JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012"

Transkripsi

1 PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR Skripsi PUNGKY NOR KUSUMAWARDHANI I JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

2 PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PUNGKY NOR KUSUMAWARDHANI I JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan laporan skripsi ini yaitu : 1. Mama, Bapak, Mbak Yem, dan Mas Dewan yang selalu memberikan doa, perhatian, dukungan, dan motivasi kepada penulis. 2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UNS. 3. Ibu Fakhrina Fahma STP, MT, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya. 4. Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya. 5. Ibu Retno Wulan Damayanti, ST, MT selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penelitian ini. 6. Ibu Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT selaku pembimbing akademis dan pembimbing kerja praktek yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran terhadap penelitian ini. 7. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar 8. Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, terima kasih atas informasi dan data yang telah diberikan. 9. Teman-teman Gapoktan, Nia, Jingga, Nisa, Acil, Cintya, Rio, Sony, dan Chacha, terima kasih atas kebersamaan dan perjuangan dalam mencari data. 10. Teman-teman TI 08 terimakasih atas persahabatan dan kekompakannya. 11. Kun Rizki Putranto terimakasih atas doa dan motivasi yang selalu diberikan. 12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan pertolongan yang telah diberikan. vi

7 Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, masukan dan saran yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. Surakarta, September 2012 Penulis vii

8 ABSTRAK Pungky Nor K, NIM : I , PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT DENGAN METODE PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACT) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, September Klaster Biofarmaka Karanganyar berpotensi tinggi menjadi salah satu sentra biofarmaka di Indonesia, sebab sektor pertanian tanaman obat memberikan kontribusi sebesar 21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Kabupaten Karangayar. Saat ini terdapat sepuluh kelompok tani yang menjadi anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Komoditas utamanya adalah jahe, temulawak, dan kunyit. Produktivitas klaster mencapai 1400 ton dengan luas lahan sekitar 270 ha. Meskipun produktivitas klaster tinggi, dari segi kualitas masih terdapat masalah dimana produk simplisia tidak lolos menjadi bahan baku pabrikan di perusahaan jamu karena kadar airnya yang melebihi 10%. Oleh karena itu, untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka diperlukan sebuah sistem pengendalian kualitas secara kontinyu melalui perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam kegiatan pasca panen. Continuous improvement merupakan salah satu cara untuk mengendalikan proses yang sedang berlangsung agar terjadi peningkatan kualitas. Penerapan continuous improvement dilakukan dalam empat tahap sesuai dengan siklus Deming yaitu plan, do, check, dan act (PDCA). Tahapan PDCA dimulai dari perencanaan perbaikan, pelaksanaan rencana perbaikan, pemeriksaan hasil rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh yang berupa standarisasi prosedur pasca panen dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP) yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. SOP yang dirancang terdiri dari keseluruhan tahapan pasca panen untuk produk simplisia dan serbuk. Dari pelaksanaan continuous improvement didapatkan hasil bahwa yang memerlukan tindak lanjut perbaikan adalah tahap pengemasan dan penyimpanan. Setelah divalidasi keseluruhan SOP yang dirancang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka, namun untuk mempertahankan kualitas produk tetap memerlukan konsistensi dari pihak klaster untuk mau menjalankan prosedur pasca panen sesuai dengan SOP. Kata kunci: biofarmaka, continuous improvement, PDCA, SOP. xviii halaman; 36 gambar; 32 tabel; 58 lampiran Daftar pustaka : 19 ( ) viii

9 ABSTRACT Pungky Nor K, NIM : I , DESIGN OF STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) AFTER HARVEST FOR MEDICINE PLAN RHIZOME USING PDCA METHOD (PLAN, DO, CHECK, ACT) IN KARANGANYAR BIOFARMAKA CLUSTER. Skripsi. Surakarta : Departement of Industrial Engineering Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, September Karanganyar Biofarmaka Cluster has a great potention to be one of biofarmaka centre in Indonesia, because of its agriculture sector of herbal medicine provides 21% contibution toward Gross Regional Domestic Product (PRDB) Karanganyar Regency. Nowadays, there are ten of farmer groups as a member of Karanganyar Biofarmaka Cluster. Their primary comodity are ginger, curcuma, and turmeric. Cluster productivity achieves 1400 tons in land width about 270 ha. Though it has a high productivity, there is a problem in quality side which dried slice rhizome products rejected to be a raw material in jamu company because of their moisture content more than 10%. Therefore, for assuring product quality, Biofarmaka Cluster needs a continuous quality control system through continuous improvement toward activity of after harvest time. Continuous improvement is one of way to control a current process in order to improve quality. Implementation of continuous improvement done appropriately using Deming cycle, that are plan, do, check, and act (PDCA). PDCA stage starts from improvement planning, improvement implementation, evaluation result, and corrective action toward result which is a standardization of after harvest procedures in Standard Operating Procedure (SOP) that can be implemented in Biofarmaka Cluster. SOP is designed from a whole after harvest procedures for dried slice rhizome and powder products. Toward action of continuous improvement result, packaging stage and storage stage need corrective action of improvement. After validation process, SOP can be implemented in Biofarmaka Cluster, but to attain product quality, it needs a consistency to implement after harvest procedures appropriately with the written SOP. Keywords: biofarmaka, continuous improvement, PDCA, SOP. xviii pages; 36 figures; 32 tables; 58 appendix References : 19 ( ) ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... iii SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH... iv SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I Perumusan Masalah... I Tujuan... I Manfaat... I Batasan Masalah... I Asumsi... I Sistematika Penulisan... I-4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Klaster Biofarmaka Karanganyar... II Gambaran Umum Klaster Biofarmaka... II Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka... II Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka... II Produktivitas Klaster Biofarmaka... II Rimpang Tanaman Obat... II Kunyit II Temulawak... II Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat... II Tujuan Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat.. II Perlakuan Pasca Panen Tanaman Obat... II-8 x

11 2.4 Pengertian Kualitas... II Fishbone Diagram... II Standard Operating Procedures (SOP)... II Tahap-tahap Teknis Penyusunan SOP... II Simbol-simbol SOP... II Focussed Group Discussion (FGD)... II Anggota Tim dari FGD... II Pertimbangan Melaksanakan FGD... II Manfaat FGD... II Continuous Improvement... II-22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Identifikasi Masalah... III Studi Lapangan... III Studi Pustaka.... III Perumusan Masalah... III Menentukan Tujuan dan Manfaat.... III Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data... III Pengumpulan Data... III Pengolahan Data... III Tahap Analisis dan Intrepetasi Hasil... III Tahap Kesimpulan dan Saran... III-6 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data... IV Prosedur Awal Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar... IV Prosedur Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat dari Kementrian Pertanian... IV Prosedur Pasca Panen Tanaman Obat dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat commit Tradisional to user (B2P2TO-OT)... IV-6 xi

12 4.1.4 Standar Bahan Baku Simplisia di Perusahaan Jamu.IV Pengolahan Data... IV Identifikasi Akar Masalah dengan Fishbone Diagram... IV Perancangan Continuous Improvement pada Pasca Panen Klaster Biofarmaka... IV Validasi Rancangan Dokumen Mutu... IV-52 BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Prosedur Pasca Panen di Klaster Biofarmaka... V Analisis Permasalahan di Klaster Biofarmaka... V Analisis Hasil Pelaksanaan Continuous Improvement di Klaster Biofarmaka... V Analisis Standard Operating Procedures (SOP) Pasca Panen... V-12 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... VI Saran... VI-2 DAFTAR PUSTAKA... xvii LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka... II-4 Tabel 2.2 Parameter Kontrol Kualitas Tahapan Penyimpan Simplisia. II-11 Tabel 2.3 Dimensi Kualitas... II-13 Tabel 2.4 Simbol Bagan Arus Penghubung Kegiatan... II-15 Tabel 2.5 Simbol Bagan Arus Dasar... II-15 Tabel 2.6 Simbol Bagan Arus Penyimpanan... II-16 Tabel 2.7 Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci dalam Proses... II-16 Tabel 2.8 Simbol Bagan Alur Arus... II-17 Tabel 4.1 Perbedaan Prosedur Pasca Panen... IV-9 Tabel 4.2 Hasil FGD Prosedur Pasca Panen... IV-12 Tabel 4.3 Improvement Plan... IV-23 Tabel 4.4 Rancangan Awal SOP Pasca Panen Rimpang... IV-24 Tabel 4.5 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku Rimpang... IV-30 Tabel 4.6 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi dan Pencucian... IV-31 Tabel 4.7 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Perajangan... IV-32 Tabel 4.8 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengeringan... IV-33 Tabel 4.9 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi Kering... IV-34 Tabel 4.10 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Simplisia... IV-35 Tabel 4.11 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Simplisia... IV-36 Tabel 4.12 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku Simplisia... IV-37 Tabel 4.13 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk... IV-38 Tabel 4.14 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Serbuk. IV-39 Tabel 4.15 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Serbuk. IV-40 Tabel 4.16 Rancangan Monitoring Pasca Panen... IV-41 Tabel 4.17 Evaluasi Uji Coba commit Prosedur to Pengeringan user Rimpang... IV-42 xiii

14 Tabel 4.18 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengemasan Simplisia... IV-43 Tabel 4.19 Evaluasi Uji Coba Prosedur Penyimpanan Simplisia... IV-44 Tabel 4.20 Evaluasi Uji Coba Rancangan Awal SOP Pasca Panen... IV-45 Tabel 4.21 Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat... IV-47 Tabel 4.22 Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat... IV-48 Tabel 4.23 Rangkuman Proses PDCA Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat... IV-49 Tabel 5.1 Validasi Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat... V-12 xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka... II-2 Gambar 2.2 Tanaman Kunyit... II-5 Gambar 2.3 Rimpang Kunyit... II-6 Gambar 2.4 Tanaman Temulawak... II-7 Gambar 2.5 Rimpang Temulawak... II-7 Gambar 2.6 Simplisia Rimpang Temulawak... II-9 Gambar 2.7 Simplisia yang Dikemas... II-10 Gambar 2.8 Simplisia dalam Gudang Penyimpanan... II-11 Gambar 2.9 Fishbone Diagram... II-14 Gambar 2.10 Tahapan Teknis Penyusunan SOP... II-18 Gambar 2.11 Siklus PDCA... II-25 Gambar 3.1 Metodologi Penelitian... III-1 Gambar 4.1 Proses Produksi Simplisia Rimpang... IV-3 Gambar 4.2 Proses Produksi Serbuk... IV-4 Gambar 4.3 Proses Produksi Simplisia Kunyit... IV-6 Gambar 4.4 Proses Produksi Simplisia... IV-8 Gambar 4.5 Proses Produksi Serbuk Berdasarkan FGD... IV-14 Gambar 4.6 Proses Produksi Simplisia Berdasarkan FGD... IV-15 Gambar 4.7 Fishbone Diagram... IV-17 Gambar 4.8 Fishbone Diagram Kategori Man... IV-17 Gambar 4.9 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Man... IV-18 Gambar 4.10 Fishbone Diagram Kategori Method... IV-18 Gambar 4.11 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Method... IV-19 Gambar 4.12 Fishbone Diagram Kategori Material... IV-19 Gambar 4.13 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Material... IV-20 Gambar 4.14 Fishbone Diagram Kategori Environment... IV-20 Gambar 4.15 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Environment... IV-21 Gambar 4.16 Fishbone Diagram Kategori Machine... IV-21 Gambar 4.17 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Machine... IV-22 Gambar 4.18 Tahapan Continuous commit Improvement to user Pasca Panen Rimpang. IV-52 xv

16 Gambar 5.1 Perbedaan Ketebalan Rajangan Rimpang... V-2 Gambar 5.2 Perbedaan Pengeringan Secara Manual... V-3 Gambar 5.3 Simplisia dalam Kemasan di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka... V-4 Gambar 5.4 Perbedaan Kondisi Gudang di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka... V-7 Gambar 5.5 Simplisia Hasil Rajangan Mesin Perajang Rimpang... V-8 Gambar 5.6 Alat Pengecek Kadar Air Simplisia... V-8 xvi

17 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak masyarakat yang beralih dari mengkonsumsi obat kimia ke obat herbal yang berasal dari tanaman obat (biofarmaka) seiring dengan munculnya tren back to nature. Deptan (2007) menyatakan bahwa perubahan pola konsumsi dari obat kimia ke obat herbal dimungkinkan adanya tingkat kesadaran masyarakat yang semakin tinggi untuk mengonsumsi obat berbasis bahan baku alami dari tanaman obat. Tanaman obat juga mudah didapatkan dan dibudidayakan. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tanaman obat yang sangat besar. Terdapat 940 spesies tanaman yang berkhasiat sebagai tanaman obat dimana 180 spesies diantaranya telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional (Deptan, 2007). Dengan adanya keanekaragaman tersebut tentunya Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan potensi industri biofarmaka dalam negeri. Produk biofarmaka yang salah satunya berasal dari tumbuhan sangat berpotensi untuk pengembangan Industri Obat Tradisonal (IOT) dan kosmetika (Purnaningsih, 2008). Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pemerintah telah mengembangkan beberapa klaster biofarmaka. Di Jawa Tengah terdapat beberapa klaster biofarmaka antara lain di Kabupaten Karanganyar, Wonogiri, dan Semarang. Klaster-klaster inilah yang menjembatani para stakeholder terkait antara para petani, pemerintah, perguruan tinggi, dan pengusaha IOT. Klaster biofarmaka yang terdapat di Kabupaten Karanganyar merupakan klaster biofarmaka yang berpotensi tinggi menjadi salah satu sentra biofarmaka di Indonesia, sebab sektor pertanian tanaman obat memberikan kontribusi sebesar 21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Kabupaten Karangayar (BPP Jateng, 2010). Saat ini terdapat sepuluh kelompok tani yang menjadi anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten commit to Karanganyar. user Kesepuluh kelompok tani I-1

18 tersebut berasal dari enam kecamatan yang berbeda. Komoditas utama klaster di antaranya adalah jahe, temulawak, dan kunyit. Dalam satu kali panen dapat dihasilkan 544 ton jahe dari lahan seluas 77 ha, 940 ton kunyit dari lahan seluas 94 ha, 365 ton temulawak dari lahan seluas 39 ha, dan masih banyak lagi jenis tanaman obat lainnya. Meskipun Karanganyar dikenal sebagai daerah yang berpotensi besar dalam produk biofarmaka, masih terdapat masalah yang menghambat pengembangan biofarmaka terutama yang berkaitan dengan kuantitas, kontinuitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dari segi kualitas, produk klaster tidak lolos standar untuk menjadi bahan baku pabrikan di perusahaan jamu karena kadar airnya yang melebihi 10%. Masalah tersebut muncul dikarenakan belum terdapat suatu sistem pengendalian kualitas dari hasil pengolahan pasca panen biofarmaka. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka diperlukan sebuah sistem pengendalian kualitas secara kontinyu melalui perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam kegiatan pasca panen. Penerapan continuous improvement dilakukan dalam empat tahap sesuai dengan siklus Deming yaitu plan, do, check, dan act (PDCA). Titik awal dari continuous improvement adalah menyadari adanya masalah dan kebutuhan akan perbaikan (Purnomo, 2004). Tjiptono dan Diana (1996) menyatakan bahwa continuous improvement tidak sekedar memecahkan masalah, tetapi juga memperbaiki penyebab penyimpangan dari standar yang ditetapkan. Standar kadar air simplisia yang baik adalah kurang dari 10%, oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan kualitas produk simplisia melalui metode PDCA sebagai continuous improvement pada proses pasca panen. Gaspersz (2006) menyatakan bahwa continuous improvement melalui siklus PDCA merupakan salah satu cara untuk mengendalikan proses yang sedang berlangsung agar terjadi peningkatan kualitas. Dengan menerapkan metode PDCA diharapkan kualitas simplisia dapat memenuhi standar mutu pabrik, sebab dilakukan perbaikan secara terus-menerus sejak dari prosesnya. Tahapan PDCA dimulai dari perencanaan perbaikan, pelaksanaan rencana perbaikan, pemeriksaan hasil rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh yang berupa standarisasi prosedur pasca panen I-2

19 dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP) yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orangorang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar, dan sistematis (Tambunan, 2011). Klaster belum memiliki prosedur operasional standar yang dapat diaplikasikan dengan baik, sehingga para petani pun hanya menjalankan prosedur budidaya dan pasca panen berdasarkan pengalaman. Hal ini menyebabkan adanya variasi prosedur diantara para petani. Pengembangan dan penggunaan SOP dapat meminimasi variasi output dan meningkatkan kualitas melalui implementasi yang konsisten pada proses atau prosedur di dalam organisasi (U.S. EPA, 2007). SOP yang dihasilkan di Klaster Biofarmaka dapat digunakan sebagai SOP percontohan di kelompok-kelompok tani yang menjadi anggota klaster. Dengan adanya SOP pasca panen, diharapkan klaster memiliki sebuah pedoman untuk dapat mengimplementasikan proses pasca panen rimpang tanaman obat yang baik, sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas, aman dikonsumsi, dan dapat memenuhi standar penerimaan baik perusahaan jamu maupun pasar. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang ada dapat dirumuskan adalah bagaimana merancang Standard Operating Procedure (SOP) pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar melalui metode plan, do, check, dan act (PDCA). 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan penyelesaian penyebab permasalahan dari sisi kualitas yang dialami oleh Klaster Biofarmaka dan menghasilkan SOP pasca panen melalui metode PDCA sebagai continuous improvement di Klaster Biofarmaka Karanganyar. I-3

20 1.4 Manfaat Dengan adanya penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. SOP pasca panen yang diimplementasikan dapat meningkatkan kualitas produk Klaster Biofarmaka. 2. SOP pasca panen yang dihasilkan dapat menjadi SOP percontohan bagi kelompok-kelompok tani anggota klaster. 1.5 Batasan Masalah Batasan masalah yang ada dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis rimpang yang menjadi kajian penelitian adalah temulawak dan kunyit. 2. Produk olahan rimpang yang dihasilkan dari kegiatan pasca panen berupa simplisia dan serbuk. 3. Penelitian hanya membahas permasalahan di Klaster Biofarmaka dari segi kualitas. 1.6 Asumsi Asumsi yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini adalah mesin dan peralatan yang digunakan pada pengolahan pasca panen dalam keadaan baik. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan laporan tugas akhir ini, diberikan uraian bab demi bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasan. Sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan urutan latar belakang mengenai pemilihan tema yang diangkat, perumusan masalah yang diangkat, maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi-asumsi. I-4

21 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tinjauan umum perusahaaan mulai dari sejarah berdirinya klaster, visi dan misi, struktur organisasi, dan proses pasca panen yang ada di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Pada bab ini juga berisi tinjauan pustaka yaitu dasar-dasar teori yang dijadikan sebagai acuan literatur sesuai dengan tema laporan tugas akhir ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya diberi penjelasan. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini merupakan penyajian dan pengolahan data yang diperoleh dari perusahaan tempat pengamatan sesuai dengan garis besar pengolahan data pada bab IV. BAB V ANALISIS Bab ini menginterpretasikan hasil-hasil pengolahan data pada bab IV yang berupa hasil analisis agar dapat dipahami maksud dari setiap hasil yang diperoleh. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saran-b saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. I-5

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang menjadi landasan teori dalam penelitian tugas akhir. 2.1 Klaster Biofarmaka Karanganyar Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang gambaran Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar Gambaran Umum Klaster Biofarmaka Karanganyar Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra tanaman biofarmaka di Jawa Tengah, yang menyediakan bahan baku jamu tradisional yang jumlahnya melimpah. Tanaman biofarmaka ini dapat tumbuh baik secara alami maupun dibudidayakan oleh para petani baik perorangan maupun kelompok. Menurut data dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, Kabupaten Karanganyar memiliki luas lahan tanaman obat-obatan sekitar 200 Ha (BPP Jateng, 2010). Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi biofarmaka yang cukup besar Pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk Klaster Biofarmaka pada bulan Maret Klaster ini beranggotakan gabungan dari beberapa kelompok tani biofarmaka di Kabupaten Karanganyar antara lain: 1. Kelompok Tani Sumber Rejeki I dari Kecamatan Jumantono. 2. Kelompok Tani Madu Asri II dari Kecamatan Ngargoyoso. 3. Kelompok Tani Kridotani dari Kecamatan Kerjo. 4. Kelompok Tani Aneka Karya Lestari dari Kecamatan Mojogedang. 5. Kelompok Tani Trisno Asih dari Kecamatan Jumapolo. 6. Kelompok Tani Sedyo Tekad dari Kecamatan Jatipuro. 7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo dari Kecamatan Kerjo. 8. Kelompok Tani Tani Waras dari Kecamatan Jatipuro 9. Kelompok Tani Ngudi Makmur I dari Kecamatan Jumantono. 10. Kelompok Tani Kismo Mulyo dari Kecamatan Jumapolo. II-1

23 2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka Visi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia. Misi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budi daya toga, dan kualitas produksi. 2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan jumlah produksi dan penghasilan petani. 2. Terbentuknya home industry biofarmaka berupa simplisia, tepung/serbuk, dan jamu instan. 3. Meningkatkan kesejahteraan para anggota klaster dan masyarakat Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka Struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka Sumber: Klaster Biofarmaka, commit to 2011 user II-2

24 Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Ketua a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster. b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster. c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan, pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang produktivitas klaster. 2. Wakil Ketua I dan II Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di klaster. 3. Sekretaris Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan. 4. Wakil Sekretaris Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang dilaksanakan di klaster. 5. Bendahara Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk permodalan. 6. Produksi Usaha Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan pasca panen. 7. Pengolahan dan Pemasaran Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terait dengan pemasaran. 8. Usaha Membantu kelancaran kegiatan setiap unit usaha yang terdapat di klaster. II-3

25 2.1.4 Produktivitas Klaster Biofarmaka Jumlah anggota Klaster Biofarmaka di Kabupaten Karanganyar adalah 400 petani biofarmaka. Berbagai komoditas yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka No. Jenis Komoditas Luas (Ha) Jumlah Hasil Panen (Kg) 1. Jahe Kunyit Kencur Temulawak Lengkuas Kunyit Mangga Kunyit Putih Bengle Temu Ireng Temu Kunci Sumber: Klaster Biofarmaka, Rimpang Tanaman Obat Masyarakat Indonesia telah lama mengenal manfaat tanaman obat-obatan seperti jahe, kunyit, kencur, dan temulawak yang digunakan sebagai obat herbal. Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman rimpang (suku Zingiberaceae) yang digunakan dalam hampir semua obat-obatan herbal karena memiliki manfaat untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit degeneratif, penurunan imunitas dan vitalitas (Paramitasari, 2011) Kunyit Kunyit (Curcuma domestica) adalah tanaman obat jenis rimpang yang mengandung senyawa kurkumin yang bersifat antioksidan,antitumor, antimikroba, serta dapat menyembuhkan beberapa penyakit diantaranya sariawan, rematik, tifus, diabetes mellitus, usus buntu, campak, menurunkan kadar lemak darah dan II-4

26 kolesterol, serta sebagai pembersih darah. Berikut adalah klasifikasi tanaman kunyit: Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zungiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi cm. Batangnya merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun kunyit merupakan daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan (Tilaar, 2006). Gambar 2.2 Tanaman Kunyit II-5

27 Gambar 2.3 Rimpang Kunyit Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorizza Robx) adalah tanaman obat jenis rimpang yang mengandung senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang bersifat antioksidan, antikolesterol, antimikroba, serta dapat digunakan sebagai obat diantaranya obat jerawat, penambah nafsu makan, penurun kolesterol, anemia, dan pencegah kanker. Berikut adalah klasifikasi tanaman temulawak: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga 1-2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang temulawak terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun cm dan lebar cm, panjang tangkai daun termasuk helaian cm. Kelopak bunga temulawak berwarna putih berbulu, panjang 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4-5 cm, helaian bunga berbentuk bundar commit memanjang to user berwarna putih dengan ujung II-6

28 yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25 2 cm dan lebar 1 cm (Tilaar, 2006). Gambar 2.4 Tanaman Temulawak Gambar 2.5 Rimpang Temulawak 2.3 Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat Pengelolaan pasca panen merupakan suatu perlakuan yang diberikan kepada hasil panen sehingga produk siap dikonsumsi (Katno, 2008). Kementrian Pertanian (2011) menyebutkan pasca panen adalah tindakan yang dilakukan setelah panen, mulai dari membersihkan hasil panen dari kotoran, tanah, dan mikroorganisme yang tidak diinginkan melalui pencucian, sortasi, perajangan, pengeringan, pengemasan, sampai commit dengan to penyimpanan. user Hasil dari pengelolaan II-7

29 pasca panen ini adalah bahan baku obat tradisional yang berupa bagian keseluruhan tanaman yang telah dikeringkan yang disebut simplisia Tujuan Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat Tujuan pasca panen adalah untuk menghasilkan produk yang tahan simpan, berkualitas dengan mempertahankan kandugan bahan aktif yang memenuhi standar mutu secara konsisten (Kementrian Pertanian, 2011). Widiyastuti (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan penanganan dan pengelolaan saat pasca panen adalah sebagai berikut: a. Untuk memperoleh bahan baku yang memenuhi standar mutu. b. Menghindari terbuangnya hasil panen secara percuma serta mengurangi kerusakan hasil panen. c. Agar semua hasil panen dapat dimanfaatkan sesuai harapan. Dengan adanya penanganan dan pengelolaan pasca panen yang tepat diharapkan dapat menjamin kualitas bahan baku obat tradisional (simplisia) baik secara fisik maupun kimiawi Perlakuan Pasca Panen Tanaman Obat Katno (2008) menyatakan bahwa terdapat delapan tahapan pasca panen tanaman obat sebagai bahan baku pembuat simplisia, yaitu: 1. Pengumpulan bahan baku Beberapa hal yang harus diperhatikan dari pengumpulan bahan baku tanaman obat antara lain adalah bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman, dan waktu yang tepat saat panen. Pengumpulan dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak bahan dan tanaman induknya, selain itu bahan yang dikumpulkan benar-benar dipilih sesuai kebutuhan. 2. Sortasi basah Sortasi basah dilakukan pada bahan segar dengancara memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya yang ikut dalam pengumpulan, seperti tanah, kerikil, gulma, dan bagian tanaman yang tidak diinginkan, 3. Pencucian Tanah dan kotoran yang tidak dapat dihilangkan pada kegiatan sortasi dapat dibersihkan pada tahap pencucian. Pencucian berfungsi untuk menurunkan II-8

30 jumlah mikroba yang menyebabkan pembusukan dan membuat penampilan bahan segar terlihat lebih menarik. Setelah dicuci bahan segar ditiriskan untuk menghilangkan air yang ada di permukaan. 4. Perubahan bentuk Beberapa jenis bahan baku simplisia mengalami perubahan bentuk misalnya menjadi irisan atau potongan untuk memudahkan tahapan pasca panen selanjutnya. Tidak semua jenis simplisia mengalami perubahan bentuk, umumnya hanya terbatas pada simplisia rimpang, akar, umbi, batang, kayu, dan kulit batang atau kulit akar. Gambar 2.6 Simplisia Rimpang Temulawak 5. Pengeringan Pengeringan merupakan suatu upaya untuk menurunkan kadar air bahan simplisia hingga tingkat yang diinginkan. Pengeringan juga bermanfaat untuk mencegah timbulnya jamur dan bakteri. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami yang menggunakan sinar matahari langsung dan pengeringan buatan dengan menggunkan oven. 6. Sortasi kering Prinsip sortasi kering sama dengan sortasi basah, tetapi dilakkukan saat bahan simplisia telah kering sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor lain yang masih ada, seperti bagian yang tidak diinginkan, tanah, atau pasir. 7. Pengemasan Pengemasan simplisia sangat berpengaruh terhadap mutu simplisia terkait dengan pengangkutan dan commit penyimpanan. to user Pengemasan bertujuan untuk II-9

31 melindungi simplisia saat pengangkutan, distribusi, dan penyimpanan dari gangguan luar seperti suhu, kelembaban, sinar, pencemaran mikroba, serta serangga. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bahan pengemas yaitu: a. Bersifat netral yang artinya tidak bereaksi dengan simplisia yang berakibat terjadinya perubahan bau, rasa, kadar air, dan kandungan senyawa kimianya. b. Mampu mencegah terjadinya kerusakan mekanis. c. Mampu mencegah terjadinya kerusakan fisiologis, misalnya karena pengaruh sinar dan kelembaban. Gambar 2.7 Simplisia yang Dikemas di B2P2TO-OT 8. Penyimpanan Penyimpanan merupakan upaya mempertahankan kualitas simplisia, baik secara fisik maupun jenis dan kadar senyawa kimianya, sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Beberapa persyaratan fisik yang harus dipenuhi gudang penyimpanan yaitu: a. Ventilasi udara yang cukup baik, agar sirkilasi udara tetap lancar. b. Tingkat kelembaban rendah. c. Tidak ada kebocoran. d. Sinar matahari tidak dapat masuk secara langsung, sehingga tidak memicu terjadinya penguapan dan kerusakan senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia. e. Dapat mencegah masuknya serangga dan tikus. II-10

32 Gambar 2.8 Simplisia dalam Gudang Penyimpanan B2P2TO-OT Berikut parameter kontrol kualitas beberapa tahapan penyiapan simplisia adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Parameter Kontrol Kualitas Tahapan Penyimpan Simplisia Tahapan Tujuan Proses Parameter Kontrol Kualitas Sortasi Kebenaran bahan Eliminasi bahan organik asing Mikroskopis dan makroskopis Prosentasi bahan organik asing Pencucian Eliminasi cemaran fisik, mikroba, dan pestisida Angka cemaran mikroba dan pestisida Perubahan bentuk Aspek kepraktisan dan grading serta memudahkan proses berikutnya Keseragaman bentuk dan ukuran Mudah dikeringkan dan dikemas Pengeringan Pencapaian kadar air < 10% Kadar air dan stabilitas kandungan kimia Pengemasan Mencegah kontaminasi dan menjaga kestabilan tingkat kekeringan bahan Angka cemaran mikroba Kadar air / susut pengeringan Sumber : Katno, 2008 II-11

33 2.4 Pengertian Kualitas Pada dasarnya kualitas adalah derajat atau tingkatan dimana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (Purnomo, 2004). Tjiptono dan Diana (1996) menyebutkan beberapa definisi kualitas dari beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Joseph Juran Kualitas adalah kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use). Pendekatan Juran adalah orientasi yang memenuhi harapan pelanggan. b. Deming Kualitas adalah pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan secara terus-menerus. c. Crosby Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan (meet the requirements). d. Feigenbaum Kualitas adalah gabungan seluruh karakteristik produk dan pelayanan yang meliputi pemasaran, keteknikan, manufaktur, dan perawatan, di mana seluruh produk dan pelayanan yang digunakan disesuaikan dengan harapan / kebutuhan konsumen. Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah produk (barang atau jasa) dapat dikatakan berkualitas apabila produk tersebut memenuhi persyaratan yang dapat memberikan kepuasan terhadap ekspektasi pelanggan. Secara matematis kualitas dapat dihitung dari perbandingan antara performance dan expectations. Performance dapat diartikan apa yang dapat dilakukan sebuah produk terhadap konsumen, sedangkan expectations berarti harapan konsumen terhadap produk yang digunakan (Yang dan El-Haik, 2003). Terdapat sembilan dimensi kualitas yaitu: II-12

34 Tabel 2.3 Dimensi Kualitas Dimensi Arti dan Contoh Performance Karakteristik utama produk, contohnya tingkat kecerahan gambar. Feature Karakteristik sekunder atau tambahan, contohnya remote control. Conformance Memenuhi spesifikasi atau standar industri. Reliability Konsistensi waktu performansi produk, waktu rata-rata sampai produk tersebut mengalami kegagalan fungsi. Durability Berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan, termasuk perbaikan. Service Pemecahan masalah dan complain, mudah diperbaiki. Response Hubungan saling bertatap muka, contohnya proses jual-beli. Aesthetic Karakteristik sensorik, contohnya tampilan eksterior. Reputation Performansi produk sebelumnya dan tidak dinyatakan secara jelas, contohnya brand image dan pemberian ranking produk oleh konsumen. Sumber: Yang dan El-Haik, 2003 Untuk menghasilkan produk berkulaitas yang dapat memberikan kepuasan terhadap ekspektasi pelanggan, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality control) selama proses produksi. Gaspersz (2006) menyatakan pengendalian kualitas melibatkan beberapa aktivitas berikut: 1. Mengevaluasi kinerja aktual (actual performance). 2. Membandingkan aktual dengan targer (sasaran). 3. Mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target (sasaran). 2.5 Fishbone Diagram Bentuk diagram ini mirip dengan kerangka ikan sehingga disebut sebagai fishbone diagram. Fishbone diagram terdiri dari garis dan simbol yang dirancang untuk mewakili hubungan antara efek dan penyebabnya, sehingga disebut juga sebagai cause and effect diagram. Selain itu diagram ini biasanya disebut diagram Ishikawa, setelah Dr. Kaoru Ishikawa commit yang to user dianggap sebagai bapak QC Circles. II-13

35 Fishbone diagram adalah alat yang sangat efektif untuk menganalisis penyebab terjadinya masalah. Gambar 2.9 Fishbone Diagram Sumber: Furuy et.al, 2003 Furuy et.al (2003) menyatakan bahwa terdapat empat langkah untuk menganalisis penyebab masalah menggunakan fishbone diagram yaitu: 1. Tuliskan masalah di sisi kanan dan kotakkan masalah tersebut. Gambarlah main arrow dari kiri ke kanan, dengan kepala panah menunjuk ke masalah. 2. Identifikasi semua kategori utama penyebab masalah, contohnya man, machine, material, method, dan environment. Gunakan branch arrow untuk menghubungkan kategori ke main arrow. 3. Gunakan twig arrow untuk menghubungkan penyebab utama yang diidentifikasi pada langkah 2 sampai pada masing-masing branch arrow. 4. Identifikasi penyebab rinci dari setiap penyebab utama dan hubungkan penyebab-penyebab tersebut ke twig arrow, dengan menggunakan twig arrow yang lebih kecil. 2.6 Standard Operating Procedures (SOP) Standard Operating Procedures (SOP) pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orangorang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar, dan sistematis (Tambunan, 2011). Tujuan pembuatan SOP adalah untuk menyederhanakan pekerjaan supaya berfokus pada inti agar lebih cepat dan tepat (Ekotama, 2011). SOP secara teknis bermanfaat bagi sebuah organisasi atau II-14

36 industri sebab SOP berperan sebagai alat pengendalian dalam penerapan prosedur-prosedur yang dilakukan dalam organisasi. Tambunan (2011) menyebutkan beberapa manfaat teknis SOP bagi organisasi antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menjamin adanya standarisasi kebijakan, peraturan, baik yang dibuat intern organisasi maupun dari ekstern, misalnya undang-undang, maupun yang berupa aturan lainnya dari institusi seperti Bapepam, dan lain-lain. 2. Menjamin adanya standarisasi pelaksanaan setiap prosedur operasional standar yang telah ditetapkan menjadi pedoman baku organisasi. 3. Menjamin adanya standarisasi untuk penggunaan dan distribusi formulir, blanko, dan dokumen dalam prosedur operasional standar. 4. Menjamin adanya standarisasi sistem administrasi (termasuk kegiatan penyimpanan arsip dan sistem dokumentasi). 5. Menjamin adanya standarisasi validasi dalam alur kegiatan yang telah ditetapkan. 6. Menjamin adanya standarisasi pelaporan. 7. Menjamin adanya standarisasi kontrol. 8. Menjamin adanya standarisasi untuk pelaksanaan evaluasi dan penilaian kegiatan organisasi. 9. Menjamin adanya standarisasi untuk pelayanan dan tanggapan kepada pihak luar organisasi. 10. Menjamin adanya standarisasi untuk keterpaduan dan keterkaitan di antara prosedur dengan prosedur operasional lainnya di dalam konteks dan kerangka tujuan organisasi. 11. Menjamin adanya acuan yang formal bagi anggota organisasi untuk menjalankan kewajiban di dalam prosedur operasional standar. 12. Menjamin adanya acuan yang formal untuk setiap perbaikan serta pengembangan prosedur-prosedur operasional standar di masa datang Tahap-tahap Teknis Penyusunan SOP Tambunan (2011) menyebutkan terdapat delapan tahap teknis penyusunan SOP adalah sebagai berikut: II-15

37 1. Tahap Persiapan Tahapan ini bertujuan untuk memahami kebutuhan penyusunan atau pengembangan SOP serta menyusun alternatif tindakan yang harus dilakukan oleh organisasi. Produk dari tahap ini adalah keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan. 2. Tahap Pembentukan Organisasi Tim Tahapan ini bertujuan untuk menetapkan tim atau organisasi tim yang bertanggungjawab untuk melaksanakan alternatif tindakan yang telah dibuat dalam tahap persiapan. Produk dari tahap ini adalah pedoman pembagian tugas dan kontrol pekerjaan. 3. Tahap Perencanaan Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi, metodologi, rencana, dan program kerja yang akan digunakan tim pelaksana penyusunan. Produk dari tahap ini adalah pedoman perencanaan dan program kerja rinci. 4. Tahap Penyusunan Tahapan ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan SOP sesuai perencanaan yang telah ditetapkan. Produk dari tahap ini adalah draft pedoman SOP. 5. Tahap Uji Coba Tahapan ini bertujuan menerapkan SOP dalam bentuk uji coba draft pedoman SOP yang telah dibuat dalam tahap penyusunan. Produk dari tahap ini adalah laporan hasil uji coba yang digunakan untuk melakukan penyempurnaan draft pedoman SOP. 6. Tahap Penyempurnaan Tahapan ini bertujuan menyempurnakan pedoman SOP berdasarkan laporan hasil uji coba yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Produk dari tahap ini adalah pedoman SOP akhir yang digunakan sebagai pedoman standar dalam organisasi. 7. Tahap Implementasi Tahapan ini bertujuan untuk mengimplementasikan pedoman SOP akhir secara menyeluruh dan standar dalam organisasi. Produk dari tahap ini adalah II-16

38 laporan implementasi yang akan menjadi dasar dalam melakukan tahapan pemeliharaan dan audit. 8. Tahap Pemeliharaan dan Audit Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari seluruh tahap-tahap teknis penyusunan SOP dan bertujuan untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan audit atas pelaksanaan penerapan SOP dalam organisasi selama periode tertentu. Produk dari tahap ini adalah laporan perbaikan rutin dan laporan kebutuhan perbaikan besar atas SOP. Gambar 2.10 Tahapan Teknis Penyusunan SOP Sumber : Tambunan, Simbol-simbol SOP Berikut adalah simbol-simbol yang secara umum digunakan dalam penyajian SOP: II-17

39 Tabel 2.4 Simbol Bagan Arus Penghubung Kegiatan Gambar Keterangan A B Sumber : Tambunan, 2011 Penghubung Prosedur dalam Satu Halaman (On - Page Connector) Penghubung Prosedur Berbeda Halaman (Off - Page Connector) Tabel 2.5 Simbol Bagan Arus Dasar Gambar Keterangan Persiapan (Preparation) Proses (Process) Keputusan (Decision) Proses Utuh (Predefined Process) Masukan Manual (Manual Input) Pemisah Prosedur (Terminator) Dokumen (Documents) Proses Pengganti (Alternate Process) Data (Data) Kegiatan Manual (Manual Operation) Kartu (Card) Sumber : Tambunan, 2011 II-18

40 Tabel 2.6 Simbol Bagan Arus Penyimpanan Gambar Keterangan Pita Tertanda (Punched Tape) Data Tersimpan (Stored Data) Disket Magnetik (Magnetic Disk) Penyimpanan Intern (Internal Storage) Sumber : Tambunan, 2011 Penyimpanan Akses Langsung (Direct Access Storage) Penyimpanan Akses Berurutan (Sequential Access Storage) Tabel 2.7 Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci dalam Proses Gambar Keterangan Tampilan (Display) Penghubung (Collate) Penggabungan (Merge) Pemaduan (Summing Junction) Sortir (Sort) Tunda (Delay) Penguraian (Extract) Pilihan Langkah Sumber : Tambunan, 2011 II-19

41 Gambar Tabel 2.8 Simbol Bagan Alur Arus Keterangan Sumber : Tambunan, 2011 Alur/Garis Penghubung tanpa Tanda Panah (berbagai arah) Alur/Garis Penghubung dengan Tanda Panah (berbagai arah) 2.7 Focused Group Discussion (FGD) FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006). FGD merupakan proses pengumpulan informasi yang tidak melalui wawancara, tidak secara perorangan, dan bukan merupakan diskusi bebas tanpa topik spesifik. FGD berbeda dengan wawancara kelompok, sebab dalam FGD terdapat fasilitator/moderator yang memimpin jalannya diskusi dengan mengemukakan suatu persoalan atau kasus sebagai bahan diskusi Anggota Tim dari FGD Pembentukan tim merupakan langkah awal keberhasilan dalam FGD. Irwanto (2006) menyatakan bahwa setiap FGD membutuhkan: 1. Moderator Moderator merupakan orang yang memimpin atau memfasilitasi diskusi. Dalam penelitian, seorang peneliti sering berfungsi sebagai moderator sehingga proses penelitian dapat dikendalikan sepenuhnya. 2. Pencatat proses Pencatat proses berfungsi merekam inti permasalahan yang didiskusikan dan memberitahu moderator mengenai waktu, fokus diskusi, pertanyaan penelitian yang belum terjawab, dan kesempatan untuk berbicara bagi peserta yang pasif. 3. Penghubung peserta Penghubung peserta bertugas untuk mencari peserta FGD sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. II-20

42 4. Bloker Bloker merupakan anggota tim yang bertugas untuk menjaga agar jalannya FGD tidak terganggu. 5. Petugas logistik Petugas logistik merupakan anggota tim yang membantu peneliti dengan transportasi, memastikan adanya tempat untuk FGD, dan memastikan terpenuhinya kebutuhan lain, seperti konsumsi dan alat-alat komunikasi Pertimbangan Melaksanakan FGD Irwanto (2006) menyatakan setidaknya terdapat tiga alasan dilakukannya FGD yaitu filosofis, metodologis, dan praktis. 1. Secara filosofis, seorang peneliti melakukan FGD sebab: a. Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan sumber informasi dari berbagai latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi, memberikan perspektif yang berbeda jika dibandingkan dengan pengetahuan yang didapat dari proses komunikasi searah antara peneliti dengan obyek yang diteliti. b. Diskusi sebagai proses pertemuan antar pribadi yang merupakan sebuah aksi dimana para peserta mengeluarkan buah pikiran dan berdebat atau saling mengkonfirmasi pengalaman masing-masing, sehingga setelah diskusi berakhir para peserta akan mengalami perubahan. 2. Secara metodologis, seorang peneliti melakukan FGD sebab: a. Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara individu sebab pendapat kelompok merupakan hal yang penting. b. Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif singkat. c. Sebagai metode yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat lokal dan spesifik, oleh sebab itu FGD yang melibatkan masyarakat setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai. 3. Secara praktis, seorang peneliti melakukan FGD sebab penelitian yang bersifat aksi membutuhkan perasaan memiliki commit to dari user masyarakat yang diteliti, sehingga II-21

43 saat peneliti memberikan rekomendasi aksi, dengan mudah masyarakat mau menerima rekomendasi tersebut Manfaat FGD Metode FGD termasuk metode kualitatif sehingga FGD berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why. Suhaimi (1999) menyebutkan beberapa manfaat FGD adalah sebagai berikut: 1. Interaksi kelompok, memungkinkan munculnya respons yang lebih kaya dan pemikiran baru yang lebih berharga. 2. Dapat langsung mengamati diskusi dan mendapat insight mengenai perilaku, sikap, bahasa, dan perasaan responden. 3. Biaya yang murah dan waktu yang cepat. 2.8 Continuous improvement Fauzi (2008) menyatakan bahwa perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) adalah sebuah usaha untuk mencapai target yang ditetapkan dari visi perusahaan dengan terus meningkatkan bisnis dan proses produksi melalui siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action). Dalam siklus ini dilakukan komparasi antara hasil yang dicapai melalui penetapan target dengan hasil sebelumnya untuk mengambil tindakan-tindakan korektif yang diperlukan. Plan-Do-Check-Act (PDCA) adalah siklus perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh Walter Shewhart di Western Electric dan dipopulerkan oleh Dr. W. Edwards Deming. Keempat fase plan, do, check dan act menggabungkan perencanaan yang matang dengan melakukan uji coba dalam skala kecil, dan menggunakan umpan balik untuk membakukan metode yang paling efektif (Foster, 1995). Foster (1995) menjelaskan bahwa tahapan plan melibatkan pengaturan batasan, memutuskan data apa saja yang dibutuhkan, bagaimana data tersebut akan dikumpulkan dan apa artinya. Tahapan ini memerlukan analisis dan pemilihan perbaikan alternatif. Do berupa pelaksanaan perubahan yang telah direncanakan. Pada tahapan check dilakukan penilaian hasil perubahan dan act menempatkan alternatif yang paling efektif sebagai model standar operasi. Lalu, siklus dimulai lagi dengan perbaikan set baru yang direncanakan. II-22

44 Gambar 2.11 Siklus PDCA Sumber: Foster, 1995 Dari gambar di atas dapat diketahui masing-masing tahapan dalam siklus PDCA. Tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Fase Plan, yang dilakukan pada tahap ini adalah a. Mendifinisikan hal-hal yang dapat menjadi sebagai improvement opportunity b. Menunjukkan proses yang berlangsung saat ini. c. Mengukur keefektifan proses yang berlangsung saat ini. d. Merencanakan perubahan berupa alternatif perbaikan 2. Fase Do, yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan perubahan proses dengan cara menjalankan proses baru yang memuat alternatif perbaikan. 3. Fase Check, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengevaluasi hasil dari perubahan proses yang dijalankan. 4. Fase Act, yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan reaksi terhadap hasil yang didapat dari hasil proses yang memuat alternatif perbaikan. Berikut adalah diagram alir dari konsep continuous improvement yang telah diuraikan sebelumnya: II-23

45 STEP 1 Define the Improvement Opportunity STEP 2 Show the Current Process STEP 3 Measure the Current Process PLAN Special Cause? Yes PSP No STEP 4 Plan the Change STEP 5 Do it the New Way DO STEP 6 Check the Result CHECK Is Process Capable? No Yes PSP STEP 7 Act on the Result ACT Gambar 2.11 Diagram Alir Continuous Improvement Sumber: Foster, 1995 II-24

46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam pembuatan laporan tugas akhir. Metodologi ini berisi langkah-langkah yang dilakukan selama tugas akhir. Langkah-langkah tersebut disajikan pada gambar 3.1. Tahap Identifikasi Masalah Studi Lapangan Mulai Studi Pustaka Perumusan Masalah Penentuan Tujuan dan Manfaat Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan Data: 1. Data primer yang berupa: a. Wawancara dengan petani dan pengamatan langsung tentang prosedur pasca panen rimpang tanaman obat. b. Pengamatan prosedur pasca penen dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT). c. Standar simplisia yang diterima oleh perusahaan jamu. d. Focuss Group Discussion (FGD) untuk membuat rancangan awal SOP 2. Data sekunder berupa: a. Prosedur pasca panen rimpang dari Kementrian Pertanian. Pengolahan Data: 1. Identifikasi akar masalah menggunakan fishbone diagram. 2. Perancangan SOP Pasca Panen dengan metode PDCA: Plan à menentukan improvement plan dan membuat rancangan awal SOP pasca panen Do à melakukan uji coba skala kecil Checkà melakukan evaluasi uji coba terhadap rancangan awal SOP Act àmelakukan perbaikan dan membakukan prosedur dalam bentuk dokumen SOP pasca panen Tidak SOP valid? Ya Tahap Analisis Analisis dan Intrepretasi Hasil Tahap Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Metodologi Penelitian III-1

47 Secara umum metodologi penelitian yang dilakukan dibagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap identifikasi masalah, tahap pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisis, dan tahap kesimpulan dan saran. 3.1 Tahap Identifikasi Masalah Pada tahap identifikasi masalah ini dilakukan studi lapangan, studi pustaka, identifikasi latar belakang masalah, perumusan masalah, dan menentukan tujuan serta manfaat penelitian Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan dari bulan Maret 2012 di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT). Tujuannya adalah untuk mempelajari prosedur pasca panen rimpang tanaman obat yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. Tahap ini menekankan pemahaman prosedur pembuatan produk olahan rimpang yaitu simplisia dan serbuk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Dari studi lapangan ini dapat diidentifikasi topik permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian, yaitu tentang diperlukannya perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam proses pasca panen rimpang tanaman obat yang ditunjang dengan adanya standardisasi prosedur yang berupa Standard Operating Procedures (SOP) Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan berdasarkan permasalahan yang telah secara bersamaan teridentifikasi pada tahap studi lapangan. Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan mempelajari pustaka yang relevan dengan permasalahan yang ada sehingga dapat diberikan solusi pada permasalahan tersebut. Setelah melihat permasalahan pada klaster yang berkaitan dengan continuous improvement dan prosedur pasca panen rimpang tanaman obat, maka jenis pustaka yang digunakan adalah buku dan jurnal yang membahas tentang Standard Operating Procedure (SOP) dan continuous improvement. III-2

48 3.1.3 Perumusan Masalah Pada tahap ini akan ditetapkan permasalahan yang akan dibahas untuk dicari pemecahan masalahnya. Setelah melakukan pengamatan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), dan perusahaan jamu maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut. Perumusan masalah tersebut adalah bagaimana merancang Standard Operating Procedure (SOP) pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar melalui metode plan, do, check, dan act (PDCA) Penentuan Tujuan dan Manfaat Pada tahap ini ditentukan tujuan yang dicapai dan manfaat penelitian dalam penulisan laporan. Tujuan dan manfaat penelitian dibuat berdasarkan pada perumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya. 3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Setelah mengidentifikasi masalah dilakukan pengumpulan data dan pengolahan data yang didapatkan selama penelitian Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam tugas akhir ini terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya data yang diperoleh yaitu: a. Wawancara dengan petani dan pengamatan langsung tentang prosedur pasca panen rimpang tanaman obat dan identifikasi masalah di Klaster Biofarmaka. b. Wawancara dengan praktisi di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) dan pengamatan langsung mengenai prosedur pasca panen rimpang tanaman obat. III-3

49 c. Wawancara dengan praktisi di perusahaan jamu mengenai kriteria standar bahan baku simplisia yang dapat diterima oleh perusahaan. d. Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan bersama pengurus klaster untuk mendapatkan rancangan awal prosedur pasca panen yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. 2. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil pengamatan sebelumnya dan mempunyai kaitan dengan obyek yang akan diteliti. Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian bersumber pada: a. Dokumen tertulis prosedur pasca panen rimpang dari Kementrian Pertanian Pengolahan Data Pada tahap pengolahan data ini data dikumpulkan, lalu diolah dengan urutan sebagi berikut: 1. Mengidentifikasi akar masalah dengan fishbone diagram. Identifikasi akar masalah dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara. Masalah yang sebelumnya muncul dari faktor man, method, machine, material, dan environment di-breakdown menggunakan fishbone diagram, sehingga muncul hubungan sebab akibat yang dapat diketahui sebagai akar masalah penyebab tingginya kadar air simplisia. 2. Perancangan SOP pasca panen dengan metode PDCA. Melakukan perancangan SOP dengan metode PDCA untuk mencapai continuous improvement dengan menggunakan siklus Deming yang terdiri dari empat tahap yaitu: a. Plan Pada tahap ini dilakukan rencana perbaikan yang terkait dengan improvement opportunity yang didapatkan dari akar masalah sebelumnya diidentifikasi dengan menggunakan fishbone diagram. Dari improvement plan disusun rancangan awal/draft SOP pasca panen rimpang berdasarkan hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan bersama pengurus klaster. III-4

50 b. Do Pada tahap ini dilakukan uji coba prosedur pasca panen dalam skala kecil untuk melihat apakah rancangan awal SOP yang telah dibuat dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. c. Check Pada tahap ini dilakukan evaluasi evaluasi terhadap uji coba prosedur pasca panen terhadap rancangan awal SOP pasca panen rimpang. Evaluasi ini berfungsi sebagai konfirmasi antara rancangan awal SOP dengan kondisi sebenarnya. Untuk melakukan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan checklist dari kartu monitoring untuk menilai hasil uji coba dengan rancangan awal SOP. d. Act Pada tahap ini merupakan tindak lanjut dari perbaikan yang telah dilakukan berupa standarisasi prosedur. Pada tahap ini disusun dokumen Standard Operating Procedures (SOP) pasca panen rimpang tanaman obat untuk menyeragamkan prosedur pasca panen yang dilakukan di Klaster Biofarmaka. 3. Validasi dokumen SOP yang dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada Ketua dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka untuk mengetahui apakah rancangan dokumen SOP dapat dijalankan sesuai prosedur yang tertera, dapat menjelaskan tanggung jawab dan wewenang dari personil yang bersangkutan. Ketua dan Seksi Usaha akan memberikan saran dan perbaikan terhadap masing-masing rancangan dokumen. 3.3 Tahap Analisis dan Intepretasi Hasil Tahap ini menganalisis dan menginterprestasikan hasil dari pengolahan data yang telah dibuat. Data-data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap prosedur pasca panen dan continuous improvement di Klaster Biofarmaka. III-5

51 3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini akan dilakuan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian. Selain itu pada tahap ini akan diberikan rekomendasi sebagai saran implementasi lebih lanjut untuk menyempurnakan proses produksi pengolahan rimpang tanaman obat di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar agar produk yang dihasilkan dapat diterima di pasaran dan memenuhi standar bahan baku di perusahaan jamu. III-6

52 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini berisi tentang pengumpulan dan pengolahan data yang didapatkan penelitian tugas akhir. Dalam pengolahan data digunakan metode PDCA sebagai continuous improvement dalam merancang Standard Operating Procedures (SOP) pasca panen rimpang tanaman obat. 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa prosedur awal pasca panen rimpang tanaman obat yang dilakukan di Klaster Biofarmaka, prosedur pasca panen rimpang dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) tahun 2012, dan standar bahan baku simplisia di perusahaan jamu tahun Data sekunder yang dikumpulkan antara lain yaitu SOP pasca panen rimpang tanaman obat dari Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura tahun Prosedur Awal Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar Prosedur pasca panen rimpang tanaman obat di klaster biofarmaka dibagi menjadi 2, yaitu pembuatan produk simplisia dan serbuk/tepung. Untuk pembuatan simplisia, bahan baku yang digunakan adalah rimpang kunyit dan temulawak. Tahapan pembuatan produk simplisia yaitu: 1. Pengumpulan bahan baku Bahan baku berupa rimpang segar diperoleh dari hasil panen, baik yang berasal dari lahan milik klaster sendiri maupun dari kelompok tani yang menjadi anggota klaster. 2. Penyortiran awal Membersihkan rimpang dari tanah dengan cara dipukul-pukulkan dan akarakar yang masih menempel pada rimpang dibersihkan dengan menggunakan pisau. IV-1

53 3. Pencucian a. Rimpang dicuci bersih dari sisa-sisa tanah dengan menggunakan air yang mengalir atau didalam bak. b. Rimpang yang telah dicuci ditiriskan dengan cara dijemur sebentar. 4. Perajangan Rimpang dirajang secara melintang dengan ketebalan minimal 4 mm secara manual dengan menggunakan mesin perajang rimpang atau dengan menggunakan alat manual perajang rimpang. 5. Pengeringan a. Hasil irisan rimpang dikeringkan dengan cara dijemur di atas widig dengan ketinggian minimal 50 cm dari tanah. b. Pada tahap ini irisan rimpang ini dijemur sampai kering (minimal tiga hari) dan tidak dibolak-balik. c. Penjemuran dilakukan sampai kadar air + 10% atau dapat ditandai dengan adanya bunyi klik bila irisan rimpang kering dipatahkan. d. Pada penjemuran hindari terkena embun/air yang dapat menyebabkan jamur. Irisan rimpang yang sudah kering inilah yang disebut simplisia. 6. Pengemasan Simplisia dimasukkan ke dalam plastik yang kedap air agar tidak berjamur. 7. Penyimpanan Simplisia disimpan di dalam gudang yang bersih dan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. IV-2

54 Gambar 4.1 Proses Produksi Simplisia Rimpang Klaster Biofarmaka juga menghasilkan produk serbuk/tepung yang berasal dari penggilingan simplisa. Berikut adalah prosedur pembuatan serbuk: 1. Persiapan simplisia rimpang yang dibutuhkan Bahan baku serbuk adalah simplisia yang hancur atau simplisia yang tidak memenuhi standar bahan baku di perusahaan jamu. Untuk tahap persiapan dilakukan: a. Pemilihan simplisia yang belum berjamur dan tidak tercampur dengan simplisia dari varietas lain misalnya untuk membuat serbuk temulawak, dibutuhkan simplisia temulawak. b. Menimbang berat simplisia, untuk menghasilkan 1 kg serbuk dibutuhkan 1 kg simplisia. IV-3

55 2. Penggilingan simplisia Simplisia kemudian digiling atau dihaluskan dengan menggunakan mesin pembuat serbuk. 3. Pengemasan Serbuk yang sudah jadi kemudian dimasukkan pada plastik yang kedap udara. 4. Penyimpanan Gudang penyimpanan serbuk harus memiliki kondisi yang baik yaitu tidak lembab, sirkulasi udara baik, bersih, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Gambar 4.2 Proses Produksi Serbuk Prosedur Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat dari Kementrian Pertanian Prosedur pasca panen yang didapat dari Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Holtikultura ini adalah Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan simplisia kunyit. Berikut adalah prosedur kerjanya: 1. Penyortiran awal (basah) a. Memilih rimpang yang besar, tua (umur 9-12 bulan), bagus tidak busuk/rusak atau terkena bahan asing lainnya. b. Membersihkan rimpang dari tanah dan kotoran lain yang masih menempel, dengan cara dipukul perlahan-lahan. c. Memotong daun-daun batang dan akar dengan menggunakan pisau. d. Memisahkan bahan rimpang yang akan diproses/dikemas dalam bentuk simplisia dan bahan rimpang commit segar. to user IV-4

56 2. Pencucian a. Mencuci rimpang tanaman dengan cara menyikat perlahan-lahan dan teratur di bawah air mengalir dan dibilas pada air tidak mengalir. b. Meniriskan dalam keranjang plastik. c. Menimbang bahan rimpang yang terseleksi. 3. Perajangan a. Merajang rimpang dengan menggunakan alat mesin perajang atau secara menual. Arah rajangan searah, tebalnya 5-7 mm atau sesuai dengan keinginan pasar. b. Tamping irisan rimpang ke dalam wadah. 4. Pengeringan a. Menyiapkan alat/sarana pengeringan: Saranan pengeringan yang dapat digunakan untuk pengeringan irisan rimpang yaitu: Cahaya matahari langsung yang ditutup dengan kain hitam Alat pengering bertenaga sinar matahari (solar dryer); atau Mesin pengering (tray dryer) b. Meletakkan irisan pada alat pengering secara merata. Khusus untuk tray dryer ketebalan tumpukan maksimal 5 cm. c. Mengatur suhu pengeringan sebesar o C. d. Mengangkat simplisia dari alat pengering setelah kadar air mencapai 8-10%. 5. Penyortiran akhir (simplisia) a. Memisahkan benda-benda asing dan pengotor lainnya yang masih tertinggal. b. Menimbang simplisia setelah penyortiran dilakukan untuk menghitung rendemen hasil pemrosesan. 6. Pengemasan dan Pelabelan a. Menyiapkan bahan pengemas. b. Menimbang simplisia untuk setiap kemasan (bobot bersih) c. Melakukan pengemasan dengan hati-hati agar pengemasan tidak hancur IV-5

57 d. Menutup kemasan dengan rapat. Untuk kemasan plastik dapat menggunakan seal. e. Memberi label pada bagian kemasan. 7. Penyimpanan Penyimpanan dilakukan di ruang/gedung yang bersih dengan sirkulasi udara yang baik dan tidak lembab, suhu udara tidak melebihi 30 o C, jauh dari bahan lain penyebab kontaminasi dan bebas dari hama gudang. Gambar 4.3 Proses Produksi Simplisia Kunyit Sumber: Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Holtikultura, Prosedur Pasca Panen Tanaman Obat dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Prosedur pasca panen yang didapat dari B2P2TO-OT ini adalah Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan simplisia. Berikut adalah prosedur kerjanya: IV-6

58 1. Pengumpulan bahan baku simplisia segar dari lahan budaya tanaman obat. Untuk rimpang dicabut dan dibersihkan dari akar. 2. Sortasi basah untuk menghilangkan bagian tanaman lain atau benda asing. Bahan segar dipisahkan dari kotoran yang terikut saat pengumpulan, seperti tanah, kerikil, rumput gulma, dan bagian lain yang tidak diinginkan. 3. Pencucian rimpang untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal. 4. Penirisan bahan tanaman (rimpang) untuk memisahkan air dari bahan simplisia selama pencucian. 5. Penimbangan bahan tanaman (rimpang) untuk mengetahui berat bahan simplisia sebelum dikeringkan. 6. Perubahan bentuk dilakukan dengan pengirisan rimpang setebal 2-3 mm dengan menggunakan mesin perajang. 7. Pengeringan dengan cara oven, sinar matahari langsung, diangin-anginkan sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air kurang dari 10%. 8. Sortasi kering simplisia untuk menghilangkan bahan asing yang masih tertinggal. 9. Penimbangan simplisia kering untuk menentukan berat kering. 10. Pengepakan dengan menggunakan bahan yang kedap udara berupa kantong plastik, toples, dan kaleng. 11. Pelabelan meliputi nama tanaman atau bagian tanaman, tanggal pembuatan, dan kadar air. 12. Penyimpanan dilakukan di dalam ruangan yang bersih dan tidak lembab dengan suhu penyimpanan 20 o C. 13. Pengamatan dilakukan setidaknya tiga bulan sekali untuk memeriksa kondisi simplisia. IV-7

59 Gambar 4.4 Proses Produksi Simplisia Sumber: B2P2TO-OT, 2012 Setelah mengetahui SOP pasca panen dari B2P2TO-OT dan Kementrian Pertanian dapat didentifikasi beberapa perbedaan prosedur di tiap tahapnya. Perbedaan prosedur tersebut antara lain: IV-8

60 Perbedaan Prosedur Pengumpulan bahan baku Sortasi basah Tabel 4.1 Perbedaan Prosedur Pasca Panen Klaster Biofarmaka B2P2TO-OT Kementrian Pertanian Bahan baku berupa Pengumpulan rimpang segar rimpang segar dari diperoleh dari hasil lahan budaya panen kelompok tani tanaman obat, yang menjadi anggota rimpang dicabut dan klaster dibersihkan dari akar. Rimpang dibersihkan Rimpang segar dari tanah dengan dipisahkan dari cara dipukulpukulkan dan akar- saat pengumpulan, kotoran yang terikut akar yang masih seperti tanah, kerikil, menempel pada rumput gulma, dan rimpang dibersihkan bagian lain yang dengan menggunakan tidak diinginkan. pisau. Memilih rimpang yang besar, tua (umur 9-12 bulan), bagus tidak busuk/rusak atau terkena bahan asing lainnya. Rimpang dibersihkan dari tanah dan kotoran lain yang masih menempel, dengan cara dipukul perlahan-lahan. Memotong daundaun batang dan akar dengan menggunakan pisau. Memisahkan bahan rimpang yang akan diproses/dikemas dalam bentuk simplisia dan bahan rimpang segar IV-9

61 Pencucian Perajangan Penjemuran Sortasi kering Pengemasan Rimpang dicuci Rimpang dicuci dengan air mengalir menggunakan bak atau langsung pencucian menggunakan bak bertingkat. Rimpang yang telah Penirisan rimpang dicuci ditiriskan dengan cara dengan cara meletakkan dijemur sebentar. rimpang di atas Kulit rimpang tidak tempat penirisan dikupas Kulit rimpang dikupas Ketebalan rajangan Ketebalan rajangan minimal 4 mm 2-3 mm Menggunakan sinar Menggunakan matahari langsung. oven pengering. Pengeringan tidak Pengeringan dibolak-balik dan dibolak-balik tidak ditumpuk Simplisia yang Sortasi untuk hancur dipisahkan menghilangkan bahan asing yang masih tertinggal kemudian ditimbang Simplisia Pengepakan dengan dimasukkan ke dalam menggunakan bahan plastik kedap udara yang kedap udara sampai penuh. berupa kantong plastik, toples, dan kaleng dan diberi silika setelah itu diberi label. Mencuci rimpang tanaman dengan cara menyikat perlahanlahan dan teratur di bawah air mengalir dan dibilas pada air tidak mengalir. Meniriskan dalam keranjang plastik Ketebalan rajangan 5-7 mm Menggunakan sinar matahari langsung yang ditutup dengan kain hitam. Memisahkan bendabenda asing dan pengotor lainnya yang masih tertinggal kemudian ditimbang Sebelum dilakukan pengemasan simplisia ditimbang terlebih dahulu, kemudian kemasan ditutup menggunakan seal. IV-10

62 Penyimpanan Simplisia disimpan di Penyimpanan Penyimpanan dalam gudang yang dilakukan di dalam dilakukan di bersih dan tidak ruangan yang bersih ruang/gedung yang boleh terkena sinar dan tidak lembab bersih dengan sirkulasi matahari secara dengan suhu udara yang baik dan langsung penyimpanan 20 o C tidak lembab, suhu dan dilakukan udara tidak melebihi pengamatan setiap 3 30 o C, jauh dari bahan bulan sekali lain penyebab kontaminasi dan bebas dari hama gudang. Setelah mengetahui perbedaan prosedur pembuatan simplisa yang ada di klaster biofarmaka, B2P2TO-OT, dan Kementrian Pertanian maka dilakukan Focussed Discussion Group (FGD) dengan pihak klaster dan kelompok tani untuk mendapatkan SOP pasca panen yang dapat diimplementasikan di klaster. Berikut adalah pelaksanaan teknis FGD: Tanggal FGD : Senin, 30 April 2012 Waktu FGD : WIB Tempat FGD : Klaster Biofarmaka, Desa Sambirejo, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar Narasumber : 1. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar 2. Bapak Budi selaku perwakilan dari Kelompok Krido Tani Mulyo Kecamatan Kerjo 3. Bapak Widodo selaku perwakilan dari Kelompok Ngudi Makmur I Kecamatan Jumantono 4. Bapak Suratno selaku Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Jumantono 5. Bapak Amat selaku tenaga kerja di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar IV-11

63 Moderator : Pungky Nor Kusumawardhani Peserta FGD : 1. Nia Kartika Wuri 2. Martha Cintya 3. Sony Irwan Prabowo 4. Jingga Nuansa Hasil FGD : disajikan pada Tabel 4.2 Topik yang dibahas Pengumpulan rimpang segar Tahap penyortiran basah Tahap pencucian rimpang Tahap pengirisan rimpang Tabel 4.2 Hasil FGD Prosedur Pasca Panen Hasil FGD Rimpang yang cukup umur panennya (8-10 bulan) dikumpulkan dari hasil panen lahan petani tau lahan kelompok tani. Rimpang yang dikumpulkan hanya rimpang yang baik (tidak busuk) dan belum tumbuh tunas. 1. Membersihkan rimpang dari tanah, daun, dan akar 2. Kulit rimpang tidak dikupas 3. Memisahkan rimpang yang akan dibuat sebagai simplisia dengan bahan rimpang segar. 1. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air. 2. Rimpang kemudian ditiriskan pada wadah yang bersih dan hindari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai. 3. Menimbang rimpang untuk mengetahui berat rimpang basah 1. Rimpang diiris dengan ketebalan minimal 4 mm dengan menggunakan alat manual perajang rimpang atau dengan menggunakan mesin perajang rimpang. 2. Menampung irisan rimpang ke dalam tempat yang sudah disediakan IV-12

64 Tahap pengeringan rimpang Tahap penyortiran akhir Tahap pengemasan dan pelabelan Tahap penyimpanan 1. Rimpang dijemur menggunakan sinar matahari langsung. 2. Rimpang diletakkan di atas widig yang terletak 50 cm dari tanah untuk menghindari kontaminasi tanah, asap, dan gangguan binatang. 3. Rimpang yang diletakkan di atas widig tidak boleh ditumpuk. 4. Saat penjemuran rimpang tidak dibolak-balik ditutup kain hitam agar lebih menyerap panas dan tidak mempengaruhi warna rimpang. 5. Rimpang dijemur sampai kadar air 10% yang ditandai dengan rimpang kering mudah dipatahkan dan terdengar bunyi klik 1. Simplisia yang telah kering disortir berdasarkan hasil pengeringan menjadi tiga grade yaitu grade A, B, dan C. 2. Menimbang simplisia kering untuk mengetahui perbandingan hasil rimpang kering dengan rimpang basah. 1. Menyiapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara. 2. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan. 3. Memasukkan simplisia ke dalam kemasan 4. Memberi silika gel agar simplisia tetap kering dan tidak lembab. 5. Memberi label produk yang memuat informasi tentang nama produk, kegunaan produk, tanggal kadaluarsa. 6. Menutup kemasan dengan menggunakan mesin press. 7. Bila akan dikirim simplisia dimasukkan ke dalam karung kemudian dijahit. 1. Bahan simplisia disimpan ke dalam gudang yang bersih, tidak lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain. 2. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First Out). 3. Setiap bulan dilakukan pengamatan untuk mengecek kadar air. Bila simplisia terlalu lama disimpan (> 6 bulan) maka simplisia dijemur kembali untuk menjaga kadar air. IV-13

65 Tahap persiapan pembuatan serbuk Tahap pembuatan serbuk Tahap pengemasan dan pelabelan serbuk Tahap penyimpanan serbuk 1. Memilih simplisia yang belum berjamur dan tidak tercampur dengan simplisia dari varietas lain. 2. Menimbang berat simplisia, untuk menghasilkan 1 kg serbuk dibutuhkan 1 kg simplisia. Simplisia yang hancur (grade C) dipilih untuk menjadi bahan baku pembuatan serbuk. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling. Pada tahap ini sama seperti pada tahapan pengemasan dan pelabelan simplisia menggunakan plastik yang kedap udara. 1. Bahan simplisia disimpan ke dalam gudang yang bersih, tidak lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain. 2. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First Out). 3. Setiap bulan dilakukan pengamatan untuk mengecek kadar air. Berdasarkan tabel 4.2 maka diagram alir proses produksi serbuk adalah sebagai berikut: Gambar 4.5 Proses Produksi Serbuk Berdasarkan FGD IV-14

66 Berdasarkan tabel 4.2 maka diagram alir proses produksi simplisia adalah sebagai berikut: Gambar 4.6 Proses Produksi Simplisia Berdasarkan FGD IV-15

67 4.1.4 Standar Bahan Baku Simplisia di Perusahaan Jamu Dari hasil pengamatan di perusahaan jamu, perusahaan memiliki standarisasi tersendiri terkait penerimaan bahan baku simplisia yang ditetapkan oleh tim quality control perusahaan. Standar tersebut yaitu: 1. Kebenaran Bahan Bahan yang masuk dalam gudang bahan baku perusahaan jamu harus diperiksa kebenarannya. Hal ini sangat penting dalam proses pengolahan karena bahan-bahan dari industri ini yang sangat beragam dan memungkinkan adanya kesalahan dalam penerimaan serta distribusi bahan baku dari supplier. Untuk membuktikan kebenaran bahan, dapat dilakukan dengan pengujian secara organoleptik (melihat kenampakan fisik bahan meliputi warna dan aroma) dan juga melalui pengujian kimia. 2. Kadar Air Bahan Bahan baku yang diterima oleh perusahaan jamu disimpan dalam gudang dan harus dalam bentuk yang kering. Hal ini bertujuan untuk menjaga bahan baku dari kerusakan karena bahan baku tidak langsung diolah. Oleh karena itu bahan baku harus siap untuk disimpan dalam waktu yang lama. Hal ini sangat mempengaruhi keadaan mikrobiologis bahan, maka perusahaan membuat standarisasi simplisia kering yaitu dengan kadar air maksimal 10%. 3. Kebersihan Bahan Bahan baku yang diterima dan diolah oleh perusahaan jamu harus dalam keadaan bersih. Keadaan ini meliputi kebersihan bahan baku secara fisik (tanah, debu, pasir) dan mikrobiologi (bebas dari bakteri patogen). Hal ini sangat penting mengingat keberadaan kontaminan yang sangat berpengaruh pada pengolahan selanjutnya. 4.2 Pengolahan Data Pada pengolahan data dilakukan identifikasi akar masalah penyebab tidak diterimanya produk simplisia klaster di perusahan jamu menggunakan fishbone diagram dan setelah itu dilakukan perbaikan yang berupa continuous improvement untuk menjamin kualitas produk Klaster Biofarmaka. IV-16

68 4.2.1 Identifikasi Akar Masalah dengan Fish Bone Diagram Dari hasil pengamatan langsung pada tanggal 26 Maret 2012 diketahui bahwa produk klaster berupa simplisia tidak lolos untuk menjadi bahan baku obat herbal di perusahaan jamu dikarenakan kadar air yang melebihi 10%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu man, method, material, machine, dan environment. Berikut adalah fish bone diagram untuk mengidentifikasi akar penyebab permasalahan kadar air simplisia dari tiap-tiap faktor. Method Environment Prosedur pasca panen yang tidak seragam Tidak terdapat SOP pasca panen Kontrol pada pasca panen yang tidak jelas Tidak ada form kegiatan pasca panen Ketebalan rajangan rimpang yang tidak seragam Perajangan masih manual Rajangan rimpang mudah hancur bila memakai mesin Tidak ada pencatatan pasca panen Tidak menerapkan aturan FIFO Penataan produk tidak diatur Pengecekan kadar air masih manual Tidak memiliki alat pengecek kadar air Proses pengeringan yang tidak tepat Tidak memakai kain hitam Tidak menggunakan bahan pendukung untuk menjaga kadar air Tidak diberi silika saat pengemasan Ventilasi kurang memadai Kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak Gudang tercampur dengan bahan panen lain Kadar air simplisia > 10% Kurangnya kesadaran menjalankan prosedur dengan benar Kurangnya koordinasi antar pengurus klaster Machine Material Man Gambar 4.7 Fish Bone Diagram Penjelasan dari fish bone diagram pada Gambar 4.7 tersebut adalah sebagai berikut: 1. Masalah dari man Berikut adalah fishbone diagram dari kategori man. Kadar air simplisia > 10% Kurangnya kesadaran menjalankan prosedur dengan benar Kuranganya koordinasi antar pengurus klaster Man Gambar 4.8 Fishbone commit to Diagram user Kategori Man IV-17

69 Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori man terdapat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori man dapat dilihat pada gambar 4.9. Effect Kadar air simplisia > 10% Primary cause Kurangnya kesadaran menjalankan prosedur dengan benar Secondary cause Kurangnya koordinasi antar pengurus klaster Gambar 4.9 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Man Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori material disebabkan oleh primary cause, dimana primary cause tersebut disebabkan oleh secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar masalah. Akar masalah pada kategori man ini adalah kurangnya koordinasi antar pengurus klaster sehingga kesadaran untuk menjalankan prosedur pasca panen dengan benar belum sepenuhnya terlaksana. 2. Masalah dari method Berikut adalah fishbone diagram dari kategori method. Prosedur pasca panen yang tidak seragam Tidak terdapat SOP pasca panen Kontrol pada pasca panen yang tidak jelas Method Tidak ada form kegiatan pasca panen Tidak ada pencatatan pasca panen Tidak menerapkan aturan FIFO Penataan produk tidak diatur Proses pengeringan yang tidak tepat Tidak memakai kain hitam Kadar air simplisia > 10% Gambar 4.10 Fishbone Diagram Kategori Method Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori method terdapat empat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori method dapat dilihat pada gambar IV-18

70 Primary cause Prosedur pasca panen yang tidak seragam Secondary cause Tidak terdapat SOP effect Kadar air simplisia > 10% Primary cause Secondary cause 1 Secondary cause 2 Kontrol pada pasca panen yang tidak jelas Primary cause Penataan produk tidak diatur Tidak ada form kegiatan pasca panen Secondary cause Tidak menerapkan aturan FIFO Tidak ada pencatatan pasca panen Primary cause Proses pengeringan yang tidak tepat Secondary cause Tidak memakai kain hitam Gambar 4.11 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Method Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori method disebabkan oleh empat primary cause, dimana masing-masing primary cause disebabkan oleh secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar masalah. Akar masalah pada kategori method ini adalah ketiadaan SOP yang menyebabkan prosedur pasca panen yang dilakukan tidak seragam, tidak ada pencatatan selama proses pasca panen yang menyebabkan kontrol pada prosedur pasca panen menjadi tidak jelas, tidak menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) dalam penyimpanan produk jadi, dan tidak menggunakan kain hitam pada saat proses pengeringan. 3. Masalah dari material Berikut adalah fishbone diagram dari kategori material Kadar air simplisia > 10% Material Tidak menggunakan bahan pendukung untuk menjaga kadar air Tidak diberi silika saat pengemasan Gambar 4.12 Fishbone Diagram Kategori Material IV-19

71 Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori material terdapat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori material dapat dilihat pada gambar Effect Kadar air simplisia > 10% Primary cause Tidak menggunakan bahan pendukung untuk menjaga kadar air Secondary cause Tidak diberi silika saat pengemasan Gambar 4.13 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Material Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori material disebabkan oleh primary cause, dimana primary cause tersebut disebabkan oleh secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar masalah. Akar masalah pada kategori material ini adalah tidak diberi silika pada saat pengemasan dimana silika tersebut merupakan material pendukung untuk mempertahankan kadar air. 4. Masalah dari environment Berikut adalah fishbone diagram dari kategori environment Environment Ventilasi kurang memadai Kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak Gudang tercampur dengan bahan panen lain Kadar air simplisia > 10% Gambar 4.14 Fishbone Diagram Kategori Environment Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori environment terdapat penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori environment dapat dilihat pada gambar IV-20

72 Secondary cause Effect Kadar air simplisia > 10% Primary cause Kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak Gudang tercampur dengan bahan panen lain Secondary cause Ventilasi kurang memadai Gambar 4.15 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Environment Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori environment disebabkan oleh primary cause, dimana primary cause tersenut disebabkan oleh dua secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar masalah. Akar masalah pada kategori environment ini adalah gudang yang tercampur dengan bahan panen lain dan ventilasi gudang penyimpanan yang kurang memadai yang menyebabkan terjadinya kondensasi udara sehingga menaikkan kadar air simplisia yang disimpan. 5. Masalah dari machine Berikut adalah fishbone diagram dari kategori machine Ketebalan rajangan rimpang yang tidak seragam Perajangan yang masih manual Rajangan rimpang mudah hancur bila memakai mesin Kadar air simplisia > 10% Pengecekan kadar air masih manual Tidak memiliki alat pengecek kadar air Machine Gambar 4.16 Fishbone Diagram Kategori Machine Dari fishbone diagram di atas dapat diketahui bahwa pada kategori machine terdapat dua penyebab utama (primary cause) yang menyebabkan kadar air simplisia melebihi 10%. Hubungan sebab-akibat pada kategori machine dapat dilihat pada gambar IV-21

73 Primary cause Secondary cause Secondary cause Effect Kadar air simplisia > 10% Ketebalan rajangan rimpang yang tidak seragam Primary cause Perajangan yang masih manual Secondary cause Rajangan rimpang mudah hancur bila memakai mesin Pengecekan kadar air masih manual Tidak memiliki alat pengecek kadar air Gambar 4.17 Bagan Sebab-akibat pada Kategori Machine Tingginya kadar air produk simplisia yang melebihi 10% pada kategori machine disebabkan oleh dua primary cause, dimana primary cause tersenut disebabkan oleh dua secondary cause. Secondary cause inilah yang menjadi akar masalah. Akar masalah pada kategori machine ini adalah rajangan rimpang yang mudah hancur bila memakai mesin perajang dan ketiadaan alat pengecek kadar air Perancangan Continuous Improvement pada Pasca Panen Klaster Biofarmaka Setelah akar masalah kadar air simplisia melebihi 10% dari masingmasing faktor diketahui dengan menggunakan metode 4M+1E dan fishbone diagram maka, langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) untuk menjamin kualitas simplisia. Siklus continuous improvement dipopulerkan oleh Dr. Edward Deming yang terdiri dari empat tahap yaitu Plan, Do, Check, Act (PDCA) dimana merupakan perencanaan yang dikuti tindakan, serta pemberian umpan balik untuk membakukan metode yang paling efektif. 1. Plan Dari identifikasi akar masalah menggunakan fishbone diagram, dapat diketahui bahwa akar masalah pada penyebab tingginya kadar air simplisia terletak pada prosedur pasca panen pada tahap perajangan pada kategori machine, pengeringan pada kategori method, dan penyimpanan commit to pada user kategori method, material, serta IV-22

74 environmet. Akar masalah pada kategori tersebutlah yang memerlukan perbaikan untuk menjamin kualitas simplisia. Untuk kategori man dan machine tidak langsung dilakukan rencana perbaikan, sebab rancangan penelitian hanya membatasi penyelesaian masalah dari faktor material method, dan environment. Berikut adalah rencana perbaikan yang langsung dapat dilakukan didasarkan pada kategori material method, dan environment. Tabel 4.3 Improvement Plan Kategori Tahap Pengeringan Tahap Penyimpanan Material Pemberian silika pada saat pengemasan. Method Menggunakan kain hitam pada tahap pengeringan. Mencatat seluruh kegiatan dalam proses pasca panen. Mengevaluasi jalannya prosedur pasca panen agar sesuai dengan SOP. Menerapkan prinsip FIFO. Mencatat seluruh kegiatan dalam proses pasca panen. Mengevaluasi jalannya prosedur pasca panen agar sesuai dengan SOP. Environment Memisahkan produk jadi (simplisia dan serbuk) dengan bahan panen lain. Pemberian tabir pada ventilasi untuk menghindari binatang pengerat dan serangga. Identifikasi improvement plan merupakan bagian dari tahap plan dalam continuous improvement. Pada tahap ini dapat ditetapkan tujuan kegiatan pasca panen rimpang tanaman obat adalah untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar pabrikan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pada dilakukan penyusunan draft / rancangan awal SOP pasca panen beserta form kegiatan pasca panen. Berikut adalah rancangan awal SOP pasca panen rimpang: IV-23

75 Tabel 4.4 Rancangan Awal SOP Pasca Panen Rimpang Tahapan Prosedur Operasional Pasca Panen 1. Petugas menerima bahan baku rimpang yang dikumpulkan oleh petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani; atau Tahap 2. Petugas menerima bahan baku rimpang dari hasil panen lahan pengumpulan milik klaster. rimpang segar 3. Pilih rimpang yang cukup umur panennya (8-10 bulan) dan dalam kondisi yang masih bagus (tidak busuk dan tidak tumbuh tunas). 4. Mengisi form kegiatan pengumpulan bahan baku. Tahap 1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penyortiran penyortiran basah 2. Bersihkan rimpang dari tanah dengan menggunakan cara dipukul-pukulkan perlahan. 3. Bersihkan rimpang dari akar dengan menggunakan pisau serta jangan mengupas kulit rimpang. 4. Memisahkan rimpang yang akan dibuat sebagai simplisia dengan bahan rimpang segar. 5. Mengisi form kegiatan sortasi basah. Tahap 1. Cuci rimpang dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa pencucian tanah yang masih menempel kemudian bilas pada bak air. rimpang 2. Tiriskan rimpang dan hindari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai. 3. Letakkan rimpang pada wadah yang bersih. 4. Timbang rimpang untuk mengetahui berat rimpang basah 5. Mencatat berat rimpang basah pada form kegiatan pencucian. Tahap 1. Menggunakan alat manual perajang rimpang. perajangan a. Siapkan alat perajang dan pastikan kebersihan pisau. rimpang b. Setel pisau dengan ketebalan yang diinginkan c. Pasang alat pengaman tangan yang terbuat dari karet ban. d. Gosokkan commit rimpang to pada user alat perajang hingga melewati pisau. IV-24

76 e. Ambil hasil rajangan rimpang. f. Mengisi form kegiatan perajangan rimpang 2. Menggunakan mesin perajang rimpang kunyit. a. Siapkan mesin diesel, mesin perajang kunyit, dan bahan rimpang yang akan dirajang. b. Sambungkan stop kontak ke mesin diesel. c. Siapkan kunyit segar pada wadah penampung. d. Siapkan wadah untuk menampung rajangan kunyit di bawah pisau pemotong. e. Nyalakan tombol on pada mesin. f. Masukkan kunyit ke dalam corong pemasuk. g. Tekan kunyit dengan menggunakan alat penekan yang terdapat pada mesin. h. Ambil hasil rajangan kunyit dari wadah. i. Tekan tombol off pada mesin kemudian lepaskan stop kontak dari mesin diesel. j. Mengisi form kegiatan perajangan rimpang 3. Menggunakan mesin perajang rimpang temulawak a. Siapkan mesin diesel, mesin perajang temulawak, dan bahan rimpang yang akan dirajang. b. Sambungkan stop kontak ke mesin diesel. c. Siapkan temulawak segar pada wadah penampung. d. Siapkan wadah untuk menampung rajangan temulawak di bawah pisau pemotong. e. Nyalakan tombol on pada mesin. f. Masukkan temulawak ke dalam corong pemasuk. g. Tekan temulawak dengan menggunakan alat penekan yang terbuat dari kayu. h. Ambil hasil rajangan temulawak dari wadah. i. Tekan tombol off pada mesin kemudian lepaskan stop kontak dari mesin diesel. j. Mengisi form commit kegiatan to user perajangan rimpang IV-25

77 Tahap pengeringan rimpang Tahap penyortiran akhir Tahap pengemasan dan pelabelan 1. Siapkan widig yang terletak di atas anjang-anjang yang tingginya 50 cm dari tanah untuk menghindari kontaminasi tanah, asap, dan gangguan binatang. 2. Letakkan rajangan rimpang di atas widig dan tidak boleh ditumpuk. 3. Tutup rimpang dengan menggunakan kain hitam agar lebih menyerap panas dan tidak mempengaruhi warna dan kandungan zat aktif rimpang. 4. Jemur rimpang dengan menggunakan sinar matahari langsung. 5. Saat penjemuran rimpang tidak dibolak-balik. 6. Rimpang dijemur sampai kadar air 10% yang ditandai dengan rimpang kering mudah dipatahkan dan terdengar bunyi klik. 7. Mengisi form kegiatan pengeringan rimpang. 1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penyortiran 2. Sortir simplisia yang telah kering berdasarkan hasil pengeringan menjadi tiga grade yaitu grade A, B, dan C. a. Grade A apabila bentuk simplisia yang utuh dan berukuran besar. b. Grade B apabila bentuk simplisia yang utuh dan ukurannya kecil. c. Grade C apabila bentuk simplisia hancur. 3. Timbang simplisia untuk mengetahui perbandingan hasil rimpang kering dengan rimpang basah. Untuk menghasilkan 1 kg simplisia diperlukan 7 kg rimpang basah. 4. Mengisi form kegiatan sortasi akhir 1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses pengemasan. 2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara. 3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan. 4. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan. 5. Masukan silica commit gel ke to dalam user kemasan agar simplisia tetap IV-26

78 Tahap penyimpanan kering dan tidak lembab. 6. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres. 7. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia, seperti nomer kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat simplisia. 8. Jika simplisia akan dikirim, masukkan simplisia yang sudah dikemas ke dalam karung. Karung ditutup dengan cara dijahit hingga rapat. 9. Mengisi form kegiatan pengemasan 1. Penyimpanan produk jadi: a. Siapkan tempat yang digunakan untuk menyimpan produk jadi. b. Susun produk (simplisia) pada rak yang telah disiapkan berdasarkan jenis simplisianya. c. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First Out). d. Simpan simplisia dalam gudang yang bersih, tidak lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain. e. Mengisi form kegiatan penyimpanan. 2. Pemeliharaan persediaan produk: a. Jaga selalu kerapian penataan produk-produk di gudang. b. Bersihkan kotoran/sampah yang terdapat di sekitar area gudang dengan menggunakan alat kebersihan. c. Bersihkan lantai gudang secara rutin. d. Amankan gudang dari gangguan binatang pengerat dan serangga dengan cara memantau kondisi gudang dan memberi ram pada ventilasi gudang. e. Lakukan pengamatan produk satu bulan sekali untuk mengecek kadar air. f. Sebelum dikirim jemur kembali simplisia untuk menjaga kadar air. IV-27

79 Tahap pengumpulan bahan baku serbuk Tahap pembuatan serbuk Tahap pengemasan dan pelabelan serbuk Tahap penyimpanan serbuk 1. Memilih simplisia yang hancur (grade C) yang belum berjamur dan tidak tercampur dengan simplisia dari varietas lain. 2. Menimbang berat simplisia, untuk menghasilkan 1 kg serbuk dibutuhkan 1 kg simplisia. 3. Mengisi form kegiatan pengumpulan bahan baku serbuk. 1. Siapkan mesin diesel, mesin pembuat serbuk, dan bahan simplisia yang akan digiling. 2. Sambungkan stop kontak ke mesin diesel. 3. Siapkan simplisia pada wadah penampung. 4. Siapkan wadah untuk menampung hasil serbuk. 5. Nyalakan tombol on pada mesin. 6. Masukkan simplisia ke dalam corong pemasuk. 7. Ambil hasil serbuk dari wadah. 8. Tekan tombol off pada mesin kemudian lepaskan stop kontak dari mesin diesel. 1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses pengemasan. 2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara. 3. Masukkan serbuk ke dalam kemasan. 4. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan. 5. Masukan silica gel ke dalam kemasan agar serbuk tetap kering dan tidak lembab. 6. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres. 7. Beri label produk yang memuat informasi tentang serbuk seperti nomer kode, nama serbuk, tanggal penyimpanan, berat serbuk. 8. Jika serbuk akan dikirim, masukkan serbuk yang sudah dikemas ke dalam karung. Karung ditutup dengan cara dijahit hingga rapat. 9. Mengisi form kegiatan pengemasan 1. Penyimpanan produk jadi: a. Siapkan tempat yang digunakan untuk menyimpan produk jadi. IV-28

80 b. Susun produk (serbuk) pada rak yang telah disiapkan berdasarkan jenis serbuknya. c. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan barang pertama masuk dan pertama keluar (First In First Out). d. Simpan serbuk dalam gudang yang bersih, tidak lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain. e. Mengisi form kegiatan penyimpanan. 2. Pemeliharaan persediaan produk: a. Jaga selalu kerapian penataan produk-produk di gudang. b. Bersihkan kotoran/sampah yang terdapat di sekitar area gudang dengan menggunakan alat kebersihan. c. Bersihkan lantai gudang secara rutin. d. Amankan gudang dari gangguan binatang pengerat dan serangga dengan cara memantau kondisi gudang dan memberi ram pada ventilasi gudang. e. Lakukan pengamatan produk satu bulan sekali untuk mengecek kadar air. Selain merancang prosedur awal pasca panen, juga dirancang formulir pencatatan pasca panen yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses yang berlangsung. Rancangan formulir pencatatan pasca panen ini dibuat untuk masing-masing tahapan pembuatan simplisia dan serbuk. Untuk produk simplisia, rancangan formulirnya antara lain adalah formulir pengumpulan bahan baku rimpang segar, formulir pencatatan sortasi dan pencucian, formulir pencatatan perajangan, formulir pencatatan pengeringan, formulir pengemasan, dan formulir penyimpanan simplisia. Untuk produk serbuk, rancangan formulirnya antara lain adalah formulir pengumpulan bahan baku serbuk, formulir pencatatan pembuatan serbuk, formulir pengemasan serbuk, dan formulir penyimpanan serbuk. Pengisian formulir dilakukan oleh petugas produksi yang menangani pasca panen di bawah pengawasan seksi produksi Klaster Biofarmaka. IV-29

81 Untuk produk simplisia, formulir awal yang digunakan adalah formulir pengumpulan bahan baku. Tujuan formulir ini adalah untuk mengetahui asal-usul bahan rimpang segar yang digunakan apakah berasal dari lingkungan sekitar klaster (kelompok tani) atau dari lingkungan luar klaster. Yang perlu dicatat dalam tahapan pengumpulan bahan baku adalah jenis rimpang, berat rimpang, tanggal masuk, dan kelompok tani yang menyetor bahan baku ke klaster. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan yang dibuat: Tabel 4.5 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku Rimpang Formulir Pengumpulan Bahan Baku Rimpang Segar No. Kelompok tani Jenis rimpang Berat rimpang Tanggal masuk Keterangan *) *) bila bahan baku bukan berasal dari kelompok tani, tuliskan pada kolom keterangan Setelah bahan baku dikumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah sortasi basah untuk memisahkan rimpang dari akar dan tanah selanjutnya rimpang dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat yang tidak dapat hilang saat sortasi, setelah itu rimpang basah ditimbang. Oleh karena itu, kedua tahapan ini saling berkaitan sehingga hanya dirancang commit satu to user formulir untuk memudahkan proses IV-30

82 pencatatan. Tujuan formulir ini adalah sebagai alat dokumentasi proses dan mencatat data berat rimpang basah. Yang perlu dicatat dalam kegiatan sortasi basah dan pencucian antara lain yaitu tanggal saat dilakukan proses sortasi dan pencucian, lokasi sortasi dan pencucian, jenis rimpang, berat rimpang basah, dan petugas yang melakukan kegiatan sortasi dan pencucian. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan sortasi dan pencucian yang dibuat: Tabel 4.6 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi dan Pencucian Formulir Sortasi dan Pencucian No. Tanggal Jenis rimpang Lokasi Sortasi dan Pencucian Berat Rimpang Basah (kg) Petugas Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan maka langkah selanjutkan adalah rimpang dirajang dengan ketebalan tertentu menggunakan alat manual perajang rimpang atau mesin perajang rimpang. Oleh karena itu, dirancang formulir pencatatan perajangan sebagai lat dokumentasi untuk mengatahui jenis rimpang yang dirajang dan cara perajangannya. commit to Yang user perlu dicatat dalam kegiatan ini IV-31

83 adalah tanggal dilakukannya kegiatan perajangan, jenis rimpang, berat rimpang basah, cara perajangan rimpang apakah menggunakan mesin atau alat manual, petugas yang melakukan kegiatan perajangan. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan perajangan yang dibuat: Tabel 4.7 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Perajangan Formulir Pencatatan Perajangan Tanggal Jenis Rimpang Berat Rimpang Basah (kg) Cara Perajangan Petugas Setelah rimpang dirajang maka langkah selanjutnya adalah pengeringan irisan rimpang. Pengeringan ini menggunakan sinar matahari dan berlangsung selama 3-4 hari sampai rimpang benar-benar kering dan mudah dipatahkan. Oleh karena itu, diperlukan formulir pencatatan pengeringan untuk memudahkan penelusuran berapa hari rimpang yang telah dikeringkan. Yang perlu dicatat dalam kegiatan ini IV-32

84 adalah tanggal dilakukannya kegiatan pengeringan, jenis rimpang, berat rimpang basah, lokasi pengeringan, lama pengeringan, petugas yang melakukan kegiatan pengeringan, dan kolom keterangan untuk menambahkan catatan rimpang yang telah kering sempurna. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan pengeringan yang dibuat: Tabel 4.8 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengeringan Formulir Pencatatan Pengeringan Tanggal Jenis Rimpang Berat Rimpang Basah (kg) Lokasi Pengeringan Lama Pengeringan Petugas Keterangan *) *) bila rimpang telah kering sempurna dan tidak memerlukan pengeringan lagi, tuliskan pada kolom keterangan. Setelah proses pengeringan maka langkah selanjutnya adalah sortasi akhir. Pada tahapan ini simplisia yang telah kering akan dipisah berdasarkan bentuknya. Bila bentuknya besar dan utuh maka simplisia ini digolongkan ke dalam grade A dan B, sedangkan bila bentuknya kecil dan hancur digolongkan ke dalam grade C. simplisia grade A dan B inilah yang akan dilanjutkan ke dalam IV-33

85 proses berikutnya, sedangkan grade C akan menjadi bahan baku serbuk. Dalam kegiatan sortasi ini juga dilakukan penimbangan untuk mengetahui perbandingan rendemen berat antara rimpang basah dengan simplisia kering. Oleh karena itu, diperlukan formulir pencatatan sortasi akhir/sortasi kering untuk mengetahui berat akhir simplisia. Yang perlu dicatat dalam kegiatan ini adalah tanggal dilakukannya kegiatan sortasi kering, simplisia, berat simplisia grade A dan B, berat simplisia grade C, dan petugas yang melakukan kegiatan sortasi kering. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan sortasi kering yang dibuat: Tabel 4.9 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Sortasi Kering Formulir Pencatatan Sortasi Kering No. Tanggal Jenis Simplisia Berat simplisia grade A dan B Berat simplisia grade C Petugas IV-34

86 Setelah proses sortasi akhir maka langkah selanjutnya adalah pengemasan simplisia. Pada tahap ini simplisia dikemas ke dalam bahan kemasan yang kedap udara dan diberi label. Oleh karena itu diperlukan formulir pencatatan pengemasan simplisia yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses. Yang perlu dicatat dalam formulir ini antara lain adalah kode simplisia, jenis simplisia, berat simplisia, tanggal dikemas, dan petugas yang melakukan kegiatan pengemasan. Berikut adalah rancangan dari formulir pencatatan pengemasan simplisia: Tabel 4.10 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Simplisia Formulir Pengemasan Simplisia No. Kode Simplisia Jenis Simplisia Berat simplisia Tanggal dikemas Petugas IV-35

87 Setelah simplisia dikemas dan diberi label maka langkah selanjutnya adalah penyimpanan simplisia di dalam gudang yang telah disiapkan. Penyimpanan simplisia dirancang dengan menerapkan konsep First In First Out (FIFO). Oleh karena itu, perlu dirancang formulir pencatatan penyimpanan simplisia agar konsep FIFO dapat diimplementasikan dengan baik. Yang perlu ada dalam formulir pencatatan ini adalah kode simplisia, jenis simplisia, berat simplisia, tanggal masuk gudang, dan petugas yang melakukan kegiatan penyimpanan. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan penyimpanan simplisia: Tabel 4.11 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Simplisia Formulir Penyimpanan Simplisia No. Kode Simplisia Jenis Simplisia Berat simplisia (kg) Tanggal Masuk Gudang Petugas IV-36

88 Selain simplisia, Klaster Biofarmaka juga memproduksi serbuk. Bahan baku serbuk ini diperoleh dari hasil penyortiran kering simplisia grade C. Untuk memudahkan dokumentasi proses pengumpulan bahan baku maka dirancang formulir pencatatan pengumpulan bahan baku serbuk. Yang perlu dicatat dalam formulir ini antara lain adalah jenis simplisia, berat simplisia, tanggal masuk bahan baku, dan keterangan apabila bahan baku simplisia bukan berasal dari klaster. Tabel 4.12 Rancangan Awal Formulir Pengumpulan Bahan Baku Serbuk Formulir Pengumpulan Bahan Baku Serbuk No. Jenis simplisia Berat simplisia Tanggal masuk Keterangan *) *) bila simplisia bukan berasal dari klaster tuliskan pada kolom keterangan IV-37

89 Setelah simplisia grade C dikumpulkan maka langkah selanjutkan adalah membuat serbuk dengan cara menggiling simplisia menggunakan mesin pembuat serbuk. Oleh karena itu, dirancang formulir pencatatan pembuatan serbuk sebagai alat dokumentasi untuk mengatahui jenis simplisia yang dibuat serbuk. Yang perlu dicatat dalam kegiatan ini adalah tanggal dilakukannya kegiatan pembuatan serbuk, jenis simplisia, berat simplisia, dan petugas yang melakukan kegiatan perajangan. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan pembuatan serbuk yang dibuat: Tabel 4.13 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk Tanggal Jenis simplisia Berat simplisia (kg) Petugas Setelah proses pembuatan serbuk maka langkah selanjutnya adalah pengemasan. Pada tahap ini serbuk dikemas ke dalam bahan kemasan yang kedap udara dan diberi label. Oleh karena itu diperlukan formulir pencatatan IV-38

90 pengemasan serbuk yang berfungsi sebagai alat dokumentasi proses. Yang perlu dicatat dalam formulir ini antara lain adalah kode serbuk, jenis serbuk, berat serbuk, tanggal dikemas, dan petugas yang melakukan kegiatan pengemasan. Berikut adalah rancangan dari formulir pencatatan pengemasan serbuk: Tabel 4.14 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Pengemasan Serbuk Formulir Pencatatan Pengemasan Serbuk No. Kode Serbuk Jenis Serbuk Berat Serbuk Tanggal dikemas Petugas Setelah serbuk dikemas dan diberi label maka langkah selanjutnya adalah penyimpanan serbuk di dalam gudang yang telah disiapkan. Penyimpanan serbuk dirancang dengan menerapkan konsep First In First Out (FIFO). Oleh karena itu, perlu dirancang formulir pencatatan penyimpanan simplisia agar konsep FIFO dapat diimplementasikan dengan baik. Yang perlu ada dalam formulir pencatatan IV-39

91 ini adalah kode serbuk, jenis serbuk, berat serbuk, tanggal masuk gudang, dan petugas yang melakukan kegiatan penyimpanan. Berikut adalah rancangan formulir pencatatan penyimpanan serbuk: Tabel 4.15 Rancangan Awal Formulir Pencatatan Penyimpanan Serbuk Formulir Penyimpanan Serbuk No. Jenis Serbuk Berat serbuk Tanggal masuk Petugas 2. Do Setelah tahap plan maka langkah berikutnya dalam continuous improvement adalah tahap do. Dalam tahap ini dilakukan uji coba prosedur pasca panen dalam skala kecil. Prosedur yang digunakan adalah rancangan awal prosedur pasca panen yang sebelumnya disusun pada tahap plan. Pelaksanaan uji coba ini dilaksanakan di Klaster Biofarmaka pada 30 April 2012 melibatkan Ketua dan Wakil Ketua Klaster Biofarmaka, perwakilan dari kelompok tani, dan pekerja bagian produksi di Klaster Biofarmaka. IV-40

92 Dari hasil uji coba prosedur pasca panen, secara umum rancangan awal SOP yang meliputi tahap pengumpulan bahan baku, pencucian, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengemasan, dan penyimpanan dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. Pada uji coba ini terdapat beberapa hal yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik, antara lain: a. Pada tahap pengemasan tetap tidak diberikan silica gel untuk menjaga kadar air, sebab bahan tersebut tidak tersedia saat uji coba. b. Pada tahap penyimpanan, hasil uji coba tidak sesuai dengan rancangan awal SOP, sebab kondisi gudang yang masih tercampur dengan bahan lain. Setelah dilakukan uji coba prosedur pasca panen, maka langkah selanjutnya adalah tahap check yang memberikan evaluasi atau umpan balik sebelum prosedur tersebut distandarisasikan. 3. Check Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap uji coba prosedur pasca panen terhadap rancangan awal SOP pasca panen rimpang. Evaluasi ini berfungsi sebagai konfirmasi antara rancangan awal SOP dengan kondisi sebenarnya. Untuk melakukan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan kartu monitoring dalam bentuk checklist untuk menilai hasil uji coba dengan rancangan awal SOP. Berikut adalah rancangan kartu monitoring yang digunakan sebagai alat untuk evaluasi tiap tahapan pasca panen: Tabel 4.16 Rancangan Monitoring Pasca Panen MONITORING PASCA PANEN KLASTER BIOFARMAKA TAHAPAN KEGIATAN XXX Tujuan Kegiatan : Prosedur Tanda Periksa 1. Aaaa 2. Bbbb x 3. Cccc O Keterangan = prosedur dilakukan x = prosedur tidak dilakukan O = prosedur terlewati Catatan : IV-41

93 Sebelum dilakukan evaluasi prosedur, dicantumkan tujuan pada tiap-tiap tahapan pasca panen. Hal ini berfungsi agar output prosedur yang dijalankan dapat mencapat tujuan yang diharapkan. Evaluasi prosedur dilakukan untuk memastikan bahwa keseluruhan prosedur awal dapat dijalankan. Evaluasi ini dilakukan dengan cara menggunakan checklist dalam bentuk kartu monitoring. Apabila terdapat kesesuaian antara uji coba dengan rancangan awal SOP maka diberi tanda ( ). Kartu monitoring ini diisi oleh petugas yang menjalankan prosedur yang bersangkutan. Keseluruhan hasil evaluasi dapat dilihat pada lampiran. Berikut adalah contoh hasil evaluasi dari tahapan pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan dalam uji coba: Tabel 4.17 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengeringan Rimpang MONITORING PASCA PANEN KLASTER BIOFARMAKA TAHAPAN PENGERINGAN Tujuan : Menghasilkan simplisia yang kering sempurna dan mudah dipatahkan. Prosedur 1. Siapkan widig yang terletak di atas anjang-anjang yang tingginya 50 cm dari tanah Tanda Periksa 2. Letakkan rajangan rimpang di atas widig dan tidak ditumpuk. 3. Tutup rimpang dengan menggunakan kain hitam. 4. Jemur rimpang dengan menggunakan sinar matahari langsung. 5. Saat penjemuran rimpang tidak dibolak-balik. 6. Jemur rimpang sampai kadar air 10% yang ditandai dengan rimpang kering yang mudah dipatahkan 7. Isi formulir pencatatan kegiatan pengeringan rimpang. Keterangan = prosedur dilakukan x = prosedur tidak dilakukan O = prosedur terlewati Catatan : Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. IV-42

94 Tabel 4.18 Evaluasi Uji Coba Prosedur Pengemasan Simplisia MONITORING PASCA PANEN KLASTER BIOFARMAKA TAHAPAN PENGEMASAN DAN PELABELAN Tujuan : Menghasilkan simplisia yang dikemas dan berlabel. Prosedur 1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih sebelum proses pengemasan. 2. Siapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara. Tanda Periksa 3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan. 4. Timbang berat bersih untuk setiap kemasan. 5. Masukkan silica gel ke dalam kemasan agar simplisia tetap kering dan tidak lembab. 6. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres. 7. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia. 8. Apabila simplisia akan dikirim masukkan simplisia yang sudah dikemas ke dalam karung, lalu dijahit 9. Isi formulir pencatatan kegiatan pengemasan. Keterangan = prosedur dilakukan x = prosedur tidak dilakukan O = prosedur terlewati Catatan : Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP, namun belum menambahkan silica gel ke dalam kemasan. O x IV-43

95 Tabel 4.19 Evaluasi Uji Coba Prosedur Penyimpanan Simplisia Tujuan : Menghasilkan simplisia dengan kadar air < 10% dengan penyimpanan yang baik. Prosedur PENYIMPANAN PRODUK JADI 1. Siapkan tempat yang digunakan untuk menyimpan produk jadi. Tanda Periksa 2. Susun simplisia sesuai jenisnya pada rak yang tdisiapkan. 3. Atur tempat penyimpanan dari sisi kanan (First In First Out). 4. Simpan simplisia dalam gudang yang bersih dan tidak dicampur dengan bahan lain. 5. Isi formulir pencatatan kegiatan penyimpanan. PEMELIHARAAN PERSEDIAAN PRODUK 1. Jaga kerapian penataan produk di gudang. 2. Bersihkan kotoran/sampah yang terdapat di sekitar area gudang dengan menggunakan alat kebersihan. 3. Bersihkan lantai gudang secara rutin. O 4. Pantau kondisi gudang dan beri ram pada ventilasi gudang untuk mencegah binatang pengerat dan serangga yang masuk. 5. Lakukan pengamatan produk satu bulan sekali untuk mengecek kadar air. 6. Sebelum dikirim jemur kembali simplisia untuk menjaga kadar air. Keterangan = prosedur dilakukan x = prosedur tidak dilakukan O = prosedur terlewati Catatan : Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP, namun produk masih tercampur bahan lain. Secara umum telah menerapkan rancangan awal SOP, namun kondisi gudang belum aman dari binatang pengerat dan serangga x x IV-44

96 Berikut adalah rekap evaluasi hasil uji coba rancangan awal SOP pasca panen yang telah dilakukan: Tahapan Prosedur Pengumpulan bahan baku Sortasi basah Pencucian rimpang Perajangan rimpang Pengeringan Sortasi kering Pembuatan serbuk Pengemasan simplisia dan serbuk Penyimpanan simplisia dan serbuk Tabel 4.20 Evaluasi Uji Coba Rancangan Awal SOP Pasca Panen Catatan Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP, namun belum menambahkan silica gel ke dalam kemasan. Secara umum pada tahap uji coba telah menerapkan rancangan awal SOP, namun produk masih tercampur bahan lain. Secara umum telah menerapkan rancangan awal SOP, namun kondisi gudang belum aman dari binatang pengerat dan serangga 4. Act Pada tahap act ini juga dibuat standardisasi prosedur dalam bentuk dokumentasi prosedur berupa Standard Operating Procedures (SOP) pasca panen rimpang tanaman obat. Apabila dari tahap check diketahui bahwa rancangan awal prosedur pasca panen memerlukan commit perbaikan, to user maka perbaikan tersebut dicatat IV-45

97 sebagai SOP baru dan bila rancangan awal prosedur tidak memerlukan perbaikan, maka rancangan awal tersebut dipertahankan dalam SOP. SOP yang dibuat berdasarkan dari prosedur pasca panen yang telah diujicobakan. Dalam hasil uji coba terdapat dua produk yang merupakan hasil pengolahan pasca panen yaitu simplisia dan serbuk. Oleh karena itu, untuk membedakan dokumen prosedur antara prosedur pasca panen, pembuatan simplisia, dan pembuatan serbuk maka diperlukan penomoran dokumen. Penomoran dokumen yang dibuat adalah sebagai berikut: KBF-SOP-01 KBF menyatakan Klaster Biofarmaka SOP menyatakan Standard Operating Procedures 01 menyatakan prosedur pasca panen, 02 menyatakan prosedur pembuatan simplisia, dan 03 menyatakan prosedur pembuatan serbuk Untuk memperoleh tahapan prosedur pasca panen yang mendetail dalam pembuatan simplisia dan serbuk, maka dibuat dokumen prosedur pembuatan simplisia dan serbuk sesuai dengan tahapan pasca panen. Tahapan ini meliputi pengumpulan bahan baku, pencucian, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengemasan, dan penyimpanan. Oleh sebab itu, terdapat banyak dokumen yang dihasilkan, sehingga memerlukan penomoran dokumen untuk mempermudah melakukan penelusuran prosedur. Penomoran dokumen yang dibuat adalah sebagai berikut: KBF-SOP-SIM-01 KBF menyatakan Klaster Biofarmaka SOP menyatakan Standard Operating Procedures SIM menyatakan Simplisia, untuk serbuk yaitu SER 01 menyatakan Simplisia, untuk kode serbuk yaitu 02 Berikut adalah rangkuman dari dokumen SOP pasca panen rimpang tanaman obat yang dibuat: IV-46

98 Nama Dokumen KBF-SOP- 01 Standard Operating Procedures Tabel 4.21 Dokumen SOP Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat No. Dokumen KBF- SOP-02 KBF- SOP-03 Nama Dokumen Standard Operating Procedures Simplisia Standard Operating Procedures Serbuk No. Dokumen KBF-SOP-SIM-01 KBF-SOP-SIM-02 KBF-SOP-SIM-03 KBF-SOP-SIM-04 KBF-SOP-SIM-05 KBF-SOP-SIM-06 KBF-SOP-SIM-07 KBF-SOP-SIM-08 KBF-SOP-SIM-09 KBF-SOP-SER-01 KBF-SOP-SER-02 KBF-SOP-SER-03 KBF-SOP-SER-04 Nama Dokumen Standard Operating Procedures Pengumpulan Bahan Baku Sortasi Basah Pencucian Mesin Diesel Perajangan Pengeringan Sortasi Kering Pengemasan Penyimpanan Simplisia Pengumpulan Bahan Baku Mesin Pembuat Serbuk Pengemasan Penyimpanan Serbuk Selain dokumen SOP juga dirancang form pencatatan pasca panen. Form ini berfungsi sebagai bukti dokumentasi dari suatu proses. Form pencatatan pasca panen yang akan dirancang antara lain formulir pengumpulan bahan baku, formulir pencatatan pencucian dan sortasi, formulir pencatatan pengeringan, dan formulir pencatatan penyimpanan. Oleh sebab itu, terdapat banyak form yang dihasilkan, sehingga memerlukan penomoran dokumen untuk mempermudah melakukan penelusuran pencatatan prosedur pasca panen. Penomoran form pencatatan pasca panen adalah sebagai berikut: SIM-01-XXX SIM menyatakan Simplisia, untuk serbuk yaitu SER 01 menyatakan nomor formulir XXX menyatakan nama formulir dokumen Berikut adalah rangkuman dari formulir pencatatan pasca panen rimpang tanaman obat yang dibuat: IV-47

99 Tabel 4.22 Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat No. Dokumen Nama Dokumen SIM-01 Formulir Pengumpulan Bahan Baku Rimpang SIM-02 Formulir Pencatatan Sortasi dan Pencucian SIM-03 Formulir Pencatatan Perajangan SIM-04 Formulir Pencatatan Pengeringan SIM-05 Formulir Pencatatan Sortasi Akhir SIM-06 Formulir Pengemasan Simplisia SIM-07 Formulir Penyimpanan Simplisia SER-01 SER-02 SER-03 SER-04 Formulir Pengumpulan Bahan Baku Serbuk Formulir Pencatatan Pembuatan Serbuk Formulir Pengemasan Serbuk Formulir Penyimpanan Serbuk Keseluruhan dokumen SOP pasca panen dan formulir pencatatan pasca panen dapat dilihat pada lampiran I. IV-48

100 Kadar air simplisia melebihi 10% Tabel 4.23 Rangkuman Proses PDCA Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat PLAN DO CHECK ACTION Penyebab Akar Masalah Tindakan Target Implementasi Hasil Evaluasi Tindakan Selanjutnya Membuat SOP Pengumpulan Memperoleh bahan baku rimpang dalam kondisi baik Bahan baku rimpang dikumpulkan dari bahan baku yaitu umur panen 8-10 bulan dan belum tumbuh tunas kelompok tani dan dalam kondisi baik O Mempertahankan SOP Membuat SOP Sortasi basah Rimpang yang akan digunakan bersih dari bahan asing Rimpang yang akan digunakan bersih yang tidak diinginkan yang terbawa saat pengumpulan dari bahan asing yang tidak diinginkan dan dipilah sesuai kebutuhan O Mempertahankan SOP Membuat SOP Pencucian Rimpang yang akan digunakan bersih dari tanah dan Rimpang yang akan digunakan bersih kotoran yang tidak dapat dihilangkan saat sortasi dari tanah dan kotoran O Mempertahankan SOP Prosedur pasca panen yang tidak seragam Penataan produk dalam gudang tidak diatur Tidak ada prosedur pasca panen yang baku (SOP) Tidak menerapkan aturan FIFO Membuat SOP Perajangan Hasil rajangan rimpang minimal 4mm untuk mempercepat pengeringan Membuat SOP Pengeringan Kadar air simplisia rimpang tidak melebihi 10% untuk mencegah timbulnya jamur dan bakteri Mendapatkan simplisia yang berkualitas sesuai Membuat SOP Sortasi kering bentuknya, apabila terdapat simplisia yang hancur langsung dipakai sebagai bahan baku serbuk Membuat SOP Pengemasan Membuat SOP Penyimpanan Menerapkan aturan FIFO dengan mengatur tempat penyimpanan dari sisi kanan untuk memudahkan barang pertama masuk dan pertama keluar Simplisia dan serbuk dikemas dalam plastik kedap udara untuk menjaga kualitas produk dan diberi label Penyimpanan dilakukan digudang dengan sirkulasi udara yang baik dan tidak bercampur dengan bahan lain Menerapkan aturan FIFO dalam penyimpanan produk Hasil rajangan rimpang minimal 4 mm O Mempertahankan SOP Melakukan seluruh Kadar air simplisia rimpang tidak tahapan proses pasca melebihi 10% yang ditandai dengan panen berdasarkan hasil simplisia yang mudah dipatahkan rancangan awal SOP O Mempertahankan SOP Mendapatkan simplisia yang berkualitas sesuai grade bentuknya O Mempertahankan SOP Tempat penyimpanan diatur dari sisi kanan untuk memudahkan barang pertama masuk dan pertama keluar Simplisia dan serbuk dikemas dalam plastik kedap udara untuk menjaga kualitas produk dan diberi label Penyimpanan dilakukan digudang dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan bercampur dengan bahan lain Tempat penyimpanan belum diatur berdasarkan penerapan FIFO O X X Mempertahankan SOP Mempertahankan SOP dan menggunakan gudang penyimpanan yang layak Mempertahankan penerapan FIFO Keterangan: X = Tidak memenuhi target O = Memenuhi target IV-49

101 Kadar air simplisia melebihi 10% PLAN DO CHECK ACTION Penyebab Akar Masalah Tindakan Target Implementasi Hasil Evaluasi Tindakan Selanjutnya Adanya catatan kegiatan pengumpulan bahan baku untuk Kegiatan pengumpulan bahan baku Tersedia catatan pengumpulan bahan Membuat form Pengumpulan b O Mempertahankan form mengetahui asal-usul rimpang dicatat sesuai form baku sehingga memudahkan kegiatan Tersedia catatan kegiatan sortasi basah Adanya catatan kegiatan sortasi basah sehingga Kegiatan sortasi basah dicatat Membuat form Sortasi Basah sehingga memudahkan kegiatan O Mempertahankan form memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan sesuai form penelusuran dan pemantauan Kontrol terhadap kegiatan pasca panen tidak jelas Tidak ada monitoring kegiatan pasca panen Membuat form Pencucian Membuat form Perajangan Membuat form Pengeringan Membuat form Sortasi Kering Membuat form Pengemasan Membuat form Penyimpanan Adanya catatan kegiatan pencucian sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Adanya catatan kegiatan perajangan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Adanya catatan kegiatan pengeringan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Adanya catatan kegiatan sortasi kering sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Adanya catatan kegiatan pengemasan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Adanya catatan kegiatan penyimpanan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Kegiatan pencucian dicatat sesuai form Kegiatan perajangan dicatat sesuai form Kegiatan pengeringan dicatat sesuai form Kegiatan sortasi kering dicatat sesuai form Kegiatan pengemasan dicatat sesuai form Kegiatan penyimpanan dicatat sesuai form Tersedia catatan kegiatan pencucian sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Tersedia catatan kegiatan perajangan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Tersedia catatan kegiatan pengeringan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Tersedia catatan kegiatan sortasi kering sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Tersedia catatan kegiatan pengemasan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan Tersedia catatan kegiatan penyimpanan sehingga memudahkan kegiatan penelusuran dan pemantauan O O O O O O Mempertahankan form Mempertahankan form Mempertahankan form Mempertahankan form Mempertahankan form Mempertahankan form Keterangan: X = Tidak memenuhi target O = Memenuhi target IV-50

102 Untuk mendukung implementasi SOP, diperlukan beberapa mekanisme tindak lanjut perbaikan yang perlu dilakukan oleh Klaster Biofarmaka, antara lain adalah: a. Koordinasi antar pengurus dan anggota klaster untuk menjalankan SOP dengan benar. b. Mempertahankan penerapan FIFO. c. Selalu menyiapkan kain hitam sebelum pengeringan. d. Membersihkan gudang secara teratur. e. Memisahkan bahan panen lain dengan produk jadi untuk mencegah kontaminasi. f. Memberi pelindung ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara pada gudang dan mencegah masuknya binatang pengeratdan serangga g. Selalu menyiapkan silica gel sebelum pengemasan h. Menggunakan mesin perajang yang ketebalan hasil rajangannya seragam dan tidak hancur. i. Selalu memastikan kadar air produk dalam kegiatan pengamatan pada tahap penyimpanan. Berikut adalah tahapan dari continuous improvement yang telah dilakukan: 1. Menyusun improvement plan 2. Menyusun rancangan awal SOP dan formulir pencatatan pasca Menyusun dokumen SOP pasca panen dan tindakan perbaikan untuk menjaga kualitas produk Melakukan uji coba prosedur dalam skala kecil Mengevaluasi hasil uji coba terhadap rancangan awal SOP Gambar 4.18 Tahapan Continuous Improvement Pasca Panen Rimpang IV-51

103 4.3 Validasi Rancangan Standard Operating Procedures Validasi rancangan dokumen SOP dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada Ketua dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka untuk mengetahui apakah rancangan SOP dapat dijalankan dan dapat menjelaskan tanggung jawab beserta wewenang dari personil yang bersangkutan. Ketua dan Seksi Usaha dipilih menjadi responden sebab kedua jabatan tersebutlah yang bertanggungjawab secara langsung terhadap kegiatan pasca panen dan pengolahan di Klaster Biofarmaka. Ketua dan Seksi Usaha akan memberikan saran dan perbaikan terhadap masing-masing rancangan dokumen. Bentuk kuesioner validasi dapat dilihat pada Lampiran II. Dari hasil validasi didapatkan hasil bahwa rancangan SOP telah dapat dijalankan dan dapat menjelaskan tanggung jawab beserta wewenang personil yang bersangkutan sehingga dapat menjadi prosedur pasca panen terstandarisasi yang dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka Karanganyar. IV-52

104 BAB V ANALISIS Pada bab ini berisi analisis yang merupakan intrepetasi hasil dari tahap pengolahan data sebelumnya. Pada tahap ini akan dilakukan analisis prosedur awal pasca panen di Klaster Biofarmaka, analisis permasalahan di Klaster Biofarmaka, analisis hasil pelaksanaan continuous improvement di Klaster Biofarmaka, dan analisis standard operating procedures (SOP) pasca panen yang dihasilkan. 5.1 Analisis Prosedur Pasca Panen di Klaster Biofarmaka Dari prosedur pasca panen rimpang tanaman obat di Klaster Biofarmaka dibagi menjadi dua jenis produk yaitu simplisia dan serbuk. Untuk membuat simplisia bahan baku yang digunakan adalah rimpang segar, sedangkan untuk membuat serbuk bahan bakunya berasal dari simplisia. Prosedur awal pasca panen untuk membuat simplisia dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Untuk produk serbuk prosedur pembuatannya dimulai dari pengumpulan simplisia, penggilingan, pengemasan, dan penyimpanan. Selain mengamati prosedur pasca panen yang dijalankan di Klaster Biofarmaka, juga dilakukan pengamatan prosedur pasca panen di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) dan Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. Dari ketiga sumber prosedur pasca panen, ditemukan perbedaan pada tiap tahapannya. Untuk dapat mengetahui prosedur manakah yang lebih tepat untuk diimplementasikan di Klaster Biofarmaka, maka dilakukan focus group discussion (FGD) dengan para pengurus klaster. Dari hasil FGD tidak semua prosedur pembuatan pasca panen yang dijalankan di B2P2TO-OT dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka, namun prosedur pasca panen di klaster lebih condong ke prosedur yang berasal dari Kementrian Pertanian. Hal ini nampak pada prosedur di tahapan pencucian, perajangan, dan pengeringan. Pada tahap pencucian di B2P2TO-OT telah menggunakan teknologi berupa bak pencucian bertingkat, commit kemudian to user rimpang ditiriskan di atas tempat V-1

105 penirisan yang dibantu dengan kipas angin bertenaga besar untuk meniriskan air, setelah itu kulit rimpang dikupas untuk menjaga kehigienisan bahan yang digunakan sebagai bahan obat di Klinik B2P2TO-OT. Di Klaster Biofarmaka pencucian masih dilakukan secara manual dengan menggunakan air mengalir atau di dalam bak, oleh sebab itu klaster lebih mengadaptasi prosedur pencucian dari Kementrian Pertanian yang juga dilakukan secara manual. Prosedur di klaster, kulit rimpang tidak dikupas sebab pengupasan kulit rimpang tersebut memerlukan waktu yang lama dan tambahan biaya untuk tenaga kerja. Jadi prosedur pencucian di Klaster Biofarmaka tetap dilakukan secara manual dengan cara dicuci di air mengalir kemudian dibilas pada bak air, lalu rimpang ditiriskan pada wadah, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat rimpang basah. Pada tahap perajangan prosedur awal di Klaster Biofaramaka ketebalan rajangan 4 mm, di B2P2TO-OT ketebalan rajangan rimpang hanya sekitar 2-3 mm. Ketebalan rajangan rimpang dibuat tipis agar mempermudah pada tahap pengeringan, sebab kondisi geografis tempat pengolahan pasca panen B2P2TO- OT terletak di daerah pegunungan yang curah hujannya tinggi. Oleh sebab itu, Klaster Biofarmaka lebih mengadaptasi prosedur perajangan dari Kementrian Pertanian dimana ketebalan berkisar 5-7 mm. Jadi dari hasil FGD didapatkan bahwa ketebalan rajangan tetap pada ketentuan awal minimal 4 mm, sebab apabila rajangan terlalu tipis maka saat dikeringkan simplisia akan mudah hancur dan bila terlalu tebal maka proses pengeringan akan berlangsung lebih lama. Pada gambar 5.1 dapat dilihat perbedaan ketebalan hasil rajangan di B2P2TO-OT dengan Klaster Biofarmaka. ± 2-3 mm >4 mm Gambar 5.1 Perbedaan Ketebalan Rajangan Rimpang V-2

106 Pada tahap pengeringan di B2P2TO-OT dapat menggunakan teknologi oven pengering dan secara manual dengan sinar matahari. Di Klaster Biofarmaka sebenarnya telah terdapat oven pengering, namun oven tersebut tidak digunakan karena daya listriknya yang terlalu besar sehingga klaster masih menggunakan metode pengeringan secara manual. Dari hasil FGD dapat diketahui bahwa prosedur pengeringan manual di B2P2TO-OT tidak dapat diimplementasikan di Klaster Biofarmaka. Prosedur pengeringan manual di B2P2TO-OT menggunakan sinar matahari langsung dan rajangan rimpang dibolak-balik untuk mempercepat pengeringan dan agar tidak jamuran sebab kondisi geografis B2P2TO-OT yang curah hujannya tinggi. Namun bila dilakukan di Klaster Biofarmaka, rimpang yang dibolak-balik akan mempengaruhi warna simplisia, sehingga menyebabkan tidak sesuai dengan standar pabrikan. Oleh karena itu, berdasarkan hasil FGD dipilih prosedur dari Kementrian Pertanian dimana proses pengeringan dilakukan secara manual menggunakan sinar matahari langsung dan irisan rimpang yang ditutup menggunakan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi untuk menyerap panas dan mempertahankan kandungan zat aktif rimpang agar tidak rusak oleh paparan sinar matahari langsung. Rimpang dijemur sampai kering sempurna dengan kadar air < 10% yang ditandai dengan rimpang yang mudah dipatahkan. Pada kadar air < 10% maka jamur akan sulit berkembang pada simplisia. Pada gambar 5.2 dapat dilihat perbedaan prosedur pengeringan manual yang dilakukan di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka. B2P2TO-OT Klaster Biofarmaka Gambar 5.2 Perbedaan Pengeringan Secara Manual V-3

107 Beberapa tahapan prosedur pasca panen tidak hanya dipilih dari Kementrian Pertanian, tetapi juga diadaptasi dari B2P2TO-OT seperti tahapan pengemasan dan penyimpanan. Prosedur pengemasan di B2P2TO-OT dilakukan dengan pengepakan yang menggunakan bajan kemasan yang kedap udara seperti plastik, toples, dan kaleng dan diberi silica gel, setelah itu kemasan diberi label. Berdasarkan hasil FGD dipilih kombinasi antara prosedur dari Kementrian Pertanian dan B2P2TO-OT dimana dilakukan penimbangan berat bersih simplisia untuk setiap kemasan dan diberi silica gel. Silica gel berfungsi untuk menjaga kelembapan simplisia dalam kemasan agar kadar airnya stabil. Hal ini dilakukan sebab kondisi tempat penyimpanan produk di Klaster Biofarmaka yang lembab dan bercampur bahan panen lain, sehingga rawan terjadi peningkatan kadar air. Langkah selanjutnya simplisia diberi label yang memuat informasi produk. Pada gambar 5.3 dapat dilihat contoh produk dalam kemasan yang dihasilkan di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka. B2P2TO-OT Klaster Biofarmaka Gambar 5.3 Simplisia dalam Kemasan di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka Selain tahap pengemasan, tahap penyimpanan juga mengkombinasikan prosedur dari B2P2TO-OT dan Kementrian Pertanian. Prosedur penyimpanan di B2P2TO-OT dilakukan di dalam ruangan yang bersih dan tidak lembab dengan suhu penyimpanan 20 o C, dilakukan penerapan konsep FIFO (First In First Out), dan dilakukan pengamatan setiap tiga bulan sekali. Prosedur penyimpanan berdasarkan Kementrian Pertanian dilakukan di ruangan yang bersih dengan sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, jauh dari penyebab kontaminasi dan bebas dari hama gudang. Berdasarkan hasil FGD dipilh kombinasi antara prosedur dari Kementrian Pertanian dan B2P2TO-OT dimana simplisia disimpan ke dalam gudang yang bersih, tidak lembab, commit tidak to user dicampur dengan bahan lain, dan V-4

108 dilakukan pengamatan setiap bulan untuk mengecek kadar air. Selain itu diterapkan konsep FIFO (First In First Out) dimana tempat penyimpanan juga diatur dari sisi kanan untuk memudahkan produk yang pertama masuk dan keluar. 5.2 Analisis Permasalahan di Klaster Biofarmaka Dari standar penerimaan bahan baku di perusahaan jamu yang meliputi kebenaran bahan, kadar air bahan, dan kebersihan bahan, hanya standar kadar air simplisia yang tidak dapat dipenuhi oleh Klaster Biofarmaka. Kadar air simplisia dari klaster melebihi batas maksimum yaitu 10%. Dengan kadar air yang cukup tinggi ini menyebabkan simplisia tidak tahan simpan dan mudah ditumbuhi oleh jamur. Permasalahan tersebut muncul dari beberapa faktor seperti man, machine, method, material, dan environment. Pada faktor method, masalah tersebut muncul disebabkan adanya prosedur pasca panen yang tidak seragam, kontrol pada pasca panen yang tidak jelas, penataan produk dalam penyimpanan yang tidak diatur, dan proses pengeringan yang tidak tepat. Penyebab utama masalah / primary cause yang berupa adanya prosedur pasca panen yang tidak seragam disebabkan oleh ketiadaan SOP. Klaster belum memiliki prosedur terdokumentasi yang mengatur agar proses pasca panen berlangsung secara seragam dalam setiap prosesnya. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan merancang SOP untuk menyeragamkan prosedur pasca panen rimpang yang dilakukan, kemudian dilakukan uji coba SOP dan evaluasi untuk mengetahui apakah SOP yang dirancang dapat diimplementasikan dengan baik, sehingga dapat meminimalkan terjadinya masalah kadar air dari primary cause prosedur pasca panen yang tidak seragam. Untuk primary cause yang berupa kontrol pada pasca panen yang tidak jelas disebabkan karena ketiadaan form kegiatan pasca panen, hal ini terjadi sebab tidak ada pencatatan dalam setiap proses pasca panen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pencatatan dalam setiap tahapan pasca panen sebagai alat dokumentasi proses yang sedang berlangsung. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan merancang formulir pencatatan pasca panen sebagai alat dokumentasi yang memudahkan penelusuran proses, sehingga dapat meminimalkan terjadinya kesalahan yang mengakibatkan naiknya commit kadar to user air produk. V-5

109 Untuk primary cause yang berupa penataan produk yang tidak diatur disebabkan karena tidak menerapkan aturan FIFO (First In First Out). Klaster tidak menerapkan FIFO dalam tahap penyimpanan produk di gudang, hal ini mengakibatkan kenaikan kadar air simplisia sebab simplisia yang lebih awal masuk gudang memiliki kemungkinan lebih lama berada di dalam gudang. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan menerapkan konsep FIFO dalam prosedur penyimpanan produk jadi. Pada penerapan FIFO, penataan produk diatur dari sisi sebelah kanan ke kiri yang menandai bahwa produk tersebut lebih dahulu masuk gudang dari sebelah kanan. Dengan diterapkannya konsep FIFO maka produk yang paling awal disimpan akan keluar gudang paling awal pula begitu pula sebaliknya. Hal ini dapat meminimalkan terjadinya kenaikan kadar air pada produk yang disimpan. Untuk primary cause yang berupa proses pengeringan yang tidak tepat dikarenakan pada prosedur awal pengeringan yang hanya menggunakan sinar matahari langsung tanpa ditutup dengan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi untuk mempertahankan kandungan zat aktif rimpang agar tidak rusak oleh paparan sinar matahari langsung dan menyerap panas agar simplisia kering sempurna secara menyeluruh. Apabila terdapat simplisia yang belum kering sempurna ikut terkemas maka akan mempengaruhi kadar air simplisia yang lain. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan penyediaan kain hitam sebelum proses pengeringan dilakukan dan pelaksanaan SOP tahap pengeringan yang selalu menggunkan kain hitam. Hal ini dapat meminimalkan terjadinya kenaikan kadar air sebab simplisia dapat kering secara menyeluruh. Pada faktor material, terdapat primary cause yang disebabkan oleh ketiadaan material pendukung untuk mempertahankan kadar air simplisia dalam kemasan. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan penyediaan silica gel sebelum proses pengemasan dilakukan dan pelaksanaan SOP tahap pengemasan. Hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya kenaikan kadar air sebab pemberian silica gel pada setiap kemasan produk menjadikan simplisia tetap kering dan tidak lembab sebagaimana yang dilakukan di B2P2TO-OT. Pada faktor environment terdapat primary cause yang disebabkan oleh kondisi gudang penyimpanan klaster commit kurang to user layak sebab gudang tercampur V-6

110 dengan bahan panen lain dan ventilasi gudang yang kurang memadai tanda adanya pelindung. Hal tersebut mempengaruhi tingkat kelembapan gudang yang dapat berakibat meningkatkan kadar air produk, serta memungkinkan terjadinya kontaminasi dari binatang pengerat dan serangga yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Dalam siklus PDCA, masalah tersebut diatasi dengan membersihkan gudang dari bahan panen lain yang dapat mengundang binatang pengerat dan memberi pelindung pada ventilasi untuk menjaga sirkulasi udara. Hal ini dapat meminimalkan terjadinya kenaikan kadar air produk sebab sirkulasi udara di gudang penyimpanan lancar dan kondisi gudang penyimpanan steril dari bahan panen lain sebagaimana yang dilakukan di B2P2TO-OT. Pada gambar 5.4 dapat dilihat perbedaan gudang penyimpanan di Biofarmaka. B2P2TO-OT dan Klaster B2P2TO-OT Klaster Biofarmaka Gambar 5.4 Perbedaan Kondisi Gudang di B2P2TO-OT dan Klaster Biofarmaka Pada faktor machine terdapat primary cause yang disebabkan oleh ketebalan rajangan yang tidak seragam dan pengecekan kadar air yang masih manual. Ketebalan rajangan yang tidak seragam tersebut disebabkan oleh perajangan rimpang yang masih manual. Sebenarnya Klaster Biofarmaka telah memiliki mesin perajang rimpang yang merupakan bantuan dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), namun hasil rajangan rimpang yang dihasilkan mesin tersebut cenderung hancur karena ketebalannya yang hanya 2-3 mm. Hasil rajangan menggunakan mesin perajang rimpang tersebut menghasilkan simplisia yang hancur seperti yang terlihat pada gambar 5.5, maka klaster akan rugi sebab perusahaan jamu tidak akan menerima simplisia yang hancur. Oleh karena itu, Klaster Biofarmaka memotong rimpang secara manual meskipun ketebalannya yang tidak seragam. commit Ketidakseragaman to user hasil pemotongan inilah V-7

111 yang mengakibatkan proses pengeringan yang tidak sama. Rimpang yang lebih tebal memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama. Oleh sebab itu, pada penelitian selanjutnya perlu dirancang mesin perajang rimpang yang menghasilkan rajangan dengan ketebalan 4-5 mm dan tidak hancur sesuai dengan standar pabrikan. Gambar 5.5 Simplisia Hasil Rajangan Mesin Perajang Rimpang Untuk primary cause pengecekan kadar air yang masih manual disebabkan karena Klaster Biofarmaka tidak memiliki alat pengecek kadar air (moisture analyzer). Selama ini klaster hanya menggunakan metode pendugaan untuk mengetahui kadar air. Bila setelah melalui proses pengeringan selama 4-5 hari simplisia sangat mudah untuk dipatahkan, berarti simplisia tersebut telah kering sempurna dengan kadar air kurang dari 10%. Metode tersebut tentunya tidak akurat, sebab meskipun simplisia sangat mudah untuk dipatahkan tetap ada kemungkinan bahwa kadar airnya masih melebihi 10%. Untuk mengetahui keakurasian kadar air hanya dapat dilakukan dengan menggunakan moisture analyzer, namun alat tersebut cukup mahal sehingga Klaster Biofarmaka tidak sanggup untuk membelinya. Oleh sebab itu, pada penelitian selanjutnya dapat dirancang alat pengecek kadar air yang harganya terjangkau untuk klaster. Pada gambar 5.6 dapat dilihat alat pengecek kadar air yang digunakan di B2P2TO-OT. Gambar 5.6 Alat Pengecek Kadar Air Simplisia di B2P2TO-OT V-8

PERANCANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI

PERANCANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI PERANCANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI BUDIDAYA RIMPANG TEMU LAWAK DENGAN SIKLUS PDCA (PLAN, DO, CHECK, AND ACTION) DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi MARTHA CINTYA P. I0308106 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan

Lebih terperinci

E.2. Perancangan standard operating procedures (SOP)...

E.2. Perancangan standard operating procedures (SOP)... E.2. Perancangan standard operating procedures (SOP)... (Fakhrina Fahma, dkk.) PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENGOLAHAN PASCA PANEN RIMPANG TANAMAN OBAT DAN IDENTIFIKASI GOOD MANUFACTURING

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian mulai dari observasi awal hingga diperolehnya kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Langkah-langkah

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini membahas secara sistematis tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1. Mulai Observasi

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi beberapa hal pokok mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan yang digunakan.

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) PENGELOLAAN PASCA PANEN DAUN KUMIS KUCING DENGAN METODE PLAN DO CHECK ACTION (PDCA) DI KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR Skripsi JINGGA NUANSA NARWASTUJATI

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian. Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan prosedur budidaya kumis kucing di Klaster Biofarmaka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang dan menyejukkan yang diberikan alam dirindukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Perspektif pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan metode

BAB IV METODE PENELITIAN. Perspektif pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan metode BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analistis yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana 1 Program Studi Pendidikan B iologi. Disusun Oleh: RAHAYU KURNIA DEWI

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana 1 Program Studi Pendidikan B iologi. Disusun Oleh: RAHAYU KURNIA DEWI PENGAMATAN INTI SEL UJUNG AKAR Allium cepa MENGGUNAKAN PEWARNA ALTERNATIF BUAH GENDULA GENDULU (Breynia sp) DAN PERASAN RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica) Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab lamanya waktu perbaikan jaringan komputer dan mencari solusi perbaikannya dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai ruang lingkup penelitian yang mencakup latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi

Lebih terperinci

Nama : Gema Mahardhika NIM : Kelas : A PDCA. a) Pengertian

Nama : Gema Mahardhika NIM : Kelas : A PDCA. a) Pengertian PDCA a) Pengertian Dalam peningkatan mutu dalam kebidanan diperlukan manajemen yang baik agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai secara efektif dan efisien. Didalam ilmu manajemen, ada konsep problem

Lebih terperinci

E.12. Penetapan harga pokok produksi (HPP) produk rimpang temulawak...

E.12. Penetapan harga pokok produksi (HPP) produk rimpang temulawak... E.12. Penetapan harga pokok produksi (HPP) produk rimpang temulawak... (Fakhrina Fahma, dkk.) PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK RIMPANG TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Persaingan global di bidang manufacturing otomotif yang sarat dengan tuntutan kualitas, lead time singkat dan on time delivery maka diperlukan perbaikan terus menerus dan rencana produksi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB)

GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) V GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) 5.1 Sejarah Perusahaan Pusat Studi Biofarmaka merupakan suatu lembaga yang meneliti dan mengembangkan tanaman biofarmaka. Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi, hingga

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALAT PEMOTONG KUNYIT UNTUK SIMPLISIA DI KLASTER BIOFARMAKA KARANAGANYAR

PENGEMBANGAN ALAT PEMOTONG KUNYIT UNTUK SIMPLISIA DI KLASTER BIOFARMAKA KARANAGANYAR PENGEMBANGAN ALAT PEMOTONG KUNYIT UNTUK SIMPLISIA DI KLASTER BIOFARMAKA KARANAGANYAR 1 Fakhrina Fahma, 2 Retno Wulan Damayanti, 3 Desy Meilina Fulani 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Penanganan Barang Tolakan pada Perusahaan XYZ di Lembang Jawa Barat

Penanganan Barang Tolakan pada Perusahaan XYZ di Lembang Jawa Barat Penanganan Barang Tolakan pada Perusahaan XYZ di Lembang Jawa Barat Ananda Oktaria 1,Marlinda Apriyani 2, Cholid Fatih 3 Mahasiswa 1, Dosen Politeknik Negeri Lampung 1 2, Dosen Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA DENGAN METODE SWOT ANALYSIS DI KOPERASI TIGA JAYA MANDIRI SURAKARTA

PERANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA DENGAN METODE SWOT ANALYSIS DI KOPERASI TIGA JAYA MANDIRI SURAKARTA PERANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA DENGAN METODE SWOT ANALYSIS DI KOPERASI TIGA JAYA MANDIRI SURAKARTA Skripsi WIDY PRATAMI 10304074 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi AYU PURNAMA

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM SIMPLISIA KERING SEBAGAI SALAH SATU UPAYA UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH PETANI JAHE DI DESA TAMANSARI, KECAMATAN KERJO, KABUPATEN KARANGANYAR BIDANG

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

E. Industri 1. Pemodelan Minimize Total Biaya Pengendalian Kualitas terhadap Proses Manufakturing Produk Furniture Sutrisno B, Abd.

E. Industri 1. Pemodelan Minimize Total Biaya Pengendalian Kualitas terhadap Proses Manufakturing Produk Furniture Sutrisno B, Abd. E. Industri 1. Pemodelan Minimize Total Biaya Pengendalian Kualitas terhadap Proses Manufakturing Produk Furniture Sutrisno B, Abd. Haris, Romadhon 2. Perancangan Standart Operating Procedures (SOP) Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kepentingan yang besar terhadap sektor pertanian. Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia yang dilihat dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI. Hak Cipta milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. ANALISIS DEFECT PADA PROSES PRODUKSI DENGAN METODE QCC (QUALITY CONTROL CIRCLE) DAN SEVEN TOOLS DI PT. HILON SURABAYA (STUDI KASUS FINISHING PRODUK MATRAS) SKRIPSI Oleh : ANDRI HERMAWAN 0532010128 JURUSAN

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG Miftakhurrizal Kurniawan 1, Isna Arofatus Zahrok 2 Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Lebih terperinci

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt TANAMAN BERKHASIAT OBAT By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt DEFENISI Tanaman obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan/

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 setelah BraziRismawati. Dari 40 000 jenis

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT PENGOLAHAN BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR

BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT PENGOLAHAN BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT PENGOLAHAN BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi ESTI KOCO SUSILOWATI I 0309019 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan kesehatan. Gaya hidup yang kembali ke alam (Back to nature)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan kesehatan. Gaya hidup yang kembali ke alam (Back to nature) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamu merupakan ramuan tradisional kesehatan yang telah dikenal secara turun temurun dan digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Genap tahun 2005/2006

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Genap tahun 2005/2006 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Genap tahun 2005/2006 MENGATASI REJECT FACE KASAR CYLINDER COMP TYPE KTMK DAN KTLM PT. ASTRA HONDA MOTOR Suprapto NIM : 0800786691

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pengendalian Kualitas Statistika. Ayundyah Kesumawati. Prodi Statistika FMIPA-UII. September 30, 2015

Pendahuluan. Pengendalian Kualitas Statistika. Ayundyah Kesumawati. Prodi Statistika FMIPA-UII. September 30, 2015 Pendahuluan Pengendalian Kualitas Statistika Ayundyah Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII September 30, 2015 Ayundyah (UII) Pendahuluan September 30, 2015 1 / 32 Pendahuluan Karaketristik lingkungan

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

PERANCANGAN DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN LABORATORIUM PADA LABORATORIUM MEKATRONIKA UNS BERDASARKAN SNI ISO/IEC : 2008

PERANCANGAN DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN LABORATORIUM PADA LABORATORIUM MEKATRONIKA UNS BERDASARKAN SNI ISO/IEC : 2008 PERANCANGAN DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN LABORATORIUM PADA LABORATORIUM MEKATRONIKA UNS BERDASARKAN SNI ISO/IEC 17025 : 2008 Skripsi ADITHA CAPRYANI I0312003 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PRODUKSI LIPSTIK HERBAL DENGAN PEWARNA ALAMI TANAMAN OBAT

PRODUKSI LIPSTIK HERBAL DENGAN PEWARNA ALAMI TANAMAN OBAT PRODUKSI LIPSTIK HERBAL DENGAN PEWARNA ALAMI TANAMAN OBAT Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Agrofarmaka di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Program

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

Penentuan Harga Pokok Produksi Kunyit dan Produk Olahan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar

Penentuan Harga Pokok Produksi Kunyit dan Produk Olahan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar Performa (2013) Vol. 12, No. 1: 25-32 Penentuan Harga Pokok Produksi Kunyit dan Produk Olahan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar Nisa Rukma Toga *, Fakhrina Fahma, Murman Budijanto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG)

SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG) SOP PASCAPANEN TANAMAN OBAT (RIMPANG) KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2011 PENGARAH : Direktur Budidaya dan Pascapanen

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi memerlukan kondisi kesehatan yang optimal. Kondisi kesehatan tubuh tentunya tidak bisa lepas dari konsumsi makanan yang sehat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah penting. Oleh karena itu, jahe menjadi komoditas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha

Lebih terperinci

ABSTRACT. Faculty of Information Technology (FTI) is a academic organization which part of Maranatha Christian University.

ABSTRACT. Faculty of Information Technology (FTI) is a academic organization which part of Maranatha Christian University. ABSTRACT Faculty of Information Technology (FTI) is a academic organization which part of Maranatha Christian University. With many operational activities, FTI needs SOP (Standard Operating Procedure)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu semenanjung Malaysia, Thailand, Myanmar dan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT

BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT Sirkuler No. 11, 2005 BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika Jl. Tentara Pelajar No. 3 Telp. (0251)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pertanian di Indonesia hingga saat ini masih berpotensi besar untuk dikembangkan, salah satunya pada tanaman obat. Trend gaya hidup back to nature yang berkembang di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

SOAL PELATIHAN PENANGANAN PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Juwariyah BP3 K Garum. Berilah Tanda Silang (X) Pada Jawaban Yang Saudara Anggap Paling Benar!

SOAL PELATIHAN PENANGANAN PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Juwariyah BP3 K Garum. Berilah Tanda Silang (X) Pada Jawaban Yang Saudara Anggap Paling Benar! SOAL PELATIHAN PENANGANAN PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Juwariyah BP3 K Garum Berilah Tanda Silang (X) Pada Jawaban Yang Saudara Anggap Paling Benar! 1. Apa yang anda ketahui tentang GHP... a. Good Agriculture

Lebih terperinci

KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) DALAM PROSES PEMBUATAN MARNING JAGUNG

KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) DALAM PROSES PEMBUATAN MARNING JAGUNG LAPORAN TUGAS AKHIR KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) DALAM PROSES PEMBUATAN MARNING JAGUNG Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian yang berguna untuk membantu menjelaskan secara deskriptif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantiatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Teridentifikasi sebanyak jenis flora

BAB I PENDAHULUAN. terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Teridentifikasi sebanyak jenis flora BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Teridentifikasi sebanyak 30.000 jenis flora di Indonesia dan 950

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

HALAMAN MOTTO. Tak ada yang tak mungkin bila kita yakin. (Junaedi Sutanto)

HALAMAN MOTTO. Tak ada yang tak mungkin bila kita yakin. (Junaedi Sutanto) HALAMAN MOTTO Tak ada yang tak mungkin bila kita yakin (Junaedi Sutanto) vi HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan Skripsiku ini untuk kedua orang tua ku Alm.Papa teladan ku..mama ku tercinta..terima kasih

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Temulawak merupakan salah satu tumbuhan obat yang telah lama digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional. Temulawak banyak ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

(Studi Kasus di PT Panca Bintang Tunggal Sejahtera)

(Studi Kasus di PT Panca Bintang Tunggal Sejahtera) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BENANG POLYESTER COTTON 45 MELALUI ANALISIS TOTAL QUALITY CONTROL (Studi Kasus di PT Panca Bintang Tunggal Sejahtera) SKRIPSI Disusun Oleh : Afifah Alrizqi NIM. J2E 009 011 JURUSAN

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 : 2008 PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR. (Studi Pada PT. Macanan Jaya Cemerlang Klaten)

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 : 2008 PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR. (Studi Pada PT. Macanan Jaya Cemerlang Klaten) IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001 : 2008 PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Pada PT. Macanan Jaya Cemerlang Klaten) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Sebutan Ahli Madya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh: CAECILIA EKA PUTRI

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh: CAECILIA EKA PUTRI PENGARUH PERLAKUAN PERENDAMAN DENGAN ASAM SITRAT DAN NATRIUM METABISULFIT TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) YANG DIKERINGKAN DENGAN SOLAR TUNNEL DRYER DAN TERHADAP

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer

BAB I PENDAHULUAN. terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (onfarm\agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode Fish bone untuk mencari akar masalah, berikutnya digunakan metode 5W-1H untuk menganalisa lebih lanjut dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengendalian Kualitas. Menurut (Douglas C. Montgomery, 2009:4) mutu atau kualitas sudah menjadi faktor paling penting didalam konsumen mengambil keputusan dalam memilih antara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Hal ini perlu mendapat perhatian berbagai pihak, karena sektor pertanian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Studi Ganda Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2006/2007 USULAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN UNTUK OPERATIONAL EXCELLENCE

Lebih terperinci

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management Total Quality Management (TQM) adalah suatu filosofi manajemen untuk meningkatkan kinerja bisnis perusahaan secara keseluruhan dimana pendekatan manajemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN MODUL SAINTIFIKASI JAMU PENANGANAN PASCA PANEN Disusun Oleh : Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt. BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Jahe untuk bahan baku obat

Jahe untuk bahan baku obat Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS KANTONG PLASTIK DENGAN METODE SEVEN STEPS DI PT PRIMATAMA RAJAWALI SURAKARTA

PENINGKATAN KUALITAS KANTONG PLASTIK DENGAN METODE SEVEN STEPS DI PT PRIMATAMA RAJAWALI SURAKARTA PENINGKATAN KUALITAS KANTONG PLASTIK DENGAN METODE SEVEN STEPS DI PT PRIMATAMA RAJAWALI SURAKARTA TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri IVAN

Lebih terperinci

FLOWCHART. Flowchart adalah penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urut-urutan prosedur dari suatu program.

FLOWCHART. Flowchart adalah penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urut-urutan prosedur dari suatu program. FLOWCHART Flowchart adalah penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urut-urutan prosedur dari suatu program. Flowchart terbagi atas lima jenis, yaitu : Flowchart Sistem (System Flowchart) Flowchart

Lebih terperinci

SOP PENANGANAN PASCAPANEN JAMUR TIRAM

SOP PENANGANAN PASCAPANEN JAMUR TIRAM SOP PENANGANAN PASCAPANEN JAMUR TIRAM KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2011 PENGARAH : Dr. Ir. Yul Harry Bahar Direktur

Lebih terperinci