SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH"

Transkripsi

1 SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Nurnidya Btari Khadijah NIM H

4 ABSTRAK NURNIDYA BTARI KHADIJAH. Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh RITA NURMALINA. Kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki harga relatif murah dibandingkan bahan makanan sumber protein hewani. Adanya pemasaran kedelai polong muda membuat ketersediaan kedelai polong tua berkurang di pasar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis fungsi pemasaran, kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar; menganalisis marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya; menghitung nilai tambah tahu, tempe, dan tauco. Metode analisis untuk nilai tambah menggunakan metode Hayami. Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran kedelai polong tua dan empat saluran pemasaran kedelai polong muda. Lembaga pemasaran menjalankan fungsi pemasaran serta menghadapi struktur pasar yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran III merupakan saluran yang relatif efisien untuk saluran pemasaran kedelai polong tua. Saluran yang relatif efisien pada pemasaran kedelai polong muda adalah saluran II. Hasil nilai tambah menunjukkan bahwa tauco memiliki rasio nilai tambah terbesar dibandingkan tahu dan tempe. Kata kunci: kedelai, marjin pemasaran, nilai tambah, saluran pemasaran ABSTRACT NURNIDYA BTARI KHADIJAH. Marketing System and Value Added of Soybean (Glycine Max (L) Merill) product in Sukasirna Village, Sukaluyu District, Cianjur Regency. Supervised by Rita Nurmalina Soy is a source of vegetable protein which has relatively lower price compared to other source from animal protein. The marketing of young soybean pods make the availability of old soybean pods decrease in the market. The objective of this research is to analyze functions of marketing, the agency, marketing channel, market structure and market behavior; to analyze marketing margin, farmer s share, and the ratio of benefits to costs; to calculate value added of tofu, tempe, and tauco. Analysis method for value added was conducted with Hayami method. Collecting data was conducted with purposive sampling method. This study shown that there are three marketing channels for old soybean pods and four marketing channels for young soybean pods. The marketing system institutions perform functions of marketing and face the different market structures. The result showed that the third channel was relatively efficient to distribute old soybean pods. The channel which is relatively efficient in the marketing of young soybean pods was channel two. The results of value added showed that tauco has the largest value added ratio than tofu and tempe. Keywords : marketing channel, marketing margin, soybean, value added

5 SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur Nama : Nurnidya Btari Khadijah NIM : H Disetujui oleh Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pemasaran dan nilai tambah, dengan judul Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Kedelai (Glycine Max (L) Merill) Di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing yang telah memberikan saran, arahan, kesabaran, dan waktu kepada penulis selama penulisan skripsi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ir Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji utama dan Anita Primaswari Widhiani, SP MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Jaelani dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu, Bapak Karno dari Gabungan Kelompok Tani Desa Sukasirna, yang telah membantu selama pengumpulan data. Kemudian penghargaan juga penulis sampaikan kepada Perusahaan Triputra Group yang telah memberikan beasiswa pendidikan selama menjalani perkuliahan di IPB. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, kedua adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari rekan-rekan Agribinis 47. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Nurnidya Btari Khadijah

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 6 Penelitian Terdahulu 6 KERANGKA PEMIKIRAN 8 Kerangka Pemikiran Teoritis 8 Kerangka pemikiran Operasional 12 METODE PENELITIAN 13 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 Jenis dan Sumber Data 14 Pengumpulan Data 14 Pengolahan dan Analisis Data 15 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 17 Karakteristik Petani Responden 19 Status Usahatani Kedelai 20 Karakteristik Pelaku Pemasaran Responden 21 Gambaran Umum Usaha Pengolahan Kedelai 22 Sistem Pemasaran Kedelai 26 Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran 26 Analisis Saluran Pemasaran 29 Analisis Struktur Pasar 34 Analisis Perilaku Pasar 35 Analisis Marjin Pemasaran 36

10 Analisis Farmer s Share 41 Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya 41 Nilai Tambah Produk Olahan Kedelai 42 Analisis Nilai Tambah 42 SIMPULAN DAN SARAN 45 Simpulan 45 Saran 46 DAFTAR PUSTAKA 46 LAMPIRAN 48 RIWAYAT HIDUP 55

11 DAFTAR TABEL 1 Perbandingan antara kadar protein kedelai dengan beberapa bahan makanan 2 2 Data produksi kedelai (ton) di Provinsi Jawa Barat tahun Struktur pasar untuk pangan dan serat 10 4 Analisis nilai tambah metode Hayami 17 5 Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Sukasirna tahun Sebaran jumlah penduduk di Desa Sukasirna berdasarkan mata pencaharian tahun Karakteristik petani responden berdasarkan usia 19 8 Karakteristik petani responden berdasarkan jenis kelamin 19 9 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani kedelai Karakteristik pedagang responden berdasarkan usia Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan Rincian bahan penolong dalam pembuatan tahu Rincian bahan penolong dalam pembuatan tempe Rincian bahan penolong dalam pembuatan tauco Pelaksanaan fungsi lembaga pemasaran kedelai di Desa Sukasirna Marjin pemasaran kedelai dalam bentuk polong tua di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu Marjin pemasaran kedelai dalam bentuk polong muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu Farmer s share pada setiap saluran pemasaran Desa Sukasirna Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran pemasaran kedelai di Desa Sukasirna Harga kedelai berdasarkan produk olahan kedelai Analisis nilai tambah olahan kedelai (tahu, tempe, tauco) dengan metode Hayami 44 DAFTAR GAMBAR 1. Marjin Pemasaran Kerangka pemikiran operasional Tahapan pembuatan tahu Tahapan pembuatan tempe Tahapan pembuatan tauco Skema saluran pemasaran kedelai polong tua di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Skema saluran pemasaran kedelai polong muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. 33

12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data produksi kedelai di Kabupaten Cianjur tahun Luas panen, produktivitas, produksi, dan volume impor komoditas kedelai di Indonesia tahun Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai di rumah tangga menurut hasil Susenas, serta prediksi Fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran kedelai polong tua di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu 49 5 Fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran kedelai polong muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu 50 6 Biaya pemasaran (Rp/kg) setiap saluran 51 7 Dokumentasi penelitian 52

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor ini mampu menyerap sebagian besar tenaga kerja di Indonesia dan memberikan kontribusi terhadap PDB nasional. Salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang mempunyai peran strategis adalah tanaman pangan yang memberikan kontribusi paling tinggi diantara subsektor pertanian lainnya. Pemerintah telah menetapkan tiga komoditas utama dalam tanaman pangan yang menjadi proritas nasional selama tahun yaitu padi, jagung, dan kedelai. Sektor tanaman pangan merupakan penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Tanaman pangan merupakan tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Tanaman palawija adalah tanaman pertanian semusim yang ditanam di lahan kering. Penggolongan tanaman pangan dan palawija adalah serealia (padi, jagung, gandum), kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau), dan umbi (ubi kayu, ubi jalar). Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan tanaman pangan yang penting setelah padi dan jagung serta memiliki kandungan gizi yang baik. Kandungan protein dalam kedelai mencapai 35%, bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya mencapai 40-43%. Jika dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, bahkan kandungan protein kedelai hampir menyamai kandungan protein pada susu skim kering (Cahyadi 2009). Selain itu kedelai memiliki protein nabati, lesitin serta memiliki kandungan vitamin A, B kompleks, dan E, kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, dan anti oksidan yang baik bagi kesehatan tubuh. Kandungan gizi serta protein yang tinggi menjadikan kedelai potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Beberapa argumen tentang pentingnya pengembangan kedelai adalah (1) pertambahan jumlah penduduk; (2) usaha tani kedelai melibatkan lebih dari dua juta rumah tangga petani; (3) peningkatan pendapatan masyarakat dan kesadaran pentingnya mengonsumsi protein nabati; (4) perkembangan industri makanan berbahan baku kedelai, seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco; serta (5) perkembangan industri pakan yang salah satu komponen utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria 2010). Kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki harga relatif murah dibandingkan bahan makanan sumber protein nabati lainnya seperti kacang hijau dan kacang tanah. Masyarakat Indonesia mengonsumsi biji kedelai dalam bentuk olahan yaitu menjadi tahu, tempe, tauco, oncom, kecap, dan susu kedelai. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan umumnya dibuat melalui proses yang sederhana, dan hanya memakai teknologi sederhana seperti alat-alat yang dipakai di rumah tangga. Beberapa keuntungan pengolahan kedelai dapat dilihat dari segi kesehatan dan segi ekonomi. Kedelai hasil olahan memberikan keuntungan dari segi kesehatan diantaranya (1) meningkatkan kandungan gizi tersedia; (2) meningkatkan cita rasa; (3) menghilangkan komponen antigizi. Keuntungan dari segi ekonomi adalah dapat meningkatkan nilai tambah dengan

14 2 cara mengolah kedelai menjadi produk yang bervariasi (Warisno dan Dahana 2010). Olahan kedelai berupa tahu dan tempe merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tempe memiliki kandungan gizi yang dapat memberikan pengaruh hipokolesterolemik, antidiare khususnya karena bakteri E. coli enteropatogenik dan antioksidan (Cahyadi 2009). Tempe juga memberikan sumber vitamin B 12 dan menjadi bahan makanan yang baik untuk kaum vegetarian sebagai pengganti daging. Tahu merupakan olahan kedelai yang bertekstur lunak, berwarna putih atau kuning dan memiliki kandungan gizi diantaranya kalsium, fosfor, dan zat besi. Tauco dipakai sebagai penyedap rasa pada makanan karena baunya yang khas serta mempunyai nilai gizi yang terdiri dari protein 10 persen, lemak 5 persen, dan karbohidrat 24 persen (Cahyadi, 2009). Tabel 1 Perbandingan antara kadar protein kedelai dengan beberapa bahan makanan Jenis makanan Kadar protein (%) Susu skim kering Kedelai Kacang hijau Daging Ikan segar Telur ayam Jagung 9.20 Beras 6.80 Tepung singkong 1.10 Sumber : Cahyadi. (2009). Tanaman kedelai dapat ditanam di lahan sawah dan di lahan kering. Lahan sawah memiliki potensi yang besar dalam mendukung peningkatan produksi kedelai dibandingkan dengan lahan kering. Kedelai dapat ditanam setelah penanaman padi dilakukan dan tidak memerlukan pengolahan tanah kembali sehingga dapat menghemat biaya produksi. Di Indonesia, total luas panen kedelai pada tahun 2013 sebesar hektar dengan tingkat produksi mencapai ton dan produktivitas sebesar kuintal per hektar (BPS 2013a). Tabel 2 Data produksi kedelai (ton) di Provinsi Jawa Barat tahun No Kabupaten Tahun Pertumbuhan (%) 1 Garut Cianjur Sumedang Ciamis Sukabumi Sumber : Badan Pusat Statistik 2013b (diolah). Sentra produksi kedelai di Indonesia berdasarkan produksi tertinggi adalah di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Jawa

15 Barat. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Indonesia. Salah satu sentra produksi kedelai impor kedelai di Jawa Barat adalah berada di Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki produksi kedelai tertinggi kedua setelah Kabupaten Garut tetapi pertumbuhan produksi kedelai di Cianjur hanya sebesar 0.30 persen. Adanya kebijakan dari pemerintah Cianjur mengenai pola tanam bergantian antara padi dan palawija, membuat tanaman kedelai banyak ditanam di wilayah ini. Selain itu, kedelai merupakan komoditas pangan unggulan kedua setelah padi di Kabupaten Cianjur. Salah satu sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur berada di Kecamatan Sukaluyu dengan produksi pada tahun 2013 sebesar ha. Desa Sukasirna merupakan desa yang berada di Kecamatan Sukaluyu dan sebagian besar penduduk di desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani dan membudidayakan tanaman kedelai. Desa ini memiliki pengolah kedelai berupa tahu dan tempe. Sumber kedelai yang dipakai sebagai bahan baku berasal dari petani di sekitar Desa Sukasirna. Tauco merupakan salah satu produk fermentasi tradisional dan termasuk makanan khas Kabupaten Cianjur. Pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan tauco diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan tingkat keuntungan. Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah diuraikan, kedelai sangat penting untuk dikembangkan. Komoditi ini dapat terus dikembangkan melalui sistem pemasaran yang baik serta dengan adanya proses pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah. 3 Perumusan Masalah Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Food Agriculture Organization (2013a), pada tahun 2012 Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1.9 juta ton. Tingginya permintaan kedelai di Indonesia membuat impor kedelai meningkat. Lonjakan importasi kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri rumahan seperti industri tahu dan tempe (Pusdatin 2013a). Selain itu, penyebab terjadinya impor kedelai akibat dari penurunan luas panen kedelai yang terjadi di Indonesia. Penurunan ini menyebabkan turunnya produksi kedelai hingga pada tahun 2013 produksi dapat mencapai ton dengan produktivitas sebesar 14,57 kuintal per hektar (BPS 2013a). Turunnya jumlah produksi kedelai membuat pemerintah melakukan impor kedelai ke Indonesia untuk memenuhi konsumsi kedelai di dalam negeri. Harga rata-rata kedelai lokal pada bulan September 2013 adalah sebesar Rp per kilogram atau mengalami peningkatan 11.4% dibandingkan harga rata-rata pada bulan September 2012 yaitu sebesar Rp9 592 per kilogram (Kemendag 2013). Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 49 Tahun 2013 menetapkan harga penjualan kedelai di tingkat perajin tahu atau tempe adalah sebesar Rp per kilogram, yang berlaku mulai 10 September 2013 (Kementan 2013). Kenaikan harga ini disebabkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Kedelai yang dipasok ke Indonesia berasal dari Amerika, Malaysia, Afrika Selatan, dan China dan mayoritas dalam bentuk kedelai segar. Sebanyak ton kedelai diimpor dari Amerika pada tahun 2012 (Pusdatin 2013b). Harga kedelai yang mengacu kepada harga dolar Amerika

16 4 ikut melambung. Kenaikan harga kedelai juga diakibatkan oleh masalah stok di pasar yang mengalami kekurangan dan meningkatnya aktivitas spekulan. Produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi stok kedelai sebanyak ton sedangkan kebutuhan kedelai dalam negeri bisa mencapai 2.5 juta ton per tahun 1. Besarnya konsumsi biji kedelai yang diolah menjadi tahu dan tempe berada di atas rata-rata konsumsi kedelai segar. Rata-rata konsumsi tahu pada tahun sebesar 7.28 kilogram/kapita/tahun. Rata-rata konsumsi tempe adalah sebesar 7.61 kilogram/kapita/tahun. Bentuk olahan kedelai yang lain seperti tauco memiliki rata-rata konsumsi yang lebih rendah dibandingkan konsumsi tahu dan tempe yaitu sebesar 0.033% kilogram/kapita/tahun (Pusdatin 2013a). Berdasarkan informasi harga kedelai di Desa Sukasirna, harga kedelai polong tua dari petani kepada pedagang pengumpul dan pedagang besar di Desa Sukasirna pada tahun 2013 berkisar antara Rp6 000 per kilogram dan Rp6 500 per kilogram. Sebaliknya harga yang harus dibayar oleh konsumen sebesar Rp7 000 per kilogram. Harga kedelai polong muda yang dijual oleh petani ke pedagang pengumpul sebesar Rp900 per kilogram. Harga yang harus dibayar oleh konsumen berkisar antara Rp4 500 per kilogram hingga Rp per kilogram. Perbedaan harga kedelai yang terjadi ditingkat petani dengan konsumen cukup besar mengindikasikan bahwa terdapat pihak-pihak lembaga pemasaran yang mengambil keuntungan yang banyak dari sistem pemasaran kedelai di Desa Sukasirna. Permasalahan lain yaitu adanya sistem pemasaran kedelai berupa polong muda dan polong tua. Kedelai polong muda dikonsumsi oleh konsumen dengan cara merebusnya terlebih dahulu. Kedelai polong tua dijual ke konsumen akhir yaitu pabrik pengolah kedelai seperti tahu, tempe, dan tauco. Penjualan kedelai polong muda dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani yang mendesak. Akibatnya adalah berkurangnya ketersediaan kedelai polong tua sebagai bahan baku tahu dan tempe. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan adanya sistem pemasaran yang baik serta dengan adanya proses pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah dan tingkat keuntungan pada produk olahan kedelai berupa tahu dan tempe yang dikembangkan di Desa Sukasirna serta tauco yang merupakan makanan khas Kabupaten Cianjur. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sistem pemasaran kedelai polong tua dan polong muda melalui pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur? 2. Bagaimana marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya pada saluran pemasaran kedelai polong tua dan polong muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur? 3. Berapa besar nilai tambah yang dapat diciptakan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan tauco? 1 Medan Bisnis Bulog Dapat Tambahan Alokasi Impor Kedelai. Hlm 1

17 5 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis sistem pemasaran kedelai polong tua dan polong muda melalui pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar di lokasi penelitian. 2. Menganalisis marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya pada saluran pemasaran kedelai polong tua dan polong muda di lokasi penelitian. 3. Menghitung nilai tambah yang dapat diciptakan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan tauco. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai sistem pemasaran dan nilai tambah pengolahan kedelai. 2. Bagi petani, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan bahan masukan dalam memasarkan dan mengolah kedelai sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. 3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur. Analisis sistem pemasaran yang dilakukan berfokus pada kedelai yang dipanen polong muda dan polong tua serta tidak termasuk kedelai yang dijadikan pakan. Responden dalam sistem pemasaran ini adalah petani serta lembaga pemasaran yang terkait di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu. Analisis nilai tambah kedelai berfokus pada produk olahan kedelai menjadi tahu dan tempe yang dilakukan di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu serta tauco yang berada di Kabupaten Cianjur. Analisis data kualitatif dianalisis melalui pendekatan fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Analisis data kuantitatif menghitung marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis nilai tambah yang dilakukan pada pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan tauco dilakukan dengan metode Hayami.

18 6 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah mengenai pemasaran atau tataniaga serta nilai tambah produk olahan pangan. Sistem pemasaran yang dikaji adalah fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Nilai tambah produk olahan yang dikaji adalah analisis rasio nilai tambah dengan metode Hayami dan tingkat keuntungan dari produk pangan. Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah : 1) Meryani (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat; 2) Sinaga (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing Serta Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Industri Tempe di Kabupaten Bogor (Kasus Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup); 3) Tunggadewi (2009) melakukan penelitian tentang Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur, Kota Bogor; 4) Alang (2013) melakukan penelitian tentang Analisis Sistem Tataniaga Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Bogor. Berdasarkan analisis tataniaga yang dilakukan oleh Meryani, lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang kecamatan, pedagang kabupaten, pedagang provinsi dan pedagang pengecer. Petani melakukan fungsi pertukaran dan fisik sedangkan pada pedagang kecamatan, pedagang kabupaten, pedagang provinsi dan pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran, fisik, fasilitas. Saluran tataniaga yang terbentuk ada delapan saluran tataniaga kedelai yaitu:saluran 1 (petani pedagang pengumpul pedagang besar kecamatan pengrajin tahu tempe konsumen); saluran 2 (petani pedagang pengumpul pedagang besar kabupaten pengrajin tahu tempe konsumen); saluran 3 (petani pedagang pengumpul pedagang besar kabupaten pedagang pengecer konsumen); saluran 4 (petani pedagang pengumpul pedagang besar kecamatan pedagang provinsi pengrajin tahu tempe konsumen); saluran 5 (petani pengumpul pedagang besar kecamatan pedagang provinsi pedagang pengecer konsumen); saluran 6 (petani pedagang besar kabupaten pedagang pengecer konsumen); saluran 7 (petani pedagang besar kabupaten pedagang provinsi pengrajin tahu tempe konsumen); saluran 8 (petani pedagang besar kabupaten pedagang provinsi pedagang pengecer konsumen). Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah persaingan dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang kecamatan atau kabupaten adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi antara pedagang besar (kecamatan dan kabupaten) dan pedagang provinsi, dan antara pedagang besar dan pedagang pengecer adalah pasar oligopoli dan persaingan. Perilaku pasar yang dihadapi diantaranya adalah penjualan dan pembelian yang dilakukan secara

19 tunai, penentuan harga kedelai melalui proses tawar-menawar kecuali petani yang ditentukan oleh pedagang pengumpul, dan bentuk kerjasama yang terjadi antara pedagang pengumpul dengan petani adalah penyediaan benih kedelai dengan harga yang lebih murah daripada pasar dengan mutu yang sama. Saluran yang efisien adalah saluran tataniaga enam karena memiliki total marjin tataniaga yang paling kecil yaitu sebesar Rp1 000 per kilogram (22.22%) dengan volume kedelai 26.67%. Selain itu saluran tataniaga ini juga memiliki farmer s share yang paling tinggi sebesar 77.78%. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh saluran tataniaga enam adalah Rp6.30 per kilogram. Berdasarkan analisis tataniaga yang dilakukan oleh Alang, lembaga pemasaran kedelai yang terlibat di Desa Cipeuyeum adalah pedagang pengumpul kecil dan besar, pedagang grosir, agen, pedagang pengecer, dan pabrikan (pabrik tahu). Saluran tataniaga yang terdapat di desa ini adalah sebanyak empat saluran yaitu: saluran 1a (petani konsumen akhir ) dan saluran 1b (petani pabrik tahu luar kabupaten ); saluran 2 (petani pedagang pengumpul besar pabrik tahu dalam kabupaten); saluran 3 (petani pedagang pengumpul kecil pedagang pengumpul besar pedagang grosir pedagang pengecer konsumen akhir ); saluran 4 (petani pedagang pengumpul besar agen pedagang pengecer konsumen akhir ). Struktur pasar menunjukkan bahwa petani pedagang pengumpul kecil, dan pedagang pengecer menghadapi struktur mendekati pasar persaingan sempurna, sementara pedagang pengumpul besar, pedagang grosir, dan agen menghadapi struktur pasar yang cenderung oligopoli dan oligopoli terdeferensiasi. Perilaku petani dan setiap lembaga tataniaga yaitu melakukan penjualan dan pembelian, penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama. Saluran tataniaga yang cenderung paling efisien untuk penjualan kedelai tidak dengan sistem borong adalah saluran 2. Hal ini terlihat dari nilai marjin yang relatif kecil walaupun bukan yang terkecil dan nilai farmer s share yang relatif besar walaupun bukan yang terbesar. Marjin terkecil dan farmer s share terbesar diperoleh dari saluran 1, tetapi saluran ini tidak menjadi saluran paling efisien dikarenakan adanya hambatan masuk berupa akses terhadap pembeli. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 2 juga memperlihatkan nilai yang relatif besar, yaitu Penelitian yang dilakukan oleh Tunggadewi mengenai nilai tambah usaha tahu dan tempe dengan metode Hayami menunjukkan bahwa rasio nilai tambah terbesar terdapat pada tahu dibandingkan tempe. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian pada skripsi ini yaitu nilai tambah tahu lebih besar dibandingkan nilai tambah tempe. Pangsa tenaga kerja pada tahu dan tempe sama yaitu sebesar 7 persen. Nilai tambah tahu adalah sebesar Rp6 881 sedangkan nilai tambah tempe Rp Penelitian nilai tambah kedelai menjadi tempe yang dilakukan oleh Sinaga dengan metode Hayami, menunjukkan bahwa rasio nilai tambah kedelai menjadi tempe adalah persen. Nilai faktor konversi pada industri tempe sebesar 1.6 dan nilai koefisien tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0.02 HOK. Berdasarkan pemaparan penelitian terdahulu dapat terlihat bahwa sistem pemasaran dapat dianalisi dengan metode kuantitatif yaitu menghitung nilai marjin pemasaran, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Metode kualitatif untuk menganalisis fungsi dan kelembagaan pemasaran, saluran 7

20 8 pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Metode yang sering digunakan dalam menghitung nilai tambah adalah dengan metode Hayami. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Pemasaran Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan pemasaran kepada serangkaian fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input mulai dari titik produksi primer sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Kotler (2002) memberikan pengertian bahwa pemasaran merupakan proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Schaffner et al. (1998) memberikan pengertian bahwa pemasaran dapat ditinjau dari perspektif makro dan mikro. Perspektif makro menganalisis sistem pemasaran setelah dari petani yaitu fungsi-fungsi pemasaran atau aktivitas yang diperlukan untuk menyampaikan produk atau jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau perusahaan yang terlibat dalam sistem pemasaran tersebut (pengolah, distributor, agen, broker, grosir, dan pedagang eceran). Berdasarkan perspektif mikro, pemasaran merupakan proses dalam merencanakan dan melaksanakan penetapan harga, distribusi dan promosi barang serta jasa untuk menciptakan kepuasan konsumen. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa definisi pemasaran merupakan suatu proses yang memiliki dua karakteristik dasar yaitu : (1) pemasaran merupakan serangkaian atau tahapan aktivitas dan peristiwa dari fungsi-fungsi yang juga akan melibatkan beberapa tempat dan (2) bentuk koordinasi yang diperlukan dari serangkaian (tahapan) aktivitas atau dalam pergerakan mengalirnya produk dan jasa dari tangan produsen primer hingga ke tangan konsumen akhir. Lembaga dan Fungsi Pemasaran Pendekatan kelembagaan menurut Asmarantaka (2012) yaitu untuk menganalisis individu, kelompok, atau organisasi bisnis yang melaksanakan aktivitas pemasaran dan terdiri dari : 1. Pedagang perantara Pedagang perantara merupakan individu pedagang yang melakukan penanganan berbagai fungsi pemasaran dalam pembelian dan penjualan produk dari produsen ke konsumen. Jenis pedagang yang termasuk dalam kelompok ini adalah pedagang pengumpul, pedagang eceran, dan pedagang grosir.

21 2. Agen perantara Agen perantara hanya mewakili klien dalam penanganan produk atau jasa. Agen ini hanya menguasai produk dan mendapatkan fee dan komisi sebagai pendapatan. 3. Spekulator Spekulator yaitu pedagang perantara yang membeli dan menjual produk untuk mencari keuntungan dengan memanfaatkan adanya pergerakan harga. 4. Pengolah dan pabrikan Kelompok ini termasuk kelompok yang memiliki aktivitas penanganan produk dan merubah bentuk bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir. 5. Organisasi Organisasi merupakan lembaga yang membantu dan memperlancar aktivitas pemasaran atau pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran. Misalnya dengan membuat peraturan, kebijakan, dan penanggungan risiko. Fungsi pemasaran merupakan kegiatan atau aktivitas bisnis dalam sistem pemasaran yang akan menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Fungsi pemasaran terdiri dari : 1. Fungsi pertukaran Fungsi pertukaran merupakan aktivitas dalam perpindahan hak milik barang atau jasa yang terdiri atas fungsi pembelian, penjualan, dan fungsi pengumpulan. 2. Fungsi fisik Fungsi fisik merupakan aktivitas penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik dari produk atau jasa serta turunannya. Fungsi ini terdiri atas fungsi penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pabrikan, dan pengemasan. 3. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas berfungsi untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fisik. Fungsi ini terdiri atas fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggulangan risiko, komunikasi, dan promosi. Beberapa karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam melakukan pendekatan fungsi pemasaran (Kohls dan Uhl 2002), adalah: 1. Dampak dari fungsi tataniaga tidak hanya terjadi pada biaya pemasaran, tetapi terhadap nilai dari produk pangan yang diterima oleh konsumen. Pengolahan, pengangkutan, dan penyimpanan menciptakan nilai guna bentuk, ruang, dan waktu bagi konsumen. 2. Sistem pemasaran memungkinkan mengeliminasi pedagang perantara (middleman) untuk membuat pemasaran menjadi lebih efisien, tetapi fungsi-fungsi pemasaran akan sulit untuk bisa dieliminasi. 3. Fungsi pemasaran dapat dilakukan oleh siapa saja (individu, perusahaan, atau kelompok) dan dimana saja dalam sistem pemasaran Saluran Pemasaran Kotler (2004) menyatakan bahwa saluran pemasaran merupakan rangkaian titik pemindahan barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen akhir. Menurut Kohls dan Uhl (2002) saluran pemasaran adalah sekumpulan pelakupelaku usaha (lembaga-lembaga pemasaran) yang saling melakukan aktivitas bisnis dalam membantu menyampaikan produk dari petani sampai konsumen 9

22 10 akhir. Ada tiga jenis saluran tataniaga atau pemasaran yang dapat digunakan yaitu terdiri dari : (1) saluran komunikasi yang digunakan untuk menyerahkan dan menerima informasi dari pembeli sasaran, (2) saluran distribusi digunakan untuk manyampaikan produk atau jasa dari produsen kepada konsumen. Lembaga yang terlibat dalam saluran ini diantaranya distributor, grosir, pengecer dan agen. (3) Saluran penjualan untuk melakukan transaksi dengan calon konsumen. Saluran ini mencakup lembaga keuangan dan perusahaan asuransi yang memberikan kemudahan dalam transaksi. Struktur Pasar Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan bahwa struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat masuk pasar, dan penguasaan pasar. Struktur pasar ditentukan oleh empat faktor yaitu: (1) jumlah atau ukuran perusahaan, (2) kondisi atau keadaan produk, (3) hambatan untuk memasuki pasar, (4) tingkat pengetahuan atau informasi yang dimiliki. Berikut ini ada lima jenis struktur pasar pangan dan serat (Dahl and Hammond, 1977), seperti terdapat pada Tabel 3. Pasar yang memiliki struktur persaingan sempurna murni mempunyai karakteristik yaitu pembeli dan penjual adalah sebagai price taker, perusahaan bebas keluar atau masuk ke industri, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen, dan hambatan untuk keluar dan masuk dalam pasar ini relatif rendah. Pasar dengan persaingan monopolistik mempunyai karakteristik dimana para penjual menjual produk yang tidak homogen dan memiliki diferensiasi. Produk dapat dibedakan berdasarkan kualitas oleh penjual. Tabel 3 Struktur pasar untuk pangan dan serat Karakteristik Struktur Pasar Produk No Jumlah Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut pembeli Perusahaan 1 Banyak Homogen Persaingan Murni Persaingan Murni 2 Banyak Diferensiasi Persaingan Monopolistik Persaingan Monopolistik 3 Sedikit Homogen Oligopoli Murni Oligopsoni Murni 4 Sedikit Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi Oligopsoni Diferensiasi 5 Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Dahl dan Hammond, Pasar oligopoli terdiri dari para penjual yang menjual produk bermacammacam jenis hingga produk homogen. Para penjual menetapkan strategi untuk penetapan harga. Hambatan masuk dan keluar dalam pasar ini tinggi sehingga jumlah penjual dalam struktur pasar ini sedikit. Karakteristik pada pasar monopoli diantaranya adalah penjual dapat menetapkan harga (price maker) dan mengatur harga. Hambatan untuk masuk dan keluar dalam pasar ini tinggi sehingga bagi pendatang baru sulit untuk masuk ke dalam pasar jenis ini.

23 Perilaku Pasar Kohls dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu: (1) Input-output system, digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengelola input yang dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; (2) Power system, menjelaskan cara perusahaan dalam suatu sistem pemasaran, misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem pemasaran sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan dapat sebagai penentu harga; (3) Communications system, menjelaskan cara mengembangkan sistem komunikasi; (4) The behavioral system for adapting to internal and external change, menerangkan cara perusahaaan beradaptasi dalam suatu sistem pemasaran dan bertahan di pasar. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau di tingkat retail. Marjin pemasaran juga menjelaskan perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani (Pf) dan tingkat pengecer (Pr) (Dahl dan Hammond, 1977). Sr adalah supply turunan, sedangkan Sr menunjukkan supply dasar. Dr adalah demand turunan, sedangkan Df adalah demand dasar. Pr merupakan harga retail, sedangkan Pf merupakan harga petani. Penentuan nilai marjin pemasaran dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu melalui return to factor dan return to institution. Return to factor merupakan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses pemasaran seperti upah, bunga, dan keuntungan. Sedangkan return to institution merupakan pengembalian terhadap jasa atau aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses pemasaran. P VMM (Pr-Pf) Qr,f Sr 11 Pr Pf Sf Dr r Df Qr,f Gambar 1. Marjin Pemasaran Keterangan gambar : Dr = Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand) Df = Permintaan di tingkat petani (derived demand) Sf = Penawaran di tingkat petani (primary supply) Sr = Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply) Qr,f = Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir VMM = Nilai marjin pemasaran

24 12 Farmer s Share Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa farmer s share merupakan perbedaan harga di tingkat retail untuk produk pangan dan serat dengan marjin pemasaran serta merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase (%). Ukuran atau kecenderungan dari farmer s share, tidak dapat selalu diandalkan sebagai ukuran dari efisiensi pemasaran karena kompleks penanganan produk yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Besaran farmer s share akan berbeda antar produk maupun bentuk akhir dari produk tersebut hingga sampai ke konsumen akhir. Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga merupakan perbandingan antara keuntungan yang diterima lembaga tataniaga terhadap biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk tersebut. Keuntungan memiliki pengertian yang relatif luas yaitu balas jasa dari penggunaan sumberdaya (kapital fisik maupun manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari kesempatan terbaik (Asmarantaka, 2012). Nilai Tambah Hayami Menurut Hayami et al. (1987) definisi dari nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang dilakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah dapat dihitung dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran (Hayami et al. 1987). Analisis nilai tambah akan menghasilkan beberapa informasi penting yaitu : 1. Perkiraaan nilai tambah (dalam rupiah) 2. Rasio nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan (dalam persen) 3. Imbalan bagi tenaga kerja (dalam rupiah) 4. Pangsa tenaga kerja (dalam persen) 5. Keuntungan yang diterima perusahaan (dalam persen) Kerangka pemikiran Operasional Kedelai merupakan tanaman pangan yang memiliki protein nabati yang tinggi. Salah satu sentra produksi kedelai adalah Jawa Barat. Beberapa daerah di Jawa Barat memiliki potensi pengembangan kedelai, salah satunya adalah Kabupaten Cianjur yang sebagian petaninya menanam kedelai. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi sistem pemasaran dan nilai tambah olahan kedelai. Pada penelitian ini digunakan dua analisis yaitu analisis kualitatif yang meliputi fungsi dan lembaga pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif meliputi marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya, dan nilai tambah dengan metode Hayami.

25 13 - Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai - Kenaikan harga kedelai - Kurangnya akses informasi harga di tingkat petani - Potensi dan peluang pengembangan olahan kedelai - Industri rumah tangga berbasis kedelai mulai berkembang Jawa Barat adalah salah satu daerah sentra produksi kedelai dan Cianjur merupakan daerah sentra produksi kedua setelah Garut Analisis sistem pemasaran kedelai dan nilai tambah produk olahan kedelai di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur Sistem pemasaran kedelai Potensi pengolahan kedelai Analisis Kualitatif 1. Fungsi dan Lembaga Pemasaran 2. Saluran Pemasaran 3. Struktur Pasar 4. Perilaku Pasar Analisis Kuantitatif 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer s share 3. Rasio keuntungan dan biaya Tahu Tempe Tauco Analisis Nilai Tambah Produk 1. Besarnya nilai tambah 2. Tingkat keuntungan 3. Pendapatan tenaga kerja Rekomendasi Saluran Pemasaran Efisien dan Nilai Tambah Produk Olahan Kedelai Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

26 14 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra penghasil kedelai di Provinsi Jawa Barat. Alasan pemilihan lokasi di Kecamatan Sukaluyu dikarenakan bahwa lokasi ini memiliki produksi kedelai tertinggi dan salah satu desa penghasil kedelai di kecamatan ini berada di Desa Sukasirna yang sebagian masyarakatnya melakukan budidaya kedelai serta terdapat pengrajin olahan kedelai. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2014 hingga Mei Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil melalui wawancara dengan petani atau lembaga pemasaran terkait, serta kuesioner yang diberikan kepada responden terpilih. Data sekunder yang digunakan adalah melalui literatur yang berhubungan dengan topik penelitian seperti dari buku, skripsi, dan data dari database internet serta data data dinas serta instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Badan Pusat Statistik, Buku Profil Kecamatan Sukaluyu, dan Buku Profil Desa Sukasirna. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data sistem pemasaran dilakukan melalui wawancara terhadap petani yang melakukan budidaya kedelai serta lembaga pemasaran yang terkait. Penentuan responden petani dan lembaga pemasaran dilakukan secara purposive sampling yaitu petani yang melakukan budidaya kedelai. Penentuan sampel ini berjumlah 30 orang dan secara teknis ditentukan dengan meminta rekomendasi responden pada enam kelompok tani di Desa Sukasirna. Pengumpulan data yang dilakukan pada lembaga pemasaran yang terkait yang terlibat sebanyak 14 responden yang terdiri dari tiga orang pedagang pengumpul, tiga orang pedagang besar, dan tujuh orang pedagang pengecer. Pedagang besar merupakan pedagang yang berada di Pasar Ciranjang Cianjur, Pasar TU Kemang Bogor, dan Pasar Cibitung Bekasi. Pedagang pengecer terdiri dari tiga pedagang yang berjualan di sekitar Desa Sukasirna Cianjur, satu orang pengecer di Pasar Pamulang, dua orang pengecer di Pasar Bogor, satu orang pengecer di Pasar Cikarang, dan satu orang pengecer di Pasar Tambun. Metode pengumpulan data pada analisis nilai tambah dilakukan secara purposive sampling yaitu terhadap pelaku usaha olahan kedelai menjadi tahu, tempe dan tauco karena terdapat pengolah kedelai menjadi tahu dan tempe di Desa Sukasirna. Tauco dipilih dengan pertimbangan bahwa tauco merupakan makanan khas Kabupaten Cianjur.

27 15 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif menganalisis fungsi pemasaran dan kelembagaan, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif untuk menghitung besarnya marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya, dan nilai tambah olahan kedelai. Alat yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah kalkulator dan software komputer yaitu Microsoft Excel. Analisis Fungsi Pemasaran dan kelembagaan Analisis fungsi pemasaran dilakukan dengan melihat fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Fungsi pemasaran terdiri dari (1) fungsi pertukaran yang terdiri atas fungsi pembelian, penjualan, dan fungsi pengumpulan, (2) fungsi fisik terdiri atas fungsi penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pabrikan, dan pengemasan, (3) fungsi fasilitas terdiri atas fungsi standarisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggulangan risiko, komunikasi, dan promosi. Analisis kelembagaan adalah untuk melihat pihakpihak baik perorangan maupun kelompok yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas pemasaran. Kelembagaan dapat terdiri dari pedagang perantara, agen perantara, spekulator, pengolah dan pabrikan, serta organisasi. Analisis Saluran Pemasaran Saluran pemasaran dianalisis dengan mengidentifikasi lembaga yang terlibat dalam sistem pemasaran, alur pemasaran dari produsen hingga konsumen di desa penelitian, serta seberapa panjang saluran pemasaran yang terjadi. Lembaga pemasaran yang terlibat dapet berupa pedagang perantara, agen perantara, spekulator, pengolah atau pabrikan, dan organisai. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, maka semakin panjang saluran pemasaran yang terjadi. Tetapi, panjang atau pendeknya suatu saluran pemasaran tidak mencerminkan keefisienan sistem pemasaran. Analisis Struktur Pasar Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat masuk, dan sebagainya atau penguasaan pasar. Struktur pasar dapat ditentukan oleh empat faktor yaitu jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi atau keadaan produk, hambatan masuk dan keluar pasar, tingkat pengetahuan atau informasi dalam pasar. Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuan masing-masing (Asmarantaka, 2012). Perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan mengamati sistem pembelian dan penjualan, sistem pembayaran dan penetapan harga, serta kerjasama antar lembaga pemasaran.

28 16 Analisis Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran dalam sistem pemasaran. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang terjadi di tingkat petani (produsen) dan di tingkat pengecer. Secara matematis analisis marjin pemasaran dapat ditulis sebagai berikut : MT = Pr Pf = ΣMi Keterangan : Mi : marjin pemasaran di tingkat lembaga ke-i; Mi : Pji Pbi MT: marjin total Pji : harga jual di tingkat lembaga pemasaran ke-i Pbi : harga beli di tingkat lembaga pemasaran ke-i Pr : harga jual di tingkat pengecer atau yang diterima konsumen Pf : harga jual di tingkat petani Analisis Farmer s Share Secara matematis farmer s share dihitung sebagai berikut : Fs= Pf Pr 100% Keterangan : Fs : persentase yang diterima petani dari harga konsumen akhir Pf : harga di tingkat petani Pr : harga di tingkat konsumen akhir Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya dapat dihitung dengan rumus berikut : πi Keterangan : πi : keuntungan lembaga tataniaga ke-i ci : biaya lembaga tataniaga ke-i ci Analisis Nilai Tambah Hayami Pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan tauco mengakibatkan adanya pertambahan nilai terhadap kedelai. Metode yang digunakan untuk menghitung pertambahan nilai tersebut dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Hayami. Analisis nilai tambah Hayami dapat dilihat pada Tabel 4. Fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L)

29 17 Dimana: K = kapasitas produksi unit usaha (unit) B = jumlah bahan baku yang digunakan (unit) T = jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan (HOK) U = upah tenaga kerja (Rp/HOK) H = harga output (Rp/unit) h = harga bahan baku (Rp/ unit) L = nilai input lain (unit) Tabel 4 Analisis nilai tambah metode Hayami No Variabel Nilai I. Output, Input, dan Harga 1. Output (Kg) A 2. Input (Kg) B 3. Tenaga kerja (HOK) C 4. Faktor konversi D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (HOK) E = C/B 6. Harga output (Rp/Kg) F 7. Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) G II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/Kg) H 9. Sumbangan input lain (Rp/Kg) I 10. Nilai output (Rp/Kg) J = D x F 11. a. Nilai tambah (Rp/Kg) K = J H I b. Rasio nilai tambah (%) L% = (K/J) x 100% 12. a. Pendapatan tenaga keja langsung (Rp/Kg) M = E x G b. Pangsa tenaga kerja (%) N% = (M/K) x 100% 13 a. Keuntungan (Rp/Kg) O = K M b. Tingkat keuntungan (%) P% = (O/J) x 100% III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi 14. Marjin (Rp/Kg) Q = J H a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) R% = (M/Q) x 100% b. Sumbangan input lain (%) S% = (I/Q) x 100% c. Keuntungan pemilik perusahaan (%) T% = (O/Q) x 100% Sumber: Hayami et al. (1987) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Gambaran Umum Desa Sukasirna Desa Sukasirna terletak di Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dan memiliki luas wilayah sebesar hektar (Ha). Desa ini terbagi atas empat wilayah kedusunan. Ketinggian desa yaitu 120 meter di atas permukaan laut dengan bentuk topografi dataran rendah. Desa Sukasirna memiliki

30 18 suhu udara rata-rata 32 C dengan curah hujan 33 mm/tahun. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan Sukaluyu adalah tujuh kilometer sedangkan jarak dari puasat pemerintahan Kabupaten Cianjur adalah 13 kilometer. Secara geografis, Desa Sukasirna memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Desa Sindangraja - Sebelah Timur : Desa Hegarmanah - Sebelah Selatan : Desa Selajambe - Sebelah Barat : Desa Babakancaringin Sebagian wilayah Desa Sukasirna dimanfaatkan untuk sektor pertanian sebesar hektar untuk persawahan dan ladang. Lahan persawahan terdiri dari dua jenis yaitu lahan dengan sistem irigasi teknis seluas hektar dan lahan dengan sistem tadah hujan sebesar hektar. Lahan persawahan inilah yang digunakan sebagai lahan untuk membudidayakan kedelai. Letak Desa Sukasirna yang strategis membuat pemasaran hasil pertanian lebih mudah dilakukan. Tabel 5 Sebaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Sukasirna tahun 2013 Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah penduduk di Desa Sukasirna pada tahun 2013 adalah orang yang terdiri dari orang (51.86%) berjenis kelamin laki-laki dan orang (48.14%) berjenis kelamin perempuan. Jumlah kepala keluarga di Desa Sukasirna adalah sebanyak KK. Tabel 6 Sebaran jumlah penduduk di Desa Sukasirna berdasarkan mata pencaharian tahun 2013 No Mata Pencaharian Jumlah penduduk Persentase (%) (orang) 1 PNS TNI/POLRI Pensiunan PNS/POLRI/TNI Karyawan swasta Wiraswasta Pedagang Petani Buruh tani Pemulung Jasa Jumlah Penduduk Desa Sukasirna sebagian besar memiliki mata pencaharian di sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani adalah sebanyak 676 orang atau 35.63%. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah sebanyak 612 orang atau 32.26%. Selain itu,

31 mata pencaharian penduduk Desa Sukasirna adalah PNS, TNI/POLRI, pensiunan PNS/POLRI/TNI, karyawan swasta, wiraswasta, pedagang, pemulung, dan jasa. Penduduk Desa Sukasirna yang memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta memiliki usaha di bidang agroindustri atau pengolahan nilai tambah kedelai menjadi tahu dan tempe. Hal ini dibuktikan dengan adanya dua pengrajin tahu dan satu pengrajin tempe di Desa Sukasirna. Karakteristik Petani Responden Responden petani dalam penelitian ini sebanyak 30 orang petani di Desa Sukasirna yang pernah melakukan kegiatan usahatani kedelai dan melakukan panen dalam bentuk polong muda atau biji pada bulan September sampai Oktober Karakteristik petani meliputi usia, tingkat pendidikan, status usahatani kedelai, luas lahan yang ditanami kedelai, dan pengalaman usahatani. Usia Tabel 7 Karakteristik petani responden berdasarkan usia Kelompok usia(tahun) Jumlah responden Persentase (%) (orang) Total Berdasarkan Tabel 7, persentase usia tertinggi berada pada kelompok usia tahun yaitu sebanyak sebelas orang (37%). Persentase usia terendah berada pada kelompok usia tahun yaitu sebanyak satu orang (3%). Tidak ada petani yang berada pada kelompok usia muda ( 30). Hal ini menunjukkan bahwa regenerasi petani sangat rendah. Jenis Kelamin Sebagian besar petani responden berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 25 orang (83.33%). Terdapat lima petani (16.67%) berjenis kelamin perempuan yang ikut menjadi petani kedelai. Tabel 8 Karakteristik petani responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah responden (orang) Persentase (%) Laki-laki Perempuan Total

32 20 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar adalah SD yaitu 27 orang (90%). Petani responden sebanyak dua orang (6.67%) tidak tamat SD dan satu orang (3.33%) berpendidikan SLTP. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan sebagian besar petani tergolong rendah. Tabel 9 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah responden (orang) Persentase (%) Tidak tamat SD Sekolah Dasar (SD) Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) Total Status Usahatani Kedelai Status usahatani kedelai sebagian besar petani responden adalah sebagai pekerjaan utama yaitu sebanyak 26 orang (86.67%) sedangkan sisanya yaitu empat orang menjadikan usahatani kedelai sebagai pekerjaan sampingan dan memiliki pekerjaan utama sebagai supir atau pedagang. Tabel 10 Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani Status usahatani Jumlah responden (orang) Persentase (%) Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan Total Luas Lahan Luas lahan yang ditanami kedelai oleh petani responden bervariasi, mulai dari 0.1 hektar hingga 1.5 hektar. Mayoritas petani responden menanam kedelai dengan luas lahan yang relatif kecil yaitu kurang dari 0.5 hektar sebanyak 21 orang (70%). Petani yang menanam pada lahan seluas sebanyak delapan orang (26.67%) sedangkan petani yang menanam pada lahan seluas sebanyak 1 orang (3.33%). Tabel 11 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan Luas lahan (ha) Jumlah responden (orang) Persentase (%) Total Pengalaman Usahatani Pengalaman usahatani kedelai yang dilakukan oleh petani responden masih tergolong sedikit karena sebanyak 18 orang (60%) memiliki pengalaman kurang dari lima tahun. Petani lainnya memiliki pengalaman 6-10 tahun sebanyak

33 sepuluh orang (33.33%), dan petani yang memiliki pengalaman tahun adalah dua orang (6.67%). Pengalaman dalam berusaha tani dapat mempengaruhi produktivitas kedelai. Petani yang lebih berpengalaman dapat mampu meningkatkan produktivitasnya. Tabel 12 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani kedelai Lama bertani kedelai (tahun) Jumlah responden (orang) Persentase (%) Total Karakteristik Pelaku Pemasaran Responden Lembaga pemasaran yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pedagang pengumpul, pedagang besar (grosir), dan pedagang pengecer. Jumlah keseluruhan lembaga pemasaran yang terlibat sebanyak 14 responden yang terdiri dari tiga orang pedagang pengumpul, tiga orang pedagang besar, dan tujuh orang pedagang pengecer. Pedagang besar merupakan pedagang yang berada di Pasar Ciranjang Cianjur, Pasar TU Kemang Bogor, dan Pasar Cibitung Bekasi. Pedagang pengecer terdiri dari tiga pedagang yang berjualan di sekitar Desa Sukasirna Cianjur, satu orang pengecer di Pasar Pamulang, dua orang pengecer di Pasar Bogor, satu orang pengecer di Pasar Cikarang, dan satu orang pengecer di Pasar Tambun. Karakteristik pedagang yang dianggap penting adalah usia dan tingkat pendidikan. Usia Persentase penyebaran usia tertinggi pedagang responden berada pada selang umur tahun dengan jumlah enam orang (42.86%) sedangkan persentase penyebaran usia terendah berada pada selang umur tahun (7.14%) yatu dengan jumlah satu orang.usia akan mempengaruhi mobilitas pedagang responden dalam memasarkan kedelai. Tabel 13 Karakteristik pedagang responden berdasarkan usia Kelompok usia (tahun) Jumlah responden (orang) Persentase (%) Total Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan tertinggi pedagang responden adalah Sekolah Dasar (SD) sebanyak tujuh orang (50.00%) sedangkan sebesar 28.57% tingkat pendidikan pedagang responden yaitu Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) dan sebesar memiliki tingkat pendidikan Sekolah Lanjut Tingkat Atas 21

34 22 (SLTA). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kecakapan dalam mengelola usaha pertanian dan memasarkan hasil pertanian tersebut. Tabel 14 Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah responden (orang) Persentase (%) Tidak tamat SD Sekolah Dasar (SD) Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) Total Gambaran Umum Usaha Pengolahan Kedelai Kedelai merupakan tanaman kacang-kacangan yang dapat dipanen dalam bentuk polong tua maupun polong muda. Bentuk polong muda dapat dikonsumsi dengan merebusnya terlebih dahulu selama menit. Biji kedelai tidak dapat dikonsumsi secara langsung sehingga dibutuhkan pengolahan lebih lanjut. Produk yang dapat dihasilkan dari pengolahan kedelai adalah tempe, tahu, susu kedelai, tauco, kecap, kembang tahu, dan soyghurt. Usaha pengolahan kedelai yang dikembangkan di Desa Sukasirna adalah tahu dan tempe. Bahan baku kedelai dalam pembuatan tahu dan tempe di desa ini berasal dari petani Desa Sukasirna pada saat musim panen kedelai berlangsung. Harga kedelai yang dijual oleh petani yaitu sebesar Rp6 500 Rp8 000 per kilogram. Usaha tauco yang dipilih adalah Tauco Kering Taufiq-AB yang berlokasi di Jalan Pangeran Hidayatullah Nomor 73 Cianjur. Tauco ini merupakan makanan khas kota Cianjur. Bahan baku kedelai yang digunakan dalam pabrik tauco ini berasal dari kedelai impor yang dijual oleh pedagang besar di Kabupaten Cianjur dengan harga Rp per kilogram. Tahu Pabrik tahu yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pabrik tahu Bapak Didin yang berlokasi di Desa Sukasirna. Usaha ini baru berjalan selama hampir dua tahun. Bahan baku kedelai yang digunakan yaitu kedelai varietas Dapros karena ukurannya yang besar serta banyak dibudidayakan oleh petani Desa Sukasirna. Harga bahan baku sebesar Rp7 000 per kilogram. Bahan baku kedelai yang digunakan dalam satu kali produksi sebanyak 300 kilogram. Tetapi pada analisis nilai tambah yang dihitung, bahan baku yang diperbandingkan dalam pembuatan tahu adalah 12 kilogram. Bahan penolong yang digunakan adalah garam dan kunyit. Rincian bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Rincian bahan penolong dalam pembuatan tahu Bahan penolong Satuan Jumlah Garam Kilogram 0.02 Kunyit Kilogram 0.60 Besaran penggunaan garam dalam pengolahan tahu sebanyak 0.02 kilogram dan kunyit sebanyak 0.6 kilogram. Tahu yang dihasilkan dalam pengolahan ini

35 terdiri dari dua jenis yaitu tahu putih sebanyak 30% dan tahu kuning 70% dari produk yang dihasilkan. Proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 3. Kedelai yang dibeli direndam terlebih dahulu selama tiga jam dengan menggunakan ember plastik atau drum. Perendaman ini membuat biji kedelai bertambah besar ukuran volumenya dan lunak. Langkah selanjutnya adalah proses pencucian dengan air hingga bersih. Selanjutnya adalah proses penggilingan dengan menggunakan mesin hingga kedelai menjadi bubur. Proses penggilingan ini merupakan proses awal terjadinya nilai tambah pada kedelai. Bubur tersebut kemudian direbus menggunakan tungku berbahan bakar sekam. Perebusan dilakukan hingga mendidih. Setelah itu bubur kedelai yang sudah direbus lalu disaring dan dilakukan penggumpalan sari kedelai dengan air biang. Air biang merupakan limbah cair proses produksi tahu yang telah didiamkan kurang lebih dua hari sebelumnya. Selanjutnya pencetakan dilakukan terhadap endapan sari kedelai tersebut. Cetakan yang digunakan terbuat dari kayu dan dilapisi dengan kain tipis. Lalu dilakukan pemotongan terhadap tahu hasil cetakan. Tahap terakhir adalah perebusan tahu yang telah dipotong dan ditambah dengan garam dan kunyit. 23 Kedelai Perendaman (3 jam) Pencucian (0.08 jam) Penggilingan (0.17 jam) 3.92 jam Perebusan (0.50 jam) Penyaringan dan penambahan air biang (0.17 jam) Pencetakan dan pemotongan Perebusan 0.33 jam Gambar 3 Tahapan pembuatan tahu Tahu yang dihasilkan dijual dengan harga Rp400 per buah. Harga tahu putih dengan kuning tidak dibedakan. Waktu kerja dimulai dari jam sampai WIB yang terdiri dari dua shift kerja. Upah tenaga kerja per hari sebesar Rp per shift dengan tenaga kerja sebanyak tiga orang per shift. Tempe Pengolahan kedelai menjadi tempe di Desa Sukasirna dilakukan oleh Bapak Dedi sebagai pengrajin tempe satu-satunya di desa ini. Usaha ini sudah berjalan

36 24 selama sembilan tahun. Bahan baku kedelai yang digunakan berasal dari petani Desa Sukasirna pada saat musim panen kedelai dengan harga Rp Selain itu bahan baku juga berasal dari pedagang besar kedelai di Pasar Ciranjang. Bahan baku yang digunakan dalam satu kali produksi sebesar 60 kilogram. Bahan baku yang digunakan sebagai bahan perbandingan adalah 12 kilogram. Rincian bahan penolong yang digunakan adalah ragi dan plastik untuk pengemasan. Tabel 16 Rincian bahan penolong dalam pembuatan tempe Bahan penolong Satuan Jumlah Ragi Kilogram 0.1 Plastik Kilogram 0.3 Ragi yang digunakan sebesar 0.1 kilogram dan plastik yang dibutuhkan sebesar 0.3 kilogram. Proses pembuatan tempe dapat dilihat pada Gambar 4. Kedelai yang dibeli terlebih dahulu direndam selama satu hari hingga biji kedelai menjadi lunak. Selanjutnya kulit kedelai dibuang dengan menggunakan mesin pembelah biji sekaligus pemisah kulit. Proses ini merupakan tahap awal adanya penambahan nilai tambah pada kedelai. Biji kedelai tanpa kulit tersebut lalu dicuci hingga bersih dan direbus di dalam air mendidih dan ditiriskan. Tahap berikutnya adalah pemberian ragi yang dicampur dengan air ke biji kedelai. Setelah tercampur merata, biji dimasukkan ke dalam plastik. Fermentasi dilakukan dengan meletakkan plastik berisi biji kedelai di atas rak yang terbuat dari kayu. Fermentasi berlangsung selama 72 jam atau tiga hari. Hasil fermentasi akan menghasilkan tempe. Tempe yang dihasilkan dijual dengan harga Rp6 000 untuk tempe yang berukuran 20 x 35 sentimeter. Ukuran 13 x 20 sentimeter dijual dengan harga Rp Waktu kerja dimulai dari jam sampai WIB. Upah tenaga kerja per hari sebesar Rp per orang dengan tenaga kerja sebanyak dua orang. Kedelai Perendaman Pembelahan biji (0.25 jam) Pencucian (0.25 jam) 1 hari 2 jam Perebusan biji (0.25 jam) Pemberian ragi (0.25 jam) Pencetakan (1 jam) Fermentasi 3 hari Gambar 4 Tahapan pembuatan tempe

37 Tauco Pengolahan tauco ini diberi nama Tauco Kering Keluaran Taufiq AB dan terletak di Jalan Pangeran Hidayatullah Nomor 73 Kabupaten Cianjur. Usaha ini telah berdiri sejak tahun Bahan baku kedelai yang digunakan pada awalnya berasal dari hasil panen kedelai milik Bapak Taufiq sendiri. Namun akibat musim panen kedelai yang hanya satu kali dalam setahun, maka untuk menutupi kebutuhan bahan baku pengolahan ini menggunakan kedelai impor. Harga kedelai yang dibeli adalah Rp Kedelai yang digunakan dalam satu kali produksi adalah 12 kilogram. Rincian bahan penolong dalam pembuatan tauco dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Rincian bahan penolong dalam pembuatan tauco Bahan penolong Satuan Jumlah Garam Kilogram 6.00 Gula merah Kilogram 3.00 Tepung beras Kilogram 2.40 Plastik Kilogram 1.00 Pelabelan Buah Pengolahan tauco menggunakan garam sebanyak enam kilogram, tepung beras tiga kilogram serta gula merah tiga kilogram. Pengemasan digunakan plastik yang diberi label nama usaha serta komposisi produk. Tahapan pembuatan tauco dapat dilihat pada Gambar 5. Kedelai yang telah dibeli dijemur terlebih dahulu disortir lalu direndam dengan air selama satu hari. Kulit kedelai kemudian dibuang dengan menggunakan cara manual yaitu dikupas dengan tangan. Selanjutnya adalah kedelai direbus sampai diperoleh biji kedelai yang masak. Proses ini merupakan tahap awal terjadinya nilai tambah pada kedelai. Kedelai lalu ditiriskan dan dicampur dengan tepung beras. Selanjutnya adalah tahap pemeraman I yaitu kedelai ditutup dengan tampah kosong lalu diperam selama tiga hari. Kedelai yang diperam akan ditumbuhi kapang seperti tempe. Lalu kedelai yang sudah berbentuk seperti tempe dihancurkan hingga berbentuk serpihan. Kemudian serpihan tempe tersebut dicampur dengan larutan garam dan air. Pencampuran ini menggunakan panci besar sebagai wadah. Lalu dilakukan pemeraman II terhadap tauco yang sudah diberi garam ini selama 14 hari untuk menghasilkan tauco dengan kualitas yang bagus. Hasil pemeraman ini dinamakan tauco mentah. Selanjutnya adalah tauco lalu dicampur dengan gula merah dan dimasak sampai tidak berbentuk buih lagi. Proses terakhir adalah tauco yang sudah jadi dikemas dalam plastik dan diberi label nama. 25

38 26 Kedelai Penyortiran (0.25 jam) Perendaman 1 hari Pembersihan kulit (0.75 jam) Perebusan (3 jam) Pencampuran tepung beras (0.25 jam) Pemeraman I 3 hari Penggaraman (0.25 jam) Pemeraman II 14 hari Pencampuran gula merah (0.50 jam) Pengemasan (1 jam) Gambar 5 Tahapan pembuatan tauco Tauco yang dihasilkan dijual dengan harga Rp3 500 untuk kemasan berukuran 100 gram. Waktu pembuatan tauco dimulai dari jam sampai WIB. Upah tenaga kerja disetarakan dengan UMR Kabupaten Cianjur yaitu Rp per orang. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha ini berjumlah satu orang. Sistem Pemasaran Kedelai Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Proses penyaluran kedelai dari produsen hingga konsumen akhir atau pabrik tahu melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang besar (grosir), pedagang pengecer dan pengolah kedelai. Lembaga tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pedagang pengumpul merupakan lembaga pemasaran yang berperan dalam membeli dan mengumpulkan kedelai langsung dari produsen serta menjual atau menyalurkan kedelai ke lembaga pemasaran selanjutnya. Pemasaran kedelai di Desa Sukasirna melibatkan dua jenis pedagang pengumpul yaitu pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul

39 kecamatan. Pedagang pengumpul desa menjual kedelainya ke pedagang pengumpul kecamatan yang selanjutnya akan dijual ke pedagang besar. 2. Pedagang besar merupakan pedagang yang membeli dan memperoleh kedelai dari pedagang pengumpul. Namun ada beberapa petani yang menjual langsung kedelainya ke pedagang besar. Pedagang besar yang terlibat dalam penelitian ini yaitu pedagang yang berada di Pasar Induk TU Kemang Bogor, Pasar Induk Cibitung Bekasi, dan Pasar Ciranjang Cianjur. 3. Pedagang eceran adalah pedagang perantara yang menjual kedelai dalam jumlah kecil secara langsung ke konsumen akhir. Lembaga ini menerima kedelai dari pedagang besar dan terkadang dari pedagang pengumpul. Terdapat satu orang petani yang juga berperan sebagai pedagang pengecer. 4. Pengolah atau pabrikan dalam sistem pemasaran ini adalah pengolah kedelai yang terletak di Desa Sukasirna. Penelitian ini berhenti pada tingkat pengolah, oleh karena itu dalam penjelasan saluran pemasaran, posisi pabrik tahu akan disejajarkan dengan konsumen akhir. Proses pemasaran dapat dianalisis melalui pendekatan fungsi yang akan meningkatkan dan atau menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pendekatan fungsi pemasaran terdiri dari tiga jenis yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Pelaksanaan fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dapat dijabarkan pada Tabel 18. Tabel 18 Pelaksanaan fungsi lembaga pemasaran kedelai di Desa Sukasirna Lembaga Pemasaran Fungsi pemasaran Aktivitas Pedagang pengumpul Fungsi pertukaran Pembelian, penjualan, dan pengumpulan Fungsi fisik 27 Penyimpanan, pengangkutan, dan pengemasan Fungsi fasilitas Grading, keuangan, penanggulangan risiko, dan komunikasi Pedagang besar Fungsi pertukaran Pembelian dan penjualan Fungsi fisik Penyimpanan, pengangkutan dan pengemasan Fungsi fasilitas Pembiayaan, penanggulangan risiko, dan komunikasi Pedagang eceran Fungsi pertukaran Pembelian dan penjualan Fungsi fisik Fungsi fasilitas Penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan Pembiayaan dan penanggulangan risiko Petani Fungsi pemasaran yang dilakukan petani adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah penjualan. Petani menjual hasil panen kedelai ke pedagang pengumpul desa, pedagang besar,

40 28 dan pabrik tahu dalam bentuk polong tua. Penjualan bentuk polong muda dijual ke pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, dan pengecer. Penjualan yang dilakukan oleh petani secara individu dan tidak kolektif. Fungsi fisik yang dilakukan petani adalah penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan. Terdapat satu orang petani yang melakukan pengolahan terdapat hasil panennya. Olahan yang dibuat berupa kedelai polong muda yang direbus dan dijual secara eceran di Desa Sukasirna. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh petani yang menjual kedelai dalam bentuk polong tua ke pabrik tahu. Pemanenan yang dilakukan oleh petani yang memanen kedelai dalam bentuk polong muda dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan sistem tebasan. Tenaga kerja yang melakukan panen disediakan oleh pedagang pengumpul dan petani tidak dikenakan biaya panen. Panen dalam bentuk polong tua dilakukan langsung oleh petani. Fungsi fasilitas yang dilakukan yaitu pengemasan, grading, pembiayaan, dan penanggulangan risiko. Pengemasan yang dilakukan dalam bentuk sederhana yaitu mengemas biji kedelai ke dalam karung goni. Grading yang dilakukan oleh petani yang menjual kedelai dalam bentuk polong tua ke pabrik tahu. Kegiatan grading dilakukan sederhana dengan cara memilah bentuk biji yang kecil dan yang besar. Pembiayaan meliputi modal untuk melakukan kegiatan produksi. Sebanyak 27 orang melakukan pembiayaan dengan modal sendiri dan tiga orang dengan pinjaman yang berasal dari tetangga sekitar. Risiko yang ditanggung petani adalah adanya fluktuasi harga kedelai saat penjualan berlangsung. Fluktuasi harga dapat diakibatkan oleh ketidaksesuaian hasil panen dengan keinginan pasar sehingga harga kedelai dapat naik dan turun sesuai dengan hasil panen petani. Pedagang pengumpul Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi pembelian, penjualan, dan pengumpulan. Pedagang pengumpul mengumpulkan dan membeli hasil panen dari sawah petani. Penjualan dilakukan terhadap pedagang pengumpul kecamatan, dan pabrik tahu. Fungsi fisik yang dilakukan meliputi penyimpanan, pengangkutan, dan pengemasan. Penyimpanan dilakukan terhadap kedelai dalam bentuk polong tua jika belum terjual cepat. Kedelai dalam bentuk polong muda langsung dijual ke pedagang pengumpul kecamatan. Pengangkutan dilakukan pada saat membeli kedelai dari petani dengan mobil pick up. Pengemasan ditujukan kepada kedelai dalam bentuk polong tua yang akan dijual ke pabrik tahu. Kedelai dikemas dalam karung goni berukuran 50 kilogram per karung. Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi grading, pembiayaan, penanggulangan risiko, dan komunikasi. Grading dilakukan untuk kedelai dalam bentuk polong tua yang akan dijual ke pabrik tahu. Pembiayaan untuk modal usaha dengan menggunakan modal sendiri. Risiko yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah fluktuasi harga kedelai dan penyusutan kedelai dalam bentuk polong muda. Komunikasi dilakukan untuk menghubungi pedagang kecamatan yang telah menjadi langganan dari pedagang pengumpul dengan media telepon seluler.

41 Pedagang besar Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang besar yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah pembelian dari pedagang pengumpul Kecamatan Sukaluyu yang berasal dari Kabupaten Cianjur. Transaksi penjualan dilakukan di tempat pedagang besar. Penjualan dilakukan oleh pedagang besar ke pedagang pengecer yang datang langsung ke kios pasar untuk membeli kedelai dalam bentuk polong muda. Kedelai dalam bentuk polong tua dijual oleh pedagang besar ke pabrik tahu yang membeli langsung di toko. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang besar meliputi pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan. Pengangkutan dilakukan oleh pedagang besar untuk membeli kedelai polong tua dalam jumlah yang sangat banyak. Fungsi penyimpanan dilakukan jika kedelai tidak terjual habis dalam waktu satu hari. Penyimpanan dilakukan di kios pasar milik pedagang besar. Pengemasan digunakan untuk kedelai dalam bentuk polong tua yang akan dibeli oleh pabrik tahu. Penjualan kedelai dalam bentuk polong muda tidak dikemas, hanya diikat oleh tali rafia. Fungsi fasilitas meliputi pembiayaan, penanggulangan risiko, dan komunikasi. Pembiayaan untuk modal dilakukan sendiri oleh pedagang besar dan bantuan dari bank. Risiko yang dihadapi adalah fluktuasi harga kedelai. Komunikasi dilakukan untuk saling bertukar informasi dengan pedagang pengumpul. Media internet juga dimanfaatkan oleh pedagang besar untuk mengetahui harga kedelai terkini. Pedagang pengecer Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi aktivitas pembelian dan penjualan. Pedagang pengecer membeli kedelai polong muda dari pedagang besar dan dari petani. Penjualan yang dilakukan pedagang pengecer berlokasi di pasar tradisional di daerah Bogor, Ciputat, dan Bekasi. Pengecer yang membeli kedelai dalam bentuk polong muda dari petani akan menjual kedelainya ke penduduk Desa Sukasirna dan sudah diolah menjadi kedelai rebus. Fungsi fisik yang dilakukan adalah penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan. Penyimpanan dan pengolahan dilakukan oleh pedagang pengecer yang menjual kedelai rebus. Pengangkutan dilakukan oleh semua pedagang pengecer yang membeli kedelai polong muda baik dari petani maupun pedagang besar. Fungsi fasilitas meliputi pembiayaan dan penanggulangan risiko. Pembiayaan dilakukan untuk modal dan pengangkutan. Risiko yang ditanggung adalah penyusutan berat kedelai polong muda sehingga dapat merugikan pedagang pengecer. 29 Analisis Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Kedelai Polong Tua Kedelai yang dipasarkan dari Desa Sukasirna merupakan kedelai dalam bentuk polong muda dan polong tua sehingga saluran pemasaran kedelai terdiri dari dua skema saluran. Saluran pemasaran digunakan untuk melihat lembaga

42 30 pemasaran yang terlibat dan dimulai dari petani sebagai produsen yang selanjutnya menjual kedelai ke lembaga pemasaran. Penelitian ini berfokus pada petani yang menjual hasil kedelai pada Bulan Oktober 2013 dalam bentuk polong tua. Jumlah kedelai polong tua yang dihasilkan oleh petani responden pada Bulan Oktober 2013 adalah kilogram. Saluran Pemasaran I Saluran ini merupakan saluran terpendek yang dilalui yang dilalui lembaga pemasaran yaitu petani pengolah kedelai. Sebanyak tujuh orang (23.33%) petani menyalurkan langsung hasil panen kedelai dalam bentuk polong tua ke pengolah kedelai yaitu pabrik tahu yang berada di Desa Sukasirna. Petani memilih untuk menyalurkan langsung karena lokasinya yang berdekatan dengan pabrik tahu. Pabrik tahu membeli kedelai polong tua yang telah digrading oleh petani sehingga keseluruhan petani yang menyalurkan kedelai ke pabrik tahu menyortasi biji kedelai berdasarkan ukuran kecil dan besar. Jumlah kedelai yang mengalir melalui saluran pemasaran I adalah kilogram (58.88%) dari total kedelai polong tua yang dijual oleh petani responden. Harga yang dibayarkan oleh pabrik tahu kepada petani rata-rata Rp Saluran Pemasaran II Saluran pemasaran II melibatkan lembaga pemasaran yaitu petani pedagang pengumpul desa pengolah kedelai. Dari 30 orang petani responden, lima orang (16.67%) menyalurkan kedelai polong tua ke pedagang pengumpul desa karena lokasi sawah yang berdekatan dengan pedagang pengumpul tersebut. Selain itu petani dapat menjual kedelai polong tua dalam jumlah yang sedikit. Saat panen berlangsung, kedelai dirontokkan dan dijemur terlebih dahulu agar menghasilkan biji kedelai. Pedagang pengumpul akan mendatangi rumah atau sawah petani yang telah menjemur biji kedelainya. Sehingga pembelian dilakukan di tempat petani. Jumlah kedelai polong tua yang disalurkan ke pedagang pengumpul adalah 975 kilogram (16.88%). Harga yang dibayarkan oleh pedagang pengumpul kepada petani rata-rata Rp Pedagang pengumpul selanjutnya menyalurkan keseluruhan kedelai polong tua ke pengolah kedelai yaitu pabrik tahu di Desa Sukasirna yang terlebih dahulu sudah digrading dan dikemas secara sederhana dengan karung goni. Penjualan kedelai polong tua ke pabrik tahu dikenakan harga rata-rata Rp Pedagang pengumpul dikenakan biaya pengemasan dan pengangkutan ke pabrik tahu. Penjualan biji kedelai dilakukan di pabrik tahu. Saluran Pemasaran III Saluran pemasaran III melibatkan lembaga pemasaran yaitu petani pedagang besar kabupaten pabrik tahu. Sebanyak tiga petani (10%) menjual hasil panen kedelainya ke pedagang besar yang terletak di Pasar Ciranjang dengan harga rata-rata Rp Penjualan dilakukan di kios pedagang besar. Jumlah kedelai polong tua yang disalurkan ke pedagang pengumpul adalah 1400 kilogram (24.44%). Pedagang besar kemudian menyalurkan biji kedelai ke pengolah kedelai sebanyak 250 ton (50%). Pengrajin tahu membeli kedelai dari pedagang besar sebagai bahan baku pembuatan tahu langsung dari kios pedagang besar. Biji kedelai sebanyak 250 ton (50%) disalurkan ke pedagang besar di luar Kabupaten

43 Jawa Barat yang berlokasi di Purwodadi. Kedelai yang disalurkan sebagai benih untuk ditanam kembali di Purwodadi. 31 Petani 24.44% 16.88% Pedagang Besar Kabupaten Cianjur 58.88% Pedagang Pengumpul desa Pedagang Besar Luar Provinsi 50.00% 50.00% Pengolah Kedelai Gambar 6 Skema saluran pemasaran kedelai polong tua di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Keterangan: Tidak dianalisis Saluran pemasaran I (Petani pabrik tahu) Saluran pemasaran II (Petani pedagang pengumpul desa pabrik tahu) Saluran pemasaran III (Petani pedagang besar kabupaten pabrik tahu) Saluran Pemasaran Kedelai Polong Muda Kedelai dalam bentuk polong muda dipasarkan pada Bulan September Jumlah kedelai polong muda yang dijual pada Bulan September 2013 adalah 5.57 hektar. Pemanenan kedelai polong muda dilakukan dengan sistem tebasan dimana buruh untuk memanen disediakan oleh pedagang pengumpul. Beberapa petani tidak mengetahui berapa banyak hasil panen kedelai polong muda yang dipanen oleh pedagang pengumpul. Petani tersebut hanya menerima hasil panen dalam bentuk uang. Transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan pedagang besar dilakukan dengan sistem bukti yaitu pedagang besar mengetahui dengan pasti berapa banyak penjualan yang disalurkan pedagang pengumpul. Saluran Pemasaran I Saluran ini merupakan saluran terpendek pada pemasaran kedelai dalam bentuk polong muda. Hanya ada satu (0.03%) petani yang terlibat dalam saluran ini. Petani tersebut langsung memanen hasil kedelai miliknya dan selanjutnya dijual langsung ke konsumen. Sebelum dijual, kedelai diolah dengan cara

44 32 merebusnya terlebih dahulu. Jumlah panen kedelai polong muda yang ditanam di lahan seluas 0.2 hektar adalah 300 kilogram (3.59%). Penjualan kedelai rebus dilakukan di sekitar rumah petani di Desa Sukasirna. Harga kedelai rebus yang dijual adalah Rp5 000 per kilogram. Saluran Pemasaran II Saluran pemasaran ini melibatkan lembaga pemasaran yaitu petani pedagang pengecer konsumen. Terdapat dua petani (0.03%) yang menjual hasil kedelainya sebanyak 1.1 hektar (19.75%) atau 800 kilogram ke pedagang pengecer. Pedagang pengecer membeli kedelai di sawah petani. Sehingga petani tidak melakukan pengangkutan ke pedagang pengecer. Kedelai yang dijual ke pedagang pengecer dikenakan harga rata-rata Rp1 300 oleh petani. Pedagang pengecer melakukan pengolahan dengan cara merebus kedelai. Kedelai rebus dijual dengan harga Rp5 000 per kilogram. Saluran Pemasaran III Saluran pemasaran ini dilalui oleh petani pedagang pengumpul kecamatan pedagang besar luar kabupaten pedagang pengecer konsumen. Sebanyak tiga orang petani (10%) menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul kecamatan. Kedelai yang dijual adalah sebanyak 0.85 hektar (15.26%). Beberapa petani tidak mengetahui secara pasti jumlah kedelai hasil panen karena petani hanya menerima hasil panen dalam bentuk uang. Harga jual rata-rata yang diberikan petani adalah Rp900 per kilogram. Pedagang pengumpul kecamatan membeli langsung kedelai di sawah petani dan menyediakan buruh untuk memanen. Pedagang pengumpul kecamatan membawa kedelai polong muda ke pedagang besar yang terletak di Pasar Induk TU Kemang Bogor. Transaksi penjualan dan pembelian langsung dilakukan di pasar tersebut. Kedelai dijual dengan harga rata-rata Rp2 200 per kilogram. Selanjutnya pedagang besar menjual kedelai polong muda ke pedagang pengecer dengan harga Rp3 000 per kilogram. Pedagang pengecer langsung membeli kedelai di kios pedagang besar. Penjualan kedelai oleh pedagang pengecer dilakukan di beberapa pasar yaitu Pasar Pamulang, Pasar Jembatan Merah Bogor, dan Pasar Bogor. Harga jual ratarata yang diberikan pedagang pengecer untuk konsumen adalah Rp per kilogram. Saluran Pemasaran IV Saluran ini dilalui oleh petani pedagang pengumpul desa pedagang pengumpul kecamatan pedagang besar pedagang pengecer konsumen. Petani menyalurkan kedelai polong muda sebanyak 3.42 hektar (61.40%). Jumlah petani yang terlibat dalam saluran ini adalah sembilan orang (30%). Alasan petani menjual kedelai ke pedagang pengumpul desa adalah karena lokasi yang berdekatan dengan pedagang tersebut dan sudah menjadi langganan. Harga kedelai yang dijual petani rata-rata adalah Rp per kilogram. Pedagang pengumpul desa selanjutnya menjual kedelai polong muda ke pedagang pengumpul kecamatan dengan harga Rp2 000 per kilogram. Alasan pedagang pengumpul desa menjual ke pedagang pengumpul kecamatan adalah karena sudah menjadi langganan.

45 Selanjutnya pedagang pengumpul kecamatan menjual kedelai polong muda ke pedagang besar di Pasar Induk Cibitung Bekasi. Transaksi penjualan dan pembelian dilakukan di pasar tersebut. Harga kedelai yang dijual adalah Rp2 500 per kilogram. Pedagang besar menjual kedelai polong muda ke pedagang pengecer yang langsung membeli di kios pedagang besar. Harga jual kedelai terhadap pedagang pengecer adalah Rp3 500 per kilogram. Pedagang pengecer yang membeli di kios pedagang besar berasal dari beberapa pasar kecil di Bekasi, diantaranya Pasar Cikarang dan Pasar Tambun. Pedagang pengecer menjual kedelai polong muda dengan harga Rp4 500 per kilogram. 33 Petani 61.40% Pedagang Pengumpul Desa 15.26% 19.75% Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Besar Luar Kabupaten 3.59% Pedagang Pengecer Konsumen Gambar 7 Skema saluran pemasaran kedelai polong muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Keterangan: Saluran pemasaran I (Petani konsumen) Saluran pemasaran II (Petani pedagang pengecer konsumen) Saluran pemasaran III (Petani pedagang pengumpul kecamatan pedagang besar luar kabupaten pedagang pengecer konsumen) Saluran pemasaran IV (Petani pedagang pengumpul desa pedagang pengumpul kecamatan pedagang besar luar kabupaten pedagang pengecer konsumen)

46 34 Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar dapat dilihat pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Struktur pasar dapat dianalisis mulai dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Struktur pasar dapat ditentukan oleh empat faktor yaitu jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi atau keadaan produk, hambatan masuk dan keluar pasar, tingkat pengetahuan atau informasi dalam pasar. Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur pasar di tingkat petani mengarah kepada oligopsoni murni. Jumlah petani lebih banyak dibandingkan jumlah pedagang pengumpul dan hampir semua petani di Desa Sukasirna membudidayakan kedelai. Petani sebagai price taker karena hanya menerima harga kedelai seperti yang sudah ditentukan oleh penentu harga. Posisi petani dalam penentuan harga kedelai tergolong lemah. Komoditas yang diperjualbelikan homogen. Beberapa petani menjual kedelai dalam bentuk polong tua atau polong muda. Petani dapat dengan bebas masuk dan keluar pasar. Petani dengan mudah menanam kedelai pada musim penanaman palawija dan menjualnya ke pedagang pengumpul atau pabrik tahu yang berada di desa. Proses pertukaran informasi juga terjadi diantara sesama petani maupun dari pedagang. Kelompok tani yang dibentuk di desa ini mempermudah terjadinya proses pertukaran informasi antara petani. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Struktur pasar di tingkat pedagang pengumpul desa dan kecamatan mengarah kepada struktur pasar oligopsoni murni. Jumlah pedagang pengumpul lebih banyak dibandingkan jumlah pedagang besar sebagai pihak pembeli. Proses penentuan harga ditentukan oleh pedagang besar walaupun ada yang melalui sistem tawar-menawar harga kedelai. Pedagang pengumpul menjual kedelai dengan dua jenis yaitu polong tua atau polong muda. Akses keluar masuk pasar pada pedagang pengumpul jika dihadapkan dengan petani tergolong mudah karena pada umumnya pedagang pengumpul dapat membeli kedelai dari petani mana saja. Hambatan keluar masuk pasar tinggi jika pedagang pengumpul berhadapan dengan pedagang besar karena sudah menjadi langganan tetap walaupun tidak ada sistem kontrak dalam transaksi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul mengetahui informasi harga kedelai dari sesama pedagang maupun dari pedagang besar. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar Struktur pasar yang dihadapi pedagang besar adalah mengarah ke oligopoli murni. Jumlah pedagang besar lebih sedikit dibandingkan pedagang pengecer. Komoditas yang diperjualbelikan homogen yaitu terdapat pedagang besar hanya menjual kedelai polong tua dan pedagang besar lain yang hanya menjual kedelai polong muda. Pedagang besar berkedudukan sebagai price maker dibandingkan dengan lembaga pemasaran sebelumnya. Akses keluar dan masuk di tingkat pedagang besar tergolong sulit karena dibutuhkan permodalan yang besar. Selain itu tingkat kesulitan lain adalah harga kios yang digunakan untuk penjualan. Kemudahan yang dihadapi pedagang besar adalah kebebasan untuk membeli

47 kedelai dari pedagang pengumpul mana saja. Pedagang besar mengetahui informasi harga kedelai dari sesama pedagang maupun media internet untuk mengetahui fluktuasi harga. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Struktur pasar pada tingkat pengecer cenderung ke arah oligopoli murni. Hal ini dicirikan oleh jumlah pedagang pengecer yang lebih sedikit dibandingkan jumlah konsumen. Produk yang diperjualbelikan homogen yaitu kedelai dalam bentuk polong muda. Proses penentuan harga dilakukan oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer dapat dengan mudah keluar dan masuk pasar karena skala usaha yang lebih kecil dibandingkan dengan pedagang besar. Pedagang pengecer dapat keluar pasar jika kedelai yang dijual tidak memberikan keuntunganyang besar dan dapat menggantinya dengan komoditas lain. Informasi harga didapatkan dari sesama pedagang pengecer maupun pedagang besar. 35 Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan mengamati sistem penjualan dan pembelian, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Sistem Penjualan dan Pembelian Keseluruhan petani melakukan sistem penjualan dan tidak melakukan pembelian. Petani menjual kedelai polong tua ke lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pabrik tahu. Penyerahan barang yang dijual oleh petani dilakukan di tempat petani sebagai penjual. Kedelai polong tua yang dijual oleh petani sudah terlebih dahulu mengalami perontokkan dan penjemuran biji. Pedagang pengumpul membeli kedelai polong tua langsung dari petani. Biji kedelai ditimbang terlebih dahulu sehingga petani mengetahui berapa banyak kedelai yang dijual. Penjualan dilakukan dengan sistem bebas dan tidak terikat kontrak. Selanjutnya pedagang pengumpul menjual biji kedelai ke pabrik tahu. Penjualan juga dilakukan dengan sistem bebas dan tidak terikat kontrak. Petani juga ada yang menjual langsung kedelai polong tua ke pabrik tahu yang akan digunakan sebagai bahan baku. Penjualan kedelai polong tua ke pedagang besar dilakukan dengan sistem bebas dan tanpa kontrak. Pedagang besar membeli kedelai polong tua kemudian menjualnya ke pangolah kedelai dan pedagang besar luar di Kabupaten Cianjur. Sistem penjualan dan pembelian yang dilakukan pabrik tahu adalah bebas dan langganan. Pembelian kedelai polong tua yang dilakukan oleh pedagang besar di luar Kabupaten Cianjur juga dilakukan bebas dan langganan. Sistem langganan dilakukan dengan hubungan saling kepercayaan sehingga tidak ada kontrak yang dibuat. Petani menjual kedelai polong muda langsung ke konsumen atau melewati lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, dan pedagang eceran. Keseluruhan aktivitas penjualan yang dilakukan petani adalah dengan sistem bebas dan tidak terikat kontrak. Penyerahan barang yang dijual oleh petani dilakukan di tempat petani sebagai penjual. Pembelian

48 36 yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa dengan petani dilakukan dengan hubungan saling percaya. Pedagang pengumpul desa melakukan penjualan kedelai di tempat penjual (pedagang pengumpul desa). Pedagang pengumpul desa lalu menjual kedelai polong muda ke pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang pengumpul kecamatan selanjutnya menjual kedelai ke pedagang besar yang berada di Pasar Induk TU Kemang Bogor dan Pasar Induk Cibitung Bekasi. Penyerahan barang dilakukan di kios pedagang besar. Penjualan ini juga dilakukan dengan sistem bebas. Selanjutnya pedagang besar menjual kedelai polong muda melalui beberapa pedagang pengecer yang membeli kedelai di kios pedagang besar. Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Sistem penentuan harga yang dilakukan adalah umumnya dilakukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi karena lebih mengetahui perkembangan harga kedelai. Penentuan harga dan pembayaran pada kedelai polong tua dan polong muda tidak mengalami perbedaan. Walaupun ada beberapa lembaga pemasaran yang menetapkan harga kedelai dengan sistem tawar-menawar. Harga kedelai yang dijual ditentukan sesuai dengan harga kedelai di tingkat nasional sehingga dapat mengalami fluktuasi. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah tunai pada saat barang diserahkan. Penetapan harga dilakukan oleh pedagang pengumpul yang membeli kedelai dari petani. Pedagang pengumpul selanjutnya menjual kedelai ke pedagang besar dengan penentuan harga ada di pihak pedagang besar dengan sistem tawar-menawar. Pabrik tahu sebagai pembeli melakukan sistem penentuan harga terhadap kedelai polong tua sesuai dengan kualitas biji kedelai serta kegiatan grading yang dilakukan petani. Pembayaran tunai dilakukan karena keseluruhan penjualan dan pembelian dilakukan dengan sistem bebas. Pada penjualan di tingkat pedagang besar, pembayaran dilakukan dengan sistem tunai setelah kedelai diserahkan. Penetapan harga di tingkat pedagang besar didasarkan pada harga yang berlaku di pasar dan mempertimbangkan biaya pemasaran. Hal ini juga berlaku di tingkat pedagang pengecer yang keseluruhan pembayaran dilakukan dengan sistem tunai oleh konsumen akhir. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antar lembaga pemasaran didasari oleh hubungan saling percaya sehingga pembelian dan penjualan dilakukan dengan sistem langganan. Bentuk kerjasama lainnya adalah pendirian enam kelompok tani di Desa Sukasirna. Namun dalam proses pemasaran kedelai, belum ada kegiatan pengumpulan hasil panen secara bersamaan. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan posisi petani dalam penetapan harga kedelai ke lembaga pemasaran selanjutnya. Kerjasama dalam bentuk pertukaran informasi juga dilakukan oleh sesama petani, antar petani dan pedagang, serta sesama pedagang. Analisis Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin pemasaran juga

49 meliputi total biaya pemasaran dan keuntungan yang diterima lembaga pemasaran.analisis marjin pemasaran kedelai di Desa Sukasirna dihitung berdasarkan saluran pemasaran kedelai polong tua dan polong muda. Sehingga marjin pemasaran pada skema saluran pemasaran kedelai polong tua terdiri dari tiga saluran. Pada saluran pemasaran kedelai polong muda terdiri dari empat saluran pemasaran. Petani hanya mengeluarkan biaya pemasaran pada skema saluran pemasaran kedelai polong tua yaitu biaya pengangkutan dan pengemasan biji kedelai ke pabrik tahu dan pedagang pengumpul. Petani tidak dikenakan biaya pemasaran pada saluran pemasaran kedelai polong muda. Karena proses pengangkutan dilakukan oleh pedagang pengumpul. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran diantaranya adalah biaya pengangkutan, biaya pengemasan, biaya tenaga kerja untuk panen kedelai polong muda serta tenaga kerja untuk pemasaran, biaya penyusutan, biaya bongkar muat, dan biaya retribusi. Pedagang besar tidak mengeluarkan biaya sewa kios karena sudah menjadi milik sendiri. Berdasarkan Tabel 19, rata-rata harga kedelai polong tua pada saluran I adalah Rp per kilogram. Pada saluran I tidak melibatkan pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer karena kedelai polong tua dijual langsung ke pabrik tahu. Biaya yang dikeluarkan petani pada saluran I sebesar Rp Biaya ini meliputi biaya pengangkutan Rp14.28 per kilogram; biaya tenaga kerja Rp7.14 per kilogram dan pengemasan Rp60.00 per kilogram. Pada saluran II rata-rata harga kedelai polong tua adalah Rp6 000 per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan petani hanya biaya pengemasan Rp73.75 per kilogram. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran meliputi biaya pengangkutan Rp50.00 per kilogram dan biaya tenaga kerja Rp per kilogram. Sehingga total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul pada saluran II Rp per kilogram. Pabrik tahu menerima harga jual dari pedagang pengumpul sebesar Rp7 000 per kilogram. Marjin pemasaran pada saluran II adalah Rp1 000 per kilogram. Pada saluran II rata-rata harga kedelai polong tua adalah Rp6 000 per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan petani hanya biaya pengemasan Rp73.75 per kilogram. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran meliputi biaya pengangkutan Rp50.00 per kilogram dan biaya tenaga kerja Rp per kilogram. Sehingga total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul pada saluran II Rp per kilogram. Pabrik tahu menerima harga jual dari pedagang pengumpul sebesar Rp7 000 per kilogram. Marjin pemasaran pada saluran II adalah Rp1 000 per kilogram. Rata-rata harga kedelai polong tua di tingkat petani pada saluran III adalah Rp6 500 per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan petani adalah biaya pengemasan Rp60.00 per kilogram dan biaya pengangkutan Rp8.33 per kilogram sehingga total biaya pemasaran Rp68.33 per kilogram. Pedagang besar mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp54.00 per kilogram yang terdiri dari biaya pengangkutan Rp50.00 per kilogram dan biaya bongkar muat Rp4.00 per kilogram. Pabrik tahu menerima harga jual kedelai dari pedagang besar Rp7 000 per kilogram. Marjin pemasaran pada saluran III adalah Rp500 per kilogram. 37

50 38 Tabel 19 Marjin pemasaran kedelai dalam bentuk polong tua di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu Petani Uraian Harga (Rp/kg) Saluran Pemasaran I II III Persentase Harga Persentase Harga Persentase (%) (Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%) Harga jual Biaya pemasaran Pedagang Pengumpul Desa Harga beli Biaya pemasaran Harga jual Keuntungan Marjin pemasaran Pedagang Besar Harga beli Biaya pemasaran Harga jual Keuntungan Marjin pemasaran Pengolah kedelai Harga beli Total Biaya (Rp/kg) Total Keuntungan (Rp/kg) Total Marjin Pemasaran (Rp/kg) πi/ci

51 Berdasarkan Tabel 20, rata-rata harga jual kedelai polong muda pada saluran I adalah Rp5 000 per kilogram dan dijual langsung ke konsumen akhir. Sehingga saluran ini tidak melibatkan pedagang perantara. Pada saluran II, ratarata harga jual kedelai Rp1 300 per kilogram dan dijual ke pedagang pengecer. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer meliputi biaya pengangkutan Rp33.33 per kilogram; biaya pengemasan Rp50.00 per kilogram; biaya tenaga kerja untuk panen dan pemasaran Rp per kilogram. Total biaya pemasaran di tingkat pedagang pengecer adalah Rp350 per kilogram. Harga jual kedelai polong muda yang diterima konsumen adalah Rp5 000 per kilogram. Marjin pemasaran pada saluran II adalah Rp3 700 per kilogram. Rata-rata harga jual kedelai polong muda pada saluran III adalah Rp900 per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul kecamatan Rp terdiri dari biaya pengangkutan Rp50.00 per kilogram; biaya tenaga kerja panen dan pemasaran Rp per kilogram; biaya bongkar muat Rp3.33 per kilogram. Harga jual yang diterima pedagang pengecer Rp2 200 per kilogram Pedagang besar mengeluarkan biaya pemasaran Rp227.5 terdiri dari biaya tenaga kerja Rp54.17 per kilogram; biaya retribusi Rp3.33 per kilogram; biaya penyusutan 5% yaitu Rp per kilogram; biaya bongkar muat Rp20.00 per kilogram. Harga jual yang diterima pedagang pengecer Rp3 000 per kilogram. Biaya pemasaran pedagang pengecer adalah Rp per kilogram terdiri dari biaya pengangkutan Rp per kilogram; biaya tenaga kerja Rp per kilogram; biaya retribusi Rp10.00 per kilogram. Harga beli di tingkat konsumen adalah Rp per kilogram. Marjin pemasaran pada saluran III adalah Rp per kilogram. Pada saluran IV pemasaran kedelai polong muda, rata-rata harga kedelai di tingkat petani Rp per kilogram. Biaya pemasaran pedagang pengumpul desa Rp450 per kilogram terdiri dari biaya pengangkutan Rp50.00 per kilogram dan biaya tenaga kerja Rp400 per kilogram. Pedagang pengumpul kecamatan menerima harga jual kedelai polong muda Rp2 000 per kilogram dengan total biaya pemasaran Rp125 per kilogram. Biaya ini termasuk biaya pengangkutan Rp100 per kilogram dan biaya retribusi Rp25.00 per kilogram. Selanjutnya pedagang besar menerima kedelai dengan harga Rp2 500 per kilogram dan biaya pemasaran yang dikeluarkan Rp per kilogram. Biaya ini meliputi biaya tenaga kerja Rp66.67 per kilogram; biaya retribusi Rp16.67 per kilogram; biaya penyusutan 10% adalah Rp250 per kilogram; biaya bongkar muat Rp10.00 per kilogram. Pedagang pengecer menerima harga jual kedelai sebesar Rp3 500 per kilogram. Total biaya pemasaran Rp per kilogram meliputi biaya pengangkutan Rp91.00 per kilogram dan biaya retribusi Rp10.67 per kilogram. Harga beli konsumen pada saluran IV adalah Rp4 500 per kilogram dan marjin Rp per kilogram. 39

52 Uraian Saluran Pemasaran I II III IV Harga (Rp/kg) Persentase (%) Harga (Rp/kg) Persentase (%) Harga (Rp/kg) Persentase (%) Harga (Rp/kg) Persentase (%) Petani Harga jual Pedagang Pengumpul Desa Harga beli Biaya pemasaran Harga jual Keuntungan Marjin pemasaran Pedagang Pengumpul Kecamatan Harga beli Biaya pemasaran Harga jual Keuntungan Marjin pemasaran Pedagang Besar Harga beli Biaya pemasaran Harga jual Keuntungan Marjin pemasaran Pedagang Pengecer Harga beli Biaya pemasaran Harga jual Keuntungan Marjin pemasaran Konsumen Harga beli Total Biaya (Rp/kg) Total Keuntungan (Rp/kg) Total Marjin Pemasaran (Rp/kg) πi/ci Tabel 20 Marjin pemasaran kedelai dalam bentuk polong muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu

53 Analisis Farmer s Share 41 Farmer s share menunjukkan besarnya bagian yang didapatkan oleh petani. Akibat adanya marjin pemasaran pada saluran pemasaran membuat nilai yang dibayar oleh konsumen tidak sepenuhnya didapatkan oleh petani. Nilai farmer s share dapat dihitung dengan membandingkan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen dalam bentuk persentase. Nilai farmer s share pada setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Farmer s share pada setiap saluran pemasaran Desa Sukasirna Saluran pemasaran Harga di tingkat petani (Rp/kg) Harga di tingkat konsumen (Rp/kg) Farmer s share (%) Jenis kedelai I Polong tua II III I Polong muda II III IV Tabel 21 menunjukkan nilai farmer s share yang diterima oleh petani. Pada saluran pemasaran kedelai polong tua, farmer s share saluran I adalah 100%; saluran II adalah 85.71%; saluran III adalah 92.86%. Farmer s share untuk kedelai polong muda pada saluran I adalah 100%; saluran II adalah 26%; saluran III adalah 16.87%; saluran IV adalah 20.74%. Nilai farmer s share terbesar pada saluran pemasaran kedelai polong tua berada pada saluran I yaitu sebesar 100%. Farmer s share terbesar pada saluran pemasaran kedelai polong muda berada pada saluran I yaitu sebesar 100%. Adanya perbedaan yang cukup besar pada persentase farmer s share kedelai polong tua dan polong muda disebabkan harga jual kedelai polong tua yang lebih besar dibandingkan kedelai polong muda. Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh masing-masing saluran dibandingkan dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Rasio ini untuk melihat penyebaran atau distribusi keuntungan dan biaya pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran. Rasio keuntungan terhadap biaya saluran pemasaran kedelai di Desa Sukasirna dapat dilihat pada Tabel 22. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran polong tua dengan polong muda. Hal ini disebabkan pada saluran pemasaran polong muda terdapat biaya panen di tingkat pedagang pengumpul dan jumlah kedelai yang dijual lebih tinggi dibandingkan kedelai polong muda. Berdasarkan Tabel 22, rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran II pemasaran kedelai polong tua sebesar 3.80, artinya setiap Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp3.80. Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran pemasaran III sebesar 3.65 artinya setiap

54 42 Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp3.65. Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran II pemasaran kedelai polong muda sebesar 9.57, artinya setiap Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp9.57. Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran III dan IV sebesar 4.11 dan Artinya bahwa setiap Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp4.11 untuk saluran III dan keuntungan sebesar 2.50 untuk saluran IV. Tabel 22 Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran pemasaran kedelai di Desa Sukasirna Saluran pemasaran Total keuntungan pemasaran (Rp/kg) Total biaya pemasaran (Rp/kg) Rasio keuntungan terhadap biaya Jenis kedelai I Polong tua II III I Polong muda II III IV Nilai Tambah Produk Olahan Kedelai Analisis Nilai Tambah Nilai tambah terjadi karena adanya proses pengolahan pada kedelai menjadi produk tahu, tempe, dan tauco. Hal ini membuat harga penjualan produk olahan kedelai lebih tinggi dibandingkan harga jual kedelai dalam bentuk polong tua. Analisis nilai tambah dengan metode Hayami dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah, nilai output, tingkat keuntungan, dan imbalan tenaga kerja. Dasar perhitungan dalam nilai tambah ini menggunakan input sebesar 12 kilogram kedelai sebagai bahan baku. Harga bahan baku kedelai tahu dan tempe yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga yang dibeli para pengolah ke petani. Harga bahan baku kedelai tauco menggunakan harga kedelai impor. Harga kedelai sebagai bahan baku dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Harga kedelai berdasarkan produk olahan kedelai No Produk Olahan Kedelai Harga (Rp/kg) 1 Tahu Tempe Tauco Bahan baku pembuatan tahu, tempe, dan tauco adalah kedelai. Selain itu, digunakan bahan penolong untuk memproduksi produk tersebut. Tahu

55 membutuhkan bahan penolong yaitu garam dan kunyit. Tempe membutuhkan bahan penolong ragi dan plastik. Tauco membutuhkan garam, gula merah, tepung beras, plastik, dan label nama. Persentase bahan baku dengan bahan penolong utama pada tahu (89.3% kedelai : 10.7% kunyit), tempe (99.17% kedelai : 0.83% ragi), tauco (66.67% kedelai : 33.33% garam). Harga sumbangan input lain untuk membuat tahu sebesar Rp1 530 atau bila dikonversikan ke per kilogram bahan baku untuk membuat tahu dibutuhkan biaya penolong Rp127.5 per kilogram. Pembuatan tempe membutuhkan sumbangan input lain sebesar Rp atau Rp900 per kilogram. Tauco membutuhkan sumbangan input lain Rp atau Rp per kilogram. Bahan baku yang digunakan untuk membuat tahu, tempe, dan tauco adalah sebanyak 12 kilogram kedelai. Pembuatan tahu memerlukan 0.53 HOK. Pada pembuatan tempe dibutuhkan 0.25 HOK. Tauco membutuhkan 3.75 HOK. Satu HOK adalah delapan jam kerja atau satu hari kerja orang dewasa. Besarnya koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan I kilogram produk olahan. Koefisien tenaga kerja pada produk tahu sebesar 0.04 yang artinya dibutuhkan 0.04 HOK tenaga kerja untuk membuat satu kilogram tahu. Pada pembuatan tempe, nilai koefisien tenaga kerja adalah 0.02 yang artinya dibutuhkan 0.02 HOK tenaga kerja untuk membuat satu kilogram tempe. Nilai koefisien tenaga kerja pada tauco adalah 0.31 HOK yang artinya dibutuhkan 0.31 HOK tenaga kerja untuk membuat satu kilogram tauco. Output rata-rata yang dihasilkan dalam pengolahan 12 kilogram kedelai menjadi tahu adalah 40 kilogram tahu. Rata-rata output pada pembuatan tempe adalah 30 kilogram. Tauco menghasilkan 36 kilogram. Perbandingan output dengan input dapat menghasilkan faktor konversi. Pada tahu faktor konversi adalah sebesar 3.33, tempe sebesar 2.5, tauco sebesar tiga. Harga output tiap produk berbeda-beda. Tahu memiliki harga output Rp6 000 per kilogram. Harga output pada tempe Rp3 900 per kilogram, dan harga output tauco Rp per kilogram. Nilai output diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga output. Nilai output tahu adalah Rp per kilogram. Artinya nilai tahu yang dihasilkan dari pembuatan bahan baku sebesar Rp per kilogram. Nilai output tempe Rp9 750 per kilogram yang artinya nilai tempe yang dihasilkan dari pembuatan bahan baku sebesar Rp9 750 per kilogram. Tauco memiliki nilai output paling tinggi yaitu Rp per kilogram yang artinya nilai tauco yang dihasilkan dari pembuatan bahan baku sebesar Rp per kilogram. Nilai tambah pada setiap produk olahan berbeda-beda. Nilai tambah diperoleh dari selisih nilai tambah dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah tertinggi adalah pada tauco sebesar Rp per kilogram (82.09%). Hal ini disebabkan tingginya harga output per kilogram pada tauco dibandingkan tahu dan tempe. Nilai tambah terendah adalah pada tempe sebesarrp2 350 per kilogram (24.10%). Tahu memiliki nilai tambah Rp per kilogram (64.36%). Setiap Rp1 nilai output tahu akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp Pada tempe dan tauco setiap Rp1 nilai output tempe dan tauco akan diperoleh nilai tambah masing-masing Rp24.1 dan Rp

56 44 Tabel 24 Analisis nilai tambah olahan kedelai (tahu, tempe, tauco) dengan metode Hayami No Variabel Nilai Produk Olahan Kedelai Tahu Tempe Tauco I. Output, Input, dan Harga 1. Output (Kg) A Input (Kg) B Tenaga kerja (HOK) C Faktor konversi D = A/B Koefisien tenaga kerja E = C/B (HOK) 6. Harga output (Rp/Kg) F Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) G II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku H (Rp/Kg) 9. Sumbangan input lain I (Rp/Kg) 10. Nilai output (Rp/Kg) J = D x F a. Nilai tambah (Rp/Kg) K = J H I b.rasio nilai tambah (%) L% = (K/J) x % 12. a. Pendapatan tenaga kerja M = E x G langsung (Rp/Kg) b. Pangsa tenaga kerja (%) N% = (M/K) x % 13 a. Keuntungan (Rp/Kg) O = K M b. Tingkat keuntungan (%) P% = (O/J) x 100% III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi 14. Marjin (Rp/Kg) Q = J H a. Pendapatan tenaga kerja R% = (M/Q) x langsung (%) 100% b. Sumbangan input lain S% = (I/Q) x (%) c. Keuntungan pemilik perusahaan (%) 100% T% = (O/Q) x 100% Pendapatan tenaga kerja langsung diperoleh dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja langsung. Pendapatan tenaga kerja langsung yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram bahan baku untuk tahu Rp5 300, untuk tempe Rp , untuk tauco Rp Pangsa tenaga kerja untuk agroindustri tahu adalah 41.17%, untuk tempe 62.06%, untuk tahu 18.13%. Pangsa tenaga kerja terbesar adalah pada agroindustri tempe. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri tempe menerapkan teknologi padat karya karena proporsi bagian tenaga kerja lebih besar dibandingkan proporsi bagian keuntungan terhadap pemilik usaha. Nilai keuntungan diperoleh dari selisih nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja. Nilai keuntungan tahu sebesar Rp per kilogram, untuk tempe sebesar Rp per kilogram, untuk tauco sebesar Rp per kilogram. Tingkat keuntungan tahu adalah 37.86%, untuk tempe 9.15%, dan tauco %. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri tauco menerapkan teknologi padat

57 modal karena proporsi bagian keuntungan terhadap pemilik usaha lebih besar dibandingkan proporsi bagian tenaga kerja. Nilai marjin diperoleh dari selisih nilai output dengan harga bahan baku. Nilai marjin terdiri dari balas jasa terhadap tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan pemilik usaha. Nilai marjin tahu adalah Rp per kilogram, nilai marjin tempe Rp3 250 per kilogram, nilai marjin tauco Rp per kilogram. Balas jasa terhadap pendapatan tenaga kerja pada agroindustri tahu adalah 40.77%, untuk tempe adalah 44.87%, dan tauco 16.62%. Balas jasa terhadap sumbangan input lain adalah pada tahu sebesar 0.98%, tempe 27.69%, dan tauco 8.31%. Balas jasa terhadap keuntungan pemilik usaha adalah pada tahu sebesar 58.25%, tempe 27.43%, dan tauco 75.07%. 45 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran pemasaran kedelai polong tua adalah pedagang pengumpul dan pedagang besar. Lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran pemasaran kedelai polong muda adalah pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Saluran pemasaran kedelai polong tua terdiri dari tiga saluran yaitu saluran pemasaran I (Petani Pabrik tahu), saluran pemasaran II (Petani Pedagang pengumpul Pabrik tahu), saluran pemasaran III (Petani Pedagang besar Pabrik tahu). Saluran pemasaran kedelai polong muda terdiri dari empat saluran pemasaran yaitu saluran pemasaran I (Petani Konsumen), saluran pemasaran II (Petani Pedagang pengecer Konsumen), saluran pemasaran III (Petani Pedagang pengumpul kecamatan Pedagang besar Pedagang pengecer konsumen), saluran pemasaran IV (Petani Pedagang pengumpul desa Pedagang pengumpul kecamatan Pedagang besar Pedagang pengecer konsumen). Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul cenderung ke arah pasar oligopsoni murni. Struktur pasar yang dihadapi pedagang besar dan pedagang pengecer cenderung mengarah ke pasar oligopoli murni. Perilaku pasar di tingkat petani dilakukan dengan pembayaran tunai dan penentuan harga ditingkat lembaga pemasaran ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama antar lembaga dilakukan dengan hubungan saling percaya atau langganan. Berdasarkan analisis kuantitatif, saluran pemasaran yang relatif efisien pada pemasaran kedelai polong tua adalah saluran pemasaran III. Karena memiliki nilai farmer s share yang besar yaitu 92.86%, total marjin terkecil 7.14%, dan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar Saluran pemasaran yang relatif efisien pada saluran pemasaran kedelai polong muda adalah saluran pemasaran II. Karena memiliki nilai farmer s share sebesar 26%, total marjin terendah yaitu 74%, dan rasio keuntungan terhadap biaya sebesar Berdasarkan analisis nilai tambah

58 46 dengan metode Hayami, perolehan nilai tambah terbesar serta tingkat keuntungan terbesar diperoleh oleh produk tauco dibandingkan produk tahu dan tempe. Saran 1. Petani sebaiknya melakukan penjualan kedelai secara kolektif melalui kelompok tani agar dapat meningkatkan kekuatan tawar menawar dalam penentuan harga. 2. Petani dapat memilih tauco untuk peningkatan nilai tambah kedelai karena memiliki rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan terbesar dibandingkan tahu dan tempe tetapi harus dipertimbangkan tingkat permintaan dari konsumen. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai analisis nilai tambah olahan kedelai lainnya seperti oncom, susu kedelai, soyghurt, kembang tahu, dan nata de soya. DAFTAR PUSTAKA Alang A Analisis Sistem Tataniaga Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asmarantaka RW Pemasaran Pertanian (Agrimarketing). Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013a. Produksi Kedelai di Provinsi Indonesia. [Internet]. [diunduh 2013 Des 27]. Tersedia pada: Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013b. Produksi kedelai di Provinsi Jawa Barat tahun [Internet]. [diunduh 2013 Des 27]. Tersedia pada: Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013c. Luas Lahan, Produktivitas, Produksi, Kedelai serta Volume Impor Kedelai di Indonesia. [Internet]. [diunduh 2013 Des 23]. Tersedia pada: Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Cahyadi W Kedelai : Khasiat dan Teknologi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Dahl DC, Hammond I Market and Price Analysis The Agricultural Industries. New York (US): McGraw-Hill Company. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Cianjur Evaluasi Produksi Palawija Kabupaten Cianjur Tahun Cianjur (ID): Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Cianjur. [FAO] Food Agriculture Organization Volume Impor Kedelai Indonesia. [Internet]. [diunduh Jan]. Tersedia pada: Jakarta (ID): Food Agriculture Organization. Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor (ID): CGPRT Centre.

59 Kohls R L, Uhl J N Marketing of agricultural Products. Helba S, editor. New Jersey (UK): Prentice-Hall. Kotler P Manajemen Pemasaran, Jilid 1. Agus A, Bambang S, Yenna W, editor. Jakarta (ID): PT Prehallindo. Terjemahan dari: Marketing Management. Kotler P Dasar-Dasar Pemasaran, Jilid 2. Maulana A, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Management, Second Edition. [Kementan] Kementerian Pertanian Buletin Harga Pangan. [Internet]. [diunduh 2014 April 20]. Tersedia pada: Jakarta (ID): Badan Ketahanan Pangan. [Kemendag] Kementerian Perdagangan Tinjauan Harga Kedele Edisi : 09/KDL/TKSPP/2013. [Internet]. [diunduh 2014 April 20]. Tersedia pada: blication. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan. Meryani N Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013a. Buletin Konsumsi Pangan. Volume 4 No.3. [Internet]. [diunduh 2014 April 13]. Tersedia pada: Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013b. Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian. Volume 4 No.2. [Internet]. [diunduh 2014 Juni 20]. Tersedia pada: Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Santoso H Kecap dan Tauco Kedelai. Yogyakarta (ID): Kanisius. Schaffner, D.J; William R. Schroder and Mary D. Earle Food Marketing. An International Perspective. WCB/McGraw Hill. ISBN Sinaga MS Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing Serta Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Industri Tempe di Kabupaten Bogor ( Kasus: Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tunggadewi, AT Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Warisno, Dahana K Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta (ID): Agro Media. Zakaria A Program Pengembangan Agribisnis Kedelai dalam Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani. Jurnal Litbang Pertanian. 29(4). Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 47

60 48 LAMPIRAN Lampiran 1 Data produksi kedelai di Kabupaten Cianjur tahun 2013 No Kecamatan Produksi (Ha) 1 Sukaluyu Tanggeung Cilaku Bojong Picung Haurwangi 687 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Cianjur. Lampiran 2 Luas panen, produktivitas, produksi, dan volume impor komoditas kedelai di Indonesia tahun ab Tahun Luas panen Produktivitas Produksi Volume impor kedelai (ha) (ku/ha) (ton) a (ton) b c Sumber : BPS 2013c dan FAO 2013 ; a Bentuk kedelai berupa biji kering ; b Angka sementara ; c Periode Januari sampai Oktober Lampiran 3 Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai di rumah tangga menurut hasil Susenas, serta prediksi Konsumsi (Kg/kapita/tahun) Jumlah b Tahun Kedelai segar Tahu Tempe Tauco Oncom Kecap (kg/kap/th) Pertumbuhan (%) Ratarata a ) a ) Sumber : Pusdatin 2013a; a Hasil prediksi Pusdatin ; b Merupakan total konsumsi setara kedelai dengan angka konversi.

61 Lampiran 4 Fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran kedelai polong tua di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu 49 Saluran dan lembaga pemasaran Saluran I Fungsi-fungsi pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Pembelian Penjualan Pengumpulan Penyimpanan Pengangkutan Pengolahan Pengemasan Standarisasi Grading Keuangan Risiko Komunikasi Promosi Petani Saluran II Petani Pedagang pengumpul Saluran III Petani Pedagang besar

62 Lampiran 5 Fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran kedelai polong muda di Desa Sukasirna, Kecamatan Sukaluyu Saluran dan lembaga pemasaran Saluran I Fungsi-fungsi pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Pembelian Penjualan Pengumpulan Penyimpanan Pengangkutan Pengolahan Pengemasan Standarisasi Grading Keuangan Risiko Komunikasi Promosi Petani Saluran II Petani Pedagang pengecer Saluran III Petani Pedagang pengumpul kecamatan Pedagang besar Pedagang pengecer Saluran IV Petani Pedagang pengumpul desa Pedagang pengumpul kecamatan Pedagang besar Pedagang pengecer

63 Lampiran 6 Biaya pemasaran (Rp/kg) setiap saluran Saluran pemasaran Lembaga pemasaran Polong tua Polong muda I II III I II III IV Petani Pengangkutan Tenaga kerja Pengemasan Jumlah Pedagang pengumpul desa Pengangkutan Tenaga kerja Jumlah Pedagang pengumpul kecamatan Pengangkutan Tenaga kerja Bongkar muat 3.33 Retribusi Jumlah Pedagang besar Pengangkutan Bongkar muat Tenaga kerja Retribusi Penyusutan Jumlah Pedagang pengecer Pengangkutan Pengemasan Tenaga kerja Retribusi Jumlah

64 52 Lampiran 7 Dokumentasi penelitian a. Kedelai Polong Tua Bentuk kedelai polong tua Toko pedagang besar kedelai polong tua di Pasar Ciranjang Cianjur Gudang pedagang besar kedelai polong tua di Pasar Ciranjang Cianjur

65 53 b. Kedelai Polong Muda Bentuk kedelai polong muda Penjualan kedelai polong muda di Pasar Induk TU Kemang Bogor Proses penimbangan kedelai polong muda di Pasar Induk TU Kemang Bogor Penjualan kedelai polong muda di Pasar Induk Cibitung Bekasi Proses penimbangan kedelai polong muda di Pasar Induk Cibitung Bekasi

66 54 c. Olahan Kedelai (Tahu, Tempe, dan Tauco) Tahu Fermentasi Tempe Tauco kering Taufiq AB

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR. Oleh :

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR. Oleh : 1 SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR Oleh : Nurnidya Btari Khadijah Rita Nurmalina DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor tanaman pangan merupakan penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia salah satunya adalah komoditi kedelai.kedelai merupakan tanaman pangan yang penting

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT SISTEM Tata niaga KEDELAI DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR Aldha Hermianty Alang *)1, dan Heny Kuswanti Suwarsinah *) *) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden 27 4. METODOLOGIPENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa barat karena merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia (BPS, 2013). Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR.

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR. SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR Oleh : Febriani Rita Nurmalina DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2 81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) ANALISIS SISTEM TATANIAGA BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Eva Yolynda Aviny

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. commit to user

I. PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh 22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data sehubungan dengan tujuan penelitian. Agroindustri gula aren dan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI Joko Purwono 1), Sri Sugyaningsih 2), Adib Priambudi 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transformasi sektor pertanian ke sektor industri bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia tidaklah dapat dihindarkan. Indonesia merupakan negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii RINGKASAN... iv LEMBARAN PENGESAHAN... vii RIWAYAT HIDUP... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR FEBRIANI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen di Indonesia kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah

Lebih terperinci

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal.63-70 ISSN 2302-1713 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN Cindy Dwi Hartitianingtias, Joko Sutrisno, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komoditas kedelai merupakan jenis barang yang termasuk ke dalam kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai salah satu makanan pangan selain beras,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI POLONG TUA DAN POLONG MUDA DI KECAMATAN JATIWARAS, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI POLONG TUA DAN POLONG MUDA DI KECAMATAN JATIWARAS, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI POLONG TUA DAN POLONG MUDA DI KECAMATAN JATIWARAS, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT Oleh: 1 Fitriana Deswika, 2 Dr. Ir. Trisna Insan Noor, DEA 1 Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1 Nurul Fitry, 2 Dedi Herdiansah, 3 Tito Hardiyanto 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Yepi Fiona 1, Soetoro 2, Zulfikar Normansyah 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU Jurnal AgribiSains ISSN 2442-5982 Volume 1 Nomor 2, Desember 2015 27 ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kelompok Tani Nanggeleng Jaya Desa Songgom

Lebih terperinci