SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT. Oleh DEVA CHANDRA FIBRIAN F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT. Oleh DEVA CHANDRA FIBRIAN F"

Transkripsi

1 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT Oleh DEVA CHANDRA FIBRIAN F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 Deva Chandra Fibrian. F Sistem Penunjang Keputusan untuk Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Di bawah bimbingan Marimin RINGKASAN Industri kelapa sawit di Indonesia terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Kuantitas limbah PKS akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri kelapa sawit yang sedang terjadi. Saat ini, berbagai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS telah banyak dikembangkan. Limbah PKS memiliki potensi pemanfaatan yang sangat besar sehingga dapat mendatangkan keuntungan secara finansial. Namun pada kenyataannya, kebanyakan pihak industri kelapa sawit di Indonesia tidak terlalu tertarik dengan metode-metode pengolahan dan pemanfaatan yang telah dikembangkan karena dinilai membutuhkan biaya penerapan yang relatif sangat mahal dibandingkan dengan metode konvensional yang telah mereka terapkan sebelumnya. Di lain hal, cukup banyaknya metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang tersedia saat ini membuat pihak industri kelapa sawit perlu untuk mempertimbangkan berbagai faktor dalam memilih metode yang akan diterapkan agar dapat diterapkan secara tepat dan optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan suatu model sistem untuk membantu pihak industri kelapa sawit dalam proses pemilihan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Selain itu, disajikan juga informasi mengenai nilainilai pemanfaatan dari limbah PKS sehingga diharapkan nilai penerapan suatu metode penanganan limbah PKS tidak hanya dilihat dari biaya penerapannya saja tetapi juga dapat dilihat dari nilai manfaat yang akan diperoleh nantinya. Penelitian ini difokuskan pada optimalisasi pemanfaatan limbah cair dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam proses pemilihan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yaitu biaya penanganan limbah PKS yang dibutuhkan, kapasitas limbah PKS yang dihasilkan, kapasitas pemanfaatan hasil olahan limbah PKS, serta nilai keuntungan yang dapat diperoleh pihak PKS dari pemanfaatan tersebut. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula tingkat ketercapaian tujuan optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS, yaitu diterapkannya metode penanganan limbah PKS dengan biaya yang minimum, dapat meminimumkan tingkat pencemaran lingkungan dan memaksimumkan keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan limbah. Model yang dikembangkan merupakan model sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Model ini diimplementasikan menjadi model sistem terkomputerisasi yang diberi nama PW Optima 1.0. Paket program PW Optima 1.0 memiliki sistem manajemen basis model, yang terdiri dari model analisis biaya penanganan limbah dan model optimalisasi pemanfaatan limbah. Model analisis biaya penanganan limbah menggunakan metode heuristik untuk menentukan nilai biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya operasional dan biaya pokok dari penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Model optimalisasi pemanfaatan limbah berfungsi menghasilkan rekomendasi berupa metode pengolahan dan pemanfaatan limbah yang akan diterapkan. Pada model ini akan diformulasikan fungsi tujuan dan fungsi kendala menggunakan metode goal programming (GP) yang dikombinasikan dengan metode analytical hierarchy process (AHP). Kemudian, nilai optimal yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui metode

3 pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang direkomendasikan untuk diterapkan, kapasitas optimal pengolahan dan pemanfaatannya, biaya penerapan yang diperlukan, keuntungan yang diperoleh serta ketercapaian tujuan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Hasil verifikasi program PW Optima 1.0 menunjukkan bahwa tahapan dan hasil analisis dari program tersebut telah sesuai dengan tujuan pemodelan. Validasi terhadap model PW Optima 1.0 dilakukan dengan teknik face validity. Hasil validasi menunjukkan bahwa konsep logika dari model yang dirancang sudah cukup mewakili permasalahan yang dikaji serta hubungan input dan output yang digunakan sudah cukup tepat dan rasional. Hasil verifikasi dan validasi tersebut juga menunjukkan bahwa aplikasi dari metode GP dan yang dikombinasikan dengan metode AHP terbukti dapat dijadikan sebagai alat bantu pada proses pengambilan keputusan untuk mengoptimalkan alokasi sumberdaya yang digunakan dalam usaha optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Untuk penerapan model ini, masih diperlukan penyesuaian dan diskusi lebih lanjut dengan pihak industri kelapa sawit, khususnya pada tahapan validasi model. Kata kunci : Sistem Penunjang Keputusan, Optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit, Goal Programming, Analytical Hierarchy Process. 2

4 Deva Chandra Fibrian. F Decision Support System for Optimization of Waste Utilization of Palm Oil Mill Waste. Supervised by Marimin SUMMARY Indonesian palm oil industry continues to experience a significant growth from year to year. The quantity of palm oil mill waste will be increased along with the development of the palm oil industry. Currently, various methods of processing and utilization of palm oil mill waste have been developed. Palm oil mill wastes have very large potential utilization so it can be financially profitable. However, in reality, most of the oil palm industry in Indonesia was not too interested with the methods of processing and utilization that have been developed because the implementation costs are relatively very expensive compared with conventional methods that they employ. On the other hand, quite many methods of waste processing and utilization of oil mills available today make the palm oil industry side needs to consider various factors in choosing the method will be applied to a selected method that can be applied appropriately and optimally. The purpose of this research is to develop a model system to help the oil palm industry side in the process of choosing a method of processing and utilization of palm oil mill waste. In addition, also presented information about the values of the utilization of palm oil mill waste so that expected value of applying a method of palm oil mill waste treatment is not only seen from the cost of implementation but also can be seen from the value of benefits to be obtained later. This research focused on optimizing utilization of palm oil mill effluent (POME) and empty fruit bunch (EFB). Several factors are considered in the selection process of treatment and the utilization method of palm oil mill waste. They are cost of processing and utilization of palm oil mill waste, the capacity of waste, capacity of processed waste products that can be utilized by the oil mills, and the value of benefits that can be obtained from that utilization. In addition, the level of achievement for purposes of processing and optimizing the utilization of palm oil mill waste should be considered too, they are implementing the handing method of palm oil mill waste with minimum cost, could minimize environmental pollution level, and could maximize profit that was obtained from waste utilization. The developed model is a decision support system model for optimization of waste utilization of palm oil mill waste. This model was implemented in computerized model system that is named PW Optima 1.0. PW Optima 1.0 program package has a model base management system, which consists of the analysis of the cost of handling waste model and optimization of waste utilization model. Analysis of the cost of handling waste model using a heuristic method to determine the value of fixed costs, non-fixed costs, operating costs and cost of goods from the application of processing and utilization methods of palm oil mill waste. Optimization of waste utilization model serve to produce recommendations in the form of waste processing and utilization methods that will applied. Objective function and constraint functions were formulated by using goal programming (GP) method combined with analytical hierarchy process (AHP) method. Then, the optimal value was analyzed to determine the method of processing and utilization of palm oil mill waste which is recommended to be applied, the optimal capacity of processing and utilization,

5 implementation of the necessary costs, benefits and target achievement for optimizing the utilization of palm oil mill waste. Results of PW Optima 1.0 program package verification showed that the step and the analysis of the program has been consistent with the objectives of modeling. Validation of PW Optima 1.0 model was done by using face validity technique. The tests show that the concept of logic of the model designed is sufficient to represent the problems that were examined and the relationship between input and output that is used is quite appropriate and rational. Verification and validation results also indicate that the application of the GP method combined with the AHP method can be proven as a tool in decision making processes to optimize resource allocation that is used in an attempt to optimize the utilization of palm oil mill waste. To implement this model, is still necessary adjustments and further discussion with the palm oil industry side, especially at the stage of model validation. Keywords: Decision Support System, Optimization of Palm oil mill waste utilization, Goal Programming, Analytical Hierarchy Process 2

6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Deva Chandra Fibrian F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

7 Judul Skripsi Nama NRP : Sistem Penunjang Keputusan untuk Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit : Deva Chandra Fibrian : F Bogor, Juli 2010 Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik Prof. Dr. Ir. Marimin M.Sc NIP Mengetahui, Ketua Departemen, Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP Tanggal Lulus : ii

8 SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT merupakan karya tulis saya pribadi dengan arahan Dosen Pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebutkan rujukannya. Bogor, 6 Juli 2010 Yang membuat pernyataan Deva Chandra Fibrian NIM. F

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 28 Desember 1987 dari pasangan Elman Firus dan Lili Atik. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 1992 penulis masuk Taman Kanak-kanak Xaverius dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SDN 39 Baturaja (Kelas 1), SDN 15 Kota Jambi (Kelas 2 sampai Kelas 5) dan SDN 76 Muaro Jambi (Kelas 6) hingga lulus pada tahun Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Muaro Jambi dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 5 Kota Jambi dan lulus pada tahun Pada tahun 2005, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan setelah menempuh pendidikan di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama 1 tahun penulis diterima di departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama perkuliahan penulis pernah aktif sebagai anggota Lembaga Dakwah Kampus (LDK) DKM Al- Hurriyyah pada tahun 2006, aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai pengurus di Departemen Kesekretariatan HIMALOGIN pada tahun Pada tahun 2008 dan 2009, penulis aktif melakukan kegiatan Pengabdian Masyarakat dalam rangkaian pelaksanaan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB. Tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapang di PT Perkebunan Mitra Ogan, Ogan Komering Ulu dengan judul Mempelajari Aspek Perencanaan dan Pengendalian Produksi serta Pengendalian Mutu di PT. Perkebunan Mitra Ogan, Sumatera Selatan. iii

10 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sistem Penunjang Keputusan untuk Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Selama penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan bimbingan, dan pengalaman yang sangat berharga dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan nasehatnya kepada penulis selama penyusunan skripsi. 2. Dede Sulaeman, ST. M.Si, selaku Kasie Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan informasi-informasi yang dibutuhkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Darmono Taniwiryono, selaku peneliti limbah pabrik kelapa sawit sekaligus Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan informasi-informasi yang dibutuhkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Dr. Taufik Djatna, STP, M.Si sebagai dosen penguji atas masukan yang diberikan kepada penulis. 5. Kedua orang tua tercinta : Elman Firus dan Lili Atik, serta adik-adikku tersayang : Magdalena Sandra Tika dan Linda Savitri, atas kasih sayang, doa, dan dukungannya setiap waktu. 6. Om Imam dan Tante Hani yang terus memberikan semangat dan nasehat kepada penulis selama penyelesaian skripsi. 7. Teman-teman Gonkgo ers yang selalu memberikan motivasi, bantuan serta keceriaan kepada penulis. 8. Seluruh teman seperjuangan TIN 42 terimakasih atas pertemanan, canda tawa, kebersamaan dan ilmu yang telah teman-teman berikan selama kurang lebih 4 tahun ini. iv

11 9. Semua pihak yang telah membantu penelitian penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk dijadikan masukan dalam penyempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pelaksanaan optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia. Bogor, Juli 2010 Penulis v

12 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN..... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 4 C. RUANG LINGKUP PENELITIAN... 4 D. OUTPUT PENELITIAN... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA... 7 A. KELAPA SAWIT DAN PENGOLAHANNYA Kelapa Sawit Pengolahan Tandan Buah Segar di Pabrik Kelapa Sawit Limbah Pabrik Kelapa Sawit B. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN C. PROSES HIERARKI ANALITIK D. GOAL PROGRAMMING E. ANALISIS BIAYA Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap Biaya Total Biaya Pokok FG. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian Mengenai Metode Pengolahan Dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Penelitian mengenai penggunaan model AHP-GP III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN iv vi ix xi xiii vi

13 B. PENDEKATAN SISTEM Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem C. TATA LAKSANA Waktu dan Tempat Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Pengembangan Model Optimasi Pengembangan Sistem IV. ANALISIS SITUASIONAL PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT A. GAMBARAN PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT Pengolahan Dan Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pengolahan Dan Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit B. MODEL PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT Model Pengolahan Dan Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Model Pengolahan Dan Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit V. PEMODELAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT A. KONFIGURASI SISTEM B. KERANGKA MODEL Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Dialog vii

14 VI. PEMODELAN FUNGSI OPTIMASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT A. IDENTIFIKASI PEUBAH KEPUTUSAN Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Tandan Kosong Kelapa Sawit B. IDENTIFIKASI FUNGSI TUJUAN Pendekatan Ketersediaan Sumberdaya Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) C. FORMULASI PERSAMAAN KENDALA-KENDALA Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Tandan Kosong Kelapa Sawit D. FORMULASI FUNGSI TUJUAN Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Tandan Kosong Kelapa Sawit VII. IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN A. VERIFIKASI MODEL Model Analisis Biaya Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Model Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit B. VALIDASI MODEL C. IMPLIKASI MANAJERIAL VIII. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

15 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Halaman Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia berdasarkan propinsi pada tahun Tabel 1.2 Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah PKS. 3 Tabel 2.1 Komposisi jumlah air limbah dari satu ton CPO Tabel 2.2 Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS secara umum Tabel 2.3 Baku mutu limbah cair untuk industri kelapa sawit Tabel 2.4 Kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah penanganan dengan metode kolam stabilisasi Tabel 2.5 Baku mutu limbah cair PKS untuk aplikasi lahan Tabel 2.6 Kalkulasi kandungan nutrien pada bahan kering kompos akhir dengan penambahan limbah cair sebanyak 5 m 3 per ton TKKS Tabel 2.7 Persentase unsur hara dalam TKKS Tabel 3.1 Tabel 6.1 Tabel 6.2 Tabel 6.3 Tabel 6.4 Tabel 7.1 Tabel 7.2 Tabel 7.3. Tabel 7.4 Hasil analisis kebutuhan stakeholders sistem penanganan limbah PKS Variabel keputusan dengan pendekatan ketersediaan sumberdaya untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS Variabel keputusan dengan pendekatan AHP untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS Variabel keputusan dengan pendekatan ketersediaan sumberdaya untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan TKKS. 95 Variabel keputusan dengan pendekatan AHP untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan TKKS Nilai hasil penghitungan analisis biaya penerapan metode pengolahan limbah cair PKS Nilai hasil penghitungan analisis biaya penerapan teknik aplikasi lahan untuk memanfaatkan limbah cair terolah. 123 Nilai hasil penghitungan analisis keuntungan pemanfaatan limbah cair PKS Nilai hasil penghitungan analisis biaya penerapan metode pengolahan TKKS ix

16 Tabel 7.5 Tabel 7.6 Tabel 7.7 Tabel 7.8 Tabel 7.9 Nilai hasil penghitungan analisis biaya penerapan metode pemanfaatan TKKS 125 Nilai hasil penghitungan analisis keuntungan pemanfaatan TKKS. 126 Nilai koefisien variabel-variabel pada formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan sumberdaya 128 Nilai koefisien variabel-variabel pada formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dengan pendekatan AHP Nilai optimal variabel-variabel fungsi kendala dan fungsi tujuan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS Tabel 7.10 Nilai koefisien variabel-variabel pada formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan TKKS pada pendekatan sumberdaya 138 Tabel 7.11 Nilai koefisien variabel-variabel fungsi kendala dengan pendekatan AHP pada model optimalisasi pemanfaatan TKKS. 140 Tabel 7.12 Nilai optimal variabel-variabel fungsi kendala dan fungsi tujuan pada optimalisasi pemanfaatan TKKS x

17 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Diagram alir proses pengolahan TBS Gambar 2.2 Neraca massa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) Gambar 2.3 Tahap pengolahan limbah cair PKS Gambar 2.4 Rantai reaksi anaerobik Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Dasar perancangan sistem kolam anaerobik aerasi dengan kapasitas olah PKS 30 ton TBS /jam Rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup (resirkulasi gas)/aerasi-aerobik Proses pengolahan air limbah secara anaerobik pada reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT) Gambar 2.8 Rantai reaksi aerobik Gambar 2.9 Penumpukan pada pengomposan TKKS dengan pembalikan Gambar 2.10 Penumpukan pada pengomposan TKKS tanpa pembalikan Gambar 3.1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian Gambar 3.2 Metodologi penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem Gambar 3.3 Diagram lingkar sebab-akibat sistem penunjang keputusan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS Gambar 3.4 Diagram input output Sistem Penunjang Keputusan Optimalisasi Pemanfaatan Limbah PKS Gambar 3.5 Diagram tata laksana penelitian Gambar 4.1 Gambar 4.2 Proses perubahan TKKS menjadi kompos yang terjadi secara alami dan yang dipercepat melalui pengomposan dengan bioaktivator. 67 Diagram alir model pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS Gambar 4.3 Diagram alir model pengolahan dan pemanfaatan TKKS Gambar 5.1 Gambar 5.2 Konfigurasi model Sistem Penunjang Keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit Diagram alir deskriptif model Sistem Penunjang Keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit xi

18 Gambar 5.3 Tampilan form menu utama program PW Optima Gambar 5.4 Diagram alir model analisis biaya penanganan limbah cair PKS Gambar 5.5 Diagram alir model analisis biaya penanganan TKKS Gambar 5.6 Diagram alir model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS Gambar 5.7 Diagram alir model optimalisasi pemanfaatan TKKS Gambar 6.1 Gambar 6.2 Gambar 7.1 Gambar 7.2 Rancangan Struktur Hierarki Pengolahan & Pemanfaatan limbah cair PKS yang Optimal Rancangan Struktur Hierarki Pengolahan & Pemanfaatan Limbah Padat PKS yang Optimal Tampilan menu model analisis biaya penanganan limbah cair PKS Tampilan form analisis biaya tetap pada penerapan metode kolam anaerobik Gambar 7.3 Tampilan menu model analisis biaya penanganan TKKS Gambar 7.4 Gambar 7.5 Gambar 7.6 Gambar 7.7 Gambar 7.8 Gambar 7.9 Tampilan form analisis biaya tidak tetap pada penerapan metode teknologi kompos TKKS Tampilan form tahapan formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan sumberdaya Tampilan form tahapan formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan AHP Hasil penghitungan perangkat lunak Expert Choice berupa nilai global dari tiap komponen pada masing-masing level (elemen) struktur hierarki AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS Tampilan form tahapan formulasi fungsi tujuan dan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS Hasil penghitungan perangkat lunak Expert Choice berupa nilai global dari tiap komponen pada masing-masing level (elemen) struktur hierarki AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS xii

19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Halaman Kuesioner kajian optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit Persentase tingkat inflasi di Indonesia per tahun pada tahun 2000 sampai tahun Penghitungan analisis biaya pengolahan limbah cair PKS metode kolam anaerobik Penghitungan analisis biaya pengolahan limbah cair PKS metode tangki anaerobik Penghitungan analisis biaya pengolahan limbah cair PKS metode RANUT Penghitungan analisis biaya pengolahan limbah cair PKS metode kolam aerobik-aerasi Penghitungan analisis biaya pemanfaatan limbah cair terolah dengan teknik aplikasi lahan flatbed Penghitungan analisis biaya pemanfaatan limbah cair terolah dengan teknik aplikasi lahan traktor tangki Penghitungan analisis biaya pemanfaatan limbah cair terolah dengan teknik aplikasi lahan longbed 188 Lampiran 10 Cara penghitungan keuntungan yang diperoleh dari pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS. 190 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Penghitungan analisis biaya pemanfaatan TKKS sebagai mulsa di lahan perkebunan 194 Penghitungan analisis biaya pengolahan TKKS metode teknologi kompos Penghitungan analisis biaya pemanfaatan kompos TKKS di lahan perkebunan dan dijual ke pihak lain. 199 Lampiran 14 Cara penghitungan keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan TKKS xiii

20 BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Agroindustri kelapa sawit di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati di dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Dirjen Perkebunan (2008) mencatat bahwa hingga akhir tahun 2007, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai lebih dari enam juta hektar yang tersebar di 22 propinsi. Pada Tabel 1.1 disajikan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut propinsi pada tahun 2003 hingga tahun Peningkatan luas lahan perkebunan ini akan meningkatkan kapasitas olah tandan buah segar (TBS) di pabrik kelapa sawit (PKS) sehingga kuantitas minyak kelapa sawit dan inti sawit sebagai produk olahan TBS akan mengalami peningkatan. Namun di sisi lain, peningkatan kapasitas olah TBS tersebut juga akan meningkatkan kuantitas limbah PKS yang dihasilkan. Limbah PKS harus dapat ditangani dengan benar dan tepat agar dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Apalagi dengan peningkatan kuantitas limbah PKS seperti saat ini, maka bobot limbah PKS yang harus dibuang ke lingkungan sebagai badan penerima semakin bertambah sehingga resiko pencemaran lingkungan juga semakin meningkat. Limbah PKS terdiri dari limbah gas, cair dan padat. Limbah gas umumnya telah ditangani secara langsung di areal PKS untuk selanjutnya dibuang ke lingkungan. Sementara itu, penanganan limbah cair dan limbah padat dilakukan di luar areal PKS hingga dapat dibuang ke lingkungan. Penanganan limbah cair PKS yang dilakukan berupa pengolahan limbah yang diikuti atau tanpa diikuti dengan pemanfaatan limbah cair tersebut. Sebelum dimanfaatkan atau dibuang ke lingkungan, limbah cair PKS harus diolah terlebih dahulu di instalasi pengolahan air limbah (IPAL) agar limbah cair tersebut memenuhi baku mutu air limbah yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah setempat. Limbah padat PKS terdiri dari tandan kosong, cangkang dan serabut kelapa sawit. Limbah padat tersebut umumnya dapat langsung dibuang ke lingkungan atau 1

21 dimanfaatkan tanpa harus diolah terlebih dahulu (Ditjen PPHP Departemen Pertanian, 2006). Tabel 1.1 Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut propinsi pada tahun Tahun Pertumbuhan No. Propinsi setelah 2006 (%) 1 NAD ,06 2 Sumatera ,91 Utara 3 Sumatera ,29 Barat 4 Riau ,07 5 Kep. Riau ,00 6 Jambi ,03 7 Sumatera ,00 Selatan 8 Babel ,00 9 Bengkulu ,03 10 Lampung ,34 11 Jawa Barat ,00 12 Banten ,00 13 Kalimantan ,03 Barat 14 Kalimantan ,26 Tengah 15 Kalimantan ,56 Selatan 16 Kalimantan ,78 Timur 17 Sulawesi ,52 Tengah 18 Sulawesi ,33 Selatan 19 Sulawesi ,80 Barat 20 Sulawesi ,00 Tenggara 21 Papua ,67 22 Papua Barat ,00 Indonesia ,25 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2008) Dewasa ini telah banyak dikembangkan berbagai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair dan limbah padat PKS. Pengembangan berbagai metode ini didasarkan pada potensi pemanfaatan dari limbah PKS yang sangat besar. Selain itu, peningkatan kuantitas limbah PKS yang terjadi saat ini semakin memperbesar potensi dan peluang pengembangan berbagai metode pemanfaatan limbah PKS 2

22 tersebut. Pada Tabel 1.2 disajikan mengenai jenis, potensi dan pemanfaatan limbah PKS. Berbagai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang telah dikembangkan diharapkan dapat membantu pihak industri kelapa sawit dalam menangani limbah PKS yang dihasilkan. Tabel 1.2. Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah PKS Jenis limbah Potensi per ton TBS (%) Manfaat Tandan kosong 21,5 23 Pupuk kompos, pulp kertas, papan partikel, energi Wet decanter solid 4,0 Pupuk kompos, makanan ternak Cangkang 6,5 Aran aktif, papan partikel Serabut 13,0 Energi, pulp kertas, papan partikel Limbah cair Pupuk, air irigasi, sumber energi Air kondensat - Air umpan boiler Sumber : Ditjen PPHP Departemen Pertanian (2006) Banyaknya alternatif metode pengolahan dan pemanfaatan yang tersedia membuat pihak industri kelapa sawit perlu untuk mempertimbangkan berbagai faktor agar metode yang dipilih untuk diterapkan sesuai dengan kondisi perusahaan dan tujuan penanganan limbah PKS yang ingin dicapai. Pada akhirnya diharapkan terpilihnya metode pengolahan dan pemanfatan limbah PKS yang dapat diterapkan secara tepat dan optimal. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti mencoba untuk mengembangkan suatu sistem guna membantu pihak industri kelapa sawit dalam mempertimbangkan dan menentukan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang akan diterapkan. Sistem yang dikembangkan yaitu berupa sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Sistem ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan pertimbangan kepada pihak industri kelapa sawit dalam memilih dan menerapkan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang tepat dengan kapasitas yang optimal sehingga dapat memberikan keuntungan secara finansial serta menjaga kelestarian lingkungan. Metode analisis optimasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode goal programming. Menurut Bertolini dan Bevilacqua (2005), goal programming dapat digunakan sebagai sebuah pendekatan yang efektif untuk suatu proses pengambilan keputusan yang memiliki banyak tujuan dengan sifat yang saling bertentangan. Selain itu, fungsi tujuan dari model goal programming dapat terdiri 3

23 dari unit-unit (satuan) ukuran yang tidak homogen. Metode goal programming yang digunakan akan dikombinasikan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP berfungsi sebagai pemberi nilai prioritas pencapaian terhadap tujuan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS yang dirumuskan pada penelitian ini. B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model Sistem Penunjang Keputusan optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit. Model yang dikembangkan terdiri dari : 1. Model penentuan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair dan limbah padat PKS yang akan diterapkan. Model ini menggunakan metode analisis goal programming yang dikombinasikan dengan metode analytical hierarchy process. 2. Model analisis biaya untuk pengoperasian berbagai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair dan limbah padat PKS. Model ini menggunakan metode heuristik dalam tahapan analisis biaya. 3. Informasi mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yang direkomendasikan oleh pihak-pihak yang berkecimpung (pakar) dalam sistem penanganan limbah PKS. C. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini mencakup pemodelan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS yang kemudian dikembangkan dalam suatu model Sistem Penunjang Keputusan yang terkomputerisasi. Sistem yang dikaji mencakup kriteria dan alternatif metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS, penentuan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang tepat dengan kapasitas pemanfaatan yang optimal serta menghitung analisis biaya dari pengolahan dan pemanfaatan limbah tersebut. Sistem ini diharapkan mampu memberikan alternatif keputusan untuk menunjang proses pemilihan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang lebih bermanfaat, menguntungkan dan ramah lingkungan. Penelitian ini difokuskan pada metode pengolahan limbah PKS yang pemanfaatan hasil olahan limbahnya dilakukan oleh pihak industri kelapa sawit (dalam hal ini pihak pabrik kelapa sawit). Oleh karena itu, jenis limbah PKS yang akan dikaji adalah limbah cair PKS dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Jenis 4

24 metode pengolahan dan pemanfaatan yang dikaji pada penelitian ini merupakan rekomendasi dari pihak Ditjen PPHP Departemen Pertanian. Berikut rincian metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dikaji : 1. Limbah cair PKS Metode pengolahan yang dikaji yaitu : a) metode kolam stabilisasi, informasinya diperoleh dari literatur yang dikeluarkan oleh Ditjen PPHP Deptan (2006) yang menyajikan bahasan mengenai instalasi kolam stabilisasi pada PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam, b) metode tangki anaerobik-aerasi lanjut, informasinya diperoleh dari literatur yang dikeluarkan oleh Ditjen PPHP Deptan (2006) yang menyajikan bahasan mengenai instalasi tangki anaerobik-aerasi lanjut pada PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam, c) metode reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT), informasinya diperoleh dari literatur yang disusun oleh Buana, dkk (2000) yang menyajikan bahasan mengenai analisis finansial penerapan metode RANUT pada PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam. Metode pemanfaatan yang dikaji : a) pemanfaatan limbah cair terolah untuk irigasi dan pemupukan (teknik aplikasi : flatbed, traktor tangki dan longbed), informasinya diperoleh dari PT. Condong, Garut (Putri, 2009) yang telah menerapkan teknik aplikasi lahan yang dikaji, b) pemanfaatan biogas sebagai sumber energi, informasinya diperoleh dari literatur yang dikeluarkan oleh Ditjen PPHP Deptan (2006), c) pemanfaatan limbah cair terolah sebagai penambah nutrisi kompos TKKS, informasinya diperoleh dari literatur yang disusun oleh Wulfert, dkk (2000). 2. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) Metode pengolahan yang dikaji adalah metode teknologi kompos TKKS, informasinya diperoleh dari PT. Surya Faster Growing (2004) yang telah menerapkan metode teknologi kompos TKKS. Metode pemanfaatan yang dikaji : 5

25 a) pemanfaatan TKKS sebagai mulsa dan pemanfaatan kompos TKKS di lahan perkebunan, informasinya diperoleh dari literatur yang disusun oleh Pahan (2008) dan Taniwiryono (2009), b) penjualan/pemasaran kompos TKKS, informasinya diperoleh dari literatur yang disusun oleh Buana, dkk (2000). Informasi dan data mengenai penerapan berbagai metode sebagian diperoleh dari berbagai perusahaan kelapa sawit yang memiliki pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olah yang sama (30 ton TBS/jam) dan telah menerapkan salah satu metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dikaji. Sementara itu, informasi dan data yang diperoleh dari studi literatur serta wawancara dilakukan karena sebagian metode penanganan limbah yang dikaji belum banyak diterapkan oleh pabrik kelapa sawit sehingga sulit memperoleh data dan informasi penerapannya. Informasi dan data yang diperoleh akan digunakan pada tahapan verifikasi terhadap model yang telah dikembangkan. Oleh karena data dan informasi diperoleh dari tahun penulisan yang berbeda, maka untuk penyetaraan nilai biaya digunakanlah nilai persentase inflasi yang terjadi di Indonesia (antara tahun ) sebagai asumsi. D. OUTPUT PENELITIAN Penelitian ini menghasilkan output berupa perangkat lunak sistem penunjang keputusan optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang bernama PW (Palm Oil Mill Waste) Optima 1.0. Model sistem ini memiliki empat submodel, yaitu model analisis biaya operasional pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS, model analisis biaya operasional pengolahan dan pemanfaatan limbah TKKS, model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS, serta model optimalisasi pemanfaatan TKKS. Hasil analisis model ini yaitu meliputi : 1. kapasitas optimal dari pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS serta TKKS, 2. penggunaan biaya yang optimal dari pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS serta TKKS, 3. nilai keuntungan optimal yang diperoleh pihak industri kelapa sawit, 4. tingkat ketercapaian dari tujuan optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS dan TKKS. 6

26 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. KELAPA SAWIT DAN PENGOLAHANNYA 1. Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun demikian, kelapa sawit dapat tumbuh di luar daerah asalnya, termasuk Indonesia. Hingga kini, tanaman ini telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit (Fauzi et al, 2006). Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut (Pahan, 2008) : Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae) Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Spesies : E. guineensis Jacq., E. oleifera (H.B.K) Cortes, E odora Lebih lanjut, Fauzi et al (2006) menjelaskan bahwa kelapa sawit tergolong tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter cm. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah sebanyak tandan/tahun. 2. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Pabrik kelapa sawit adalah industri pengolahan tandan buah segar (TBS) dari tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Proses pengolahan TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Berikut penjelasan mengenai proses pengolahan TBS menjadi CPO dan PK menurut Pahan (2008). 7

27 a. Stasiun penerimaan buah Stasiun penerimaan buah merupakan tempat penerimaan pertama bagi TBS yang berasal dari kebun sebelum diolah dalam PKS. Di stasiun ini, TBS akan ditimbang di jembatan timbang (weight bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loading ramp). b. Stasiun rebusan (sterilizer) Stasiun rebusan merupakan stasiun yang melakukan proses perebusan TBS. Proses perebusan sangat menentukan kualitas hasil pengolahan TBS di PKS. Tujuan dari proses perebusan TBS yaitu menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB), memudahkan proses pemipilan, mengurangi kadar air di dalam buah sehingga mempermudah proses pengempaan dan pemisahan minyak dari zat nonlemak serta penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit. Proses perebusan TBS dilakukan dengan menggunakan tekanan uap sebagai media panasnya. c. Stasiun pemipilan (stripper) TBS yang telah direbus dikirim ke stasiun pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (thresher) dengan bantuan hoisting crane. Pada stasiun pemipilan dilakukan proses pemipilan untuk melepaskan brondolan dari tandannya. Proses pemipilan ini terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS dan menyebabkan brondolan terlepas dari tandannya. Brondolan dibawa ke stasiun pencacahan (digesting) dan pengempaan (pressing). Sementara itu, tandan yang telah dilepaskan brondolannya atau tandan kosong keluar melalui ujung tromol dan dibawa oleh empty bunch conveyor menuju tempat penampungan tandan kosong. d. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser) Proses pencacahan brondolan bertujuan mempersiapkan daging buah untuk proses pengempaan sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian berupa kehilangan minyak yang sekecil-kecilnya. Hasil cacahan langsung masuk ke alat pengempaan yang berada persis di bawah alat pencacah. Proses pengempaan bertujuan untuk memisahkan minyakdari daging buah. Alat pengempaan yang digunakan adalah screw press. Minyak kasar hasil pengempaan dialirkan menuju sand trap tank, sedangkan ampas kering dan 8

28 TBS Jembatan Timbang Loading Ramp Uap Sterilizer Kondensat D Janjangan Kosong Ke areal kebun Thresser Loose fruit Digester Screw Press Ampas Press Minyak Depericarper Polishing Drum Nut Grading Drum Nut Silo Fiber Minyak Oil Tank Vibrating Screen Crude Oil Tank Clarifier Tank Sludge Tank Minyak Minyak + Sludge King Cracker Kernel Cangkang LTDS Kernel Kernel Silo Kernel Clay bath Kernel (IKS) Cangkang Boiler Steam Oil Purifier Vacuum Dryer Transfer Oil Tank CPO (MKS) D Buffer Sludge Tank Brush Strainer Sludge Separator Minyak k Reclaimed Oil Tank Sludge C Power House B. P. Vessel Uap ke proses pengolahan Fat Pit Stasiun Pengolahan Limbah Sebagian minyak dikutip dan dimurnikan kembali Gambar 2.1 Diagram alir proses pengolahan TBS (Pahan, 2008) 9

29 biji dibawa oleh cake breaker conveyor (CBC) menuju stasiun pemisahan biji dan inti. Di dalam sand trap tank terjadi proses pengendapan sebagian kotoran berupa lumpur (sludge) maupun pasir, sedangkan minyak serta sebagian kotoran yang tidak mengendap berada di bagian atas dan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen). Kotoran yang mengendap tersebut dialirkan menuju fat pit. Pada saringan getar, minyak kasar disaring untuk memisahkan minyak kasar dari kotoran berupa serabut kasar. Minyak kasar yang telah disaring dialirkan menuju tangki minyak kasar (crude oil tank atau COT)), sedangkan kotoran berupa serabut kasar dibawa ke stasiun pengempaan untuk diproses kembali. Hal ini bertujuan untuk mengutip minyak yang masih terdapat pada serabut kasar sehingga minyak yang terbuang dapat dikurangi. e. Stasiun pemurnian (Clarifier) Pada stasiun pemurnian, minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan akan dibersihkan dari kotoran (padatan, lumpur, maupun air) agar diperoleh CPO dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga layak. Proses pemurnian mulai dilakukan pada COT. Pada COT, minyak kasar dijaga pada temperatur 90 O C untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air, dan kotoran sehingga dapat mempermudah proses pengendapan. Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap (vertical clarifier tank atau VCT), sedangkan sebagian kotoran yang mengendap (sludge) akan dibuang melalui saluran pembuangan yang dibuka tiap satu jam. Sludge tersebut dialirkan ke fat pit. Di dalam VCT, temperatur dijaga pada kisaran O C untuk mempermudah proses pengendapan kotoran sehingga terpisah dari minyak kasar dan dilakukan pengadukan dengan menggunakan pengaduk (stirer agitator). Minyak dari VCT selanjutnya dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak dan akan diolah kembali untuk mengutip minyak yang masih terkandung di dalamnya. Temperatur di dalam oil tank dijaga pada kisaran O C untuk mempermudah proses pengendapan tersebut. Minyak pada oil tank selanjutnya dialirkan menuju oil purifier. Pada oil purifier, minyak dipisahkan dari air dan 10

30 kotoran-kotoran ringan yang terkandung di dalamnya. Proses pemisahan dalam oil purifier ini menggunakan metode pemusingan dengan putaran tinggi untuk memisahkan cairan-cairan yang tidak saling bersenyawa (tidak saling melarutkan), mempunyai berat jenis yang berbeda, dan benda padat yang terkandung di dalamnya. Fase yang lebih berat, dalam hal ini air dan kotoran (sludge), akan mendapat gaya sentrifugal yang lebih besar sehingga akan terlempar lebih jauh ke bagian luar dari sumbu putar. Minyak yang telah dimurnikan di dalam oil purifier diharapkan memiliki kadar kotoran sebesar 0,01 0,02% dan kadar air ± 5%. Selanjutnya, minyak dipompa menuju vacuum dryer. Di dalam vacuum dryer terjadi proses pengurangan kadar air pada minyak dengan proses pengeringan yang menggunakan tekanan rendah (vakum) antara -0,650 sampai mmhg dengan temperatur berkisar antara O C. Pemberian tekanan dan temperatur pada vacuum dryer dilakukan menggunakan steam ejector. Minyak yang telah melalui proses pengeringan ini diharapkan memiliki kadar air berkisar antara 0,01 0,02%. Kemudian, minyak dialirkan menuju oil transfer tank sebagai tempat penampungan sementara minyak yang telah dimurnikan sebelum dialirkan dan disimpan di dalam tangki timbun. f. Stasiun pemisahan biji dan inti (kernel) Proses pemisahan biji dan inti meliputi dua metode, yaitu metode pemisahan biji dan serabut serta metode pengolahan dan pemisahan inti sawit. Metode pemisahan biji dan serabut Cara yang digunakan untuk memisahkan biji dari serabut kelapa sawit yaitu dengan menggunakan tarikan atau hisapan udara pada sebuah kolom pemisah (separating column) yang terdapat pada depericarper. Kemudian biji masuk ke tromol pembersih biji (nut polishing drum) untuk membersihkan sisa-sisa serabut yang masih menempel pada biji. Biji yang telah bersih akan terdorong oleh beater arm ke ujung nut polishing drum dan selanjutnya dibawa oleh elevator menuju nut grading drum untuk dipisahkan berdasarkan ukurannya. Metode pengolahan dan pemisahan inti kelapa sawit (IKS) Proses pengolahan dan pemisahan IKS meliputi pemisahan biji, pengeringan biji, pemecahan biji, pemisahan inti dan cangkang serta pengeringan inti. 11

31 Sebelum ditampung di dalam nut silo, biji bersih akan memasuki tromol pemisah biji (nut grading drum) untuk memisahkan antara biji berukuran kecil dengan biji berukuran besar. Tujuan pemisahan biji adalah untuk memperoleh efisiensi pemecahan biji yang optimal karena alat pemecah biji telah diset untuk memecahkan biji dengan ukuran tertentu. Pengeringan biji dilakukan di dalam nut silo dan bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat di dalam biji sehingga daya lekat inti dan cangkang semakin renggang. Biji yang telah dikeringkan di dalam nut silo selanjutnya diumpankan ke alat pemecah biji, yaitu king cracker. Biji-biji tersebut akan terpecah sehingga mengeluarkan inti sawit (palm kernel) yang ada di dalamnya. Hasil pemecahan dari king cracker berupa campuran kernel, cangkang dan kotoran halus selanjutnya dibawa oleh conveyor dan elevator menuju ke bagian pemisahan. Ada dua metode pemisahan kernel dan cangkang, yaitu sistem pemisahan kering dan pemisahan basah. Pemisahan kering dilakukan dalam suatu kolom vertikal (LTDS atau Light Tenera Dust Separator) dengan bantuan hisapan udara dari blower, dimana fraksi yang lebih ringan akan terhisap ke bagian atas, sedangkan fraksi yang lebih berat akan jatuh ke bawah. Proses pemisahan dilakukan pada dua kolom pemisah, yaitu LTDS 1 dan LTDS 2. Pemisahan basah dilakukan dengan menggunakan claybath dengan prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti dan cangkang menggunakan larutan kaolin. Inti yang sudah terpisah dari cangkang dimasukkan ke silo inti untuk diturunkan kadar airnya. Pengeringan ini bertujuan untuk menonaktifkan kegiatan mikroorganisme sehingga pembentukan jamur atau kenaikan asam dapat dibatasi pada saat inti disimpan. Selanjutnya, inti tersebut dibawa oleh vanbelt conveyor menuju silo penyimpanan inti (bulk kernel silo). 3. Limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar disamping juga dapat mencemari lingkungan (Sa id, 1994). 12

32 Aktivitas produksi pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah dalam volume yang sangat besar. Hal ini dapat terlihat pada neraca massa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) yang disajikan pada Gambar 2.2. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan limbah cair. TBS (100%) Perebusan Perontokan Tandan rebus (88,5%) Penguapan (0,4%) Tandan kosong (21,5%) Pengadukan Buah (67%) Air (6,7%) Vacuum Dryer CPO 22,5% tangki timbun CPO Minyak (0,2%) Minyak (21,3%) Minyak (1,0%) Sludge (22,2%) Limbah cair (6,7%) Penyaringan Klarifikasi Pemisahan dengan Decanter 26% Pemisahan dengan Purifier Limbah cair (39,4%) Air (6,2%) Air hidro siklon (3%) pengumpulan limbah cair di kolam/tangki Limbah padat (2,4%) Air (14,4%) Air kondensat (11,1%) Pengepresan Pemisahan dengan Depericarper 1 Pemisahan dengan Depericarper 2 Pemecahan Pemisahan dengan angin Pengeringan 23,5% 10,6% 4,2% 5,0% Penyimpanan Kernel Air (3%) Serabut (12,9%) Cangkang 4,2% 1,2% 2,2% Pemisahan dengan air IPAL Gambar 2.2. Neraca massa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006) Limbah padat dapat dibuang secara langsung ke lingkungan tanpa harus diolah terlebih dahulu. Sementara untuk limbah cair, sebelum dibuang ke lingkungan, harus 13

33 diolah terlebih dahulu sampai dapat memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah padat dan limbah cair PKS juga dapat dimanfaatkan oleh PKS setelah limbah tersebut diolah dengan metode pengolahan tertentu. Pemanfaatan limbah PKS tersebut juga harus didasarkan pada peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. a. Limbah cair pabrik kelapa sawit 1) Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Pada Tabel 2.1 disajikan komposisi jumlah air limbah dari 1 ton CPO yang diproduksi. Pada Tabel 2.2 disajikan kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS berdasarkan parameter lingkungan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Tabel 2.1 Komposisi jumlah air limbah dari satu ton CPO No. Uraian Kapasitas 1 Air 2,35 ton 2 NOS (Non Oil Solid) 0,13 ton 3 Minyak 0,02 ton Jumlah 2,50 ton Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan (2006) Tabel 2.2 Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS secara umum Parameter Limbah Cair No. Satuan Lingkungan Kisaran Rata-rata 1 BOD mg/l COD mg/l TSS mg/l Nitrogen Total mg/l Minyak dan Lemak mg/l ph - 3,3 4,6 4 Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan (2006) Penjelasan mengenai parameter lingkungan yang menjadi parameter kualitas limbah cair PKS yaitu sebagai berikut : 14

34 BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD adalah banyaknya oksigen yang terlarut dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air (Fardiaz, 1992). COD (Chemical Oxygen Demand) COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter (mg/l) yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi (Sugiharto, 1987). TSS (Total Suspended Solid) TSS adalah jumlah total bobot bahan (padatan) yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, biasanya dinyatakan dalam miligram per liter (mg/l) atau ppm. TSS menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi (Kristanto, 2004). Nitrogen total Nitrogen total merupakan penjumlahan dari kandungan nitrogen organik, total amoniak, NO 3 -N dan NO 2 -N di dalam air limbah. Semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota (Suprihatin dan Ismayana, 2000). Minyak dan lemak Kandungan minyak dan lemak di dalam air limbah dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik. (Fardiaz, 1992). ph ph atau konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun air limbah. Nilai ph air yang normal adalah sekitar netral (ph 6 8). Perubahan keasaman pada air limbah akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Air limbah dengan ph yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya (Kristanto, 2004). 15

35 2) Peraturan mengenai penanganan limbah cair PKS Limbah cair PKS harus diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu air limbah sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun Daftar baku mutu limbah cair industri kelapa sawit diberikan pada lampiran B.IV di dalam Keputusan Menteri tersebut seperti yang disajikan pada Tabel 2.3. Setelah memenuhi baku mutu air limbah tersebut, barulah limbah cair dapat dibuang ke badan air seperti sungai atau danau. Tabel 2.3 Baku mutu limbah cair untuk industri kelapa sawit Kadar Maksimum Beban Pencemaran Parameter (mg/l) Maksimum (mg/l) BOD ,25 COD 350 0,88 TSS 250 0,63 Minyak dan Lemak 25 0,063 Nitrogen Total (sebagai N) 50,0 0,125 ph 6,0 9,0 Debit Limbah Maksimum 2,5 m 3 per ton produksi minyak sawit Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 1995 Selain itu, dalam proses penanganan limbah cair juga diwajibkan kepada pihak industri kelapa sawit untuk memiliki izin pembuangan air limbah hasil pengolahan limbah cair PKS yang diatur atau dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat yang penetapannya berdasarkan pada : Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 111 tahun 2003 tentang pedoman mengenai syarat dan tata cara perizinan serta pedoman kajian pembuangan air limbah ke air atau sumber air. 3) Metode pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit Menurut Kristanto (2004), secara umum pengolahan air limbah terbagi menjadi tiga teknik pengolahan, yaitu : 16

36 a) Pengolahan secara fisika, dilakukan sebelum pengolahan lanjutan air limbah yang bertujuan untuk menyisihkan bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah menguap atau bahan-bahan yang terapung. b) Pengolahan secara kimia, dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. c) Pengolahan secara biologi, dilakukan karena semua air limbah mengandung bahan organik yang dapat diolah secara biologi. Dalam penanganan limbah cair PKS, teknik pengolahan yang digunakan lebih mengarah ke pengolahan secara fisika dan biologi. Tahapan pengolahan limbah cair PKS dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pengolahan pendahuluan (pre treatment), pengolahan utama (primary treatment) dan pengolahan akhir (post treatment), seperti yang disajikan pada Gambar 2.3. Pada tiap tahapan akan dilakukan proses pengolahan limbah cair PKS dengan metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian. Berikut penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut : a) Tahap pengolahan pendahuluan (pre treatment) Rangkaian proses pengolahan limbah cair PKS yang dilakukan pada tahap pendahuluan pengolahan pendahuluan yaitu : i. Proses segregasi aliran Proses segregasi (pemisahan) aliran limbah cair PKS berdasarkan sumbernya, yaitu limbah cair yang berasal dari air rebusan TBS, stasiun klarifikasi dan air hidrosiklon. ii. Proses pengurangan minyak dan lemak Proses pengurangan kandungan minyak dan lemak dalam limbah cair PKS dilakukan di kolam pengutipan minyak (fat-pit) dengan menerapkan prinsip pengendapan. Minyak yang mengapung di bagian atas (berat jenis yang lebih kecil dari bahan lain), akan dialirkan menuju stasiun pemurnian untuk diolah kembali. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan hilangnya kuantitas CPO akibat terbawa limbah cair PKS, mengurangi kandungan minyak dalam limbah cair PKS untuk memenuhi baku mutu agar dapat dibuang ke lingkungan dan 17

37 mengurangi kemungkinan terbentuknya buih yang dapat mengganggu proses pengolahan pada tahap pengolahan utama. Limbah cair PKS Pengolahan pendahuluan 1. Segregasi aliran 2. Pengutipan minyak 3. Penurunan suhu Pengolahan utama Secara anaerob Kolam anaerobik RANUT Tangki anaerobik Secara aerobik Kolam aerobik-aerasi Pengolahan akhir Kolam pengendapan dibuang ke badan air Gambar 2.3 Tahap pengolahan limbah cair PKS Menurut Hassan, et al (2004), pemisahan minyak dan lemak dari limbah cair PKS dapat dilakukan dengan oil skimmer yaitu pemisahan dengan bantuan uap panas yang dimasukkan ke dalam limbah cair PKS untuk membantu mempercepat pemisahan antara minyak dan cairan lumpur. iii. Proses penurunan suhu limbah cair PKS Suhu limbah cair PKS diturunkan dari suhu O C menjadi O C dan dilakukan di menara atau bak pendingin. Proses ini dilakukan selama 1 sampai 2 hari. Tujuan dari proses ini yaitu untuk menurunkan suhu limbah cair PKS agar 18

38 sesuai dengan kondisi suhu yang ideal untuk mikroorganisme yang akan digunakan pada tahapan pengolahan utama. b) Tahap pengolahan utama (primary treatment) Tahap pengolahan utama terdiri dari 2 tahap proses pengolahan, yaitu proses pengolahan limbah cair secara anaerobik dan secara aerobik. i. Proses pengolahan limbah cair secara anaerobik (tanpa oksigen) Rantai reaksi anaerobik ditunjukkan pada Gambar 2.4. Pada tahap pertama, bahan-bahan organik dikonversi oleh bakteri menjadi bahan-bahan organik yang terlarut. Pada tahap kedua, bahan-bahan organik terlarut tersebut dikonversi oleh bakteri asidifikasi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Tahap kedua juga menghasilkan hidrogen dan karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah dua tahap pembentukan asam asetat dan metana serta karbondioksida. Bersamaan dengan dua tahap terakhir, terjadi pembentukan hidrogen sulfida oleh bakteri pemakan sulfat. Jika kandungan sulfur dalam air limbah tinggi, hidrogen sulfida yang terkandung di dalam gas akan menimbulkan masalah bau dan korosi (Siregar, 2005). Gambar 2.4 Rantai reaksi anaerobik (Siregar, 2005) 19

39 Pada proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik, terdapat tiga metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian, yaitu metode kolam anaerobik, tangki anaerobik dan reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). i. Kolam anaerobik (kolam stabilisasi) Kolam anaerobik merupakan metode pengolahan limbah cair PKS dengan menggunakan kolam-kolam sebagai tempat berlangsungnya proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik. Pada Gambar 2.5 disajikan dasar perancangan untuk sistem kolam anaerobik aerasi. Proses anaerobik dilakukan di dalam kolam-kolam anaerobik yang terdiri dari kolam asidifikasi (pengasaman), kolam anaerobik primer dan anaerobik sekunder. Pada kolam asidifikasi, bahan-bahan organik yang telah dikonversi menjadi bahan terlarut akan dikonversi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya. Pada kolam anaerobik primer, akan terjadi proses asetogenesis dan fermentasi metana terhadap air limbah hingga tercapai baku mutu air limbah untuk aplikasi lahan. Sementara kolam anaerobik sekunder dimanfaatkan untuk melanjutkan proses di kolam anaerobik primer dan diperuntukkan terhadap limbah cair yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan. Secara prinsip, proses kerja yang terjadi di kolam anaerobik sekunder sama dengan kolam anaerobik primer. Pada Tabel 2.4 disajikan kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah penanganan dengan metode kolam anaerobik (kolam stabilisasi). ii. Tangki anaerobik Pada metode tangki anaerobik, akan dilakukan proses biologis dalam kondisi anaerobik, dimana bahan organik yang terkandung dalam limbah cair PKS akan terurai menjadi gas metan dan karbondioksida yang kemudian disebut biogas. Pada proses biologis tangki anaerobik, biogas yang terbentuk akan ditampung dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada Gambar 2.6 disajikan rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup yang dilanjtkan dengan proses aerobik-aerasi. 20

40 Tabel 2.4 Kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah penanganan dengan metode kolam stabilisasi. Uraian WPH (hari) BOD (mg/l) P (mg/l) N (mg/l) K (mg/l) Mg (mg/l) Limbah (fat pit) Kolam pengasaman Kolam anaerob primer Kolam anaerob sekunder Kolam aerobik Kolam pengendapan Sumber : Pamin, Siahaan dan Tobing (1996) Proses anaerobik, yang dilakukan dalam dua tahapan proses anaerobik, yaitu : Proses anaerobik yang dilakukan di tangki anaerobik tertutup, dengan alur proses pengolahan sama dengan proses pengolahan yang terjadi di kolam anaerobik pada metode kolam stabilisasi. Gas metan (biogas) yang dihasilkan dari proses pengolahan air limbah secara anaerobik akan ditampung dan kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Limbah cair yang telah mengalami biodegradasi di dalam tangki memiliki BOD < 2000 mg/l sehingga dapat diaplikasikan di lahan perkebunan. Fraksi lumpur yang dihasilkan akan mengendap pada dasar tangki dan dialirkan menuju bak pengeringan lumpur. Proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerob, yang dilakukan untuk mengolah lebih lanjut limbah cair hasil biodegradasi di dalam tangki anaerobik (yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan). Pada kolam pengendapan ini akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses anaerobik di tangki anaerobik. Biosolid yang mengendap pada dasar kolam akan diambil dan dialirkan ke sand bed. iii. Metode reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT) Metode RANUT menggunakan tangki berupa bioreaktor tempat berlangsungnya proses pengolahan secara anaerobik. Tetapi sebelum metode RANUT dilakukan, terdapat perbedaan proses pada tahapan pre treatment 21

41 Gambar 2.5 Dasar perancangan sistem kolam anaerobik aerasi dengan kapasitas olah PKS 30 ton TBS /jam (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006) 22

42 Gambar 2.6 Rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup (resirkulasi gas)/aerasi-aerobik. Dirancang untuk kapasitas olah PKS 30 ton TBS/jam (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006) 23

43 dibandingkan kedua metode sebelumnya, yaitu setelah proses segregasi air limbah dilakukan proses pemisahan lumpur dan padatan tersuspensi. Proses pemisahan lumpur dan padatan tersuspensi dari limbah cair bertujuan untuk mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir serta mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya, seperti foaming, sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur. Pada dasarnya, padatan tersuspensi dalam limbah cair PKS dapat dipisahkan dengan continous separator atau decanter. Kedua alat ini ternyata cukup mahal serta memerlukan pemeliharaan dan energi yang tinggi. Teknologi pengapungan dengan prinsip kerja dissolved air floatation (pengapungan dengan udara terlarut atau pengapungan dengan tekanan) dapat menjadi alternatif proses. Teknologi RANUT dikembangkan melalui peningkatan populasi mikroba perombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair PKS. Rasio populasi mikroba dengan bahan organik ditingkatkan dengan cara menambahkan bahan pendukung (support material) yang terbuat dari plastik. Bahan ini berfungsi sebagai tempat menempelnya mikroba anaerobik. Mikroba tersebut selanjutnya akan membentuk bio-film di permukaan bahan pendukung dan menjadi tempat berkembang biak. Di dalam reaktor anaerobik, mikroba tersebut akan melakukan perombakan bahan organik yang terdapat pada air limbah secara anaerobik dalam waktu singkat dengan kinerja yang tinggi. Gambar 2.7 menyajikan proses pengolahan air limbah secara anaerobik RANUT. Berdasarkan pada Gambar 2.7, tangki penyimpanan S1 dan S2 diisi dengan limbah segar dimana akan terjadi pendinginan limbah sampai mencapai suhu kamar. Sisa minyak akan mengapung dan diambil secara manual. Limbah dari S2 dipompakan ke digester D1 dari bagian bawah (upflow). Limbah akan mengalir ke atas melewati unggun tetap (yang berisi matriks) dan keluar dari bagian atas. Sebagian limbah dipompakan kembali ke digester D1 oleh pompa sirkulasi P2 untuk pengenceran, menaikkan ph serta untuk distribusi substrat di dalam digester D1. Kelebihan limbah akan mengalir ke digester D2 agar digester ini tetap aktif. Limbah akan melewati unggun tetap secara downflow dan akhirnya keluar dari digester D2. Pengaturan laju alir pompa dilakukan dengan sebuah timer yang dapat mengatur variasi jumlah umpan yang masuk ke 24

44 Gambar 2.7. Proses pengolahan air limbah secara anaerobik pada reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT) (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006) 25

45 digester. Biogas yang dihasilkan diukur dengan alat pengukur gas. Pengoperasian reaktor dilakukan pada suhu kamar (26 28 O C). Proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerobik dilakukan untuk mengolah lebih lanjut limbah cair hasil biodegradasi di dalam RANUT (yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan). Pada kolam pengendapan ini akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses anaerobik di RANUT. Biosolid yang mengendap pada dasar kolam akan diambil dan dialirkan ke sand bed. Proses pengolahan limbah cair secara aerobik Air limbah yang keluar dari proses pengolahan secara anaerobik masih mengandung bahan organik, misalnya substrat, seperti hidrogen, karbon, oksigen dan nitrogen, sehingga perombakan harus dilanjutkan dengan perombakan secara aerobik yang dilakukan di kolam aerobik-aerasi. Perombakan secara aerobik membutuhkan oksigen sehingga dilakukan proses aerasi atau pemberian oksigen ke dalam proses perombakan. Oksigen akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme aerobik yang terdapat di dalam air limbah untuk merombak bahan-bahan organik di dalam air limbah. Rantai reaksi aerobik ditunjukkan pada Gambar 2.8. Pada tahap pertama, senyawa-senyawa organik diambil oleh bakteri, kemudian senyawa-senyawa organik yang terlarut dikonversikan ke dalam massa bakteri sehingga menghasilkan air, karbondioksida dan amonia. Pada tahap kedua, biomassa yang dihasilkan pada tahap pertama dikurangi oleh mikroorganisme lain, misalnya oleh Ciliata. Tahap ini juga menghasilkan air, karbondioksida dan amonia. Pada tahap yang lebih lanjut, amonia dapat dikonversikan oleh bakteri, yaitu dinitrifikasi menjadi nitrit (NO 2 ) dan nitrat (NO 3 ) (Siregar, 2005). c) Tahap pengolahan akhir (post treatment) Tahap pengolahan akhir yang dilakukan adalah proses pengendapan yang dilakukan di kolam pengendapan (sedimentasi). Pada kolam sedimentasi akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses aerobik aerasi. Setelah proses pengendapan ini, diharapkan air limbah telah memenuhi baku mutu air limbah untuk dibuang ke badan air (sungai) seperti yang disajikan pada Tabel

46 Gambar 2.8 Rantai reaksi aerobik (Siregar, 2005) 4) Metode Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Terolah Terdapat beberapa metode pemanfaatan limbah cair PKS hasil pengolahan di IPAL, yaitu : a) Aplikasi lahan Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit sangat dimungkinkan atas dasar kandungan hara dalam limbah tersebut seperti disajikan pada Tabel 2.4. Pemanfaatan limbah ini, disamping sebagai pupuk, juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah, biaya tersebut diperkirakan dapat diturunkan sebesar 50 60% (Pamin, Siahaan dan Tobing, 1996). Hal tersebut dikarenakan pemanfaatan limbah cair untuk aplikasi lahan ini menggunakan limbah cair dari kolam anaerobik primer, sehingga jumlah (kapasitas) limbah cair yang akan diolah di kolam pengolahan berikutnya pada IPAL akan berkurang. limbah cair dari kolam anaerobik primer (setelah diolah secara anaerobik) dapat dimanfaatkan untuk aplikasi lahan karena limbah cair tersebut telah memiliki nilai BOD antara mg/l yang masih memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Pertanian No. KB. 310/453/MENTAN/XII/95 tentang standarisasi pengolahan limbah cair PKS terutama untuk aplikasi lahan sebagai sumber air dan pupuk, seperti disajikan pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Baku mutu limbah cair PKS untuk aplikasi lahan No. Uraian Batasan kepekatan 1 BOD (mg/l) < Minyak dan lemak (mg/l) < ph 6,0 Sumber : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Air, Bapedal (1999) 27

47 Aplikasi lahan dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Pemilihan teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit sangat tergantung kepada kondisi dan luas areal yang tersedia maupun faktor berikut, yaitu jenis dan volume limbah cair, topografi lahan yang akan dialiri, jenis tanah dan kedalaman permukaan air tanah, umur tanaman kelapa sawit, luas lahan yang tersedia dan jaraknya dengan pabrik, serta dekat tidaknya dengan air sungai atau pemukiman penduduk (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Departemen Pertanian, 2006). Beberapa cara aplikasi limbah cair yang dikenal antara lain teknik flatbed, traktor-tangki dan longbed (Wulfert, dkk, 2000). Teknik flatbed Teknik ini digunakan pada lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Teknik ini dibangun mengikuti kemiringan tanah. Proses pada teknik ini yaitu mengalirkan limbah dari kolam limbah melalui pipa menuju bak-bak distribusi yang berukuran 4m x 4m x 1m, kemudian limbah dialirkan ke parit sekunder (flatbed) yang berukuran 2,5m x 1,5m x 0,25m, yang dibuat pada tiap 2 baris tanaman. Dengan teknik pengaliran ini, secara periodik lumpur yang tertinggal pada flatbed dikuras agar tidak tertutup lumpur. Teknik traktor-tangki Pelaksanaan teknik ini yaitu dengan mengangkut limbah cair dari IPAL ke areal tanaman dengan menggunakan traktor yang menarik tangki serta digunakan pompa sentrifugal yang dihubungkan dengan lubang (chasis) ke tangki untuk mengeluarkan air limbah ke lahan aplikasi. Untuk mengurangi biaya transportasi aplikasi limbah dengan teknik ini, areal tanaman untuk aplikasi sebaiknya berdekatan dengan IPAL. Traktor berjalan pada jalan pikul dan limbah disemprotkan sepanjang baris pohon tempat tumpukan pelepah yang dipangkas. Teknik parit atau alur (longbed) Pada teknik ini, terdapat dua pola yang digunakan untuk distribusi limbah yaitu dengan parit yang lurus dan berliku-liku. Parit berliku-liku digunakan 28

48 untuk lahan yang curam atau berbukit. Limbah sepanjang parit dialirkan perlahan-lahan untuk mengurangi erosi dan banjir. Parit yang lurus memanjang dibangun di lahan yang sedikit miring dan limbah dialirkan hingga ujung parit. Seperti aplikasi flatbed, limbah cair dipompakan melalui pipa ke tempat yang relatif tinggi dan didistribusikan ke parit primer. Jumlah parit tergantung pada topografi. Kecepatan aliran diatur perlahan-lahan untuk memungkinkan perkolasi dan juga mencegah erosi. Biaya aplikasi limbah cair dengan teknik ini relatif murah, tetapi masalah yang sering timbul adalah distribusi aliran yang tidak merata dan parit tertimbun lumpur. Pembangunan parit tidak terlalu dalam, sekitar 20 cm atau 30 cm dengan lebar sekitar 30 cm. Parit ini dapat dibangun secara manual atau mekanis di sepanjang baris tanaman, namun tidak mengganggu jalan pemanen dan transportasi TBS. Hasil percobaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menunjukkan bahwa kombinasi pemberian limbah cair dengan dosis 12,66 mm ECH (Ekuivalen Curah Hujan) per bulan atau setara dengan liter limbah cair PKS terolah per hektar dengan pupuk anorganik sebanyak 50% dari dosis standar kebun, dapat meningkatkan produksi TBS sebesar 36% dibanding perlakuan tanpa aplikasi limbah cair dan aplikasi pupuk standar kebun 100% (Wulfert, dkk, 2000). b) Biogas Biogas merupakan gas metan dan karbondioksida hasil penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah cair PKS serta penguraian tersebut dilakukan oleh mikroba pada proses biologis kondisi anaerobik. Komposisi gas yang dihasilkan rata-ratanya adalah % gas metan, % gas karbondioksida, 0,2-0,3 % hidrogen sulfida dan gas lainnya. Proses produksi gasbio secara mikrobiologis dikenal dengan istilah fermentasi metan. Bakteri yang berperan dalam proses tersebut adalah bakteri metan, terutama Methanobacillus omelianskii, Methanobacterium formicum, Methanosarcina methanica dan Methanococcusmazeki. Biogas yang dihasilkan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi PKS. Metode tangki anaerobik dapat menghasilkan 27,78 m 3 biogas dari tiap ton limbah cair PKS yang diolah, sementara metode RANUT dapat 29

49 menghasilkan 36,46 m 3 biogas dari tiap ton limbah cair PKS yang diolah. Hasil penelitian Wulfert dkk (2000) menyebutkan bahwa jika biogas yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel genset, maka dapat dihasilkan tenaga listrik sebesar 26 kwh per ton TBS, sedangkan kebutuhan spesifik tenaga listrik per ton TBS diperkirakan sekitar kwh. c) Pakan ternak Bagian limbah cair yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pakan ternak adalah lumpur yang berasal dari hasil pengendapan pada kolam pengendapan dan tangki atau reaktor anaerobik yang disebut lumpur sawit. Lumpur sawit ini kemudian dipisahkan cairannya (dikeringkan) sehingga menghasilkan solid. Solid inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Cara untuk mengawetkan solid adalah dengan dibuat pakan blok (dikeringkan). Dengan cara ini, selain daya simpan solid lebih lama, juga kandungan nutrisinya lebih lengkap karena adanya beberapa bahan pakan lain yang ditambahkan. Pakan solid dalam bentuk blok bisa diberikan baik untuk ternak ruminansia besar maupun kecil. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa solid berpotensi sebagai sumber nutrisi baru untuk ternak dengan kandungan bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar 7,12%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g (Utomo et al. 1999). Beberapa penelitian mengenai aplikasi solid sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan, yaitu sebagai berikut : Pemberian solid pada domba bentuk segar atau complete feed block (CFB), baik yang difermentasi dengan effective microorganism (EM4) maupun tanpa difermentasi (Widjaja et al. 2000a). Pemberian solid pada sapi dapat dalam bentuk segar atau dicampur dengan air (Widjaja et al. 2000b). Penggunaan solid dalam bentuk lumpur (palm oil sludge) untuk pakan kambing pemberiannya dikombinasikan dengan bungkil inti sawit dan serat perasan buah. Pada pakan tersebut, lumpur sawit dapat digunakan hingga 8% (Kamaruddin, 1997). 30

50 Pemberian lumpur sawit yang belum dan telah difermentasi pada unggas (Sinurat et al. 1998). d) Bahan penambah nutrisi kompos Limbah cair terolah hasil pengolahan di IPAL dan fraksi lumpur hasil pengendapan dapat dimanfaatkan sebagai bahan penambah nutrisi pada proses pembuatan kompos dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Menurut Schuchardt dkk (2000), penambahan limbah cair ini juga berguna untuk memenuhi kebutuhan air untuk meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang digunakan sebagai inokulum pada proses pengomposan TKKS. Penambahan limbah cair ini dilakukan selama 9 minggu masa pengomposan dengan volume 5 m 3 per ton TKKS yang diolah menjadi kompos. Pada tabel 2.6 disajikan kalkulasi kandungan nutrien pada bahan kering kompos akhir dengan penambahan limbah cair sebanyak 5 m 3 per ton TKKS. Tabel 2.6 Kalkulasi kandungan nutrien pada bahan kering kompos akhir dengan penambahan limbah cair sebanyak 5 m 3 per ton TKKS Kompos dengan Nutrien Satuan Kompos Limbah cair limbah cair N 29 13,15 42,15 P 1,87 2,41 4,28 (kg/ton K 37,8 32,88 70,68 kompos b.k) Ca 5,3 6,58 11,88 Mg 3,4 6,14 9,54 Sumber : Schuchard, dkk (2000) b. Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit 1) Pemanfaatan limbah padat pabrik kelapa sawit a) Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) Tandan kosong merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pemipilan TBS di stasiun pemipilan pada pabrik kelapa sawit. Terdapat beberapa metode pengolahan TKKS dengan pemanfaatan yang dilakukan oleh pihak industri kelapa sawit, yaitu : Mulsa Teknik pemanfaatan TKKS yang umum diterapkan oleh berbagai industri kelapa sawit di Indonesia adalah dengan memanfaatkan TKKS sebagai mulsa. Menurut Pahan (2008), aplikasi TKKS sangat efektif sebagai mulsa karena dapat 31

51 menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembapan tanah dan membantu mengurangi dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman serta produksi pada saat kemarau. Untuk areal yang curah hujannya tinggi, TKKS secara signifikan dapat mengurangi kerugian nutrisi melalui proses pencucian dan aliran permukaan atau menjaga terjadinya erosi tanah. Selain itu, mulsa TKKS juga dapat menjadi pemasok tambahan unsur hara tanah. Pada Tabel 2.7 disajikan persentase unsur hara dalam TKKS. Metode aplikasi mulsa Terdapat dua metode aplikasi TKKS sebagai mulsa di areal kebun, yaitu secara mulching dan disposal. Pada aplikasi secara mulching, TKKS diaplikasikan pada suatu areal tertentu berdasarkan sifat tanah dan hara yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit. Sementara, pada aplikasi secara disposal, TKKS diaplikasikan di sisi jalan serta tidak didasari oleh sifat tanah dan hara yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit. TKKS yang diaplikasikan secara disposal tidak diperbolehkan karena secara prinsip akan merugikan, mengingat pemanfaatan hara oleh tanaman kelapa sawit tidak optimal dan menjadi penyebab penyebaran hama Oryctes (Pahan, 2008). Tabel 2.7 Persentase unsur hara dalam TKKS Persentase unsur hara dalam TKKS Hara utama Kisaran Rata-rata Sebanding dengan pupuk anorganik per ton TKKS Nitrogen (N) 0,32 0,43 0,37 8,00 kg urea Fosfor (P) 0,03 0,05 0,04 2,90 kg RP Potassium (K) 0,89 0,95 0,91 18,30 kg MOP Magnesium (Mg) 0,07 0,10 0,08 5,00 kg Kieserit Sumber : Pahan (2008) Aplikasi mulsa pada TBM Dosis aplikasi TKKS yang direkomendasikan untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) 1 dan 2 yaitu 180 kg/pokok atau setara dengan 25 ton TKKS/ha (populasi sekitar 136 pokok/ha). TKKS hanya diaplikasi satu kali per tahun pada areal yang sama. 32

52 Aplikasi TKKS pada tahun pertama dilaksanakan dekat pangkal pokok (10 cm) dengan cara disebar satu lapis mengelilingi pokok. Aplikasi TKKS harus segera dimulai setelah bibit ditanam di lapangan. Aplikasi TKKS menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman, memelihara kelembapan tanah, menurunkan suhu tanah dan menekan pertumbuhan gulma di piringan. Oleh sebab proses dekomposisi dan penguraian unsur hara dari TKKS berjalan lambat, pupuk anorganik harus diaplikasi penuh (100 %) pada tahun pertama penanaman. Aplikasi kedua dilaksanakan sekitar 12 bulan setelah aplikasi pertama. TKKS diaplikasikan 0,5 m dari pangkal pokok dengan cara disebar satu lapis mengelilingi pokok. TKKS yang diaplikasi lebih dari satu lapisan akan mendorong berkembangnya kumbang Oryctes pada tumpukan TKKS tersebut. Mulsa TKKS harus dikontrol secara berkala untuk memastikan ada tidaknya kumbang Oryctes yang berkembang biak pada TKKS tersebut. Apabila hal ini terjadi, segera lakukan tindakan penanggulangan. Pada tahun kedua ini, TKKS dan pupuk anorganik diaplikasi, tetapi pupuk anorganik dapat dikurangi menjadi 50 % terhadap rekomendasi. Semua pupuk anorganik harus disebar merata di atas TKKS. Selanjutnya pupuk tersebut secara perlahan tercuci oleh air hujan dan diserap oleh pokok sawit. TKKS tidak mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh tanaman, tetapi aplikasi TKKS dapat membantu mengurangi kehilangan pupuk yang diakibatkan pencucian, aliran permukaan dan erosi tanah (Pahan, 2008). Aplikasi mulsa pada TM Dasar aplikasi tergantung dari jenis tanah, status unsur hara tanah, pertumbuhan dan umur tanaman kelapa sawit yang akan dimulsa. Rekomendasi aktual dan areal yang akan diaplikasi TKKS pada tanaman mineral normal yaitu 250 kg/pokok atau 35 ton/ha. Sementara pada tanah sangat berpasir dapat ditingkatkan menjadi 360 kg/pokok atau 50 ton/ha. TKKS hanya diaplikasi satu kali dalam setahun dan harus terus diaplikasi kembali 12 bulan kemudian. TKKS yang telah ditumpahkan harus disebar satu lapis secara manual di antara dua pokok, tetapi di luar piringan. TKKS tidak boleh diaplikasi di 33

53 gawangan mati, karena digunakan sebagai tempat pelepah yang ditunas nantinya. Aplikasi TKKS dua lapis atau lebih tidak diperbolehkan karena dapat mempercepat pembiakan kumbang Oryctes tumpukan. Mulsa TKKS harus dikontrol secara berkala terhadap serangan Oryctes. Apabila hal itu terjadi, segera lakukan tindakan penanggulangan yang tepat (Pahan, 2008). Kompos (pupuk organik) Kompos merupakan limbah padat yang mengandung bahan organik yang telah mengalami pelapukan, dan jika pelapukannya berlangsung dengan baik disebut pupuk organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia telah mengembangkan dua macam teknik pengomposan TKKS, yaitu pengomposan dengan pembalikan dan tanpa pembalikan (Taniwiryono, 2009). Pengomposan dengan pembalikan Teknik ini dilakukan dengan melakukan pembalikan 2-3 hari sekali dan menggunakan limbah cair PKS sebagai pengkaya dan sumber mikroba pengompos yang didominasi oleh jenis bakteri. Pembalikan dilakukan dengan menggunakan mesin. TKKS yang akan dikomposkan harus dicacah terlebih dahulu sebelum ditumpuk memanjang seperti terlihat pada Gambar 2.9. Pencacahan TKKS diperlukan guna meningkatkan luas permukaan bahan organik. Oleh karena tidak dilakukan penutupan, turun-naiknya suhu dan kelembaban sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan setempat. Pada kondisi terbuka, penguapan air bisa mudah terjadi di siang hari yang terik, namun di lain hal pembasahan dengan air berlebih mudah terjadi di saat hari-hari hujan. Pembalikan bahan dalam waktu 2-3 hari sekali memang diperlukan karena siklus biologis kebanyakan bakteri memang sekitar 48 jam. Jika tidak dibalik maka bakteri akan mati. Bakteri yang digunakan pada proses pengomposan dengan sistem ini mengandalkan yang terdapat di limbah cair PKS. Jenis dan jumlahnya tentu berbeda antara daerah yang satu dengan lainnya. Untuk meningkatkan efisiensi pelapukan lignin dan selulase perlu dieksplorasi bakteri dengan kemampuan mendegradasi lignin dan selulosa yang tinggi. Salah satu keunggulan teknik ini adalah pengkayaan nutrisi dari limbah cair dapat dilakukan secara optimum. Warna hitam 34

54 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9, sebagian diakibatkan oleh pewarnaan yang dilakukan oleh limbah cair. Gambar 2.9 Penumpukan pada pengomposan TKKS dengan pembalikan Pengomposan tanpa pembalikan Teknik ini dilakukan dengan bantuan mikroba terseleksi dari golongan jamur. Selama proses pengomposan tidak dilakukan pembalikan sehingga hemat bahan bakar (energi) dan tenaga kerja. Tanpa pembalikan yang dimaksud di sini adalah tanpa pembalikan selama proses biologis berlangsung, yaitu selama 2 minggu sekali. Pada kondisi demikian, penggunaan mesin pembalik tidak diperlukan. Penggunaan mikroba dari golongan jamur didasarkan kepada kenyataan bahwa perombak lignin dan selolosa yang paling efisien adalah dari golongan jamur atau cendawan. Kebanyakan limbah padat perkebunan memiliki kandungan lignin dan selulosa yang tinggi. Fakta menunjukkan bahwa di lapangan tidak pernah dijumpai tanaman berkayu yang batangnya dilapukkan oleh bakteri, tetapi selalu oleh jamur atau cendawan. Selama proses pengomposan dilakukan penutupan dengan menggunakan terpal plastik tahan UV seperti yang terlihat pada Gambar Penutupan dilakukan agar kelembaban dan suhu bisa lebih kendalikan sehingga aktifitas mikroba pelapuk lignin dan selulosa dalam menghasilkan enzim lignoselulase tetap tinggi. Penutupan dengan terpal plastik tidak berarti prosesnya menjadi aerob, buktinya mikroba aerob yang digunakan sebagai bioaktivator berkembang biak dan beraktifitas dengan sempurna. Untuk tujuan efisiensi, jamur pelapuk yang digunakan sekaligus dipilih yang mampu mengendalikan Ganoderma dan Oryctes atau manfaat lainnya. 35

55 Dengan cara demikian, dua hal dilakukan sekaligus yaitu pengomposan dan perbanyakan biopestisida. b) Serabut kelapa sawit Serabut kelapa sawit merupakan limbah padat kelapa sawit hasil proses pencacahan dan pengempaan brondolan kelapa sawit. Metode pemanfaatan serabut yang dilakukan oleh PKS adalah sebagai bahan bakar boiler untuk memasok kebutuhan uap panas dan pembangkit listrik. Nilai kalor yang dihasilkan dari pembakaran serabut kelapa sawit yaitu kkal/kg. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas olah 100 ribu ton TBS per tahun akan dihasilkan sekitar 12 ribu ton serabut kelapa sawit. Apabila efisiensi pembangkitan sebesar 25%, maka tiap tahunnya akan dihasilkan energi listrik sebesar 9,2 15,9 GW tiap tahunnya (Budiarto dan Agung, 2008). Gambar 2.10 Penumpukan pada pengomposan TKKS tanpa pembalikan c) Cangkang kelapa sawit Cangkang kelapa sawit merupakan limbah padat kelapa sawit hasil proses pemecahan biji kelapa sawit untuk mengambil inti kelapa sawit di dalam biji tersebut. Metode pemanfaatan cangkang yang dilakukan oleh PKS adalah sebagai bahan bakar boiler untuk memasok kebutuhan uap panas dan pembangkitan listrik. Nilai kalor yang dihasilkan dari pembakaran serabut kelapa sawit yaitu kkal/kg. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas olah 100 ribu ton TBS per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang kelapa sawit. Apabila efisiensi pembangkitan sebesar 25%, maka tiap tahunnya akan dihasilkan energi listrik sebesar 7,2 8,4 GW tiap tahunnya (Budiarto dan Agung, 2008). 36

56 B. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Dalam suatu proses pengambilan keputusan, perusahaan akan menghadapi kesulitan dengan adanya berbagai alternatif pilihan dalam suatu tahapan proses yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk mengetahui dan mengerti tentang masalah yang dihadapi, alternatif-alternatif yang ada dan kriteria untuk mengukur atau membandingkan setiap alternatif guna mendapatkan alternatif yang terbaik untuk dipilih. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan merancang suatu model sistem yang dapat menggambarkan masalah tersebut secara menyeluruh agar tahapan pengambilan keputusan dapat dilaksanakan lebih sederhana dan optimal. Model sistem yang dirancang dikenal dengan sistem penunjang keputusan. Sistem penunjang keputusan adalah pendekatan secara sistem dalam mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang menghubungkan sistem informasi terkomputerisasi dengan para pengambil keputusan seperti manajer dan investor. Turban dan Aronson (2001) dalam Marimin (2004) mendefinisikan sistem penunjang keputusan sebagai suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Eriyatno (1998) menjelaskan bahwa landasan utama dalam pengembangan sistem penunjang keputusan (SPK) adalah konsepsi model. Konsepsi model ini menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam penunjang keputusan, yaitu pengambil keputusan atau pengguna, model dan data. Masingmasing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Menurut Marimin (2004), struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dalam sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan sistem yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Sistem manajemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi kedua adalah menerima data dari basis data. Fungsi ketiga adalah sebagai pengendali basis data. Sistem basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi dan struktur elemen-elemen data. Sistem manajemen basis 37

57 model merupakan sistem perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang format keluaran model, untuk memperbarui dan mengubah model serta memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengolahan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK. Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki oleh pengguna. Sedangkan sistem pengolah problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga sistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antar subsistem (Marimin, 2004). C. PROSES HIERARKI ANALITIK Proses hierarki analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu analisis yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Metode ini dapat digunakan dalam memodelkan permasalahan dan pendapat-pendapat, dimana permasalahan yang ada telah dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan dan diprioritaskan untuk dikaji (Saaty, 1993). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian, tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk mendapatkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi sistem tersebut (Marimin, 2004). D. GOAL PROGRAMMING Goal Programming merupakan modifikasi atau variasi khusus dari program linier yang sudah kita kenal. Analisis goal programming bertujuan untuk meminimumkan jarak antara atau deviasi terhadap tujuan, target atau sasaran yang 38

58 telah ditetapkan dengan usaha yang dapat ditempuh untuk mencapai target atau tujuan tersebut secara memuaskan sesuai dengan syarat-ikatan yang ada, yang membatasinya berupa sumber daya yang tersedia, teknologi yang ada, kendala tujuan dan sebagainya (Nasendi dan Anwar, 1985). Di dalam model goal programming terdapat sepasang variabel yang dinamakan variabel deviasional yang berfungsi untuk menampung nilai penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Agar deviasi itu minimum, artinya nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sedapat mungkin mendekati nilai ruas kanannya maka variabel deviasional itu harus diminimumkan di dalam fungsi tujuan (Siswanto, 2007). Bila pada model program linear, kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan, maka pada model goal programming kendala-kendala itu merupakan sarana untuk mewujudkan sasaran yang hendak dicapai. Mewujudkan suatu sasaran, berarti mengusahakan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sama dengan nilai ruas kanannya. Itulah sebabnya, kendala-kendala di dalam model goal programming selalu berupa persamaan dan dinamakan kendala sasaran. Keberadaan sebuah kendala sasaran selalu ditandai oleh kehadiran variabel deviasional sehingga setiap kendala sasaran pasti memiliki variabel deviasional. Ciri khas lain yang menandai model goal programming adalah kehadiran variabel deviasional di dalam fungsi tujuan yang harus diminimumkan (Siswanto, 2007). Dalam penyelesaian model goal programming, urutan peminimuman variabel deviasional akan menentukan urutan sasaran yang dicapai. Oleh karena itu, pengaturan prioritas sasaran yang hendak dicapai dapat dilakukan dengan mengendalikan urutan pemilihan variabel deviasional yang harus diminimumkan. Ada tiga macam sasaran di dalam model goal programming, yaitu sasaran-sasaran dengan prioritas yang sama, sasaran-sasaran dengan prioritas yang berbeda, serta sasaran-sasaran dengan prioritas dan bobot yang berbeda (Siswanto, 2007). Dalam hal penyelesaian kasus goal programming dengan menggunakan perangkat lunak pada komputer, perbedaan prioritas harus dibuat dalam bentuk koefisien variabel deviasional (pada fungsi tujuan) yang berbeda. Oleh karena itu, pada penyelesaiannya diterapkan jenis sasaran yang ketiga, yaitu dibuat sasaran 39

59 dengan prioritas dan bobot yang berbeda. Semakin besar nilai koefisien sebuah variabel deviasional dari suatu kendala sasaran, maka semakin tinggi prioritasnya untuk dicapai. Pembagian prioritas tersebut dikatakan sebagai pengutamaan (preemptive), yaitu mendahulukan tercapainya kepuasan pada suatu tujuan (sasaran) yang telah diberikan prioritas utama sebelum menuju kepada tujuan-tujuan atau prioritas-prioritas berikutnya. Namun, pembedaan ini tidak bersifat absolut. Nilai koefisien yang semakin tinggi belum tentu membuat sebuah kendala sasaran pasti terpenuhi, demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini, analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan akan menentukan batas-batas dimana penambahan atau pengurangan nilai prioritas sasaran yang tercermin pada koefisien variabel deviasional akan mengubah penyelesaian optimal yang telah diperoleh atau tidak (Siswanto, 2007). Model umum suatu persoalan goal programming yang memiliki struktur timbangan pengutamaan (preemptive weights) dengan urutan ordinal (ordinal rangking) dapat dirumuskan sebagai berikut (Siswanto, 2007) : Minimumkan Syarat ikatan : Pembatas fungsional : dan X j, d - i, d + i 0 d - i, d + i = 0 Keterangan : X j C k = Peubah (variabel) pengambil keputusan atau kegiatan yang kini dinamakan sebagai sub tujuan = Jumlah sumber daya k yang tersedia A ij = Koefisien teknologi fungsi kendala tujuan, yaitu yang berhubungan dengan tujuan peubah pengambil keputusan (X i ) B i = Tujuan atau target yang ingin dicapai 40

60 G kj = Koefisien teknologi fungsi kendala biasa d - + i, d i = Deviasi plus dan minus dari tujuan atau target ke-i P y, P s = Faktor prioritas W + i,y = + Timbangan relatif dari d i dalam urutan (rangking) ke-y W - i,s = Timbangan relatif dari d - i dalam urutan (rangking) ke-s E. ANALISIS BIAYA Biaya alat dan mesin pertanian terdiri dari dua komponen yaitu biaya tetap (fixed cost/owning cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost/operating cost). Apabila kapasitas suatu alat atau mesin pertanian diketahui atau dapat dihitung, maka biaya pokok per satuan produk dapat diketahui (Pramudya dan Dewi, 1992). 1. Biaya Tetap Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode akan tetap jumlahnya. Biaya tetap adalah kelompok biaya yang diperlukan dalam aktifitas berjalan yang totalnya akan relatif tetap sepanjang periode aktivitas operasional. Biaya tetap sering juga disebut biaya kepemilikan (owning cost). Biaya ini tidak tergantung pada produk yang dihasilkan dan bekerja atau tidaknya mesin serta besarnya relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap yaitu biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi, biaya pajak dan biaya gudang atau garasi (Pramudya dan Dewi, 1992). Biaya penyusutan Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya biaya penyusutan adalah dengan metode garis lurus tanpa memasukkan bunga modal dalam perhitungannya. Besarnya biaya penyusutan dianggap sama setiap tahunnya atau penurunan nilai bersifat tetap sampai pada akhir umur ekonomisnya. Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa umur ekonomi adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut sudah tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti dengan mesin yang baru. Setelah tercapainya nilai ekonomis tersebut, mesin masih memilki nilai yang disebut nilai 41

61 akhir. Persamaan biaya penyusutan dengan menggunakan garis lurus adalah sebagai berikut: D P S L dimana: D = Biaya penyusutan (Rp / tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga Akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) Biaya bunga modal dan asuransi Bunga modal sebenarnya berupa biaya semu karena tidak benar-benar dikeluarkan oleh sistem pengolahan. Nilai biaya ini diperhitungkan karena pengolahan telah melakukan investasi sejumlah uang untuk membeli mesin dan fasilitas lain. Karena telah diinvestasikan, uang tersebut tidak dapat lagi berkembang jika halnya uang tersebut disimpan di bank. Besarnya bunga modal dapat dihitung dengan persamaan berikut: I i P( N 2N 1) dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun) P = Nilai awal mesin (Rp) i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N = Umur ekonomis (tahun) Biaya pajak Pajak untuk mesin pertanian sangat berbeda di setiap negara. Di Indonesia pemungutan pajak untuk mesin pertanian memang belum banyak dilakukan. Apabila belum ada ketentuan pemungutan pajak untuk mesin pertanian dan nilai ini akan diperhitungkan, maka biaya pajak ditentukan berdasarkan persentase taksiran terhadap harga mesin atau peralatan tersebut. Besarnya persentase berbeda dari satu negara ke negara lain. Dibeberapa negara besarnya pajak sekitar 2% dari harga awal pertahun. Biaya gudang atau garasi Biaya bangunan/garasi dapat berupa biaya untuk membangun bangunan tersebut atau biaya sewa. Apabila bangunan dibangun sendiri atau dibeli oleh pihak 42

62 perusahaan, biaya bangunan berupa biaya penyusutan bangunan, sedangkan jika bangunan disewa, maka biaya bangunan berupa biaya sewa bangunan tersebut. 2. Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jam pemakaiannya (Pramudya dan Dewi, 1992). Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masa tertentu naik, jumlah biayanya juga mengalami kenaikan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan dalam satuan Rp/jam. Contoh biaya yang termasuk biaya tidak tetap antara lain adalah : Biaya bahan bakar Biaya ini adalah pengeluaran untuk sumber tenaga yaitu bensin, solar, atau listrik. Untuk kebutuhan bensin atau solar satuannya dalam liter/jam. Dengan mengetahui harga per liternya di lokasi maka akan didapat biaya dalam Rp/Jam. Pada motor listrik konsumsi listrik dinyatakan dalam kilowatt atau watt. Dengan mengetahui tarif listrik dalam Rp/kwh maka akan didapat biaya tenaga listrik dalam Rp/Jam. Biaya pelumas Pelumas diberikan untuk memberikan kondisi kerja yang baik bagi mesin dan peralatan. Minyak pelumas untuk traktor meliputi oli mesin, oli transmisi, oli garden dan oli hidrolik. Pada mesin pengolahan hasil, pompa air dan generator listrik tidak terdapat biaya hidrolik dan oli garden. Besarnya biaya pelumas ditentukan berdasarkan banyaknya penggantian oli pada suatu mesin pada setiap periode tertentu dan harga satuan oli yang digunakan. Biaya perbaikan dan pemeliharaan Biaya perbaikan dan pemeliharaan pada alat-alat mesin pertanian meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja terampil untuk perbaikan khusus, pengecatan, pembersihan/pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor yang tak terduga. Besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan dapat dinyatakan dalam persentase terhadap harga awal suatu mesin pertanian. Biaya operator Biaya operator biasanya dinyatakan dalam Rp/hari atau Rp/Jam. Besarnya tergantung pada kondisi lokal. Operator yang digaji bulanan dapat dikonversikan dalam upah Rp/Jam dengan menghitung jumlah jam kerjanya selama sebulan. 43

63 Biaya hal-hal khusus Biaya hal-hal khusus adalah biaya dari penggantian suatu bagian atau suku cadang yang mempunyai nilai yang tinggi (harganya mahal), tetapi memerlukan penggantian yang relatif sering karena pemakaian. 3. Biaya Total Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Nilainya dinyatakan dalam jumlah biaya per tahun atau biaya per jam. Untuk perhitungan biaya total diperlukan adanya nilai perkiraan jam kerja mesin per tahun. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut: B BT x BTT dimana: B = Biaya total (Rp/jam) BT BTT x 4. Biaya Pokok = Biaya tetap (Rp/tahun) = Biaya tidak tetap (Rp/jam) = Jam kerja per tahun (jam/tahun) Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan. F. PENELITIAN TERDAHULU 1. Penelitian mengenai pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS Mailinton (2007), melakukan penelitian mengenai model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pada hasil penelitiannya dibuat suatu model penilaian kinerja penanganan limbah kelapa sawit yang diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer. Dalam model tersebut mencakup beberapa metode penanganan limbah pabrik kelapa sawit dan parameter-parameter limbah tersebut yang dapat berdampak pada lingkungan. Lebih lanjut, Mailinton (2007) menjelaskan bahwa teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, limbah cair 44

64 dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, limbah cair dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik. Ketiga, limbah cair dan lumpur serta TKKS diolah menjadi kompos dengan teknologi pengomposan. 2. Penelitian mengenai penggunaan model AHP-GP Badri (2001) melakukan penelitian dengan mengkombinasikan metode AHP dan GP untuk pemodelan sistem pengawasan mutu untuk kualitas pelayanan. Nilai hasil analisis metode AHP akan dijadikan nilai bobot pada pemodelan fungsi kendala sasaran untuk pencapaian nilai global dan nilai lokal AHP pada pemodelan GP yang dilakukan. Nilai global AHP adalah nilai tingkat pencapaian tujuan (goal) pada hierarki AHP apabila menerapkan/menggunakan alternatif tertentu pada hierarki AHP tersebut. Nilai lokal AHP adalah nilai tingkat pencapaian kriteria dalam hierarki AHP apabila menerapkan/menggunakan alternatif tertentu pada hierarki AHP tersebut. Oleh karena dari nilai AHP tersebut akan dimodelkan fungsi kendala sasaran, maka terdapat nilai deviasi dari fungsi kendala sasaran tersebut yang akan diminimumkan pada fungsi tujuan. Bentuk model AHP-GP yang dirumuskan oleh Badri (2001) yaitu sebagai berikut : Fungsi tujuan : Fungsi kendala : a 11 X 1 + a 21 X a 1n X n + DB 1 DA 1 = b 1 a 21 X 1 + a 22 X a 2n X n + DC 2 DD 2 = b a m1 X 1 + a m2 X a mn X n + DB m DA m = b m a m1 X 1 + a m2 X a mn X n + DC m DD m = b m dan X j, DA i, DB i, DC k, DD k, dan w k 0, untuk i dan k = 1, 2,, m Keterangan : 45

65 X j a mn b m DB i DA i W k DC k DD k = Variabel keputusan atau sub tujuan = Koefisien variabel keputusan = Tujuan atau target yang ingin dicapai = Variabel deviasi bawah/negatif dari tujuan/target ke-i = Variabel deviasi atas/positif dari tujuan/target ke-i = bobot relatif deviasi (pada pendekatan AHP) = Variabel deviasi bawah/negatif dari tujuan/target ke-k (pada pendekatan AHP) = Variabel deviasi atas/positif dari tujuan/target ke-k (pada pendekatan AHP) 46

66 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan luasan lahan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Namun di sisi lain, kuantitas limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) di PKS juga ikut meningkat. Hal ini membuat resiko pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh limbah PKS akan meningkat apabila limbah PKS tidak ditangani secara tepat dan optimal. Bobot limbah PKS yang harus dibuang ke lingkungan sebagai badan penerima akan semakin bertambah. Limbah PKS terdiri dari limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah gas umumnya telah ditangani di areal PKS sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah padat terdiri dari cangkang, serabut dan tandan kosong. Cangkang dan serabut umumnya digunakan sebagai bahan bakar boiler atau dijual kepada pihak lain, sementara tandan kosong dimanfaatkan di lahan perkebunan sebagai mulsa. Kandungan biomassa di dalam limbah padat yang dapat terurai secara alami membuat resiko pencemarannya terhadap lingkungan sangat kecil. Limbah cair harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan karena kandungan bahanbahan organik di dalamnya yang berpotensi tinggi untuk mencemari lingkungan. Umumnya, limbah cair yang telah terolah dimanfaatkan untuk air irigasi dan penambah nutrisi tanah di lahan perkebunan. Selain itu, apabila telah memenuhi baku mutu limbah cair PKS yang telah ditetapkan pemerintah, maka limbah cair PKS dapat dibuang ke badan penerima seperti sungai dan danau. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai metode penanganan limbah PKS. Penanganan limbah di sini mencakup metode pengolahan dan metode pemanfaatan limbah PKS. Limbah PKS tidak hanya diolah hingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan atau dimanfaatkan sekedarnya saja sehingga terkesan tidak memiliki potensi pemanfaatan yang menonjol. Berbagai metode yang dikembangkan telah dapat mengolah limbah PKS dan menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut terutama oleh pihak PKS sendiri, misalnya pengolahan limbah cair PKS 47

67 menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi di PKS dan tandan kosong kelapa sawit dapat diolah menjadi pupuk kompos yang dapat diaplikasikan di lahan perkebunan sebagai pengganti pupuk anorganik yang harganya semakin mahal. Namun, metode-metode penanganan limbah PKS yang telah dikembangkan belum terlalu dilirik oleh pihak industri kelapa sawit untuk diterapkan di PKS yang mereka kelola. Hal ini karena umumnya metode-metode yang dikembangkan tersebut memerlukan biaya penerapan yang relatif besar sehingga mereka masih menerapkan metode-metode konvensional seperti metode kolam stabilisasi untuk mengolah limbah cair PKS. Di lain hal, banyaknya metode penanganan limbah PKS yang tersedia membuat pihak industri kelapa sawit perlu mempertimbangkan berbagai faktor agar apabila mereka dapat memilih dan menerapkan metode penanganan limbah PKS yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan tujuan penanganan limbah yang ingin dicapai. Suatu sistem penunjang keputusan dicoba dikembangkan dengan harapan dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pihak industri kelapa sawit pada proses pengambilan keputusan dalam pemilihan metode penanganan limbah PKS yang akan diterapkan. Sistem yang dibangun berupa sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Melalui sistem ini juga diharapkan pihak industri kelapa sawit dapat mengetahui nilai-nilai keuntungan yang dapat diperoleh dari berbagai metode penanganan limbah PKS sehingga nilai penerapan suatu metode penanganan limbah PKS tidak hanya dilihat dari biaya penerapannya saja tetapi juga dilihat dari nilai manfaat yang akan diperoleh nantinya. Sebagai awalan, dilakukan pendekatan sistem untuk mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam pemilihan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS serta tujuan yang ingin dicapai dari optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Kemudian dilakukan tahapan analisis biaya terhadap metode penanganan limbah PKS yang akan dikaji. Selanjutnya, dirumuskan persamaan-persamaan optimasi yang merepresentasikan kondisi sumberdaya perusahaan dan tujuan penanganan limbah PKS yang ingin dicapai. Teknik optimasi yang digunakan dalam model SPK ini adalah metode goal programming yang dikombinasikan dengan metode analytical hierarchy process (AHP). Metode goal 48

68 programming dapat menangani masalah alokasi optimal atau kombinasi optimum dari beberapa masalah yang bertolak belakang. Dengan demikian, keputusan yang diambil merupakan hasil yang memuaskan dari berbagai alternatif yang ditawarkan. Metode AHP merupakan suatu analisis yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan, yang pada penelitian ini digunakan sebagai pemberi bobot prioritas (peluang keterpilihan) dari metode-metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dipertimbangkan. Kedua metode tersebut digunakan untuk merumuskan fungsi-fungsi optimasi yang akan dihitung sehingga dapat menghasilkan nilai-nilai optimal untuk menentukan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang direkomendasikan untuk diterapkan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. B. PENDEKATAN SISTEM Pendekatan sistem adalah suatu cara untuk memecahkan masalah yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan. Identifikasi terhadap kebutuhan-kebutuhan kemudian menghasilkan suatu operasi dari sistem. Operasi tersebut dianggap efektif dan efisien, dimana kemungkinan akan dilakukannya pendefinisan kembali dari penentuan suatu gugus kebutuhan yang dapat diterima (Eriyatno, 1998). Metode penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem disajikan pada Gambar Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Analisis kebutuhan selalu menyangkut pada interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Pada tahap analisis kebutuhan, dapat ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin, 2004). Analisis kebutuhan menunjukkan hal-hal utama yang diharapkan aktor-aktor atau pelaku sistem (stakeholders) yang berperan dan berpengaruh di dalam sistem. Menurut Mailinton (2007), dalam sistem penanganan limbah PKS, stakeholders yang 49

69 terkait di dalamnya yaitu pemerintah, pihak perkebunan dan industri kelapa sawit atau PKS, balai penelitian dan pengembangan (litbang) serta perguruan tinggi serta masyarakat dan lembaga swadaya. Hasil analisis kebutuhan dalam sistem penanganan limbah PKS disajikan pada Tabel 3.1. Perkembangan industri kelapa sawit Lahan perkebunan kelapa sawit meningkat Produksi TBS meningkat Perkembangan Iptek Metode pengolahan & pemanfaatan limbah PKS Kapasitas olah PKS meningkat Kuantitas limbah PKS meningkat Penentuan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS untuk diterapkan Pengembangan Sistem Penunjang Keputusan (SPK) sebagai alat bantu Analisis faktor-faktor yang berpengaruh Pengembangan persamaan optimasi dengan metode matematika Pemodelan SPK optimalisasi pemanfaatan limbah PKS Tujuan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS : Biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang minimal Tingkat pencemaran limbah PKS yang minimal Keuntungan pemanfaatan limbah PKS yang maksimal Sistem Penunjang Keputusan Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Gambar 3.1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian 50

70 Mulai A Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem Pemodelan Sistem Tidak Sesuai Ya Implementasi Evaluasi Model Pembuatan Program Komputer Verifikasi Model A Tidak Sesuai Ya Selesai Gambar 3.2 Metodologi penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem (Manestch dan Park (1977) dalam Rohman (2007)) 2. Formulasi Permasalahan Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi stakeholders berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah dianalisis. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang kemudian dibandingkan dengan kondisi penanganan limbah PKS yang umum diterapkan saat ini, maka permasalahanpermasalahan yang muncul dapat ditelaah yaitu sebagai berikut : a. Perkembangan industri kelapa sawit saat ini, selain meningkatkan produksi TBS dan CPO, juga akan meningkatkan kuantitas limbah PKS yang dihasilkan. Apabila limbah PKS tersebut tidak ditangani dengan teknologi penanganan limbah yang efektif dan optimal, maka akan meningkatkan kuantitas pencemaran lingkungan yang terjadi di sekitar PKS. b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penanganan limbah PKS yang terus mengalami kemajuan. Perkembangan tersebut telah menghasilkan berbagai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang layak untuk diterapkan. Oleh karena itu, pihak industri kelapa sawit perlu melakukan pertimbangan terlebih dahulu agar dapat memilih metode penanganan limbah PKS 51

71 yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dari industri kelapa sawit yang bersangkutan. Tabel 3.1 Analisis kebutuhan stakeholders sistem penanganan limbah PKS No. Pelaku Kebutuhan Pelaku Sistem Sistem 1 Pemerintah pusat & Kesejahteraan masyarakat Peningkatan devisa negara daerah Pemanfaatan sumber daya lingkungan secara optimal & tidak terjadi pencemaran 2 Pabrik kelapa sawit Keamanan investasi Biaya pengelolaan limbah rendah Peraturan atau regulasi yang jelas Sarana atau prasarana (teknologi) yang tepat & memadai Profit yang tinggi 3 Perguruan tinggi & litbang Mampu memberikan masukan untuk diaplikasikan oleh industri kelapa sawit Adanya network antara akademisi dengan dunia usaha & pemerintah 4 Masyarakat & lembaga swadaya Tidak terjadi konflik sosial Kepercayaan atau dukungan masyarakat Infrastruktur penanganan limbah yang memadai Proses & produk yang ramah lingkungan Aksesibilitas informasi & data Dukungan lembaga donor c. Keterbatasan dari segi modal, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia yang berkompeten dan teknologi informasi yang memadai dalam pelaksanaan kegiatan pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang efektif dan optimal. d. Peraturan perundangan-undangan di bidang lingkungan hidup, khususnya mengenai pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS, masih belum dilaksanakan dengan baik oleh pihak industri kelapa sawit. 52

72 3. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan dengan mempelajari hubungan antara pernyataan kebutuhan dengan pernyataan khusus dari permasalahan yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan sistem yang ditelaah yang dapat dijabarkan dalam bentuk diagram sebab-akibat dan diagram input-output. Diagram sebab-akibat menggambarkan keterkaitan antara komponen dan aktivitas yang saling mempengaruhi. Diagram sebab-akibat tersebut disajikan pada Gambar 3.3. Diagram input-output menggambarkan skema identifikasi yang berdasarkan pada masukan dan keluaran dari model yang dikembangkan. Input terdiri dari input lingkungan dan input yang berasal dari sistem, sedangkan output terdiri dari output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Diagram input-output tersebut disajikan pada Gambar 3.4. Gambar 3.3 Diagram lingkar sebab-akibat sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah PKS 53

73 Input tak Terkendali Jenis dan karakteristik limbah PKS Kualitas limbah PKS Kondisi lahan perkebunan Input Lingkungan Kebijakan pemerintah Kondisi sumber daya alam & lingkungan Perkembangan penelitian & IPTEK Output Dikehendaki Minimasi pencemaran lingkungan Biaya penanganan & pemanfaatan limbah PKS yang rendah Keuntungan maksimum Kuantitas limbah yang minimum Limbah termanfaatkan Model Sistem Penunjang Keputusan untuk Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Input Terkendali Teknologi pengolahan & pemanfaatan limbah PKS Biaya pengolahan & pemanfaatan limbah PKS Sarana & prasarana Kuantitas limbah PKS Kapasitas produksi PKS Kebutuhan energi PKS Output tak Dikehendaki Tingkat pencemaran lingkungan yang tinggi Biaya penanganan & pemanfaatan limbah PKS yang tinggi Limbah tidak dapat dimanfaatkan Keuntungan yang diperoleh minimum Manajemen Penanganan Limbah Gambar 3.4 Diagram input output sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah PKS C. TATA LAKSANA Diagram Tata laksana penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.5. Berikut penjelasan dari tata laksana penelitian yang dilakukan : 54

74 Mulai Analisis kebutuhan Formulasi Permasalahan Studi pustaka dan Expert Survey Penentuan tujuan pelaksanaan penanganan limbah PKS Pembuatan kuesioner Data hasil Penentuan pakar Metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS Pengisian kuesioner oleh pakar Pemanfaatan hasil pengolahan limbah PKS secara langsung Pemanfaatan hasil pengolahan limbah PKS secara tidak langsung Data hasil Cukup Analisis biaya pengolahan dan pemanfaatan Analisis keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan Pemodelan sistem Cukup Implementasi Formulasi persamaan untuk optimalisasi penanganan limbah PKS dengan metode Goal Programming Sesuai Verifikasi dan uji coba model Sistem Penunjang Keputusan Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sesuai Gambar 3.5 Diagram tata laksana penelitian 55

75 1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan bulan Pebruari Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu : a. Pihak pemerintah, yaitu Subdit pengelolaan lingkungan, Direktorat pengolahan hasil pertanian (PPHP), Departemen Pertanian, untuk memperoleh informasi mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit. b. Pihak Penelitian dan Pengembangan (Litbang), yaitu Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), untuk memperoleh informasi mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit. 2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data primer meliputi data hasil wawancara dengan pakar yang terlibat dalam perumusan permasalahan sistem ini, yaitu data kuesioner hasil wawancara untuk menentukan prioritas tujuan dari optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang meliputi data komponen analisis biaya, data profil perusahaan dan data hasil penelitian mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dilakukan oleh Balai Litbang. 3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dibutuhkan pada penelitian ini dilakukan melalui metode sebagai berikut : a. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS serta peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan di dalamnya. Studi pustaka dilakukan beberapa tempat, yaitu : Subdit pengelolaan lingkungan, Ditjen PPHP, Departemen Pertanian Perpustakaan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) Perpustakaan LSI IPB Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia 56

76 Hasil penelitian, jurnal dan literatur lainnya. b. Obervasi Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai proses pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dilakukan. c. Wawancara Wawancara dilakukan dengan pakar yang berkaitan dengan sistem pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS, pihak pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Pertanian dan pihak lembaga penelitian dalam hal ini adalah pihak Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Wawancara dilakukan dalam penentuan prioritas tujuan dari optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS dengan menggunakan kuesioner serta memperoleh informasi lebih lengkap mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang direkomendasikan. 4. Pengolahan dan Analisis Data Pada sistem yang dikembangkan, metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode AHP dan analisis biaya. Wawancara dengan pakar dilakukan melalui pengisian kuesioner menggunakan metode AHP, kemudian hasil wawancara tersebut akan dianalisis menggunakan perangkat lunak Expert Choice. Hasil dari analisis data kuesioner tersebut adalah bobot prioritas tujuan dari optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Bobot prioritas ini akan digunakan dalam formulasi fungsi kendala sasaran dan fungsi tujuan pada tahapan pengembangan model optimasi dengan metode goal programming. Selain itu, hasil analisis AHP tersebut juga akan diketahui metode pengolahan limbah yang dianggap lebih tepat oleh pakar untuk diterapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh, peranan aktor-aktor yang terlibat dan tujuan yang ingin dicapai dalam rangka optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui informasi dan nilai-nilai biaya yang berkaitan dengan investasi dan operasional yang dibutuhkan dalam penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Metode analisis biaya yang digunakan adalah metode heuristik. Metode ini akan menentukan nilai biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya operasional dan biaya pokok dari penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Hasil analisis biaya ini selanjutnya akan 57

77 digunakan dalam formulasi persamaan kendala pada tahapan pengembangan model optimasi dengan metode goal programming. 5. Pengembangan Model Optimasi Goal programming merupakan salah satu program matematik dalam penelitian operasional yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang berkenaan dengan keputusan kriteria jamak dan diantara sasarannya terdapat kondisi yang bertentangan. Unsur subyektifitas yang terlibat dalam teknik ini dinyatakan dengan susunan prioritas dan pembobotan. Pada penelitian ini, metode goal programming digunakan sebagai teknik optimasi untuk menganalisis dan menentukan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang akan diterapkan dengan kapasitas optimalnya. Pada akhirnya akan diperoleh metode pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yang tepat untuk diterapkan sehingga pihak perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan anggaran biaya penanganan limbahnya, memaksimalkan keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan limbah dan meminimumkan tingkat pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh limbah tersebut. Oleh karena pada penelitian ini, metode optimasi yang digunakan adalah kombinasi antara metode goal programming dan AHP, maka model fungsi tujuan dan kendala yang digunakan adalah berdasarkan pada model optimasi yang dirumuskan oleh Badri (2001) dan telah dijelaskan pada Bab II subbab penelitian terdahulu. 6. Pengembangan Sistem Sistem Penunjang Keputusan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS yang dikembangkan terdiri dari sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model yang dihubungkan dengan sistem pengolahan terpusat serta sistem manajemen basis dialog yang mempermudah komunikasi antara pengguna dengan komputer. Suatu Sistem Penunjang Keputusan terdiri dari data yang tersusun dalam : a. Sistem manajemen basis data Sistem manajemen basis data berfungsi untuk memuat data dan mengorganisasikannya sehingga akan mempermudah dalam pengambilan data. Pengembangan basis data dalam sistem membutuhkan beberapa data yang harus 58

78 tersedia, yaitu data hasil pengisian kuesioner yang menerapkan metode AHP, data profil kebun dan PKS, serta data biaya investasi dan operasional metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. b. Sistem manajemen basis model Sistem manajemen basis model adalah suatu sistem yang digunakan sebagai penunjang keputusan yang berisi formulasi matematis. Pengembangan sistem manajemen basis model berdasarkan data-data yang diperoleh dari manajemen basis data yang akan dikembangkan yaitu model analisis biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS serta model optimalisasi pemanfaatan limbah cair dan tandan kosong kelapa sawit. c. Implementasi Koordinasi dilakukan pada tahap ini antara basis data dan basis model yang akan diimplementasikan dalam suatu program komputer. Pengembangan sistem ini menggunakan perangkat lunak Borland Delphi 7 dan pengembangan basis data menggunakan Microsoft Office d. Verifikasi Model yang dikembangkan dalam program komputer diuji dengan menggunakan data aktual untuk mengetahui bahwa model tersebut cukup layak untuk digunakan dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. e. Validasi Validasi dilakukan untuk mengetahui dan memastikan ketepatan konsep logika dari model yang dirancang serta hubungan yang tepat dan rasional antara input dan output yang digunakan pada model. Teknik validasi yang digunakan adalah teknik face validity. 59

79 BAB IV. ANALISIS SITUASIONAL PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT A. GAMBARAN PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan berbagai jenis limbah, yaitu limbah padat, cair dan gas. Limbah padat yang dihasilkan PKS terdiri dari serabut, cangkang dan tandan kosong kelapa sawit. Limbah cair yang dihasilkan PKS terdiri dari air yang bercampur minyak dan lumpur, yang berasal dari air kondensat pada stasiun perebusan, air pencucian mesin dan peralatan pabrik serta limbah cair yang keluar dari stasiun pemurnian. Limbah gas yang dihasilkan berupa asap hasil pembakaran pada ketel uap dan pada proses perebusan TBS. Pada penelitian ini, jenis limbah yang dibahas adalah limbah cair PKS dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Berbagai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS telah banyak dihasilkan dan layak dipertimbangkan untuk diterapkan. Metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dibahas merupakan hasil penelitian dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia yang direkomendasikan oleh pihak Ditjen PPHP Departemen Pertanian sebagai salah satu lembaga pemerintah yang mengawasi pelaksanaan penanganan limbah industri pertanian, salah satunya industri/pabrik kelapa sawit. 1. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Secara umum, metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair yang banyak diterapkan oleh PKS di Indonesia adalah metode kolam stabilisasi. Metode kolam stabilisasi dinilai lebih murah dari segi biaya pemanfaatan dan proses pengolahan limbahnya yang tidak terlalu rumit. Namun di sisi lain, metode kolam stabilisasi dinilai tidak efisien karena membutuhkan lahan pengolahan yang sangat luas dan pengolahan limbah yang terlalu lama. Selain itu, metode kolam stabilisasi juga menghasilkan biogas yang terdiri dari gas karbondioksida dan metana yang terbuang ke udara bebas sehingga dapat menimbulkan efek rumah kaca dan berdampak pada 60

80 pemanasan global apabila pengolahan dilakukan dalam skala besar dan berkelanjutan. Dewasa ini, telah dikembangkan berbagai metode pengolahan limbah kelapa sawit yang lebih efisien dari segi penggunaan ruang dan mampu memanfaatkan biogas yang dihasilkan oleh limbah PKS sebagai sumber energi. Metode tersebut antara lain metode tangki anaerobik-aerasi lanjut dan metode reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Beberapa PKS di Indonesia telah menerapkan salah satu metode tersebut. Tetapi penerapan metode tersebut belum terlalu berkembang karena biaya penerapan yang dibutuhkan cukup mahal dan proses pengolahan yang lumayan rumit. Padahal, apabila ditinjau dari segi pemanfaatan, penerapan metode tersebut dapat mendatangkan keuntungan lebih bagi pihak industri kelapa sawit karena dapat memanfaatkan biogas sebagai sumber energi sehingga biaya penyediaan energi dapat ditekan. Selain itu, dari segi lingkungan, metode tersebut juga tergolong ramah lingkungan karena biogas yang dihasilkan tidak terbuang ke udara bebas, sehingga dampak negatif berupa efek rumah kaca dan pemanasan global dapat dikurangi. Secara umum, metode pengolahan limbah cair PKS dapat dibagi menjadi tiga tahap pengolahan, yaitu tahap pengolahan pendahuluan, pengolahan utama dan pengolahan akhir. Ketiga metode pengolahan limbah cair PKS yang disebutkan di atas memiliki perbedaan pada pelaksanaan tahapan pengolahan utama secara anaerobik. Berikut penjelasannya : Tahap pengolahan pendahuluan Tahap pengolahan pendahuluan terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu : a. Segregasi aliran, yaitu memisahkan aliran limbah cair PKS berdasarkan sumbernya. b. Proses pengurangan minyak dan lemak dari limbah cair PKS c. Proses penurunan suhu limbah cair PKS agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan pada tahapan pengolahan limbah cair selanjutnya. Tahap pengolahan utama Tahap pengolahan utama bertujuan untuk menguraikan bahan-bahan yang terkandung di dalam limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan. Pada tahap ini, proses pengolahan limbah cair dilakukan dengan dua cara, yaitu pengolahan secara anaerobik dan secara aerobik. 61

81 a. Pengolahan secara anaerobik (tanpa oksigen) Pada proses pengolahan secara anaerobik, bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair dikonversi oleh bakteri menjadi bahan-bahan organik yang mudah terlarut. Kemudian, bahan-bahan organik terlarut tersebut mengalami proses asetogenesis dan fermentasi sehingga biogas yang terdiri dari gas metana dan karbondioksida. Terdapat tiga jenis metode pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik yang dapat diterapkan, yaitu sebagai berikut : 1) Kolam anaerobik Kolam anaerobik merupakan tahapan pengolahan limbah cair secara anaerobik pada metode kolam stabilisasi. Metode kolam anaerobik menggunakan kolamkolam sebagai tempat berlangsungnya proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik. Proses anaerobik dilakukan di dalam kolam-kolam anaerobik yang terdiri dari kolam asidifikasi (pengasaman), kolam anaerobik primer dan kolam anaerobik sekunder. Pada kolam asidifikasi, bahan-bahan organik yang telah dikonversi menjadi bahan terlarut akan dikonversi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya. Pada kolam anaerobik primer, akan terjadi proses asetogenesis dan fermentasi metana terhadap air limbah hingga tercapai baku mutu air limbah untuk aplikasi lahan. Sementara kolam anaerobik sekunder dimanfaatkan untuk melanjutkan proses di kolam anaerobik primer dan diperuntukkan terhadap limbah cair yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan. Secara prinsip, proses kerja yang terjadi di kolam anaerobik sekunder sama dengan kolam anaerobik primer. 2) Tangki anaerobik Tangki anaerobik merupakan tahapan pengolahan limbah cair secara anaerobik pada metode kolam tangki anaerobik-aerasi lanjut. Metode ini menggunakan tangki tertutup sebagai tempat berlangsungnya proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik. Bahan organik yang terkandung dalam limbah cair PKS akan terurai menjadi gas metana dan karbondioksida yang kemudian disebut biogas. Pada proses biologis tangki anaerobik, biogas yang terbentuk akan ditampung dan dimanfaatkan sebagai sumber energi (pembangkit tenaga). 62

82 Proses pengolahan secara anaerobik yang dilakukan pada metode tangki anaerobik dibagi menjadi dua tahap, pertama adalah proses anaerobik dalam tangki tertutup yang telah dijelaskan sebelumnya, kedua adalah proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerob. Pada kolam pengendapan ini akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah hasil proses anaerobik di tangki anaerobik. 3) Reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT) Metode RANUT menggunakan tangki berupa bioreaktor tempat berlangsungnya proses pengolahan secara anaerobik. Teknologi RANUT dikembangkan melalui peningkatan populasi mikroba perombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair PKS. Rasio populasi mikroba dengan bahan organik ditingkatkan dengan cara menambahkan bahan pendukung (support material) yang terbuat dari plastik. Bahan ini berfungsi sebagai tempat menempelnya mikroba anaerobik. Mikroba tersebut selanjutnya akan membentuk bio-film di permukaan bahan pendukung dan menjadi tempat berkembang biak. Proses pengolahan secara anaerobik yang dilakukan pada metode RANUT juga dibagi menjadi dua tahap, pertama adalah proses anaerobik dalam reaktor anaerobik, kedua adalah proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerob. Pada reaktor anaerobik akan terjadi perombakan bahan organik yang terdapat pada air limbah secara anaerobik dalam waktu singkat dengan kinerja yang tinggi. Perombakan tersebut menghasilkan biogas yang kemudian ditampung dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada kolam pengendapan anaerob akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah hasil proses anaerobik di bioreaktor. b. Pengolahan secara aerobik (dengan oksigen) Proses pengolahan limbah cair PKS secara aerobik dilakukan untuk merombak bahan-bahan organik yang masih terkandung di dalam limbah cair PKS. Limbah cair PKS yang telah diolah secara anaerobik masih mengandung bahan organik misalnya substrat seperti hidrogen, karbon, oksigen dan nitrogen, sehingga perlu dirombak lebih lanjut. Metode yang dapat diterapkan 63

83 untuk mengolah limbah cair PKS secara aerobik adalah metode kolam aerobikaerasi. Metode ini menggunakan kolam sebagai tempat mengolah limbah cair, dengan menggunakan proses aerasi untuk memasok oksigen ke dalam proses perombakan. Oksigen ini akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme aerobik yang terdapat di dalam limbah cair untuk merombak bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah cair tersebut. Tahap pengolahan akhir Tahap pengolahan akhir dilakukan untuk memisahkan padatan-padatan dan mikroorganisme yang berasal dari tahapan pengolahan sebelumnya. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah kolam pengendapan atau sedimentasi. Pada kolam sedimentasi akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme (biosolid) dari air limbah setelah proses aerobik aerasi. Setelah proses pengendapan ini, diharapkan air limbah telah memenuhi baku mutu air limbah untuk dibuang ke lingkungan atau badan air. Pemanfaatan limbah cair PKS umumnya dilakukan dengan memanfaatkan limbah cair yang telah diolah secara anaerobik di tahap pengolahan utama pada lahan perkebunan. Hal ini dikarenakan limbah yang telah diolah pada tahap tersebut umumnya telah memenuhi baku mutu limbah cair untuk diaplikasikan di lahan perkebunan sebagai air irigasi dan penambah nutrisi tanah. Dengan pemanfaatan tersebut, pihak perusahaan dapat melakukan penghematan biaya pengolahan limbah cair secara aerobik dan pengolahan akhir karena kapasitas limbah cair yang akan diolah pada tahap tersebut telah berkurang. Memang akan diperlukan biaya dalam proses pemanfaatan limbah cair untuk aplikasi lahan, tetapi biaya tersebut akan ditutupi dengan penghematan biaya penyediaan pupuk anorganik serta peningkatan produksi TBS yang akan dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian dan penerapan yang telah dilakukan, pemanfaatan limbah cair PKS untuk aplikasi lahan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik di lahan perkebunan sebesar 50 % dan produksi TBS akan meningkat sebesar 36 %. Umumnya, kapasitas limbah cair terolah yang diaplikasikan di lahan perkebunan yaitu sekitar liter/ha/bulan atau sekitar 138,6 ton/ha/bulan. 64

84 Dalam proses pemanfaatan limbah cair PKS untuk aplikasi lahan, terdapat tiga teknik aplikasi lahan yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lahan terapan/aplikasi. Teknik aplikasi lahan tersebut yaitu : a. Flatbed Teknik flatbed digunakan pada lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Teknik ini dibangun mengikuti kemiringan tanah. Proses pada teknik ini yaitu mengalirkan limbah dari kolam limbah melalui pipa menuju bak-bak distribusi atau parit primer, kemudian limbah dialirkan ke parit sekunder (flatbed) yang berukuran yang berukuran lebih kecil dan dibuat pada tiap 2 baris tanaman. Dengan teknik pengaliran ini, secara periodik lumpur yang tertinggal pada flatbed dikuras agar tidak tertutup lumpur. b. Traktor tangki Teknik traktor tangki dilakukan dengan mengangkut limbah cair dari instalasi pengolahan limbah cair (IPAL) ke areal tanaman dengan menggunakan traktor yang menarik tangki serta digunakan pompa sentrifugal yang dihubungkan dengan lubang (chasis) ke tangki untuk mengeluarkan air limbah ke lahan aplikasi. Untuk mengurangi biaya transportasi aplikasi limbah dengan teknik ini, areal tanaman untuk aplikasi sebaiknya berdekatan dengan IPAL. Traktor berjalan pada jalan pikul dan limbah disemprotkan sepanjang baris pohon tempat tumpukan pelepah yang dipangkas. c. Longbed Pada teknik longbed, terdapat dua pola yang digunakan untuk distribusi limbah yaitu dengan parit yang lurus dan berliku-liku. Parit berliku-liku digunakan untuk lahan yang curam atau berbukit. Limbah sepanjang parit dialirkan perlahan-lahan untuk mengurangi erosi dan banjir. Parit yang lurus memanjang dibangun di lahan yang sedikit miring dan limbah dialirkan hingga ujung parit. Limbah cair dipompakan melalui pipa ke tempat yang relatif tinggi dan didistribusikan ke parit primer. Jumlah parit tergantung pada topografi. Kecepatan aliran diatur perlahanlahan untuk memungkinkan perkolasi dan juga mencegah erosi. Biaya aplikasi limbah cair dengan teknik ini relatif murah, tetapi masalah yang sering timbul 65

85 adalah distribusi aliran yang tidak merata dan parit tertimbun lumpur. Parit dapat dibangun secara manual atau mekanis di sepanjang baris tanaman, namun tidak mengganggu jalan pemanen dan transportasi TBS. Selain untuk aplikasi lahan, limbah cair dan fraksi lumpur hasil proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah nutrisi kompos berbahan dasar tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Hal ini dapat dilakukan apabila pihak industri kelapa sawit menerapkan teknologi kompos untuk mengolah TKKS yang dihasilkan. Penambahan limbah cair ini berguna untuk memenuhi kebutuhan air untuk meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang digunakan sebagai inokulum pada proses pengomposan TKKS. Penambahan limbah cair ini dilakukan selama 9 minggu masa pengomposan dengan volume 5 m 3 per ton TKKS yang diolah menjadi kompos. Jenis pemanfaatan hasil olahan limbah cair PKS yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan biogas yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik sebagai sumber energi. Biogas yang telah ditampung dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk membangkitkan energi listrik yang kemudian dapat digunakan pada proses pengolahan di PKS. 2. Pengolahan dan Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Jenis limbah padat PKS yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah padat yang dihasilkan di stasiun pemipilan pada PKS, yaitu stasiun tempat dilakukannya proses pemipilan atau pemisahan brondolan dengan tandan kosong. Dahulu, TKKS dimanfaatkan oleh industri kelapa sawit sebagai bahan bakar, yaitu dengan cara membakar TKKS pada incenerator. Oleh karena pembakaran TKKS tersebut menimbulkan polusi udara yang cukup mengganggu, maka pemerintah akhirnya melarang kegiatan tersebut. Selain itu, sejak dulu juga TKKS telah dimanfaatkan di lahan perkebunan sebagai mulsa. Saat ini, telah banyak metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS yang dikembangkan dan dapat diterapkan oleh pihak industri kelapa sawit. TKKS memiliki potensi yang sangat besar untuk diolah menjadi produk tertentu karena kandungan unsur hara dan serat di dalamnya. Teknologi pengolahan TKKS yang telah berkembang saat ini diantaranya yaitu teknologi pemanfaatan TKKS sebagai 66

86 bahan dasar pembuatan kompos, papan partikel dan pulp. Di Indonesia, telah terdapat beberapa industri kelapa sawit yang menerapkan teknologi kompos TKKS. Sementara itu, pengolahan TKKS untuk dijadikan produk papan partikel dan pulp telah banyak diterapkan di Malaysia. Pada penelitian ini, metode pengolahan TKKS yang dibahas adalah teknologi kompos dengan metode pemanfaatan TKKS sebagai mulsa dan kompos TKKS pada lahan perkebunan. Pemanfaatan TKKS sebagai mulsa dan kompos didasarkan pada kandungan bahan organik pada TKKS itu sendiri. Semua jenis bahan organik akan terdegradasi secara alami oleh mikroba dan insekta. Waktu yang diperlukan untuk terdegradasi secara sempurna tergantung kepada kandungan serat dan lignin, kondisi lingkungan, dan jenis mikroba serta insekta yang ada. Percepatan degradasi dapat dilakukan melalui proses pengomposan dengan bantuan bioaktivator. Gambar 4.1 menunjukkan perbedaan waktu yang diperlukan antara degradasi TKKS secara alami (yang terjadi pada pemanfaatan sebagai mulsa) dan degradasi TKKS yang dipercepat melalui proses pengomposan. Gambar 4.1 Proses perubahan TKKS menjadi kompos yang terjadi secara alami dan yang dipercepat melalui pengomposan dengan bioaktivator (Taniwiryono, 2009) Dari ilustrasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa dikomposkan atau tidak dikomposkan, TKKS akhirnya akan menjadi kompos dan nutrisi yang terkandung akhirnya akan dimanfaatkan juga oleh tanaman. Pilihan antara dikomposkan atau tidak, sangat tergantung kepada fungsi utama yang diharapkan. Kalau tujuannya akan digunakan sebagai mulsa, maka pengomposan 67

87 tidak diperlukan. Namun jika akan digunakan sebagai pupuk organik maka pengomposan mutlak diperlukan. a. Metode mulsa Pemanfaatan TKKS sebagai mulsa dinilai cukup efektif karena dapat menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembapan tanah karena mampu mencegah evaporasi (menguapnya air tanah) dan dapat menjaga kandungan nutrisi (unsur hara) dalam tanah. Pemanfaatan TKKS sebagai mulsa sangat dianjurkan pada lahan perkebunan yang mengalami musim kemarau yang cukup panjang. Selain itu, pada musim hujan, mulsa TKKS secara signifikan dapat mengurangi hilangnya nutrisi tanah akibat dari proses pencucian dan aliran permukaan atau menjaga terjadinya erosi tanah. Pemanfaatan TKKS sebagai mulsa di lahan perkebunan dilakukan dengan dosis tertentu berdasarkan umur tanaman kelapa sawit pada lahan perkebunan yang akan diterapkan mulsa. Dosis aplikasi TKKS yang direkomendasikan untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) 1 dan 2 yaitu 180 kg/pokok atau setara dengan 25 ton TKKS/ha/tahun (populasi sekitar 136 pokok/ha). Untuk tanaman menghasilkan (TM), dosis aplikasi TKKS pada jenis tanah mineral normal yaitu 250 kg/pokok atau 35 ton/ha/tahun, sementara pada tanah sangat berpasir dapat ditingkatkan menjadi 360 kg/pokok atau 50 ton/ha/tahun. Aplikasi TKKS sebagai mulsa hanya dilakukan satu kali per tahun pada areal yang sama. Dalam pengaplikasiannya, TKKS tidak boleh ditumpuk lebih dari satu lapisan agar tidak memacu pertumbuhan hama yang bisa mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit disekitarnya. Dengan aplikasi mulsa tersebut, penggunaan pupuk anorganik pada TBM 2 dan TM akan berkurang hingga 50% dari dosis rekomendasinya. b. Metode kompos Kompos merupakan limbah padat yang mengandung bahan organik yang telah mengalami pelapukan, dan jika pelapukannya berlangsung dengan baik disebut pupuk organik. Pengomposan adalah proses perombakan bahan organik segar menjadi kompos dengan bantuan mikroba pendegradasi lignin dan selulosa. Selama proses pengomposan berlangsung, air, panas dan CO2 akan terlepas ke udara. Pada Bab II, telah dijelaskan bahwa Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia telah mengembangkan dua macam metode pengomposan 68

88 TKKS, yaitu metode pengomposan dengan pembalikan dan metode pengomposan tanpa pembalikan. Tingkat konversi TKKS menjadi kompos pada kedua macam metode pengomposan tersebut rata-rata adalah 50%, yaitu 1 ton TKKS akan menghasilkan sekitar 0,5 ton kompos TKKS. Pemanfaatan TKKS dalam bentuk kompos TKKS sebagai pupuk organik lebih tepat diterapkan pada lahan perkebunan yang tingkat curah hujannya merata sepanjang tahun. B. MODEL PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT Model pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) dikembangkan berdasarkan informasi dan data yang diperoleh dari berbagai literatur dan hasil wawancara mengenai metode penanganan limbah PKS yang secara ringkas telah disajikan pada bagian A Bab ini. Model yang dikembangkan haruslah dapat merepresentasikan kondisi penanganan limbah PKS secara umum karena akan menjadi dasar pengembangan sistem penunjang keputusan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS yang menjadi topik penelitian ini. Secara keseluruhan, penentuan metode pengolahan limbah PKS dan pemanfaatannya beserta penentuan kapasitas pengolahan dan pemanfaatannya dilakukan berdasarkan hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif. Penilaian kuantitatif yang dilakukan berupa penghitungan nilai-nilai biaya operasional dari metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS, kapasitas pemanfaatan hasil olahan limbah PKS dan tingkat keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan hasil olahan limbah PKS yang dilakukan. Penilaian kualitatif yang dilakukan yaitu berupa wawancara dengan para pakar untuk mengetahui pendapat dan wawasan para pakar tersebut mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang direkomendasikan serta faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menerapkan metode tersebut. Agar hasil penilaian kualitatif dapat digunakan bersama dengan penilaian kuantitatif pada model yang dikembangkan, maka hasil penilaian kualitatif diolah dengan metode tertentu sehingga dapat menghasilkan nilai yang dapat dihitung bersamaan dengan hasil penilaian kuantitatif. Tahapan penilaian dan penentuan yang diterapkan pada model yang dikembangkan akan dijelaskan secara mendetail pada Bab VI. 69

89 1. Model Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Model pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS yang dikembangkan disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 4.2. Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui beberapa hal yang akan ditentukan dari model yang dirancang, yaitu : pemilihan metode pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik dan kapasitas pengolahannya, penentuan kapasitas pengolahan limbah cair PKS pada tahap pengolahan aerobik, penentuan kapasitas pemanfaatan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan pada tiaptiap teknik aplikasi lahan, penentuan kapasitas pemanfaatan limbah cair terolah sebagai penambah nutrisi kompos TKKS, penentuan kapasitas pemanfaatan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Terdapat tiga jenis metode pengolahan limbah cair secara anaerobik, yaitu kolam anaerobik, tangki anaerobik dan reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Salah satu dari ketiga metode tersebut akan dipilih untuk diterapkan dan ditentukan kapasitas pengolahannya. Limbah cair hasil pengolahan secara anaerobik kemudian disebut limbah cair terolah. Limbah cair terolah yang telah memenuhi baku mutu seperti yang disajikan pada Tabel 2.5, dapat dimanfaatkan untuk mengairi lahan perkebunan dan penambah nutrisi tanah, atau dikenal dengan teknik aplikasi lahan. Terdapat tiga jenis teknik aplikasi lahan yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lahan aplikasinya, yaitu teknik flatbed, traktor tangki dan longbed. Kemudian, akan ditentukan kapasitas pemanfaatan limbah cair terolah pada tiap-tiap teknik aplikasi lahan tersebut. Limbah cair terolah juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah nutrisi kompos TKKS pada proses pembuatan kompos TKKS. Pemanfaatan ini dapat dilakukan apabila pihak industri kelapa sawit menerapkan teknologi kompos untuk mengolah limbah TKKS yang dihasilkan. Penentuan kapasitas pemanfaatan limbah cair terolah pada pemanfaatan ini disesuaikan dengan kapasitas TKKS yang diolah menjadi kompos TKKS. 70

90 Limbah cair PKS Pengolahan pendahuluan Tahap 1 : segregasi aliran limbah Tahap 2 : pengutipan minyak Tahap 3 : penurunan suhu limbah Pengolahan utama Pengolahan secara anaerobik Pemilihan metode dan penentuan kapasitas pengolahan Metode 1 : Kolam anaerobik Metode 2 : Tangki anaerobik Metode 3 : RANUT Metode pengolahan terpilih dengan kapasitas pengolahannya Limbah cair terolah Biogas Pemanfaatan 1 Pemanfaatan 2 Pengolahan Pemanfaatan 3 secara aerobik Gambar 4.2 Diagram alir model pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS 71

91 Pemanfaatan 1 : Aplikasi lahan Pemanfaatan 3 : Sumber energi Penentuan kapasitas pemanfaatan pada tiap teknik pemanfaatan Penentuan kapasitas biogas yang termanfaatkan Teknik 1 : Flatbed Teknik 2 : Traktor tangki Pemanfaatan 2 : Penambah nutrisi kompos TKKS ( jika diperlukan) Teknik 3 : Longbed Pengolahan secara aerobik Penentuan kapasitas pengolahan Metode kolam aerobik-aerasi Penentuan kapasitas pemanfaatan Pengolahan akhir Gambar 4.2 Diagram alir model pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS (lanjutan) Metode kolam sedimentasi Limbah cair PKS yang telah siap dibuang ke lingkungan 72

92 Limbah cair terolah yang tidak termanfaatkan, baik untuk aplikasi lahan maupun penambah nutrisi kompos TKKS, akan diolah lebih lanjut dengan pengolahan limbah cair secara aerobik. Pengolahan dilakukan dengan menerapkan metode kolam aerobikaerasi. Selanjutnya, limbah cair akan diolah di tahap pengolahan akhir dengan menerapkan metode kolam sedimentasi. Apabila limbah cair hasil pengolahan akhir telah memenuhi baku mutu limbah cair seperti yang disajikan pada Tabel 2.3, maka limbah cair tersebut dapat dibuang ke lingkungan (badan air), seperti sungai dan danau. Selain limbah cair terolah, pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik juga menghasilkan biogas. Biogas ini ditampung di dalam tangki penampung seperti yang diterapkan pada metode tangki anaerobik dan RANUT. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pada proses pengolahan TBS di PKS, yaitu sebagai pengganti bahan bakar solar yang dibutuhkan pembangkit listrik diesel untuk menghasilkan energi listrik. Penentuan kapasitas pemanfaatan biogas sebagai sumber energi disesuaikan dengan kebutuhan PKS terhadap jumlah energi listrik. Model pemanfaatan biogas yang dirancang pada penelitian ini hanya membahas pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik. Sebenarnya, biogas dapat pula dimanfaatkan sebagai penghasil energi panas (uap) yang dapat digunakan dalam proses pengolahan TBS, tetapi pembahasan untuk pemanfaatan tersebut masih terkendala pada sumber informasi yang tersedia. 2. Model Pengolahan dan Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Model pengolahan dan pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 4.3. Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui beberapa hal yang akan ditentukan dari model yang telah dirancang, yaitu : penentuan kapasitas TKKS untuk dimanfaatkan sebagai mulsa pada tiap umur tanaman kelapa sawit di lahan perkebunan, penentuan kapasitas TKKS untuk diolah dengan metode kompos, penentuan kapasitas kompos TKKS untuk dimanfaatkan di lahan perkebunan pada tiap umur tanaman kelapa sawit, penentuan kapasitas kompos TKKS untuk dijual ke pihak lain. 73

93 Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) Metode pengolahan : Teknologi kompos Pemanfaatan 1 : Mulsa Penentuan kapasitas pengolahan Penentuan kapasitas pemanfaatan Kompos TKKS Pemanfaatan 2: Dijual ke pihak lain Pemanfaatan 3: Kompos digunakan di lahan perkebunan Penentuan kapasitas penjualan Penentuan kapasitas pemanfaatan Gambar 4.3 Diagram alir model pengolahan dan pemanfaatan TKKS TKKS sebagai salah satu jenis limbah padat PKS dapat dimanfaatkan langsung sebagai mulsa di lahan perkebunan atau dapat juga diolah menjadi kompos TKKS. Kedua metode tersebut dapat diterapkan secara bersamaan. Hal ini karena, baik TKKS yang dimanfaatkan sebagai mulsa maupun yang diolah menjadi kompos lalu kemudian dimanfaatkan di lahan perkebunan, memiliki fungsi yang berbeda dan sangat penting. TKKS sebagai mulsa bermanfaat untuk menjaga kelembaban tanah dan daya serap tanah dalam memperoleh dan mempertahankan air tanah, terutama pada musim kemarau. Sementara TKKS yang diolah dan dimanfaatkan sebagai pupuk kompos berfungsi sebagaimana pupuk organik pada umumnya, yaitu sebagai penambah nutrisi pada tanah yang diperlukan tanaman dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme penyubur tanah yang mampu merombak bahan-bahan yang ada di tanah menjadi nutrisi yang siap dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, umumnya kapasitas pengolahan TKKS menjadi kompos TKKS tidak mampu mengolah (menampung) seluruh TKKS yang dihasilkan 74

94 oleh PKS tiap harinya. TKKS yang tidak terolah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai mulsa. Kapasitas pemanfaatan TKKS sebagai mulsa berbeda-beda pada tiap umur tanaman kelapa sawit, sehingga perlu diperhatikan dan diketahui terlebih dahulu luas lahan perkebunan berdasarkan umur tanaman kelapa sawit pada lahan yang akan diaplikasikan mulsa. Hal tersebut perlu dilakukan agar pemanfaatan TKKS sebagai mulsa dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan yang disarankan sehingga tidak terjadi penumpukan TKKS di lahan perkebunan akibat berlebihnya kapasitas TKKS yang dibawa ke lahan perkebunan. Apabila dibiarkan, penumpukan TKKS yang berlebihan di lahan perkebunan dapat menyebabkan timbulnya hama yang bisa mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit di sekitarnya. Kompos TKKS yang dihasilkan dapat dimanfaatkan di lahan perkebunan ataupun dijual ke pihak lain dengan harga tertentu. Kapasitas masing-masing pemanfaatan dan penjualan kompos TKKS tersebut dapat dipertimbangkan dari tingkat keuntungan yang akan diperoleh oleh pihak perusahaan. 75

95 BAB V. PEMODELAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT A. KONFIGURASI SISTEM Model Sistem Penunjang Keputusan (SPK) optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) dirancang dan dibuat dalam suatu paket program komputer yang diberi nama PW Optima 1.0, atau singkatan dari Palm Oil Mill Waste Optimization. Model ini terdiri dari empat model, yaitu : 1. Submodel analisis biaya penanganan limbah cair PKS 2. Submodel analisis biaya penanganan tandan kosong kelapa sawit 3. Submodel optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS 4. Submodel optimalisasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit Konfigurasi model PW Optima 1.0 terdiri dari sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model yang dihubungkan dengan sistem pengolahan terpusat dengan bantuan sistem manajemen basis dialog. Sistem ini akan memudahkan komunikasi antara pengguna dengan komputer dan bersifat interaktif. Gambar 5.1 menyajikan konfigurasi model SPK optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Pengembangan model PW Optima 1.0 menggunakan perangkat lunak Borland Delphi 7 untuk analisa dan pengembangan sistem, Miscrosoft Access 2003 untuk menangani manajemen basis data yang didukung oleh Corel Draw 13 untuk sebagian desain tampilannya. Dalam proses penggunaannya, PW Optima 1.0 terintegrasi dengan perangkat lunak expert choice dan LINDO. Keluaran dari perangkat lunak expert choice berupa nilai-nilai bobot hasil analisis AHP yang akan digunakan dalam perumusan fungsi kendala dan fungsi tujuan pada submodel optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dan TKKS. Fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala yang telah dirumuskan kemudian dihitung dengan mengggunakan perangkat lunak LINDO untuk memperoleh nilai optimal dari masing-masing variabel pada fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala tersebut. Nilai optimal tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dapat diterapkan secara optimal. Paket program PW Optima 1.0 secara umum dapat 76

96 digambarkan dengan sebuah diagram alir deskriptif yang terdiri dari bentuk masukan dan keluaran program serta alur program secara keseluruhan, sebagaimana disajikan pada Gambar 5.2. Pengguna Sistem Manajemen Dialog Fasilitas Penjelasan Sistem Pengolahan Pusat Sistem Manajemen Basis Data Data Perusahaan (Industri kelapa sawit) Data Finansial Data Target Optimalisasi Data Hasil Penelitian yang Diperlukan Data Nilai Optimal Variabel Sistem Manajemen Basis Model Submodel Analisis Biaya Penanganan LCPKS Submodel Analisis Biaya Penanganan TKKS Submodel Optimalisasi Pemanfaatan LCPKS Submodel Optimalisasi Pemanfaatan TKKS Gambar 5.1 Konfigurasi model Sistem Penunjang Keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit B. KERANGKA MODEL 1. Sistem Pengolahan Terpusat Sistem pengolahan terpusat berfungsi sebagai sistem yang membuat pengguna (user) dapat mengakses keseluruhan data dan informasi yang disediakan di dalam paket program PW Optima 1.0. Sistem pengolahan terpusat mengatur keseluruhan 77

97 Mulai Input profil industri kelapa sawit : 1. profil perusahaan 2. profil PKS 3. profil kebun Penyimpanan data profil industri kelapa sawit Data industri kelapa sawit yang dibutuhkan untuk pemodelan optimasi Input analisis biaya : 1. Komponen biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS dengan metode tertentu 2. Asumsi-asumsi yang biaya diperlukan Penghitungan biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS dan nilai keuntungan dari pemanfaatan limbah PKS Output : 1. Biaya pokok pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS dengan metode tertentu 2. Nilai keuntungan pemanfaatan limbah PKS dengan metode tertentu A Gambar 5.2 Diagram alir deskriptif model Sistem Penunjang Keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit 78

98 A Input data : 1. nilai koefisien untuk variabel-variabel pada fungsi kendala model optimasi yang telah dirumuskan 2. nilai bobot untuk variabel-variabel pada fungsi tujuan model optimasi yang telah dirumuskan Perumusan model optimasi pemanfaatan LCPKS dan TKKS dengan metode Goal Programming - AHP Fungsi tujuan dan kendala untuk optimalisasi pemanfataan LCPKS dan TKKS oleh pihak PKS Penghitungan nilai optimal variabelvariabel fungsi kendala dan tujuan Nilai optimal dari variabel-variabel fungsi kendala dan fungsi tujuan Analisis nilai optimal dari variabelvariabel fungsi kendala dan fungsi tujuan Output berupa Rekomendasi : 1.Metode pengolahan limbah PKS dengan kapasitas optimal pengolahannya 2.Metode pemanfaatan limbah PKS dengan kapasitas optimal pemanfaatannya Selesai Gambar 5.2 Diagram alir deskriptif model Sistem Penunjang Keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit (lanjutan) 79

99 interaksi antara sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model. Dalam paket program PW Optima 1.0, sistem pengolahan terpusat salah satunya divisualisasikan dalam bentuk menu utama yang dapat diakses oleh pengguna seperti tampak pada Gambar 5.3. Gambar 5.3. Tampilan form menu utama program PW Optima 1.0 Pada menu utama paket program PW Optima 1.0 terdapat enam menu utama program PW Optima 1.0 yang dapat diakses oleh pengguna. Menu-menu tersebut yaitu : a. Menu profil perusahaan, yang berisi informasi mengenai profil perusahaan kelapa sawit yang akan dikaji optimalisasi pemanfaatan limbah PKS-nya, serta informasi mengenai kebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. b. Menu analisis biaya penanganan limbah cair PKS, yang merupakan tempat mengoperasikan model analisis biaya penanganan limbah cair PKS. c. Menu analisis biaya penanganan tandan kosong kelapa sawit (TKKS), yang merupakan tempat mengoperasikan model analisis biaya penanganan TKKS. 80

100 d. Menu optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS, yang merupakan tempat mengoperasikan model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS. e. Menu optimalisasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit (TKKS), yang merupakan tempat mengoperasikan model optimalisasi pemanfaatan TKKS. f. Menu penjelasan mengenai program PW Optima 1.0, yang berisi penjelasan teoriteori yang digunakan dalam proses analisis dan pemodelan sistem pada program PW Optima 1.0. Pada saat menjalankan program PW Optima 1.0, pertama kali akan muncul tampilan logo program yang dilanjutkan dengan tampilan menu login. Pada menu login, pengguna dapat memilih statusnya ketika menggunakan program, yaitu sebagai pengguna biasa (guest) atau administrator. Pengguna biasa dapat mengakses seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam program, tetapi tidak dapat mengubah keseluruhan nilai-nilai yang berada dalam basis data program tersebut. Sementara itu, pengguna dengan status administrator harus mengisi nama dan password terlebih dahulu untuk masuk ke dalam menu utama program. Administrator dapat mengakses seluruh data dan informasi yang tersedia di dalam program serta dapat mengubah keseluruhan nilai-nilai yang ada di dalam basis data program. Setelah pengguna memilih statusnya pada menu login, pengguna dapat masuk ke dalam akses menu utama. 2. Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data merupakan satu-kesatuan sebagai pusat penyimpanan, pengolahan dan pemasukan data. Sistem manajemen basis data harus memiliki kemampuan terhadap perubahan struktur dan isi dari elemen data. Dalam penanganan basis data, program PW Optima 1.0 menggunakan Microsoft Access Sistem manajemen basis data pada program PW Optima 1.0 menyediakan fasilitas tambah, edit, simpan dan hapus sehingga dapat dilakukan pengubahan data sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pengguna. Keempat fasilitas tersebut diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada pengguna dalam penanganan basis data. Berdasarkan konfigurasi model yang disajikan pada Gambar 5.1, diketahui bahwa jenis data yang digunakan dalam program PW Optima 1.0 terdiri dari lima kelompok data, yaitu sebagai berikut : 81

101 a. Data perusahaan (industri) kelapa sawit Data industri kelapa sawit terdiri data profil perusahaan, data pabrik kelapa sawit dan data kebun kelapa sawit yang dimiliki perusahaan. Data profil perusahaan meliputi nama dan alamat perusahaan pengolahan kelapa sawit yang menggunakan program PW Optima 1.0 serta nama dan alamat perusahaan induk jika ada. Data profil PKS meliputi kapasitas pengolahan TBS di PKS, jam kerja dan hari kerja pengolahan, kuantitas limbah PKS yang dihasilkan, serta bahan bakar dan energi yang dibutuhkan untuk mengolah TBS. Data profil kebun kelapa sawit meliputi luas lahan perkebunan secara keseluruhan dan berdasarkan umur tanaman kelapa sawitnya, luas lahan perkebunan yang akan diaplikasikan limbah cair PKS terolah dan luas lahan perkebunan berdasarkan umur tanaman yang akan diaplikasikan TKKS. Data profil industri kelapa sawit digunakan sebagai salah satu sumber data dalam model analisis biaya penanganan limbah PKS dan model optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. b. Data finansial Data finansial merupakan data yang dibutuhkan untuk analisis biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS dan TKKS dengan metode tertentu, yang terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Di dalamnya terdapat rincian dari tiap-tiap biaya investasi dan operasional serta asumsi-asumsi yang dibutuhkan dalam penghitungan biaya produksi. Data tersebut digunakan sebagai salah satu sumber data dalam model analisis biaya penanganan limbah PKS. Informasi mengenai komponen biaya investasi dan operasional dari metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dikaji diperoleh dari berbagai sumber dengan rincian sebagai berikut : Metode pengolahan limbah cair PKS : 1) Informasi mengenai komponen biaya untuk metode kolam anaerobik, tangki anaerobik dan kolam aerobik-aerasi diperoleh dari Buana et al (2000) yang menyajikan penghitungan analisis finansial penerapan metode-metode tersebut pada PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam dan disesuaikan dengan informasi dari Ditjen PPHP Departemen Pertanian (2006) yang mengkaji rancang bangun instalasi metode-metode tersebut dengan kapasitas olah PKS yang sama. 82

102 2) Informasi mengenai komponen biaya penerapan metode RANUT diperoleh dari Buana et al (2000) yang menyajikan kajian analisis finansial penerapan metode tersebut pada PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam. Metode pemanfaatan limbah cair PKS Informasi mengenai komponen biaya penerapan metode aplikasi limbah cair terolah di lahan perkebunan (teknik flatbed, traktor tangki dan longbed) diperoleh dari Putri (2009) yang menyajikan penghitungan analisis biaya penerapan teknik-teknik aplikasi lahan di PT. Condong, Garut. Metode pengolahan TKKS Metode pengolahan TKKS yang dikaji pada penelitian ini adalah metode teknologi kompos TKKS. Informasi mengenai komponen biaya penerapan metode teknologi kompos diperoleh dari kajian analisis finansial pembangunan pabrik pupuk organik dari limbah industri kelapa sawit di PKS Semuntai, PT. Surya Faster Growing (2004). Kapasitas olah PKS Semuntai adalah 30 ton TBS/jam. Metode pemanfaatan TKKS 1) Informasi mengenai komponen biaya pemanfaatan TKKS sebagai mulsa dan pemanfaatan kompos TKKS di lahan perkebunan diperoleh dari Pahan (2008). 2) Informasi mengenai komponen biaya pemasaran/penjualan kompos TKKS diperoleh dari Buana et al (2000). Data yang dipergunakan diperoleh dari literatur dengan tahun pembuatan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan nilai-nilai komponen biaya digunakanlah asumsi persentase inflasi yang terjadi di Indonesia antara tahun 2000 sampai tahun 2009 untuk menghitung estimasi perubahan nilai-nilai komponen biaya yang dipergunakan. Nilai persentase inflasi yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. c. Data hasil penelitian mengenai metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS Data hasil penelitian diperoleh dari studi pustaka dan wawancara. Data yang digunakan meliputi nilai konversi pengolahan limbah PKS menjadi produk dan kapasitas pemanfaatan optimal hasil olahan limbah PKS. Data tersebut digunakan 83

103 sebagai salah satu sumber data dalam model analisis biaya penanganan limbah PKS dan model optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. d. Data target optimalisasi Data target optimalisasi merupakan data-data yang dibutuhkan dalam perumusan fungsi kendala kendala dan fungsi tujuan optimalisasi pemanfaatan limbah PKS. Data target optimalisasi terdiri data hasil analisis AHP, data target anggaran biaya penanganan limbah PKS yang disediakan perusahaan, data luas lahan perkebunan untuk mengaplikasikan hasil olahan limbah PKS dan data kebutuhan energi di PKS. e. Data nilai optimal variabel Data nilai optimal variabel merupakan hasil penghitungan nilai optimal oleh perangkat lunak LINDO terhadap variabel-variabel pada fungsi tujuan dan fungsi kendala yang telah dirumuskan. Nilai optimal variabel tersebut akan disimpan untuk kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang direkomendasikan untuk diterapkan beserta kapasitas pengolahan dan pemanfaatannya. 3. Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengolahan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktifitas yang tergabung dalam pemodelan sistem penunjang keputusan. Pemodelan sistem manajemen basis model pada program PW Optima 1.0 menggunakan perangkat lunak Borland Delphi 7. Program PW Optima 1.0 memiliki empat model, yaitu model analisis biaya yang penanganan limbah cair PKS, model analisis biaya pemanfaatan TKKS, model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dan model optimalisasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit. a. Model analisis biaya Model analisis biaya merupakan model yang digunakan untuk menghitung biaya pokok dari metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS dan TKKS. Penghitungan biaya pokok dilakukan dengan menggunakan metode heuristik, yaitu dengan menghitung biaya tetap dan tidak tetap, kemudian dijumlahkan menjadi biaya total. Biaya total kemudian dibagi dengan kapasitas pengolahan atau pemanfaatan sehingga diketahui biaya pokok untuk mengolah 84

104 satu-satuan limbah PKS dengan metode pengolahan tertentu dan biaya pokok untuk memanfaatkan satu-satuan hasil olahan limbah PKS dengan metode pemanfaatan tertentu. Model analisis biaya juga menghitung keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan hasil olahan limbah cair PKS dan TKKS. Penghitungan ini dilakukan berdasarkan pada nilai penghematan biaya yang dapat dilakukan oleh pihak industri kelapa sawit apabila menerapkan metode pemanfaatan tertentu untuk memanfaatkan hasil olahan limbah PKS-nya. 1) Model analisis biaya penanganan limbah cair PKS Model analisis biaya penanganan limbah cair PKS berfungsi untuk melakukan proses penghitungan biaya investasi, biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya operasional dan biaya pokok dari penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS. Metode pengolahan limbah cair PKS yang dikaji pada model ini yaitu metode kolam anaerobik, metode tangki anaerobik, metode RANUT dan metode kolam aerobik-aerasi. Metode pemanfaatan limbah cair PKS yang dikaji pada model ini adalah teknik aplikasi lahan untuk limbah cair yang terdiri dari teknik flatbed, traktor tangki dan longbed. Selain itu, model analisis biaya penanganan limbah cair PKS juga menghitung nilai keuntungan yang dapat diperoleh apabila menerapkan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS yang dikaji pada model ini. Berikut jenis keuntungan yang dapat diperoleh : penghematan biaya penggunaan/penyediaan pupuk anorganik apabila menerapkan teknik aplikasi lahan untuk memanfaatkan limbah cair terolah, penghematan biaya pengolahan limbah cair PKS pasca proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik apabila memanfaatkan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan dan penambah nutrisi kompos TKKS (apabila metode teknologi kompos diterapkan), penghematan biaya penyediaan bahan bakar solar untuk digunakan pada diesel pembangkit energi listrik di PKS apabila memanfaatkan biogas yang dihasilkan sebagai sumber energi. penghematan luasan lahan untuk IPAL apabila menerapkan metode tangki anaerobik dan RANUT. 85

105 Diagram alir model analisis biaya penanganan limbah cair PKS disajikan pada Gambar ) Model analisis biaya pemanfaatan TKKS Model analisis biaya penanganan TKKS berfungsi untuk melakukan proses penghitungan biaya investasi, biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya operasional dan biaya pokok dari penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS. Metode Mulai Tidak Input/Edit/Hapus Komponen biaya investasi dan operasional metode pengolahan dan pemanfaatan LCPKS Harga produk olahan LCPKS yang dihasilkan dan produk yang disubstitusi Data PKS yang diperlukan Asumsi-asumsi Data hasil penelitian mengenai pengolahan dan pemanfaatan LCPKS Cukup? Ya Penghitungan : Biaya investasi, biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya operasional dan biaya pokok pengolahan dan pemanfaatan LCPKS Nilai keuntungan pemanfaatan hasil olahan LCPKS Output : Biaya pokok pengolahan LCPKS dengan metode tertentu Biaya pokok pemanfaatan hasil olahan LCPKS dengan metode tertentu. Nilai keuntungan pemanfaatan hasil olahan LCPKS dengan metode tertentu Selesai Gambar 5.4. Diagram alir model analisis biaya penanganan limbah cair PKS 86

106 pengolahan TKKS yang dikaji pada model ini adalah metode teknologi kompos. Metode pemanfaatan TKKS yang dikaji pada model ini adalah metode mulsa, metode pemanfaatan kompos TKKS di lahan perkebunan dan penjualan kompos TKKS kepada pihak lain. Selain itu, model analisis biaya penanganan TKKS juga menghitung nilai keuntungan yang dapat diperoleh apabila menerapkan metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS yang dikaji pada model ini. Berikut jenis keuntungan yang dapat diperoleh : penghematan biaya penggunaan/penyediaan pupuk anorganik apabila memanfaatkan TKKS sebagai mulsa, penghematan biaya penggunaan/penyediaan pupuk anorganik apabila memanfaatkan kompos TKKS di lahan perkebunan, keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan kompos TKKS. Diagram alir model analisis biaya penanganan TKKS disajikan pada Gambar 5.5. b. Model optimalisasi pemanfaatan limbah PKS 1) Model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS Model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS merupakan model yang digunakan untuk menentukan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS yang direkomendasikan untuk diterapkan beserta kapasitas pengolahan dan pemanfaatannya. Pada model ini, akan dirumuskan fungsi optimasi untuk optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS, yang terdiri dari fungsi kendala dan fungsi tujuan. Pemodelan fungsi optimasi dilakukan dengan menggunakan metode optimasi goal programming yang dikombinasikan dengan metode analytical hierarchy process. Diagram alir model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS disajikan pada Gambar 5.6. Pada model ini digunakan nilai-nilai hasil penghitungan model analisis biaya, data hasil kuesioner AHP yang berkenaan dengan pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS, serta data profil industri kelapa sawit yang diperlukan. Data hasil kuesioner AHP diolah terlebih dahulu dengan bantuan perangkat lunak expert choice untuk memperoleh nilai bobot yang akan digunakan pada model ini. Nilainilai tersebut kemudian digunakan sebagai nilai koefisien dari variabel-variabel yang digunakan pada fungsi-fungsi persamaan optimasi yang telah dirumuskan. 87

107 Mulai Tidak Input/Edit/Hapus Komponen biaya investasi dan operasional metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS Harga produk olahan TKKS yang dihasilkan dan produk yang disubstitusi Data PKS yang diperlukan Asumsi-asumsi Data hasil penelitian mengenai pengolahan dan pemanfaatan TKKS Cukup? Ya Penghitungan : Biaya investasi, biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya operasional dan biaya pokok pengolahan dan pemanfaatan TKKS Nilai keuntungan pemanfaatan hasil olahan TKKS Output : Biaya pokok pengolahan TKKS dengan metode tertentu Biaya pokok pemanfaatan hasil olahan TKKS dengan metode tertentu. Nilai keuntungan pemanfaatan hasil olahan TKKS dengan metode tertentu Selesai Gambar 5.5. Diagram alir model analisis biaya penanganan TKKS Perumusan fungsi-fungsi persamaan optimasi yang digunakan pada model ini dijelaskan secara lengkap pada Bab VI. Fungsi-fungsi tersebut kemudian akan dihitung nilai optimal dari variabel-variabelnya dengan bantuan perangkat lunak LINDO. Nilai optimal yang diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS yang direkomendasikan untuk diterapkan. 88

108 Mulai Tidak Input/Edit/Hapus Nilai koefisien pada variabel-variabel fungsi kendala pendekatan sumberdaya, yang terdiri dari : Hasil penghitungan pada model analisis biaya penanganan LCPKS Kuantitas LCPKS yang dihasilkan PKS Biaya penanganan LCPKS yang disediakan perusahaan Luas lahan aplikasi untuk pemanfaatan hasil olahan LCPKS Kebutuhan biogas sebagai sumber energi listrik di PKS Nilai koefisien pada variabel-variabel fungsi kendala pendekatan AHP, yang terdiri dari nilai bobot hasil analisis AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan LCPKS Cukup? Ya Perumusan fungsi tujuan dan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan LCPKS Fungsi tujuan dan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan LCPKS Penghitungan nilai optimal variabel-variabel pada fungsi kendala dan fungsi tujuan Nilai optimal variabel-variabel pada fungsi kendala dan fungsi tujuan Analisis nilai optimal variabel-variabel Output : Rekomendasi metode pengolahan dan pemanfaatan LCPKS dan kapasitas penerapannya Tingkat ketercapaian tujuan optimalisasi dari penerapan rekomendasi tersebut Selesai Gambar 5.6. Diagram alir model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS 89

109 2) Model optimalisasi pemanfaatan TKKS Model optimalisasi pemanfaatan TKKS merupakan model yang digunakan untuk menentukan kapasitas pengolahan dan pemanfaatan TKKS dengan metode pengolahan dan pemanfaatan yang direkomendasikan pada model ini. Secara umum, tahapan proses yang dilakukan dalam model ini hampir sama dengan model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS. Perbedaannya terletak pada data dan nilai-nilai yang digunakan sebagai koefisien variabel fungsi kendala serta fungsi tujuan yang dirumuskan. Diagram alir model optimalisasi pemanfaatan TKKS disajikan pada Gambar 5.7. Pada model ini digunakan nilai-nilai hasil penghitungan model analisis biaya,data hasil kuesioner AHP yang berkenaan dengan pengolahan dan pemanfaatan TKKS, serta data profil industri kelapa sawit yang diperlukan. Nilai optimal yang diperoleh kemudian akan dianalisis untuk mengetahui metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS yang direkomendasikan untuk diterapkan beserta kapasitas pengolahan dan pemanfaatannya. 4. Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog merupakan sistem yang berkomunikasi langsung dengan pengguna suatu program. Sistem ini berfungsi untuk menerima masukan (input) dan memberikan keluaran (output) yang dikehendaki atau dibutuhkan oleh pengguna. Sistem manajemen basis dialog memudahkan pengguna dalam mengoperasionalkan paket program PW Optima 1.0. Melalui sistem manajemen dialog, pengguna paket program PW Optima 1.0 dapat berinteraksi dengan pilihanpilihan menu yang ada di dalam program melalui penggunaan perangkat keras seperti keyboard maupun mouse dengan mudah. Tampilan antar muka pengguna dirancang sedemikian rupa sehingga mudah digunakan (User Friendly) oleh pengguna. Bahasa yang diterapkan pada paket program ini adalah Bahasa Indonesia dengan tujuan kemudahan bagi pengguna program yang tentunya berasal dari Indonesia. 90

110 Mulai Input/Edit/Hapus Nilai koefisien pada variabel-variabel fungsi kendala pendekatan sumberdaya, yang terdiri dari : Hasil penghitungan pada model analisis biaya penanganan TKKS Kuantitas TKKS yang dihasilkan PKS Biaya penanganan TKKS yang disediakan perusahaan Luas lahan aplikasi untuk pemanfaatan hasil olahan TKKS Nilai koefisien pada variabel-variabel fungsi kendala pendekatan AHP, yang terdiri dari nilai bobot hasil analisis AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan TKKS Tidak Cukup? Ya Perumusan fungsi tujuan dan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan TKKS Fungsi tujuan dan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan TKKS Penghitungan nilai optimal variabel-variabel pada fungsi kendala dan fungsi tujuan Nilai optimal variabel-variabel pada fungsi kendala dan fungsi tujuan Analisis nilai optimal variabel-variabel Output : Rekomendasi metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS dan kapasitas penerapannya Tingkat ketercapaian tujuan optimalisasi dari penerapan rekomendasi tersebut Selesai Gambar 5.7. Diagram alir model optimalisasi pemanfaatan TKKS 91

111 BAB VI. PEMODELAN FUNGSI OPTIMASI PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT Pemodelan fungsi optimasi untuk optimalisasi pemanfaatan limbah PKS dikembangkan dengan berdasarkan pada model pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang telah dirancang dan dijelaskan pada Bab IV bagian B. Model yang telah dirancang tersebut akan mengarahkan alur proses pengambilan keputusan dalam penentuan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang direkomendasikan untuk diterapkan. Pengembangan model fungsi optimasi dilakukan dengan menggunakan metode matematika goal programming (GP). Metode goal programming telah banyak digunakan sebagai salah satu pendekatan yang efektif dalam penyelesaian suatu proses pengambilan keputusan. Goal programming merupakan suatu metode optimasi yang merupakan modifikasi atau variasi khusus dari program linier (linear programming). Dalam penerapannya, goal programming akan meminimumkan jarak antara atau deviasi terhadap tujuan, target atau sasaran yang telah ditetapkan dengan usaha yang dapat ditempuh untuk mencapai target atau tujuan tersebut secara memuaskan sesuai dengan syarat-ikatan yang ada, yang membatasinya berupa sumber daya yang tersedia, teknologi yang ada, kendala tujuan dan sebagainya. Dalam pemodelan goal programming, terdapat tiga jenis sasaran yang dapat diformulasikan, yaitu sasaran-sasaran dengan prioritas yang sama, sasaran-sasaran dengan prioritas yang berbeda dan sasaran-sasaran dengan prioritas dan bobot yang berbeda. Pada penelitian ini, jenis sasaran yang digunakan dalam pemodelan fungsi optimasi adalah sasaran-sasaran dengan prioritas dan bobot yang berbeda. Untuk menentukan prioritas dan nilai bobot dari suatu sasaran yang ingin dicapai, maka digunakanlah metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Kombinasi antara metode GP dan AHP telah banyak digunakan oleh para peneliti di dunia, khususnya dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan yang terdiri dari banyak tujuan dengan sifat yang saling berlawanan (multiple and conflicting goals). Tahap pengembangan model fungsi optimasi dalam optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu : 1. Tahap identifikasi peubah keputusan 92

112 2. Tahap identifikasi fungsi tujuan 3. Tahap pemodelan kendala-kendala 4. Tahap formulasi fungsi tujuan Hasil analisis AHP dikembangkan menjadi model fungsi kendala sasaran menggunakan prinsip goal programming. Fungsi kendala sasaran yang terbentuk tersebut akan berperan dalam penerapan prinsip prioritas sasaran yang berbeda melalui nilai pembobotan yang berbeda pada tiap sasaran yang ingin dicapai. Dengan penerapan kombinasi antara metode goal programming dan AHP, maka pada tiaptiap tahapan pemodelan fungsi optimalisasi pemanfaatan limbah PKS, terdapat dua jenis pendekatan yang dilakukan, yaitu pendekatan ketersediaan sumberdaya (yang digunakan pada goal programming secara umum) dan pendekatan AHP. A. IDENTIFIKASI VARIABEL KEPUTUSAN 1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat tiga metode pengolahan limbah cair PKS yang dikaji pada penelitian ini, yaitu metode kolam stabilisasi, tangki anaerobik aerasi lanjut, dan reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Secara umum, ketiga metode pengolahan limbah cair PKS tersebut memiliki persamaan pada tahap pengolahan pendahuluan, tahapan pengolahan utama secara aerobik dan tahapan pengolahan akhir. Walaupun pada metode RANUT, tepatnya pada tahap pengolahan pendahuluannya, terdapat teknik tambahan yang diterapkan berupa proses pemisahan lumpur dan padatan tersuspensi, hal tersebut tidak dibahas pada model yang telah dirancang sebelumnya. Model yang telah dirancang memfokuskan pada perbedaan yang terdapat pada ketiga metode pengolahan tersebut, yaitu perbedaan pada tahap pengolahan utama secara anaerobik. Oleh karena itu, ketiga metode pengolahan tersebut selanjutnya akan disebut secara berturut-turut dengan nama metode kolam anaerobik, tangki anaerobik dan RANUT. a. Pendekatan ketersediaan sumberdaya Pada pendekatan ketersediaan sumberdaya, variabel keputusan yang digunakan dalam pengembangan model goal programming optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS adalah metode-metode pengolahan limbah cair PKS yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai variabel keputusannya yaitu berupa nilai 93

113 kapasitas olah limbah cair PKS yang optimal sehingga tujuan penanganan limbah cair PKS dapat tercapai. Variabel keputusan tersebut disajikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Variabel keputusan dengan pendekatan ketersediaan sumberdaya untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS Metode Variabel keputusan Simbol pengolahan Kolam Tangki anaerobik anaerobik RANUT jumlah limbah cair PKS (ton/tahun) untuk diolah dengan metode kolam anaerobik jumlah limbah cair PKS (ton/tahun) untuk diolah dengan metode tangki anaerobik jumlah limbah cair PKS (ton/tahun) untuk diolah dengan metode RANUT X 1 X 2 X 3 b. Pendekatan AHP Variabel keputusan pada pendekatan AHP berfungsi untuk menentukan peluang keterpilihan metode pengolahan limbah cair PKS tertentu berdasarkan pada nilai bobot prioritas yang diperoleh dari pendapat para pakar. Variabel keputusan ini akan memiliki nilai yang bersifat binary, yaitu bernilai nol atau satu. Nilai nol berarti metode pengolahan limbah cair PKS yang bersangkutan tidak dipilih untuk diterapkan, sedangkan nilai satu berarti metode pengolahan limbah cair PKS yang bersangkutan dipilih untuk diterapkan. Pada Tabel 6.2 disajikan variabel keputusan yang digunakan dan keterangannya. 2. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Pada penelitian ini, limbah padat PKS yang dimodelkan fungsi optimalisasi pemanfaatannya adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Metode pengolahan TKKS yang dikaji adalah metode teknologi kompos, sedangkan metode pemanfaatan TKKS yang dikaji yaitu metode mulsa, aplikasi kompos TKKS di lahan perkebunan dan penjualan kompos TKKS kepada pihak lain. Semua metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS tersebut dapat diterapkan secara bersamaan dengan alokasi kapasitas pengolahan dan pemanfaatan yang optimal. 94

114 Tabel 6.2 Variabel keputusan dengan pendekatan AHP untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS Metode Variabel keputusan Simbol pengolahan Kolam anaerobik Tangki anaerobik RANUT keterpilihan metode kolam anaerobik untuk diterapkan keterpilihan metode tangki anaerobik untuk diterapkan keterpilihan metode RANUT untuk diterapkan Y 1 Y 2 Y 3 a. Pendekatan ketersediaan sumberdaya Pada pendekatan ketersediaan sumberdaya, peubah keputusan yang digunakan dalam pengembangan model goal programming optimalisasi pemanfaatan TKKS adalah metode pengolahan TKKS yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian yang pemanfaatannya dapat dilakukan oleh pihak PKS, yaitu metode mulsa dan teknologi kompos. Nilai variabel keputusannya yaitu berupa nilai kapasitas olah TKKS yang optimal sehingga tujuan penanganan TKKS dapat tercapai. Variabel keputusan tersebut disajikan pada Tabel 6.3. Tabel 6.3 Variabel keputusan dengan pendekatan ketersediaan sumberdaya untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan TKKS Metode Variabel keputusan Simbol pengolahan Mulsa Teknologi kompos Jumlah tandan kosong (ton/tahun) yang dimanfaatkan sebagai mulsa Jumlah tandan kosong (ton/tahun) yang diolah dengan teknologi kompos X 5 X 6 b. Pendekatan AHP Variabel keputusan yang digunakan pada pendekatan AHP untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan TKKS memiliki sifat yang sama dengan AHP untuk optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS, yaitu bernilai binary. Pada Tabel 6.4 disajikan peubah keputusan yang digunakan dan keterangannya. 95

115 Tabel 6.4 Variabel keputusan dengan pendekatan AHP untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan TKKS Metode Variabel keputusan Simbol pengolahan Mulsa keterpilihan metode mulsa untuk diterapkan Y 5 Teknologi kompos keterpilihan metode teknologi kompos untuk diterapkan Y 6 B. IDENTIFIKASI FUNGSI TUJUAN 1. Pendekatan Ketersediaan Sumberdaya Pada awalnya, kegiatan pengolahan limbah PKS, khususnya limbah cair PKS, hanya bertujuan untuk dapat menghasilkan limbah cair terolah yang memenuhi baku mutu limbah cair sehingga dapat dibuang ke lingkungan dengan pencemaran yang minimal. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan semakin banyaknya penelitian terhadap penanganan limbah PKS, tujuan pengolahan limbah PKS pun semakin luas, yaitu pengolahan limbah PKS yang mampu menghasilkan limbah terolah yang ramah lingkungan serta dapat menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh pihak industri kelapa sawit ataupun pihak lain yang membutuhkannya. Akan tetapi, banyaknya metode pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS tersebut, tidak semua dapat diterapkan oleh pihak industri kelapa sawit. Pihak industri kelapa sawit tentunya akan mempertimbangkan untuk menerapkan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit tersebut berdasarkan kondisi sumber daya yang tersedia dan kebutuhan perusahaan sehingga sistem pengolahan limbah PKS dapat diterapkan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan dan dapat dilakukan pemanfaatan produk olahan limbah PKS secara optimal. Pada penelitian ini, perumusan tujuan dari optimalisasi pemanfaatan limbah PKS diperoleh dari hasil proses analisis kebutuhan stakeholders sistem penanganan limbah PKS seperti yang disajikan pada Tabel 3.1 sebagai salah satu tahapan pendekatan sistem yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yaitu sebagai berikut : 96

116 Dapat diterapkannya teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang ramah terhadap lingkungan yang berarti dapat meminimalkan dampak negatif (pencemaran) terhadap lingkungan. Hal ini dapat terwujud dengan menggunakan kapasitas pengolahan limbah yang mampu mengolah semua limbah yang ada dan hasil pengolahannya dapat dimanfaatkan secara optimal. Dapat meminimasi biaya penerapan teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Hal ini berarti bahwa biaya yang diperlukan untuk pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit disesuaikan dengan anggaran biaya yang telah disediakan oleh pihak perusahaan. Dapat diterapkannya teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang mampu memberikan nilai tambah terhadap limbah sehingga dapat dijadikan sebagai by product pada pabrik kelapa sawit. Hal ini berarti bahwa pengolahan limbah pabrik kelapa sawit diusahakan dapat menghasilkan produk atau limbah terolah yang dapat dimanfaaatkan oleh pihak industri kelapa sawit itu sendiri sehingga pada akhirnya dapat diperoleh keuntungan dari pemanfaatan tersebut. Berdasarkan perumusan tujuan tersebut, dapat dikatakan bahwa kuantitas limbah pabrik kelapa sawit yang semakin besar menuntut pihak manajemen untuk harus memiliki metode dan kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang optimal dengan menerapkan teknologi yang ramah terhadap lingkungan, biaya penanganan limbah yang terjangkau dan mampu memberikan nilai tambah terhadap limbah sehingga dapat dimanfaatkan dan mendatangkan keuntungan. 2. Pendekatan AHP Penggunaan metode AHP dalam perumusan model fungsi optimasi bertujuan agar penerapan prioritas sasaran dengan cara pembobotan dapat dilakukan pada saat proses penghitungan nilai optimasi. Dengan kata lain, penggunaan nilai bobot hasil analisis AHP dapat membuat kriteria dan alternatif yang menjadi prioritas yang lebih tinggi akan memiliki peluang untuk terpilih (diterapkan) lebih besar daripada kriteria dan alternatif yang berada di prioritas yang lebih rendah. Pada penelitian ini, yang menjadi kriteria adalah tujuan/sasaran dari optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS, yaitu meminimalkan biaya pengolahan dan pemanfaatan, meminimalkan tingkat pencemaran lingkungan dan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan. Sedangkan yang 97

117 menjadi alternatif adalah masing-masing metode pengolahan limbah cair PKS dan TKKS. Kemudian, kriteria dan alternatif tersebut disusun menjadi suatu struktur hierarki AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS. Struktur hierarki AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang dikembangkan terdiri lima elemen struktur hierarki pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang optimal, yaitu elemen goal, tujuan, aktor, faktor dan alternatif. Berikut penjelasan elemen-elemen tersebut : a. Goal, merupakan elemen yang menjadi tujuan/sasaran utama yang ingin dicapai, yaitu pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang optimal b. Tujuan, disebut juga kriteria yang menunjukkan kriteria-kriteria dari tujuan utama yang ingin dicapai. Komponen tujuan/kriteria terdiri dari tujuan/sasaran usaha optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS yang telah dijelaskan pada tahap identifikasi fungsi tujuan pendekatan sumberdaya, yaitu teknologi pengolahan dan pemanfaatan yang ramah lingkungan, dengan biaya penerapan terjangkau dan dapat memberikan keuntungan. c. Aktor, merupakan elemen yang terdiri dari para stakeholders atau pelaku dalam sistem penanganan limbah PKS, yaitu industri kelapa sawit, balai penelitian dan pengembangan (litbang) serta perguruan tinggi, pemerintah dan masyarakat. d. Faktor, merupakan elemen yang terdiri dari hal-hal yang akan dipertimbangkan, khususnya oleh para pelaku sistem dalam menentukan alternatif metode yang akan diterapkan. Hal-hal yang dipertimbangkan meliputi : Biaya pengolahan dan pemanfaatan Komponen biaya akan lebih diperhatikan oleh pihak industri kelapa sawit. Biaya penerapan metode penanganan limbah PKS yang besarnya berbeda-beda akan disesuaikan dengan biaya penanganan yang dapat disediakan. Proses pengolahan dan pemanfaatan Proses pengolahan dan pemanfaatan mempertimbangkan pada operasional dari alternatif metode pengolahan limbah, yaitu lama (waktu) proses yang diperlukan, kemampuan sumber daya manusia yang diperlukan dan sulit tidaknya proses tersebut untuk diterapkan. Keuntungan yang diperoleh 98

118 Komponen ini mempertimbangkan tingkat keuntungan yang akan diperoleh jika menerapkan alternatif metode pengolahan limbah PKS. Kebijakan pemerintah Komponen kebijakan pemerintah mempertimbangkan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan daerah dalam mengatur proses pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS, terutama dalam hal penetapan baku mutu limbah cair PKS. Tiap alternatif metode pengolahan limbah PKS haruslah mampu menghasilkan kualitas limbah terolah yang sesuai baku mutu yang telah ditetapkan dan tidak menghasilkan limbah (dampak negatif) lain selama proses operasional pengolahan limbah. Peluang pasar Pada struktur hierarki pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS, terdapat komponen tambahan yang dipertimbangkan yaitu peluang pasar. Peluang pasar perlu dipertimbangkan karena alternatif metode pengolahan limbah padat PKS dapat menghasilkan produk-produk yang memiliki pangsa pasar masingmasing. e. Alternatif Elemen alternatif terdiri dari metode-metode pengolahan limbah PKS yang dapat diterapkan. Untuk limbah cair PKS, metode pengolahan yang dapat diterapkan yaitu metode kolam stabilisasi, metode tangki anaerobik aerasi lanjut dan metode reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Untuk limbah padat PKS, terdapat beberapa metode pengolahan yang dapat diterapkan, yaitu : metode mulsa, dengan memanfaatkan TKKS sebagai mulsa di lahan perkebunan, metode teknologi kompos, dengan mengolah TKKS menjadi kompos, menggunakan TKKS dan serabut sebagai bahan dasar pembuatan papan partikel dan pulp, menggunakan cangkang sebagai bahan dasar pembuatan arang aktif, memanfaatkan cangkang dan serabut sebagai bahan bakar boiler. Untuk lebih jelasnya, struktur hierarki AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS disajikan pada Gambar 6.1 untuk limbah cair PKS dan 99

119 Gambar 6.2 untuk limbah padat PKS. Stuktur hierarki AHP tersebut akan dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kuesioner AHP yang dapat dilihat pada Lampiran 1. C. FORMULASI PERSAMAAN KENDALA-KENDALA Pada perumusan model optimasi dengan goal programming, terdapat dua jenis persamaan kendala yang diformulasikan, yaitu kendala sasaran dan kendala pembatas. Kendala sasaran merupakan bentuk persamaan kendala yang pada perhitungannya diusahakan agar nilai ruas kirinya (berupa persamaan kendala) sama dengan nilai ruas kanannya (berupa nilai sasaran yang ingin dicapai). Kendala pembatas merupakan bentuk fungsi kendala yang menunjukkan nilai keterbatasan dari ketersediaan sumberdaya yang digunakan pada fungsi kendala sasaran. 1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit a. Pendekatan ketersediaan sumberdaya Berdasarkan pendekatan ketersediaan sumberdaya, terdapat empat jenis sasaran yang ingin dicapai dengan masing-masing nilai sumberdaya yang menjadi kendala untuk mencapai sasaran tersebut. Berikut perumusan model kendala sasaran dan kendala pembatas dengan pendekatan ketersediaan sumberdaya : 1) Kendala sasaran biaya pengolahan limbah cair PKS Biaya pengolahan limbah cair PKS adalah biaya yang digunakan untuk mengolah limbah cair PKS dengan metode pengolahan tertentu yang dilakukan di suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Biaya pengolahan limbah cair PKS ini meliputi biaya investasi untuk pendirian unit IPAL serta biaya operasional dan pemeliharaan IPAL tersebut. Besarnya biaya pengolahan ini akan menentukan metode pengolahan limbah cair PKS yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan yang disesuaikan dengan anggaran biaya perusahaan tersebut yang dialokasikan untuk pengolahan limbah cair PKS yang dihasilkannya. Pada perumusan model kendala sasaran ini, biaya pengolahan yang diperhitungkan dibagi menjadi dua macam, pertama yaitu biaya pengolahan yang dibutuhkan untuk operasional pengolahan pendahuluan dan pengolahan utama secara anaerobik, kedua yaitu biaya pengolahan yang dibutuhkan untuk operasional pengolahan utama secara aerobik dan pengolahan akhir. 100

120 GOAL Pengolahan & pemanfaatan LCPKS yang optimal TUJUAN Teknologi pengolahan & pemanfaatan yang ramah lingkungan Biaya pengolahan & pemanfaatan yang terjangkau Pengolahan dan pemanfaatan yang dapat memberikan keuntungan AKTOR Industri kelapa sawit Litbang & Perguruan Tinggi Pemerintah Masyarakat FAKTOR Biaya pengolahan & pemanfaatan Proses pengolahan & pemanfaatan Keuntungan yang diperoleh Kebijakan pemerintah ALTERNATIF Metode kolam stabilisasi Metode tangki anaerobik aerasi lanjut Metode RANUT Gambar 6.1 Rancangan Struktur Hierarki Pengolahan & Pemanfaatan Limbah Cair PKS yang Optimal 101

121 Goal Pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS yang optimal Tujuan Teknologi pengolahan & pemanfaatan yang ramah lingkungan Biaya pengolahan & pemanfaatan yang terjangkau Pengolahan & pemanfaatan yang dapat memberikan keuntungan Aktor Industri kelapa sawit Litbang & Perguruan Tinggi Pemerintah Masyarakat Faktor Biaya pengolahan & pemanfaatan Proses pengolahan & pemanfaatan Keuntungan yang diperoleh Kebijakan pemerintah Peluang pasar Alternatif Mulsa Kompos Papan partikel Pulp Arang aktif Bahan bakar boiler Gambar 6.2 Rancangan Struktur Hierarki Pengolahan & Pemanfaatan Limbah Padat PKS yang Optimal 102

122 Hal ini disesuaikan dengan penerapan pemanfaatan limbah cair PKS untuk aplikasi lahan yang umumnya menggunakan limbah cair terolah dari proses pengolahan utama secara anaerobik, sehingga menyebabkan kapasitas pengolahan limbah cair PKS pada tahapan pengolahan berikutnya berkurang. Biaya pengolahan limbah cair PKS yang ditentukan yaitu berupa biaya yang dibutuhkan untuk mengolah 1 ton limbah cair PKS dengan metode pengolahan tertentu. Nilai biaya tersebut diperoleh dengan menghitung biaya investasi pendirian unit IPAL serta biaya operasional dan pemeliharaan IPAL yang dibutuhkan tiap tahunnya. Perhitungan analisis biaya pengolahan limbah cair PKS dengan metode pengolahan tertentu disajikan pada Lampiran 3 sampai Lampiran 6. Fungsi persamaan kendala sasaran biaya pengolahan limbah cair PKS yaitu sebagai berikut : ax 1 + bx 2 + cx 3 + dx 4 + DA DB = A Keterangan : a = biaya yang dibutuhkan untuk mengolah 1 ton limbah cair PKS dengan metode kolam anaerobik. b = biaya yang dibutuhkan untuk mengolah 1 ton limbah cair PKS dengan metode biologis tangki anaerobik. c = biaya yang dibutuhkan untuk mengolah 1 ton limbah cair PKS dengan metode RANUT. d = biaya pengolahan 1 ton limbah cair PKS pada fase aerobikaerasi hingga tahap penanganan akhir X 4 = jumlah limbah cair PKS yang diolah pada metode aerobik-aerasi DA = deviasi bawah (jumlah Rp. dimana biaya pengolahan limbah cair PKS tidak melebihi anggaran biaya pengolahan limbah cair PKS yang telah ditetapkan). DB = deviasi atas (jumlah Rp. dimana biaya pengolahan limbah cair PKS melebihi anggaran biaya pengolahan limbah cair PKS yang telah ditetapkan). A = biaya pengolahan limbah cair PKS yang disediakan oleh pihak perusahaan. 103

123 Pada fungsi persamaan kendala sasaran tersebut, perusahaan ingin meminimumkan biaya pengolahan limbah cair PKS agar tidak melebihi anggaran biaya pengolahan yang telah sediakan, sehingga nilai deviasi atas (DB) akan diminimumkan. 2) Kendala sasaran biaya pemanfaatan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan Pemanfaatan limbah cair terolah yang paling banyak diterapkan oleh industri pengolahan kelapa sawit adalah teknik aplikasi lahan, yaitu memanfaatkan limbah cair PKS yang telah diolah di IPAL sebagai air irigasi dan bahan penambah nutrisi tanah di lahan perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair terolah dengan aplikasi lahan dapat diterapkan dengan beberapa teknik, yaitu teknik flatbed, traktor-tangki dan longbed. Besarnya biaya pemanfaatan pada tiap-tiap teknik tersebut akan menentukan teknik aplikasi yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan yang disesuaikan dengan anggaran biaya perusahaan tersebut yang dialokasikan untuk pemanfaatan limbah cair terolah dengan aplikasi lahan. Biaya yang dihitung yaitu berupa biaya yang dibutuhkan untuk menerapkan teknik aplikasi lahan tertentu pada satu hektar lahan aplikasi. Nilai biaya tersebut diperoleh dengan menghitung biaya tetap berupa biaya investasi serta biaya tidak tetap berupa biaya operasional dan biaya pemeliharaan yang dibutuhkan tiap tahunnya. Biaya pemanfaatan limbah cair terolah akan dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan yang akan dijadikan lahan aplikasinya. Perhitungan analisis biaya pemanfaatan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan dengan teknik aplikasi tertentu disajikan pada Lampiran 7 sampai Lampiran 9. Fungsi persamaan kendala sasaran biaya pemanfaatan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan yaitu sebagai berikut : el 1 + fl 2 + gl 3 + DC DD = B Keterangan : e = biaya yang dibutuhkan untuk penerapan teknik flatbed pada 1 ha lahan aplikasi. f = biaya yang dibutuhkan untuk penerapan teknik traktor-tangki pada 1 ha lahan aplikasi. 104

124 g = biaya yang dibutuhkan untuk penerapan teknik longbed pada 1 ha lahan aplikasi. L 1 = luas lahan aplikasi yang menggunakan teknik flatbed. L 2 = luas lahan aplikasi yang menggunakan teknik traktor-tangki. L 3 = luas lahan aplikasi yang menggunakan teknik longbed. DC = deviasi bawah (jumlah Rp. dimana biaya pemanfaatan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan tidak melebihi anggaran biaya pemanfaatan yang telah ditetapkan). DD = deviasi atas (jumlah Rp. dimana biaya pemanfaatan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan melebihi anggaran biaya pemanfaatan yang telah ditetapkan). B = alokasi dana yang disediakan perusahaan untuk pemanfaatan limbah cair terolah dengan aplikasi lahan tiap tahunnya. Pada fungsi persamaan kendala sasaran tersebut, perusahaan ingin meminimumkan biaya pemanfaatan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan agar tidak melebihi anggaran biaya pemanfaatan yang telah sediakan, sehingga nilai deviasi atas (DD) akan diminimumkan. 3) Kendala sasaran pengolahan dan pemanfaatan keseluruhan limbah cair PKS Sasaran pengolahan keseluruhan limbah cair PKS ditetapkan agar seluruh limbah cair PKS dapat terolah pada IPAL sehingga potensi pencemaran lingkungan dapat diminimumkan. Kemudian, hasil pengolahan limbah cair PKS akan dimanfaatkan terutama sebagai sumber energi berupa biogas serta sebagai pupuk (penambah nutrisi tanah) dan pengairan pada lahan perkebunan atau disebut aplikasi lahan. Pemanfaatan yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan perusahaan (pabrik dan perkebunan kelapa sawit) terhadap energi dan pupuk (nutrisi) serta kemampuan IPAL dalam mengkonversi limbah cair PKS menjadi limbah cair terolah sehingga dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Fungsi persamaan kendala sasaran untuk pengolahan keseluruhan limbah cair PKS yaitu sebagai berikut : X 1 + X 2 + X 3 + DE DF = C 105

125 Keterangan : DE = deviasi bawah kendala pengolahan dan pemanfaatan keseluruhan limbah cair PKS (jumlah (ton) limbah cair PKS yang tidak dapat terolah dengan metode pengolahan tertentu). DF = deviasi atas kendala pengolahan dan pemanfaatan keseluruhan limbah cair PKS (jumlah (ton) limbah cair PKS yang dapat diolah dengan metode pengolahan tertentu yang melewati jumlah ton limbah cair PKS yang dihasilkan PKS). C = jumlah (ton) keseluruhan limbah cair PKS yang dihasilkan PKS tiap tahunnya. Pada fungsi persamaan kendala sasaran tersebut, perusahaan ingin mengolah limbah cair PKS yang dihasilkan oleh PKS dengan kapasitas olah yang semaksimal mungkin, sehingga nilai deviasi bawah (DE) dan deviasi atas (DF) akan diminimumkan. 4) Kendala sasaran keuntungan pemanfaatan limbah cair PKS Keuntungan dari pemanfaatan limbah cair PKS yaitu berupa nilai penghematan biaya yang diperoleh perusahaan apabila memanfaatkan hasil olahan limbah cair PKS dengan metode pengolahan tertentu sebagai irigasi dan pupuk (land application) serta sumber energi (biogas). Pada Lampiran 10 dapat dilihat cara penghitungan keuntungan yang diperoleh dari pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS dengan metode tertentu. Fungsi persamaan kendala sasaran keuntungan pemanfaatan limbah cair PKS yaitu sebagai berikut : hx 11 + ix 21 + jx 22 + kx 31 + lx 32 + DG DH = D Keterangan : h = keuntungan pemanfaatan tiap ton X 11 i = keuntungan pemanfaatan tiap ton X 21 j = keuntungan pemanfaatan tiap ton X 22 k = keuntungan pemanfaatan tiap ton X 31 l = keuntungan pemanfaatan tiap ton X 32 X 11 = kapasitas limbah cair PKS yang diolah dengan metode kolam anaerobik dan diaplikasikan ke lahan 106

126 X 21 X 22 X 31 X 32 DG DH D = kapasitas limbah cair PKS yang diolah dengan metode tangki anaerobik dan diaplikasikan ke lahan = kapasitas limbah cair PKS yang diolah dengan metode tangki anaerobik dan memanfaatkan biogas yang dihasilkan = kapasitas limbah cair PKS yang diolah dengan metode RANUT dan diaplikasikan ke lahan = kapasitas limbah cair PKS yang diolah dengan metode RANUT dan memanfaatkan biogas yang dihasilkan = deviasi bawah (jumlah (Rp) keuntungan dari penerapan metode pengolahan limbah cair PKS dan pemanfaatannya tidak melebihi total anggaran biaya yang disediakan perusahaan). = deviasi atas (jumlah (Rp) dimana keuntungan dari penerapan metode pengolahan limbah cair PKS dan pemanfaatannya melebihi total anggaran biaya yang disediakan perusahaan). = Anggaran yang disediakan perusahaan untuk mengolah dan memanfaatkan limbah cair PKS. Pada fungsi persamaan kendala sasaran tersebut, perusahaan ingin mengolah limbah cair PKS yang dihasilkan oleh PKS dengan metode pengolahan dan metode pemanfaatan tertentu sehingga dapat menghasilkan nilai tambah (keuntungan) yang dapat menutupi total biaya yang dibutuhkan untuk penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan tersebut, sehingga nilai deviasi bawah (DG) akan diminimumkan. 5) Kendala pembatas ketersediaan sumberdaya Berdasarkan fungsi persamaan kendala sasaran yang telah dirumuskan, maka dirumuskan beberapa fungsi persamaan kendala pembatas yang diperlukan untuk menyesuaikan antara ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan dalam usaha pencapaian sasaran dengan nilai sasaran yang ingin dicapai. Fungsi persamaan kendala pembatas tersebut yaitu : Batas lahan perkebunan untuk aplikasi limbah cair terolah pada tiap teknik aplikasi lahan L 1 LL 1 ; L 2 LL 2 ; L 3 LL 3 Kapasitas limbah cair terolah yang diolah lebih lanjut secara aerobik (X 4 ) 107

127 k 11 X 1 + k 21 X 2 + k 31 X 3 X 11 X 21 X 31 = X 4 Kesesuaian antara kebutuhan limbah cair terolah untuk aplikasi lahan dengan limbah cair terolah yang dihasilkan L 1 K 1 + L 2 K 2 + L 3 K 3 k 11 X 1 + k 21 X 2 + k 31 X 3 L 1 K 1 + L 2 K 2 + L 3 K 3 = X 11 + X 21 + X 31 Kebutuhan biogas untuk memenuhi kebutuhan energi PKS k 22 X 22 + k 32 X 32 = E Kesesuaian produksi biogas pada metode tertentu dengan kapasitas limbah cair PKS yang diolah dengan metode tersebut X 2 X 22 0 X 3 X 32 0 Kesesuaian produksi limbah cair terolah pada metode tertentu dengan kapasitas limbah cair PKS yang diolah dengan metode tersebut k 11 X 1 X 11 0 k 21 X 2 X 21 0 k 31 X 3 X 31 0 Kendala hubungan antara variabel keputusan pendekatan sumberdaya dengan pendekatan AHP X 1 C Y 1 = 0 X 2 C Y 2 = 0 X 3 C Y 3 = 0 Keterangan : K 1 = Kebutuhan limbah cair terolah untuk diaplikasikan dengan teknik flatbed pada 1 ha lahan perkebunan K 2 = Kebutuhan limbah cair terolah untuk diaplikasikan dengan teknik traktor tangki pada 1 ha lahan perkebunan K 3 = Kebutuhan limbah cair terolah untuk diaplikasikan dengan teknik longbed pada 1 ha lahan perkebunan LL 1 = Luas lahan perkebunan yang tersedia untuk aplikasi teknik flatbed LL 2 = Luas lahan perkebunan yang tersedia untuk aplikasi teknik traktor tangki LL 3 = Luas lahan perkebunan yang tersedia untuk aplikasi teknik longbed 108

128 k 11 k 21 k 31 k 22 k 32 E = tingkat konversi limbah cair PKS menjadi limbah cair terolah dengan menerapkan metode kolam stabilisasi = tingkat konversi limbah cair PKS menjadi limbah cair terolah dengan menerapkan metode tangki anaerobik = tingkat konversi limbah cair PKS menjadi limbah cair terolah dengan menerapkan metode RANUT = tingkat konversi limbah cair PKS menjadi biogas dengan metode tangki anaerobik = tingkat konversi limbah cair PKS menjadi biogas dengan metode RANUT = Kebutuhan biogas untuk memenuhi kebutuhan energi listrik PKS b. Pendekatan AHP Nilai hasil analisis metode AHP akan dijadikan nilai bobot pada pemodelan fungsi kendala sasaran untuk pencapaian nilai global dan nilai lokal AHP pada pemodelan GP yang dilakukan. Nilai global AHP adalah nilai tingkat pencapaian elemen goal pada hierarki AHP apabila menerapkan komponen alternatif tertentu pada hierarki AHP tersebut. Nilai lokal AHP adalah nilai tingkat pencapaian tiap elemen kriteria dalam hierarki AHP apabila menerapkan komponen alternatif tertentu pada hierarki AHP tersebut. Berdasarkan struktur hierarki AHP untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS yang ditunjukkan pada Gambar 6.1, maka fungsi persamaan kendala sasaran berdasarkan pendekatan AHP yaitu sebagai berikut : 1) Nilai global AHP untuk limbah cair PKS : S AHP.X1 = (TC 1 KTC 1 ) + (TC 2 KTC 2 ) + (TC 3 KTC 3 ) S AHP.X2 = (TC 1 TTC 1 ) + (TC 2 TTC 2 ) + (TC 3 TTC 3 ) S AHP.X3 = (TC 1 RTC 1 ) + (TC 2 RTC 2 ) + (TC 3 RTC 3 ) Fungsi persamaan kendala sasarannya : S AHP.X1 Y 1 + S AHP.X2 Y 2 + S AHP.X3 Y 3 + DI - DJ = TS cair Keterangan : S AHP.Xi = Nilai total pencapaian sasaran/tujuan TC j apabila menerapkan metode pengolahan i TC j = Nilai bobot sasaran/tujuan j 109

129 KTC j TTC j RTC j DI DJ = Nilai bobot pencapaian sasaran/tujuan j apabila menerapkan metode kolam stabilisasi = Nilai bobot pencapaian sasaran/tujuan j apabila menerapkan metode tangki anaerobik = Nilai bobot pencapaian sasaran/tujuan j apabila menerapkan metode RANUT = deviasi bawah (ketidaktercapaian nilai global AHP) = deviasi atas (nilai global AHP yang terlewati) TS cair = Nilai global AHP yang merupakan jumlah dari S AHP.Xi, dengan i : 1 = Metode kolam stabilisasi 2 = Metode tangki anaerobik aerasi lanjut 3 = Metode RANUT, dengan j : 1 = Teknologi penanganan limbah cair PKS yang ramah lingkungan 2 = Biaya penanganan limbah cair PKS yang terjangkau 3 = Penanganan limbah cair PKS yang dapat memberikan keuntungan Pada fungsi persamaan kendala tersebut, nilai TS cair yang dicapai ingin dimaksimalkan sehingga deviasi bawah (DI) akan diminimumkan. 2) Nilai lokal AHP untuk limbah cair PKS fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP berdasarkan tujuan ramah lingkungan: KTC 1 Y 1 + TTC 1 Y 2 + RTC 1 Y 3 + DK 1 DL 1 = T TC1 fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP berdasarkan tujuan biaya terjangkau: KTC 2 Y 1 + TTC 2 Y 2 + RTC 2 Y 3 + DK 2 DL 2 = T TC2 fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP berdasarkan tujuan memperoleh keuntungan: KTC 3 Y 1 + TTC 3 Y 2 + RTC 3 Y 3 + DK 3 DL 3 = T TC3 Keterangan : T TCj = Nilai lokal atau pencapaian sasaran/tujuan j apabila menerapkan metode pengolahan limbah cair PKS tertentu 110

130 DK j = deviasi bawah (ketidaktercapaian nilai T TCj ) DL j = deviasi atas (nilai T TCj yang terlewati) Pada fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP tersebut, nilai lokal (T TCj ) yang dicapai ingin dimaksimalkan, sehingga nilai deviasi bawah (DK 1, DK 2 dan DK 3 ) akan diminimumkan. 2. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) a. Pendekatan ketersediaan sumberdaya Berdasarkan pendekatan ketersediaan sumberdaya, terdapat tiga jenis sasaran yang ingin dicapai dengan masing-masing nilai sumberdaya yang menjadi kendala untuk mencapai sasaran tersebut. Berikut perumusan model kendala sasaran dan kendala pembatas dengan pendekatan ketersediaan sumberdaya : 1) Kendala sasaran biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS Biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS meliputi biaya investasi untuk pendirian serta biaya operasional unit pengolahan dan pemanfaatan TKKS dengan metode tertentu. Besarnya biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS tersebut akan menentukan metode yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan dengan menyesuaikan pada anggaran biaya perusahaan. Biaya pengolahan TKKS yang dihitung yaitu berupa biaya yang dibutuhkan untuk mengolah 1 ton TKKS dengan metode pengolahan tertentu, misalnya dengan mengolah TKKS menjadi kompos. Nilai biaya tersebut diperoleh dengan menghitung biaya tetap berupa biaya investasi yang diperlukan untuk mendirikan unit pengolahan TKKS menjadi kompos dan biaya tidak tetap berupa biaya operasional dan pemeliharaan yang dibutuhkan tiap tahunnya. Sementara itu, biaya pemanfaatan TKKS yang dihitung yaitu berupa biaya yang dibutuhkan untuk memanfaatkan 1 ton TKKS untuk diterapkan di lahan perkebunan, misalnya pemanfaatan TKKS sebagai mulsa atau pupuk kompos di lahan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, diperhitungkan juga biaya penjualan kompos TKKS ke pihak lain. Perhitungan analisis biaya pengolahan TKKS dengan metode pengolahan dan pemanfaatan tertentu disajikan pada Lampiran 11 sampai Lampiran 13. Fungsi persamaan kendala sasaran biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS yaitu sebagai berikut : 111

131 Keterangan : m n p q X 7 X 8 DM DN F mx 5 + nx 6 + px 7 + qx 8 + DM - DN = F = biaya penerapan 1 ton TKKS sebagai mulsa = biaya pengolahan 1 ton TKKS menjadi kompos = biaya aplikasi 1 ton kompos TKKS di lahan perkebunan = biaya penjualan 1 ton kompos TKKS ke pihak lain = jumlah kompos TKKS yang diaplikasikan di lahan perkebunan = jumlah kompos TKKS yang dijual ke pihak lain = deviasi bawah (jumlah (Rp) biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS tidak melebihi anggaran biaya yang telah disediakan) = deviasi atas (jumlah (Rp) biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS melebihi anggaran biaya yang telah disediakan) = alokasi biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS yang disediakan oleh perusahaan Pada fungsi persamaan kendala sasaran tersebut, perusahaan ingin meminimumkan biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS agar tidak melebihi anggaran biaya yang telah disediakan, sehingga nilai deviasi atas (DN) akan diminimumkan. 2) Kendala sasaran pengolahan dan pemanfaatan TKKS Sasaran pengolahan dan pemanfaatan keseluruhan TKKS dirumuskan agar seluruh TKKS dapat diolah dan dimanfaatkan dengan metode yang diterapkan. Pemanfaatan yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan perusahaan, dalam hal ini kebutuhan perkebunan kelapa sawit terhadap pupuk organik (kompos) atau mulsa untuk diaplikasikan pada lahan perkebunan kelapa sawit. Fungsi persamaan kendala sasaran pengolahan dan pemanfaatan seluruh TKKS yaitu sebagai berikut: X 5 + X 6 + DO DP = G Keterangan : DO DP = deviasi bawah kendala pengolahan dan pemanfaatan seluruh TKKS = deviasi atas kendala pengolahan dan pemanfaatan seluruh 112

132 TKKS G = jumlah TKKS yang dihasilkan tiap tahun Pada fungsi persamaan kendala sasaran tersebut, perusahaan ingin mengolah dan memanfaatkan TKKS yang dihasilkan oleh PKS dengan kapasitas yang semaksimal mungkin, sehingga nilai deviasi bawah (DO) dan deviasi atas (DP) akan diminimumkan. 3) Kendala sasaran keuntungan pemanfaatan TKKS Keuntungan dari pemanfaatan TKKS yaitu berupa nilai biaya penghematan yang diperoleh perusahaan apabila memanfaatkan hasil olahan TKKS sebagai mulsa ataupun pupuk kompos pada lahan perkebunan kelapa sawit serta keuntungan yang diperoleh dari penjualan kompos TKKS kepada pihak lain. Cara penghitungan keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan TKKS ini dapat dilihat pada Lampiran 14. Fungsi persamaan kendala sasaran nilai tambah (keuntungan) pemanfaatan TKKS yaitu sebagai berikut : rx 52 + sx 53 + tx 54 + ux 61 + vx 62 + wx 63 + yx 8 + DQ DR = F Keterangan : r = keuntungan memanfaatkan 1 ton TKKS sebagai mulsa pada lahan dengan tanaman kelapa sawit TBM 2 s = keuntungan memanfaatkan 1 ton TKKS sebagai mulsa pada lahan berpasir dengan tanaman kelapa sawit TM t = keuntungan memanfaatkan 1 ton TKKS sebagai mulsa pada lahan mineral normal dengan tanaman kelapa sawit TM u = keuntungan memanfaatkan 1 ton kompos TKKS pada lahan dengan tanaman kelapa sawit TBM 1 v = keuntungan memanfaatkan 1 ton kompos TKKS pada lahan dengan tanaman kelapa sawit TBM 2 w = keuntungan memanfaatkan 1 ton kompos TKKS pada lahan dengan tanaman kelapa sawit TM y = keuntungan yang diperoleh dengan menjual tiap ton kompos TKKS X 52 = jumlah TKKS yang dimanfaatkan sebagai mulsa pada lahan 113

133 X 53 X 54 X 61 X 62 X 63 DQ DR yang ditumbuhi TBM 2 = jumlah TKKS yang dimanfaatkan sebagai mulsa pada lahan berpasir yang ditumbuhi TM = jumlah TKKS yang dimanfaatkan sebagai mulsa pada lahan mineral normal yang ditumbuhi TM = jumlah kompos TKKS yang dimanfaatkan pada lahan yang ditumbuhi TBM 1 = jumlah kompos TKKS yang dimanfaatkan pada lahan yang ditumbuhi TBM 2 = jumlah kompos TKKS yang dimanfaatkan pada lahan yang ditumbuhi TM = deviasi bawah (jumlah Rp dimana keuntungan dari penerapan metode pengolahan TKKS dan pemanfaatannya tidak melebihi total biaya pengolahan TKKS dan pemanfaatannya). = deviasi atas (jumlah Rp dimana keuntungan dari penerapan metode pengolahan TKKS dan pemanfaatannya melebihi total biaya pengolahan TKKS dan pemanfaatannya). Pada fungsi persamaan kendala sasaran tersebut, perusahaan ingin mengolah TKKS yang dihasilkan oleh PKS dengan metode pengolahan dan metode pemanfaatan tertentu sehingga dapat menghasilkan nilai tambah (keuntungan) yang dapat menutupi total biaya yang dibutuhkan untuk penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan tersebut, sehingga nilai deviasi bawah (DQ) akan diminimumkan. 4) Kendala pembatas ketersediaan sumberdaya Berdasarkan fungsi persamaan kendala sasaran yang telah dirumuskan, maka dirumuskan beberapa fungsi persamaan kendala pembatas yang diperlukan untuk menyesuaikan antara ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan dalam usaha pencapaian sasaran dengan nilai sasaran yang ingin dicapai. Fungsi persamaan kendala pembatas tersebut yaitu : Luas lahan perkebunan yang akan diaplikasikan mulsa atau kompos TKKS berdasarkan umur tanaman kelapa sawitnya. L 51 H 1 ; L 52 I 1 ; L 53 J ; L 54 N 114

134 L 61 H 2 ; L 62 I 2 ; L 63 P Kesesuaian antara TKKS sebagai mulsa dan pemanfaatannya di lahan. X 5 M 51 L 51 M 52 L 52 M 53 L 53 M 54 L 54 = 0 Kesesuaian antara jumlah kompos TKKS yang dimanfaatkan di lahan perkebunan dengan pemanfaatan kompos TKKS tersebut di tiap luas lahan perkebunan yang ditumbuhi tanaman kelapa sawit berumur tertentu. X 7 K 61 L 61 K 62 L 62 K 63 L 63 = 0 Kesesuaian antara mulsa yang dimanfaatkan dan luas lahan yang ditumbuhi tanaman kelapa sawit berumur tertentu. M 51 L 51 X 51 = 0 ; M 52 L 52 X 52 = 0 ; M 53 L 53 X 53 = 0 ; M 54 L 54 X 54 = 0 Kesesuaian antara jumlah kompos TKKS yang dimanfaatkan di lahan perkebunan dan luas lahan yang ditumbuhi tanaman kelapa sawit berumur tertentu. K 61 L 61 X 61 = 0 ; K 62 L 62 X 62 = 0; K 63 L 63 X 63 = 0 Kesesuaian jumlah kompos TKKS yang dihasilkan dan dimanfaatkan. Y k X 6 X 7 X 8 = 0 Kendala hubungan antara variabel keputusan pendekatan sumberdaya dengan pendekatan AHP. X 5 GY 5 0 X 6 GY 6 0 Keterangan : L 51 = luas lahan TBM 1 yang diaplikasikan mulsa L 52 = luas lahan TBM 2 yang diaplikasikan mulsa L 53 = luas lahan (berpasir) TM yang diaplikasikan mulsa L 54 = luas lahan (normal) TM yang diaplikasikan mulsa L 61 = luas lahan TBM 1 yang diaplikasikan kompos L 62 = luas lahan TBM 2 yang diaplikasikan kompos L 63 = luas lahan TM yang diaplikasikan kompos H 1 = luas lahan perkebunan dengan TBM 1 yang dipertimbangkan untuk diaplikasikan mulsa H 2 = luas lahan perkebunan dengan TBM 1 yang dipertimbangkan 115

135 untuk diaplikasikan kompos TKKS I 1 = luas lahan perkebunan dengan TBM 2 yang dipertimbangkan untuk diaplikasikan mulsa I 2 = luas lahan perkebunan dengan TBM 2 yang dipertimbangkan untuk diaplikasikan kompos J = luas lahan perkebunan (sifat lahan berpasir) dengan TM yang dipertimbangkan untuk diaplikasikan mulsa N = luas lahan perkebunan (sifat lahan normal) dengan TM yang dipertimbangkan untuk diaplikasikan mulsa P = luas lahan perkebunan dengan TM yang dipertimbangkan untuk diaplikasikan kompos TKKS M 51 = jumlah TKKS yang diaplikasikan sebagai mulsa pada 1 ha lahan TBM 1 M 52 = jumlah TKKS yang diaplikasikan sebagai mulsa pada 1 ha lahan TBM 2 M 53 = jumlah TKKS yang diaplikasikan sebagai mulsa pada 1 ha lahan (berpasir) TM M 54 = jumlah TKKS yang diaplikasikan sebagai mulsa pada 1 ha lahan (normal) TM K 61 = jumlah kompos TKKS yang diaplikasikan pada 1 ha lahan TBM 1 K 62 = jumlah kompos TKKS yang diaplikasikan pada 1 ha lahan TBM 2 K 63 = jumlah kompos TKKS yang diaplikasikan pada 1 ha lahan TM X 51 = jumlah TKKS yang dimanfaatkan sebagai mulsa pada lahan yang ditanami TBM 1 Y k = tingkat konversi TKKS menjadi kompos b. Pendekatan AHP Berdasarkan pada struktur hierarki AHP untuk optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat PKS yang ditunjukkan pada Gambar 6.2 serta disesuaikan dengan ruang lingkup penelitian yang fokus pada jenis limbah padat 116

136 tandan kosong kelapa sawit (TKKS), maka fungsi persamaan kendala sasaran berdasarkan pendekatan AHP yaitu sebagai berikut : 1) Nilai global AHP untuk TKKS S AHP.X5 = (TP 1 MTP 1 ) + (TP 2 MTP 2 ) + (TP 3 MTP 3 ) S AHP.X6 = (TP 1 KTP 1 ) + (TP 2 KTP 2 ) + (TP 3 KTP 3 ) Fungsi persamaan kendala sasarannya : S AHP.X5 Y 5 + S AHP.X6 Y 6 + DS - DT = TS tandan Keterangan : S AHP.Xi = Nilai total pencapaian sasaran/tujuan TP j apabila menerapkan metode pengolahan i TP j = Nilai bobot sasaran/tujuan j MTP j = Nilai bobot pencapaian sasaran/tujuan j apabila menerapkan metode mulsa KTP j = Nilai bobot pencapaian sasaran/tujuan j apabila menerapkan metode teknologi kompos DS = deviasi bawah (ketidaktercapaian nilai global AHP) DT = deviasi atas (nilai global AHP yang terlewati) TS tandan = Nilai global AHP yang merupakan jumlah dari S AHP.Xi, dengan i : 5 = Metode mulsa 6 = Metode teknologi kompos, dengan j : 1 = Teknologi penanganan TKKS yang ramah lingkungan 2 = Biaya penanganan TKKS yang terjangkau 3 = Penanganan TKKS yang dapat memberikan keuntungan Pada fungsi persamaan kendala tersebut, nilai TS AHP yang dicapai ingin dimaksimalkan sehingga deviasi bawah (DS) akan diminimumkan. 2) Nilai lokal AHP untuk TKKS Fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP berdasarkan tujuan ramah lingkungan: MTP 1 Y 5 + KTP 1 Y 6 + DU 1 DV 1 = T TP1 117

137 Fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP berdasarkan tujuan biaya terjangkau: MTP 2 Y 5 + KTP 2 Y 6 + DU 2 DV 2 = T TP2 Fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP berdasarkan tujuan memperoleh keuntungan: MTP 3 Y 5 + KTP 3 Y 6 + DU 3 DV 3 = T TP3 Keterangan : T TPj = Nilai lokal atau pencapaian sasaran/tujuan j apabila menerapkan metode pengolahan TKKS tertentu DU j = deviasi bawah (ketidaktercapaian nilai T TPj ) DV j = deviasi atas (nilai T TPj yang terlewati) Pada fungsi persamaan kendala sasaran nilai lokal AHP tersebut, nilai lokal (T TPj ) yang dicapai ingin dimaksimalkan, sehingga nilai deviasi bawah (DU 1, DU 2 dan DU 3 ) akan diminimumkan. D. FORMULASI FUNGSI TUJUAN Fungsi persamaan tujuan yang dibentuk merupakan penjumlahan dari nilai deviasi pada fungsi-fungsi persamaan kendala sasaran yang harus diminimumkan agar sasaran yang dimaksud dapat atau mendekati tercapai. 1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Fungsi persamaan tujuan optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dapat dirumuskan sebagai berikut : Minimumkan Z = DB + DD + DE + DF + DG + DI + W TC1 DK 1 + W TC2 DK 2 + W TC3 DK 3 Keterangan : W TC1 = Bobot hasil penghitungan AHP untuk sasaran teknologi penanganan limbah cair PKS yang ramah lingkungan W TC2 = Bobot hasil penghitungan AHP untuk sasaran biaya penanganan limbah cair PKS yang terjangkau. W TC3 = Bobot hasil penghitungan AHP untuk sasaran teknologi penanganan limbah cair PKS yang dapat memberikan keuntungan 118

138 Pada variabel deviasi DK j, terdapat koefisien W TCj yang merupakan bobot prioritas dari tujuan/sasaran j, dimana semakin besar nilai W TCj maka tujuan/sasaran j tersebut memiliki prioritas yang lebih besar untuk dicapai lebih dahulu daripada tujuan/sasaran lain yang memiliki nilai W TCj yang lebih kecil. 2. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Fungsi persamaan tujuan optimalisasi pemanfaatan TKKS dapat dirumuskan sebagai berikut : Minimumkan Y = DN + DO + DP + DQ + DS + W TP1 DU 1 + W TP2 DU 2 + W TP3 DU 3 Keterangan : W TP1 = Bobot hasil penghitungan AHP untuk sasaran teknologi penanganan TKKS yang ramah lingkungan W TP2 = Bobot hasil penghitungan AHP untuk sasaran biaya penanganan TKKS yang terjangkau. W TP3 = Bobot hasil penghitungan AHP untuk sasaran teknologi penanganan TKKS yang dapat memberikan keuntungan Pada variabel deviasi DU j, terdapat koefisien W TPj yang merupakan bobot prioritas dari tujuan/sasaran j, dimana semakin besar nilai W TPj maka tujuan/sasaran j tersebut memiliki prioritas yang lebih besar untuk dicapai lebih dahulu daripada tujuan/sasaran lain yang memiliki nilai W TPj yang lebih kecil. 119

139 VII. IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN A. VERIFIKASI MODEL 1. Model Analisis Biaya Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Model analisis biaya penanganan limbah pabrik kelapa sawit dirancang untuk melakukan proses analisis biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit dengan metode pengolahan dan pemanfaatan tertentu. Keluaran model ini yaitu nilai biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya operasional dan biaya pokok dari penerapan metode-metode pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yang dikaji pada model serta nilai keuntungan dari pemanfaatan pabrik kelapa sawit tersebut. Pada sistem yang dikembangkan, model analisis biaya penanganan limbah pabrik kelapa sawit dibagi menjadi dua model sesuai dengan jenis limbah yang dikaji, yaitu model analisis biaya penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) dan model analisis biaya penanganan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Verifikasi model analisis biaya dilakukan untuk memastikan proses penghitungan analisis biaya yang dilakukan pada model telah berlangsung dengan benar dan menghasilkan nilainilai keluaran yang benar pula. a. Model analisis biaya penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit Model analisis biaya penanganan limbah cair PKS akan melakukan tahapan analisis biaya dan analisis keuntungan dari penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS. Metode pengolahan limbah cair PKS yang dikaji pada model ini yaitu metode kolam anaerobik, tangki anaerobik, reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT) dan kolam aerobik. Sementara, metode pemanfaatan hasil pengolahan limbah cair PKS yang dikaji pada model ini adalah teknik-teknik aplikasi lahan yang terdiri dari teknik flatbed, traktor-tangki dan longbed. Nilai keuntungan yang dikaji pada model ini yaitu berupa nilai penghematan biaya penyediaan pupuk anorganik, penghematan biaya pengolahan limbah secara aerobik karena telah memanfaatkan limbah cair terolah di lahan perkebunan, penghematan biaya penyediaan bahan bakar pembangkit energi listrik karena memanfaatkan biogas sebagai sumber energi, serta penghematan luasan lahan IPAL yang digunakan. Tampilan menu model analisis biaya penanganan limbah cair PKS disajikan pada Gambar

140 Gambar 7.1. Tampilan menu model analisis biaya penanganan limbah cair PKS Masukan model Proses pemasukan data ke dalam model analisis biaya penanganan limbah cair PKS hanya dapat dilakukan oleh pengguna dengan status administrator. Datadata yang dimasukkan ke dalam model analisis biaya ini terdiri dari data komponen biaya pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS dari masingmasing metode yang dikaji serta data hasil penelitian mengenai pemanfaatan limbah cair PKS. Data-data ini diperoleh dari hasil studi literatur dan beberapa data merupakan asumsi dari peneliti dengan pertimbangan literatur yang ada. Data-data yang digunakan pada model analisis biaya ini dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai Lampiran 6 untuk analisis biaya pengolahan limbah cair PKS, Lampiran 7 sampai Lampiran 9 untuk analisis biaya pemanfaatan limbah cair PKS terolah dan Lampiran 10 untuk analisis keuntungan pemanfaatan hasil pengolahan limbah cair PKS. Proses penghitungan Tahapan proses penghitungan yang dilakukan pada model analisis biaya penanganan limbah cair PKS juga disajikan pada lampiran-lampiran yang telah disebutkan di atas. Pada Gambar 7.2 disajikan salah satu tampilan contoh 121

141 penghitungan analisis biaya pengolahan hasil pengolahan limbah cair PKS yang dilakukan di dalam model. Gambar 7.2. Tampilan form analisis biaya tetap pada penerapan metode kolam anaerobik Keluaran model Keluaran model analisis biaya penanganan limbah cair PKS disajikan pada Tabel 7.1 sampai Tabel 7.3. Tabel 7.1. Nilai hasil penghitungan analisis biaya penerapan metode pengolahan limbah cair Komponen biaya yang dihitung Metode Biaya tidak Biaya Biaya pokok pengolahan Biaya tetap tetap operasional (Rp/ton limbah cair (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) limbah cair) Kolam anaerobik , , Tangki anaerobik , , RANUT Kolam anaerobik , ,

142 Tabel 7.2. Nilai hasil penghitungan analisis biaya penerapan teknik aplikasi lahan untuk memanfaatkan limbah cair terolah Komponen biaya yang dihitung Teknik Biaya tidak Biaya Biaya Biaya aplikasi aplikasi Biaya tetap tetap operasional pokok (Rp/ha/tahun) lahan (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/liter) Flatbed Traktortangki Longbed Tabel 7.3. Nilai hasil penghitungan analisis keuntungan pemanfaatan limbah cair Metode Nilai keuntungan dari pemanfaatan limbah cair pengolahan limbah cair Aplikasi lahan (Rp/ton LCPKS) Biogas (Rp/ton LCPKS) Lahan IPAL (Rp/tahun) Kolam anaerobik Tangki anaerobik RANUT b. Model analisis biaya penanganan tandan kosong kelapa sawit Model analisis biaya penanganan TKKS akan melakukan tahapan analisis biaya dan analisis keuntungan dari penerapan metode pengolahan dan pemanfaatan TKKS. Metode pengolahan TKKS yang dikaji pada model ini adalah metode teknologi kompos TKKS. Sementara, metode pemanfaatan TKKS yang dikaji pada model ini yaitu aplikasi mulsa, aplikasi kompos TKKS dan pemasaran/penjualan kompos TKKS. Nilai keuntungan yang dikaji pada model ini yaitu berupa nilai penghematan biaya penyediaan pupuk anorganik karena telah memanfaatkan TKKS sebagai mulsa atau mengaplikasikan kompos TKKS di lahan perkebunan. Selain itu, nilai keuntungan juga diperoleh dari pemasaran/penjualan kompos TKKS kepada pihak lain. Tampilan menu model analisis biaya penanganan TKKS disajikan pada Gambar 7.3. Masukan model Sama halnya dengan model sebelumnya, proses pemasukan data ke dalam model analisis biaya penanganan TKKS hanya dapat dilakukan oleh pengguna dengan status administrator. Data-data yang dimasukkan ke dalam model analisis biaya ini terdiri dari data komponen biaya pengolahan dan pemanfaatan TKKS dari masing-masing metode yang dikaji serta data hasil penelitian mengenai 123

143 Gambar 7.3. Tampilan menu model analisis biaya penanganan TKKS pemanfaatan TKKS tersebut. Data-data ini diperoleh dari hasil studi literatur dan beberapa data merupakan asumsi dari peneliti dengan pertimbangan literatur yang ada. Data-data yang digunakan pada model analisis biaya ini dapat dilihat pada Lampiran 11 untuk analisis biaya aplikasi mulsa, Lampiran 12 untuk analisis biaya metode teknologi kompos TKKS, Lampiran 13 untuk analisis biaya aplikasi kompos TKKS dan pemasaran/penjualan kompos tersebut serta Lampiran 14 untuk analisis keuntungan pemanfaatan TKKS. Proses penghitungan Tahapan proses penghitungan yang dilakukan pada model analisis biaya penanganan TKKS juga disajikan pada lampiran-lampiran yang telah disebutkan di atas. Pada Gambar 7.4 disajikan salah satu contoh penghitungan analisis biaya pengolahan TKKS yang dilakukan di dalam model. Keluaran model Keluaran model analisis biaya penanganan TKKS disajikan pada Tabel 7.4 sampai Tabel

144 Gambar 7.4. Tampilan form analisis biaya tidak tetap pada penerapan metode teknologi kompos TKKS Tabel 7.4. Nilai hasil penghitungan analisis biaya metode pengolahan TKKS Komponen biaya yang dihitung Metode Biaya tidak Biaya pengolahan Biaya tetap tetap operasional tandan kosong (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) Teknologi kompos Biaya pokok (Rp/ton TKKS) Tabel 7.5. Nilai hasil penghitungan analisis biaya penerapan metode pemanfaatan TKKS Komponen biaya yang dihitung Metode Biaya tidak Biaya Biaya pokok pemanfaatan Biaya tetap tetap operasional (Rp/ton kompos tandan kosong (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) TKKS) Aplikasi mulsa Aplikasi kompos Pemasaran kompos

145 Tabel 7.6. Nilai hasil penghitungan analisis keuntungan pemanfaatan TKKS Nilai keuntungan pemanfaatan tandan kosong Metode pemanfaatan Nilai keuntungan (Rp/ton tandan kosong Jenis lahan aplikasi TKKS) TBM Aplikasi mulsa TM (lahan berpasir) TM (lahan normal) Jenis lahan aplikasi Nilai keuntungan (Rp/ton kompos TKKS) TBM Aplikasi kompos tandan TBM kosong TM Penjualan kompos tandan kosong Harga jual (Rp/ton kompos tandan kosong) Nilai keuntungan (Rp/ton kompos TKKS) Model Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Model optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit dirancang untuk menentukan rekomendasi metode pengolahan dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yang dapat secara optimal diterapkan oleh pihak industri kelapa sawit. Model ini menggunakan metode goal programming sebagai metode analisis optimasi yang dikombinasikan dengan metode analytical hierarchy process. Proses operasional pada model ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu formulasi fungsi kendala dengan pendekatan sumberdaya, formulasi fungsi kendala dengan pendekatan AHP, formulasi fungsi kendala dan fungsi tujuan secara keseluruhan, penghitungan nilai optimal dari variabel-variabel pada fungsi kendala dan fungsi tujuan, serta analisis nilai optimal tersebut. Proses operasional pada model ini tidak dapat dilakukan apabila data dan informasi pada menu profil perusahaan dan tahapan analisis pada model analisis biaya penangananan limbah tidak dilengkapi terlebih dahulu. Pada sistem yang dikembangkan, model optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit dibagi menjadi dua model sesuai dengan jenis limbah yang dikaji, yaitu model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dan model optimalisasi pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Verifikasi model optimalisasi ini dilakukan untuk memastikan proses penghitungan, formulasi fungsi kendala dan fungsi tujuan, serta analisis nilai optimal yang terjadi pada model telah berlangsung dengan benar dan menghasilkan nilai-nilai keluaran yang benar pula. 126

146 a. Model optimalisasi pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit Model optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dirancang untuk menentukan rekomendasi metode pengolahan dan pemanfaatan hasil pengolahan limbah cair PKS yang dapat secara optimal diterapkan oleh pihak industri kelapa sawit. Berikut tahapan optimalisasi yang dilakukan di dalam model ini : Formulasi fungsi kendala pendekatan sumberdaya Tahap formulasi fungsi kendala pendekatan sumberdaya berfungsi untuk memformulasikan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS yang dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya yang dimiliki oleh pihak industri kelapa sawit. Proses formulasi dilakukan dengan memasukkan nilai koefisien variabel-variabel pada fungsi kendala sasaran serta kendala pembatas pendekatan sumberdaya yang telah dirumuskan dan dijelaskan pada Bab VI. Nilai koefisien variabel yang digunakan pada tahap ini disajikan pada Tabel 7.7. Nilai koefisien tersebut diperoleh dari (1) studi literatur, (2) hasil wawancara dengan pakar dan (3) hasil penghitungan pada model analisis biaya penanganan limbah cair PKS. Sebagian nilai koefisien-koefisien ada yang langsung dimasukkan pada form tahapan formulasi fungsi kendala pendekatan sumberdaya dan sebagian lainnya secara otomatis akan masuk ke dalam form setelah menekan tombol tertentu. Nilai koefisien-koefisien yang langsung dimasukkan pada form tahapan formulasi fungsi pendekatan sumberdaya yaitu koefisien A, B,C, LL 1, LL 2 dan LL 3. Nilai koefisien-koefisien ini dapat dimasukkan ke dalam form baik oleh administrator maupun pengguna biasa. Pada Gambar 7.5 disajikan tampilan form tahapan formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan sumberdaya. Berikut hasil formulasi fungsi kendala sasaran dan kendala pembatas optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS melalui pendekatan sumberdaya : Fungsi kendala sasaran : 4873 X X X X 4 + DA DB = L L L 3 + DC DD = X 1 + X 2 + X 3 + DE DF = X X X X X 32 + DG DH =

147 Tabel 7.7. Nilai koefisien variabel-variabel pada formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan sumberdaya Simbol Nilai Sumber koefisien koefisien Fungsi kendala sasaran a 4873 b 6832 c 9064 d 2386 e f g h 2993 i 2988 j 6152 k 2933 l 8075 A B C D Fungsi kendala pembatas LL 1 40 LL 2 20 LL 3 30 k 11 0,9804 k 21 0,979 k 31 0,9607 k 22 27,78 k 32 36,46 E ,85 K K K Hasil penghitungan pada model analisis biaya penanganan limbah cair PKS Hasil wawancara dengan pakar Hasil wawancara dengan pakar Asumsi Studi literatur : Budiarto & Agung (2008) Studi literatur : Putri (2009) Fungsi kendala pembatas : L 1 40 L 2 20 L ,9804 X 1 + 0,979 X 2 + 0,9607 X 3 - X 11 - X 21 - X 31 - X 4 = L L L 3 0,9804 X 1 0,979 X 2 0,9607 X L L L 3 - X 11 - X 21 - X 31 = 0 128

148 27,78 X ,46 X 32 = ,85 X 2 - X 22 0 X 3 - X ,9804 X 1 - X ,979 X 2 - X ,9607 X 3 - X 31 0 Gambar 7.5. Tampilan form tahapan formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan sumberdaya. Formulasi fungsi kendala pendekatan AHP Tahap formulasi fungsi kendala pendekatan AHP berfungsi untuk memformulasikan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dengan menggunakan metode AHP sebagai pemberi nilai pembobot prioritas terhadap sasaran-sasaran yang diformulasikan pada fungsi kendala sasaran pendekatan sumberdaya. Proses formulasi dilakukan dengan memasukkan nilai koefisien variabel-variabel pada fungsi kendala sasaran serta kendala pembatas pendekatan AHP yang telah dirumuskan dan dijelaskan pada Bab VI. Pada Gambar 7.6 disajikan tampilan form tahapan formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan AHP. 129

149 Gambar 7.6. Tampilan form tahapan formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS pada pendekatan AHP Analisis AHP yang dilakukan berdasarkan struktur hierarki AHP yang disajikan pada Gambar 6.1. Nilai koefisien variabel yang digunakan pada tahap ini disajikan pada Tabel 7.8. Nilai-nilai koefisien tersebut merupakan hasil analisis AHP dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice yang telah terintegrasi di dalam program PW Optima 1.0. Nilai-nilai yang dimasukkan ke dalam perangkat lunak Expert Choice merupakan hasil pengisian kuesioner AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS (dapat dilihat pada Lampiran 1) yang diisi oleh dua orang pakar dalam sistem penanganan limbah PKS, yaitu : Dede Sulaeman, ST. M.Si (Kasie Pengelolaan Lingkungan, Direktorat PHP, Ditjen PPHP, Departemen Pertanian) Darmono Taniwiryono (Peneliti limbah pabrik kelapa sawit sekaligus Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia) Pada Gambar 7.7 disajikan hasil penghitungan perangkat lunak Expert Choice berupa nilai global dari tiap komponen pada masing-masing level (elemen) struktur hierarki AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah 130

150 Tabel 7.8. Nilai koefisien variabel-variabel pada formulasi fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dengan pendekatan AHP Nilai global AHP Tujuan/Sasaran Simbol koefisien Nilai bobot Ramah lingkungan TC1 0,286 Biaya terjangkau TC2 0,163 Memperoleh keuntungan TC3 0,550 Nilai lokal AHP Metode pengolahan Kolam anaerobik Tujuan/Sasaran Simbol koefisien Nilai bobot Ramah lingkungan KTC 1 0,285 Biaya terjangkau KTC 2 0,279 Memperoleh keuntungan KTC 3 0,274 Metode pengolahan Tangki anaerobik Tujuan/Sasaran Simbol koefisien Nilai bobot Ramah lingkungan TTC 1 0,350 Biaya terjangkau TTC 2 0,353 Memperoleh keuntungan TTC 3 0,355 Metode pengolahan RANUT Tujuan/Sasaran Simbol koefisien Nilai bobot Ramah lingkungan RTC 1 0,365 Biaya terjangkau RTC 2 0,368 Memperoleh keuntungan RTC 3 0,371 cair PKS. Berdasarkan Gambar 7.7, dapat diketahui bahwa tujuan optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS yang menjadi prioritas pertama untuk dicapai adalah memperoleh keuntungan dari proses pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS karena memiliki nilai bobot paling besar diantara tujuan lainnya. Sementara itu, alternatif metode pengolahan limbah cair PKS yang menjadi prioritas pertama untuk dipilih adalah metode RANUT karena memiliki nilai bobot paling besar diantara alternatif metode lainnya. Berikut hasil formulasi fungsi kendala sasaran dan kendala pembatas optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS melalui pendekatan AHP : Fungsi kendala sasaran : 0, Y 1 + 0, Y 2 + 0, Y 3 + DI - DJ = 1 0,285 Y 1 + 0,35 Y 2 + 0,365 Y 3 + DK 1 DL 1 = 0,715 0,279 Y 1 + 0,353 Y 2 + 0,368 Y 3 + DK 2 DL 2 = 0,721 0,274 Y 1 + 0,355 Y 2 + 0,371 Y 3 + DK 2 DL 2 = 0,726 Fungsi kendala pembatas : X Y 1 = 0 131

151 X Y 2 = 0 X Y 3 = 0 Gambar 7.7. Hasil penghitungan perangkat lunak Expert Choice pada masingmasing level (elemen) struktur hierarki AHP optimalisasi pengolahan dan pemanfaatan limbah cair PKS Formulasi fungsi tujuan dan fungsi kendala secara keseluruhan Tahap formulasi fungsi tujuan dan fungsi kendala secara keseluruhan berfungsi untuk memformulasikan fungsi tujuan optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS dan merangkum fungsi tujuan tersebut bersama dengan fungsi-fungsi kendala yang telah diformulasikan. Proses formulasi fungsi tujuan dilakukan dengan memasukkan nilai koefisien variabel-variabel pada fungsi tujuan yang telah dirumuskan dan dijelaskan pada Bab VI. Nilai koefisien variabel tersebut merupakan hasil analisis AHP yang telah dilakukan, yaitu nilai TC 1, TC 2 dan TC 3. Tujuan penggabungan fungsi tujuan dan fungsi kendala di dalam satu form adalah untuk memudahkan pengguna memasukkan fungsi-fungsi tersebut ke dalam perangkat lunak LINDO. LINDO digunakan untuk menghitung nilai optimal dari variabel-variabel pada fungsi kendala dan fungsi tujuan yang telah diformulasikan. LINDO telah terintegrasi di dalam program PW Optima 1.0 sehingga pengguna dapat langsung mengaktifkan dan menggunakan perangkat lunak tersebut. Pada Gambar 7.8 disajikan tampilan form tahapan formulasi fungsi tujuan dan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS. 132

152 Berikut hasil formulasi fungsi tujuan optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS yang disertai dengan urutan masukan fungsi tujuan dan fungsi kendala ke dalam perangkat lunak LINDO : MIN DG + DB + DD + DE + DF + DI + 0,286 DK 1 + 0,163 DK 2 + 0,55 DK 3 SUBJECT TO (Fungsi kendala sasaran pendekatan sumberdaya) (Fungsi kendala sasaran pendekatan AHP) (Fungsi kendala pembatas pendekatan sumberdaya) (Fungsi kendala pembatas pendekatan AHP) (Seluruh variabel fungsi kendala dan fungsi tujuan bernilai 0 contoh penulisan : X DL 3 0, kecuali Variabel DF = 0, agar kuantitas limbah cair PKS yang diolah tidak melebihi kuantitas limbah cair PKS yang ada. variabel Y 1, Y 2 dan Y 3 ) END INT Y 1 INT Y 2 INT Y 3 Gambar 7.8. Tampilan form tahapan formulasi fungsi tujuan dan fungsi kendala optimalisasi pemanfaatan limbah cair PKS 133

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Agroindustri kelapa sawit di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati di dunia

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Secara umum pengolahan kelapa sawit terbagi menjadi dua hasil akhir, yaitu pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dan pengolahan inti sawit (kernel).

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

2. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

2. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. KELAPA SAWIT DAN PENGOLAHANNYA 1. Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun

Lebih terperinci

! " # $ % % & # ' # " # ( % $ i

!  # $ % % & # ' #  # ( % $ i ! " $ & ' " ( $ i !" ) " " * ' " ' ' ' ' ' ' + ' ", -, - 1 ) ". * $ /0,1234/004- " 356, " /004 "/7 ",8+- 1/3 /0041/4 /009) /010 400 /6 $:, -,) /007- ' ' ",-* " ' '$ " " ;" " " 2 " < ' == ":,'- ',""" "-

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii A. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO. 1 B. PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO...6 KESIMPULAN 8 DAFTAR PUSTAKA...9 PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO

Lebih terperinci

Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Minyak Kelapa Sawit

Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Minyak Kelapa Sawit Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) Minyak Kelapa Sawit 1. LOADING RAMP Setelah buah disortir pihak sortasi, buah dimasukkan kedalam ramp cage yang berada diatas rel lori. Ramp cage mempunyai 30 pintu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak dibidang pengolahan bahan baku Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan tujuan memproduksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tanaman kelapa sawit adalah jenis tanaman palma yang berasal dari benua

BAB II LANDASAN TEORI. Tanaman kelapa sawit adalah jenis tanaman palma yang berasal dari benua BAB II LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Umum Tentang Kelapa Sawit. Tanaman kelapa sawit adalah jenis tanaman palma yang berasal dari benua Afrika dan cocok ditanam di daerah tropis, seperti halnya dinegara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid).

BAB II LANDASAN TEORI. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid). BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemurnian Minyak Sawit Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikelpertikel

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran II : Mesin-mesin dan Peralatan yang digunakan PTPN III PKS Rambutan A. Mesin Produksi Adapun jenis dari mesin- mesin produksi yang digunakan oleh PTPN III PKS Rambutan dapat dilihat pada tabel

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARUHUR PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARUHUR PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARHR PT. PERKEBNAN NSANTARA III NTK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODKSI Krismas Aditya Harjanto Sinaga 1, Baju Bawono 2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN CPO DI PT MURINIWOOD INDAH INDUSTRI. Oleh : Nur Fitriyani. (Di bawah bimbingan Ir. Hj Evawati, MP) RINGKASAN

PROSES PENGOLAHAN CPO DI PT MURINIWOOD INDAH INDUSTRI. Oleh : Nur Fitriyani. (Di bawah bimbingan Ir. Hj Evawati, MP) RINGKASAN i PROSES PENGOLAHAN CPO DI PT MURINIWOOD INDAH INDUSTRI Oleh : Nur Fitriyani (Di bawah bimbingan Ir. Hj Evawati, MP) RINGKASAN PT Muriniwood Indah Indurtri merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN

MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN 39 ANALISIS LOSSES PADA NUT AND KERNEL STATION MELALUI PROSES PENDEKATAN DISETIAP PERALATAN Andryas Meiriska Syam 1), Rengga Arnalis Renjani 1), Nuraeni Dwi Dharmawati 2)

Lebih terperinci

PERSETUJUAN. : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Disetujui di Medan,Mei 2014

PERSETUJUAN. : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Disetujui di Medan,Mei 2014 PERSETUJUAN Judul : Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) Pada Tangki Timbun Di PT. Multimas Nabati Asahan (MNA) Kuala Tanjung Kategori : Karya Ilmiah Nama : Marina Batubara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Perkerbunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan,

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II URAIAN RENCANA KEGIATAN

BAB II URAIAN RENCANA KEGIATAN BAB II URAIAN RENCANA KEGIATAN 2.1. Identitas Pemrakarsa Nama Perusahaan Penanggung Jawab Jenis Kegiatan : PT Arus Putra Maju : Sdr. Dudik Iskandar : Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Lokasi Kegiatan : Desa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kelapa sawit dan lazim disebut Tandan Buah Segar (TBS). Tanaman kelapa sawit

BAB II LANDASAN TEORI. kelapa sawit dan lazim disebut Tandan Buah Segar (TBS). Tanaman kelapa sawit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Kelapa Sawit. (3)(6) Didalam Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang disebut bahan mentah adalah kelapa sawit dan lazim disebut Tandan Buah Segar (TBS). Tanaman

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit

BAB II PEMBAHASAN MATERI. (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit. PKS pada umumnya mengolah bahan baku berupa Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Kernel).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari negeria, Afrika barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari amerika

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Kabupaten Rokan Hilir didirikan pada

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Kabupaten Rokan Hilir didirikan pada BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Umum Perusahaan PT. Salim Ivomas Pratama Tbk Kabupaten Rokan Hilir didirikan pada tahun 1996 oleh PT. Dirga Bratasena Enginering dan resmi beroperasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid). kasar kemudian dialirkan kedalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari tempurung dan serabut (NOS= Non Oil Solid). kasar kemudian dialirkan kedalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikelpartikel

Lebih terperinci

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Kelapa Sawit Pabrik kelapa sawit (PKS) adalah Pabrik yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa sawit dengan proses standar menjadi produk minyak sawit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaesis Guineses Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk dalam family Palawija. Kelapa sawit biasanya mulai berbuah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI SUNGAI PINANG ESTATE, PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SIME DARBY GROUP, MUSI RAWAS, SUMATERA SELATAN oleh HULMAN IRVAN A24052646

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Karya Tama Bakti Mulia merupakan salah satu perusahaan dengan kompetensi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang sedang melakukan pengembangan bisnis dengan perencanaan pembangunan pabrik kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 hektar perkebunan kelapa sawit, lebih dari separuhnya

Lebih terperinci

Laporan Kerja Praktek REYSCA ADMI AKSA ( ) 1

Laporan Kerja Praktek REYSCA ADMI AKSA ( ) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

ANALISIS KEHILANGAN CRUDE PALM OIL PADA STASIUN PEMURNIAN DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III SEI MANGKEI

ANALISIS KEHILANGAN CRUDE PALM OIL PADA STASIUN PEMURNIAN DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III SEI MANGKEI ANALISIS KEHILANGAN CRUDE PALM OIL PADA STASIUN PEMURNIAN DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III SEI MANGKEI SKRIPSI AHMAD WIDI SIREGAR 070308002 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN HUTAPEA

KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN HUTAPEA PENENTUAN KADAR MINYAK YANG TERDAPAT PADA TANDAN BUAH KOSONG SESUDAH PROSES PEMIPILAN SECARA SOKLETASI DI PTP. NUSANTARA III PABRIK KELAPA SAWIT SEI MANGKEI - PERDAGANGAN KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Medan, Oktober Penulis

KATA PENGANTAR. Medan, Oktober Penulis KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang Pengolahan Inti Sawit (Kernel) dengan sebaik-baiknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROSES DAN INSTRUMENTASI

BAB III DESKRIPSI PROSES DAN INSTRUMENTASI BAB III DESKRIPSI PROSES DAN INSTRUMENTASI 3.1 Uraian Proses Tandan buah segar (TBS yang akan diolah menjadi minyak sawit (Crude Palm Oil/ CPO) dan kernel (kernel palm Oil/ KPO) pada PT. perkebunan Nusantara

Lebih terperinci

DETAIL PROFIL PROYEK (DETIL PLAN OF INVESTMENT) KOMODITI KELAPA SAWIT DI NAGAN RAYA DISAMPAIKAN PADA FGD KAJIAN INVESTASI KELAPA SAWIT

DETAIL PROFIL PROYEK (DETIL PLAN OF INVESTMENT) KOMODITI KELAPA SAWIT DI NAGAN RAYA DISAMPAIKAN PADA FGD KAJIAN INVESTASI KELAPA SAWIT DETAIL PROFIL PROYEK (DETIL PLAN OF INVESTMENT) KOMODITI KELAPA SAWIT DI NAGAN RAYA DISAMPAIKAN PADA FGD KAJIAN INVESTASI KELAPA SAWIT Oleh : Tim Kajian LATAR BELAKANG 1. Kabupaten Nagan Raya memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 9,074,621 Ha.

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 9,074,621 Ha. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produsen utama kelapa sawit. Luas lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 9,074,621 Ha. Produksi mencapai 23,521,071

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT KELAPA SAWIT

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT KELAPA SAWIT SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT KELAPA SAWIT DECISION SUPPORT SYSTEM FOR OPTIMIZATION OF WASTE UTILIZATION OF PALM OILMILL SOLID WASTE Deva Chandra Fibrian 1)*, Sri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kelapa Sawit Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, diantara varietas tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Proses pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) di PKS, terdiri dari beberapa stasiun yang menjadi alur proses dalam pemurnian kelapa

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KADAR AIR DALAM INTI SAWIT PADA UNIT KERNEL SILO DI STASIUN KERNEL DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN KUALA TANJUNG

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KADAR AIR DALAM INTI SAWIT PADA UNIT KERNEL SILO DI STASIUN KERNEL DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN KUALA TANJUNG PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KADAR AIR DALAM INTI SAWIT PADA UNIT KERNEL SILO DI STASIUN KERNEL DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN KUALA TANJUNG TUGAS AKHIR RETNO HUTAMI 082409019 PROGRAM STUDI D3 KIMIA

Lebih terperinci

Analisa Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas Olah 30 ton/jam Di PT. BIO Nusantara Teknologi

Analisa Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas Olah 30 ton/jam Di PT. BIO Nusantara Teknologi Analisa Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas Olah 30 ton/jam Di PT. BIO Nusantara Teknologi Agus Suandi, Nurul Iman Supardi, Angky Puspawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tanaman (Bibit ) Faktor bibit memegang peranan penting dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan menghasilkan pada 3 4 tahun

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. PERKEBUANAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT BEKRI KAB. LAMPUNG TENGAH PROV. LAMPUNG. Oleh :

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. PERKEBUANAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT BEKRI KAB. LAMPUNG TENGAH PROV. LAMPUNG. Oleh : LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. PERKEBUANAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT BEKRI KAB. LAMPUNG TENGAH PROV. LAMPUNG Oleh : MARIA ULFA NIM.110 500 106 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

KARYA AKHIR SISTEM KERJA RIPPLE MILL TYPE RM 4000 PADA PROSES PEMECAHAN BIJI KELAPA SAWIT DI PTP. NUSANTARA II PABRIK KELAPA SAWIT PAGAR MERBAU OLEH:

KARYA AKHIR SISTEM KERJA RIPPLE MILL TYPE RM 4000 PADA PROSES PEMECAHAN BIJI KELAPA SAWIT DI PTP. NUSANTARA II PABRIK KELAPA SAWIT PAGAR MERBAU OLEH: KARYA AKHIR SISTEM KERJA RIPPLE MILL TYPE RM 4000 PADA PROSES PEMECAHAN BIJI KELAPA SAWIT DI PTP. NUSANTARA II PABRIK KELAPA SAWIT PAGAR MERBAU OLEH: SENDI ASRI GUNAWAN Nim. 06 5203 004 PROGRAM DIPLOMA

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAPIOKA MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI PERAH DENGAN SISTEM ANAEROBIK SKRIPSI DIPA ALAM VEGANTARA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERSEN VOLUME LIMBAH CAIR KELUARAN DIGESTER SEDIMENTASI DAN FERMENTASI BIOGAS UNTUK PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR

PERBANDINGAN PERSEN VOLUME LIMBAH CAIR KELUARAN DIGESTER SEDIMENTASI DAN FERMENTASI BIOGAS UNTUK PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR PERBANDINGAN PERSEN VOLUME LIMBAH CAIR KELUARAN DIGESTER SEDIMENTASI DAN FERMENTASI BIOGAS UNTUK PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga Indonesia disebut sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar pada urutan ke-2 di kawasan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Socfin Indonesia telah berdiri sejak tahun 1930 dengan nama Socfindo Medan SA (Societe Financiere Des Caulthous Medan Societe Anoyme) didirikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil yang diperoleh selama periode Maret 2011 adalah data operasional PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

Model Penilaian Cepat untuk Kinerja Industri Kelapa Sawit (Rapid Appraisal for Palm Oil Industrial Performance)

Model Penilaian Cepat untuk Kinerja Industri Kelapa Sawit (Rapid Appraisal for Palm Oil Industrial Performance) Model Penilaian Cepat untuk Kinerja Industri Kelapa Sawit (Rapid Appraisal for Palm Oil Industrial Performance) Hartrisari a dan Amin.C. b a Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB dan SEAMEO

Lebih terperinci

TEKNIK MINIMALISASI KERNEL LOSSES DI CLAYBATH PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT. Ari Saraswati. Abstrak

TEKNIK MINIMALISASI KERNEL LOSSES DI CLAYBATH PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT. Ari Saraswati. Abstrak TEKNIK MINIMALISASI KERNEL LOSSES DI CLAYBATH PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PENDAHULUAN Pabrik kelapa sawit adalah pabrik yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi produk utama berupa Crude Palm Oil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Minyak Kelapa Sawit Industri minyak kelapa sawit (Gambar 2.1) merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan dengan sektor pertanian ( agro based industry)

Lebih terperinci

F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2011

F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2011 PENELUSURAN MODEL RANCANGAN PERCOBAAN TERSARANG UNTUK MENETAPKAN EKSISTENSI DARI DUA SCREW PRESS YANG TERPASANG DI PT. PP. LONDON SUMATERA INDONESIA, TBK TURANGEI PALM OIL MILL TANJUNG LANGKAT T U G A

Lebih terperinci

ANALISIS KEHILANGAN CRUDE PALM OIL PADA PABRIK KELAPA SAWIT BAH JAMBI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV

ANALISIS KEHILANGAN CRUDE PALM OIL PADA PABRIK KELAPA SAWIT BAH JAMBI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV ANALISIS KEHILANGAN CRUDE PALM OIL PADA PABRIK KELAPA SAWIT BAH JAMBI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV IZWAR MUNANDAR 070308019 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Produktivitas adalah salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 6 penyakit, produksi tinggi, serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi. Berikut ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terbesar di dunia. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT PENGELOLAAN LIMBAH ORGANIK INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. SOCFIN INDONESIA, KEBUN TANAH GAMBUS, LIMA PULUH, BATU BARA, SUMATERA UTARA Oleh : GUNTUR SYAHPUTRA PURBA A 34104049 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Oleh: SUSI SUGIARTI NIM

Oleh: SUSI SUGIARTI NIM i LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. TELEN, BUKIT PERMATA MILL DESA BUKIT PERMATA KECAMATAN KAUBUN, KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh: SUSI SUGIARTI NIM.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR HESTI DORA PERANGIN-ANGIN. Universitas Sumatera Utara

TUGAS AKHIR HESTI DORA PERANGIN-ANGIN. Universitas Sumatera Utara PENGARUH TEKANAN PADA PENGEMPA (SCREW PRESS) TERHADAP KONDISI BIJI DAN PERSENTASE KEHILANGAN MINYAK KELAPA SAWIT YANG TERDAPAT PADA AMPAS PRESS DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN III SEI MANGKEI - PERDAGANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN

ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN Joto Wahyudi 1), Rengga Arnalis Renjani 1), Hermantoro 2) Jurusan Teknik Pertanian, Progam Khusus Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PENENTUAN KEHILANGAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA LIMBAH PADAT DECANTER DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SOCFINDO KEBUN TANAH GAMBUS KARYA ILMIAH

PENENTUAN KEHILANGAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA LIMBAH PADAT DECANTER DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SOCFINDO KEBUN TANAH GAMBUS KARYA ILMIAH PENENTUAN KEHILANGAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) PADA LIMBAH PADAT DECANTER DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. SOCFINDO KEBUN TANAH GAMBUS KARYA ILMIAH RIKARDO EKSEN NAPITU 112401019 PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi,

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan agroindustri berbasis teknologi dimaksudkan untuk mewujudkan agroindustri yang memiliki daya saing secara berkesinambungan. Kesinambungan daya saing tersebut

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PKS RAMBUTAN, PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero) Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14 badan usaha milik negara (BUMN) yang

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri. Oleh: LIBER SIBARANI NIM:

TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri. Oleh: LIBER SIBARANI NIM: EVALUASI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN PENDEKATAN GREEN PRODUCTIVITY (Sudi Kasus Pada Stasiun Produksi PT.Perkebunan Nusantara III Unit PKS Rambutan) TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahun 1848, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda.

TINJAUAN PUSTAKA. tahun 1848, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara

Lebih terperinci

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT Oleh : THOMAS MAILINTON F34102008 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2006, Indonesia telah menggeser Malaysia sebagai negara terbesar penghasil kelapa sawit dunia [1]. Menurut Gabungan Asosiasi Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI)

Lebih terperinci

Zero Waste. [Prinsip Menciptakan Agro-Industri Ramah Lingkungan] Dede Sulaeman [1]

Zero Waste. [Prinsip Menciptakan Agro-Industri Ramah Lingkungan] Dede Sulaeman [1] Zero Waste [Prinsip Menciptakan Agro-Industri Ramah Lingkungan] Dede Sulaeman [1] Zero Waste [Prinsip Menciptakan Agro-industri Ramah Lingkungan] April 2008 Penulis: Dede Sulaeman, ST, M.Si Subdit Pengelolaan

Lebih terperinci

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA, SUMATERA UTARA KRISTEN NATASHIA

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA, SUMATERA UTARA KRISTEN NATASHIA AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (CRUDE PALM OIL) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT USAHA ADOLINA, SUMATERA UTARA KRISTEN NATASHIA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya dari Brasilia. Di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar atau setengah liar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DI PT. LAGUNA MANDIRI PKS RANTAU KECAMATAN SUNGAI DURIAN KABUPATEN KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN.

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DI PT. LAGUNA MANDIRI PKS RANTAU KECAMATAN SUNGAI DURIAN KABUPATEN KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN. LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DI PT. LAGUNA MANDIRI PKS RANTAU KECAMATAN SUNGAI DURIAN KABUPATEN KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN Oleh : JUMARDI NIM. 060 500 100 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015 i LAPORAN HASIL PRAKTIK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. TELEN BUKIT PERMATA MILL DESA BUKIT PERMATA KECAMATAN KAUBUN KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh: RUSLINDA PRATIWI NIM. 120500103 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT

ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT Tekad Sitepu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak Sterilizer

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) termasuk salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada awalnya perusahaan ini dikuasai oleh satu

Lebih terperinci

INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) MENGGUNAKAN METODE DIAGNOSIS AND RECOMMENDATION INTEGRATED SYSTEM (DRIS) DAN DEVIATION FROM OPTIMUM PERCENTAGE (DOP) Oleh YUNITA MAHARANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) adalah sumber minyak nabati terbesar di dunia. Menurut laporan oil world pada tahun 2011, minyak kelapa sawit memberikan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara I adalah suatu perkebunan Negara yang berorientasi di bidang perkebunan dan pengolahan. Perkebunan kelapa sawit di PT. Perkebunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 1 (1): 1-7, 15 PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Budi Nining Widarti, Rifky Fitriadi Kasran, dan Edhi Sarwono Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit ( E. guineensis Jacq) diusahakan secara komersil di Afrika, Amerika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit ( E. guineensis Jacq) diusahakan secara komersil di Afrika, Amerika xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Penyebaran Kelapa Sawit Kelapa sawit ( E. guineensis Jacq) diusahakan secara komersil di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan serta beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kontribusi perkebunan adalah meningkatnya produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya kesejahteraan. Nilai PDB perkebunan secara kumulatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci