KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN
|
|
- Sonny Teguh Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KINERJA REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS DI TIGA PROVINSI DI INDONESIA: STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA TIMUR, JAWA TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN (Reproductive Performance of Brahman Cross in Three Provinces in Indonesia: Case Study in East Java, Central Java and South Kalimantan) YENNY NUR ANGGRAENY, MARIYONO dan P.W. PRIHANDINI Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan, Grati, Pasuruan Abstract Research conducted by survey in three provinces that have many Brahman Cross. They are in East Java (Jember Lumajang and), Central of Java (Pati and Ungaran District) and South Kalimantan (District Tanah Laut, and Hulu Sungai Tengah). Observation is the performance parameter includes anoestrus post partus (APP), service per conception (S/C), days open (DO) and calving interval (CI). East Java. Cow reproductive performance of Brahman Cross in Lumajang is maintained since the beginning in The parity is 2 3 times: S/C = 2.7 ± 1.6, time, APP = days, days open = ± and CI = ± days. Cow reproductive performance of Brahman Cross in Jember Regency is maintained in the year since The parity is 2 times. S/C is 3.44 ± 2.5; APP was ± , DO = ± and CI = ± days. Central Java. Reproductive performance of Brahman cow in Pati District Cross is maintained since the start in 2006 and had calving 2 3 times. Value of S/C at the second calving is times while S/C on the three calving is 3 ± 1.50 times; APP = ± 365 days; DO = 433 ± days, CI for calving from the first to the second were day while CI from the second to three are Cow reproductive performance of Brahman Cross in Semarang District is maintained since the beginning of the year S/C = times, APP is a and the days open is days, CI from the first to second calving were ± day whereas the CI from second to the three are South Kalimantan. Value of S/C in the Tanah Laut regency times, APP = day, DO = day. CI between first to second calving is days. In Hulu Sungai Tengah regency. Value of service per conception (S/C) is times. APP = day, and DO = days, CI from first to the second calving were days. Key Words: Reproduction Performance, Brahman Cross ABSTRAK Penelitian dilakukan secara survei di tiga provinsi yang padat populasi sapi potong induk asal impor beserta turunannya di yaitu Jawa Timur (Kabupaten Lumajang dan Jember), Jawa Tengah (Kabupaten Pati dan Ungaran) dan Kalimantan Selatan (Kabupaten Tanah Laut Dan Hulu Sungai Tengah). Tujuan penelitian ini adalah memperoleh informasi kinerja reproduksi sapi Brahman Cross di Indonesia. Parameter pengamatan adalah performans reproduksi meliputi birahi sesudah melahirkan (anoestrus post partus/app), service per conception (S/C), days open (DO) dan calving interval (CI). Jawa Timur. Performans reproduksi induk sapi Brahman Cross di Kabupaten Lumajang adalah sejak mulai dipelihara pada tahun 2006 telah beranak 2 3 kali: S/C = 2,7 ± 1,6, kali, APP = 263, ,74 hari, days open = 287,11 ± 179,03 dan CI = 473,96 ± 180,01 hari. Performans reproduksi induk sapi Brahman Cross di Kabupaten Jember adalah sejak dipelihara pada tahun 2006 telah beranak 2 kali. S/C adalah 3,44 ± 2,5; APP adalah 187,20 ± 164,89, DO = 193,09 ± 174,94 dan CI = 512,48 ± 48,05 hari. Jawa Tengah. Performans reproduksi induk sapi Brahman Cross di Kabupaten Pati adalah sejak mulai dipelihara pada tahun 2006 dan sudah beranak 2 3 kali. Nilai S/C anak ke 1 = 4 ± 1,93 kali sedang S/C anak ke-2 adalah 526,34 ± 136,47 hari sedangkan CI antara anak ke-2 dan ke- 3 = 377,50 ± 21,92. Performans reproduksi induk sapi Brahman Cross di Kabupaten Semarang adalah sejak mulai dipelihara pada tahun S/C = 1,65 ± 1,10 kali, APP adalah 249 ± 201,44 hari dan lama kosong adalah 300,68 ± 216,34 hari, CI antara anak ke-1 dan ke-2 adalah 564,95 ± 127,86 hari sedangkan CI anak ke-2 dan ke-3 adalah 377,50 ± 21,92. Kalimantan Selatan. Nilai S/C di Tanah Laut adalah 3,80 ± 2,33 73
2 kali, APP = 171 ± 102,91 hari, DO = 314 ± 154,60 hari. CI antara anak ke-1 dan ke-2 = 371 ± 49 hari. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Nilai service per conception (S/C) adalah 3,07 ± 1,59 kali. APP = 97,5 ± 74,79 hari, dan DO = 263,22+152,93 hari, CI anak ke-1 dan ke-2 adalah 502,08 ± 130,54. Kata Kunci: Kinerja Reproduksi, Sapi Brahman Cross PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi gizi masyarakat dan merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi sangat strategis. Pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional saat ini belum dapat dipenuhi oleh pasokan dalam negeri, hal ini disebabkan peningkatan permintaan tidak dapat diimbangi oleh pertambahan populasi dan peningkatan produksi (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2005) sehingga dalam Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan menetapkan daging sapi sebagai salah satu komoditas pangan strategis. Rencana aksi tersebut berupa program menuju kecukupan daging sapi 2010 yang bertujuan untuk mengakselerasi peningkatan produksi daging sapi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor daging dan sapi bakalan (PUSLITBANG PETERNAKAN, 2006). Program aksi perbibitan sapi induk Brahman Cross ex-impor dilakukan untuk menyukseskan Program Swasembada Daging Sapi tahun 2010 dilakukan baik melalui peningkatan produktivitas maupun peningkatan populasi namun usaha ini menemui kendala pada populasi induk, sehingga alternative dalam peningkatan populasi tersebut adalah dengan mengimpor sapi induk Brahman Cross dari Australia. Sapi Brahman Cross di Negara asalnya (Australia) dipelihara secara ekstensif pada padang penggembalaan, tanpa tali hidung, hidup berkoloni dalam jumlah besar, perkawinan secara alami, pemberian pakan baik secara kuantitatif maupun kualitatif terpenuhi. Sapi Brahman Cross di Indonesia, setelah melalui proses adaptasi minimal 3 bulan di feed loter, sapi tersebut dibagikan pada masyarakat dalam kondisi bunting, bertali hidung dan masih dalam temperamen yang liar. Sapi Brahman Cross mulai diimport dari Australia pada tahun 1973 ditempatkan di Sulawesi. Hasil pengamatan di Sulawesi Selatan menunjukkan calf crops 42,54% dan pertambahan berat badan harian 0,38 kg/hari (HARDJOSUBROTO, 1984). Selanjutnya pada tahun 1975, sapi Brahman Cross didatangkan ke Pulau Sumba dengan tujuan utama untuk memperbaki mutu genetik sapi Ongole di Pulau Sumba. Impor sapi Brahman Cross induk ke Indonesia dilakukan secara besar-besaran mulai tahun 2006 dalam rangka percepatan pencapaian swasembada daging sapi Pemeliharaan sapi Brahman Cross ditingkat peternak memakai tali hidung, dikandangkan sendiri atau dalam kelompok kecil dalam tempat yang sempit, belum sepenuhnya adaptasi, pemberian pakan yang kuantitas dan kualitasnya tidak memenuhi. Akibat perbedaan manajemen pemeliharaan tersebut menyebabkan terjadinya gangguan reproduksi (slow breeder) ditandai dengan tidak munculnya gejala birahi pada sapi yang belum bunting maupun setelah beranak. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi kinerja reproduksi sapi Brahman Cross di Indonesia MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan secara survei pada dua agroekosistem yaitu dataran tinggi dan dataran rendah di tiga provinsi yang padat populasi sapi potong induk asal impor beserta turunannya, yaitu Kalimantan Selatan, Jawa Timur dan Jawa Tengah/DI Yogyakarta. Setiap provinsi terdiri atas dataran rendah (tanah basah dan kering) dan tinggi (tanah basah dan kering) dengan masing-masing lokasi adalah 30 sampel. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan koordinasi terlebih dahulu dengan beberapa dinas/instansi terkait (seperti Dinas Peternakan/BPTP/Ditjen peternakan) ke-3 propinsi yang berdasarkan data sekunder mempunyai sapi potong eks impor dan turunannya. Data ini digunakan sebagai dasar pertimbangan menentukan calon lokasi penelitian. Kabupaten/kecamatan/desa di propinsi terpilih yang mempunyai sapi potong 74
3 eks-impor dengan populasi cukup tinggi, akan diprioritaskan menjadi lokasi kegiatan. Teknik pengambilan data dilapangan, dilakukan bersama instansi terkait dengan melakukan pengamatan langsung ke ternak dan wawancara ke peternak atau ke key person/petugas terkait. Parameter pengamatan adalah performans reproduksi meliputi performans reproduksi meliputi birahi sesudah melahirkan (anoestrus post partus/app), service per conception (S/C), days open (DO) dan calving interval (CI). Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif. Jawa Timur HASIL DAN PEMBAHASAN Program aksi perbibitan sapi induk Brahman Cross ex-impor dilakukan untuk menyukseskan Program Percepatan pencapaian Swasembada Daging Sapi tahun Pengembangan kawasan pembibitan sapi Brahman Cross dilakukan di pedesaan yang di fasilitasi melalui pengadaan bibit ternak dengan pola pengembangan bergulir. Aksi perbibitan sapi Brahman Cross di provinsi Jawa Timur dilakukan mulai tahun 2006 sebanyak 192 ekor yang disebarkan di 3 Kabupaten yaitu Jember, Lumajang dan Probolinggo. Pada tahun 2007 sebanyak 700 ekor disebarkan di 5 Kabupaten yaitu Ngawi, Nganjuk, Lamongan, Mojokerto dan Probolinggo. Pada tahun 2008 dilakukan penebaran di 6 Kabupaten yaitu Madiun, Kediri, Blitar, Tulungagung dan Trenggalek. Arah program kegiatan perbibitan sapi Brahman Cross di Provinsi Jawa Timur adalah dengan pembentukan Village Breeding Centre melalui upaya pemurnian bibit sapi Brahman Cross dengan pola grading up menggunakan semen beku pejantan sapi Brahman sampai generasi 3. Hasil pengamatan terhadap performans reproduksi sapi Brahman Cross di 2 kabupaten di Propinsi Jawa Timur ditampilkan pada Tabel 1. Sapi Brahman Cross Induk di Kabupaten Lumajang mulai dipelihara pada tahun 2006 dan sudah beranak 2 3 kali. Nilai service per conception (S/C) adalah 2,7 ± 1,6, kali. Timbulnya birahi pertama setelah beranak adalah 263,35 ± 149,74 hari. Lama kosong adalah Days Open 287,11 ± 179,03 dan selang beranak 473,96 ± 180,01 hari. Tabel 1. Performans reproduksi sapi Brahman Cross di Jawa Timur (Lumajang dan Jember) Uraian Lumajang Jember S/C (kali) 2,7 ± 1,6 3,44 ± 2,5 (n = 30) APP (hari) 263,35 ± 149,74 (n = 27) DO (hari) 287, ,03 (n = 27) CI (hari) 473,96 ± 180,01 (n = 25) 187,20 ±164,89 193,09 ± 174,94 512,48 ± 48,05 S/C: service per conception; APP: anoestrus post partus; DO: days open; CI: calving interval Performans reproduksi sapi Brahman Cross induk di Kabupaten Jember dilakukan di daerah dataran rendah pada 30 ekor ternak. Ternak mulai dipelihara pada tahun 2006 dan sudah beranak 2 kali. Nilai service per conception (S/C) adalah 3,44 ± 2,5; timbulnya birahi pertama setelah beranak adalah 187,20 ±164,89, lama kosong adalah 193,09 ± 174,94 dan selang beranak 512,48 ± 48,05 hari. Informasi berat badan, skor kondisi tubuh, jenis dan konsumsi pakan sapi Brahman Cross di Kabupaten Jember dan Kabupaten Lumajang Jawa Timur ditampilkan pada Tabel 2. Jenis pakan yang diberikan pada sapi Brahman Cross di Kabupaten Jember adalah rumput Gajah, rumput lapang, jerami jagung, pucuk tebu dan dedak. Total konsumsi segar adalah 32,80 kg. Konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energy dalam total digestible nutrient (TDN) masing-masing adalah 8,65 kg; 0,76 kg dan 4,51 kg. Kebutuhan bahan kering (BK), (TDN) adalah 7,7 kg; 0,814 kg dan 4,6 kg. Brahman Cross di Kabupaten Lumajang adalah rumput Gajah, rumput lapang, pucuk tebu dan dedak. Total konsumsi segar adalah 40,93 kg. Konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energi dalam total digestible nutrient (TDN) masing-masing adalah 10,23 kg; 0,87 kg dan 5,16 kg. Kebutuhan bahan kering (BK), (TDN) adalah 7,972 kg; 0,831 kg dan 4,702 kg. 75
4 Tabel 2. Jenis dan konsumsi pakan, berat badan dan skor kondisi tubuh sapi Brahman Cross di Kabupaten Jember dan Lumajang provinsi Jawa Timur Jenis pakan Konsumsi pakan (KG) Jember Lumajang Rumput lapang 23,93 21,58 Rumput Gajah 0,00 14,14 Tebon 8,17 0 Pucuk tebu 0,40 4,67 Dedak 0,31 0,54 Konsumsi total segar 32,80 40,93 Konsumsi total BK 8,65 10,23 Konsumsi total PK 0,76 0,87 Konsumsi total TDN 4,51 5,16 Berat badan sapi Brahman Cross induk 350 ± 6, ± 8,5 Skor kondisi tubuh (SKT) 5,23 ± 0,67 5,00 ± 0,21 Jawa Tengah Aksi perbibitan sapi Brahman Cross di provinsi Jawa Tengah dilakukan mulai tahun 2006 sebanyak 192 ekor yang disebarkan di 3 kabupaten yaitu: Pati (84 ekor), Kudus (84 ekor), Magelang (84) ekor, Tegal (84 ekor) Banyumas (84 ekor), Banjarnegara (84 ekor) dan Grobogan 74 ekor. Pada tahun 2007 disebarkan di Kabupaten Klaten (150 ekor), Boyolali (99 ekor), Purworejo (50 ekor), Purbalingga (100 ekor), Wonogiri (99 ekor). Penyebaran pada tahun 2008 di lakukan di Kabupaten Semarang dilakukan: Semarang (50 ekor), Temanggung (135 ekor), Wonosobo (150 ekor), Brebes (150 ekor) dan Kebumen 150 ekor. Hasil pengamatan terhadap performans reproduksi sapi Brahman Cross di 2 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah ditampilkan pada Tabel 3. Survei sapi Brahman Cross induk di Provinsi Jawa Tengah di lakukan di Kabupaten Pati dan Kabupaten Semarang. Survei reproduksi sapi Brahman Cross induk di Kabupaten Pati dilakukan pada 30 ekor ternak. Ternak mulai dipelihara pada tahun 2006 dan sudah beranak 2 3 kali, Nilai S/C anak ke-1 adalah 4 ± 1,93 kali sedangkan S/C anak ke 2 adalah 3 ± 1,50 kali, Timbulnya birahi pertama setelah beranak adalah 365 ± 229,23 hari dan lama kosong adalah 433 ± 244,69 hari. Jarak beranak antara anak ke 1 dan ke 2 adalah 526, ,47 hari sedangkan jarak beranak antara anak ke 2 dan ke 3 adalah 377, ,92. Survei lanjutan reproduksi sapi Brahman Cross induk di Jawa Tengah untuk agroekosistem dataran tinggi dilakukan di Kabupaten Semarang (Desa Tambakboyo, Desa Barukan, Desa Gedang Anak,) terhadap 30 ekor ternak. Ternak mulai dipelihara pada tahun Sapi Brahman Cross Induk pengadaan tahun 2007 sebanyak 35 ekor, 88,7% (31 ekor induk) telah beranak lebih dari 1 kali, Sebanyak 35% (28 ekor pedet) mati pada usia prasapih. Sampai dengan September 2009 populasi sapi Brahman Cross dan turunannya sebanyak 61 ekor (56 ekor betina, 5 jantan). Nilai service per conception (S/C) Tabel 3. Performans reproduksi sapi Brahman Cross di Jawa Tengah (Pati dan Ungaran) Uraian Pati Ungaran S/C anak -2 (kali) 4 ± 1,93 (n = 28) 1,65 ± 1,10 (n = 78) S/C anak -3 (kali) 3 ± 1,50 (n = 12) APP (hari) 365 ± 229,23 (n = 24) 249 ± 201,44 (n = 58) DO (hari) 433 ± 244,69 (n = 23) 300,68 ± 216,34 (n = 57) CI anak 2 (hari) 565 ± 127,86 (n = 20) 526,34 ± 136,47 (n = 39) CI anak 3 (hari) 3,78 ± 21,92 (n = 2) 408,13 ± 67,25 (n = 7) S/C: service per conception; APP: anoestrus post partus; DO: days open; CI: calving interval 76
5 adalah 1,65 ± 1,10 kali. Timbulnya birahi pertama setelah beranak adalah ,44 hari dan lama kosong adalah 300, ,34 hari, Jarak beranak antara anak ke 1 dan ke 2 adalah 564,95 ± 127,86 hari sedangkan jarak beranak antara anak ke 2 dan ke 3 adalah 377, ,92 jarak beranak 408, ,25. Informasi berat badan, skor kondisi tubuh, jenis dan konsumsi pakan sapi Brahman Cross di Kabupaten Pati dan Kabupaten Semarang Jawa Tengah ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan konsumsi pakan, berat badan dan skor kondisi tubuh sapi Brahman Cross di Kabupaten Pati dan Ungaran Provinsi Jawa Timur Jenis pakan Konsumsi Pakan (KG) Pati Ungaran Rumput Gajah 11,16 0,00 Rumput lapang 11,94 25,79 Jerami padi 13,00 18,95 Jerami kacang tanah 2,13 0,00 Jerami jagung 1,94 0,00 Pucuk Tebu 0,16 0,00 Dedak 1,40 0,92 Singkong 0 1,71 Ampas singkong 1,00 0,00 Konsentrat 0,64 0,53 Total konsumsi pakan segar 45,08 47,89 Konsumsi BK 14,64 16,56 Konsumsi PK 1,05 1,08 Konsumsi TDN 6,92 7,39 Berat badan sapi Brahman Cross induk 450,55 ± 10, ± 11,12 Skor kondisi tubuh 4,97 ± 1,12 5,26 ± 0,75 Brahman Cross di Kabupaten Pati adalah rumput Gajah, rumput lapang, jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung, pucuk tebu, dedak, ampas singkong dan konsentrat pabrik. Total konsumsi segar adalah 45,08 kg, konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energi dalam total digestible nutrient (TDN) masing-masing adalah 14,64 kg; 1,05 kg dan 6,92 kg, Kebutuhan bahan kering (BK), (TDN) adalah 9,2 kg; 0,911 kg dan 5,3 kg. Brahman Cross di Kabupaten Ungaran adalah rumput lapang, jerami padi, singkong dan konsentrat pabrik. Total konsumsi segar adalah 47,89 kg. Konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energi dalam total digestible nutrient (TDN) masing-masing adalah 47,89 kg; 1,08 kg dan 7,39 kg, Kebutuhan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) adalah 9,2 kg; 0,911 kg dan 5,3 kg. Kalimantan Selatan Hasil pengamatan terhadap performans reproduksi sapi Brahman Cross di 2 kabupaten di Propinsi Kalimantan Selatan ditampilkan pada Tabel 5. Survei sapi Brahman Cross induk di Provinsi Kalimantan Selatan di lakukan di Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tanah Laut mewakili agroekosistem dataran rendah. Nilai S/C di Tanah Laut adalah 3,80 ± 2,33 kali. Timbulnya birahi pertama setelah beranak adalah 171 ± 102,91 hari dan lama kosong adalah 314 ± 154,60 hari. Jarak beranak antara anak ke 1 dan ke 2 adalah 371 ± 49 hari. Survei lanjutan reproduksi sapi Brahman Cross induk di daerah beragrosistem dataran tinggi dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Nilai service per conception (S/C) adalah 3,07 ± 1,59 kali. Timbulnya birahi pertama setelah beranak adalah 97,5 ± 74,79 hari dan lama kosong adalah 263,22 ± 152,93 hari. Jarak beranak antara anak ke-1 dan ke-2 adalah 502,08 ± 130,54. Jenis konsumsi pakan, berat badan dan skor kondisi tubuh sapi Brahman Cross di Kalimantan Selatan ditampilkan pada Tabel 6. Brahman Cross di Kabupaten Tanah Laut adalah rumput lapang, dedak dan konsentrat. Total konsumsi segar adalah 45,08 kg. Konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energi dalam total digestible nutrient (TDN) masing-masing adalah 63,50 kg; 77
6 Tabel 5. Performans reproduksi sapi Brahman Cross di Kalimantan Selatan (Tanah Laut & Hulu Sungai Tengah) Uraian Tanah Laut Hulu Sungai Tengah S/C anak 2 (kali) 3,80 ± 2,33 (n = 44) 3,07 ± 1,59 (n = 14) APP (hari) 171 ± 102,91 (n = 44) 97,5 ± 74,79 (n = 8) DO (hari) 314 ± 154,60 (n = 42) 263,22 ± 152,93 (n = 9) CI anak 2 (hari) 371 ± 49 (n = 9) 502,08 ± 130,54 (n = 12) S/C: service per conception; APP: anoestrus post partus; DO: days open; CI: calving interval. Tabel 6. Jenis dan konsumsi pakan, berat badan dan skor kondisi tubuh Jenis pakan Tanah Laut Konsumsi pakan (KG) Hulu Sungai Tengah Rumput lapang 47 69,29 Rumput Gajah 12,5 0 Jerami padi segar 5 0 Dedak 0,5 0 Konsentrat 0,25 0 Ketela pohon 0,25 0 Total konsumsi pakan segar 63,5 69,29 Konsumsi BK 13,97 14,50 Konsumsi PK 0,98 1,02 Konsumsi TDN 7,00 7,10 Berat badan 476,54 ± 10, ± 20,25 Skor kondisi tubuh 5,71 ± 0,49 7,20 ± 0,33 0,98 kg dan 7,00 kg, Kebutuhan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) adalah 9,564 kg; 0,9349 kg dan 5,456 kg Brahman Cross di Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah rumput lapang, dedak dan konsentrat. Total konsumsi segar adalah 69,29 kg. Konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energy dalam total digestible nutrient (TDN) masing-masing adalah 16,56 kg; 1,08 kg dan 7,39 kg. Kebutuhan bahan kering (BK), (TDN) adalah 9,746 kg; 0,95 kg dan 5,53 kg. Pembahasan Tujuan awal dari impor sapi induk Brahman Cross adalah untuk meningkatkan populasi baik induk maupun pedet yang lahir di Indonesia. Namun tujuan tersebut belum bisa terpenuhi disebabkan performans reproduksi sapi induk Brahman Cross dan viabilitas pedet yang rendah. Performans reproduksi yang rendah tercermin dari tingginya nilai S/C, panjangnya APP dimana pada akhirnya menyebabkan jarak beranak yang panjang. PAMBUDI (2009) menyatakan karena performans reproduksi yang rendah pada sapi Brahman Cross disebabkan oleh perbedaan manajemen pemeliharaan antara di Australia dan di Indonesia. Sapi Brahman Cross di Negara asalnya (Australia) dipelihara secara ekstensif pada padang penggembalaan, tanpa tali hidung, hidup berkoloni dalam jumlah besar, perkawinan secara alami, pemberian pakan baik secara kuantitatif maupun kualitatif terpenuhi. Pemeliharaan sapi 78
7 Brahman Cross ditingkat peternak memakai tali hdung, dikandangkan sendiri atau dalam kelompok kecil dalam tempat yang sempit, belum sepenuhnya adaptasi, pemberian pakan yang kuantitas dan kualitasnya tidak memenuhi. Akibat perbedaan manajemen pemeliharaan tersebut menyebabkan terjadinya gangguan reproduksi (slow breeder) ditandai dengan tidak munculnya gejala birahi pada sapi yang belum bunting maupun setelah beranak, masa estrus yang lebih pendek yaitu 6,7 ± 0,8 serta munculnya gangguan pada ovarium seperti corpus luteum persistence, hipofungsi ovary dan cystic foliculair. VANDEPLASSHE (1982) menyatakan bahwa APP yang panjang disebabkan oleh makanan yang kurang berkualitas, temperature lingkungan yang panas, infeksi parasit, penyakit reproduksi, tubuh yang kurus dan stress akibat menyusui. Pada sapi induk, skor kondisi tubuh (SKT) merupakan petunjuk yang bagus untuk menentukan status kecukupan nutrisi dan produktivitas bila dibandingkan dengan berat badan. Skor kondisi tubuh yang ideal untuk menunjang reproduksi yang normal adalah > 4 sampai 8 (WINUGROHO dan TELENI, 1993). Berdasarkan hasil pengamatan di tiga provinsi SKT pada sapi Brahman Cross mempunyai SKT4,97 ± 1,12 (Pati) hingga 7,20 ± 0,33 yang ideal untuk menunjang reproduksi. Meskipun sapi Brahman Cross induk mempunyai SKT ideal untuk menunjang reproduksi namun performans reproduksinya menunjukkan hasil yang tidak maksimal ditunjukkan dengan buruknya nilai S/C, APP, DO dan CI, akibatnya banyak sekali sapi induk Brahman Cross yang dijual kemudian ditukar dengan sapi local oleh peternak pemelihara. Performans reproduksi sapi Brahman Cross yang di impor dari Australia pada tahun 1973 di Sulawesi Selatan mempunyai nilai calf crop hanya 42,54%. Berdasarkan pengamatan terhadap SKT dan performans reproduksi sapi induk Brahman Cross induk di 3 propinsi diduga adaptasi yang rendah terhadap pola pemeliharaan di Indonesia, akibatnya terjadinya gangguan reproduksi (slow breeder) ditandai dengan tidak munculnya gejala birahi pada sapi yang belum bunting maupun setelah beranak dan masa birahi yang pendek. Pemendekan periode APP pada sapi Brahman Cross salah satunya dapat dilakukan dengan: (1) pemberian vitamin ADE 3 ml intra musculair dengan selang 3 hari selama 45 hari; (2) dipelihara dalam kandang kelompok dengan manajemen kawin alam. KESIMPULAN Sapi Brahman belum mampu beradaptasi pada manajemen pemeliharaan di Indonesia ditandai buruknya performans reproduksinya sehingga informasi reproduksi sapi Brahman Cross diharapkan dapat digunakan untuk menentukan strategi peningkatan efisiensi reproduksi sapi Brahman Cross induk. Disarankan usaha untuk memperbaiki reproduksinya adalah dengan introduksi kandang kelompok dengan manajemen kawin alam, aplikasi hormon serta pemberian mikromineral. DAFTAR PUSTAKA BADAN LITBANG PERTANIAN Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. HARDJOSUBROTO, W Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. HARDJOSUBROTO, W Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. MARTOJO, H. 1988, Performans Sapi Bali dan Persilangannya, Seminar Ekspor Ternak Potong, Jakarta, Kumpulan Makalah. PAMBUDI, G.T Sejarah dan Pertumbuhan Sapi Brahman Cross di Indonesia. ternakonline. wordpress.com/.../sejarah-dan-pertumbuhansapi-brahman-cross-di-indonesia/5 Mei 2010 PUSLITBANG PETERNAKAN Rencana Tindak, Program Menuju Kecukupan Daging Sapi 2010, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. WINUGROHO, M Strategi pemberian pakan tambahan untuk memperbaiki efisiensi reproduksi induk sapi. J. Litbang Pertanian, 21(21) Juli,
Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility
REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,
Lebih terperinciPENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL
PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL (Effect of Surge Feeding on the Reproductive Performance of PO x Simmental Cross Beef Cow) Y.N. ANGGRAENY
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN (The Performance of Ex-Import and Local Dairy Cattle Reproductive at Three Calving
Lebih terperinciPEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?
PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL? Trinil Susilawati (email : Trinil_susilawati@yahoo.com) Dosen dan Peneliti Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya-
Lebih terperinciPERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR
PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR (Comparative Study on Reproductive Performance of Ongole Cross and Brahman Cross Cattle in Central
Lebih terperinciUMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG
UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG Dalam industri sapi potong, manajemen pemeliharaan pedet merupakan salahsatu bagian dari proses penciptaan bibit sapi yang bermutu. Diperlukan penanganan yang tepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciPERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT
PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT (The Improvement of Rearing Technology of PO Cowa as the Efforts
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan
Lebih terperinciHUBUNGAN BODY CONDITION SCORE TERHADAP SERVICE PER CONCEPTION DAN CALVING INTERVAL SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN
HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE TERHADAP SERVICE PER CONCEPTION DAN CALVING INTERVAL SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN Aditya Budiawan, M. Nur Ihsan, Sri Wahjuningsih Bagian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO DENGAN SKOR KONDISI TUBUH YANG BERBEDA PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN MALANG (Reproduction Performance of PO Cow at Different Body Score Condition at Small Farmer
Lebih terperinciIR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961
IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG
PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG Nuryadi dan Sri Wahjuningsih Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciPerbaikan Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Jabres
Perbaikan Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Jabres Muchamad Luthfi, Yudi Adinata dan Dian Ratnawati Loka Penelitian Sapi potong Jl. Pahlawan 02 Grati Pasuruan E-mail: luthfi.m888@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan
Lebih terperinciTEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG
TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG Pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam suatu usaha peternakan, yaitu dapat mencapai 70-80%. Pengalaman telah menunjukkan kepada kita, bahwa usaha
Lebih terperinciPENGGUNAAN BAHAN PAKAN LOKAL SEBAGAI UPAYA EFISIENSI PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG KOMERSIAL: Studi Kasus di CV Bukit Indah Lumajang
PENGGUNAAN BAHAN PAKAN LOKAL SEBAGAI UPAYA EFISIENSI PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG KOMERSIAL: Studi Kasus di CV Bukit Indah Lumajang (Efficiency of Commercial Cattle Production Effectively by Using
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak
Lebih terperinciPOTENSI SUMBERDAYA PAKAN DI WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH
POTENSI SUMBERDAYA PAKAN DI WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH (The Feed Resources Availability in Central Java) H. Tabrany 1, L. A. Sofyan 2, E. B. Laconi 2, dan A. Daryanto 2 1 Fakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciEFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*
EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO Oleh : Donny Wahyu, SPt* Kinerja reproduksi sapi betina adalah semua aspek yang berkaitan dengan reproduksi ternak. Estrus pertama setelah beranak
Lebih terperinciV HASIL DAN PEMBAHASAN
V HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil didapatkan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Data yang telah didapatkan kemudian diolah secara tabulasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB
Lebih terperinciREPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY
REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY Anang Wahyu Eko S 1), Nurul Isnaini 2) and Sri Wahjuningsih 2) 1) Undergraduate Student at the Faculty of
Lebih terperinciTEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG
TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya
TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara
Lebih terperinciBudidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa
Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING Aryogi dan Esnawan Budisantoso Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan, Jawa Timur Balai Pengkajian Teknologi
Lebih terperinciMEMILIH BAKALAN SAPI BALI
MEMILIH BAKALAN SAPI BALI Oleh: Achmad Muzani Penyunting: Tanda S Panjaitan BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) NTB BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto
Lebih terperinciPembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B
Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang
Lebih terperinciJauhari Efendy. Loka Penelitian Sapi Potong Jln. Pahlawan No.2 Grati Pasuruan Jawa Timur ABSTRACT ABSTRAK
PROFIL USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN SUMENEP (Studi kasus di KTT Sumber Hasil Desa Talang Kec. Seronggi Kab. Sumenep Jawa Timur) Profiles of Beef Cattle Breeding
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang
PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang RINGKASAN Suatu penelitian untuk mengevaluasi penampilan
Lebih terperinciPOTENSI SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) KEBUMEN SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI LOKAL DI INDONESIA BERDASARKAN UKURAN TUBUHNYA (STUDI PENDAHULUAN)
POTENSI SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) KEBUMEN SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI LOKAL DI INDONESIA BERDASARKAN UKURAN TUBUHNYA (STUDI PENDAHULUAN) Potential of "Peranakan Ongole (Ongole grade) Kebumen" Cow as a Source
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Potency Analysis of Feeders Beef Cattle at Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) SUMADI, WARTOMO HARDJOSUBROTO dan NONO NGADIYONO Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
8 Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001) No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan Korelasi (r) 2. Nilai p 3. Arah korelasi
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR
PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. P. M. Noor, Sempaja, Samarinda
Lebih terperinciCOMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN
PERBANDINGAN PERFORMA REPRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DAN KETURUNANNYA DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciSERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR
SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR Vivi Dwi Siagarini 1), Nurul Isnaini 2), Sri Wahjuningsing
Lebih terperinciPengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak
Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 18-25 ISSN 1693-8828 Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak Cahyati Setiani dan Teguh Prasetyo Balai Pengkajian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba
8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba dan Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak
Lebih terperinciKAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR. Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote
KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote Latar Belakang Angka kematian anak sapi yg masih cukup tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciPENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE
PENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE (LEISA) DI DESA GAYAM KECAMATAN GONDANG WETAN KABUPATEN PASURUAN DALAM RANGKA MENDUKUNG UPSUS SIWAB 2017 Mokhammad Ali Fakhri, Dewi
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR Disajikan oleh: Dessy Ratnasari E 10013168, dibawah bimbingan: Ir. Darmawan 1) dan Ir. Iskandar 2) Jurusan Peternakan, Fakultas peternakan
Lebih terperinciTatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan
Lebih terperinciINDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN
INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN Moh. Nur Ihsan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui indeks fertilitas
Lebih terperincimenghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat
UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)
Lebih terperinciAdrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya
Kinerja Reproduksi dan Analisa Usaha Pembibitan Sapi Potong Melalui Penerapan Inovasi Teknologi Budidaya di Perkebunan Sawit Kecamatan Parenggean, Kalimantan Tengah Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kabupaten Rembang terletak di ujung Timur laut Propinsi Jawa Tengah yang dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura), pada garis koordinat 111,000'- 111,030'
Lebih terperinciPEMBIBITAN SAPI LOKAL (PO) DI PETERNAKAN RAKYAT (DESA BODANG KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG)
PEMBIBITAN SAPI LOKAL (PO) DI PETERNAKAN RAKYAT (DESA BODANG KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG) (Breeding of Local Cattle (Ongole Breed) at Smallholder Farms Bodang Village, Padang Subdistric, Lumajang
Lebih terperinciKeberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan
Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif
Lebih terperinciFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
Naskah Publikasi KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI Oleh: Muzakky Wikantoto H0508067 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Lebih terperinciPEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI
Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR
PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR Desinawati, N. dan N. Isnaini Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian tentang
Lebih terperinciBIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT
BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan KERAGAAN BOBOT LAHIR PEDET SAPI LOKAL (PERANAKAN ONGOLE/PO) KEBUMEN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI PO YANG BERKUALITAS Subiharta dan Pita Sudrajad
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012
PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciTABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012
Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)
Lebih terperinciDINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO
J. Agrisains 12 (1) : 24-29, April 2011 ISSN : 1412-3657 DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO Mobius Tanari 1), Yulius Duma 1), Yohan Rusiyantono 1), Mardiah Mangun 1)
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA
PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA J. Kasehung *, U. Paputungan, S. Adiani, J. Paath Fakultas
Lebih terperinciReny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK
ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperinci1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun
1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10
Lebih terperinciPERFORMANS PRODUKTIVITAS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BERANAK KEMBAR DAN TURUNANNYA DI KANDANG PERCOBAAN LOLIT SAPI POTONG, PASURUAN
PERFORMNS PRODUKTIVITS INDUK SPI PERNKN ONGOLE (PO) ERNK KEMR DN TURUNNNY DI KNDNG PERCON LOLIT SPI POTONG, PSURUN (Productivity of Ongole Grade (Po) Twinning Cattle and the Offspring in eef Research Station,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciPOLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT
POLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT (The Cow Calf Operation of Peranakan Ongole Cattle in Farmers Condition) ARYOGI, P.W. PRIHANDINI dan D.B. WIJONO Loka Penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein hewani yang tergolong mudah dipelihara dan sudah dikenal luas oleh masyarakat. Kambing
Lebih terperinciTABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN
TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0
Lebih terperinciNomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN
LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki
Lebih terperinciESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH
ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Lebih terperinci