STUDI TAMPILAN KMRJA SAPI PO INDUK PADA MUSIM KEMARAU DALAM USARATANI TERNAK RAKYAT DI JANVA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI TAMPILAN KMRJA SAPI PO INDUK PADA MUSIM KEMARAU DALAM USARATANI TERNAK RAKYAT DI JANVA TIMUR"

Transkripsi

1 Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997 STUDI TAMPILAN KMRJA SAPI PO INDUK PADA MUSIM KEMARAU DALAM USARATANI TERNAK RAKYAT DI JANVA TIMUR M. ALI YusRAN, LUKMAN AFFANDHY dan MARIYONO Instalasi Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian - Grati, Pasuruan RINGKASAN Untuk mengetahui batasan ideal berat badan dan skor kondisi tubuh (SKT) sapi PO induk pasca beranak pada musim kemarau dilakukan penelitian dengan cara survai selama musim kemarau (Juli - September 1995) di desa-desa terpilih. Sebanyak 124 ekor sapi PO induk yang beranak dalam kurun waktu pelaksatuaan survai beserta pedetnya digunakan sebagai ternak contoh. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis uji keragaman, analisis regresi/korelasi dan analisis deskriptif. Hasil menunjukkan, bahwa rata-rata berat badan dua minggu pasca beranak pada kelompok sapi PO induk yang mengalami lama periode APP 560 hari dan > 60 - <_90 hari adalah lebih besar secara nyata (P<0,05) daripada lama periode APP > 90 hari (372,5 kg dan 349,8 kg vs 294,5 kg), sedangkan SKT kelompok 560 hari adalah paling tinggi (6,1 vs 5,4 dan 4,7). Faktor altitude dan kepadatau ternak daerah tempat pedet sapi PO dipelihara serta jenis kelamin tidak berpengaruh nyata terhadap PBBH 3 bulau. sedang berat badan induk dalam 3 bulan awal pasca beranak berperan nyata (P<0,05). Berat badan induk dalam periodc tersebut kurang dari 270 kg merupakan salah satu penyebab PBBH 3 bulan dari pedetnya Icbih rendah daripada rata-rata populasi, yaitu < 0,54 kg/hari. Dengan demikian dapat dinyatakan, bahwa sapi PO induk yang beranak dalam musim kemarau di daerah-daerah sentra sapi PO di Jawa Timur akan mengalami lama periode APP yang optinkil (60 hari) dan PBBH 3 bulan pedetnya di atas rata-rata populasi (?0,54 kg/hari) apabila berat badan dua minggu pasca beranak tidak kurang dari 370 kg dengan SKT minimal enam. Kata kunci : Sapi PO induk, kinerja, batasan ideal, musim kemarau, usahatani, Jawa Timur PENDAHULUAN Keberadaan sapi Peranakan Ongole (PO) di Jawa Timur sangat potensial untuk menunjang peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Hal ini dikarenakan sebagian besar populasi sapi yang ada di Jawa Timur adalah sapi PO, baik di daerah dataran rendah maupun sedang sampai tinggi. Hasil penjualan anak sapi (pedet) merupakan salah sate sumber pendapatan bagi peternak dalam sistem usahatani ternak sapi potong, seperti haluya pada sapi PO, selain dari hasil penjualan sapi dewasa atau sapi afkir (YUSRAN el al., PERKINs dan SABRANI, 1993). Dengan demikian prestasi tampilan reproduksi sapi PO induk dan pertumbuhau pedet yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi utama dalam usahatani temak sapi PO. Penilaian tingkat prestasi reproduksi seekor sapi PO induk yang paling utama adalah dari prestasi tampilan jarak beranak (calving interval). Lama periode anestrus postpartum (APP) mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan jarak beranak (AsTirn el al., 1983). 927

2 Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997 Berdasarkan partisi clan penggunaan nutrisi di dalam tubuh ternak sapi guns memenuhi kebutuhan untuk proses-proses fisiologis selama periode pasca beranak (laktasi), berat badan clan kondisi tubuh saat beranak clan selama periode tersebut dapat berpengaruh terhadap lama periode APP (CHURCH, 1979 ; VAN NIEKERK, 1982 ; KING clan MACLEOD, 1988 ; MUKASA-MUGERWA, 1989). Berat badan maupun kondisi tubuh secara pasti dipengaruhi oleh faktor kondisi status nutrisi yang dikonsumsi. Hasil penelitian MULVANY (1977) yang dikutip oleh BALCH (1984) memberikan kesimpulan, baliwa batasan berat badan maupun kondisi tubuh pasca beranak ternak sapi yang ideal dapat beragam karena adanya perubahan bangsa sapi clan kondisi nutrisi yang dikonsumsi. Dalam sistem usahatani ternak sapi rakyat, suplai pakan sangat tergantung oleh ketersediaan hijauan makanan ternak yang tumbuh di luar lahan olah tanaman pangan clan beberapa limbah dari tanaman pangan. Ketersediaan bahan-bahan ini dapat berfluktuasi seining dengan adanya perubahan musim ; clan pads musim kemarau (pertengahan sampai akhir musim) merupakan periode kritis ketersediaan bahan-balian pakan sapi tersebut (KOMARUDIN-MA'SUN1 et al., 1993 ; THAHAR clan MAHYUDDIN, 1993). Pertumbuhan prasapill clipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin, tampilan kinerja tetuanya, produksi susu induk, konsumsi pakan induk maupun peclet clan tatalaksana pemeliharaan (BROWN, 1960 ; MAURICE et al., 1973 : BOWKER et al : USRI, 1983). Faktor-faktor tersebut di Jawa Timur, kecuali bangsa, sangat beragam seiring dengan beragamnya kondisi agroekosistem lingkungan sapi PO dibudidayakan. Dalam kondisi keragantan tersebut tentunya akan mengakibatkan beragamnya pula tampilan pertumbuhan peclet. Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui batasan ideal berat badan clan SKT sapi PO induk pasca beranak pada musim kemarau dalam kaitannya dengan tampilan lama periode anestrus postpartum (APP) clan pertambahan berat badan harian peclet prasapih (PBBH 3 bulan) yang optimal dalam sistem usahatani ternak sapi PO di Jawa Timur. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan acuan penentuan strategi dalam sistem usahatani ternak sapi PO induk untuk mencapai tingkat produktivitas (menghasilkan anak/pedet) yang tinggi. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survai pada musim leering sampai awal hujan (Juli - Desember 1995) di beberapa desa sentry sapi PO di Jawa Timur. Pemilihan lokasi (desa) penelitian dilakukan secara purposive random sampling clan berstrata. Strata yang dibuat berclasarkan ketinggian tempat (altitude) clan kepadatan ternak sapi, yakni 1. Strata I (T-P) : claerah clataran sedang sampai tinggi (>4(X) m d.p.l) clan paclat ternak sapi (>_1,85 UT/ha). (Lokasi : desa Dadapan - Wajak Malang-. desa Ngembul-Binangun Blitar). 2. Strata II (T-J) : daerah dataran sedang sampai tinggi clan jarang ternak sapi (<_1,10 UT/ha) (Lokasi : desa Swnberagung-Selorejo Blitar desa Tawangsari Poncokusiuno - Malang). 928

3 SeminarNasional Peternakan dan Veteriner Strata III (R-P) : daerah dataran rendah (5100 m d.p.l) dan padat tet;nak sapi (Lokasi : desa Tanjungrejo-Tongas Probolinggo ; desa Lerankulon -Palang Tuban). 4. Strata IV (R-J) : daerah dataran rendah clan jarang ternak sapi (Lokasi : desa Minoharjo - Widang - Tuban). Penentuan kepadatan ternak sapi di tiap lokasi berdasarkan data sekunder dari Dinas Peternakan Dati I Jawa Timur dan Kecamatan yang terpilih. Sapi yang digunakan sebagai ternak sampel adalah sapi-sapi PO induk yang beranak dalam bulan Juli sampai September 1995 (musim kemarau). Sebanyak 124 ekor sapi PO induk beserta pedetnya telah terpilih secara acak sebagai ternak sampel dari populasi/kelompok yang termasuk dalam syarat. Selama pengamatan, sapi memperoleh perlakuan pemeliharaan dan suplai pakan serta menyusui pedetnya secara tidak terbatas (1, 'olunlarv - Suckling) sesuai pola budidaya oleh peternak. Parameter yang diamati 1. Berat bahan clan skor kondisi tubuh (SKT) Pengukuran dilakukan tiga minggu sekali. SKT ditetapkan berdasarkan petunjuk NICHOLAS dan BLTI -rerworth (1986) ; yang mempunyai kisaran skor 1 (kurus) sampai dengan 10 (gemuk). Skor kondisi tubuh menunjukkan kurus-gemuknya sapi. Berat bahan induk dan pellet diukur selama 3 bulan setelah beranak (lahir). 2. Lama periode Anestrus postpartum (APP) Ditentukan berdasarkan interval waktu (hari) antara tanggal beranak sampai dengan tanggal terlihat birahi pertama kali setelah beranak. Penentuan birahi sapi didasarkan atas terlihatnya tanda-tanda birahi secara nyata dari luar tubuh sapi. 3. Suplai pakan Pengamatan suplai pakan meliputi jenis clan jumlah pakan yang tersedia di kandang per hari. Pengamatan dilakukan sebanyak 15 kali tiap 30 hari. Suplai pakan dihitung dalam bentuk suplai bahan kering (BK) clan protein kasar (PK) per Unit Ternak (UT) per hari ; yang diperoleh dengan cara perhitungan = Total BK atau PK yang tersedia dalam kandang dibagi dengan total UT yang ada dalam kandang. Analisis statistik yang digunakan dalam pengolahan data adalah analisis uji variansi, analisis regresi/korelasi dan analisis deskriptif. Kondisi usahatani ternak responden HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran kondisi usahatani ternak para responden, berdasarkan jumlah pemeliharaan sapi PO induk, pada penelitian ini dapat dilihat di label 1. Berdasarkan persentase jumlah peternak pemelihara sapi PO induk berjumlah satu ekor merupakan persentase yang paling tinggi di sennia strata desa lokasi penelitian clan rata-rata jumlah pemeliharaan sapi PO induk oleh responden adalah berkisar antara 1,1 sampai 1,5 ekor (label 1). Ciri kliusus dalam pemberian pakan sapi oleh peternaknya adalah ransum basalnya 929 /

4 Seminar Na.sional Peternakan don hetenner 199- terutama berupa rumput lapangan dam atau jerami jerami tanaman pangan, tanpa ada suplementasi pakan konsentrat sebagai somber protein atau energi serta jumlah pemberiannya selalu irrasionil. Tabel 1. Distribusi jumlah responder berdasarkan jumlah pemeliharaan sapi PO induk dam ratarata jumlah pemilikan per peternak di lokasi penelitian Jumlah pemeliharaan SapiPOinduk T-P Lokasi T-J penelitian R-P R-J (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) lekor ekor ekor Rata-rata (ekor/peternak) 1,1 1,1 1,5 1,5 T - P desa di dataran sedang-tinggi ; kepadatvt temak kategori padat T - J desa di dataran sedang-tinggi ; kepadatan temak kategori jarang R - P desa di dataran rendah, kepadaun temak kategori padat R - J desa di dataran rendah ; kepadatan temak kategori jarang Faktor ketinggian tempat dam kepadatan ternak Suplai BK dam PK per UT per hari selanla musim kemarau sampai dengan awal musim hujan di desa-desa lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tingkat suplai pakan tersebut tidak menunjukkan tingkat konsumsi, akan tetapi dapat dipakai untuk pendekatan dalam memperkirakan tingkat konsumsi dam status gizi pakan sapi PO induk. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 2 memberikan arti bahwa pada musim kemarau sampai dengan awal musim hujan, faktor ketinggian tempat berperan nyata untuk terjadinya keragaman suplai pakan (BK dam PK per UT/hari) sapi PO induk 3 bulan awal pasca beranak ; sedang faktor kepadatan ternak sapi berperan nyata di daerah dataran rendah. Tabel 2. Rata-rata suplai.bahan keying dam protein Kasar (kg/ut/hari) dalam musim kemarau sampai dengan awal hujan di desa-desa lokasi penelitian Nutrisi Lokasi penelitian T-P T-J R-P R-J Bahan Kering 9,04a 10,12a 6,89b 4,94c Protein Kasar 0,94a 1,17a 0,64b 0,44c Superskrip yang berbeda dalam baris yang sama adalah berbeda sangat nyata (P.,' 0,01) Selain itu ditunjukkan, bahwa sapi di semua lokasi penelitian memperoleh suplai pakan dalam tingkat berresiko tinggi mengalami defisiensi PK. Defisiensi PK pada ternak sapi akan selalu menyebabkan menurunnya nafsu makan dam tingkat konsumsi ; dam akhirnya akan menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi energi (CHURCH, 1979). Dalam kondisi keragaman suplai pakan seperti tersebut di alas, tampilan lama periode APP sapi PO induk yang beranak pada musim kemarau dapat dilihat di Tabel

5 SeminarNasionalPeternakan don Peteriner 1997 Tabel 3. Lama periode APP (hari) sapi PO-induk dalam musim kemarau sampai dengan awal hujan di desa-desa lokasi penelitian Parameter Lokasi.penelitian T - P T - J R - P R - J Keseluruhan APP II4,8b 108,0a 142.4c 102,8a 114,9 (n = 26) (n = 52) (n = 21) (n = 25) (n = 124) Supemkrip yang berbeda daiam baris yang sama adalah berbeda sangat nyata (P< 0,01) Sapi PO induk di daerah R-J mempunyai rata-rata lama periode APP yang paling singkat (102,8 hari) ; dan tidak berbeda nyata dengan sapi PO induk di daerah T - J. Padahal di Tabel 2 telah ditunjukkan, bahwa sapi di daerah R-J memperoleh suplai pakan pada tingkat yang paling rendah dan lebih rendah (P<0,05) daripada sapi PO induk di daerah T-J maupun R-P yang mempunyai rata-rata lama periode APP paling tinggi. Hasil tersebut dapat dikrtikan, bahwa pengaruh faktor ketinggian tempat dan kepadatan ternak terhadap lama periode APP sapi PO induk tidak mempunyai poly yang konsisten apabila hanya dikaitkan dengan faktor kondisi suplai pakan (BK dan PK) dan dalam kondisi lama menyusui (suckling) tidak terbatas. Hal ini kemungkinan dikarenakan sebagian besar sapi yang terdapat di semua lokasi mengalami negative energy balance yang melampaui batas kondisi kritis/batas toleransi bagi seekor sapi PO induk, sebagai akibat memperoleh suplai pakan yang kurang dari kebutuhan (Tabel 2) sehingga menyebabkan tertekannya aktivitas ovari pasca beranak dan berakibat lama periode APP melampaui batas atas kisaran optimal (60 hari). Hasil penelitian HARESIGN (1984) yang dikutip oleh MuKASA-MIIGERWA (1988) menyimpulkan, bahwa manakala negative energy balance pasca beranak yang terjadi pads seekor sapi induk sampai melebihi batas toleransi yang dimiliki, maka kejadian negative energv balance tersebut akan berpengaruh terhadap lama periode APP. Tetapi apabila negative energv balance yang diderita tidak melebihi batas toleransi, maka tidak ada pengaruhnya. Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa faktor ketinggian tempat, kepadatan ternak dan jenis kelamin tidak berpenganih nyata (P>0,05) terhadap PBBH 3 bulan. Hasil penelitian FREKING dan MARSHALL (1992) memberikan implikasi bahwa dalam bangsa sapi potong yang sama, variasi produksi susu berkaitan erat dengan perbedaan tingkat konsumsi energi pakan oleh sapi induk yang bersangkutan dan berat sapih pedetnya. Berdasarkan kondisi suplai pakan, seperti tertera di Tabel 2, dan tidak berpengaruhnya faktor ketinggian tempat serta kepadatan terttak terhadap PBBH 3 bulan pedet sapi PO, maka diduga perbedaan tingkat suplai pakan antara masing-masing strata lokasi tersebut tidak sampai menyebabkan terjadinya perbedaan secara nyata tingkat produksi susu dari sapi-sapi induk antara masing-masing strata lokasi, atau sudah terjadi perbedaan produksi susu tetapi belum dapat meningkatkan pertambahan berat badan yang berarti. Tampilan prestasi pejantan merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap penampilan pertumbuhan turunan pada ternak sapi (BROWN, 1960 ; WARWICK et al., 1983). Dalam penelitian ini, kontribusi faktor pejantan diabaikan. Hal ini dikarenakan sebagian besar pedet sampel yang diamati berasal dari hasil kawin slam ; yang mana pejantannya tidak dapat ditelusuri

6 SeminarNasional Peternakan dan Veteriner /997 keberadaanya. Sapi PO jantan yang tidak secara khusus difungsikan sebagai pejantan mempunyai tampilan kinerja yang relatif sama, yakni sebagian besar masuk dalam kategori kunts. Rata-rata PBBH 3 bulan pedet sapi PO, secara keselunihan, dari hasil penelitian ini adalah 0,54 t 0,11 kg/ekor/liari. SIREGAR et a/. (1985) juga melaporkan, bahwa PBBH 3 bulan pedet-pedet sapi PO (hasil kawin alam) di daerah Kabupaten Magetan clan Bojonegoro adalah berkisar antara 0,58-0,54 kg/hari/ekor. Dalam analisis data lebih lanjut untuk memperoleh batasan ideal berat badan dan SKT sapi PO induk 3 bulan awal pasta beranak berkaitan dengan maksud memperoleh tampilan lama periode APP clan PBBH 3 bulan pedetnya yang optimal dalam kondisi sistem usahatani ternak pada musim kemarau di Jawa Timur, maka tidak digunakan batasan daerah berdasarkan faktor ketinggian tempat clan kepadatan ternak sapi. Berat badan dan skor kondisi tubuh yang ideal Seekor ternak sapi yang kebutuhan energinya tidak terpemihi dari suplai pakan yang dikonsumsi, maka di dalam tubuhnya terjadi proses pembongkaran cadangan nutrisi (lemak) dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Dengan demikian, sapi induk yang mempunyai berat badan dan skor kondisi tubule (SKT) yang tinggi akin lebih mampu memenuhi kebutuhan energi untuk keperluan saat beranak, menyusui dan involusi uterus sehingga akan lebih mempersingkat lama periode APPnya daripada sapi induk yang mempunyai berat badan clan SKT rendah manakala dalam kondisi suplai pakan yang kurang (MLJKASA-MUGERWA, 1988). Berat badan dan SKT pasta beranak yang dimaksudkan dalam penelitian ini badan dan SKT dalam 14 hari pasta beranak. adalah berat Hasil analisis keeratan hubungan antara variabel berat badan 14 hari pasta beranak dengan lama periode APP dalam penelitian ini menunjukkan, bahwa kedua variabel tersebut mempunyai keeratan hubungan yang rendah (r = -0,10) dan tidak nyata. Hasil penelitian HORTA et al. (1988) juga menunjukkan tingkat korelasi yang rendah (r = -0,16) antara kedua variabel tersebut pada kelompok sapi yang termasuk kategori multiparous ; sedangkan pada kelompok sapi primiparous mempunyai korelasi yang nyata clan cukup tinggi (r = -0,60). Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat dinyatakan, bahwa keeratan hubungan antara variabel berat badan 14 hari pasta beranak dengan lama periode APP tidak konsisten tergantung dare keragaman faktor lain yang juga berpengaruh terhadap lama periode APP, terutama faktor nutrisi yang dikonsumsi. Hasil penelitian ini maupun HoRTA et al. (1988), menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai bentuk korelasi negatif; yang artinya semakin rendah berat badan saat beranak dan/ atau pasta beranak, maka periode APP akan cenderung semakin lama. Berdasarkan kondisi data yang ada tersebut, maka pendekatan yang dilakukan dalam analisis data untuk memperoleh batasan ideal berat badan dan SKT pasta beranak yang berkaitan dengan lama periode APP yang optimal adalah mengelompokkan sapi-sapi PO induk menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkatan lama periode APP, yakni (1) tingkat optimal, adalah <_60 hari ; (2) tingkat kurang optimal, adalah > 60 - :990 hari ; clan (3) tingkat tidak optimal, adalah > 90 hari. Rata-rata berat badan, SKT clan penibahan berat badan pasta beranak sapi-sapi PO induk yang terdistribusi dalam tiga tingkatan lama periode APP sepcni teriera di Tabel

7 Seminar Nasional Peternakan don Vetenner 1997 Tabel 4. Rata-rata berat badan ; SKT dan perubahan berat badan pasca beranak sapi-sapi PO induk yang terdistribusi dalam tiga tingkatan lama periode APP Parameter 60 hari * perubahan berat badan yang terjadi sampai dengan tip bulan pasca bemnak Superskrip yang berbeda dalam baris yang sama adalah berbeda nyata (P< 0,05) Lama periode >6t1 - :590 hari > 90 hari n = 6 ekor n = 11 ekor n = 41 ekor (10%) (19%) (61%) Berat badan (kg/ekor) 372,5a 349,8a 294,5b SKT 6,la 5,4ab 4,7b Perubahan berat badan (kg/hari/ekor)* - 0,49a - 0,37a - 0,44a Rata-rata berat badan dan SKT sapi PO induk di kelompok lama periode APP optimal maupun kurang optimal adalah lebih tinggi secara nyata (P<0,05) daripada kelompok tidak optimal (label 4). Antara kelompok lama periode APP optimal dengan kurang optimal tidak berbeda nyata, tetapi sapi-sapi di kelompok yang optimal cenderung lebih tinggi. Sedangkan besarnya perubahan berat badan antara ketiga kelompok tidak berbeda nyata, dan ketiganya mengalami penurunan berat badan. Hal ini dapat diartikan bahwa sapi-sapi PO induk yang beranak pada musim kemarau di daerah sentra sapi PO di Jawa Timur, apabila dalam 14 hari pasca beranak mempunyai berat badan 370 kg dan SKT lebilt besar dari skor 5 (kondisi sedang) akan malnpu mengatasi suplai energi pakan yang kurang dari kebutuhannya selama periode waktu tersebut sehingga dapat mencapai lama periode APP yang optimal (<_60 hari) ; dan apabila berat badan kurang dari 295 kg dan SKT lebih rendah dari skor 5, maka akan mengalami lama periode APP yang tidak optimal, yakni lebih dari 90 hari. Faktor kondisi tubuh, yang dapat ditetapkan dengan skor kondisi tubuh (NICHOLAS dan BUTTERWORTH, 1986) pada saat dan pasca beranak, jugs sangat menentukan lama periode APP. Skor pada nilai 6 untuk sapi PO indttk nampaknya sudah menjamin sapi yang bersangkutan mampu mengatasi kekurangan energi dari ransum yang terjadi selama masa menyusui. Akan tetapi perlu diketahui batasan lama waktu mengalami kekurangan energi ransum tersebut. Hasil penelitian KING dan MACLEOD (1984) menyimpulkan, bahwa sapi potong dewasa dengan skor kondisi tubuh baik dalam periode pasca beranak dapat memobilisasi energi dari dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan energinya dalam kurun waktu yang terbatas. Faktor lama menyusui jugs merupakan faktor yang sangat ktlat menentukan lama periode APP, seperti telah banyak dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian (MOORE, 1984 ; WELLS, 1985 ; MUKASA-MUGERWA, 1988). Oleh karena itu untuk mengupayakan sapi-sapi PO induk yang beranak dalam musim kemarau dapat mecapai lama periode APP optimal (560 hari), perlu juga kiranya batasan ideal berat badan dan SKT ini dikombinasikan dengan pola menyusui yang telah diperbaiki. Berat badan sapi induk juga berpengaruh terhadap berat badan anaknya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi genetik yang positif clan dalam tingkatan yang cukup tinggi antara kedua variabel tersebut (WARWICK et al., 1983). 93 3`

8 SeminarNasional Peternakan dan Peteriner 1997 Hasil analisis korelasi penotipe antara berat badan induk sapi PO-dalam tiga bulan awal pasea beranak dengan PBBH 3 bulan pedetnya dalam penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi (r-0,49) (P<0,05) dan koefisien determinasi (R2 = 24%). Tabel 5. Rata-rata berat badan tiga bulan pasta beranak sapi-sapi PO induk di dua kelompok 'PBBH 3 bulan pedet-pedetnya Berat badan (kg) 331 ;7 f 51,24a 277,6 f 59,85b Supemkrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05) Kelompok Induk PBBH 3 bulan PBBH 3 bulan pedetnya ~t 0,54 kg/hari pedetnya <0,54 kg/ha ri Selain itu, apabila sapi-sapi PO induk yang ada didistribusikan berdasarkan kelompok PBBH 3 bulan dari pedet-pedetnya, yakni kelompok PBBH 3 bulan sama dengan/lebih besar daripada rata-rata (20,54 kg/hari) dan kurang dari rata-rata (<0,54 kg/hari), maka induk-induk di kelompok pertama mempunyai rata-rata berat badan tiga bulan awal pasea beranak yang lebih tinggi secara nyata (P<0,05) daripada di kelompok kedua (label 5). Implikasi dari hasil analisis korelasi dan perbandingan rata-rata berat badan induk antara dua kelompok (label 5) tersebut di atas adalah bahwa kondisi berat badan dalam periode tiga bulan awal pasta beranak sapi PO induk yang beranak pads musim kemarau di daerah-daerah sentra sapi PO di Jawa Timur berkaitan erat dengan kecepatan pertumbuhan PBBH 3 bulan (prasapih) pedetnya. Berat badan sapi PO induk dalam periode 3 bulan awal pasta beranak kurang-dari 276 kg merupakan salah satu penyebab PBBH 3 bulan pedet lebih rendah daripada rata-rata populasi, yaitu < 0,54 kg/hari. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka disimpulkan bahwa sapi PO induk yang beranak dalam musim kemarau (periode sulit pengadaan pakan hijauan) dan dalam kondisi sistem usahatani ternak di daerah-daerah sentra sapi PO di Jawa Timur akan dapat mengalami lama periode APP yang optimal (5 60 hari) dan PBBH 3 bulan pedetnya di atas ratarata populasi (=?0,54 kg/hari) apabila sampai dengan 2 minggu pasea beranak mempunyai berat badan minimal 370 kg dan SKT minimal 6 ; apabila dalam kurun waktu tersebut berat badan kurang dari 295 kg dan SKT kurang dari 5, maka akan mengalami lama periode APP lebih dari 90 hari (tidak optimal) dan pedetnya mempunyai PBBH 3 bulan kurang dari 0,5 kg/liari. DAFTAR PUSTAKA AsTrri, M., W. HARD70 SOEBRoTo dan S. LaaDosoEKoyo Analisa jarak beranak sapi PO di kecamatan Cangkringan D.I. Yogyakarta Proc. Pertemuan ilmiah Rimiinansia Besar-Puslitbangnak. Bogor. BALcH, C.C Meeting the dietary needs of high producing cows in intensively farmed peri-urban areas. Dalam : Smith (Eds. ). Milk Production in Developing Countries. Univ. ofedinburgh. BRowN, C.J Influence of year and season of birth, sex, sire and age of dam on weight of beef calves at 60 -,120-,180 ; mid 240 ofage. J. of Anim. Sci. 19 :

9 SeminarNaSlonalPeternakan don Veternner 1997 BOWKER, W.A.T., R.G. DumSDAY, J.E. FRtscH, R.A. SWAN dan N.M. TULLOH Beef Cattle Management and Economics. A.A.U.U.C. Brisbane. CHURCH, D.C Livestock Feeds and Feeding. 4th ed. O and B Book Inc., Oregon. FREKiNG, B.A. dan D.M. MARsHALL Interrelationships of heifer milk production and other biological traits with production efficiency to weaning. J. Anim. Sci. 70 : HORTA, A.E.M., M.I. VAsQUEs, R.M. LEITAo dan J. RoBALo Sn,VA Studies post-partum an oestrus in Alentejano beef cows. Proc. of The Final Research Co-ordination Meeting, Vienna, FAOI IAEA, Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture. KING, G.J. dan G.K. MAcLEoD Reproductive fuction in beef cows in the spring or fall. Anim. Reproduction Sci. 6 : KomARtmtN-MA'sum, M. Au YUsRAN dan EsALA TELENI Draught Animal Systems in Indonesia : East Java. Dalam : E. Teleni, R.S.F. Campbell dan D. Hoflinann (Eds.). Draught Animal Systems and Management :An Indonesian Study. ACIAR Monograph No. 19. Canberra, Australia. THAHAR, A. dart P. MAHYtmmN Feeding and Breeding of Draught Animals : Feed Resources. Dalam E. Teleni, R.S.F. Campbell dan D. Hoffmann (Eds.). Draught Animal Systems and Management : An Indonesian Study. ACIAR Monograph No. 19. Canberra, Australia... MAURtcE E. HEATH, DARREL S. METcALFE, dan ROBERT F BARNESS Forages. 3th. The Iowa State Univ. Press. Iowa, USA. MooREPATRrcK, C Early weaning for increased reproduction rates in tropical beef cattle. Word Animal Review. No. 49 : MUKASA-MUGERWA, E A Review of Reproduction Performance of Female Bos Indicus (Zebu) Cattle. Dalam : Monograph. No. 6. International Livestock Centre for Africa Addis Ababa. Ethiopia. NicHOLSON, M.J. dan M.H. BUTTERWORTH A Guide to Condition Scoring ofzebu Cattle. International Livestock Centre for Africa Addis Ababa. Ethiopia.. PERKats, J. dan M. SABRAm Economic evaluation of draught animals Dalam : E. Teleni et al. (Eds.). Draught Animal System and Management : An Indonesian Study. ACIAR, Monograph No. 19. Canberra, Australia. SmEGAR, A.R., KomARUDtN-MA'sum, D. BUDi WiiONO, M. ZULBARDi dan M. AL.i YUSRAN Produktivitas sapi potong program dan non-program IB di Kabupaten Bojonegoro dan Magetan. Ilmu dan Peternakan 2 : Ustu NAsiPAN Pengaruh musim dan jenis kelamin terhadap bobot lahir serta bobor sapih sapi Peranakan Ongole. Proc : Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Puslitbangnak, Bogor. WELLS, P.L., D.H. HoLNEss, P.J. FREYMARK, C.T. MCCABE dan A.W. USHMAN Fertility in the Africaner cow. 2. Ovarian recovery and conception in suckled and non-suckled cows pos partum. Anim. Reprodution Sci. 8 : YUsRAN, M. Au, Y.P. AcHMArrro dan KomARtmrN-MA'sum Profiles of draught animal rearing in two villages in East Java. DAP Project Bulletin No. 9.

SeminarNosional Peternakan dan Feienner 1997

SeminarNosional Peternakan dan Feienner 1997 SeminarNosional Peternakan dan Feienner 1997 ANALISIS EKSTRA MARGINAL SATU TINGKAT' PEMBERIAN KONSENTRAT PADA SAPI PO LAKTASI DALAM SISTEM USARATANI RAKYAT DI DAERAH LAHAN KERING DI JAWA TIMUR Ditinjau

Lebih terperinci

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL (Effect of Surge Feeding on the Reproductive Performance of PO x Simmental Cross Beef Cow) Y.N. ANGGRAENY

Lebih terperinci

STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK

STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK (Nutritional Fulfillment Strategy Through Utilization of Crop by-products for Heifer) Y.N. ANGGRAENY,

Lebih terperinci

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan daging sapi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2012)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT

PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT (The Improvement of Rearing Technology of PO Cowa as the Efforts

Lebih terperinci

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG (Reproduction Performance of PO Cow at Different Body Score Condition at Small Farmer

Lebih terperinci

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING Aryogi dan Esnawan Budisantoso Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan, Jawa Timur Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

STUDI POTENSI DAN KENDALA EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PO DALAM AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI JAWA TIMUR

STUDI POTENSI DAN KENDALA EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PO DALAM AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI JAWA TIMUR SeminarNasionalPewmakanda*4* rjner 1997 STUDI POTENSI DAN KENDALA EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PO DALAM AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI JAWA TIMUR Dmnc EKo WAHYoNo dan LuKMANArFANDHY Instalasi Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya

Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya Kinerja Reproduksi dan Analisa Usaha Pembibitan Sapi Potong Melalui Penerapan Inovasi Teknologi Budidaya di Perkebunan Sawit Kecamatan Parenggean, Kalimantan Tengah Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian

Lebih terperinci

RESPONS REPRODUKSI SAPI POTONG INDUK PADA UMUR PENYAPIHAN PEDET BERBEDA DI KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI LAHAN KERING

RESPONS REPRODUKSI SAPI POTONG INDUK PADA UMUR PENYAPIHAN PEDET BERBEDA DI KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI LAHAN KERING RESPONS REPRODUKSI SAPI POTONG INDUK PADA UMUR PENYAPIHAN PEDET BERBEDA DI KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI LAHAN KERING (Reproduction Performance of Cows with Different Weaning-Time in Dry Land Farmer Condition)

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE

KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (The Correlation of The Lactating Cow Body Weight with Daily Gain Ongole Grade Calf) DIDI BUDI WIJONO, MARIYONO

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK (The Relation of Calving Cow Body Weight with Calf Growth of PO Cattle in Foundation Stock) HARTATI dan

Lebih terperinci

KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN

KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN (Reproductive Performance of Brahman Cross in Three Provinces

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG Dalam industri sapi potong, manajemen pemeliharaan pedet merupakan salahsatu bagian dari proses penciptaan bibit sapi yang bermutu. Diperlukan penanganan yang tepat

Lebih terperinci

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN PADA SAPI PERAH LAKTASI PRODUKSI SEDANG MILIK ANGGOTA KOPERASI DI KOPERASI PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (KPBS) PANGALENGAN Refi Rinaldi*, Iman Hernaman**, Budi Ayuningsih** Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Kegiatan penelitian berlangsung pada Februari -- April 2015.

Lebih terperinci

MANFAAT BIOPLUS DALAM PENGGEMUKAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) JANTAN DI KECAMATAN LELES KABUPATEN DT II GARUT

MANFAAT BIOPLUS DALAM PENGGEMUKAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) JANTAN DI KECAMATAN LELES KABUPATEN DT II GARUT SeminarNasionolPeternakan dan Vetenner 1997 MANFAAT BIOPLUS DALAM PENGGEMUKAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) JANTAN DI KECAMATAN LELES KABUPATEN DT II GARUT NANDANG SUNANDAR ', D. SUGANDI I, BUDIMAN I, O.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI KERAGAAN PRODUKSI DAN NILAI EKONOMI SAPI POTONG BERANAK KEMBAR DI JAWA TIMUR

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI KERAGAAN PRODUKSI DAN NILAI EKONOMI SAPI POTONG BERANAK KEMBAR DI JAWA TIMUR IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI KERAGAAN PRODUKSI DAN NILAI EKONOMI SAPI POTONG BERANAK KEMBAR DI JAWA TIMUR (Identification and Inventing Production and Economic Performance of Beef Cattle Having Twin

Lebih terperinci

PERFORMANS PRODUKTIVITAS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BERANAK KEMBAR DAN TURUNANNYA DI KANDANG PERCOBAAN LOLIT SAPI POTONG, PASURUAN

PERFORMANS PRODUKTIVITAS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BERANAK KEMBAR DAN TURUNANNYA DI KANDANG PERCOBAAN LOLIT SAPI POTONG, PASURUAN PERFORMNS PRODUKTIVITS INDUK SPI PERNKN ONGOLE (PO) ERNK KEMR DN TURUNNNY DI KNDNG PERCON LOLIT SPI POTONG, PSURUN (Productivity of Ongole Grade (Po) Twinning Cattle and the Offspring in eef Research Station,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TURUNAN SEMEN BEKU IMPOR PADA PROGRAM' IB SAPI PERAH DI KELOMPOK INDUK PRODUKSI TINGGI DI SENTRA USAHATERNAK SAP] PERAH DI JAWA TIMUR

PEMANFAATAN TURUNAN SEMEN BEKU IMPOR PADA PROGRAM' IB SAPI PERAH DI KELOMPOK INDUK PRODUKSI TINGGI DI SENTRA USAHATERNAK SAP] PERAH DI JAWA TIMUR Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997 PEMANFAATAN TURUNAN SEMEN BEKU IMPOR PADA PROGRAM' IB SAPI PERAH DI KELOMPOK INDUK PRODUKSI TINGGI DI SENTRA USAHATERNAK SAP] PERAH DI JAWA TIMUR M. Au YUSRAN,

Lebih terperinci

NILAI EKONOMIS PEMBIBITAN SAPI PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

NILAI EKONOMIS PEMBIBITAN SAPI PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT NILAI EKONOMIS PEMBIBITAN SAPI PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT (The Economic Value on Cow Calf Operation of Low External Input of Feed) HARTATI, MARIYONO dan D.B. WIJONO Loka Penelitian Sapi Potong,

Lebih terperinci

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT AND WEANING WEIGHT ON MADURA CATTLE Karnaen Fakulty of Animal Husbandry Padjadjaran University, Bandung ABSTRACT A research on estimation of genetic

Lebih terperinci

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA I Wayan Mathius Balai Penelitian Ternak, Bogor PENDAHULUAN Penyediaan pakan yang berkesinambungan dalam artian jumlah yang cukup clan kualitas yang baik

Lebih terperinci

PENGARUH BERAT BADAN AWAL TERHADAP PENCAPAIAN HASIL PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI PETERNAKAN RAKYAT

PENGARUH BERAT BADAN AWAL TERHADAP PENCAPAIAN HASIL PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI PETERNAKAN RAKYAT PENGARUH BERAT BADAN AWAL TERHADAP PENCAPAIAN HASIL PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI PETERNAKAN RAKYAT (The Effect of Starting Body Weight on Fattening Response of Ongole Cross Bred Cattle Under Village

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMISAHAN PEDET PRA-SAPIH TERHADAP TAMPILAN REPRODUKTIVITAS INDUK DAN PERTUMBUHAN PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENGARUH FREKUENSI PEMISAHAN PEDET PRA-SAPIH TERHADAP TAMPILAN REPRODUKTIVITAS INDUK DAN PERTUMBUHAN PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE PENGARUH FREKUENSI PEMISAHAN PEDET PRA-SAPIH TERHADAP TAMPILAN REPRODUKTIVITAS INDUK DAN PERTUMBUHAN PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (Effect of Separating Frequency of Pre-Weaned Calf on Reproductive Performance

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET SAPI POTONG TERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK PASCABERANAK (STUDI KASUS PADA SAPI INDUK PO DI USAHA TERNAK RAKYAT KABUPATEN PATI JAWA TENGAH) (Effect of

Lebih terperinci

KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR. Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote

KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR. Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote Latar Belakang Angka kematian anak sapi yg masih cukup tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF Seminar Nasional Peternakan Jan Veleriner 2000 ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF MATIMUS SARIUBANG dan SURYA NATAL TAHBit4G lnstalasi Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

POLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT

POLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT POLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT (The Cow Calf Operation of Peranakan Ongole Cattle in Farmers Condition) ARYOGI, P.W. PRIHANDINI dan D.B. WIJONO Loka Penelitian

Lebih terperinci

Hubungan antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet sapi Brahman cross pada jenis kelamin yang berbeda

Hubungan antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet sapi Brahman cross pada jenis kelamin yang berbeda Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (1): 18-24 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Hubungan antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet sapi Brahman cross pada jenis kelamin yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI BAB KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv vi ix xi xii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

Seminar Nosional Peternakan dan lieteriner 199- TATIT S., E. WrNA, B. TANGENIAYA dall I. W. MATHIUS

Seminar Nosional Peternakan dan lieteriner 199- TATIT S., E. WrNA, B. TANGENIAYA dall I. W. MATHIUS Seminar Nosional Peternakan dan lieteriner 199- KEMAMPUAN PENINGKATAN BERAT BADAN SAPY PEDET JANTAN FH SAMPAI DENGAN UMUR SAPIH DI TANJUNGSARI - KABUPATEN SUMEDANG TATIT S., E. WrNA, B. TANGENIAYA dall

Lebih terperinci

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa P.O. Box 1285, Ujung Pandang 90001

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa P.O. Box 1285, Ujung Pandang 90001 SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1998 ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN DARI USAHA PENGGEMUKAN KERBAU TORAJA DI SULAWESI SELATAN MATIIEus SARiuBANG, DANIEL PASAMBE, dan RIKA HARYANI Instalasi Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

Perbaikan Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Jabres

Perbaikan Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Jabres Perbaikan Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Jabres Muchamad Luthfi, Yudi Adinata dan Dian Ratnawati Loka Penelitian Sapi potong Jl. Pahlawan 02 Grati Pasuruan E-mail: luthfi.m888@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

EVALUASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PERSILANGAN DUA DAN TIGA BANGSA PADA PETERNAKAN RAKYAT

EVALUASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PERSILANGAN DUA DAN TIGA BANGSA PADA PETERNAKAN RAKYAT EVALUASI PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PERSILANGAN DUA DAN TIGA BANGSA PADA PETERNAKAN RAKYAT (Productivity Evaluation of Cross Bred of Two and Three Breeds of Beef Cattle at Small Holder Farmer) AINUR RASYID,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMENTASI DAN PEMBERIAN VITAMIN A TERHADAP PERFORMANS INDUK DAN ANAK SAPI BALI SELAMA MUSIM KEMARAU DI PULAU TIMOR

PENGARUH SUPLEMENTASI DAN PEMBERIAN VITAMIN A TERHADAP PERFORMANS INDUK DAN ANAK SAPI BALI SELAMA MUSIM KEMARAU DI PULAU TIMOR PENGARUH SUPLEMENTASI DAN PEMBERIAN VITAMIN A TERHADAP PERFORMANS INDUK DAN ANAK SAPI BALI SELAMA MUSIM KEMARAU DI PULAU TIMOR I Gusti N. Jelantik, Maxs U. E. Sanam dan D. Kana Hau Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN Reproduction Potency and Output Population of Some Cattle Breeds In Sriwedari Village,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

Peningkatan Performans Reproduksi Sapi Induk pada Sistem Input Rendah di Dataran Rendah Lahan Kering di Jawa Timur

Peningkatan Performans Reproduksi Sapi Induk pada Sistem Input Rendah di Dataran Rendah Lahan Kering di Jawa Timur Peningkatan Performans Reproduksi Sapi Induk pada Sistem Input Rendah di Dataran Rendah Lahan Kering di Jawa Timur Lukman Affandhy, D.M. Dikman dan D. Ratnawati Loka Penelitian Sapi Potong Jln. Pahlawan

Lebih terperinci

RESPONS PERBAIKAN PAKAN TERHADAP RODUKTIVITAS SAPI POTONG INDUK PERIODE POST PARTUM DI KABUPATEN PROBOLINGGO

RESPONS PERBAIKAN PAKAN TERHADAP RODUKTIVITAS SAPI POTONG INDUK PERIODE POST PARTUM DI KABUPATEN PROBOLINGGO RESPONS PERBAIKAN PAKAN TERHADAP RODUKTIVITAS SAPI POTONG INDUK PERIODE POST PARTUM DI KABUPATEN PROBOLINGGO (Effect of Improved Feed on Productivity of Female Beef Cow Breeding Stock During Pre and Post

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang tergabung dalam kelompok peternak Jambu Raharja di Desa Sidajaya, Kecamatan

Lebih terperinci

PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING

PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING DIDI BUDI WIJONO 1, D. E. WAHYONO 1, P. W. PRIHANDINI 1, A. R. SIREGAR 2, B. SETIADI 2 dan L. AFFANDHY 1 1 Loka Penelitian Sapi Potong, Pasuruan Grati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

PERFORMANS PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

PERFORMANS PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT PERFORMANS PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT (The Performance of Crosssbred Ongole (PO) Calf on Low External Input Based Feeding) HARTATI dan DICKY MUHAMMAD DIKMAN

Lebih terperinci

RESPON BANGSA SAPI POTONG TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADI

RESPON BANGSA SAPI POTONG TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADI RESPON BANGSA SAPI POTONG TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADI TATAN KOSTAMAN 1, EKO HANixwmAWAN', Buix HARYANTO 2, dank. DIWYANTO 1 1 Pusat Penelitian dan Pengentbangan Peterwakan Man Raya Pajajamn, Bogor 16151

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN SKOR KONDISI TUBUH PEDET SILANGAN PRA SAPIH DENGAN TEKNOLOGI CREEP FEEDING DI PETERNAKAN RAKYAT

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN SKOR KONDISI TUBUH PEDET SILANGAN PRA SAPIH DENGAN TEKNOLOGI CREEP FEEDING DI PETERNAKAN RAKYAT PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN SKOR KONDISI TUBUH PEDET SILANGAN PRA SAPIH DENGAN TEKNOLOGI CREEP FEEDING DI PETERNAKAN RAKYAT (Daily Weight Gain and Body Condition Score of Pre Weaning Cross Bred

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN BANDUNG

PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN BANDUNG PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN BANDUNG Erni Gustiani, Budiman dan Sukmaya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Potency Analysis of Feeders Beef Cattle at Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) SUMADI, WARTOMO HARDJOSUBROTO dan NONO NGADIYONO Fakultas

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN UMUR PUBERTAS PEDET HASIL KAWIN SILANG SAPI PO, SIMMENTAL DAN LIMOUSIN DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT

KINERJA PRODUKSI DAN UMUR PUBERTAS PEDET HASIL KAWIN SILANG SAPI PO, SIMMENTAL DAN LIMOUSIN DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT KINERJA PRODUKSI DAN UMUR PUBERTAS PEDET HASIL KAWIN SILANG SAPI PO, SIMMENTAL DAN LIMOUSIN DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT (Production Performance Puberty Age of Calf from Crossing of PO X Simmental X Limousine

Lebih terperinci

Muchamad Luthfi, Tri Agus Sulistya dan Mariyono Loka Penelitian Sapi Potong Jl. Pahlawan 02 Grati Pasuruan

Muchamad Luthfi, Tri Agus Sulistya dan Mariyono Loka Penelitian Sapi Potong Jl. Pahlawan 02 Grati Pasuruan PERFORMANS PEDET SAPI P.O LEPAS SAPIH DENGAN IMBANGAN PAKAN PROTEIN RENDAH DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG (Performance of P.O cattle calf weaning with a low protein balanced feedin Indonesian Beef Cattle

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang RINGKASAN Suatu penelitian untuk mengevaluasi penampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) Irwan Cahyo Utomo 1, Gatot Ciptadi 2 and Moch. Nasich 2 1)

Lebih terperinci

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN (Study Breed influence to the Productivity of Beef Cattle Calf from Artificial Insemination) MATHEUS SARIUBANG,

Lebih terperinci

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian GratiPasuruan

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian GratiPasuruan SemtnarNastonalPeternakan dan Veteriner 1997 PERBAIKAN PAKAN PADA SAN PERAH PRODUKSI TINGGI DALAM SISTEM USAHATANI TERNAK RAKYAT, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKTIVITAS Uum U1veYAsw, MAiuyoNo dan LuKMAN AFFANDHY

Lebih terperinci

RISET UNGGULAN DAERAH

RISET UNGGULAN DAERAH RISET UNGGULAN DAERAH ANALISIS PRODUKSI DAN DISTRIBUSI PEDET SAPI PO KEBUMEN (MILIK PRIBADI DAN KELOMPOK) PETERNAK DI SPR SATO WIDODO KECAMATAN PURING DAN SPR KLIRONG-01 KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR (Comparative Study on Reproductive Performance of Ongole Cross and Brahman Cross Cattle in Central

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar kandang sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG (Utilization of Low Cost Ration for Beef Cattle Fattening at Prima Tani Location of Tulang Bawang Regency)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SILANGAN PADA KONDISI PAKAN BERBASIS LOW EXTERNAL INPUT

RESPONS PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SILANGAN PADA KONDISI PAKAN BERBASIS LOW EXTERNAL INPUT RESPONS PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SILANGAN PADA KONDISI PAKAN BERBASIS LOW EXTERNAL INPUT (The Response of Growing Peranakan Ongole Cattle and the Crossbred at Feed Low External Input Based)

Lebih terperinci

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1999 IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI ENDANG SULISTYOWATI Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN

PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN (Ideal Body Weight Achieved by FH Heifer Through Improved Feed) YENI WIDIAWATI dan P. MAHYUDDIN Balai Penelitian Ternak, PO BOX

Lebih terperinci

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN (The Performance of Ex-Import and Local Dairy Cattle Reproductive at Three Calving

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) M. BAIHAQI, M. DULDJAMAN dan HERMAN R Bagian Ilmu Ternak Ruminasia

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA SORI B. SIREGAR Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan

Lebih terperinci

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG 0999: Amir Purba dkk. PG-57 PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG Amir Purba 1, I Wayan Mathius 2, Simon Petrus Ginting 3, dan Frisda R. Panjaitan 1, 1 Pusat

Lebih terperinci