4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis yang akan diuraikan meliputi hasil studi berkenaan dengan kecelakaan PLTN terdiri dari sekenario dan asumsi kecelakaan pada reaktor yang akan dibangun di PLTN Muria dengan studi data dan fakta yang ada pada reaktor berjenis PWR di dunia yang serupa dengan reaktor yang akan dibangun di PLTN Muira. Seleksi radionuklida yang berperan dalam pencemaran lingkungan dilakukan berdasarkan data perhitungan yang dihasilkan untuk memperoleh yang kategori radionuklida dominan yang memiliki karakteristik mengganggu lingkungan. Pembahasan densitas radionuklida yang memasuki lingkungan udara dihitung dengan menggunakan pengaruh beberapa faktor antara lain: pengaruh faktor dispersi, standar deviasi lebar beluk, faktor difusi gaussian, faktor laju pelepasan dan faktor peluruhan. Pembahasan densitas radionuklida yang memasuki lingkungan darat yang mencemari tanah dan vegetasi ditentukan dengan memperhatikan faktor iklim dan faktor deposisi wilayah studi. Radionuklida yang memasuki lingkungan darat akan mengalami serapan oleh karakteristik tanah dan vegetasi wilayah studi sehingga diperoleh data radionuklida yang berada di permukaan tanah dan dipermukaan vegetasi. Data hasil radionuklida di lingkungan tersebut, selanjutnya diolah dan dibahas pola distribusinya berdasarkan urutan waktu menggunakan bantuan aplikasi software ArcGIS 9.3 dengan beberapa pilihan metoda spasial yang menghasilkan pola model terbaik. Pola distribusi radionuklida tersebut dikaitkan dengan data wilayah studi yang meliputi data geografis dan batas wilayah administrasi untuk memperoleh model distribusi spasial radionuklida dan zonasi kedaruratan dalam peta satuan kode desa. Pembahasan pola distribusi spasial radionuklida akan dikaitkan dengan laju degradasi radionuklida di permukaan tanah yang selanjutnya dikaitkan pula dengan model distribusi spasial radionuklida yang akan terjadi pada kecelakaan di masa depan.

2 4.1 Hasil Studi Kecelakaan PLTN Risiko Kecelakan Reaktor dalam PLTN Kecelakaan Reaktor nuklir dapat menyebabkan dampak besar terhadap kerusakan lingkungan dan ini merupakan sebuah risiko yang memerlukan perhatian dan kajian terhadap pembangunan PLTN. Kecelakaan besar yang terjadi di Chercobyl merupakan bukti adanya efek kerusakan luas terhadap lingkungan dalam waktu yang panjang. Reaktor PLTN Chernobyl adalah reaktor teknologi Uni-Sovyet yang memiliki kelemahan dan keunggulan dibandingkan dengan teknologi reaktor yang dikembangkan negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Perancis. Kecelakaan ditentukan oleh ketepatan dalam penentuan wilayah dan oprasional reaktor. Uni-Sovyet-Rusia pada awal perkembangan pembangunan PLTN di tahun 1950-an menggunakan teknologi Light Air Graphite Reaktor (RBMK) dengan menggunakan bahan bakar UO 2 diperkaya dengan menggunkan air sebagai pendingin dan menggunakan grafit sebagai penyerap neutron (moderator), sedangkan Amerika dan Perancis mengembangkan reaktor jenis Pressurised Water Reaktor (PWR) dan Boiling Air Reaktor (BWR) dengan menggunakan bahan bakar UO 2 diperkaya dengan menggunkan air sebagai pendingin dan sekaligus sebagai penyerap neutron (moderator). Kanada mengembangkan teknologi reaktor jenis Pressurised Heavy Air Reaktor CANDU (PHWR) dengan menggunakan bahan bakar alam UO 2 dan menggunakan air berat sebagai pendingin maupun moderator. Perbedaan penggunaan teknologi ini pula mengakibatkan efek cemaran lingkungan yang berbeda apabila terjadinya kecelakaan pada reaktor. Kecelakaan reaktor teknolgi Rusia pada reaktor Chernobyl-4 telah menewaskan 31 orang yaitu pekerja dan petugas pemadam kebakaran dengan cemaran radiasi 11 x Bq yang menyebar di udara mencapai Negara-negara di Eropa Timur dan Scandinavia, sehingga reaktor ini harus ditutup total. Sementara kecelakaan nuklir dengan teknologi Amerika di Three-Mile Island-2, USA penghasil 880 MWe pada tahun 1979 tidak mengakibatkan adanya kematian, hanya terjadinya sebaran radiasi ke lingkungan sebesar 2 x Bq Kr-85 yang dapat dibersihkan, sehingga reaktor dapat berjalan kembali.

3 Kecelakaan yang terjadi di Perancis pada reaktor Saint Laurent-A2 (450 MWe, Komersial) juga tidak merenggut jiwa, hanya radiasi sebesar 8 x Bq menyebar ke lingkungan yang dapat dibersihkan dan reaktor dapat berjalan kembali. Berbeda dengan kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi Jepang 2011, jika dilihat dari kronologisnya bukan kerusakan parah pada reaktor karena reaktor sudah dalam posisi shutdown tetapi dalam masa pendinginan. Mesin diesel darurat mensuplai energi mati, proses pendingin reaktor menjadi tidak normal sehingga terjadi pelepasan uap air ke bejana pengungkung yang tidak dapat diembunkan. Untuk menghindari kerusakan bejana pengungkung, sebagian uap terpaksa dilepaskan (venting). Konsekuensi dari venting, maka permukaan air dalam teras menurun sehingga bagian atas bahan bakar tidak terendam air. Kondisi ini akan mempercepat kenaikan suhu bahan bakar. Pada suhu tinggi >700 ºC, kelongsong zirkon alloy mulai berubah fasa sehingga menjadi rapuh dan mulai terjadi reaksi antara zirkon dengan uap air yang menghasilkan gas hidrogen. Zr + 2H 2 O > ZrO H 2. Venting gas hidrogen bersuhu cukup tinggi, yang bertemu dengan oksigen di udara akan menimbulkan ledakan. Artinya ledakan ini merupakan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen. Bukan dari hasil fisi reaktor. Kadar terukur I-131 satu minggu setelah kejadian PLTN Fukushima di keran air Tokyo terdapat 2.93 Bq/kg, sedangkan batas aman berdasarkan tandar Komite Keselamatan Nuklir Jepang adalah 300 Bq/kg. Kadar terukur Cesium-137 di air keran di Tokyo tujuh hari setelah kejadian tidak terdeteksi batas aman berdasarkan standar Komite Keselamatan Nuklir Jepang adalah 200 Bq/kg. ( ftp.jaist.ac.jp/pub /emergency/monitoring.tokyo-eiken.go.jp/) Kerusakan Reaktor Penyebab Kecelakaan Parah Reaktor nuklir Chernobyl memiliki pengungkung yang lemah. Beberapa saat setelah bahan bakar meleleh, terjadi ledakan uap karena tekanan yang berlebihan dan kapasitas pendingin yang kurang mencukupi. Pada kondisi yang sangat panas, zirkalloy material pelindung pada temperatur tinggi menghasilkan

4 hidrogen (H 2 ) dan graphite melepaskan CO dalam bentuk gas, akibatnya terjadi reaksi H 2 dan CO dalam kondisi yang sangat panas, tekanan uap yang berlebihan akhirnya meledakkan tabung pengungkung. Kesalahan pertama terjadinya kecelakaan parah adalah reaktor yang tidak menggunakan containment standar. Kesalahan kedua, pada perhitungan neutron dimana oprator mengambil langkah shutdown setelah daya dinaikkan dari 30 MW ke 200 MW, dengan menaikkan jumlah neutron secara drastis dalam orde 1-2 detik kemudian menurunkan secara mendadak, sehingga terjadi peningkatan jumlah neutron yang sangat tinggi dan temperatur menjadi naik selanjutnya melelehkan bahan bakar dan kelongsongnya. Reaktor PWR memiliki kemungkinan kecelakaan akibat shutdown pada kondisi tidak stabil relatif sangat kecil karena dilengkapi sistem otomatis untuk memasukkan penyerap neutron ketika daya naik. Di samping itu, disain PWR memiliki kapasitas pendingin yang banyak terdiri dari system pendingin primer, sekunder dan system pendingin darurat. Reaktor yang akan dibangun di Indonesia direncanakan menggunakan reaktor Pressurised Water Reaktor (PWR) yang merupakan jenis reaktor paling banyak di dunia dan telah teruji handal di negara-negara pengguna PLTN. Reaktor jenis PWR di dalamnya memiliki komponen utama yaitu teras reaktor yang merupakan sususan bahan bakar uranium yang merupakan tempat reaksi fisi terjadi. Teras reaktor menghasilkan panas serta bahan-bahan radioaktif penghasil radiasi. Bejana tekan (pressure vessel) merupakan tempat teras reaktor berada dan tempat air dingin mengalir. Bejana ini diberi tekanan sedemikian rupa sehingga pada ruang ini tidak mengalami pendidihan sebelum sampai pada pembangkit uap (steam generator). Pendinginan dilakukan pada tekanan tinggi di tempat pembangkit uap, sehingga air berada pada suhu tinggi dan membentuk uap yang disalurkan ke turbin selanjutnya menjadi motor penggerak generator. Batang kendali berfungsi sebagai pengontrol reaksi berantai yang berfungsi sebagai penyerap neutron lambat dan dapat mengendalikan daya reaktor. Batang kendali yang terbuat dari kadmium dan boron yang mudah menyerap neutron lambat dan ketika batang kendali dimasukkan lebih dalam, maka reaksi berantai yang terjadi dapat diredam. Komponen lain pressurizer yang merupakan pengendali tekanan melalui dinamika

5 fluktuasi pendinginan. Komponen-komponen tersebut berada dalam dalam bejana pengungkung (containment) sebagai pengaman lepasnya radionuklida kelingkungan apabila terjadi kejadian kecelakaan kerusakan pada teras reaktor atau bejana tekan. Komponen lain di luar reaktor berupa kondensor yang berfungsi mendinginkan air dalam turbin yang dilengkapi kanal buang pendingin serta pompa sekunder yang bekerja memasukkan air pendingin ke kondensor. Reaktor jenis PWR dirancang memiliki ketahanan terhadap kenaikan temperatur pada kelongsong logam campuran zirkonium melebihi 1000 o C. Dan jika terjadi pelelehan logam campuran pada kelongsong, diperlukan perlindungan kedua yaitu ketahanan bejana tekan dan diperlukan ketahanan pada containment agar cemaran tidak ke luar lingkungan. Kecelakan parah reaktor PWR pernah terjadi di Three-Mile Island-2, USA Tahun 1979 yang dapat dijadikan referensi dalam kajian-kajian reaktor serupa termasuk reaktor yang akan dibangun di Indonesia. Kecelakaan ini telah memberi informasi teknis dalam memperkirakan pelepasan bahan radioaktif ke lingkungan apabila terjadinya kecelakaan pada reaktor komersial PWR. Analisis pasca-kecelakaan PLTN yang pernah terjadi diketahui bahwa paparan bahan radioaktif yang ke luar lingkungan paling utama adalah Iodium. Sehingga prosedur-prosedur analisa pengamanan lingkungan pada kecelakaan reaktor ini adalah mengarah pada analisa karekteristik Iodium. Dan dari analisaanalisa pasca-kejadian dan dari hasil-hasil riset yang telah dilakukan bahwa secara umum, jumlah radiasi yang dilepaskan selama kecelakaan parah tersebut lebih rendah dari perkiraan awal yang menggunakan asumsi-asumsi dasar. Studi pasca kejadian bahwa separuh bahan bakar inti mencapai titik-lebur nya sampai 2800 C, sehingga 50% material pelindung mencair, bahan pelindung inti zirkaloy melepaskan sekitar 460 kg hydrogen. Hasil belahan inti yang keluar pengungkung dan mencemari lingkungan atmosfir adalah iodium mencapai 20% dan Sesium mencapai 50%, radionuklida lainnya umumnya ditemukan di bagian bawah reaktor. Asumsi kajian kecelakaan reaktor jenis PWR dipusatkan pada pelepasan radionuklida I-131 yang merupakan unsur penting yang memiliki efek biologi menyebabkan kanker gondok. Pengamatan pada sumber iodium digunakan untuk

6 menentukan ambang batas keselamatan. Laporan Industry Degraded Core Rulemaking Programme ( IDCOR), dan laporan dari Physical Society Amerika (APS), dan NRC AS memberi informasi bahwa kajian-kajian yang berkaitan dengan kecelakaan parah reaktor jenis PWR pada TMI2 yang memiliki risiko luas untuk masyarakat terutama pada risiko akibat dari cemaran radionuklida iodium. Kesimpulan ini didukung oleh berbagi analisis dari berbagi urutan kejadian kecelakaan, dan hasil belah-inti sebagai cemaran ke lingkungan memiliki fakta kandungan lebih rendah dari kajian teori studi awalnya (IAEA 1985).. Pengujian yang telah dilakukan baik secara menyeluruh maupun terpisah terhadap karakteristik produk fisi yang dapat menyebar pada kejadian kecelakaan diketahui bahwa derajat emisi produk fisi yang bersifat volatil (Kr, Xe, I, Cs) dari bahan bakar, sangat bergantung pada suhu bahan bakar, sementara pengaruh lingkungan hampir tidak ada. Selain itu, diantaranya radionuklida iodium yang teremisi dari bahan bakar, sedikitnya 95% akan bergabung dengan Cesium (Cs) dan berubah sebagai CsI yang mudah menjadi aerosol Produk fisi yang bersifat volatil rendah (Sr, Mo, Ru, Te, Sb, Ba, Eu) diketahui bahwa: selama kelongsong Zircalloy tidak teroksidasi, Te dan Sb akan terserap oleh kelongsong, tetapi jika kelongsong teroksidasi, maka produk fisi tersebut akan teremisi; Mo dan Ru dalam kondisi/lingkungan uap air (kondisi oksidasi), akan berubah ke bentuk kimia yang lebih tinggi volatilitasnya; Sr, Ba dan Eu dalam lingkungan hidrogen derajat volatilitasnya meningkat; dan Emisi Ce dan Zr sangat minim. Analisis pada kecelakaan TMI-2 dengan jenis reaktor PWR dan kecelakaan Chernobyl jenis reaktor RBMK untuk melihat karakteristik produk belah inti. Gambar 27 menunjukan hasil analisis emisi ke lingkungan pada TMI-2 sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pengungkungnya utuh dan kuat dan di sepanjang jalur emisi terdapat air. Cara menghidandari terjadinya kecelakaan dimulai dari pengendalian pembuatan disain dan bangunan yang sesuai dengan standar. Kerusakan inti reaktor dalam kecelakaan parah TMI-2 dapat diminimalisasi dengan kekuatan materi bejana tekan dan kekuatan serta ketebalan pengungkung serta ketersediaan sistem pengamanan dengan penyemprotan air. Selain itu perlu penyempurnaan

7 dari materi bahan bakar inti dan kondisi-kondisi tekanan dan temperatur agar tidak terjadi pemanasan melebihi kapasitas yang menyebabkan melelehnya kelongsong. Menyempurnakan komposisi bahan bakar untuk pengendalian produk fisi. Penggunaan logam campuran zirconium sangat baik untuk menjaga keseimbangan netron di dalam inti, dan tahan pada temperatur yang tinggi. Semua jenis reaktor menggunakan campuran logam zirconium (PWR, BWR, CANDU, RBMK) atau baja ( BN-600, PHENIX, AGR) sebagai material pelindung bahan bakar yang dirancang untuk menahan secara efektif hasil belah-inti agar tidak terjadi kecelakaan yang merusak lingkungan. Jumlah hasil belah inti teremisi ke lingkungan pada kecelakaan Chernobyl dan kecekaan TMI-2 Jumlah (%) pada Chernobyl Gas Mulia I Cs Ru Ce Jumlah (%) pada TMI-2 Chernobyl keluar lingkungan TMI-2 Dalam bejana tekan TMI-2 Dalam pengungkung TMI-2 Ke luar lingkungan Radionuklida Gambar 1 Jumlah hasil belah inti teremisi pada kecelakaan Chernobyl dan kecelakaan TMI-2 (Olahan data Annex J, IAEA 2006) Kerusakan reaktor yang terjadi pada kecelakaan reaktor Chernobyl (reaktor RMBK) dan kecelakaan reaktor TMI-2 (reaktor PWR) yang menyebabkan radionuklida ke luar dari inti reaktor jumlah cemaran yang ke luar lingkungan terdapat perbedaan. Pada kecelakaan reaktor Chernobyl banyak gas yang mengandung radionuklida menuju lingkungan mencapai 100%, sedangkan pada kecelakaan TMI-2 gas yang mengandung radionuklida pencemar tertahan dalam pengungkung cukup besar sedangkan yang ke luar lingkungan relatif kecil seperti di gambarkan dalam Gambar 27.

8 4.1.3 Kebolehjadian Pelelehan Inti Reaktor Penyebab Kecelakaan Parah Kecelakan parah yang mungkin terjadi pada semua reaktor daya adalah terjadinya kehilangan pendinginan dan kegagalan moderator yang menyebabkan temperatur meningkat, yang selanjutnya dapat melelehkan kelongsong dan teras reaktor. Kehilangan pendinginan dan kenaikan temperatur pada teras reaktor disebabkan oleh kegagalan serius pada satu sistem atau gabungan beberapa sistem yang membentuk kegagalan atau ketidaktersediaan sistem keselamatan khusus dalam keadaan darurat. Dicontohkan pada reaktor PHWR, dimana air berperan dalam menyerap panas. Pemindahan panas pada reaktor jenis ini mampu memindahkan panas peluruhan bahan bakar secara berlanjut 15 detik setelah shutdown reaktor. Moderator diwilayahin dengan sistem purifikasi, sistem pendinginan shutdown dan sistem cover gas. Dengan kemampuan pemindahan panas oleh moderator kecelakaan parah yang menyebabkan kerusakan teras tidak akan terjadi. Penelitian mengenai kebolehjadiaan terjadinya kerusakan teras reaktor yang disebabkan oleh ketidakmampuan moderator untuk menyerap panas dan kehilangan pendingininan telah banyak dilakukan, diperoleh kebolehjadiaan kecelakaan parah yang menyebabkan cemaran memasuki lingkungan berada pada kisaran 10-3 sampai 10-5 per reaktor per tahun. Jenis reaktor PWR 1000 GWe memiliki kebolehjadian terjadinya pelelehan inti yang menyebabkan kecelakaan parah rata-rata pada probabilitas 3 x 10-5 / reaktor per tahun artinya terdapat 3 kecelakaan dalam reaktor tiap tahunnya. Angka ini menunjukan bahwa peluang kebolehjadian kecelakaan reaktor sangat kecil. 4.2 Asumsi kecelakaan PLTN Muria Rujukan kecelakan PLTN sebagai perbandingan Asumsi kecelakaan yang terjadi di PLTN Muria perlu terlebih dahulu memperoleh informasi berkenaan dengan rujukan penting kecelakaan Chernobyl Uni Sovyet 1986 dan Kecelakaan Three Mile Island (TMI-2) Amerika Serikat tahun Kecelakaan reaktor Chernobyl-4 menghasilkan cemaran radiasi total 11 x Bq yang mengotori lingkungan.

9 Radionuklida telah menyebar ke kota-kota, daerah pertanian, tempattempat air, halaman rumput, taman, jalan, atap bangunan dan dinding bangunan, pohon, semak, atap dan halaman. Rumput-rumput dengan kondisi-kondisi yang basah dan permukaan yang horisontal, serta, halaman rumput dan lain lain menerima pencemaran yang lebih tinggi. Aktivas unsur Cs-137 kadarnya tinggi ditemukan di sekitar rumah di mana hujan telah mengangkut bahan radioaktif dari atap ke tanah. Penelitian ANSPAUGH (2001) yang mengamati aktivitas Cs-137 dari tahun 1986 sampai tahun 2000 bahwa pada tanah yang tidak terganggu kegiatan manusia, dalam perioda 14 tahun pasca kecelakaan reaktor PLTN kadarnya relatif tidak berubah, sedangkan di tempat yang memiliki pohon dan tanah pertanian, selama kurun waktu 1986 dan 2000 telah berkurang menjadi seperempat dari aktivitas awalnya., aktivitas di atap bangunan telah berkurang menjadi 2/3 dari aktivitas awal dalam perioda tahun tersebut. Di jalan-jalan aktivitas cemaran telah berkurang menjadi 1/5 dari aktivitas awalnya.. Adanya hujan dan angin, dan aktivitas manusia yang berhubungan padatnya lalu lintas, jalan akan terbesihkan sehingga kandungan Cs-137 yang dimiliki menjadi lebih rendah. Selain itu, di lahan-lahan yang tidak terganggu kegiatan manusia umumnya memiliki kadar cemaran yang lebih tinggi, seperti pada pohon-pohonan yang ada di perkebunan, tanaman sayuran di daerah pertanian. Pengolahan data penelitian sebelumnya yang disajikan dalam Gambar 28 dapat diketahui bahwa cemaran radionuklida Cs-137 akibat kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl akan terdistribusi dan dipengaruhi oleh keberadaan air hujan (distribusi basah) dan dipengaruhi oleh angin (distribusi kering). Distribusi kering penyebabkan cemaran tertinggi berada pada pohon-pohonan dan tanaman sedang distribusi basah menyebabkan cemaran dengan konsentrasi tinggi berada pada tanah-tanah yang tidak diusahakan.

10 Distribussi Radionuklida Cs-137 4,5 4 3,5 Wilayah rendah Aktivitas Manusia Wilayah Tinggi Aktivitas Manusia Distribusi Cs-137 (Unit Relatif) 3 2,5 2 1,5 1 0, Tanah tak terganggu Tanaman/Pohon Atap Dinding Jalan-Jalan Basah 0,99 0,99 0,18 0,01 0,58 0,14 0,01 0,01 0,48 0,01 Kering 0,99 0,99 3,9 0,2 1,4 0,4 0,1 0,1 0,4 0,05 Tahun dan Tempat Radionuklida Gambar 2 Grafik distribusi radionuklida Cs-137 di wilayah tercemar (hasil olahan data) dari sumber Anspaugh LR IAEA (2008) Informasi yang dapat diperoleh dari gambar 28 bahwa tempat distribusi cemaran radionuklida terbesar berada pada pohon-pohonan dan tanahtanah yang tidak terganggu, oleh karena itu serapan terbesar cemaran radionuklida berada pada wilayah-wilayah yang memiliki aktifitas manusia yang rendah, seperti daerah-daerah perkebunan, daerah pertanian, tanah-tanah padang rumput ilalang yang tidak diusahakan manusia. Dalam jangka panjang wilayah yang memiliki pohon-pohon dan tanaman memiliki kemampuan pengurangan cemaran terbesar dibandingkan dengan jumlah aktifitas awalnya selama periode waktu tertentu. Kecelakaan reaktor Three-Mile Island-2 (TMI-2) USA yang menggunakan Pressed Water Reaktor (PWR) berbahan bakar UO 2 menggunakan air sebagai pendingin sekaligus moderator. Kecelakaan ini tidak mengakibatkan adanya kematian, hanya terjadinya sebaran radiasi ke lingkungan sebesar 2 x Bq Kr-85 yang dapat dibersihkan, serta sejumlah kecil I-131 yang berpotensi menyebabkan kanker tyroid. Rujukan berkenaan kecelakaan parah sebelumnya yang dijelaskan diatas memberi informasi berkaitan dengan asumsi kecelakaan parah pada reaktor PLTN Muria, dimana kecelakaan tersebut disekenariokan sebagai akibat kisi kristal bahan bakar UO 2 mencapai temperatur lebih dari C dimana kondisi reaksi tidak dapat dikendalikan. Pecahnya kristal sehingga produk fisi (radionuklida) memasuki kelongsong. Kelongsong meleleh, produk fisi akan masuk ke pendingin

11 primer yang tidak mampu menahan beban panas, selanjutnya memasuki penggungkung. Sistem pengungkung juga tidak mampu menahan radionuklida ke luar lingkungan tersebar ke udara dengan dorongan angin. Kecelakaan ini diasumsikan dapat diatasi dalam waktu satu minggu setelah kejadian. Kecelakan reaktor pada PLTN diasumsikan sebagai kecelakaan parah dengan kondisi kegagalan teknis ataupun kegagalan pengamanan penyelamatan. Kegagalan Teknis: a) Terjadinya pelelehan bahan bakar akibat temperatur tinggi, kegagalan suplai pendingin dan terjadi pelelehan kelongsong; b) Belahan inti memasuki bejana tekan dan terjadi pelelehan bejana tekan; c) Kegagalan suplai pendingin bejana tekan mengalami pelelehan total; d) Belahan inti memasuki pengungkung; e) Sistem pengendapan basah dari pendingin sekunder mengamalami kegagalan; f) Pengungkung mengalami kebocoran melepaskan radionuklida 0,1% jumlah inventory per hari; g) Cerobong jalan terlepasnya radionuklida ke udara memiliki tinggi 49 m (IAEA 1997); h) Dorongan angin menyebarkan cemaran radionuklida di udara, di tanah dan di air; i) Cemaran belahan inti (radionuklida) yang mencemari lingkungan diasumsikan sebagai sumber radiasi yang kontinyu dan tidak tertangani dengan sistem yang ada; j) Kurang dari 7 hari kecelakaan besar dapat diatasi dengan menutup semua kebocoran yang ada akibat kecelakaan tersebut; k) Permukaan udara dan bumi diasumsikan memiliki permukaan datar tidak ada kemiringan; l) Di darat terdapat luasan tanah dan luasan vegetasi. Kegagalan Pengamanan dan penyelamatan meliputi: a) Sistem otomisasi penutup kebocoran tidak bekerja; b) Sistem pengendapan basah radionuklida tidak bekerja; c) Sistem pengamanan reaktor tidak dapat bekerja; d) Waktu pengamanan dan penyelamatan terlambat; e) Sumber daya yang ada tidak bekerja profesional 4.3 Seleksi Radionuklida Pergerakan udara akan menyebarkan cemaran radionuklida di udara dengan mencampur polutan tersebut dengan udara yang mempunyai tingkat konsentrasi lebih rendah dan kemudian menurunkan konsentrasi cemaran beberapa waktu setelah terlepas dari sumber. Cemaran menyebar karena pengaruh kecepatan (velocity) angin dan memiliki arah laju (speed). Arah angin mempunyai pengaruh pada arah pergerakan cemaran yang dilepaskan.

12 Perhitungan jumlah konsentasi cemaran pada jarak, koordinat dan waktu adalah bagian yang penting dalam upaya memperkirakan distribusi radionuklida di wilayah studi. Dasar perhitungan menggunakan parameter-parameter kondisi asumsi kecelakaan dan parameter iklim di wilayah studi, persamaan gaussian untuk menghitung cemaran yang terdistribusi. Penelitian ini berasumsi bahwa radionuklida terdistribusi ke arah enam belas arah angin dengan total sudut 360 derajat. Perhitungan menggunakan persamaan 3 pada halaman 84 dengan menginputkan faktor-faktor penting wilayah studi yang berpengaruh. Data awal adalah komponen radionuklida yang keluar dari reaktor nuklir pada saat kecelakaan parah dan hasil penelitian IAEA pada reaktor berjenis PWR ditampilkan pada Tabel 14 yang merupakan inventory hasil fisi Reaktor PWR daya 1000 Mwe. Skrining data awal dengan mengasumsikan bahwa kebocoran reaktor tidak dapat ditangani segera dan terus menerus terjadi kebocoran menuju udara dimaksudkan untuk melakukan seleksi radionuklida yang berperan besar sebagai cemaran bagi lingkungan. Unsur cemararan radionuklida yang dimaksud adalah Pu-241, PU-240, Pu-239, Pu-238, Np-239, Ce-144, Ce-141, Ba-140, Cs-137, Cs- 134, Xe-133, I-131, Te-132, Ru-105, Ru-103, Mo-99, Zr-95, Sr-90 dan Sr-89. Tabel 1 Inventory radionuklida reaktor jenis PWR 1000 Mwe. No Radio nuklida Waktu paruh Cosyma Tecdoc (Bq) IAEA-955 (Bq) 1 Xe hari 7.60E E+18 2 I hari 3.85E E+18 3 Cs tahun 5.11E E+17 4 Cs tahun 2.61E E+17 5 Te jam 5.36E E+18 6 Sr hari 3.37E E+18 7 Sr tahun 1.75E E+17 8 Ba hari 6.88E E+18 9 Zr hari 6.59E E Mo jam 7.07E E Ru hari 5.07E E Ru tahun 1.47E E Ce hari 6.66E E Ce hari 4.03E E Np hari 7.92E E Pu tahun 3.17E E Pu tahun 1.11E E Pu tahun 1.06E E Pu tahun 2.23E E Cm hari 5.25E E+16 Sumber: Pane JS (2006), NRPB (1995), IAEA (1997)

13 Data hasil radiasi total setelah 1 hari sampai 360 hari kejadian (apabila pusat sumber tidak tertangani) menginformasikan bahwa karakteristik cemaran radionuklida total akan mencapai jumlah aktivitas terbesar adalah pada waktu 7 hari setelah kejadian kecelakaan yang mencapai penurunan signifikan setelah radius 5 km. Hasil perhitungan radionuklida arah selatan cemaran radiasi pada jarak 5 km dari sumber, terdapat beberapa radionuklida memiliki aktivitas di udara relatif tinggi tetapi waktu meluruh pendek antara lain Iodium-131, Neptunium-239, Zr-95, Ce-141, Ba-140, Ce-144, Ru-103 dan Sr-89 dengan aktivitas tertinggi dalam waktu tujuh hari. Karakteristik cemaran radionuklida dari 1 hari sampai dengan 360 hari setelah kejadian pada jarak 5 km dari sumber untuk arah selatan untuk semua arah angin memiliki grafik dengan karakteristik yang tidak berbeda, sehingga secara umum aktivitas radionuklida tertinggi dicapai setelah tujuh hari kejadian, dan disimpulkan bahwa cemaran radionuklida akan mengalami penurunan yang signifikan setelah tujuh hari kejadian kecelakaan. Radionuklida di udara konsentrasinya akan berkurang sebanding dengan pertambahan jarak sumber. Semakin jauh dari sumber maka jumlah cemaran akan semakin berkurang. Penurunan besar terjadi setelah cemaran menempuh jarak 5 km dari sumber. Oleh karena itu, dalam kondisi normal mulai jarak 5 km atau lebih merupakan jarak yang relatif baik untuk menghindari dari cemaran radionuklida. Radionuklida dengan waktu paruh panjang dalam rentang waktu 7 hari sampai 360 hari setelah kejadian, densitas radionuklida yang terdeposisi dari udara relatif konstan. Radionuklida yang dimaksud adalah Pu-241, Cs-137, Cs- 134 dan Sr-90 seperti disajikan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan bahwa radionuklida I-131 akan terdeposisi dari udara dengan densitas tertinggi setelah 7 hari kejadian dan akan mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu. Sementara densitas radionuklida Cs-137 mulai dari 7 hari sampai waktu 360 hari akan mengalam peningkatan. Radionuklida Cs-137 dan I-131 dalam penelitian ini berikutnya akan dimodelkan lebih lanjut. Seleksi terhadap kedua radionuklida ini dikuatkan oleh banyak data mengenai fakta kecelakaan yang pernah terjadi telah ditemukan

14 bahwa kedua radionuklida tersebut merupakan radionuklida yang terdistribusi ke lingkungan pada jarak jauh dan waktu yang lama ketika terjadi kecelakaan PLTN. Densitas Unsur (Bq/m 2 ) 4,5E+09 4,0E+09 3,5E+09 3,0E+09 2,5E+09 2,0E+09 1,5E+09 III-131 Sr_89 Sr_90 Zr_95 Mo_99 Ru_103 Ru_106 Te_132 I_131 Xe_133 Cs_134 Cs_137 Ba_140 Ce_141 Ce_144 Pu_238 Pu_239 Pu_240 Pu_241 1,0E+09 5,0E+08 Cs-137 0,0E Hari setelah Kejadian Gambar 3 Jumlah hari setelah kejadian terhadap jenis Radionuklida pada Jarak 5 km Arah Selatan (densitas radionuklida terdeposisi dari udara) Data laporan IAEA (2008) menunjukkan bahwa Cs-137 memiliki efek kesehatan bagi makhluk hidup seperti kanker dan tumor. Karakteristiknya di lingkungan sangat mudah bereaksi dengan air menghasilkan senyawa cesium hidroksida yang mudah larut, dan memiliki karakteristik tersebar merata di seluruh organ badan dengan konsentrasi terbesar dalam otot dan konsentrasi terkecil terdapat dalam tulang. Sementara untuk radionuklida I-131 meskipun memiliki waktu paruh lebih pendek 8 hari, tetapi pada saat kecelakaan terjadi pada 7 hari setelah kejadian, terdistribusi ke lingkungan dengan konsentrasi tinggi dan memiliki efek sebagai penyebab kanker tyroid. Selain itu, dari fakta kecelakaan yang pernah terjadi kedua radionuklida telah diketahui sebagai cemaran dominan ke lingkungan pada saat kecelakaan PLTN terjadi. Oleh karena itu, kedua radionuklida masing-masing Cs-137 dan I-131 dalam penelitian ini yang diamati lebih lanjut. Radionuklida Cs-137 dan I-131 yang akan menjadi fokus penelitian model distribusi spasial radionuklida pada kecelakaan PLTN Muria juga sejalan dengan

15 laporan data IAEA (2008) yang melaporkan bahwa radionuklida penting yang diperhatikan konsentrasinya agar tidak sampai kepada manusia adalah I-131, Cs- 134 dan Cs-137. Senyawa tersebut memiliki waktu paruh 8 hari, 2 tahun dan 30 tahun. Efek radionuklida tersebut adalah gangguan kesehatan untuk jangka waktu yang panjang misalnya adalah kanker thyroid pada masyarakat. Dilaporkan bahwa pada tahun 1991 setelah 5 tahun kejadian kecelakaan PLTN ditemukan lebih banyak 40 per satu juta anak dibandingkan dengan sebelum kecelakaan. Antara tahun terdapat hampir 5000 kasus kanker tiroid pada pada anak dan usia remaja (0-18 tahun), diantaranya terdapat 4000 kasus kanker tiroid pada remaja kurang dari 15 tahun (IAEA 2008). Kasus ini memberi informasi bahwa kejadian kecelakaan Chernobyl memberi kontribusi pada peningkatan kanker thyroid meskipun di lapangan menunjukkan banyak variasi kanker, berupa gondok kecil, ataupun kanker kadar rendah Hasil skrining data dan dan dari rujukan yang ada dapat disimpulkan bahwa radionuklida Cs-137 dan I-131 adalah radionuklida penting yang berpotensi sebagai cemaran ketika kecelakaan PLTN terjadi. Kesimpulan ini sesuai dengan Tolgyessy T & Bujdoso E (1993) yang menguraikan sifat fisika kimia cesium-137 yang memiliki produk hasil fisi Barium-137m dan memiliki waktu paruh 30,17 tahun dengan sinar emisi beta yang membentuk isomer metastabil barium-137 (5%) dan barium-137m (95%), Barium-137m memiliki waktu paruh 2,55 menit dan dalam peluruhannya memancarkan sinar gamma. Sejalan dengan Begichev (1989) yang menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan radionuklida yang mencemari lingkungan dijelaskan bahwa yang paling bertanggung jawab adalah kedua radionuklida tersebut. Radionuklida penting yang berpotensi mencemari lingkungan hasil proses seleksi yang perlu mendapat perhatian adalah Cs-137 dan I-131 dan dari studi literatur pada proses pengujian nuklir Amerika Serika di Nevada tahun 1952, memberi informasi yang menguatkan bahwa cesium yang menyebar ke lingkungan dalam bentuk cesium-134 jumlahnya kecil dan bagian terbesarnya adalah cesium-137 dengan spectrum gamma 660 kev dan 30 kev Barium. Informasi serupa dihasilkan dari kejadian kecelakaan nuklir Chernobul Oleh karena itu Cesium-137 menjadi hal penting yang perlu dikontrol dalam

16 menentukan cemaran bagi lingkungan. Pada kasus kecelakaan PLTN Chernobyl diketahui pula bahwa telah tersebar cemaran radionuklida yaitu cesium-137, iodium-131 dan stronsium-90 dan telah terbukti mengganggu kesehatan lingkungan (IAEA (2001). Unsur (Bq/m2) 2,50E+06 2,00E+06 1,50E+06 1,00E+06 5,00E+05 0,00E+00 I_ Cs_137 Hari setelah Kejadian Batas Sakit Parah Batas Sakit Gambar 4 Grafik karakteristik Cs-`137 dan I-131 terdeposisi ke darat setelah hari kejadian kecelakaan pada jarak 35 km dari sumber. Skrining data hasil terhadap kecelakaan dengan asumsi sumber tidak dapat ditangani atau melebihi waktu 7 hari dengan plot grafik selang hari setelah kejadian terhadap radionuklida Cs-137 & I-131 yang jatuh ke permukaan darat pada jarak 35 km dari sumber, apabila serapan tanah dan vegetasi tidak bekerja disajikan dalam Gambar 30, maka aktivitas Cs-137 dalam kurun waktu 360 hari konsentrasi Cs-137 masih di atas ambang batas sakit, tetapi masih di bawah ambang batas sakit parah; sedangkan aktivitas I-131 dalam kurun waktu 4 bulan sudah dapat dinyatakan aman. Oleh karena itu, bila sumber kecelakaan terlambat menanganinya maka dalam radius 35 km dalam waktu 360 hari belum bebas dari aktivitas radionuklida Cs Parameter untuk Menentukan Densitas Radionuklida di Lingkungan Udara Densitas radionuklida yang memasuki udara dapat ditentukan dengan memperhatikan parameter wilayah studi yang mempengaruhi besarnya densitas radionuklida. Pelepasan radionuklida ke lingkungan udara tergantung pada arah

17 angin. Parameter yang diperlukan untuk tujuan tersebut antara lain data arah, kecepatan dan kategori angin Arah dan Kecepatan Angin Tapak PLTN ULA memiliki karakteristik atmosfir tertentu. Penentuan karakteristik angin di wilayah studi langkah pertama menentukan kelas kestabilan atmosfir wilayah studi. Secara umum suatu wilayah dikelompokkan menjadi tujuh kelas stabilitas yang merupakan pola pergerakan angin. Oleh karena itu diperlukan data pengamatan meteorologi stasiun Ujung lemah Abang Muria yang berkaitan dengan arah angin, kategori atmosfir, curah hujan dan kecepatan angin. Data pengamatan dapat dilihat pada lampiran 5. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa distribusi sebaran arah angin sekitar wilayah studi ke arah 16 mata angin ditunjukkan dengan Gambar 31. Sebaran arah angin terbesar menuju arah selatan, barat daya dan antara timur Laut timur. Jumlah cemaran di udara wilayah studi dapat ditentukan dengan terlebih dahulu mengetahui data kondisi angin dengan arah dan kecepatan serta kelas stabilitas yang merupakan variabel penentu besaran parameter dispersi σy dan σz. Nilai σ y adalah standar deviasi lebar beluk arah horisontal y dan nilai σ z arah vertikal z dari pergerakan angin di atmosfir. Pengukuran terhadap arah dan kecepatan angin pada wilayah studi pada koordinat dimana PLTN akan dibangun sudah dilakukan selama satu tahun (1996) dalam rangka kelayakan pembangunan PLTN oleh Batan dengan data terlampir. Pengambilan data arah dan kecepatan angin dilakukan pada ketinggian 10 m dan 40 m di atas permukaan tanah. Suhu maksimum bulanan wilayah studi berkisar 33 0 C dan suhu minimum 22,5 0 C dengan kelembaban rata-rata antara 50-59%. Pengolahan data penyebaran arah angin pada lokasi PLTN Muria dapat disajikan dalam Tabel 15 dan Gambar 31. Tabel 15 dan Gambar 31 menunjukkan bahwa wilayah studi memiliki kondisi-kondisi angin hasil dari pengamatan yaitu: Arah angin menuju selatan (S) memiliki persentase pengamatan tertinggi, oleh karena itu arah angin ke arah darat bagian selatan wilayah studi paling dominan pada 9.4% pengamatan, berikutnya arah barat daya (BD) dan atah timur laut- timur (TL-T) termamati 8.8% pengamatan.

18 BL BL-U U 10,0 U-TL 8,0 6,0 TL B-BL 4,0 2,0 TL-T B 0,0 T BD-B T-TG S-BD TG-S Pengamatan (%) S Gambar 5 Arah angin dan persentase pengamatan di wilayah studi Kecepatan angin yang diamati di sekitar wilayah studi diperoleh persentase pengamatan tertinggi pada 3-4 m/det dengan 14.5 kali per 100 pengamatan. Pada kecepatan angin 4-5 m/det teramati sebanyak 12.9 kali per 100 pengamatan. Angin berkecepatan 5-6 m/det teramati 11.8 per 100 pengamatan dan angin berkecepatan 2-3 m/det teramati 11.6 per 100 pengamatan. Sedangkan kecepatan angin lainnya memiliki persentase pengamatan yang lebih rendah dari kecepatan 3-4 m/det. Oleh karena itu, kecepatan rata-rata 3.5 m/det merupakan kecepatan yang sering teramati pada wilayah studi sesuai dengan Gambar 32 berikut. Tabel 2 Arah angin dan kecepatan angin di lokasi PLTN Muria Arah Angin BD Pengamatan (%) Kecepatan Angin (m/det) Pengamatan (%) Kategori Angin* Pengamatan (%) S 9.4 A. < A S-BD 8.2 B B. 8.7 BD 8.8 C C. 8.3 BD-B 8.0 D D B 4.6 E E. 7.3 B-BL 3.2 F F. 1.7 BL 1.7 G Keterangan: kelas stabilitas BL-U 1.5 H U 6.6 I U-TL 6.3 J TL 6.1 K TL-T 8.8 L T 7.1 M T-TG 4.7 N TG 5.5 O TG-S 9.2 P. > Sumber: Olahan Data. Pane (2006). BATAN-NEWJEC (1996) TG Pasquill Sumber: IAEA Safety Series 50-SG-S3 (1980.) A : Sangat labil B : Labil C : Agak labil D : Netral E : Agak stabil F : Cukup stabil

19 20 15 P. > 15 O N M L K J I. 8-9 H. 7-8 G. 6-7 F. 5-6 E. 4-5 Kecepatan angin (m/det) D. 3-4 C. 2-3 B. 1-2 A. < (%) Persentase Pengamatan Gambar 6 Kecepatan angin dan persentase pengamatan di wilayah studi. Di wilayah studi kategori angin yang sering muncul adalah kategori angin D seperti disajikan dalam Tabel 15 yang merupakan kategori netral dengan 40.3% pengamatan. Kategori angin netral digambarkan bahwa dorongan angin kuat di awal ketika udara bergerak dab terus melebar menuju ketinggian tertentu. Pengamatan tertinggi lainnya sebanyak 33.7% pengamatan adalah angin kategori A merupakan kategori angin stabil yang bergerak di udara dengan dorongan dan lebar kontan di ketinggian. Dari data pengamatan tersebut, maka kategori angin D kategori netral disimpulkan sebagai kategori angin yang paling dominan di wilayah studi Standar Deviasi Lebar Beluk Pergerakan Angin Penentukan jumlah radionuklida di udara wilayah studi diperlukan data kondisi angin dengan arah dan kecepatan serta kelas stabilitas yang merupakan variabel penentu besaran parameter dispersi σy dan σz. Penetuan standar deviasi lebar beluk arah horisontal y (Nilai σ y ) dan arah vertikal z (σ z ) dari pergerakan angin di atmosfir dari jarak titik sumber diselesaikan dengan persamaan σ y = Ө. (5 -log x)x dan persamaan σ z = σ. x (a 1 + a 2 Log x + (log x)^2) menggunakan data pada Lampiran 1 sampai 3 dan diperoleh hasil nilai parameter lebar beluk pergerakan angin seperti pada Tabel 16 berikut.

20 Parameter standar deviasi menghasilkan informasi bahwa semakin jauh jarak dari sumber memiliki nilai tetapan semakin besar yang menyebabkan kerapatan distribusi partikel udara semakin menurun. Tabel 3 Nilai parameter σ y dan σ z No Jarak dari sumber radiasi (m) σ y σ z E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+04 Tabel 16 menunjukkan bertambahnya jarak radionuklida dari sumber akan memeiliki standar deviasi lebar beluk yang makin meningkat Faktor Difusi Gaussian Parameter gaussian F sebagai fungsi dorongan angin pada jarak x untuk variasi h dengan asumsi bahwa dispersi terjadi di atas dataran yang datar, maka hubungan antar faktor difusi Gauss ( F) dan jarak dorongan angin (x) tergantung pada tinggi pelepasan (H) seperti disajikan dalam Tabel 17 (Pasquill 1983; Vogt 1979; Jones 1981; Heinemann 1980). Faktor difusi gaussian memiliki nilai tetapan yang makin membesar terhadap waktu yang dapat dipahami bahwa distribusi cemaran radionuklida merupakan sumber cemaran yang diasumsikan bergerak secara kontinyu dan berakumulasi. Meskipun demikian tidak serta merta konsentrasi cemaran kan terus membesar di suatu koordinat tertentu, karena masih tergantung pada waktu paruh radionuklida yang menyebabkan cemaran tidak sampai pada titik koordinat tertentu. Nilai tetapan gaussian terhadap jarak akan berbanding terbalik, artinya semakin besar jarak dari sumber maka jumlah cemaran akan menurun.

21 Tabel 4 Faktor Dispersi (F, m 2) untuk stratifikasi atmosfir netral Dorongan Tinggi Penyebaran, H (m) Angin Jarak x (m) 0 5a 6 15a 16 25a 26 35a 36 45a 46 80b >80b a Perhitungan berdasarkan pada HOSKER, R.P., Flow and diffusion near obstacles, Atmospheric Sciences and Power Production (RANDERSON, D., Ed.), Rep. DOE/TIC-27601, Department of Energy, Washington, DC (1984). σ z = ( 0.06 )( x) / 1+ ( )( x) b Perhitungan berdasarkan pada persamaan σ = Ex G. Dimana E = dan G = pada z ketinggian penyebaran of m, and E = and G = Untuk penyebaran lebih dari 80 m. Nilai F diperoleh dari model gaussian menggunakan sektor arah angin rata-rata Fraksi Hasil Belah Radionuklida Ke luar Pengungkung Fraksi hasil belah radionuklida yang keluar pengungkung menuju lingkungan yang sangat tergantung pada sifat umsur yang terdispersi seperti waktu paruh. Kecelakaan parah disekenariokan dalam penelitian ini sebagai kebocoran parah melebihi standar oprasi normal (menurut standar IAEA (1997b) oprasi normal 0,1% volume perhari inventory yang diijinkan keluar reaktor). Penentuan faktor fraksi hasil belah radionuklida dilakukan dengan menggunakan menggunakan persamaan 4 pada sub halaman 86 dapat dihasilkan nilai faktor fraksi hasil belah per hari yang disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 faktor fraksi hasil belah untuk I-131 dan Cs-137 yang terus menerus keluar selama waktu t hasil perhitungan Tabel 5 Faktor fraksi hasil belah Cs-137 dan I-131 Waktu t 1/2 I-131 Q i (t) l 8 hari = detik Qio 1 hari E hari, 1-12 bln E Waktu t 1/2 Cs-137 Q i (t) l 30 tahun = detik Qio 1 hari E hari, 1-12 bln E

22 Tabel 18 menunjukkan bahwa setelah lebih dari tujuh hari laju kebocoran I-131 dan Cs-137 masing-masing mencapai 0,9765 dan 0,9999 bagian akan keluar pengungkung menuju lingkungan. Hasil perhitungan faktor fraksi hasil belah dari 7 hari sampai sampai 360 hari kejadian memiliki nilai tetap 0,976 dan 0,999 masing-masing untuk I-131 dan Cs-137 yang memiliki pengertian sebanyak 97.6 % fraksi hasil belah I-131 secara terus menerus ke luar selama 7 sampai 360 hari dan 99.9 % fraksi hasil belah Cs-137 akan keluar reaktor secara terus menerus selama 7 sampai 360 hari Faktor Dispersi Faktor dispersi P p = (X/Q) merupakan faktor yang menentukan bagian jumlah sumber yang dapat tersebar ke lingkungan karena pengaruh atmosfir. Faktor dispersi ini dihitung untuk mendapatkan konsentrasi sebaran rata-rata tahunan sebagai fungsi jarak sumber dengan menggunakan data arah dan kecepatan angin selama 360 hari untuk tiap sektor arah mata angin dari Lampiran 6, selanjutnya faktor dispersi (X/Q) tahunan tiap sektor arah angin ditentukan menggunakan persamaan 3 halaman 85. Hasil perhitungan faktor dispersi diperoleh dan disajikan dengan Tabel 19 yang merupakan hasil perhitungan faktor dispersi (X/Q) tahunan terhadap jarak x dari sumber dengan rincian lengkap pada Lampiran 6. Tabel 20 dan lampiran 6 menunjukkan bahwa dispersi cemaran tahunan yang menuju 16 arah angin dengan arah cemaran terbesar akan menuju arah timur laut-timur (lautan) dan ke arah selatan (darat) dari titik sumber PLTN. Tabel 19 dan Tabel 20 berikutnya adalah hasil dari penentuan faktor distribusi arah angin selatan yang terdistribusi 9.4% selama 360 hari dengan katagori D (angin normal) dengan kecepatan rata-rara 3.5 m/detik. Faktor dispersi untuk 16 arah mata angin yang lebih lengkap disajikan pada Lampiran 6. Faktor Disperi (P p ) dari parameter wilayah studi diperlukan untuk perhitungan kesesuaian konsentarasi rata-rata tahunan dari radionuklida yang ada di udara, dan permukaan tanah, ini berkaitan dengan dorongan angin yang akan mengurangi kepulan asap cerobong yang membawa radionuklida terdeposisi, hal ini juga memerlukan faktor gaussian sebagai fungsi dorongan angin pada jarak x

23 untuk variasi jarak H sangat diperlukan dalam model Nilai P p untuk tujuan pengujian awal dalam menghitung radionuklida yang jatuh dipermukaan tanah umumnya menggunakan nilai P p = 0.25 (Pasquill et al 1983) Tabel 6 Faktor dispersi tahunan arah selatan (S) pada jarak x dari sumber π =3,14; µ =3.5 m/det, z =49 m, P= 9,4% kategori angin D h x σ y σ z (2/π ) 1/2 N/2 π.x (-h2/2 σ z 2 ) Exp( -t / σ z ) P/u X/Q E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-12 Konsentrasi distribusi radionuklida di lingkungan juga akan bergantung pada inventory dalam reaktor, selain itu bangunan pada area permukaan faktanya nanti mempengaruhi sumber di atmosfir karena berkaitan dengan aliran dorongan angin di udara. Konsentrasi di udara yang tanpa bangunan dan ada bangunan akan menghasilkan dorongan dengan laju yang berbeda (Wilson et al 1982).

24 Tabel 7 Faktor dispersi satu hari s.d satu tahun setelah kejadian arah selatan x X/Q 1 hari X/Q 1 mgg X/Q 1 bln X/Q 2bln X/Q 3 bln X/Q 4 bln X/Q 5 bln X/Q 6 bln X/Q 7 bln X/Q 8 bln X/Q 9 bln X/Q 10 bln X/Q 11 bln X/Q 12 bln 200 9,4928E-01 6,7312E-01 2,0529E-01 4,2145E-02 8,6520E-03 8,6520E-03 3,6464E-04 7,4857E-05 1,5368E-05 3,1549E-06 6,4767E-07 1,3296E-07 2,7296E-08 5,6036E ,4652E-01 6,5838E-01 1,8789E-01 3,5303E-02 6,6331E-03 6,6331E-03 2,3417E-04 4,3998E-05 8,2667E-06 1,5532E-06 2,9184E-07 5,4834E-08 1,0303E-08 1,9358E ,4337E-01 6,4192E-01 1,6980E-01 2,8831E-02 4,8953E-03 4,8953E-03 1,4113E-04 2,3964E-05 4,0690E-06 6,9089E-07 1,1731E-07 1,9919E-08 3,3821E-09 5,7427E ,4024E-01 6,2588E-01 1,5345E-01 2,3547E-02 3,6134E-03 3,6134E-03 8,5086E-05 1,3057E-05 2,0036E-06 3,0745E-07 4,7179E-08 7,2396E-09 1,1109E-09 1,7047E ,3841E-01 6,1669E-01 1,4463E-01 2,0919E-02 3,0256E-03 3,0256E-03 6,3293E-05 9,1543E-06 1,3240E-06 1,9150E-07 2,7697E-08 4,0060E-09 5,7940E-10 8,3801E ,3712E-01 6,1025E-01 1,3869E-01 1,9235E-02 2,6676E-03 2,6676E-03 5,1310E-05 7,1162E-06 9,8693E-07 1,3688E-07 1,8983E-08 2,6328E-09 3,6513E-10 5,0640E ,3611E-01 6,0531E-01 1,3425E-01 1,8022E-02 2,4194E-03 2,4194E-03 4,3603E-05 5,8536E-06 7,8583E-07 1,0549E-07 1,4162E-08 1,9013E-09 2,5524E-10 3,4265E ,3301E-01 5,9020E-01 1,2134E-01 1,4724E-02 1,7866E-03 1,7866E-03 2,6305E-05 3,1918E-06 3,8730E-07 4,6995E-08 5,7024E-09 6,9193E-10 8,3959E-11 1,0188E ,3120E-01 5,8155E-01 1,1438E-01 1,3082E-02 1,4963E-03 1,4963E-03 1,9575E-05 2,2389E-06 2,5608E-07 2,9290E-08 3,3501E-09 3,8317E-10 4,3826E-11 5,0127E ,2991E-01 5,7548E-01 1,0968E-01 1,2030E-02 1,3195E-03 1,3195E-03 1,5873E-05 1,7410E-06 1,9096E-07 2,0944E-08 2,2972E-09 2,5196E-10 2,7635E-11 3,0311E ,2892E-01 5,7083E-01 1,0617E-01 1,1273E-02 1,1969E-03 1,1969E-03 1,3492E-05 1,4325E-06 1,5209E-07 1,6148E-08 1,7145E-09 1,8203E-10 1,9327E-11 2,0520E ,2811E-01 5,6705E-01 1,0339E-01 1,0690E-02 1,1052E-03 1,1052E-03 1,1814E-05 1,2215E-06 1,2629E-07 1,3057E-08 1,3500E-09 1,3958E-10 1,4431E-11 1,4920E ,2743E-01 5,6387E-01 1,0110E-01 1,0220E-02 1,0332E-03 1,0332E-03 1,0560E-05 1,0675E-06 1,0792E-07 1,0910E-08 1,1030E-09 1,1151E-10 1,1273E-11 1,1396E-12

25 4.5 Parameter untuk Menentukan Densitas Radionuklida di Lingkungan Darat Densitas radionuklida yang memasuki darat ditentukan oleh radionuklida yang berasal dari udara yang dipengaruhi oleh curah hujan dan faktor deposisi (kecepatan pengendapan) serta dorongan angin di wilayah studi Curah Hujan Curah hujan yang banyak akan berpengaruh terhadap akumulasi jumlah cemaran pada permukaan tanah. Banyaknya cemaran radionuklida yang ada di udara akan terdeposisi oleh hujan. Semakin tinggi curah hujan akan semakin besar jumlah cemaran di permukaannya. Curah Hujan Dasarian Tahun di Wilayah Studi Curah Hujan (mm) Jepara Demak, Kudus Pati I IIIIII II III I IIIII IIII II I IIIIII III I IIIII II II IIII I IIIIII II III I IIIII IIII II Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Bulan dan Dasarian Gambar 7 Curah hujan rata-rata di wilayah studi tahun (Olahan data BMG). Curah hujan periode pengamatan dari tahun 1971 sampai dengan Tahun 2000 dalam dasarian sebagai penentu zona musim wilayah studi disajikan dalam Tabel 21 dan Gambar 33 sebagai curah hujan dasarian dalam mm. Tabel 21 menunjukkan bahwa wilayah studi yang terdiri dari kabupaten Jepara, Demak, kudus dan Pati memiliki curah hujan rata-rata sebesar 2470 mm/tahun atau sekitar 206 mm/bulan = 7 mm/har atau 0.28 mm/jam, Nilai ini

26 dapat dikategorikan bahwa wilayah studi memiliki curah hujan menengah yang berada pada kisaran mm/bulan. Gambar 33 menunjukan bahwa wilayah studi akan mengalami musim hujan yang dimulai pada hari kedua puluh pada bulan oktober sampai akhir Mei. Musim kemarau dimulai pada akhir bulan mei sampai bulan oktober.musim kemarau wilayah studi memiliki curah hujan sekitar 809 mm/15 dasarian atau sekitar 5.4 mm/hari atau Sekitar 0.2 mm/jam. Curah hujan tertenggi akan terjadi pada dasarin ke-2 bulan januari dengan curah hujan 285 mm/dasarin = 28.5 mm/hari. Curah hujan terendah terjadi di musim kemarau yang terjadi pada dasarin ke-1 bulan Juli dengan nilai 8 mm/dasarin = 0.8 mm/hari. Tabel 8 Curah hujan dasarian periode pengamatan tahun dalam mm (Olahan Data BMG, 2009) Bulan Dasarian Jepara Demak, Pati Kudus Wilayah Studi I Januari II III I Pebruari II III I Maret II III I April II III I Mei II III I Juni II III I Juli II III I Agustus II III I September II III I Oktober II III I November II III I Desember II III Jumlah Curah Hujan Wilayah Studi rata-rata 7 mm/hari atau 0,28 mm/jam

27 4.5.2 Kecepatan Pengendapan (Laju Deposisi) Perhitungan jumlah cemaran radionuklida yang akan memasuki permukaan tanah karena pengaruh hujan digunakan curah hujan rata-rata wilayah studi yaitu 2470 mm/tahun atau sekitar 206 mm/bulan atau 7 mm/hari atau 0.28 mm/jam dengan memperhitungkan rata-rata lama hujan dalam satu hari, data pengamatan lama hujan dalam sehari rata-rata di wilayah studi mencapai 1.5 jam. Dan dari Data Sequence Meteorologi Stasiun Ujung Lemah Abang (Muria) selama 360 hari pada lampiran diperoleh informasi bahwa telah terjadi 9 kali hujan dalam 144 kali pengamatan yang dihitung sebagai faktor wash-out cemaran radionuklida dengan nilai 6.250E-02. Curah hujan wilayah studi akan mendeposisikan cemaran radionuklida dari udara menuju permukaan tanah. Konstanta (c = 1/mm) dari suatu cemaran radionuklida berupa gas atau aerosol dapat ditentukan dengan persamaan Vinther, L g = c x p a menggunakan data hubungan koefisien pengendapan dan curah hujan dengan a = tetapan (0.6 untuk gas, 0.5 untuk aerosol), L g = koefisien pengendapan (1/det), dan p = intensitas pengendapan basah (mm/jam). Nilai c radionuklida sebagai tetapan (1/mm) berdasarkan Vinther (1984) adalah 8 x 10-5 /mm berbentuk gas, nilai 1.2 x 10-4 /mm berbentuk aerosol. Perhitungan kecepatan pengendapan basah (V w ) dalam satuan m/hari mengikuti persamaan yang dikemukakan oleh Vinther (1984), V w = w.p dimana p = (Lg/c) 1/a, w = rasio wash-out, p dalam mm/jam, hasil ditampilkan dalam Tabel 22. Curah hujan rata-rata wilayah studi 7 mm/hari atau 0.28 mm/jam. Data pengamatan lama hujan dalam rata-rata satu hari di wilayah studi mencapai 1.5 jam. Dan dari Data Sequence Meteorologi Stasiun ULA selama 360 hari diperoleh data faktor wash-out cemaran radionuklida dengan nilai Tabel 9 Hasil penentuan parameter intensitas pengendapan basah wilayah studi Wujud Cemaran Radionuklida C (1/mm) Lg* (1/det) a p (mm/det) p campuran gas aerosol (m/hari) Gas 8 x x Aerosol 1.2 x x x 10-1 Rata-rata p campuran = * Lg dari tabel hubungan koefisien pengendapan dan curah hujan

28 Nilai p (intensitas pengendapan) sebesar x 10-1 m/hari dalam Tabel 22 digunakan untuk menghitung kecepatan pengendapan basah (V w ) dalam satuan m/hari mengikuti persamaan V w = w.p dimana p = (Lg/c) 1/a, w= rasio wash-out, p dalam mm/jam. Nilai kecepatan pengendapan basah (V w ) adalah x 10-3 mm/det di kalikan faktor wash-out wilayah studi (6.25 x 10-2 ) menghasilkan nilai x 10-3 m/detik atau x 10-2 m/hari. Faktor ini selanjutnya berperan di dalam memperkirakan cemaran radionuklida yang terdeposisi rata-rata ke permukaan tanah sesuai dengan curah hujan di wilayah studi. 4.6 Parameter untuk Menentukan Densitas Radionuklida di permukaan Tanah Non-vegetasi Radionuklida yang memasuki wilayah darat akan mengalami reaksi fisika kimia dengan lapisan tanah, sehingga radionuklida yang tersisa di permukaan tanah merupakan radionuklida dari total deposisi dikurangi kemampuan tanah dalam menyerap radionuklida. Jenis Tanah dan Serapan Tanah terhadap Cemaran Radionuklida Kondisi tanah di wilayah studi sekitar PLTN berperanan dalam memperkecil penyebaran cemaran radionuklida. Distribusi radionuklida yang utama disebabkan dari pergerakan air, dan tanah dapat berfungsi sebagai penyerap air untuk menghindari sebaran cemaran radionuklida lebih lanjut. Proses serapan tanah merupakan proses interaksi antara radionuklida dengan tanah sekitar pusat cemaran PLTN yang dapat dijadikan proses pengurangan distribusinya radionuklida ke tanah. Faktor yang mempengaruhi serapan radionuklida dalam lapisan tanah adalah selain karekteristik dari radionuklida yang berinteraksi dengan tanah juga dipengaruhi oleh sifat fisika air yang berfungsi pembawa cemaran radionuklida pada tanah. Kemampuan serap struktur tanah ditentukan pula oleh kation-kation di dalam tanah yang dapat bertukar ion dengan unsur-unsur radionuklida. Ion-ion Fe, Al dan ion-ion alkali dan alkali tanah yang ada pada tanah lingkungan studi memiliki kandungan ion yang cukup tinggi dan sangat baik di dalam penyerapan cemaran radionuklida. Data hasil analisis tanah di sekitar wilayah studi oleh Purnomo (1998) memiliki mineral anorganik utama dengan empat unsur yaitu O,

29 Si, Al dan Fe, sedangkan yang lainnya adalah unsur alkali dan alkali tanah, berdasarkan berat kering bebas bahan organik, di wilayah studi paling sedikit memiliki 90 % yang tersusun dari SiO2, Al 2 O 3 dan Fe 2 O 3. Pada penelitian ini analisa sampel tanah di beberapa titik dilakukan untuk mengetahui kandungan Al, Fe, dan Na yang diyakini memiliki peran dalam menyerap radionuklida di permukaan tanah pada titik yang mewakili kode wilayah lingkungan studi. Tabel 23 berikut adalah hasil analisis sampel tanah di beberapa titik yang mewakili kode wilayah untuk mengetahui kandungan Al, Fe, Na yang berperan untuk menyerap radionuklida yang ada di permukaan tanah dengan kadar rata-rata untuk Al, Fe dan Na pada radius kurang dari 10 km masing-masing adalah ppm, ppm dan Dilakukan uji statistika terhadap data untuk mengetahui kesesuaian kandungan beberapa unsur di wilayah studi baik untuk Al, Fe maupun Na. Tabel 10 Analisa sampel tanah di wilayah-wilayah wilayah studi No Kode Wilayah Kecamatan Kabupaten Radius Al Fe Na dari PLTN 1 W003a Bangsri Jepara 0.5 km W003b Bangsri Jepara 0.5 km W005a Kembang/Bangsri Jepara 6.9 km W005b Kembang/Bangsri Jepara 6.9 km W009a Kembang Jepara 9.0 km < 6 W009b Kembang Jepara 9.0 km < 7 W011a Bangsri Jepara 10.5 km W011b Bangsri Jepara 10.5 km W054a Trangkil/Cluwak Pati 17.1 km W054b Trangkil/Cluwak Pati 17.1 km W230a Batelit Jepara 23.0 km W230b Batelit Jepara 23.0 km W089a Grebeg Kudus 25.5 km W089b Grebeg Kudus 25.5 km W211a Pecangan/Kalinyamatan Jepara 30.0 km W211b Pecangan/Kalinyamatan Jepara 30.0 km Data Analisis Lab Terpadu IPB No. Lab: BM/XII/ Dari hasil uji statistik untuk kenormalan data diketahui untuk unsur Al Memiliki P-Value dengan uji normalitas Liliefors (Kosmogorov_Smirnov) lebih besar dari dari ά = Hasil Fe P-Value (Shapiro-Wilk) lebih besar dari ά = 0.05 dengan pengujian hipotesis P-value < ά, maka Ho ditolak, dan jika P-value ά, maka Ho tidak dapat ditolak. Oleh kaena Ho > ά, maka data tersebut terdistribusi normal.

30 Pengujian terhadap data hasil analisa dengan asumsi dapat mewakili wilayah studi dalam rentang radius 35 km melalui uji perbandingan dengan data rata-rata kandungan tanah jarak 10 km. Hasil uji purata (mean) dari sampel tunggal terhadap mean acuan dengan asumsi berdistribusi normal. Pengujian menggunakan bentuk hipotesis dua sisi (two-sided atau two-tiled test) dengan hipotesis Ho: μ=μ 0 dan Hi : μ μ 0 diperoleh hasil yang dijelaskan berikutnya. Uji t-sampel Al yang menguji Ho μ=52.98 terhadap Hi μ Nilai uji statistik didapat t= dengan derajat kebebasan 15. Nilai p-value (untuk 2- tailed) = lebih besar dari ά =0.05 da hal ini menunjukan penerimaan terhadap Ho μ=52.98 yang kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah di radius sekitar 35 km dapat diterima memiliki kemiripan dengan rata-rata kandungan Al pada radius 10 km dari pusat PLTN. Uji t-sampel Fe yang menguji Ho μ= terhadap Hi μ Nilai uji statistik didapat t= dengan derajat kebebasan 15. Nilai p-value (untuk 2-tailed) = lebih besar dari ά =0.05 da hal ini menunjukan penerimaan terhadap Ho μ= yang kuat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah di radius sekitar 35 km memiliki rata-rata kandungan Fe mendekati rara-rata kandungan Fe dalam radius 10 km dari pusat PLTN. Uji t-sampel Na yang menguji Ho μ=4.76 terhadap Hi μ Nilai uji statistik didapat t= dengan derajat kebebasan 13. Nilai p-value (untuk 2- tailed) = lebih besar dari ά =0.05 dan hal ini menunjukan penerimaan terhadap Ho μ=4.76 yang kuat. Sehingga dapat diperoleh informasi bahwa tanah dalam radius 35 km dari pusat PLTN dapat diterima memiliki rata-rata kandungan Na tidak berbeda signifikan dengan kandungan Na radius 10 km. Hamparan permukaan tanah dengan luasan yang besar diasumsikan memiliki kemampuan untuk menyerap air hujan yang membawa cemaran radionuklida memasuki lapisan tanah. Diasumsikan bahwa air yang membawa cemaran radionuklida akan terserap ke dalam tanah seluruhnya melalui pori-pori tanah dan radionuklida akan berinteraksi dengan lapisan tanah baik terperangkap secara fisika dalam pori-pori tanah maupun berinteraksi secara kimia, tetapi penyerapan akan mencapai jenuh pada konsentrasi tertentu.

31 Kinetika sorpsi dan desorpsi menurut Setiawan (1997) terhadap tanah di wilayah studi lokasi PLTN, diperoleh data % reversibilitas desorpsi tanah terhadap radionuklida Cs-137 selama tujuh hari sebesar 40 % pada ph 7.0 dan 36% pada ph Pengolahan data terhadap karakteristik tanah di wilayah studi. Sehingga dapat diperoleh informasi bahwa hujan dengan ph 7.0 akan membawa radionuklida terserap dalam pori-pori tanah dalam luasan besar dengan nilai tetapan serapan tanah sebesar 0,6 per minggu atau sama dengan x 10-2 /hari. 4.7 Parameter untuk Menentukan Densitas Radionuklida di permukaan Vegetasi Serapan Akar Vegetasi Vegetasi di wilayah studi bervariasi selain hutan negara dan hutan swasta yang terdiri dari tanaman jati, johar, mindi, akasia dan karet juga memiliki tanaman pohon penghasil buah seperti mangga, pisang, durian, belimbing, rambutan, pepaya, jengkol, petai dan jambu air, jambu mete, coklat, kelapa, kopi dan lain-lain dengan luasan mencapai 22.9 Ha. Tanah wilayah studi ditumbuhi oleh tanaman rendah berupa padang rumput dan belukar juga memiliki luasan yang cukup luas mencapai Ha. Perbandingan keduanya mendekati 1:1. Vegetasi memiliki kemampuan untuk menyerap pencemar radionuklida terutama dari akar dan hisapan daun. Penelitian mengenai model perpindahan Cs- 137 dari tanah ke dalam akar dengan kasus kakar rumput belulang telah diteliti oleh Sukmabuana (2005), diperoleh hasil pengukuran aktivitas Cs-137 dalam tanah yang ditampilkan sebagai berikut. Grafik pada Gambar 34 menunjukkan bahwa aktivitas Cs-137 dalam tanah menurun seiring dengan kenaikan aktivitas Cs-137 dalam akar ruput. Penyerarapan radionuklida Cs-137 dari tanah ke tanaman terdeteksi pada hari ke tujuh dan aktivitas radionuklida tertinggi terjadi pada hari ke-42 yang mencapai Bq. Setelah hari ke-42 tidak terjadi kenaikan penyerapan akar sampai hari ke-56, sehingga penyerapan akar terhadap radionuklida cesium-137 mulai terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-42, dan setelah hari tersebut penyerapan mengalami perlambatan serapan.

32 Laju penyerapan radionuklida oleh tanaman diselesaikan dengan pengukuran aktivitas radionuklida dalam tanah A 1(0), dan pengukuran aktivitas radionuklida dalam tanaman. Serapan radionuklida oleh tanaman dapat dihitung dari data dan membuat grafik ln ( A 1(0) / A 1) terhadap waktu (t), diperoleh nilai k 12 yang merupakan tetapan laju serapan radionuklida dari tanah ke dalam akar. Aktivitas Cs-137 Tanah (10 6 )Bq 2,0500 Aktivitas (MBq) 2,0000 1,9500 1,9000 1,8500 1,8000 Aktivitas Cs-137 Tanah MBq ,0000 1,9380 1,9190 1,9100 1,9060 1,9020 1,8960 1,8880 1,8730 Waktu (hari) (a) Aktivitas Cs-137 Rumput Bq 4,0000 Aktivitas (Bq) 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000 Aktivitas Cs-137 Rumput Bq ,00000,59300,93101,85401,97103,04203,60802,55601,9650 Waktu (hari) Gambar 8 (b) Grafik penurunan aktivitas cesium pada tanah akibat serapan akar (a) dan grafik kenaikan aktivitas cesium pada akar rumput (b) Total densitas radionuklida yang tersisa di permukaan tanah bervegetasi dapat disederhanakan menjadi jumlah aktivitas radionuklida yang terdeposisi dari udara dikurangi serapan tanah dan serapan akar vegetasi. Vegetasi memiliki kemampuan untuk menyerap pencemar radionuklida terutama pada dari akar.

33 Penelitian mengenai perpindahan cesium dari tanah ke dalam akar dengan kasus kakar rumput belulang diteliti Sukmabuana (2005) dengan hasil nilai tetapan laju serapan radionuklida dari tanah ke rumput hari ke-0 sampai dengan hari ke-42 dengan nilai x 10-8 /hari (0<t<42) dan nilai k untuk waktu lebih dari 42 hari diperoleh x 10-8 /hari (t >42 ). Faktor ini digunakan untuk menentukan densitas radionuklida yang terserap di tanah dengan mengasumsikan bahwa pada hari lebih dari 42 tanah tetap memiliki kemampuan penyerapan disebabkan pengaruh panas dari cuaca menyebabkan air yang membawa radionuklida di tanah mengalami penguapan, sehingga tanah tetap masih memiliki kemampuan penyerapan terhadap air yang membawa radionuklida. 4.8 Hasil Penentuan Densitas Radionuklida Hasil Penentuan Densitas Radionuklida Cs-137 dan I-131 di Udara Perhitungan densitas radionuklida menggunakan asumsi pesimistis menggunakan kecepatan angin rata-rata wilayah studi 3-4 m/det dan kategori angin D (netral) yang dipakai untuk untuk semua sektor arah angin dengan menggunakan nilai π =3.14; µ =3.5 m/det, z = 49 m, dengan P= 9.4% untuk arah selatan, dan nilai P arah yang lain disesuai dengan data angin yang terdapat dalam Tabel 15 dengan menggunakan tinggi cerobong h = 49 m diesuaikan dengan disaian reaktor PWR yang akan dibangun di wilayah studi (IAEA 1997). Data hasil faktor dispersi selama 360 hari untuk tiap sektor arah angin telah disajikan dalam Tabel 19 halaman 121 dan Tabel 20 halaman 122. Semakin jauh dari sumber, radionuklida menempati ruang yang lebih lebar dengan konsentrasi semakin rendah. Faktor dispersi radionuklida pada jarak jauh memiliki nilai rendah, sedangkan bertambahnya waktu distribusi radionuklida terus berkurang dan standar deviasi lebar beluk akan meningkat berbanding lurus dengan jarak seperti disajikan dalam Tabel 16 halaman 118. Penentuan densitas radionuklida di udara menggunakan asumsi bahwa sumber radionuklida pada kecelakaan PLTN yang terjadi dapat diatasi 7 hari sehingga radionuklida inventory dalam Tabel 14 sebagai sumber pelepasan radionuklida dapat dihentikan selama waktu tersebut dan tidak terus menerus ke luar dari reaktor. Parameter lain yang berpengaruh seperti faktor deviasi, faktor

34 difusi gaussian, laju pelepasan dan faktor dispersi digunakan untuk menyelesaikan persamaan 3 pada halaman 85 untuk memperoleh densitas radionuklida di wilayah udara. Densitas radionuklida di udara yang dihasilkan untuk satu arah angin densitas tertinggi dicapai pada jarak 200 m dari sumber dengan densitas 2.130E+07 Bq/m 3 I-131 arah selatan, dan sebesar 1.106E+06 Bq/m 3 untuk densitas Cs-137 di udara arah selatan. Untuk densitas yang dihasilkan pada semua arah angin disajikan dalam Tabel 24 yang merupakan densitas radionuklida di udara dalam satuan Bq/m 3 pada jarak x untuk waktu hari (D) atau bulan (M) setelah kecelakaan PLTN untuk 16 arah mata angin. Tabel 24 menunjukkan bahwa tujuh hari setelah kecelakaan distribusi radionuklida I-131 dan Cs-137 memiliki densitas yang tertinggi di wilayah udara dan penurunan signifikan setelah waktu 2 bulan.

35 Tabel 11 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah B JARA No K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2M CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah BBL JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2M CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

36 Lanjutan Tabel 24 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah BD JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2M CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah BDB NO JARA K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

37 Lanjutan Tabel 24 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah BL JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2M CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah BLU JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

38 Lanjutan Tabel 24 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah S JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah SBD JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

39 Lanjutan Tabel 24 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah T NO JARA K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah TG NO JARA K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

40 Lanjutan Tabel 24 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah TGS JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah TL JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

41 Lanjutan Tabel 24 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah TLT NO JARA K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah TTG NO JARA K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

42 Lanjutan Tabel 24 Densitas radionuklida di udara (Bq/m 3 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian [hari (D) dan bulan (M)] Arah U JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 Arah UTL JARA NO K (m) CS-137_7D I-131_7D CS-137_1M I-131_1M CS-137_2M I-131_2D CS-137_3M I-131_3M CS-137_4M I-131_4M CS-137_5M I-131_5M CS-137_6M I-131_6M CS-137_7M I-131_7M CS-137_8M I-131_8M E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00

43 4.8.2 Hasil Penentuan Densitas Radionuklida Cs-137 dan I-131 di Darat Cemaran radionuklida yang mencapai tanah disebabkan oleh adanya faktor iklim dan cuaca wilayah studi diantaranya disebabkan oleh pencucian oleh air hujan (deposisi basah) dan disebabkan oleh faktor dorongan angin (deposisi kering). Laporan dari penelitian IAEA (2001) diketahui bahwa radionuklida yang ada di darat selain dipengaruhi iklim wilayah studi juga dipengaruhi oleh sifat absorpsi tanah wilayah studi. Dari hasil penelitian pada kecelakaan Chernobyl ditemukan bahwa faktor deposisi total (basah dan kering) untuk cemaran radionuklida Cs-137 dan I-131 adalah 1000 m/hari. Cemaran radionuklida selanjutnya akan diserap tanah yang bergantung pada jenis dan sifat fisika tanah, kemudian akan diserap akar tanaman sesuai karakteristik vegetasi yang ada. Total cemaran radionuklida yang tersisa di permukaan tanah bervegetasi dapat disederhanakan menjadi jumlah densitas radionuklida yang jatuh dari udara dikurangi serapan tanah dan serapan akar vegetasi. Dan jumlah cemaran radionuklida yang tersisa di permukaan tanah non-vegetasi adalah jumlah densitas radionuklida dikurangi oleh serapan tanah. Hasil perhitungan ke satu arah mata angin (arah selatan) disajikan seperti dalam Tabel 25. Oleh karena, asumsi kecelakaan dapat ditangani kurang dari sama dengan 7 hari, maka total densitas radionuklida tertinggi yang berada di permukaan darat untuk masing-masing arah angin berada pada jarak 200 m dari sumber dengan hasil densitas sebesar 7.743E+09 Bq/m 2 untuk Cs-137 arah selatan dan sebesar 1.491E+11 Bq/m 2 untuk densitas I-31 arah selatan di wilayah darat.

44 Tabel 12 Densitas radionuklida ke arah selatan hasil deposisi, terserap tanah, terserap akar dan densitas di permukaan vegetasi dan permukaan tanah (Bq/m 2 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian 7 hari Total_Deposisi (Bq/m2) Hujan (Deposisi basah) (Bq/m2) Diserap Tanah (fk=0,6) (Bq/m2) fkt Diserap Akar (Bq/m2) Sisa di TANAH (Bq/m2) Sisa di VEGETASIq/m2) Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I131 1 bulan E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+07 Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+04

45 Lanjutan Tabel 25 Densitas radionuklida ke arah selatan hasil deposisi, terserap tanah, terserap akar dan densitas di permukaan vegetasi dan permukaan tanah (Bq/m 2 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian 2 bulan Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+02 3 bulan Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-01

46 Lanjutan Tabel 25 Densitas radionuklida ke arah selatan hasil deposisi, terserap tanah, terserap akar dan densitas di permukaan vegetasi dan permukaan tanah (Bq/m 2 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian 4 bulan Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I131 5 bulan E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-03 Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-06

47 Lanjutan Tabel 25 Densitas radionuklida ke arah selatan hasil deposisi, terserap tanah, terserap akar dan densitas di permukaan vegetasi dan permukaan tanah (Bq/m 2 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian 6 bulan Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I131 7 bulan E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-09 Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-11

48 Lanjutan Tabel 25 Densitas radionuklida ke arah selatan hasil deposisi, terserap tanah, terserap akar dan densitas di permukaan vegetasi dan permukaan tanah (Bq/m 2 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian 8 bulan Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I131 9 bulan E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-14 Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-16

49 Lanjutan Tabel 25 Densitas radionuklida ke arah selatan hasil deposisi, terserap tanah, terserap akar dan densitas di permukaan vegetasi dan permukaan tanah (Bq/m 2 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian 10 bulan Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I bulan E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-19 Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-22

50 Lanjutan Tabel 25 Densitas radionuklida ke arah selatan hasil deposisi, terserap tanah, terserap akar dan densitas di permukaan vegetasi dan permukaan tanah (Bq/m 2 ) pada jarak sumber (m) dan waktu setelah kejadian 12 bulan Jarak (m) Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs Cs-137 I-131 Cs-137 I-131 Cs-137 I E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-25

51 Hasil Penentuan Densitas Radionuklida di Permukaan Tanah Non- Vegetasi Diasumsikan bahwa air yang membawa cemaran radionuklida akan terserap ke dalam tanah seluruhnya melalui pori-pori tanah dan radionuklida akan berinteraksi dengan lapisan tanah baik terperangkap secara fisik maupun berinteraksi secara kimia, tetapi penyerapan akan mencapai jenuh pada konsentrasi tertentu. Air hujan dalam penelitian ini pada ph 7.0 yang membawa cemaran radionuklida masuk seluruhnya pada pori-pori tanah dan berinteraksi sampai tingkat jenuh, dan radionuklida yang tidak terserap tetap berada di permukaan tanah. Hasil penelitian mengasumsikan bahwa dalam luasan wilayah yang luas, 40% radionuklida akan tetap berada pada permukaan tanah. Perhitungan densitas radionuklida di tanah merupakan densitas radionuklida dari total deposisi dikurangi densitas radionuklida yang terserap tanah, dan pada jarak 200 m setelah 7 hari kejadian arah selatan diperoleh densitas radionuklida di tanah sebesar 3.097E+09 Bq/m 2 Cs-137 dan radionuklida I-131 mencapai 5.965E+10 Bq/m Hasil Penentuan Densitas Radionuklida di Vegetasi Densitas radionuklida di permukaan vegetasi pada jarak 200 m setelah 7 hari kejadian arah selatan diperoleh densitas radionuklida di vegetasi sebesar 7.738E+09 Bq/m 2 Cs-137 dan radionuklida I-131 mencapai 1.490E+11 Bq/m 2. Densitas radionuklida pada vegetasi lebih tinggi dibandingkan dengan densitas radionuklida yang ada di permukaan tanah, hal ini disebabkan permukaan vegetasi relatif kecil menyerap radionuklida, sedangkan di permukaan tanah radionuklida akan diserap tanah melalui media air yang selanjutnya masuk melalui pori-pori tanah, sehingga sisa radionuklida di permukaan tanah menjadi lebih rendah dari pada radionuklida yang terdapat di permukaan tanaman. 4.9 Uji terhadap Data Hasil Uji hubungan (relantionship) antara variabel-variabel dengan korelasi Pearson Product Moment untuk mengamati kekuatan hubungan linier antara variabel. Hipototesis yang digunakan H o :ρ = 0, H o : ρ 0 dimana ρ merupakan

52 parameter korelasi antara variabel data. Pada α = 0,01 korelasi r = 1.00 untuk korelasi radionuklida Cs-137 yang terdistribusi di udara, dan di darat (di vegetasi atau di tanah) dengan kesimpulan bahwa semua data ada hubungan linier yang signifikan antara jumlah radionuklida yang ada di udara, di darat (di tanah dan di vegetasi). Begitu juga antar variabel I-131 menunjukkan kesimpulan serupa. Data hasil menunjukan bahwa densitas Cs-137 dan densitas I-131 akan berkurang dengan bertambahnya jarak dan waktu. Deposisi Total (pengaruh hujan dan angin) dan deposisi basah (pengaruh hujan), apabila dibandingkan dan mengamati hubungan keduanya dengan menguji statistik, maka dapat diperoleh hasil olahan berikut. Tabel 13 Uji statistik untuk deposisi radionuklida Cs-137 Correlations Total_Dep_Cs Wet_Dep_Cs Total_Dep_Cs Pearson Correlation 1 1,000 Sig. (2-tailed),,000 N Wet_Dep_Cs Pearson Correlation 1,000 1 Sig. (2-tailed),000, N * Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). ANOVA Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression , , ,957,000 Residual 23, ,140 Total , a Predictors: (Constant), Total_Dep_Cs b Dependent Variable: Wet_Dep_Cs Coefficients Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 2,348E-02,029,806,422 Total_Dep_Cs 1,136E-05,000 1, ,232,000 a Dependent Variable: Wet_Dep_Cs Dalam Tabel 26 deskripsi statistik diperoleh P-value lebih kecil dari α = 0,01 artinya ada hubungan linier keduanya. Hasil Analisis menunjukan R sequare sama dengan dapat menjelaskan seluruhnya varianse total deposisi dapat dijelaskan oleh perubahan deposisi basah. Analisis statistik menggunakan ANOVa mengiindikasikan F= untuk k=1 n-k-1=167 dan P- value Uji F menguji serempak H 0 ß1=ß2=ß3=ßk=0, karena hanya ada ß1, jadi uji ho ß1=0 terhadap H i ß1 tdk nol. P-value artinya menolak H 0, sehingga ß1 tdk sama nol. Y= 2.348E E-05x. Persamaan garis tot_dep_cs = x. Oleh karena P-value untuk konstanta lebih 0.05 menerima

53 ß1=0. sehingga persamannaya menjadi : Wet_deposisi Cs, x= tot_dep_cs Tabel 14 Uji statistik untuk deposisi radionuklida I-131 Correlations Y= 1.136E-05x Total_Dep_I Wet_Dep_I Total_Dep_I Pearson Correlation Sig. (2-tailed)..000 N Wet_Dep_I Pearson Correlation Sig. (2-tailed).000. N ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). ANOVA Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression Residual Total a Predictors: (Constant), Total_Dep_I b Dependent Variable: Wet_Dep_I Coefficients Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Beta Model B Std. Error 1 (Constant) Total_Dep_I 1.136E a Dependent Variable: Wet_Dep_I t.000 Sig. Dalam Tabel 27 deskripsi statistik diperoleh P-value lebih kecil dari α = 0.01 artinya ada hubungan linier keduanya. Dengan R sequare 1 dapat menjelaskan seluruh varianse total deposisi dapat dijelaskan oleh perubahan deposisi basah. ANOVa mengiindikasikan secara statistik dengan F= untuk k=1 n-k-1=167 dan P-value Uji F menguji serempak H 0 ß1=ß2=ß3=ßk=0, karena hanya ada ß1, jadi uji ho ß1=0 terhadap H i ß1 tdk nol. P-value artinya menolak H o, sehingga ß1 tdk sama dengan nol. Sedang konstanta memberi nilai P-Value lebih besar dari α = 0.01 artinya menerima H 0 ß1=ß2=ß3=ßk=0. Oleh karena itu persamaannya adalah: Deposisi basah, I-131. (Y) = E-05x x = tot_dep_i, menjadi Y = 1.136E-05x Uji wilcoxon untuk uji t-dua sampel berpasangan, untuk data tidak terdistribusi normal. Dilakukan uji peringkat bertanda Wilcoxon dengan data Tabel 28 yang menguji H o : η 1 = η 2 memberi nilai z = Dengan menguji two-tailed test diperoleh p-value memberi nilai lebih kecil dari 0.05; sehingga menjadi bukti kuat menolak H o atau menolak bahwa deposit

54 radionuklida di tanah sama dengan deposit pada tumbuhan. Oleh karena itu densitas radionuklida di permukaan tanah akan berbeda dengan jumlah densitas radinuklida pada tanaman. Tabel 15 Uji statistik terhadap sisa radionuklida di vegetasi dan di tanah Test Statistics Deposit_Veg_Cs Deposit_Tanah_Cs-137 Deposit_Veg_I Deposit Tanah_I-131 Z -11,275-11,275 Asymp. Sig. (2-tailed),000,000 a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test Deposit_Veg_Cs Deposit_Tanah_Cs-137 Deposit_Veg_I Deposit Tanah_I-131 Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Negative Ranks 0,00,00 Positive Ranks , ,00 Ties 0 Total 169 Negative Ranks 0,00,00 Positive Ranks , ,00 Ties 0 Total 169 a Deposit_Veg_Cs-137 < Deposit_Tanah_Cs-137 b Deposit_Veg_Cs-137 > Deposit_Tanah_Cs-137 c Deposit_Tanah_Cs-137 = Deposit_Veg_Cs-137 d Deposit_Veg_I-131 < Deposit Tanah_I-131 e Deposit_Veg_I-131 > Deposit Tanah_I-131 f Deposit Tanah_I-131 = Deposit_Veg_I-131 Uji hubungan radionuklida Cs-137 dan I-131 akibat deposisi basah terhadap total radionuklida yang terdeposisi ke darat menghasilkan persamaan Wet_deposisi Cs-137, Y (densitas hasil deposisi basah Cs-137) dengan Y= 1.136E-05x dengan x= tot_dep_cs (total deposisi Cs-137) dan Wet_deposisi I- 131, Y (densitas hasil deposisi basah I-131) dengan persamaan Y= 1.136E-05x dengan x= tot_dep_i (total deposisi I-131) menginformasikan bahwa deposisi radionuklida di wilayah studi karena sebab pengaruh hujan dengan koefisien rendah (1.136E-05) terhadap densitas dari total deposisi, hal ini disebabkan wilayah studi termasuk kategori wilayah dengan jumlah curah hujan rendah. Hasil uji terhadap data hasil perhitungan untuk melihat profil pengaruh deposisi hujan dibandingkan dengan data hasil serapan tanah dan akar terhadap aktivitas radionuklida yang ada dipermukaan tanah disajikan dalam Gambar 35. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh air hujan terhadap cemaran radionukllida memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding pengaruh tanah dan akar terhadap

55 densitas total radionuklida, sehingga air memiliki peran besar dalam pengurangan densitas radionuklida dibanding tanah dan akar. 1,20E+08 1,00E+08 Jumlah I-131 (Bq/m2) 8,00E+07 6,00E+07 4,00E+07 2,00E+07 I_131 (Hujan) I_131 (Tanah) I_131 (Akar) 0,00E ,00E+07 Hari setelah Kejadian Gambar 9 Profil pengaruh hujan, tanah, akar, terhadap densitas I-131 permukaan tanah jarak 5 km arah selatan 4.10 Pemilihan Metoda, Pengujian dan Pemodelan Pengolahan data dalam pemilihan metode terbaik dengan AcrGis 9.3 menggunakan 3 pilihan metoda : (1) Inverse Distance Weighting (IDW) Geostatistik; (2) Kriging Geostatistik dan (3) Radial Basis Function Geostatistik. Hasil terbaik metode adalah dengan menggunakan Metoda Radial Basis Function Geostatistik. Validasi data hasil spasial radionuklida terukur dengan data perkiraan menghasilkan garis linier, dengan data error tersebar, sehingga pemodelan dengan radial bais function lebih baik dari metoda kriging dan IDW. Model distribusi gaussian dipergunakan dalam menghitung dispersi radionuklida dalam waktu yang lama di atmosfir, model ini telah diterima secara luas dalam kaitannya dengan radiologi. (IAEA 1980). Model ini dapat mewakili distribusi pelepasan radionuklida dalam jangka pendek dalam hari maupun jangka panjang pada jarak beberapa kilometres dari sumber radiasi (Heinemann 1980). Penyederhanaan dalam cara perhitungan radionuklida adalah dengan mengasumsikan bahwa konsentrasi radionuklida berada dalam titik tertentu yang berada di udara yang dirumuskan dalam IAEA (2001).

56 Ekplorasi dan Pengujian Penggunaan Metoda Inverse Distance Weighting (IDW) Out put model dari data input konsentrasi aktivitas radionuklida dengan menggunakan dari metoda IDW dapat dilihat pada Gambar 36 berikut Gambar 10 Hasil model dengan metoda IDW dan pengujian data observasi dengan data perkiraan. Hasil data yang terukur dengan data yang diperkirakan oleh model memiliki banyak titik yang tidak melalui garis linier, dan jika diamati dari data pengukuran dan data error, data error jauh dari rata-rata median, sehingga pemodelan dengan IDW tidak menghasilkan model terbaik. Penggunaan Metoda Kriging Geostatistik Out put model dari data input konsentrasi aktivitas radionuklida dengan menggunakan dari metoda krigging dapat dilihat pada Gambar 37 berikut.

57 Gambar 11 Hasil model metoda krigging dan pengujian data observasi dengan data perkiraan. Hasil data yang terukur dengan data yang diperkirakan oleh model memiliki banyak titik yang melalui garis linier, dan masih berkarakter baik, garis data observasi dan data perkiraan memiliki linieritas yang cukup tinggi, tetapi jika diamati dari sebaran data pengukuran dan data error, data error jauh dari rataratanya, sehingga pemodelan dengan kriging tidak menghasilkan pemodelan spasial yang terbaik. Penggunaan Metoda Radial Basis Function (RBF) Hasil plot data terukur dan data hasil dalam Gambar 38 memiliki banyak titik melalui garis linier, dan jika diamati dari sebaran data error, relatif baik dibandingkan dengan metoda krigging dan IDW, sehingga pemodelan dengan radial basis function dapat dipertimbangkan lebih baik dari metoda lain. Selain

58 itu metoda RBF memiliki kelebihan dalam meramalkan data tak terukur di atas atau bawah range data; hal ini yang tidak dapat dilakukan oleh kriging. Gambar 12 Hasil model metoda RBF dan pengujian data observasi dengan data perkiraan Validasi Metoda RBF yang dibuat Model yang dihasilkan diuji dengan memasukan data terukur dibandingkan dengan data yang dihasilkan oleh model seperti Tabel 29. Pembuatan plot hasil perkiraan dan data maka diperoleh garis yang memiliki linieritas yang cukup baik. Error terhadap data memiliki sebaran di antara mediannya, seperti dalam grafik pada Gambar 39.

59 Tabel 16 Nilai terukur dan nilai perkiraan serta error yang dihasilkan NO JARAK CS-137_7D Predicted Error Gambar 13 Validasi terhadap model RBF Grafik pada Gambar 39 di atas menguatkan pendapat bahwa nilai-nilai perkiraan dari data akan mendekati nilai observasi Hasil Model Distribusi Spasial Radionuklida Wilayah Distribusi Radionuklida Wilayah studi dampak cemaran kecelakaan PLTN ULA meliputi kabupaten Jepara, dengan sebagian kecil wilayah kabupaten Demak, Kudus dan Pati. Terdiri dari: 1) Kecamatan Bangsri/Kembang Jepara, 2) Kecamatan batealit Jepara, 3) Kecamatan Cluwak/Trangkil Pati, 4) Kecamatan Dawe Kudus, 5)

60 Kecamatan Dukuhseti Pati, 6) Kecamatan Gebog Kudus, 7) Kecamatan Gembong Pati, 8) Kecamatan Gunung Wungkal Pati, 9) Kecamatan Jekulo Kudus, 10) Kecamatan Jepara, 11) Kecamatan Kedung Jepara, 12) Kecamatan Keling Jepara, 13) Kecamatan Margorejo Pati, 14) Kecamatan Margoyoso Pati, 15) Kecamatan Mayong Jepara, 16) Kecamatan Mlonggo/Pakisadji Jepara, 17) Kecamatan Nalumsari Jepara, 18) Kecamatan Pecangan/Kalinyamatan Jepara, 19) Kecamatan Tahunan Jepara, 20) Kecamatan Tayu Pati, 21) Kecamatan Tlogowungo Pati, dan 22) Kecamatan Trangkil Pati. Wilayah studi meliputi luasan wilayah dengan radius 35 km dari titik sumber yang meliputi wilayah laut ,5310 m 2 sebelah utara dan wilayah darat ,3970 m 2 sebelah selatan di dalamnya terdapat 260 wilayah desa, dan memberi informasi bahwa luasan wilayah studi di sekitar pusat koordinat PLTN yang akan terkena dampak cemaran lebih banyak akan diterima oleh wilayah lautan. Wilayah darat yang merupakan wilayah-wilayah yang akan terkena dampak cemaran dengan koordinat-koordinat hasil dari digitasi dan pengolahan data meliputi 260 wilayah desa dengan kode wilayah W001 sampai dengan W260. Geografis dan Administrasi Wilayah Studi Kejadian kecelakaan nuklir yang parah diasumsikan terjadi di wilayah studi dengan pusat sumber cemaran pada lokasi PLTN Ujung Lemah Abang Muria. Geografis titik sumber berada di Ujung Lemahabang, Wilayah Balong, Semenanjung Muria kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang terletak pada koordinat 60 25' 40'' lintang selatan (Latitude) dan '20'' bujur timur (Longitude). Sebelah utara titik pusat sumber terdiri dari wilayah laut, dan sebelah selatan titik sumber merupakan wilayah darat. Wilayah studi dampak cemaran titik sumber PLTN meliputi kabupaten Jepara, dengan sebagian kecil wilayah kabupaten Demak, Kudus dan Kabupaten Pati. Terdiri dari: 1) Kecamatan Bangsri/Kembang Jepara, 2) Kecamatan batealit Jepara, 3) Kecamatan Cluwak/Trangkil Pati, 4) Kecamatan Dawe Kudus, 5) Kecamatan Dukuhseti Pati, 6) Kecamatan Gebog Kudus, 7) Kecamatan Gembong Pati, 8) Kecamatan Gunung Wungkal Pati, 9) Kecamatan Jekulo Kudus, 10)

61 Kecamatan Jepara, 11) Kecamatan Kedung Jepara, 12) Kecamatan Keling Jepara, 13) Kecamatan Margorejo Pati, 14) Kecamatan Margoyoso Pati, 15) Kecamatan Mayong Jepara, 16) Kecamatan Mlonggo/Pakisadji Jepara, 17) Kecamatan Nalumsari Jepara, 18) Kecamatan Pecangan/Kalinyamatan Jepara, 19) Kecamatan Tahunan Jepara, 20) Kecamatan Tayu Pati, 21) Kecamatan Tlogowungo Pati, dan 22) Kecamatan Trangkil Pati. Wilayah studi meliputi luasan wilayah dengan radius 35 km dari titik sumber yang meliputi wilayah laut sebelah utara dan wilayah darat sebelah selatan dengam 22 kecamatan di dalamnnya terdapat 260 wilayah. Luasan wilayah studi hasil perhitungan luasan melalui digitasi peta diperoleh seperti dalam Tabel 30. Tabel 17 Hasil pengolahan data luasan wilayah studi Wilayah Jumlah wilayah Luasan dalam m 2 Daratan 260 wilayah Wilayah ,3970 Laut 13 luasan arah mata angin ,5310 Tabel 30 di atas menunjukkan bahwa luasan wilayah di sekitar pusat koordinat PLTN titik acuan pusat cemaran, bagian terbesar yang akan terkena dampak cemaran adalah wilayah lautan. Luas lautan dari radius 35 km PLTN hampir 2 kali lebih besar dari luas daratan, sehingga dampak lingkungan dari pembangunan PLTN mayoritas terarah pada lingkungan air laut. Wilayah darat yang merupakan wilayah-wilayah yang akan terkena dampak cemaran hasil dari pengolahan data digitasi peta berada pada koordinat-koordinat seperti disajikan dalam Tabel 31. Tabel 18 Hasil pengolahan data wilayah studi: kode wilayah, koordinat x dan y, luas wilayah, nama kecamatan dan kabupaten No KODE WILAYAH X_EASTING Koordinat Y_NORTHING Koordinat LUAS_WIL (m 2 ) KECAMATAN KABUPATEN 1 W , , ,356 Dukuhseti PATI W , , ,678 Pecangan Jepara 3 W , , ,680 Gembong PATI 4 W , , ,809 Dukuhseti PATI 5 W , , ,668 Bangsri Jepara 6 W , , ,623 Gunung Wungkal PATI 7 W , , ,703 Mayong Jepara 8 W , , ,482 Keling Jepara 9 W , , ,402 Bangsri Jepara

62 Lanjutan Tabel 31 Hasil pengolahan data wilayah studi: kode wilayah, koordinat x dan y, luas wilayah, nama kecamatan dan kabupaten No KODE WILAYAH X_EASTING Koordinat Y_NORTHING Koordinat LUAS_WIL (m 2 ) KECAMATAN KABUPATEN 10 W , , ,435 Bangsri/Kembang Jepara 11 W , , ,746 Batealit Jepara 12 W , , ,728 Keling Jepara 13 W , , ,840 Pecangan Jepara 14 W , , ,934 Dukuhseti PATI 15 W , , ,490 Nalumsari Jepara 16 W , , ,899 Batealit Jepara 17 W , , ,134 Batealit Jepara 18 W , , ,366 Nalumsari Jepara 19 W , , ,774 Tayu PATI 20 W , , ,394 Batealit Jepara 21 W , , ,828 Cluwak/Trangkil PATI 22 W , , ,245 Keling Jepara 23 W , , ,584 Bangsri/Kembang Jepara 24 W , , ,407 Bangsri/Kembang Jepara 25 W , , ,561 Kedung Jepara 26 W , , ,591 Kedung Jepara 27 W , , ,071 Tayu PATI W , , ,323 Tayu PATI 28 W , , ,224 Keling Jepara 29 W , , ,163 Mayong Jepara 30 W , , ,990 Tlogowungu PATI 31 W , , ,093 Dawe KUDUS 32 W , , ,655 Bangsri/Kembang Jepara 33 W , , ,703 Keling Jepara 34 W , , ,019 Dawe KUDUS 35 W , , ,423 Dawe KUDUS 36 W , , ,719 Pecangan Jepara 37 W , , ,991 Keling Jepara 38 W , , ,193 Nalumsari Jepara 39 W , , ,400 Mayong Jepara 40 W , , ,900 Tahunan Jepara 41 W , , ,218 Bangsri/Kembang Jepara 42 W , , ,060 Kedung Jepara 43 W , , ,328 Tayu PATI 44 W , , ,861 Jepara Jepara 45 W , , ,500 Jepara Jepara 46 W , , ,553 Jepara Jepara 47 W , , ,141 Jepara Jepara 48 W , , ,893 Jepara Jepara 49 W , , ,734 Bangsri/Kembang Jepara 50 W , , ,871 Dukuhseti PATI 51 W , , ,181 Dawe KUDUS 52 W , , ,114 Dukuhseti PATI 53 W , , ,197 G.Wungkal PATI

63 Lanjutan Tabel 31 Hasil pengolahan data wilayah studi: kode wilayah, koordinat x dan y, luas wilayah, nama kecamatan dan kabupaten No KODE WILAYAH X_EASTING Koordinat Y_NORTHING Koordinat LUAS_WIL (m 2 ) KECAMATAN 54 W , , ,555 Gunung Wungkal PATI 55 W , , ,475 Keling Jepara 56 W , , ,614 Gembong PATI 57 W , , ,818 Nalumsari Jepara 58 W , , ,756 Nalumsari Jepara 59 W , , ,061 Pecangan Jepara 60 W , , ,564 Batealit Jepara 61 W , , ,281 Cluwak/Trangkil PATI 62 W , , ,264 Cluwak/Trangkil PATI 63 W , , ,089 Gunung Wungkal PATI KABUPATEN 64 W , , ,273 Dawe KUDUS 65 W , , ,019 Gebog KUDUS 66 W , , ,152 Dukuhseti PATI 67 W , , ,970 Gunung Wungkal PATI 68 W , , ,049 Tlogowungu PATI 69 W , , ,572 G. Wungkal PATI 70 W , , ,217 Bangsri/Kembang Jepara 71 W , , ,553 Mlonggo/Pakisadji Jepara 72 W , , ,024 Mlonggo/Pakisadji Jepara 73 W , , ,044 Dawe KUDUS 74 W , , ,606 Nalumsari Jepara 75 W , , ,552 Mayong Jepara 76 W , , ,202 Gunung Wungkal PATI 77 W , , ,307 Tayu PATI 78 W , , ,255 Tayu PATI 79 W , , ,044 Bangsri/Kembang Jepara 80 W , , ,546 Bangsri/Kembang Jepara 81 W , , ,547 Keling Jepara 82 W , , ,345 Kedung Jepara 83 W , , ,044 Gunung Wungkal PATI 84 W , , ,114 Keling Jepara 85 W , , ,927 Gunung Wungkal PATI 86 W , , ,193 Gebog KUDUS 87 W , , ,838 Jepara Jepara 88 W , , ,485 Jepara Jepara 89 W , , ,580 Dawe KUDUS 90 W , , ,532 Bangsri/Kembang Jepara 91 W , , ,522 Kedung Jepara 92 W , , ,718 Keling Jepara 93 W , , ,446 Tayu PATI 94 W , , ,281 Pecangan Jepara

64 Lanjutan Tabel 31 Hasil pengolahan data wilayah studi: kode wilayah, koordinat x dan y, luas wilayah, nama kecamatan dan kabupaten No KODE WILAYAH X_EASTING Koordinat Y_NORTHING Koordinat LUAS_WIL (m 2 ) KECAMATAN 95 W , , ,449 Bangsri/Kembang Jepara KABUPATEN 96 W , , ,042 Dawe KUDUS 97 W , , ,980 Kedung Jepara 98 W , , ,124 Mlonggo/Pakisadji Jepara 99 W , , ,165 Nalumsari Jepara 100 W , , ,645 Pecangan Jepara 101 W , , ,129 Cluwak/Trangkil PATI 102 W , , ,771 Mlonggo/Pakisadji Jepara 103 W , , ,476 Tayu PATI 104 W , , ,578 Tahunan Jepara 105 W , , ,019 Bangsri/Kembang Jepara 106 W , , ,582 Tayu PATI 107 W , , ,284 Tayu PATI 108 W , , ,290 Jepara Jepara 109 W , , ,849 Jepara Jepara 110 W , , ,734 Jepara Jepara 111 W , , ,330 Jepara Jepara 112 W , , ,899 Jepara Jepara 113 W , , ,984 Jepara Jepara 114 W , , ,590 Jepara Jepara 115 W , , ,144 Jepara Jepara 116 W , , ,077 Jepara Jepara 117 W , , ,615 Jepara Jepara 118 W , , ,212 Keling Jepara 119 W , , ,536 Keling Jepara 120 W , , ,288 Dukuhseti PATI 121 W , , ,004 Bangsri/Kembang Jepara 122 W , , ,078 Kedung Jepara 123 W , , ,335 Gembong PATI 124 W , , ,412 Dukuhseti PATI 125 W , , ,079 Gembong PATI 126 W , , ,606 Keling Jepara 127 W , , ,115 Tlogowungu PATI 128 W , , ,319 Tahunan Jepara 129 W , , ,550 Pecangan Jepara 130 W , , ,417 Pecangan Jepara 131 W , , ,458 Keling Jepara 132 W , , ,115 Dawe KUDUS 133 W , , ,289 Tlogowungu PATI 134 W , , ,111 Tahunan Jepara 135 W , , ,655 Dawe KUDUS 136 W , , ,919 Mlonggo/Pakisadji Jepara 137 W , , ,548 Tayu PATI 138 W , , ,760 Mlonggo/Pakisadji Jepara 139 W , , ,426 Tahunan Jepara

65 Lanjutan Tabel 31 Hasil pengolahan data wilayah studi: kode wilayah, koordinat x dan y, luas wilayah, nama kecamatan, jarak dari sumber PLTN dan luas wilayah No KODE WILAYAH X_EASTING Koordinat Y_NORTHING Koordinat LUAS_WIL (m 2 ) KECAMATAN KABUPATEN 140 W , , ,129 Tayu PATI 141 W , , ,004 Margoyoso PATI 142 W , , ,001 Pecangan Jepara 143 W , , ,450 Mayong Jepara 144 W , , ,607 Cluwak/Trangkil PATI 145 W , , ,614 Gebog KUDUS 146 W , , ,888 Kedung Jepara 147 W , , ,724 Batealit Jepara 148 W , , ,945 Batealit Jepara 149 W , , ,809 Cluwak/Trangkil PATI 150 W , , ,218 Mlonggo/Pakisadji Jepara 151 W , , ,273 Nalumsari Jepara 152 W , , ,446 Nalumsari Jepara 153 W , , ,873 Cluwak/Trangkil PATI 154 W , , ,243 Tahunan Jepara 155 W , , ,905 Dukuhseti PATI 156 W , , ,334 Margoyoso PATI 157 W , , ,823 Mayong Jepara 158 W , , ,416 Batealit Jepara 159 W , , ,015 Cluwak/Trangkil PATI 160 W , , ,519 Pecangan Jepara 161 W , , ,070 Nalumsari Jepara W , , ,251 Nalumsari Jepara 162 W , , ,901 Tayu PATI 163 W , , ,997 Mayong Jepara 164 W , , ,255 Kedung Jepara 165 W , , ,586 Bangsri/Kembang Jepara 166 W , , ,857 Cluwak/Trangkil PATI 167 W , , ,140 Pecangan Jepara 168 W , , ,600 Pecangan Jepara 169 W , , ,786 Batealit Jepara 170 W , , ,699 Mayong Jepara 171 W , , ,044 Bangsri/Kembang Jepara 172 W , , ,936 G. Wungkal PATI 173 W , , ,343 G. Wungkal PATI 174 W , , ,428 Tahunan Jepara 175 W , , ,970 Dawe KUDUS 176 W , , ,294 Mlonggo/Pakisadji Jepara 177 W , , ,051 Cluwak/Trangkil PATI 178 W , , ,832 Tahunan Jepara 179 W , , ,708 Gembong PATI 180 W , , ,889 Gembong PATI 181 W , , ,787 Pecangan Jepara 182 W , , ,193 Tayu PATI

66 Lanjutan Tabel 31 Hasil pengolahan data wilayah studi: kode wilayah, koordinat x dan y, luas wilayah, nama kecamatan, jarak dari sumber PLTN dan luas wilayah No KODE WILAYAH X_EASTING Koordinat Y_NORTHING Koordinat LUAS_WIL (m 2 ) KECAMATAN KABUPATEN 183 W , , ,071 Mayong Jepara 184 W , , ,156 Pecangan Jepara 185 W , , ,644 Dukuhseti PATI 186 W , , ,637 Tayu PATI 187 W , , ,784 Margoyoso PATI 188 W , , ,105 Pecangan Jepara 189 W , , ,012 Tayu PATI 190 W , , ,531 Margoyoso PATI 191 W , , ,287 Dawe KUDUS 192 W , , ,066 Batealit Jepara 193 W , , ,750 Gebog KUDUS 194 W , , ,158 Mayong Jepara 195 W , , ,234 Kedung Jepara 196 W , , ,068 Pecangan Jepara 197 W , , ,641 Pecangan Jepara 198 W , , ,317 Dawe KUDUS 199 W , , ,498 G. Wungkal PATI 200 W , , ,981 Mlonggo/Pakisadji Jepara W , , ,689 Mlonggo/Pakisadji Jepara 201 W , , ,297 Margoyoso PATI 202 W , , ,578 Tahunan Jepara 203 W , , ,121 Pecangan Jepara 204 W , , ,551 Tahunan Jepara 205 W , , ,099 Mayong Jepara 206 W , , ,916 Cluwak/Trangkil PATI 207 W , , ,959 G. Wungkal PATI 208 W , , ,134 Mlonggo/Pakisadji Jepara 209 W , , ,224 Tayu PATI 210 W , , ,576 Mayong Jepara 211 W , , ,273 Cluwak/Trangkil PATI 212 W , , ,870 Gembong PATI 213 W , , ,091 Mlonggo/Pakisadji Jepara 214 W , , ,861 Mlonggo/Pakisadji Jepara 215 W , , ,531 Mlonggo/Pakisadji Jepara 216 W , , ,884 Dawe KUDUS 217 W , , ,081 Batealit Jepara 218 W , , ,308 Margoyoso PATI 219 W , , ,797 Kedung Jepara 220 W , , ,906 Kedung Jepara 221 W , , ,951 Bangsri/Kembang Jepara 222 W , , ,412 Mlonggo/Pakisadji Jepara 223 W , , ,875 Tahunan Jepara W , , ,005 Kedung Jepara 224 W , , ,924 Bangsri/Kembang Jepara 225 W , , ,569 Mlonggo/Pakisadji Jepara

67 Lanjutan Tabel 31 Hasil pengolahan data wilayah studi: kode wilayah, koordinat x dan y, luas wilayah, nama kecamatan, jarak dari sumber PLTN dan luas wilayah No KODE WILAYAH X_EASTING Koordinat Y_NORTHING Koordinat LUAS_WIL (m 2 ) KECAMATAN KABUPATEN 226 W , , ,836 Mlonggo/Pakisadji Jepara 227 W , , ,228 Tlogowungu PATI 228 W , , ,131 Gunung Wungkal PATI 229 W , , ,252 Cluwak/Trangkil PATI 230 W , , ,740 Kedung Jepara 231 W , , ,058 Tlogowungu PATI 232 W , , ,756 Tahunan Jepara 233 W , , ,225 Kedung Jepara 234 W , , ,114 Mlonggo/Pakisadji Jepara 235 W , , ,960 Jekulo KUDUS 236 W , , ,322 Tlogowungu PATI 237 W , , ,828 Tayu PATI 238 W , , ,530 Kedung Jepara 239 W , , ,172 Margoyoso PATI 240 W , , ,156 Trangkil PATI 241 W , , ,390 Dukuhseti PATI 242 W , , ,830 Tahunan Jepara 243 W , , ,148 Tahunan Jepara 244 W , , ,345 Keling Jepara 245 W , , ,878 Tayu PATI 246 W , , ,417 Bangsri/Kembang Jepara 247 W , , ,843 Dawe KUDUS 248 W , , ,718 Dawe KUDUS 249 W , , ,652 Nalumsari Jepara 250 W , , ,138 Pecangan Jepara 251 W , , ,187 Bangsri/Kembang Jepara 252 W , , ,828 Keling Jepara 253 W , , ,396 Keling Jepara 254 W , , ,875 Tayu PATI 255 W , , ,164 Keling Jepara 256 W , , ,063 Kedung Jepara 257 W , , ,936 Keling Jepara 258 W , , ,619 Margoyoso PATI 259 W , , ,099 Bangsri/Kembang Jepara 260 W , , ,991 Dukuhseti PATI Wilayah Studi dapat disajikan seperti dalam Gambar 40 sebagai peta wilayah yang termasuk wilayah studi pada radius 35 km.

68 Gambar 14 Peta wilayah studi hasil digitasi

69 Model Spasial Radionuklida di Wilayah Studi Model distribusi spasial radionuklida dalam suatu peta memerlukan inputinput data yang berkenaan dengan konsetrasi masing-masing radionuklida inventory terhadap waktu setelah kejadian dan terhadap distribusi arah angin. Konsentrasi cemaran radionuklida di udara dan di darat terhadap waktu setelah kejadian ditampilan pada Tabel 24 pada halaman serta Tabel 25 pada halaman dan, untuk radionuklida Cs-137 dan I-131 dalam inventory reaktor dengan memperhatikan waktu paruh radionuklida. Densitas radionuklida untuk ke arah 16 mata angin perlu diinput sebagai data awal pembuatan peta spasial. Rujukan di dalam melakukan hal tersebut adalah kecelakaan reaktor PWR di TMI-2 yang menghancurkan teras reaktor dan cemaran tersebar ke lingkungan. Fakta dari kecelakaan tersebut adalah tersebarnya cemaran I-131 dan gas mulia yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemodelan kecelakaan dititik beratkan pada pengamatan konsentrasi I-131 pada wilayah studi, mengingat reaktor yang akan dibangun pada PLTN Muria adalah jenis PWR dengan prinsif dasar yang serupa dengan reaktor yang dimiliki oleh PLTN Three Mile Islan (TMI-2) di Amerika Serikat. Hasil model distribusi spasial radionuklida di wilayah studi dipetakan tergantung waktu setelah kejadian, mengingat distribusi cemaran radionuklida sangat berbantung pada parameter atmosfir dan jenis-jenis radionuklida. Masingmasing jenis nuklida ditentukan konsentrasi pada 16 arah mata angin selanjutnya di buat dalam peta spasial baik statis ataupun dinamis melalui bantuan program Arcview 3.3. dan ArGis 9.3. Penelitian pemodelaan distribusi radionuklida di wilayah studi ini dilakukan dengan memberikan kriteria pen-zona-an seperti dijelaskan pada Tabel 13 halaman 94 yang bersumber dari ARPNSA (2000), ICRP (1990), BAPETEN (2003) dan IAEA (1997) dengan kriteria yaitu : a. Zona yang relatif Aman (A) dengan densitas radiasi 0 18,5 kbq/m 3. b. UPZ-2 atau Urgent Protective Action Planning Zone lingkar 2 yaitu wilayah di sekitar PLTN yang disiapkan dan sesegera akan ditetapkan tindakan penanggulangan berdasarkan hasil pemantauan lingkungan, dan dalam kaitannya dengan penelitian ini memiliki keterangan zona batas

70 relokasi karena bila terpapar radiasi dengan waktu yang lama akan terganggu kesehatan lingkungannya, batasan densitasnya adalah 18,5 129 kbq/m 3 c. UPZ-1 atau Urgent Protective Action Planning Zone lingkar 1 yaitu wilayah di sekitar PLTN yang disiapkan dan sesegera akan ditetapkan tindakan penanggulangan berdasarkan hasil pemantauan lingkungan, dan dalam kaitannya dengan penelitian ini memilik keterangan zona relokasi sesegera mungkin, karena bila berada dalam zona tersebut berbula-bulan terus menerus dapat menyebabkan sakit pada batasan densitas kbq/m 3 d. PAZ-2 atau Precautionary Action Zone (PAZ) lingkar 2 yaitu wilayah di sekitar PLTN dimana tindakan penanggulangan direncanakan dan ditetapkan sesegera mungkin setelah pernyataan terjadinya kecelakaan, dan dalam kaitannya dengan penelitian ini memilik keterangan zona yang memiliki densitas radionuklida kbq/m 3 yang apabila berada pada zona tersebut dalam hitungan bulan dapat menyebabkan sakit parah. PAZ-1 Precautionary Action Zone (PAZ) lingkar 1 yaitu wilayah di sekitar PLTN dimana tindakan penanggulangan direncanakan dan ditetapkan sesegera mungkin setelah pernyataan terjadinya kecelakaan, dan dalam kaitannya dengan penelitian ini memilik keterangan berada dalam zona risiko tinggi dengan densitas > kbq/m 3 yang apabila berada pada zona tersebut terus menerus dalam hitungan minggu dapat mengakibatkan kematian Model Distribuasi Spasial Cs-137 pada 7 hari setelah kejadian di Udara Wilayah udara di wilayah-wilayah yang termasuk di dalam UPZ-2, UPZ- 1, PAZ-2 dari cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kejadian meliputi 7 wilayah wilayah yaitu: W001, W002, W003, W004, W005, W006 dan W007. Wilayah tersebut berada di dalam daerah radius 7,99 km dari pusat wilayah ke pusat kecelakaan PLTN. Oleh karena itu, material yang berada pada posisi wilayah udara ketujuh wilayah tersebut perlu direlokasikan jauh dari pusat kecelakaan untuk menghindari cemaran Cs-137.

71 Tabel 19 Wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di udara ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Jarak (km) Luas (Ha) % Luas 1 W001 Jepara Bangsri 2,47 294,45 16,92 3 W002 Jepara Bangsri 4,42 8,75 0,64 4 W003 Jepara Bangsri 5,61 483,93 81,86 2 W004 Jepara Keling 5,70 0,39 0,01 5 W005 Jepara Bangsri 6,60 534,70 32,83 6 W006 Jepara Bangsri 6,72 121,64 20,06 7 W007 Jepara Keling 7,99 95,24 8,50 Zona Darurat PAZ-2 UPZ-1 UPZ-2 PAZ-2 UPZ-2 UPZ-2 UPZ-2 Tujuh hari setelah terjadi kecelakaan maka wilayah udara wilayah-wilayah seperti Tabel 32 di atas dicemari radionuklida Cs-137, wilayah-wilayah tersebut perlu direlokasikan sesegera mungkin. Wilayah Udara W001 dengan pusat wilayah berjarak 2,47 km dari sumber akan tercemar 16,92 % luasan udaranya berada pada PAZ-2 atau termasuk ke dalam zona Precautionary Action Zone (PAZ) yaitu wilayah di sekitar PLTN dimana tindakan penanggulangan akan direncanakan dan ditetapkan sesegera mungkin setelah pernyataan terjadinya kecelakaan, dengan tujuan untuk mengurangi risiko dan dampak kesehatan deterministik dengan tindakan penanggulangan pada sumber kecelakaan. Wilayah W004 dengan jarak 5,7 km dari sumber dalam 7 hari setelah keajdian, cemaran Cs-137 menyebabkan sebagaian kecil (0,01%) berada dalam PAZ, sebagian besar yaitu 56% luasan udaranya diklasifikasikan pada UPZ-1 dan UPZ-2 atau termasuk dalam zona Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) yaitu wilayah di sekitar PLTN yang disiapkan dan sesegera akan ditetapkan tindakan penanggulangannya berdasarkan hasil pemantauan lingkungan. Demikian halnya dengan wilayah W002 dengan jarak 4,4 km dari sumber, menyebabkan 97% luasan udaranya berada dalam UPZ-2 atau Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ). Peta distribusi cemaran Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan dapat dilihat pada Gambar 41 berikut

72 Gambar 15 Peta model distribusi spasial Cs-137 setelah 7 hari kejadian (Wilayah udara) Model Distribusi Spasial I-131 pada 7 hari setelah kejadian di Udara Wilayah udara yang termasuk di dalam PAZ-1, PAZ-2, UPZ-2, UPZ-1, dari cemaran radionuklida I-131 dalam 7 hari kejadian meliputi 153 kode wilayah seperti dalam Tabel 33 berikut. Wilayah tersebut berada di dalam daerah radius 30,65 km dari pusat wilayah ke pusat kecelakaan PLTN. Oleh karena itu, wilayah udara 153 kode wilayah tersebut perlu direlokasikan jauh dari pusat kecelakaan untuk menghindari cemaran I-131.

73 Tabel 20 Wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di udara ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Ha % Luas Zona Kedaruratan 1 W001 Jepara Bangsri 2,47 593,88 34,130 PAZ-1 2 W004 Jepara Keling 5,70 110,82 3,281 PAZ-1 3 W002 Jepara Bangsri 4, ,17 98,167 PAZ-2 4 W003 Jepara Bangsri 5,61 483,93 81,862 PAZ-2 5 W005 Jepara Bangsri 6,60 534,7 32,829 PAZ-2 6 W006 Jepara Bangsri 6,72 121,64 20,058 PAZ-2 7 W007 Jepara Keling 7,99 95,24 8,501 PAZ-2 8 W008 Jepara Bangsri 8,14 346,43 69,086 UPZ-1 9 W009 Jepara Bangsri 8,61 375,69 36,696 UPZ-1 10 W010 Jepara Bangsri 8,74 383,01 36,337 UPZ-1 11 W011 Jepara Bangsri 9, ,834 UPZ-1 12 W013 Jepara Keling 9,60 52,11 8,652 UPZ-1 13 W014 Jepara Keling 9,70 5,26 0,698 UPZ-1 14 W012 Jepara Bangsri 9,56 394,24 100,000 UPZ-2 15 W015 Jepara Bangsri 11,06 996,06 100,000 UPZ-2 16 W016 Jepara Bangsri 11,15 645,3 100,000 UPZ-2 17 W017 Jepara Bangsri 11,44 796,78 100,000 UPZ-2 18 W018 Jepara Bangsri 11,64 545,18 100,000 UPZ-2 19 W019 Jepara Keling 11,77 454,39 100,000 UPZ-2 20 W020 Jepara Mlonggo 11, ,53 100,000 UPZ-2 21 W021 Jepara Keling 11,98 365,61 100,000 UPZ-2 22 W022 Jepara Keling 12, ,000 UPZ-2 23 W023 Jepara Keling 12, ,29 100,000 UPZ-2 24 W024 Jepara Mlonggo 12,70 443,86 100,000 UPZ-2 25 W026 Jepara Keling 12,73 845,79 100,000 UPZ-2 26 W027 Jepara Bangsri 13, ,4 100,000 UPZ-2 27 W028 Jepara Mlonggo 13,36 274,85 100,000 UPZ-2 28 W029 Jepara Bangsri 13,53 906,62 100,000 UPZ-2 29 W030 Jepara Mlonggo 13,63 371,58 100,000 UPZ-2 30 W031 Jepara Bangsri 13,79 664,51 100,000 UPZ-2 31 W032 Jepara Keling 14,27 476,33 100,000 UPZ-2 32 W025 Jepara Mlonggo 14,42 221,46 100,000 UPZ-2 33 W033 Jepara Keling 14,64 455,38 100,000 UPZ-2 34 W034 Jepara Mlonggo 14,93 662,01 100,000 UPZ-2 35 W035 Jepara Mlonggo 15,07 342,9 100,000 UPZ-2 36 W036 Jepara Bangsri 15, ,28 100,000 UPZ-2 37 W037 Jepara Bangsri 15,22 421,71 100,000 UPZ-2 38 W038 Jepara Keling 15,29 706,29 100,000 UPZ-2 39 W039 Jepara Mlonggo 15,52 625,35 100,000 UPZ-2 40 W040 Jepara Keling 15, ,34 100,000 UPZ-2 41 W041 Jepara Mlonggo 15,86 331,98 100,000 UPZ-2 42 W042 Jepara Keling 16, ,38 100,000 UPZ-2 43 W043 Jepara Mlonggo 16,23 128,03 100,000 UPZ-2 44 W044 Jepara Bangsri 16, ,37 100,000 UPZ-2 45 W045 Jepara Mlonggo 17, ,83 100,000 UPZ-2

74 Lanjutan Tabel 33 Wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di udara ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Ha % Luas Zona Kedaruratan 46 W046 Jepara Mlonggo 17,04 400,54 100,000 UPZ-2 47 W047 Jepara Mlonggo 17,14 643,38 100,000 UPZ-2 48 W048 Jepara Mlonggo 17,22 84,48 100,000 UPZ-2 49 W049 Jepara Mlonggo 17,28 827,06 100,000 UPZ-2 50 W050 Jepara Bangsri 17,31 832,38 100,000 UPZ-2 51 W051 Jepara Keling 17,51 960,54 100,000 UPZ-2 52 W052 PATI Cluwak 17,70 309,48 100,000 UPZ-2 53 W053 Jepara Bangsri 17, ,02 100,000 UPZ-2 54 W054 PATI Cluwak 17,79 875,97 100,000 UPZ-2 55 W055 Jepara Mlonggo 18,08 285,41 100,000 UPZ-2 56 W056 Jepara Keling 18, ,42 100,000 UPZ-2 57 W057 Jepara Keling 18, ,81 100,000 UPZ-2 58 W058 Jepara Mlonggo 18,28 231,44 100,000 UPZ-2 59 W059 Jepara Keling 18, ,52 100,000 UPZ-2 60 W060 Jepara Mlonggo 18, ,29 100,000 UPZ-2 61 W061 Jepara Jepara 18,88 141,57 100,000 UPZ-2 62 W049 Jepara Mlonggo 19,01 827,06 100,000 UPZ-2 63 W062 Jepara Jepara 19,12 283,65 100,000 UPZ-2 64 W133 Jepara Mlonggo 19,18 106,13 10,833 UPZ-2 65 W063 PATI Cluwak 19,46 383,88 100,000 UPZ-2 66 W064 PATI Cluwak 19,79 962,14 100,000 UPZ-2 67 W065 Jepara Jepara 20,07 296,12 100,000 UPZ-2 68 W066 PATI Cluwak 20,25 558,48 100,000 UPZ-2 69 W067 Jepara Jepara 20,30 629,28 100,000 UPZ-2 70 W090 Jepara Tahunan 20,57 304,43 100,000 UPZ-2 71 W068 PATI Cluwak 20,70 635,27 100,000 UPZ-2 72 W069 Jepara Jepara 20,92 422,23 100,000 UPZ-2 73 W070 Jepara Batealit 21, ,49 100,000 UPZ-2 74 W071 PATI Cluwak 21,22 503,06 100,000 UPZ-2 75 W072 Jepara Tahunan 21,38 882,82 100,000 UPZ-2 76 W073 Jepara Batealit 21,47 818,35 100,000 UPZ-2 77 W074 PATI Dukuhseti 21, ,54 100,000 UPZ-2 78 W076 PATI Cluwak 21,81 335,48 100,000 UPZ-2 79 W075 Jepara Batealit 21,81 488,74 100,000 UPZ-2 80 W077 PATI Dukuhseti 21, ,34 100,000 UPZ-2 81 W078 Jepara Jepara 21,84 118,79 100,000 UPZ-2 82 W079 Jepara Jepara 21,99 66,72 100,000 UPZ-2 83 W080 Jepara Jepara 22,18 80,14 100,000 UPZ-2 84 W081 PATI Cluwak 22,28 913,08 100,000 UPZ-2 85 W082 Jepara Keling 22, ,73 100,000 UPZ-2 86 W083 Jepara Jepara 22,45 123,07 100,000 UPZ-2 87 W084 Jepara Jepara 22,68 48,4 100,000 UPZ-2 88 W085 Jepara Jepara 22,72 63,55 100,000 UPZ-2 89 W086 PATI Cluwak 22,73 437,38 100,000 UPZ-2 90 W087 PATI Cluwak 22,89 321,7 100,000 UPZ-2 91 W088 Jepara Jepara 23,08 0 0,005 UPZ-2 92 W088 Jepara Jepara 23, ,000 UPZ-2 93 W089 Jepara Jepara 23,13 78,47 100,000 UPZ-2

75 Lanjutan Tabel 33 Wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di udara ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Ha % Luas Zona Kedaruratan 94 W090 Jepara Tahunan 23,15 304,43 100,000 UPZ-2 95 W091 PATI Dukuhseti 23, ,55 100,000 UPZ-2 96 W092 Jepara Batealit 23, ,07 100,000 UPZ-2 97 W093 Jepara Batealit 23,31 661,85 100,000 UPZ-2 98 W094 Jepara Batealit 23,32 327,7 100,000 UPZ-2 99 W095 Jepara Batealit 23,46 458,9 100,000 UPZ W096 Jepara Jepara 23,65 79,01 100,000 UPZ W097 Jepara Jepara 23,73 88,62 100,000 UPZ W098 PATI Gunung Wungkal 23, ,89 100,000 UPZ W099 Jepara Tahunan 24,18 311,64 100,000 UPZ W100 Jepara Tahunan 24,19 290,62 100,000 UPZ W101 PATI Gunung Wungkal 24,33 650,9 100,000 UPZ W102 PATI Cluwak 24,44 486,19 100,000 UPZ W103 PATI Cluwak 24,57 674,91 100,000 UPZ W104 Jepara Jepara 24,68 77,74 100,000 UPZ W105 Jepara Batealit 24,92 467,07 100,000 UPZ W106 PATI Dukuhseti 25, ,61 100,000 UPZ W107 PATI Gunung Wungkal 25,40 483,45 100,000 UPZ W108 Jepara Mayong 25,47 957,49 99,748 UPZ W109 Jepara Tahunan 25,57 215,1 100,000 UPZ W110 KUDUS Gebog 25, ,8 92,112 UPZ W111 Jepara Tahunan 25,63 190,67 100,000 UPZ W112 PATI Dukuhseti 25,64 854,33 89,699 UPZ W113 PATI Dukuhseti 25, ,02 92,826 UPZ W114 Jepara Tahunan 25,67 307,75 100,000 UPZ W115 Jepara Batealit 25,79 718,04 96,509 UPZ W116 PATI Gunung Wungkal 25,84 227,4 100,000 UPZ W117 Jepara Tahunan 25,84 176,84 100,000 UPZ W118 PATI Gunung Wungkal 25,87 696,83 100,000 UPZ W119 PATI Tayu 26,16 298,58 97,541 UPZ W120 Jepara Tahunan 26,16 719,82 83,938 UPZ W121 Jepara Mayong 26,39 737,87 60,255 UPZ W122 Jepara Tahunan 26,55 101,03 100,000 UPZ W123 Jepara Batealit 26,55 909,86 88,230 UPZ W124 PATI Gunung Wungkal 26,86 274,34 67,302 UPZ W125 PATI Gunung Wungkal 26,99 215,67 86,621 UPZ W126 Jepara Tahunan 27,12 155,76 82,869 UPZ W127 Jepara Kedung 27,15 263,89 62,906 UPZ W128 Jepara Tahunan 27,27 83,23 94,255 UPZ W129 PATI Gunung Wungkal 27,33 232,8 44,759 UPZ W130 PATI Dukuhseti 27,36 357,46 44,250 UPZ W131 Jepara Tahunan 27,40 87,19 61,855 UPZ W132 PATI Tlogowungu 27,46 558,72 56,027 UPZ W133 PATI Tayu 27,60 106,13 29,716 UPZ W134 PATI Gunung Wungkal 27,77 39,16 10,866 UPZ W136 PATI Dukuhseti 27,83 55,74 15,384 UPZ W138 Jepara Kedung 28,10 17,1 10,184 UPZ W139 Jepara Tahunan 28,17 28,76 16,601 UPZ-2

76 Lanjutan Tabel 33 Wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di udara ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Ha % Luas Zona Kedaruratan 142 W140 PATI Tayu 28,38 4,02 1,431 UPZ W142 Jepara Nalumsari 28,56 434,09 29,648 UPZ W141 PATI Dukuhseti 28,56 7,4 2,070 UPZ W145 KUDUS Dawe 28,61 62,49 11,739 UPZ W146 Jepara Pecangan 28,67 17,52 3,640 UPZ W148 PATI Gembong 28,94 589,99 31,170 UPZ W151 PATI Gunung Wungkal 29,06 9,31 2,697 UPZ W153 KUDUS Dawe 29,16 21,24 3,350 UPZ W157 Jepara Mayong 29,37 1,27 0,365 UPZ W164 KUDUS Gebog 29,85 68,29 8,007 UPZ W167 KUDUS Dawe 29,97 119,52 13,770 UPZ W174 PATI Gembong 30,65 127,43 10,722 UPZ-2 Peta distribusi cemaran I-131 setelah 7 hari kecelakaan dapat dilihat pada Gambar 42 berikut. Gambar 16 Peta model distribusi spasial I-131 setelah 7 hari kejadian (Wilayah udara)

77 Tabel 33 diatas menunjukkan bahwa setelah tujuh hari terjadi kecelakaan PLTN sebanyak 153 wilayah udara desa telah dicemari radionuklida I-153 dalam zona Precautionary Action Zone (PAZ) dan Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) pada radius 27,80 km di atas dicemari radionuklida I-131 sehingga materi yang berada di wilayah udara tersebut perlu direlokasikan karena berada dalam zona yang memiliki risiko tinggi penyebab sakit. Wilayah dalam tujuh hari setelah kejadian yang termasuk zona PAZ terletak pada 7 wilayah dalam radius 6.40 km yaitu desa W001 dengan 34,130% luasan udara wilayah desa tersebut, W004 dengan 3,281% luasan udaranya, W002 dengan 98,167% luasan udaranya, W003 dengan 81,862% luasan udara desa, W005 32,829%, W006 dengan 20,058% dan W007 dengan 8,501% luasan udara masing-masing desa. Persentase luasan wilayah udara desa tersebut adalah sasaran tindakan penanggulangan yang direncanakan dan ditetapkan sesegera mungkin setelah pernyataan terjadinya kecelakaan untuk mengurangi risiko dan dampak kesehatan deterministik dengan tindakan penanggulangan pada sumber kecelakaan. Sedangkan 146 wilayah lain berkategori UPZ-1 dan UPZ-2 yang merupakan wilayah yang segera akan ditetapkan sebagai wilayah yang perlu mendapat tindakan penanggulangan berdasarkan hasil pemantauan lingkungan. Perhitungan secara matematis untuk mengetahui densitas distribusi Cs-137 dan I-131 dapat digunakan persamaan 3 dengan memasukan parameter wilayah studi yang berperan dalam distribusi radionuklida di udara dengan asumsi bahwa kecelakaan dapat diatasi kurang dari 7 hari yang dihitung untuk masing-masing 16 arah mata angin ditampilkan dalam Tabel 24 halaman Data hasil menunjukkan bahwa densitas tertinggi di udara dicapai seteleh 7 hari kejadian kecelakaan, densitas tertinggi untuk ke arah selatan (salah satu dari 16 arah) di udara menunjukkan bahwa densitas I-131 tertinggi (2.130E+07 Bq/m 3 ) dicapai pada jarak 200 m dari sumber, dan densitas Cs-137 tertinggi (1.106E+06 Bq/m 3 ) dicapai pada jarak 1000 m dari sumber Hasil Model Distribusi Spasial Radionuklida di Darat Model distribusi spasial radionuklida dibuat dengan berkonsentrasi pada spasial wilayah darat dibandingkan dengan model distribusi spasial wilayah udara. Hal ini beralasan karena wilayah darat merupakan ekosistem dari berbagai

78 makhluk hidup baik manusia, hewan dan tumbuhan yang perlu dilindungi dari dampak cemaran radionuklida jika terjadi kecelakaan PLTN, sementara wilayah udara memiliki ekosistem yang relatif lebih rendah dari ekosistem wilayah darat. Densitas radionuklida yang tersisa di permukaan tanah non-vegetasi adalah densitas radionuklida hasil deposisi dari udara dikurangi serapan tanah; dan densitas radionuklida yang tersisa di permukaan tanah bervegetasi dapat disederhanakan menjadi jumlah densitas radionuklida yang jatuh dari udara dikurangi serapan tanah dan serapan akar vegetasi. Hasil perhitungan konsentrasi radionuklida di darat setelah 7 hari kecelakaan pada jarak 5 km mencapai 4,023 x 10 9 Bq/m 2 untuk I-131 dan 2,089 x 10 8 Bq/m 2 untuk Cs-137; pada jarak 200 m mencapai 7,743E+09 Bq/m 2 Cs-137 dan 1,49E+11 Bq/m 2 I-131 ke arah selatan Model Distribusi Spasial Radionuklida Cs-137 di Darat 7 hari setelah Kecelakaan Wilayah darat adalah wilayah yang terdiri dari permukaan tanah dan permukaan tanah bervegetasi. Hasil spasial di permukaan tanah dapat ditampilkan dalam peta Gambar berikut. Gambar 17 Peta model distribusi spasial Cs-137 yang ada di permukaan tanah 7 hari setelah kejadian.

79 Gambar 18 Peta model distribusi spasial Cs-137 yang ada dipermukaan tanah 1 bulan setelah kejadian Gambar 19 Peta model distribusi spasial Cs-137 yang ada dipermukaan tanah 2 bulan setelah kejadian

80 Gambar 20 Peta model distribusi spasial Cs-137 yang ada dipermukaan tanah 3 bulan setelah kejadian Hasil spasil distribusi radioniuklida di permukaan vegetasi di wilayah studi dapat ditampilkan dalam peta Gambar berikut. Gambar 21 Peta model distribusi spasial Cs-137 yang ada di vegetasi 7 hari setelah kejadian

81 Gambar 22 Peta model distribusi spasial Cs-137 yang ada di vegetasi 1 bulan setelah kejadian. Gambar 23 Peta model distribusi spasial Cs-137 di vegetasi 2 bulan setelah kejadian

82 Gambar 24 Peta model distribusi spasial Cs-137 di vegetasi 3 bulan setelah kejadian Radionuklida Cs-137 yang ada di wilayah darat hasil overlay apasial Cs- 137 di tanah dan vegetasi, yang termasuk dalam zona Precautionary Action Zone PAZ-1, PAZ-2 pada hari ke-7 hari setelah kejadian meliputi seluruh wilayah studi (260 wilayah desa), sehingga dalam radius 35 km dari pusat PLTN dalam 7 hari kejadian merupakan zona yang urgen tindakan penyelematan dan penanggulangan yang direncanakan dan ditetapkan sesegera mungkin setelah pernyataan terjadinya kecelakaan terhadap Cs-137. Radius 35 km ini merupakan zona yang memiliki risiko tinggi penyebab sakit parah bila berada pada zona tersebut secara terus menerus. Wilayah PAZ-1 setelah 7 hari kecelakaan terhadap Cs-137 adalah wilayah dalam radius 32,66 km. Oleh sebab itu, lingkungan yang dapat bergerak perlu direlokasikan untuk menghindari terjadinya risiko terkena radiasi dari cemaran radionuklida Cs-137 pada 260 wilayah tersebut. Peta distribusi cemaran Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan dapat dilihat pada Gambar 51 dan Tabel 34 berikut.

83 Gambar 25 Peta model distribusi spasial Cs-137 setelah 7 hari kejadian (Wilayah darat) Gambar 26 Peta model distribusi spasial Cs-137 setelah 1 bulan kejadian (Wilayah darat)

84 Tabel 21 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 1 W001 Jepara Bangsri 2.47 PAZ-1 veg W001 Jepara Bangsri 2.47 PAZ-1 soil W002 Jepara Bangsri 4.42 PAZ-1 soil W002 Jepara Bangsri 4.42 PAZ-1 veg W003 Jepara Bangsri 5.61 PAZ-1 soil W003 Jepara Bangsri 5.61 PAZ-1 veg W004 Jepara Keling 5.7 PAZ-1 veg W004 Jepara Keling 5.7 PAZ-1 soil W005 Jepara Bangsri 6.6 PAZ-1 veg W005 Jepara Bangsri 6.6 PAZ-1 soil W006 Jepara Bangsri 6.72 PAZ-1 soil W006 Jepara Bangsri 6.72 PAZ-1 veg W007 Jepara Keling 7.99 PAZ-1 soil W007 Jepara Keling 7.99 PAZ-1 veg W008 Jepara Bangsri 8.14 PAZ-1 soil W008 Jepara Bangsri 8.14 PAZ-1 veg W009 Jepara Bangsri 8.61 PAZ-1 veg W009 Jepara Bangsri 8.61 PAZ-1 soil W010 Jepara Bangsri 8.74 PAZ-1 soil W010 Jepara Bangsri 8.74 PAZ-1 veg W011 Jepara Bangsri 9.2 PAZ-1 veg W011 Jepara Bangsri 9.2 PAZ-1 soil W012 Jepara Bangsri 9.56 PAZ-1 soil W012 Jepara Bangsri 9.56 PAZ-1 veg W013 Jepara Keling 9.6 PAZ-1 soil W013 Jepara Keling 9.6 PAZ-1 veg W014 Jepara Keling 9.7 PAZ-1 veg W014 Jepara Keling 9.7 PAZ-1 soil W015 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W015 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W016 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W016 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W017 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W017 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W018 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W018 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W019 Jepara Keling PAZ-1 veg W019 Jepara Keling PAZ-1 soil W020 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W020 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W021 Jepara Keling PAZ-1 soil W021 Jepara Keling PAZ-1 veg W022 Jepara Keling PAZ-1 veg W022 Jepara Keling PAZ-1 soil W023 Jepara Keling PAZ-1 soil W023 Jepara Keling PAZ-1 veg W024 Jepara Mlonggo 12.7 PAZ-1 soil

85 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 48 W024 Jepara Mlonggo 12.7 PAZ-1 veg W025 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W026 Jepara Keling PAZ-1 soil W026 Jepara Keling PAZ-1 veg W027 Jepara Bangsri 13.2 PAZ-1 soil W027 Jepara Bangsri 13.2 PAZ-1 veg W028 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W028 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W029 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W029 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W030 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W030 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W031 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W031 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W032 Jepara Keling PAZ-1 soil W032 Jepara Keling PAZ-1 veg W033 Jepara Keling PAZ-1 soil W033 Jepara Keling PAZ-1 veg W034 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W034 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W035 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W035 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W036 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W036 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W037 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W037 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W038 Jepara Keling PAZ-1 soil W038 Jepara Keling PAZ-1 veg W039 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W039 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W040 Jepara Keling PAZ-1 soil W040 Jepara Keling PAZ-1 veg W041 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W041 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W042 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W043 Jepara Keling PAZ-1 veg W043 Jepara Keling PAZ-1 soil W044 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W044 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W045 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W045 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W046 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W046 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W047 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W047 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W048 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W049 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil

86 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 95 W049 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W050 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W050 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W051 Jepara Keling PAZ-1 veg W051 Jepara Keling PAZ-1 soil W052 PATI Cluwak 17.7 PAZ-1 soil W052 PATI Cluwak 17.7 PAZ-1 veg W053 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W053 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W054 PATI Cluwak PAZ-1 soil W054 PATI Cluwak PAZ-1 veg W055 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W055 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W056 Jepara Keling PAZ-1 veg W056 Jepara Keling PAZ-1 soil W057 Jepara Keling PAZ-1 veg W057 Jepara Keling PAZ-1 soil W058 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W058 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W059 Jepara Keling PAZ-1 soil W059 Jepara Keling PAZ-1 veg W060 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W060 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W061 Jepara Jepara PAZ-1 soil W061 Jepara Jepara PAZ-1 veg W062 Jepara Jepara PAZ-1 soil W062 Jepara Jepara PAZ-1 veg W063 PATI Cluwak PAZ-1 veg W063 PATI Cluwak PAZ-1 soil W064 PATI Cluwak PAZ-1 veg W064 PATI Cluwak PAZ-1 soil W065 Jepara Jepara PAZ-1 soil W065 Jepara Jepara PAZ-1 veg W066 PATI Cluwak PAZ-1 veg W066 PATI Cluwak PAZ-1 soil W067 Jepara Jepara 20.3 PAZ-1 soil W067 Jepara Jepara 20.3 PAZ-1 veg W068 PATI Cluwak 20.7 PAZ-1 soil W068 PATI Cluwak 20.7 PAZ-1 veg W069 Jepara Jepara PAZ-1 soil W069 Jepara Jepara PAZ-1 veg W070 Jepara Batealit 21 PAZ-1 veg W070 Jepara Batealit 21 PAZ-1 soil W071 PATI Cluwak PAZ-1 soil W071 PATI Cluwak PAZ-1 veg W072 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W072 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W073 Jepara Batealit PAZ-1 soil

87 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 143 W073 Jepara Batealit PAZ-1 veg W074 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W074 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W075 Jepara Batealit PAZ-1 soil W076 PATI Cluwak PAZ-1 veg W076 PATI Cluwak PAZ-1 soil W077 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W077 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W078 Jepara Jepara PAZ-1 soil W078 Jepara Jepara PAZ-1 veg W079 Jepara Jepara PAZ-1 soil W079 Jepara Jepara PAZ-1 veg W080 Jepara Jepara PAZ-1 soil W081 PATI Cluwak PAZ-1 veg W081 PATI Cluwak PAZ-1 soil W082 Jepara Keling PAZ-1 veg W082 Jepara Keling PAZ-1 soil W083 Jepara Jepara PAZ-1 soil W083 Jepara Jepara PAZ-1 veg W084 Jepara Jepara PAZ-1 soil W085 Jepara Jepara PAZ-1 soil W086 PATI Cluwak PAZ-1 soil W086 PATI Cluwak PAZ-1 veg W087 PATI Cluwak PAZ-1 soil W087 PATI Cluwak PAZ-1 veg W088 Jepara Jepara PAZ-1 soil W088 Jepara Jepara PAZ-1 soil W089 Jepara Jepara PAZ-1 soil W090 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W090 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W091 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W091 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W092 Jepara Batealit 23.3 PAZ-1 veg W092 Jepara Batealit 23.3 PAZ-1 soil W093 Jepara Batealit PAZ-1 soil W093 Jepara Batealit PAZ-1 veg W094 Jepara Batealit PAZ-1 soil W095 Jepara Batealit PAZ-1 soil W095 Jepara Batealit PAZ-1 veg W096 Jepara Jepara PAZ-1 soil W097 Jepara Jepara PAZ-1 soil W098 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W098 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W099 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W099 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W100 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W100 Jepara Tahunan PAZ-1 veg

88 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas Gunung 190 W101 PATI Wungkal PAZ-1 soil W101 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W102 PATI Cluwak PAZ-1 soil W102 PATI Cluwak PAZ-1 veg W103 PATI Cluwak PAZ-1 soil W103 PATI Cluwak PAZ-1 veg W104 Jepara Jepara PAZ-1 soil W105 Jepara Batealit PAZ-1 soil W105 Jepara Batealit PAZ-1 veg W106 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W106 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W107 PATI Gunung Wungkal 25.4 PAZ-1 soil W107 PATI Gunung Wungkal 25.4 PAZ-1 veg W108 Jepara Mayong PAZ-1 soil W108 Jepara Mayong PAZ-1 veg W109 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W109 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W110 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W110 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W111 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W111 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W112 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W112 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W113 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W113 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W114 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W114 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W115 Jepara Batealit PAZ-1 soil W115 Jepara Batealit PAZ-1 veg W116 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W117 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W117 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W118 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W118 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W119 PATI Tayu PAZ-1 soil W119 PATI Tayu PAZ-1 veg W120 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W120 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W121 Jepara Mayong PAZ-1 soil W121 Jepara Mayong PAZ-1 veg W122 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W123 Jepara Batealit PAZ-1 soil W123 Jepara Batealit PAZ-1 veg W124 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil

89 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas Gunung 234 W124 PATI Wungkal PAZ-1 veg W125 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W125 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W126 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W126 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W127 Jepara Kedung PAZ-1 soil W127 Jepara Kedung PAZ-1 veg W128 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W129 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W129 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W130 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W130 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W131 Jepara Tahunan 27.4 PAZ-1 soil W132 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W132 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 soil W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 soil W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 veg W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 veg W134 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W134 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W135 Pati Gunung wungkal 27.8 PAZ-1 veg W135 PATI Tayu PAZ-1 soil W136 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W136 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W137 Jepara Mayong PAZ-1 soil W137 Jepara Mayong PAZ-1 veg W138 Jepara Kedung 28.1 PAZ-1 soil W138 Jepara Kedung 28.1 PAZ-1 veg W139 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W140 PATI Tayu PAZ-1 soil W140 PATI Tayu PAZ-1 veg W141 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W141 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W142 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W142 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W143 Jepara Kedung PAZ-1 soil W143 Jepara Kedung PAZ-1 veg W144 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W144 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W145 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W145 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W146 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W146 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W147 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil

90 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 279 W147 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W148 PATI Gembong PAZ-1 veg W148 PATI Gembong PAZ-1 soil W149 Jepara Kedung PAZ-1 soil W149 Jepara Kedung PAZ-1 veg W150 Jepara Batealit PAZ-1 soil W150 Jepara Batealit PAZ-1 veg W151 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W151 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W152 Jepara Mayong 29.1 PAZ-1 soil W152 Jepara Mayong 29.1 PAZ-1 veg W153 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W153 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W154 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W154 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W155 PATI Tayu PAZ-1 soil W156 Jepara Kedung PAZ-1 soil W156 Jepara Kedung PAZ-1 veg W157 Jepara Mayong PAZ-1 soil W157 Jepara Mayong PAZ-1 veg W158 Jepara Kedung PAZ-1 soil W158 Jepara Kedung PAZ-1 veg W159 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W160 Jepara Mayong PAZ-1 soil W160 Jepara Mayong PAZ-1 veg W161 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W161 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W162 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W162 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W163 PATI Tayu PAZ-1 soil W164 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W164 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W165 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W165 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W166 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W166 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W167 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W167 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W168 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W168 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W169 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W169 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W170 PATI Tayu PAZ-1 soil W170 PATI Tayu PAZ-1 veg W171 Jepara Kedung PAZ-1 soil W171 Jepara Kedung PAZ-1 veg

91 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 325 W172 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W172 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W173 PATI Tayu PAZ-1 soil W173 PATI Tayu PAZ-1 veg W174 PATI Gembong PAZ-1 soil W174 PATI Gembong PAZ-1 veg W175 Jepara Kedung PAZ-1 soil W176 Jepara Kedung PAZ-1 soil W176 Jepara Kedung PAZ-1 veg W177 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W177 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W178 PATI Tayu PAZ-1 soil W179 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W179 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W180 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W180 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W181 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W181 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W182 Jepara Kedung PAZ-1 soil W182 Jepara Kedung PAZ-1 veg W183 PATI Gembong PAZ-1 soil W183 PATI Gembong PAZ-1 veg W184 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W184 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W185 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W185 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W186 PATI Tayu PAZ-1 soil W186 PATI Tayu PAZ-1 veg W187 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W187 PATI Margoyoso PAZ-1 veg W188 PATI Tayu PAZ-1 soil W189 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W189 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W190 Jepara Kedung PAZ-1 soil W191 Jepara Mayong 31.7 PAZ-1 soil W191 Jepara Mayong 31.7 PAZ-1 veg W192 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W193 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W193 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W194 Jepara Mayong PAZ-1 soil W194 Jepara Mayong PAZ-1 veg W195 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W195 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W196 PATI Tayu PAZ-1 soil W197 PATI Gembong PAZ-1 soil W197 PATI Gembong PAZ-1 veg W198 Jepara Kedung PAZ-1 soil

92 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 372 W199 Jepara Kedung PAZ-1 soil W200 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W200 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W201 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W201 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W202 PATI Tayu PAZ-1 soil W203 PATI Tayu PAZ-1 soil W204 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W204 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 soil W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 soil W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 veg W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 veg W205 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W205 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W206 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W206 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W207 Jepara Kedung PAZ-1 soil W207 Jepara Kedung PAZ-1 veg W208 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W209 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W209 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W210 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W210 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W211 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W211 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W212 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W212 PATI Margoyoso PAZ-1 veg W213 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W213 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W214 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W214 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W215 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W215 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W216 Jepara Mayong 33.4 PAZ-1 soil W216 Jepara Mayong 33.4 PAZ-1 veg W217 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W217 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W218 PATI Gembong PAZ-1 soil W218 PATI Gembong PAZ-1 veg W219 PATI Tayu PAZ-1 soil W220 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W221 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W221 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W222 PATI Tayu PAZ-1 soil W223 PATI Margoyoso 33.9 PAZ-1 soil W223 PATI Margoyoso 33.9 PAZ-1 veg W224 KUDUS Dawe PAZ-1 soil

93 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 420 W224 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W225 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W226 Jepara Mayong PAZ-1 soil W226 Jepara Mayong PAZ-1 veg W227 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W227 PATI Margoyoso PAZ-1 veg W228 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W228 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W229 Jepara Kedung PAZ-1 soil W229 Jepara Kedung PAZ-1 veg W230 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W231 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W232 PATI Tayu PAZ-1 soil W232 PATI Tayu PAZ-1 veg W233 Jepara Mayong PAZ-1 soil W233 Jepara Mayong PAZ-1 veg W234 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 soil W234 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 veg W235 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 soil W235 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 veg W236 PATI Gembong PAZ-1 soil W236 PATI Gembong PAZ-1 veg W237 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W237 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W238 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W239 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W239 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W240 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W240 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W241 Jepara Kedung PAZ-1 soil W242 Jepara Kedung 34.5 PAZ-1 soil W243 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W244 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W245 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W246 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W246 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W247 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W247 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W248 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W249 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W250 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W251 PATI Gembong PAZ-1 soil W252 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W252 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W253 PATI Trangkil 34.8 PAZ-1 soil W254 Jepara Mayong 34.8 PAZ-1 veg W254 Jepara Mayong 34.8 PAZ-1 soil W255 KUDUS Jekulo PAZ-1 soil

94 Lanjutan Tabel 34 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID KODE WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Jarak (Km) Zona ket Ha %Luas 468 W256 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W257 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W258 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W258 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W259 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W260 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil Gambar 51 halaman 181 dan Tabel 34 halaman di atas menunjukkan bahwa 7 hari setelah kejadian wilayah studi yang meliputi 260 desa radius 35 km dalam 4 kabupaten termasuk wilayah dalam zona kedaruratan PAZ yang harus dilakukan penanggulangan. Pada Gambar 52 halaman 181 setelah 1 bulan kecelakaan, luasan distribusi radionuklida Cs-137 di permukaan darat mengalami penurunan densitas, dan terus mengalami penurunan setelah waktu 2,3 dan 4 bulan seperti disajikan dalam Gambar Gambar 27 Peta model distribusi spasial Cs-137 setelah 2 bulan kejadian (Wilayah darat)

95 Gambar 28 Peta model distribusi spasial Cs-137 setelah 3 bulan kejadian (Wilayah darat) Gambar 29 Peta model distribusi spasial Cs-137 setelah 4 bulan kejadian (Wilayah darat) Empat (4) bulan setelah kejadian, wilayah yang masih dinyatakan tidak aman dari cemaran radionuklida berada di dua wilayah W001 dan W004 yaitu

96 yang terletak pada radius 5,70 km dari pusat kecelakaan PLTN, Cs-137 akan mencemari wilayah W001 dan W004 dengan luasan 690,36 ha disajikan dalam Tabel 35. Oleh karena itu, dua wilayah desa yang berada dalam radius 5,70 km dari sumber kecelakaan PLTN dalam waktu tersebut perlu mendapat penanganan. Tabel 22 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida Cs-137 setelah 4 bulan kecelakaan di darat ID WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha % Luas 1 W001 Jepara Bangsri 2.47 UPZ-1 veg W001 Jepara Bangsri 2.47 UPZ-2 veg 500, W004 Jepara Keling 5.70 UPZ-2 veg Model Distribusi Spasial I-131 pada 7 Hari setelah Kejadian di Darat Wilayah darat yang memiliki cemaran I-131 setelah 7 hari kejadian yang berada dalam zonasi PAZ-1 dan PAZ-2 atau Precautionary Action Zone (PAZ), sehingga di seluruh permukaan tanah merupakan zona dengan risiko tinggi penyebab sakit parah (menuju kematian) apabila berada di lokasi secara terus menerus. Peta distribusi cemaran I-131 setelah 7 hari kecelakaan dapat dilihat pada Gambar 56 di halaman berikutnya. Hasil model spasial memberi informasi bahwa seluruh wilayah darat dalam wilayah studi dalam waktu tujuh hari setelah kejadian akan mendapat cemaran radionuklida I-131 dengan jumlah tinggi di atas dengan ambang batas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu kurang dari satu minggu diperlukan langkah cepat pengamanan diri menjauhi tiik sumber sampai sejauh lebih dari radius 35 km. Jumlah radiasi yang ada dengan konsentrasi lebih dari 1 x 10 8 Bq/m 2 per meter tinggi permukaan tanah, dan ini di luar ambang batas zona relokasi 1,3 x 10 5 Bq/m 3. Kondisi ini menunjukkan bahwa wilayah studi berada dalam zona kedaruratan termasuk Precautionary Action Zone (PAZ). Tujuh hari setelah kecelakaan PLTN, wilayah darat pada kode desa seperti Tabel 36 berikutnya akan dicemari radionuklida I-131. Wilayah darat baik pada tanaman maupun di permukaan tanah di seluruh wilayah termasuk kategori PAZ-1 dan PAZ-2 yang merupakan zona yang memiliki risiko tinggi penyebab sakit parah. Oleh karena itu, makhluk hidup di 260 wilayah harus direlokasikan untuk menghindari terjadinya risiko terkena radiasi dari cemaran radionuklida I-131.

97 Gambar 30 Peta model distribusi spasial I-131 setelah 7 hari kejadian (Wilayah Darat) Tabel 23 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 1 W001 Jepara Bangsri 2.47 PAZ-1 veg W001 Jepara Bangsri 2.47 PAZ-1 soil W002 Jepara Bangsri 4.42 PAZ-1 soil W002 Jepara Bangsri 4.42 PAZ-1 veg W003 Jepara Bangsri 5.61 PAZ-1 soil W003 Jepara Bangsri 5.61 PAZ-1 veg W004 Jepara Keling 5.7 PAZ-1 veg W004 Jepara Keling 5.7 PAZ-1 soil W005 Jepara Bangsri 6.6 PAZ-1 veg W005 Jepara Bangsri 6.6 PAZ-1 soil W006 Jepara Bangsri 6.72 PAZ-1 soil W006 Jepara Bangsri 6.72 PAZ-1 veg W007 Jepara Keling 7.99 PAZ-1 soil W007 Jepara Keling 7.99 PAZ-1 veg W008 Jepara Bangsri 8.14 PAZ-1 soil W008 Jepara Bangsri 8.14 PAZ-1 veg W009 Jepara Bangsri 8.61 PAZ-1 veg W009 Jepara Bangsri 8.61 PAZ-1 soil W010 Jepara Bangsri 8.74 PAZ-1 soil W010 Jepara Bangsri 8.74 PAZ-1 veg W011 Jepara Bangsri 9.2 PAZ-1 veg W011 Jepara Bangsri 9.2 PAZ-1 soil

98 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 23 W012 Jepara Bangsri 9.56 PAZ-1 soil W012 Jepara Bangsri 9.56 PAZ-1 veg W013 Jepara Keling 9.6 PAZ-1 soil W013 Jepara Keling 9.6 PAZ-1 veg W014 Jepara Keling 9.7 PAZ-1 veg W014 Jepara Keling 9.7 PAZ-1 soil W015 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W015 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W016 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W016 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W017 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W017 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W018 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W018 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W019 Jepara Keling PAZ-1 veg W019 Jepara Keling PAZ-1 soil W020 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W020 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W021 Jepara Keling PAZ-1 soil W021 Jepara Keling PAZ-1 veg W022 Jepara Keling PAZ-1 veg W022 Jepara Keling PAZ-1 soil W023 Jepara Keling PAZ-1 soil W023 Jepara Keling PAZ-1 veg W024 Jepara Mlonggo 12.7 PAZ-1 soil W024 Jepara Mlonggo 12.7 PAZ-1 veg W026 Jepara Keling PAZ-1 soil W026 Jepara Keling PAZ-1 veg W027 Jepara Bangsri 13.2 PAZ-1 soil W027 Jepara Bangsri 13.2 PAZ-1 veg W028 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W028 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W029 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W029 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W030 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W030 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W031 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W031 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W032 Jepara Keling PAZ-1 soil W032 Jepara Keling PAZ-1 veg W025 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W033 Jepara Keling PAZ-1 soil W033 Jepara Keling PAZ-1 veg W034 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W034 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W035 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil

99 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 69 W035 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W036 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W036 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W037 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W037 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W038 Jepara Keling PAZ-1 soil W038 Jepara Keling PAZ-1 veg W039 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W039 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W040 Jepara Keling PAZ-1 soil W040 Jepara Keling PAZ-1 veg W041 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W041 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W043 Jepara Keling PAZ-1 veg W043 Jepara Keling PAZ-1 soil W042 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W044 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W044 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W045 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W045 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W046 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W046 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W047 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W047 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W048 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W049 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W049 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W050 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W050 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W051 Jepara Keling PAZ-1 veg W051 Jepara Keling PAZ-1 soil W052 PATI Cluwak 17.7 PAZ-1 soil W052 PATI Cluwak 17.7 PAZ-1 veg W053 Jepara Bangsri PAZ-1 veg W053 Jepara Bangsri PAZ-1 soil W054 PATI Cluwak PAZ-1 soil W054 PATI Cluwak PAZ-1 veg W055 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W055 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W056 Jepara Keling PAZ-1 veg W056 Jepara Keling PAZ-1 soil W057 Jepara Keling PAZ-1 veg W057 Jepara Keling PAZ-1 soil W058 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W058 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W059 Jepara Keling PAZ-1 soil

100 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 115 W059 Jepara Keling PAZ-1 veg W060 Jepara Mlonggo PAZ-1 soil W060 Jepara Mlonggo PAZ-1 veg W061 Jepara Jepara PAZ-1 soil W061 Jepara Jepara PAZ-1 veg W062 Jepara Jepara PAZ-1 soil W062 Jepara Jepara PAZ-1 veg W063 PATI Cluwak PAZ-1 veg W063 PATI Cluwak PAZ-1 soil W064 PATI Cluwak PAZ-1 veg W064 PATI Cluwak PAZ-1 soil W065 Jepara Jepara PAZ-1 soil W065 Jepara Jepara PAZ-1 veg W066 PATI Cluwak PAZ-1 veg W066 PATI Cluwak PAZ-1 soil W067 Jepara Jepara 20.3 PAZ-1 soil W067 Jepara Jepara 20.3 PAZ-1 veg W068 PATI Cluwak 20.7 PAZ-1 soil W068 PATI Cluwak 20.7 PAZ-1 veg W069 Jepara Jepara PAZ-1 soil W069 Jepara Jepara PAZ-1 veg W070 Jepara Batealit 21 PAZ-1 veg W070 Jepara Batealit 21 PAZ-1 soil W071 PATI Cluwak PAZ-1 soil W071 PATI Cluwak PAZ-1 veg W072 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W072 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W073 Jepara Batealit PAZ-1 soil W073 Jepara Batealit PAZ-1 veg W074 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W074 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W075 Jepara Batealit PAZ-1 soil W076 PATI Cluwak PAZ-1 veg W076 PATI Cluwak PAZ-1 soil W077 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W077 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W078 Jepara Jepara PAZ-1 soil W078 Jepara Jepara PAZ-1 veg W079 Jepara Jepara PAZ-1 soil W079 Jepara Jepara PAZ-1 veg W080 Jepara Jepara PAZ-1 soil W081 PATI Cluwak PAZ-1 veg W081 PATI Cluwak PAZ-1 soil W082 Jepara Keling PAZ-1 veg W082 Jepara Keling PAZ-1 soil W083 Jepara Jepara PAZ-1 soil

101 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 161 W083 Jepara Jepara PAZ-1 veg W084 Jepara Jepara PAZ-1 soil W085 Jepara Jepara PAZ-1 soil W086 PATI Cluwak PAZ-1 soil W086 PATI Cluwak PAZ-1 veg W087 PATI Cluwak PAZ-1 soil W087 PATI Cluwak PAZ-1 veg W088 Jepara Jepara PAZ-1 soil W088 Jepara Jepara PAZ-1 soil W089 Jepara Jepara PAZ-1 soil W090 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W090 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W091 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W091 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W092 Jepara Batealit 23.3 PAZ-1 veg W092 Jepara Batealit 23.3 PAZ-1 soil W093 Jepara Batealit PAZ-1 soil W093 Jepara Batealit PAZ-1 veg W094 Jepara Batealit PAZ-1 soil W095 Jepara Batealit PAZ-1 soil W095 Jepara Batealit PAZ-1 veg W096 Jepara Jepara PAZ-1 soil W097 Jepara Jepara PAZ-1 soil W098 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W098 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W099 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W099 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W100 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W100 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W101 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W101 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W102 PATI Cluwak PAZ-1 soil W102 PATI Cluwak PAZ-1 veg W103 PATI Cluwak PAZ-1 soil W103 PATI Cluwak PAZ-1 veg W104 Jepara Jepara PAZ-1 soil W105 Jepara Batealit PAZ-1 soil W105 Jepara Batealit PAZ-1 veg W106 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W106 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W107 PATI Gunung Wungkal 25.4 PAZ-1 soil W107 PATI Gunung Wungkal 25.4 PAZ-1 veg W108 Jepara Mayong PAZ-1 soil W108 Jepara Mayong PAZ-1 veg W109 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W109 Jepara Tahunan PAZ-1 veg

102 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 207 W110 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W110 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W111 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W111 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W112 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W112 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W113 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W113 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W114 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W114 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W115 Jepara Batealit PAZ-1 soil W115 Jepara Batealit PAZ-1 veg W116 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W117 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W117 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W118 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W118 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W119 PATI Tayu PAZ-1 soil W119 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W120 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W120 PATI Tayu PAZ-1 veg W121 Jepara Mayong PAZ-1 soil W121 Jepara Mayong PAZ-1 veg W122 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W123 Jepara Batealit PAZ-1 soil W123 Jepara Batealit PAZ-1 veg W124 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W124 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W125 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W125 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W126 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W126 Jepara Tahunan PAZ-1 veg W127 Jepara Kedung PAZ-1 soil W127 Jepara Kedung PAZ-1 veg W128 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W129 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W129 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W130 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W130 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W131 Jepara Tahunan 27.4 PAZ-1 soil W132 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W132 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 soil W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 soil W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 veg W133 PATI Tayu 27.6 PAZ-1 veg

103 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 253 W134 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W134 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W135 Pati Gunung wungkal 27.8 PAZ-1 veg W135 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W136 PATI Tayu PAZ-1 soil W136 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W137 Jepara Mayong PAZ-1 soil W137 Jepara Mayong PAZ-1 veg W138 Jepara Kedung 28.1 PAZ-1 soil W138 Jepara Kedung 28.1 PAZ-1 veg W139 Jepara Tahunan PAZ-1 soil W140 PATI Tayu PAZ-1 soil W140 PATI Tayu PAZ-1 veg W141 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W141 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W142 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W142 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W143 Jepara Kedung PAZ-1 soil W143 Jepara Kedung PAZ-1 veg W144 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W144 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W145 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W145 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W146 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W146 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W147 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W147 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W148 PATI Gembong PAZ-1 veg W148 PATI Gembong PAZ-1 soil W149 Jepara Kedung PAZ-1 soil W149 Jepara Kedung PAZ-1 veg W150 Jepara Batealit PAZ-1 soil W150 Jepara Batealit PAZ-1 veg W151 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W151 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W152 Jepara Mayong 29.1 PAZ-1 soil W152 Jepara Mayong 29.1 PAZ-1 veg W153 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W153 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W154 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W154 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W155 PATI Tayu PAZ-1 soil W156 Jepara Kedung PAZ-1 soil W156 Jepara Mayong PAZ-1 soil W157 Jepara Mayong PAZ-1 veg W157 Jepara Kedung PAZ-1 veg

104 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 299 W158 Jepara Kedung PAZ-1 soil W158 Jepara Kedung PAZ-1 veg W159 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W160 Jepara Mayong PAZ-1 soil W160 Jepara Mayong PAZ-1 veg W161 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W161 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W162 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W162 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W163 PATI Tayu PAZ-1 soil W164 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W164 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W165 PATI Dukuhseti PAZ-1 soil W165 PATI Dukuhseti PAZ-1 veg W166 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W166 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W167 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W167 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W168 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W168 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W169 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W169 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W170 PATI Tayu PAZ-1 soil W170 PATI Tayu PAZ-1 veg W171 Jepara Kedung PAZ-1 soil W171 Jepara Kedung PAZ-1 veg W172 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W172 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W173 PATI Tayu PAZ-1 soil W173 PATI Tayu PAZ-1 veg W174 PATI Gembong PAZ-1 soil W174 PATI Gembong PAZ-1 veg W175 Jepara Kedung PAZ-1 soil W176 Jepara Kedung PAZ-1 soil W176 Jepara Kedung PAZ-1 veg W177 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W177 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 veg W178 PATI Tayu PAZ-1 soil W179 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W179 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W180 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W180 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W181 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W181 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W182 Jepara Kedung PAZ-1 soil W182 Jepara Kedung PAZ-1 veg

105 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 345 W183 PATI Gembong PAZ-1 soil W183 PATI Gembong PAZ-1 veg W184 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W184 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W185 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W185 PATI Tlogowungu PAZ-1 veg W186 PATI Tayu PAZ-1 soil W186 PATI Tayu PAZ-1 veg W187 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W187 PATI Margoyoso PAZ-1 veg W188 PATI Tayu PAZ-1 soil W189 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W189 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W190 Jepara Kedung PAZ-1 soil W191 Jepara Mayong 31.7 PAZ-1 soil W191 Jepara Mayong 31.7 PAZ-1 veg W192 PATI Gunung Wungkal PAZ-1 soil W193 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W193 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W194 Jepara Mayong PAZ-1 soil W194 Jepara Mayong PAZ-1 veg W195 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W195 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W196 PATI Tayu PAZ-1 soil W197 PATI Gembong PAZ-1 soil W197 PATI Gembong PAZ-1 veg W198 Jepara Kedung PAZ-1 soil W199 Jepara Kedung PAZ-1 soil W200 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W200 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W201 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W201 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W202 PATI Tayu PAZ-1 soil W203 PATI Tayu PAZ-1 soil W204 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W204 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 soil W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 soil W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 veg W205 PATI Tayu 32.8 PAZ-1 veg W205 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W205 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W206 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W206 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W207 Jepara Kedung PAZ-1 soil W207 Jepara Kedung PAZ-1 veg

106 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 391 W208 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W209 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W209 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W210 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W210 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W211 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W211 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W212 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W212 PATI Margoyoso PAZ-1 veg W213 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W213 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W214 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W214 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W215 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W215 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W216 Jepara Mayong 33.4 PAZ-1 soil W216 Jepara Mayong 33.4 PAZ-1 veg W217 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W217 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W218 PATI Gembong PAZ-1 soil W218 PATI Gembong PAZ-1 veg W219 PATI Tayu PAZ-1 soil W220 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W221 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W221 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W222 PATI Tayu PAZ-1 soil W223 PATI Margoyoso 33.9 PAZ-1 soil W223 PATI Margoyoso 33.9 PAZ-1 veg W224 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W224 KUDUS Dawe PAZ-1 veg W225 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W226 Jepara Mayong PAZ-1 soil W226 Jepara Mayong PAZ-1 veg W227 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W227 PATI Margoyoso PAZ-1 veg W228 KUDUS Gebog PAZ-1 soil W228 KUDUS Gebog PAZ-1 veg W229 Jepara Kedung PAZ-1 soil W229 Jepara Kedung PAZ-1 veg W230 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W231 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W232 PATI Tayu PAZ-1 soil W232 PATI Tayu PAZ-1 veg W233 Jepara Mayong PAZ-1 soil W233 Jepara Mayong PAZ-1 veg W234 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 soil

107 Lanjutan Tabel 36 Kode wilayah dan zonasi cemaran radionuklida I-131 setelah 7 hari kecelakaan di darat ID Kode Wilayah KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 437 W234 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 soil W235 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 veg W235 KUDUS Dawe 34.3 PAZ-1 veg W236 PATI Gembong PAZ-1 soil W236 PATI Gembong PAZ-1 veg W237 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W237 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W238 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W239 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W239 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W240 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W240 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W241 Jepara Kedung PAZ-1 soil W242 Jepara Kedung 34.5 PAZ-1 soil W243 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W244 PATI Tlogowungu PAZ-1 soil W245 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W246 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W246 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W247 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W247 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W248 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W249 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W250 PATI Margoyoso PAZ-1 soil W251 PATI Gembong PAZ-1 soil W252 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W252 Jepara Nalumsari PAZ-1 veg W253 PATI Trangkil 34.8 PAZ-1 soil W254 Jepara Mayong 34.8 PAZ-1 veg W254 Jepara Mayong 34.8 PAZ-1 soil W255 KUDUS Jekulo PAZ-1 soil W256 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W257 KUDUS Dawe PAZ-1 soil W258 Jepara Pecangan PAZ-1 soil W258 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil W259 Jepara Pecangan PAZ-1 veg W260 Jepara Nalumsari PAZ-1 soil Satu (1) bulan kejadian wilayah PAZ telah berkurang, I-131 dalam kategori PAZ-1 dan PAZ-2 terletak pada radius 28,94 km meliputi 3 kabupaten: Jepara, Pati dan Kudus. Dua bulan setelah kejadian cemaran I-131, wilayahwilayah yang dinyatakan daerah relokasi meliputi 7 wilayah: W001, W002, W003, W005 W006 dan W007, semuanya berada di dalam radius 7,99 km. Luas

108 cemaran dalam PAZ-2, UPZ-1 dan UPZ-2 di 7 kode wilayah seluas 3735,35 hektar (17,60% ) dari total luas tujuh kode wilayah tersebut ditampilkan dalam Tabel 37. Selanjutnya setelah tiga bulan kejadian kecelakaan PLTN, radionuklida I-131 densitasnya terus berkurang dan hanya berada pada wilayah kode W001. Model distribusi spasial radionuklida I-131 di darat (overlay cemaran di tanah dan vegetasi) untuk 1 dan 2 bulan kejadian kecelakaan PLTN dapat dipetakan seperti pada Gambar 57 dan Gambar 58. Tabel 24 Kode wilayah dan zonasi dan luas cemaran radionuklida I-131 di darat setelah 2 bulan kecelakaan ID WILAYAH KABUPATEN KECAMATAN Km Zona ket Ha %Luas 1 W001 Jepara Bangsri 2.47 PAZ-2 veg W001 Jepara Bangsri 2.47 PAZ-2 soil W001 Jepara Bangsri 2.47 UPZ-1 veg W001 Jepara Bangsri 2.47 UPZ-1 soil W004 Jepara Keling 5.70 UPZ-1 veg W004 Jepara Keling 5.70 UPZ-1 soil W001 Jepara Bangsri 2.47 UPZ-2 veg W001 Jepara Bangsri 2.47 UPZ-2 soil W002 Jepara Bangsri 4.42 UPZ-2 soil W002 Jepara Bangsri 4.42 UPZ-2 veg W003 Jepara Bangsri 5.61 UPZ-2 veg W004 Jepara Keling 5.70 UPZ-2 veg W004 Jepara Keling 5.70 UPZ-2 soil W005 Jepara Bangsri 6.60 UPZ-2 veg W006 Jepara Bangsri 6.72 UPZ-2 veg W007 Jepara Keling 7.99 UPZ-2 veg Model distribusi spasial radionuklida I-131 di darat (overlay cemaran di tanah dan vegetasi) akan mencemari seluruh wilayah dengan kategori PAZ-1 dan PAZ-2 terutama dalam tujuh hari terjadi kecelakaan, oleh karena itu 260 wilayah tersebut perlu ditangani segera guna menghindari risiko radiasi I-131 seperti dalam Gambar 56 pada halaman 195.

109 Gambar 31 Peta model distribusi spasial I-131 setelah 1 bulan kejadian (Wilayah Darat) Setelah waktu kejadian 1 bulan keberadaan cemaran I-131 pada kategori PAZ-1 dan PAZ-2 berada pada radius 28,94 km meliputi 3 kabupaten: Jepara, Pati dan Kudus yang ditunjukkan dalam Gambar 57. Gambar 32 Peta model distribusi spasial I-131 setelah 2 bulan kejadian (Wilayah Darat)

110 Dua bulan setelah kejadian cemaran I-131, wilayah wilayah yang dinyatakan daerah relokasi meliputi 7 wilayah: W001, W004, W002, W003, W005 W006 dan W007, semuanya berada di dalam radius 7,99 km seperti Gambar 58. Peta model spasial untuk radionuklida I-131 ditampilkan pada Gambar 56 diketahui bahwa seluruh wilayah darat dalam wilayah studi dalam waktu tujuh hari setelah kejadian akan mendapat cemaran radionuklida I-131 dengan jumlah di atas dengan ambang batas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu kurang dari satu minggu perlu langkah pengamanan diri menjauhi tiik sumber sejauh lebih dari radius 35 km karena berada dalam zona kedaruratan Precautionary Action Zone (PAZ) yang merupakan wilayah dimana tindakan penanggulangan harus direncanakan dan ditetapkan sesegera mungkin setelah pernyataan terjadinya kecelakaan, dengan tujuan untuk mengurangi risiko dan dampak kesehatan deterministik dengan tindakan penanggulangan pada sumber kecelakaan Model Distribusi Spasial Radionuklida di Darat Distribusi spasial radionuklida di darat (overlay I-131 dan Cs-137) dalam tujuh hari setelah kecelakaan PLTN, radionuklida akan mencemari seluruh wilayah dengan kategori PAZ-1 dan PAZ-2 di 260 kode wilayah yang dipetakan seperti Gambar 59. Gambar 59 merupakan peta model cemaran radionuklida di darat (Overlay I-131 dan Cs-137) satu minggu setelah kejadian, memberi gambaran bahwa wilayah studi dengan radius 35 km dari pusat PLTN merupakan zona kedaruratan utama dengan klasifikasi Precautionary Action Zone (PAZ)-1 yang perlu diambil tindakan penanggulangan dengan perencanaan dan ditetapkan sebagai zona darurat diberi perlakukuan sesegera mungkin setelah pernyataan terjadinya kecelakaan untuk mengurangi risiko dan dampak kesehatan deterministik dengan tindakan penanggulangan pada sumber kecelakaan. Satu bulan setelah kejadian luasan cemaran telah berkurang, zona PAZ-1 terletak pada radius 7,90 km dan zona PAZ-2 mencapai radius 28,94 km. Peta spasial overlay radionuklida I-131 dan Cs-137 untuk satu, dua, tiga dan empat

111 bulan setelah kejadian menghasilkan peta model model distribusi spasial radionuklida di wilayah studi seperti Gambar Gambar 33 Peta model distribusi spasial radionuklida di darat (Overlay I-131 dan Cs- 137) 7 hari setelah kejadian Gambar 60 adalah peta model cemaran radionuklida di darat (Overlay I- 131 dan Cs-137) satu bulan setelah kejadian yang memberi penjelasan bahwa luasan cemaran telah berkurang dibandingkan dengan luasan cemaran satu minggu kejadian. Zona yang termasuk dalam klasifikasi Precautionary Action Zone (PAZ)-1 pada radius 7,9 km dan zona Precautionary Action Zone (PAZ)-2 mencapai radius 28,94 km. Dua, tiga dan empat bulan setelah kejadian luasan distribusi cemaran radionuklida terus terjadi penurunan seperti dalan Gambar 61, 62 dan Gambar 63. Selanjutnya dengan bertambahnya waktu lebih dari 4 bulan zona PAZ-1 dan PAZ- 2 sebagian besar telah berubah menjadi zona kedaruratan Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) yaitu wilayah di sekitar PLTN yang disiapkan dan sesegera mungkin ditetapkan tindakan penanggulangan berdasarkan hasil pemantauan lingkungan.

112 Gambar 34 Peta model distribusi spasial cemaran radionuklida di darat (Overlay I-131 dan Cs-137) satu bulan setelah kejadian Gambar 35 Peta model distribusi spasial cemaran radionuklida di darat (Overlay I-131 dan Cs-137) dua bulan setelah kejadian

113 Gambar 36 Peta model distribusi spasial radionuklida di darat (Overlay I-131 dan Cs-137) 3 bulan setelah kejadian Gambar 37 Peta model distribusi spasial radionuklida di darat (Overlay I-131 dan Cs-137) 4 bulan setelah kejadian

114 Lebih rinci berkaitan dengan persentase luasan dan radius yang termasuk Precautionary Action Zone (PAZ) dan Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) pada permukaan tanah dan permukaan tanaman setelah 7 hari, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan setelah kecelakaan dijelaskan seperti Tabel 38 yang merupakan persentase luasan cemaran dan radius yang termasuk zona PAZ dan zona UPZ pada permukaan tanah dan tamanan wilayah studi. Tabel 25 Persentase luas, jenis permukaan, lama kejadian serta radius pada zona Jenis Permukaan dan waktu setelah kejadian PAZ dan UPZ % Luas pada PAZ-1 Radius PAZ-1 % Luas pada PAZ-2 Radius PAZ-2 % Luas pada UPZ-1 Radius UPZ- 1 % Luas pada UPZ-2 Radius UPZ-2 Soil_7h 69,979 35,0 Veg_7h 30,021 35,0 Soil_1m 22,999 5,7 48,647 19,46 35,288 27,46 74,504 35,00 Veg_1m 40,749 7,9 35,772 28,94 22,610 32,66 9,021 34,90 Soil_2m 4,217 5,70 4,656 5,70 29,559 9,70 Veg_2m 7,648 2,47 19,828 5,70 13,914 7,99 27,917 18,73 Soil_3m 0,112 2,47 3,769 5,70 Veg_3m 4,855 2,47 3,265 5,70 15,844 5,70 Soil_4m 2,104 5,70 Veg_4m 4,855 2,47 11,840 5,70 Wilayah yang termasuk zona PAZ-1, distribusi cemaran radionuklida paling banyak berada di permukaan tanah mencapai 69,979% dan sebanyak 30,021% berada pada permukaan vegetasi setelah tujuh hari kejadian kecelakaan, kondisi ini terjadi pada seluruh wilayah studi radius 35 km. Satu bulan setelah kejadian, wilayah yang termasuk zona PAZ-1, distribusi radionuklida yang berada di permukaan tanah mencapai 22,999% dan pada vegetasi mencapai 40,749% dengan radius zona PAZ-1 terjauh pada 7,9 km. Distribusi radionuklida yang berada pada zona PAZ-2 yang berada pada permukaan tanah sebanyak 48,647% dan pada vegetasi sebanyak 35,772% dengan radius zona PAZ-2 terjauh dalam jarak 28,94 km. Distribusi radionuklida pada zona PAZ-1 dan PAZ-2 setelah 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan kejadian lebih lama bertahan di permukaan tanaman dibandingkan distribusinya di permukaan tanah. Penjelasan ini dapat dilihat dalam Gambar 64 dan Gambar 65 grafik berikut.

115 80,000 70,000 Persentase luas (%) 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 % Luas pada PAZ-1 % Luas pada PAZ-2 10,000 0,000 Soil_7d Veg_7d Soil_1m Veg_1m Soil_2m Veg_2m Soil_3m Veg_3m Soil_4m Veg_4m Waktu setelah kejadian dan jenis permukaan Gambar 38 Grafik prosentase luas permukaan tanah dan tanaman dalam zona PAZ. Selama 1 sampai 4 bulan setelah kejadian persentase wilayah yang memiliki yang berada pada zona PAZ-2, persentase luasan ditribusi radionuklida yang berada dalam permukaan tanaman memiliki persentase luasan yang lebih tinggi dari persentase luasan di permukaan tanah, hal ini disebabkan permukaan tanamanan memiliki daya serap terhadap cemaran radionuklida relatif lebih rendah dari daya serap permukaan tanah Persentase luas (%) % Luas pada UPZ-1 % Luas pada UPZ-2 Soil_7d Veg_7d Soil_1m Veg_1m Soil_2m Veg_2m Soil_3m Veg_3m Soil_4m Waktu setelah kejadian dan jenis permukaan Veg_4m Gambar 39 Grafik prosentase luas permukaan tanah dan tanaman dalam zona darurat UPZ

116 Radius dari pusat kecelakaan yang merupakan zona PAZ setelah 7 hari kecelakaan adalah berjarak 35 km, setelah 1 bulan kecelakaan berjarak 28,94 km dari pusat kecelakaan. Dua bulan setelah kecelakaan yang termasuk zona PAZ adalah radius 5,70 km dan tiga bulan setelah kejadian zona PAZ berada pada radius 2,47 km, yang disajikan dalam Gambar 66 berikut. Veg_4m Lama kejadian dan jenis permukaan Soil_4m Veg_3m Soil_3m Veg_2m Soil_2m Veg_1m Soil_1m Veg_7d Soil_7d 2,47 5,70 5,70 19,46 28,94 Radius PAZ-2 Radius PAZ-1 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 Radius dalam km Gambar 40 Grafik radius dari pusat kejadian dan lama serta jenis permukaan pada zona PAZ. Veg_4m 5,70 Lama kejadian dan jenis permukaan Soil_4m Veg_3m Soil_3m Veg_2m Soil_2m Veg_1m Soil_1m Veg_7d 5,70 5,70 5,70 9,70 18,73 34,90 35,00 Radius UPZ-2 Radius UPZ-1 Soil_7d Radius dalam km Gambar 41 Grafik radius dari pusat kejadian dan lama serta jenis permukaan pada zona UPZ

117 Radius zona UPZ seperti dalam Gambar 67 dari mulai detik kejadian sampai 1 bulan kejadian berada dalam radius 35 km sampai 4 bulan kejadian zona UPZ berada dalam radius 5,70 km. Jumlah wilayah yang memiliki distribusi radionuklida dari kecelakaan PLTN yang termasuk dalam zona Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) dan jumlah dalam zona Precautionary Action Zone (PAZ) dalam tujuh hari, satu bulan, dua bulan, tiga bulan serta empat bulan setelah kejadian ditampilkan seperti dalam Tabel 39. Tabel 26 Radius distribusi cemaran dan jumlah wilayah, zona kedaruratan dan waktu setelah kejadian Radius (km) Tujuh Satu Dua Tiga Empat Jumlah Wilayah hari bulan bulan bulan bulan 00,00-35,00 PAZ Dua ratus enampuluh (260) Wilayah: W001 s.d W260 00,00-28,94 PAZ Seratus lima puluh empat (154) Wilayah: W001 s.d W148, dan W156, W196, W200, W208, W209, W223 28,94-35,00 UPZ Seratus enam (106) Wilayah: W149 s.d W260 selain W156, W196, W200, W208, W209, W223 0,00-05,70 PAZ Empat (4) Wilayah: W001 s.d W004 05,70-18,73 UPZ Lima puluh lima (55) Wilayah: W005 s.d W059 00,00-02,47 PAZ Satu (1) Wilayah: W001 02,47-05,70 UPZ Tiga (3) Wilayah: W002 s.d W004 00,00-02,47 UPZ Satu (1) Wilayah: W001 Tabel 39 menunjukkan bahwa dalam tujuh hari pertama setelah kejadian sebanyak 260 kode wilayah dalam radius 35 km berada dalam zona kedaruratan Precautionary Action Zone (PAZ) sehingga perlu tindak lanjut langsung dan segera dilakukan penanggulangan mulai detik awal kejadian. Dalam satu bulan setelah kejadian sebanyak 154 kode wilayah dalam radius 28,94 km berada dalam zona kedaruratan PAZ sehingga perlu tindak lanjut langsung dan segera mulai detik awal kejadian. Setelah 2 bulan kejadian kode wilayah yang tetap dalam zona kedaruratan PAZ sebanyak 4 wilayah dalam radius 5,70 km. Dan setelah lebih dari 4 bulan kejadian yang tetap berada dalan zona PAZ adalah kode wilayah yang berada dalam radius 2,47 km. Radius dari pusat kecelakaan yang merupakan zona Precautionary Action Zone (PAZ) setelah 7 hari, satu bulan, dua, tiga dan empat bulan setelah kejadian luasan distribusi cemaran terus menurun, dan berubah menjadi zona Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) yaitu zona yang disiapkan untuk ditetapkan tindakan penanggulangan berdasarkan hasil pemantauan lingkungan.

118 Jumlah wilayah dalam kategori PAZ dan jumlah wilayah dalam kategori UPZ dalam tujuh hari, satu bulan, dua bulan, tiga bulan serta empat bulan setelah kejadian disajikan dalam Tabel 40. Tabel 27 Zona radionuklida di darat untuk radionuklida Cs-137 dan I-131 Zona PAZ UPZ Radionuklida Cs-137 pada Overlay darat (tanaman dan tanah) Setelah 7 hari berada pada radius 35 km, semua wilayah studi (260 kode wilayah), Luas : ,04 ha Setelah 1 bulan pada radius 28,94 km, sebagian wilayah studi. Luas : ,655 ha Setelah 4 bulan pada radius 5,70 km pada W001 s.d W ,04 ha Radinuklida I-131 pada Overlay darat (tanaman dan tanah) Setelah 7 hari berada pada radius 35 km, semua wilayah studi ( 260 kode wilayah) Luas: ,04 ha Setelah 1 bulan pada radius 28,94 km, Luas ,30 ha Setelah 4 bulan 2,47 km, pada sebagian kecil wilayah W001. Luas 234,95 ha Radinuklida total (Cs-137 dan I-131) pada Overlay darat Setelah 7 hari berada pada radius 35 km, semua wilayah studi (260 kode wilayah) Luas: ,04 ha Setelah 1 bulan pada radius 28,94 km, sebagian wilayah studi. Luas : ,655 ha Setelah 4 bulan pada radius 5,70 km pada W001 s.d W ,04 ha Validasi Data Hasil Spasial Kecelakaan Chernobyl tahun 1986 ditemukan kandungan densitas tertinggi sebesar 3700 kbq/m 2 dimiliki oleh radionuklida cesium. Tahun 2011 kecelakaan Fukushima ditemukan kadar cesium yang terukur di atas 550 kbq/m 2 pada jarak radius sekitar 45 kilometres. Pada sekitar kilometres menuju kota Nihonmatsu ditemukan cesium 1816 kbq/m 2 dan kota Kawamata sekitar 1752 kbq/m 2. Sementara iodine-131 mencapai angka kbq/m 2 Tabel 28 Perbandingan densitas Cs-137 pada kecelakaan muria dan fakta Chernobyl dan Fukushima 7 hari setelah kejadian No Kecelakaan Reaktor Cs-137 kbq/m2 I-131 kbq/m2 INES Urutan 1 Chernobyl, E+10 7 RMBK 30 km ke Belarus ** 1 2 Fukushima, 30 km ke 5-7 BWR Nihotmatsu, Kawamata *** 3 3 Spasial Muria 0 **** PWR Spasial Muria TMI 2 AS (0,00005% I- 131, 1% Gas Mulia, 0% Cs- 137) PWR << Mayoritas Kr-85 Lebih kecil 4 **Safety Saries no 75, IAEA 1986, *** MacKenzi D, Gerhard Proehl, IAEA, 2011 **** Tanpa memperhitungkan serapan tanah dan vegetasi Perbandingan hasil model kecelakaan PLTN Muria dengan fakta kejadian kecelakaan di Chernobyl dan Fukushima, maka model kecelakaan yang dihasilkan berada kurang lebih pada skala 5 menurut INES ( The International Nuclear and Radiological Event Scale). Tabel 41 merupakan perbandingan densitas

119 radionuklida Cs-137 dari simulasi kecelakaan muria dan fakta kejadian di Chernobyl dan Fukushima Laju Degradasi Radionuklida di Darat Degradasi radionuklida yang terdapat di darat dari waktu 7 hari setelah kejadian kecelakaan sampai dengan 360 hari setelah kejadian dari hasil perhitungan untuk jarak 2 km arah selatan dari sumber dan diubah dalam logaritme konsentrasi / densitas disajikan dalam Tabel 42. Tabel 29 Densitas dan log densitas radionuklida (Cs-137 dan I-131) yang ada di permukaan darat (Bq/m 2 ) pada 2 km arah selatan Log [Total Densitas I- Total densitas Densitas Cs-137 Log [densitas Cs- Log [densitas I- densitas 7 hari di darat (Bq/m di darat Cs-137 dan I- ) (Bq/m 2 ) 131 (Bq/m di darat] 131 di darat ] Cs-137 dan I- ) 131] E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E Pengolahan data lebih lanjut unuk memperoleh hasil kecepatan laju degradasi (k) diperoleh hasil seperti disajikan pada Gambar 68. Log [densitas (Bq/m 2 )] Sisa degradasi Cs-137 di permukaan darat 15 Sisa degradasi I-131 di permukaan darat 10 y = -0,046x + 9,6551 R 2 = 0,9917 Sisa degradasi overlay (Cs137 dan I-131) di permukaan darat Linear (Sisa degradasi Cs-137 di permukaan darat) 5 Linear (Sisa degradasi overlay (Cs137 dan I 131) di permukaan y = -0,044x + 9, R 2 = 0, y = -0,0818x + 10, R 2 = 0, Waktu (hari) Gambar 42 Grafik waktu setelah kejadian terhadap log densitas radionuklida jarak 2 km arah selatan di darat.

120 Konsentrasi distribusi radionuklida terus berkurang sebanding dengan pertambahan jarak sumber. Grafik log [densitas] terhadap waktu degradasi menunjukkan garis linier, mengindikasikan laju degradasi order reaksi satu. Dari Tabel 43 diketahui persamaan laju degradasi radionuklida di darat adalah: dc dt dc 0,101332[densitas Cs-137] = ; dt dc = 0,105938[densitas total Cs-137 dan I-131]. dt = ; dan 0,188385[densitas I-131] Tabel 30 Data grafik log [densitas Cs-137 dan I-131] dan waktu paruh degradasi. Cs-137 di I-131 di permukaan Total Cs-137 dan I-131 di permukaan darat darat permukaan darat k (Bq/m 2 /hari) t 1/2 degradasi di darat (hari) Degradasi radionuklida di darat terjadi disebabkan: (a) Masuknya radionuklida melewati pori-pori tanah, wilayah studi memiliki nilai persentase sorpsi 0,600 per minggu atau x 10-1 /hari pada ph=7.00 (Setiawan 1998) yang menyebabkan densitas radionuklida di permukaan akan berkurang terserap tanah; (b) Akar vegetasi juga berperan mengurangi densitas radionuklida di darat; (c) Sifat kimia lain yang menurunkan densitasnya di darat adalah kemudahan radionuklida bereaksi dengan udara. Nilai laju degradasi Cs-137 adalah /hari dan t 1/2 degradasi 6.84 hari, degradasi Cs-137 disebabkan sifat kelarutan dalam air yang cukup tinggi sehingga dengan adanya wash out hujan (deposisi basah) akan terserap tanah dan akar vegetasi. Nilai laju degradsi I-131 adalah /hari dan t 1/2 degradasi 3.68 hari, degradasi disebabkan selain terserap tanah juga iod memiliki sifat sangat mudah menguap ke udara sehingga mengurangi densitasnya di darat. Densitas total (overlay Cs-137 dan I-131) memiliki nilai k = /hari, dan t 1/2 degradasi di darat selama 6.54 hari mendekati nilai t 1/2 degradasi Cs-137 (6,84 hari). Penggambaran grafik linieritas densitas total (Cs-137 dan I-131) dan linieritas Cs-137 menghasilkan slope yang relatif sama. Hal ini memberi informasi bahwa densitas total (Cs-137 dan I-131) memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan densitas Cs-137. Membandingkan cemaran Cs-137 dan I-131, maka Cs-137 memiliki nilai lebih penting daripada cemaran I-131, sehingga dalam kecelakaan nuklir yang terjadi, sangat penting berfokus memperhatikan densitas cemaran Cs-137 dibandingkan dengan I-131.

121 4.13 Keterkaitan Degradasi Radionuklida dengan Serapan Tanah dan Akar. Degradasi radionuklida di permukaan tanah memiliki keterkaitan erat dengan faktor serapan tanah dan serapan akar, oleh karena itu degradasi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain karena adanya serapan tanah, serapan akar vegetasi atau faktor-faktor lain yang perlu penelitian lebih lanjut, misalnya kombinasi serapan akar dan tanaman yang bekerja simultan menyerap radionuklida, faktor serapan daun atau faktor lain yang belum diketahui. Jika dibandingkan pengaruh degradasi dengan serapan tanah dan akar dapat disajikan seperti Gambar 69 berikut. Tetapan/hari 1,20000E-01 1,00000E-01 8,00000E-02 6,00000E-02 4,00000E-02 1,059E-01 8,571E-02 2,00000E-02 0,00000E+00 4,445E-03 Degradasi Serapan Tanah Serapan Akar Gambar 43 Perbandingan tetapan laju degradasi, tetapan serapan tanah dan akar Tetapan degradasi 1,059E-01/hari di permukaan tanah untuk radionuklida Cs-137 dan I-131, paling banyak ditentukan oleh adanya faktor serapan tanah 8,571E-02 /hari yang berperan mencapai 81.0 %; sedangkan peranan akar peranannya relatif lebih rendah terhadap degradasi radionuklida dengan tetapan 4,445E-03/hari yang berperan sebesar 4.2 % terhadap degradasi radionuklida di permukaan tanah Model Distribusi Spasial Radionuklida pada Kecelakaan PLTN Masa Depan Penggunaan Luasan Tanah Tanah yang menjadi objek penelitian pada radius 35 km pada wilayah studi terbesar merupakan wilayah kabupaten Jepara. Wilayah kabupaten Jepara dari data BPS 2005 dan 2008 diketahui memiliki tanah basah dengan luasan

122 ha yang terdiri dari sawah tadah hujan, pasang surut dan tanah sawah dan tanah basah lainnya. Sedangkan tanah Kering dengan luas Ha terdiri dari bangunan, hutan, perkebunan, tegalan, padang rumput, dan lain-lain. Data BPS wilayah studi tersebut selanjutnya dihitung perbahan lahan yang terjadi setisap tahunnya untuk memperoleh perkiraan perubahan luasan lahan yang disajikan dalam Tabel 44. Tabel 31 Perkiraan perubahan luasan tanah di wilayah studi (ha) Tanah tidak bervegetasi Tanah bervegetasi Tanah tidak bervegetasi Tanah bervegetasi Tanah tidak bervegetasi Tanah bervegetasi Tanah tidak bervegetasi Tanah bervegetasi Tanah tidak bervegetasi Tanah bervegetasi Data BPS penggunaan lahan kabupaten Jepara dan dianalisis dan diperoleh data dimana wilayah studi dibagi 2 yang terdiri: 1) tanah bervegetasi: meliputi tegalan dengan rumput ilalang, hutan kayu, hutan negara dan swasta, padang rumput dan tanah yang tidak diusahakan; 2) tanah tanpa vegetasi: meliputi bangunan, tanah persawahan, kolam, tambak dan rawa. Perubahan penggunaan luasan tanah diperkirakan seperti Tabel 44 dan Gambar 70.

123 Prediksi pertambahan tanah tak bervegetasi dan pengurangan tanah bervegetasi Persentase pertambahan dan pengurangan (%) , , , , , , , , , , Bangunan (%) Vegetasi (%) -4 Tahun Gambar 44 Perkiraan persentase pertambahan tanah tak bervegetasi dan pengurangan tanah bervegetasi di kabupaten Jepara. Perubahan penggunaan tanah diperkirakan sampai tahun 2030 akan terjadi penambahan tanah tak bervegetasi sampai 2.45 % dan pengurangan tanah bervegetasi mencapai 3.08% dengan asumsi laju pertumbuhan sama dengan tahuan 2003, 2004, 2005 dan 2006 dengan rata-rata pertumbuhan tanah tak bervegetasi untuk keperluan bangunan dan kegiatan yang memangkas vegetasi mencapai % per tahun; pengurangan tanah bervegetasi mencapai % per tahun. Luasan tanah bervegetasi akan berperan besar dalam penyerapan cemaran radionuklida, dikarenakan vegetasi memiliki akar dan daun yang dapat menyerap cemaran. Sementara tanah tak bervegetasi memiliki serapan cemaran radionuklida yang lebih rendah, hanya bergantung pada ikatan kimia fisika cemaran terhadap tanah tersebut.

124 Model Spasial Distribusi Radionuklida pada Kecelakaan Masa Depan Perkiraan distribusi radionuklida pada kejadian kecelakaan di masa depan dilakukan untuk melihat kemungkinan perbedaan luasan cemaran distribusi radionuklida yang terjadi akibat perubahan tata guna lahan. Dari hasil pengolahan data BPS wilayah studi sampai tahun 2030 akan terjadi penambahan tanah tak bervegetasi % dan pengurangan tanah bervegetasi % dengan asumsi laju pertumbuhan konstan, maka tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006 rata-rata pertumbuhan tanah tak bervegetasi untuk kegiatan yang memangkas vegetasi mencapai % per tahun; pengurangan tanah bervegetasi mencapai % per tahun. Asumsi awal bahwa dengan bertambahnya tahun maka akan terjadi pengurangan luasan vegetasi dan penambahan luasan tanah yang tidak memiliki vegetasi. Dengan perubahan ini besar kemungkinan serapan tanah, serapan akar akan mengalami perubahan. Hasil perkiraan dapat dilihat pada Gambar peta berikut. Gambar 45 Model peta distribusi radionuklida Cs-173 setelah 2 bulan kecelakaan yang terjadi tahun 2010

125 Gambar 46 Model peta distribusi radionuklida Cs-173 setelah 2 bulan kecelakaan yang terjadi tahun 2020 Gambar 47 Model peta distribusi radionuklida Cs-173 setelah 2 bulan kecelakaan yang terjadi tahun 2025

126 Gambar 48 Model peta distribusi radionuklida Cs-173 setelah 2 bulan kecelakaan yang terjadi tahun Pengujian Statistika terhadap Data Tahun Kejadian Pengujian terhadap data cemaran radionuklida pada kecelakaan tahun 2010, 2020, 2025 dan 2030 menggunakan uji peringkat bertanda Wilcoxon untuk membandingkan median dua sampel berpasangan tidak berdistribusi normal. Data yang diuji statistik ditampilkan dalam Tabel 45. Tabel 32 Data luas dan zona cemaran Cs-137 hasil perkiraan pada kecelakan tahun 2010, 2020, 2025 dan 2030 PAZ-1 PAZ-2 UPZ- 1 UPZ-2 Luas (Ha) Th Luas (Ha) Th Luas (Ha) Th Luas (Ha) Th. 2025)

KARAKTERISTIK PRODUK FISI SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH DAN EVALUASI SOURCE TERM

KARAKTERISTIK PRODUK FISI SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH DAN EVALUASI SOURCE TERM KARAKTERISTIK PRODUK FISI SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH DAN EVALUASI SOURCE TERM RINGKASAN Penelitian karakterisitk produk fisi pada saat terjadi kecelakaan parah pada reaktor air ringan, dan evaluasi

Lebih terperinci

ANALISIS KECELAKAAN PEMBANGUNAN PLTN DAN KRISIS ENERGI LISTRIK KALIMANTAN BARAT

ANALISIS KECELAKAAN PEMBANGUNAN PLTN DAN KRISIS ENERGI LISTRIK KALIMANTAN BARAT ANALISIS KECELAKAAN PEMBANGUNAN PLTN DAN KRISIS ENERGI LISTRIK KALIMANTAN BARAT Rachmat Sahputra Jurusan PMIPA FKIP UNTAN Email korespondensi : rahmat_ui@yahoo.com ; rachmat.sahputra@fkip.untan.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pengembangan pemanfaatan energi nuklir dalam berbagai sektor saat ini kian pesat. Hal ini dikarenakan energi nuklir dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar secara

Lebih terperinci

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan

Lebih terperinci

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN Muhammad Ilham, Annisa Khair, Mohamad Yusup, Praba Fitra Perdana, Nata Adriya, Rizki Budiman 121178, 12115, 121177, 121118, 12116, 12114 Program Studi Fisika, Institut

Lebih terperinci

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. Nur imam (2014110005) 2. Satria Diguna (2014110006) 3. Boni Marianto (2014110011) 4. Ulia Rahman (2014110014) 5. Wahyu Hidayatul

Lebih terperinci

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Wilayah Studi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Tapak PLTN Ujung Lemah Abang (ULA) Muria Jateng dengan radius 35 km dari pusat PLTN tersebut. Lokasi PLTN berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didesain berdasarkan 3 (tiga) prinsip yaitu mampu dipadamkan dengan aman (safe shutdown), didinginkan serta mengungkung produk

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU RINGKASAN Reaktor Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) adalah reaktor berbahan bakar uranium dengan pengkayaan rendah, moderator grafit dan pendingin gas yang

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. - PLTN dikelompokkan

Lebih terperinci

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINISTIK DAMPAK KECELAKAAN REAKTOR KARTINI TERHADAP KONSENTRASI RADIONUKLIDA DI TANAH MENGGUNAKAN SOFTWARE PC-COSYMA

ANALISIS DETERMINISTIK DAMPAK KECELAKAAN REAKTOR KARTINI TERHADAP KONSENTRASI RADIONUKLIDA DI TANAH MENGGUNAKAN SOFTWARE PC-COSYMA ANALISIS DETERMINISTIK DAMPAK KECELAKAAN REAKTOR KARTINI TERHADAP KONSENTRASI RADIONUKLIDA DI TANAH MENGGUNAKAN SOFTWARE PC-COSYMA Desintha Fachrunnisa, Diah Hidayanti 2, Suharyana Universitas Sebelas

Lebih terperinci

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN TUGAS Mengenai : PLTN Di Susun Oleh: ADRIAN Kelas : 3 IPA MADRASAH ALIYAH ALKHAIRAT GALANG TAHUN AJARAN 2011-2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam

Lebih terperinci

TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI

TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI Dosen : Hasbullah, S.Pd., MT. Di susun oleh : Umar Wijaksono 1101563 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, sosial maupun peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu kecukupan persediaan energi secara berkelanjutan

Lebih terperinci

PEMBANGKIT PENGENALAN (PLTN) L STR KTENAGANUKLTR

PEMBANGKIT PENGENALAN (PLTN) L STR KTENAGANUKLTR PENGENALAN (PLTN) PEMBANGKIT L STR KTENAGANUKLTR I _ Sampai saat ini nuklir khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang seperti industri, kesehatan, pertanian, peternakan,

Lebih terperinci

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) RINGKASAN Setelah perang dunia kedua berakhir, Kanada mulai mengembangkan PLTN tipe reaktor air berat (air berat: D 2 O, D: deuterium) berbahan bakar uranium alam. Reaktor

Lebih terperinci

Nomor 36, Tahun VII, April 2001

Nomor 36, Tahun VII, April 2001 Nomor 36, Tahun VII, April 2001 Mengenal Proses Kerja dan Jenis-Jenis PLTN Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya. Tenaga nuklir itu hanya dapat dikeluarkan melalui

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

RISET PROSES PELELEHAN TERAS SAAT KECELAKAAN PARAH

RISET PROSES PELELEHAN TERAS SAAT KECELAKAAN PARAH RISET PROSES PELELEHAN TERAS SAAT KECELAKAAN PARAH RINGKASAN Kecelakaan yang terjadi pada reaktor Three Mile Island No.2 (TMI-2) di Amerika Serikat pada bulan Maret 1979, telah mengakibatkan sekitar separuh

Lebih terperinci

Asisten : Astari Rantiza/ Tanggal Praktikum : 24 Februari 2015

Asisten : Astari Rantiza/ Tanggal Praktikum : 24 Februari 2015 MODUL FNB 1 MODUL ANALISIS KESELAMATAN PLTN Ali Akbar, Ahmad Sibaq Ulwi, Anderson, M Jiehan Lampuasa, Qiva Chandra Mahaputra, Sarah Azzahwa 121299, 12127, 121286, 121262, 121265, 121219 Program Studi Fisika,

Lebih terperinci

MAKALAH FISIKA DAN KIMIA DASAR 2B DAMPAK MASALAH LINGKUNGAN LEDAKAN REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA

MAKALAH FISIKA DAN KIMIA DASAR 2B DAMPAK MASALAH LINGKUNGAN LEDAKAN REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA MAKALAH FISIKA DAN KIMIA DASAR 2B DAMPAK MASALAH LINGKUNGAN LEDAKAN REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA Anggota Kelompok: Pratama Arief Ramadhan (55415378) Danando Syah Putra (51415559) Kelas 1IA07 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR

BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR RINGKASAN Beberapa tipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR), Reaktor Air Tekan Rusia (VVER),

Lebih terperinci

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Lecture Presentation NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY By : NANIK DWI NURHAYATI, S,Si, M.Si Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Lebih terperinci

Definisi PLTN. Komponen PLTN

Definisi PLTN. Komponen PLTN Definisi PLTN PLTN adalah sebuah pembangkit daya thermal yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya. Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkilt Listrik

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. AFRI YAHDI : 2013110067 2. M.RAZIF : 2013110071 3. SYAFA RIDHO ILHAM : 2013110073 4. IKMARIO : 2013110079 5. CAKSONO WIDOYONO : 2014110003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam. BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsumsi energi dunia tumbuh dua puluh kali lipat sejak tahun 850 sementara populasi dunia tumbuh hanya empat kali lipat. Pada pertumbuhan awal terutama dipenuhi dengan

Lebih terperinci

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR RINGKASAN Selama beropersinya reaktor nuklir, pelet bahan bakar mengalami iradiasi neutron pada suhu tinggi dan memproduksi produk fisi. Akibatnya pelet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan dengan membuat simulasi AHR menggunakan software MCNPX. Analisis hasil dilakukan berdasarkan perhitungan terhadap nilai kritikalitas (k eff )

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi 3.1 Konfigurasi Teras Reaktor Spesifikasi utama dari HTTR diberikan pada tabel 3.1 di bawah ini. Reaktor terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di dunia, yang menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang besar. PLTN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor nuklir membutuhkan suatu sistem pendingin yang sangat penting dalam aspek keselamatan pada saat pengoperasian reaktor. Pada umumnya suatu reaktor menggunakan

Lebih terperinci

FAQ tentang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)

FAQ tentang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) PERTANYAAN : FAQ tentang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) BAGAIMANAKAH HUBUNGAN ANTARA ENERGI NUKLIR DENGAN FENOMENAPEMANASAN AKIBAT GAS KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) JAWABAN RINGKAS Strategi pengurangan

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR)

REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR) REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR) RINGKASAN Dalam PLTN tipe Reaktor Air Tekan, air ringan digunakan sebagai pendingin dan medium pelambat neutron (moderator neutron). Teras reaktor diletakkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), maka peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti LABORATORIUM KIMIA FISIK Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti Drs. Iqmal Tahir, M.Si., Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan listrik di Indonesia semakin meningkat, sedangkan bahan bakar fosil akan segera habis. Oleh karena itu dibutuhkan pembangkit listrik yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

RISET KEUTUHAN PENGUNGKUNG REAKTOR SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH

RISET KEUTUHAN PENGUNGKUNG REAKTOR SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH RISET KEUTUHAN PENGUNGKUNG REAKTOR SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH RINGKASAN Pengungkung (containment) reaktor nuklir adalah dinding pelindung terluar yang mencegah emisi produk belah (Fision Product, FP)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecelakaan Nuklir dan Kelistrikan Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecelakaan Nuklir dan Kelistrikan Indonesia 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecelakaan Nuklir dan Kelistrikan Indonesia Kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Fukhusima Jepang tanggal 11 Maret 2011 adalah kecelakaan nuklir terparah

Lebih terperinci

CONTOH TAHAPAN PERHITUNGAN NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN SPESIFIK TAPAK

CONTOH TAHAPAN PERHITUNGAN NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN SPESIFIK TAPAK KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN CONTOH TAHAPAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

RISET KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADA SAAT REAKTOR MENGALAMI FLUKTUASI DAYA

RISET KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADA SAAT REAKTOR MENGALAMI FLUKTUASI DAYA RISET KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADA SAAT REAKTOR MENGALAMI FLUKTUASI DAYA RINGKASAN Untuk meningkatkan nilai ekonomisnya, PLTN harus dapat mensuplai daya sesuai kebutuhan pada saat diperlukan. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah energi merupakan salah satu hal yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia, ketergantungan kepada energi fosil masih cukup tinggi hampir 50 persen

Lebih terperinci

Makalah Fisika Modern. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Dosen pengampu : Dr.Parlindungan Sinaga, M.Si

Makalah Fisika Modern. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Dosen pengampu : Dr.Parlindungan Sinaga, M.Si Makalah Fisika Modern Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisika Modern Dosen pengampu : Dr.Parlindungan Sinaga, M.Si Disusun Oleh : Iif Latifah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DAN JENIS-JENIS REAKTOR PLTN (Yopiter L.A.Titi, NRP:1114201016, PascaSarjana Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November (ITS Surabaya) 1. Pendahuluan Nuklir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi energi listrik dunia dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam hal ini industri memegang peranan penting dalam kenaikan konsumsi listrik dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN 20 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN 20 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN 20 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN

NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN 9 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN NILAI BATAS LEPASAN RADIOAKTIVITAS KE LINGKUNGAN Nilai Batas Lepasan Radioaktivitas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Tujuan Keselamatan... 3 1.2. Fungsi Keselamatan Dasar... 3 1.3. Konsep Pertahanan Berlapis... 6 BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR... 1 2.1. Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM 3.1. Siklus Bahan Bakar Nuklir Siklus bahan bakar nuklir (nuclear fuel cycle) adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

Dr.Ir. Mohammad Dhandhang Purwadi Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir

Dr.Ir. Mohammad Dhandhang Purwadi Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir TEKNOLOGI REAKTOR Dr.Ir. Mohammad Dhandhang Purwadi Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir Dipresentasikan Oleh : PAMUJI WASKITO R, S.Pd Guru Fisika SMKN 4 Pangkalpinang GO GREEN Sabtu, 10 September

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR. Kuat Heriyanto, Nurokhim, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR. Kuat Heriyanto, Nurokhim, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR Kuat Heriyanto, Nurokhim, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR BEKAS BERBAGAI TIPE REAKTOR. Telah dilakukan

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Reaktor pembiak cepat (Fast Breeder Reactor/FBR) adalah reaktor yang memiliki kemampuan untuk melakukan "pembiakan", yaitu suatu proses di mana selama reaktor

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini dapat memiliki dampak yang positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS 1 - Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang - " Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan

Lebih terperinci

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton adalah campuran antara semen portland, air, agregat halus, dan agregat kasar dengan atau tanpa bahan-tambah sehingga membentuk massa padat. Dalam adukan beton, semen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin bertambah dari tahun ke tahun, sementara sumber yang ada masih berbanding terbalik dengan kebutuhan. Walaupun energi radiasi matahari (energi

Lebih terperinci

APA YANG SALAH? Kasus Sejarah Malapetaka Pabrik Proses EDISI KEEMPAT

APA YANG SALAH? Kasus Sejarah Malapetaka Pabrik Proses EDISI KEEMPAT Untuk Denise, Yang selalu menunggu ketika saya menikmati kesendirian dan tinggal di laboratorium berhari-hari namun kamu tidak pernah melihat hasilnya. APA YANG SALAH? Kasus Sejarah Malapetaka Pabrik Proses

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DEPOSISI LEPASAN PRODUK FISI DI PERMUKAAN TANAH TAPAK PLTN

PERHITUNGAN PARAMETER DEPOSISI LEPASAN PRODUK FISI DI PERMUKAAN TANAH TAPAK PLTN PERHITUNGAN PARAMETER DEPOSISI LEPASAN PRODUK FISI DI PERMUKAAN TANAH TAPAK PLTN Pande Made Udiyani Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Puspiptek Gd-80, Email: pmade-u@batan.go.id Masuk:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pembangunan dan pengoperasian

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RINGKASAN Meskipun terjadi kecelakaan kehilangan air pendingin ( Loss Of Coolant Accident, LOCA), seandainya bundel bahan bakar dapat

Lebih terperinci

RADIOKIMIA Pendahuluan Struktur Inti

RADIOKIMIA Pendahuluan Struktur Inti LABORATORIUM KIMIA FISIK Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) RADIOKIMIA Pendahuluan Struktur Inti Drs. Iqmal Tahir, M.Si., Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Memperoleh energi yang terjangkau untuk rumah tangga dan industri adalah aktivitas utama pada masa ini dimana fisi nuklir memainkan peran yang sangat penting. Para

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6 KIMIA INTI 1. Setelah disimpan selama 40 hari, suatu unsur radioaktif masih bersisa sebanyak 0,25 % dari jumlah semula. Waktu paruh unsur tersebut adalah... 20 hari 8 hari 16 hari 5 hari 10 hari SMU/Ebtanas/Kimia/Tahun

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional 1 Pokok Bahasan STRUKTUR ATOM DAN INTI ATOM A. Struktur Atom B. Inti Atom PELURUHAN RADIOAKTIF A. Jenis Peluruhan B. Aktivitas Radiasi C. Waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

REAKTOR AIR TEKAN TIPE RUSIA (VVER)

REAKTOR AIR TEKAN TIPE RUSIA (VVER) REAKTOR AIR TEKAN TIPE RUSIA (VVER) RINGKASAN Kepanjangan VVER dalam bahasa Rusia adalah VODO-VODYANOI ENERGETICHESKY REAKTOR VVER, Jika diartikan dalam bahasa Inggris adalah WATER-WATER POWER REACTOR

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF RINGKASAN Jenis dan tingkat radioaktivitas limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian fasilitas nuklir bervariasi, oleh karena itu diperlukan proses penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya cadangan minyak bumi, gas dan batubara di Indonesia,membuat kita harus segera memikirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi baru yang potensial adalah energi nuklir. Energi nuklir saat ini di dunia

BAB I PENDAHULUAN. energi baru yang potensial adalah energi nuklir. Energi nuklir saat ini di dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru. Salah satu alternatif sumber energi baru yang potensial

Lebih terperinci