BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi sering mengalami gangguan erupsi, baik pada gigi anterior maupun posterior. Frekuensi gangguan erupsi terbanyak pada gigi molar ketiga baik di rahang atas maupun di rahang bawah diikuti gigi kaninus rahang atas. Gigi dengan gangguan letak salah benih akan menyebabkan kelainan pada erupsinya, baik berupa erupsi di luar lengkung yang benar atau bahkan terjadi impaksi. 3 Gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau keduanya. 2 Klasifikasi impaksi gigi molar ketiga menurut Pell & Gregory, yaitu: 12 A. Berdasarkan ruang antara ramus dan sisi distal molar dua. - Klas I : Ada cukup ruangan antara ramus dan batas distal molar dua untuk lebar mesio distal molar tiga. - Klas II : Ruangan antara distal molar dua dan ramus lebih kecil daripada lebar mesio distal molar tiga. - Klas III : Sebagian besar atau seluruh molar tiga terletak di dalam ramus. B. Kedalaman gigi molar tiga terpendam di tulang rahang. - Posisi A : Bagian tertinggi gigi terpendam terletak setinggi atau lebih tinggi daripada dataran oklusal gigi yang normal. - Posisi B : Bagian tertinggi daripada gigi berada di bawah dataran oklusal tapi lebih tinggi daripada servikal gigi molar dua (gigi tetangga). - Posisi C : Bagian tertinggi dari gigi terpendam berada di bawah garis servikal gigi molar dua.

2 6 Klasifikasi menurut Winter, berdasarkan inklinasi gigi impaksi molar 3 bawah terhadap panjang aksis gigi molar Vertikal - Horizontal - Mesioangular - Distoangular - Bukoangular - Linguoangular. Gigi molar ketiga rahang bawah impaksi dapat mengganggu fungsi pengunyahan dan sering menyebabkan berbagai komplikasi, seperti resorpsi patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista folikular, perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang dan gigi anterior yang berdesakan akibat tekanan gigi impaksi ke anterior. Adanya komplikasi tersebut yang diakibatkan gigi impaksi dan letak gigi impaksi maka perlu dilakukan tindakan pencabutan sebagai tindakan pencegahan komplikasi. 3 Pencabutan dianjurkan jika ditemukan akibat yang merusak atau kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika gigi benar-benar tidak berfungsi. Upaya mengeluarkan gigi impaksi terutama pada molar ketiga rahang bawah dilakukan dengan tindakan pembedahan yang disebut sebagai odontektomi. Odontektomi sebaiknya dilakukan pada saat pasien masih muda, yaitu pada usia tahun sebagai tindakan profilaksis atau pencegahan terhadap terjadinya patologi. 3 Indikasi odontektomi molar 3 bawah: 13 - Posisi gigi yang abnormal - Sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya perikoronitis. - Pencegahan penyakit periodontal. - Pencegahan resorpsi akar. - Gigi impaksi terlihat mendesak gigi molar 2. - Menyebabkan karies pada molar 2.

3 7 Kontraindikasi odontektomi molar 3 bawah, yaitu pasien kompromis medis. Pasien-pasien dengan kompromis medis juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan sebelum odontektomi karena apabila pasien memiliki riwayat medis, seperti gangguan fungsi kardiovaskular, gangguan pernapasan, gangguan pertahanan tubuh, atau memiliki kongenital koagulopati, maka operator sebaiknya mempertimbangkan untuk tidak melakukan tindakan pencabutan atau odontektomi gigi impaksi. Jadi, jika gigi impaksi tersebut bermasalah maka sebelum tindakan operator harus konsultasi medis terlebih dahulu kepada dokter yang merawatnya. 13,14 Sebelum melakukan odontektomi terlebih dahulu melakukan anestesi lokal saraf yang mempersarafi gigi tersebut. 4 Hal ini diperlukan dalam setiap pencabutan gigi permanen ataupun gigi susu agar pasien tidak merasakan sakit. 6 Gigi geligi dapat dicabut di bawah anestesi lokal dan seorang dokter gigi (operator) harus dapat menilai indikasi dan kontraindikasi, jenis bahan anestesinya, teknik anestesi, serta dosisnya. 2.2 Definisi Anestesi Lokal Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun Anestesi adalah pembiusan yang berasal dari bahasa Yunani, an = tidak atau tanpa dan aestheos = persepsi, kemampuan untuk merasa, secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. 15 Anestesi lokal adalah sebagai obat penghilang nyeri yang berbeda dengan obat penghilang nyeri yang lainnya. Perbedaannya adalah jika obat lain harus memasuki pembuluh darah dan mencapai kadar yang cukup guna memberikan efek terapi (mencapai efek terapeutik), sedangkan anestesi lokal, jika sampai memasuki pembuluh darah maka akan terabsorpsi ke dalam pembuluh darah sehingga efek terapeutiknya justru akan hilang dan berpotensi menimbulkan keracunan. 16 Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf. Pemberian anestesi lokal pada batang saraf menyebabkan

4 8 paralisis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Paralisis saraf oleh anestesi lokal bersifat reversibel tanpa merusak serabut atau sel saraf. 17, Fisiologi Konduksi Saraf Pada proses konduksi saraf menurut teori elektrofisiologi, sel saraf berada pada cairan tubuh dan sebagian besar pada kation ekstraseluler adalah natrium. Sebagian kation pada intraseluler adalah kalium. Pada saat istirahat, rasio ion kalium di dalam sel saraf dibandingkan di luar sel saraf sekitar 30:1. Berdasarkan rasio ini, potensi pada membran sel saraf adalah -50 sampai -70 milivolt. Ini disebut sebagai membran potensial istirahat (resting level). Sebagai hasil dari distribusi ion, bagian luar membran sel saraf memiliki muatan positif dan pada bagian dalam membran sel saraf bermuatan negatif. 9 Membran sel saraf memiliki struktur berpori dengan ion kalium berperan sebagai gerbang dalam pori-pori tersebut. Pada membran potensial istirahat gerbang ditutup, ion natrium dan kalium tidak dapat melewati gerbang tersebut. Ketika terjadi eksitasi saraf dan potensial ambang tercapai, ion kalium akan digantikan dari poripori ini, gerbang akan terbuka dan ion natrium segera masuk ke dalam sel saraf mengubah potensial transmembran. Bagian dalam membran sel saraf akan menjadi relatif positif perubahan polaritas mencapai firing threshold (antara -50 sampai -60 mv). Perubahan polaritas ini disebut sebagai depolarisasi dan peningkatan aksi potensial terbentuk yang disebarkan di sepanjang membran sel saraf. 9 Saat depolarisasi maksimum terjadi, maka permeabilitas ion natrium akan menurun, ion kalium kembali ke pori-pori di membran sel saraf dan gerbang menutup, serta proses repolarisasi terjadi. Repolarisasi membawa potensial transmembran dan membran potensial kembali ke tingkat istirahat. Hal tersebut karena repolarisasi menyebabkan penurunan gerakan ion natrium ke dalam sel saraf dan peningkatan permeabilitas ion kalium dengan difusi resultan dari ion kalium ke luar sehingga peristiwa ionik akan mengembalikan potensial transmembran ke tingkat istirahat pada -70 milivolt. Akhirnya, natrium secara aktif dibawa keluar dari sel

5 9 saraf dan kalium secara aktif ditransportasi ke dalam sel untuk mengembalikan konsentrasi ion. 9 Pasien dianggap mempunyai ambang batas rasa sakit yang tinggi bila ia hanya memberikan sedikit atau tidak bereaksi terhadap stimulus sakit, sedangkan pasien dianggap mempunyai ambang batas rasa sakit rendah bila ia cenderung memberi reaksi berlebihan terhadap stimulus yang sama atau yang lebih kecil Mekanisme Kerja Anestesi Lokal Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. 17 Peredaan nyeri oleh anestesi lokal adalah berkat kemampuannya mencegah proses transduksi dan transmisi impuls saraf. Ini dicapai dengan jalan menghambat proses depolarisasi membran, mengenai bagaimana suatu anestesi lokal dapat menghambat depolarisasi membran dan konduksi saraf terdapat beberapa teori. Salah satu teori, yaitu teori spesifik reseptor mengemukakan bahwa semua anestesi lokal yang digunakan secara klinik bekerja menghambat konduksi saraf dengan jalan menghambat masuknya ion Na + (ion sodium) ke dalam kanal natrium yang berada di dalam membran sel. 16 Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat permeabilitas membran terhadap ion Na + akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat anestesi lokal, hal ini terjadi akibat adanya interaksi langsung antara zat anestesi lokal dengan kanal Na + yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik. Bahan anestesi lokal melekat pada reseptor yang ada di dekat gerbang sodium pada membran sel, lalu mengurangi permeabilitas ion sodium sehingga dapat menghambat konduksi impuls. Ion sodium yang seharusnya berikatan dengan reseptor pada membran sel untuk meningkatkan permeabilitas dan membuka gerbang sodium akan berkompetisi dengan bahan anestesi lokal untuk berikatan dengan reseptor pada membran sel. Setelah bahan anestesi lokal berikatan dengan reseptor, terjadi penurunan permeabilitas membran sel sehingga menghasilkan blokade gerbang sodium. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan konduksi sodium dan

6 10 rasio depolarisasi sehingga terjadi kegagalan dalam mencapai potensial ambang batas (threshold) dan mengakibatkan kegagalan dalam potensial aksi. Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya pengiriman impuls sehingga sensasi seperti rasa sakit dapat dihilangkan atau terjadi pati rasa. 17 Anestesi lokal juga mengurangi permeabilitas membran bagi K + dan Na + dalam keadaan istirahat sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan pada potensial istirahat. Potensi berbagai zat anestesi lokal sejajar dengan kemampuannya untuk meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekular. Anestesi lokal meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid pada membran sel saraf, dengan demikian dapat menutup pori dalam membran sehingga menghambat gerak ion melalui membran. Hal ini menyebabkan penurunan permeabilitas membran dalam keadaan istirahat sehingga akan membatasi peningkatan permeabilitas Na +. Dapat dikatakan bahwa cara kerja utama obat anestesi lokal ialah bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal Na +, sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut dan hal ini akan mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran. 9,17, Anatomi Persarafan pada Mandibula Bahan anestesi lokal bekerja dengan menghambat pengiriman impuls ke saraf. Di bidang kedokteran gigi dikenal beberapa saraf yang penting, salah satunya adalah saraf trigeminus. Saraf trigeminus merupakan salah satu saraf yang memiliki serat sensorik dan juga serat motorik. Saraf trigeminus terbagi atas tiga divisi, yaitu saraf oftalmikus, saraf maksilaris dan saraf mandibularis. 21,22 Saraf mandibularis terdiri dari serat sensorik dan motorik. Saraf mandibularis terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu bagian anterior dan posterior. Pada cabang bagian anterior terdapat beberapa saraf motorik yang berhubungan dengan otot-otot seperti maseter, deep temporal dan pterigoideus lateralis. Pada bagian anterior juga terdapat saraf sensorik, yaitu saraf bukalis yang mempersarafi kulit dan mukosa bagian dagu serta bagian bukal gingiva dari prosesus alveolaris mandibula di bagian molar dan premolar. Pada bagian posterior terdapat saraf aurikulotemporalis

7 11 (sensorik), saraf alveolaris inferior (campuran sensorik dan motorik) dan saraf lingualis (sensorik). Saraf aurikulotemporalis mempersarafi kulit temporalis, sendi temporomandibula, bagian anterior dari meatus auditorius eksterna serta membran timpani dan bagian atas aurikulus. Saraf lingualis merupakan saraf sensorik yang menginervasi gingival bagian lingual dan bagian 2/3 anterior lidah, termasuk persepsi terhadap sensasi maupun sensasi terhadap pengecapan. Saraf alveolaris inferior merupakan cabang terbesar dari divisi saraf mandibula. Saraf ini mempunyai cabangcabang kecil seperti nervus milohioid serta pada bagian ujungnya adalah nervus insisivus dan nervus mentalis. 16,21,22,23 Gambar 1. Saraf mandibula Klasifikasi Bahan Anestesi Lokal Anestesi lokal secara garis besar tersusun atas tiga gugus, yaitu gugus lipofilik, gugus hidrofilik, dan gugus perangkai atau gugus antara, yakni gugus yang menyambungkan gugus lipofilik dan hidrofilik. Gugus lipofilik biasanya suatu gugus aromatik sedangkan gugus lipofilik biasanya suatu gugus amino. Gugus perangkai bisa berupa gugus ester atau gugus amida. Berdasarkan jenis perangkainya ini, dikenal pembagian anestesi lokal menjadi golongan ester dan golongan amida. Ada pula yang membaginya menjadi golongan amida, golongan ester dan golongan amida-ester (misalnya artikain).

8 12 Malamed mengklasifikasikan anestesi lokal ini atas golongan quinolin, ester, dan amida. Anestesi golongan quinolin, yaitu Sentribukridin. Anestesi golongan ester, terbagi 2, yaitu: 9 A. Ester Benzoic acid 1. Butakain 2. Kokain 3. Tetrakain 4. Benzokain 5. Heksilkain B. Ester para-aminobenzoic acid 1. Prokain 2. Propoksikain 3. Kloroprokain. Anestesi golongan amida, terdiri dari: 9 1. Lidokain 2. Mepivakain 3. Prilokain 4. Bupivakain 5. Etidokain 6. Ropivakain 7. Artikain. 2.7 Penambahan Vasokonstriktor Semua obat anestesi lokal bersifat vasodilator, kecuali kokain. Berdilatasinya pembuluh darah ini akan menyebabkan meningkatnya absorpsi obat ke dalam pembuluh darah sehingga anestesi akan cepat menghilang dari tempat anestesi dan akibatnya efek anestesi akan cepat menghilang. 16

9 13 Vasokonstriktor sangat penting ditambahkan ke larutan anestesi lokal karena berfungsi sebagai berikut: 9 a. Dengan menyempitkan pembuluh darah, vasokonstriktor menurunkan perfusi darah ke daerah kerja. b. Absorpsi anestesi lokal ke sistem kardiovaskular berjalan lambat sehingga kadar anestesi lokal dalam aliran darah menurun. c. Karena kadar anestesi lokal dalam aliran darah menurun, mengakibatkan terjadinya penurunan resiko toksisitas dari anestesi lokal. d. Semakin panjang durasi kerja yang didapatkan dan mengurangi pendarahan. Durasi anestesi lokal tanpa vasokonstriktor berbeda dengan anestesi lokal yang diberi vasokonstriktor. Hemostatik selama tindakan biasanya sangat bermanfaat saat melakukan tindakan bedah di dalam rongga mulut. Infiltrasi anestesi lokal yang mengandung epinefrin (adrenalin) dapat mengurangi kehilangan darah selama tindakan bedah. Jenis bahan vasokonstriktor terdiri atas epinefrin (adrenalin), norepinefrin, levonordefrin, fenilefrin, felipressin. 9,16,22,24 Besaran vasokonstriktor di dalam anestesi lokal biasanya dituliskan sebagai suatu rasio, misalnya 1:1000. Rasio 1:1000 berarti terdapat 1 gram (atau 1000 mg) vasokonstriktor di dalam 1000 ml larutan, dengan demikian suatu pengenceran 1:1000 mengandung 1000 mg di dalam 1000 ml larutan atau 1,0 mg/ml. Biasanya yang digunakan di kedokteran gigi adalah 1: (0,0125 mg/ml), 1: (0,01 mg/ml), 1: (0,005 mg/ml). Pengenceran 1: misalnya dijumpai pada artikain, prilokain, lidokain, etidokain dan bupivakain. Epinefrin (adrenalin) adalah vasokonstriktor yang paling poten dan paling banyak digunakan dalam kedokteran gigi Lidokain Lidokain merupakan salah satu bahan anestesi lokal yang paling banyak digunakan pada pencabutan gigi. Lidokain atau lignokain adalah bahan anestesi lokal golongan amida derivat xylidine, dengan formula kimia 2-diethylamino-2, 6- acetoxylidide hydrochloride. Obat ini dipasarkan dengan nama dagang Xylocaine

10 14 atau Octacaine. Mulai diperkenalkan oleh Nels Lofgren di tahun 1943 dan disetujui pemakaiannya oleh Food and Drug Administration (FDA), yaitu suatu badan pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat. Lidokain dengan cepat menjadi bahan anestesi standar yang merupakan pembanding bagi anestesi lokal lain. Lidokain ini tergolong cepat (2-3 menit), karena cenderung menyebar dengan baik ke seluruh jaringan. 16 Lidokain adalah anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan prokain pada konsentrasi yang sebanding. 17 Lidokain digunakan untuk anestesi topikal, infiltrasi, blok, spinal, epidural dan kaudal. Lidokain juga digunakan secara intravena untuk mengobati aritmia jantung selama pembedahan. Dalam kedokteran gigi, lidokain 2% digunakan untuk anestesi infiltrasi dan blok Metabolisme Lidokain Metabolisme obat anestesi lokal tidak sama, bergantung pada golongan kimianya, ester atau amida. Lidokain merupakan golongan amida. Anestesi lokal golongan amida dimetabolisme terutama di dalam hepar, yakni oleh sitokrom P450 dari sitokrom hati. Pada pasien dengan penyakit hepar yang parah, obat ini akan terakumulasi dan beresiko menimbulkan toksisitas sistemik. 16 Fungsi dan perfusi hati berperan penting dalam kecepatan metabolisme. Lidokain, mepivakain dan bupivakain memiliki kecepatan metabolisme yang hampir sama. 16 Dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin xilidid dan xilidid. 17

11 Ekskresi Metabolit dan sisa yang tidak termetabolisme, baik dari golongan amida maupun ester akan diekskresikan terutama oleh ginjal. Sebagian kecil bahan anestesi diekskresikan dalam keadaan tidak mengalami perubahan. 15 Lidokain pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama urin dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin Dosis Maksimum Lidokain Dosis maksimum anestesi lokal dihitung berdasarkan miligram per unit berat badan yaitu miligram per kilogram (mg/kg) atau miligram per pon (mg/lb). Besaran anestetik lokal dalam suatu larutan (katrid) biasanya dinyatakan dalam persen dan nominalnya dalam miligram (mg) per mililiter (ml). Lidokain 2% berarti terdapat 2 gr lidokain di dalam 100 ml larutan atau 20 mg/ml. Jadi, di dalam katrid 2 ml lidokain 2% terdapat 40 mg lidokain. 4,9 Dosis dewasa maksimum lidokain adalah 3 mg/kg, ekuivalen dengan sekitar 200 mg pada pasien dengan berat 70 kg. 25,26 Menurut Malamed, dosis maksimum lidokain yang disarankan oleh FDA dengan atau tanpa epinefrin adalah 3,2 mg/lb atau 7,0 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa, tidak melebihi dosis maksimum absolut yaitu 500 mg Lidokain 2% dengan Adrenalin 1: Lidokain 2% dengan adrenalin 1: merupakan salah satu bahan anestesi lokal yang paling banyak digunakan, termasuk pada anestesi lokal pada gigigigi mandibula. Konsentrasi 2% lidokain dengan adrenalin 1: mampu menurunkan aliran darah ke daerah injeksi. Durasi kerja meningkat sekitar 60 menit pada anestesi pulpa dan 3-5 jam pada anestesi jaringan lunak. Pengenceran adrenalin yaitu 10 µg/ml atau 18 µg per ampul. Dosis maksimum lidokain 2% dengan adrenalin 1: adalah 7 mg/kg, ekuivalen dengan sekitar 500 mg. 9

12 16 Tabel 1. Rekomendasi dosis maksimum Lidokain 2% dengan Adrenalin 1: Konsentrasi 2% MRD : 7,0 mg/kg Ampul berisi: 36 mg MRD:3,2 mg/lb Berat(kg) mg Ampul Berat(lb) mg Ampul , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Faktor yang Mempengaruhi Variasi Dosis Anestesi Lokal a. Bahan anestesi lokal yang digunakan Dosis pada setiap bahan anestesi lokal berbeda-beda, dimana tergantung pada persentase konsentrasi setiap bahan anestesi lokal tersebut. 9 Tabel 2. Rekomendasi dosis bahan anestesi lokal berdasarkan Maximum Recommended Dosages (MRDs). 10 Anestesi Lokal Perhitungan Miligram Anestesi Lokal Per Ampul (1,8 ml/ampul) Persentase konsentrasi mg/ml x 1,8 ml= mg/ Ampul Artikain Bupivakain 0,5 5 9 Lidokain Mepivakain Prilokain

13 17 b. Berat badan Berat badan adalah parameter untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi yang diukur secara numerik dalam satuan kilogram. Besarnya dosis bergantung kepada berat badan. 6 Dosis maksimum anestesi lokal dihitung berdasarkan miligram per unit berat badan, yaitu miligram per kilogram (mg/kg) atau miligram per pon (mg/lb). Batas dosis yang maksimum setiap berat badan berbeda-beda, maka ada kemungkinan dosis yang diberikan dapat bervariasi pula. Dosis yang paling rendah harus diberikan untuk mendapatkan anestesi yang efektif. Dokter gigi bisa menambah dosis jika diperlukan tergantung toleransi tubuh pasien, tetapi tidak melebihi batas dosis yang maksimum berdasarkan berat badan pasien masing-masing. 9 Jadi, besar penambahan dosis tetap tergantung pada toleransi tubuh pasien, tetapi total dosis anestesi lokal setiap pasien tergantung berdasarkan batas dosis yang maksimum dan tidak melebihi batas dosis yang maksimum pada berat badan masing-masing. Untuk mencari besar dosis anestesi lokal dapat digunakan rumus kalkulasi perhitungan, sebagai berikut: 27 Dosis (mg) = Konsentrasi (mg/ml) x volume (ml) Volume (ml) = Dosis (mg) Konsentrasi (mg/ml) Total dosis anestesi lokal yang diberikan dikatakan dapat bervariasi, dapat dilihat dari besar dosis yang maksimum pada setiap berat badan yang bervariasi pula seperti yang tertera pada tabel rekomendasi batas dosis yang maksimum pada setiap berat badan berdasarkan data dari Nottingham University Hospitals, sebagai berikut:

14 18 Tabel 3. Rekomendasi batas dosis bahan anestesi lokal berdasarkan berat badan. 26 Bahan Anestesi Lokal Lidokain 2%+adrenalin 1: Konsent rasi (mg/ml) 20 mg/ml Dosis Maksi mum Prilokain 1% 10 mg/ml 6 mg/kg Bupivakain 2,5 2 0,25% mg/ml mg/kg Bupivakain 5 mg/ml 2 0,5% mg/kg Bupivakain 7,5 2 0,75% mg/ml mg/kg Ropivakain 2 mg/ml 3 0,2% mg/kg Ropivakain 7,5 3 0,75% mg/ml mg/kg Ropivakain % mg/ml mg/kg 35 (kg) 40 (kg) 45 (kg) Volume Maksimum (ml) (kg) (kg) (kg) 80 (kg) 90 (kg) 100 (kg) 7 mg/kg 12, ,75 17, ,5 25 ml (500 mg) ml (400 mg) ml (150 mg) ml (150 mg) 9,3 10, ml (150 mg) 52, , , , c. Konsumsi Alkohol Dosis yang diterima oleh pasien peminum alkohol semakin meningkat seiring dengan kategori perilaku dalam mengonsumsi alkohol. Semakin berat perilaku mengonsumsi alkohol maka semakin tinggi dosis yang diperlukan oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi jumlah alkohol yang dikonsumsi oleh pasien maka semakin toleran mereka terhadap efek dari anestesi, karena anestesi memiliki efek yang sama dengan alkohol, yaitu dapat menghambat penyebaran impuls atau rangsangan. 10 d. Morfologi saraf Morfologi saraf pasien beragam jenis, ada pasien yang memiliki saraf yang tipis dan ada juga pasien yang memiliki saraf yang lebih tebal. Pain fibres yang relatif tipis pada umumnya lebih mudah teranestesi. Pain fibres yang tipis memiliki sifat yang lebih lambat dalam menghantarkan sinyal dan kurang rentan/peka terhadap stimulus listrik. Saraf yang menghantarkan rangsangan dengan meningkatkan potensi

15 19 listrik membran. Peningkatan potensi listrik ini membuat impuls menyebar di sepanjang saraf. Pain fibres yang tipis lebih mudah untuk dianestesi karena tanpa dianestesi sifat saraf ini sudah kurang peka terhadap stimulus listrik dan lebih lambat dalam menghantarkan rangsangan. Jadi, seseorang yang memiliki pain fibres yang tipis membutuhkan dosis anestesi yang lebih sedikit dibandingkan seseorang yang memiliki pain fibres yang tebal. Pain fibres yang tebal lebih peka terhadap stimulus listrik dan lebih cepat menghantarkan rangsangan sehingga membutuhkan dosis anestesi yang lebih banyak untuk menghambat penghantaran rangsangan yang terjadi di jaringan tubuhnya. 10 e. Kecemasan Kecemasan berhubungan dengan persepsi. Persepsi merupakan proses seleksi, organisasi, interpretasi dan mendefinisikan sensasi yang diterima organ sensoris sesuai dengan kecemasan atau ketakutannya. Pasien yang cemas akan mendefinisikan sensasi yang diterima organ sensorisnya sesuai dengan kecemasan atau ketakutannya. Jadi, dosis anestesi lokal akan bertambah akibat pasien tidak dapat membedakan rasa sakit berdenyut dengan rasa sakit yang timbul akibat kecemasannya Anestesi Lokal Blok Mandibula Berdasarkan basis anatominya, anestesi lokal dapat dibedakan menjadi tiga yaitu anestesi topikal, anestesi infiltrasi dan anestesi regional atau sering disebut dengan anestesi blok. Anestesi blok juga dapat dibedakan menjadi anestesi blok pada maksila dan anestesi blok mandibula. 9,21,23 Secara garis besar, terdapat beberapa jenis anestesi lokal yang sering digunakan di mandibula, yaitu blok nervus lingualis, blok nervus insisivus, blok nervus mentalis, long buccal nerve block dan blok nervus alveolaris inferior. Nervus lingualis biasanya diblokade di ruang pterigomandibular yang terletak pada anteromedial saraf alveolaris inferior mandibula sekitar 1 cm dari permukaan mukosa. Anestesi blok saraf lingualis bisa dilakukan sebelum atau sesudah anestesi

16 20 blok alveolaris inferior mandibula dilakukan. Blok nervus insisivus merupakan salah satu pilihan pada anestesi lokal mandibula yang terbatas pada gigi anterior. Anestesi blok saraf insisivus memberikan anestesi pulpa pada sekitar gigi anterior, seperti insisivus dan kaninus sampai foramen mentalis. Blok nervus mentalis bertujuan untuk menganestesi saraf mentalis dan ujung dari cabang saraf alveolaris inferior mandibula. Saraf mentalis terletak pada foramen mental yang berada di antara apikal premolar satu dan premolar dua. Daerah yang dianestesi oleh teknik ini adalah mukosa bukal bagian anterior, daerah foramen mental sekitar gigi premolar dua, midline dan kulit dari bibir bawah. 9,21,23 Gambar 2. Ilustrasi mentale nerve block 28 Long buccal nerve block atau sering disebut blok nervus bukalis dan buccinators nerve block menganestesi saraf bukalis yang merupakan cabang dari saraf mandibula bagian anterior. Daerah yang dianestesi adalah jaringan lunak dan periosteum bagian bukal sampai gigi molar mandibula. Anestesi ini sering digunakan pada perawatan yang melibatkan daerah gigi molar. Keuntungan dari teknik long buccal nerve block adalah mudah dilakukan dan tingkat keberhasilannya tinggi. 9,21,23 Pada anestesi blok saraf alveolaris inferior terdapat tiga teknik yang sering digunakan, yaitu blok nervus alveolaris inferior metode Fischer, teknik Gow-Gates dan Akinosi Closed-Mouth Mandibular Block. 29,30 Menurut hasil penelitian Neeta Mohanty dan Susan Mohanty, tingkat keberhasilan anestesi blok mandibula paling tinggi yang dilakukan kepada 120 orang

17 21 berusia tahun adalah teknik Gow-Gates sebesar 92,5%, sedangkan tingkat keberhasilan Akinosi Closed-Mouth Mandibular Block dan Classical IANB atau metode Fischer adalah 90% dan 72,5%. Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa metode Classical IANB paling banyak menimbulkan rasa sakit selama penyuntikan sebesar 60%, sedangkan Akinosi Closed-Mouth Mandibular Block paling sedikit sebesar 25%. Onset of action yang paling singkat adalah Classical IANB metode Fischer yaitu 2,15 menit, sedangkan untuk duration of action yang paling lama adalah teknik Gow-Gates selama 69,3 menit Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer Blok nervus alveolaris inferior atau yang sering juga disebut dengan blok mandibula merupakan teknik anestesi lokal blok mandibula yang sering digunakan di kedokteran gigi. Metode blok nervus alveolaris inferior dibagi menjadi dua metode yaitu direct dan indirect. Metode indirect sering juga disebut dengan metode Fischer atau fissure technique dengan penambahan anestesi saraf bukal. 19,29,30 Metode ini menganestesi saraf alveolaris inferior, saraf insisivus, saraf mentalis, dan saraf lingualis. Nervus bukalis juga bisa ditambahkan dalam beberapa prosedur yang melibatkan jaringan lunak di daerah posterior bukal. Daerah yang dianestesi dengan metode ini adalah gigi mandibula sampai ke midline, body of mandible, bagian inferior dari ramus, mukoperiosteum bukal, membran mukosa anterior sampai daerah gigi molar satu mandibula, 2/3 anterior lidah dan dasar dari kavitas oral, jaringan lunak bagian lingual dan periosteum, external oblique ridge dan internal oblique ridge. 19,28-30 Indikasi blok nervus alveolaris inferior adalah untuk prosedur pencabutan beberapa gigi mandibula dalam satu kuadran, prosedur pembedahan yang melibatkan jaringan lunak bagian bukal anterior sampai molar satu serta jaringan lunak bagian lingual. Kontraindikasinya adalah pasien yang mengalami infeksi atau inflamasi akut pada daerah penyuntikan serta pasien dengan gangguan kontrol motorik menggigit bibir atau lidah secara tiba-tiba. 9

18 22 Gambar 3. Daerah yang dianestesi pada anestesi lokal blok mandibula metode Fischer Teknik Anestesi Lokal Blok Mandibula Metode Fischer Prosedur dalam melakukan teknik anestesi lokal ini, sebagai berikut: 9 1. Pasien didudukkan dengan posisi semisupine atau setengah telentang. 2. Intruksikan pasien untuk membuka mulut selebar mungkin agar mendapatkan akses yang jelas ke mulut pasien. Posisi diatur sedemikian rupa agar ketika membuka mulut, oklusal dari mandibula pasien sejajar dengan lantai. 3. Posisi operator berada pada arah jam 8 dan menghadap pasien untuk rahang kanan mandibula, sedangkan untuk rahang kiri mandibula posisi operator berada pada arah jam 10 dan menghadap ke pasien. Gambar 4. Posisi operator untuk mandibula kiri dan kanan 9

19 23 4. Gunakan jarum dengan panjang 25 gauge. 5. Aplikasikan antiseptik di daerah trigonum retromolar. 6. Pertama dilakukan palpasi dengan jari telunjuk pada mukosa bukal gigi molar 3 kemudian palpasi margo anterior ramus asendens, kemudian jari telunjuk digeser ke arah lebih ke posterior untuk mendapatkan krista buksinatoris. 7. Jarum diinsersikan di atas kuku dan di belakang krista dari sisi rahang yang tidak dianestesi tepatnya dari gigi premolar dan jarum dengan bevel mengarah ke tulang sampai jarum kontak dengan tulang (Posisi I). Arah jarum hampir tegak lurus dengan tulang. Setelah kontak dengan tulang, maka berhenti kemudian spuit digeser ke arah mesial, teruskan ke belakang sehingga terasa longgar (di atas sulkus mandibula / coronoid notch) 8. Aspirasi dan bila negatif keluarkan cairan anestesi sebanyak 1 ml untuk menganestesi nervus alveolaris inferior. 9. Kemudian tarik spuit kira-kira 5 mm, sejajar dengan bidang oklusal, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan cairan anestesi sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi nervus lingualis (Posisi II). Gambar 5. Posisi jarum di foramen mandibula 9 Metode Fischer sering juga dimodifikasi dengan penambahan anestesi untuk saraf bukal, pada waktu menarik kembali spuit sebelum jarum lepas dari mukosa

20 24 tepat setelah melewati linea oblique interna, jarum digeser ke lateral ke daerah trigonum retromolar, aspirasi dan bila negatif keluarkan cairan anestesi sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi saraf bukal dan kemudian spuit ditarik keluar. 9

21 Kerangka Teori Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah Anestesi Lokal Mekanisme Kerja Anestesi Lokal Persyarafan Gigi Mandibula Bahan Anestesi Lokal Ester Quinolin Amida Teknik Anestesi Lokal Blok Mandibula Prokain Centbucridine Kokain Tetrakain Benzokain Kloroprokain Mepivakain Bupivakain Prilokain Etidokain Artikain Lidokain Tanpa Vasokonstriktor Dengan Adrenalin 1: Dosis Metabolisme Ekskresi Morfologi Saraf Berat Badan Bahan anestesi Konsumsi Alkohol Kecemasan

22 Kerangka Konsep Anestesi Lokal Lidokain 2% dengan Adrenalin 1: pada Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah 1. Jumlah dosis anestesi lokal yang diberikan pada pasien 2. Nilai variasi jumlah dosis anestesi lokal yang diberikan pada pasien 3. Faktor yang mempengaruhi variasi dosis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anestesi Lokal Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestetikum lokal merupakan bahan yang sangat sering digunakan dalam prosedur ekstraksi gigi. 1 Anestetikum lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Lokal Bahan anestesi lokal pertama yang ditemukan adalah kokain. Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada akhir abad ke-19 ternyata memiliki kemampuan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 VARIASI DOSIS ANESTESI LOKAL LIDOKAIN 2% DENGAN ADRENALIN 1:100.000 YANG DIBERIKAN PADA PASIEN ODONTEKTOMI GIGI MOLAR 3 BAWAH DI RUMAH SAKIT USU PERIODE FEBRUARI APRIL 2017 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

BPSL BLOK BUKU PANDUAN SKILLS LAB PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III (ILMU BEDAH MULUT) SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK NAMA NIM KLP

BPSL BLOK BUKU PANDUAN SKILLS LAB PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III (ILMU BEDAH MULUT) SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK NAMA NIM KLP BPSL BUKU PANDUAN SKILLS LAB PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III (ILMU BEDAH MULUT) SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK 2013-2014 BLOK 3.6.11 NAMA KLP NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika

BAB I PENDAHULUAN. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika melakukan tindakan pembedahan dan berbagai prosedur lainya yang menimbulkan rasa sakit pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka membahas mengenai suku Tionghoa, gigi impaksi dan radiografi panoramik. 2.1 Suku Tionghoa Perbedaan ras berpengaruh terhadap perbedaan hubungan gigi-gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi Menurut Indonesian Journal of Dentistry, gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak ± 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.

Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak ± 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat. 2.7 Prosedur Anastesi Infiltrasi 2.7.1 Daerah bukal/labial/ra/rb Masuknya jarum ke dalam mukosa ± 2 3 mm, ujung jarum berada pada apeks dari gigi yang dicabut. Sebelum mendeponir anastetikum, lakukan aspirasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER MARET 2017

GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER MARET 2017 GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER 2016 31 MARET 2017 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tekanan Darah Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah. 5 Tekanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari dalam soket dari tulang alveolar, di mana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB 2 ANESTESI BLOK PADA MANDIBULA

BAB 2 ANESTESI BLOK PADA MANDIBULA BAB 2 ANESTESI BLOK PADA MANDIBULA 2. 1 Anatomi dan persarafan mandibula Memahami anatomi saraf mandibula sangat penting dalam keberhasilan untuk memblok saraf ini. Persarafan mandibula terdiri dari saraf

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. 7 Sedangkan The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. 7 Sedangkan The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Nyeri Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

(SUATU PENELITIAN KLINIS) SKRIPSI. Oleh: KHARIS LINA FATMAWATI PEMBIMBING: drg. Winny Adriatmoko drg. Zainul Cholid, Sp.

(SUATU PENELITIAN KLINIS) SKRIPSI. Oleh: KHARIS LINA FATMAWATI PEMBIMBING: drg. Winny Adriatmoko drg. Zainul Cholid, Sp. TINGKAT KEBERHASILAN TINDAKAN ANASTESI BLOK NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR OLEH MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS JEMBER (SUATU PENELITIAN KLINIS) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

ANESTESI LOKAL BAB I PENDAHULUAN

ANESTESI LOKAL BAB I PENDAHULUAN ANESTESI LOKAL BAB I PENDAHULUAN 1. Rasa Sakit dan Metode Pencegahannya Rasa sakit adalah suatu sensasi tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh adanya jejas yang merusak, dimana sensasi ini diteruskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Definisi odontektomi menurut Archer (1975) yaitu pengeluaran satu atau beberapa gigi secara bedah dengan cara membuka flap mukoperiostal, kemudian dilakukan pengambilan

Lebih terperinci

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 OHI (Oral Hygiene Index) OHI merupakan gabungan dari indeks debris dan indeks kalkulus, masing-masing didasarkan pada 12 angka pemeriksaan skor debris

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA. LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU

PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA. LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA MANDIBULA bahasa Latin yang berarti tulang rahang bawah. Yang bersama dengan maksila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI PERIODONTAL

INSTRUMENTASI PERIODONTAL INSTRUMENTASI PERIODONTAL 1.Hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu instrumentasi 2.Penskeleran dan Penyerutan akar HAL-HAL YG HARUS DIPERHATIKAN PADA WAKTU INSTRUMENTASI 1. PEMEGANGAN 2. TUMPUAN &

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula berbentuk seperti tapal kuda dan meyangga gigi pada rahang bawah. Tulang mandibula dapat bergerak dan tidak ada artikulasi dengan tulang tengkorak. Tulang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula adalah tulang wajah yang terbesar dan terkuat yang berbentuk seperti tapal kuda. Mandibula juga merupakan satu-satunya tulang tengkorak yang dapat bergerak.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropologi Suku Batak Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat paling dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan

Lebih terperinci

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500 PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsional normalnya, karena itu dikategorikan sebagai patologik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsional normalnya, karena itu dikategorikan sebagai patologik dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Definisi gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi keposisi fungsional normalnya, karena itu dikategorikan sebagai patologik dan membutuhkan perawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBERIAN ANESTESI LOKAL BLOK MANDIBULA DENGAN TEKNIK GOW-GATES PADA PEMINUM ALKOHOL

GAMBARAN PEMBERIAN ANESTESI LOKAL BLOK MANDIBULA DENGAN TEKNIK GOW-GATES PADA PEMINUM ALKOHOL GAMBARAN PEMBERIAN ANESTESI LOKAL BLOK MANDIBULA DENGAN TEKNIK GOW-GATES PADA PEMINUM ALKOHOL 1 Devina A. Utomo 2 Vonny N. S. Wowor 2 Bernat S. P. Hutagalung 1 Kandidat Skripsi Program Studi Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

Neuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015

Neuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015 Neuromuskulator Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015 STRUKTUR SARAF 3/12/2015 2 SIFAT DASAR SARAF 1. Iritabilitas/eksisitaas : kemampuan memberikan respon bila mendapat rangsangan. Umumnya berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

PREVALENSI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA DILIHAT SECARA KLINIS PADA MAHASISWA STIA PUANGRIMAGGALATUNG KOTA SENGKANG ANGKATAN 2012/2013 SKRIPSI

PREVALENSI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA DILIHAT SECARA KLINIS PADA MAHASISWA STIA PUANGRIMAGGALATUNG KOTA SENGKANG ANGKATAN 2012/2013 SKRIPSI PREVALENSI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA DILIHAT SECARA KLINIS PADA MAHASISWA STIA PUANGRIMAGGALATUNG KOTA SENGKANG ANGKATAN 2012/2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainya yang dapat menimbulkan rasa sakit (Putri, 2014; Simangunsong, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. lainya yang dapat menimbulkan rasa sakit (Putri, 2014; Simangunsong, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi adalah cara untuk menghilangkan kemampuan tubuh dalam menerima berbagai bentuk sensasi selama pembedahan ataupun tindakan medis lainya yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci