksi ini berdasarkan forecast permintaan yang diberikan oleh distributor. Tetapi rencana produksi yang dibuat tidak persis sama dengan forecast yang ada, karena pihak perusahaan mempunyai pertimbangan-

14 74 pertimbangan lain dalam pembuatan rencana produksi ini seperti yang sudah dijelaskan dalam aliran informasi pada bab Rencana produksi dibuat oleh bagian PPIC melalui rapat dengan bagian marketing dan bagian-bagian lain yang berhubungan, yang dilakukan tiap awal bulan. Seminggu kemudian jadwal produksi selesai dibuat dan diberikan ke produksi. Pada peta terlihat bahwa hasil produksi relatif hampir sama dengan rencana produksi yang dibuat, tetapi hasil produksi ini selalu lebih besar (walaupun selisihnya relatif kecil) dibanding rencana produksi yang ditentukan. Jika hal ini terjadi terus-menerus tiap kali produksi, maka kelebihan hasil produksi ini bisa menyebabkan waste overproduction yang akhirnya juga menyebabkan waste inappropriate inventory. Pada peta terlihat bahwa pengiriman juga relatif berfluktuasi tiap bulannya. Tidak semua hasil produksi (yang dihasilkan dalam periode yang sama) semua dikirim ke distributor. Kadang-kadang pengiriman dilakukan lebih banyak dan terkadang lebih sedikit dari hasil produksi yang dihasilkan, oleh karena itu fluktuasi antara hasil produksi dengan pengiriman berbeda. Pada peta terlihat bahwa jumlah produk yang terjual hampir sama dengan jumlah produk yang dikirim. Hanya terkadang terjadi perbedaan sedikit pada waktu-waktu tertentu DAM Forecast-Quantity Sold Berdasarkan peta terlihat bahwa terjadi perbedaan yang sangat besar antara fluktuasi forecast dengan produk yang terjual (demand aktual). Hal ini berarti bahwa forecast yang dibuat oleh bagian PPIC belum bisa menggambarkan permintaan yang sebenarnya. Dalam pembuatan forecast ini hal-hal yang

15 75 digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh bagian PPIC antara lain adalah : data sales 3 bulan kedepan (marketing), rencana eksport/tender, karakter bahan (self life), dan trend sales. Forecast dilakukan dengan metode moving average dengan jumlah n adalah 3. Besarnya penyimpangan yang terjadi antara forecast dengan aktual demandnya sebesar : Mean Absolute Percentage Error MAPE, diperoleh error sebesar : Actual Forecast *100% MAPE Actual n MAPE = % Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12. Besarnya angka error tersebut memperlihatkan bahwa forecast yang dibuat oleh pihak PPIC belum dapat mewakili permintaan yang ada. Besarnya kesalahan forecast ini menyebabkan adanya waste overproduction yang juga menyebabkan waste unnecessary inventory DAM Forecast-Production Plan Pada peta terlihat terjadi perbedaan antara forecast dengan rencana produksi yang dibuat. Perbedaan ini disebabkan oleh karena bagian PPIC bekerja sama dengan bagian marketing membuat rencana produksinya menggunakan beberapa pertimbangan antara lain jumlah hari kerja efektifnya, export plan, domestic forecast, kapasitas, batchsize, jumlah inventory bahan baku, waktu pengiriman, dan QC released. Pertimbanganpertimbangan tersebut yang membuat terjadi perbedaan yang sangat significant antara forecast dengan rencana produksi yang dibuat DAM Production Plan-Output Production

16 1 76 Pada peta terlihat bahwa antara jadwal produksi/rencana produksi dengan hasil produksi tidak terjadi perbedaan yang significant, tetapi hampir setiap bulannya bagian produksi memproduksi produk melebihi rencana produksinya. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa sebab antara lain : Bagian produksi memproduksi berdasarkan standart produksinya yaitu sebesar unit. Oleh karena itu bagian produksi tidak memproduksi menurut jadwal produksi yang diberikan. Hal ini menyebabkan terjadinya kelebihan stock (overproduction), yang walaupun nilainya kecil, tetapi jika terakumulasi dari bulan ke bulan, hal ini bisa menyebabkan proses produksi berjalan kurang efisien karena adanya pemborosan overproduction. Kelebihan produksi tiap bulan selama 16 bulan dapat di gambarkan dalam diagram batang berikut : DIAGRAM KELEBIHAN PRODUKSI PRODUK OI BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari' 06 Februari '06 Maret '06 April '06 Gambar 5. 6 Diagram Batang Kelebihan Produksi Produk OI-24 Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa kelebihan terbesar terdapat di bulan April 2006 yaitu sebesar 9294 unit produk.

17 77 Penyebab lainnya adalah pengambilan material menurut packaging yang berbeda-beda untuk tiap komponennya. Jadi jumlah material yang diambil harus disesuaikan dengan jumlah packaging yang ada. Misalnya dalam jadwal produksi membutuhkan 2900 komponen, sedangkan packaging komponen tersebut 3000, maka harus diambil Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses perhitungan, mengingat komponen yang digunakan dalam proses pembuatan infusion set ini komponen kecil-kecil. Hal inilah yang menyebabkan jumlah output produksi tidak sesuai dengan jadwal yang ditetapkan DAM Output Production-Pengiriman Berdasarkan peta terlihat bahwa jumlah pengiriman relative tidak sama dengan jumlah hasil produksi, sehingga terjadi inventory di gudang barang jadi. Inventory ini merupakan salah satu pemborosan yang mungkin tidak disadari oleh pihak perusahaan. Perusahaan menetapkan adanya inventory ini untuk mengantisipasi kenaikan permintaan pada akhir bulan. Perusahaan menerapkan sistem safety stock untuk mengantisipasi adanya permintaan yang berlebih tersebut DAM Pengiriman-Quantity Sold Berdasarkan peta terlihat bahwa jumlah antara barang yang dikirim dengan barang yang terjual hampir sama, hanya terdapat perbedaan-perbedaan kecil pada waktu-waktu tertentu. Tidak terdapat masalah pada jumlah pengiriman dengan jumlah yang terjual, karena jumlah barang yang dikirim sesuai dengan permintaan distributor Analisa Pemborosan (waste)

18 Ja ru m 78 Pada sistem produksi Medical Equpment 1 terdapat beberapa waste produksi yang terjadi. Waste-waste produksi tersebut antara lain dijelaskan sebagai berikut : Persediaan yang tidak perlu/berlebih ( Unneccessary Inventory ) Persediaan yang tidak perlu pada area Gudang Bahan Baku Penyebab : Stock berlebih ini terjadi karena dalam melakukan order bahan baku, pihak supplier menetapkan adanya minimal order. Jadi misalnya supplier menetapkan minimal order untuk bahan baku ABS sebesar 500 kg, sedangkan perusahaan hanya membutuhkan 400 kg, order yang diberikan harus 500 kg, maka terdapat kelebihan stock sebesar 100 kg. Minimal order ini berlaku untuk semua jenis bahan baku. Rata-rata penyimpanan bahan baku tiap hari untuk tiap jenis bahan baku dapat digambarkan pada histogram berikut : HIstogram Rata-rata stock bahan baku OI-24/hari Jumlah 2000 (kg) Jarum Natural Rubber PVC HDPE ABS PP Gambar 5. 7 Histogram Rata-rata Stock Bahan Baku OI-24/ Hari Akibat yang ditimbulkan :

19 1 79 (1) Penyimpanan bahan baku membutuhkan space cukup besar, dengan adanya persediaan yang tidak perlu akan menambah kebutuhan space untuk melakukan penyimpanan. (2) Penyimpanan bahan baku membutuhkan biaya penyimpanan untuk perawatannya. Dengan adanya persediaan yang berlebih ini membuat biaya penyimpanannya juga bertambah. Persediaan yang tidak perlu pada area produksi yaitu divisi Moulding, divisi Pra Assembly dan divisi Assembly. Komponen-komponen yang disimpan pada divisi-divisi tersebut adalah sebagi berikut : Divisi Moulding Joint filter, needle cover, drip chamber, clamp F, roller hijau, bottle needle, conection tube 130. Divisi Pra Assembly Wirkrm 21, jarum 21, adaptor, rubber, wirkrot F. Divisi Assembly Wirkdrip Sedangkan jika dilihat dari besarnya rata-rata jumlah penyimpanan urutan dari jumlah yang terbesar sampai yang terkecil dapat digambarkan dalam diagram berikut : HIstogram Stock Rata-rata/Hari WIP Moulding Jumlah (biji) Jo int Filte r Clamp F Needle Cover Co nectio n Tube 130 Drip Chamber Bottle Needle Roller Hijau Gambar 5. 8 Histogram Stock Rata-rata/Hari WIP Moulding

20 1 80 Histogram Stock Rata-rata/Hari WIP Pra Assembly & Assembly Jumlah (Biji) Adaptor Rubber Jarum 21 Wirkdrip Wirkrm 21 Wirkrot F Gambar 5. 9 Histogram Stock Rata-rata/Hari WIP Pra Assembly & Assembly Penyebab : (1) Adanya persediaan tidak perlu/wip pada sistem produksi ME 2 ini salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan sistem produksi antar divisi dalam lantai produksi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan sistem produksi batch dan continue. Sistem produksi batch diterapkan pada divisi moulding, pra assembly, dan assembly. Sedangkan untuk sistem produksi kontinu diterapkan mulai dari coiling sampai packing outer. Pada sistem produksi batch dilakukan sistem stock komponen, yang disimpan sebagai WIP. Sedangkan pada sistem kontinu proses berjalan secara berkelanjutan, sehingga tidak terdapat WIP di dalamnya. Idealnya jika proses produksi ini dijalankan dengan menggunakan sistem produksi kontinu saja, proses dapat berjalan secara efisien, tidak ada penyimpanan komponen yang tidak perlu yang merupakan salah satu pemborosan. Beberapa alasan harus diterapkan sistem batch pada awal proses produksi adalah :

21 81 a. Hasil produktivitas pada divisi tersebut terlalu berlebih dibanding kebutuhan, karen pada moulding semua proses produksi dilakukan oleh mesin secara otomatis dan semi otomatis, sedangkan pada pra assembly dilakukan secara manual tetapi dengan jumlah operator tertentu proses ini dapat dilakukan untuk sistem batch. Oleh karena itu diterapkan sistem stock WIP. b. Alasan lainnya adalah untuk memperkecil frekuensi proses penggantian cetakan pada mesin, oleh karena itu kebutuhan 1 minggu proses produksinya diselesaikan dalam waktu 1 hari, karena diterapkan sistem stock. (2) Jadwal produksi yang dibuat pada bagian produksi untuk kebutuhan 1 bulan yang sama, dibuat dalam 2 kali produksi pada waktu yang tidak berurutan tetapi berselang 2 minggu sekali. Istilah ini disebut loncat-loncat. Dengan adanya jadwal produksi tersebut, maka terjadilah penyimpanan sementara komponen, karena komponen yang sudah diproduksi pada proses sebelumnya harus menunggu untuk diproses selanjutnya pada jadwal berikutnya. Jadwal produksi yang demikian kurang efektif dan menyebabkan terjadinya pemborosan. Contoh jadwal produksi yang diterapkan oleh ME 2 dapat dilihat pada lampiran 13. (3) Terdapat perbedaan cara pandang antara orang bagian PPIC, orang produksi dan bagian pengiriman barang. Hal ini menyebabkan komponen yang diproduksi terkadang tidak sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, karena bagian produksi mempunyai standart sendiri dalam melakukan prioduksi. Maka terjadilah persediaan yang tidak perlu. (4) Kapasitas yang terbatas hanya untuk unit infusion set pada mesin sterilisasi menyebabkan terjadinya bottleneck pada proses produksi sebelumnya. Terbatasnya mesin ini disebabkan karena cairan EOG yang digunakan berkadar 20 % yang menyebabkan proses sterilisasi berjalan lama, sehingga proses maksimum hanya bisa dijalankan dalam 2

22 82 shift saja. Keterbatasan kapasitas ini menyebabkan proses produksi sebelum proses ini terhambat, dan akhirnya muncul pemborosaan persediaan yang tidak perlu. (5). Metode forecast yang kurang baik karena masih menghasilkan error yang cukup besar menyebabkan terjadinya waste overproduction. Secara keseluruhan penyebab dari waste persediaan yang tidak perlu ini dijelaskan dalam fishbone diagram berikut : Gambar Fishbone Diagram Waste Unneccessary Inventory Akibat yang ditimbulkan : Akibat yang sangat terlihat dengan adanya WIP ini adalah adanya penggunaan space untuk penyimpanan WIP ini. Padahal lantai produksi ME 2 ini sangat terbatas luasnya. Penyimpanan WIP yang ditempatkan pada beberapa tempat di lantai produksi ini mengakibatkan space lantai produksi menjadi semakin sempit.

23 83 Hal ini jelas terlihat, sehingga untuk melakukan proses transportasi dari satu line ke line yang lain mengalami kesulitan. Penyimpanan WIP ini tidak terfokus pada satu tempat, tetapi terletak pada beberapa tempat, dan bahkan ada juga yang ditempatkan tidak semestinya, sehingga lantai produksi terlihat semakin sempit dan tidak teratur. Selain mengurangi space lantai produksi, kerugian lain yang ditimbulkan adalah menambah biaya produksi, karena dengan WIP ini akan menambah biaya penyimpanan. Secara lebih jelas tempat-tempat penyimpanan WIP pada lantai produksi dapat terlihat pada lampiran Waktu tunggu ( Waiting ) Pemborosan waktu menunggu (waiting) ini terjadi pada area-area antara lain : Proses produksi sebelum sterilisasi (coiling) Area tempat penyimpanan sementara bahan baku Area penyimpanan WIP Tempat penyimpanan sementara barang jadi Penyebabnya : Penyebab- penyebab terjadinya pemborosan ini antara lain adalah : (1) Proses sterilisasi berlangsung lama sekitar 8 jam dan prosesproses tambahan lainnya 2 jam, dimana sebelumnya juga harus dilakukan proses pre heating selama ± 6 jam, oleh karena itu WIP pada proses sebelum proses sterilisasi ini harus menunggu untuk dilakukan proses sterilisasi. (2) Kapasitas mesin sterilisasi yang terbatas hanya unit ini menyebabkan WIP harus disimpan sementara untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya. (3) Lamanya kedatangan bahan baku dari gudang bahan baku disebabkan oleh lamanya proses passing QC yang dilakukan di gudang bahan baku. Proses passing QC ini lamanya ± 7 hari. Terkadang terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku ini, yang menyebabkan jadwal proses produksi berubah secara mendadak.

24 84 (4) Gudang barang jadi luasnya terbatas dan digunakan untuk menyimpan berbagai macam produk jadi PT Otsuka Indonesia. Oleh karena itu barang jadi ME 2 ini, tidak langsung dikirim ke gudang barang jadi, tetapi ditempatkan sementara di tempat penyimpanan sementara ME 2 yaitu tempat dilakukannya proses packing outer. Proses menunggu ini dilakukan selama ± 2 hari, karena dalam 1 minggu pengiriman barang jadi ke geduang barang jadi ini dilakukan sebanyak 2 kali dengan menggunakan forklift. Proses menunggu ini merupakan pemborosan waktu yang menambah waktu proses produksi. Secara keseluruhan penyebab dari waste waiting yang tidak perlu ini dijelaskan dalam fishbone diagram berikut : Gambar Fishbobe Diagram Waste Waiting

25 85 Akibat yang ditimbulkan : Akibat yang ditimbukan dengan adanya pemborosan ini adalah: (1) Menambah lead time produksi, karena aktivitas menunggu ini merupakan aktivitas yang merugikan maka sebaiknya dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. (2). Dengan adanya aktivitas menunggu ini, juga mengurangi space lantai produksi, karena WIP yang seharusnya diproses, harus menunggu untuk diproses, dan biasanya ditempatkan di tempat-tempat yang tidak semestinya sehingga mengganggu area produksi karena space produksi semakin berkurang Transportasi berlebih ( Excessive transportation ) Pemborosan transportasi berlebih ini terjadi pada area-area : Jalur transportasi antara gudang bahan baku dengan ME 2 Area antara moulding-pra assembly-assembly Moulding 1 ke moulding 2 Moulding 2 ke pra assembly Penyebabnya : Penyebab-penyebab terjadinya pemborosan ini antara lain adalah sebagai berikut : (1) Letak gudang bahan baku yang terpisah sekitar 300 m gedung ME 2, dan proses pengangkutannya dilakukan oleh truck sewaan. (2) Layout lantai produksi yang kurang efisien, belum berupa 1 garis lurus, terutama untuk area moulding, pra assembly, assembly, yang prosesnya berlangsung secara berurutan tetapi letaknya beda lantai. Moulding dan assembly terletak dilantai 1 sedangkan proses pra assembly dilakukan di lantai 2. (3) Jalur produksi belum tersentral pada satu tempat yaitu di ME 1 saja atau ME 2 saja, tetapi masih menggunakan dua gedung yang terpisah cukup jauh. Padahal proses produksi yang berlangsung pada kedua gedung tersebut berjalan saling berurutan. Karena letak gedungnya terpisah, menyebabkan transportasi yang berlebih dalam menjalankan proses produksinya.

26 86 (4) Penempatan penyimpanan sementara komponen yang berjauhan. Hal ini terjadi untuk komponen-komponen tertentu hasil moulding harus ditempatkan di penyimpanan sementara pra assembly yang terletak di lantai 2 sedangkan untuk komponen lainnya ditempatkan di lantai 1 pada penyimpanan sementara assembly. Hal ini menyebabkan adanya transportasi yang berlebih. (5) Layout lantai produksi yang terbatas menyebabkan proses transportasi kurang lancar, sehingga terkadang proses ini terganggu karena adanya proses yang lain. Hal ini disebabkan oleh adanya penyimpanan WIP, yang mengurangi space lantai produksi. (6) Transportasi berlebih juga terjadi pada saat pemindahan barang jadi dari ME ke gudang barang jadi. Aktivitas pemindahan dilakukan dengan menggunakan forklift dan melalui jalur luar perusahaan. Hal ini memerlukan waktu yang cukup lama karena jarak yang ditempuh menjadi lebih besar. Secara keseluruhan penyebab dari waste Excessive transportation ini dijelaskan dalam fishbone diagram berikut :

27 87 Gambar Fishbone Diagram Waste Excessive transportation Akibat yang ditimbulkan : Akibat-akibat yang ditimbulkan dengan adanya pemborosan ini antara lain adalah : (1) Menambah waktu produksi, hal ini dapat terlihat pada PAM dimana transportasi merupakan aktivitas yang cukup banyak menggunakan waktu produksi. (2) Terjadi double handling misalnya pada moulding 1 ke 2 kemudian ke moulding 1 lagi. Hal ini merupakan aktivitas yang sangat tidak efisien. Disamping menambah waktu produksi, double handling juga menambah biaya produksi karena untuk komponen tertentu proses pengangkutannya dilakukan dengan menggunakan alat angkut truck.

28 88 (3) Menambah biaya produksi, hal ini juga terjadi pada proses pengangkutan bahan baku dari gudang bahan baku ke gedung ME 2 dan pemindahan komponen dari ME 1 ke ME 2 begitu juga sebaliknya, dimana proses pengangkutannya menggunakan truck sewaan, dimana 1 kali pengangkutan mengeluarkan biaya : Untuk transportasi intern dilakukan dengan menggunakan truck sewaan dimana 1 kali angkut memerlukan biaya sebesar Rp.12000,- untuk komponen, padahal antara ME 1 dan ME 2 terjadi double handling, sehingga biaya yang dikeluarkan dua kali lipatnya. Untuk satu kali proses, biaya transportasi yang dikenakan untuk 1 unit produk OI-24 adalah sebesar : (Rp.12000,- x 2 (jumlah handling))/21000,- = Rp. 1.15,-. Jika dilihat untuk 1 buah produk mungkin nilai ini terlihat sangat kecil. Tetapi jika dilihat untuk keseluruhan produk dalam beberapa kali produksi, nilai ini bisa menjadi masalah yang akan menambah biaya produksi. (4) Dengan adanya transportasi berlebih ini juga mengakibatkan pemborosan tenaga operator yang melakukan aktivitas ini. Padahal jika hal ini tidak terjadi, tenaga yang dikeluarkan dapat digunakan untuk melakukan aktivitas proses produksi yang lain yang lebih efektif Proses yang tidak sesuai ( Inappropriate Processing ) Pemborosan proses yang tidak sesuai ini terjadi pada : Moulding, yaitu pada mesin yang digunakan belum bisa digunakan sesuai dengan standart yang ada. Misalnya saja pada mesin injeksi 1 cetakan yang ada 16, tetapi yang bisa digunakan hanya 12 cetakan. Berarti terjadi ketidakefisienan sebesar 25 %. Hal ini berarti proses yang terjadi tidak sesuai dengan standart yang ada. Mesin lain yang belum berjalan sesuai standart dapat dilihat pada rekapan data sebagai berikut :

29 89 Tabel 5. 3 Efisiensi Cetakan Mesin No Machine Mould Cavity Factory Merk Clamping Purchasing Component OI-24 Batch Size/Day Total Use % 1 Niigata 75 Ton 1982 Roller HT Moulding Niigata 75 Ton 1982 Drip Chamber Niigata 75 Ton 1982 Joint A Ass. Japan Joint Ultrasonic 1987 Joint B Nissei 80 Ton 1987 Clamp F Moulding 2 Nissei 80 Ton 1987 Needle Cover Nissei 80 Ton 1987 Bottle Needle A Assembly Otomatis Li Yang 4000ps/hours 2002 Assembled SPPF Selain karena mesin proses yang tidak sesuai ini juga disebabkan karena operator yang kurang terlatih. Hal ini mengakibatkan pekerjaan yang dilakukan oleh operator tersebut tidak sesuai dengan standart yang ditetapkan. Pada aktivitas-aktivtas yang dilakukan manusia, proses yang tidak sesuai ini biasanya terjadi pada aktivitas pra assembly atau assembly di mana aktivitas tersebut dilakukan secara manual oleh manusia. Proses yang tidak sesuai ini biasanya dilakukan oleh operator-operator baru. Proses yang tidak sesuai ini terjadi karena operator baru ini, baru mulai bekerja, jadi belum terbiasa dengan pekerjaannya. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada proses perakitan, akan menambah besar waktu produksi. Kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi adalah : Kapasitas produksi yang dihasilkan oleh operator baru belum bisa memenuhi standart yang ditetapkan perusahaan Beban kerja antara pekerja tetap dengan pekerja baru belum bisa seimbang karena operator baru masih dalam tahap belajar

30 90 Output yang dihasilkan oleh operator baru cenderung terdapat cacat produk, karena operator baru masih belum terbiasa dengan pekerjaannya. Diperlukan pembelajaran bagi operator baru dari kepala regu maupun operator tetap, yang juga bisa menambah waktu produksi. Penyebab : Penyebab-penyebab terjadinya pemborosan ini antara lain adalah sebagai berikut : (1) Mesin yang digunakan sudah tua, sehingga terjadi penurunan efisiensi produksi dalam penggunaannya. (2) Mesin yang digunakan belum mendapatkan perawatan yang tepat, misalnya pembersihan cetakan, sehingga cetakancetakan pada mesin tersebut cepat rusak. (3). Operator harian yang masih baru Secara keseluruhan penyebab dari waste Inappropriate Processing ini dijelaskan dalam fishbone diagram berikut : Gambar Fishbone Diagram Waste Inappropriate Processing

31 91 Akibat yang ditimbulkan : Akibat yang ditimbulkan dengan adanya pemborosan ini adalah : (1). Proses produksi yang dijalankan menjadi tidak sesuai dengan standart yang ditetapkan. Walaupun proses yang dilakukan oleh mesin ini sudah dapat menghasilkan output dengan produktivitas tinggi, akan tetapi jika efisiensi mesin ini bisa mencapai 100 % maka produktivitas yang dihasilkan akan menjadi lebih tinggi lagi. (2). Proses produksi yang dilakukan oleh operator baru belum bisa memenuhi standart yang diinginkan perusahaan Cacat ( Defect ) Pemborosan yang berupa defect ini terjadi di setiap bagian proses produksi. Defect yang terjadi baik untuk produk jadi maupun WIP prosentasenya relatif sangat kecil, sehingga hal ini bukan merupakan waste yang diperhitungkan oleh perusahaan. Prosentase cacat produk untuk kapasitas produksi standart unit digambarkan dalam pie chart pada gambar 5.14 Pie Chart Perbandingan Produk Cacat dengan Kapasitas Produksi Standart Product Defect, 83, 0.40% Kapasitas Produksi Standart, 21000, 99.6% Gambar Pie Chart Perbandingan Produk Cacat dengan Kapasitas Produksi Standart

32 92 Berdasarkan gambar pie chart tersebut terlihat bahwa prosentase cacat untuk produk OI-24 sangat kecil yaitu sebesar 0.4 %. Jika dibandingkan dengan jumlah produk yang dihasilkan nilai ini tidak berarti secara significant. Proses inspeksi dilakukan pada setiap akhir proses. Yang terlihat, proses inpeksi yang dilakukan oleh lantai produksi ME 2 ini dilakukan 3 kali. Yaitu pada moulding, coiling, dan final inspeksi. Pada umumnya proses inpeksi dilakukan bersamaan saat proses pembuatan produk dilakukan, terutama untuk proses yang dilakukan secara manual oleh operator, sehingga tidak diperlukan waktu khusus untuk melakukan inspeksi. Untuk moulding, inspeksi dilakukan pada proses pembuatan conection tube. Sedangkan untuk komponen lainnya dilakukan inspeksi secara bersamaan saat memotong komponen misalnya untuk komponen drip chamber. Inpeksi pada coiling dilakukan secara visual, dimana cacat yang biasa ditemukan adalah : (1). Kotoran hitam (2). Rambut (3). Salah menggulung (4). Komponen tidak lengkap Sedangkan pada final inpeksi dilakukan pemeriksaan secara visual dan dilakukan penimbangan untuk mengetahui kelengkapan komponen. Cacat yang biasa terjadi adalah : (1). Kotoran hitam (2). Kotoran putih (3). Cacat (kusut, luka) (4). Tanpa cover (5). Tanpa lot (tanggal pembuatan) (6). Seal ( tidak sempurna dalam proses sealing) (7). Patah Tube (PT) (8). Tube gepeng

33 93 Penyebab : Penyebab-penyebab terjadinya defect ini antara lain sebagai berikut : (1) Kesalalahan dalam melakukan proses produksi atau proses produksi yang dilakukan kurang sempurna. (2) Operator kurang menjaga kebersihan tangan dan lingkungan tempat kerja (3) Proses pemindahan komponen dilakukan dengan tidak berhatihati sehingga kerusakan komponen terjadi. Secara lengkap penyebab terjadinya Defect ini dapat digambarkan dalam fishbone diagram berikut : Gambar Fishbone Diagram Waste Defect Akibat yang ditimbulkan : Akibat yang ditimbulkan dengan adanya cacat ini yaitu :

34 94 (1) Jika cacat terjadi karena kesalahan proses produksi dalam pembuatan komponen, maka kerugian yang ditimbulkan adalah harus melakukan reworking untuk komponen tersebut. Jika proses reworking tidak dapat dilakukan maka terjadi pemborosan dalam penggunaan raw material. (2) Terjadi kerugian jika cacat yang terjadi cukup fatal dan tidak bisa dilakukan perbaikan, maka produk yang dihasilkan harus dibuang. Hal ini menimbulkan berkurangnya profit margin perusahaan Gerakan yang tidak perlu ( Unneccessary Motion ) Pemborosan unneccessary motion ini biasanya terjadi karena kondisi yang kurang ergonomis baik pada fasilitas kerjanya maupun pada layout produksinya yang menyebabkan terjadinya gerak yang berlebih saat melakukan kerja. Keadaan seperti ini menyebabkan kerja menjadi tidak nyaman, menyebabkan kelelahan, cedera dll. Keadaan seperti ini terjadi pada : (1). Saat operator memasukkan bahan baku pada mesin injeksi baik di moulding 1 dan 2, posisi tempat pengisian mesin ini berada pada posisi yang tinggi, sehingga untuk melakukannya operator harus mengangkat tangan tinggi yang menyebabkan kelelahan pada bagian lengan. (2). Saat operator menempatkan barang jadi pada tumpukan kardus produk jadi. Aktivitas ini biasanya dilakukan oleh 1 operator tanpa menggunakan alat bantu. Padahal hampir tiap harinya operator harus melakukan aktivitas ini untuk box barang jadi, dan tumpukan yang dilakukan cukup tinggi, hal ini menyebabkan kelelahan bagi operator. Terjadi aktivitas berulang-ulang antara membungkuk, mengangkat dan menempatkan ke tempat yang tinggi. Secara keseluruhan penyebab dari waste Unneccessary Motion ini dijelaskan dalam fishbone diagram berikut :

35 95 Gambar Fishbone Diagram Waste Unneccessary Motion Produksi berlebih ( Overproduction ) Pemborosan produksi berlebih terjadi dibagian produksi ME 2. Pemborosan ini mengakibatkan terjadinya pemborosan yang tidak perlu. Penyebab : (1). Pemborosan ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan pandangan antara bagian PPIC, bagian produksi dan bagian pengiriman barang. Perbedaan pandangan ini menyebabkan bagian produksi menetapkan sendiri jumlah produk yang harus diproduksi berdasarkan standart produksi yaitu unit. Hal ini menyebabkan hasil produksi melebihi jadwal yang ditetapkan.

36 96 (2). Penyebab lainnya adalah adanya pandangan memproduksi dengan jumlah yang berlebih untuk mengantisipasi adanya kenaikan permintaan pada akhir bulan. (3). Untuk divisi dimana proses sistem produksinya sistem produksi batch yaitu moulding, pra assembly, dan assembly, produksi berlebih disebabkan karena produktivitas yang dihasilkan mesin melebihi batas, maka produksi yang dilakukan melebihi yang ditetapkan hal ini menimbulkan terjadinya produksi berlebih. Akibat yang ditimbulkan : Akibat yang ditimbulkan dengan adanya produksi berlebih ini adalah : (1). Pengurangan space baik pada lantai produksi maupun pada gudang penyimpanan bahan baku. Karena barang yang harus disimpan melebihi kapasitas standart. (2). Selain pengurangan space dengan adanya produksi berlebih ini juga akan menambah biaya produksi yaitu biaya perawatan selama barang disimpan. (3). Adanya inventory ini menyebabkan masalah-masalah inventory menjadi tidak terlihat. Misalnya yaitu adanya keterlambatan produksi disebabkan karena mesin downtime menjadi tidak terlihat, karena permintaan dapat diatasi dengan adanya inventory ini. Secara keseluruhan penyebab dari waste Overproduction ini dijelaskan dalam fishbone diagram berikut : :

37 97 Gambar Fishbone Diagram Waste Overproduction 5.6 Rekomendasi Perbaikan untuk Tiap-tiap Waste Rekomendasi perbaikan diberikan kepada pihak PT Otsuka Indonesia setelah penyebab-penyebab dari waste teridentifikasi. Rekomendasi yang diberikan untuk penyebabpenyebab yang berpengaruh besar terhadap timbulnya waste. Jadi tidak semua penyebab waste diberikan rekomendasi untuk meminimasi waste tersebut Rekomendasi Perbaikan Untuk Waste Unneccessary Inventory Waste unneccessary inventory disebabkan oleh beberapa faktor. Rekomendasi perbaikan yang dapat diberikan berdasarkan masing-masing penyebab utamanya adalah sebagai berikut :

38 98 (1). Perlu dilakukan pengaturan jumlah WIP yang benar untuk mengatasi masalah yang timbul akibat persediaan yang berlebih ini. Dengan adanya pengaturan jumlah WIP yang tepat masalah pengurangan space dapat teratasi, dapat mengurangi biaya penyimpanan persediaan. Salah satu cara manajemen persediaan yang direkomendasikan adalah dengan menggunakan metode continuos review system (sistem pemeriksaan persediaan secara terus-menerus). Aktivitas pemeriksaan jumlah persediaan WIP dilakukan secara terusmenerus tidak terbatas hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Keputusan proses produksi dilakukan terpisah dari jadwal produksi yang telah dibuat oleh PPIC, artinya sistem produksi batch dipisah dengan sistem produksi continue. Sistem produksi batch (moulding, pra assembly, dan assembly) dianggap sebagai supplier bagi sistem produksi continue. Untuk keputusan kapan harus dilakukan proses produksi bagi sistem produksi batch ini, berikut dilakukan perhitungan besarnya reorder point dan safety stock untuk tiap komponen dalam sistem produksi batch. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

39 99 Tabel 5. 4 Reorder Point & Safety Stock WIP Moulding Nama Komponen D D 2 s z R D Conection Tube Bottle Needle Roller Hijau Joint Filter Clamp F Drip Chamber Needle Cover Asumsi yang digunakan : Lead time produksi untuk tiap komponen adalah 1 hari Satu bulan terdapat 20 hari kerja Besarnya sevice level ( ) sebesar dimana besarnya z dari tabel adalah 1.65 Demand berdistribusi normal s

40 100 Tabel 5. 5 Reorder Point & Safety Stock WIP Pra Assembly & Assembly Nama Komponen D 2 D Adaptor Rubber Jarum Wirkrm 21 (Rubber Tube, Adaptor & IV Needle 21) Wirkrot F (Roller & Clamp) s z R D s Wirkdrip (Cover Needle, Bottle Needle & Drip Chamber) Asumsi yang digunakan : Lead time produksi untuk tiap komponen adalah 1 hari Satu bulan terdapat 20 hari kerja Besarnya sevice level ( ) sebesar dimana besarnya z dari tabel adalah 1.65 Demand berdistribusi normal

41 101 Catatan perhitungan : (a). D adalah rata-rata demand untuk tiap komponen WIP. D dihitung dari rata-rata pengeluaran/pengambilan komponen tiap bulan untuk tiap komponen. (b). adalah standar devisi dari distribusi demand (c). D adalah distribusi lead time demand. Nilai ini dihitung dengan rumus : LeadTime Pr oduksitiapkomponen D ( D) JumlahJamKerja (d). 2 adalah variansi dari lead time demand. Nilai ini dihitung dengan rumus : 2 2 LeadTime Pr oduksitiapkomponen ( ) JumlahJamKerja (e). adalah standart deviasi dari lead time demand. Nilai ini dihitung dengan rumus 2 (f). S adalah besarnya safety stock. Besarnya safety stock dapat dihitung dengan rumus : s z * (g). R adalah Reorder Point. Besarnya Reorder Point dapat dihitung dengan menggunakan rumus : R D s Besarnya safety stock dan reorder point digunakan dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan kapan proses produksi akan dilakukan. Ketentuan-ketentuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah jika jumlah persediaan WIP pada waktu tertentu (t) sama dengan atau lebih kecil dari nilai R maka produksi harus dilakukan. Dengan adanya manajemen persediaan WIP ini diharapkan waste persediaan yang tidak perlu dapat dieliminasi.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 27 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Gambaran Umum Perusahaan PT. Otsuka Indonesia adalah sebuah perusahaan yang memproduksi produk-produk farmasi baik obat-obatan, nutrisi klinis, maupun infusion

Lebih terperinci

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT. PT. Barata Indonesia merupakan perusahaan manufaktur dengan salah satu proyek dengan tipe job order, yaitu pembuatan High Pressure Heater (HPH) dengan pengerjaan pada minggu ke 35 yang seharusnya sudah

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN EVALUASI

BAB V ANALISA DAN EVALUASI BAB V ANALISA DAN EVALUASI Setelah melakukan pengumpulan dan pengolahan data maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data yang diperoleh dari, Instalasi rawat jalan RSU Haji Surabaya serta melakukan

Lebih terperinci

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA Minto waluyo Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lean Thinking Pada dasarnya konsep lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Konsep ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya konsep

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Agronesia Divisi Industri Teknik Karet (INKABA) adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis produk teknik berbahan baku utama karet, salah satunya adalah produk karet damper.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ilmiah memerlukan suatu kerangka penelitian yang sistematis dan terarah berdasarkan permasalahan yang ditinjau agar proses penelitian dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas Jurnal Teknik Industri, Vol., No., Juni 03, pp.-8 ISSN 30-495X Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 0J Untuk Meningkatkan Produktivitas Ridwan Mawardi, Lely Herlina, Evi Febianti 3,,

Lebih terperinci

5 BAB V ANALISA DAN HASIL

5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5 BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Analisa Kanban Banyaknya kartu kanban yang diperlukan dihitung dengan rumus (Arnaldo Hernandez, 1989): Banyaknya Kanban = Permintaan Harian X Faktor Pengamanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan mulai

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim) Moses L. Singgih dan M.Vina Permata Laboratorium Sistem

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero) Ratnaningtyas, Moses Laksono Singgih Magister Managemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya email: moses@ie.its.ac.id;future_sandi@yahoo.com

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA

PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA Moses Laksono Singgih dan Andhyaksa Wahyukusuma Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN 2337-4349 PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT. SUPRALITA MANDIRI Annisa Kesy Garside 1*, Faraningrum Restiana 2 1,2 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi penelitian bertujuan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis sehingga dapat memberikan kesesuaian antara tujuan penelitian dengan

Lebih terperinci

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking

Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking 1 Analisis Waste dalam Produksi Pasta Gigi Menggunakan Lean Thinking Hans Roberto Widiasmoro, dan Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping. material dalam sistem secara keseluruhan. Value Stream Mapping yang digambarkan BAB V ANALISA HASIL Pada bab ini akan dijabarkan hasil analisa dari pengolahan data yang telah dilakukan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pengembangan rekomendasi perbaikan pada sistem dan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE Shanty Kusuma Dewi 1*,Tatok Dwi Sartono 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan terus tumbuh. Segmen yang menjanjikan yaitu pasar minuman ringan. Pasar minuman ringan di Indonesia

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-530 Penerapan Metode Lean Gainsharing Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Kinerja Karyawan Dengan Meningkatkan Produktivitas Maria Ulfa dan Moses

Lebih terperinci

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING PENENTUAN KEBIJAKAN PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING Moses L. Singgih dan Andrie Sandi Pramono Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan metodologi penelitian atau tahapan-tahapan penelitian yang akan dilalui dari awal sampai akhir. Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA 69 BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah memaparkan hasil analisa dari tools yang digunakan. Selain itu juga menganalisa implikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul IMPLEMENTASI KONSEP LEAN THINKING

Lebih terperinci

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu rangkaian kerangka pemecahan masalah yang dibuat secara sistematis dalam pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V) Rika Ajeng Priskandana, I Nyoman Pujawan Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul : ANALISA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang penelitian, penjelasan mengenai permasalahan yang diangkat yaitu berupa perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai, batasan masalah, dan sistematika

Lebih terperinci

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS Yosua Caesar Fernando 1 dan Sunday Noya 2 Abstract: Meminimalkan pemborosan dalam proses produksi adalah salah satu tujuan

Lebih terperinci

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK Krisna Ardi Wibawa, I Nyoman Pujawan Program Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12 A Surabaya E-mail: WibawaCTI@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x ABSTRAK... xi BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

Analisis Waiting Time dalam Proses Perakitan MV Switchgear dengan Lean Production

Analisis Waiting Time dalam Proses Perakitan MV Switchgear dengan Lean Production Performa (2012) Vol. 11, No. 1: 37-44 Analisis Waiting Time dalam Proses Perakitan MV Switchgear dengan Lean Production R. Pitaloka Naganingrum,1), Lobes Herdiman 2) 1) Alumni Teknik Industri UNS 2) Staf

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING

IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI LEAN PRODUCTION SYSTEM UNTUK MENGELIMINASI WASTE PADA PRODUKSI FILLING CABINET 4D DENGAN PENDEKATAN VALUE STREAM MAPPING (Studi kasus : Divisi Work Fitting PT ATMI Solo) Diajukan

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start Reduksi waste Pada Produksi kacang garing Dengan pendekatan lean six sigma Menggunakan Metode FMEA (study kasus pada PT.Dua Kelinci) Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Umum Lean Lean pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan Toyota Production System (Howell, 1999; Liker, 2004). Sistem Produksi Toyota

Lebih terperinci

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Jurnal Teknik Industri, Vol.1, No.1, Maret 2013, pp.35-40 ISSN 2302-495X Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain Tubagus Ardi Ferdiansyah 1, Asep Ridwan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT TESIS PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Oleh : RIAN ADHI SAPUTRA 9109201408 Latar Belakang PT. PMT industri perakitan peralatan rumah tangga Pemberlakuan

Lebih terperinci

PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING

PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING LAPORAN TUGAS AKHIR MINIMASI WASTE PADA SISTEM PRODUKSI KECAP LOMBOK MERAH KEMASAN BOTOL KACA DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN MANUFACTURING (Studi Kasus: PT. Lombok Gandaria) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4% BAB V ANALISA 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping (CVSM) Value stream mapping merupakan sebuah tools untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang didalamnya termasuk material dan informasi

Lebih terperinci

ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING

ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING ANALISA WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN THINKING Dwi Wahyu.W dan Nisa Masruroh Prodi Teknik Industri FTI-UPNV Jatim ABSTRAKSI PT. Tunas Baru Lampung merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai tambah (value added), tidak memberi nilai tambah (non value added) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai tambah (value added), tidak memberi nilai tambah (non value added) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri demikian pesat menyebabkan persaingan antar industri semakin ketat terutam industri kecil menengah yang bergerak pada bidang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya industri manufaktur di Indonesia, maka akan semakin ketat persaingan antara perusahaan manufaktur satu dan lainnya. Hal ini memicu perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1 Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan dalam industri manufakatur kini semakin meningkat, membuat persaingan indsutri manufaktur pun semakin ketat. Di Indonesia sendiri harus bersiap mengahadapi

Lebih terperinci

Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX

Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX Analisis Proses Produksi Berdasarkan Lean Manufacture Dengan Pendekatan Valsat Pada PT.XX Abdul Wahid * *) Program Studi Teknik Industri, e-mail: wahid_kaos@yahoo.co.id ABSTRAK Efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI Oleh : BOBBY ALEXANDER NPM 0732010020 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

MINIMASI WASTE UNTUK PERBAIKAN PROSES PRODUKSI KANTONG KEMASAN DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING

MINIMASI WASTE UNTUK PERBAIKAN PROSES PRODUKSI KANTONG KEMASAN DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING MINIMASI WASTE UNTUK PERBAIKAN PROSES PRODUKSI KANTONG KEMASAN DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING Danang Triagus Setiyawan 1, Sudjito Soeparman 2, Rudy Soenoko 3 1,2,3 Universitas Brawijaya, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ

ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ ANALISIS PROSES PRODUKSI MODULE CONDENSOR MENGGUNAKAN METODE LEAN MANUFACTURING DENGAN PENDEKATAN SIMULASI DI PT. XYZ Evi Febianti 1), Bobby Kurniawan 2), Ian Alviansyah 3) 1),2),3 ) Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh BAB 2 STUDI LITERATUR Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh sumberdaya produksi secara efisien dan efektif sehingga diperoleh keuntungan yang maksimum (maximum profit). Tanpa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI DISUSUN OLEH : WAHYU EKO NURCAHYO 0632010198 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri percetakan adalah salah satu industri yang selalu berhubungan dengan gambar dan tulisan untuk dijadikan sebuah hardcopy. Semakin berkembangnya zaman, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT. Agronesia (Divisi Industri Teknik Karet) merupakan perusahaan manufaktur industri pengolahan yang memproduksi berbagai jenis produk karet teknik untuk keperluan

Lebih terperinci

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3

Qolli Kusuma, 2 Pratya Poeri Suryadhini, 3 Mira Rahayu 1, 2, 3 RANCANGAN USULAN PERBAIKAN UNTUK MEMINIMASI WAITING TIME PADA PROSES PRODUKSI RUBBER STEP ASPIRA BELAKANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING (STUDI KASUS: PT AGRONESIA DIVISI INDUSTRI TEKNIK KARET) 1

Lebih terperinci

Pendahuluan. I.1 Latar belakang

Pendahuluan. I.1 Latar belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar belakang PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi tas. Proses produksi tas di PT. EMPI dilakukan melalui beberapa tahap yaitu,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Jurnal dan referensi diperlukan untuk menunjang penelitian dalam pemahaman konsep penelitian. Jurnal dan referensi yang diacu tidak hanya dalam negeri namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi menyebabkan tingkat persaingan di dunia usaha semakin tinggi. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut setiap perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian ini perlu

BAB III METODE PENELITIAN. masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian ini perlu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian pada dasarnya untuk menunjukkan kebenaran dan memecahkan masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI. Oleh : SABTA ADI KUSUMA

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI. Oleh : SABTA ADI KUSUMA PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI Oleh : SABTA ADI KUSUMA 05 32010 132 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT PERBAIKAN PROSES PRODUKSI BLENDER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. PMT Rian Adhi Saputra 1*), Moses L. Singgih 2) Bidang Keahlian Manajemen Industri Program Studi Magister Manajemen Teknologi

Lebih terperinci

OVER PRODUCTION. Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 %

OVER PRODUCTION. Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 % OVER PRODUCTION Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 % No Tipe Pemborosan TL 1 TL 2 TL 3 TL 4 RATA-RATA RANKING 1 Produk Cacat (Defect) 3 3 2 2 2.5 1 2 Waktu Tunggu (Waiting) 1 1 1 0 0.75 6 3 Persediaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN BAB 3 METODELOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Metode penelitian adalah suatu prosedur atau kerangka yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan. Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik Gres Tenan milik Bp. Sardjono Atmomardoyo yang ada di Kampung Batik Laweyan turut andil dalam persaingan dalam hal industri fashion. Mulai dari bakal kain, tas

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 30 Juli 2016

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 30 Juli 2016 PERENCANAAN PROYEK KONSTRUKSI PEMBANGUNAN PIPA GAS DENGAN PENERAPAN METODE LEAN CONSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI WASTE (STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN PIPA GAS PERTAMINA PORONG GRATI) M. Riski Imansyah Lubis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya teknologi saat ini menimbulkan dampak persaingan yang sangat ketat antar perusahaan. Banyak perusahaan berlombalomba untuk mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka diperlukan sebagai acuan peneliti dalam melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Surabaya untuk memperbaiki sistem rawat jalan dengan minimasi waste menggunakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DIVISI PRODUKSI PERALATAN INDUSTRI PROSES PADA PT. BARATA INDONESIA DENGAN VALUE STREAM MAPPING

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DIVISI PRODUKSI PERALATAN INDUSTRI PROSES PADA PT. BARATA INDONESIA DENGAN VALUE STREAM MAPPING PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DIVISI PRODUKSI PERALATAN INDUSTRI PROSES PADA PT. BARATA INDONESIA DENGAN VALUE STREAM MAPPING Moses L. Singgih dan Rhichard Kristian Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN THINKING GUNA MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT X SIDOARJO SKRIPSI

PENERAPAN LEAN THINKING GUNA MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT X SIDOARJO SKRIPSI PENERAPAN LEAN THINKING GUNA MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT X SIDOARJO SKRIPSI Oleh : R. ARDIAN PRADHANA 0732010009 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA DIVISI TRUCKING PT. JPEK

PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA DIVISI TRUCKING PT. JPEK PENERAPAN LEAN THNKNG UNTUK MENNGKATKAN KNERJA DVS TRUCKNG PT. JPEK Taqwanur, Suparno Manajemen ndustri, Magister Manajemen Teknologi TS Surabaya Email: kang.taqwanur@yahoo.com ABSTRAK Divisi Transportasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian ini, yaitu seperti pada Gambar 3.1 merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 2.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Sejarah umum perusahaan Safirah merupakan CV milik bapak Drs. H. Dodo Supardjioto yang bergerak di bidang konveksi serta memproduksi produk

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang )

Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang ) Implementasi Value Stream Mapping Untuk Identifikasi Pemborosan Unit Pengantongan Semen ( Studi Kasus di PT. Semen Padang ) Yesmizarti Muchtiar, Ayu Bidiawati JR Kampus III Universitas Bung Hatta Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas teh memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai sumber pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, dan sumber devisa negara. Teh merupakan

Lebih terperinci

Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang

Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang Performa (2008) Vol. 7, No.: 66-74 Rancangan Perbaikan Proses Produksi dengan Pendekatan Lean Six Sigma di CV. Guntur Malang Annisa Kesy Garside * Dosen Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi tas. Proses produksi tas di PT. EMPI dilakukan melalui beberapa tahap,

Lebih terperinci

PEMETAAN PEMBOROSAN DALAM PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING TOOLS

PEMETAAN PEMBOROSAN DALAM PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING TOOLS PEMETAAN PEMBOROSAN DALAM PROSES PRODUKSI KANTONG SEMEN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING TOOLS Yesmizarti Muchtiar, Aidil Ikhsan, Ayu Bidiawati, JR Program Studi Teknik Industri Universitas Bung Hatta

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WASTE PADA WHOLE STREAM PERUSAHAAN ROKOK DI PT.X16

IDENTIFIKASI WASTE PADA WHOLE STREAM PERUSAHAAN ROKOK DI PT.X16 16 Identifikasi Waste Pada Whole Stream..(Rahmawati) IDENTIFIKASI WASTE PADA WHOLE STREAM PERUSAHAAN ROKOK DI PT.X16 Rakhmawati Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian,Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN SKRIPSI Diajukan Oleh : Indah Mutiarahma NPM 0532010150 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan khususnya otomotif dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan khususnya otomotif dan juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan khususnya otomotif dan juga industri manufaktur mulai mengadopsi sistem Just In Time atau Kanban karena keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 4 DATA. Primatama Konstruksi departemen PPIC (production planning and inventory

BAB 4 DATA. Primatama Konstruksi departemen PPIC (production planning and inventory BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Pengumpulan Data Untuk EOQ Dalam melakukan penelitian untuk memecahkan permasalahan di PT. Primatama Konstruksi departemen PPIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT Dirgantara Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kedirgantaraan terutama dalam proses perancangan dan pembuatan komponen pesawat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki tahun 1990, Lean Production System yang lahir dari Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian. Dimana tujuan dari sebuah

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pembobotan yang dilakukan terhadap pemborosan (waste)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha peningkatan produktivitas, perusahaan harus mengetahui kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan jasa)

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Era globalisasi menuntut segala aspek kehidupan seluruh masyarakat untuk berubah, lebih berkembang dan maju. Salah satu mekanisme yang menjadi ciri globalisasi dewasa

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Model Perumusan Masalah Metodologi penelitian penting dilakukan untuk menentukan pola pikir dalam mengindentifikasi masalah dan melakukan pemecahannya. Untuk melakukan pemecahan

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING PENERAPAN LEAN MANUFACTURING MENGGUNAKAN WRM, WAQ DAN VALSAT UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES FINISHING (Studi Kasus di PT. Temprina Media Grafika Nganjuk) IMPLEMENTATION OF LEAN MANUFACTURING USING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri manufaktur pesawat terbang semakin berkembang, baik pesawat untuk penumpang maupun barang. Hal ini mendasari pelanggan mengharapkan produk yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pada Proyek Single Aisle lebih memfokuskan pada pembuatan komponen pesawat A320. Komponen pesawat A320 terbagi menjadi 3 komponen yaitu Leading Edge

Pada Proyek Single Aisle lebih memfokuskan pada pembuatan komponen pesawat A320. Komponen pesawat A320 terbagi menjadi 3 komponen yaitu Leading Edge BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dunia industri manufaktur khususnya industri pesawat terbang memiliki prospek bisnis yang semakin maju dan berkembang pesat. Data kebutuhan pesawat terbang yang dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lead Time Istilah lead time biasa digunakan dalam sebuah industri manufaktur. Banyak versi yang dapat dikemukakan mengenai pengertian lead time ini. Menurut Kusnadi,

Lebih terperinci

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE)

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE) Santi Nihayatur Rahmah, Moses L. Singgih MMT ITS, Surabaya Santy_nr@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin meningkatnya pemesanan oleh masyarakat. Oleh karena itu PT. PANCA BUDI IDAMAN lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB I PENDAHAHULUAN I.1 BAB I PENDAHAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tentunya ingin selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meningkatkan hasil produksinya. Produk yang berkualitas merupakan produk yang memenuhi

Lebih terperinci

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM Roberth M Ratlalan 1, Ishardita Pambudi Tama 2, Sugiono 3 Program Magister Teknik Mesin,

Lebih terperinci