BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 m

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 m"

Transkripsi

1 18 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium kultur jaringan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian ± 32 m di atas permukaan laut, pada bulan Maret 2017 sampai Oktober Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima populasi F1 hasil persilangan beberapa tetua tanaman jagung (Zea mays L.) sebagai bahan tanaman yang akan diseleksi. Bahan-bahan lainnya ialah aquades, NaOH 1N, HCl 1N, larutan hematoxilin, styrofoam, pasir, tisu, kertas label, busa/kapas, lakban, larutan cekaman FeSO 4.7H 2 O.EDTA (50 ppm atau 1,050 gr dan 100 ppm atau 2,1 gr) masing-masing dilarutkan dalam 500 ml aquades, Komposisi larutan hara yang digunakan mengacu pada Ohki (1987) yaitu 0.24 mm NH 4 NO 3, 0.03 mm (NH 4 )2.SO 4, mm K 2 SO 4, 0.38 mm KNO 3, 1.27 mm Ca(NO 3 )2. 4 H 2 O, 0.27 mm Mg(NO 3 )2. 4 H 2 O, 0.14 mm NaCl, 6.6 μm H 3 BO 3, 5.1 μm MnSO 4.4H 2 O, 0.61 μm ZnSO 4.7H 2 O, 0.16 μm CuSO 4.5H 2 O, 0.1 μm Na 2 Mo 7.7H 2 O, 45 μm FeSO 4.7H 2 O-EDTA yang dilarutkan dalam 1 liter aquades. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seedbed ukuran 25x35cm untuk pengecambahan benih jagung, styrofoam sebagai wadah media kultur hara, magnetic stirrer, hot plate, gelas erlenmeyer, gelas ukur, timbangan analitik, ph meter portable AD-110, mikroskop, selang, aerator, gunting, kamera digital, dan alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

2 19 Rancangan Penelitian Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah populasi F1 hasil persilangan beberapa tetua tanaman jagung dengan 5 populasi yaitu : PA : NEI 9008 x CLA 46 PB : CLA 84 x NEI 9008 PC : CLA 106 x NEI 9008 PD: CLA 16 x CLA 84 PE : P 26 x 3 Faktor kedua adalah konsentrasi larutan besi (Fe), dengan tiga taraf perlakuan, yaitu: F0 F1 F2 : Kontrol (tanpa penambahan larutan Fe) : Larutan Fe 50 ppm : Larutan Fe 100 ppm Sehingga terdapat 15 kombinasi perlakuan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Setiap ulangan terdiri atas 4 tanaman sehingga terdapat 180 tanaman. PAF0 PBF0 PCF0 PDF0 PEF0 PAF1 PBF1 PCF1 PDF1 PEF1 PAF2 PBF2 PCF2 PDF2 PEF2 Jumlah ulangan : 3 Jumlah bak : 9 Jumlah tanaman/bak : 20 Jumlah sampel/bak : 20 Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 180 Jumlah tanaman seluruhnya : 180

3 20 Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Fi + Bj + (FB)ij + Rk +εijk Keterangan : Yijk = nilai pengamatan, turunan F1 ke-i, perlakuan besi (Fe) ke-j µ = rataan umum Fi = pengaruh turunan F1 ke-i Bj = perlakuan besi (Fe) ke-j (FB)ij = pengaruh interaksi turunan F1 ke-i dan perlakuan besi (Fe) ke-j Rk = pengaruh kelompok ke-k εijk = galat percobaan Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Larutan Pembuatan larutan hara dilakukan dengan menimbang bahan- bahan kimia yang sesuai dengan komposisi larutan hara Ohki (1987) (Lampiran 3). Kemudian dilarutkan dengan akuades 1 liter dan diaduk menggunakan magnetic stirrer sampai homogen (sampai bening), lalu dimasukkan ke dalam botol dan disimpan dalam lemari es (Lampiran 4). Untuk larutan cekaman yaitu dengan menimbang FeSO4.7H2O-EDTA dengan takaran 50 ppm atau 1,050 gr dan 100 ppm atau 2,1 gr kemudian masing-masing dilarutkan dengan akuades hingga volume 500 ml (Lampiran 5). Pembuatan Media Pasir Pembuatan media pasir dilakukan pada seedbag dengan ukuran 25 x 35 cm, dengan tujuan untuk mengecambahkan benih tanaman jagung

4 21 sebelum ditanam pada media kultur hara. Pasir terlebih dulu diayak sebelum diletakkan pada seedbag untuk memudahkan pertumbuhan tanaman jagung. Penanaman pada Media Pasir Benih populasi F1 hasil persilangan tetua tanaman jagung dikecambahkan pada media pasir selama 7 hari. Benih terlebih dahulu di rendam dalam air yang dilarutkan dengan dithene selama 15 menit. Selama proses pengecambahan media dijaga agar tetap dalam keadaan lembab. Persiapan Media Tumbuh Kultur Hara Media tumbuh (bak) kultur hara dibuat dari sterofom, yang dilapisi dengan plastik warna putih dengan tebal, agar tidak bocor saat pengaplikasian larutan hara. Sterofom juga digunakan sebagai bahan pengapung tanaman jagung diatas permukaan air dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu pada sterofom yang digunakan. Disiapkan aerator yang berfungsi mengatur ketersediaan oksigen dalam air. Pengisian Larutan Media Kultur Hara Larutan hara diambil dari larutan hara Ohki (1987) yang telah dibuat sebelumnya, dilakukan dengan memipet larutan hara 50 ml, lalu dimasukan ke masing-masing sterofom. Kemudian dicukupkan dengan akuades hingga mencapai 7 l/sterofom. Untuk media dengan perlakuan cekaman maka ditambahkan 167 ml/sterofom larutan cekaman besi (Fe) yang telah dibuat sebelumnya sesuai dengan konsentrasi yang ditetapkan. ph dari larutan kultur hara diukur dengan menggunakan ph meter dan diatur hingga ph 4. Apabila ph diatas 4 maka ph diturunkan dengan menggunakan HCl dan apabila ph kurang dari 4 maka dinaikkan dengan menggunakan larutan NaOH.

5 22 Pengukuran ph Larutan Media Kultur Hara Apabila ph diatas 4 maka ph diturunkan dengan menggunakan HCl dan apabila ph kurang dari 4 maka dinaikkan dengan menggunakan larutan NaOH. Air yang hilang akibat transpirasi diganti dengan menambahkan aquades agar jumlah larutan tetap dengan ph tetap dipertahankan sekitar 4.0 selama tanaman dipelihara dengan menggunakan ph meter portable AD-110. Penanaman pada Media Kultur Hara Benih jagung yang telah disemai menggunakan media pasir hingga berumur 7 hari setelah semai (HSS) kemudian dipindahkan pada media kultur dengan memilih bibit yang memiliki pertumbuhan paling bagus dan diusahakan agar kecambah yang digunakan seragam. Pindah tanam bibit jagung dilakukan dengan cara memisahkan bibit dari media tanam dan kulit benih yang masih menempel serta mencuci akar hingga bersih. Pangkal batang bibit jagung dibungkus menggunakan rookwool dan diapungkan pada media kultur yang telah diberi penyangga styrofoam. Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat bibit berumur 7 hari (pengecambahan di media pasir) dan pada 3 minggu setelah perlakuan (MSP) di media kultur hara. Tinggi tanaman diukur mulai pangkal batang sampai daun terpanjang dari tanaman jagung menggunakan penggaris.

6 23 Panjang Akar (cm) Panjang akar didapatkan setelah mengukur panjang akar terpanjang tanaman jagung sebelum dan sesudah ditanam pada media kultur hara dengan menggunakan benang dan penggaris pada. Panjang Akar Relatif (%) Panjang akar relatif dihitung setelah didapatkan nilai panjang akar. Nilai PAR (Sirait, 2016) diperoleh dengan melakukan perhitungan yang menggunakan rumus sebagai berikut. Keterangan : PAR = PAFeII PAFeI x 100 % PAFeII = panjang akar pada media dengan perlakuan besi PAFeI = panjang akar pada media dengan tanpa perlakuan besi Pertambahan Panjang Akar (cm) Pertambahan panjang akar didapatkan dengan mengukur terlebih dahulu panjang akar awal (PAA) yaitu panjang akar pada 7 HST pada penanaman di media pasir dan sesudah perlakuan pada media kultur hara pada 3 MSP dengan menggunakan benang dan penggaris. Lalu dihitung selisih antara panjang akar setelah diberi perlakuan dan sebelum diberi perlakuan. Pertambahan Panjang Akar Relatif (%) Pertambahan panjang akar relatif dihitung setelah didapatkan nilai panjang akar sebelum penanaman di media kultur hara (media pasir) dan sesudah penanaman di media kultur hara pada 3 MSP. Nilai PPAR (Sirait, 2016) didapatkan dengan perhitungan rumus sebagai berikut.

7 24 PPAR = ( PAFeII PAA ) (PAFeI PAA ) Keterangan : x 100% PAFeII = panjang akar pada media dengan perlakuan besi PAFeI = panjang akar pada media dengan tanpa perlakuan besi PAA = panjang akar sebelum ditanam pada media kultur hara Bobot Basah Akar (g) Pengamatan bobot basah akar dilakukan dengan menimbang akar menggunakan timbangan analitik. Bobot Basah Tajuk (g) Pengamatan bobot basah tajuk dilakukan dengan menimbang tajuk menggunakan timbangan analitik. Bobot Kering Akar (g) Bobot akar diamati pada 3 MSP setelah pemberian perlakuan. Akar tanaman jagung dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 0 C selama 2x24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot Kering Tajuk (g) Bobot kering tajuk diamati pada 3 MSP setelah pemberian perlakuan. Tajuk tanaman jagung dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 0 C selama 2x24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Bobot Kering Akar Relatif (%) Bobot kering akar relatif diamati setelah 3 MSP. Akar yang dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 0 C selama 2x24 jam, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus (Sirait, 2016) sebagai berikut :

8 25 BKAR = BKARFe ii x 100 % BKARFe i Keterangan : BKARFe ii = Bobot kering akar pada media dengan konsentrasi Cekaman Besi BKARFe i = Bobot kering akar pada media dengan konsentrasi tanpa cekaman Bobot Kering Tajuk Relatif (%) Bobot kering tajuk relatif dapat dihitung setelah didapatkan nilai bobot tajuk. Nilai bobot kering tajuk relatif (Sirait, 2016) diperoleh dengan rumus sebagai berikut ; BKTR = BKARFe ii x 100% BKARFe i Keterangan : BKTRFe ii = Bobot kering tajuk pada media dengan konsentrasi Cekaman Besi BKTRFe i = Bobot kering tajuk pada media dengan konsentrasi tanpa cekaman Rasio Akar Tajuk Nilai rasio akar tajuk didapatkan dengan membandingkan bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Nilai rasio akar tajuk (Sirait, 2016) dapat diperoleh dengan rumus ; Rasio Akar Tajuk = Bobot Kering Tajuk Tanaman Bobot Kering Akar Tanaman Volume Akar (ml) Volume akar didapatkan setelah 3 MSP dengan memasukkan akar masing-masing populasi ke dalam gelas ukur. Lalu dimasukkan air ke dalamnya dan dihitung selisih air setelah dimasukkan akar dan sebelum dimasukkan akar. Volume Akar = X 2 X 1 Keterangan : X 2 = Volume air setelah dimasukkan akar X 1 = Volume awal air

9 26 Diameter Sebaran Akar (cm) Diameter sebaran akar didapatkan setelah 3 MSP dengan cara mengukur akar dari sudut ujung paling kanan ke ujung akar yang paling kiri. Akar diletakkan terurai lalu diukur dengan menggunakan penggaris. Indeks Sensitivitas Cekaman (ISC) Penetapan kriteria toleran dan peka menggunakan indeks sensitivitas (S) berdasarkan peubah yang diamati. Indeks sensitivitas cekaman genangan (S) dihitung mengikuti persamaan Fischer dan Maurer (1978) yaitu : S = (1-Yp/Y)/(1-Xp/X) Dimana : S = Indeks sensitivitas cekaman genangan Yp = Rata-rata nilai suatu populasi yang mendapat cekaman Y = Rata-rata nilai suatu populasi yang tidak mendapat cekaman Xp = Rata-rata dari seluruh populasi yang mendapat cekaman X = Rata-rata dari seluruh populasi yang tidak mendapat cekaman Kriteria toleransi: toleran jika ISC < 0,5; agak toleran jika nilai 0,5 < ISC 1; rentan jika nilai ISC 1. Pewarnaan Hematoxilin Pewarnaan hematoksilin dapat digunakan sebagai indikator awal pengaruh keracunan Fe pada akar muda dalam larutan hara (Cancado dkk., 1999). Hematoksilin menjadi biru ketika membentuk komplek dengan Fe, sehingga penetrasi dan retensi ion dalam akar dapat dinilai (Polle dkk., 1978). Akar tanaman dipotong pada bagian ujung kira-kira 2-3 cm. Akar tersebut diberi perlakuan perendaman dengan aquades selam 15 menit, kemudian

10 27 direndam dengan larutan hematoxilin selama 30 menit. Setelah selesai di beri perlakuan tersebut diiris tipis secara melintang ujung akar yang telah diberi perlakuan sebelumnya, lalu diamati pada mikroskop dengan perbesaran 10 X 100 kali. Sehingga diperoleh gambar anatomi irisan tipis melintang akar. Penampang Melintang Akar Penampang melintang akar didapatkan setelah 3 MSP akar pada sampel populasi yang masih muda diberikan larutan hematoxilin. Diiris tipis akar tersebut secara melintang dan diletakkan pada preparat lalu teteskan air dan diamati pada mikroskop dengan ukuran lensa perbesaran 10 x 100. Analisa Data Masing-masing peubah dianalisis menggunakan sidik ragam (Anova) dari Rancangan Acak Kelompok (RAK).

11 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil analisis ragam gabungan (Tabel 1.), perlakuan genotipe, lingkungan dan interaksi genotipe x lingkungan berpengaruh pada variabel yang diamati. Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata pada variabel tinggi tanaman 3 MSP, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, volume akar, sebaran akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis. Tabel 1. Hasil Analisis Ragam Gabungan Variabel Pengamatan pada Beberapa Populasi F1 Jagung terhadap Cekaman Besi (Fe) di Media Kultur Hara KT KT Variabel Pengamatan KT Genotip Lingkungan Genotip*Lingkungan Tinggi Tanaman 3 MSP 170,40 ** 6,5 7,88 Bobot Basah Akar 0,06 0,02 0,02 Bobot Basah Tajuk 2,80 ** 0,07 0,06 Bobot Kering Akar 0,03 ** 2,76 8,48 Bobot Kering Tajuk 0,08 ** 0,003 0,001 Bobot Kering Akar Relatif 894,83 ** 56,03 151,37 Bobot Kering Tajuk Relatif 432,72 86,70 120,28 Sebaran Akar 2,99 ** 5,41 ** 1,71 Rasio Akar Tajuk 0,13 ** 0,08 ** 0,01 Volume Akar 0,1 ** 0,007 0,05 * Panjang Akar 3 MSP 11, ,37 ** 43,56 Pertambahan Panjang Akar 0,02 0,44 ** 0,01 Panjang Akar Relatif 3179, ,30 * 1084,72 Pertambahan Panjang Akar Rlatif 337, ,53* 99,12 Diameter Epidermis 0,09 ** 0,07 0,02 Diameter Korteks 0,02 0,13 0,02 Diameter Stele 379,72 133,89 273,47 Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada taraf 0.05; ** = Berpengaruh nyata pada taraf 0.01; KT =Kuadrat Tengah; MSP (Minggu Setelah Perlakuan) Perlakuan lingkungan dengan konsentrasi cekaman yang berbeda mempengaruhi parameter sebaran akar, rasio akar tajuk, panjang akar 3 MSP, pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar

12 29 relatif. Interaksi lingkungan x genotipe hanya berpengaruh nyata pada karakter volume akar sedangkan untuk variabel lainnya tidak berpengaruh nyata. Hasil pengamatan tinggi tanaman 3 MSP, panjang akar relatif, sebaran akar, volume akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis beserta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui variabel tersebut berpengaruh nyata pada perlakuan populasi, kecuali panjang akar relatif yang berpengaruh nyata pada perlakuan lingkungan cekaman. Tabel 2. Data Rataan Variabel Vegetatif terhadap Populasi F1 Populasi F1 Variabel Pengamatan NEI 9008 CLA 84 x CLA 106 x CLA 16 x x CLA 46 NEI 9008 NEI 9008 CLA 84 P 26 x 3 Tinggi Tanaman 3 MSP 33,15 b 30,80 b 26,30 c 38,27 a 30,93 b Panjang Akar 3 MSP 45,34 a 43,83 a 45,10 a 44,86 a 42,66 a Pertambahan Panjang Akar 1,29 a 1,31 a 1,33 a 1,34 a 1,42 a Panjang Akar Relatif 111,5 b 149,00 ab 156,33 ab 131,83 ab 171,17 a Pertmbhan Pnjang Akar Rlatif 112,67 a 125,17 a 133,33 a 124,83 a 127,00 a Sebaran Akar 6,61 a 6,49 a 5,49 b 6,07 ab 5,33 b Volume Akar 0,66 a 0,62 a 0,68 a 0,47 b 0,76 a Rasio Akar Tajuk 1,40 ab 1,28 bc 1,18 c 1,49 a 1,34 ab Diameter Epidermis 1,00 ab 1,09 a 0,87 b 0,97 ab 0,83 b Diameter Korteks 1,63 a 1,66 a 1,55 a 1,70 a 1,60 a Diameter Stele 71,67 a 73,33 a 68,89 a 85,00 a 70,00 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan tertinggi untuk variabel sebaran akar adalah populasi NEI 9008 x CLA 46 yang tidak berbeda nyata dengan populasi CLA 84 x NEI Variabel volume akar memiliki data rataan yang tidak berbeda nyata pada semua populasi kecuali pada populasi CLA 16 x CLA 48, dan populasi CLA 84 x NEI 9008 memiliki nilai paling tinggi pada variabel diameter epidermis.

13 30 Populasi CLA 16 x CLA 84 merupakan populasi yang memiliki tinggi tanaman 3 MSP terbaik yang berbeda nyata dengan populasi lain. Pada pengamatan panjang akar relatif populasi yang memiliki data paling tinggi adalah P26 x 3 yang berbeda nyata dengan populasi lainnya, sedangkan pada variabel panjang akar 3 MSP, pertambahan panjang akar, dan pertambahan panjang akar relatif mamiliki nilai yang tidak berbeda nyata diantara populasi. Hasil pengamatan bobot akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar relatif, dan bobot kering tajuk relatif beserta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar relatif berpengaruh nyata pada perlakuan populasi, dan tidak berpengaruh nyata pada bobot basah akar, dan bobot kering tajuk relatif. Tabel 3. Data Rataan Variabel Produksi terhadap Populasi F1 Populasi F1 Variabel Pengamatan NEI 9008 x CLA 46 CLA 84 x CLA 106 x CLA 16 x NEI 9008 NEI 9008 CLA 84 P 26 x 3 Bobot Basah Akar 0,60 b 0,70 ab 0,74 ab 0,62 ab 0,79 a Bobot Basah Tajuk 1,73 b 1,30 c 0,82 d 2,16 a 0,95 d Bobot Kering Akar 0,23 b 0,21 bc 0,15 d 0,29 a 0,17 cd Bobot Kering Tajuk 0,32 b 0,26 c 0,17 d 0,43 a 0,22 cd Bobot Kering Akar Relatif 97,33 bc 121,67 a 110,00 ab 99,83 bc 90,33 c Bobot Kering Tajuk Relatif 83,5 b 106,83 a 97,83 ab 97,67 ab 93,00 ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada masing - masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf Tabel 3 menunjukkan populasi CLA 16 x CLA 48 memiliki data paling tinggi pada variabel bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot, kering tajuk, dan rasio akar tajuk yang berbeda nyata dengan populasi lain. Untuk populasi P26 x 3 memiliki data yang paling tinggi pada variabel pengamatan bobot basah akar yang berbeda nyata dengan populasi lainnya.

14 31 Gambar 1. Perbedaan Panjang Akar pada Populasi F1 terhadap Konsentrasi Cekaman Fe di Media Kultru Hara (a) (b) (c) (d) Keterangan : a : Akar Populasi NEI 9008 x CLA 46 b : Akar Populasi CLA 84 x NEI 9008 c : Akar Populasi CLA 106 xnei 9008 d : Akar Populasi CLA 16 x CLA 84 e : Akar Populasi P26 x 3 (e) Secara visual (Gambar 1.), pengamatan terhadap akar populasi F1 tanaman jagung sampai umur 3 MSP di media kultur hara menunjukkan perbedaan morfologi baik pada media kontrol maupun media cekaman Fe. Pertumbuhan akar pada cekaman lebih baik dibandingkan pada kontrol.

15 32 Hasil pengamatan sebaran akar, rasio akar tajuk, panjang akar 3 MSP, pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar relatif beserta sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 10-38, variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap perlakuan lingkungan cekaman yang berbeda. Berdasarkan data rataan variabel vegetatif terhadap pemberian cekaman Fe di media kultur hara (Tabel 4.), perlakuan cekaman dengan konsentrasi 100 ppm memiliki data paling tinggi pada variabel panjang akar 3 MSP, pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar relatif yang berbeda nyata dengan konsentrasi cekaman lainnya Tabel 4. Data Rataan Variabel Vegetatif Pengamatan Populasi F1 Jagung terhadap Pemberian Cekaman Besi (Fe) di Media Kultur Hara Konsentrasi Besi (Fe) Variabel Pengamatan 0 ppm 50 ppm 100 ppm Tinggi Tanaman 3 MSP 31,99 a 32,49 a 31,19 a Panjang Akar 3 MSP 36,50 b 42,76 b 53,82 a Pertambahan Panjang Akar 1,16 c 1,35 b 1,51 a Panjang Akar Relatif 128,87 b 159,07 a Pertambahan Panjang Akar Relatif 117,47 b 131,73 a Sebaran Akar 6,69 a 5,64 b 5,66 b Volume Akar 0,62 a 0,64 a 0,66 a Rasio Akar Tajuk 1,42 a 1,33 ab 1,27 b Diameter Epidermis 1,02 a 0,95 ab 0,88 b Diameter Korteks 1,17 a 1,53 b 1,64 ab Diameter Stele 75,33 a 75,67 a 70,33 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf Konsentrasi 0 ppm pada variabel vegetatif (Tabel 4.), memiliki data paling tinggi pada variabel pengamatan rasio akar tajuk, diameter epidermis, sebaran akar, dan diameter korteks yang berbeda nyata dengan konsentrasi cekaman lainnya.

16 33 Gambar 2. Irisan Melintang Akar Populasi F1 terhadap Cekaman Fe di Media Kultur Hara Populasi A Populasi B Populasi C Populasi D Populasi E 0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm E 50 ppm S 50 ppm 50 ppm 50 ppm K E 50 ppm 100 ppm 100 ppm 100 ppm 100 ppm 100ppm Keterangan : Anatomi akar populasi A ( NEI 9008 x CLA 46); populasi B (CLA 84 x NEI 9008); populasi C (CLA 106 x NEI 9008); populasi D (CLA 16 x CLA 84); dan populasi E (P26 x 3); E : Epidermis; K : Korteks; S : Stele Dengan menggunakan pewarnaan hematoxilin (Gambar 2.) pada seluruh akar, perlakuan kontrol menunjukkan warna lebih terang dibandingkan dengan perlakuan cekaman Fe. Pada perlakuan cekaman (50 ppm dan 100 ppm) secara keseluruhan formasi Fe pada irisan melintang akar populasi F1 sudah terdeteksi dalam jaringan tanaman. Hal ini ditujukan dengan adanya komplikasi antara larutan Hematoxilin dan besi yang membentuk warna biru (keungu-unguan).

17 34 Hasil pengamatan bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar relatif, dan bobot kering tajuk relatif pada variabel produksi beserta sidik ragamnya (Lampiran 14-37). Tabel 5. Data Rataan Variabel Produksi Pengamatan Populasi F1 Jagung terhadap Pemberian Cekaman Besi (Fe) di Media Kultur Hara Konsentrasi Besi (Fe) Variabel Pengamatan 0 ppm 50 ppm 100 ppm Bobot Basah Akar 0,73 a 0,66 a 0,68 a Bobot Basah Tajuk 1,45 a 1,40 a 1,32 a Bobot Kering Akar 0,21 a 0,21 a 0,21 a Bobot Kering Tajuk 0,30 a 0,28 a 0,27 a Bobot Kering Akar Relatif 105,2 a 102,47 a Bobot Kering Tajuk Relatif 97,47 a 94,07 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf Berdasarkan data rataan variabel produksi terhadap pemberian cekaman besi di media kultur hara (Tabel 5.), setiap variabel pengamatan tidak memiliki perbedaan yang nyata pada setiap konsentrasi cekaman yang berbeda. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi genotipe x lingkungan pada karakter volume akar populasi F1 di media kultur hara terhadap cekaman Fe. Tabel 6. Interaksi antara Populasi dan Cekaman pada Variabel Volume Akar (ml) Populasi Konsentrasi Fe 0 ppm 50 ppm 100 ppm NEI 9008 x CLA 46 0,36 bc 0,36 bc 0,45 abc CLA 84 x NEI ,34 bc 0,38 abc 0,31 bc CLA 84 x NEI ,45 abc 0,24 c 0,54 ab CLA 16 x CLA 84 0,26 c 0,23 c 0,22 c P 26 x 3 0,33 bc 0,66 a 0,45 abc Rataan 1,74 1,87 1,97 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada masing masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 0.05.

18 35 Tabel 6 menunjukkan interaksi populasi F1 dengan cekaman besi pada kultur hara populasi CLA 16 x CLA 84 merupakan populasi yang memiliki volume akar paling rendah pada semua taraf konsentrasi cekaman. Indeks sensitivitas digunakan untuk mengukur tingkat toleransi suatu populasi F1 tanaman jagung yang diujikan terhadap cekaman besi. Indeks sensitivitas diukur terhadap bobot basah akar dan bobot asah tajuk dengan mengikuti persamaan Fischer dan Maurer (1978). Nilai indeks sensitivitas cekaman besi (Tabel 7.) yang dihitung berdasarkan bobot basah akar menunjukkan populasi A (NEI 9008 x CLA 46), populasi C (CLA 106 x NEI 9008) dan populasi E (P26 x 3) merupakan populasi toleran dan populasi B (CLA 84 x NEI 9008) serta populasi D (CLA 16 x CLA 84) termasuk populasi rentan. Tabel 7. Pemilihan Populasi F1 Toleran dan Peka Berdasarkan Nilai Indeks Sensitivitas Cekaman pada Variabel Bobot Basah Akar dan Bobot Kering Akar Bobot Basah Akar Bobot Kering Akar Populasi F1 ISC Kontrol ppm Selisih Ket ISC Kontrol ppm Selisih Ket A -3,59 0,52 0,65 0,12 Toleran 1,34 0,23 0,24 0,01 Rentan B 4,32 0,81 0,58-0,23 Rentan 7,54 0,18 0,22 0,04 Rentan C -0,70 0,80 0,83 0,04 Toleran 2,91 0,14 0,16 0,01 Rentan D 2,72 0,71 0,58-0,13 Rentan -3,06 0,31 0,28-0,03 Toleran E 0,81 0,81 0,77-0,04 Toleran -0,58 0,18 0,18 0,00 Toleran Keterangan : Populasi A ( NEI 9008 x CLA 46), Populasi B (CLA 84 x NEI 9008), Populasi C (CLA 106 x NEI 9008), Populasi D (CLA 16 x CLA 84), dan Populasi E (P26 x 3); Kriteria toleransi: toleran jika ISC < 0,5; agak toleran jika nilai 0,5 < ISC 1; Rentan jika nilai ISC 1. Pada bobot kering akar populasi yang termasuk kriteria toleran adalah populasi D (CLA 16 x CLA 84) dan Populasi E (P26 x 3), sedangkan populasi A (NEI 9008 x CLA 46), populasi B (CLA 84 x NEI 9008) dan populasi C (CLA 106 x NEI 9008) merupakan populasi rentan.

19 36 Pembahasan Penampilan Vegetatif dan Produksi Populasi F1 Jagung (Zea mays L.) di Media Kultur Hara Penelitian dilakukan pada media kultur hara untuk mengetahui respon pertumbuhan populasi F1 tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap cekaman besi (Fe). Kultur hara merupakan salah satu metode untuk mempercepat dan mempermudah pengujian ketenggangan tanaman terhadap cekamanan Fe pada media air yang mengandung larutan hara, sehingga dapat mempercepat kegiatan seleksi tanaman. Tanaman yang akan ditanam pada media kultur hara terlebih dahulu dilakukan pengukuran tinggi tanaman dan panjang akar. Tinggi tanaman setiap perlakuan diusahakan untuk sama rata, untuk memudahkan pengamatan selanjutnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan secara statistik, diperoleh data bahwa perlakuan populasi F1 berpengaruh sangat nyata pada variabel tinggi tanaman, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, volume akar, sebaran akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis. Hal ini menunjukkan variabel tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Interaksi genotipe x lingkungan (Tabel 1.) berpengaruh nyata pada pengamatan volume akar. Interaksi disebabkan oleh perubahan respon setiap populasi yang diuji pada setiap lingkungan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa populasi F1 yang diuji pada penelitian ini, memberikan respon yang tidak sama pada setiap lingkungan seleksi yang digunakan. Perlakuan populasi F1 jagung hasil persilangan CLA 16 x CLA 84 pada cekaman besi di media kultur hara menunjukkan penampilan vegetatif yang terbaik pada tinggi tanaman 3 MSP, rasio akar tajuk, dan penampilan produksi

20 37 bobot basah tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk (Tabel 2 dan 3.). Hal ini diduga hasil persilangan (F1) CLA 16 x CLA 84 memiliki karakter tahan pada lingkungan masam dengan kandungan Fe yang tinggi. Hal lain yang mungkin menyebabkan populasi F1 memiliki pertumbuhan terbaik adalah kemampuan adaptasi populasi tersebut terhadap masing-masing konsentrasi Fe pada media kultur hara sebagai lingkungan seleksi. Hal ini sesuai dengan literatur Sutoro (2007), yang menyatakan bahwa lingkungan seleksi menentukan keberhasilan pemuliaan tanaman dalam mendapatkan varietas yang cocok dengan lingkungan target. Populasi F1 CLA 106 x NEI 9008 (Tabel 2 dan 3.) memiliki penampilan vegetatif dan produksi yang kurang baik dibandingkan dengan populasi lainnya pada perlakuan konsentrasi cekaman besi di media kultur hara. Pertumbuhan tinggi tanaman yang rendah berpengaruh terhadap tajuk yang kurang baik sehingga menyebabkan rasio akar tajuk dan bobot kering akar - tajuk yang lebih kecil. Respon pertumbuhan populasi F1 terhadap konsentrasi cekaman besi di media kultur hara berbeda-beda, sehingga untuk mendapatkan genotipe/populasi yang unggul perlu dilakukan penyeleksian tanaman baik di media kultur hara sebagai seleksi awal maupun dengan metode seleksi lainnya. Hal ini sesuai dengan literatur Amnal (2009) yang menyatakan bahwa varietas yang mengalami gangguan pertumbuhan secara fisiologi maupun morfologi pada percobaan kultur hara juga mengalami penghambatan yang sama terhadap percobaan dengan menggunakan media tanah. Hal ini merupakan salah satu manfaat dari penggunaan kultur hara dalam penetapan awal untuk penyeleksian tanaman toleran, yang akan dibudidayakan.

21 38 Berdasarkan interaksi antara populasi F1 dan konsentrasi cekaman (Tabel 6.) yang berbeda pada variabel volume akar (ml), populasi P26 x 3 merupakan populasi F1 yang memiliki volume akar terbaik dibandingkan pada populasi lainnya. Hal ini menunjukkan volume akar dipengaruhi oleh genetik pada setiap populasi F1 terhadap pemberian konsentrasi cekaman besi yang berbeda di media kultur hara. Hal ini sesuai dengan literatur Hayati dkk., (2008) yang menyatakan bahwa genotipe jagung mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap kondisi defisien hara (cekaman lingkungan) berdasarkan sistem perakaran dan pertumbuhan tajuk. Pengamatan anatomi akar dilakukan untuk mendukung data pada variabel pertumbuhan. Berdasarkan anatomi akar yakni diameter epidermis, korteks, dan stele tidak terlalu dipengaruhi secara signifikan oleh meningkatnya konsentrasi Fe pada media kultur hara terhadap pertumbuhan populasi F1. Diameter epidermis (Tabel 2.) berpengaruh nyata pada perlakuan genotipe populasi F1 tanaman jagung. Populasi CLA 84 x NEI 9008 memiliki diameter epidermis tertinggi yaitu 1,09 pada uji DMRT yang tidak berbeda nyata dengan populasi lainnya. Diameter epidermis yang besar akan mempengaruhi masuknya cekaman Fe kedalam jaringan tanaman yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan literatur McMahon (2008) yang menyatakan bahwa epidermis merupakan bagian luar akar tanaman yang berperan sebagai pelindung dan berfungsi untuk menyerap unsur hara dan air di dalam media tumbuh. Sel-sel epidermis akan mengalami modifikasi membentuk rambut akar untuk memudahkan dalam penyerapan, sekresi maupun proteksi.

22 39 Pertumbuhan Akar terhadap Pemberian Cekaman Besi (Fe) di Media Kultur Hara Toksisitas Fe dengan konsentrasi 50 ppm sudah menunjukkan hambatan pertumbuhan populasi F1 Jagung yang signifikan terhadap kontrol, yaitu pada sebaran akar dan diameter korteks (Tabel 4.). Beberapa variabel pertumbuhan juga mengalami hambatan pada konsentrasi Fe 100 ppm pada rasio akar tajuk dan diameter epidermis. Perbedaan perlakuan konsentrasi cekaman Fe mempengaruhi penampilan vegetatif dan produksi populasi F1 di media kultur hara. Hasil-hasil penelitian menunjukkan kadar Fe dalam larutan menyebabkan keracunan Fe pada tanaman sangat beragam. Hal ini sesuai dengan literatur Sahrawatet et al., (1996: dalam Noor dan Khairuddin, 2013) yang menyatakan bahwa batas kritis konsentrasi Fe dalam larutan tanah yang menyebabkan keracunan besi adalah sekitar 100 ppm pada ph 3.7 dan 300 ppm atau lebih tinggi pada ph 5.0. Menurut Ash et al. (2005: dalam Noor dan Khairuddin, 2013), kadar Fe dalam larutan yang menyebabkan keracunan bervariasi sangat luas berkisar antara ppm Fe. Toleransi tanaman terhadap lingkungan yang memiliki kelarutan Fe tinggi berbeda pada setiap genotipe tanaman. Perlakuan konsentrasi cekaman besi di media kultur hara pada populasi F1 jagung berpengaruh nyata pada penampilan vegetatif panjang akar 3 MSP, sebaran akar, rasio akar tajuk, pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar relatif, sedangkan pada produksi tidak ada variabel yang berpengaruh nyata terhadap perlakuan tersebut. Hal ini menunjukkan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif populasi F1. Pertumbuhan populasi F1 jagung pada kultur hara dengan pemberian cekaman besi menunjukkan semakin meningkatnya konsentrasi cekaman akan

23 40 menyebabkan pertumbuhan panjang akar 3 MSP, pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar relatif yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi cekaman rendah maupun pada kontrol. Meningkatnya pertumbuhan panjang akar diduga merupakan salah satu adaptasi pertahanan populasi F1 jagung dalam kondisi lingkungan yang tercekam. Hal ini sesuai dengan literatur Made dkk., (2007), yang menyatakan bahwa sumber daya genetik (plasma nutfah) yang digunakan untuk merakit suatu varietas akan menentukan tingkat adaptabilitasnya. Varietas/genotipe yang efisien hara memiliki kemampuan untuk berproduksi lebih tinggi pada kondisi lingkungan dengan kandungan hara terbatas dibandingkan dengan genotipe responsif pemupukan (lingkungan optimal) (Presterl dkk., 2003). Akar merupakan organ yang paling responsif dengan media tempat tumbuhnya. Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 1.) panjang akar, pertambahan panjang akar, panjang akar relatif, dan pertambahan panjang akar relatif berpengaruh nyata pada perlakuan lingkungan cekaman yang berbeda. Pada konsentrasi cekaman besi tertinggi (100 ppm) pertumbuhan akar lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi rendah maupun pada kontrol (Gambar 1.). Pertumbuhan akar yang lebih panjang pada cekaman masam akan mempengaruhi bidang jelajah per satuan volume akar yang lebih besar dibanding akar yang pendek. Sehingga kemampuan pengambilan unsur hara dan air juga lebih besar (Bakhtiar et al., 2007). Keragaan sebaran akar dan rasio akar tajuk berbeda pada perlakuan cekaman dan kontrol. Tanaman populasi F1 pada kondisi kontrol cenderung memiliki sebaran akar yang lebih baik dan rasio akar tajuk yang lebih tinggi

24 41 dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada media cekaman Fe. Perbedaan pertumbuhan dan produktivitas ini terjadi karena pada media cekaman, akar tanaman tidak dapat menyerap hara secara maksimal karena kurangnya ketersediaan hara. Hal ini sesuai dengan Hairiah et al (2004) yang menyatakan bahwa terjadinya hambatan media pertumbuhan tanaman akan diikuti oleh penurunan nisbah tajuk dan akar. Terbatasnya penyebaran akar menyebabkan jumlah unsur hara dan air yang dapat dijangkau oleh akar semakin sedikit. Penampilan irisan melintang akar populasi F1 (Gambar 2.) setelah 3 MSP dalam larutan hara yang diberi cekaman Fe 100 ppm, 50 ppm, dan kontrol memperlihatkan perbedaan warna akar yang dibentuk larutan hematoxilin dengan Fe. Pewarnaan hematoksilin dapat digunakan untuk mendeteksi besi dalam jaringan tanaman. Jaringan tanaman yang mengandung Fe akan muncul formasi warna biru (keungu-unguan) ketika bereaksi dengan larutan Hematoxilin. Pengamatan anatomi akar dilakukan untuk mendukung data variabel pertumbuhan. Irisan melintang akar pada populasi F1 menunukkan adanya formasi warna biru pada jaringan epidermis, korteks, dan stele pada konsentrasi 50 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi Fe rendah (50 ppm) besi sudah terdeteksi pada jaringan akar. Seleksi Menggunakan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Besi (Fe) terhadap Populasi F1 melalui Media Kultur Hara Pada penelitian ini, penentuan tingkat toleransi populasi F1 berdasarkan nilai indeks sensitivitas terhadap cekaman menggunakan karakter pengamatan bobot basah akar dan bobot kering akar (Tabel 7.). Kriteria toleransi populasi F1 dilihat dari nilai indeks sensitivitasnya, kategori toleran jika ISC < 0,5; agak toleran jika nilai 0,5 < ISC 1; dan rentan jika nilai ISC 1.

25 42 Nilai indeks sensitivitas populasi F1 dengan kategori toleran pada bobot basah akar adalah populasi A (NEI 9008 x CLA 46) -3,59, populasi C (CLA 106 x NEI 9008) -0,70 dan populasi E (P26 x 3) 0,81. Sedangkan populasi D (CLA 16 x CLA 84) dan populasi B (CLA 84 x NEI 9008) termasuk kategori populasi rentan pada pemberian cekaman besi di media kultur hara. Pada bobot kering akar populasi yang termasuk kategori toleran adalah populasi D (CLA 16 x CLA 84) dengan ISC -3,06 dan Populasi E (P26 x 3) 0,58. Sedangkan populasi kategori rentan adalah populasi A ( NEI 9008 x CLA 46), populasi B (CLA 84 x NEI 9008) dan populasi C (CLA 106 x NEI 9008). Populasi E (P26 x 3) merupakan populasi yang memiliki nilai indeks sensitivitas kecil dan selisih produktivitas lebih kecil, sehingga dikategorikan sebagai populasi toleran pada bobot basah akar dan bobot kering akar. Hal ini menunjukkan populasi E memiliki kestabilan produksi dan pertumbuhan terhadap lingkungan berbeda pada pemberian cekaman Fe di kultur hara. Literatur Lubis (2014) menyatakan bahwa indeks sensitivitas digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas populasi terhadap cekaman Fe pada karakter produksi. Semakin tinggi nilai indeks sensitivitas berarti semakin besar penurunan penampilan fenotipe pada lingkungan bercekaman, dan sebaliknya.

26 43 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perlakuan populasi F1 jagung sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman baik dari segi tinggi tanaman, bobot akar-tajuk, volume akar, sebaran akar, rasio akar tajuk, dan diameter epidermis. 2. Populasi CLA 16 X CLA 84 pada cekaman besi di media kultur hara menunjukkan penampilan vegetatif yang terbaik pada tinggi tanaman 3 MSP, rasio akar tajuk, dan penampilan produksi bobot akar-tajuk. 3. Pertumbuhan akar populasi F1 yang terbaik adalah pada konsentrasi cekaman besi tertinggi yaitu 100 ppm di media kultur hara. 4. Populasi P26 x 3 merupakan populasi toleran yang memiliki nilai indeks sensitivitas kecil dan selisih produktivitas lebih kecil pada bobot basah akar dan bobot kering akar Saran Disarankan untuk menguji kembali kelima populasi F1 jagung tersebut pada cekaman Besi (Fe) yang berbeda dengan konsentrasi lebih tinggi di Rumah Kaca yang lebih baik.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium 2. Terdapat genotipe-genotipe padi yang toleran terhadap salinitas melalui pengujian metode yang terpilih. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker ANALISIS ROOT REGROWTH AKAR SORGUM [Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DI LARUTAN HARA Abstrak Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan University Farm IPB, Cikabayan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di 15 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan 13 I. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Univeristas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962 Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/l) Makro Nutrien NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2. H 2 O 440,000 MgSO 4. 7H 2 O 370,000

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

III. BAHAN DAN METODE. Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian, Unila dari Bulan Desember 2014 sampai Maret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet Kampung Muteran, Pudak Payung, Banyumanik, Semarang dan Laboratorium Fisiologi

Lebih terperinci

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67% III. Metode Penelitian A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2013 bertempat di Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor perlakuan, yaitu penambahan sukrosa dalam media

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Oktober 2015 sampai dengan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. aquades, larutan hara hidroponik standart AB Mix (KNO 3, Ca(NO 3 ) 2,K 2 SO 4,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. aquades, larutan hara hidroponik standart AB Mix (KNO 3, Ca(NO 3 ) 2,K 2 SO 4, BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kompleks Citra Arkadia Jl. Bunga Wijaya Padang Bulan, Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH , PEMBAHASAN UMUM Di Indonesia, kondisi lahan untuk pengembangan tanaman sebagian besar merupakan lahan marjinal yang kering dan bersifat masam. Kendala utama pengembangan tanaman pada tanah masam adalah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balit Palma) Manado, pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran A. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962 Bahan Kimia Konsentrasi Dalam Media (mg/l) Makro Nutrien NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2. H 2 O 440,000 MgSO 4. 7H 2 O 370,000

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian UMY, pada bulan Desember 2015 Maret 2016. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi fosfor dalam media kultur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan di Desa Dukuwaluh, Kecamatan Kembaran pada ketinggian tempat

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboraturium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan (RSDAL)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (Allium cepa L.) terhadap viabilitas benih kakao (Theobrema cacao L.) ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. (Allium cepa L.) terhadap viabilitas benih kakao (Theobrema cacao L.) ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak bawang merah (Allium cepa L.) terhadap viabilitas benih kakao (Theobrema cacao L.) ini bersifat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan tanah untuk penelitian berupa tanah podsolik yang diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan bahan tanah podsolik dilakukan pada minggu ke-3 bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Peneletian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Peneletian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Peneletian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, yang terdiri dari dua faktor: Faktor I: Umur panen jagung (Zea mays

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca Deparment

III. METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca Deparment III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca Deparment Research and Development PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah sejak bulan September

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Surakarta dan UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS. B. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Surakarta dan UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS. B. Alat dan Bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu bulan September sampai November 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

Kontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B

Kontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B 40 Lampiran A. Data Pengamatan MINGGU KE-1 Kontaminasi 1 B0 0 0 0 0 0 0 0 2 B1 0 0 0 0 0 0 0 3 B2 0 0 1 1 1 0 3 4 B3 0 0 1 1 0 0 2 5 B4 1 0 0 0 1 1 3 Panjang akar 1 B0 0 0.9 0 0.2 0 0 1.1 2 B1 0.1 0.2

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Febuari 2016 di Screen house Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarata.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

Tata Cara penelitian

Tata Cara penelitian III. Tata Cara penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan, Labaratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Waktu penelitian selama 2 bulan, yang dimulai Februari sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga bulan Maret 2016. Pengambilan sampel tanah untuk budidaya dilaksanakan di Desa Kemuning RT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di Green House Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Teknik Sumber Daya Air

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya.

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. - Kemudian diambil sampel tanah secara komposit (BTKU) sebanyak 10 g. - Cawan berisi tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di Soreang, Kabupaten Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman BDI. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV P0V1 P0V1 P0V1 P0V1 P1V1 P1V1 P1V1 P1V1 P2V1 P2V1 P2V1 P2V1 P3V1 P3V1 P3V1 P3V1 P4V1 P4V1 P4V1 P4V1 P0V2 P0V2 P0V2 P0V2 P1V2 P1V2

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian tahun pertama. Penanaman tahun pertama dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci