BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anestesi Lokal Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran dan anestesi umum, yaitu hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran. Tindakan anestesi digunakan untuk mempermudah tindakan operasi maupun memberikan rasa nyaman pada pasien selama operasi. 11 Anestesi lokal didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara yang disebabkan adanya depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf perifer. Anestesi lokal menghilangkan sensasi rasa nyeri tanpa hilangnya kesadaran yang menyebabkan anestesi lokal berbeda secara dramatis dari anestesi umum. 11, Anestetikum Lokal Yang Ideal Anestetikum lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, harus efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa dan memiliki toksisitas sistemik yang rendah. Mula kerja bahan anestetikum lokal harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga operator memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestesi lokal juga harus larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, serta tahan pemanasan bila disterilkan tanpa mengalami perubahan. 11,12, Fisiologi Konduksi Saraf

2 Mekanisme kerja anestetikum lokal dapat dipelajari melalui fisiologi konduksi saraf. Hodgkin dan Huxley (1952) telah memperkenalkan teori elektrofisiologi untuk menjelaskan proses fisiologi konduksi saraf. Menurut teori ini, sel saraf berada pada cairan tubuh dan sebagian besar pada kation ekstraseluler adalah natrium. Sebagian kation pada intraseluler adalah kalium. Pada saat istirahat, rasio ion kalium di dalam sel saraf dibandingkan di luar sel saraf sekitar 30:1. Berdasarkan rasio ini, potensi pada membran sel saraf adalah -50 sampai-70millivolts. Ini disebut sebagai membran potensial istirahat. Sebagai hasil dari distribusi ion, bagian luar membran sel saraf memiliki muatan positif dan pada bagian dalam membran sel saraf bermuatan negatif. Membran sel saraf memiliki struktur berpori dengan ion kalsium berperan sebagai 'gerbang' dalam pori-pori tersebut. Pada membran potensial istirahat 'gerbang' ditutup, ion natrium dan kalium tidak dapat melewati gerbang tersebut. Ketika terjadi eksitasi saraf dan potensial ambang tercapai, ion kalsium akan digantikan dari pori-pori ini, 'gerbang' akan terbuka, dan ion natrium segera masuk ke dalam sel saraf mengubah potensial transmembran. Bagian dalam membran sel saraf akan menjadi relatif positif perubahan polaritas. Perubahan polaritas ini disebut sebagai depolarisasi dan peningkatan aksi potential terbentuk yang disebarkan di sepanjang membran sel saraf. Saat depolarisasi maksimum terjadi, maka permeabilitas ion natrium akan menurun, ion kalsium kembali ke pori-pori di membran sel saraf, dan 'gerbang' menutup serta proses repolarisasi terjadi. Repolarisasi membawa potential transmembran serta membran potensial yang istirahat kembali ke tingkat aslinya. Repolarisasi menyebabkan penurunan gerakan ion natrium ke dalam sel saraf dan peningkatan permeabilitas ion kalium dengan difusi resultan dari ion kalium ke luar. Oleh karena itu, peristiwa ionik akan mengembalikan potensial transmembran ke tingkat istirahat pada -70 milivolts. Akhirnya, natrium secara aktif dibawa keluar dari sel saraf, dan kalium secara aktif ditransportasi ke dalam sel untuk mengembalikan konsentrasi ion Mekanisme Anestetikum Lokal Mekanisme anestetikum lokal yaitu dengan menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Bahan ini bekerja pada

3 tiap bagian susunan saraf. Anestetikum lokal mencegah terjadi pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat permeabilitas membran terhadap ion natrium (Na + ) akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh anestetikum lokal, hal ini terjadi akibat adanya interaksi langsung antara zat anestesi lokal dengan kanal Na + yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf. Anestetikum lokal juga mengurangi permeabilitas membran bagi (kalium) K + dan Na + dalam keadaan istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan pada potensial istirahat. Menurut Sunaryo, bahwa anestesi lokal menghambat hantaran saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan ditemukan hiperpolarisasi ringan. Pengurangan permeabilitas membran oleh anestesi lokal juga timbul pada otot rangka, baik waktu istirahat maupun waktu terjadinya potensial aksi. Potensi berbagai anestetikum lokal sama dengan kemampuannya untuk meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Mungkin sekali anestesi lokal dapat meningkatkan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf, dengan demikian pori dalam membran menutup sehingga menghambat gerak ion melalui membran. Hal ini akan menyebabkan penurunan permeabilitas membran dalam keadaan istiharat sehingga akan membatasi peningkatan permeabilitas Na +. Dapat disimpulkan bahwa cara kerja utama bahan anestetikum lokal adalah dengan bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal Na, sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal ini akan mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran. 11,13,14,20

4 2.5 Klasifikasi Anestetikum Lokal Anestetikum lokal diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sesuai dengan ikatan, yaitu ikatan golongan amida (-NHCO-) dan ikatan golongan ester (-COO-). Perbedaan ini berguna karena ada perbedaan ditandai dalam alergenitas dan metabolisme antara dua kategori bahan anestetikum lokal. Secara kimiawi bahan anestetikum lokal dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu : 12,13,15,16 A. Golongan Ester (-COO-) 1. Prokain 2. Tetrakain 3. Kokain 4. Benzokain 5. Kloroprokain B. Golongan Amida (-NHCO-) 1. Lidokain 2. Mepivakain 3. Bupivacaine 4. Prilokain 5. Artikain 6. Dibukain 7. Ropivakain 8. Etidokain 9. Levobupivakain Perbedaan klinis yang signifikan antara golongan ester dan golongan amida adalah ikatan kimiawi golongan ester lebih mudah rusak dibandingkan ikatan kimiawi golongan amida sehingga golongan ester kurang stabil dalam larutan dan tidak dapat disimpan lama. Bahan anestetikum golongan amida stabil terhadap panas, oleh karena itu bahan golongan amida dapat dimasukkan kedalam autoklaf, sedangkan golongan ester tidak bisa. Hasil metabolisme golongan ester dapat memproduksi paraaminobenzoate (PABA), yaitu zat yang dapat memicu reaksi alergi, sehingga golongan

5 ester dapat menimbulkan fenomena alergi. Hal inilah yang menjadi alasan bahan anestetikum golongan amida lebih sering digunakan daripada golongan ester. 11,12,13,17 Tabel 1. Mula dan masa kerja penggunaan anestetikum lokal dengan dan tanpa vasokonstriktor 3,13,20,21 Masa kerja, menit Anestetikum Mula kerja, Vasokonstriktor % Jaringan Lokal menit pulpa lunak Artikain 4 1: : Bupivakain 0.5 1: Lidokain : / : Prilokain (infiltrasi) (blok saraf) 1: Mepivakain : Klasifikasi Mula Kerja Anestetikum Lokal Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan mula kerjanya, dibagi menjadi mula kerja yang cepat seperti kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain dan etidokain. Mula kerja menengah seperti bupivakain. Mula kerja lambat seperti prokain dan tetrakain. 4,13,22

6 2.5.2 Klasifikasi Potensi Dan Masa Kerja Anestetikum Lokal Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan potensi dan masa kerja dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I yang memiliki potensi lemah dengan masa kerja singkat ( 30menit) seperti prokain dan kloroprokain. Kelompok II adalah kelompok yang memiliki potensi dan masa kerja menengah ( 60menit) seperti lidokain, mepivakain dan prilokain. Kelompok III merupakan kelompok yang memiliki potensi kuat dengan masa kerja panjang (>90menit). Contohnya tetrakain, bupivakain, etidokain dan ropivakain. 4,13, Jenis-Jenis Anestetikum Lokal 1. Lidokain Lidokain disintesis pada tahun 1943 dan pada tahun 1948, anestetikum lokal golongan amida pertama telah dipasarkan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari anestetikum lokal golongan amida. Penggunaan lidokain sebagai larutan polos dalam konsentrasi sampai 2% memberikan efek anestesi yang pendek pada jaringan lunak. Formulasi tersebut tidak memberikan efek anestesi yang cocok pada pulpa gigi. Ketika vasokonstriktor ditambahkan ke 2% lidokain, maka efek anestesi bertambah pada gigi yang di anestesi. Vasokonstriktor yang paling umum digunakan adalah epinefrin (adrenalin) biasanya sekitar konsentrasi 1: ke 1: Oleh karena itu, lidokain cocok untuk anestesi infiltrasi, blok dan topikal. Selain itu, lidokain memiliki keuntungan dari mula kerja yang lebih cepat, penambahan epinefrin menyebabkan vasokonstriktor dari arteri mengurangi perdarahan dan juga penundaan resorpsi lidokain sehingga memperpanjang masa lama kerja hampir dua kali lipat. 11,13,18 2. Mepivakain Mepivakain merupakan anestetikum lokal golongan amida yang bersifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain memiliki mula kerja yang lebih cepat daripada prokain dan masa lama kerja yang menengah. Mepivakain menghasilkan vasodilatasi yang lebih sedikit dari lidokain. Mepivakain ketika disuntik dengan konsentrasi 2% dikombinasikan dengan 1: epinefrin, memberikan efek anestesi yang mirip seperti lidokain 2% dengan epinefrin. Larutan mepivakain 3% tanpa

7 vasokonstriktor akan memberikan efek anestesi yang lebih baik dari lidokain 2%. Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf regional dan anestesi spinal. 11,13,18 3. Prilokain Anestetikum lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap sistem saraf pusat (SSP) lebih ringan, penggunaan intravena blok regional lebih aman. Sifat toksik yang unik dari prilokain yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh adanya metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin yang mempengaruhi masa kerja prilokain. Efek anestesi prilokain kurang kuat dibandingkan lidokain. Prilokain dipasarkan sebagai solusi 4% dengan dan tanpa 1: epinefrin. Efek toksisitas sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain. Biasanya digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok. 11,13,15 4. Artikain Struktur amida dari artikain mirip dengan anestetikum lokal lainnya, tetapi struktur molekulnya berbeda melalui kehadiran cincin thiophene bukan cincin benzena. Artikain mengandung gugus ester tambahan yang dimetabolisme oleh estearases dalam darah dan jaringan. Artikain dapat digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, yaitu artikain 4% dengan epinefrin 1: atau 1: Ada beberapa kekhawatiran, bahwa anestetikum lokal ini apabila digunakan pada konsentrasi tinggi dapat meningkatkan toksisitas lokal yang dapat menyebabkan kerja anestesia menjadi lama, parestesia atau dysaesthesia ketika digunakan untuk blok regional. Ada beberapa bukti bahwa infiltrasi bukal menggunakan artikain 4% seefektif anestesi lokal alveolar inferior dengan lidokain 2% pada gigi mandibular orang dewasa. Artikain digunakan baik untuk anestesi infiltrasi maupun blok, dengan teknik blok dapat menghasilkan masa kerja yang lebih lama. 13,18,19 5. Bupivakain Bupivakain merupakan anestetikum lokal yang termasuk dalam golongan amida amino. Bupivakain mempunyai masa kerja panjang. Ketika digunakan sebagai injeksi intraoral, bahan ini telah terbukti mengurangi jumlah analgesik yang dibutuhkan untuk mengontrol rasa nyeri pasca operasi setelah pembedahan. Formulasi bupivakain sekitar

8 0,25-0,75% dengan dan tanpa epinefrin (biasanya 1: ). Mula kerjanya lambat tapi masa kerjanya panjang. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf, epidural dan anestesi intratekal. 13,18 6. Etidokain Etidokain dalam konsentrasi 1,5% dengan 1: epinefrin telah digunakan dalam prosedur bedah mulut. Ia memiliki masa kerja yang lebih lama dari lidokain 2% dengan epinefrin 1: bila digunakan sebagai anestesi blok tetapi tidak seefektif lidokain dengan epinefrin saat digunakan untuk anestesi infiltrasi. 4,13,18 7. Ropivakain Ropivakain dikembangkan setelah bupivakain tercatat dikaitkan dengan serangan jantung, terutama pada wanita hamil. Ropivakain ditemukan memiliki kardiotoksisitas kurang dari bupivakain. Ropivakain diindikasikan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, blok saraf, epidural dan anestesi intratekal pada orang dewasa dan anak di atas 12 tahun. Karakteristiknya, yaitu memiliki mula kerja dan masa lama kerja yang sama dengan bupivakain, dengan potensinya yang lebih rendah sedikit. 18,22 8. Kokain Kokain merupakan anestetikum lokal yang pertama digunakan dalam dunia kedokteran. Bahan anestetikum lokal yang alami dan merupakan ester asam benzoat dengan basa yang mengandungi nitrogen (N). Efek kokain yang paling penting bila digunakan secara lokal yaitu menghambat hantaran saraf. Efek sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat (SSP). Berdasarkan efek ini, kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang optalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas. 11,23 9. Prokain Prokain disintesis dan diperkenalkan pada tahun 1905 dengan nama dagang novokain. Selama lebih dari 50 tahun obat ini merupakan bahan terpilih untuk anestesi lokal, namun kegunaannya tergantikan oleh anestetikum lain, lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih aman dibanding dengan prokain. Larutan polos 2% prokain tidak memberikan efek anestesi pada pulpa dan efek anestesi pada jaringan lunak 15 sampai 30 menit. Hasilnya didapatkan sifat vasodilatasi yang mendalam. Prokain menghasilkan

9 efek vasodilatasi terbesar dibandingkan dengan anestetikum lokal lain. Maka lebih sulit untuk mempertahankan prokain karena meningkatnya perdarahan sewaktu pembedahan. Prokain secara klinis mempunyai masa kerja yang lambat karena daya penetrasinya yang kurang baik. Prokain digunakan untuk anestesi infilrasi, blok saraf, epidural, kaudal, dan spinal. 11, Tetrakain Tetrakain merupakan anestetikum lokal golongan ester yang mempunyai masa kerja yang lama. Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Anestetikum lokal ini 10 kali lebih kuat dan lebih toksik daripada prokain. Tetrakain tidak lagi tersedia dalam bentuk injeksi di kedokteran gigi tetapi digunakan untuk anestesi topikal yang paling umum dipasarkan dalam 2% garam hidroklorida berkombinasi dengan 14% benzokain dan 2% butamben dalam larutan semprotan aerosol, gel, dan salep. Tetrakain menjadi salah satu anestesi topikal yang paling efektif. Tetrakain mempunyai mula kerja yang lambat untuk anestesi topikal dan masa kerjanya adalah sekitar 45 menit setelah anestesi topikal. 13, Levobupivakain Levobupivakain merupakan isomer tunggal bupivakain dan memiliki keuntungan hanya sedikit efek kardiotoksiknya. Telah terbukti bahwa bahan ini seefektif bupivakain dan anestetikum lain. Penggunaannya sebagai injeksi intraoral pada saat anestesi umum dapat mengurangi kebutuhan analgesik pasca operasi setelah pembedahan mulut. Levobupivakain ini tersedia dalam konsentrasi antara 0,25-0,75%. 18, Dosis Maksimum Anestetikum Lokal Dosis anestetikum lokal dihitung berdasarkan miligram per unit berat badan yaitu miligram per kilogram (mg / kg) atau miligram per pon (mg / lb). Pemberian dosis maksimum tergantung pada usia, berat badan, jenis anestetikum yang digunakan dan apakah menggunakan vasokonstriktor atau tidak. Disarankan agar dokter mengevaluasi kebutuhan perawatan gigi setiap pasien dan menyusun rencana perawatan yang memperhitungkan dosis yang minimal dari anestesi lokal pada setiap pasien. 13 Pemberian dosis anestetikum lokal berdasarkan jenis anestetikumnya:

10 1. Lidokain Dosis maksimum dewasa yang aman adalah 4x2,2 ml ampul atau 3 mg/kg. Penambahan 1: epinefrin memperpanjang efektivitasnya lebih dari 90 menit dan meningkatkan dosis maksimum dewasa yang aman sampai 10x2,2 ml ampul atau 7 mg/kg. 25 Menurut Malamed SF, dosis maksimum lidokain yang disarankan oleh FDA dengan atau tanpa epinefrin adalah 3,2 mg / lb atau 7,0 mg / kg berat badan untuk dewasa dan anak-anak pasien, tidak melebihi dosis maksimum absolut yaitu 500 mg Mepivakain Menurut Malamed SF, dosis maksimum mepivakain adalah 6,6 mg / kg atau 3,0 mg / lb berat badan dan tidak melebihi 400 mg. Satu ampul mepivakain biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau blok regional. 13,26 3. Artikain Untuk orang dewasa sehat, dosis maksimum artikain HCl diadministrasikan pada submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7mg/kg (0,175 ml / kg) atau 3,2 mg / lb (0,0795 ml / lb) berat badan untuk pasien 150 pon. 13,25,27 Untuk anak-anak di bawah 10 tahun yang memiliki massa tubuh normal, dosis maksimum tidak boleh melebihi setara dengan 7 mg / kg (0,175 ml / kg) atau 3,2 mg / lb (0,0795 ml / lb) berat badan. Pasien yang berumur antara tahun, dosis maksimumnya sekitar 0,43-4,76 mg / kg (0,9-11,9 ml) untuk prosedur sederhana, dan dosis sekitar 1,05-4,27 mg / kg (1,3-6,8 ml) diberikan kepada pasien untuk prosedur yang kompleks. Di antara pasien 75 tahun atau lebih tua, dosis 0,78-4,76 mg / kg (1,3-11,9 ml) diberikan kepada pasien untuk prosedur sederhana, dan dosis 1,12-2,17 mg / kg yang aman diberikan kepada pasien untuk prosedur yang kompleks Bupivakain Dosis maksimum bupivakain yang direkomendasikan adalah 90 mg. Tidak ada dosis yang disarankan untuk bupivakain berdasarkan berat badan di Amerika Serikat tapi di Kanada, dosis maksimum adalah berdasarkan 2,0 mg / kg (0,9 mg / lb). Bupivakain tidak dianjurkan pada pasien yang berusia muda atau mereka yang berisiko mencedera

11 jaringan lunak pasca operasi akibat dari melukai diri sendiri, seperti fisik dan mental penyandang cacat. Bupivakain jarang diindikasikan pada anak-anak karena prosedur gigi pediatrik biasanya berlangsung singkat. 13 Bupivakain larutan polos yang berkonsentrasi antara % digunakan untuk anestesi blok dan infiltrasi dimana efek anestesi sampai 8 jam diperlukan. Dosis maksimum yang aman adalah 2 mg/kg Prilokain Dosis maksimum yang direkomendasikan untuk prilokain adalah 8,0 mg / kg atau 3,6 mg / lb berat badan untuk pasien dewasa dan maksimum dosis yang direkomendasikan adalah 600 mg. Efek toksisitas sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain tapi efek anestesinya kurang kuat Etidokain Menurut Malamad, dosis maksimum yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah 3,6 mg/lb atau 8,0 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimum absolut tidak melebihi 400 mg. 4 Tabel 2. Dosis maksimum anestetikum lokal yang direkomendasikan 13,25,28 Anestetikum Lokal Dosis Maksimum Lidokain 7,0 mg/kgbb ( 3,2 mg/lb BB ) Mepivakain 6,6 mg/kgbb ( 3,0 mg/lb BB) Artikain 7,0 mg/kgbb ( 3,2 mg/lb BB ) Bupivakain Prilokain Etidokain 2,0 mg/kgbb ( 0,9 mg/lb BB) 8,0 mg/kgbb (3,6 mg/lb BB) 8,0 mg/kgbb (3,6 mg/lb BB) 2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mula dan Masa Kerja Anestetikum Lokal 1. Nilai ph Jaringan

12 Faktor yang paling penting mempengaruhi mula kerja anestetikum lokal adalah ph jaringan dan pka bahan anestetikum lokal. Nilai ph mungkin menurun pada suasana infeksi, yang menyebabkan efek anestesi menjadi lambat atau bahkan tidak terjadi langsung. 17 Anestetikum lokal dipasarkan dalam bentuk garam yang mudah larut dalam air, biasanya garam hidroklorid dan merupakan basa lemah. Larutan garam bahan ini bersifat agak asam, hal ini menguntungkan karena menambah stabilitas bahan anestetikum lokal tersebut. Bahan anestetikum lokal yang biasa digunakan mempunyai pka antara 8-9, sehingga pada ph jaringan hanya didapati 5-20% dalam bentuk basa bebas. Bagian ini walaupun kecil sangat penting, karena untuk mencapai tempat kerjanya bahan harus berdifusi melalui jaringan penyambung dan membran sel lain, dan hal ini hanya mungkin terjadi dengan bentuk amin yang tidak bermuatan listrik Morfologi Saraf Mula kerja berhubungan dengan kecepatan difusi anestetikum lokal melalui perineurium. Urutan lapisan pembungkus serabut saraf dari dalam keluar adalah endoneurium, perineurium, dan epineurium. Lapisan ini terdiri dari jaringan pengikat kolagen dan elastis. Bahan anestetikum lokal harus menembus jaringan pengikat yang bukan jaringan saraf. Ada perbedaan kecepatan menembus jaringan yang bukan saraf. Sebagai contoh, prokain dan kloroprokain mempunyai pka yang sama dan mula kerja yang sama pada saraf yang diisolasi, tetapi mula kerja kloroprokain lebih pendek daripada prokain, ini menunjukkan bahwa kloroprokain lebih cepat menembus jaringan yang bukan jaringan saraf. 13,17 3. Lipid solubility Kelarutan dalam lemak menggambarkan potensi intrinsik anestetikum lokal tersebut. Makin tinggi kelarutannya dalam lemak, semakin poten bahan tersebut. Lipid solubility prokain kurang dari satu, dan bahan ini paling kecil potensinya. Sebaliknya koefisien partisi/kelarutan bupivakain, tetrakain dan etidokain bervariasi dari , menunjukkan lipid solubility yang tinggi. Bahan ini menunjukkan blokade konduksi pada konsentrasi yang sangat rendah karena potensi intrinsik anestesinya 30 kali lebih besar dari prokain. Hubungan antara lipid solubility dan potensi intrinsik anestesi selalu konsisten dengan komposisi lipoprotein dari membran saraf (ada 3 lapisan membran

13 saraf terdiri dari protein-lipid-protein). Kira-kira 90% axolemma terdiri dari lemak. Karena itu anestetikum lokal yang kelarutan lemaknya tinggi dapat menembus membran saraf dengan lebih mudah, yang direfleksikan sebagai peningkatan potensi. 13,22,24 4. pka Anestetikum Lokal Secara klinis, tidak ada perbedaan yang signifikan pada pka antara amida, kecuali bupivakain, yang memiliki pka sedikit lebih tinggi yang menyebabkan mula kerjanya lebih lambat. pka komponen kimia didefinisikan sebagai ph dimana bentuk ion dan non-ion ada dalam keseimbangan. 17 Anestetikum lokal yang tidak berubah bentuk, diperlukan untuk berdifusi menembus selubung saraf. Mula kerja secara langsung berhubungan dengan kecepatan menembus epineurium, yang berkolerasi dengan jumlah bahan dalam bentuk dasar. Persentase dari bahan anestetikum lokal dalam bentuk dasar bila disuntikkan ke dalam jaringan yang mempunyai ph 7,4, maka pka bahan tersebut akan terjadi sebaliknya. Sebagai contoh, lidokain yang mempunyai pka 7,9 adalah 75% dalam bentuk ion dan 25% dalam bentuk non-ion pada ph jaringan 7,4. Hasilnya bahan tersebut mempunyai pka hampir mendekati ph jaringan akan mempunyai mula kerja yang lebih cepat daripada anestetikum lokal dengan pka yang tinggi. 14,22,24 Tabel 3. pka bahan anestetikum lokal 9,13,22 Anestetikum Lokal pka AMIDA Bupivakain 8.1 Ropivakain 8.1 Lidokain 7.7 Prilokain 7.7 Mepivakain 7.7 Artikain 7.8 Etidokain 7.9 Levobupivakain 8.1 ESTER Prokain 9.1 Kloroprokain 9.3 Kokain 8.6 Tetrakain 8.6

14 5. Efek Vasokonstriktor Masa kerja anestetikum lokal berbanding langsung dengan waktu kontak aktifnya dengan saraf. Akibatnya, tindakan yang dapat melokalisasi bahan pada saraf akan memperpanjang waktu anestesi. Dalam klinis, larutan injeksi anestetikum lokal biasanya mengandungi epinefrin (1 dalam bagian), norepinefrin (1 dalam bagian) atau fenilefrin. Pada umumnya zat vasokonstriktor ini harus diberikan dalam kadar efektif minimal. Epinefrin mengurangi kecepatan absorpsi anestetikum lokal sehingga akan mengurangi juga toksisitas sistemiknya. Sebagian vasokonstriktor mungkin akan diserap dan bila jumlahnya cukup banyak akan menimbulkan efek samping misalnya gelisah, takikardi, palpitasi dan nyeri di dada. Untuk mengurangi perangsangan adrenergik yang berlebihan dan yang diinginkan tersebut, perlu dipertimbangkan penggunaan obat penghambat alfa atau beta adrenergik. 11,13,22

15 Kerangka Konsep Gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU 1. Definisi anestesi dan Mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU anestetikum lokal 2. Anestetikum lokal yang ideal 3. Mekanisme anestetikum lokal 4. Klasifikasi anestetikum lokal 5. Jenis anestetikum lokal 6. Dosis maksimum anestetikum. lokal. 7. Faktor-faktor yang. mempengaruhi mula dan masa. kerja anestetikum lokal

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh.

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Lokal Bahan anestesi lokal pertama yang ditemukan adalah kokain. Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada akhir abad ke-19 ternyata memiliki kemampuan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi sering mengalami gangguan erupsi, baik pada gigi anterior maupun posterior. Frekuensi gangguan erupsi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestetikum lokal merupakan bahan yang sangat sering digunakan dalam prosedur ekstraksi gigi. 1 Anestetikum lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri secara

Lebih terperinci

MACAM ANASTESI LOKAL. Perbandingan golongan ester dan amida : 2. Klasifikasi Potensi Mula Kerja (Onset) Ester. Toksisitas

MACAM ANASTESI LOKAL. Perbandingan golongan ester dan amida : 2. Klasifikasi Potensi Mula Kerja (Onset) Ester. Toksisitas MACAM ANASTESI LOKAL Anastesi lokal dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1 1. Golongan ester (-COOC-) Terdiri dari kokain, benzokain (amerikain), ametocaine, prokain (novocaine),tetrakain (pontocaine),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

ANESTETIK LOKAL LIDOKAIN. struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester (tabel 1). Masing-masing. golongan mempunyai kaitan pada struktur kimianya

ANESTETIK LOKAL LIDOKAIN. struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester (tabel 1). Masing-masing. golongan mempunyai kaitan pada struktur kimianya ANESTETIK LOKAL LIDOKAIN JENIS OBAT ANESTESI LOKAL Obat anestesi lokal diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester (tabel 1). Masing-masing golongan

Lebih terperinci

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp tanggal upload : 23 April 2009 FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh yang bekerja dalam rentang normal Tubuh individu

Lebih terperinci

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit: Keseimbangan cairan dan elektrolit: Pengertian cairan tubuh total (total body water / TBW) Pembagian ruangan cairan tubuh dan volume dalam masing-masing ruangan Perbedaan komposisi elektrolit di intraseluler

Lebih terperinci

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh yang bekerja dalam rentang normal Tubuh individu pengorganisasian biologis sel yang

Lebih terperinci

BAB II PENGGUNAAN ANESTESI LOKAL PADA ARTROSKOPI DITINJAU DARI KEDOKTERAN

BAB II PENGGUNAAN ANESTESI LOKAL PADA ARTROSKOPI DITINJAU DARI KEDOKTERAN BAB II PENGGUNAAN ANESTESI LOKAL PADA ARTROSKOPI DITINJAU DARI KEDOKTERAN 2.1. Anestesi Lokal 2.1.1. Pengertian anestesi lokal Anestesi berasal dari kata yunanian yang berarti tidak atau tanpa dan aesthētos

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan sisa jaringan nekrotik, mikroorganisme dan produk lain sehingga menciptakan kondisi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp, M.Biomed PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU 2015 SEMESTER II Khusnul Diana, S.Far., M.Sc., Apt. Obat Farmakodinamis : bekerja terhadap fungsi organ dengan jalan mempercepat/memperlambat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan mekanik. Ketika prinsip tersebut diterapkan dengan tepat, gigi dapat dikeluarkan

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

Potensial membran adalah tegangan yang melintasi suatu membran sel yang berkisar dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa

Potensial membran adalah tegangan yang melintasi suatu membran sel yang berkisar dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa Potensial membran adalah tegangan yang melintasi suatu membran sel yang berkisar dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa di dalam sel bersifat negatif dibandingkan dengan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

Neuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015

Neuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015 Neuromuskulator Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015 STRUKTUR SARAF 3/12/2015 2 SIFAT DASAR SARAF 1. Iritabilitas/eksisitaas : kemampuan memberikan respon bila mendapat rangsangan. Umumnya berkembang

Lebih terperinci

BIOLISTRIK PADA SISTEM SARAF A. Hasil

BIOLISTRIK PADA SISTEM SARAF A. Hasil BIOLISTRIK PADA SISTEM SARAF A. Hasil normal alkohol Saraf 3.50 menit 2.30 menit Otot 3.40 menit 1.20 menit B. Pembahasan Pada praktikum kali ini, praktikan mengamati kontraksi otot gastrocnemius pada

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

Sudah Siap Untuk Belajar?

Sudah Siap Untuk Belajar? Sudah Siap Untuk Belajar? M. Fadhol Romdhoni Laboratorium Farmakologi - Fakultas Kedokteran Univ. Muhammadiyah Purwokerto Anestetik : agen yang membuat anestesi Anestesi: pembiusan; berasal dari bahasa

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang. sistem kesehatan modern. Peningkatan pelayanan di semua bidang pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang. sistem kesehatan modern. Peningkatan pelayanan di semua bidang pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan kian meningkat yang berbanding lurus dengan tuntutan masyarakat untuk mendapatkan

Lebih terperinci

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500 PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S PENTINGNYA CAIRAN Dr.Or. Mansur, M.S Dr.Or. Mansur, M.S mansur@uny.ac.id Fungsi air dan elektrolit 1. Mempertahankan keseimbangan cairan 2. Hilangnya kelebihan air terjadi selama aktivitas 3. Dehidrasi

Lebih terperinci

OBAT OBAT ANESTESI LOKAL

OBAT OBAT ANESTESI LOKAL OBAT OBAT ANESTESI LOKAL Oleh Sandi Nugraha 0461050010 Dedy Sugiharto 0461050048 Pembimbing dr. Ganda P Sibabiat, Sp.An, KIC BAGIAN ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

Lebih terperinci

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu kondisi paru-paru kronis yang ditandai dengan sulit bernafas terjadi saat saluran pernafasan memberikan respon yang berlebihan dengan cara menyempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan tubuh manusia tidak hanya tergantung dari jenis makanan yang dikonsumsi, tetapi juga dari aktivitas atau latihan fisik yang dilakukan. Efek akut aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut : DESKRIPSI Lantus (glargine insulin [rdna origin] injeksi) adalah solusi steril glargine insulin untuk digunakan sebagai injeksi subkutan. Insulin glargine adalah analog insulin manusia rekombinan yang

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan.

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air adalah kebutuhan utama pada makhluk hidup, terutama manusia.tidak ada makhluk hidup bisa hidup tanpa adanya air yang di konsumsi. Karena pada proses metabolisme,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama dalam hal aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Sediaan aspirin dalam bentuk konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemakaian obat analgesik sudah merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan sering timbulnya rasa nyeri serta peredaran

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika

BAB I PENDAHULUAN. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika melakukan tindakan pembedahan dan berbagai prosedur lainya yang menimbulkan rasa sakit pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cairan tubuh adalah cairan suspense sel di dalam tubuh yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.cairan tubuh merupakan komponen penting bagi cairan ekstraseluler,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGGUNAAN BAHAN ANESTESI LOKAL UNTUK PENCABUTAN GIGI TETAP OLEH DOKTER GIGI DI KOTA MANADO

GAMBARAN PENGGUNAAN BAHAN ANESTESI LOKAL UNTUK PENCABUTAN GIGI TETAP OLEH DOKTER GIGI DI KOTA MANADO GAMBARAN PENGGUNAAN BAHAN ANESTESI LOKAL UNTUK PENCABUTAN GIGI TETAP OLEH DOKTER GIGI DI KOTA MANADO 1 Muhammad Ikhsan 2 Ni Wayan Mariati 2 Christy Mintjelungan 1 Kandidat Skripsi Program Studi Kedokteran

Lebih terperinci