PENGARUH SUBSITUSI KEONG TUTUT (Bellamnya javanica) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET TINGGI KALSIUM DAN SUMBER PROTEIN MIFTAKHUROHMAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SUBSITUSI KEONG TUTUT (Bellamnya javanica) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET TINGGI KALSIUM DAN SUMBER PROTEIN MIFTAKHUROHMAH"

Transkripsi

1 PENGARUH SUBSITUSI KEONG TUTUT (Bellamnya javanica) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET TINGGI KALSIUM DAN SUMBER PROTEIN MIFTAKHUROHMAH DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PENGARUH SUBSITUSI KEONG TUTUT (Bellamnya javanica) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET TINGGI KALSIUM DAN SUMBER PROTEIN MIFTAKHUROHMAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 Judul : Pengaruh Subsitusi Keong Tutut (Bellamnya javanica) Terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Tinggi Kalsium dan Sumber Protein Nama : MIftakhurohmah NIM : I Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS NIP Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP Tanggal Disetujui:

4 ABSTRACT MIFTAKHUROHMAH. Effect Substitution Freshwater Snail (Bellamnya javanica) in Chemical, Physical and Organoleptic Quality High Calcium and Protein Source of Nugget. Under Direction of EVY DAMAYANTHI. Protein quality of a food depends not only on its content of amino acids but also their availability. Freshwater snail also have a potential function as a cheaper even protein source and high calcium but rarely consumed. The objective of this research was to study effect of using freshwater snail in chemical, physical and organoleptic high calcium and protein source of nugget. This study applied an experimental study. Freshwater snail meat level added toward chicken meat was 0%, 60%, 70%, 80%, 90% and 100%. Nugget would been analysed about its organoleptic and physical characteristic. The best product was choosen from the organoleptic test and would been analysed about its chemical characteristic and water holding capacity. There was significant difference in colour, odor, taste and texture. Freshwater snail meat level added 60% was the best product choosen in organoleptic test. Significant difference showed in ph Value, but not significant difference in hardness. The chemical properties for the choosen product was 44,78% water content; 2,67% ash content; 9,93% protein content;11,03% fat content; 31,59% carbohydrate content, and 168,36 mg calcium content and 79,58% protein digestibility. The best product as protein source and high calcium. Keywords: protein, freshwater snail, nugget

5 RINGKASAN MIFTAKHUROHMAH. Pengaruh Subsitusi Keong Tutut (Bellamnya javanica) Terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Tinggi Kalsium dan Sumber Protein. (Dibimbing oleh Evy Damayanthi) Tujuan umum dari penelitian ini adalah adalah untuk mengkaji pemanfaatan daging keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai bahan dasar pembuatan nugget dan pengaruhnya terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik. Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) Menentukan proses pembuatan nugget keong tutut (Bellamnya javanica) dengan metode yang terbaik, (2) Mengetahui penilaian organoleptik (uji hedonik dan mutu hedonik) dan daya terima terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa produk nugget keong tutut (Bellamnya javanica) yang dihasilkan, (3) Mempelajari sifat fisik (nilai ph adonan, daya mengikat air, kekerasan) dari produk yang dihasilkan, (4) Mempelajari sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, kalsium dan daya cerna protein) dari produk terpilih dan (5) Menilai kontribusi zat gizi nugget terhadap kebutuhan protein dan kalsium dengan menggunakan ALG. Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni-September Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah keong tutut dan daging ayam yang diperoleh dari pasar anyar kota Bogor. Bahan baku lainnya adalah tepung terigu, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, garam, gula, jahe, susu dan es batu. Lapisan terluar nugget (coating) digunakan tepung bumbu komersial, tepung maizena, tepung terigu, telur kocok, tepung roti kuning dan tepung roti putih. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis gizi adalah akuades, akuabides, heksan, asam sulfat, asam klorida, selenium mix, asam borat, NaOH, multienzim (tripsin, kimotripsin dan peptidase), indikator MM:MB (2:1), Buffer Na Fosfat ph 6. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan nugget adalah blender, timbangan, panci, piring plastik, loyang, penggorengan, piring, pisau dan sendok. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia adalah alat penetrometer, ph meter, cawan porselen, soxhlet, buret, pipet, erlenmeyer, gelas ukur, labu lemak, gelas piala, desikator, timbangan, tanur, penjepit, tabung reaksi, penangas, oven dan Atomic Absorbance Spectrofotometry (AAS). Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan metode terbaik dalam pembuatan nugget dan menentukan persentase subsitusi daging keong tutut yang tepat. Pembuatan nugget keong tutut menggunakan proses pengolahan nugget Patriani (2010) yang dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging itik mandalung sebagai bahan utama dengan keong tutut. Bagian dari keong tutut yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian kaki dari keong tutut. Tingkat subsitusi daging keong tutut yaitu 0%(kontrol), 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Formula nugget hasil modifikasi kemudian dilakukan percobaan secara trial dan error dan dilakukan uji kesukaan oleh 30 orang panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap nugget, selanjutnya dilakukan uji sifat fisik, yaitu kekerasan dengan menggunakan penetrometer dan ph adonan dengan ph meter. Formula nugget yang disukai panelis kemudian digunakan dalam penelitian selanjutnya, yaitu uji

6 sifat kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, energi, kalsium dan daya cerna protein) dan sifat fisik (daya mengikat air) Pembuatan nugget ini diawali dengan penggilingan daging keong tutut dan daging ayam. Daging keong tutut yang telah dikeluarkan dari cangkang dan dibersihkan bersama daging ayam digiling menggunakan es dan garam. Penggilingan kedua menggunakan campuran susu fullcream bubuk, bumbu dan serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, jahe dan penyedap rasa. Penggilingan terakhir menggunakan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah subsitusi 15% dari total adonan dalam formulasi. Adonan kemudian dikukus kurang lebih 30 menit untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga bahan menjadi kompak. Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit kemudian didingikan dalam refrigerator selama 15 menit. Pengukusan juga dilakukan untuk memastikan daging keong tutut matang sempurna. Produk yang sudah dingin kemudian dicetak dengan bentuk yang bervariasi kemudian dicelup dalam campuran tepung (predust), kocokan telur (batter), tepung roti (breading). Setelah itu nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis kompak dan keras. Kemudian dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan metode deep fat frying dengan mengatur suhu minyak sekitar C dan berlangsung selama 30 detik. Mutu hedonik nugget menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan komposisi daging tutut berpengaruh nyata terhadap warna, aroma, dan rasa. Atribut lain yaitu tekstur menunjukkan perlakuan 100% lebih lembek dengan perlakuan lainnya, sedangkan keempat perlakuan lainnya tidak berbeda nyata tingkat kekerasanya antara satu sama lain. Tingkat kesukaan (hedonik) nugget tutut dengan subsitusi tutut menunjukkan bahwa perbedaan komposisi daging tutut tidak berpengaruh nyata terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa antar setiap perlakuan tapi berbeda nyata terhadap kontrol. Hasil dari analisis secara fisik pada adonan nugget menunjukkan bahwa nilai ph dipengaruhi oleh perbedaan komposisi daging tutut dan ayam, sedangkan perbedaan komposisi daging tutut dan ayam tidak mempengaruhi kekerasan dari nugget yang dihasilkan. Hasil dari uji kekerasan ini menunjukkan semakin besar nilai hasil pengukuran menunjukkan produk semakin keras. Hasil analisis Daya Mengikat Air menunjukan semakin tinggi ph adonan maka nilai DMA adonan semakin tinggi. Hasil dari analisis secara kimia pada produk terpilih dan kontrol menunjukan subsitusi daging tutut pada nugget tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air dan daya cerna protein. Sebaliknya, subsitusi daging tutut pada nugget berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Saran penyajian nugget keong tutut sebesar 100 g setara dengan empat buah nugget dengan berat per potongnya 25 gram. Setiap 100 g nugget setara dengan mengkonsumsi 168,36 mg kalsium, 9,93 g protein, 282,70 kkal energi, 26,59 g lemak dan 26,59 g karbohidrat. Protein yang harus dipenuhi pertakaran saji untuk kelompok konsumen umum sehingga pangan dapat dikatakan sebagai sumber protein adalah 10%-19% dari 60 gram protein sebesar 6-11,4 gram, sedangkan kalsium sebesar 20% dari 800 mg yaitu sebesar 160 mg. Berdasarkan ALG kebutuhan kalsium untuk kelompok konsumen umum sebesar 800 mg. Nugget keong tutut mengandung kalsium sebesar 168,36 mg%(bb), sehingga konsumsi nugget keong tutut dalam sehari hendaknya kurang dari 500 g per hari. Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, nugget formula terpilih memberi kontribusi protein dan kalsium pada kelompok usia

7 umum sebesar 16,55% dan 21,05% dari angka ALG untuk kelompok umur umum. Nugget keong tutut juga memberikan kontribusi lemak sebesar 24,48% dari ALG. Sehingga produk nugget formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang sumber protein, tinggi kalsium dan tinggi lemak. Kandungan lemak yang cukup tinggi pada nugget keong tutut menyebabkan produk ini tidak disarankan untuk kelompok dewasa tua. Kebutuhan kalsium untuk kelompok dewasa tua dapat dipenuhi dengan mengonsumsi keong tutut segar yang diolah tanpa proses penggorengan misalnya direbus atau dikukus. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nugget keong tutut mengandung zat gizi yang tidak jauh berbeda dengan nugget kontrol (ayam), bahkan mengandung kalsium yang cukup tinggi. Sehingga perlu dilakukan sosialiasi kepada masyarakat tentang daging keong tutut yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui daya simpan nugget keong tutut, potensi komersialisasi nugget keong tutut, dan bioavalibilitas kalsium nugget keong tutut. Hal ini mengingat kandungan kalsium dari nugget keong tutut per takaran saji cukup tinggi.

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya sehingga skripsi dengan judul Pengaruh Subsitusi Keong Tutut (Bellamnya javanica) Terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Tinggi Kalsium dan Sumber Protein dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih atas arahan, bimbingan serta kerja sama yang baik kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiranya, memberikan arahan, kritik dan saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi 2. Bapak Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku dosen penguji dan pembimbing akademik yang senantiasa memberikan nasihat serta pengalaman hidup kepada penulis. 3. Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti, MS sebagai ibu yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan selama ini kepada penulis 4. Yayasan Dompet Dhuafa Republika dan Manajemen Beastudi Etos yang telah mengantarkan penulis sehingga menjadi seorang sarjana. 5. Orang tua dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa dan motivasi setiap waktu. 6. Bapak Mashudi dan seluruh laboran atas bantuannya selama proses penelitian ini berlangsung. 7. Teman seperjuangan selama penelitian: Nurhidayah, Eva Fitrina dan Yulaika Widhiastuti. Mohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan penulis selama proses penelitian berlangsung. 8. Teman-teman Gizi Masyarakat, KOPLAG, Beastudi Etos dan Soka 15 atas persahabatan dan bantuannya kepada penulis. 9. Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skirpsi ini Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan skirpsi ini. Harapan penulis adalah semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi semua pihak yang terkait. Bogor, Desember 2010 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 21 November 1988 dari Ayahanda M.Malawi dan Ibunda Daroni. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan formal Sekolah Dasar di SDN Silih Asih 2 pada tahun ajaran Pada tahun 2000 penulis melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 4 Cirebon sampai tahun Setelah lulus SMP penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Cirebon dan lulus tahun Pada tahun 2006, penulis menerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika sehingga berkesempatan melanjutkan pendidikan, sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) , BEM KM IPB , Leadership and Entrepreneurship School (LES) , Forum Syiar FEMA (FORSIA) Beberapa karya ilmiah juga telah dihasilkan penulis pada ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Selama masa kuliah penulis juga berkesempatan menerima beasiswa dari Beastudi Etos, Indocement, dan Yayasan Karya Salemba Empat. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan melakukan penelitian mengenai Pengaruh Subsitusi Keong Tutut (Bellamnya javanica) Terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Tinggi Kalsium dan Sumber Protein sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

10 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Kegunaan... 3 TINJAUAN PUSTAKA Keong Tutut... 4 Protein... 5 Kalsium... 7 Nugget... 8 Bahan Pengikat... 8 Bahan Pembantu... 9 Pembuatan Nugget... 9 Uji Organoleptik METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian Lanjutan Rancangan Percobaan Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Nugget Pembersihan Daging Tutut Pengolahan Nugget Sifat Organoleptik Uji Mutu Hedonik Uji Hedonik Penerimaan Nugget Analisis Sifat Fisik Nugget Derajat Keasaman (ph) Kekerasan Daya Mengikat Air Analisis Sifat Kimia Nugget Kontribusi Zat Gizi Nugget Terpilih Harga Nugget Produk Terpilih KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

11 ii DAFTAR TABEL Halaman 1 Kandungan zat gizi dari 100 g BDD Daging Keong Tutut Formulasi nugget subsitusi daging keong tutut Nilai rata-rata sifat fisik nugget keong tutut Sifat kimia nugget keong tutut terpilih dan kontrol Persentase (%) ALG per takaran penyajian (100 gram)... 39

12 iii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema penelitian Tahapan proses pembuatan nugget keong tutut Keong tutut Bagian daging keong Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu warna nugget Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu tekstur nugget Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu aroma nugget Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu rasa nugget Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap kesukaan panelis Presentase penerimaan panelis terhadap nugget Nugget formula kontrol (0%) dan terpilih (60%)... 31

13 iv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur analisis sifat fisik Prosedur analisis sifat kimia Uji organolpetik nugget Keong Tutut Hasil uji organoleptik Sidik ragam mutu hedonik nugget Sidik ragam hedonik nugget Uji lanjut Duncan mutu hedonik nugget Uji lanjut Duncan hedonik nugget Hasil analisis Sifat Fisik nugget Hasil analisis kimia nugget kontrol (0%) dan terpilih (60%) Rincian analisis biaya nugget keong tutut Gambar bahan dan analisis nugget... 76

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) dan osteoporosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang. Siagian (2008) menyatakan konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah yaitu 4,7 g/orang/hari. Konsumsi ini jauh dari target 6 g/orang/hari, padahal Malaysia, Thailand, dan Filipina, rata-rata 10 g/orang/hari. Konsumsi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang, Kanada, dan Inggris adalah g/kapita/hari, sedangkan konsumsi di negara-negara berkembang lainnya seperti Korea, Brasil, dan Tiongkok g/kapita/hari. Protein hewani pada umumnya memiliki kandungan asam amino yang cukup serta daya cerna yang baik. Selain itu protein hewani mempunyai nilai biologis yang lebih baik dibanding protein nabati (Muchtadi 2010). Prevalensi osteoporosis di Indonesia cukup tinggi. Studi di Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis untuk umur di atas 70 tahun sebesar 53,6% (wanita) dan 38%(pria), sedangkan untuk umur di bawah 70 tahun prevalensi osteoporosis sebesar 18-36% (wanita) dan 20-27% (pria) (Rachman dan Setiyohadi 2007).Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang penting untuk pembentukan tulang dan gigi yang normal. Kalsium juga berperan dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot, metabolisme sel, dan mengirimkan isyarat saraf ke sel (Bredbenner et al. 2007). Winarno (2008) menyatakan kebutuhan kalsium terbesar adalah pada waktu pertumbuhan dan akan terus berlanjut meskipun sudah mencapai usia dewasa. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan seperti tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh atau pada orang dewasa biasa disebut osteoporosis (Almatsier 2001). Hingga saat ini pemenuhan kebutuhan kalsium dilakukan melalui beberapa cara antara lain suplemen tinggi kalsium. Namun, tidak selamanya kebutuhan kalsium dapat diatasi dengan upaya tersebut. Hal tersebut dikarenakan upaya tersebut dianggap kurang efektif karena hanya menitikberatkan pada pemenuhan salah satu zat gizi tanpa berkontribusi pada pemenuhan zat gizi yang lainnya. Upaya lain yang perlu dikembangkan adalah pengembangan produk pangan, yang mampu berkontribusi terhadap kebutuhan kalsium dan kebutuhan zat gizi lainnya guna mencapai hidup yang sehat dan optimal.

15 2 Nugget merupakan salah satu jenis pangan yang banyak beredar di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan makanan ini merupakan produk pangan yang praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyajikanya. Menurut SNI nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dua dilapisi dengan tepung berbumbu (battered and breaded). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan, dan lainnya (BSN 2002). Produk nugget dipilih karena selain praktis dan mudah dibuat, juga dapat dibentuk dalam berbagai model seperti bulat, segitiga, bintang, bunga, hewan dan lain-lain. Selama ini, bahan baku pembuatan nugget pada umumnya berasal dari daging ayam. Penelitian mengenai nugget juga telah banyak dilakukan seperti nugget hati, nugget lele dumbo, dan nugget ikan sapu-sapu. Keong tutut (Bellamnya javanica) telah dikenal sejak dahulu sebagai salah satu jenis biota yang merupakan sumber protein hewani yang dapat dimakan. Keong ini biasanya terdapat di sawah, rawa-rawa, sungai berumput dan berpasir di sebagian besar Indonesia bagian barat serta mudah cara penangkapannya (LIPI, 1977). Keong tutut (Bellamnya javanica) ternyata memiliki kandungan gizi yang baik terutama protein dan kalsium. Menurut Risjad (1996) dalam 100 g daging keong tutut (Bellamnya javanica) terkandung protein sebesar 11,8 g dan kalsium 299,2 mg, sedangkan pada daging ayam kandungan proteinnya sebesar 18,2 g dan kandungan kalsiumnya jauh lebih rendah yaitu 14 mg per 100 g (Persagi 2009). Kandungan protein dan kalsium yang tinggi yang dikandung oleh daging keong tutut (Bellamnya javanica) membuat hewan ini berpotensi sebagai alternatif bahan dasar pembuatan nugget. Nugget keong tutut (Bellamnya javanica) diharapkan menjadi produk inovatif sebagai alternatif pangan hewani yang mampu berkontribusi terhadap kebutuhan protein dan kalsium. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan produk nugget dengan subsitusi keong tutut agar dapat menghasilkan produk yang selain tinggi kalsium dan sumber protein juga dapat diterima oleh konsumen.

16 3 Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan daging keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai bahan dasar pembuatan nugget dan pengaruhnya terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik. Tujuan Khusus 1. Menentukan proses pembuatan nugget keong tutut (Bellamnya javanica) yang menghasilkan produk terbaik; 2. Mengetahui penilaian organoleptik (uji hedonik dan mutu hedonik) dan daya terima terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa produk nugget keong tutut (Bellamnya javanica) yang dihasilkan; 3. Mempelajari sifat fisik (nilai ph adonan, daya mengikat air, kekerasan) dari produk yang dihasilkan; 4. Mempelajari sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, kalsium dan daya cerna protein) dari produk terpilih dan; 5. Menilai kontribusi zat gizi nugget terhadap kebutuhan protein dan kalsium dengan menggunakan ALG. Kegunaan Produk nugget keong tutut (Bellamnya javanica) diharapkan dapat dijadikan salah satu upaya alternatif produk pangan olahan sumber protein dan kalsium baru.

17 4 TINJAUAN PUSTAKA Keong Tutut Keong ini disebut keong tutut (Bellamnya javanica van den Bush), termasuk filum Mollusca dengan famili Viviparidae. Tutut hidup diperairan dangkal yang berdasar lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti sawah, rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang jernih dan bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian Jaya (LIPI 1977). Keong air tawar ini mudah dikenal karena bentuk cangkangnya seperti kerucut, meruncing ke belakang dan berwarna hijau kehitaman. Ukuranya dapat mencapai sebesar biji pala. Bagi penduduk Indonesia bagian Barat, terutama yang tinggal atau berasal dari Jawa, tutut merupakan sumber protein yang sudah banyak dikonsumsi. Daging yang dapat dimakan beratnya sekitar 4-5 g dari berat total. Keong tutut hanya memakan tanaman air seperti jenis lumut, ganggang, dan bahan organik. Cara pengambilan tutut mudah dan sudah umum diperdagangkan. (LIPI 1977) Tabel 1. Kandungan gizi dari 100 g BDD daging keong tutut Kandungan Gizi Nilai Gizi Energi (Kalori) 64 Protein (g) 11,8 Lemak (g) 5,3 Karbohidrat (g) 3,0 Kalsium (mg) 299,2 Fosfor (mg) 122,5 Besi (mg) 11,7 Air (g) 75,8 BDD (%) 21 Sumber : Risjad (1996) Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa daging keong tutut memiliki beberapa kelebihan zat gizi, seperti kandungan lemak yang rendah, sehingga dapat digunakan untuk menu bagi orang yang sedang menjalankan diet rendah lemak. Tingginya kalsium dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam pembentukan tulang dan gigi.

18 5 Protein Istilah protein berasal dari bahasa Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, setengahnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengatur zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler, dan sebagiannya adalah protein (Almatsier 2001). Asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan. Protein memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh (Almatsier 2001). Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukan rata-rata konsumsi protein per kapita per hari penduduk Indonesia adalah 55,5 gram. Berdasarkan evaluasi Susenas (2003) tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru sekitar 58% dari kebutuhan (Dirjen Bina Produksi Peternakan 2004). Konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah yaitu 4,7 g/orang/hari. Konsumsi ini jauh dari target 6 g/orang/hari, padahal Malaysia, Thailand, dan Filipina, rata-rata 10 g/orang/hari. Konsumsi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang, Kanada, dan Inggris adalah g/kapita/hari, sedangkan konsumsi di negara-negara berkembang lainnya seperti Korea, Brasil, dan Tiongkok g/kapita/hari (Siagian 2008). Muchtadi (2010) menyatakan sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu sumber protein konvensional dan dan non-konvesional. Sumber protein konvensional adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produk-produk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya sumber protein konvensional ini dibagi lagi menjadi dua golongan yaitu golongan sumber protein nabati dan sumber protein hewani. Sumber potein nonkonvensional merupakan sumber protein baru, yang dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein. Sumber protein non konvesional berasal dari mikroba (bakteri dan kapang). Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi, karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap yang susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh, serta daya cernanya

19 6 yang tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (dapat digunakan oleh tubuh) juga tinggi. Masalah utama yang umum ditemui dalam penggunaan hasil-hasil hewani ini terutama menyangkut harga produk yang tinggi atau daya beli masyarakat yang rendah. Sampai saat ini produk-produk hewani terutama daging, masih dirasakan sangat mahal oleh sebagian besar penduduk Indonesia. (Muchtadi 2010). Protein Hewani Muchtadi dan Sugiyono (1989) menyatakan hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein adalah daging (sapi, kerbau, kambing dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu (terutama susu sapi), dan hasil-hasil perikanan (ikan, udang, kerang, dan lain-lain). Pada produk perikanan protein merupakan komponen penting ditinjau dari sudut gizi dan bisanya terkandung sekitar 15-25% dari berat total daging. Berdasarkan kelarutannya, protein dibedakan atas tiga kelas yaitu protein larut air, protein larut garam dan protein tidak larut. Protein larut air adalah protein sarkoplasma yang terdapat sekitar 20-30% dari protein total. Sebagian besar protein ini memiliki aktivitas enzimatis. Diantara enzim-enzim sarkoplasma yang mempengaruhi mutu produk perikanan adalah enzim glikolitik dan enzim hidrolitik lisosom (Irianto dan Giatmi 2009). Protein miofibril adalah protein serabut otot yang larut dalam larutan garam. Protein jenis ini merupakan komponen terbesar dari protein produk perikanan. Irianto dan Giatmi (2009) menyatakan didalam daging produk perikanan, proporsi protein miofibril 65-75% dari seluruh protein daging. Protein miofibril terdiri dari aktin, miosin dan komponen minor lainnya. Protein miofibril merupakan protein yang paling berperan dalam tekstur produk perikanan serta sifat fungsional daging lumat dan homogenat, khususnya kemampuan membentuk gel. Rinaldi (1992) menyatakan protein miofibril yang paling berperan dalam pembentukan emulsi adalah miosin, karena mempunyai gugus hidrofilik dan lipofilik, sehingga dapat membentuk ikatan air dan lemak. Pada produk perikanan proporsi miosin 50-58% fraksi miofibril. Miosin produk perikanan jika dibandingkan dengan miosin mamalia tidak berbeda sifat fisikokimia dan berat molekulnya. Akan tetapi, antara miosin produk perikanan dengan mamalia ditemukan perbedaan besar dalam hal stabilitas dan aktivitas ATPase. Miosin

20 7 pada produk perikanan cenderung lebih tidak stabil jika dibandingkan dengan produk mamalia. Protein tidak larut garam adalah stroma yang terdiri dari dari protein jaringan ikat, yaitu kolagen dan elastin. Jumlah rata-rata stroma dalam daging ikan adalah 2-3%, umumnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang terdapat pada daging mamalia (Irianto dan Giatmi 2009). Kalsium Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia adalah kalsium, yaitu sebanyak 1,5 sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. Sebanyak 99% dari jumlah tersebut terdapat pada jaringan keras, yaitu tulang dan gigi, selebihnya kalsium tersebar dalam tubuh. Menurut Winarno (2008), keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung dengan keseimbangan kalsium, dimana perhitungannya hampir sama dengan yang digunakan untuk menghitung keseimbangan nitrogen. Orang dewasa memerlukan 800 mg (0,8 g) kalsium per hari. Sumber kalsium dalam pangan yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi adalah susu dan hasil olahannya seperti keju. Selain itu, sumber kalsium lain adalah sayuran berdaun hijau seperti kangkung, bayam, dan daun lobak cina, brokoli, kubis, bunga kol, kecambah, dan makanan yang difortifikasi kalsium seperti sereal dan jus buah. Kalsium juga terdapat pada ikan kalengan yang memiliki tulang lunak dan tipis seperti salmon dan sarden (Bredbenner et al. 2007). Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi serta mengatur proses biologis dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar adalah pada waktu pertumbuhan dan keperluan kalsium ini akan terus berlanjut meskipun sudah mencapai usia dewasa. Selain berperan dalam pembentukan tulang, mineral kalsium juga berperan dalam proses kontraksi otot. Di samping berperan dalam pembentukan trombin dan proses penggumpalan darah, kalsium juga diperlukan dalam proses penyerapan vitamin B 12 serta bermanfaat dalam struktur dan fungsi dari sel membran (Winarno 2008). Kekurangan kalsium pada anak-anak mengakibatkan pertumbuhan tulang dan gigi tidak sempurna. Pada orang dewasa, kalsium tulang kadang-kadang dipakai untuk menjaga kadar kalsium dalam darah tetap, sehingga jika

21 8 kekurangan kalsium dapat mengakibatkan osteoporosis, yaitu pengeroposan tulang yang berakibat tulang menjadi rapuh, mudah retak atau patah. Selain osteoporosis, bila konsumsi kalsium menurun dapat terjadi kekurangan kalsium yang menyebabkan osteomalasia. Pada osteomalasia, tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium (Winarno 2008). Nugget Menurut SNI nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dua dilapisi dengan tepung berbumbu (battered and breaded). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan, dan lainnya (BSN 2002). Nugget merupakan produk makanan yang dibekukan, rasanya lezat, gurih dan dapat dihidangkan dengan cepat karena hanya digoreng dan dapat langsung dimakan. Pada umumnya nugget berbentuk persegi panjang. Adonan nugget merupakan sistem emulsi minyak dan air seperti halnya dengan bakso dan sosis. Pada dasarnya pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, bahan pengikat dan emulsifier, pencetakan, breading, pre-frying dan pembekuan (Tanoto 1994). Pemakaian emulsifier berfungsi untuk memperbaiki elastisitas produk akhir, mengikat air, dan menstabilkan emulsi. Bahan pengikat berguna untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan cita rasa dan meningkatkan daya ikat air serta menghemat biaya operasi. Produk yang sudah dicetak kemudian dicelupkan ke dalam batter dan tepung roti (breading). Pre-frying dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih ( C) sampai setengah matang. Kemudian nugget dibekukan dalam suhu -20 sampai -30 C (Tanoto 1994). Bahan Pengikat Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Fungsi bahan pengikat adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, memberi tekstur padat, dan menarik air dari adonan (Harahap 2003). Jenis bahan pengikat yang umum ditambahkan adalah tepung tapioka, beras, maizena, sagu, dan terigu (Harahap 2003). Produk-produk pati yang berasal dari serealia mampu mengikat air, namun berbagai macam pati tidak

22 9 sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya serta ada tidaknya cabang pada rantai molekulnya (Aspiatun 2004). Bahan Pembantu Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta memantapkan bentuk dan rupa (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Bahan pembantu yang biasa digunakan adalah bawang putih, merica, dan garam. Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih ditambahan dalam produk untuk memperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Bau khas bawang putih barasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih muncul jika terjadi parusakan jaringan atau pemotongan (Palungkun & Budiarti 1992). Merica sering ditambahkan dalam bahan makanan untuk menigkatkan cita rasa sekaligus memperpanjang daya awetnya. Merica disukai karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin serta chacivia (Rismunandar 1993). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cirta rasa, bahan pengawet, dan bahan untuk melemaskan adonan dalam industri roti. Garam bisa terdapat secara alami dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai. Penggunaan garam bertujuan untuk menyempurnakan proses pelayuan daging, sehingga menimbulkan aroma khas daging yang digunakan. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (a w ), sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle et al 1987). Pembuatan Nugget Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu: penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, bahan pengikat dan emulsifier; pengukusan dan pencetakan; battering dan breading; pre-frying dan pembekuan.

23 10 Penggilingan dan Pencampuran Proses penggilingan sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 20 0 C. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan panas. Selain itu, pada proses penggilingan daging sebaiknya ditambahkan dengan garam untuk mengekstrak aktomiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik (Tanoto 1994). Menurut Kramlich (1973), cara yang dapat digunakan selama proses penggilingan agar suhu tetap di bawah 20 0 C adalah dengan menambahkan air dalam bentuk serpihan es ke adonan nugget. Air ini penting untuk membentuk adonan yang baik dan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air ini selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril. Setelah dilakukan penggilingan dilakukan pencampuran bahan-bahan sesuai dengan formula. Pengukusan dan Pencetakan Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Pengukusan sebelum pengeringan utama untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Adapun tujuan dilakukannya pengukusan adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Proses pengukusan menggunakan suhu tinggi dan penambahan air sehingga menyebabkan proses gelatinisasi pati (Hariss & Karmas 1989). Menurut Winarno (2008), gelatinisasi merupakan pengembangan dan proses tidak teratur yang terjadi dalam granula-granula pati ketika dipanaskan dengan air. Pengembangan granula-granula pati selama pemasakan disebabkan karena penetrasi air dan hidrasi molekul pati. Pati akan mengembang setelah mencapai suhu kritis. Pengembangan pati akan menghasilkan pasta yang kenyal atau gel yang kaku. Pati yang mengandung amilopektin yang tinggi atau amilosa yang rendah akan membentuk produk yang lengket. Setelah proses pengukusan adonan siap untuk dicetak dan dibentuk. Bentuk yang paling umum adalah oval atau lonjong dan lingkaran. Pencetakan nugget pada industri skala besar menggunakan mesin Formax yang dilengkapi

24 11 dengan conveyor belt atau ban berjalan (Owens 2001). Pencetakan pada industri skala kecil dapat dilakukan dengan menggunakan tangan. Battering dan Breading Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati dan bumbu-bumbu atau telur ayam yang dikocok, dan digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelapisan produk atau coating dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Breading merupakan bagian yang terpenting dalam proses pembuatan produk pangan beku. Kerenyahan dari produk yang dilumuri (breading) tepung roti akan membuat produk tersebut lebih enak dan lezat (Fellows 1992). Menurut Cuningham dan Suderman (1983) battering dan breading memiliki berbagai fungsi dalam melapisi produk makanan. Fungsi utamanya adalah memperbaiki penampakan dan memberi karakteristik ras produk, seperti kerenyahan tekstur dan warna yang lebih menarik. Battering dan breading juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut. Selain itu, battering dan breading bertindak dalam menjaga kelembaban produk pangan. Tepung yang digunakan pada proses breading adalah tepung roti yang dikeringkan dan dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Menurut SNI tepung roti yang digunakan harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warna cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda asing (BSN 2002). Karakteristik breading mempengaruhi hasil akhir penampilan dan tekstur produk. Tebal tipisnya batter dan ukuran butirannya dapat mempengaruhi tekstur berading. Jika butirannya halus, maka tekstur permukan nugget akan halus dan lebih mulus. Jika butirannya kasar, maka tekstur yang muncul akan renyah dan crispy. Pre-frying Menurut Tanoto (1994) pre-frying adalah langkah terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan pre-frying adalah untuk menempelkan batter pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan. Pre-frying juga akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng (fried) pada produk serta kontribusi terhadap rasa produk.

25 12 Pembekuan Proses akhir dari pembuatan nugget adalah freezing atau pembekuan. Tujuan dari pembekuan adalah menurunkan suhu produk matang 76 0 C sampai C sehingga akan membunuh mikroba tahan panas yang belum matang karena proses pre-frying. Penentuan suhu produk sebesar C berdasarkan pertimbangan bahwa suhu tersebut tidak memungkinkan adanya pertumbuhan mikroba sehingga produk aman untuk dikonsumsi (Anggraini 2002). Pembekuan adalah sebuah unit operasi yang menurunkan suhu bahan pangan sampai di bawah titik beku sehingga proporsi air dalam bahan pangan berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi kristal es menyebabkan turunnya aktivitas air (a w ) bahan pangan. Kombinasi dari suhu yang rendah, berkurangnya a w dan adanya perlakuan awal untuk beberapa bahan pangan seperti blansir menjadi suatu bentuk pengawetan bagi bahan pangan yang dibekukan. Hanya ada sedikit perubahan kandungan gizi atau kualitas sensori apabila mengikuti prosedur penyimpanan dan pembekuan yang benar. Secara umum semakin rendah suhu penyimpanan beku maka semakin kecil terjadinya perubahan biokimia dan mikrobiologi produk (Fellows 1992). Uji Organoleptik Menurut Soekarto (1985) penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian dalam laboratorium, dunia usaha, dan perdagangan. Penilaian organoleptik telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan. Uji Organoleptik pada produk pangan berguna untuk memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk pangan dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan konsumen.

26 13 Rasa Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan pendengaran. Peranan pendengaran terutama terlihat dari penilaian terhadap kerenyahan makanan tertentu seperti kerupuk, mentimun, wortel, keripik. Peramuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Warna Pada penilaian mutu komoditi, cara yang terutama masih dipakai ialah dengan penglihatan. Dengan melihat orang dapat mengenal dan menilai bentuk, ukuran, kekeruhan, kesegaran produk, warna, dan sifat-sfat permukaan seperti suram, mengkilap, homogen-heterogen dan datar gelombang. Meskipun warna paling cepat dan mudah memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Itulah sebabnya penilaian secara subjektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam penilaian komoditi (Soekarto 1985). Aroma Pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya atau aromanya dari jarak jauh. Indera pembau berfungsi untuk menilai aroma dari suatu produk atau komoditi baik berupa makanan maupun nonpangan. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada pencicipan. Zat yang diperlukan untuk dapat merangsang indera pembau jumlahnya lebih rendah daripada zat yang diperlukan untuk perangsang indera pencicip. Dalam banyak hal enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Tekstur Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit. Tetapi biasanya jika orang ingin menilai tekstur suatu bahan digunakan ujung jari tangan. Biasanya bahan yang dinilai itu diletakkan di antara permukaan dalam ibu jari, telunjuk, jari tengah atau kadangkadang dengan jari manis (Soekarto 1985).

27 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah keong tutut dan daging ayam yang diperoleh dari pasar Anyar kota Bogor. Bahan baku lainnya adalah tepung terigu, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, garam, gula, jahe, susu dan es batu. Lapisan terluar nugget (coating) digunakan tepung bumbu komersial, tepung maizena, tepung terigu, telur kocok, tepung roti kuning dan tepung roti putih. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis gizi adalah akuades, akuabides, heksan, asam sulfat, asam klorida, selenium mix, asam borat, NaOH, multienzim (tripsin, kimotripsin dan peptidase), indikator MM:MB (2:1), Buffer Na Fosfat ph 6 yang didapatkan dari laboratorium Kimia dan Analisis Pangan Departemen Gizi Masyarakat, FEMA-IPB. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan nugget adalah blender, timbangan, panci, piring plastik, loyang, penggorengan, piring, pisau dan sendok. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia adalah alat penetrometer, ph meter, cawan porselen, soxhlet, buret, pipet, erlenmeyer, gelas ukur, labu lemak, gelas piala, desikator, timbangan, tanur, penjepit, tabung reaksi, pengangas, oven dan AAS. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Skema penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

28 15 Penelitian pendahuluan Penentuan formula nugget Penelitian lanjutan Mutu fisik Adonan ph Mutu organoleptik nugget goreng Uji mutu hedonik dan hedonik (warna, tekstur, aroma, dan rasa) Mutu fisik nugget1/2 matang Kekerasan Nugget terpilih Mutu fisik Adonan Daya Mengikat Air (DMA) Mutu kimia nugget 1/2 matang Proksimat, Kalsium, Daya Cerna Protein Gambar 1 Skema penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan metode terbaik dalam pembuatan nugget berdasarkan persen penerimaan tertinggi dengan menggunakan uji organoleptik Bahan Pembuatan Nugget Pembuatan nugget keong tutut menggunakan proses pengolahan nugget modifikasi Patriani (2010). Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging itik mandalung sebagai bahan utama dengan keong tutut. Bagian dari keong tutut yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian kaki dari keong tutut. Tingkat subsitusi daging keong tutut yaitu 0%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Formula nugget hasil modifikasi kemudian dilakukan percobaan secara trial dan error. Penentuan komposisi terbaik dilakukan melalui uji organoleptik terhadap karakteristik nugget keong tutut meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur produk oleh 30 orang panelis. Formula nugget yang disukai panelis kemudian digunakan dalam penelitian selanjutnya. Formulasi bahan nugget dapat dilihat pada Tabel 2.

29 16 Tabel 2 Formulasi nugget subsitusi daging keong tutut Bahan Persentase subsitusi daging keong tutut terhadap daging ayam Berat (gram) (0%) (60%) (70%) (80%) (90%) (100%) Daging keong tutut Daging Ayam Tepung Terigu Tepung Tapioka Es Batu Susu Full Cream Bubuk Bawang putih Bawang merah Bawang bombay Garam Gula Lada Jahe Penyedap Berat Adonan Proses Pembuatan nugget Pembuatan nugget diawali dengan pembersihan tutut dari cangkangnya. Tutut yang telah dibersihkan kemudian direndam selama semalam. Hal ini dilakukan agar tutut bersih dan menghilangkan pasir serta kotoran lainnya yang berada pada sela-sela cangkang tutut yang tidak larut pada pencucian awal. Selanjutnya tutut dibersihkan dan dilakukan perendaman dengan air panas. Perendaman dengan air panas bertujuan untuk mematikan tutut. Setelah dilakukan perendaman selanjutnya tutut dibersihkan dan dipisahkan antara bagian kaki dan bagian lainnya. Daging yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian kaki. Diagram proses pembuatan nugget keong tutut digambarkan pada Gambar 2.

30 17 Keong tutut dibersihkan, direndam dalam air dingin selama semalam Disiram dengan air panas campuran rempah-rempah Dibersihkan dan dipisahkan bagian kakinya Daging Ayam Digiling I (Penambahan garam + 1/3 bagian es batu) Digiling II (Penambahan susu full cream+bumbu+1/3 bag es batu) Digiling III (Penambahan tepung terigu+tepung tapioka+1/3 bag es batu) Dikukus selama 30 menit Pendinginan suhu ruang selama 10 menit Pendinginan dalam refrigerator (10 0 C) selama 15 menit Dicetak ukuran (4 x 3 x 1) cm Dicelupkan dalam campuran campuran tepung (predust), telur ayam kocok (batter) dan tepung roti (breading) Penyimpanan dalam freezer selama 30 menit Penggorengan setengah matang C selama 30 detik Pendinginan suhu ruang selama 30 menit Penyimpanan dalam freezer Penggorengan matang C selama 2 menit Nugget Gambar 2 Tahapan Proses Pembuatan Nugget Keong Tutut Modifikasi Patriani (2010)

31 18 Pembuatan nugget ini diawali dengan penggilingan pertama yaitu penggilingan daging keong tutut dan daging ayam. Daging keong tutut yang telah dikeluarkan dari cangkang dan dibersihkan bersama daging ayam digiling menggunakan es dan garam. Penggilingan kedua menggunakan campuran susu fullcream bubuk, bumbu dan serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, lada, jahe dan penyedap rasa. Penggilingan terakhir menggunakan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah subsitusi 15% dari total adonan dalam formulasi. Penggunaan jenis tepung sebagai bahan pengisi ini mengacu pada penelitian Erawaty (2001) yang menyatakan bahwa penggunaan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan rasio 1:1 sebanyak 15% pada nugget menunjukan hasil yang terbaik dan mendekati mutu produk komersial dibandingkan dengan penggunaan tepung terigu sebanyak 15% atau tepung tapioka sebanyak 15%. Adonan kemudian dikukus kurang lebih 30 menit untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga bahan menjadi kompak. Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit kemudian didingikan dalam refrigerator selama 15 menit. Pengukusan juga dilakukan untuk memastikan daging keong tutut matang sempurna. Produk yang sudah dingin kemudian dicetak dengan bentuk yang bervariasi kemudian dicelup dalam campuran tepung (predust), kocokan telur (batter), tepung roti (breading). Setelah itu nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis kompak dan keras. Kemudian dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan metode deep fat frying dengan mengatur suhu minyak sekitar C dan berlangsung selama 30 detik. Penelitian Lanjutan Pengujian sifat Fisikokimia Nugget Sifat fisik yang dianalisis meliputi tekstur (kekerasan) dengan menggunakan alat penetrometer, ph adonan dengan ph meter dan daya mengikat air dengan filter paper press. Sifat kimia yang dianalisis pada nugget keong tutut terpilih antara lain kadar air dengan metode oven biasa, kadar abu dengan tanur, kadar protein dengan metode semi kjeldahl, kadar lemak dengan metode soxhlet, kadar karbohidrat menggunakan carbohydrate by difference,

32 19 kadar kalsium dengan AAS, dan daya cerna protein in vitro menggunakan metode multienzim. Uji Organoleptik Nugget Uji organoleptik yang dilakukan mencakup uji mutu hedonik dan uji hedonik (kesukaan). Uji ini mencakup atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Uji mutu hedonik yang dilakukan terdiri atas 9 skala. Atribut warna yang diuji pada nugget sebelumnya telah diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi 1=amat sangat coklat, 2=sangat coklat, 3=coklat, 4=agak coklat, 5=biasa, 6=agak kuning, 7=kuning, 8=sangat kuning, 9=amat sangat kuning. Variabel tekstur menggunakan skor 1=amat sangat lembek, 2= sangat lembek, 3=lembek, 4= agak lembek, 5= biasa, 6= agak keras, 7=keras, 8=sangat keras, 9=amat sangat keras. Variabel aroma menggunakan skor 1=amat sangat amis, 2=sangat amis, 3=amis, 4=agak amis, 5=biasa, 6=agak tidak amis, 7=tidak amis, 8=sangat tidak amis, 9=amat sangat tidak amis. Variabel rasa menggunakan skor 1=amat sangat tidak enak, 2=sangat tidak enak, 3=tidak enak, 4=agak tidak enak, 5=biasa, 6=agak enak, 7=enak, 8=sangat enak, 9=amat sangat enak. Pada uji hedonik (kesukaan), panelis diminta untuk menyatakan kesukaanya terhadap nugget yang diberikan. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan skala dari 1 sampai 9. Skor yang diberikan untuk variabel warna, tekstur, aroma dan rasa yaitu skor 1=amat sangat tidak suka, 2=sangat tidak suka, 3=tidak suka, 4=agak tidak suka, 5=biasa, 6=agak suka, 7=suka, 8=sangat suka, 9=amat sangat suka. Rancangan Percobaan Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perlakuan subsitusi daging keong tutut yang terdiri dari enam taraf. Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ai + Eij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh presentase penambahan daging keong tutut terhadap nugget, taraf ke-i dari tingkat subsitusi pada ulangan ke-j

33 20 i = banyaknya taraf tingkat penambahan daging keong tutut (i = 0%, 60%, 70%, 80%, 90%, 100%) j = banyaknya ulangan (j = 1, 2) µ = Nilai rata-rata sebenarnya Ai = pengaruh tingkat penambahan daging keong pada taraf ke-i Eij = kesalahan percobaan karena pengaruh penambahan daging keong tutut terhadap nugget taraf ke-i pada ulangan ke-j Pengolahan dan Analisis Data Data hasil uji organoleptik, analisis sifat fisik dan kimia diolah menggunakan perhitungan manual kemudian dianalisis secara statistik dengan uji ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel organoleptik dan sifat fisik. Hasil uji ANOVA yang berbeda nyata kemudian dilanjutkan dengan Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan (Duncan s Multiple Range Test) untuk mencari perlakuan yang berbeda. Data analisis kimia diolah secara sistematik dengan uji beda Independent t test.

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan nugget Pembersihan daging tutut Pembuatan nugget diawali dengan pembersihan tutut dari cangkangnya. Hal dilakukan guna mendapatkan daging tutut yang diinginkan. Tutut yang digunakan pada penelitian ini merupakan tutut sawah yang diperoleh dari pasar Anyar. Tutut yang telah dibersihkan kemudian direndam selama semalam. Hal ini dilakukan agar tutut bersih dan menghilangkan pasir serta kotoran lainnya yang berada pada sela-sela cangkang tutut yang tidak larut pada pencucian awal. Perlakuan terhadap tutut ini juga biasanya dilakukan oleh masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi tutut. Xia (2007) menyatakan dalam menyiapkan tutut sebagai bahan konsumsi maka sebaiknya dilakukan perendaman pada tutut. Hal ini dimaksudkan selain untuk membersihkan juga memuasakan tutut sehingga saluran pencernaan tutut bersih. Gambar 3 Keong tutut Tutut yang telah direndam selama semalam kemudian dibersihkan pada air yang mengalir. Selanjutnya dilakukan perendaman dengan air panas pada tutut. Hal ini dimaksudkan agar tutut mati. Perendaman dengan air panas dipilih karena lebih efektif dibandingkan dengan direbus. Hal ini berkaitan dengan sifat fungsional protein miosin produk perikanan yang mudah mengalami kerusakan oleh perlakuan pemanasan dan kimia (Irianto dan Giatmi 2009). Pada proses menghilangkan amis pada keong tutut, air yang digunakan untuk menyiram dididihkan dan dicampur dengan daun jeruk, jahe dan daun sereh, sehingga air memiliki aroma rempah-rempah yang diharapkan mampu membantu menghilangkan amis dari keong tutut.

35 22 Tutut yang sudah direndam dengan air panas selama 20 menit kemudian diambil dagingnya dengan menggunakan tusuk gigi. Daging tutut yang digunakan pada penelitian ini hanya bagian kaki dan mantelnya, sedangkan bagian perut dan ekornya tidak digunakan. Sumber: Gambar 4 Bagian daging keong Hal ini sesuai dengan kebiasaan konsumsi yang dilakukan oleh mayarakat pada umumnya yang hanya mengkonsumsi bagian kaki keong tutut. Selain itu berdasarkan pengalaman peneliti mengkonsumsi keong tutut, bagian perut dan ekor keong tutut berasa pahit. Berat 1 kilogram tutut yang dibersihkan, rata-rata daging yang diperoleh sebesar 250 gram. Daging tutut yang telah dibersihkan kemudian dicuci hingga bersih dengan menggunakan jeruk nipis dan cuka. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan amis dan lender dari keong tutut. Setelah di beri cuka dan jeruk nipis, tutut kemudian dibersihkan hingga bersih dan ditiriskan. Pengolahan nugget Tahap formulasi nugget dilakukan melalui penggilingan daging keong tutut dan daging ayam berbagai taraf yang ditambahkan es batu untuk membuat adonan yang baik dan untuk mempertahankan temperatur selama penggilingan. Serpihan es ini selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril (Kramlich 1971). Penggilingan daging ini menggunakan alat pencacah daging (blender) untuk memperkecil ukuran daging tutut dan ayam sehingga protein daging lebih mudah terekstrak, memudahkan proses pelembutan, dan homogenisasi.

36 23 Penggunaan bahan baku daging ayam dan tutut dalam formulasi nugget yaitu sebesar 66,5% per total adonan dengan taraf subsitusi daging tutut 0%, 60%, 70%, 80%, 90%, hingga 100%. Penggunaan berbagai taraf tersebut agar memenuhi klaim produk pangan sumber protein yaitu 10-19% Acuan Label Gizi (ALG) per 100 gram produk dan klaim produk tinggi kalsium yaitu 20% per 100 gram produk (Briawan&Karmini 2004). Pada tahap formulasi atau pembuatan nugget ditambahkan juga bahan lain selain bahan baku daging ayam dan daging tutut, yaitu bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengisi adalah fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan nugget. Bahan yang digunakan adalah kombinasi tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah subsitusi 15% dari total adonan. Menurut Pomeranz (1991), tepung tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin, sedangkan tepung terigu mempunyai kandungan amilosa sebesar 25% dan amilopektin sebesar 75%. Kombinasi tersebut berguna untuk mempertahankan gelatinisasi karena amilosa berperan penting dalam keteguhan dalam proses gelatinisasi. Hasil penelitian Erawati (2001), menyatakan bahwa penggunaan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan rasio 1:1 sebanyak 15% pada nugget menunjukkan hasil yang terbaik dan mendekati mutu produk komersil dibandingkan dengan penggunaan tepung terigu saja sebanyak 15% atau tepung tapioka saja sebanyak 15%. Sifat Organoleptik Uji Mutu Hedonik Uji organoleptik merupakan uji dengan indra yang banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan panelis terhadap suatu produk. Menurut Rahayu (1998), biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik. Uji hedonik dan mutu hedonik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur. Atribut yang digunakan adalah warna (amat sangat coklat-amat sangat kuning), aroma (amat sangat amis-amat sangat tidak amis), tekstur (amat sangat lembek-amat sangat keras), rasa (amat sangat tidak enak-amat sangat enak).

37 24 Metode penilaian yang digunakan adalah uji organoleptik skala garis dengan skala penilaian berkisar dari angka 1 sampai dengan 9. Warna. Warna merupakan alat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 2008). Pada uji mutu hedonik, atribut warna nugget memiliki kisaran nilai rataan kuning-sangat kuning. Nilai ini berada pada kisaran warna 5,13-8,20. Gambar 5 menyajikan hasil uji mutu hedonik warna nugget dengan subsitusi tutut. 1= amat sangat coklat 2= sangat coklat 3= coklat 4=agak coklat 5=biasa 6=agak kuning 7=kuning 8=sangat kuning 7=amat sangat kuning. S k o r w a r n a ,2 a 6,29 b 5,13 b 5,87 b 5,58 b 5,88 b 0% 60% 70% 80% 90% 100% Presentase subsitusi daging tutut Gambar 5 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu warna nugget Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa seiring dengan meningkatnya penambahan daging tutut maka penampakan warna nugget semakin coklat. Hal ini dikarenakan karakteristik daging tutut yang berwarna putih kehitamaan (abu-abu) dengan titik-titik hitam pada daging lumatannya. Berdasarkan hasil uji ANOVA, subsitusi daging tutut pada setiap taraf berpengaruh nyata terhadap warna nugget pada selang kepercayaan 95% (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa subsitusi daging keong tutut pada berbagai taraf mempengaruhi penampakan warna nugget. Uji lanjut Duncan menunjukkan setiap formula memiliki warna yang berbeda terhadap 0% dan tidak berbeda antara satu sama lain. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut mutu warna nugget berbagai formula dapat dilihat pada lampiran 7.

38 25 Tekstur. Tekstur merupakan penginderaan yang berhubungan dengan rabaan atau sentuhan (Soekarto 1985). Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur, nugget memiliki kisaran nilai antara 4,30-6,52. Nilai ini berada pada kisaran agak lembek sampai agak keras. Gambar dibawah ini adalah gambar hasil penilaian panelis terhadap tekstur nugget. 1= amat sangat lembek 2= sangat lembek 3= lembek 4=agak lembek 5=biasa 6=agak lembek 7=keras 8=sangat keras 7=amat sangat keras. S k o r T e k s t u r ,98 a 6,52 a 4,3 b 0% 60% 70% 80% 90% 100% Presentase subsitusi daging keong tutut Gambar 6 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu tekstur nugget Secara keseluruhan tekstur nugget berada pada kisaran biasa. Hasil uji ANOVA menunjukan terdapat perbedaan tekstur yang nyata (p<0.05) antara nugget kontrol dan nugget formula. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan tekstur nugget 0% tidak berbeda nyata dengan 80%,70%,80%, dan 90%. Namun berbeda nyata dengan 100%. Hal ini berarti, subsitusi daging keong tutut menyebabkan mutu tekstur nugget keong tutut semakin lembek. Perbedaan tekstur ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan taraf subsitusi tutut pada setiap formula. Tutut merupakan pangan hewani yang mengandung protein 11,8% (Risjad,1996) sedangkan ayam mengandung protein 18,2% (Persagi 2009). Perbedaan kandungan protein juga diduga berperan besar pada pembentukan tekstur nugget. Pada daging komponen utama yang mempengaruhi tekstur adalah protein. Protein yang berperan besar terhadap tekstur adalah myosin dan stroma. Rinaldi (1992) menyatakan miosin berperan besar terhadap pembentukan emulsi pada sutu produk pangan karena sifatnya yang hidrofobik dan lipofilik, sehingga dapat membentuk ikatan air dengan lemak. Emulsi merupakan suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonik (Winarno 2008). Irianto dan Giyatmi (2009) menyatakan stroma merupakan protein tidak larut air dan garam yang terdiri dari kolagen dan elastin.

39 26 Jumlah stroma pada daging produk perikanan umumnya 2-3%, lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang terdapat pada daging mamalia dan unggas. Kandungan stroma yang lebih sedikit and miosin yang tidak stabil diduga mempengaruhi tekstur nugget yang dihasilkan. Aroma. Parameter selanjutnya yang diuji dalam uji mutu hedonik adalah aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap aroma, nugget memiliki kisaran nilai antara 5,18-7,37. Nilai ini berada pada kisaran biasa sampai tidak amis. Skor penilaian aroma terdapat pada nugget 100% dan skor tertinggi pada nugget 0%. Nilai rata-rata uji mutu hedonik warna pada setiap tingkat subsitusi dapat dilihat pada Gambar 7. 1= amat sangat amis 2= sangat amis 3= amis 4=agak amis 5=biasa 6=agak tidak amis 7= tidak amis 8=sangat amis 7=amat sangat amis S k o r A r o m a ,37 a 5,63 b 5,38 b 5,38 b 5,47 b 5,18 b 0% 60% 70% 80% 90% 100% Presentase subsitusi daging keong tutut Gambar 7 Pengaruh subsitusi daging tutut terhadap mutu aroma nugget Berdasarkan hasil uji ANOVA terhadap nugget dengan subsitusi tutut diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara penerimaan aroma 0% dengan kelima nugget subsitusi daging tutut (p<0,05). Hal ini berarti perbedaan persentase subsitusi daging tutut mempengaruhi mutu aroma nugget yang dihasilkan dan diduga aroma khas daging tutut yang mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma, sehingga panelis menyatakan suka pada penggunaan daging tutut yang semakin sedikit dalam perlakuan. Produk perikanan sebagian besar merupakkan produk yang memiliki aroma yang amis jika dibandingkan dengan produk hasil peternakan. Hal ini disebabkan produk perikanan memiliki kadar air yang cukup tinggi serta banyaknya jumlah bakteri pada produk perikanan (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Sehingga hal ini menyebabkan aroma produk perikanan lebih amis dibandingkan dengan produk daging peternakan darat. Hasil uji lanjut Duncan terhadap aroma

40 27 memperlihatkan bahwa nugget 0% berbeda nyata dengan kelima nugget lainnya, sedangkan kelima formula tersebut tidak saling berbeda nyata antara satu sama lain. Rasa.Rasa ialah sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Mutu rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk dapat menerima atau menolak suatu produk walaupun atribut penilaian yang lain baik, tetapi jika rasa tidak enak maka produk akan segera ditolak oleh konsumen (Aspiatun 2004). Nilai rata-rata uji mutu hedonik rasa pada setiap tingkat subsitusi dapat dilihat pada Gambar 8. 1= amat sangat amis 2= sangat amis 3= amis 4=agak amis 5=biasa 6=agak tidak amis 7= tidak amis 8=sangat amis 7=amat sangat amis S k o r R a s a ,30 a 5,79 b 5,30 b 5,63b 5,61 b 4,87 b 0% 60% 70% 80% 90% 100% Presentase subsitusi daging keong tutut Gambar 8 Nilai rata-rata mutu hedonik rasa nugget Berdasarkan Gambar 8 di atas diketahui tingkat mutu hedonik panelis terhadap rasa nugget memiliki nilai rataan 4,87-7,30. Nilai ini berada pada kisaran biasaenak. Nilai ini menunjukan nugget subsitusi tutut dapat diterima oleh panelis dari segi rasa. Berdasarkan hasil uji ANOVA pada nugget terdapat perbedaan rasa yang nyata antara nugget kontrol dan nugget subsitusi tutut (p<0,05). Hal ini berarti, subsitusi daging keong tutut menyebabkan mutu rasa nugget semakin menurun. Hasil uji statistik secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan formula 0% berbeda nyata dengan kelima formula yang lainnya, sedangkan kelima formula tersebut tidak berbeda nyata antara satu sama lain. Uji Hedonik (Kesukaan) Selain pengujian terhadap mutu produk, dilakukan uji kesukaan terhadap nugget oleh 30 orang panelis yang sama. Cara penyajian nugget pada uji hedonik berupa nugget goreng. Penilaian yang dilakukan meliputi kesukaan terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan kesukaan terhadap nugget

41 28 secara keseluruhan. Untuk penilaian setiap atribut digunakan skala 1-9 yang merupakan tingkat kesukaan panelis. Nilai yang besar menunjukan panelis menyukai produk tersebut. Gambar 9 Pengaruh subsitusi daging keong tutut terhadap kesukaan panelis Hasil sidik ragam untuk hedonik menunjukan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata terhadap warna, tekstur, aroma, dan rasa (p<0,05). Hal ini berarti perbedaan persentase subsitusi daging keong tutut mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna, tekstur,aroma, dan rasa. Warna. Nilai rata-rata penilaian organoleptik terhadap parameter mutu warna nugget berkisar dari 5,47-7,65 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Semakin tinggi tingkat substitusi tutut, nilai rata-ratanya semakin menurun. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan warna nugget yang semakin kurang disukai. Semakin kuning warna nugget, nilai rata-rata warna semakin naik Artinya semakin kuning warna nugget semakin disukai oleh panelis. Hasil sidik ragam tingkat kesukaan (hedonik) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap warna nugget goreng. Tingkat intensitas warna yang ditimbulkan tergantung dari lama penggorengan, suhu, komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan, sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren 1986). Pada proses penggorengan baik pre-frying dan frying waktu penggorengan sama antar perlakuan yaitu 30 detik untuk pre-frying dan dua

42 29 menit untuk penggorengan matang (frying). Oleh karena itu, diduga hal yang mempengaruhi adanya perbedaan warna yaitu karakteristik warna daging keong tutut yang berwana hitam-keabuan. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara 0% dengan kelima nugget yang lainnya, sedangkan kelima nugget tersebut tidak berbeda nyata antara satu sama lain. Tekstur. Soeparno (2005) menyatakan bahwa keempukan kemungkinan besar merupakan faktor penentu yang paling penting pada daging dan produk daging. Pada prinsipnya tekstur atau keempukan dapat dinilai secara subjektif (panel test) dan objektif (dengan alat textur analyzer). Pada penilaian terhadap tekstur nugget, panelis diminta untuk memberikan penilaian dengan cara menekan nugget. Hasil penilaian organoleptik terhadap tekstur nugget menunjukkan bahwa nilai rata-rata tekstur nugget adalah 5,2-7,34 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Semakin tinggi tingkat substitusi tutut, nilai rata-ratanya semakin menurun. Nilai rata-rata yang semakin rendah menunjukkan tekstur nugget yang semakin kurang disukai. Semakin keras nugget, nilai rata-rata tekstur semakin naik. Artinya semakin keras nugget semakin disukai oleh panelis. Hasil uji ANOVA tingkat kesukaan (hedonik) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tekstur nugget goreng. Uji lanjut Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara 0% dengan kelima formula yang lainnya, sedangkan kelima nugget tersebut tidak berbeda nyata antara satu sama lain. Aroma. Hasil penilaian organoleptik terhadap aroma nugget menunjukkan bahwa nilai rata-rata aroma nugget adalah 5,5-7,7 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Nilai ini menunjukan semakin tinggi tingkat substitusi tutut, nilai rata-ratanya semakin menurun. Nilai rata-rata yang rendah menunjukkan aroma nugget yang kurang disukai. Nilai rata-rata yang tinggi menunjukkan aroma nugget yang disukai. Hal ini menunjukan aroma nugget yang tidak amis, merupakan aroma yang sangat disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil sidik ragam tingkat kesukaan (hedonik) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap aroma nugget goreng. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara 0% dengan kelima formula lainnya.

43 30 Rasa. Rasa sangat menentukan penilaian selain aroma dan tekstur. Menurut Soekarto (1985), umumnya ada tiga macam rasa yang sangat menentukan penerimaan konsumen terhadap produk olahan daging yaitu tingkat kegurihan, keasinan, dan rasa daging (meaty). Hasil penilaian organoleptik terhadap aroma nugget menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasa nugget adalah 5,2-7,4 atau berada pada kisaran biasa sampai suka. Nilai rata-rata yang rendah menunjukkan rasa nugget yang kurang disukai. Berdasarkan hasil sidik ragam tingkat kesukaan (hedonik) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rasa nugget goreng. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata antara 0% dengan kelima produk lainnya. Penerimaan Nugget Presentase penerimaan panelis dihitung untuk mengetahui produk nugget terpilih guna melakukan analisis selanjutnya. Panelis dianggap menerima nugget bila nilai yang diberikan lebih besar dari 5,00. Berikut adalah gambar hasil rekapitulasi persentase penerimaan panelis terhadap nugget goreng. Gambar 10 Presentase penerimaan panelis terhadap nugget Berdasarkan persentase tingkat kesukaan panelis terhadap nugget, formula terpilih nugget 60%. Pemilihan 60% sebagai formula terpilih didasarkan pada persentase penerimaan panelis yang meliputi atribut warna, tekstur, aroma dan rasa. Gambar 10 memperlihatkan persentase penerimaan panelis terhadap

44 31 nugget, nugget 60% jika dibandingkan formula lainnya (kecuali kontrol) lebih disukai panelis baik dari atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa. 60% (terpilih) 0% (kontrol) Gambar 11 Nugget formula kontrol (0%) dan terpilih (60%) Gambar 10 menunjukan gambar nugget terpilih dan nugget kontrol yang selanjutnya akan dianalisis sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar kalsium dan mutu cerna protein) dan daya mengikat air (DMA). Analisis Sifat Fisik Nugget Sifat fisik yang diteliti pada nugget ini meliputi derajat keasaman (ph), kekerasan dan daya mengikat air. Data hasil analisis sifat fisik nugget disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai rata-rata sifat fisik nugget keong tutut Tingkat Subsitusi Sifat fisik 0% 60% 70% 80% 90% 100% ph 6,33±0,11 a 8,30±0,08 b 8,79±0,11 c 8,65±0,06 c 8,58±0,06 c 8,57±0,15 c Kekerasan 9,81±2,06 a 9,83±1,10 a 9,72±1,25 a 11,04±0,75 a 9,9±1,63 a 10,0±0,88 a Daya Mengikat Air (DMA) 60,24* 87,76±0,94 TD** TD TD TD Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata p<0,05 * Erawaty (2003) ** Tidak Dianalisis Derajat Keasaman (ph) Nilai ph dari adonan suatu produk berkaitan dengan protein daging yang terlarut serta ikut mempengaruhi daya mengikat air dari suatu produk emulsi. Penurunan ph daging setelah mati karena terbentuknya asam laktat. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen habis atau kondisi yang tercapai, yaitu ph cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik didalam proses glikolisis anaerobik. Jika nilai ph dihubungkan dengan dengan pengolahan bahan pangan yang memerlukan

45 32 proses penghancuran, daya mengikat air yang tinggi lebih diutamakan dan hal ini bisa dicapai dengan nilai ph yang lebih tinggi, yaitu diatas 6,2. Oleh karena itu mutu daging salah satunya dipengaruhi oleh nilai ph (Soeparno 2005). Hasil uji ph menunjukkan rata-rata ph nugget ayam sebesar 6,33 sedangkan pada nugget tutut dengan subsitusi ayam rata-rata ph yang dihasilkan sekitar 8,30-8,79 dengan rataan 8,57. Perbedaan antara ph nugget tutut dan nugget ayam diduga karena ph daging ayam dan tutut yang berbeda. Berdasarkan analisis menggunakan ph meter yang dilakukan daging tutut memiliki ph 7,8 sedangkan menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) ph daging ayam berkisar antara 5,1-6,1. Nilai ph daging tutut yang cenderung basa diduga karena kandungan mineral terutama kalsium yang cukup tinggi. Moluska menyimpan bahan-bahan pembentuk cangkang pada sebuah jaringan yang disebut mantel. Mantel menyimpan komponen-komponen yang diperlukan dalam pembentukan cangkang seperti komponen organik dan mineral terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ). Berkembangnya ukuran cangkang berhubungan dengan makin meluasnya jaringan mantel. Cangkang bertambah tebal dan keras karena hasil sekresi kalsium karbonat dan matriks organik dari mantel. Mantel berada tepat dibawah cangkang. Antara mantel dan cangkang bagian dalam dibatasi oleh sebuah lapisan tipis cairan yang disebut extrapallial fluid. Lapisan ini adalah medium dimana matriks organik dan komponen kristal terbentuk. Extrapallial fluid memiliki rentang ph antara 7-8,35 dan nilai ph ini relatif sama dengan darah moluska (Wilbur 1964). Kalsium merupakan salah satu mineral yang bersifat basa. Hal ini dikarenakan kalsium merupakan mineral yang mengandung kation dan akan stabil jika berikatan dengan OH dan membentuk basa, dalam makanan unsurunsur tersebut umumnya terdapat dalam bentuk garam anorganik dan membentuk garam basa. (Gaman & Sherrington 1992). Hasil sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap ph pada adonan nugget. Hal ini berarti, subsitusi daging keong tutut menaikan ph adonan nugget keong tutut secara nyata. Uji lanjut Duncan (lampiran 9) menunjukan terdapat perbedaan yang nyata antara nugget 0% dengan kelima perlakuan, sedangkan perlakuan 60% berbeda nyata dengan 0% dan keempat perlakuan lainnya. Pada perlakuan 70%, 80%, 90% dan 100% tidak berbeda nyata antara

46 33 satu sama lain. Hal ini diduga semakin tinggi proporsi daging tutut pada adonan nugget berpengaruh signifikan terhadap ph adonan nugget. Kekerasan Kekerasan atau keempukan merupakan hal yang paling penting untuk menilai suatu sifat fisik produk olahan daging. Berdasarkan analisis uji sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging keong tutut tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kekerasan nugget hasil penelitian. Hal ini berarti perbedaan persentase subsitusi daging tutut tidak mempengaruhi kekerasan nugget yang dihasilkan. Kekerasan produk restrukturisasi daging dipengaruhi oleh jaringan ikat, karakteristik serta daging, bahan pengisi (dan ukuran partikel daging Miller 1994). Kekerasan yang tidak berbeda diantara perlakuan diduga disebabkan semua daging dan bahan-bahan yang digunakan mengalami proses penggilingan diusahakan sama sehingga serat menjadi seragam. Bahan pengisi yang digunakan juga sama, yaitu tepung terigu sebanyak 7,5% dan tepung tapioka sebanyak 7,5% dari berat daging. Kekerasan nugget dipengaruhi oleh suhu dan waktu penggorengan. Suhu dan waktu yang tinggi dalam proses penggorengan menyebabkan air dalam produk lebih banyak keluar dari jaringan, sehingga meningkatkan persentase padatan. Menurut Aspiatun (2004), kekerasan atau elastisitas produk pada saat digoreng dipengaruhi oleh jumlah air yang dikeluarkan atau menguap dalam jaringan pada waktu tertentu akan menyebabkan produk menjadi rapuh, yang disebabkan karena semakin banyak minyak yang masuk ke dalam produk dan menggantikan jaringan yang kosong akibat air yang menguap. Nilai kekerasan tertinggi didapatkan pada penggunaan daging tutut dengan proporsi 80%. Hal ini diduga karena tidak sempurnanya penggilingan meskipun waktu yang digunakan dalam proses penggilingan diusahakan sama. Proses penggilingan yang tidak sempurna ini menjadikan serat daging tidak seragam. Selain itu suhu penggorengan yang relatif tidak stabil diduga menyebabkan nugget 80% memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi, meskipun secara statistik perbedaan persentase subsitusi daging keong tutut tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kekerasan nugget hasil penelitian.

47 34 Daya Mengikat Air Menurut Soeparno (2005), daya mengikat air (DMA) oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan. Daya mengikat air sangat mempengaruhi mutu daging dan produk daging. Pada produk emulsi, daya mengikat air sangat penting untuk mempertahankan air-protein-lemak. Daya mengikat air akan mempengaruhi stabilitas emulsi, tenderness, juiceness, dan warna (Hamm 1975). Nilai daya mengikat air nugget formula terpilih dapat dilihat pada Lampiran 26. Daya mengikat air adonan nugget terpilih (60%) rata-rata sebesar 87,76%. Berdasarkan hasil penelitian Erawaty (2001), daya mengikat air adonan nugget ayam sebesar 60,24%. Nilai daya mengikat air dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jumlah protain yang terekstrasi dan kelarutanya, penyerapan air, viskositas adonan, ph, pemanasan, konsentrasi garam dan jenis garam. Daya mengikat air yang tinggi diperoleh dari nugget dengan ph yang tinggi. Jika dibandingan dengan kontrol (0%), nugget 60% memiliki nilai ph yang lebih tinggi sehingga nilai DMA nugget 60% lebih tinggi jika dibandingkan dengan nugget kontrol. Analisis Sifat Kimia Nugget Analisis sifat kimia dilakukan terhadap formula terpilih, yaitu nugget keong tutut dengan tingkat substitusi 60%. Sifat kimia nugget tutut yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, dan daya cerna protein in vitro. Sifat kimia gizi nugget keong tutut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sifat kimia nugget keong tutut terpilih dan kontrol Perlakuan 0%(Kontrol) 60% Zat gizi bb bk Bb bk Air (%) 44,72±0,57 a - 44,78±1,34 a - Abu (%) 2,05±0,06 3,71±0,08 a 2,67±0,03 4,84±0,07 b Protein (%) 11,45±0,63 20,72±0,97 a 9,93±0,45 17,98±1,02 b Lemak (%) 15,18±0,69 27,46±1,07 a 11,03±0,24 19,97±0,67 b Karbohidrat total (%) 26,59±0,67 48,11±1,67 a 31,59±1,53 57,21±1,58 b Kalsium (mg/100 g) 21,42±1,31 168,36±7,20 Daya Cerna Protein (%) 82,78±0,64 a 79,58±2,10 a Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (p<0,05) bb: berat basah bk: berat kering

48 35 Kadar Air. Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta bijibijian terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno 2008). Kadar air dari formula kontrol yaitu dengan 100% daging ayam sebesar (b/b%), sedangkan pada nugget terpilih dengan subsitusi daging keong tutut 60% sebesar (b/b%). Hasil uji Independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kadar air nugget terpilih dan kadar air nugget kontrol (p>0,05). Artinya perbedaan persentase subsitusi daging tutut tidak mempengaruhi kadar air dari nugget yang dihasilkan. Kadar Abu. Bahan makanan selain mengandung bahan organik dan air, juga mengandung mineral atau bahan-bahan anorganik. Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Fungsi meineral bagi tubuh manusia adalah sebagai zat pengatur dan pembangun (Winarno 2008). Tabel 3 menunjukkan hasil analisis kadar abu nugget kontrol sebesar 2,05(%b/b) dan nugget keong tutut terpilih sebesar 2,67(%b/b). Rata-rata kadar abu berdasarkan persentase berat kering untuk nugget kontrol adalah 3,71% dan nugget formula terpilih sebesar 4,84%. Kadar abu dalam nugget berasal dari kandungan mineral bahan baku seperti kalsium, fosfor, dan besi. Berdasarkan Persagi (2009) dalam 100 gram daging keong tutut mengandung kalsium 217 mg/100gram, fosfor 78 mg/100gram dan besi 1,7 mg/100 gram, sedangkan ayam mengandung kalsium 14 mg/100 gram, fosfor 200mg/100gram dan besi 1,5 mg/100 gram. Selain berasal dari bahan baku, kadar abu berasal dari bahan tambahan seperti bahan pengisi dan bahan pengikat. Hasil uji Independen t test menunjukkan perlakuan subsitusi daging tutut memiliki pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kadar abu yang dihasilkan. Perbedaan yang nyata ini diduga dipengaruhi oleh kandungan mineral yang berbeda antara daging tutut dan daging ayam sebagai bahan baku. Kandungan mineral tutut yang lebih tinggi, menyebabkan kadar abu nugget terpilih lebih besar jika dibandingkan dengan nugget kontrol. Kadar Protein. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh yang juga

49 36 berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dalam bahan pangan pada umumnya menentukan mutu dari suatu produk terutama yang berasal dari daging (Winarno 2008). Berdasarkan berat basah kadar protein nugget kontrol sebesar 11,45% dan kadar protein nugget formula terpilih sebesar 9,93%. Ratrata kadar protein nugget kontrol berdasarkan berat kering sebesar 20,72% dan nugget terpilih sebesar 17,98%. Hasil analisis uji Independent t test memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara kandungan protein antara nugget kontrol dan nugget terpilih. Hal ini diduga kandungan protein antara daging tutut dan daging yang yang berbeda. Berdasarkan Persagi (2009) dalam 100 gram daging ayam mengandung 18,2 gram/ 100 gram protein dan dalam 100 gram daging tutut mengandung 12,2 gram/100 gram protein. Oleh karena itu kandungan protein antara nugget kontrol dan nugget terpilih berbeda secara signifikan. Kadar Lemak.Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dan juga salah satu zat makanan yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia (Winarno 2008). Lemak dalam bahan pangan berfungsi untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi, serta memberikan cita rasa gurih pada bahan pangan. Lemak juga digunakan sebagai medium penghantar panas dalam proses penggorengan bahan pangan (Ketaren 2005). Kadar lemak nugget kontrol berdasarkan berat basah sebesar 15,18% dan formula terpilih sebesar 11,03%. Rata-rata kadar lemak nugget berdasarkan berat kering pada nugget kontrol sebesar 27,46% dan pada nugget formula terpilih sebesar 19,97%. Hasil uji Independent t test menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara kadar lemak nugget kontrol dan nugget terpilih. Artinya subsitusi daging tutut pada nugget mempengaruhi kadar lemak nugget. Hal ini diduga karena kandungan lemak antara kedua daging tersebut berbeda. Berdasarkan Persagi (2009) dalam 100 gram daging ayam mengandung lemak sebanyak 25 gram/100 gram dan pada daging keong terdapat kandungan lemak sebesar 1 gram/100 gram. Kadar Karbohidrat. Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain sebagainya, sedangkan dalam tubuh karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein dalam tubuh berlebihan, kehilangan

50 37 mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Kadar karbohidrat nugget yang dihasilkan berdasarkan berat basah untuk nugget kontrol sebesar 26,59% dan untuk nugget formula terpilih sebesar 31,59 %. Berdasarkan berat kering (%bk) kadar karbohidrat nugget kontrol sebesar 48,11% dan untuk nugget formula terpilih sebesar 57,21%. Perbedaan antara kadar karbohidrat nugget kontrol dan nugget terpilih disebabkan perhitungan kadar karbohidrat pada penelitian ini menggunakan metode carbohydrate by difference sehingga sangat bergantung pada kadar air, abu, lemak dan kadar protein. Hasil uji Independet t test menunjukan bahwa perlakuan perbedaan bahan baku daging menunjukan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kadar karbohidrat nugget yang dihasilkan. Artinya subsitusi daging tutut terhadap nugget mempengaruhi kadar karbohidrat nugget. Asupan karbohidrat dari bahan tambahan lain yaitu tepung terigu dan tepung tapioka. Kadar karbohidrat dari tepung terigu dan tepung tapioka berturut-turut adalah 77,3 gram dan 86,9 gram per 100 gram (Persagi 2009). Namun taraf penambahan kedua tepung tersebut sama pada tiap perlakuan yaitu sebesar 7,5% berat adonan, sehingga tidak berkontribusi nyata terhadap kadar karbohidrat. Kadar Kalsium. Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang penting. Kekurangan kalsium pada orang dewasa dapat meningkatkan risiko osteoporosis pada orang dewasa akibat demineralisasi kalsium sehingga pada penelitian ini, penambahan jumlah kalsium pada nugget menjadi prioritas utama. Berdasarkan hasil analisis kadar kalsium nugget nugget kontrol sebesar 21,42 mg% (bb) dan 38,75 mg%(bk). Kadar kalsium nugget terpilih sebesar 168,36 mg%(bb) dan 304,91 mg% (bk). Kadar kalsium yang diukur merupakan total kalsium, yaitu jumlah mineral kalsium yang terdapat di dalam produk makanan. Kadar kalsium kemudian digunakan untuk menentukan takaran saji nugget sehingga dapat dikategorikan sebagai nugget tinggi kalsium. Uji independent t test menunjukkan bahwa kadar kalsium berbeda nyata yang mengindikasikan bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap kadar kalsium (p<0,05). Hal ini mwnunjukkan penambahan daging keong tutut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap jumlah kalsium pada nugget. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi dari angka kebutuhan gizi yang dianjurkan. Almatsier (2001) menyatakan kelebihan kalsium dapat

51 38 menimbulkan batu ginjal dan konstipasi. Berdasarkan ALG kebutuhan kalsium untuk kelompok konsumen umum sebesar 800 mg. Nugget keong tutut mengandung kalsium sebesar 168,36 mg%(bb), sehingga konsumsi nugget keong tutut dalam sehari hendaknya kurang dari 500 g per hari. Daya Cerna Protein. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim-enzim pencernaan dikenal dengan istilah mutu cerna (digestibility). Nilai suatu protein sangat tergantung pada kompisisi kandungan asam amino. Menurut Muchtadi (2010), mutu gizi protein ditentukan oleh daya cerna protein dan kelengkapan asam aminonya. Daya cerna ialah jumlah fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Latar belakang penilaian mutu protein ialah karena tidak semua protein yang dikonsumsi dapat dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Daya cerna menyatakan kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino yang dapat dicerna dan digunakan oleh tubuh. Menurut Bender (2002), faktor-faktor yang mepengaruhi aktivitas enzim dalam mencerna protein, yaitu ph saat inkubasi atau lingkungan, suhu, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan adanya inhibitor atau aktivator. Daya cerna protein nugget dianalisis secara in vitro dengan menggunakan prinsip Hsu et al. Nugget terpilih memiliki nilai daya cerna 79,58%, sedangkan nugget kontrol (ayam) memiliki nilai daya cerna 82,87%. Hasil uji Independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nugget terpilih dan nugget kontrol (p>0,05). Hal ini bahwa perlakuan pensubsitusian daging tutut sebesar 60% tidak berpengaruh terhadap mutu nugget. Hal ini diduga karena kandungan asam amino antara kedua produk tersebut hampir sama. Kontribusi Zat Gizi nugget Formula Terpilih Terhadap Angka Acuan Label Gizi (ALG) Kelompok Konsumen Umum Menurut Karmini dan Briawan (2004), suatu produk pangan diklaim sebagai produk pangan sumber suatu zat gizi dengan persyaratan 10%-19% Acuan Label Gizi (ALG) per 100 gram dalam bentuk padat per sajian. Produk pangan diklaim sebagai produk pangan tinggi suatu zat gizi dengan persyaratan 20% ALG per 100 gram dalam bentuk padat atau 10% ALG per 100 kkal atau 20% ALG per sajian. ALG adalah angka kecukupan gizi untuk pelabelan. Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor

52 39 HK tahun 2007 tentang Acuan Label Gizi, Acuan Label Gizi untuk protein sebesar 60 g dan kalsium 800 g bagi kategori umum. Produk nugget pada penelitian ini hanya menekankan kontribusi protein dan kalsium yang diberikan terhadap pemenuhan untuk kelompok konsumen umum. Protein yang harus dipenuhi pertakaran saji untuk kelompok konsumen umum sehingga pangan dapat dikatakan sebagai sumber protein adalah 10%- 19% dari 60 gram protein sebesar 6,0-11,4 gram, sedangkan kalsium sebesar 20% dari 800 mg yaitu sebesar 160 mg. Kandungan protein dan kalsium pada produk nugget terpilih berturut-turut adalah sebesar 9,93 g (b/b%) dan 168,36 mg (%b/b), sehingga produk nugget formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang sumber protein dan tinggi kalsium. Berat satu buah nugget ± 25 gram per potong, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan sumber protein dan tinggi kalsium nugget yang harus dikonsumsi untuk kelompok konsumen umum sebanyak empat potong. Setelah diketahui kandungan energi dan zat gizi per takaran penyajian, maka dapat dibuat penentuan ALG per takaran penyajian. Jika diasumsikan berat nugget yang disajikan adalah 100 gram (empat potong), maka diperoleh kandungan gizi dan energi serta % ALG per takaran saji disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase (%) ALG per takaran penyajian (100 gram) Nugget 60% Kelompok Zat Gizi Jumlah/takaran Usia % ALG saji Kategori Energi 282,70 kkal 14,14 Protein 9,93 g 16,55 sumber Umum Lemak 15,18 g 24,48 tinggi Karbohidrat 26,59 g 8,86 Kalsium 168,36mg 21,05 tinggi Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, nugget formula terpilih memberi kontribusi protein dan kalsium pada kelompok usia umum sebesar 16,55% dan 21,05% dari angka ALG untuk kelompok umur umum. Nugget keong tutut juga memberikan kontribusi lemak sebesar 24,48% dari ALG. Sehingga produk nugget formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang sumber protein, tinggi kalsium dan tinggi lemak. Kandungan lemak yang cukup tinggi pada nugget keong tutut menyebabkan produk ini tidak disarankan untuk kelompok dewasa tua. Hal ini dikarenakan konsumsi lemak yang berlebihan akan mengakibatkan kenaikan kadar kolesterol dan arterosklerosis (Almatsier 2001). Kebutuhan kalsium untuk

53 40 kelompok dewasa tua dapat dipenuhi dengan mengonsumsi keong tutut segar yang diolah tanpa proses penggorengan misalnya direbus atau dikukus. Harga Nugget Produk Terpilih Analisis biaya pembuatan nugget dilakukan untuk menentukan harga jual nugget per takaran saji dengan margin 30 persen dari total biaya produksi. Rincian analisis biaya tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui harga nugget keong tutut per takaran saji sebesar Rp.6.178,50. Jika dibandingkan nugget komersil dengan takaran saji yang sama harga jualnya sekitar Rp.8.000,00. Hal ini menunjukkan nugget keong tutut mampu memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat.

54 41 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pembuatan nugget subsitusi tutut menggunakan lima formulasi terbaik yaitu kontrol (0%), subsitusi tutut 60%), subsitusi tutut 70%, subsitusi tutut 80%, subsitusi tutut 90%, tutut 100%. Rata-rata persentase penerimaan panelis terhadap nugget kontrol lebih besar dari nugget subsitusi tutut. Berdasarkan uji organoleptik terhadap panelis, substitusi daging keong tutut yang memberikan penerimaan terbesar adalah substitusi daging keong tutut 60%, dengan persentase subsitusi daging tutut sebesar 60% dan ayam 40% dari total daging dalam adonan. Mutu hedonik nugget menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan persentase subsitusi daging tutut berpengaruh nyata terhadap warna, aroma, dan rasa. Atribut lain yaitu tekstur menunjukkan perlakuan 100% berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan keempat perlakuan lainnya tidak berbeda nyata. Tingkat kesukaan (hedonik) nugget tutut dengan subsitusi tutut menunjukkan bahwa perbedaan persentase subsitusi daging tutut tidak berpengaruh nyata terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa antar setiap perlakuan tapi berbeda nyata terhadap kontrol. Hasil dari analisis secara fisik pada adonan nugget menunjukkan bahwa nilai ph dipengaruhi oleh perbedaan persentase subsitusi daging tutut dan ayam, sedangkan perbedaan persentase subsitusi daging tutut dan ayam tidak mempengaruhi kekerasan dari nugget yang dihasilkan. Hasil dari uji kekerasan ini menunjukkan semakin besar nilai hasil pengukuran menunjukkan produk semakin empuk. Hasil analisis Daya Mengikat Air menunjukan semakin tinggi ph adonan maka nilai DMA adonan semakin tinggi. Hasil dari analisis secara kimia pada produk terpilih dan kontrol menunjukan subsitusi daging tutut pada nugget tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan daya cerna protein. Kadar air dalam nugget kontrol sebesar 44,72% (bb) dan pada nugget terpilih sebesar 44,78% (bb). Nugget terpilih memiliki nilai daya cerna 79,58%, sedangkan nugget kontrol (ayam) memiliki nilai daya cerna 82,87%. Sebaliknya, subsitusi daging tutut pada nugget berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Kadar abu nugget kontrol sebesar 2,05% (bb) dan nugget tutut tutut terpilih sebesar 2,67% (bb). Rata-rata kadar abu berdasarkan persentase berat

55 42 kering untuk nugget kontrol adalah 3,71% (bk) dan nugget formula terpilih sebesar 4,84% (bk). Berdasarkan berat basah kadar protein nugget kontrol sebesar 11,45% dan kadar protein nugget formula terpilih sebesar 9,93%. Rata-rata kadar protein nugget kontrol berdasarkan berat kering sebesar 20,72% dan nugget terpilih sebesar 17,98%. Kadar lemak nugget kontrol berdasarkan berat basah sebesar 15.18% dan formula terpilih sebesar 11,03%. Rata-rata kadar lemak nugget berdasarkan berat kering pada nugget kontrol sebesar 27,46% dan pada nugget formula terpilih sebesar 19,97%. Kadar karbohidrat nugget yang dihasilkan berdasarkan berat basah untuk nugget kontrol sebesar 26,59% dan untuk nugget formula terpilih sebesar 31,59 %. Berdasarkan berat kering (%bk) kadar karbohidrat nugget kontrol sebesar 48,11% dan untuk nugget formula terpilih sebesar 57,21%. Berdasarkan hasil analisis kadar kalsium nugget nugget kontrol sebesar 21,42 mg% (bb) dan 38,75 mg%(bk). Kadar kalsium nugget terpilih sebesar 168,36 mg%(bb) dan 304,91 mg% (bk). Berdasarkan ALG kebutuhan kalsium untuk kelompok konsumen umum sebesar 800 mg. Nugget keong tutut mengandung kalsium sebesar 168,36 mg%(bb), sehingga konsumsi nugget keong tutut dalam sehari hendaknya kurang dari 500 g per hari. Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, nugget formula terpilih memberi kontribusi protein dan kalsium pada kelompok usia umum sebesar 16,55% dan 21,05% dari angka ALG untuk kelompok umur umum. Nugget keong tutut juga memberikan kontribusi lemak sebesar 24,48% dari ALG. Sehingga produk nugget formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan yang sumber protein, tinggi kalsium dan tinggi lemak. Kandungan lemak yang cukup tinggi pada nugget keong tutut menyebabkan produk ini tidak disarankan untuk kelompok dewasa tua. Kebutuhan kalsium untuk kelompok dewasa tua dapat dipenuhi dengan mengonsumsi keong tutut segar yang diolah tanpa proses penggorengan misalnya direbus atau dikukus.

56 43 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nugget keong tutut mengandung zat gizi yang tidak jauh berbeda dengan nugget kontrol (ayam), bahkan mengandung kalsium yang cukup tinggi. Perlu dilakukan sosialiasi kepada masyarakat tentang daging keong tutut yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui daya simpan nugget keong tutut, potensi komersialisasi nugget keong tutut, dan bioavalibilitas kalsium nugget keong tutut. Hal ini mengingat kandungan kalsium dari nugget keong tutut per takaran saji cukup tinggi.

57 44 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gedia Pustaka Utama Anggraini TN Aplikasi pengendalian mutu statistikal pada pengolahan chicken nugget di PT JAPFA-Osi Food Industri Tangerang.[Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry] Official Methods of analysis. Washington DC: Association of Official Analytical Chemist. Aspiatun Mutu dan Daya Terima Nugget Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Penambahan Jantung Pisang.[Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bender DA Introduction to Nutrition Metabolism 3 rd ed. London: Taylor and Francis Press. [BPOM] Acuan Label Gizi Produk Pangan. [15 November 2010]. Bredbenner CB, Beshgetoor D, Moe G, Berning J, editor Wardlaw s Perspective in Nutrition. Ed ke-8. New York: McGraw & Hill. Broody T Nutritional Biochemistry. New York: Academic press. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Nugget Ayam (Chicken Nugget). SNI Jakarta: BSN Press Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M Ilmu Pangan. Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Cuningham FE, Suderman DR Batter and Breading Technology. AVI Publishing, westport Dirjen Bina Produksi Peternakan Pokok-pokok pemikiran tentang pembangunan peternakan [makalah]. Jakarta: Departemen Pertanian RI [DEPKES] Departemen Kesehatan Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Erawati. WR Pengaruh bahan pengikat, waktu penggorengan, dan daya simpan terhadap sifat fisik dan organoleptik produk nugget ikan sapusapu (Hyposascus pardalis) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Fellows PJ Food Processing Technology (Principle and Practise). Ellis Horword, West Sussex, England

58 45 Gaman PM, Sherington KB Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gajah Mada Press Hamm R Water Holding Capacity of Meat. Di dalam: Cole DJA dan Lawrie RA, editor. Meat. London: University Nottingham Press. Harahap, Muharni Pemanfaatan Germ Gandum dalam Pembuatan Chicken Sosis..[Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hariss RS, Karmas E Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung: ITB. Irianto HE, Giyatmi S Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Karmini M, Briawan D Angka kecukupan energi, protein, lemak dan serat makanan. Di dalam : Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, Mei Jakarta : LIPI. Keeton JT Identifikasi dan Karakterisasi komponen off-odor pada daging itik [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Instiitut Pertanian Bogor. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Kramlich WE Processed Meat. The AVI Publ. Co. Inc., USA: Connectitut Lembaga Biologi Nasional Sumber Protein Hewani. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Jakarta. Muchtadi D Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta. Muchtadi TR, Sugiyono Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Owens CM Coated Poultry Product. Dalam Sams AR. Editor. Poultry Meat Processing. Florida: CRC Press hlm Patriani. Inda Ragil Formulasi Nugget Itik Mandalung (MULE DUCK) dengan Subsitusi Wortel (Daucus carota L.).[Skripsi] Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. [PERSAGI] Persatuan Ahli Gizi Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo Pomeranz Y Functional Properties of Food Components 2end ed. Orlando: Academic Press Pulungkun R. & A. Budiarti Bawang Putih Daratan Rendah. Jakarta : Penebar Swadaya.

59 46 Rahayu WP Penuntun Praktikum Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Rinaldi Pembuatan Isolat Protein Miofibril Dari Ikan Hiu Lanyam (Carcharinus limbatus) Serta Aplikasinya Dalam Pembuatan Sosis..[Skripsi] Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Risjad VR Studi Ketersediaan dan Pemanfaatan Keong Gondang dan Keong Tutut Sebagai Sumber Protein Hewani. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rismunandar Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Jakarta : Penebar Swadaya. Siagian Viktor Peningkatan Protein Hewani Untuk Ketahanan Pangan. November 2010]. Soekarto S.T Penilaian Organoleptik. PUSBANGTEPA/Food Technology and Development Center. IPB Press. Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging 4 th University Press ed. Yogyakarta: Gajah Mada Tanoto, E Pengolahan Fish Sosis dari Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersoni). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wahyudiati A, Setyaningrum & Y Marsono Pengkayaan Vitamin A dan Vitamin E dalam Pembuatan Mie Instant Menggunakan Minyak Sawit Merah. Di dalam: Winarno FG et.al (ed). Kumpulan Hasil Penelitian Terbaik Bogasari Nugraha hlm Jakarta: Bogasari Flour Mills. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI Wilbur KM Phsycology of Molusca. New York: Academic Press Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Xia et. al Characteristics of Bellamnya purificata snail foot protein and enzymatic hydrolysates. Food Chemistry 101,

60 Lampiran 1 Prosedur Analisis Sifat Fisik 1. Analisis Nilai ph Adonan Alat ph meter dikalibrasi dahulu dengan menggunakan larutan standar ber ph netral (ph 7). Elektoda kemudian dimasukkan ke dalam sampel adonan yang akan diukur ph nya sehingga dapat terbaca nilai ph adonan. 2. Analisis Kekerasan Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran kekerasan dilakukan pada nugget keong tutut setengah matang. Pengukuran kekerasan dilakukan dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer. Prinsip kerja penetrometer tersebut yaitu memberikan sejumlah gaya pada bahan sehingga bahan tersebut dapat tertembus. Cara kerjanya adalah memberikan beban seberat 50 g pada suatu bahan hingga jarum penetrometer menembus bahan tersebut dalam waktu 5 detik. 3. Analisis Daya Mengikat Air (DMA) DMA dapat dianalisis dengan metode kertas saring (modifikasi metode Garm dan Hamm, 1972). Contoh diletakan di tengah 2 lembar kertas saring dan ditekan dengan tekanan 35 kg per cm 2 selama 5 menit. DMA relatif dinyatakan sebagi luasan air yang tertera pada kertas saring. Kategori kemampuan DMA (berdasarkan luasan air bebas) < 6 cm 2 = tinggi 6-8 cm 2 = sedang >8 cm 2 = rendah Jumlah air bebas (mg) = Luasan air bebas (cm 2 )-8... (A) 0,0948 Jumlah air sampel (mg) = % kadar air sampel x berat sampel... (B) %DMA = B-A x100 B

61 48 Lampiran 2 Prosedur Analisis Sifat Kimia 1. Penentuan Kadar Air (AOAC 1995) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang cawan dengan neraca analitik (a gram). Ditimbang sampel dengan neraca analitik sebanyak 5 gram (b gram). Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama kurang lebih 6 jam, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (c gram). Dikeringkan kembali dalam oven selama menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat sampel yang relatif konstan (berat dianggap konstan jika selish berat sampel kering yang ditimbang gram). Kadar air (basis kering) = b (c-a) x 100 % c-a Keterangan : a= bobot cawan kosong (g) b= bobot sampel (g) c= bobot sampel dan cawan sesudah dikeringkan (g) 2. Kadar Abu (AOAC, 1995) Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselin dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan porselin sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. berat abu Kadar abu = X100% berat contoh 3. Analisa Protein Metode Semi Mikro Kjeldahl (Sulaeman et al 1994) Bahan yang ditimbang kira-kira 0,5 1 g. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, ditambahkan 0,5 g selenium mix dan 7 ml H 2 SO 4 pekat. Sampel kemudian didestruksi sampai larutan yang berwarna jernih kehijauan dan uap SO 2 hilang. Kemudian hasil destruksi ditambah akuades dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. NaOH 33% ditambahkan ke dalam labu destilasi dan kemudian dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam 20 ml larutan asam borat 3% lalu dititrasi dengan HCl standar (indikator metil merah). % Kadar Protein = (ml titrasi x 14 x N HCl x fk x 100)/ mg sampel

62 49 3. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 5 g dalam bentuk potongan-potongan kecil dibungkus dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan di atasnya diletakkan alat kondensor sedangkan labu lemak diletakkan di bawahnya. Labu lemak diisi dengan pelarut heksan secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun ke dalam labu lemak berwarna jernih kembali. Setelah itu, pelarut yang ada pada labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan kembali dalam oven pada suhu 105 o C hingga mencapai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang untuk mengetahui berat lemak. berat lemak( g) % lemak = X100% berat contoh( g) 4. Analisis Karbohidrat (AOAC, 1995) Penentuan kadar karbohidrat menggunakan perhitungan Penentuan kadar karbohidrat menggunakan by difference dengan cara : Kadar karbohidrat=100%-(% air+%abu+%protein+% lemak) 5. Analisis Kalsium Total Metode AAS (Apriyantono et al 1989) Preparasi sampel untuk penetapan kadar kalsium dilakukan dengan pengabuan basah. Sampel ditimbang sebanyak ± 1 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml H 2 SO 4 dan 10 ml HNO 3, dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi). Larutan ditambah akuades sehingga menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning, dan dididihkan sampai berasap. Setelah itu didinginkan kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml sampai tera. Blanko dipersiapkan seperti proses di atas, kemudian larutan standar kalsium, sampel, dan blanko diukur pada λ = 422,7; kemudian dibuat kurva. Perhitungan : % Kalsium = 100/1000 x fp x (absorban sampel absorban blanko) x 100 mg sampel 8. Perhitungan Jumlah Energi

63 50 6. Perhitungan Jumlah Energi Jumlah energi dapat dihitung dengan mengkonversikan kandungan kimia (kadar karbohidrat, kadar protein, dan kadar lemak) biskuit dengan faktor konversi masing-masing kandungan. Karbohidrat dan protein memiliki faktor konfersi sebesar 4 kkal/g, sedangkan faktor konversi lemak adalah 9 kkal/g. Hasil konversi dijumlah dan hasil penjumlahan tersebut merupakan kandungan energi dari biskuit. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut. Jumlah Energi/100gram = (4xA)+(4xB)+(9xC) Keterangan: A = kadar karbohidrat B = kadar protein C = kadar lemak 7. Daya Cerna Protein secara In Vitro (metode Hsu et al 1977) Sampel digiling halus, kemudian suspensikan sampel ke dalam air destilata sampai diperoleh konsentrasi 6,25 mg protein/ml. Sebanyak 50 ml suspensi sampel ditaruh dalam gelas piala kecil, kemudian diatur ph nya menjadi 8,0 dengan menambahkan HCl atau NaOH. Sampel ditaruh di dalam penangas air bersuhu 37 0 C dan diaduk dengan magnetic stirrer. Selanjutnya sampel ditambahkan 1 ml larutan multienzim (enzim kemotripsin, tripsin dan peptidase) ke dalam sampel (saat penambahan enzim dicatat sebagai waktu ke nol, dimana saat stopwatch dihidupkan) sambil tetap diaduk dalam penangas air 37 0 C, kemudian catat ph suspensi sampel pada menit 10. Nilai daya cerna protein di peroleh dari persamaan regresi: Y= 210,464 18,103 x Ket : x= nilai ph ketika 10 menit

64 51 Lampiran 3. Uji organoleptik nugget keong tutut. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik, keduanya menggunakan metode skala garis. Parameter yang dinilai meliputi rasa, aroma, warna dan tekstur (kekenyalan). Pada uji kesukaan akan digunakan 9 skala (mulai amat sangat tidak suka hingga amat sangat suka). Parameter mutu hedonik yang dinilai adalah rasa, aroma, warna, tekstur dan keseluruhan. Hasil uji ini, baik hedonik maupun mutu hedonik akan digunakan untuk menentukan formula (produk) terbaik berdasarkan nilai modus dan persentase penerimaan yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya

65 52 1. Lembar penilaian uji mutu hedonik formulasi nugget tutut Formulir Uji Organoleptik Produk Nugget Keong Tutut Nama Panelis : Tgl Pengujian : Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : Nugget Keong Tutut Dihadapan saudara/i disajikan sampel produk Nugget Keong Tutut. Saudara diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Berikan tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat berdasarkan persepsi Saudara/i. 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Saudara/i menilai sampel berikutnya. 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Saudara/i melakukan penilaian. 4. Komentar WAJIB diisi. Mutu Hedonik Warna Amat sangat tidak kuning Biasa Amat sangat kuning Aroma Amat sangat amis Biasa Amat sangat tidak amis Rasa Amat sangat tidak Biasa Amat sangat enak enak Tekstur Amat sangat lembek Biasa Amat sangat keras Komentar:.. TERIMAKASIH

66 53 2. Lembar penilaian uji mutu hedonik formulasi nugget tutut Formulir Uji Organoleptik Produk Nugget Keong Tutut Nama Panelis : Tgl Pengujian : Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : Nugget Keong Tutut Dihadapan saudara/i disajikan sampel produk Nugget Keong Tutut Saudara diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Berikan tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat berdasarkan persepsi Saudara/i. 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Saudara/i menilai sampel berikutnya. 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Saudara/i melakukan penilaian. 4. Komentar WAJIB diisi. Hedonik Warna Aroma Amat sangat tidak suka Biasa Amat sangat suka Amat sangat tidak Biasa Amat sangat suka suka Rasa Amat sangat tidak Biasa suka Amat sangat suka Tekstur Amat sangat tidak suka Biasa Amat sangat suka Keseluruhan Amat sangat tidak Biasa Amat sangat suka suka

67 54 Komentar: TERIMAKASIH Lampiran 4 Hasil Uji Organoleptik 1. Warna Hedonik Mutu Hedonik Presentase subsitusi daging keong tutut tehadap daging ayam PANELIS 0% 60% 70% 80% 90% 100% 0% 60% 70% 80% 90% 100% 1 5,00 5,00 7,00 4,00 4,00 5,00 9,00 5,00 6,00 6,00 8,00 5,00 2 8,00 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 8,00 6,00 5,50 6,00 6,00 5,50 3 8,00 9,00 9,00 9,00 9,00 3,00 9,00 7,00 7,00 4,00 4,00 6,00 4 4,00 3,00 4,00 9,00 9,00 3,00 8,00 7,00 4,00 8,00 6,00 7, ,00 8,00 9,00 6,00 6,00 4,00 4,00 6,00 3,00 5,00 4,00 8,00 6 9,00 6,50 6,00 8,00 8,00 3,00 8,00 4,50 6,00 6,00 4,00 3,00 7 9,30 9,10 7,50 9,70 9,70 8,70 7,30 8,50 6,90 8,00 8,90 5,60 8 8,00 8,00 6,00 7,50 7,50 7,20 8,60 7,60 4,50 7,00 5,60 7,20 9 4,50 8,00 6,00 5,30 5,30 6,70 8,20 4,30 5,60 5,00 6,30 7, ,00 5,00 4,00 8,00 8,00 7,00 9,00 5,00 3,00 6,00 8,00 7, ,00 7,00 8,00 6,00 6,00 7,00 8,00 5,00 5,00 7,00 4,00 6, ,00 9,00 6,00 5,00 5,00 8,00 9,00 9,00 6,00 7,00 6,00 8, ,00 8,00 4,00 7,00 7,00 5,00 9,00 7,00 7,00 7,00 7,00 5, ,00 6,00 5,00 4,00 4,00 4,00 8,00 6,00 6,50 4,00 3,00 4, ,00 4,00 7,00 8,00 8,00 9,00 9,00 7,00 2,00 4,00 7,00 7, ,80 7,20 7,50 6,00 6,00 5,50 8,10 5,00 6,30 3,60 4,50 6, ,00 6,10 7,40 7,00 7,00 5,60 8,00 5,00 6,00 7,00 6,30 4, ,40 7,00 4,00 3,00 3,00 5,40 9,00 9,00 9,00 3,50 7,50 6, ,00 4,00 3,00 4,00 4,00 4,00 9,00 4,00 3,00 4,00 3,00 3, ,50 6,00 4,30 5,30 5,30 5,60 7,50 6,20 4,30 5,70 4,60 5, ,00 6,00 7,00 6,50 6,50 9,00 9,00 7,00 8,00 7,00 6,00 9, ,00 3,00 5,00 3,00 3,00 4,00 9,00 8,00 4,00 9,00 6,00 7, ,50 6,00 4,50 9,00 9,00 2,00 9,00 8,50 2,60 5,50 4,00 3, ,00 7,00 6,00 7,00 7,00 4,00 8,00 8,00 6,00 7,00 8,00 4, ,50 4,70 3,00 4,10 4,10 3,60 8,30 6,00 3,00 6,40 5,20 4, ,00 4,50 5,50 6,00 6,00 6,60 6,80 3,20 5,50 5,00 4,20 5, ,00 7,00 4,00 7,00 7,00 1,00 8,00 2,00 3,00 4,00 6,00 7, ,80 9,00 8,00 9,40 9,40 8,00 9,00 9,00 4,60 4,60 3,00 4, ,30 7,80 3,20 5,50 5,50 4,70 6,30 8,80 3,60 7,70 8,20 7, ,00 4,00 6,00 3,00 3,00 8,00 9,00 4,00 7,00 6,00 3,00 8,00 Rataan 7,65 6,38 5,78 6,29 6,29 5,47 8,20 6,29 5,13 5,87 5,58 5,88

68 55 2. Tekstur Hedonik Mutu Hedonik Presentase subsitusi daging keong tutut tehadap daging ayam PANELIS 0% 60% 70% 80% 90% 100% 0% 60% 70% 80% 90% 100% 1 10,00 8,00 4,00 8,00 2,00 4,00 5,00 5,00 7,00 7,00 2,00 4,00 2 9,50 9,00 8,50 6,50 9,00 4,50 7,00 6,00 5,00 4,50 4,50 7,00 3 8,00 7,00 8,00 9,00 8,00 7,00 6,00 4,00 3,00 8,00 9,00 7,00 4 4,00 2,00 6,00 4,00 5,00 3,00 5,00 3,00 6,00 4,00 5,00 3,00 5 8,00 6,00 7,00 5,00 7,50 6,00 10,00 8,00 8,00 5,00 7,00 9,00 6 9,50 6,00 7,50 8,00 5,00 8,00 5,00 8,00 7,00 7,00 6,00 6,00 7 8,50 9,30 9,50 7,50 8,20 7,20 7,50 8,50 8,90 6,80 8,20 6,50 8 8,20 8,20 5,50 6,50 7,30 7,70 1,00 5,00 8,00 3,50 2,00 6,00 9 6,70 5,20 5,70 5,00 5,50 5,80 5,70 3,60 4,50 4,30 5,20 3, ,50 7,50 9,00 7,00 6,00 8,00 4,50 5,50 6,00 4,00 3,00 5, ,00 7,00 6,00 5,00 7,00 6,00 8,00 7,00 6,00 5,00 6,00 5, ,00 5,00 3,00 6,00 3,00 4,00 9,00 3,00 5,00 4,00 4,00 4, ,00 6,00 3,00 6,00 6,00 3,00 10,00 7,00 9,00 7,00 7,00 2, ,00 7,00 5,00 4,00 4,00 6,00 4,00 6,00 7,00 9,00 8,00 2, ,00 6,00 6,00 7,00 7,00 5,00 8,00 6,00 6,00 4,00 7,00 5, ,60 6,60 5,50 8,80 8,30 7,00 6,50 3,50 7,20 8,30 4,50 5, ,00 6,60 4,00 6,00 7,00 3,00 6,00 7,00 3,40 5,00 6,50 4, ,00 9,50 8,00 8,40 8,50 6,50 7,50 6,00 6,50 4,50 8,50 3, ,00 7,00 7,00 4,00 8,00 3,00 5,00 6,00 6,00 6,00 3,00 3, ,60 4,50 5,50 2,50 4,50 6,50 5,50 4,50 6,50 7,50 5,70 3, ,50 3,50 3,50 7,00 6,50 5,00 5,50 8,50 8,00 7,00 5,50 2, ,00 5,00 5,00 2,00 4,00 3,00 3,00 5,00 5,00 6,00 6,00 3, ,00 5,00 8,60 8,00 3,50 4,00 4,00 5,50 8,00 7,50 3,00 2, ,00 4,00 5,00 4,00 3,00 3,00 7,00 5,00 6,00 4,00 8,00 3, ,70 4,00 3,00 6,10 3,70 5,00 5,00 6,00 8,00 5,30 5,80 6, ,40 3,20 4,50 4,00 5,50 6,30 6,00 6,50 3,80 4,00 5,50 5, ,00 4,00 2,00 6,00 5,00 1,00 4,00 3,00 6,00 4,00 5,00 1, ,50 8,00 3,00 5,50 7,00 4,50 4,70 8,00 9,00 7,30 7,00 0, ,00 8,50 5,70 7,70 7,50 8,00 7,00 5,50 7,80 6,00 6,50 6, ,00 1,00 1,00 2,00 4,00 5,00 9,00 8,00 8,00 7,00 6,00 5,00 Rata-Rata 7,34 5,99 5,50 5,88 5,88 5,20 6,05 5,79 6,52 5,75 5,68 4,30

69 56 3. Aroma Panelis Hedonik Mutu Hedonik Presentase subsitusi daging keong tutut tehadap daging ayam 0% 60% 70% 80% 90% 100% 0% 60% 70% 80% 90% 100% 1 10,00 4,00 5,00 4,00 5,00 7,00 10,00 2,00 3,00 2,00 3,00 5,00 2 7,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 8,50 4,50 5,50 6,00 6,00 6,00 3 8,00 8,00 6,00 4,00 9,00 4,00 8,00 5,00 5,00 3,00 2,00 7,00 4 6,00 5,00 7,00 4,00 6,00 4,00 7,00 4,00 6,00 8,00 6,00 4, ,00 7,00 8,00 4,00 8,00 5,00 2,00 2,00 2,00 2,00 3,00 5,00 6 8,50 7,50 7,00 6,50 8,50 6,00 8,00 6,00 5,50 5,00 6,50 3,00 7 7,80 8,50 7,30 8,20 9,50 8,60 8,00 10,00 8,60 8,60 9,40 7,20 8 7,60 8,20 6,00 6,30 7,20 6,70 8,00 8,40 5,30 6,60 5,70 6,30 9 6,20 6,80 4,60 5,60 6,40 5,20 6,00 4,00 3,30 4,30 5,50 4, ,00 9,00 7,60 7,00 8,00 8,50 9,50 4,50 8,00 6,00 7,00 8, ,00 7,00 7,00 6,00 6,00 6,00 3,00 6,00 6,00 3,00 4,00 5, ,00 8,00 5,00 7,00 5,00 7,00 8,00 5,00 7,00 4,00 4,00 6, ,00 6,00 3,00 7,00 8,00 5,00 10,00 6,00 4,00 4,00 5,00 4, ,00 7,00 6,00 8,00 4,00 5,00 8,00 6,00 6,50 4,00 3,00 4, ,00 7,00 6,00 4,00 9,00 8,00 10,00 3,00 4,00 5,00 7,00 6, ,30 7,00 6,30 7,50 5,60 4,00 7,80 6,30 4,40 3,80 2,80 1, ,00 7,00 5,40 6,00 8,50 6,80 7,00 6,50 6,00 5,00 7,50 4, ,50 8,00 2,00 4,00 2,60 6,50 8,30 9,40 9,80 6,40 7,40 6, ,00 7,00 7,00 7,00 7,00 6,00 9,00 4,00 5,00 5,00 5,00 3, ,50 4,50 6,30 5,60 3,50 5,20 7,40 8,40 5,50 6,30 4,50 6, ,00 5,40 7,00 6,00 6,50 7,00 5,50 5,00 5,00 5,00 5,00 5, ,00 5,00 5,00 4,00 3,00 4,00 3,00 5,00 5,00 4,00 6,00 3, ,00 7,00 4,00 5,50 6,50 4,60 5,00 6,00 4,00 6,50 8,00 4, ,00 6,00 5,00 6,00 6,00 4,00 8,00 6,00 4,00 7,00 5,00 2, ,70 5,00 5,50 5,30 4,50 4,30 7,20 6,00 4,20 5,40 4,80 5, ,20 6,00 4,30 4,70 5,50 6,70 7,50 4,40 6,00 6,50 5,50 6, ,00 4,00 6,00 8,00 7,00 4,00 10,00 6,00 6,00 7,00 4,00 8, ,00 9,00 6,50 7,00 8,00 6,00 9,00 7,00 7,00 8,00 7,40 7, ,00 8,30 4,30 6,60 7,20 7,70 9,00 8,00 5,50 7,00 7,20 7, ,00 6,00 5,00 8,00 7,00 4,00 8,00 6,00 5,00 7,00 7,00 3,00 Rataan 7,69 6,69 5,72 5,98 6,48 5,78 7,52 5,68 5,40 5,38 5,47 5,18

70 57 4. Rasa Panelis Hedonik Mutu Hedonik Presentase subsitusi daging keong tutut tehadap daging ayam 0% 60% 70% 80% 90% 100% 0% 60% 70% 80% 90% 100% 1 10,00 7,00 5,00 7,00 3,00 5,00 10,00 7,00 5,00 7,00 3,00 5,00 2 8,50 7,00 5,50 5,00 8,00 4,50 8,00 7,00 6,50 6,00 7,00 5,00 3 9,00 6,00 8,00 7,00 9,00 7,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 8,00 4 5,00 3,00 7,00 4,00 4,00 3,00 5,00 5,00 7,00 6,00 4,00 4,00 5 7,00 8,00 8,00 5,00 7,00 4,00 7,50 8,50 5,00 5,00 7,50 4,00 6 9,70 9,00 8,50 8,00 6,00 2,00 9,00 7,00 7,00 6,00 4,00 2,00 7 6,30 9,50 8,60 6,80 9,70 6,20 8,00 9,40 8,80 7,00 8,50 6,60 8 6,70 7,30 6,00 7,00 7,40 8,00 6,20 8,00 5,30 6,60 7,00 5,60 9 6,20 4,00 3,60 4,60 5,50 4,80 7,30 3,40 4,60 4,30 5,50 5, ,60 7,80 9,00 7,00 8,00 8,50 9,50 7,50 8,50 7,00 8,00 9, ,00 8,00 7,00 6,00 6,00 5,00 8,00 8,00 7,00 6,00 6,00 5, ,00 7,00 5,00 8,00 3,10 4,00 9,00 3,00 5,00 6,00 3,00 4, ,00 6,00 3,00 6,00 5,00 7,00 10,00 6,00 3,00 6,00 6,00 5, ,00 7,00 8,00 7,00 4,00 6,00 8,00 6,00 7,00 6,00 3,00 5, ,00 4,00 6,00 7,00 8,00 7,00 9,00 4,00 6,00 5,00 7,00 6, ,20 6,00 5,30 8,00 7,80 6,60 6,60 8,00 7,30 7,50 6,20 7, ,00 6,40 5,00 7,00 9,00 4,00 8,00 7,00 5,00 6,00 9,00 5, ,00 8,50 6,50 9,50 8,10 4,50 7,00 6,00 6,50 4,60 8,50 3, ,00 7,00 4,00 3,00 8,00 3,00 9,00 3,00 4,00 6,00 4,00 1, ,50 4,40 7,40 5,70 3,50 5,30 6,50 4,50 7,50 5,70 3,50 5, ,00 4,00 4,00 6,60 6,00 5,00 5,00 3,00 3,50 6,00 5,00 3, ,00 5,00 5,00 4,00 3,00 4,00 7,00 5,00 4,00 5,00 3,00 4, ,00 6,00 4,50 3,80 2,50 3,80 3,00 6,00 2,50 4,00 5,00 4, ,00 4,00 2,00 6,00 4,00 3,00 7,00 4,00 2,00 6,00 5,00 3, ,20 4,00 3,00 4,30 5,80 6,80 7,40 4,40 3,00 3,80 4,70 5, ,50 4,00 3,00 3,30 4,50 6,50 7,00 3,80 3,00 3,50 4,00 5, ,00 6,00 2,00 3,00 5,00 1,00 7,00 8,00 6,00 5,00 7,00 1, ,50 6,00 2,00 7,00 5,40 3,00 0,50 3,00 1,00 6,00 5,00 2, ,20 6,60 8,00 6,00 8,60 9,00 9,30 8,60 7,00 6,80 7,80 8, ,00 2,00 4,00 3,00 6,00 7,00 8,00 2,00 4,00 3,00 6,00 7,00 Rataan 7,37 6,02 5,46 5,85 6,03 5,15 7,39 5,80 5,30 5,63 5,61 4,87 5. Presentase penerimaan hedonik nugget 0% 60% 70% 80% 90% 100% Atribut n % n % n % n % n % n % Warna , , , ,33 Tekstur 26 86, , , , Aroma 28 93, , , , Rasa 28 93, , , ,33

71 58 Lampiran 5 Sidik ragam mutu hedonik nugget Sum of Squares df Mean Square F Sig. Warna Between Groups Within Groups Total Aroma Between Groups Within Groups Total Rasa Between Groups Within Groups Total Tekstur Between Groups Within Groups Total Lampiran 6 Sidik ragam hedonik nugget Sum of Squares df Mean Square F Sig. Warna Between Groups Within Groups Total Aroma Between Groups Within Groups Total Rasa Between Groups Within Groups Total Tekstur Between Groups Within Groups Total Keseluruhan Between Groups Within Groups Total

72 59 Lampiran 7 Uji lanjut Duncan mutu hedonik nugget Warna Kodesamp el N Subset for alpha = Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Tekstur Subset for alpha = 0.05 Kodesampel N 1 2 Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut ayam Tutut Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

73 60 Tekstur Kodesampel N Subset for alpha = Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut ayam Tutut Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Aroma Subset for alpha = 0.05 Kodesampel N 1 2 Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

74 61 Rasa Kodesampel N Subset for alpha = Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Lampiran 8 Uji lanjut Duncan hedonik nugget Warna Kodesamp el N Subset for alpha = Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut Ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Aroma

75 62 Kodesamp el N Subset for alpha = Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut Ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Rasa Kodesamp el N Subset for alpha = Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut Ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Tekstur Kodesamp N Subset for alpha = 0.05

76 63 el 1 2 Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut Ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Keseluruhan Kodesamp el N Subset for alpha = Duncan a Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut Ayam Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Lampiran 9 Hasil Analisis Sifat Fisik nugget 1. ph adonan nugget tutut

77 Uji Sidik Ragam ph ph Sampel Ulangan Ph Adonan 0% 1 6,428±0,11 0% 2 6,236±0,11 60% 1 8,343±0,08 60% 2 8,258±0,08 70% 1 8,850±0,11 70% 2 8,737±0,11 80% 1 8,617±0,06 80% 2 8,684±0,06 90% 1 8,571±0,07 90% 2 8,589±0,07 100% 1 8,469±0,15 100% 2 8,672±0,15 ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji lanjut Duncan ph ph Kodesamp el N Subset for alpha = Duncan a Ayam Tutut Tutut Tutut Tutut Tutut Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = Kekerasan nugget dengan penetrometer

78 65 Kekerasan nugget (mm) 0% 60% 70% 80% 90% 100% Ulangan 1 8,15±2,02 10,09±1,10 9,92±1,25 11,82±0,75 10,68±1,62 9,94±0,87 Ulangan 2 11,47±2,02 9,56±1,10 9,52±1,25 10,25±0,75 8,87±1,62 10,23±0,87 5. Uji Sidik Ragam kekerasan ANOVA Kekerasan Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total Uji lanjut Duncan kekerasan Kekerasan Subset for alpha = Kodesamp el N Duncan a Tutut Ayam Tutut Tutut Tutut Tutut Sig..054 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

79 66 Independent Samples Test Lampiran 10 Hasil Analisis Kimia nugget kontrol (0%) dan terpilih (60%) 1. Hasil analisis kadar air Kadar Air Kode Sampel Berat cawan Berat sampel Beratcawan+sampel akhir Kadar Air b/b(%) 0% 5,8194 3,1284 7, ,7321 0% 5,499 3,0311 7, ,5247 0% 6,4967 3,2634 8, ,2606 0% 5,7048 3,0982 7, , % 5,3033 3,0662 6,958 46, % 5,4296 3,1607 7,135 46, % 6,4487 3,0607 8, , % 5,4476 3,194 7, ,6900 Contoh Perhitungan b/b (%) = ((berat sampel awal berat sampel akhir)/ berat sampel) x 100% = ((8,9478 7,5484)/3,1710 x 100% = 44,7321% Rataan Kadar Air b/b(%) 45,1284±0,57 44,3093±0,57 46,0389±1,34 43,9545±1,34 2. Uji independent t-test kadar air

80 67 Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Sig. (2- Mean Std. Error Difference F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper KA Equal variances assumed Equal variances not assumed Hasil analisis kadar abu Sampel Berat sampel Berat cawan Kadar Abu Berat cawan+sampel (akhir) Kadar Abu b/b(%) Rataan Kadar Abu b/b(%) Kadar Abu b/k(%) Rataan Kadar Abu b/k(%) 0% 3, , ,7693 2,0173 1,9980± 3,6501 3,6412± 0% 3,098 22, ,4761 1,9787 0,06 3,6323 0,08 0% 3, , ,9397 2,1216 2,1040± 3,8064 3,7780± 0% 3, , ,7355 2,0864 0,06 3,7497 0,08 60% 3, , ,3472 2,6408 2,6513± 4,8935 4,9134± 60% 3, , ,637 2,6619 0,03 4,9333 0,07 60% 3, , ,1731 2,7102 2,6893± 4,7731 4,7988± 60% 3, , ,8352 2,6685 0,03 4,8246 0,07 Contoh Perhitungan b/b (%) = (berat abu/berat sampel) x 100% = ((23, ,7073)/3,0734 x 100% = 2,0173% b/k (%) = kadar abu (b/b)/kadar bahan kering x100% =2,0173/(100-44,7321)x 100% =3,6501% 4. Uji independent t-test kadar abu Independent Samples Test

81 68 Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the Difference F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper KadarAbu Equal variances assumed Equal variances not assumed Perhitungan kadar protein Contoh perhitungan : Kadar Protein (b/b) = ((ml titrasi sampel) x NA x 100 x fk x N HCL) Kode sampel Berat sampel ml Titrasi Kadar Protein N HCL Ar N Kadar N Protein b/b (%) Protein b/k (%) Rataan Protein b/k (%) 0% 0,1471 2,00 0, ,007 1,864 11, ,084 20,3305±0, 0% 0,1326 1,65 0, ,007 1,706 10, , % 0,1162 1,65 0, ,007 1,947 12, ,833 21,0999±0, 0% 0,1021 1,35 0, ,007 1,813 11, , % 0,1055 1,25 0, ,007 1,624 10, ,816 18,8692±0, 60% 0,1595 1,90 0, ,007 1,633 10, , % 0,1613 1,90 0, ,007 1,615 10, ,779 17,2593±0, 60% 0,1296 1,40 0, ,007 1,481 9, , g sampel = (2 x 14,001 x 100 x 6,25 x 0,0979)/ = 11,6527% Kadar Protein (b/k) =kadar protein (b/b)/100-kadar bahan kering =11,6527/100-44,7321 =21, Uji independent t-test kadar protein Independent Samples Test

82 69 Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the Difference F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper Protein Equal variances assumed Equal variances not assumed Perhitungan kadar lemak Kadar Lemak Soxhlet Kadar Kode sampel Berat Sampel Berat Labu Awal Berat Labu Akhir Lemak (b/b) Lemak b/k(%) Rataan Lemak b/b(%) 0% 5, , , , ,0877 0% 5, , , , , ,6034±0,26 0% 5, , , , ,2527 0% 5, , , , , ,7632±0,02 60% 5, , , , , % 5, , , , , ,0614±0,38 60% 5, , , , , % 5, , , , , ,9969±0,13 Contoh perhitungan: Kadar lemak (b/b) = berat lemak/berat sampel X100% =(121, ,5867)/5,0714 X 100% =14,4181 Kadar lemak (b/k) =kadar lemak (b/b)/berat bahan kering x 100% =14,4181/100-44,7321 x 100% =26, Uji independent t-test kadar lemak

83 70 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the Difference F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper Lemak Equal variances assumed Equal variances not assumed Perhitungan kadar karbohidrat Contoh perhitungan: Kadar KH(b/b) = 100%-%(air+abu+protein+lemak) Kadar Karbohidrat (by difference) Kode sampel Air Abu Protein Lemak Rataan KH (bb) Rataan KH (bk) 0% 44,7321 2, , , ,59±0,67 0% 45,5247 1, , ,7886 0% 44,2606 2, , ,7479 0% 44,3580 2, , , ,11±1,67 60% 46,0342 2, , , ,59±1,53 60% 46,0436 2, , , % 43,2189 2, , , % 44,6900 2,6685 9, , ,21±1,58 = 100%-(44,7321+2, , ,4181) =27,1798 Kadar KH (b/k) =kadar KH (b/b)/berat bahan kering x 100% =27,1798/100-44,7321 x 100% =28, Uji independent t-test kadar karbohidrat Independent Samples Test

84 71 Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t df KH Equal variances assumed Sig. (2- tailed) t-test for Equality of Means Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Equal variances not assumed Perhitungan hasil analisis kadar kalsium Standar Kalsium Konsentrasi kalsium Peak satandar (ppm) Kode Sampel peak terbaca Fp peak Blanko A A2 2, K1 19, K peak sampel (y) Kode Sampel peak sampel (y) a b ppm (x) sampel aliquot Berat Sampel Ppm mg/100g sampel Rataan A A ±1,31 K K ±7,20 Contoh perhitungan kadar kalsium sampel

85 72 Berdasarkan kurva standar kalsium di atas, maka persamaan linear yang dapat digunakan untuk mencari kadar Ca sampel adalah Y = ax + b dimana Y = Peak standar atau sampel = 5.307X X = konsentrasi kalsium (ppm) a = slope b = intercept Jika peak sampel dengan berat 1,0026 g dalam 50ml aliquot adalah 3 faktor pengenceran 10 dan peak blanko 6, maka kadar kalsium adalah: Jawab : Y = (peak sampel dalam aliquot x fp) - peak blanko Y = ax + b ax + b = (peak sampel dalam aliquot x fp) - peak blanko X (ppm) = ((peak sampel dalam aliquot x fp) - peak blanko) b a X (ppm) = ((3x10)) 28,5) 5,307 = ppm 0,214 Karena X (ppm) merupakan konsentrasi kalsium sampel per ml aliquot maka kadar kalsium sampel (mg/100g) dalam 50 ml aliquot dengan berat 1,0026 g adalah: Kadar Ca = X (ppm) x ml aliquot Berat sampel (g) = ppm x 50 ml 1,0026 g = mg/1000 g x 50 ml 1,0026 g = 0, mg/g atau = 22,3512 mg/100g Catatan: berat jenis aliquot sama dengan berat jenis air (bj=1) karena pembuatan aliquot seluruhnya menggunakan air. 12. Uji independent t-test kadar kalsium

86 73 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the Difference F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper Kalsium Equal variances assumed E Equal variances not assumed Daya cerna protein Daya Cerna Protein Kode sampel ph awal ph akhir ph terkoreksi % Daya Cerna (Hsu,et al 1977) Rataan A A ,87±0,64 K K ±2,10 Diketahui persamaan regersi linear daya cerna (Sulaeman et al.1995) Y=210,464-18,103x Dimana: Y= % daya cerna protein X= ph terkoreksi % Daya cerna protein = (18.103x 7,073) = 82, Uji independent t-test daya cerna protein

87 74 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Dayacerna Equal variances assumed Equal variances not assumed Lampiran 11 Rincian analisis biaya nugget keong tutut 60%

88 75 Biaya Bahan Baku Bahan BDD Bahan per hari (g) Berat bahan Mentah (g) Harga bahan per kg Biaya per hari keong tutut Daging ayam Tepung terigu Tepung tapioka Bawang merah Bawang putih Bawang bombay Gula putih Lada Jahe Garam Telur Tepung maizena Tepung roti Tepung terigu tepung bumbu susu full cream Minyak Goreng es batu daun jeruk jahe daun sereh jeruk nipis kemasan Total bahan Perhitungan berdasarkan berat adonan 10 kg. Biaya Tenaga Kerja UMR (Rp) Hari kerja UMR Per hari (Rp) Jumlah tenaga kerja (TK) Biaya TK per hari (Rp) , ,00 Biaya Operasional Jenis Biaya per hari (Rp) BBM Transportasi Gas Listrik TOTAL Biaya Investasi Alat Harga Jumlah Umur Biaya susut Biaya perawatan Total

89 76 (Rp) (tahun) alat/ hari (Rp) 3 tahun/ hari (Rp) Biaya (Rp) Pisau ,19 0, Food processor ,75 739, freezer , , Dandang ,78 0, Cetakan nugget ,89 0, Penyaringan ,77 0, Sodet ,18 0, Wajan ,89 0, Baskom ,19 0, piring ,95 0, Timbangan ,45 411, Tabung gas ,53 246, Kompor gas ,53 246, TOTAL (Rp) 16547, , Biaya susut alat/hari = (harga x jumlah)/umur/365 Biaya pemeliharaan 3 tahun per hari = (10% x harga)/(365*3) Biaya Total Jenis Biaya Jumlah (Rp) Investasi 23123,29 Bahan baku ,00 Tenaga kerja ,00 Operasional ,00 Total biaya ,29 Margin (30%) 635,196,99 Total keseluruhan ,27 Harga produk per kilogram (Rp) 61784,27 Harga produk per 100 gram (Rp) 6178,50 Harga Produk per kilogram = Total keseluruhan/ berat total bahan baku x 100 g Lampiran 12 Gambar bahan dan analisis nugget

90 77 Daging ayam (kiri) dan daging keong tutut (kanan) Adonan nugget sebelum dikukus Nugget keong tutut 60% Bahan analisis protein Analisis daya cerna protein

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keong Tutut

TINJAUAN PUSTAKA Keong Tutut 4 TINJAUAN PUSTAKA Keong Tutut Keong ini disebut keong tutut (Bellamnya javanica van den Bush), termasuk filum Mollusca dengan famili Viviparidae. Tutut hidup diperairan dangkal yang berdasar lumpur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap

PENGOLAHAN DAGING NUGGET. Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap PENGOLAHAN DAGING NUGGET Materi 6b TATAP MUKA KE-6 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET

TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET TEKNOLOGI PENGOLAHAN NUGGET REFERENSI Barbut, S. 2012. Convenience breaded poultry meat products New developments. Trends in Food Science & Technology 26: 14-20. 1 PRODUK PENGERTIAN DAN ISTILAH Nugget:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari 11 hingga Juni 11. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang University Farm Sukamantri, Labolatorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Malah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Malah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Malah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nugget Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai dengan empat varietas yaitu: Kedelai A, kedelai komersial yang diperoleh dari Koperasi Pengrajin

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 III.MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen (TPP) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Chemical Properties and Palatability of Chicken Nugget Using Difference Type and Concentration of

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, karena pangan merupakan salah satu faktor utama yang dibutuhkan mahluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Ayam Ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian TINJAUAN PUSTAKA Nugget. Nuget merupakan salah satu jenis produk beku siap saji yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan Laboratorium Rekayasa Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.

Lebih terperinci

NUGGET BANANA SKIN. Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA. Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG

NUGGET BANANA SKIN. Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA. Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG NUGGET BANANA SKIN Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG 2014-2015 LEMBAR PENGESAHAN JUDUL: NUGGET BANANA SKIN Menyetujui, Pembimbing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI HASIL TERNAK NUGGET

TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI HASIL TERNAK NUGGET TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI HASIL TERNAK NUGGET Oleh HANI PURNAMA SARI MUHAMMAD RAYHAN MUHAMAD ALWI D1E009077 D1E009078 D1E009079 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PETERNAKAN PURWOKERTO 2012 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Islami

Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Islami Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Islami Oleh : Prof. Dr. Ir. H. MS. Effendi Abustam, M.Sc LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK TERPADU JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik produksi pembuatan nugget patin wortel dilaksanakan bulan Maret 2016 sampai selesai di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengolahan nugget dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Pengolahan nugget dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan nugget dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Teknologi Perikanan, Universitas Negeri Gorontalo, untuk pengujian proksimat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber bahan pangan memiliki banyak macam produk yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang berasal dari peternakan yaitu

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerupuk Kerupuk merupakan jenis makanan kering dengan bahan baku tepung tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa misalnya, kerupuk udang, kerupuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA 19 SERI BACAAN ORANG TUA JAGUNG Bahan Pangan Alternatif Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan. MODUL 5 PIZZA IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat pizza ikan yang enak, bertekstur lembut dan rasa yang lezat. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK Oleh : Nama : Arini Purnamawati Nrp : 133020051 No.Meja : 4 (Empat) Kelompok : B Tanggal Percobaan : 22 April 2016 Asisten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 3.2.Alat dan Bahan

Lebih terperinci

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g. SOSIS IKAN Sosis adalah salah satu produk olahan dari bahan hewani. Secara umum sosis diartikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang, dihaluskan, dan diberi bumbubumbu, dimasukkan

Lebih terperinci

DEMO MASAK DIES NATALIS KE-35 UNIKA SOEGIJAPRANATA 2017

DEMO MASAK DIES NATALIS KE-35 UNIKA SOEGIJAPRANATA 2017 DEMO MASAK DIES NATALIS KE-35 UNIKA SOEGIJAPRANATA 2017 NUGGET SINGKONG, BAKSO SINGKONG OLEH MAHASISWA : NUTRISI DAN TEKNOLOGI KULINER FAKULTAS TEKONOLOGI PANGAN UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu

METODE. Tempat dan Waktu 18 METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, Teaching Caffetaria, Laboratorium Biokimia Gizi, serta Laboratorium Kimia dan Analisis

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI Siswosubroto E. Surtijono 1 ; Indyah Wahyuni 1, Arie Dp. Mirah 1 1) Fakultas Peternakan Unsrat Manado, 95115

Lebih terperinci

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN Air merupakan komponen yang penting dalam pangan. Banyak perubahan kimia yang terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kelinci, daging

BAB III MATERI DAN METODE. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kelinci, daging 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2011 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. 3.1. Materi Materi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Cobb umur 55 minggu yang di ambil bagian dadanya dan dipisahkan dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Cobb umur 55 minggu yang di ambil bagian dadanya dan dipisahkan dari III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang digunakan

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2012 dan bertempat di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dengan pengujian organoleptik dan uji lipat dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain yang diizinkan, serta disiapkan

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR ( Ipomoea batatas L) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET KEONG TUTUT (Bellamnya javanica) SEBAGAI MAKANAN SUMBER PROTEIN DAN TINGGI KALSIUM NURHIDAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia ~akanan Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA

SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA SOSIALISASI DAN PEMBUATAN NUGGET DARI AMPAS TAHU UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG LENGKONG, KECAMATAN LANGSA BARO, KOTA LANGSA Nurlaila Handayani 1* Yusnawati 2 Nina Fahriana 3 Fakultas Teknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci