HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Pembagian kode sampel tanah Kode Keterangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Pembagian kode sampel tanah Kode Keterangan"

Transkripsi

1 Tabel 1 Pembagian kode sampel tanah Kode Keterangan sampel A Tanah steril + bakteri T2M B Tanah steril C Tanah non steril + bakteri T2M D Tanah non steril Pembagian kode sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis yang dilakukan adalah: ph, kadar air, suhu, TPH, dan perubahan senyawa yang dilakukan setiap 2 minggu. Analisis ph Nilai ph masing masing tanah diukur menggunakan ph meter yang telah sebelumnya dikalibrasi dengan bufer ph 4 dan 7, dengan perbandingan tanah dan air akuades 1:5. Analisis Kadar Air Sebanyak 5 gram contoh tanah ditimbang dalam pinggan porselen yang telah diketahui bobotnya. Contoh tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 3 jam. Setelah itu pinggan diangkat dan dimasukan dalam desikator. Setelah dingin, bobot pinggan ditimbang dan dimasukan kembali dalam oven sampai bobotnya konstan (Amaliah 2007). Analisis Suhu Suhu tanah diukur dengan termometer pada pagi dan siang hari. Pengukuran TPH Nilai TPH diukur menggunakan metode gravimetri. Sebanyak 10 gram sampel dioven pada suhu 40 ºC selama 10 menit kemudian dibungkus dengan kertas saring. Timbel yang telah dibuat tersebut dimasukan dalam soxhlet dan diekstrak dengan pelarut n-heksana selama 4 jam. Ekstrak yang diperoleh dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat sebanyak 10 gram kemudian dihilangkan lemak/grease dengan 10 gram silika gel. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotav hingga kering. Labu yang telah kering dipanaskan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 10 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (Amaliah 2007). Preparasi dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet. Sebanyak 10 gram sampel diaduk dengan 10 gram Na 2 SO 4. Campuran tersebut keudian dibungkus dengan kertas saring dan diekstrak dengan campuran pelarut aseton-n-heksan (1:1) sebanyak 300 ml. Ekstraksi dilakukan sebanyak 4 kali dan dipekatkan dengan roarievaporator. Ekstrak dan labu dicuci kembali dengan pelarut kemudian dimasukan dalam tabung kecil. Ekstrak tersebut kemudian diinjek 1 µl dalam alat GCMS (US EPA 1996). Kondisi alat GCMS yang digunakan ialah sebagai berikut: pada oven suhu 35ºC dan suhu maksimum : 325 ºC. Pada fase gerak digunakan mode split dengan suhu 250ºC, tekanan 1.30 psi, rasio split 100:1, aliran split 55.5 ml/min, total aliran: 59.1mL/min. Jenis gas yang digunakan ialah helium. Kolom yang digunakan ialah model Agilent nomor 19091S-433 HP-5MS 5% penil metil siloksana dengan Suhu maksimum: 325 º C dengan panjang: 30.0 m, diameter: um, ketebalan lapisan 0.25 um. Volume injeksi sebesar 0.20 mikroliter dan ukuran syringe 10.0 mikroliter. HASIL DAN PEMBAHASAN ph Tingkat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting dalam proses degradasi. Keberhasilan degradasi dapat dicapai jika ph media degradasi sesuai dengan kondisi optimum mikroorganisme pendegradasi. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu, ph yang terukur menunjukan kisaran ph antara (Lampiran 2). Penentuan kondisi ph optimum untuk degradasi oleh bakteri telah diteliti sebelumnya oleh Dibble dan Bartha (1979) yang menunjukan bahwa kondisi optimum yang dibutuhkan berkisar antara Sedangkan untuk kondisi optimum untuk bakteri dengan kode isolat T2M berada pada ph 6.8 (Ni mah 2005). Gambar 5 menunjukkan nilai ph yang terukur pada setiap tanah selama 4 bulan. Preparasi Pengukuran Struktur Dengan GCMS

2 ph minggu Tanah A Tanah B Tanah C Tanah D Gambar 5 Perbandingan nilai ph tanah A, B, C, dan D. Penurunan ph yang terjadi selama proses degradasi disebabkan karena adanya produk antara yang dihasilkan. Menurut Morgan dan Watkinson (1994) metabolisme dari degradasi n-alkana adalah dengan mempergunakan enzim hidroksilase (monooksidase) yang mengubah n-alkana menjadi 1-alkanol. Adanya penambahan jumlah senyawa alkohol dan asam karboksilat dapat menurunkan ph tanah. Pada Gambar 5 ditunjukan perubahan ph yang terjadi selama proses degradasi. Penurunan ph akan terus terjadi selama proses degradasi berlangsung karena adanya produk-produk degradasi yang bersifat asam. Jika ph terlalu asam maka akan menganggu proses degradasi menjadi lebih lambat. Untuk membuat kondisi ph tetap optimum untuk degradasi maka ditambahkan urea sebagai nutrisi untuk bakteri sekaligus membuat kondisi ph naik kembali. Seperti yang terjadi pada minggu ke-6 semua sampel tanah mengalami kenaikan ph yang dapat dikarenakan oleh penambahan urea. Penambahan urea pada mingu sebelumnya tidak dapat menaikan ph karena hasil degradasi berupa asam-asam organik lebih besar pengaruhnya terhadap ph. Dengan mengkondisikan ph tetap optimum untuk kehidupan bakteri diharapkan degradasi berlangsung optimal. Kadar Air Kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap proses degradasi karena keberadaan air sangat diperlukan oleh aktivitas mikroorganisme. Bakteri yang digunakan ialah bakteri aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen. Oksigen yang diperlukan bakteri bisa diperoleh dari udara melalui proses pengadukan juga dari air. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu, kadar air yang terukur berkisar antara % (Lampiran 3). Kadar air yang terukur bervariasi dikarenakan setiap 2 minggu dilakukan penambahan air secara teratur dan adanya penguapan. Menurut Dibble dan Bartha (1979) kadar air yang dibutuhkan bakteri untuk metabolisme dalam mendegradasi berkisar antara 30%-90%. Nilai kadar air yang terukur berada pada kisaran % dikarenakan pengukuran dilakukan setelah seminggu ditambahkan air. Penambahan air yang dilakukan cukup mendekati nilai optimum yang dibutuhkan bakteri. Kekurangan air selama proses degradasi dapat menyebabkan terhambatnya proses degradasi. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya bakteri yang mati karena tidak mampu beradaptasi dengan kondisi yang kurang air. Bakteri T2M merupakan bakteri yang membutuhkan air selama proses degradasi. Oleh karena itu kondisi kadar air tetap dijaga dengan penambahan air secara teratur. Suhu Nilai suhu tanah sangat berpengaruh terhadap proses degradasi. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu, nilai suhu yang terukur berkisar antara 33ºC- 35ºC. (Lampiran 4). Menurut Leahy dan Colwell (1990) suhu yang tepat dapat meningkatkan metabolisme bakteri dalam mendegradasi, khususnya suhu yang berkisar antara 30ºC-40ºC. Suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan toksisitas terhadap bakteri. Demikian pula jika suhu terlalu rendah maka volatilitas menurun dan dapat menghambat proses degradasi. Oleh karena itu, semua sampel ditempatkan dalam rumah kaca agar suhu yang terjadi tetap dalam keadaan optimum untuk kehidupan bakteri. TPH Salah satu parameter keberhasilan degradasi minyak bumi ialah berkurangnya nilai TPH sampai batas aman yang telah ditentukan. Batas aman menurut lembaga lingkungan ialah dibawah 1%. Hasil pengukuran yang dilakukan setiap 2 minggu menunjukkan nilai TPH sebesar 4.03, 5.33, 4.20, dan 4.58 % (b/b) berturut-turut untuk tanah A, B, C, dan D. (Lampiran 5). Minyak bumi yang ditambahkan pada setiap sampel sebesar 5% sedangkan nilai TPH yang terukur tidak persis sama dengan kadar minyak bumi yang ditambahkan. Hal ini dapat disebabkan karena proses pencampuran antara

3 tanah dan minyak bumi dilakukan dengan manual yaitu dengan pengadukan biasa. Pengambilan sampel tanah yang tidak merata juga dapat menyebabkan nilai TPH yang terukur tidak sama dengan jumlah kadar minyak bumi. Tanah A yang ditambahkan bakteri T2M dan disterilkan terlebih dahulu, memiliki penurunan TPH setiap 2 minggu yang cukup berarti dari minggu pertama sampai minggu ke-16. Pada minggu proses degdradasi terlihat penurunan yang lebih besar dibandingkan yang terjadi pada minggu berikutnya. Hal ini dapat dikarenakan pada minyak bumi terdapat yang memiliki rantai yang panjang. Citroreksoko (1996) menungkapkan bahwa yang memiliki rantai panjang lebih mudah degradasi dibandingkan rantai pendek. Perubahan nilai TPH pada 2 minggu pertama cukup besar yaitu sebesar 1.4 %. Minggu ter pengukuran menunjukkan nilai yang cukup kecil yaitu sebesar 0.37 %. Walaupun tanah A telah disterilkan terlebih dahulu, tetapi bakeri T2M mampu mendegradasi minyak bumi sampai batas aman. Waktu yang diperoleh untuk sampai batas ini ialah 12 minggu. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan nilai TPH yang terukur pada tanah A selama 4 bulan. Gambar 6 Nilai TPH tanah A selama 4 bulan Tanah B merupakan tanah steril yang tidak ditambahkan bakteri dan berfungsi sebagai kontrol. Nilai TPH untuk tanah B pada minggu pertama terukur sebesar 5.33% kemudian turun pada minggu-minggu berikutnya. Pada minggu ke-2 nilai TPH yang terukur sebesar 4.12 %. Penurunan ini dapat terjadi karena proses penguapan terhadap yang mudah menguap yang memiliki rantai yang pendek. Penurunan tersebut juga dapat disebabkan oleh bakteri yang masuk kedalam sampel tanah dan medegradasi senyawa yang ada. Akan tetapi, pada minggu ke-4 sampai minggu ke-10 terlihat penurunan yang kecil. Hal ini dapat disebabkan karena penguapan tidak terjadi pada rantai panjang dan juga bakteri yang masuk tidak mampu mendegradsi rantai panjang. Pada minggu ter yaitu minggu ke-16 nilai TPH yang terukur sebesar Nilai TPH untuk tanah B belum mencapai batas aman karena sebelumnya tidak ditambahkan bakteri pendegradasi. Gambar 7 memperlihatkan nilai TPH yang terukur selama 4 bulan. Gambar 7 Nilai TPH tanah B selama 4 bulan Perbandingan nilai TPH untuk semua tanah dapat dinyatakan dalam persen degradasi. Persen degradasi diperoleh dari nilai TPH dikurangi TPH dan dibagi nilai TPH. Nilai ini menunjukkan seberapa besar terurai oleh bakteri. Persen degradasi yang terjadi pada tanah A sebesar % sedangkan untuk tanah B sebagi kontrol sebesar %. Persen degradasi untuk tanah C sebesar % sedangkan untuk tanah D sebagai kontrol sebesar %. Berdasarkan data tersebut proses deradasi lebih optimal pada tanah yang tidak steril. Gambar 8 menunjukkan nilai persen degradasi untuk semua tanah. persen degradasi (% b/b) Tanah A Tanah B Tanah C Tanah D Gambar 8 Nilai perbandingan persen degradasi untuk semua tanah Tanah C merupakan tanah yang tidak disterilkan dan ditambahkan bakteri. Nilai TPH untuk tanah C dapat dilihat penurunannya pada Gambar 9. Nilai TPH untuk tanah ini sebesar 4.20 % sedikit lebih besar dibandingkan yang terukur pada tanah A. Seperti yang lainnya pada minggu

4 ke-2 terjadi penurunan TPH yang cukup besar yaitu sebesar 1.21 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh menguapnya volatil juga masih banyaknya rantai panjang. Hasil degrdasi mikroorganisme pada tanah C menunjukan nilai degradasi yang lebih baik dibandingkan tanah A. Pada minggu ke-6 nilai TPH untuk tanah ini sebesar 1.38 % dan mulai mendekati batas aman. Kemudian pada minggu ke-10 nilai TPH tanah tersebut sebesar 0.64 % yang merupakan nilai yang telah memenuhi syarat aman bagi lingkungan. Sedangkan nilai pengukuran TPH ter pada minggu ke-16 sebesar 0.28 %. Perubahan nilai TPH pada tanah yang tidak disterilkan dahulu ini paling besar diantara tanah yang lainya. Perubahan ini disebabkan dalam tanah tersebut masih mengandung bakteri secara alami sehingga dapat meningkatkan proses degradasi. Gambar 9 Nilai TPH tanah C selama 4 bulan Nilai TPH untuk tanah D dapat dilihat pada Gambar 10. Untuk tanah yang tidak diberi bakteri ini memiliki nilai TPH sebesar 4.58 % dan pada minggu ke-16 nilainya turun menjadi 2.11%. Walaupun tanah D tidak disterilkan dahulu akan tetapi nilai TPH lebih besar dibandingkan tanah B yang disterilkan terlebih dahulu. Hal ini dapat dikarenakan bakteri alam yang telah ada pada tanah tersebut bukan merupakan bakteri yang mampu mendegradasi secara optimal. Gambar 10 Nilai TPH tanah D selama 4 bulan Perubahan Hidro Penentuan perubahan senyawa selama proses degradasi oleh bakteri, ditentukan dengan membandingkan % masing-masing senyawa setiap 2 minggu. Berdasarkan data yang diperoleh dari kromatogram GCMS diketahui bahwa senyawa yang terdapat pada minyak bumi terdiri dari 3 jenis, yaitu alifatik, alsiklik, dan aromatik. Penentuan senyawa ini berdasarkan data yang terdapat pada CAS Number yang digunakan sebagai library pengidentifikasi sampel. Data library yang digunakan pada penentuan senyawa ini ialah Wiley7 Nist 05.L, dari hasil identifikasi tersebut dipilih sampel yang memiliki kemiripan 90. Berdasarkan data yang diperoleh, senyawa yang memiliki kemiripan 90 diketahui lebih banyak alifatik dibandingkan siklik dan aromatik. Oleh karena itu perubahan senyawa ini difokuskan pada alifatik. alifatik yang terdeteksi pada pengukuran tanah A sebanyak 28 senyawa. tersebut memiliki panjang rantai dari C-5 sampai C-30. Pada minggu ter hanya terdapat 12 senyawa saja. Sisa senyawa yang tidak terdeteksi di pengukuran merupakan senyawa yang telah didegradasi oleh bakteri. Data yang diperoleh dari CMS menunjukan senyawa rantai panjang banyak yang hilang, jika pun ada % senyawa tersebut telah berkurang jika dibandingkan pengukuran. Contohnya pentakosana (C-25) memiliki luas pada minggu pertama sebesar Pada minggu ke-16 senyawa tersebut memiliki % sebesar Perubahan % senyawa setiap 2 minggu pada tanah A dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan data tersebut, terlihat perubahan persen masing-masing senyawa setiap 2 minggu. Beberapa senyawa yang terdeteksi di pengukuran pada miggu berikutnya tidak terdeteksi. Hal ini dapat dikarenakan terdegradasinya senyawa tersebut menjadi senyawa yang memiliki rantai lebih pendek. Pada saat bersamaan ada pula senyawa yang menunjukan kenaikan persen. Hal ini dikarenakan banyaknya senyawa yang terdapat dalam minyak bumi. Akan tetapi, sebagian besar senyawa berkurang kadarnya pada pengukuran yang dikuatkan pula dengan data total

5 petroleum (TPH). Tabel 2 menunjukkan nilai luas senyawa yang terdeteksi pada tanah A. Tabel 2 Nilai luas senyawa yang terdeteksi pada tanah A di luas luas Pentana Td Heksana Td Heptana Td Oktana Td Nonana Td Dekana Td Undekana Td Dodekana Td Tetradekana Td Pentadekana td Heksadekana Td Heptadekana Td Oktadekana Dokosana Nonadekana Eikosana Heneikosana Trikosana Td Heneikosana Tetrakosana Pentakosana Octakosana Td Heksakosana Octakosana Td Heptacosana Nonakosana Triakontana Eikosana Td Menurut Atlas dan Bartha (1998) dalam proses biodegradasi rantai alkana dioksidasi membentuk alkohol, aldehida dan asam lemak. Setelah terbentuk asam lemak proses katabolisme terjasi secara sekuen ß oksidasi. Rantai panjang dari asam lemak dikonversi oleh acyl coenzyme A yang merupakan enzim membentuk asetil coenzyme A dan rantai pendek asam lemak yang telah berkurang dua unit gugus nya yang berlangsung secara berulang-ulang. Asetil coenzyme A diubah membentuk CO 2 melalui siklus tricarboxylic acid. yang terdeteksi pada tanah B di dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data tersebut terdapat 16 senyawa yang terdiri dari C-11 sampai C-27. Tanah B ini merupakan kontrol terhadap tanah A karena tidak ditambahkan bakteri. Tabel 3 Nilai luas senyawa yang terdeteksi pada tanah B di luas luas Dodekana Td Tridekana Td Tetradekana Td Pentadekana Td Pentadekana Td Heksadekana Heptadekana Oktadekana Eikosana Td Heneicosana Tricosana Heneikosana Tetrakosana Dotriacontana Td Heptacosana Eikosana Td Pada Tabel 3 terdapat beberapa senyawa rantai panjang yang masih ada di pengukuran. Terdapat 12 senyawa yang terdapat pada tanah tersebut. Hal ini menunjukan tidak terjadinya degradasi. Persen masing-masing senyawa setiap 2 minggu dapat dilihat pada Lampiran 7. Walaupun tanah B tidak ditambahkan bakteri, perubahan luas terjadi pada tanah ini. Akan tetapi perubahan luas ini tidak terlalu signifikan. Sebagai contoh rantai panjang pada minggu ke-16 masih memiliki persen yang cukup besar. Sebagai contoh tetrakosana dan oktakosana pada minggu ke-16 memiliki luas dan 0.74 %. Perubahan senyawa yang paling besar terjadi pada tanah C. Tanah yang tidak disterikan sebelumnya ini hampir tidak memiliki rantai panjang pada pengukuran minggu kedelapan. Perubahan senyawa ini diperjelas dengan rendahnya nilai TPH tanah tersebut sebesar 0.28% (Gambar 8). Hal ini menunjukan degradasi yang berhasil terhadap minyak bumi. Perubahan persen senyawa pada tanah C dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan data tersebut, hampir semua senyawa mumiliki persen yang berkurang pada minggu berikutnya. Hal ini dapat disebabkan oleh degradasi yang dilakukan oleh bakteri. Terdapat sekitar 27 senyawa alifatik pada pengukuran tetapi tidak ada satupun tersebut pada pengukuran. Tabel 4 menunjukkan nilai luas senyawa yang terdeteksi pada tanah C.

6 Tabel 4 Nilai luas senyawa yang terdeteksi pada tanah C di Luas Luas Undekana Td Dodekana Td Tetradekana Td Pentadekana Td Heksadekana Td Heptadekana Td Oktadekana Td Undekana Td Dokosana Td Nonadekana Td Eikosana Td Heneikosana Td Trikosana Td Eikosana Td Tetrakosana Td Dotriakontana Td Pentakosana Td Hexakosana Td Octakosana Td Heptakosana Td Nonakosana Td Triakontana Td Eikosana Tabel 5 Nilai luas senyawa yang terdeteksi pada tanah D di Luas Luas Undekana Td Dodekana Td Tridekana Td Tetradekana Pentadekana Hexadekana Heptadekana Oktadekana Eikosana Trikosana Nonadekana Heneikosana Heneikosana Dokosana Tetrakosana Hexakosana Heptakosana Octakosana Pentakosana Td Nonakosana Td Triakontana Eikosana Td Tanah D merupakan kontrol untuk tanah C. Pada pengukuran memiliki 23 senyawa alifatik sedangkan pada pengukuran memiliki 15 senyawa. Perubahan persen masingmasing senyawa tersebut setiap 2 minggu dapat dilihat pada lampiran 9. Tabel 5 menunjukkan nilai luas senyawa yang terdeteksi pada tanah D. yang hilang pada perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Hilangnya senyawa-senyawa tersebut dapat disebabkan oleh degradasi yang dilakukan oleh bakteri. Pada tanah A ada 16 senyawa yang hilang. yang paling banyak merupakan alifatik. yang hilang pada tanah B tidak terlalu banyak. tersebut diantaranya tridekana, pentadekana dan eikosana. Pada tanah C yang merupakan tanah paling maksimal dalam degradasi, ditemukan banyak senyawa yang hilang. Dimulai dengan C-11 sampai C-30 hilang di perlakuan. Hal ini dapat dikarenakan tanah C tidak disterilkan dahulu. Oleh karena itu bakteri yang ada sebelumnya pada tanah ikut mendegradasi. yang hilang pada tanah D tidak terlalu banyak diantaranya pentakosana dan nonakosana. yang hilang pada perlakuan dapat dikatakan sebagai yang paling mudah didegradasi oleh bakteri. yang masih ada pada perlakuan dapat dikatakan sebagai yang paling sulit didegradasi oleh bakteri. Tabel 6 Daftar senyawa yang tidak terdeteksi pada setiap tanah di pengukuran Tanah A Tanah B Tanah C Tanah D Heptana Dodekana Undekana Undekana Oktana Tridekana Dodekana Dodekana Nonana Tetradekana Tridekana Tridekana Dekana Pentadekana Tetradekana Heneikosana Undekana Eikosana Pentadekana Pentakosana Dodekana Heneikosana Hexadekana Nonakosana Tridekana Dotriakontana Heptadekana Eikosana Tetradekana Oktadekana Pentadekana Dokosana Eikosana Nonadekana Heneikosana Eikosana Dotriakontana Heneikosana Octakosana Trikosana Heksakosana Heneikosana Triakontana Tetrakosana Etilbenzena Dotriakontana Pentakosana Hexakosana Octakosana Heptakosana Nonakosana Triakontana

HASIL DAN PEMBAHASAN. ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN. ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003). ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003). Inokulasi Bakteri dan Inkubasi Media Sebanyak dua ose bakteri diinokulasikan ke dalam 50 ml NB dan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA

PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA AWAN KARLIAWAN DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Analisis Kekeruhan (29 Palm Laboratory 2003) Pengukuran TPH cair (EPA 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keasaman

Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Analisis Kekeruhan (29 Palm Laboratory 2003) Pengukuran TPH cair (EPA 1999) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keasaman Pengukuran TPH padat (EPA 1998) Nilai TPH diukur menggunakan metode gravimetri. Sebanyak 5 gram limbah minyak hasil pengadukan dibungkus dengan kertas saring. Timbel yang telah dibuat tersebut dimasukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Kampus Penelitian Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8. Abstract

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8. Abstract DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 Charlena 1), Abdul Haris 2), Karwati 1) Staf Pengajar Departemen Kimia FMIPA Institut Pertanian Bogor 2) Staf Peneliti Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI

DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8 KARWATI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK KARWATI.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Hidrokarbon minyak bumi merupakan kontaminan yang paling luas yang mencemari lingkungan. Kecelakaan tumpahan minyak yang terjadi sering mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius (Prince

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

REAKSI DEKARBOKSILASI MINYAK JARAK PAGAR UNTUK PEMBUATAN HIDROKARBON SETARA FRAKSI DIESEL DENGAN PENAMBAHAN Ca(OH) 2

REAKSI DEKARBOKSILASI MINYAK JARAK PAGAR UNTUK PEMBUATAN HIDROKARBON SETARA FRAKSI DIESEL DENGAN PENAMBAHAN Ca(OH) 2 REAKSI DEKARBOKSILASI MINYAK JARAK PAGAR UNTUK PEMBUATAN HIDROKARBON SETARA FRAKSI DIESEL DENGAN PENAMBAHAN Ca(OH) 2 Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, UI Kampus Baru UI Depok Andres Suranto

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode non eksperimental dan metode eksperimental. Metode non eksperimental

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator 81 LAMPIRAN Lampiran 1. Skema 1. Pembuatan Biakan A. xylinum Pada Media Agar 2,3 g nutrien agar diencerkan dengan 100 ml akuades di panaskan di sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 o C Media Agar dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA

PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA PERUBAHAN SENYAWA HIDROKARBON SELAMA PROSES BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROFOTOMETRI MASSA AWAN KARLIAWAN DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NP 5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NH 4 HC 3 + + 2 C 2 C 2 C 2 H CH 3 H 3 C N CH 3 H + 4 H 2 + C N 3 C 7 H 6 C 6 H 10 3 C 19 H 23 4 N C 2 (79.1) (106.1) (130.1)

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan 5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan H O O O NO 2 + HO HO 4-toluenesulfonic acid + NO 2 O H 2 C 7 H 5 NO 3 C 2 H 6 O 2 C 7 H 8 O 3 S. H 2 O C 9

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat 4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat castor oil + MeH Na-methylate H Me CH 4 (32.0) C 19 H 36 3 (312.5) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2017 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

REAKSI KURKUMIN DAN METIL AKRILAT DENGAN ADANYA ION ETOKSI

REAKSI KURKUMIN DAN METIL AKRILAT DENGAN ADANYA ION ETOKSI REAKSI KURKUMIN DAN METIL AKRILAT DENGAN ADANYA IN ETKSI leh : Rahma Rahayu Dinarlita NRP. 1406 100 026 Dosen Pembimbing Drs. Agus Wahyudi, MS. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai

Lebih terperinci

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan 59 60 Lampiran 1.Pengukuran Kandungan Kimia Pati Batang Aren (Arenga pinnata Merr.) dan Pati Temulawak (Curcuma xanthorizza L.) a. Penentuan Kadar Air Pati Temulawak dan Pati Batang Aren Menggunakan Moisture

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak dan lemak secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB III BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERAT MENGGUNAKAN KONSORSIUM BAKTERI DENGAN TEKNIK BIOSLURRY DAN LANDFARMING ABSTRAK

BAB III BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERAT MENGGUNAKAN KONSORSIUM BAKTERI DENGAN TEKNIK BIOSLURRY DAN LANDFARMING ABSTRAK BAB III BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERAT MENGGUNAKAN KONSORSIUM BAKTERI DENGAN TEKNIK BIOSLURRY DAN LANDFARMING ABSTRAK Bioremediasi limbah minyak berat telah dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode

PENDAHULUAN. BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan. Metode 2 PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil hasilnya. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang, dahan, ranting, dan daun. Selain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan antara lain : oven, autoclave, ph meter, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

Lapisan n-heksan bebas

Lapisan n-heksan bebas Lapisan n heksan Lapisan air Diekstraksi lagi dengan 5 ml n-heksan Dipisahkan 2 lapisan yang terbentuk Lapisan n-heksan Lapisan n-heksan Lapisan air Disatukan dengan lapisan n-heksan pertama Ditambah 500

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Alat dan Bahan 4.1.1 Alat-Alat yang digunakan : 1. Seperangkat alat kaca 2. Neraca analitik, 3. Kolom kaca, 4. Furnace, 5. Kertas saring, 6. Piknometer 5 ml, 7. Refraktometer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH Purwati, Hartiwi Diastuti Program Studi Kimia, Jurusan MIPA Unsoed Purwokerto ABSTRACT Oil and fat as part

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sukun, dan air distilata. Tepung sukun yang digunakan diperoleh dari Badan Litbang Kehutanan,

Lebih terperinci