Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Tujuan Keselamatan Fungsi Keselamatan Dasar Konsep Pertahanan Berlapis... 6 BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR Pendahuluan Sistem Instrumentasi dan Kendali Sistem Pendinginan Teras Darurat (ECCS) BAB III KLASIFIKASI KESELAMATAN STRUKTUR, SISTEM DAN KOMPONEN Pendahuluan Prinsip Klasifikasi Keselamatan BAB IV KESELAMATAN REAKTOR RISET Pendahuluan Instrumentasi dan Kendali Sistem keselamatan Reaktor Riset Keselamatan Radiologis BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA... 35

2

3 Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan tenaga nuklir untuk maksud-maksud damai seperti untuk sumber tenaga listrik membutuhkan jaminan keselamatan dalam tahap perancangan, konstruksi, pengoperasian, serta dekomisioning. Perancangan instalasi nuklir seperti pembangkit daya listrik harus berdasarkan pada tujuan, konsep dan prinsip untuk menjamin keselamatan pada individu, masyarakat dan lingkungan. Dasar-dasar keselamatan yang meliputi tujuan, konsep dan prinsip tersebut harus sudah melekat sejak tahap perancangan maupun pada tahap kontruksi, pengoperasian dan dekomisioning. Pencapaian dasar-dasar kelamatan ditentukan oleh pelaksanaan ketentuan-ketentuan tentang keselamatan perancangan, kontruksi, pengoperasian maupun dekomisioning tersebut. Keselamatan perancangan pembangkit daya nuklir mengikuti falsafah dan pendekatan keselamatan secara umum. Hal ini sangat penting diperhatikan tentang keselamatan dalam perancangan meliputi : 1) Tujuan keselamatan : umum, proteksi radiasi dan teknis; 2) Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melaksanakan fungsi keselamatan dasar seperti kendali reaktivitas, pemindahan panas dari teras reaktor dan pengungkungan material radioaktif; 3) Penerapan untuk mencapai tujuan dan fungsi keselamatan dapat dilakukan dengan konsep pertahanan berlapis ; a) Memakai strategi yang efektif dalam mengkompensasi kegagalan peralatan dan kesalahan manusia; b) Mengimplementasikan beberapa tingkat proteksi termasuk penghalang ganda untuk mencegah pelepasan material radioaktif ke lingkungan; - pencegahan kegagalan dan operasi abnormal melalui rancangan yang konservatif dan berkualitas tinggi dalam konstruksi dan pengoperasian; Pusdiklat BATAN

4 Reactor Safety and Safety Classification - kendali operasi abnormal dan deteksi kegagalan melalui pengendalian, pembatasan dan sistem proteksi serta ciriciri pemantaun lain; - proteksi dan kendali kecelakaan dibawah tingkat keparahan yang dipostulasikan dalam DBA (design basis accident) melalui ciri keselamatan terekayasa dan prosedur kecelakaan; - kendali kondisi kecelakaan parah termasuk pencegahan perkembangan kecelakaan dan mitigasi konsekuensi kecelakaan parah tersebut melalui ukuran-ukuran dan manajemen kecelakaan; - mitigasi konsekuensi radiologi akibat pelepasan material radioaktif yang bermakna atau off site mitigation melalui tanggap kedaruratan nuklir. c) Kemampuan dan kegunaannya tergantung pada implementasi di dalam rancangan. Pendekatan umum dalam perancangan untuk mencapai tujuan dan fungsi keselamatan dilakukan melalui pendekatan deterministik yang dilengkapi dengan evaluasi probabilistik. Pendekatan deterministik diutamakan untuk ; 1) Menggunakan asumsi, methoda dan perhitungan yang konservatif; 2) Menghadapi sejumlah kejadian-kejadian yang dipostulasikan sesuai kriteria perancangan dan sesuai sasaran secara radiologis; 3) Mampu berurusan dengan rangkaian kejadian BDBA (beyond design basis accidents). Sedangkan evaluasi probabilistik dimaksudkan sebagai bagian untuk menentukan rancangan yang baik dengan keandalan yang tinggi. Dengan demikian pendekatan keselamatan terintegrasi tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan instalasi yang berkeandalan tinggi. 2 Pusdiklat BATAN 2004

5 Reactor Safety System and Safety Classification 1.1. Tujuan Keselamatan Dasar-dasar keselamatan meliputi tujuan dari keselamatan yang secara umum adalah untuk memproteksi individu, masyarakat dan lingkungan dari bahaya yang disebabkan oleh pendirian instalasi pembangkit daya nuklir dan menjaga pertahanan yang efektif dalam instalasi untuk melawan bahaya radiologis. Tujuan proteksi radiasi adalah untuk menjamin bahwa semua paparan radiasi kondisi pengoperasian dalam instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir atau karena pelepasan material radioaktif yang telah direncanakan dari instalasi tersebut tetap dijaga dibawah batas yang telah diijinkan dan serendah mungkin yang dapat dicapai serta dijamin termitigasi dari konsekuensi kecelakaan yang terjadi. Tujuan keselamatan teknis adalah untuk menerima ukuran-ukuran praktis yang dapat dipikirkan untuk mencegah kecelakaan dalam instalasi nuklir dan untuk memitigasi konsekuensi dari kecelakaan tersebut. Selain itu pula untuk bisa menjamin dengan tingkat kepercayaan yang tinggi bahwa untuk semua kecelakaan yang mungkin telah dipikirkan dalam perancangan instalasi dengan tingkat probabilitas yang sangat rendah. Demikian pula konsekuensi radiologis adalah minor dan dibawah batas yang diijinkan serta dijamin bahwa kecelakaan dengan konsekuensi radiologis yang serius sangatlah rendah Fungsi Keselamatan Dasar Pencapaian tujuan keselamatan umum, proteksi radiasi dan keselamatan teknis memerlukan fungsi-fungsi keselamatan yang mendasar. Hal ini dilakukan dengan perancangan instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir yang menggunakan fungsi kendali reaktivitas yang berkaitan dengan pengoperasian reaktor nuklir dimana pengendalian reaksi pembelahan inti yang berantai harus bisa dilakukan. Pengendalian reaktivitas dilakukan dengan sistem kendali reaktor dan sistem proteksi reaktor. Sistem kendali Pusdiklat BATAN

6 Reactor Safety and Safety Classification reaktor dan sistem proteksi reaktor merupakan bagian terkait erat dengan keselamatan instalasi dari sistem instrumenatsi dan kendali yang ada di reaktor nuklir. Pemadaman reaktor (shut down) oleh karena suatu sebab dapat dilakukan secara outomatis maupun manual dalam rangka pengoperasian maupun tindakan keselamatan. Panas hasil reaksi berantai tersebut harus bisa dipindahkan dan dikonversikan ke dalam bentuk gerak mekanik dan selanjutnya bentuk listrik. Proses pemindahan panas ke bentuk mekanik (berupa gerak putar sudu-sudu turbin) dilakukan melalui sistem pendingin sekunder yang berbentuk uap. Panas dari bahan bakar atau teras reaktor dipindahkan ke pendingin sekunder melalui pendingin primer. Sebagai media pembawa panas pendingin primer dapat berupa gas, air maupun metal cair tergantung jenis reaktor daya yang dipergunakan. Sebagian besar di dunia ini reaktor daya pembangkit listrik tenaga nuklir mempergunakan air sebagai pendingin. Reaktor berpendingin air dapat terdiri atas jenis reaktor berpendingin air ringan (H 2 O) dan berpendingin air berat (D 2 O). Untuk jenis reaktor air ringan atau LWR (ligth water reaktor) dapat meliputi tipe reaktor air bertekanan atau PWR (pressurized water reaktor) dan reaktor air didih atau BWR (boiling water reaktor). Uap tekanan tinggi yang dihasilkan BWR langsung bisa dipergunakan sebagai pemutar sudu-sudu turbin. Sedangkan reaktor penelitian seperti jenis MTR dan TRIGA juga mempergunakan air ringan sebagai pendingin reaktor. Disamping sebagai pendingin reaktor, air tersebut juga difungsikan sebagai moderator yaitu media penurun tenaga neutron menuju neutron termal yaitu tenaga neutron yang diperlukan untuk reaksi berantai dengan uranium sebagai bahan bakar fisil. Contoh gambar skematik reaktor daya jenis PWR dan BWR dapat dilihat pada Gambar 1. 4 Pusdiklat BATAN 2004

7 Reactor Safety System and Safety Classification Pembangkit uap Pemisah uap Turbin tekanan rendah Pembangkit listrik Batang kendali Pressurizer Turbin tekanan tinggi Pipa by pass turbin Pemanas air umpan Kondensor Pemanas air umpan Pompa sirkulasi Air laut Ke Pembangkit uap yang lain Pompa air umpan Teras reaktor Bejana tekan reaktor Pompa pendingin primer Pompa kondensat Gambar 1.a. Gambaran umum tentang reaktor daya jenis PWR Bejana reaktor Pengering uap Pemisah uap dan air Pipa uap utama Teras reaktor Pompa Jet Pipa air umpan Pemisah uap Turbin tekanan rendah Pembangkit listrik Difuser Pompa sirkulasi Turbin tekanan tinggi Pipa by pass turbin Pemanas air umpan Kondensor Pemanas air umpan Pompa sirkulasi Air laut Batang kendali Pompa air umpan Pompa kondensat Gambar 1.b. Gambaran umum tentang reaktor daya jenis BWR Hasil proses reaksi berantai selain panas juga material-material radioaktif yang harus terkungkung agar tidak terlepas ke lingkungan. Proses pengungkungan bertingkat berawal dari matrik bahan bakar dan kelongsong bahan bakar, sistem pembatas tekanan atau sistem pendingin primer dan bejana serta gedung pengungkung reaktor. Penahan fisik berlapis sebagai penghalang ganda tersebut merupakan usaha untuk mempertahankan material radioaktif tidak terlepas kelingkungan. Penghalang pertama adalah Pusdiklat BATAN

8 Reactor Safety and Safety Classification kelongsong bahan bakar walaupun dalam rancangan bahan bakar dapat dikatakan matrik bahan bakar dapat menjadi penghalang laju keluarnya material radioaktif secara difusif. Namun secara pengungkungan tetap kelongsonglah yang berperan utama penghalang pelepasan material radioaktif tersebut. 1 2 Matrik dan kelongsong bahan bakar Sistem pendingin primer/ pembatas tekanan 3 Pengungkung Gambar 2. Penahan fisik berlapis sebagai penghalang ganda dalam instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir. Fungsi-fungsi keselamatan dasar terwujud dengan melaksanakan penjagaan dan menghindari kegagalan fungsi penahan fisik tersebut. Penjagaan dan menghindari kegagalan fungsi keselamatan dasar dilakukan dengan menerapkan konsep pertahanan berlapis dalam disain reaktor nuklir Konsep Pertahanan Berlapis Konsep pertahanan berlapis dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan fungsi keselamatan dari instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir. Konsep pertahanan berlapis sebagai falsafah keselamatan dilakukan dengan menggunakan strategi yang efektif dalam mengkompensasi kegagalan peralatan dan kesalahan manusia. Strategi tersebut meliputi beberapa tingkatan tujuan, maksud dan implementasi dalam rancangan serta kesuksesan yang diperoleh sesuai tujuannya ; 6 Pusdiklat BATAN 2004

9 Reactor Safety System and Safety Classification Tabel 1. Konsep pertahanan berlapis dan implementasi LEVEL TUJUAN MAKSUD DAN IMPLEMENTASI 1 Mencegah kegagalan dan operasi tidak normal 2 Kendali operasi tidak normal dan deteksi kegagalan 3 Pengendalian kecelakaan dalam batas disain 4 Pengendalian kondisi kecelakaan parah instalasi termasuk pencegahan dari perluasan kejadian dan mitigasi konsekuensi 5 Mitigasi konsekuensi radiologis pelepasan material radioaktif yang signifikan Disain konservatif dan berkualitas tinggi dalam konstruksi dan operasi Pengendalian, pembatasan, dan sistem proteksi serta ciri-ciri pemantauan lain Ciri-ciri keselamatan terekayasa, dan prosedur kecelakaan Ukuran-ukuran pilihan dan manajemen kecelakaan Tanggap kedaruratan di luar kawasan instalasi nuklir SUKSES Operasi berjalan normal Kegagalan terdeteksi, konsekuensi dapat diterima untuk kejadian operasional terantisipasi Konsekuensi kecelakaan dapat diterima sesuai dasar disain Kerusakan teras terbatasi dan integritas pengungkungan terjaga Pelepasan radioaktif kecelakaan terbatasi Sedangkan dalam aktivitas pengoperasian reaktor strategi pertahanan berlapis dapat di implementasikan dalam bentuk : Tabel 2. Strategi dalam implementasi konsep pertahanan belapis dalam pengoperasian Level Strategi Implementasi dalam pengoperasian 1. Pencegahan Organisasi instalasi, pemilihan staf dan pelatihan Prosedur operasi normal Spesifikasi teknis 2. Pemantauan Program pengujian berkala Program pemeliharaan preventif Deteksi insiden dan analisis 3. Mitigasi Prosedur insiden dan kecelakaan 4. Manajemen kecelakaan 5. Tanggap kedaruratan Prosedur kecelakaan diluar batas rancangan Rencana kedaruratan internal (terkait dengan rencana kedaruratan eksternal) Rencana kedaruratan eksternal Pusdiklat BATAN

10 Reactor Safety and Safety Classification Halaman ini sengaja dikosongkan 8 Pusdiklat BATAN 2004

11 Reactor Safety System and Safety Classification BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR 2.1. Pendahuluan Sistem keselamatan adalah sistem yang dirancang, dibuat serta dioperasikan untuk memberikan jaminan keselamatan terhadap pengoperasian reaktor nuklir dan dalam menghadapi kondisi operasional terantisipasi maupun kondisi kejadian yang telah dipostulasikan (PIE) dalam rancangan serta dapat memitigasi konsekuensi radiologis yang ditimbulkan jika terjadi kecelakaan. Sistem keselamatan dapat dibedakan sesuai dengan fungsi keselamatan dasar PLTN yaitu shut down reaktor, pendinginan dan pengungkungan. Sistem proteksi dimaksudkan untuk mencegah kondisi reaktor dari penyimpangan diluar batas keselamatan dan jika batas keselamatan dilampaui maka dapat memitigasi konsekuensinya. Konsekuensi paling besar adalah pelepasan material radioaktif ke sistem primer atau sekunder maupun ke pengungkung dan akhirnya bisa ke lingkungan. Sistem proteksi reaktor termasuk sistem shut down reaktor dan termasuk sistem yang berefek ke pengungkung seperti sistem pendingin teras darurat, isolasi pengungkung, pengurangan tekanan pengungkung, sumber catu daya darurat dan penyaringan udara. Semua sistem proteksi reaktor selain shut down reaktor disebut sebagai ciri keselamatan terekayasa sebagai sarana tindakan keselamatan teknis dalam PLTN. Sistem proteksi merupakan bagian dari sistem instrumentasi dan kendali dalam PLTN Sistem Instrumentasi dan Kendali Sistem intrumentasi merupakan bagian yang dapat memantau secara terus menerus variabel dan sistem operasi yang menunjukan kondisi operasional PLTN. Sedangkan kendali di sini mengandung arti bahwa variabel-variabel tersebut dapat dikendalikan secara efisien dan selamat Pusdiklat BATAN

12 Reactor Safety and Safety Classification sebagai sistem proses konversi dari tenaga nuklir ke tenaga listrik. Gambar 3 menunjukan secara umum blok diagram hubungan sistem proteksi reaktor dan sistem instrumentasi untuk pengoperasian reaktor. Catu Daya Darurat Aktuator Sistem Operasi Reaktor Aktuator Sistem Proteksi Reaktor Instalasi Reaktor Catu Daya Darurat Sirkuit Sistem Kendali Operasi Reaktor Instrumentasi Sistem Operasi Reaktor Instrumentasi Sistem Proteksi Sirkuit Logika Sistem Proteksi Reaktor Tayangan (display) Catu Daya Darurat Operator Gambar 3. Instrumentasi di dalam sistem operasi reaktor dan sistem proteksi reaktor [digambar ulang dari nuclear power reaktor instrumentation sistems, handbookvol2,1974]. Kisaran kerja sistem instrumentasi dan kendali diperlukan dalam kondisi operasi normal, dalam kejadian operasi terantisipasi, dalam kecelakaan dasar rancangan maupun dalam kecelakaan parah suatu PLTN. Dengan demikian status instalasi dapat dijamin perolehan informasinya. Instrumentasi yang tersedia merupakan intrumentasi yang memantau variabel-variabel yang dapat mempengaruhi pada proses reaksi pembelahan inti bahan bakar di teras reaktor, integritas teras reaktor, sistem pendinginan dan pengungkungan serta untuk mendapatkan data instalasi untuk keandalan dan keselamatan operasinya. Dengan demikian sistem instrumentasi dan kendali merupakan wahana yang mampu untuk : mendapatkan data pengoperasian reaktor, memberikan sinyal untuk pengendalian proses operasi reaktor, serta memberikan sinyal permulaan untuk tindakan proteksi untuk keselamatan reaktor. Pada saat operasi normal (start up, operasi dan shut down reaktor), instrumentasi sistem operasi reaktor memberikan pantauan dalam rangka untuk kendali reaktor melalui sirkuit sistem kendali operasi reaktor untuk 10 Pusdiklat BATAN 2004

13 Reactor Safety System and Safety Classification mengawali perintah pengendalian operasi pada aktuator sistem operasi reaktor. Sedangkan instrumentasi sistem proteksi reaktor memberikan pantauan dalam rangka tindakan keselamatan melalui sirkuit logika sistem proteksi reaktor untuk mengawali perintah berupa proteksi reaktor. Pantauan oleh instrumentasi sistem operasi maupun dalam rangka tindakan keselamatan di tayangkan sebagai data pengoperasian dan kendali operasi maupun pengawalan tindakan keselamatan melalui sistem proteksi reaktor. Dengan demikian operator dapat melaksanakan pengoperasian secara interaktif terhadap aktuator sistem operasi reaktor maupun untuk melakukan tindakan keselamatan melalui sistem proteksi reaktor. Fungsi sistem proteksi reaktor untuk dapat memberikan tindakan awal secara otomatis pengoperasian sistem yang diperlukan termasuk sistem shut down reaktor. Tujuan fungsi sistem proteksi tersebut di maksudkan untuk menjamin batas yang dispesifikasikan oleh rancangan tidak dilewati dan hasilnya merupakan kejadian pengoperasian terantisipasi. Fungsi selanjutnya adalah untuk dapat mendeteksi adanya kecelakaan dasar rancangan dan memulai pengoperasian sistem yang diperlukan untuk membatasi konsekuensi kecelakaan tersebut di dalam batas-batas rancangan. Fungsi lain adalah mampu membaca situasi tindakan tidak aman sistem kendali reaktor ( misal periode pengangkatan batang kendali dari teras reaktor yang terlalu cepat dalam start up reaktor). Dalam hal kejadian kegagalan catu daya utama reaktor harus tetap bisa di padamkan. Dengan demikian aktuator sistem proteksi dan instrumentasi sistem proteksi serta tayangan dalam rangka menjamin keselamatan secara utuh harus dilengkapi dengan catu daya darurat Shut down Shut down reaktor merupakan bagian dari sistem proteksi yang dimaksudkan untuk pengurangan reaktivitas. Shut down dilakukan dengan menyisipkan batang kendali di dalam teras reaktor yang berisi bahan bakar. Pusdiklat BATAN

14 Reactor Safety and Safety Classification Ada tipe reaktor yang dilengkapi dengan larutan racun (penyerap) neutron seperti larutan Boron. Penyisipan secara cepat disebut juga pancung (scram) reaktor atau trip reaktor digunakan untuk tindakan keselamatan atau proteksi reaktor. Kemampuan shut down reaktor dilaksanakan dengan mengimplementasikan proses kendali reaktivitas melalui sistem instrumentasi dan kendali. Tindakan keselamatan terkait dengan shut down reaktor berupa proteksi reaktor melalui pancung atau trip reaktor yang dapat disebabkan oleh beberapa kejadian tidak normal dan dapat mengakibatkan kondisi darurat serta memberikan sinyal shut down pada sistem proteksi reaktor. Kondisi darurat tersebut dapat meliputi kondisi tidak normal yang melewati batas operasi atau spesifikasi rancangan. Kondisi tidak normal dapat meliputi : - ketidak normalan atas perubahan reaktivitas atau distribusi daya dalam teras reaktor (penarikan batang kendali keluar dari teras reaktor saat start up atau operasi untuk PWR dan BWR, khusus PWR dapat pula terjadi batang kendali jatuh dan salah posisi dan ketidak-normalan pelarutan Boron pada air pendingin reaktor); - ketidak normalan dalam perubahan pembangkitan panas atau kondisi pendinginan teras (PWR : kehilangan sebagian aliran pendingin reaktor, kesalahan dimulainya shut down untai sistem pendingin reaktor, kehilangan catu daya listrik utama, kehilangan aliran air umpan pendingin utama, kenaikan tidak normal beban uap, ketidak normalan penurunan tekanan sistem pendingin sekunder, catu air ke pembangkit uap berlebihan; BWR : kehilangan sebagian aliran pendingin reaktor, kesalahan dimulainya shut down untai sistem pendingin reaktor, kehilangan catu daya listrik utama, kehilangan aliran pemanas air umpan, kesalahan fungsi sistem kendali aliran pendingin reaktor) ; - ketidak normalan atas perubahan tekanan atau pengumpulan pendingin reaktor (PWR : kehilangan beban, ketidak-normalan penurunan tekanan sistem pendingin reaktor, kesalahan start up sistem pendinginan teras darurat selama operasi daya; BWR :kehilangan beban, penutupan katup 12 Pusdiklat BATAN 2004

15 Reactor Safety System and Safety Classification isolasi uap utama dengan kesalahan, kegagalan sistem kendali air umpan, kegagalan sistem kendali tekanan reaktor, kehilangan total aliran air umpan ). Ketidak normalan atas perubahan dalam pengoperasian tersebut disebut sebagai transien. Ketidak normalan atas perubahan yang dapat diantisipasi dan kembali kekondisi aman disebut kondisi transien operasi terantisipasi. Kondisi tidak normal yang dapat diantisipasi ditunjukan dalam tindakan pancung reaktor untuk shut down reaktor. Tindakan keselamatan berupa shut down reaktor atau trip reaktor akibat ketidak normalan tersebut di atas dapat dilihat dalam Gambar 4. Kreteria keselamatan reaktor dipenuhi agar tidak terjadi kerusakan teras dan mampu kembali ke kondisi operasi normal. Hal ini dikreteriakan secara khusus dengan tidak tercapainya DNBR minimum (departure from nucleate boiling) atau DNBR harus tetap di atas batas yang diijinkan, kelongsong bahan bakar tidak mengalami kerusakan, entalpi bahan bakar di bawah batas nilai yang diijinkan, tekanan dalam sistem pembatas tekanan pendingin reaktor tidak melewati nilai batas yang diijinkan Pendinginan Tipe reaktor daya dengan media air sebagai pendingin reaktor seperti PWR dan BWR, merupakan tipe reaktor yang memanfaatkan uap air sebagai penggerak turbin pembangkit listrik. Sistem instrumentasi tipe reaktor tersebut dipengaruhi oleh proses perubahan tenaga nuklir yang dikonversikan ke tenaga listrik melalui media air. Dengan demikian sifat pendingin air secara termalhidroulika maupun neutronik penting sebagai bagian dari proses yang harus bisa dioperasikan dan dikendalikan oleh sistem instrumentasi dan kendali reaktor. Pengoperasian dan pengendalian daya maupun pendinginan dalam operasi reaktor selalu harus dipantau oleh sistem instrumentasi dan kendali. Pusdiklat BATAN

16 Reactor Safety and Safety Classification BWR PWR Tekanan reaktor naik Level air reaktor turun Jumlah neutron naik Piranti pemantau neutron tidak bekerja Tekanan bejana pengungkung reaktor naik Katup isolasi uap utama Sinyal shut down reaktor bekerja Jumlah neutron naik Laju perubahan dalam jumlah neutron naik Pendingin primer mendidih Daya termal lebih besar dari kapasitas pendinginan oleh pendingin primer Tekanan reaktor naik menutup Katup penghenti uap utama turbin menutup Katup kendali turbin menutup Semua batang kendali tersisipkan ke teras reaktor Tekanan reaktor turun Aliran pendingin primer berkurang Katup penghenti uap utama turbin menutup secara cepat Radioaktivitas dalam jalur uap Level air di pembangkit uap turun utama naik Level air naik pada elemen sistem tekanan mekanisme Batang kendali menyerap Level air pressurizer turun Penambahan percepatan seismik batang kendali neutron & daya reaktor Penambahan percepatan seismik turun secara tajam Shut down manual oleh operator Sistem pendingin teras darurat bekerja Reaksi berantai berhenti Shut down manual oleh operator Gambar 4. Skema kondisi transien operasi terantisipasi dengan tindakan keselamatan shut down reaktor Sistem Instrumentasi dan kendali di PWR Di PWR instrumentasi dalam operasi normal untuk mengetahui perubahan : daya reaktor, temperatur pendingin primer dan atau daya pembangkitan listrik. Pada sistem primer untuk mengetahui perubahan tekanan dan level air pressurizer dan atau temperatur pendingin primer (sisi masuk/dingin dan keluar/panas ), laju alir pendingin primer (sisi keluar pembangkit uap dan sisi dingin maupun sisi panas bejana tekan). Instrumentasi pada sistem sekunder memantau proses untuk mengetahui perubahan di pembangkit uap : level air, laju alir uap dan tekanan dalam pipa uap utama. Pada bagian turbin instrumentasi untuk memantau tekanan keluaran dari turbin tekanan tinggi. 14 Pusdiklat BATAN 2004

17 Reactor Safety System and Safety Classification Intrumentasi di teras reaktor di bagi menjadi dua; intrumentasi di luar teras dan instrumentasi di dalam teras. Instrumentasi diluar teras untuk memantau fluk neutron atau daya reaktor dipasang di sekitar bagian luar bejana tekan. Komponen utama adalah detektor-detektor; detektor kisaran sumber neutron untuk pemantauan kondisi start up reaktor, detektor kisaran daya menengah untuk pemantauan reaktor selama start up sampai operasi normal, detektor kisaran daya untuk pemantauan reaktor selama operasi normal. Sedangkan instrumentasi di dalam teras reaktor dapat meliputi instrumentasi untuk : memantau distribusi fluk neutron atau daya reaktor dan memantau temperatur pendingin primer dibgian atas teras reaktor. Sistem kendali reaktor daya PWR dapat meliputi pengendalian reaktor melalui kendali : daya reaktor menggunakan batang kendali dan larutan Boron, tekanan sistem primer, level air pembangkit uap dan tekanan turbin pada sistem sekunder. Batang kendali diperlukan untuk pengendalian daya reaktor atau panas yang secara tidak langsung kendali temperatur pendingin primer dengan mengatur posisi batang kendali dan membandingkan temperatur pendingin primer rerata dan sesungguhnya. Batang kendali juga diperlukan untuk merubah reaktivitas dalam jangka pendek disebabkan kondisi operasi termasuk daya dan temperatur. Larutan Boron diperlukan untuk pengendalian daya dengan perubahan reaktivitas saat start up dan shut down melalui injeksi larutan Boron ke dalam sistem primer. Pengendalian level air pada pembangkit uap dalam kisaran yang diijinkan dengan pengaturan katup kendali air umpan utama pembangkit uap. Sedangkan untuk untuk menjaga tekanan sistem sekunder pada kisaran konstan dengan menggunakan katup kendali uap turbin dan katup potong cepat (by pass) turbin. Selain untuk kondisi operasi normal maka untuk kondisi tidak normal dan atau kecelakaan sistem instrumentasi dan kendali diperlukan agar dapat mencegah perkembangan kejadian yang tidak normal tersebut dan Pusdiklat BATAN

18 Reactor Safety and Safety Classification meminimalkan pengaruh-pengaruhnya. Instrumentasi dan kendali juga diperlukan untuk mengukur atau memantau material radioaktif dan radiasi diluar instalasi PLTN. Dalam instrumentasi dan kendali tersebut dibagi dua kelompok yaitu : instrumentasi dan kendali untuk sistem proteksi reaktor dan instrumentasi untuk sistem fasilitas keselamatan terekayasa. Dengan adanya sistem instrumentasi dan kendali terkait dengan kedua sistem keselamatan tersebut maka diharapkan jika terjadi salah satu dari mereka gagal yang lain akan berfungsi. Jika terjadi ketidak normalan pengoperasian yang akan dapat menyumbangkan kerusakan pada batang bahan bakar, maka sistem proteksi reaktor akan bekerja dan semua batang kendali tersisipkan kedalam teras reaktor secara cepat atau pancung reaktor sehingga reaktor shut down. Sistem fasilitas keselamatan terekayasa dirancang untuk dapat memitigasi pengaruh dari suatu kecelakaan yang meliputi sistem pendinginan teras darurat (emergency core cooling sistem, ECCS) dan fasilitas pengungkungan reaktor. Kedua sistem instrumentasi dan kendali pada ECCS dan fasilitas pengungkungan reaktor terpisah dari sistem instrumentasi dan kendali yang lain. Hal ini untuk memperkecil pengaruh kegagalan dari yang satu ke yang lainnya. Sistem instrumentasi dan kendali lain adalah yang terkait dengan masalah pemantauan tingkat radiasi. Sistem instrumentasi dan kendali ini mengukur atau memantau radiasi pada berbagai titik di dalam tapak atau lokasi instalasi dan mengirimkan sinyal hasil pantauan atau pengukuran ke sistem pengendali. Jika ada pelepasan material radioaktif keluar diukur dan dipantau sehingga tidak melewati batas yang diperbolehkan atau sebaikbaiknya Instrumentasi dan kendali di BWR 16 Pusdiklat BATAN 2004

19 Reactor Safety System and Safety Classification Fungsi sistem proteksi dan kendali serta pemantauan pada sistem instrumentasi dan kendali di BWR dipersiapkan untuk dapat memberikan pelayanan reaktor saat start up, operasi dan shut down yang aman. Sistem instrumentasi dipasang pada titik-titik penting di isntalasi PLTN. Sistem instrumentasi dirancang untuk dapat mengukur atau memantau temperatur, tekanan, laju alir, level air dan lain-lain sedemikian hingga masih dalam batasbatas operasi normalnya. Perubahan kondisi setiap saat dari daya reaktor dipantau melalui pemantauan fluk neutron di dalam teras reaktor yakni oleh pemantau fluk neutron kisaran sumber untuk selama start up, pemantau fluk neutron kisaran tingkat daya menengah untuk pemantauan selama start up hingga normal operasi, dan pemantau fluk neutron untuk pemantauan kisaran daya untuk pemantauan sewaktu operasi normal. Pada bejana tekan reaktor yang perlu dipantau adalah : tekanan, level air, temperatur dan kemungkinan adanya kebocoran pada bagian atas bejana atau di bagian flange. Pemantauan laju alir uap dan air umpan dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada bagian air umpan ke bejana tekan dan jalur uap utama dari bejana tekan. Sistem kendali reaktivitas dengan menggunakan batang kendali di BWR di atur menggunakan sistem hidrolik. Pemantauan atas beda tekanan antara tekanan air untuk menggerakan batang kendali dan tekanan dalam reaktor sangat penting untuk keselamatan dan keandalan pengoperasian fungsi sistem batang kendali di BWR. Demikian pula pemantauan temperature, posisi batang kendali, tekanan luaran pompa air penggerak batang kendali, tekanan nitrogen pada akumulator pancung reaktor (bejana yang menyediakan tekanan tinggi nitrogen untuk memberikan gerakan penyisipan batang kendali saat pancung atau scram reaktor), level air pada volume bejana dari sistem penyedia tekanan air penambahan (wadah air pelepasan dari bejana tekanan reaktor sewaktu batang kendali disisipkan secara cepat untuk pancung reaktor). Instrumentasi diperlukan pula dalam beda tekanan masuk dan keluar serta jumlah rotasi pompa sirkulasi utama, laju alir dan temperatur pendingin. Pusdiklat BATAN

20 Reactor Safety and Safety Classification Demikian juga instrumentasi diperlukan untuk memantau daya pembangkit listrik. Sedangkan dalam rangkan pengendalian di BWR secara umum yang diperlukan adalah : sistem pengendalian tekanan pada tekanan teras reaktor agar konstan melalui sistem kendali bypass turbin yakni pengendalian katup kendali uap turbin dan katup bypass turbin; sistem kendali level air yang mengendalikan air umpan masuk ke dalam kolam reaktor; sistem kendali daya reaktor melalui sistem kendali posisi batang kendali dan sistem kendali sirkulasi kembali aliran pendingin. Daya reaktor dikendalikan oleh sistem sirkulasi ulang aliran dengan pompa sirkulasi. Sirkulasi kembali aliran ke dalam reaktor dikendalikan dengan mengatur perputaran pompa dan laju alir atau dengan kata lain merubah rapat jenis air sebagai moderator neutron dari perubahan temperature air yang terjadi. Dengan demikian perubahan dan penjagaan distribusi daya direaktor tetap dapat dilakukan secara terkendali. Selain itu daya reaktor juga dikendalikan melalui pengaturan penyisipan batang kendali di dalam teras reaktor. Proses pengendalian daya ini dilakukan dalam rangka perubahan drastic daya reaktor seperti kondisi start up, shut down maupun pancung raktor. Sistem instrumentasi dan kendali lain dapat meliputi sistem instrumentasi untuk pemantauan radiasi dan sistem kendali berupa sistem instrumentasi dan kendali proteksi keselamatan. Sistem pemantauan radiasi mengukur atau memantau radiasi pada titik-titik ukur di dalam tapak atau lokasi instalasi dan mengirimkan sinyal ke sistem pengendalian. Material radioaktif jika ada yang keluar dari instalasi diukur atau dipantau sesuai batas yang diperbolehkan atau sebaik-baiknya. Sistem intrumentasi dan kendali proteksi keselamatan di rancang untuk dapat mencegah kejadian tidak normal yang dapat merusak keselamatan reaktor. Jika terjadi kejadian tidak normal maka sistem instrumentasi dan kendali proteksi keselamatan dapat memproteksi reaktor secara aman dan menghilangkan kejadian tidak normal tersebut. 18 Pusdiklat BATAN 2004

21 Reactor Safety System and Safety Classification Selain untuk mencegah kejadian tidak normal sistem instrumentasi dan kendali reaktor juga dirancang untuk dapat mencegah perkembangan lebih lanjut dari kejadian tidak normal atau kecelakaan dan jika terjadi maka dapat meminimalkan pengaruhnya atau memitigasi konsekuensinya. Sistem pencegahan dan mitigasi kecelakaan ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu sistem shut down reaktor untuk kondisi darurat dan sistem fasilitas keselamatan terekayasa. Kedua sistem ini terpisah dari sistem instrumentasi dan kendali yang lain untuk dapat memberikan watak ketidakgayutan sistem (independence) sebanyak mungkin sehingga diharapkan tidak dipengaruhi oleh kegagalan dari yang lain. Jika terjadi ketidak normalan pengoperasian dan kondisi dalam keadaan darurat maka dapat menjadikan bahan bakar mengalami kerusakan. Dalam hal ini diperlukan shut down reaktor dengan menyisipkan semua batang kendali ke dalam teras reaktor secara cepat. Seandainya kecelakaan terjadi maka sistem fasilitas keselamatan terekayasa dirancang untuk dapat memitigasi pengaruh dari kecelakaan tersebut. Sistem mitigasi kecelakaan tersebut meliputi sistem pendinginan teras darurat atau ECCS dan fasilitas pengungkungan reaktor. Kecelakaan sangatlah jarang terjadi relatif dibanding dengan transien atau kejadian tidak normal selama operasi normal. Kecelakaan pada PLTN dapat berdampak luas pada instalasi maupun lingkungan masyarakat disekitarnya. Dengan kejadian yang dipostulasikan atau mengasumsikan kecelakaan yang mungkin terjadi maka diharapkan dalam rancangan PLTN dapat menyediakan sistem keselamatan terekayasa yang menjamin keselamatan yang tinggi. Kecelakaan postulasi yang dilibatkan dalam perancangan PLTN dianalisis untuk menentukan derajat keselamatan yang terpasang di rancangan suatu PLTN. Beberapa kecelakaan yang dipostulasikankan dapat meliputi kecelakaan terkait dengan kejadian awal seperti tercantum dalam Tabel 3. Kriteria yang perlu dikonfirmasikan dalam rancangan PLTN sesuai dengan kejadian kecelakaan yang dipostulasikan dapat meliputi : Pusdiklat BATAN

22 Reactor Safety and Safety Classification 1. Tidak ada keraguan terhadap teras meleleh maupun tidak ada keraguan terhadap kerusakan teras yang serius; 2. Tidak ada kerusakan berlanjut atau kedua yang dapat menyebabkan kondisi tidak normal tambahan dalam proses kejadian kecelakaan; 3. Penghalang fisik dapat memblokir pelepasan material radioaktif sebaik rancangannya. Sesuai dengan maksud untuk keselamatan maka untuk mencapai ketiga kriteria tersebut adalah dengan menjaga agar dalam proses kejadian kecelakaan : - teras tidak inginkan untuk rusak secara serius dan dapat didinginkan secara penuh; - entalpi bahan bakar tidak melewati batas spesifikasi; - tekanan dalam pembatas tekanan pendingin reaktor tidak melewati yang diperbolehkan; - tekanan dalam bejana pengungkung reaktor lebih rendah dari tekanan maksimum yang dipergunakan; - tidak ada paparan radiasi yang serius ke masyarakat. Tabel 3. Kumpulan kecelakaan yang dapat terjadi dan diasumsikan dalam rancangan PLTN (PWR dan BWR) No. Tipe kecelakaan 1. Kehilangan pendinginan atau perubahan pendinginan teras yang sangat serius Kejadian awal PWR BWR - LOCA - LOCA - LOFA (loss of flow - LOFA (loss of flow accident) accident) - pompa pendingin - pompa pendingin reaktor trip reaktor trip - pipa air umpan utama pecah - pipa uap utama pecah 20 Pusdiklat BATAN 2004

23 Reactor Safety System and Safety Classification 2. Perubahan cepat daya reaktor atau pemasukan reaktivitas positif secara tidak normal 3. Pelepasan material radioaktif ke lingkungan secara tidak normal 4. Ketidaknormalan perubahan tekanan pengungkung reaktor atau atmosfir reaktor - pengeluaran batang kendali dari teras - kegagalan fasilitas pembuangan gas radioaktif - tabung pembangkit uap pecah - perangkat bahan bakar jatuh - LOCA - pengeluaran batang kendali dari teras - LOCA - Pembangkitan gas dapat bakar - pengeluaran batang kendali dari teras - kegagalan fasilitas pembuangan gas radioaktif - perangkat bahan bakar jatuh - LOCA - pengeluaran batang kendali dari teras - LOCA - Pembangkitan gas dapat bakar - Pembangkitan beban dinamik Pengungkungan Reaktor tipe PWR mempunyai pengungkung sebagai fungsi dasar keselamatan. Fasilitas pengungkungan tersebut dirancang untuk mengurangi jumlah kebocoran ke lingkungan sampai pada level terendah. Hal ini disiapkan jika uap yang dilepaskan ke bejana pengungkung akibat dari kejadian pecahnya pipa sistem primer atau LOCA, mengandung material Pusdiklat BATAN

24 Reactor Safety and Safety Classification radioaktif. Komponen utama dari fasilitas pengungkungan adalah : bejana pengungkung untuk menahan atau mengurung material radioaktif, sistem penyemprotan untuk mendinginkan uap dan memindahkan material radioaktifnya untuk turun ke bawah, sistem pembersih udara dari material radioaktif sebelum dikeluarkan lewat cerobong udara ke luar. Sistem pengungkungan di PLTN dimaksudkan memproteksi lingkungan dari pelepasan yang tidak terkontrol, tidak terkecuali jika terjadi kecelakaan seperti LOCA. Pemantauan oleh sistem instrumentasi di BWR adalah temperature, tekanan, kosentrasi gas hydrogen dan oksigen di dalam bejana pengungkung serta pemantau kebocoran pendingin dari pembatas tekanan pendingin reaktor. Selama kejadian yang dipostulasikan seperti LOCA maupun adanya pembebasan tekanan oleh katup keselamatan, maka penggembosan tekanan akan memberikan tekanan tambahan pada sistem pengungkungan karena beban massa dan tenaga yang dibebaskan tersebut. Penurunan tekanan secara cepat pada fasilitas atau sistem pengungkungan diperlukan dan dicirikan secara bermakna dengan adanya kondensasi uap di kolam air. Kolam air akan menyerap uap yang dibebaskan dan mengkondensaikannya. Untuk dapat memberikan penurunan di dalam sistem pengungkungan maka BWR dilengkapi dengan apa yang disebut sebagai kolam penekan (suppression pool). Instrumentasi yang diperlukan dalam kaitan dengan fungsi kolam penekan adalah instrumentasi untuk pemantauan level air dan temperature air kolam tersebut. Pengungkungan di reaktor tipe BWR mempunyai perbedaan dengan PWR seperti yang disebut di atas, yaitu di lengkapi kolam penekan sebagai penurun tekanan pengungkung. Fungsi fasilitas pengungkungan reaktor dirancang sama seperti di PWR yaitu untuk menurunkan sejumlah kebocoran ke lingkungan ke tingkat yang cukup rendah jika uap yang mengandung material radioaktif dilepaskan ke bejana pengungkung reaktor dalam kejadian LOCA pada pipa dan lainnya yang terhubung dengan bejana tekan reaktor. Komponen utama fasilitas pengungkungan dapat meliputi : bejana pengungkung reaktor yang akan menampung material radioaktif jika terjadi 22 Pusdiklat BATAN 2004

25 Reactor Safety System and Safety Classification kecelakaan; sistem pendingin bejana pengungkung reaktor dengan semprotan untuk mendinginkan uap terbebaskan sehingga dapat turun dan memindahkan bagian material radioaktifnya; sistem pengendali gas dapat bakar untuk mencegah pembakaran gas hydrogen dan oksigen yang dibangkitkan di dalam bejana pengungung reaktor; kolam penekan untuk mengekang kenaikan tekanan di dalam bejana pengungkung reaktor; dan sistem perlakuan gas atau udara dari gedung reaktor yang akan di buang lewat cerobong Sistem Pendinginan Teras Darurat (ECCS) Kecelakaan di PLTN merupakan kejadian tidak normal saat operasi dan tidak terantisipasi oleh sistem proteksi reaktor. Kecelakaan dasar rancangan merupakan kecelakaan yang diperkirakan dalam rancangan dan di daftar sebagai PIE untuk maksud penyetelan kondisi batas sesuai dengan struktur, sistem dan komponen penting untuk keselamatan. Sebagai tanggapan atas kejadian dari salah satu PIE maka pengawalan tindakan sistem keselamatan secara otomatis yang diperlukan dalam rangka mencegah kecelakan berlanjut menjadi semakin parah dan memitigasi konsekuensinya yang mungkin dapat mengancam pada tingkat pertahanan berikutnya. Waktu tindakan sangatlah penting berkaitan dengan kecepatan perkembangan dari kecelakaan. Jika tindakan yang cepat tidak diperlukan maka tindakan secara manual dapat dilakukan dengan pertimbangan kecukupan waktu dan prosedur yang memadai (administrasi, operasi dan darurat) dan keandalan tindakan tersebut. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa sistem pendinginan teras darurat merupakan sistem fasilitas keselamatan yang terekayasa. Sistem ini dirancang untuk menghadapi PIE seperti LOCA sehingga dapat memberikan kemampuan mitigasi konsekuensi atas kejadian kecelakaan tersebut. Hal ini diperlukan guna mendinginkan teras secara cukup pada kejadian kecelakaan sehingga dapat meminimalkan kerusakan bahan bakar dan membatasi Pusdiklat BATAN

26 Reactor Safety and Safety Classification pelepasan produk reaksi pembelahan dari bahan bakar. Pendinginan tersebut harus dapat menjamin : - membatasi parameter untuk integritas bahan bakar atau kelongsong bahan bakar seperti temperature tidak melewati nilai yang dapat diterima untuk kecelakaan batas rancangan atau yang dikriteriakan dalam rancangan; - membatasi reaksi kimia yang mungkin sampai tingkat yang dapat diterima; - perubahan dalam bahan bakar dan struktur internal tidak mengurangi efektifitas maksud pendinginan teras darurat secara bermakna; - cukup waktu untuk pendinginan teras. Suatu contoh Implementasi ketentuan tersebut di atas memberikan kreteria penting untuk keselamatan terkait dengan peristiwa LOCA dengan memfungsikan ECCS yaitu : - teras tidak diinginkan rusak tapi didinginkan secara penuh dan kriteria khusus (seperti temperatur kelongsong maksimum tidak lebih dari 1200 o C, ketebalan lapisan film oksida pada kelongsong tidak lebih dari 15 % ketebalan kelongsong bahan bakar ) - jumlah pembangkitan hidrogen saat kelongsong dan material struktur bereaksi cukup kecil untuk memblokir hidrogen terbakar (jumlah oksidasi kelongsong bahan bakar kurang 1 % dari seluruh kelongsong bahan bakar yang ada) - deformasi bahan bakar yang terjadi tidak mengganggu perpindahan panas sisa dalam periode yang cukup lama ECCS PWR ECCS merupakan sistem yang dirancang di PWR untuk dapat menginjeksikan larutan Boron sebagai racun atau penyerap neutron ke dalam teras reaktor. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan batang bahan bakar oleh karena suatu kecelakaan akibat keluarnya air pendingin dari teras 24 Pusdiklat BATAN 2004

27 Reactor Safety System and Safety Classification reaktor seperti pecahnya pipa atau di sebut sebagai kecelakaan kehilangan air pendingin (loss of coolant accident, LOCA). Injeksi air pendingin mengandung larutan Boron ini juga dapat dikatakan sebagai penambahan air ke sistem primer (make up). ECCS di PWR meliputi sistem injeksi tekanan tinggi, sistem injeksi dari akumulator, dan sistem injeksi tekanan rendah (sistem pemindah panas berlebih). Tangki air injeksi Larutan asam boron Akumulator Bejana tekan reaktor Bejana pengungkung reaktor Pompa injeksi tekanan tinggi Pompa injeksi tekanan rendah Wadah pensirkulasi ulang pada bejana pengungkung Gambar 5. Sistem pendinginan teras darurat sebagai sistem keselamatan terekayasa pada PWR (diagambar ulang dari [5]) ECCS BWR ECCS dirancang di BWR untuk dapat menginjeksikan air secukupnya ke dalam reaktor jika adanya suatu kejadian kecelakaan (misal : kehilangan air pendingin akibat pecahnya pipa dan lainnya yang terhubung dengan bejana tekan reaktor dan menyebabkan level air reaktor berkurang) yang akan menyebabkan batang bahan bakar mengalami kerusakan. ECCS mempunyai kemampuan otomatis menginjeksikan air ke dalam reaktor dalam kasus level air menurun dan terdiri atas 4 sistem. ECCS dapat terdiri atas : 1) Pusdiklat BATAN

28 Reactor Safety and Safety Classification sistem penyemprot teras dengan tekanan tinggi, 2) sistem penyemprot teras reaktor dengan tekanan rendah, 3) sistem injeksi pendingin tekanan rendah dan 4) sistem penurun tekanan secara otomatis yang menyertai selama injeksi air dengan menurunnya tekanan reaktor. Tanki ppenyimpan kondensat Bejana tekan reaktor Tanki Katup keselamatan relief uap utama Pompa penyemprot tekanan tinggi Bejana pengungkung reaktor Pompa penyemprot tekanan rendah Bat ang ken dali Pompa injeksi pendingin tekanan rendah Air kolam penekan Gambar 6. Sistem pendinginan teras darurat sebagai sistem keselamatan terekayasa pada BWR (diagambar ulang dari [5]). 26 Pusdiklat BATAN 2004

29 Reactor Safety System and Safety Classification BAB III KLASIFIKASI KESELAMATAN STRUKTUR, SISTEM DAN KOMPONEN 3.1. Pendahuluan Pada instalasi PLTN pengelompokan struktur, sistem dan komponen (SSK) perlu untuk diidentifikasi dan diklasifikasikan. Secara umum pengelompokan SSK dapat dibedakan terkait atau penting untuk keselamatan dan SSK tidak terkait dengan keselamatan. Semua SSK termasuk perangkat lunak untuk instrumentasi dan kendali yang penting untuk keselamatan diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan fungsi keselamatan dan memperhatikan kepentingannya untuk keselamatan instalasi. SSK di dirancang, dikonstruksi dan dijaga untuk mencapai kualitas dan keandalan yang sesuai dengan klasifikasi keselamatannya. Metoda klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan terutama melalui metoda deterministik yang dilengkapi dengan metoda probabilistik dan keputusan para pakar keteknikan dengan memperhatikan beberapa hal berikut : 1. Fungsi keselamatan yang dilakukan oleh SSK; 2. Konsekuensi kegagalan SSK dalam melakukan fungsinya; 3. Probabilitas fungsi keselamatan yang dilakukan oleh SSK selagi diminta untuk berfungsi; 4. Waktu yang menyertai PIE atau periode yang dilalui PIE yang akan dilakukan oleh SSK selagi diminta untuk berfungsi. Dalam rancangan PLTN perlu diperhatikan pula bahwa terjadinya kegagalan sistem yang diklasifikasikan lebih rendah tidak akan menyebar atau mempengaruhi ke sistem yang diklasifikasikan lebih tinggi. Klasifikasi keselamatan dalam hal ini mengandung arti bahwa pengelompokan SSK di dalam instalasi nuklir didefinisikan sesuai dengan fungsi keselamatan SSK untuk keselamatan instalasi nuklir tersebut. Fungsi Pusdiklat BATAN

30 Reactor Safety and Safety Classification keselamatan dari SSK merupakan perwujudan pencapaian tujuan keselamatan yang meliputi keselamatan proteksi radiasi dan keselamatan teknis. Fungsi keselamatan proteksi radiasi suatu SSK adalah kemampuan SSK tetap bisa menjamin dalam kondisi operasi normal bahwa paparan radiasi di dalam instalasi nuklir maupun akibat pelepasan material radioaktif dari dalam instalasi nuklir, terjaga tetap rendah serta dibawah batas yang diperbolehkan dan mampu memitigasi penyebaran paparan radiasi akibat dari suatu kecelakaan. Fungsi keselamatan teknis SSK adalah kemampuan teknis SSK dalam; 1. Mencegah kecelakaan di dalam instalasi nuklir dengan derajat kepercayaan yang tinggi; 2. Menjamin bahwa konsekuensi radiologis jika ada minor (kecil sekali) untuk semua kecelakaan dasar desain dan dalam batas-batas yang diperbolehkan; 3. Menjamin bahwa tidak ada konsekuensi radiologis yang serius untuk semua kecelakaan parah yang ditujukan pada desain; 4. Menjamin bahwa sangat jarang terjadi suatu kecelakaan parah yang dapat menyebabkan konsekuensi radiologis yang secara ekstrim kecil. Didalam perkembangan desain reaktor, pertimbangan kecelakaan parah dapat dimasukan ke dalam desain dengan fungsi keselamatan teknis dari SSK yang menjamin bahwa konsekuensi radiologis kecelakaan tersebut tidak bermakna. Dengan demikian maka klasifikasi keselamatan tersebut di atas berdasarkan fungsi keselamatan yakni SSK yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kondisi kecelakaan dan SSK yang berfungsi untuk memitigasi konsekuensi kecelakaan. 28 Pusdiklat BATAN 2004

31 Reactor Safety System and Safety Classification Fungsi keselamatan sesuai pengelompokan untuk pemenuhan persyaratan atau ketentuan rancangan PLTN oleh IAEA adalah : a = mencegah transien reaktivitas yang tidak dapat diterima ; b = Menjaga reaktor dalam kondisi shut down yang aman setelah tindakan semua shut down; c = shut down reaktor untuk mencegah kejadian operasional terantisipasi menjadi kecelakaan dan shut down reaktor untuk mitigasi konsekuensi kondisi kecelakaan; d = melaksanakan shut down reaktor setelah reaktor mengalami LOCA, hal ini dilakukan untuk mengijinkan pendinginan yang dapat diterima teras reaktor e1 = Menjaga kecukupan pengumpulan pendingin reaktor selama dan setelah kondisi kecelakaan yang tidak meliputi kegagalan pembatas tekanan pendingin reaktor e2 = Menjaga kecukupan pengumpulan pendingin reaktor saat beroperasi; f = Pemindahan panas dari teras setelah kegagalan pembatas tekanan pendingin reaktor dalam rangka membatasi kerusakan bahan bakar g = Pemindahan panas sisa selama keadaan operasi dan kondisi kecelakaan dengan kondisi pembatas tekanan pendingin reaktor masih utuh termasuk (h) h = Pemindahan panas dari sistem keselamatan lain ke pemindah panas akhir; i = Menjamin fungsi pendukung penting untuk sistem keselamatan (misal listrik, pneumatik, catu daya hidrolik, lubrikasi) seperti dalam kelompok fungsi j dan k; j = Menjaga integritas yang dapat diterima kelongsong bahan bakar dalam teras reaktor k = menjaga integritas pembatas tekanan pendingin reaktor l = Pembatasan pelepasan radioaktif dari pengungkung saat kondisi kecelakaan m = Pembatasan pelepasan radioaktif dari sumber-sumber keluar pengungkung reaktor selama dan setelah kondisi kecelakaan n = Pembatasan pelepasan limbah radioaktif dan material radioaktif di Pusdiklat BATAN

32 Reactor Safety and Safety Classification udara di bawah nilai batas yang diijinkan untuk semua kondisi operasi. o = Menjaga kondisi lingkungan yang terkendali di dalam instalasi PLTN untuk operasi sistem keselamatan dan kenyamanan personil yang diperlukan untuk kinerja pengoperasin penting untuk keselamatan p = Kendali pelepasan radioaktif dari bahan bakar terirradiasi yang ditransportasikan atau disimpan di luar sistem pendingin reaktor tetapi masih di dalam tapak PLTN (diluar pengungkung) untuk semua kondisi operasi q = Pemindahan panas peluruhan dari bahan bakar yang disimpan di luar sistem pendingin reaktor tetapi masih di dalam tapak PLTN r = Menjaga subkritikalitas bahan bakar terirradiasi yang disimpan di luar sistem pendingin reaktor tetapi masih di dalam tapak PLTN s = Mencegah kegagalan atau membatasi konsekuensi kegagalan komponen atau struktur yang kegagalannya merusakkan fungsi keselamatan 3.2. Prinsip Klasifikasi Keselamatan Klasifikasi SSK disebutkan dalam kelas-kelas keselamatan yang dapat dibedakan menjadi 4 kelas sesuai fungsi keselamatannya. Klasifikasi ini dipersyaratkan terkait aspek perancangan termasuk dalam pemilihan bahan, rancangan mekanik, kualitas, fabrikasi dan inspeksi Kelas keselamatan 1 Kelas keselamatan yang berfungsi sewaktu tindakan sistem keselamatan tidak ada untuk mencegah dari pelepasan fraksi produk reaksi berantai di teras yang terkumpul ke lingkungan. Fungsi keselamatan ini termasuk : 30 Pusdiklat BATAN 2004

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan

Lebih terperinci

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU No.535, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Desain Reaktor Daya. Ketentuan Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011

Lebih terperinci

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. DEFINISI Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. Batas-batas Yang Dapat Diterima (Acceptable limits) Batas-batas yang dapat diterima oleh badan pengaturan. Kondisi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya

Lebih terperinci

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU RINGKASAN Reaktor Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) adalah reaktor berbahan bakar uranium dengan pengkayaan rendah, moderator grafit dan pendingin gas yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

DASAR ANALISIS KESELAMATAN

DASAR ANALISIS KESELAMATAN Modul 1 DASAR ANALISIS KESELAMATAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan (BARMiK) P2TKN BATAN anharra@centrin.net.id 20-10-03 antariksawan 1 Tujuan Mengetahui metodologi

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r No.533, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Reaktor Nondaya. Keselamatan Desain. Persyaratan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 106, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pengembangan pemanfaatan energi nuklir dalam berbagai sektor saat ini kian pesat. Hal ini dikarenakan energi nuklir dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar secara

Lebih terperinci

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA CONTOH BATASAN DAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR Oleh : Suharno Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR. Tinjauan sistem keselamatan

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA 2012, No.758 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas:

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas: 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA REAKTOR NONDAYA MANAJEMEN TERAS Langkah-langkah

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didesain berdasarkan 3 (tiga) prinsip yaitu mampu dipadamkan dengan aman (safe shutdown), didinginkan serta mengungkung produk

Lebih terperinci

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) RINGKASAN Setelah perang dunia kedua berakhir, Kanada mulai mengembangkan PLTN tipe reaktor air berat (air berat: D 2 O, D: deuterium) berbahan bakar uranium alam. Reaktor

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi 3.1 Konfigurasi Teras Reaktor Spesifikasi utama dari HTTR diberikan pada tabel 3.1 di bawah ini. Reaktor terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN

Lebih terperinci

TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI

TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI Dosen : Hasbullah, S.Pd., MT. Di susun oleh : Umar Wijaksono 1101563 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA Oleh Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. No.85, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA 2 PERSYARATAN KHUSUS DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT Lampiran ini menguraikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pembangunan dan pengoperasian

Lebih terperinci

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG DESAIN SISTEM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASI REAKTOR

MANAJEMEN OPERASI REAKTOR MANAJEMEN OPERASI REAKTOR Keselamatan reaktor mensyaratkan pemilihan tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning yang memadai. Ketentuan keselamatan ini terutama ditekankan pada operasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor nuklir membutuhkan suatu sistem pendingin yang sangat penting dalam aspek keselamatan pada saat pengoperasian reaktor. Pada umumnya suatu reaktor menggunakan

Lebih terperinci

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Lecture Presentation NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY By : NANIK DWI NURHAYATI, S,Si, M.Si Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Lebih terperinci

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN Muhammad Ilham, Annisa Khair, Mohamad Yusup, Praba Fitra Perdana, Nata Adriya, Rizki Budiman 121178, 12115, 121177, 121118, 12116, 12114 Program Studi Fisika, Institut

Lebih terperinci

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR)

REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR) REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR) RINGKASAN Dalam PLTN tipe Reaktor Air Tekan, air ringan digunakan sebagai pendingin dan medium pelambat neutron (moderator neutron). Teras reaktor diletakkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. 7 2012, No.74 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA I. Kerangka Format

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN di Bandung dan Reaktor Kartini yang berada di Yogyakarta. Ketiga reaktor

BAB I PENDAHULUAN di Bandung dan Reaktor Kartini yang berada di Yogyakarta. Ketiga reaktor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya teknologi dan peradabaan manusia, kebutuhan terhadap energi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR

BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR RINGKASAN Beberapa tipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR), Reaktor Air Tekan Rusia (VVER),

Lebih terperinci

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Kriteria Penerimaan Untuk Kecelakaan ISSN : 0854-2910 Budi Rohman P2STPIBN-BAPETEN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. Nur imam (2014110005) 2. Satria Diguna (2014110006) 3. Boni Marianto (2014110011) 4. Ulia Rahman (2014110014) 5. Wahyu Hidayatul

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Instansi Nuklir. Bahan Nuklir. Perizinan. Pemanfaatan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2010 DAFTAR ISI SUB BIDANG OPERASI LEVEL 1 Kode Unit : KTL.PO.28.101.01 Judul Unit

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 DESAIN KEANDALAN (1/8) Batas maksimum tidak berfungsinya (unavailability) suatu sistem atau komponen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan reaktor nuklir, baik reaktor daya (yang jika digunakan sebagai pembangkit listrik disebut pembangkit listrik tenaga nuklir, PLTN) dan reaktor riset (RR),

Lebih terperinci

PEMBANGKIT PENGENALAN (PLTN) L STR KTENAGANUKLTR

PEMBANGKIT PENGENALAN (PLTN) L STR KTENAGANUKLTR PENGENALAN (PLTN) PEMBANGKIT L STR KTENAGANUKLTR I _ Sampai saat ini nuklir khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang seperti industri, kesehatan, pertanian, peternakan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI Ainur Rosidi, G. Bambang Heru, Kiswanta Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK ANALISIS VISUAL PENDINGINAN

Lebih terperinci

STUDI UNJUK KERJA SISTEM PROTEKSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE APR 1400

STUDI UNJUK KERJA SISTEM PROTEKSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE APR 1400 STUDI UNJUK KERJA SISTEM PROTEKSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE APR 1400 Nafi Feridian, Sriyana Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta

Lebih terperinci

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR)

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) Bab 2 Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Prinsip kerja dari pembangkit listrik tenaga nuklir secara umum tidak berbeda dengan pembangkit listrik

Lebih terperinci

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN TUGAS Mengenai : PLTN Di Susun Oleh: ADRIAN Kelas : 3 IPA MADRASAH ALIYAH ALKHAIRAT GALANG TAHUN AJARAN 2011-2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam

Lebih terperinci

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DAN JENIS-JENIS REAKTOR PLTN (Yopiter L.A.Titi, NRP:1114201016, PascaSarjana Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November (ITS Surabaya) 1. Pendahuluan Nuklir

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR I. UMUM Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia meliputi berbagai

Lebih terperinci