DINAMIKA PERUBAHAN MORFOFUNGSI GONAD DAN KELENJAR MANDIBULARIS WALET LINCHI (Collocalia linchi) SELAMA MASA BERSARANG DAN BERBIAK SAVITRI NOVELINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA PERUBAHAN MORFOFUNGSI GONAD DAN KELENJAR MANDIBULARIS WALET LINCHI (Collocalia linchi) SELAMA MASA BERSARANG DAN BERBIAK SAVITRI NOVELINA"

Transkripsi

1 DINAMIKA PERUBAHAN MORFOFUNGSI GONAD DAN KELENJAR MANDIBULARIS WALET LINCHI (Collocalia linchi) SELAMA MASA BERSARANG DAN BERBIAK SAVITRI NOVELINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Dinamika Morfofungsi Perubahan Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) selama Masa Bersarang dan Berbiak adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, 27 Desember 2009 Savitri Novelina NIM B

3 ABSTRACT SAVITRI NOVELINA. Morphofunction Changes of Gonadal and Mandibular Glands of the Cave Swiflets (Collocalia linchi) during Nesting and Reproductive Period. KOESWINARNING SIGIT, HERU SETIJANTO, SRIHADI AGUNGPRIYONO and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS. The present study aimed to study the morphological and histochemical changes and possible correlation between the gonads and mandibular glands of the cave swiflets (Collocalia linchi) during reproductive and nesting period. A total of seventy two adult birds were used in this study. The birds, three males and three females, were collected each month during a period of one year. After being sacrificed, samples of gonads and mandibular salivary glands were taken out and processed routinely for light microscopy. The present result showed that the gonads were active during the period of February - June. In the testis, the size of the testicle were similar throughout the year, but the testis had different color according to month. The testis in June - January were black in color, and were white and black in February, March, May and were all white in April. The size and structure of the ovaries were also increase towards February - May. Therefore the period of February - June was regarded as reproductive period of the cave swiftlet. The size and structure of mandibular glands were also clearly increased and the glands were more active during the nesting and reproductive period. Histochemically, the bindings of some lectins in the gonad and mandibular glands were also increase in the number of reactive cells and in the intensities of the positive reactions during the nesting and reproductive period, suggested that certain carbohydrates were involved and may play important roles in the reproductive function of the cave swiftlet. The present result showed that there were clear signs on the functional and structural changes of the gonads and mandibular glands of the cave swiftlets during the active nesting and reproductive period, suggested a possible regulatory mechanism of the mandibular gland through gonadal hormones pathway. Key words : testis, ovary, saliva, carbohydrates, lectin

4 RINGKASAN SAVITRI NOVELINA. Dinamika Morfofungsi Perubahan Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) selama Masa Bersarang dan Berbiak. KOESWINARNING SIGIT, HERU SETIJANTO, SRIHADI AGUNGPRIYONO dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan siklus reproduksi dan menganalisa hubungan perubahan morfofungsi gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi selama masa bersarang dan berbiak. Penelitian ini dilakukan selama satu tahun. Pengamatan morfologi gonad dan kelenjar mandibularis meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi pengamatan terhadap bentuk dan ukuran organ. Sedangkan pengamatan mikroskopis menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), alcian blueperiodic acid Schiff (AB-PAS) dan histokimia lektin. Pengamatan terhadap konsentrasi hormon gonad dilakukan dengan metode radio immunoassay (RIA). Ukuran gonad walet linchi selama pengamatan mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Testis terdapat sepasang dengan ukuran testis sebelah kiri lebih besar dibanding kanan, terletak di dalam ruang perut. Ukuran testis relatif sama selama pengamatan. Terdapat perbedaan warna testis, pada bulan Februari, Maret dan Mei ditemukan testis berwarna hitam dan putih, pada bulan April kedua testis berwarna putih. Sedangkan pada bulan selain keempat bulan tersebut kedua testis berwarna hitam. Pada testis yang berwarna hitam terdapat sel pigmen melanosit yang berperan dalam proses fagositosis. Demikian juga dengan ovarium, ukuran dan bentuknya mengalami perubahan selama pengamatan. Ovarium terletak di rongga perut, pada unggas ovarium yang berkembang adalah ovarium kiri. Pada bulan Juli September ovarium berukuran kecil berbentuk oval, berwarna putih. Pada bulan Oktober Januari ovarium mulai membesar dan pada bulan Februari Mei ovarium berukuran paling besar dan terdapat folikel yang besar. Secara histologis, ovarium pada bulan Juli September didominasi oleh folikel primordial. Pada bulan Oktober Januari ovarium didominasi oleh folikel-folikel yang mulai berkembang sedangkan pada bulan Februari Juni terlihat adanya folikel-folikel yang berukuran maksimum, mempunyai oosit yang dikelilingi oleh lapisan teka eksterna, teka interna, membran granulosa dan membran perivitelin. Dengan perubahan bentuk dan ukuran gonad, diduga pada bulan Februari Juli merupakan periode reproduksi dan bulan September Januari merupakan periode non reproduksi. Pada pewarnaan gonad dengan histokimialektin, distribusi dan konsentrasi glikokonjugat mengalami perubahan seiring musim berbiak dan bersarang. Konsentrasi hormon gonad mengalami fluktuasi selama pengamatan. Hormon testosteron terlihat meningkat pada bulan Januari dan Februari, dan terlihat konstan pada bulan Februari sampai Juli, sedangkan pada bulan Agustus konsentrasi hormon mulai menurun sampai bulan Desember. Demikian pula dengan hormon estrogen, pada bulan Januari sampai April terlihat peningkatan konsentrasi hormon, kemudian pada bulan April sampai Juli konsentrasi cenderung konstan dan pada bulan Agustus sampai Desember terlihat penurunan konsentrasi. Fluktuasi konsentrasi hormon berkorelasi dengan perubahan bentuk dan ukuran gonad. Pada bulan Februari Mei, ditemukan testis berwarna putih dan konsentrasi hormon testosteron cenderung tinggi, sedangkan pada bulan Juli Januari testis berwarna hitam, konsentrasi hormon menurun. Pada ovarium, bulan Februari Juni terdapat folikel berukuran besar dan konsentrasi hormon estrogen pada bulan tersebut cenderung tinggi. Kemudian konsentrasi menurun pada bulan Juli sampai Oktober dan naik kembali pada bulan November. Dari perubahan tersebut, dapat disimpulkan periode berbiak walet linchi adalah pada bulan Februari sampai Juli, sedangkan periode bersarang adalah bulan Agustus sampai Januari. Ukuran kelenjar mandibularis walet linchi mengalami perubahan. Pada bulan Januari ukuran relatif kecil dan pada bulan April - Desember ukuran kelenjar semakin besar. Kelenjar walet linchi jantan berukuran lebih besar dibanding betina, tetapi pada keduanya ukuran mengalami pola pembesaran yang sama. Kelenjar mandibularis bertipe tubuloasinar, dengan

5 tipe sel asinar berbentuk mukus. Sel-sel ini berbentuk kuboid pada sampel bulan Januari - Juni, sedangkan pada bulan Juli - Desember berbentuk silindris. Pada sampel bulan Januari - Juni, lobulus kelenjar relatif kecil dengan lumen kelenjar sempit. Sedangkan pada bulan Juli - Desember lobulus membesar dan lumen kelenjar meluas. Pada pewarnaan alcian blue kelenjar mandibularis bereaksi negatif pada semua daerah, sedangkan dengan pewarnaan periodic acid Schiff bereaksi positif pada sitoplasma dan sekreta sel-sel sinar serta lumen kelenjar. Peningkatan ukuran dan aktivitas kelenjar mandibularis yang seiring dengan keaktifan musim berbiak dan bersarang mengindikasikan adanya keterkaitan dan keterlibatan kelenjar mandibularis dalam aktivitas berbiak dan bersarang walet linchi Kata kunci : testis, ovarium, kelenjar mandibularis, saliva, karbohidrat, lektin

6 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 DINAMIKA PERUBAHAN MORFOFUNGSI GONAD DAN KELENJAR MANDIBULARIS WALET LINCHI (Collocalia linchi) SELAMA MASA BERSARANG DAN BERBIAK SAVITRI NOVELINA Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Sains Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Drh. Chairun Nisa, M.Si 2. Dr. Drh. Hera Maheshwari, M.Sc Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Siti Nuramaliati Prijono 2. Dr. Drh. M Agus Setiadi Judul Disertasi : Dinamika Perubahan Morfofungsi Gonad dan Kelenjar

9 Nama NIM Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) selama Masa Bersarang dan Berbiak : Savitri Novelina : B Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit, MS Ketua Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVET(K) Anggota Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono,PAVET(K) Anggota Dr.Drh.Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc, AIFH Anggota Diketahui Ketua Program Studi Sains Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Drh. Bambang P. Priyosoeryanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 31 Maret 2010 Tanggal Lulus : 26 April 2010

10 PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dalam rangka memperoleh gelar Doktor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Drh. Heru Setijanto, Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono dan Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, nasehat dan koreksi yang telah diberikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang sama disampaikan kepada penguji luar komisi ujian tertutup yaitu Dr. Drh. Chairun Nisa, MS dan Dr. Drh. Hera Maheshwari, M.Sc serta penguji luar komisi ujian terbuka yaitu Dr. Ir. Lili Nuramaliati Prijono (Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI) dan Dr. Drh. Muhammad Agus Setiadi atas kritik dan saran yang berguna bagi penyelesaian akhir disertasi ini. Kepada rekanrekan di Bagian Anatomi dan Laboratorium Anatomi, terima kasih atas dorongan moril dan bantuannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan S3. Kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ucapan terima kasih penulis sampaikan atas pemberian beasiswa dan dana untuk pelaksanaan penelitian selama mengikuti pendidikan. Terakhir ucapan terima kasih disampaikan kepada suami dan anak-anak tercinta, serta orang tua terkasih atas doa dan dukungan yang diberikan selama penulis menempuh studi pasca sarjana sampai akhirnya menyelesaikan disertasi ini. Hanya Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan tersebut. Amin. Bogor, 31 Maret 2010 Savitri Novelina

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 November 1970 sebagai anak ketiga dari pasangan Sawarno dan Sri Widadi. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1994 dan meraih gelar dokter hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, tahun Pada tahun 2003 penulis menamatkan S2 di Program Studi Biologi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan ke program doktor pada Program Sains Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS. Penulis sejak tahun 1995 bekerja sebagai dosen di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan. Minat penulis adalah meneliti tentang satwa liar. Penulis menjadi anggota Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI) dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI). Selama mengikuti program doktor, penulis telah menyajikan karya tulis pada seminar nasional maupun internasional, yaitu pada Seminar AZWMC pada bulan Agustus 2008 di Bogor, Seminar Nasional Ahli Anatomi Indonesia pada bulan Juli 2008 di Jakarta, dan The International Symposium Animal Science Meeting for Graduate Students di Utsunomiya Japan pada bulan Januari Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA UMUM Klasifikasi... 7 Distribusi... 7 Gambaran Umum... 8 Habitat... 8 Perilaku Makan... 9 Perilaku Bersarang Sarang Walet Linchi Kelenjar Saliva Organ Reproduksi Unggas Hormon Reproduksi Lektin DINAMIKA MORFOLOGI GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan... 51

13 6. MORFOLOGI DAN KARAKTER HISTOKIMIA KELENJAR MANDIBULARIS WALET LINCHI SELAMA MUSIM BERSARANG DAN BERBIAK Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... Prosedur Pewarnaan 79

14 DAFTAR TABEL Tabel 1 Analisis kimia sarang walet 11 Tabel 2 Ukuran testis walet linchi selama bulan Tabel 3 Ukuran ovarium dan jumlah folikel 26 ovarium walet linchi selama 12 bulan Tabel 4 Jenis lektin yang digunakan dalam penelitian beserta ikatan gula spesifik 34 Tabel 5 Pola distribusi ikatan lektin pada sel 36 Sertoli walet linchi Tabel 6 Pola distribusi ikatan lektin pada sel 36 spermatogonium walet linchi Tabel 7 Pola distribusi ikatan lektin pada sel 37 spermatosit walet linchi Tabel 8 Pola distribusi ikatan lektin pada sel 38 spermatid testis walet linchi Tabel 9 Pola distribusi ikatan lektin pada oosit walet linchi 40 Tabel 10 Pola distribusi ikatan lektin pada sel 41 granulosa ovarium walet linchi Tabel 11 Pola distribusi ikatan lektin pada 42 membran perivitelin walet linchi Tabel 12 Ukuran kelenjar mandibula walet linchi selama 12 bulan 55 Tabel 13 Distribusi reaksi positif PAS pada 57 kelenjar mandibularis walet linchi Tabel 14 Pola distribusi ikatan lektin pada 60 sitoplasma kelenjar mandibularis walet linchi Tabel 15 Pola distribusi ikatan lektin pada sekreta 61 sel kelenjar mandibularis walet linchi Tabel 16 Pola distribusi ikatan lektin pada lumen kelenjar mandibularis walet linchi 62

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar walet linchi tampak ventral 2 Gambar 2 Sarang walet linchi 2 Gambar 3 Ruang lingkup penelitian 6 Gambar 4 Peta distribusi walet linchi di Indonesia 7 Gambar 5 Skema alat kelamin jantan dan betina 15 pada unggas Gambar 6 Gambaran perubahan ukuran dan warna 23 testis walet linchi in situ di ruang perut. Gambar 7 Gambaran struktur histologi umum testis 24 walet linchi pada bulan April. Gambar 8 Gambaran struktur histologi testis walet 25 linchi. Gambar 9 Gambaran ovarium walet linchi in situ di 27 ruang perut Gambar 10 Struktur struktur histologi ovarium walet linchi 28 Gambar 11 Gambaran struktur histologi folikel 29 ovarium walet linchi Gambar 12 Pola distribusi ikatan lektin WGA, PNA, 39 SBA dan UEA pada sampel testis walet linchi bulan Januari, Juni dan Desember Gambar 13 Pola distribusi ikatan lektin Con A, 43 WGA, SBA dan RCA pada folikel ovarium walet linchi bulan Juli, Oktober dan Februari Gambar 14 Konsentrasi hormon testosteron walet 49 linchi selama 12 bulan Gambar 15 Konsentrasi hormon estrogen walet linchi 49 selama 12 bulan Gambar 16 Sepasang kelenjar mandibularis in situ di 58 ventral mandibularis. Gambar 17 Struktur histologis kelenjar mandibularis walet linchi 59 Gambar 18 Sebaran reaksi positif PAS yang 59 melambangkan kandungan karbohidrat netral pada kelenjar mandibularis walet linchi pada sampel bulan April dan November Gambar 19 Pola distribusi ikatan lektin RCA, Con A, 63 PNA dan UEA pada sampel kelenjar mandibularis walet linchi bulan Januari, Juli dan Desember Gambar 20 Pola distribusi ikatan lektin DBA pada sampel kelenjar mandibularis walet linchi bulan Januari, Juli dan Desember 64

16 Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan Gambar 22 Ukuran ovarium walet linchi selama 12 bulan Gambar 23 Konsentrasi hormon testosteron dan estrogen walet linchi selama 12 bulan Gambar 24 Pola aktivitas gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi

17 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Burung walet linchi (Collocalia linchi), biasa dikenal sebagai burung sriti, merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang selama ini banyak dimanfaatkan sebagai pemancing dan induk angkat bagi anakan burung walet putih (Collocalia fuciphaga). Akhir-akhir ini burung walet linchi mulai dikenal karena sarangnya juga dapat dikonsumsi dan mempunyai nilai ekonomi. Burung walet linchi termasuk Ordo Apodiformes, Famili Apodidae, Genus Collocalia. Genus Collocalia mempunyai lebih dari 20 spesies, semuanya dapat ditemukan di daerah Asia Tenggara dan Kepulauan Samudra Pasifik (Whitfield 1984). Spesies burung walet umumnya dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, warna bulu dan bahan yang dipakai dan ditambahkan dalam pembuatan sarang (Chantler and Driessens 1995). Ada tiga spesies walet yang sarangnya dapat dikonsumsi, yaitu walet putih (C. fuciphaga), walet hitam (C. maxima) dan walet linchi (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Walet putih menghasilkan sarang yang seluruhnya terbuat dari saliva. Walet hitam membuat sarang di gua-gua kapur di pantai, sarang walet hitam terbuat dari saliva bercampur dengan bulu-bulunya yang berwarna hitam. Karena jumlah bulu lebih banyak dibandingkan saliva maka sarangnya menjadi berwarna hitam. Sedangkan walet linchi menghasilkan sarang yang merupakan campuran saliva dengan bahan lain seperti daun pinus, ranting atau ijuk sehingga dinamakan sarang tipe rumput. Sarang walet dikonsumsi masyarakat karena dipercaya berkhasiat bagi kesehatan, antara lain sebagai obat sakit pernafasan, obat awet muda, meningkatkan vitalitas dan kecantikan serta menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Widyawati 1998). Dibandingkan dengan sarang walet putih, sarang walet linchi memang lebih murah harganya, terutama karena sarang walet linchi berupa campuran antara saliva dengan bahan lain. Mahalnya harga sarang walet putih membuat masyarakat mencari alternatif lain dengan mengkonsumsi sarang walet linchi. Harga sarang walet linchi beserta material penyusunnya berkisar antara 1-3 juta rupiah per kilogram (Budiman 2002) sementara itu harga sarang burung walet putih mencapai 13 juta per kilogram. Burung walet linchi dan sarang walet linchi dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

18 2 Gambar 1 Gambar walet linchi tampak ventral. Terlihat adanya warna putih di daerah dada yang menjadi pembeda antara walet linchi dengan spesies walet lainnya. Bar : 1 cm Gambar 2 Sarang walet linchi. Bar : 2 cm Saliva disekresikan oleh beberapa kelenjar saliva yang terdapat di sekitar ruang mulut. Fungsi saliva adalah untuk membasahi, melunakkan, melicinkan dan mencerna makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan (Ross et al. 1995), sedangkan pada beberapa spesies burung walet, saliva merupakan komponen yang sangat penting dalam pembuatan sarang (King and McLelland 1984). Pada burung walet, sarang berfungsi sebagai tempat bergantung dan

19 3 beristirahat, dan pada musim berbiak sarang juga berfungsi sebagai tempat bertelur dan mengeram. Aktivitas pada musim berbiak walet meliputi pembuatan sarang, bertelur, mengerami serta merawat anak sampai anak dapat terbang dan meninggalkan sarang (Mardiastuti et al. 1998). Walet linchi jantan maupun betina berperan dalam aktivitas membuat dan menjaga sarang. Kelenjar saliva burung walet linchi berkembang dengan baik pada burung dewasa, terutama pada saat musim berbiak. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya keterkaitan dalam perkembangan dan fungsi antara kelenjar saliva dengan organ reproduksi pada walet linchi. Mengingat bahwa sarang walet linchi relatif lebih mudah diperoleh dibanding sarang walet putih dan dengan semakin meningkatnya permintaan sarang walet linchi, maka perlu diperhatikan agar kegiatan pengambilan sarang walet linchi tidak mengganggu ekosistem dan menyebabkan penurunan populasi burung walet linchi. Dengan demikian, berbagai upaya perlu dilakukan, meliputi kegiatan budidaya burung walet linchi dan penyusunan manajemen serta tata cara pengambilan sarang yang tepat dan sesuai. Untuk itu diperlukan berbagai data biologis burung walet linchi, terutama pada aspek yang berkaitan dengan siklus reproduksi dan bersarang. Dengan mengetahui siklus reproduksi walet linchi diharapkan dapat diketahui periode membuat sarang dan periode berkembang biak sehingga dengan demikian waktu pengambilan atau panen sarang walet tidak mengganggu perkembangan anak walet dan kualitas sarang yang dipanen optimal. Hingga saat ini, penelitian pada walet linchi masih belum banyak dilaporkan. Beberapa penelitian lebih menitikberatkan pada aspek budidaya dan pengolahan sarang burung walet linchi (Budiman 2002; Mulyadi 1997). Penelitian yang telah pernah dilakukan baru berupa diskripsi struktur kelenjar saliva (Novelina et al. 2007). Penelitian mengenai keterkaitan antara dinamika perkembangan pada struktur dan fungsi kelenjar saliva dengan perkembangan pada struktur dan fungsi organ reproduksi burung walet linchi belum pernah dilaporkan.

20 4 Tujuan Penelitian 1. Menentukan siklus reproduksi walet linchi. 2. Menganalisa hubungan dinamika perubahan morfofungsi gonad dan kelenjar mandibularis dan walet linchi selama masa bersarang dan berbiak. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah yang lebih jelas mengenai aktivitas reproduksi walet linchi. 2. Dapat digunakan sebagai rekomendasi pada manajemen budidaya maupun pada tatacara dan waktu terbaik pengambilan sarang walet. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 1 tahun (12 bulan) meliputi pengamatan terhadap perkembangan gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi serta terhadap dinamika hormon-hormon testosteron dan estrogen. Sesuai dengan siklus musim di Indonesia yang kemungkinan mempengaruhi siklus reproduksi hewan, maka diperlukan waktu penelitian selama 1 tahun (12 bulan). Pengambilan sampel burung walet sebanyak 3 ekor betina dan 3 ekor jantan dilakukan setiap bulan, agar dapat diamati perkembangannya selama waktu penelitian. Untuk dapat memperoleh data yang cukup, maka pengambilan sampel walet linchi dilakukan secara konsisten setiap bulan selama 1 tahun (12 bulan), yaitu sampel diambil setiap hari Selasa minggu pertama tiap bulan sebanyak 3 ekor betina dan 3 ekor jantan, dipilih hewan yang sudah dewasa yang mempunyai berat badan minimal 6 gram. Pengambilan sampel dilakukan di daerah Ciomas Bogor. Untuk tujuan penelitian, pengamatan yang dilakukan adalah dinamika perubahan gonad, profil hormon gonad dan kelenjar mandibularis. Pengamatan terhadap gonad dan kelenjar mandibularis meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pada tingkat mikroskopis, untuk menganalisa struktur dan proses perkembangan yang terjadi pada organ-organ tersebut diatas digunakan metode pewarnaan hematoksilin-eosin. Pewarnaan khusus histokimia lektin digunakan untuk menganalisa jenis karbohidrat pada jaringan karena mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan residu gula spesifik dari kompleks

21 5 karbohidrat pada permukaan sel, matriks ekstraseluler dan karbohidrat yang terikat dengan molekul lainnya seperti glikokonjugat (Kiernan 1990). Pengamatan terhadap perkembangan gonad jantan dan betina dapat dilihat dari perubahan morfologi baik makroskopis maupun mikroskopis yang meliputi bentuk dan ukuran. Selain perubahan morfologi, gonad juga akan diamati distribusi dan konsentrasi glikokonjugat selama 12 bulan pengamatan. Adanya variasi distribusi pada glikokonjugat diharapkan juga berkaitan dengan aktivitas gonad, sehingga dapat dideteksi jenis glikokonjugat yang terkait dan berperan dalam proses spermatogenesis dan folikulogenesis. Perubahan morfologi dan distribusi glikokonjugat selama 12 bulan pengamatan akan dikaitkan dengan aktivitas gonad yang dipengaruhi oleh hormon testosteron yang diproduksi oleh testis dan hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Untuk mengetahui siklus reproduksi dilakukan pengamatan terhadap morfologi gonad walet pada musim bersarang dan berbiak kemudian disesuaikan dengan gambaran profil hormon testosteron dan estrogen darah yang dianalisa dengan metode Radio Immuno Assay (RIA). Fluktuasi konsentrasi hormon testosteron dan estrogen dapat diketahui dengan melakukan pengambilan serum darah selama 12 bulan pengamatan. Perubahan morfologi gonad dan fluktuasi hormon gonadal dapat digunakan untuk mengetahui dan menentukan siklus reproduksi, periode bersarang dan berbiak walet linchi. Perilaku membuat sarang pada musim berbiak diduga mempunyai keterkaitan dalam perkembangan dan fungsi antara kelenjar saliva dengan organ reproduksi pada walet linchi. Untuk itu dilakukan pengamatan morfologi yang meliputi pengamatan bentuk dan ukuran kelenjar mandibularis yang dilakukan selama 12 bulan. Perubahan morfologi kelenjar mandibularis berhubungan erat dengan aktivitas kelenjar. Dengan mengamati perubahan morfologi gonad dan fluktuasi hormon gonad selama satu tahun dapat dilihat aktivitas kelenjar mandibularis walet linchi seiring siklus reproduksi, periode bersarang dan berbiak. Adanya distribusi dan konsentrasi glikokonjugat pada kelenjar mandibularis selama 12 bulan dapat memprediksi waktu pengambilan sarang walet yang optimal. Ruang lingkup dan alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

22 6 Walet linchi Pengamatan makroskopis Pengamatan mikroskopis Analisa hormonal Testis, ovarium dan kelenjar mandibularis Testis, ovarium dan kelenjar mandibularis Hormon testosteron dan estrogen Perubahan morfologi makroskopis selama 12 bulan pengamatan Perubahan morfologi mikroskopis selama 12 bulan pengamatan Distribusi dan konsentrasi glikokonjugat selama 12 bulan pengamatan Profil hormon dalam serum darah selama 12 bulan pengamatan - Penentuan siklus reproduksi walet linchi. - Analisa hubungan perubahan morfofungsi gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi selama masa bersarang dan berbiak. Gambar 3 Ruang lingkup penelitian Januari SBA Mei SBA Desember SBA

23 2. TINJAUAN PUSTAKA UMUM Klasifikasi Menurut Chantler dan Driessens (1995), taksonomi burung walet linchi adalah sebagai berikut : Class : Aves Subclass : Neornithes Superorder : Apodimorphae Order : Apodiformes Family : Apodidae Subfamily : Apodinae Tribes : Collocaliini Genus : Collocalia Species : Collocalia linchi (Horsfield and Moore, 1854) Distribusi Burung walet linchi dapat ditemukan di seluruh Pulau Jawa, Madura, Bawean, Kangean, Nusa Penida, Bali dan Lombok, Sumatra Utara, Lampung. Sementara di Sumatra Barat dan semenanjung Malaysia belum diperoleh data mengenai keberadaan walet linchi (Chantler and Driessens 1995). Gambar 4 Peta distribusi walet linchi di Indonesia (Google Map 2008).

24 8 Gambaran Umum Burung walet linchi mudah dibedakan dari spesies walet lainnya karena ukurannya yang kecil dengan panjang tubuh 10 cm, bulu beraspek mengkilat dan secara khusus terdapat warna putih di daerah abdomen yang kontras dengan tubuh bagian atas yang berwarna hitam kecoklatan (Chantler and Driesens 1995). Burung walet linchi jantan dan betina tidak dapat dibedakan dari penampilan luar. Burung walet linchi memiliki iris mata berwarna coklat gelap, dan paruh serta kaki berwarna hitam. Suaranya melengking tinggi, yang biasa terdengar di daerah dekat tempat berkembang biak. Burung ini memiliki kaki pendek dan lemah dengan kuku-kuku yang runcing tajam (Mackinnon 1990). Paruh berbentuk segitiga dengan bagian ujung membentuk lengkungan ke bawah, bentuk paruh seperti ini sangat sesuai untuk menangkap serangga yang sedang terbang (BPRSB 1979). Secara umum, burung walet mempunyai sayap berbentuk bulan sabit, memanjang dan runcing serta ekornya pendek persegi atau panjang meruncing. Di areal yang luas burung ini mampu terbang lincah dan cepat dengan kecepatan dapat mencapai 160 km/jam. Sebagian besar waktunya digunakan untuk terbang, baik itu untuk mencari makan sampai kepada aktivitas kawin. Ketika memangsa, burung ini mengandalkan penglihatannya yang sangat tajam untuk memburu dan menangkap mangsa. Mereka jarang bertengger di pohon tetapi biasanya beristirahat dengan cara bergantung pada batu-batu karang dengan menggunakan cakarnya yang tajam. Burung walet dapat hidup sampai umur 14 tahun (rata-rata umur sriti tahun) (Mardiastuti et al. 1998). Habitat Habitat adalah tempat-tempat yang dapat digunakan untuk mencari makan, minum dan berkembang biak yang dapat membentuk suatu kesatuan. Berdasarkan fungsi, habitat terbagi menjadi habitat untuk mencari makan (feeding habitat), habitat untuk istirahat (roosting habitat) dan habitat untuk berbiak (nesting habitat) (Marzuki et al. 2000). Habitat mencari makan walet merupakan perpaduan 50% sawah/padang rumput, 20% lahan basah dan 30% daerah berhutan. Jika sawah dan lahan basah

25 9 dikategorikan bersama sebagai lahan basah, maka komposisi menjadi 70% lahan basah dan 30% wilayah berhutan. Habitat untuk istirahat dan berbiak adalah di gua (Marzuki et al. 2000). Menurut Sumiati (1998), habitat walet linchi terbagi atas habitat makro dan mikro. Habitat makro adalah kawasan mencari makan, yaitu padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan dan perairan yang terdapat serangga terbang dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Habitat mikro adalah kawasan bermukim, yaitu rumah, kolong jembatan dan gua alam. Kondisi yang disukai walet linchi adalah suhu udara C dan cahaya tidak terlalu terang. Perilaku Makan Walet adalah aerial insectivora, yaitu jenis burung yang menangkap pakan serangga pada saat terbang. Tubuhnya didesain sebagai penerbang yang sangat efisien dan mampu terbang secara terus menerus pada saat mereka berada di luar gua atau rumah walet. Makanannya berupa serangga-serangga kecil yang ditemui pada saat terbang. Walet mempunyai kemampuan manuver rendah, sehingga tidak dapat terbang pada tempat-tempat yang sempit atau di bawah kanopi hutan. Oleh karena itu tempat-tempat yang digunakan untuk mencari makan adalah daerah terbuka dengan ketinggian dimana serangga masih dapat ditemukan. Walet mencari makan sepanjang pagi sampai sore hari. Setelah seharian mencari makan, walet akan beristirahat di sarang atau membuat sarang pada musim berbiak (Chantler and Driesens 1995). Sarang dibuat setiap tahun menjelang akan bertelur pada musim berbiak, dan digunakan untuk mengerami telur dan memelihara anaknya sampai dapat terbang. Setelah itu sarang tetap digunakan sebagai tempat istirahat. Apabila sarang rusak atau diambil, maka pasangan sriti akan membuat sarang baru di tempat yang sama. Makanan utama walet linchi adalah serangga dari Ordo Hymenoptera (73%) dan beberapa jenis Coleoptera (12.06%), Diptera (9.4%), Homoptera (3.7%) dan Hemiptera (0.4%) (Adriana 1997). Diantara jenis serangga tersebut, yang terbanyak dikonsumsi oleh walet adalah golongan ordo Hymenoptera (semut terbang), yaitu mencapai hampir 90% dari total pakan walet (Mardiastuti et al. 1998).

26 10 Perilaku Bersarang Walet merupakan burung monogami, walet berpasangan secara tetap setiap selama beberapa musim biak dan kembali pada tempat bersarang yang sama pada musim berbiak (Chantler and Driesens 1995). Burung jantan dan betina bersama-sama membuat sarang dengan menggunakan saliva sebagai bahan perekat. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan sarang adalah hari tergantung musim kemarau atau penghujan (Sumiati 1998). Jumlah telur dalam setiap sarang 2 butir dan dierami selama hari. Burung jantan dan betina bersama-sama menjaga sarang. Anakan burung diberi makan serangga dari mulut induknya. Setelah berusia 7-8 minggu anak burung sudah dapat terbang dan akan pergi meninggalkan sarangnya. Musim berbiak walet adalah mulai dari burung membuat sarang, bertelur, mengerami serta merawat sampai anak burung dapat terbang dan meninggalkan sarang. Musim berbiak walet adalah pada musim hujan pada saat ketersediaan bahan makanan banyak (Mardiastuti et al. 1998). Pada burung, hormon yang mempengaruhi perilaku bersarang dan mengerami telur adalah hormon prolaktin. Hormon prolaktin diproduksi oleh sel laktotrop yang bersifat asidofilik pada adenohipofise. Secara umum, prolaktin berperan penting dalam proses sintesis air susu dari kelenjar mamae pada mammalia, dan mempunyai banyak fungsi yang berhubungan dengan pertumbuhan, osmoregulasi, metabolisme lemak dan protein, reproduksi dan parental behavior (Brown 1994). Sarang Walet Linchi Sarang yang dihasilkan oleh walet linchi merupakan sarang tipe rumput, karena terbuat dari material tumbuhan yang direkatkan oleh saliva. Berbagai tumbuhan yang dapat dijadikan bahan sarang antara lain rumput, daun-daunan dan tulang daun dari pohon flamboyan Delonix regia, serta daun pohon cemara laut Casuarina equisetifolia (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Contoh sarang yang diperoleh dari Jawa Barat komposisinya adalah saliva (59.6%), daun pinus (36.1%), ijuk (3.0%) dan sedikit bulu (Mulyadi 1997). Pada saat ini, telah ditemukan teknologi untuk memisahkan saliva dengan bahan sarang lainnya.

27 11 Berdasarkan analisis yang dilakukan Mulyadi (1997) sarang walet linchi memiliki kandungan: nitrogen (8.25%), fosfor (0.032%), kalium (0.383%), kalsium (1.028%), ferrum (360.0 ppm), natrium (0.476%), karbohidrat (17.43%), lemak (0.066%), berat kasar (0.232%), protein (51.680%), abu (12.193%), kadar air (18.652%), vitamin C (2.015 mg/g), vitamin A ( IU/g). Hasil analisis ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Kang et al. (1991) dalam Mardiastuti et al. (1998), yang menyatakan sarang burung walet mengandung 50-60% protein, 20% karbohidrat, 10% air dan mineral termasuk kalsium, fosfor, potasium dan sulfur. Analisis kimia sarang walet dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Analisis kimia sarang walet Unsur C. linchi C. fuciphaga (Mulyadi 1997) (Mardiastuti et al. 1998) Protein % 50.8 % Air % 19.9 % Karbohidrat % 18.3 % Nitrogen 8.25 % 8.1 % Kalium 0.38 % 1.7 % Kalsium 1.1 % 1.6 % Fosfor 0.03 % 0.02 % Ferrum 360 ppm 138 ppm Natrium 0.47 % 0.03 % Vitamin A IU/g 9.1 IU/g Vitamin C 2.015IU/g 2.3 IU/g Sarang burung walet banyak diminati masyarakat karena khasiatnya yang dipercaya dapat menjaga kesegaran tubuh, mengatasi penyakit pernafasan, meningkatkan vitalitas dan awet muda serta memelihara kecantikan. Selain itu juga dapat mempercepat laju metabolisme, memperbaiki sistem pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan (Kang et al. 1991).

28 12 Kelenjar Saliva Kelenjar saliva merupakan salah satu kelenjar asesori dalam sistem pencernaan. Kelenjar ini berfungsi utama menghasilkan saliva. Saliva merupakan campuran sekreta kelenjar saliva utama (kelenjar saliva mayor), yaitu kelenjar mandibularis dan kelenjar angularis oris dan sedikit sekreta dari kelenjar yang terdapat pada rongga mulut (kelenjar saliva minor), yaitu kelenjar lingualis, kelenjar sublingualis, kelenjar palatina, kelenjar cricoarytenoideus dan kelenjar sphenopterygoideus (Farner 1972). Saliva sebagian besar tersusun dari air (99,4%) dan sisanya (0.6%) terdiri dari elektrolit (Na +, Cl -, HCO - 3 ), buffer, glukosa dan glikoprotein (karbohidrat kompleks seperti enzim dan antibodi) (Ross et al. 1995). Glikoprotein merupakan mucin yang berfungsi sebagai pelumas. Buffer pada saliva berupa ikatan bikarbonat yang berfungsi untuk menjaga agar ph mulut selalu mendekati 7 (kondisi netral) dan mencegah pertumbuhan bakteri yang bersifat asam. Saliva mengandung antibodi (IgA) dan enzim antibakteri lisozim (Martini 2006). Burung sriti tidak mempunyai tembolok sehingga proses pencernaan makanan hanya tergantung pada saliva dan kelenjar lambung (Novelina et al. 2009). Saliva pada unggas berfungsi terutama untuk membantu membasahi dan melunakkan makanan yang kering dan sebagai media untuk memecah dan mengencerkan bahan makanan. Pada burung pemakan biji-bijian dan pemakan serangga, kelenjar saliva berkembang lebih baik dibandingkan burung pemakan daging (Proctor and Lynch 1993). Fungsi lain kelenjar saliva adalah sebagai bahan perekat material untuk pembuatan sarang burung pada burung walet (King and McLelland 1984). Struktur kelenjar saliva pada umumnya terdiri dari ujung-ujung kelenjar yang tersusun dari sel-sel asinar dan alat penyalur (duktus). Jumlah sel asinar pada kelenjar saliva sekitar 91% dari jumlah total sedangkan 9% terdiri atas duktus, pembuluh darah, syaraf dan jaringan ikat (Dellmann 1993; Ross et al. 1995). Kelenjar saliva mempunyai dua tipe sel sekretoris, yaitu sel mukus dan sel sereus. Sel-sel mukus mempunyai inti berbentuk pipih dan terletak pada sel basal. Sel sekretori tersusun dalam bentuk asinar. Sel sereus berbentuk piramidal, dengan inti bulat dan terletak di tengah. Juncquiera dan Carneiro (1980)

29 13 menyatakan bahwa selain sel mukus dan sereus terdapat sel-sel seromukus yang memiliki inti bulat dan sitoplasma bersifat basofilik. Kelenjar saliva dilapisi oleh kapsula jaringan ikat, yang membentuk lobulus. Sekresi kelenjar saliva disalurkan ke rongga mulut melalui duktus. Lapisan epitelium dari duktus berfungsi mereabsorbsi elektrolit terutama sodium dan klorida, sehingga produk akhir saliva bersifat hipotonik dengan konsentrasi mukus berbeda pada berbagai kelenjar saliva. Kelenjar saliva unggas lebih banyak mengandung mukus untuk membantu melumasi makanan pada saat proses menelan. Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh sistem syaraf otonom, masingmasing kelenjar saliva diinervasi oleh syaraf parasimpatis (N. facialis dan N. glossopharyngealis) dengan stimulasi sel melalui jalur reseptor kolinergik (Cunningham 1997) dan syaraf simpatis melalui jalur reseptor adrenergik (Martini 2006; Brown 1994). Organ Reproduksi Unggas a. Organ Kelamin Jantan Testis unggas secara umum berbentuk oval terletak di ruang perut. Testis terletak di cranioventral ginjal dan bagian caudal berbatasan dengan vena iliaca. Testis digantung oleh mesenterium yang terbentang dari dasar ruang perut antara ginjal dan aorta. Mesenterium ini menempel pada permukaan testis dan bagian ventral epididimis. Testis berada di dalam kantong udara abdominal. Testis mendapat suplai darah dari cabang arteri renalis (King 1975 dalam Getty). Testis diselaputi oleh tunika albugenia. Septum testis tidak terlihat jelas. Tubulus seminiferus unggas menyerupai mamalia yaitu terdiri dari sel-sel Sertoli, spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa. Tidak seperti mamalia, jaringan ikat antar tubuli seminiferi sangat tipis dan sel sel intersisial (Sel Leydig) sedikit jumlahnya. Sel-sel interstisial membentuk kelompok kecil, berbentuk polihedral dengan inti bulat dan sitoplama bergranul (King and McLelland 1975). Epididimis terdiri atas duktus eferens, duktus konektikus dan duktus epididimis. Duktus eferens disusun oleh epitel kubus bersilia yang membentuk lipatan-lipatan, duktus konektikus dan duktus epididimis disusun oleh epitel kubus

30 14 tak bersilia. Seluruh tubulus dibungkus oleh jaringan ikat. Di bagian akhir epididimis, duktus epididimis berhubungan dengan vas deferens (alat penyalur sperma) dan organ kopulasi serta bermuara pada kloaka (King and McLelland 1975; Bacha and Bacha 2000). b. Organ Kelamin Betina Pada unggas, ovarium dan oviduk kanan mengalami degenerasi sehingga pada unggas dewasa hanya ada ovarium dan oviduk kiri. Ovarium terdiri atas korteks dan medulla. Mencapai masa pubertas, batas antara korteks dan medulla hilang. Korteks menjadi zona parenkimatosa yang banyak mengandung folikelfolikel, sedangkan medulla menjadi zona vaskulosa yang mengandung pembuluh darah, syaraf dan otot polos. Folikel perkembangan di zona parenkimatosa menghasilkan hormon estrogen yang berperan dalam proses pertumbuhan dan aktivitas oviduk serta merangsang sifat-sifat karakteristik kelamin. Hormonhormon lain yang disekresikan oleh ovarium adalah hormon androgen yang dihasilkan oleh sel-sel intertsisial ovarium dan progesteron yang dihasilkan dari folikel pasca ovulasi (King and McLelland 1975) Seperti pada mamalia, pembelahan pertama (pembentukan oosit sekunder dan badan kutub pertama) terjadi dengan lengkap ketika oosit primer tetap berada di dalam folikel (sekitar 2 jam sebelum ovulasi). Luteinizing hormone (LH) menginduksi kontraksi otot polos folikel mengakibatkan robeknya stigma dan terjadi ovulasi. Pembelahan kedua (pembentukan ovum dan badan kutub kedua) terjadi pada saat oosit berada di oviduk. Penetrasi spermatozoa biasanya terjadi 15 menit setelah kopulasi dan diikuti proses fertilisasi (King and McLelland 1975). Oviduk unggas terdiri atas infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina. Dinding oviduk tersusun atas serosa, muskularis mukosa, lamina propria dan epitel. Lamina propria mengandung sel-sel kelenjar. Infundibulum berbentuk menyerupai corong. Magnum merupakan bagian oviduk terpanjang, mengandung sel-sel kelenjar yang memproduksi albumin. Lipatan mukosa lebih banyak dan lebih panjang dibandingkan infundibulum. Lipatan mukosa tersusun atas sel epitel kubus banyak lapis bersilia dan sel goblet. Isthmus merupakan bagian yang

31 15 pendek dengan diameter yang lebih sempit dibanding magnum. Isthmus tersusun atas sel epitel kubus banyak lapis bersilia dan sel goblet. Pada bagian isthmus telur mendapat membran dalam dan membran luar. Dinding uterus tidak terlalu tebal dibandingkan oviduk, disusun oleh sel epitel kubus banyak lapis bersilia dan sel goblet. Pada uterus terjadi penambahan kulit telur yang keras. (Swenson 1980; Bacha and Bacha 2000). Gambar 5 Skema alat kelamin jantan dan betina pada unggas (Modifikasi dari Walker 1987). Hormon Reproduksi Gonad (testis dan ovarium) mensekresikan tiga hormon steroid yaitu androgen, estrogen dan progesteron. Aktivitas gonad diatur oleh hormon-hormon gonadotropin, yaitu follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang diproduksi oleh kelenjar hipofise. Produksi hormon gonadotropin distimulasi oleh gonadotropin-releasing hormon (GnRH) dari hipothalamus. FSH pada betina berperan dalam pembentukan folikel di ovarium dan menstimulasi sekresi estrogen. Pada jantan, FSH menstimulir sel sustentakular (sel Sertoli), sel khusus yang terdapat dalam tubuli seminiferi testis. Sel ini berperan dalam proses diferensiasi dan pematangan sperma. Produksi FSH dihambat oleh hormon inhibin yaitu hormon peptida yang dilepaskan oleh testis dan ovarium. LH

32 16 menginduksi proses ovulasi. Pada jantan LH disebut juga sebagai interstitial cellstimulating hormon (ICSH), karena sel ini menstimulir produksi hormon kelamin (androgen/testosteron) dari sel interstisial testis (Martini 2006). Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak). Di dalam darah hormon ini berikatan dengan protein spesifik dalam plasma darah, sehingga hormon steroid akan lebih lama berada dalam sirkulasi darah (Martini 2006; Brown 1994). Hormon steroid berperan dalam pengaturan fungsi seksual. Testis merupakan gonad jantan yang memproduksi androgen dari sel Leydig. Hormon androgen utama adalah testosteron. Sel Sertoli testis berfungsi dalam proses diferensiasi dan pematangan sperma. Di bawah stimulasi FSH, selsel ini mensekresikan hormon inhibin yang menghambat sekresi FSH dari lobus anterior hipofise dan menekan pelepasan GnRH dari hipothalamus. Ovarium memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium, sedangkan progesteron diproduksi oleh membran perivitelin. Estrogen dan progesteron bekerja secara sinergis (Brown 1994). Hormon androgen disekresikan oleh korteks adrenal sedang testosteron disekresikan oleh sel-sel Leydig testis. Sementara itu hormon estrogen dan progesteron diproduksi oleh ovarium di samping juga oleh sel-sel Leydig testis. Keseimbangan hormon-hormon reproduksi merupakan faktor penting dalam mengontrol diferensiasi seksual. Androgen berperan dalam sintesa protein dan pertumbuhan pada kedua jenis kelamin. Kadar androgen yang tinggi diperlukan untuk pematangan gonad jantan dan organ-organ asesoris. Estrogen berfungsi untuk pematangan gonad betina dan membangun karakter sekunder seksual (Walker 1987). Musim kawin dan siklus reproduksi dikontrol dan diintegrasi oleh hipothalamus melalui sistem vena porta hipofise dan menstimulasi sekresi hormon gonadotropin (FSH dan LH) dari lobus hipofise anterior. a. Hormon Reproduksi Jantan FSH dan LH disekresikan oleh lobus hipofise anterior. Pada hewan jantan FSH berperan dalam perkembangan sel-sel tubuli seminiferi dan pematangan sperma selama musim kawin (Walker 1987). Target utama FSH

33 17 adalah sel Sertoli di tubuli seminiferi, yang berperan dalam proses spermatogenesis dan spermiogenesis serta mensekresikan androgen binding protein (ABD) (Martini 2006). LH bekerja pada sel-sel Leydig dan menginduksi sekresi testosteron. Testosteron masuk ke dalam tubuli seminiferi bergabung dengan ABD, selanjutnya berperan dalam proses perkembangan dan pematangan spermatozoa (Walker 1987). b. Hormon Reproduksi Betina. Hormon yang penting dari ovarium adalah estrogen dan progesteron. Estrogen merupakan hormon kelamin penting pada betina, meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi pada jaringan ovarium maupun di dalam darah. Estrogen yang terdapat pada jaringan ovarium adalah adalah estrone (E1), 17ß-estradiol (17ß- E2) dan 17α-estradiol (17α-E2). Pada unggas, estrogen yang berhasil dideteksi dengan metode Radioimmunoassay (RIA) adalah estron dan 17ß-estradiol (Sturkie 1976). Pada sistem reproduksi, estrogen dihasilkan terutama oleh sel-sel folikel berukuran kecil, berperan menginduksi sintesa protein kuning telur oleh hati serta bekerjasama dengan progesteron menyebabkan sekresi albumin, dan memobilisasi kalsium untuk pembentukan kulit telur. Selain itu, estrogen berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium, yang memungkinkan pelepasan hormon yang berperan dalam dalam ovulasi. Pada unggas progesteron disintesa oleh sel-sel granulosa dari folikel. Kadar progesteron meningkat sejalan dengan pertumbuhan folikel. Pada sistem reproduksi, progesteron menstimulasi sekresi LH praovulasi, sehingga ovulasi bisa terjadi, selain itu progesteron bersama estrogen diperlukan dalam pembentukan albumin pada saluran reproduksi (Sturkie 1976). Di bawah pengaruh kontrol hipothalamus, adenohipofise dari hewan betina memproduksi FSH dan LH pada musim kawin. Jumlah FSH meningkat terlebih dahulu dan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium. Estrogen disekresikan setelah folikel matang. Peningkatan kadar estrogen di dalam darah mempengaruhi hipothalamus untuk menginisiasi penurunan FSH dan menstimulasi peningkatan LH (Walker 1987).

34 18 Lektin Glikokonjugat merupakan karbohidrat yang berikatan secara kovalen pada protein atau lemak dalam bentuk glikoprotein. Glikoprotein terdiri atas rantai peptida/protein atau lemak dengan residu gula berupa glukosa, galaktosa, manosa, N-asetilglukosamin, N-asetilgalaktosamin, fukosa atau asam sialat (Kiernan 1990). Glikokonjugat berperan penting dalam berbagai proses metabolisme tubuh, antara lain regenerasi dan diferensiasi sel, perlekatan dan komunikasi antar sel. Glikokonjugat terdapat pada semua jaringan tubuh hewan, terutama pada sekresi kelenjar dan permukaan sel (Goldstein et al. 1977). Lektin merupakan protein yang dapat diisolasi dari tanaman dan hewan yang dapat memiliki afinitas yang tinggi terhadap residu gula spesifik. Lektin dapat berikatan dengan dua atau lebih karbohidrat tanpa menyebabkan terjadinya perubahan enzimatik. Lektin mempunyai afinitas terhadap residu monosakarida dari glikoprotein. Prinsip ikatan lektin dengan gugus gula mirip dengan ikatan antara antigen dan antibodi yang spesifik. Berdasarkan afinitas lektin terhadap gugus gula, maka lektin dapat dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah lektin yang mampu mengikat gugus glukosa dan manosa, N-asetilglukosamin, galaktosa dan N-asetilgalaktosamin, L-fruktosa dan asam sialat (Kiernan 1990). Lektin mempunyai kemampuan spesifik untuk berikatan dengan residu gula tertentu sehingga digunakan secara luas untuk mendeteksi keberadaan dan penyebaran glikokonjugat pada berbagai jaringan tubuh (Spicer and Schulte 1992). Metode histokimia lektin merupakan salah satu metode untuk menganalisa jenis karbohidrat melalui ikatan spesifiknya terhadap residu gula pada jaringan. Metode ini berguna dalam membedakan jenis karbohidrat kompleks yang dapat ditemukan pada permukaan sel, matriks ekstraseluler dan karbohidrat yang terikat dengan molekul lainnya seperti glikoprotein. Metode ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam membedakan komponen gula serta mampu mengindentifikasi perbedaan pada struktur glikoprotein (Munoz et al. 1999).

35 3. DINAMIKA PERUBAHANMORFOLOGI GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Di Indonesia walet linchi merupakan burung yang banyak ditemukan di seluruh Pulau Jawa, Madura, Bawean, Kangean, Nusa Penida, Bali, Lombok, Sumatra Utara dan Lampung. Sementara ini di Sumatra Barat dan semenanjung Malaysia belum diperoleh data mengenai keberadaan walet linchi (Chantler and Driessens 1995). Walet merupakan burung monogami, berpasangan secara tetap selama beberapa musim berbiak. Burung walet linchi jantan dan betina tidak dapat dibedakan dari penampilan luar. Pada saat berbiak, burung jantan dan betina bersama-sama membuat sarang, mereka bersarang pada tempat yang tetap dan kembali pada tempat yang sama pada setiap musim berbiak (Chantler and Driessens 1995). Musim berbiak walet adalah mulai dari burung membuat sarang, bertelur, mengerami serta merawat sampai anak burung dapat terbang dan meninggalkan sarang. Musim berbiak walet adalah pada musim hujan pada saat ketersediaan bahan makanan banyak (Mardiastuti et al. 1998). Testis merupakan gonad jantan yang memproduksi hormon androgen melalui sel-sel Leydig (sel-sel interstisial). Hormon androgen utama adalah testosteron. Hormon testosteron mempengaruhi perilaku reproduksi. Testis unggas secara umum berbentuk oval diselaputi oleh tunika albuginea terletak di dalam ruang perut, dengan ukuran testis kiri lebih besar dibandingkan testis kanan. Septum testis tidak terlihat jelas. Tubulus seminiferus unggas menyerupai mamalia terdiri dari sel-sel Sertoli, spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa. Tidak seperti mamalia, jaringan ikat antar tubuli seminiferi sangat tipis dan sel sel interstisial (Sel Leydig) sedikit jumlahnya (King and McLelland 1975). Organ kelamin betina terdiri atas sepasang ovarium dan oviduk. Pada unggas, ovarium dan oviduk kanan mengalami degenerasi sehingga pada unggas dewasa hanya ada ovarium dan oviduk kiri. Ovarium terdiri atas korteks dan medula. Di mulai pada masa pubertas, batas antara korteks dan medula hilang. Kortes menjadi zona parenkimatosa yang banyak mengandung folikel-folikel,

36 20 sedangkan medula menjadi zona vaskulosa yang mengandung pembuluh darah, syaraf dan otot polos. Folikel folikel pada zona parenkimatosa menghasilkan hormon estrogen yang berperan dalam proses pertumbuhan dan aktivitas oviduk serta merangsang sifat-sifat karakteristik kelamin. Hormon-hormon lain yang disekresikan oleh ovarium adalah hormon androgen yang dihasilkan oleh sel-sel interstisial ovarium dan progesteron yang dihasilkan oleh sel-sel korpus luteum (King and McLelland 1975). Pada musim berbiak dan bersarang terjadi perubahan morfologi gonad berdasarkan keaktifan gonad. Pada musim berbiak gonad lebih aktif dibandingkan pada musim bersarang. Hal ini menarik untuk diteliti karena perubahan morfologi gonad walet linchi belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dinamika perubahan morfologi pada gonad walet linchi selama 12 bulan. Bahan dan Metode Pengambilan sampel testis dan ovarium walet linchi dilakukan setiap bulan pada 3 ekor burung jantan dan 3 ekor burung betina selama 12 bulan. Sampel diambil setiap hari Selasa minggu pertama setiap bulan. Sampel burung dianestesi per inhalasi dengan cara dimasukkan ke dalam stoples berisi kapas yang telah diberi larutan eter. Segera setelah pingsan, berat badan masing-masing walet ditimbang menggunakan timbangan digital. Sampel gonad (testis dan ovarium) dikeluarkan dari tubuh burung, selanjutnya direndam dalam botol berisi larutan paraformaldehida 4% selama 3 X 24 jam. Setelah itu sampel organ dipindahkan ke larutan alkohol 70% yang digunakan sebagai larutan penyimpan sampai dengan pemrosesan selanjutnya. Pengamatan makroanatomi dilakukan setelah proses pengawetan dalam paraformaldehida 4%, meliputi pengamatan bentuk dan ukuran (dengan mengunakan sliding caliper) dari testis dan ovarium. Pengukuran testis dilakukan pada kedua testis, diukur panjang dan lebar testis. Pada ovarium diukur panjang ovarium dan jumlah folikel. Untuk pengamatan mikroanatomi dilakukan proses histologi rutin. Dimulai dari dehidrasi yaitu sampel direndam di dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat, mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% sampai 100%,

37 21 dilanjutkan dengan larutan silol dan kemudian ditanam dalam parafin (embedding) menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong serial dengan ketebalan 5 µm dengan menggunakan mikrotom dan sayatan dilekatkan pada gelas obyek kemudian diinkubasikan semalam dalam inkubator 40 C. Setelah sayatan melekat pada gelas obyek, maka sediaan siap untuk diwarnai. Proses pewarnaan didahului dengan proses deparafinisasi diikuti proses rehidrasi yang bertujuan untuk mengembalikan air ke dalam sediaan. Proses rehidrasi dimulai dari larutan silol, dilanjutkan dengan larutan alkohol 100%, 90%. 80%, 70 %. Selanjutnya dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin untuk pengamatan struktur histologi testis dan ovarium, pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hasil a. Gonad Jantan (Testis). Testis walet linchi terletak di dalam ruang perut. Testis berbentuk oval terdapat sepasang di kiri dan kanan, dengan ukuran testis sebelah kiri lebih besar dibanding sebelah kanan. Dari hasil pengamatan ditemukan perbedaan warna pada testis-testis yang diamati. Pada bulan Februari, Maret dan Mei ditemukan testis berwarna putih dan hitam, sedang pada bulan April kedua testis kiri dan kanan berwarna putih. Selain keempat bulan tersebut testis berwarna hitam (Gambar 6). Dari pengamatan terhadap ukuran testis walet linchi, terlihat ukuran testis yang relatif sama selama 12 bulan. Ukuran panjang dan lebar testis dapat dilihat pada Tabel 2. Secara histologis (Gambar 8), testis tampak diselubungi oleh kapsula jaringan ikat yaitu tunika albuginea yang tipis. Sel-sel Sertoli dan sel-sel spermatogenik pada dinding tubuli seminiferi (spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa) mempunyai komposisi yang bervariasi tergantung tahapan masing-masing tubuli seminiferi (Gambar 7). Pada testis yang berwarna hitam, ditemukan adanya sel-sel pigmen pada jaringan ikat antar tubuli (Gambar 8).

38 22 Tabel 2 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan Ukuran Bulan Panjang (mm) Lebar (mm) Kanan Kiri Kanan Kiri Januari 2.5 ± ± ± ± 0.0 Februari 2.5 ± ± ± ± 0.0 Maret 2.5 ± ± ± ± 0.02 April 2.5 ± ± ± ± 0.01 Mei 2.5 ± ± ± ± 0.0 Juni 2.3 ± ± ± ± 0.00 Juli 2.3 ± ± ± ± 0.01 Agustus 2.3 ± ± ± ± 0.03 September 2.3 ± ± ± ± 0.03 Oktober 2.3 ± ± ± ± 0.0 November 2.3 ± ± ± ± 0.0 Desember 2.5 ± ± ± ± 0.01

39 23 kanan kiri kanan kiri kanan kiri Januari Februari Maret kanan kiri kanan kiri kanan kiri April Mei Juni kanan kiri kanan kiri kanan kiri Juli Agustus September kanan kiri kanan kiri kanan kiri Oktober November Desember Gambar 6 Gambaran perubahan ukuran dan warna testis walet linchi in situ di ruang perut. Testis kiri berukuran rata-rata lebih besar dibandingkan kanan. Terlihat perbedaan warna testis. Pada bulan Februari; Maret dan Mei salah satu testis berwarna putih dan testis lainnya berwarna hitam. Bulan April kedua testis berwarna putih Sedang dari bulan Juni sampai Januari kedua testis berwarna hitam. Bar : 1 mm.

40 24 ss spd spg sl spt spz Gambar 7 Gambaran struktur histologi umum testis walet linchi pada bulan April. Testis tersusun atas tubuli seminiferi dengan sel-sel spermatogenik di dalamnya. Sel Sertoli (ss), sel spermatogonium (spg), sel spermatosit (spt), sel spermatid (spd), sel spermatozoa (spz) dan sel Leydig (sl). Bar : 20 µm

41 25 m ta ta A B C ta ta D Gambar 8 Gambaran struktur histologi testis walet linchi. Testis diselubungi oleh tunika albuginea (ta). Pada testis bulan Maret (A) yang berwarna hitam, terlihat adanya sel-sel pigmen melanin (m) pada jaringan interstisial testis dengan diameter tubuli seminiferi luas (B) testis bulan Maret yang berwarna putih, (C) testis pada bulan Januari, terlihat diameter tubuli seminiferi sempit dengan sel-sel spermatogenik belum memenuhi lumen tubuli, terdapat pigmen melanin sedang (D) testis pada bulan Mei terlihat tubuli sudah meluas dengan sel-sel spermatogenik dan sel spermatozoa sudah teramati di lumen tubuli. Bar A D : 50 µm b. Gonad Betina (Ovarium) Ovarium walet linchi terletak pada ruang perut, ovarium kiri. Dari pengamatan terhadap ovarium walet linchi selama 12 bulan, terlihat bahwa ovarium mengalami perubahan bentuk dan ukuran (Tabel 3). Pada bulan Juli September terlihat bahwa ovarium berukuran kecil berbentuk oval dengan panjang rata-rata 0.4 cm ± 0.04 dengan folikel-folikel berukuran kecil, berwarna

42 26 putih, dengan diameter folikel antara 0.03 cm cm. Pada sampel bulan Oktober Januari ovarium mulai membesar dengan ukuran panjang rata-rata 0.5 cm ± 0.05 dengan folikel berdiameter antara cm. Pada bulan Februari Mei terlihat ovarium memiliki ukuran terbesar 0.6 cm ± 0.05 dan folikel di dalamnya berdiameter cm (Gambar 9). Secara histologis ovarium pada bulan Juli sampai September didominasi oleh folikel primordial dan folikel awal. Folikel primordial dindingnya disusun oleh epitel kubus sebaris. Pada bulan Oktober sampai Januari ovarium didominasi oleh folikel-folikel yang mulai berkembang. Pada periode ini terlihat adanya folikel yang sudah membesar dan lapisan teka mulai terbentuk serta oosit mempunyai inti. Pada Februari sampai Juni, terutama pada bulan April terlihat adanya folikel-folikel yang berukuran maksimum, mempunyai oosit yang dikelilingi oleh lapisan teka eksterna, teka interna, membran perivitelin dan oosit (Gambar 11). Tabel 3 Ukuran ovarium dan jumlah folikel ovarium walet linchi selama 12 bulan Ukuran Bulan Panjang (mm) Lebar (mm) Jumlah Folikel Januari 5 ± ± ± 1.3 Februari 6 ± ± ± 3.3 Maret 6 ± ± ± 3.6 April 6 ± ± ± 4.1 Mei 6 ± ± ± 4.1 Juni 5 ± ± ± 3.8 Juli 5 ± ± ± 2.9 Agustus 4 ± ± ± 0.8 September 4 ± ± ± 1.4 Oktober 4 ± ± ± 2.5 November 5 ± ± ± 1.5 Desember 5 ± ± ± 1.5

43 27 f f f f Januari Februari Maret f f f f f f April Mei f Juni f f f Juli Agustus September f f f Oktober November Desember Gambar 9 Gambaran ovarium walet linchi in situ di ruang perut. Terlihat adanya perubahan bentuk dan ukuran ovarium dan folikel seiring waktu. Pada bulan Februari sampai Juni terlihat ukuran ovarium membesar dan terdapat folikel dengan ukuran yang sangat besar (f ). Pada bulan Juli sampai September, ukuran ovarium dan folikel (f) kecil. Sedang pada bulan Oktober sampai Januari ukuran ovarium dan folikel (f) lebih besar dibanding bulan Juli sampai September. Bar : 1 mm

44 28 fp fp fp fa fpm Gambar 10 Struktur struktur histologi ovarium walet linchi, terdiri atas folikel primordial (fpm) dan folikel perkembangan (fp) serta folikel atresia (fa). Bar : 0.5 mm

45 29 fp A fp B t f p o C Gambar 11 Gambaran struktur histologi folikel ovarium walet linchi : (A) keadaan ovarium pada bulan Juli September ; (B) keadaan ovarium pada bulan Oktober Januari ; (C) keadaan ovarium pada bulan Februari Juni. Pada (A) ovarium didominasi oleh folikel-folikel primordial (fp) ; (B) didominasi oleh folikel-folikel perkembangan (fp), pada periode ini terlihat lapisan teka mulai terbentuk. Pada (C) tampak folikel perkembangan (f) dengan ukuran maksimal, teka interna dan teka eksterna (t) serta oosit (o). HE. Bar A C : 100 µm

46 30 Pembahasan Dinamika struktur dan morfologi makroskopis dan mikroskopis gonad walet linchi selama 12 bulan dapat teramati pada penelitian ini. Secara umum testis pada walet linchi mirip dengan testis unggas (Aire 1997; Aire and Ozegbe 2007; Banks et al. 2006; Lake 1981). Septum testis tidak terdapat pada burung (Lake 1981). Pada kapsula testis terdapat otot polos yang dapat berkontraksi sehingga terjadi transport spermatozoa ke dalam duktus (Banks et al. 2006). Perubahan morfologi testis secara histologi terjadi pada bulan Februari sampai Juli. Pada bulan-bulan tersebut kebanyakan penampang melintang tubuli seminiferi berbentuk bulat dan terdiri dari sel-sel Sertoli, spermatogonia sampai spermatozoa. Spermatozoa memenuhi lumen tubuli. Pada bulan Agustus sampai Januari pada lumen tubuli terlihat hanya terdapat spermatogonium, sel Sertoli dan sedikit spermatosit. Perbedaan bentuk dan komposisi sel spermatogenik pada tubuli seminiferi menandakan perbedaan aktivitas tubuli antara masa berbiak dan masa tidak berbiak. Perbedaan tubuli seminiferi pada saat berbiak dan tidak berbiak terutama disebabkan karena perbedaan morfologi sel Sertoli dan sel Leydig. Pada musim berbiak kedua sel tersebut mengalami hipertropi sedangkan pada saat tidak berbiak mengalami atropi. Hormon testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig yang aktif akan memicu proses spermatogenesis (Aranha et al. 2008). Pada bulan Februari sampai Mei terdapat testis berwarna putih, menandakan tidak adanya sel melanosit. Proses menghilangnya melanosit tidak dapat diketahui pada penelitian ini. Pada pengamatan histologis, warna hitam pada testis disebabkan karena adanya sel-sel pigmen melanosit yang terdapat pada jaringan interstisial testis. Sel melanosit berasal dari neural crest (Sichel et al. 1997) dan menghasilkan serta menyimpan melanin dalam melanosom yang terdapat pada epidermis dan beberapa organ lain (Agius and Roberts 2003). Pada testis terlihat sel pigmen menyebar pada jaringan interstisial. Sel pigmen mempunyai beberapa nama antara lain melanofor, melanosit, melanomakrofag (melanin yang mengandung fagosit) dan melanofag (Sichel et al. 1997). Adanya sel-sel pigmen pada jaringan interstisial testis juga diamati pada testis katak dan kuda (Murabayashi et al. 1999; Zieri et al. 2007). Diduga sel pigmen pada testis

47 31 berfungsi sebagai melanomakrofag yang berperan dalam proses absorbsi dan netralisasi radikal bebas dan agen toksik lainnya dan juga berperan dalam proses termoregulasi (Zieri et al. 2007). Sedangkan pada kuda, sel pigmen diduga berperan dalam proses fagositosis (Murabayashi et al. 1999). Namun pada penelitian ini, fungsi dan siginifikansi keberadaan sel pigmen pada testis walet linchi masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Secara histologis, morfologi ovarium walet linchi relatif sama dengan ovarium unggas lainnya. Ovarium dilapisi oleh satu lapisan epitel kubus sebaris yang disebut lapisan germinativum. Di bagian profundal lapisan germinativum terdapat jaringan ikat padat yang disebut tunika albuginea. Pada bagian korteks terdapat proses perkembangan folikel. Pada bulan Juli September terlihat gambaran awal dari folikulogenesis, folikel-folikel primordial mendominasi ovarium, diikuti pembentukan oosit dan sel-sel teka pada bulan Oktober sampai Januari. Pada bulan Februari Juni ovarium sudah sampai pada periode reproduksi yang ditandai dengan sudah mencakup folikel dengan ukuran maksimum dengan komposisi yang sudah lengkap meliputi oosit, teka eksterna, teka interna, sel granulosa dan membran perivitelin. Jika hasil penelitian ini merujuk pada pengelompokan yang dilakukan oleh Claver et al. (2008) pada ayam, maka pada walet linchi bulan Juni - September merupakan periode istirahat, bulan Oktober - Januari merupakan periode perkembangan dan bulan Februari - Mei merupakan periode reproduksi. Peningkatan diameter folikel selain disebabkan oleh proliferasi sel granulosa, sel teka dan peningkatan produksi cairan folikuli, juga disebabkan oleh membesarnya diameter oosit serta peningkatan jumlah organel-organel sel seperti kompleks golgi, retikulum endoplasma, lemak serta peningkatan transkripsi sintesis protein. Peningkatan jumlah sel granulosa sangat mempengaruhi ketersediaan nutrisi dan oksigen bagi oosit. Peningkatan jumlah sel granulosa terjadi melalui proses proliferasi dan diferensiasi sel yang dipengaruhi oleh hormon gonadotropin dan hormon steroid (Hyttel et al. 2001; Pan et al. 2001) Berdasarkan perubahan morfologi yang diamati pada gonad walet linchi, diduga pada bulan Februari sampai Juli merupakan periode reproduksi dan bulan

48 32 September sampai Januari merupakan periode non reproduksi. Jika berdasarkan pada pola reproduksi walet yang dituliskan oleh Mardiastuti et al. (1998), maka dapat disimpulkan bahwa bulan Februari Juli merupakan periode berbiak dan bulan Agustus sampai Januari merupakan periode bersarang bagi walet linchi. Simpulan Gonad walet linchi mengalami perubahan pada morfologi dan aktivitas reproduksi selama 1 tahun (12 bulan), yaitu pada periode berbiak dan periode bersarang. Pada periode berbiak, morfologi gonad walet linchi lebih besar dibandingkan pada periode bersarang. Perubahan tersebut berkaitan dengan aktivitas gonad yang lebih aktif pada masa berbiak dan dibandingkan pada masa bersarang.

49 4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Ovarium merupakan tempat perkembangan folikel, ovulasi dan luteinisasi. Semua proses tersebut meliputi proses pembelahan sel, kematian sel, migrasi sel dan perlekatan sel-sel ovarium (Kimura et al. 1999). Selama proses tersebut berlangsung, terjadi perubahan glikokonjugat pada setiap tahapan perkembangan folikel. Pada testis, glikokonjugat berperan pada proses spermatogenesis, pengaturan konformasi protein, transport ion melalui membran, perlindungan terhadap agen proteoloitik, pengenalan sel serta mengikat hormon dan glikoprotein lainnya (Schulte and Spicer 1985). Dengan demikian keberadaan glikokonjugat pada ovarium dan testis dapat menjadi penanda aktivitas kedua organ tersebut. Metode pewarnaan histokimia lektin merupakan salah satu metode yang sangat baik untuk menganalisa jenis karbohidrat melalui residu gula yang lebih spesifik pada jaringan. Metode ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi dalam membedakan komponen gula serta mampu mengidentifikasi perbedaan yang sedikit pada struktur glikokonjugat (Kiernan 1990, Munoz et al. 1999). Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap dinamika distribusi glikokonjugat pada testis dan ovarium walet linchi selama 12 bulan. Pada penelitian ini digunakan 7 macam lektin yang terkonjugasi dengan biotin yaitu Concanavalin A (Con A), Dolichos biflorus agglutinin (DBA), Peanut agglutinin (PNA), Ricinus communis agglutinin (RCA-120), Soybean agglutinin (SBA), Ulex europaeus agglutinin (UEA-I), dan Wheat germ agglutinin (WGA) yang digunakan untuk merunut adanya ikatan gula-gula/glikokonjugat spesifik yang ada pada jaringan (Tabel 4).

50 34 Tabel 4 Jenis lektin yang digunakan dalam penelitian beserta ikatan gula spesifik Jenis lektin Ikatan spesifik Concanavalin A (Con A) α-d-glukosa, α-d-manosa (glukosa, manosa) Dolichos biflorus agglutinin (DBA) GalNac, 1-3 GalNac (asetilgalaktosamin) Peanut agglutinin (PNA) Gal ß 1-3 GalNac (galaktosa, asetilgalaktosamin) Ricinus communis agglutinin (RCA-120) Gal ß, 1-4 GlcNAc (galaktosa, asetilglukosamin) Soybean agglutinin (SBA) Siaα, 2-6Gal/GalNAc (asam sialat, asetilgalaktosamin) Ulex europaeus agglutinin (UEA-I) α-l-fuc (fukosa) Wheat germ agglutinin (WGA) ß-D-GlcNAc (asetilglukosamin) Bahan dan Metode Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan pada 3 ekor burung jantan dan 3 ekor burung betina selama 12 bulan. Burung dianestesi per inhalasi dengan cara dimasukkan ke dalam stoples berisi kapas yang telah diberi larutan eter. Segera setelah pingsan, berat badan masing-masing burung walet ditimbang menggunakan timbangan digital. Sampel gonad (testis dan ovarium) dikeluarkan dari tubuh burung, selanjutnya direndam dalam botol berisi larutan paraformaldehida 4% selama 3 X 24 jam. Setelah itu sampel organ dipindahkan ke larutan alkohol 70% yang digunakan sebagai larutan penyimpan sampai dengan pemrosesan selanjutnya. Untuk pengamatan mikroanatomi dilakukan proses histologi rutin. Dimulai dari dehidrasi, sampel direndam di dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat, mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% sampai 100%, dilanjutkan dengan larutan silol dan kemudian ditanam dalam parafin (embedding) menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong serial dengan ketebalan 5 µm dengan menggunakan mikrotom dan dilekatkan pada gelas obyek kemudian diinkubasikan semalam dalam inkubator 40 C. Setelah sampel melekat pada gelas obyek, maka sampel siap untuk diwarnai. Proses pewarnaan didahului dengan proses rehidrasi yang bertujuan untuk mengembalikan cairan ke dalam sampel organ. Proses rehidrasi dimulai dari larutan silol, dilanjutkan dengan larutan alkohol 100%, 90%. 80%, 70 %. Selanjutnya dilakukan pewarnaan histokimia lektin untuk pengamatan terhadap dinamika perubahan distribusi dan konsentrasi glikonjugat pada proses

51 35 spermatogenesis testis dan folikulogenesis ovarium. Lektin yang digunakan adalah lektin yang terkonjugasi biotin (Biotinylated lectin kit kode VEC LK- 2000, Vector Lab, USA) terdiri atas Con A, DBA, RCA, UEA, SBA, PNA dan WGA dengan dosis masing-masing 5µg/µl. Untuk memastikan spesifisitas reaksi, digunakan juga sediaan asal mencit yang diketahui mengandung karbohidrat yang ingin dideteksi sebagai sediaan kontrol positif dan kontrol negatif. Intensitas dan konsentrasi karbohidrat yang terdeteksi digolongkan secara kuantitatif menjadi -: bereaksi negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak Hasil a. Gonad Jantan (Testis) Pada sediaan yang diwarnai dengan teknik histokimia lektin, reaksi positif ditandai dengan munculnya warna coklat dari khromogen. Reaksi positif menandakan adanya ikatan lektin dengan residu gula yang melambangkan glikokonjugat tertentu. Reaksi positif ditemukan terutama pada bagian sel Sertoli, spermatogonium, spermatosit, spermatid dan spermatozoa dengan intensitas reaksi yang bervariasi tergantung pada jenis lektin dan bulan pengambilan sampel. Distribusi dan intensitas reaksi positif dari masing-masing lektin pada sel Sertoli, spermatogonium, spermatosit dan spermatid walet linchi dapat dilihat pada tabel 5, 6, 7 dan 8. Pada sel Sertoli, lektin WGA bereaksi positif lemah pada bulan Januari dan Februari, sedang pada bulan Maret sampai Desember bereaksi positif sedang sampai kuat. Lektin Con A bereaksi positif lemah pada bulan Januari, Februari, Mei sampai September, sedangkan pada bulan Maret, April, Oktober sampai Desember bereaksi positif sedang. Lektin RCA dan UEA bereaksi negatif pada bulan Mei sampai September dan bereaksi positif lemah pada bulan Januari sampai Maret, sedangkan pada bulan April, Oktober sampai Desember bereaksi positif sedang sampai kuat. Lektin PNA dan SBA bereaksi negatif pada bulan Januari sampai November, bereaksi positif kuat pada bulan Desember. Sedangkan lektin DBA bereaksi negatif dari bulan Januari sampai Desember (Tabel 5).

52 36 Tabel 5 Pola distribusi ikatan lektin pada sel Sertoli walet linchi Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin. Pada spermatogonium, hanya lektin Con A dan SBA yang bereaksi positif. Lektin Con A bereaksi positif lemah pada setiap bulan. Lektin SBA bereaksi negatif pada bulan Juni sampai September dan bereaksi positif sedang pada bulan September sampai Mei. Lektin PNA, WGA, DBA, RCA dan UEA bereaksi negatif pada spermatogonium (Tabel 6). Tabel 6 Pola distribusi ikatan lektin pada sel spermatogonium walet linchi Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin.

53 37 Tabel 7 Pola distribusi ikatan lektin pada sel spermatosit walet linchi Jenis Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin. Pada bulan Januari sampai Desember, sel spermatosit dengan lektin WGA bereaksi positif sedang sampai kuat, sedangkan lektin Con A dan RCA bereaksi positif lemah sampai sedang. Lektin PNA, SBA dan DBA bereaksi negatif pada bulan Juni sampai September, sedangkan pada bulan lain bereaksi positif lemah sampai kuat. Lektin UEA bereaksi positif dengan intensitas sedang pada bulan Maret, April, Oktober, November dan Desember, dan pada bulan lainnya bereaksi negatif (Tabel 7). Pada sel spermatid, lektin WGA, Con A dan RCA bereaksi positif setiap bulan dengan intensitas sedang sampai kuat. Lektin PNA, SBA dan DBA bereaksi positif lemah sampai kuat dan bereaksi negatif pada bulan Juni sampai September. Sedangkan lektin UEA bereaksi negatif pada bulan Januari dan Februari dan bereaksi positif pada bulan Maret sampai Desember dengan intensitas lemah sampai sedang (Tabel 8). Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA

54 38 Tabel 8 Pola distribusi ikatan lektin pada sel spermatid testis walet linchi Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin. Januari Mei Desember WGA WGA WGA WGA Desember

55 39 WGA WGA WGA Januari Mei PNA Januari Januari PNA Juni PNA Mei PNA PNA Desember Desember PNA Juni Januari SBA Januari SBA SBA Mei SBA SBA Desember Desember SBA Januari UEA Juni UEA Desember UEA Januari Juni Desember Gambar 12 Pola distribusi ikatan lektin WGA, PNA, SBA dan UEA pada sampel testis walet linchi bulan Januari, Juni dan Desember. Lektin WGA, PNA dan SBA bereaksi negatif pada spermatogonium, pada sel Sertoli bereaksi positif sedikit pada bulan Januari dan bereaksi positif sedang sampai kuat pada Juni dan Desember. Lektin UEA bereaksi negatif pada sel Sertoli, sel spermatogonium dan sel spermatid pada bulan Januari dan Juni sedangkan bereaksi positif sedang sampai kuat pada bulan Desember. Bar Januari : 25 µm, Juni & Desember : 50 µm

56 40 b. Gonad Betina (Ovarium) UEA UEA UEA Pada sediaan yang diwarnai dengan teknik histokimia lektin, reaksi positif ditandai dengan munculnya warna coklat dari khromogen. Reaksi positif menandakan adanya ikatan lektin yang melambangkan glikokonjugat dengan berbagai residu gula. Reaksi positif ditemukan terutama pada bagian oosit, sel granulosa dan membran perivitelin dengan intensitas reaksi yang bervariasi tergantung pada jenis lektin dan bulan pengambilan sampel. Distribusi dan intensitas reaksi positif dari masing-masing lektin pada oosit, sel granulosa dan membran perivitelin ovarium walet linchi dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan 11. Pada oosit, lektin SBA bereaksi positif sedang setiap bulannya. Lektin Con A dan RCA bereaksi positif sedang pada bulan Januari sampai Agustus, kemudian bereaksi positif kuat pada bulan September sampai Desember. Lektin PNA bereaksi positif lemah sampai sedang pada bulan November sampai Mei dan bereaksi negatif pada bulan Juni sampai Oktober. Sedang lektin DBA dan UEA bereaksi negatif setiap bulannya. Tabel 9 Pola distribusi ikatan lektin pada oosit walet linchi Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin.

57 41 Pada oosit, lektin SBA bereaksi positif sedang setiap bulannya. Lektin Con A dan RCA bereaksi positif sedang pada bulan Januari sampai Agustus, kemudian bereaksi positif kuat pada bulan September sampai Desember. Lektin PNA bereaksi positif lemah sampai sedang pada bulan November sampai Mei dan bereaksi negatif pada bulan Juni sampai Oktober. Sedang lektin DBA dan UEA bereaksi negatif setiap bulannya (Tabel 9). Tabel 10 Pola distribusi ikatan lektin pada sel granulosa ovarium walet linchi Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin. Ikatan lektin pada sel granulosa (Tabel 10) dan membran perivitelin (Tabel 11) mempunyai pola yang sama. Lektin SBA bereaksi positif sedang setiap bulannya. Lektin Con A dan RCA bereaksi positif sedang pada bulan Januari sampai Agustus dan bereaksi positif kuat pada bulan September sampai Desember. Lektin PNA bereaksi positif lemah pada bulan Maret sampai Agustus dan bereaksi positif sedang pada bulan September sampai Januari. Lektin WGA bereaksi positif kuat pada bulan Februari sampai Mei dan bereaksi positif sedang pada bulan Juni sampai Januari. Sedangkan lektin DBA dan UEA bereaksi negatif dari bulan Januari sampai Desember.

58 42 Tabel 11 Pola distribusi ikatan lektin pada membran perivitelin walet linchi Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin.

59 43 a Juli b Oktober c Februari Juli Oktober o o Februari mp b a c a b c Juli Oktober Februari Februari a Gambar 13 Pola distribusi ikatan b lektin Con A, WGA, SBA dan RCA pada folikel ovarium walet linchi bulan Juli, Oktober dan Februari. Lektin Con A, WGA, SBA bdan RCA bereaksi positif sedang sampai kuat pada oosit dan membran perivitelin, pada bulan Juli, Oktober dan Februari. Bar Juli dan Oktober : 10 µm ; Februari : 50 µm

60 44 Pembahasan Sebagian dari proses-proses penting pada jaringan dan organ seperti pertumbuhan, pergerakan, morfologi dan diferensiasi sel dikontrol oleh materi yang terdapat pada permukaan sel. Karbohidrat mempunyai struktur molekul pembeda sebagai pembawa informasi. Karbohidrat kompleks yang terdapat pada permukaan sel mempunyai kemampuan untuk membawa informasi penting dalam proses pengenalan sel. Reseptor spesifik gula juga terdapat pada permukaan sel dan dapat berinteraksi dengan gula pada sel yang spesifik yang berkontak dengan sel tersebut (Brandley and Schnaar 1986). Karbohidrat kompleks glikokaliks dibentuk dari monosakarida terutama heksosa (glukosa, galaktosa, mannosa dan fukosa), gula N-asetilamino (N-asetilglukosamin dan N-asetilgalaktosamin) dan asam sialat. Karbohidrat dalam bentuk kompleks (glikokonjugat) berperan penting dalam berbagai proses metabolisme tubuh, antara lain regenerasi dan diferensiasi sel, perlekatan dan komunikasi antar sel, dan proses fungsional lainnya. Glikokonjugat dapat ditemukan pada semua jaringan tubuh hewan, terutama pada sekresi kelenjar dan permukaan sel (Goldstein et al. 1977). Pada testis, lektin WGA, Con A, dan RCA bereaksi positif lemah sampai kuat pada semua sel di tubuli seminiferi dari bulan Januari sampai Desember. Hal ini mengindikasikan keberadaan karbohidrat dengan residu gula asetilgalaktosamin, mannosa, glukosa dan galaktosa dalam proses spermatogenesis. Karbohidrat-karbohidrat tersebut kemungkinan terkait dalam proses spermatogenesis. Karbohidrat dengan residu gula galaktosa berperan dalam proses adhesi dan diferensiasi sel, residu gula N-asetilgalaktosamin berperan dalam transport ion dan cairan (Spicer 1993). Karbohidrat dengan residu gula glukosa dan manosa berperan dalam transport ion. Hasil penelitian ini mirip dengan yang dilaporkan pada burung onta (Abd-Elmaksoud et al. 2008). Pada spermatosit dan spermatid lektin PNA, SBA, DBA dan UEA hanya bereaksi positif pada bulan Oktober sampai Mei, sedangkan bulan Juni sampai September bereaksi negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa karbohidrat dengan residu gula asetilgalaktosamin, asam sialat, galaktosa dan fukosa terkait dengan aktivitas spermatogenesis pada musim berbiak.

61 45 Pada sel Sertoli, lektin RCA dan UEA bereaksi positif lemah sampai sedang pada musim berbiak dan bereaksi negatif pada musim bersarang. Hal ini mengindikasikan bahwa karbohidrat dengan residu gula galaktosa dan fukosa terkait dengan peran utama sel Sertoli saat musim berbiak yaitu dalam regulasi perkembangan sel-sel spermatogonium, sel peritubular dan sel Leydig (Skinner 1991). Pada sel Sertoli tidak ditemukan adanya residu gula asetilgalaktosamin. Pada sel spermatogonium, hanya lektin Con A yang selalu bereaksi positif dengan intensitas lemah, pada semua bulan dari Januari sampai Desember. Hal ini menunjukkan bahwa spermatogonium walet linchi mengandung karbohidrat dengan residu gula glukosa, mannosa dengan konsentrasi yang sama sepanjang tahun. Lektin SBA bereaksi positif hanya pada musim berbiak. Hal ini mengindikasikan bahwa karbohidrat dengan residu gula asam sialat dan galaktosa terlibat dalam perkembangan spermatogonium selama musim berbiak. Asam sialat berperan dalam proses pengaturan konformasi protein, transport ion melalui membran, perlindungan terhadap agen proteoloitik, pengenalan sel dan mengikat hormon dan glikoprotein lainnya (Schulte and Spicer 1985). Pada ovarium, lektin yang memperlihatkan reaksi positif adalah PNA, WGA, RCA, Con A dan SBA dengan intensitas bervariasi dari lemah sampai kuat. Sedangkan lektin UEA dan DBA bereaksi negatif pada oosit, sel granulosa dan membran perivitelin selama 12 bulan pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada ovarium tidak terdapat residu gula asetilgalaktosamin dan fukosa, kedua residu gula tersebut tidak dibutuhkan dalam proses folikulogenesis. Lektin PNA pada oosit bereaksi positif lemah sampai sedang pada bulan November sampai Mei dan bereaksi negatif pada bulan Juni sampai Oktober. Hal ini mengindikasikan karbohidrat dengan residu gula galaktosa dan asetilgalaktosamin berperan pada oosit pada saat periode reproduksi. Pada oosit, sel granulosa dan membran perivitelin selama 12 bulan pengamatan lektin Con A, RCA, WGA dan SBA bereaksi positif sedang sampai kuat, hal ini mengindikasikan bahwa karbohidrat dengan residu gula glukosa, manosa, galaktosa, asetilgalaktosamin dan asam sialat berperan dalam proses folikulogenesis pada masa berbiak dan bersarang walet linchi.

62 46 Keberadaan glikokonjugat pada awal pertumbuhan folikel diduga berkaitan dengan proses perkembangan folikel. Pada folikel periode istirahat dan folikel periode perkembangan, glikokonjugat yang terdeteksi diduga terkait dengan penggunaannya sebagai sumber energi, tanda komunikasi antar sel dan proses yang terkait dengan perkembangan folikel. Pada folikel tahap reproduksi, glikokonjugat yang ada diduga terkait dengan proses sintesis reseptor terhadap spermatozoa (Rath et al. 2005; Tulsiani et al. 1997). Simpulan Distribusi dan konsentrasi glikokonjugat pada gonad walet linchi mengalami perubahan seiring dengan musim berbiak dan bersarang.

63 Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan berperan dalam pengaturan fungsi seksual. Di dalam darah hormon ini berikatan dengan protein spesifik dalam plasma darah, sehingga hormon steroid akan lebih lama berada dalam sirkulasi darah (Martini 2006; Brown 1994). Aktivitas gonad diatur oleh hormon-hormon gonadotropin, yaitu folliclestimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang diproduksi oleh kelenjar hipofise. Produksi hormon gonadotropin distimulasi oleh gonadotropinreleasing hormon (GnRH) dari hipothalamus. Gonad (testis dan ovarium) mensekresikan tiga hormon steroid yaitu androgen, estrogen dan progesteron. Pada betina, FSH berperan dalam pembentukan folikel di ovarium dan menstimulasi sekresi estrogen, sedang pada jantan, FSH menstimulir sel sustentakular (sel Sertoli) dalam tubuli seminiferi testis. Sel ini berperan dalam proses diferensiasi dan pematangan sperma. Produksi FSH dihambat oleh hormon inhibin, hormon peptida yang dilepaskan oleh testis dan ovarium. menginduksi proses ovulasi. Pada jantan LH disebut juga sebagai interstitial cellstimulating hormon (ICSH), karena sel ini menstimulir produksi hormon kelamin (androgen/testosteron) dari sel Leydig (Martini 2006). Testis merupakan gonad jantan dan memproduksi androgen dari sel Leydig. Hormon androgen utama adalah testosteron. Sel Sertoli testis berfungsi dalam proses diferensiasi dan pematangan sperma. Di bawah stimulasi FSH, selsel ini mensekresikan hormon inhibin yang menghambat sekresi FSH dari lobus anterior hipofise dan menekan pelepasan GnRH dari hipothalamus. Ovarium memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium, sedangkan progesteron diproduksi oleh korpus luteum. Estrogen dan progesteron bekerja secara sinergis (Brown 1994). LH

64 48 Bahan dan Metode Pengambilan darah dilakukan setiap bulan pada 3 ekor burung jantan selama 1 tahun. Sampel darah diambil secara intrakardial dengan menggunakan spuit 1 ml kemudian dipindahkan ke dalam tabung yang sudah dilapisi (coating) dengan antikoagulan dan ditutup dengan parafilm. Sampel darah kemudian disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm untuk memisahkan serum dari zat padat darah. Konsentrasi estradiol dan testosteron diukur dengan radioimmunoasay (RIA) teknik fase padat menggunakan kit coat-a-count yang berisi estradiol dan testosteron berlabel I 125, seri larutan standar A,B,C,D,E, dan F berturut-turut berisi hormon dengan konsentrasi 0, 20, 100, 400, 800, 1600 ng/dl yang diperoleh dari Siemens Medical Solution Diagnostic. Volume sampel yang direkomendasikan adalah 50 µl. Tabung untuk Non Spesifik Binding (NSB) dan Total Count (T) diberi label A, B, C, D, E dan F. Kemudian dimasukkan sebanyak 50 µl larutan standar konsentrasi 0, 20, 100, 400, 800, 1600 ng/dl ke dalam tabung. Pada tabung NSB juga dimasukkan 50 µl larutan standar A. Tabung-tabung lainnya diisi sampel sebanyak 50 µl. Ke dalam tiap tabung ditambahkan 1 ml hormon berlabel kemudian di vorteks. Keseluruhan campuran diinkubasikan selama 3 jam pada suhu kamar. Kemudian sisa cairan yang ada dalam tiap tabung dituang dan tabung dibiarkan kering selama 3 menit. Bahan radioaktif yang menempel pada tabung dihitung dengan gamma counter untuk memperkirakan jumlah hitungan per menit. Hitungan ini kemudian dikonversikan menjadi konsentrasi hormon dengan menggunakan kurva standar. Hasil Konsentrasi Hormon Testosteron Walet Linchi Profil hormon testosteron dan estrogen pada walet linchi diamati dari bulan Januari sampai bulan Desember. Gambaran fluktuasi pada hormon testosteron dan estrogen tampak sama yaitu terjadi peningkatan pada bulan Januari dan sama-sama menurun pada bulan Agustus. Konsentrasi hormon testosteron meningkat pada bulan Januari (9 ng/dl) ke bulan Februari (10.4 ng/dl). Pada bulan Februari sampai sampai Juli

65 49 konsentrasi hormon cenderung konstan (antara 10,4 ng/dl 10,7 ng/dl). Sedangkan pada bulan Agustus konsentrasi mulai menurun (9.8 ng/dl) sampai pada bulan Desember (8.7 ng/dl). Konsentrasi meningkat kembali pada bulan Januari (9 ng/dl). (Gambar 14). Hormon Testosteron ng/dl ,4 10,5 10,6 10,7 10,6 10,5 9,8 9 9,5 8 8,3 8,7 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des Gambar 14 Konsentrasi hormon testosteron walet linchi selama 12 bulan Konsentrasi Hormon Estrogen Walet Linchi Konsentrasi hormon estrogen meningkat cukup tinggi pada bulan Januari yaitu dari 6 ng/dl menjadi 9.8 ng/dl pada bulan April. Pada bulan April sampai Juli konsentrasi hormon cenderung konstan antara 9.8 ng/dl 9.9 ng/dl. Penurunan konsentrasi hormon mulai terlihat pada bulan Agustus (7.9 ng/dl) sampai bulan Desember (5.7 ng/dl). (Gambar 14) ng/dl 10 Hormon Estrogen ,2 9,8 9,8 9,9 9,9 7,6 7, ,5 5,7 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des Gambar 15 Konsentrasi hormon estrogen walet linchi selama 12 bulan

66 50 Pembahasan Konsentrasi hormon testosteron dan estrogen mengalami fluktuasi yang sama selama satu tahun pengamatan, yaitu mengalami peningkatan pada bulan Februari sampai Juli, dan menurun pada bulan Agustus sampai Desember, hal ini mengindikasikan adanya perbedaan aktivitas reproduksi pada kurun waktu tersebut. Dengan demikian, pada walet linchi bulan Februari sampai Juli merupakan periode berbiak dimana pada periode ini burung melakukan perkawinan. Sedangkan pada bulan Agustus sampai Januari merupakan periode bersarang. Fluktuasi konsentrasi hormon testosteron dan esrogen ini berkorelasi dengan perubahan morfologi testis dan ovarium. Konsentrasi hormonal ini berkorelasi dengan adanya perubahan warna pada testis. Pada bulan Februari sampai bulan Mei terdapat testis yang berwarna putih. Testis berwarna putih ini mengindikasikan adanya aktivitas proses spermatogenesis yang melibatkan peran hormon testosteron. Demikian juga dengan aktivitas ovarium, pada bulan Februari sampai Juni sudah berada pada periode berbiak. Hal ini terlihat adanya folikel-folikel berukuran maksimal pada ovarium dengan struktur yang sudah lengkap. Proses pertumbuhan dan pematangan folikel merupakan suatu seri urutan transformasi subseluler dan molekuler dari berbagai komponen folikel, seperti oosit, sel-sel granulosa dan sel-sel teka. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor intraovarium, intra folikuler dan hormonal (Hafez and Hafez 2000). Gonad (testis dan ovarium) mensekresikan tiga hormon steroid yaitu androgen, estrogen dan progesteron. Keseimbangan hormon-hormon reproduksi merupakan faktor penting dalam mengontrol diferensiasi seksual. Androgen berperan dalam sintesa protein dan pertumbuhan pada kedua jenis kelamin. Kadar androgen yang tinggi diperlukan untuk pematangan gonad jantan dan organorgan asesoris. Estrogen berfungsi untuk pematangan gonad betina dan membangun karakter seksual sekunder (Walker 1987). Musim kawin dan siklus reproduksi dikontrol dan diintegrasi oleh hipothalamus, melalui sistem portal hipofise dan menstimulasi sekresi gonadotropin hormon (FSH dan LH) dari lobus hipofise anterior.

67 51 Simpulan Musim berbiak pada walet linchi adalah bulan Februari sampai Juli sedangkan musim bersarang bulan Agustus sampai Januari. Pada musim berbiak konsentrasi hormon gonadal meningkat dan menurun pada musim bersarang.

68 6. MORFOLOGI DAN KARAKTER HISTOKIMIA KELENJAR MANDIBULARIS WALET LINCHI SELAMA MUSIM BERSARANG DAN BERBIAK Pendahuluan Kelenjar saliva merupakan salah satu kelenjar pelengkap asesori dalam sistem pencernaan, yang berfungsi menghasilkan saliva. Saliva pada unggas berfungsi terutama untuk membantu membasahi dan melunakkan makanan yang kering dan sebagai media untuk memecah dan mengencerkan bahan makanan. Pada burung pemakan biji-bijian dan pemakan serangga, kelenjar saliva berkembang lebih baik dibandingkan burung pemakan daging (Proctor and Lynch 1993). Fungsi lain kelenjar saliva adalah sebagai bahan perekat material untuk pembuatan sarang burung pada burung walet (King and McLelland 1984). daerah mulut. Klasifikasi kelenjar saliva dilakukan berdasarkan letak kelenjar pada Pada unggas, kelenjar saliva terdiri atas kelenjar besar yaitu kelenjar mandibularis dan kelenjar angularis oris, sedangkan kelenjar kecil yaitu kelenjar lingualis, kelenjar sublingualis, kelenjar palatina, kelenjar cricoarytenoideus dan kelenjar sphenopterygoideus (Farner et al. 1972). Kelenjar saliva dilapisi oleh kapsula jaringan ikat, yang membentuk lobulus. Sekresi kelenjar saliva disalurkan ke rongga mulut melalui duktus. Lapisan epitelium dari duktus berfungsi mereabsorbsi elektrolit terutama sodium dan klorida, sehingga produk akhir saliva bersifat hipotonik dengan konsentrasi mukus berbeda pada berbagai kelenjar saliva. Kelenjar saliva unggas lebih banyak mengandung mukus untuk membantu melumasi makanan pada saat proses menelan. Pada walet, ludah atau saliva merupakan komponen yang sangat penting dalam pembuatan sarang (King and McLelland 1984). Secara morfologi, kelenjar saliva walet linchi berkembang dengan baik pada burung dewasa, terutama pada saat musim berbiak. Namun demikian, sejauh ini, pengamatan seluler pada perubahan struktur histologis dan aktivitas sekresi kelenjar-kelenjar ludah yang terkait dengan proses reproduksi dan bersarang burung walet belum pernah dilaporkan. Glikokonjugat dalam bentuk glikoprotein atau glikolipid terdapat pada semua jaringan tubuh hewan, terutama pada kelenjar dan permukaan sel

69 53 (Goldstein et al. 1977) dan berfungsi dalam berbagai proses metabolisme sel, sekresi, pertumbuhan, diferensiasi sel, termasuk juga proses adhesi sel, pengenalan sel, transport ion, dan pengaturan reseptor sel (Schulte and Spicer 1984; Wu et al. 1994). Keberadaan glikokonjugat pada kelenjar dengan demikian dapat menjadi penanda dinamika dan aktivitas kelenjar tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi berbagai karbohidrat pada kelenjar mandibularis walet linchi selama 12 bulan pengamatan dengan memanfaatkan spesifisitas yang tinggi dari prosedur histokimia lektin serta untuk melihat keterkaitan antara aktivitas reproduksi dan bersarang dengan gambaran morfologi dan aktivitas kelenjar mandibularis yang diperlihatkan melalui distribusi dan kandungan glikokonjugat pada kelenjar mandibularis. Bahan dan Metode Bahan : kelenjar mandibularis burung walet linchi, larutan NaCl fisiologis 0.7%, larutan penyangga fosfat (ph 7.4), larutan pengawet paraformaldehida 4%, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, parafin p.a (56-58 C), pewarna alcian blue (AB)-periodic acid Schiff (PAS), larutan PBS, methanol, larutan H 2 O 2, serum normal, larutan tris buffer, kit lektin dengan biotin (biotinylated lectin), pereaksi ABC, kromogen DAB. Metode Sampel kelenjar mandibularis diambil setiap bulan selama 12 bulan, dari 3 ekor burung jantan dan 3 ekor burung betina. Burung terlebih dahulu dianestesi per inhalasi dengan cara dimasukkan ke dalam stoples berisi kapas yang telah diberi larutan eter. Segera setelah pingsan, berat badan masing-masing walet ditimbang. Setelah proses eksanguinasi melalui A. carotis communis, dilakukan sayatan di median mandibula sampai pertengahan leher. Kelenjar saliva diangkat dari tubuh burung, dicuci dalam larutan penyangga buffer fosfat (PBS) dan selanjutnya direndam dalam botol berisi larutan paraformaldehida 4% selama 3 X 24 jam. Setelah itu sampel organ dipindahkan ke larutan alkohol 70% yang digunakan sebagai larutan penyimpan sampai dengan pemrosesan selanjutnya. Pengamatan makroskopis meliputi pengamatan bentuk dan ukuran dari kelenjar saliva dilakukan pada sampel yang diawetkan dalam paraformaldehida

70 54 4%, dengan mengunakan alat bantu sliding caliper dan penggaris dengan ketelitian 1 mm. Pembuatan sediaan histologi dimulai dengan proses dehidrasi sampel dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat, mulai dari alkohol 70%, 80%, 90% sampai 100%, dilanjutkan dengan proses penjernihan (clearing) dengan larutan silol dan kemudian ditanam (embedding) dalam parafin menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong serial dengan ketebalan 5 µm, dilekatkan pada gelas obyek, kemudian diinkubasikan semalam dalam inkubator 40 C. Setelah sediaan melekat pada gelas obyek, maka sediaan siap untuk diwarnai. Sebelum proses pewarnaan dilakukan proses deparafinisasi dengan larutan, dilanjutkan dengan proses rehidrasi dengan larutan alkohol 100%, 90%. 80%, 70%. Setelah perendaman selama 10 menit dalam aqua destilata, sediaan kemudian diwarnai dengan metode pewarnaan hematoksilin-eosin untuk pengamatan morfologi sel-sel kelenjar mandibularis, serta pewarnaan AB-PAS dan histokimia lektin untuk pengamatan terhadap distribusi dan konsentrasi glikonjugat. Lektin yang digunakan adalah lektin yang terkonjugasi biotin (Biotinylated lectin kit, kode VEC LK-2000, Vector Lab., USA) terdiri atas Con A, DBA, RCA, UEA, SBA, PNA dan WGA dengan dosis masing-masing 5µg/µl. Untuk memastikan spesifisitas reaksi, dilakukan prosedur kontrol positif menggunakan sediaan asal mencit yang diketahui mengandung karbohidrat yang ingin dideteksi dan kontrol negatif dengan mengganti lektin dengan larutan PBS. Intensitas reaksi dan konsentrasi karbohidrat yang terdeteksi digolongkan secara kuantitatif menjadi -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. Hasil Morfologi Kelenjar Mandibularis Walet Linchi Kelenjar mandibularis walet linchi terletak pada daerah ventral mandibula. Kelenjar berbentuk oval terdapat sepasang di kiri dan kanan, berwarna putih dan berukuran rata-rata panjang 0.7 cm dan lebar 0.3 cm (Gambar 16). Dari pengamatan terhadap ukuran kelenjar mandibularis walet linchi jantan dan betina selama 12 bulan, terlihat bahwa pada bulan Januari ukuran kelenjar relatif kecil (panjang 0.5 cm dan lebar 0.2 cm) dan kemudian mulai pada bulan September

71 55 sampai Desember ukuran kelenjar semakin besar (panjang 0,8 cm dan lebar 0.3 cm). Ukuran panjang dan lebar kelenjar mandibularis dapat dilihat pada tabel 12. Pada walet linchi jantan ukuran kelenjar lebih besar dibandingkan yang betina, tetapi pada keduanya ukuran kelenjar mandibularis mengalami pembesaran yang sama. Secara histologis, kelenjar mandibularis bertipe tubuloasinar tampak diselubungi oleh kapsula jaringan ikat interlobular yang membagi kelenjar menjadi lobulus-lobulus. Tiap kelenjar terdiri dari bagian asinar dan unit penyalur. Sel-sel asinar kelenjar mandibularis walet linchi bertipe mukus. Sel-sel ini berbentuk kuboid pada sampel bulan Januari sampai bulan Juni dengan inti berbentuk pipih terletak di basal sel. Sebaliknya pada sampel bulan Juli sampai bulan Desember, sel-sel tersebut berbentuk silindris. Tabel 12 Ukuran kelenjar mandibula walet linchi selama 12 bulan a. Walet linchi jantan Ukuran Bulan Panjang (cm) Lebar (cm) Kanan Kiri Kanan Kiri Januari 0.6 ± ± ± ± 0.02 Februari 0.62 ± ± ± ± 0.03 Maret 0.62 ± ± ± ± 0.05 April 0.64 ± ± ± ± 0.01 Mei 0.65 ± ± ± ± 0.03 Juni 0.66 ± ± ± ± 0.04 Juli 0.72 ± ± ± ± 0.02 Agustus 0.74 ± ± ± ± 0.03 September 0.78 ± ± ± ± 0.03 Oktober 0.76 ± ± ± ± 0.04 November 0.80 ± ± ± ± 0.03 Desember 0.80 ± ± ± ± 0.05

72 56 b. Walet linchi betina Ukuran Bulan Panjang (cm) Lebar (cm) Kanan Kiri Kanan Kiri Januari 0.60 ± ± ± ± 0.00 Februari 0.60 ± ± ± ± 0.02 Maret 0.64 ± ± ± ± 0.04 April 0.64 ± ± ± ± 0.05 Mei 0.64 ± ± ± ± 0.03 Juni 0.66 ± ± ± ± 0.05 Juli 0.68 ± ± ± ± 0.04 Agustus 0.68 ± ± ± ± 0.04 September 0.69 ± ± ± ± 0.05 Oktober 0.72 ± ± ± ± 0.03 November 0.74 ± ± ± ± 0.02 Desember 0.78 ± ± ± ± 0.05 Pada sampel bulan Januari sampai bulan Juni terlihat bahwa lobulus kelenjar relatif kecil dengan lumen kelenjar yang sempit. Sedangkan pada sampel bulan Juli sampai bulan Desember terlihat lobulus membesar dan asinar kelenjar mempunyai lumen yang luas (Gambar 17). Kandungan Karbohidrat Kelenjar Mandibularis Walet Linchi a. Pewarnaan AB (ph 2.5)-PAS AB (ph 2.5) bereaksi negatif pada semua daerah di kelenjar mandibularis walet linchi, sedangkan PAS bereaksi positif pada sitoplasma dan sekreta sel-sel asinar serta pada lumen kelenjar dengan intensitas reaksi sedang sampai kuat (Gambar 18). Pola distribusi reaksi positif dari PAS dapat dilihat pada Tabel 13.

73 57 Tabel 13 Distribusi reaksi positif PAS pada kelenjar mandibularis walet linchi Bagian Bulan Kelenjar Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Sitoplasma sel Sekreta sel Lumen Kelenjar Keterangan: Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak

74 58 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 16 Sepasang kelenjar mandibularis in situ di ventral mandibularis. Terlihat perbedaan ukuran kelenjar mandibularis, pada bulan Januari ukuran kelenjar kecil, dan ukuran semakin besar dari bulan Februari sampai Desember. Bar : 2 mm.

75 59 Januari Agustus m L m L Gambar 17 Struktur histologis kelenjar mandibularis walet linchi. Bagian asinar kelenjar terdiri atas sel-sel mukus (m) dengan sitoplasma yang basofilik serta inti pipih terletak di basal. Kelenjar lebih berkembang dan lumen tampak meluas pada sampel kelenjar bulan Agustus dibandingkan dengan sampel kelenjar bulan Januari. Hematoksilin Eosin. Bar : 20 µm. April November Gambar 18 Sebaran reaksi positif PAS yang melambangkan kandungan karbohidrat netral pada kelenjar mandibularis walet linchi pada sampel bulan April dan November. Pada bulan April terlihat karbohidrat netral lebih terkonsentrasi pada bagian apikal dan sekreta sel (tanda panah) dan sedikit karbohidrat netral pada sitoplasma sel, sedangkan pada bulan November karbohidrat netral tersebar merata dan dalam jumlah banyak pada seluruh area sitoplasma sel-sel asinar (tanda panah). Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS). Bar: 20 µm.

76 60 b. Histokimia Lektin Pada sediaan yang diwarnai dengan teknik histokimia lektin, reaksi positif ditandai dengan munculnya warna coklat dari khromogen DAB. Reaksi positif menandakan adanya ikatan lektin yang melambangkan glikokonjugat dengan berbagai residu gula. Reaksi positif ditemukan terutama pada bagian asinar kelenjar mandibularis dengan intensitas reaksi yang bervariasi tergantung pada jenis lektin dan bulan pengambilan sampel. Di daerah asinar kelenjar, ikatan lektin berdistribusi pada sitoplasma sel asinar, sekreta sel dan lumen kelenjar. Distribusi dan intensitas reaksi positif dari masing-masing lektin pada sitoplasma sel asinar, lumen dan sekresi kelenjar mandibularis walet linchi dapat dilihat pada tabel 14, 15 dan 16. Tabel 14 Pola distribusi ikatan lektin pada sitoplasma kelenjar mandibularis walet linchi Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA _ ++ Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin. Lektin WGA dan Con A bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai sedang pada sitoplasma sel asinar pada semua sampel mulai sampel bulan mulai bulan Januari sampai bulan Desember. Lektin PNA, SBA dan RCA bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai sedang pada sampel bulan Januari sampai

77 61 Agustus, dan bereaksi kuat pada sampel bulan September sampai Desember, sedangkan lektin UEA hanya bereaksi positif sedang pada bulan Desember. Tabel 15 walet linchi Pola distribusi ikatan lektin pada sekreta sel kelenjar mandibularis Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA + ++ Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin. Pada bagian sekreta kelenjar mandibularis, lektin PNA, WGA, SBA dan RCA bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai sedang pada sampel bulan Januari sampai September dan bereaksi kuat pada sampel bulan Oktober sampai November. Lektin DBA hanya bereaksi positif dengan intensitas sedang pada sampel bulan Juli sedangkan lektin UEA bereaksi positif sedang pada sampel bulan Desember.

78 62 Tabel 16 linchi Pola distribusi ikatan lektin pada lumen kelenjar mandibularis walet Jenis Bulan Lektin Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des PNA WGA SBA DBA Con A RCA UEA + ++ Ket : Jan: Januari, Feb: Februari, Mar: Maret, Apr: April, Mei: Mei, Jun: Juni, Jul: Juli, Ags: Agustus, Sep: September, Okt: Oktober, Nov: November, Des:Desember. -: negatif, + : sedikit, ++ : sedang, +++: banyak. PNA: Peanut agglutinin, WGA: Wheat germ agglutinin, SBA: Soybean agglutinin, DBA: Dolichos biflorus agglutinin, Con A: Concanavalin A, RCA: Ricinus communis agglutinin, UEA: Ulex europaeus agglutinin. Pada lumen kelenjar mandibularis, lektin PNA dan RCA bereaksi negatif pada sediaan bulan April sedangkan pada sediaan bulan-bulan lainnya kedua lektin ini bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai sedang. Lektin WGA, SBA dan Con A bereaksi negatif pada sampel bulan Januari dan April, sedangkan pada bulan-bulan lainnya bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai sedang. Lektin DBA bereaksi negatif pada semua sampel bulan Januari sampai Desember, sedangkan lektin UEA bereaksi positif lemah pada sampel bulan Januari sampai Oktober dan bereaksi positif sedang pada sampel bulan Desember.

79 63 RCA RCA RCA Januari Con A Juli Con A Desember Con A Januari PNA Juli PNA Desember PNA Januari UEA Juli UEA Desember UEA Januari Juli Desember Gambar 19 Pola distribusi ikatan lektin RCA, Con A, PNA dan UEA pada sampel kelenjar mandibularis walet linchibulan Januari, Juli dan Desember. Lektin RCA dan PNA bereaksi positif sedang sampai kuat pada sitoplasma dan sekreta kelenjar pada bulan Januari, Juli dan Desember. Lektin Con A dan UEA bereaksi negatif pada bulan Januari, dan bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai sedang pada sitoplasma dan sekreta kelenjar pada bulan Juli dan Desember.. Bar: 25 µm.

80 64 Januari Juli Desembe Gambar 20 Pola distribusi ikatan lektin DBA (tanda panah) pada sampel kelenjar mandibularis walet linchi bulan Januari, Juli dan Desember. Reaksi positif DBA berdistribusi pada sel asinar daerah permukaan (sekreta) dan sitoplasma beberapa sel kelenjar dengan intensitas sedang sampai kuat. Distribusi reaksi positif meluas pada lebih banyak sel pada sampel bulan Juni dengan intensitas sedang sampai kuat. Reaksi positif sangat menurun pada sampel bulan Desember dengan intensitas lemah. Bar A-B : 50 µm, C : 25 µm Juni Desember Pembahasan Kelenjar mandibularis adalah kelenjar saliva utama pada unggas dan berkembang baik pada unggas pemakan serangga dan biji-bijian (Farner et al. 1972). Saliva pada unggas berfungsi terutama untuk membantu membasahi dan melunakkan makanan yang kering dan sebagai media untuk memecah dan mengencerkan bahan makanan. Pada walet linchi, kelenjar mandibularis terbagi atas lobus dan lobulus. Kelenjar pada semua lobus bertipe mukus dengan struktur kelenjar tubuloasinar atau tubuloalveolar. Secara umum, struktur kelenjar mandibularis walet linchi mirip dengan yang dilaporkan pada walet putih Collocalia fuciphaga (Novelina dan Adnyane 2005) dan ayam (Suprasert et al. 2000). Saliva pada walet juga berfungsi sebagai bahan pembuat sarang (King and Mc Lelland 1984). Komposisi bahan aktif sarang walet antara lain berupa musin yang berkontribusi terhadap kekentalan saliva dan aktivitas fisiologis ruang mulut. Musin mengandung oligosakarida yang berperan sebagai pelumas dan proteksi terhadap bakteri pada ruang mulut dan saluran pencernaan (Menghi et al. 2002). Musin juga berperan menjaga keseimbangan mikroflora ruang mulut (Samar et al. 1999; Marcone 2005). Musin mengandung 30% heksosamin (galaktosamin dan glukosamin), 8-33 % asam sialat dan sekitar 15 % galaktosa atau fukosa dan sedikit mannosa (Herp et al. 1988). Penelitian ini memperlihatkan reaksi positif

81 65 PAS dan reaksi positif beberapa lektin PNA, WGA, Con A, SBA, DBA, UEA dan RCA pada kelenjar mandibularis walet linchi. Dua metode pewarnaan ini menunjukkan keberadaan beberapa jenis glikokonjugat, yaitu glikokonjugat dari kelompok karbohidrat netral, dan glikokonjugat dengan residu gula galaktosa, asetilgalaktosamin, glukosa, manosa, galaktosa, asam sialat, dan fukosa pada kelenjar mandibularis atau saliva walet linchi. Musim berbiak walet ditandai dengan perilaku-perilaku membuat sarang, bertelur, mengerami serta merawat hingga anak burung dapat terbang dan meninggalkan sarang. Musim berbiak walet adalah pada musim hujan, pada saat banyak tersedia bahan makanan. Musim berbiak walet di Pulau Jawa umumnya jatuh pada bulan September, mencapai puncaknya pada bulan November dan berakhir pada bulan April (Mardiastuti et al. 1998). Pada penelitian ini tampak peningkatan pada ukuran kelenjar mandibularis dan intensitas reaksi positif PAS dan reaksi positif beberapa lektin selama musim berbiak dan bersarang, yaitu antara bulan September sampai Desember. Peningkatan ukuran dan aktivitas kelenjar mandibularis seiring keaktifan musim berbiak dan bersarang ini mengindikasikan adanya keterkaitan dan keterlibatan kelenjar mandibularis dalam aktivitas berbiak dan bersarang walet linchi. Lektin WGA, Con A dan DBA bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai sedang pada semua bulan mulai bulan Januari sampai bulan Desember. Hal ini mengindikasikan bahwa kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat dengan residu gula asetilgalaktosamin, glukosa, manosa dan asetilgalaktosamin, dengan konsentrasinya yang relatif sama sepanjang tahun. Pada lektin PNA, SBA dan RCA, reaksi positif meningkat seiring dengan waktu keaktifan berbiak dan bersarang, Lektin-lektin ini bereaksi dengan intensitas lemah sampai sedang pada bulan Januari sampai Agustus, dan menjadi kuat pada bulan September sampai Desember. Lektin UEA bereaksi positif dengan intensitas lemah hanya pada bulan November dan Desember. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karbohidrat dengan residu gula asetilgalaktosamin, asam sialat, galaktosa, dan galaktosa terdapat pada kelenjar mandibularis walet linchi dan konsentrasinya semakin meningkat pada bulan

82 66 September sampai Desember sedangkan karbohidrat dengan residu gula fukosa hanya terlihat pada bulan Desember. Karbohidrat dengan residu gula asam sialat berperan pada proses lubrikasi dan melindungi saluran pencernaan. Residu gula asam sialat dan asetilgalaktosamin berperan membuat kondisi hidrofilik untuk menjaga kelembaban mukosa ruang mulut sebagai barrier untuk aktivitas bakteri dalam mulut (Suprasert et al. 1986). Keberadaan residu gula asam sialat dan sulfat pada sekresi dan lumen sel kelenjar kemungkinan berperan dalam perlindungan terhadap bakteri, karena keberadaan asam sialat pada permukaan sel memberikan suasana asam pada permukaan sel dan memungkinkan untuk proses fagositosis sel (Arhitvong et al. 1999). Sementara fungsi fisiologis dari karbohidrat dengan residu gula galaktosa dan fukosa pada unggas belum diketahui secara pasti (Suprasert et al. 2000). Selain pada sel-sel kelenjar, beberapa lektin yaitu PNA, WGA, SBA, RCA dan Con A juga terdeteksi pada sekreta kelenjar mandibularis. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa karbohidrat dengan residu gula galaktosa, asetilgalaktosamin, glukosa, manosa, galaktosa, asam sialat merupakan bagian sekreta atau saliva dan kemungkinan merupakan bahan penyusun sarang walet linchi. Pada saat membesarkan anak, induk burung aktif memberi makan pada anak burung yang belum dapat terbang dan mencari makan sendiri. Kemungkinan glikokonjugat yang terdeteksi pada sekreta atau saliva kelenjar mandibularis adalah bahan-bahan penting yang diperlukan sebagai nutrisi pertumbuhan dan pertahanan tubuh anak burung, ternyata burung walet yang disapih dan diberi makan oleh manusia tidak dapat bertahan hidup lama, atau jika bertahan hidup akan mengalami kecacatan atau tidak mempunyai kemampuan terbang seperti burung yang secara alami mendapat makan langsung dari mulut induknya (Mardiastuti et al. 1998). Pada lektin DBA, reaksi positif bersifat sporadis pada beberapa sel asinar, sementara di beberapa sel lainnya lektin DBA bereaksi negatif (Gambar 20). Kemudian, pada sediaan bulan Januari reaksi positif DBA tampak di daerah permukaan sel kelenjar, dan pada bulan bulan selanjutnya reaksi positif lebih

83 67 cenderung berdistribusi di bagian arah basal dari sel -sel kelenjar. Pola reaksi lektin DBA ini khas dan tidak ditunjukkan oleh lektin lain. Hal ini mencerminkan adanya fase aktif yang tidak sama antar sel-sel kelenjar. Pola lektin DBA sekaligus dapat juga digunakan sebagai penanda aktivitas dan dinamika kelenjar mandibularis walet linchi. Aktivitas dan kerja kelenjar mandibularis secara umum diatur oleh unsur neuroendokrin antara lain dipengaruhi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis dari Nervus cranialis VII, IX dan X merupakan serabut syaraf motorik untuk kelenjar saliva. Stimulus saraf parasimpatis akan meningkatkan aktivitas kelenjar, sedangkan stimulus saraf simpatis menghambat aliran darah kelenjar saliva sehingga menghambat produksi saliva dan mengakibatkan kelenjar dalam keadaan istirahat (Banks et al. 1986). Pada fase aktif, kelenjar mengeluarkan sekreta yang mengandung glikokonjugat tertentu, tetapi pada saat yang bersamaan sel-sel kelenjar yang lain yang tidak mengandung glikokonjugat tersebut, mungkin saja sedang dalam fase istirahat sehingga tidak sedang mensekresikan sekreta. Pada periode bersarang, kelenjar mandibularis tampak aktif memproduksi sekreta untuk proses pembuatan sarang. Dengan demikian pada periode bersarang, saliva yang dihasilkan akan banyak mengandung glikokonjugat, dan sarang yang dihasilkan mempunyai kualitas sarang yang lebih baik. Pada tikus Harderian terdapat reseptor spesifik androgen pada kelenjar submandibularisnya (Zhuang et al. 1996). Pada tikus jantan terdapat sepasang kelenjar submandibularis, sedangkan betina hanya mempunyai satu kelenjar. Perkembangan kelenjar submandibularis dipengaruhi hormon pertumbuhan dan rennin. Perbedaan kelenjar bukan hanya pada morfologi saja tetapi juga pada kandungan kelenjar. Pada kelenjar submandibularis jantan terdapat beberapa peptida bioaktif yang sekresinya diatur oleh hormon gonad. Melihat pola distribusi karbohidrat yang teramati pada penelitian ini, diduga pada walet linchi terdapat reseptor hormon gonad pada kelenjar mandibularisnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi dugaan ini.

84 68 Simpulan Kelenjar mandibularis walet linchi mengalami perkembangan dan perubahan pada morfologi dan kandungan glikokonjugatnya seiring dengan aktivitasnya pada musim berbiak dan bersarang.

85 7. PEMBAHASAN UMUM Morfologi Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi Dari hasil pengamatan selama 12 bulan terhadap perubahan morfologi yang terjadi pada gonad jantan dan betina. Tampak perubahan pada morfologi testis berupa peningkatan ukuran pada bulan Februari sampai Mei, kemudian menurun pada bulan Juni sampai Juli dan ukuran tetap sampai bulan Desember (Gambar 21). Pada ovarium juga terjadi peningkatan ukuran pada bulan Februari sampai April, kemudian menurun pada bulan Mei sampai Oktober dan meningkat pada bulan November sampai Januari (Gambar 22). Panjang Testis mm 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2,5 2,6 2,6 2,6 2,6 2,5 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan Panjang Ovarium mm Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des Gambar 22 Ukuran ovarium walet linchi selama 12 bulan

86 70 Musim berbiak walet dimulai dengan membuat sarang, bertelur, mengerami serta merawat hingga anak burung dapat terbang dan meninggalkan sarang. Musim berbiak walet adalah pada musim hujan yaitu pada saat banyak tersedia bahan makanan. Berdasarkan semua gambaran dan perubahan morfologi yang terjadi pada gonad jantan dan betina dapat disimpulkan bahwa musim berbiak walet linchi terjadi pada bulan Februari - Juli. Hasil ini mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya pada biologi burung-burung walet (Mardiastuti et al. 1998). Hal ini juga tergambar dari fluktuasi konsentrasi hormon gonadal jantan dan betina selama 12 bulan (Gambar 23). Pada bulan-bulan periode berbiak terlihat peningkatan konsentrasi hormon gonadal dan pada periode bersarang hormon gonadal menurun. Hormon gonadal berpengaruh pada perilaku seksual dan aktivitas kelenjar-kelenjar yang terkait dengannya. Secara umum hasil penelitian pada testis dan ovarium menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah sel positif dan intensitas reaksi ikatan beberapa lektin pada musim berbiak yang menunjukkan adanya keterlibatan dan peran karbohidrat tertentu dalam proses spermatogenesis dan folikulogenesis walet linchi. Hormon Testosteron dan Estrogen ng/dl 12 10,4 10,5 10,6 10,7 10,6 10,5 9,8 9,5 10 8,4 8 9,9 9,8 9,9 9,9 9,2 6 7,6 7, Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des Estrogen Testosteron Gambar 23 Fluktuasi konsentrasi hormon testosteron dan estrogen walet linchi selama 12 bulan

87 71 Kelenjar mandibularis juga mengalami perubahan morfologi dan aktivitas selama pengamatan 12 bulan. Perubahan morfologi pada kelenjar mandibularis terlihat adanya peningkatan ukuran kelenjar yang semakin membesar dari bulan Januari sampai Desember. Hal ini mengindikasikan keaktifan kelenjar mandibularis seiring dengan periode berbiak dan bersarang walet linchi. Pada periode bersarang (Agustus Januari) kelenjar mandibularis berukuran lebih besar dibandingkan pada periode berbiak (Februari Juli). Karena pada periode bersarang, burung aktif membuat sarang untuk tempat meletakkan telur dan membesarkan anak. Kemungkinan yang berperan dalam proses bersarang adalah hormon yang berhubungan dengan parental behavior. Walet jantan dan betina menunjukkan sifat paternal care, yaitu bersamasama membuat sarang, mengerami dan merawat anakan. Pada burung, hormon prolaktin merupakan faktor penting yang berperan dalam sifat paternal care ini. Sifat paternal care pada burung jantan dapat di bagi dalam dua tahap : (1) tahap inkubasi dan (2) tahap berkembang biak dan memberi makan anakan. Pada tahap inkubasi hormon prolaktin akan meningkat dan kemudian akan menurun secara perlahan pada masa memberi makan anakan (Schradin and Anzenberger 1999). Dengan demikian perlu studi lanjut untuk melihat dinamika konsentrasi hormon prolaktin pada walet linchi dan hubungan antara hormon gonadal dengan aktivitas kelenjar mandibularis. Hasil penelitian ini menunjukkan keterlibatan beberapa karbohidrat pada fungsi kelenjar mandibularis selama musim bersarang dan berbiak pada walet linchi. Pada walet linchi betina, perubahan morfologi dan histokimia ovarium selama musim bersarang dan berbiak seiring dengan perubahan morfologi dan histokimia pada kelenjar mandibularis. Sedangkan pada walet linchi jantan perubahan morfologi testis walaupun terlihat tidak seiring dengan perubahan morfologi kelenjar mandibularis, tetapi terlihat distribusi dan konsentrasi glikokonjugat pada kedua organ sama-sama meningkat pada musim bersarang. Hal ini memperlihatkan adanya keterkaitan perkembangan kelenjar mandibularis dengan aktivitas gonad dan kemungkinan perkembangan kelenjar mandibularis dipengaruhi hormon gonad. Namun demikian perlu diteliti adanya resptor gonad pada kelenjar mandibularis walet linchi.

88 72 Berdasarkan saat pemanenan yang dikaitkan dengan pola berbiak walet, dikenal ada tiga pola pemanenan yaitu panen rampasan, buang telur dan tetasan (Mardiastusti et al. 1998). Pola panen rampasan adalah sarang dipanen setelah sarang terbentuk dan burung belum bertelur, karakteristik sarang yang dihasilkan bersih tetapi kecil dan tipis. Pola yang selanjutnya adalah pola panen buang telur yaitu sarang dipanen setelah burung bertelur 2 butir, karakteristik sarang yang dihasilkan bersih, ukuran memadai dan tebal, telur dapat dijual atau ditetaskan, tetapi pola panen ini dapat membuat burung menjadi stress karena kehilangan telurnya. Pola yang terakhir adalah pola tetasan yaitu sarang dipanen setelah telur menetas dan anakan dapat terbang meninggalkan sarang. Karakteristik sarang yang dihasilkan pada pola ini kotor karena bekas dipakai anakan tetapi kualitas sarang baik dan mangkokan besar serta tebal. Jika pola panen sarang diatas dikaitkan dengan hasil penelitian ini maka dianjurkan untuk memilih pola panen tetasan. Konsentrasi Hormon (ng/dl) Ukuran Kelenjar (mm) Ukuran Gonad (mm) Gambar 24 Pola aktivitas gonad dan kelenjar mandibularis walet linchi

2. TINJAUAN PUSTAKA UMUM

2. TINJAUAN PUSTAKA UMUM 2. TINJAUAN PUSTAKA UMUM Klasifikasi Menurut Chantler dan Driessens (1995), taksonomi burung walet linchi adalah sebagai berikut : Class : Aves Subclass : Neornithes Superorder : Apodimorphae Order : Apodiformes

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN 4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Ovarium merupakan tempat perkembangan folikel, ovulasi dan luteinisasi. Semua proses tersebut meliputi proses

Lebih terperinci

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan 7. PEMBAHASAN UMUM Morfologi Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi Dari hasil pengamatan selama 12 bulan terhadap perubahan morfologi yang terjadi pada gonad jantan dan betina. Tampak perubahan

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK EVALINA. Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK Asep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

Morfologi dan Histokimia Kelenjar Mandibularis Walet linchi (Collocalia linchi) Selama Satu Musim Berbiak dan Bersarang ABSTRAK

Morfologi dan Histokimia Kelenjar Mandibularis Walet linchi (Collocalia linchi) Selama Satu Musim Berbiak dan Bersarang ABSTRAK J. Ked. Hewan Vol. 4 No. 1 Maret 2010 Morfologi dan Histokimia Kelenjar Mandibularis Walet linchi (Collocalia linchi) Selama Satu Musim Berbiak dan Bersarang Morphological and histochemical properties

Lebih terperinci

SISTEM REPRODUKSI UNGGAS BETINA Oleh : Setyo Utomo Pada umumnya sistem reproduksi ternak betina terdiri atas ovarium dan sistem duktus (saluran),

SISTEM REPRODUKSI UNGGAS BETINA Oleh : Setyo Utomo Pada umumnya sistem reproduksi ternak betina terdiri atas ovarium dan sistem duktus (saluran), SISTEM REPRODUKSI UNGGAS BETINA Oleh : Setyo Utomo Pada umumnya sistem reproduksi ternak betina terdiri atas ovarium dan sistem duktus (saluran), demikian halnya pada burung atau unggas. Sistem tersebut

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus).

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Menurut Mansjoer (1985) bahwa ayam kampung mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan Ayam Hutan Merah yaitu Ayam Hutan Merah Sumatra (Gallus gallus gallus)

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Burung Seriti. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Menurut Peterson (2005) klasifikasi burung Seriti dapat diklasifikasikan dalam Taksonomi adalah: Kingdom : Animalia Phylum

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) X A.

ACARA PENGAJARAN (SAP) X A. SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) X A. 1. Pokok Bahasan : Sistem reproduksi ayam jantan dan betina A.2. Pertemuan minggu ke : 13 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan : 1. Sistem reproduksi ayam j antan 2. Mekanisme

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi alon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan vertebrata ada 4,yaitu: 1. Jaringan epitel 2. Jaringan ikat

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN (JARINGAN EPITEL) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI B KELOMPOK : I (Satu) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT MEMBERIKAN TEKANAN THDP SDA & LH PERTUMBUHAN PENDUDUK YG SEMAKIN CEPAT KBUTUHAN AKAN PROTEIN HWNI MENINGKAT PENDAHULUAN - LAHAN SEMAKIN SEMPIT - PENCEMARAN PERAIRAN SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT UTK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan salah satu masalah penting bagi setiap orang. Infertilitas pada pria berkaitan erat dengan spermatogenesis. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN

FISIOLOGI HORMON STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN FISIOLOGI HORMON Fisiologi hormon By@Ismail,S.Kep, Ns, M.Kes 1 STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjarkelenjar endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang

Lebih terperinci

DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA

DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA Adrien Jems Akiles Unitly, Dece Elisabeth Sahertian Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B04103026 DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 MAKALAH TENTANG THERMOREGULASI (PENGATURAN SUHU) PADA TESTIS Oleh Sohibul Himam (0710510087) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 1 Pendahuluan Testis merupakan organ kelamin primer bagi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf

Jaringan Tubuh. 1. Jaringan Epitel. 2. Jaringan Otot. 3. Jaringan ikat/penghubung. 4. Jaringan Saraf Jaringan Tubuh 1. Jaringan Epitel 2. Jaringan Otot 3. Jaringan ikat/penghubung 4. Jaringan Saraf Jaringan Epitel Tersusun atas lapisan-lapisan sel yang menutup permukaan saluran pencernaan, saluran pada

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Tepung Kaki Ayam Broiler sebagai Subtitusi Tepung ikan di dalam Ransum terhadap Produksi Telur Ayam Arab (Gallus turcicus) Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci