PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA"

Transkripsi

1 PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA AWAN KARLIAWAN DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRAK AWAN KARLIAWAN. Perubahan Senyawa Hidrokarbon Selama Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi Menggunakan Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa. Dibimbing oleh CHARLENA dan ROZA ADRIANY. Penanggulangan pencemaran yang disebabkan tumpahnya minyak bumi dapat menggunakan mikrooganisme pendegradasi minyak. Pada penelitian ini perubahan senyawa hidrokarbon hasil degradasi oleh bakteri T2M diteliti dengan menggunakan Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa (GCMS). Tanah yang telah dicampur dengan minyak bumi sebanyak 5 % (b/b) ditambahkan isolat bakteri T2M. Perubahan senyawa hidrokarbon dan total petroleum hidrokarbon (TPH) diteliti setiap 2 minggu. Pengukuran TPH dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri dengan menggunakan pelarut n-heksana. Preparasi untuk GCMS dilakukan dengan ekstraksi soxhlet. Ekstraksi dilakukan selama 4 jam dengan menggunakan pelarut aseton:n-heksan (1:1) sebanyak 300 ml. Ekstrak sampel dikeringkan dengan rotarievaporator dan diukur menggunakan GCMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan TPH paling besar terjadi pada tanah yang tidak disterilkan dan ditambahkan isolat bakteri T2M dengan TPH akhir sebesar 0.28 % dan persen degradasi sebesar 93.30%. Tanah yang tidak ditambahkan bakteri memiliki nilai TPH akhir sebesar 2.11% dan persen degradasi 52.37%. Tanah yang disterilkan dan ditambahkan bakteri memiliki nilai TPH akhir sebesar 0.37 % dan persen degradasi sebesar 90.17%, sedangkan yang tidak ditambahkan bakteri sebesar 1.37 % serta persen degradasi sebesar 74.54%. Perubahan senyawa hidrokarbon selama proses degradasi terjadi pada hidrokarbon rantai panjang menjadi hidrokarbon dengan rantai karbon yang lebih pendek. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya persen area sampel pada data kromatogram. Tanah yang tidak disterilkan dan ditambahkan bakteri menunjukkan perubahan yang paling besar dengan tidak terdeteksinya senyawa hidrokarbon rantai panjang pada akhir perlakuan.

3 ABSTRACT AWAN KARLIAWAN. Change of hydrocarbon Compounds During Bioremediation Processes of Soils Polluted by Crude Oil Using Gas Chromatography Mass Spectrophotometry. Supervised by CHARLENA and ROZA ADRIANY. Pollution handling that caused by crude oil contamination can use crude oil degrading microorganism. In this reseach change of hydrocarbon compounds degraded by bacteria were investigated with gas chromatography mass spectrophotometry (GCMS). The soils mixed with 5 % (b/b) crude oil was added with T2M bacteria isolated. The change of hydrocarbon compounds and total petroleum hydrocarbon (TPH) were measured every two weeks. TPH mesurement worked by gravimetry method with n- hexane solvent. Preparation for GCMS worked by soxhlet extraction. Extraction finished for 4 hours with 300 ml aseton:n-hexane (1:1) solvent. The extract dried by rotaryevaporator and measured with GCMS. The result of this reseach show that the biggest TPH decrease happened in nonsterilized soils and added bacteria with finally TPH 0.28 % and 93.3 % degradation. Soils were not added by bacteria had finally TPH 0.37 % and % degradation. The soils were sterilized and added by bacteria had finally TPH 0.37 % and % degradation, even the soils were sterilized and were not added by bacteria had finally TPH 1.37 % and % degradation. The change hydrocarbon compounds during degradation process happened to long chain hydrocarbon became shorter hydrocarbon chain. This is showed by the decrease of percent area on chromathograme. The soils were not sterilized and added by bacteria showed the biggest changing because long chain hydrocarbon at the finally measurement were not detected.

4 PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA AWAN KARLIAWAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 Judul : Perubahan Senyawa Hidrokarbon Selama Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi Dengan Menggunakan Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa Nama : Awan Karliawan NIM : G Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dra. Charlena, MS NIP Dra. Roza Adriany, MS NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal lulus:

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho, rahmat, dan karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2008 ini ialah Perubahan Struktur Hidrokarbon Selama Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi Dengan Menggunakan Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dra. Charlena, MS dan ibu Dra. Roza Andriany, MS selaku pembimbing atas bimbingan, dorongan, semangat, dan ilmu yang diberikan kepada peneliti selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang serta seluruh keluarga yang memberikan dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Randy, Ibu Rika, Bapak Syawal, Bapak Mulyadi, Bapak Sabur, Bapak Eman, Ibu Yeni, Bapak Rafi atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Rahmat, Nita, Ihsan, Dewi, Romi, Andre, Dedy, yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis, semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2009 Awan Karliawan

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 23 Desember 1985 dari ayah Dayat Hidayat dan ibu Idah Jubaidah. Penulis merupakan putra kesembilan dari sebelas bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari MAN Cipasung Tasikmalaya dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia TPB pada tahun ajaran 2006/2007 dan asisten praktikum mata kuliah Kimia Anorganik 2 pada tahun ajaran 2007/2008. Tahun 2007 penulis melaksanakan praktik lapangan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Selain itu, pada tahun 2006 penulis aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) di Departemen Kewirausahaan.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii vi vi PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Produk dan Limbah Minyak Bumi... 1 Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi... 2 Faktor-Faktor Pendukung Biodegradasi... 3 Bioremediasi... 4 Kromatografi Gas Spektofotometri Massa (GCMS)... 5 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 6 Prosedur... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN ph... 7 Kadar Air... 8 Suhu... 8 Total petroleum hidrokarbon (TPH)... 8 Perubahan Senyawa Hidrokarbon SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 14

9 DAFTAR TABEL 1 Daftar pembagian kode sampel Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah A Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah B Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah C Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah D Daftar senyawa hidrokarbon yang tidak terdeteksi di akhir pengukuran DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Jalur oksidasi n-alkana melalui oksidasi bertahap gugus metil terakhir Jalur degradasi hidrokarbon alifatik melalui oksidasi subterminal 2 3 Skema konfigurasi alat GCMS Bagan alat kromatografi gas Kurva perbandingan ph tanah Kurva nilai TPH tanah A selama 4 bulan Kurva nilai TPH tanah B selama 4 bulan Kurva nilai perbandingan persen degradasi Kurva nilai TPH tanah C selama 4 bulan Kurva nilai TPH tanah D selama 4 bulan DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian Penentuan kadar air Penentuan nilai ph Penentuan nilai suhu Penentuan nilai TPH Perubahan luas area hidrokarbon tanah A selama 4 bulan Perubahan luas area hidrokarbon tanah B selama 4 bulan Perubahan luas area hidrokarbon tanah C selama 4 bulan Perubahan luas area hidrokarbon tanah D selama 4 bulan Data kromatogram GCMS... 24

10 PENDAHULUAN Hidrokarbon minyak bumi merupakan kontaminan yang paling luas yang mencemari lingkungan. Kecelakaan tumpahan minyak yang terjadi sering mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius (Prince et. al. 2003). Oleh karena itu, pemerintah melalui PP no 85 Tahun 1999 menyatakan bahwa tumpahan minyak bumi termasuk limbah berbahaya dan beracun (B3). Dalam pengaturan tersebut ditegaskan bahwa setiap produsen yang menghasilkan limbah B3 hanya diizinkan menyimpan limbah tersebut paling lama 90 hari sebelum diolah dan perlu dilakukan perlakuan tertentu sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya (Sumastri 2004). Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi dapat dilakukan melalui metode fisika, kimia, dan hayati. Penanganan secara kimia dan fisika merupakan cara penanganan cemaran minyak bumi yang membutuhkan waktu yang relatif singkat, tetapi metode ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Metode fisika yang dapat digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil skimmer. Metode ini dapat dilakukan jika minyak bumi yang tumpah belum menyebar kemana-mana. Jika minyak bumi telah mengendap dan menyebar sulit dilakukan dengan metode ini (Prince et.al. 2003). Penanganan dengan metode kimia ialah dengan mencari bahan kimia yang mempunyai kemampuan mendispersi minyak, tetapi pemakaian senyawa kimia hanya bersifat memindahkan masalah. Di satu pihak perlakuan dispersan dapat mendispersi minyak bumi sehingga menurunkan tingkat pencemaran, tetapi di lain pihak penggunaan dispersan telah dilaporkan bersifat sangat toksik pada biota laut (Fahruddin 2004). Alternatif yang terakhir dalam menanggulangi dampak pencemaran lingkungan oleh minyak bumi ialah dengan menggunakan jasa makhluk hidup yang lebih dikenal dengan bioremediasi. Bioremediasi merupakan teknologi dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Pendegradasi hidrokarbon yang telah dilaporkan di antaranya ialah bakteri, jamur, dan fungi (Atlas 1992). Penggunaan bakteri untuk mendegradasi hidrokarbon minyak bumi memiliki kelebihan, yaitu murah, efektif, dan aman bagi lingkungan (Sumastri 2004). Penelitian yang dilakukan Ni mah (2005) menunjukkan bahwa bakteri dengan kode isolat T2M memiliki kemampuan degradasi hidrokarbon tertinggi dibandingkan degradasi yang dilakukan oleh bakteri dengan kode isolat A11 dan BTi. Parameter yang digunakan pada penelitian tersebut ialah total petroleum hidrokarbon (TPH) dan ph. Senyawa hidrokarbon hasil degradasi hidrokarbon oleh bakteri tersebut belum diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, perubahan senyawa hidrokarbon hasil degradasi bakteri perlu diteliti agar dapat diketahui sejauh mana bakteri dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam tanah tercemari minyak bumi Penelitian ini bertujuan menentukan perubahan senyawa hidrokarbon selama proses bioremediasi minyak bumi dengan menggunakan GCMS. Instrumen tersebut dapat memberikan data yang akurat mengenai komposisi senyawa yang terdapat dalam sampel. TINJAUAN PUSTAKA Produk dan Limbah Minyak Bumi Minyak bumi maupun produknya merupakan campuran senyawa organik yang terdiri atas senyawa hidrokarbon dan non hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon merupakan komponen terbesar dari minyak bumi (lebih dari 90%), sedangkan sisanya berupa senyawa non hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang terdiri atas karbon dan hidrogen. Senyawa ini dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: (1) hidrokarbon alifatik (alkana, alkena, dan alkuna), (2) hidrokarbon alisiklik (siklo alkana, siklo alkena, siklo alkuna), (3) hidrokarbon aromatik (senyawa aromatik tersubstitusi maupun tidak) (Udiharto 1996). Alkana merupakan hidrokarbon rantai lurus yang memiliki ikatan kimia tunggal diantara atom karbon. Alkana dapat berupa rantai lurus, rantai bercabang, atau struktur cincin. Salah satu sifat yang paling penting dari alkana yaitu bersifat volatil dan dapat dibiodegradasi. Umumnya volatilitas alkana akan semakin berkurang seiring bertambah panjangnya rantai. Sikloalkana merupakan rantai hidrokarbon yang dihubungkan oleh ikatan karbon membentuk sebuah cincin. Rantai tunggal sikloalkana sedikit volatil meskipun tingkat volalilitas menurun seiring bertambahnya ukuran dan jumlah rantai, sikloalkana dapat

11 didegradasi tetapi lebih lambat dibandingkan dengan alkana. Senyawa aromatik merupakan senyawa yang relatif sulit mengalami biodegradasi (Atlas dan Bartha 1972). Senyawa aromatik mengandung sekurang-kurangnya satu cincin benzena. Senyawa benzena, toluena, etilbenzena, dan xilena dapat dikeluarkan dari tanah dengan menggunakan teknik ekstraksi. Selama kegiatan industri perminyakan yaitu mulai dari pengeboran, produksi, transportasi minyak bumi, pengilangan dan transportasi produk minyak umumnya terjadi tumpahan maupun ceceran minyak bumi dan produk-produknya yang terjadi di lingkungan lahan maupun perairan. Dalam kondisi normal limbah yang terbuang ke lingkungan tidak terlalu besar tetapi apabila terjadi kecelakaan akan berakibat lain seperti yang terjadi di beberapa tempat di dunia. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi cukup banyak jenisnya dan dapat ditemukan di berbagai tempat yang sesuai, yaitu lingkungan yang mengandung cukup limbah minyak bumi. Sejauh ini telah ditemukan 22 genera bakteri yang hidup di lingkungan minyak bumi. Isolat yang mendominasi di lingkungan tersebut terdiri atas beberapa genera, yaitu Alcaligenes, Arthrobacter, Acenitobacter, Nocardia, Achromobacter, Bacillus, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Disamping itu juga ditemukan sejumlah khamir pendegradasi minyak bumi, yaitu dari genera Aureobacterium, Candida, Rhodotorula, Sporobolomyces yang diisolasi dari laut serta Trichoderma dan Mortierella yang diisolasi dari tanah (Udiharto 1996). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dirangkum oleh Citroreksoko (1996), diketahui bahwa kemampuan biodegradasi terhadap beberapa senyawa berbeda-beda. Berikut adalah beberapa kecenderungan yang terjadi pada degradasi hidrokarbon: (a) Hidrokarbon alifatik pada umumnya mudah didegradasi dibandingkan dengan senyawa aromatik. (b) Hidrokarbon alifatik rantai lurus pada umumnya lebih mudah terdegradasi daripada hidrokarbon rantai bercabang. Adanya cabang dalam molekul hidrokarbon mengganggu kegiatan biodegradasi. (c) Hidrokarbon jenuh lebih mudah terdegradasi daripada hidrokarbon tidak jenuh. Adanya ikatan ganda atau rangkap tiga antarkarbon akan mengganggu degradasi. (d) Hidrokarbon rantai panjang lebih mudah didegradasi daripada hidrokarbon rantai pendek. Hidrokarbon dengan panjang rantai kurang dari sembilan karbon sukar didegradasi karena senyawa ini bersifat toksik bagi bakteri pendegradasi hidrokarbon. Beberapa mikroorganisme tertentu (metanotrop) dapat mendegradasi hidrokarbon rantai pendek. Panjang rantai optimum untuk didegradasi adalah antara 10 sampai dengan 20 karbon. Proses degradasi yang terjadi pada alkana dapat terjadi melalui insersi oksigen pada gugus metil terminal maupun gugus metil subterminal, selanjutnya diikuti dengan pemecahan molekul antara rantai karbon kedua dan ketiga (pemecah β) (Pritchard et al. 1993). Menurut Morgan dan Watkinson (1994) metabolisme awal dari degradasi n- alkana adalah dengan mempergunakan enzim hidroksilase (monooksidase) yang mengubah n-alkana menjadi 1-alkanol. Gambar 1 Oksidasi n-alkana melalui oksidasi bertahap gugus metil terakhir. Gambar 2 Degradasi hidrokarbon alifatik melalui oksidasi subterminal (Cookson 1995).

12 Dalam oksidasi lebih lanjut terhadap alkohol primer akan terbentuk aldehid, kemudian asam organik dan akhirnya dihasilkan asam lemak dan asetil-coa yang berasal dari potongan dua karbon rantai karbon alkana. Kegiatan ini membuat rantai karbon alkana akan berkurang dari C n menjadi C n-2. Kegiatan ini akan berlangsung sampai semua hidrokarbon teroksidasi. Apabila suatu senyawa organik telah terdegradasi sampai ke bentuk asamnya, reaksi degradasi selanjutnya akan berlangsung melalui pemisahan dua unit karbon secara berkesinambungan. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang umum pada metabolisme sel hidup dan dikenal dengan beta oksidasi (Cookson 1995). Molekul alkana dengan rantai bercabang memiliki reaksi pemecahan β yang terhambat oleh adanya cabang tersebut sehingga sukar didegradasi secara biologis. Pristan (2,6,10,14-tetrametil pentadekana) merupakan alkana rantai bercabang yang sangat tahan terhadap biodegradasi. Meskipun sulit didegradasi ternyata ada juga yang dapat mengoksidasi alkana yang bercabang (Pritchard et αl. 1993). Degradasi alkana siklik diawali dengan konversi senyawa tersebut menjadi sikloalkana melalui reaksi dengan enzim hidroksilase, yang dilanjutkan dengan pemasukan molekul oksigen lain ke dalam cincin sikloalkana sehingga membentuk asam karboksilat dan bisa digunakan dalam metabolisme sel (Pritchard et al. 1993). Degradasi hidrokarbon aromatik juga diawali dengan insersi molekul oksigen dengan bantuan enzim monooksigenase dan dioksigenase yang menghasilkan senyawa dihidrogen awal. Melalui serangkaian reaksi oksigenase maka cincin kedua dan seterusnya dari senyawa dihidrogen akan terbuka. Proses tersebut menghasilkan asam dikarboksilat dan semi aldehid bagi metabolisme intermediet sel (Pritchard et al. 1993). Faktor-Faktor Pendukung Biodegradasi Biodegradasi secara garis besar didefinisikan sebagai pemecahan senyawa organik oleh mikroorganisme membentuk biomassa dan senyawa yang lebih sederhana yang akhirnya menjadi air, karbondioksida atau metana (Walter dan Crawford 1997). Keberhasilan proses degradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Untuk itu perlu mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon, kemudian aktivitasnya dioptimisasikan dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai antara lain oksigen, kandungan air, ph, suhu, nutrien yang tersedia, dan ada tidaknya material toksik (Udiharto 1996). Beberapa faktor yang mempengaruhi degradasi hidrokarbon ialah: (a) Oksigen Keberadaan oksigen merupakan faktor pembatas laju degradasi hidrokarbon dan juga dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri aerob. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase. Ketersediaan oksigen ditanah tergantung pada kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, tipe tanah dan kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. (b) Kelembapan Kelembapan merupakan salah satu faktor penting dalam bioremediasi. Kelembapan tanah dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan, transfer gas dan tingkat toksisitas dari kontaminan. Kelembapan sangat penting untuk hidup, tumbuh, dan aktivitas metabolik mikroorganisme. Tanpa air mikroorganisme tidak dapat hidup dalam limbah minyak. Mikroorganisme akan hidup aktif di daerah antara minyak dengan air. Selama bioremediasi, jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya oksigen untuk masuk kedalam tanah (Fletcher 1992). (c) ph Tingkat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme. Kemampuan mikroorganisme dalam membangun sel, transportasi melalui membran sel, dan keseimbangan reaksi katalis (Cookson 1996). Kebanyakan bakteri dapat tumbuh dengan baik pada kisaran ph netral (ph 6,5-7,5). Sebagai contoh, P. aeruginosa mampu tumbuh optimum pada kisaran ph 6,6-7,0 dan mampu bertahan pada kisaran ph 5,6-8,0. Sedangkan bakteri tanah Rhizobium mampu bertahan pada kisaran ph 3,4-11 (Flecher 1992). Tingkat keasaman (ph) dapat berubah selama pertumbuhan mikroorganisme. Peningkatan ph dapat terjadi jika adanya proses reduksi nitrat membentuk ammonia atau gas nitrogen juga dengan penambahan urea sebagai nutrien. Sedangkan penurunan ph terjadi apabila terbentuknya asam-asam organik sebagai hasil proses fermentasi (Tanner 1997). (d) Suhu Dalam suatu proses degradasi, suhu akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia komponen-komponen minyak, kecepatan

13 degradasi oleh mikroorganisme, dan komposisi komunitas mikroorganisme. Suhu yang optimal untuk degradasi hidrokarbon adalah C. Pada temperatur yang rendah, viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi (Leahy dan Colwell 1990). (e) Nutrisi Mikroorganisme membutuhkan nutrisi sebagai sumber karbon, energi dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor, sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat. Rosenberg & Ron (1998) menyatakan bahwa secara teoritis jumlah nitrogen dan fosfor yang harus ditambahkan untuk mengkonversi 1 gram hidrokarbon menjadi material adalah 150 mg untuk nitrogen dan 30 mg untuk fosfat. Kebutuhan nitrogen dan fosfor untuk menghasilkan pertumbuhan mikroorganisme dapat dipenuhi dari penambahan kedua nutrien tadi dalam bentuk campurannya dengan garam lain seperti ammonium sulfat, ammonium nitrat, dan kalsium sulfat. Penggunaan garam ammonium dari asam kuat akan mengakibatkan penurunan ph larutan, untuk menghindari hal tersebut maka sebagai sumber nitrogen dapat menggunakan urea. Bioremediasi Bioremediasi merupakan bagian dari bioteknologi lingkungan yang memanfaatkan proses alami dengan menggunakan aktivitas biodegradasi mikroorganisme yang dapat memulihkan lahan tanah, air dan sedimen dari kontaminasi terutama senyawa organik. Mikroorganisme telah digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan bahan kimia beracun lainnya dari limbah domestik dan keluaran industri selama beberapa tahun terakhir. Hal yang baru dari bioremediasi adalah penanganan cepat pada pengolahan limbah suatu industri sejak beberapa dekade ini, dan penerimaannya sebagai suatu metoda yang efektif dan ekonomis sebagai alternatif untuk membersihkan tanah, permukaan air, dan kontaminasi air tanah dengan kandungan sejumlah bahan beracun, seperti rekalsitran dan kimia. Bioremediasi menjadi pilihan teknologi untuk pemulihan (remediasi) dari berbagai lingkungan yang terkontaminasi, khususnya lahan yang terkontaminasi hidrokarbon dari minyak bumi (Cookson 1995). Metode ini sangat menguntungkan, alami, murah, lebih fleksibel, dan mudah untuk digandakan skalanya untuk menangani limbah dalam jumlah yang besar (Danielson 1994). Bioremediasi dapat dilaksanakan pada lingkungan terjadinya pencemaran tanpa menimbulkan kerusakan serta dapat mengurangi mengurangi limbah secara permanen dan dapat digabungkan dengan teknik penanganan secara fisik dan kimia. Namun bioremediasi juga memiliki batasan, beberapa senyawa kimia tidak dapat untuk didegradasi seperti logam berat dan beberapa senyawa klor. Dalam beberapa kasus, metabolisme bakteri dapat memproduksi senyawa metabolit yang beracun. Cookson (1995) menyatakan bahwa reaksireaksi biologis dasar yang penting dalam proses bioremediasi adalah metabolisme sel. Dalam rangka biodegradsi senyawa polutan, metabolisme diartikan sebagai kecenderungan reaksi redoks oleh mikroorganisme. Semua reaksi yang menghasilkan energi pada prinsipnya adalah serangkaian reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi, yaitu reaksi yang membutuhkan akseptor elektron, merupakan reaksi-reaksi penyusun metabolisme. Bila pada kondisi lingkungan tertentu terdapat beberapa akseptor elektron potensial yang bisa dimanfaatkan, maka yang digunakan sebagai akseptor elektron adalah senyawa yang akan menghasilkan energi potensial yang paling besar. Berdasarkan ketersediaan oksigen, metabolisme mikroorganisme dibedakan menjadi 2 macam, yaitu aerob dan anaerob. Mikroorganisme aerob dan reaksi aerob terjadi bila pada suatu lingkungan tersedia cukup oksigen molekuler yang bertindak sebagai akseptor elektron. Reaksi tersebut dikenal sebagai respirasi. Tipe yang kedua, yaitu reaksi anaerob, menggunakan oksida organik atau pun anorganik sebagai akseptor elektron. Hampir sama dengan respirasi aerob, selama respirasi anaerob berlangsung, substrat dioksidasi menjadi CO 2 melalui pemindahan H + secara berantai. Hasil akhir yang diperoleh merupakan campuran dari produk yang lebih teroksidasi atau pun lebih tereduksi dibandingkan substrat awalnya. Tergantung pada jenis mikroorganismenya, produk akhir tersebut berupa asam, alkohol, keton, dan gasgas. Kromatografi Gas Spektrometri Massa

14 Kromatografi gas spektrometri massa (GCMS) merupakan instrumen analisis hasil kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa, kromatografi gas memiliki kemampuan yang sangat baik dalam hal pemisahan dan analisis kuantitatif komponen sedangkan spektrometri massa memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal identifikasi atau analisis kualitatif. Lebih dari 20 tahun GCMS telah diperkenalkan untuk analisis sehingga alat ini semakin populer digunakan dalam analisis di bidang kimia, ilmu kedokteran, farmasi, dan lingkungan. Di bidang lingkungan, GC dapat digunakan untuk analisis pestisida (Harvey 2000). Saat ini bentuk dasar dari GCMS sudah banyak mengalami perubahan dan perkembangan kearah bentuk yang lebih disederhanakan. Bahkan bukan itu saja, pengoprasian dari GCMS semakin dipermudah, sehingga data mentah yang dihasilkan dapat diproses dengan cepat dan mudah dilihat hasilnya. Secara umum GCMS memiliki tiga konfigurasi utama, yaitu GC, Konektor, dan MS. Gambar 3 menunjukkan skema alat kromatografi GCMS. Gambar 3 Skema konfigurasi alat GCMS Prinsip kerja GCMS Kromatografi didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang dapat diuapkan. Sampel yang berupa cairan atau gas dapat langsung diinjeksikan ke dalam injektor, jika sampel dalam bentuk padatan maka harus dilarutkan pada pelarut yang dapat diuapkan. Aliran gas yang mengalir akan membawa sampel yang teruapkan untuk masuk ke dalam kolom. Komponenkomponen yang ada pada sampel akan dipisahkan berdasarkan partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya adalah berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrometer massa sehingga melokul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ionion positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya (m/z). Gambar 4 Bagan alat Kromatografi Gas Sejak tahun 1960, GCMS digunakan secara luas dalam kimia organik. Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaan yang sangat besar dari metode ini. Ada dua alasan utama terjadinya hal tersebut. Pertama adalah telah ditemukannya alat yang dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkan uap. Kedua, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan struktur molekulnya. Instrumen alat ini adalah gabungan dari alat GC dan MS, hal ini berarti sampel yang akan diperiksa diidentifikasi dahulu dengan alat GC (kromatografi gas) kemudian diidentifikasi dengan alat MS (spektrometri massa). GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang simultan untuk memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran. Gambar 4 menunjukkan bagan alat kromatografi gas. Adapun kegunaan alat GCMS adalah: (a) Untuk menentukan berat molekul dengan sangat teliti sampai 4 angka di belakang desimal. Untuk menentukan sampai 4 angka di belakang desimal contohnya adalah sebagai berikut: misalnya ada senyawa-senyawa: CO massa molekulnya 28; N 2 massa molekulnya 28; H 2 C=CH 2 massa molekul 28. Kalau dihitung massa masing-masing dengan teliti, maka masing-masing massa molekulnya akan berbeda. (b) Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui rumus molekul tanpa melalui analisa unsur. Misalnya C 4 H 10 O, biasanya memakai cara kualitatif atau kuantitatif, mula-mula diketahui rumus empiris dulu

15 (C x H y O z ) n, kemudian baru ditentukan bobot molekulnya. Sekarang karena adanya komputer pada alat GCMS dapat langsung diketahui rumus molekulnya. (c) Bila senyawa dimasukkan dalam spektroskopi massa, maka senyawa itu akan ditembaki oleh elektron dan molekul akan mengalami reaksi fragmentasi. Molekul akan pecah karena tembakan elektron dalam spektrometer. Pecahnya molekul itu tergantung pada gugus fungsi yang ada dalam molekul itu, jadi melalui suatu corak tertentu, tidak secara random. Sebelum ini hanya spektrometri IR, resonansi magnit inti yang bisa mengetahui gugus fungsi. Dengan adanya fragmentasi kita juga bisa mengenali senyawa tersebut, sehingga bisa mendapatkan cara tambahan untuk mengetahui apakah senyawa tersebut termasuk golongan alkohol, amin, karboksilat, aldehid dan lain sebagainya. GCMS hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap, sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GCMS. Kriteria menguap adalah pada: (a) Kondisi vakum tinggi, tekanan rendah. (b) Dapat dipanaskan. (c) Uap yang diperlukan tidak banyak. Pada umumnya senyawa-senyawa dengan BM kurang dari 1000 dapat diuapkan, bisa ditentukan massa molekulnya dengan cara spektroskopi massa. Analisis GCMS dengan predikat pemisahan yang high resolution serta MS yang sensitif sangat diperlukan dalam bidang aplikasi, antara lain bidang lingkungan, arkeologi, kesehatan, forensik, ilmu antariksa, kimia, biokimia dan lain sebagainya. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan ialah ph meter, rotaryevaporator, soxhlet dan GCMS Agilent Tecnology model 19091S-433. Bahan-bahan yang digunakan ialah tanah yang tidak tercemar minyak di sekitar ladang minyak Minas PT. Chevron Pasifik Indonesia, minyak bumi dari tempat yang sama dengan tanah, n-heksana, natrium sulfat, silika gel 60 ( mesh), kultur bakteri T2M yang merupakan koleksi Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan PPB- IPB, agar nutrien cm-3b (Oxoid), dan kaldu nutrien (Oxoid). Prosedur Penelitian in terdiri atas tiga tahap. Tahap yang pertama ialah peremajaan isolat bakteri. Tahap kedua ialah pengukuran hasil degradasi dengan parameter TPH. Tahap ketiga ialah penentuan perubahan senyawa hidrokarbon hasil degradasi dengan GCMS. Peremajaan Isolat Bakteri Peremajaan dilakukan pada media kaldu nutrien (NB) steril. Sebanyak 50 ml media dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml lalu ditutup dengan sumbat kapas dan plastik tahan panas. Media kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 ºC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Bakteri dari media agar miring selanjutnya dipindahkan ke media kaldu nutrien dengan menggunakan ose secara aseptik dan diinokulasi di atas shaker sampai rapat optisnya (OD) >0.6 (Ni mah 2005). Preparasi Tanah Preparasi dilakukan dengan mengayak tanah kering dan dimasukan dalam kantong plastik masing-masing 1 kg. Sebagian tanah disterilkan dan sebagian lagi tidak disterilkan. Masing masing tanah dicampur dengan minyak bumi 5% dari bobot tanah. Semua tanah didiamkan selama 3 hari lalu dimasukan kultur bakteri T2M yang sebelumnya telah diinokulasi. Semua sampel tanah ditempatkan di dalam rumah kaca. Setiap 2 minggu tanah yang berisi bakteri diberi nutrisi berupa urea dan SP 36 sebagai sumber nitrogen dan fosfor.

16 Tabel 1 Pembagian kode sampel tanah Kode Keterangan sampel A Tanah steril + bakteri T2M B Tanah steril C Tanah non steril + bakteri T2M D Tanah non steril Pembagian kode sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis yang dilakukan adalah: ph, kadar air, suhu, TPH, dan perubahan senyawa yang dilakukan setiap 2 minggu. Analisis ph Nilai ph masing masing tanah diukur menggunakan ph meter yang telah sebelumnya dikalibrasi dengan bufer ph 4 dan 7, dengan perbandingan tanah dan air akuades 1:5. Analisis Kadar Air Sebanyak 5 gram contoh tanah ditimbang dalam pinggan porselen yang telah diketahui bobotnya. Contoh tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 3 jam. Setelah itu pinggan diangkat dan dimasukan dalam desikator. Setelah dingin, bobot pinggan ditimbang dan dimasukan kembali dalam oven sampai bobotnya konstan (Amaliah 2007). Analisis Suhu Suhu tanah diukur dengan termometer pada pagi dan siang hari. Pengukuran TPH Nilai TPH diukur menggunakan metode gravimetri. Sebanyak 10 gram sampel dioven pada suhu 40 ºC selama 10 menit kemudian dibungkus dengan kertas saring. Timbel yang telah dibuat tersebut dimasukan dalam soxhlet dan diekstrak dengan pelarut n-heksana selama 4 jam. Ekstrak yang diperoleh dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat sebanyak 10 gram kemudian dihilangkan lemak/grease dengan 10 gram silika gel. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotav hingga kering. Labu yang telah kering dipanaskan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 10 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (Amaliah 2007). Preparasi dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet. Sebanyak 10 gram sampel diaduk dengan 10 gram Na 2 SO 4. Campuran tersebut keudian dibungkus dengan kertas saring dan diekstrak dengan campuran pelarut aseton-n-heksan (1:1) sebanyak 300 ml. Ekstraksi dilakukan sebanyak 4 kali dan dipekatkan dengan roarievaporator. Ekstrak dan labu dicuci kembali dengan pelarut awal kemudian dimasukan dalam tabung kecil. Ekstrak tersebut kemudian diinjek 1 µl dalam alat GCMS (US EPA 1996). Kondisi alat GCMS yang digunakan ialah sebagai berikut: pada oven suhu awal 35ºC dan suhu maksimum : 325 ºC. Pada fase gerak digunakan mode split dengan suhu awal 250ºC, tekanan 1.30 psi, rasio split 100:1, aliran split 55.5 ml/min, total aliran: 59.1mL/min. Jenis gas yang digunakan ialah helium. Kolom yang digunakan ialah model Agilent nomor 19091S-433 HP-5MS 5% penil metil siloksana dengan Suhu maksimum: 325 º C dengan panjang: 30.0 m, diameter: um, ketebalan lapisan 0.25 um. Volume injeksi sebesar 0.20 mikroliter dan ukuran syringe 10.0 mikroliter. HASIL DAN PEMBAHASAN ph Tingkat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting dalam proses degradasi hidrokarbon. Keberhasilan degradasi dapat dicapai jika ph media degradasi sesuai dengan kondisi optimum mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu, ph yang terukur menunjukan kisaran ph antara (Lampiran 2). Penentuan kondisi ph optimum untuk degradasi hidrokarbon oleh bakteri telah diteliti sebelumnya oleh Dibble dan Bartha (1979) yang menunjukan bahwa kondisi optimum yang dibutuhkan berkisar antara Sedangkan untuk kondisi optimum untuk bakteri dengan kode isolat T2M berada pada ph 6.8 (Ni mah 2005). Gambar 5 menunjukkan nilai ph yang terukur pada setiap tanah selama 4 bulan. Preparasi Pengukuran Struktur Dengan GCMS

17 ph minggu Tanah A Tanah B Tanah C Tanah D Gambar 5 Perbandingan nilai ph tanah A, B, C, dan D. Penurunan ph yang terjadi selama proses degradasi disebabkan karena adanya produk antara yang dihasilkan. Menurut Morgan dan Watkinson (1994) metabolisme awal dari degradasi n-alkana adalah dengan mempergunakan enzim hidroksilase (monooksidase) yang mengubah n-alkana menjadi 1-alkanol. Adanya penambahan jumlah senyawa alkohol dan asam karboksilat dapat menurunkan ph tanah. Pada Gambar 5 ditunjukan perubahan ph yang terjadi selama proses degradasi. Penurunan ph akan terus terjadi selama proses degradasi berlangsung karena adanya produk-produk degradasi hidrokarbon yang bersifat asam. Jika ph terlalu asam maka akan menganggu proses degradasi menjadi lebih lambat. Untuk membuat kondisi ph tetap optimum untuk degradasi hidrokarbon maka ditambahkan urea sebagai nutrisi untuk bakteri sekaligus membuat kondisi ph naik kembali. Seperti yang terjadi pada minggu ke-6 semua sampel tanah mengalami kenaikan ph yang dapat dikarenakan oleh penambahan urea. Penambahan urea pada mingu sebelumnya tidak dapat menaikan ph karena hasil degradasi berupa asam-asam organik lebih besar pengaruhnya terhadap ph. Dengan mengkondisikan ph tetap optimum untuk kehidupan bakteri diharapkan degradasi hidrokarbon berlangsung optimal. Kadar Air Kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap proses degradasi karena keberadaan air sangat diperlukan oleh aktivitas mikroorganisme. Bakteri yang digunakan ialah bakteri aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen. Oksigen yang diperlukan bakteri bisa diperoleh dari udara melalui proses pengadukan juga dari air. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu, kadar air yang terukur berkisar antara % (Lampiran 3). Kadar air yang terukur bervariasi dikarenakan setiap 2 minggu dilakukan penambahan air secara teratur dan adanya penguapan. Menurut Dibble dan Bartha (1979) kadar air yang dibutuhkan bakteri untuk metabolisme dalam mendegradasi hidrokarbon berkisar antara 30%-90%. Nilai kadar air yang terukur berada pada kisaran % dikarenakan pengukuran dilakukan setelah seminggu ditambahkan air. Penambahan air yang dilakukan cukup mendekati nilai optimum yang dibutuhkan bakteri. Kekurangan air selama proses degradasi dapat menyebabkan terhambatnya proses degradasi. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya bakteri yang mati karena tidak mampu beradaptasi dengan kondisi yang kurang air. Bakteri T2M merupakan bakteri yang membutuhkan air selama proses degradasi. Oleh karena itu kondisi kadar air tetap dijaga dengan penambahan air secara teratur. Suhu Nilai suhu tanah sangat berpengaruh terhadap proses degradasi. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu, nilai suhu yang terukur berkisar antara 33ºC- 35ºC. (Lampiran 4). Menurut Leahy dan Colwell (1990) suhu yang tepat dapat meningkatkan metabolisme bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon, khususnya suhu yang berkisar antara 30ºC-40ºC. Suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan toksisitas hidrokarbon terhadap bakteri. Demikian pula jika suhu terlalu rendah maka volatilitas hidrokarbon menurun dan dapat menghambat proses degradasi. Oleh karena itu, semua sampel ditempatkan dalam rumah kaca agar suhu yang terjadi tetap dalam keadaan optimum untuk kehidupan bakteri. TPH Salah satu parameter keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak bumi ialah berkurangnya nilai TPH sampai batas aman yang telah ditentukan. Batas aman menurut lembaga lingkungan ialah dibawah 1%. Hasil pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu menunjukkan nilai TPH awal sebesar 4.03, 5.33, 4.20, dan 4.58 % (b/b) berturut-turut untuk tanah A, B, C, dan D. (Lampiran 5). Minyak bumi yang ditambahkan pada setiap sampel sebesar 5% sedangkan nilai TPH yang terukur tidak persis sama dengan kadar minyak bumi yang ditambahkan. Hal ini dapat disebabkan karena proses pencampuran antara

18 tanah dan minyak bumi dilakukan dengan manual yaitu dengan pengadukan biasa. Pengambilan sampel tanah yang tidak merata juga dapat menyebabkan nilai TPH yang terukur tidak sama dengan jumlah kadar minyak bumi awal. Tanah A yang ditambahkan bakteri T2M dan disterilkan terlebih dahulu, memiliki penurunan TPH setiap 2 minggu yang cukup berarti dari minggu pertama sampai minggu ke-16. Pada minggu awal proses degdradasi terlihat penurunan yang lebih besar dibandingkan yang terjadi pada minggu berikutnya. Hal ini dapat dikarenakan pada minyak bumi terdapat hidrokarbon yang memiliki rantai karbon yang panjang. Citroreksoko (1996) menungkapkan bahwa hidrokarbon yang memiliki rantai panjang lebih mudah degradasi dibandingkan hidrokarbon rantai pendek. Perubahan nilai TPH pada 2 minggu pertama cukup besar yaitu sebesar 1.4 %. Minggu terakhir pengukuran menunjukkan nilai yang cukup kecil yaitu sebesar 0.37 %. Walaupun tanah A telah disterilkan terlebih dahulu, tetapi bakeri T2M mampu mendegradasi hidrokarbon minyak bumi sampai batas aman. Waktu yang diperoleh untuk sampai batas ini ialah 12 minggu. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan nilai TPH yang terukur pada tanah A selama 4 bulan. Gambar 6 Nilai TPH tanah A selama 4 bulan Tanah B merupakan tanah steril yang tidak ditambahkan bakteri dan berfungsi sebagai kontrol. Nilai TPH untuk tanah B pada minggu pertama terukur sebesar 5.33% kemudian turun pada minggu-minggu berikutnya. Pada minggu ke-2 nilai TPH yang terukur sebesar 4.12 %. Penurunan ini dapat terjadi karena proses penguapan terhadap hidrokarbon yang mudah menguap yang memiliki rantai karbon yang pendek. Penurunan tersebut juga dapat disebabkan oleh bakteri yang masuk kedalam sampel tanah dan medegradasi senyawa hidrokarbon yang ada. Akan tetapi, pada minggu ke-4 sampai minggu ke-10 terlihat penurunan yang kecil. Hal ini dapat disebabkan karena penguapan tidak terjadi pada hidrokarbon rantai panjang dan juga bakteri yang masuk tidak mampu mendegradsi hidrokarbon rantai panjang. Pada minggu terakhir yaitu minggu ke-16 nilai TPH yang terukur sebesar Nilai TPH akhir untuk tanah B belum mencapai batas aman karena sebelumnya tidak ditambahkan bakteri pendegradasi hidrokarbon. Gambar 7 memperlihatkan nilai TPH yang terukur selama 4 bulan. Gambar 7 Nilai TPH tanah B selama 4 bulan Perbandingan nilai TPH untuk semua tanah dapat dinyatakan dalam persen degradasi. Persen degradasi diperoleh dari nilai TPH akhir dikurangi TPH awal dan dibagi nilai TPH awal. Nilai ini menunjukkan seberapa besar hidrokarbon terurai oleh bakteri. Persen degradasi yang terjadi pada tanah A sebesar % sedangkan untuk tanah B sebagi kontrol sebesar %. Persen degradasi untuk tanah C sebesar % sedangkan untuk tanah D sebagai kontrol sebesar %. Berdasarkan data tersebut proses deradasi lebih optimal pada tanah yang tidak steril. Gambar 8 menunjukkan nilai persen degradasi untuk semua tanah. persen degradasi (% b/b) Tanah A Tanah B Tanah C Tanah D Gambar 8 Nilai perbandingan persen degradasi untuk semua tanah Tanah C merupakan tanah yang tidak disterilkan dan ditambahkan bakteri. Nilai TPH untuk tanah C dapat dilihat penurunannya pada Gambar 9. Nilai TPH awal untuk tanah ini sebesar 4.20 % sedikit lebih besar dibandingkan yang terukur pada tanah A. Seperti yang lainnya pada minggu

19 ke-2 terjadi penurunan TPH yang cukup besar yaitu sebesar 1.21 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh menguapnya hidrokarbon volatil juga masih banyaknya hidrokarbon rantai panjang. Hasil degrdasi mikroorganisme pada tanah C menunjukan nilai degradasi yang lebih baik dibandingkan tanah A. Pada minggu ke-6 nilai TPH untuk tanah ini sebesar 1.38 % dan mulai mendekati batas aman. Kemudian pada minggu ke-10 nilai TPH tanah tersebut sebesar 0.64 % yang merupakan nilai yang telah memenuhi syarat aman bagi lingkungan. Sedangkan nilai pengukuran TPH terakhir pada minggu ke-16 sebesar 0.28 %. Perubahan nilai TPH pada tanah yang tidak disterilkan dahulu ini paling besar diantara tanah yang lainya. Perubahan ini disebabkan dalam tanah tersebut masih mengandung bakteri secara alami sehingga dapat meningkatkan proses degradasi hidrokarbon. Gambar 9 Nilai TPH tanah C selama 4 bulan Nilai TPH untuk tanah D dapat dilihat pada Gambar 10. Untuk tanah yang tidak diberi bakteri ini memiliki nilai TPH awal sebesar 4.58 % dan pada minggu ke-16 nilainya turun menjadi 2.11%. Walaupun tanah D tidak disterilkan dahulu akan tetapi nilai TPH akhir lebih besar dibandingkan tanah B yang disterilkan terlebih dahulu. Hal ini dapat dikarenakan bakteri alam yang telah ada pada tanah tersebut bukan merupakan bakteri yang mampu mendegradasi hidrokarbon secara optimal. Gambar 10 Nilai TPH tanah D selama 4 bulan Perubahan Senyawa Hidrokarbon Penentuan perubahan senyawa hidrokarbon selama proses degradasi oleh bakteri, ditentukan dengan membandingkan % area masing-masing senyawa hidrokarbon setiap 2 minggu. Berdasarkan data yang diperoleh dari kromatogram GCMS diketahui bahwa senyawa hidrokarbon yang terdapat pada minyak bumi terdiri dari 3 jenis, yaitu alifatik, alsiklik, dan aromatik. Penentuan senyawa hidrokarbon ini berdasarkan data yang terdapat pada CAS Number yang digunakan sebagai library pengidentifikasi sampel. Data library yang digunakan pada penentuan senyawa ini ialah Wiley7 Nist 05.L, dari hasil identifikasi tersebut dipilih sampel yang memiliki kemiripan 90. Berdasarkan data yang diperoleh, senyawa hidrokarbon yang memiliki kemiripan 90 diketahui lebih banyak hidrokarbon alifatik dibandingkan hidrokarbon siklik dan aromatik. Oleh karena itu perubahan senyawa hidrokarbon ini difokuskan pada hidrokarbon alifatik. Senyawa hidrokarbon alifatik yang terdeteksi pada awal pengukuran tanah A sebanyak 28 senyawa. Senyawa tersebut memiliki panjang rantai dari C-5 sampai C-30. Pada minggu terakhir hanya terdapat 12 senyawa saja. Sisa senyawa yang tidak terdeteksi diakhir pengukuran merupakan senyawa yang telah didegradasi oleh bakteri. Data yang diperoleh dari CMS menunjukan senyawa hidrokarbon rantai panjang banyak yang hilang, jika pun ada % area senyawa tersebut telah berkurang jika dibandingkan awal pengukuran. Contohnya pentakosana (C-25) memiliki luas area pada minggu pertama sebesar Pada minggu ke-16 senyawa tersebut memiliki % area sebesar Perubahan % area senyawa hidrokarbon setiap 2 minggu pada tanah A dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan data tersebut, terlihat perubahan persen area masing-masing senyawa setiap 2 minggu. Beberapa senyawa yang terdeteksi di awal pengukuran pada miggu berikutnya tidak terdeteksi. Hal ini dapat dikarenakan terdegradasinya senyawa tersebut menjadi senyawa yang memiliki rantai karbon lebih pendek. Pada saat bersamaan ada pula senyawa yang menunjukan kenaikan persen area. Hal ini dikarenakan banyaknya senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi. Akan tetapi, sebagian besar senyawa berkurang kadarnya pada akhir pengukuran yang dikuatkan pula dengan data total

20 petroleum hidrokarbon (TPH). Tabel 2 menunjukkan nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah A. Tabel 2 Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah A di awal dan akhir pengukuran Senyawa hidrokarbon Jumlah atom karbon luas area awal (%) luas area akhir (%) Pentana Td Heksana Td Heptana Td Oktana Td Nonana Td Dekana Td Undekana Td Dodekana Td Tetradekana Td Pentadekana td Heksadekana Td Heptadekana Td Oktadekana Dokosana Nonadekana Eikosana Heneikosana Trikosana Td Heneikosana Tetrakosana Pentakosana Octakosana Td Heksakosana Octakosana Td Heptacosana Nonakosana Triakontana Eikosana Td Td = tidak terdeteksi Menurut Atlas dan Bartha (1998) dalam proses biodegradasi rantai alkana dioksidasi membentuk alkohol, aldehida dan asam lemak. Setelah terbentuk asam lemak proses katabolisme terjasi secara sekuen ß oksidasi. Rantai panjang dari asam lemak dikonversi oleh acyl coenzyme A yang merupakan enzim membentuk asetil coenzyme A dan rantai pendek asam lemak yang telah berkurang dua unit gugus karbonnya yang berlangsung secara berulang-ulang. Asetil coenzyme A diubah membentuk CO 2 melalui siklus tricarboxylic acid. Senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah B di awal dan akhir pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data tersebut terdapat 16 senyawa hidrokarbon yang terdiri dari C-11 sampai C-27. Tanah B ini merupakan kontrol terhadap tanah A karena tidak ditambahkan bakteri. Tabel 3 Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah B di awal dan akhir pengukuran Senyawa hidrokarbon Jumlah atom karbon luas area awal (%) luas area akhir (%) Dodekana Td Tridekana Td Tetradekana Td Pentadekana Td Pentadekana Td Heksadekana Heptadekana Oktadekana Eikosana Td Heneicosana Tricosana Heneikosana Tetrakosana Dotriacontana Td Heptacosana Eikosana Td Td = tidak terdeteksi Pada Tabel 3 terdapat beberapa senyawa hidrokarbon rantai panjang yang masih ada di akhir pengukuran. Terdapat 12 senyawa hidrokarbon yang terdapat pada tanah tersebut. Hal ini menunjukan tidak terjadinya degradasi. Persen area masing-masing senyawa setiap 2 minggu dapat dilihat pada Lampiran 7. Walaupun tanah B tidak ditambahkan bakteri, perubahan luas area terjadi pada tanah ini. Akan tetapi perubahan luas area ini tidak terlalu signifikan. Sebagai contoh hidrokarbon rantai panjang pada minggu ke-16 masih memiliki persen area yang cukup besar. Sebagai contoh tetrakosana dan oktakosana pada minggu ke-16 memiliki luas area dan 0.74 %. Perubahan senyawa hidrokarbon yang paling besar terjadi pada tanah C. Tanah yang tidak disterikan sebelumnya ini hampir tidak memiliki hidrokarbon rantai panjang pada pengukuran minggu kedelapan. Perubahan senyawa ini diperjelas dengan rendahnya nilai TPH tanah tersebut sebesar 0.28% (Gambar 8). Hal ini menunjukan degradasi yang berhasil terhadap minyak bumi. Perubahan persen area senyawa pada tanah C dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan data tersebut, hampir semua senyawa mumiliki persen area yang berkurang pada minggu berikutnya. Hal ini dapat disebabkan oleh degradasi yang dilakukan oleh bakteri. Terdapat sekitar 27 senyawa hidrokarbon alifatik pada awal pengukuran tetapi tidak ada satupun hidrokarbon tersebut pada akhir pengukuran. Tabel 4 menunjukkan nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah C.

21 Tabel 4 Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah C di awal dan akhir pengukuran Senyawa hidrokarbon Jumlah atom karbon Luas area awal (%) Luas area akhir (%) Undekana Td Dodekana Td Tetradekana Td Pentadekana Td Heksadekana Td Heptadekana Td Oktadekana Td Undekana Td Dokosana Td Nonadekana Td Eikosana Td Heneikosana Td Trikosana Td Eikosana Td Tetrakosana Td Dotriakontana Td Pentakosana Td Hexakosana Td Octakosana Td Heptakosana Td Nonakosana Td Triakontana Td Eikosana Td = tidak terdeteksi Tabel 5 Nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah D di awal dan akhir pengukuran Senyawa hidrokarbon Jumlah atom karbon Luas area awal (%) Luas area akhir (%) Undekana Td Dodekana Td Tridekana Td Tetradekana Pentadekana Hexadekana Heptadekana Oktadekana Eikosana Trikosana Nonadekana Heneikosana Heneikosana Dokosana Tetrakosana Hexakosana Heptakosana Octakosana Pentakosana Td Nonakosana Td Triakontana Eikosana Td Td = tidak terdeteksi Tanah D merupakan kontrol untuk tanah C. Pada awal pengukuran memiliki 23 senyawa hidrokarbon alifatik sedangkan pada akhir pengukuran memiliki 15 senyawa hidrokarbon. Perubahan persen area masingmasing senyawa tersebut setiap 2 minggu dapat dilihat pada lampiran 9. Tabel 5 menunjukkan nilai luas area senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada tanah D. Senyawa hidrokarbon yang hilang pada akhir perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Hilangnya senyawa-senyawa tersebut dapat disebabkan oleh degradasi yang dilakukan oleh bakteri. Pada tanah A ada 16 senyawa yang hilang. Senyawa yang paling banyak merupakan hidrokarbon alifatik. Senyawa yang hilang pada tanah B tidak terlalu banyak. Senyawa tersebut diantaranya tridekana, pentadekana dan eikosana. Pada tanah C yang merupakan tanah paling maksimal dalam degradasi hidrokarbon, ditemukan banyak senyawa hidrokarbon yang hilang. Dimulai dengan hidrokarbon C-11 sampai C-30 hilang diakhir perlakuan. Hal ini dapat dikarenakan tanah C tidak disterilkan dahulu. Oleh karena itu bakteri yang ada sebelumnya pada tanah ikut mendegradasi hidrokarbon. Senyawa yang hilang pada tanah D tidak terlalu banyak diantaranya pentakosana dan nonakosana. Senyawa yang hilang pada akhir perlakuan dapat dikatakan sebagai hidrokarbon yang paling mudah didegradasi oleh bakteri. Senyawa hidrokarbon yang masih ada pada akhir perlakuan dapat dikatakan sebagai hidrokarbon yang paling sulit didegradasi oleh bakteri. Tabel 6 Daftar senyawa yang tidak terdeteksi pada setiap tanah di akhir pengukuran Tanah A Tanah B Tanah C Tanah D Heptana Dodekana Undekana Undekana Oktana Tridekana Dodekana Dodekana Nonana Tetradekana Tridekana Tridekana Dekana Pentadekana Tetradekana Heneikosana Undekana Eikosana Pentadekana Pentakosana Dodekana Heneikosana Hexadekana Nonakosana Tridekana Dotriakontana Heptadekana Eikosana Tetradekana Oktadekana Pentadekana Dokosana Eikosana Nonadekana Heneikosana Eikosana Dotriakontana Heneikosana Octakosana Trikosana Heksakosana Heneikosana Triakontana Tetrakosana Etilbenzena Dotriakontana Pentakosana Hexakosana Octakosana Heptakosana Nonakosana Triakontana

22 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penurunan TPH terjadi pada setiap tanah dan paling besar terjadi pada tanah nonsteril yang ditambahkan bakteri dengan nilai TPH akhir sebesar 0.28 %. Persen degradasi untuk tanah steril sebesar % sedangkan untuk tanah nonsteril sebesar %. Perubahan senyawa hidrokarbon yang terjadi karena degradasi oleh bakteri terjadi pada hidrokarbon rantai panjang menjadi hidrokarbon yang lebih pendek. Saran Diperlukan satu jenis hidrokarbon rantai panjang pada proses degradasi agar terlihat dengan jelas perubahan senyawanya. DAFTAR PUSTAKA Amaliah Bioremediasi Lahan Tambang Minyak Bumi Dengan Menggunakan Surfaktan [skripsi] Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam, Universitas Pakuan. Atlas R.M dan Bartha R Microbial Ecology: Fundamental and Applications. California: The Benjamin/Cummings Redwood City. Atlas, R. M Stimulated petroleum biodegradation. Crit. Rev. Microbiol. 5: Atlas, R. M., and R. Bartha Biodegradation of petroleum in seawater at low temperatures. Can. J. Microbial. 18: Citroreksoko Microbial Degradation Of Hydrocarbons In The Environment. Microbiological Reviews, Okt.1998, Vol. 6 Hal Cookson, J.T Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-Hill Inc., Toronto. Danielson, M Production of lactones and peroxisomal beta-oxidation in yeasts. Critical. Reviews in Biotechnology, 16(4): Dibble, J.T., and R. Bartha Effect of Environmental Parameters on The Biodegradation of Oil Sludge. Applied Environ. Microbiol. 37: Fahruddin Dampak tumpahan minyak pada biota laut. [20 mei 2008]. Fletcher Biodegradation of polyphenols with immobilized Candida tropicalis under metabolic induction. FEMS Microbiology Letters, 223: Hadi S.N Degradasi Minyak Bumi via Tangan Mikroorganisme. Bogor: Program Sarjana Departemen Biokimia IPB. [14 april 2008]. Harvey D Modern Analytical Chemistry. USA: McGraww-Hill. Leahy Joseph G. And Colwell Rita R Microbial Degradation Of Hydrocarbons In The Environment. Microbiological Reviews, Sept. 1990, Vol. 3 Hal Morgan, P. dan R.J. Watkinson Biodegradation of Component Petroleum. C. Railedge (ed). Biochemistry of Microbial Degradation. Belanda: Kluwer Academic Publishers. Ni mah U Kinerja Tiga Isolat Mikrob Pendegradasi Minyak Bumi dan Pengaruh Penambahan Dua Sumber Nitrogen pada Isolat terbaik. [skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam, IPB. Pritchard et al Bioremediation. An overview [ulas balik]. Pure Appl Chem. 73: /pdf/7307x1163.pdf [20mei 2008]. Prijambada dan Widada Mitigasi Dan Bioremediasi Lahan Tambang Minyak di Dalam: Seminar Nasional PKRLT Fakultas Pertanian UGM, Sabtu 11 Feb 2006.

23 Prince RC, Lessard RR, Clark JR Bioremediation of marine oil spills. Oil &Gas Sci Technol 58: Rosenberg, E. dan E.Z. Ron Bioremediation of Petroleum Contamination. Dalam R. L. Crawford dan D. L. Crawford (ed.) Bioremediation Principles and Applications. Cambridge Press, Cambridge. Sumastri Bioremediasi Minyak Bumi Secara Pengomposan Menggunakan Kultur Bakteri Hasil Seleksi. [14 april 2008]. Tanner Degradation of long-chain alkanes by polyethylene-degrading fungus, Penicillium simplicissimum YK. Enzyme and Microbial Technology, 30: Udiharto M Pemanfaatan Bioteknologi Untuk Penanggulangan Polutan Minyak Bumi Dan Fenol Dalam Air Terproduksi Dari Industri Perminyakan. Di dalam: Diskusi Ilmiah IX. Prosiding Diskusi Ilmiah IX Hasil Penelitian LEMIGAS. Jakarta, Februari Jakarta: PPPTMBG Lemigas. hlm Udiharto M Aktivitas mikrob dalam degradasi minyak bumi. Di dalam: Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya; Cibinong, Juni Jakarta: PPPTMBG Lemigas. hlm [USEPA] United State Environmental Protection Agency A Citizen s Guide to Bioremediation. United State Environmental Protection Agency. Walter dan Crawford Catabolism ofhydroxyacids and biotechnological production of lactones by Yarrowia lipolytica. Applied Microbiology and Biotechnology, 61:

24 Lampiran 1Bagan alir penelitian Tanah Pengayakan Steril Non steril A B C D Penambahan minyak Bumi A B C D Penambahan Bakteri A C B D Pemberian nutrien setiap 2 minggu Penentuan ph, Suhu, kadar air, setiap 2 minggu Preparasi GCMS setiap 2 minggu Penentuan perubahan senyawa

25 Lampiran 2 Nilai ph selama 4 bulan Nilai ph selama 4 bulan Tanah ph Tanah ph Minggu Ke-0 Minggu Ke-10 A 6.56 A 6.83 B 6.08 B 6.23 C 6.92 C 6.62 D 6.5 D 6.47 Minggu Ke-2 Minggu Ke-12 A 6.44 A 7.33 B 6.07 B 6.47 C 5.95 C 6.8 D 6.25 D 6.38 Minggu Ke-4 Minggu Ke-14 A 7.54 A 7.22 B 6.09 B 6.17 C 7.6 C 7.26 D 6.38 D 6.3 Minggu Ke-6 Minggu Ke-16 A 7.37 A 7.11 B 6.17 B 5.9 C 7.47 C 7.1 D 6.26 D 6.14 Minggu Ke-8 A 6.46 B 5.35 C 6.54 D 5.75

26 Lampiran 3 Nilai kadar air selama 4 bulan Nilai kadar air selama 4 bulan Tanah Bobot labu Bobot kering Bobot Kadar air kosong (g) (g) tanah (g) (%) Minggu Ke-0 A B C D Minggu Ke-2 A B C D Minggu Ke-4 A B C D Minggu Ke-6 A B C D Minggu Ke-8 A B C D Minggu Ke-10 A B C D Minggu Ke-12 A B C D Minggu Ke-14 A B C D Minggu Ke-16 A B C D

27 Lampiran 4 Nilai suhu tanah selama 4 bulan Nilai suhu tanah selama 4 bulan Tanah Suhu ºC Tanah Suhu ºC Minggu Ke-0 Minggu Ke-10 A 33 A 35 B 33 B 35 C 35 C 34 D 33 D 35 Minggu Ke-2 Minggu Ke-12 A 34 A 34 B 33 B 34 C 33 C 33 D 34 D 34 Minggu Ke-4 Minggu Ke-14 A 34 A 33 B 34 B 34 C 33 C 35 D 35 D 35 Minggu Ke-6 Minggu Ke-16 A 31 A 33 B 30 B 35 C 30 C 33 D 30 D 33 Minggu Ke-8 A 33 B 33 C 33 D 34

28 Lampiran 5 Nilai TPH tanah selama 4 bulan Nilai TPH tanah selama 4 bulan Tanah Bobot tanah (g) Bobot Labu Kosong (g) bobot labu kering (g) TPH (%) Minggu Ke-0 A B C D Minggu Ke-2 A B C D Minggu Ke-4 A B C D Minggu Ke-6 A B C D Minggu Ke-8 A B C D Minggu Ke-10 A B C D Minggu Ke-12 A B C D Minggu Ke-14 A B C D Minggu Ke-16 A B C D

29 Lampiran 6 Perubahan luas area senyawa yang terdeteksi pada tanah Aselama 4 bulan Senyawa Waktu Luas area/minggu retensi Dekana td td td td td Undekana td td td td Dodekana td td td td Tridekana td td td Tetradekana td td Pentadekana td td Heksadekana td Heptadekana td Octadekana Dokosana td Nonadekana Eikosana Heneikosana td Trikosana td td Heneikosana td td Tetrakosana td Pentakosana td td Oktakosana td td td td Heksakosana td td td Oktakosana td td td td Heptakosana td td td Nonakosana td td Triakontana td td td Eikosana td td td td td = tidak terdeteksi

30 Lampiran 7 Perubahan luas area senyawa yang terdeteksi pada tanah B selama 4 bulan Senyawa Waktu Luas area/minggu retensi Dodekana td td td Tridekana td Tetradekana td td Pentadekana td Heksadekana td Heptadekana Octadekana Dokosana td Nonadekana td Eikosana td td td Heneikosana td td td td Trikosana td Heneikosana td td td td td Tetrakosana td td Dotriakontana td td td td td Pentakosana td td td Oktakosana td td td td td td td Heksakosana td td td td Oktakosana td td td td Heptakosana td td Nonakosana td td Triakontana td td td td td td Eikosana td Dodekana td td td td = tidak terdeteksi

31 Lampiran 8 Perubahan luas area senyawa yang terdeteksi pada tanah C selama 4 bulan Waktu Luas area/minggu Senyawa retensi Dodekana td td td Tridekana td td Tetradekana td td td Pentadekana td td td td Heksadekana td td Heptadekana td td Oktadekana td td td Dokosana td Nonadekana td td Eikosana td Heneikosana td td td td Trikosana td td td td td Heneikosana td td td Tetrakosana td td Dotriakontana td td Pentakosana td td td td td Heksakosana td td td td Oktakosana td Heptakosana td td Nonakosana td td td Triakontana td Eikosana td td Dodekana td td td Tridekana td td td = tidak terdeteksi

32 Lampiran 9 Perubahan luas area senyawa yang terdeteksi pada tanah D selama 4 bulan Senyawa Waktu Luas area/minggu retensi Tetradekana td Pentadekana Heksadekana Heptadekana Oktadekana Eikosana Trikosana td Nonadekana Heneikosana Heneikosana td td td td Dokosana Tetrakosana Dotriakontana td td td td td td Heksakosana Heptakosana Oktakosana Pentakosana td td td Nonakosana td Triakontana td td = tidak terdeteksi

33 Lampiran 10 Data kromatogram GCMS Data kromatogram tanah A pada awal perlakuan Data kromatogram tanah A pada akhir perlakuan Data kromatogram tanah B pada awal perlakuan

34 Data kromatogram tanah B pada akhir perlakuan Data kromatogram tanah C pada awal perlakuan Data kromatogram tanah C pada akhir perlakuan

35 Data kromatogram tanah D pada awal perlakuan Data kromatogram tanah D pada akhir perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Pembagian kode sampel tanah Kode Keterangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Pembagian kode sampel tanah Kode Keterangan Tabel 1 Pembagian kode sampel tanah Kode Keterangan sampel A Tanah steril + bakteri T2M B Tanah steril C Tanah non steril + bakteri T2M D Tanah non steril Pembagian kode sampel dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA

PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA AWAN KARLIAWAN DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Hidrokarbon minyak bumi merupakan kontaminan yang paling luas yang mencemari lingkungan. Kecelakaan tumpahan minyak yang terjadi sering mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius (Prince

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN. ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003). ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003). Inokulasi Bakteri dan Inkubasi Media Sebanyak dua ose bakteri diinokulasikan ke dalam 50 ml NB dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Analisis Kekeruhan (29 Palm Laboratory 2003) Pengukuran TPH cair (EPA 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keasaman

Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Analisis Kekeruhan (29 Palm Laboratory 2003) Pengukuran TPH cair (EPA 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keasaman Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Nilai TPH diukur menggunakan metode gravimetri. Sebanyak 5 gram limbah minyak hasil pengadukan dibungkus dengan kertas saring. Timbel yang telah dibuat tersebut dimasukan

Lebih terperinci

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK KARWATI.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah. Diantara

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK KARWATI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan mengganggu kehidupan organisme di

Lebih terperinci

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8. Abstract

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8. Abstract DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 Charlena 1), Abdul Haris 2), Karwati 1) Staf Pengajar Departemen Kimia FMIPA Institut Pertanian Bogor 2) Staf Peneliti Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak bumi merupakan energi utama yang sulit tergantikan sampai saat ini. Dalam produksi minyak bumi dan penggunaannya, dapat menghasilkan buangan sebagai limbah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,

Lebih terperinci

Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor

Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor Disusun oleh: Eko Yudie Setyawan 2308 100 512 Rizki Dwi Nanto 2308 100 543 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

3 METODE. Bahan dan Alat Penelitian

3 METODE. Bahan dan Alat Penelitian 10 tersebut memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber karbon dan energi (Muslimin 1995; Suprihadi 1999). Selain itu keaktifan mikrob pendegradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON?

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? Oleh: Didi S. Agustawijaya dan Feny Andriani Bapel BPLS I. Umum Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Minyak Bumi Minyak bumi mengandung 50-98% komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Kandungannya bervariasi tergantung pada sumber minyak. Minyak bumi mengandung senyawa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai gabungan antara senyawa hidrokarbon (unsur karbon dan hidrogen) dan nonhidrokarbon (unsur oksigen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya alam berupa minyak bumi yang tersebar di sekitar daratan dan lautan. Luasnya pengolahan serta pemakaian bahan bakar minyak menyebabkan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun yang lalu, sebagai dekomposisi bahan-bahan organik dari hewan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun yang lalu, sebagai dekomposisi bahan-bahan organik dari hewan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Umum Minyak Bumi Minyak bumi adalah campuran hidrokarbon yang terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu, sebagai dekomposisi bahan-bahan organik dari hewan dan tumbuhan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2014) minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama dan salah satu

I. PENDAHULUAN. (2014) minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama dan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan campuran berbagai macam zat organik, tetapi komponen pokoknya adalah hidrokarbon (Kristianto, 2002). Menurut Kurniawan (2014) minyak bumi merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode non eksperimental dan metode eksperimental. Metode non eksperimental

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON

SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON SIFAT KIMIA DAN FISIK SENYAWA HIDROKARBON Muhammad Ja far Sodiq (0810920047) 1. ALKANA Pada suhu biasa, metana, etana, propana, dan butana berwujud gas. Pentena sampai heptadekana (C 17 H 36 ) berwujud

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

FOTOKATALISIS POLUTAN MINYAK BUMI DI AIR LAUT PADA SISTEM SINAR UV DENGAN KATALIS TiO 2

FOTOKATALISIS POLUTAN MINYAK BUMI DI AIR LAUT PADA SISTEM SINAR UV DENGAN KATALIS TiO 2 FOTOKATALISIS POLUTAN MINYAK BUMI DI AIR LAUT PADA SISTEM SINAR UV DENGAN KATALIS TiO 2 Oleh : Mohammad Khoirudin Alfan Nrp. 3307100080 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Yulinah T, MAppSc NIP 195307061984032004

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bioremediasi logam berat timbal (Pb) dalam lumpur Lapindo menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas pseudomallei)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator 81 LAMPIRAN Lampiran 1. Skema 1. Pembuatan Biakan A. xylinum Pada Media Agar 2,3 g nutrien agar diencerkan dengan 100 ml akuades di panaskan di sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 o C Media Agar dan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KIMIA ORGANIK YANG MENUNJANG PEMBELAJARAN KIMIA SMA GEBI DWIYANTI

KONSEP DASAR KIMIA ORGANIK YANG MENUNJANG PEMBELAJARAN KIMIA SMA GEBI DWIYANTI KNSEP DASAR KIMIA RGANIK YANG MENUNJANG PEMBELAJARAN KIMIA SMA GEBI DWIYANTI 1. Kekhasan Atom Karbon Atom karbon adalah atom yang memiliki enam elektron dengan dengan konfigurasi 1s 2 2s 2 2p 2. Empat

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Pelepasan senyawa-senyawa organik dan anorganik ke dalam lingkungan terjadi hampir setiap tahun akibat dari aktivitas manusia. Jika ditinjau secara kimia, maka senyawa organik dan anorganik

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm. 30 4.1.Perlakuan Pendahuluan 4.1.1. Preparasi Sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Proses perlakuan pendahuluan yag dilakukan yaitu, pengecilan ukuran sampel, pengecilan sampel batang jagung dilakukan

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi (migas) sampai saat ini masih merupakan sumber energi yang menjadi pilihan utama untuk digunakan pada industri, transportasi, dan rumah tangga.

Lebih terperinci

Materi Penunjang Media Pembelajaran Kimia Organik SMA ALKANA

Materi Penunjang Media Pembelajaran Kimia Organik SMA ALKANA ALKANA Alkana rantai pendek (metana dan etana) terdapat dalam atmosfer beberapa planet seperti jupiter, saturnus, uranus, dan neptunus. Bahkan di titan (satelit saturnus) terdapat danau metana/etana yang

Lebih terperinci

Prinsip dasar alat spektroskopi massa: ANALISIS MASSA. Fasa Gas (< 10-6 mmhg)

Prinsip dasar alat spektroskopi massa: ANALISIS MASSA. Fasa Gas (< 10-6 mmhg) Spektroskopi Massa Spektroskopi Masssa adalah alat untuk mendapatkan BERAT MOLEKUL. Alat ini mengukur m/z, yaitu perbandingan MASSA terhadap muatan (umumnya muatan +1). Contoh: Spektroskopi Massa Prinsip

Lebih terperinci

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi MATA DIKLAT : KIMIA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan, alam dan sekitarnya. 2. Siswa memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menunjang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan 5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan H O O O NO 2 + HO HO 4-toluenesulfonic acid + NO 2 O H 2 C 7 H 5 NO 3 C 2 H 6 O 2 C 7 H 8 O 3 S. H 2 O C 9

Lebih terperinci

berupa ikatan tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga. o Atom karbon mempunyai kemampuan membentuk rantai (ikatan yang panjang).

berupa ikatan tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga. o Atom karbon mempunyai kemampuan membentuk rantai (ikatan yang panjang). HIDROKARBON Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 4-5. METABOLISME Ada 2 reaksi penting yang berlangsung dalam sel: Anabolisme reaksi kimia yang menggabungkan bahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2011. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Proses, Laboratorium Bioteknologi

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Karakteristik Biologis Tanah

Karakteristik Biologis Tanah POLUSI TANAH DAN AIR TANAH Karakteristik Biologis Tanah Prof. Dr. Budi Indra Setiawan Dr. Satyanto Krido Saptomo, Allen Kurniawan ST., MT. Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al. Kamu tentunya pernah menyaksikan berita tentang penyalah gunaan formalin. Formalin merupakan salah satu contoh senyawa aldehid. Melalui topik ini, kamu tidak hanya akan mempelajari kegunaan aldehid yang

Lebih terperinci

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NP 5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NH 4 HC 3 + + 2 C 2 C 2 C 2 H CH 3 H 3 C N CH 3 H + 4 H 2 + C N 3 C 7 H 6 C 6 H 10 3 C 19 H 23 4 N C 2 (79.1) (106.1) (130.1)

Lebih terperinci