BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.¹⁰ Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:¹⁰ a. Tahu (know) Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu. b. Memahami (comprehension) Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. c. Aplikasi (application) Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut. e. Sintesis (synthesis) Sintesis adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk tertentu yang baru.

2 f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek tertentu. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.¹⁰ 2.2 Anestesi Lokal Penggunaan larutan anestesi lokal dalam prosedur perawatan gigi lazim digunakan. Larutan anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf. Larutan anestesi lokal yang ideal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, memiliki batas keamanan yang luas, mula kerja harus cepat, masa kerja sesuai dengan waktu yang dibutuhkan dalam prosedur perawatan gigi, serta tidak memperpanjang masa pemulihan. Zat anestesi lokal harus selalu larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.¹¹ Definisi Bahan Anestesi Lokal Bahan anestesi lokal adalah substansi atau bahan yang dapat menimbulkan mati rasa setempat atau terbatas dengan cara memblokir konduksi impuls sehingga hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu bagian tubuh tanpa menekan tingkat kesadaran. Anestesi lokal bekerja dengan menghalangi masuknya ion natrium ke dalam saluran saraf, sehingga mencegah peningkatan sementara permeabilitas membran saraf untuk natrium yang diperlukan untuk potensial aksi terjadi Sifat Ideal Bahan Anestesi Lokal Bahan anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, bahan anestesi lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi atau transmisi dari beberapa impuls, artinya bahan anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot.

3 Bahan anestesi lokal yang ideal yaitu: 2,13 Memiliki mula kerja yang cepat. Durasi kerja yang cukup panjang. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen. Batas keamanan harus lebar, karena anestetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Anestetikum juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan Jenis Obat Anestesi Lokal Berikut ini merupakan pembagian anestesi lokal secara garis besar, yaitu: I. Golongan obat anestesi lokal berdasarkan senyawa kimia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan ester dan golongan amida. a. Golongan Ester Golongan ester merupakan golongan yang mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya cepat hilang. Golongan ester (-CO-) yaitu: 3,14 1. Kokain 2. Benzokain (ametikain) 3. Ametokain 4. Prokain (novokain) 5. Tetrakain (pontokain) 6. Kloroprokain (nesakain) b. Golongan Amida Golongan ini merupakan golongan anestetik lokal yang banyak dipakai, mungkin karena alergenisitasnya yang relatif kurang. Golongan amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama. Berikut ini merupakan pembagian jenis anestesi lokal berdasarkan golongan amida (-NCH-): 3,14 1. Lidokain (xylokain, lignokain) 2. Mepivakain (karbokain)

4 3. Prilokain (sitanes) 4. Bupivakain (markain) 5. Etidokain (duranes) 6. Artikain 7. Dibukain (nuperkain) 8. Ropivakain (naropin) 9. Levobupivakain (chirocaine) Perbedaan senyawa kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudokolinesterase di plasma sedangkan golongan amida terutama melalui degradasi enzimatis di hati. 11 II. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan potensi dan lama kerja dibagi menjadi 3 grup, yaitu: 15 a. Grup I memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat (Short Acting) Contoh : Prokain. b. Grup II memiliki potensi dan lama kerja sedang (Medium Acting) Contoh : Lidokain, mepivakain dan artikain. c. Grup III memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang (Long Acting) Contoh : Tetrakain, bupivakain dan ropivakain. III. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan mula kerjanya, dapat dibagi menjadi: a. Mula kerja relatif cepat Contoh : Artikain, mepivakain, prolikain, lidokain. b. Mula kerja sedang Contoh : Bupivakain, ropivakain, tetrakain, prokain.

5 berat Prokain Obat-obat anestesi lokal terdiri dari: 1. Kokain Merupakan zat anestesi lokal yang didapat dari alam. Saat ini penggunaan kokain sudah mulai jarang karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi, iritasi jaringan, kestabilan larutan dalam air rendah dan dapat menyebabkan kecanduan Rumus kimianya adalah 2-diethylaminoethyl 4-amino-benzoate. Obat anestesi ini merupakan anestetik lokal suntikan yang pertama kali dibuat. Nama dagangnya adalah Novocaine. Selama sekitar 50 tahun, prokain merupakan obat anestetik lokal satu-satunya yang dapat diperoleh di pasaran sampai keluarnya lidokain pada tahun Prokain tidak efektif secara topikal, namun digunakan dalam anestesi infiltrasi, blok, spinal dan kaudal. Obat ini juga digunakan secara intravena dalam pengobatan aritmia jantung dan serangan epilepsi serta sebagai agen antifibrilasi Artikain Artikain memiliki cincin thiophene sebagai pengganti ikatan benzene, yang berperan dalam meningkatkan liposolubilitas atau kelarutan yang tinggi terhadap lemak. Hal ini sangat penting, sebab semakin tinggi solubilitas suatu zat terhadap lemak, maka semakin tinggi pula potensi dan kemampuan difusi zat tersebut pada daerah terinjeksi dan zat tersebut memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk menembus membran lipid dari epineurium Mepivakain Mepivakain ( mepivacaine ) ( nama dagang Carbocaine, Polocaine, Isocaine ) adalah suatu derivat xylidine, I-methyl 2, 6 -pipecoloxylidide hydrochloride. Obat ini ditemukan oleh A.F. Ekenstam pada tahun 1957 dan diperkenalkan dalam bidang kedokteran gigi pada tahun 1960 sebagai larutan 2% ditambah levonordefrin (vasokonstriktor). Di tahun 1961 ke luar sebagai larutan 3% tanpa vasokonstriktor. Kecepatan onset, durasi potensi dan toksisitasnya sama dengan Lidokain. Tidak dijumpai adanya cross-allergenicity antara mepivakain dan obat golongan ester atau

6 golongan obat amida yang lain. Obat ini dimetabolisme di dalam hepar dan dieksresikan melalui ginjal dengan 1-16 persennya dieksresikan tanpa perubahan. 14 Secara topikal, obat ini tidak efektif tetapi obat ini digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok, spinal, epidural dan kaudal. Dalam kedokteran gigi yang biasa dipakai adalah larutan 2% dengan levonordefrin ( Neo-Cobefrin ) 1 : Karena mepivakain menimbulkan lebih sedikit vasodilatasi dibandingkan lidokain, obat ini bisa digunakan dalam larutan 3% tanpa vasokonstriktor untuk prosedur yang pendek. 14,15 5. Lidokain Lidokain adalah anestetik lokal golongan amida derivate xylidine, dengan formula kimia 2-diethylamino 2, 6-acetoxylidine hidrochloride. Obat ini dipasarkan dengan nama dagang Xylocaine atau Octacaine. Mulai diperkenalkan oleh Nels Lofgren di tahun 1943, dan disetujui pemakaiannya oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu suatu badan pengawas obat dan makanan di Amerika. 14 Onset obat ini tergolong cepat (2-3 menit), karena cenderung menyebar dengan baik ke seluruh jaringan. Lidokain 2% dengan vasokonstriktor memberikan anestesia yang dalam dengan durasi medium. Pengenceran vasokonstriktor umumnya disebut sebagai rasio. Dosis maksimum vasokonstriktor dinyatakan dalam satuan milligram atau lebih umumnya dinyatakan dalam mikrogram dan diinterpretasikan sebagai berikut yaitu 1 gram epinefrin di dalam ml pelarut. 16 Metabolisme lidokain berlangsung di hati menjadi monoethylglyceine dan xylidide. Xylidide adalah suatu anestetik lokal yang sangat toksik. Lidokain diekskresikan melalui ginjal dengan 10 persennya tidak mengalami perubahan. Sifat vasodilator lidokain tidak sebesar prokain namun lebih kuat daripada prilokain atau mepivakain. Potensi anestesia dan toksisitas lidokain lebih besar dibandingkan prokain. 14,15 6. Tetrakain Merupakan turunan prokain. Kekuatannya 10 kali lebih kuat dari prokain, masa anestesinya lebih panjang dan tetrakain dapat digunakan dengan aman. Dengan zat anestetik ini para ahli anestesi dapat memperoleh anestesi spinal yang aman dan bisa diprediksi sebelumnya. Tetrakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf,

7 anestesi topikal, epidural dan spinal. Tetrakain merupakan salah satu paling efektif dalam anestesi topikal, tetapi dalam penggunaannya pada permukaan perlu dilakukan secara berhati-hati karena dapat menimbulkan potensi toksik Prilokain Prilokain merupakan derivat amida yang mempunyai formula kimia dan farmakologinya mirip dengan lidokain dan mepivakain, tetapi awal kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidokain namun anastesi yang ditimbulkan tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat. Efek vasodilatasinya lebih kuat daripada mepivakain tetapi lebih lemah daripada lidokain. Prilokain diekskresikan terutama melalui ginjal dan konsentrasi efektif guna pemakaian dalam kedokteran gigi adalah 4%. 14,15 8. Bupivakain Bupivakain merupakan turunan dari mepivakain dengan kekuatan 3 kali lebih kuat. Masa kerjanya panjang sehingga digunakan untuk operasi yang membutuhkan waktu yang lama. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, epidural dan spinal. Bupivakain lebih poten dari lidokain, mepivakain dan prilokain yang sangat kurang toksik dibandingkan dengan lidokain dan mepivakain. 14,15 9. Etidokain Merupakan zat anestetik lokal yang terbaru. Kekuatan 4 kali lidokain. Zat anestetik ini masa kerjanya panjang dan digunakan untuk anestesi epidural. Etidokain diekskresikan melalui ginjal Dosis Maksimum Pemberian Anastesi Lokal Dosis maksimum untuk anestesi lokal adalah antara 70 mg sampai 500 mg untuk berat badan pasien rata-rata 70 kg. Pemberian dosis maksimum tergantung pada usia, berat badan, kesehatan pasien, jenis larutan yang digunakan dan apakah vasokonstriktor digunakan atau tidak. Agen-agen anestesi didistribusikan dalam konsentrasi yang sesuai dengan toksisitas sehingga anestesi memproduksi kualitas.

8 Obat analgetik lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis obat analgetik lokal dicantumkan dosis maksimumnya. 16 Pemberian dosis anestesi lokal yang tepat berdasarkan jenis anestesinya : 1. Lignokain (Lidokain) Dosis maksimum lidokain jangan > 7.0 mg/kg. Efek sampingnya toksisitas kardiak lebih rendah dibandingkan bupivakain. Pada prakteknya, dosis ini sama dengan dosis dewasa 8-10, jauh melebihi dosis yang biasa digunakan pada satu kunjungan, karena dosis satu ampul cartridge biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional. 1,16 Dosis maksimum yang dianjurkan untuk lidokain di negara-negara Eropa adalah 200 mg tanpa epinefrin (European Pharmacopoeia) dan di Amerika Serikat adalah 300 mg. Dosis lidokain ini mungkin tidak cukup untuk prosedur anestesi regional pada orang dewasa. Dalam kedua Eropa dan Amerika Serikat, 500 mg lidokain diperbolehkan jika ditambahkan epinefrin (5g/mL). 17 Malamed menganjurkan dosis lidokain 3,6 mg/ib (7,0 mg/kg) dengan atau tanpa zat vasokonstriktor Mepivakain Dosis yang digunakan jangan melebihi dosis maksimal 6,6 mg/kg berat badan. Satu ampul cartridge biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional. Biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1 : Menurut Malamed, dosis untuk mepivakain adalah 3,0 mg/ib (6,6 mg/kg) dosis jangan melebihi dari 400 mg Artikain Untuk orang dewasa sehat, dosis umum yang direkomendasikan adalah mg artikain HCl dalam 0,5-2,5 ml untuk infiltrasi, mg artikain HCl dalam 0,5-3,4 ml untuk blok saraf, dan mg artikain HCl dalam 1,0-5,1 ml untuk prosedur bedah mulut. Dosis maksimum artikain HCl yang diberikan secara infiltrasi submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7 mg/kg (0,175 ml/kg). 11,16,18

9 4. Bupivakain Dosis yang diijinkan FDA untuk penggunaan bupivakain adalah 2,0 mg. Rekomendasi irasional untuk bupivakain di Kanada adalah diterbitkan maksimum dosis 2,0 mg/kg atau 0,9 mg/lb. Menurut Malamed, dosis untuk bupivakain adalah 0,9 mg/ib atau 2,0 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa dengan dosis maksimum tidak lebih dari 90 mg Prilokain Menurut Malamed, dosis untuk prilokain adalah 3,6 mg/ib atau 8,0 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum 600 mg. Prilokain biasanya digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain. 12,16,18 6. Etidokain Pada tahun 2002, etidokain 1: telah ditarik dari pasaran Amerika Serikat. Dosis untuk etidokain adalah 3,6 mg/ib atau 8,0 mg/kg berat badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum jangan melebihi 400 mg. 16 Tabel 1. Rekomendasi dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor. 12,16,18 Obat Dosis Maksimum Artikain 7 mg/kgbb (hingga 500 mg) 5 mg/kgbb pada anak-anak Bupivakain 2,0 mg/kgbb (hingga 90 mg) Lidokain 7,0 mg/kgbb (hingga 500 mg) Mepivakain 6,6 mg/kgbb (hingga 400 mg) Prilokain 8 mg/kgbb (hingga 600 mg) Etidokain 8 mg/kgbb (hingga 400mg)

10 2.4 Efek Samping Anestesi Terhadap Pasien Tujuan dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dibuat untuk mencegah terjadinya pemberian obat anestesi dalam jumlah yang berlebihan, yang bisa mengakibatkan keracunan sistemik. Biasanya, rekomendasi dalam bentuk jumlah total obat, misalnya 200 mg atau 300 mg untuk lidokain pada orang dewasa. Barubaru ini, jumlah obat permassa tubuh pasien telah diberikan referensi obat kepada dokter sebagai contoh, dalam kasus bupivakain, 2 mg / kg. 17 Semua anestesi lokal merangsang SSP (Sistem Saraf Pusat). Secara umum, semakin kuat suatu anestesi lokal maka semakin mudah menimbulkan kejang. Perangsang yang berlebihan dapat menimbulkan depresi dan kematian akibat kelumpuhan nafas. Gejala awal toksisitas SSP dapat berupa kelelahan, ansietas, pusing, penglihatan buram, tremor, depresi dan mengantuk. Anestesi lokal juga dapat mempengaruhi sambungan saraf otot, yaitu menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf Komplikasi Setelah Pemberian Anestesi Dokter gigi harus tetap mengingat bahwa setiap suntikan dari berjuta-juta suntikan yang dilakukannya, dapat menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan dan bahkan membahayakan dan harus diambil langkah-langkah tertentu untuk memastikan bahwa mereka benar-benar menguasai pengetahuan dan cara mendiagnosa serta menangani masalah secara efektif pada situasi tersebut. 16 Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi. Komplikasi yang disebabkan oleh pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua, komplikasi lokal dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal. 16

11 Komplikasi Lokal Komplikasi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek anestesi, sakit selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan, kepucatan, trismus, paralisis wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma pada bibir, gangguan visual dan parastesi Kegagalan untuk mendapat efek anestesi. Insiden ini cenderung makin berkurang dengan makin terampil dan makin berpengalamannya dokter gigi, namun kegagalan ini merupakan masalah selama pemakaian anestesi lokal. 16 Kegagalan untuk mendapat efek anestesi dapat dihindari karena hal ini sering kali disebabkan oleh teknik yang salah, sehingga menyebabkan jumlah larutan anestesi lokal yang diinjeksikan di dekat saraf terlalu sedikit atau menyebabkan larutan anestesi terinjeksi di pembuluh darah. Pada kasus seperti ini, anestesi biasanya dapat diperoleh dengan mengulang suntikan setelah memeriksa landmark anatomi dan setelah meninjau ulang teknik suntikan yang digunakan. 16 Kegagalan untuk mendapat efek anestesi juga disebabkan karena penggunaan larutan yang sudah kadaluarsa. Oleh karena itu, dokter gigi harus terlebih dahulu memastikan bahwa stok cartridge anestesi belum kedaluwarsa dan menggunakannya dengan benar. 16 Kegagalan anestesia pada injeksi mandibular dapat disebabkan karena: (1) injeksi terlalu rendah sehingga terletak di bawah lingula mandibula. (2) terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis. (3) terlalu superfisial (masuk ke spasia pterygomandibularis). (4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibula). (5) terlalu jauh ke lingual (ke dalam M. Pterygoideus medialis) Sakit selama dan setelah penyuntikan. Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposable berkualitas tinggi yang dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung

12 yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak meliputi menghangatkan larutan dan menyuntikkannya perlahan-lahan. 16 Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang sudah terkontaminasi. Pengunaan cartridge yang tepat akan dapat meniadakan kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikap keras untuk menginjeksikan larutan anastesi pada situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk menginjeksikan larutan pada jaringan resisten juga akan menimbulkan rasa sakit dan karena itu harus dihindari sebisa mungkin. 1,16 3. Pembentukan hematoma pada daerah penyuntikan. Jaringan lunak rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh vaskular maka tidak jarang ujung jarum suntik secara tak disengaja menembus pembuluh darah. Berbagai penelitian yang menggunakan teknik aspirasi menyatakan bahwa insidens kekeliruan ini bervariasi antara 2-11%. Kesalahan ini paling sering terjadi bila digunakan blok gigi superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh struktur dan posisi pleksus venosus pterigoid yang bervariasi atau kadang-kadang pembuluh dapat terjebak di antara tulang dan tertusuk jarum selama penyuntikan blok gigi inferior atau infraorbital. 1,16 Kesalahan ini umumnya akan menimbulkan perdarahan jaringan dengan disertai pembentukan haematoma dan merupakan predisposisi dari resiko suntikan intravaskular. Perdarahan dari pleksus venosus pterigoid akan menimbulkan pembengkakan yang dramatik dan berlangsung cepat pada pipi diikuti dengan perubahan warna kulit di atas daerah tersebut karena pecahnya pigmen-pigmen darah yang berlangsung dalam waktu jam. 16

13 Perdarahan dari pleksus venosus infraorbita juga akan menimbulkan konsekuensi serupa dan mata sembab. Pasien harus diberi tahu bahwa perdarahan akan terhenti secara spontan, pembengkakan biasanya akan mengecil dalam waktu jam dan perubahan warna juga akan hilang. Banyak pasien yang merasa tidak enak akibat efek iritasi yang mengenai daerah di ruang jaringan dan karena itu, efek ini harus diberitahukan terlebih dahulu. Perdarahan ke ruang pterigo mandibula karena suntikan gigi inferior biasanya tidak segera terjadi dan pasien sering kali datang kembali ke dokter gigi setelah 1-2 hari dengan keluhan trismus Kepucatan. Kepucatan daerah penyuntikan atau daerah lain dapat disebabkan oleh kombinasi meningkatnya tegangan jaringan akibat deposisi cairan dan efek lokal dari vasokonstriktor. Kepucatan pada daerah yang jauh dari daerah suntikan mungkin disebabkan karena suntikan intravaskular atau terganggunya suplai pembuluh darah dari saraf autonom. Untuk situasi ini hanya diperlukan tindakan menenangkan pasien saja. Teknik penyuntikan yang cermat termasuk melakukan aspirasi sebelum deposisi larutan akan dapat mengurangi insidens komplikasi ini Trismus Trismus dapat didefinisikan sebagai kesulitan membuka rahang karena kejang otot. Trismus dapat disebabkan oleh penyuntikan pada otot pterigoid medial, di mana kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan haematoma atau infeksi. Trismus terjadi beberapa saat setelah penyuntikan dan setelah prosedur perawatan gigi selesai dilakukan. Trismus yang disebabkan oleh infeksi, pasien umumnya akan menderita demam dan mengeluh tentang rasa sakit serta rasa tidak sehat. Pada situasi seperti ini, nanah yang terbentuk harus didrainase dan harus diberikan terapi antibiotik. Bila infeksi sudah terkontrol, gejala trismus dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan kumur salin hangat dan diatermi gelombang pendek. 16

14 6. Paralisis wajah Paralisis otot-otot wajah pada salah satu sisi adalah komplikasi yang jarang terjadi dari suntikan blok gigi inferior dan dapat bersifat sebagian atau menyeluruh tergantung pada cabang saraf yang terkena. Komplikasi ini timbul bila ujung jarum diinsersikan terlalu jauh ke belakang dan terlalu di belakang ramus asendens. Larutan dideponirkan pada substansi glandula parotid serta menganestesi cabang-cabang saraf wajah sehingga menimbulkan paralisa otot yang disuplainya. Pasien dengan keadaan yang mengejutkan dan menakutkan ini harus ditenangkan dan diberi tahu bahwa fungsi normal dan penampilan wajah akan kembali segera setelah efek agen anestesi lokal hilang. 16 Gambar (1) Usaha tersenyum hanya menimbulkan efek unilateral karena paralisa otot-otot wajah. (2) tiga jam kemudian, terlihat bahwa penampilan wajah pasien sudah pulih kembali Gangguan sensasi yang berlangsung lama Gangguan sensasi yang berlangsung lama setelah penyuntikan anastesi lokal umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat terjadi akibat trauma langsung dari bevel jarum atau penyuntikan larutan yang sudah terkontaminasi oleh substansi neurotoksik seperti alkohol. Perdarahan dan infeksi di dekat saraf juga dapat menimbulkan gangguan sensasi yang berlangsung lama. Operasi atau infeksi

15 yang terjadi pada molar bawah dan akar premolar kadang-kadang menimbulkan gangguan sensasi bibir bawah Patahnya jarum Sejak diperkenalkan jarum suntik stainless steel berkualitas tinggi, disposabel dan steril. Komplikasi patahnya jarum makin berkurang, namun hal ini tidak dapat dihindari. Beberapa dokter gigi terbiasa merendam jarum hipodermik yang kecil dalam larutan desinfektan kimia. Tindakan ini tidak hanya gagal memberikan efek sterilisasi, tetapi dapat mengkorosi logam dan menyebabkan jarum mudah patah bila digunakan. 16 Jarum harus dijaga agar tetap lurus ketika diinsersikan melalui jaringan. Bila ada resistensi jaringan yang kuat, jarum jangan dipaksa masuk ke jaringan dan arah insersi jarum jangan sekali-kali dirubah sebelum jarum terlebih dahulu dikeluarkan dari jaringan. Dengan cara ini jarum tidak akan menjadi bengkok. Jika jarum menjadi bengkok, maka jarum yang bengkok harus dibuang karena usaha meluruskan jarum dapat menyebabkan jarum rapuh dan dapat meningkatkan resiko patahnya jarum selama insersi berikutnya Infeksi Infeksi adalah komplikasi sewaktu penyuntikan yang sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh masuknya organisme (bakteri) dalam jaringan pada saat pemberian anestesi lokal. Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik aseptik umumnya dapat menghilangkan kemungkinan tersebut. 1, Trauma pada bibir Pasien yang mendapat suntikan blok gigi inferior perlu diingatkan agar tidak menggigit-gigit bagian bibir yang di anestesi, karena dapat menimbulkan ulser yang sangat nyeri, walaupun sudah diperingatkan, komplikasi tetap dapat terjadi namun untungnya lesi seperti ini dapat pulih dengan cepat dengan sedikit meninggalkan jaringan parut. 16

16 12. Gangguan visual Gangguan ini dapat berupa penglihatan ganda atau penglihatan yang buram dan bahkan kebutaan sementara. Fenomena ini sulit dijelaskan namun diperkirakan keadaan ini disebabkan oleh kejang vaskular atau suntikan intra arterial yang tak disengaja sehingga terjadi distribusi vaskular normal. Pada kasus seperti ini pasien perlu diberitahu bahwa penglihatan akan normal kembali setelah 30 menit. 1 Beberapa suntikan maksilaris dapat menyebabkan larutan terdeposit ke orbita sehingga menganestesi otot motorik mata. Gangguan penglihatan yang terjadi akan kembali normal bila larutan sudah terdispersi biasanya membutuhkan waktu 3 jam Parastesi Parastesi merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka waktu yang lama setelah penyuntikan anestesi lokal. Hal ini terjadi karena adanya trauma pada saraf yang terkena bevel jarum pada saat penyuntikan. Pasien pada keadaan ini akan melaporkan mati rasa setelah penyuntikan anestesi lokal untuk beberapa jam lamanya. 16 Gejala parastesi berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna, apabila menetap maka tentukan derajat dan luas parastesis. Hal ini dilakukan dengan tusukkan jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun mata pasien harus dalam keadaan tertutup untuk menghindari sensasi palsu. Daerah yang terkena dicatat dan pasien diminta datang kembali secara berkala sehingga kecepatan dan derajat pemulihan sensasi dapat ditentukan. Berikan obat-obatan seperti prednisone dan lakukan termoterapi pada pasien, biasanya pemulihan akan terlihat setelah tiga bulan. Bila pemulihan tidak terjadi, maka rujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut atau saraf Komplikasi Sistemik Selain komplikasi lokal, komplikasi sistemik dapat terjadi selama penyuntikan, terdiri dari reaksi alergi/sensitifitas, overdosis sampai toksisitas.

17 1. Reaksi Sensitivitas Reaksi sensitivitas terhadap anestesi lokal bervariasi, mulai dari pembengkakan lokal, urtikaria di daerah injeksi hingga reaksi anafilaktik yang bisa menjadi fatal bila tidak diatasi dengan segera. Fenomena ini terjadi karena adanya respon patologis dari jaringan yang disensitisasi terhadap substansi tertentu yang disebut alergen. Setiap larutan anestesi lokal bisa menghasilkan respon seperti itu. 1,16 Pada dasarnya reaksi sensitifitas ini merupakan respon patologik dan terjadi tidak tergantung pada jumlah dosis yang diberikan, melainkan tingginya reaksi pasien ketika menerima dosis yang kecil. Reaksi alergi dapat berupa dermatitis, urtikaria, angioderma dan syok anafilaksis. Reaksi pada kulit adalah dermatitis yaitu peradangan pada kulit, urtikaria yaitu suatu reaksi vaskular yang timbul mendadak dengan gambaran lesi yang eritema, edema dan disertai rasa gatal dan angiodema yaitu suatu reaksi vaskular berupa pembengkakan setempat tanpa disertai rasa gatal. Syok anafilaksis umumnya ditandai dengan turunnya tekanan darah yang mendadak, hilangnya kesadaran, gangguan respirasi, edema wajah dan laring serta urtikaria. Reaksi sensitifitas yang terjadi pada kulit biasanya dapat pulih kembali tanpa perawatan, namun jika tidak pulih diberikan antihistamin. 1,16 2. Overdosis (Toksisitas) Overdosis didefenisikan sebagai suatu tanda dan gejala klinis yang dihasilkan dari tingkatan obat berlebihan dalam darah pada organ yang dituju maupun di jaringan. Gejala awal dari overdosis sampai terjadi toksisitas adalah berupa pusing, cemas, bingung dan dapat diikuti dengan pandangan ganda, tinitus (telinga berdengung), kebas atau nyeri pada sirkum oral, diikuti dengan kejang-kejang yang berlebihan, tidak sadar, kesulitan bernafas bahkan dapat menyebabkan gangguan fungsi pada jantung dan susunan saraf pusat. efek samping akibat dari pemberian suntikan anestesi lokal terjadi setelah 5-10 menit. Dosis anestesi yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi karena penyutikan tunggal, tambahan atau ulang. 1,16

18 Penatalaksanaan overdosis tergantung dari gejala dan tanda yang terjadi, namun dapat dicegah dengan berhati-hati dalam melakukan teknik penyuntikan dan melakukan pengamatan penuh pada pasien. Hal yang paling penting adalah mengetahui dosis maksimum obat anestesi lokal yang dianjurkan berdasarkan berat badan. Jika ada reaksi yang memerlukan suplai oksigen maka dibutuhkan alat respirasi buatan seperti ambu bag, hal ini untuk mencegah gagalnya respirasi. Bila sudah dapat ditangani maka rujuk pasien segera ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut Reaksi Mild Overdose Tanda dan gejala mild overdose meliputi penurunan kesadaran, lalu diikuti dengan peningkatan denyut jantung, meracau, gelisah, peningkatan denyut jantung, tekanan darah meningkat dan tingkat penapasan meningkat. Reaksi mild overdose biasanya terjadi sekitar 5 menit sampai ke 10 menit setelah dilakukan injeksi. 16 Slow Onset ( 5 menit ) - Penyebab yang mungkin terjadi pada reaksi slow onset adalah absorbsi yang terlalu cepat dengan dosis yang terlalu besar. Penanganannya dilakukan dalam urutan P-A-B-C-D yang digunakan dalam penanganan gawat darurat medis. Slower Onset ( 15 menit ) - Penyebab yang mungkin terjadi pada slower onset adalah biotransformasi abnormal dan disfungsi ginjal. Lakukan protokol P-A-B-C pada tanda dan gejala slower onset yang terjadi pada pasien Reaksi Severe Overdose Tanda dan gejala yang sering terjadi pada severe overdose meliputi kehilangan kesadaran dengan atau tanpa kejang. Penyebab yang mungkin terjadi karena injeksi intravaskular. Reaksi severe overdose terjadi sangat cepat sekitar 1 menit setelah diberikan anestesi. 16

19 Rapid Onset ( 1 menit ) - Tanda dan gejala yang sering terjadi pada rapid onset severe overdose meliputi kehilangan kesadaran dengan atau tanpa kejang. Reaksi ini terjadi sangat cepat sekitar 1 menit setelah diberikan anestesi. Slow Onset ( 5 hingga 15 menit ) Penyebab yang mungkin terjadi slow onset adalah dosis yang terlalu besar, absorbsi yang terlalu cepat, biotransformasi abnormal dan disfungsi ginjal. Lakukan protokol P-A-B-C dan sediakan basic life support jika diperlukan. Lalu pada protokol sebelumnya pencegahan asidosis dan hipoksia melalui penanganan jalan nafas untuk hasil yang sempurna Penanganan Kegawatdaruratan Dasar a. Position Posisi supine dengan kaki sedikit di naikkan jika tidak sadar. Posisi tergantung kenyamanan pasien jika sadar. b. Airway Periksa dan pertahankan jalan nafas jika tidak sadar. Dilakukan pemeriksaan jalan nafas jika sadar. c. Breathing Dilakukan pemeriksaan dan memberikan jalan nafas apabila diperlukan jika tidak sadar. Dilakukan pemeriksaan penafasan jika sadar. d. Circulation Periksa dan berikan pijat jantung apabila diperlukan jika tidak sadar. Dilakukan pemeriksaan sirkulasi darah jika sadar. e. Definitive Care Diagnosa. Penanganan : memberikan obat anticonvulsant atau terapi kecemasan. 16

20 2.7 Kerangka Teori

21 2.8 Kerangka Konsep 1. Definisi anestesi lokal 2. Jenis obat anestesi lokal - Golongan ester - Golongan amida Pengetahuan dosis maksimum bahan anestesi lokal pada pencabutan gigi oleh dokter gigi Di Kota Medan 3. Dosis maksimum penggunaan anestesi lokal - Lidokain - Artikain 4. Efek samping penggunaan anestesi lokal 5. Komplikasi anestesi lokal - Komplikasi lokal - Komplikasi sistemik - Reaksi Mild Overdose - Reaksi Severe Overdose 6. Penanganan Kegawatdaruratan Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Lokal Bahan anestesi lokal pertama yang ditemukan adalah kokain. Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada akhir abad ke-19 ternyata memiliki kemampuan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anestesi Lokal Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah Perkembangan dan pertumbuhan gigi geligi sering mengalami gangguan erupsi, baik pada gigi anterior maupun posterior. Frekuensi gangguan erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestetikum lokal merupakan bahan yang sangat sering digunakan dalam prosedur ekstraksi gigi. 1 Anestetikum lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh.

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

ANESTETIK LOKAL LIDOKAIN. struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester (tabel 1). Masing-masing. golongan mempunyai kaitan pada struktur kimianya

ANESTETIK LOKAL LIDOKAIN. struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester (tabel 1). Masing-masing. golongan mempunyai kaitan pada struktur kimianya ANESTETIK LOKAL LIDOKAIN JENIS OBAT ANESTESI LOKAL Obat anestesi lokal diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester (tabel 1). Masing-masing golongan

Lebih terperinci

MACAM ANASTESI LOKAL. Perbandingan golongan ester dan amida : 2. Klasifikasi Potensi Mula Kerja (Onset) Ester. Toksisitas

MACAM ANASTESI LOKAL. Perbandingan golongan ester dan amida : 2. Klasifikasi Potensi Mula Kerja (Onset) Ester. Toksisitas MACAM ANASTESI LOKAL Anastesi lokal dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1 1. Golongan ester (-COOC-) Terdiri dari kokain, benzokain (amerikain), ametocaine, prokain (novocaine),tetrakain (pontocaine),

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut :

insulin dan memiliki rumus empiris C267H404N72O78S6 dan berat molekul Insulin glargine memiliki struktur sebagai berikut : DESKRIPSI Lantus (glargine insulin [rdna origin] injeksi) adalah solusi steril glargine insulin untuk digunakan sebagai injeksi subkutan. Insulin glargine adalah analog insulin manusia rekombinan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika

BAB I PENDAHULUAN. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika melakukan tindakan pembedahan dan berbagai prosedur lainya yang menimbulkan rasa sakit pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus.

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus. CIPROFLOXACIN: suatu antibiotik bagi kontak dari penderita infeksi meningokokus Ciprofloxacin merupakan suatu antibiotik yang adakalanya diberikan kepada orang yang berada dalam kontak dekat dengan seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket. DRY SOCKET Definisi Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi. Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket. Setelah pencabutan

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL Metanol adalah bentuk paling sederhana dari alkohol yang biasa digunakan sebagai pelarut di industri dan sebagai bahan tambahan dari etanol dalam proses denaturasi

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

Dosis : 0,2-1 unit/kgbb/hari, diberikan secara subkutan 1-2 x/hari

Dosis : 0,2-1 unit/kgbb/hari, diberikan secara subkutan 1-2 x/hari Nama Obat : Lavemir Kandungan : Insulin Indikasi : Diabetes Mellitus (Darah manis) Dosis : 0,2-1 unit/kgbb/hari, diberikan secara subkutan 1-2 x/hari Cara Kerja Obat : Insulin akan berikatan dengan gula

Lebih terperinci

Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak ± 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.

Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak ± 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat. 2.7 Prosedur Anastesi Infiltrasi 2.7.1 Daerah bukal/labial/ra/rb Masuknya jarum ke dalam mukosa ± 2 3 mm, ujung jarum berada pada apeks dari gigi yang dicabut. Sebelum mendeponir anastetikum, lakukan aspirasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainya yang dapat menimbulkan rasa sakit (Putri, 2014; Simangunsong, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. lainya yang dapat menimbulkan rasa sakit (Putri, 2014; Simangunsong, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi adalah cara untuk menghilangkan kemampuan tubuh dalam menerima berbagai bentuk sensasi selama pembedahan ataupun tindakan medis lainya yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE Oleh : Rozario N. Ramandey 200852089 PENCABUTAN GIGI Pencabutan gigi yang ideal pencabutan tanpa rasa sakit satu

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI

Lebih terperinci

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT OLEH Ahyar Riza NIP: 132 316 965 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Ahyar Riza : Asepsis Sesudah Tindakan Bedah Mulut, 2009 ASEPSIS SESUDAH

Lebih terperinci

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh : IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes Konsep Dasar Pemberian Obat Basyariah Lubis, SST, MKes PENGERTIAN OBAT Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit. JENIS DAN BENTUK OBAT 1. Obat obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan mekanik. Ketika prinsip tersebut diterapkan dengan tepat, gigi dapat dikeluarkan

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal tidak dapat berfungsi secara normal, yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus yang

Lebih terperinci

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500 PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio cesarea semakin

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP DOSIS MAKSIMUM BAHAN ANESTESI LOKAL LIDOKAIN 2% 1 : , ARTIKAIN 4% 1 : 100

TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP DOSIS MAKSIMUM BAHAN ANESTESI LOKAL LIDOKAIN 2% 1 : , ARTIKAIN 4% 1 : 100 TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP DOSIS MAKSIMUM BAHAN ANESTESI LOKAL LIDOKAIN 2% 1 : 100.000, ARTIKAIN 4% 1 : 100.000 PADA PENCABUTAN GIGI, DI PRAKTEK DOKTER GIGI DI KOTA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI

Lebih terperinci

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al.

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al. Komplikasi Odontektomi Odontektomi tergolong minor surgery, namun tetap mengandung risiko. Komplikasi dapat timbul pada saat dan setelah pembedahan, akibat faktor iatrogenik. Odontektomi dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemas adalah fenomena dimana seseorang merasa tegang, takut dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). Kecemasan dental adalah masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses persalinan yang disertai dengan anestesi mempunyai angka kematian maternal yang rendah (sekitar

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Chintya Pratiwi Putri Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 23 Juli 1992 Jenis Kelamin Agama Alamat : Perempuan : Islam : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat saat ini sangat kompleks sehingga banyak masalah kesehatan yang muncul. Saat ini masyarakat modern banyak mengalami berbagai perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh memiliki pusat pengaturan yang diatur oleh otak. Otak merupakan organ paling besar dan paling kompleks pada sistem saraf. Sistem saraf merupakan sistem fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci