LAPORAN KINERJA KPAI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KINERJA KPAI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA"

Transkripsi

1 LAPORAN KINERJA KPAI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA JL. Teuku Umar Nomor Menteng, Jakarta Pusat Telp , , Fax Website: pengaduan@kpai.go.id

2 2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridho-nya, Sekretariat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun Hal ini semata-mata dilakukan untuk menunjukkan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat bahwa KPAI mempunyai komitmen dan tekad yang kuat untuk melaksanakan kinerja organisasi yang berorientasi pada outputs dan outcomes, dan dalam rangka memenuhi prinsip tranparansi dan akuntabilitas yang merupakan pilar penting pelaksanaan good governance. LAKIP Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tahun 2017 ini berisi informasi tentang uraian pertanggungjawaban atas capaian kinerja KPAI dalam mencapai tujuan dan sasaran strategisnya selama tahun LAKIP ini disusun berdasarkan dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2017 dan Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2017 yang mengacu sepenuhnya pada Rencana Strategis (Renstra) KPAI Tahun Akhirnya kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh jajaran Komisi Perlindungan Anak Indonesia, baik pimpinan maupun staf, yang telah bekerja dengan sunguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya. Jakarta, Februari Kepala Sekretariat KPAI, Retno Adji Prasetiaju

3 3 DAFTAR ISI Kata Pengantar 2 Daftar Isi 3 Ringkasan Eksekutif 4 Bagian Pertama : Pendahuluan 11 A. Latar Belakang 11 B. Peran dan Fungsi KPAI 15 B. Ruang Lingkup dan Sistematika Penyajian 18 Bagian Kedua : Perencanaan Kinerja 20 A. Rencana Strategis 20 B. Penetapan Kinerja Tahun C. Perjanjian Kinerja Tahun Bagian Ketiga : Akuntabilitas Kinerja 38 Program Perlindungan Anak Pengawasan Pelaksanaan Perlindungan Anak (KPAI) Laporan Pengawasan Penanganan Terpadu Korban Kekerasan 1. terhadap Anak (KtA) Laporan Layanan Pengaduan, Penelaahan dan Mediasi Pengaduan 2. yang Ditindaklanjuti 3. Laporan Data dan Informasi dan Rekomendasi serta Tindak Lanjut terkait Perlindungan Anak 4. Laporan Akuntabilitas dan Kinerj`a Organisasi KPAI Laporan Layanan Perkantoran Bagian Keempat : Penutup 108 Bagian Kelima : Lampiran Target dan Realisasi Anggaran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jumlah Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah Milestone Sistem Pendataan di KPAI dan Struktur Organisasi KPAI 121

4 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, KPAI telah memasuki periodesasi ke-5 (lima). Periode pertama berlangsung mulai tahun , periode kedua berlangsung pada tahun , periode ketiga pada tahun , periode keempat berlangsung pada tahun dan saat ini memasuki Periode Meski periodesasi berganti, namun eksistensi secara kelembagaan terus berlangsung dengan berbagai strategi, inovasi dan upayanya dari masa ke-masa terlebih dari sisi mandat sejak tahun 2014 juga mengalami sedikit perubahan. Dengan harapan, seluruh langkah dan upaya yang dilakukan menjadi pemacu percepatan penyelenggaraan perlindungan anak yang semakin efektif. Laporan Kinerja KPAI Tahun ini merupakan hasil yang diolah dari (i) pemantauan dan pengawasan (ii) laporan dan telaah pengaduan masyarakat, (iii) advokasi terkait kebijakan dan isu perlindungan anak, (iv) telaah dan kajian terhadap fenomena perlindungan anak selama tahun 2017, (v) pengumpulan dan pengolahan data tahun Dalam catatan laporan kinerja KPAI tahun 2017 ini berupaya menginformasikan rangkaian program dan kegiatan KPAI selama tahun 2017, sesuai dengan tugas dan fungsinya yang diamanatkan oleh Undang Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Laporan ini menguraikan kegiatan KPAI mencakup sembilan (9) bidang KPAI, yakni; Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat, Bidang Keluarga dan Pengasuhan, Bidang Hak Sipil dan Partisipasi, Bidang Agama dan Budaya, Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan dan Napza, Bidang Pornografi dan Cybercrime, Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) serta Bidang Trafficking dan Eksploitasi.

5 5 Dengan kehadiran laporan kinerja KPAI ini, diharapakan dapat memberikan gambaran kinerja KPAI selama tahun 2017 bagi para pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak, yakni; Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orangtua, memahami betapa kompleksnya problematika anak di Indonesia. Dengan membaca laporan kinerja ini, KPAI berharap komitmen para pengambil kebijakan dan semua stakeholders semakin meningkat untuk pemastian perlindungan anak. Selain itu laporan ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk pemajuan penyelenggaraan perlindungan anak. Adapun dalam ringkasan eksekutif ini akan disampaikan terkait akuntabilitas kinerja yang berisi capaian kinerja KPAI selama tahun 2017 yang mengacu pada sasaran strategis yang telah ditetapkan. Program Pengawasan Pelaksanaan Perlindungan Anak (KPAI), didukung anggaran sebesar: Rp ,- (lima belas milyar rupiah), terealisasi 99,46% yaitu sebesar Rp ,- (empat belas milyar sembilan ratus dua puluh enam juta enam ratus tujuh puluh enam ribu lima ratus enam puluh tiga rupiah). Ditinjau dari capaian kinerja masing-masing sasaran yaitu tercapainya efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak dan terselenggaranya kepemerintahan yang baik, untuk tahun 2017 KPAI telah dapat melaksanakan tugas utama yang menjadi tanggungjawab organisasi. Berikut akan diuraikan kinerja KPAI tahun 2017 dilihat dari sasaran program pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak dan penerapan kepemerintahan yang baik, antara lain : 1. KPAI menerima pengaduan masyarakat sebanyak kasus sepanjang tahun Jika dilihat dari trend kasus tahunan, pengaduan kasus KPAI mengalami penurunan. Dari situasi ini dapat dilihat bahwa pertama, mulai tumbuhnya lembagalembaga layanan perlindungan anak di daerah, sehingga pengaduan kasus pelanggaran anak, cukup diadukan ke lembaga terdekat dan tidak melakukan pengaduan ke KPAI. Misalnya berdasarkan data dari Direktorat

6 6 Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM, Anak yang berada di LPKA meningkat sebanyak 90 anak (2.319 menjadi 2.409) dan di LPAS meningkat 179 anak (905 menjadi 1.084) pada tahun 2017 dibandingkan dengan tahun Kedua, sebagai dampak dari masifnya advokasi perlindungan anak, perilaku masyarakat terkait perlindungan anak mulai semakin membaik, dan kasus pelanggaran terhadap hak anak mulai berkurang, meski kasus-kasus ekstrim masih terus terungkap. Ketiga, modelmodel pengarusutamaan perlindungan anak pada lembaga penyelenggaraan perlindungan anak mulai bertumbuhan; sekolah ramah anak, puskesmas ramah anak, dan lain sebagainya. Namun demikian, perlu dicatat bahwa kualitas dan kompleksitas kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat misalnya kasus video pornografi yang korbannya lebih dari 750 ribu anak serta kasuskasus bullying yang masih terjadi di sekolah-sekolah di tanah air. 2. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, berdasarkan laporan pengaduan KPAI jumlah korban dan pelaku usia anak mencapai orang dengan jumlah korban dan pelaku berjenis kelamin laki-laki. Hal ini mengkonfirmasi berbagai temuan kementrian dan lembaga bahwa anak laki-laki memiliki kerentanan yang tinggi baik sebagai pelaku maupun korban. Pada tahun 2017, anak laki-laki sebanyak atau 54% dan anak perempuan sebanyak 1064 atau 46% sebagai korban dan pelaku. 3. Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum masih menjadi kasus tertinggi di KPAI dengan kasus sebanyak 1209 kasus, diikuti dengan kasus bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 593 kasus, dan kasus pornografi dan cybercrime sebanyak 514 kasus. Sejak tahun 2016, kasus bidang pornografi dan cybercrime jumlah kasusnya bertambah dan menggantikan posisi bidang pendidikan.

7 7 4. Pada kasus anak berhadapan dengan hukum, anak sebagai pelaku kekerasan sebanyak 530 sedangkan anak sebagai korban 477. Dari data tersebut, KPAI berpandangan bahwa kerentanan anak saat ini tidak lagi hanya menjadi korban tetapi juga menjadi pelaku. Meskipun anak pelaku tersebut juga merupakan korban dari problem pengasuhan di keluarga maupun situasi lingkungan yang kurang mendukung. 5. Tingginya perceraian yang mencapai 19,9% pada tahun 2016 menyebabkan konflik orang tua yang berdampak kepada anak masih tinggi. Padahal seharusnya kepentingan terbaik bagi anak menjadi prioritas orang tua. KPAI mendorong reformasi hukum perlindungan anak paska perceraian orang tua dengan mendorong kepastian hak kuasa asuh, pemenuhan hak akses bertemu, dan pemenuhan hak nafkah. Selain itu, KPAI mendorong Presiden untuk meratifikasi the Hague Convention on Child Abduction sebagai dorongan mekanisme pemenuhan hak anak dari penculikan oleh salah satu orang tua di level nasional. 6. Kasus-kasus pornografi dan kejahatan seksual terhadap anak di dunia maya menjadi problem era digital. Pada satu kasus pornografi dan kejahatan terhadap anak di dunia maya bisa jadi tindakan kriminalitasnya sedikit. Namun demikian, korbannya bisa ratusan bahkan ribuan. Diperlukan upaya maksimal untuk melakukan identifikasi korban kekerasan seksual terhadap anak di dunia maya agar mereka mendapatkan rehabilitasi optimal. Selain itu, literasi internet sehat kepada anak-anak sudah harus menjadi keharusan di era globalisasi yang perlu diikuti dengan kebijakan informatika yang ramah anak. 7. Kasus trafiking dan eksploitasi anak dewasa ini masih menjadi persoalan yang kompleks. Modus penjualan bayi di salah satu area di Sumatera Utara merupakan bentuk kejahatan serius yang harus dicegah. Bentuk lainnya, eksploitasi anak di area pekerjaan berbahaya yang mengancam kesehatan dan jiwa anak juga masih menjadi pekerjaan rumah yang harus mendapatkan atensi khusus.

8 8 8. Advokasi kebijakan yang dilakukan KPAI untuk perlindungan anak pada tahun ini menghasilkan beberapa kebijakan strategis diantaranya Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan; Peraturan turunan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Register Perkara Anak Dan Anak Korban; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak Korban Tindak Pidana; Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pengesahan ASEAN Convention Against Trafficking In Person Especially Women And Children (Konvensi Asean Menentang Perdagangan Orang, Terutama Perempuan Dan Anak). Selain itu KPAI masih mencermati proses kebijakan lainnya yang sedang dalam proses legislasi yaitu RUU tentang Penyiaran, Revisi Revisi Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Revisi Peraturan Presiden Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 9. KPAI memandang bahwa salah satu pilar perlindungan anak adalah di ranah pendidikan. Sekolah/Madrasah/Pesantren Ramah Anak sudah menjadi kebutuhan mendesak agar proses penyelenggaraan pendidikan memiliki visi misi ramah anak mulai dari kurikulum, sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, penyelenggaraan sekolah, hingga budaya yang dibangun di sekolah. KPAI mendorong Kemendikbud dan Kementrian Agama menjadi leading sector penyelenggaraan Sekolah/Madrasah/Pesantren Ramah Anak. KPAI meminta percepatan penerbitan dan pengesahan Rencana Peraturan Presiden Sekolah Ramah Anak. Mengingat jumlah Sekolah Ramah Anak saat ini baru mencapai 2800 sekolah dari 260 ribu sekolah atau hanya 0,09%. 10. Menguatnya radikalisme di kalangan anak menjadi keprihatinan KPAI. Berdasarkan kajian KPAI, keterpaparan anak terhadap paham radikal didapatkan dari akses internet, bahan bacaan, keluarga hingga di ruang sekolah. Tanpa dampingan orang tua, sekolah dan masyarakat sebagai satu

9 9 kesatuan fungsi saling control, anak memiliki kerentanan yang tinggi menjadi korban paham radikal. 11. Upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus kekerasan seksual harus menjadi komitmen seluruh aparat penegak hukum. Bagi pelaku anak, penegakan Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi amanat yang harus ditunaikan untuk menjaga kepentingan terbaik bagi anak. Sedangkan bagi korban, KPAI menghimbau pemerintah untuk hadir melakukan upaya rehabilitasi korban secara maksimal. 12. Program Pendidikan Pengasuhan bagi Orang Tua harus diupayakan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dari hulu. Orang tua pun menguatkan komitmen melakukan pengasuhan terbaik untuk anak dengan membersamainya dalam tumbuh kembangnya. Upaya pencegahan anak menjadi pelaku maupun korban dengan pengasuhan terbaik di keluarga menjadi banteng utama dan terakhir perlindungan anak. 13. Mengingat desa merupakan ujung tombak pembangunan nasonal, perwujudan desa ramah anak merupakan kebutuhan mendesak. Adanya dana alokasi desa yang saat ini cukup signifikan, merupakan momentum positif untuk mendukung penyediaaan fasilitas ramah anak, rintisan model sekolah/madrasah ramah anak di desa, integrasi kegiatan warga desa dengan isu perlindungan anak serta upaya pencegahan dan penanganan anak berbasis masyarakat desa merupakan kebutuhan mendesak segera dilakukan. 14. Mendorong pemerintah dan pemerintah daerah untuk memenuhi lembar akta (8,84%) berdasarkan RPJMN 2019 terkait pemenuhan hak sipil anak terutama keluarga miskin dan disabilitas. Sampai saat ini pemerintah dan pemerintah daerah baru memenuhi hak akta lahir anak sebanyak lembar akta. Salah satu strategi pemenuhan akta lahir, pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan melakukan layanan pencatatan akta lahir

10 10 berbasis desa atau kelurahan. Sedangkan berdasarkan data susenas anak Indonesia berjumlah 83,9 juta. Maka kekurangan akta lahir yang harus dipenuhi sebanyak lembar akta lahir. 15. KPAI mendorong pemerintah untuk dapat melaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional secara menyeluruh mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam hal promotif KPAI melihat bahwa sosialisasi tentang JKN masih belum dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat, sehingga antara lain akses terhadap layanan kesehatan menjadi masalah nomor 2 yang dilaporkan kepada KPAI. Dalam bidang preventif, khususnya yang menyangkut imunisasi point-point yang harus mendapat perhatian terutama masalah UCI (Universal Coverage Imunisation) yang baru terbatas pada provinsi tertentu. KPAI meminta pemerintah untuk memastikan kualitas vaksin dari sisi kehalalannya, distribusinya dalam cold chain (rantai dingin), dan kualitas vaksin itu sendiri. Selain itu, KPAI menghimbau kepada masyarakat luas agar mengikuti program imunisasi secara lengkap dan berkesinambungan. 16. Mengingat sebagian geografis wilayah Indonesia merupakan rawan bencana, maka pemerintah perlu memastikan integrasi perspektif perlindungan anak dalam seluruh proses penanggulangan bencana, termasuk pencegahan, tanggap darurat, dan rehabilitasi. 17. Sebagai ikhtiar untuk mewujudkan Indonesia Ramah Anak, maka peran orang tua, keluarga, sekolah, kelompok-kelompok masyarakat, komunitas adat, kelompok lintas agama, perlu mengoptimalisasikan perlindungan anak dalam setiap peran yang dilakukan.

11 11 BAGIAN PERTAMA : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan perlindungan anak telah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 b ayat (2): Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disamping itu juga sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak yang tertuang dalam Konvensi Hakhak Anak (KHA), yaitu non-diskriminasi (pasal 2); mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak (pasal 3); dan menghargai partisipasi anak (pasal 12). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kemudian pada tanggal 9 November 2016 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, lebih lanjut telah menegaskan bahwa perlindungan anak mencakup anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, dan mencakup hak-hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, mencegah segala bentuk kekerasan, eksploitasi, perdagangan, dan diskriminasi, serta melindungi hak-hak anak untuk didengar pendapatnya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merupakan Lembaga Negara Independen yang dibentuk berdasarkan Undang Undang No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 74 ayat (1). Tujuan dibentuknya KPAI adalah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak. Untuk tercapainya tujuan tersebut dalam Undang Undang No. 35 Tahun 2014

12 12 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 76 mengamanatkan tugas dan fungsi KPAI: a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak; b. Memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak; c. Mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlinugan Anak; d. Menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak anak; e. Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak; f. Melakukan kerjasama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang Perlindungan Anak; dan g. Memberikan laporan kepada pihak yang berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang Undang. Secara teknis penyelenggaraan Perlindungan Anak diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia, pada pasal 15 menyatakan bahwa pelaksaanaan tugas KPAI dilakukan dengan mengutamakan musyawarah dan mufakat. Kemudian dalam Pasal 17 menegaskan bahwa mekanisme kerja KPAI didasarkan pada prinsip pemberdayaan, kemitraan, akuntabilitas, kredibilitas, efektifitas, dan efisiensi. Kemudian pada tanggal 14 Juli 2016 telah diundangkan Peraturan Presiden RI Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sebagai aturan pelaksanaan ketentuan Pasal 75 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

13 13 Sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada Pasal 7 Ayat (1) Dalam melaksanakan tugasnya, KPAI dibantu Sekretariat KPAI yang dipimpin Kepala Sekretariat; Ayat (2) Kepala Seretariat adalah jabatan struktural Eselon II atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri; dan Ayat (3) Sekretariat KPAI bertugas memberikan dukungan teknis dan administrative kepada KPAI; Ayat (4) Kepala Sekretariat KPAI secara fungsional berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri; dalam Ayat (5) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab dan tata kerja Sekretariat KPAI, diatur dengan Peraturan Menteri. Organisasi dan tata kerja Sekretariat KPAI dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor : 44/KEP/MenegPP/IX/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sebagai berikut : Sekretariat Komisi Perlindungan Anak Indonesia selanjutnya dalam keputusan ini disebut Sekretariat Komisi adalah unit kerja yang berada dibawah dan bertanggungjawab secara struktural kepada Sekretaris Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan secara fungsional bertanggungjawab kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Sekretariat Komisi dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat. Sekretariat Komisi mempunyai tugas melaksanakan pelayanan administratif untuk mendukung kelancaran tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Tugas dan fungsi Sekretariat Komisi: a. Penyusunan rencana program anggaran dan pengelolaan keuangan; b. penyusunan data dan pelaporan Komisi;

14 14 c. Pelaksanaan kehumasan, keprotokolan, ketatausahaan, kerumahtanggaan dan kepegawaian; d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Komisi. Mengingat Sekretariat KPAI adalah unit kerja di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), maka KPAI sebagai lembaga independen perlu menegaskan kaitan keterhubungannya dengan KPPPA, karena terkadang dalam hal tertentu dapat mempengaruhi independensi dan daya gerak KPAI secara keseluruhan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia, pada pasal 7 berbunyi: (1) Dalam melaksanakan tugasnya KPAI dibantu Sekretariat KPAI yang dipimpin Kepala Sekretariat. (2) Kepala Sekretariat adalah jabatan struktural Eselon II atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. (3) Sekretariat KPAI bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada KPAI. (4) Kepala Sekretariat KPAI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. (5) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab dan tata kerja Sekretariat KPAI, diatur dengan Peraturan Menteri.

15 15 Struktur Organisasi KPAI Gambar 1. Struktur Organisasi KPAI, Tahun B. Peran dan Fungsi KPAI Sesuai dengan tugas pokok yang disebutkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kemudian pada tanggal 9 November 2016 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada Pasal 76, jelas tergambar kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan KPAI untuk mengefektifkan penyelenggaraan

16 16 pengawasan perlindungan anak. Makna dari pengefektifan tersebut terletak pada sisi pengawasannya. Keberadaan KPAI dimaksudkan sebagai pengawas korektif yang menjaga agar perlindungan anak berada dalam relnya, sekaligus memacu penyelenggara perlindungan anak dan pemangku kepentingan dimanapun yang terdiri dari Negara, pemerintah, masyarakat, dan keluarga untuk berusaha semaksimal mungkin dan tidak melanggar prinsip-prinsip yang disepakati mengenai perlindungan anak. Apabila tidak diindahkan, KPAI akan melanjutkan dengan memberikan pertimbangan kepada Presiden sebagai penanggungjawab keseluruhan pelaksanaan penyelenggaraan Negara. Fungsi KPAI berbeda dengan fungsi KPPPA. Fungsi KPPPA adalah pembuat kebijakan di wilayah eksekutif yang mensinkronkan berbagai aspek perlindungan anak yang dijalankan oleh seluruh perangkat pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Dalam hal ini, KPPPA juga memiliki perangkat pemantauan dan evaluasi sendiri, termasuk untuk menjatuhkan sanksi internal dan memberikan penghargaan. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pengawasan yang dilakukan KPP dan PA memiliki makna yang berbeda dengan yang dilakukan KPAI. Dimana yang dilakukan KPP dan PA ada dalam wilayah administratif dan dalam kerangka antar instansi sehingga lebih bersifat koordinasi di dalam pemerintahan. Sedangkan yang dilakukan KPAI berada di luar wilayah penyelenggara Negara dalam arti eksekutif. Meskipun KPAI adalah lembaga Negara, sifat independennya menyebabkan KPAI tidak berada dalam wilayah koordinasi internal. KPAI bisa memberikan teguran, publikasi, rekomendasi, dan hal-hal lain yang dianggap perlu kepada seluruh Penyelenggara Negara, namun KPAI tidak bisa menjatuhkan sanksi internal atau administratif. KPAI tidak menjalankan pelaksanaan teknis kegiatan perlindungan anak seperti penyediaan pendidikan bagi anak, dan KPAI juga tidak seharusnya menggantikan fungsi advokasi individual masyarakat yang pada prakteknya dijalankan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan dan non pemerintah

17 17 lainnya, namun sebagai sebuah lembaga pengawas, penyeimbang, dan penyanding penyelenggara perlindungan anak. KPAI mempunyai kewenangan untuk memberikan penangan sementara dan segera memintakan instansi terkait untuk menjalankan fungsinya terkait dengan masalah anak. Seiring dengan berbagai dinamika perubahan yang terjadi sampai saat ini, maka KPAI telah memasuki periode keanggotaan yang ke-lima. Periode pertama berlangsung mulai dan merupakan titik awal kinerja KPAI secara kelembagaan. Periode kedua, merupakan fase pengembangan, sementara periode ketiga merupakan fase pemantapan, pada periode keempat merupakan fase penguatan aspek kelembagaan dan pada periode merupakan fase penguatan sistem kinerja maupun penguatan sumberdaya manusia dan pengembangan kemitraannya dengan berbagai stakeholders, baik di dalam maupun luar negeri. Kemudian pada tahun 2016, Indonesia menghadapi dinamika perlindungan anak cukup serius, beragam kasus terus bermunculan dan kasus kejahatan seksual merupakan kasus serius yang mendapat respon serius oleh negara dan masyarakat. Di sisi lain, anak sebagai korban bullying menurun, namun anak menjadi pelaku bullying meningkat. Inilah yang kemudian Presiden mengambil langkah segera dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Raperpres tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak di Satuan Pendidikan. Tahun 2016, kasus pelanggaran terhadap anak terus terjadi dengan berbagai pola dan bentuknya. Namun, ketika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

18 18 Anak pada tanggal 9 November 2016 disetujui oleh DPR dalam rapat paripurna dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Dapat dimaknai bahwa komitmen negara semakin terlihat, dari sisi substansi telah menjawab kebutuhan faktual untuk pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Mengingat pelaku kejahatan seksual terhadap anak, merupakan tindakan yang tak bisa ditoleransi. C. Ruang Lingkup Dan Sistematika Penyajian Pada dasarnya Laporan Akuntabilitas Kinerja ini mengkomunikasikan pencapaian kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia selama tahun Capaian kinerja tersebut dibandingkan dengan Penetapan Kinerja 2017 sebagai tolok ukur keberhasilan tahunan unit kerja. Analisis atas capaian kinerja terhadap rencana kinerja ini memungkinkan diidentifikasinya celah bagi perbaikan kinerja pada masa datang. Dengan pola pikir seperti itu, maka sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2017 adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, menjelaskan secara ringkas latar belakang, aspek strategis Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI), dan struktur organisasi. Bab II Rencana Strategis dan Penetapan Kinerja, menjelaskan berbagai kebijakan umum terkait dengan perlindungan anak, rencana strategis Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk periode , dan penetapan kinerja untuk tahun Bab III Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan analisis pencapaian kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia dikaitkan dengan

19 19 pertanggungjawaban publik terhadap pencapaian sasaran strategis untuk tahun Bab IV Penutup, menjelaskan simpulan menyeluruh dari LAKIP Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2017 ini, dan menguraikan rekomendasi yang diperlukan bagi perbaikan kinerja di masa datang. Bab V Lampiran, menggambarkan capaian kinerja KPAI selama Tahun 2017, antara lain : target dan realisasi anggaran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Tahun 2017, Jumlah Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), dan Milestone Sistem Pendataan KPAI dan Struktur Organisasi Sekretariat KPAI.

20 20 BAGIAN KEDUA : PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan generasi penerus, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Konsekuensinya anak harus mendapatkan kesempatan seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, spiritual maupun sosial dengan memberikan perlindungan serta pemenuhan atas hak-haknya tanpa diskriminasi. Oleh karenanya upaya Perlindungan Anak harus dilakukan sedini mungkin yakni sejak janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Dalam upaya realisasi mandat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kemudian pada tanggal 9 November 2016 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sesuai tugas dan fungsinya anggota KPAI secara garis besar telah melaksanakan 3 (tiga) hal; Pertama melakukan serangkaian program terkait subtansi perlindungan anak sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana mandat pasal 76 Undang Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Kedua melakukan penguatan dan penataan kelembagaan baik internal maupun eksternal, yang Ketiga melakukan langkah langkah strategik, yang diimplementasikan dalam rencana strategis KPAI. Dalam melaksanakan seluruh rangkaian program dan kegiatan, KPAI menggunakan pendekatan System Building Approach (SBA) dengan harapan peta masalah dapat diidentifikasi secara utuh, serta solusi alternatif dapat dirumuskan secara baik.

21 21 Secara singkat dapat disampaikan bahwa ada dua kelompok besar permasalahan anak Indonesia: Pertama, yang terkait dengan pemenuhan hak, seperti: pemenuhan hak kesehatan, hak pendidikan, hak sipil, hak agama, hak mendapatkan jaminan sosial. Kedua, yang terkait dengan perlindungan khusus, seperti perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi di sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat, perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), perlindungan khusus bagi anak minoritas, korban trafficking, korban penyalahgunaan napza, korban bencana alam dan konflik sosial, serta anak dengan disabilitas. Dua kategori besar permasalahan anak Indonesia ini pada dasarnya semuanya menjadi mandat KPAI untuk melakukan langkah-langkah sesuai tugas dan fungsinya, agar penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia dapat berjalan efektif. KPAI mengakui belum semua persoalan di seluruh wilayah Indonesia baik di Pusat maupun di Daerah, meski sudah terpetakan, dapat dipantau dan diawasi efektifitas kebijakan dan implementasinya. Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah diantaranya tidak adanya dukungan struktural KPAI di daerah. Dengan kapasitas yang demikian, KPAI berusaha fokus pada persoalan perlindungan anak yang merupakan pelanggaran hak anak yang berat, berskala massif atau berdampak luas, dengan kompleksitas yang tinggi, serta masalah-masalah yang menyangkut pelanggaran hak anak oleh negara atau penyelenggara negara. Semakin kompleksnya permasalahan sosial dan globalisasi dunia telah membawa pengaruh negatif yang menimbulkan dampak serius kepada perkembangan anak. Anak Indonesia menghadapi ancaman yang tidak mudah mereka sadari dampaknya. Oleh sebab itu, keberadaan KPAI sangat strategis untuk berperan lebih optimal agar dampak negatif tersebut bisa ditanggulangi yaitu dengan cara memperketat pengawasannya atas berbagai aspek yang terkait dengan masalah kehidupan anak.

22 22 Selain itu, kondisi penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia juga terus menghadapi kasus-kasus kekerasan yang semakin keji, perdagangan anak, pornografi, pemerkosaan, adopsi illegal, sampai kepada masalah klasik yang belum tertuntaskan yakni kekurangan gizi, angka partisipasi dan kelulusan sekolah yang rendah, ditambah dengan terabaikannya pendapat anak untuk memiliki lingkungan yang layak dan mendukung tumbuh kembang anak-anak secara optimal. Dalam kaitan itu, maka peran KPAI ke depan akan semakin signifikan sekaligus juga berat. Potensi dan Permasalahan Dari sisi norma, Indonesia telah memiliki ragam UU dan peraturan terkait penyelenggaran perlindungan anak. Dari sisi potensi, Indonesia memiliki pilarpilar strategis untuk peningkatan kualitas perlindungan anak, mulai tumbuhnya ormas, kelembagaan, NGO, serta pegiat yang concern terhadap pelrindungan anak. kanak juga, pegiat perlindungan anak semakin meningkat. Namun demikian, pelanggaran hak anak masih kompleks dan menjadi masalah serius. Jika dipetakan, potret masalah perlindungan anak secara umum menyangkut dua hal. Pertama, belum optimalnya pemenuhan hak-hak anak di bidang kesehatan, pendidikan, pengasuhan, sosial, agama dan budaya, dan hak-hak sipil. Kedua, belum optimalnya perlindungan khusus untuk anak yang membutuhkan perlindungan khusus karena menjadi korban kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah lainnya. Berbagai data sebagaimana dipaparkan di atas merupakan ilustrasi sekilas tentang permasalahan yang ada. Permasalahan anak di Indonesia pada dasarnya merupakan hilir dari belum efektifnya sistem perlindungan anak yang ada. Dengan pendekatan berbasis sistem, hulu dari persoalan anak di Indonesia bisa diidentifikasi sebagai berikut : Pertama, pada level kebijakan. Pada level ini norma perlindungan anak dalam UUD 1945, UU No. 35 Tahun 2014 Atas Perubahan UU No. 23 tahun 2002

23 23 tentang Perlindungan Anak, Konvensi Hak Anak masih belum maksimal implementasinya. Indikasinya adalah; (1) Sebagian peraturan perundang-undangan dan kebijakan belum sepenuhnya berperspektif Perlindungan Anak. Hal ini berdampak sistemik bagi upaya penyelenggaraan perlindungan anak di berbagai sektor; (2) Masih banyak peraturan yang merupakan turunan dari Undang-Undang belum diterbitkan, sehingga menghambat implementasi dan operasionalisasi bagi penyelenggara perlindungan anak di berbagai tingkatan; (3) Untuk tingkat daerah, masih sedikit daerah tingkat I dan II yang memiliki Perda Perlindungan Anak yang menempatkan perlindungan anak sebagai landasan pengarusutamaan perlindungan anak dalam pembangunan daerah. Kedua, pada level struktur dan aparatur. Persoalan pada level ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : (1) Para penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah masih beragam tingkat pemahaman dan komitmennya terkait perlindungan anak. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dan Konvensi Hak Anak masih belum menjadi referensi wajib bagi seluruh kepala daerah, para legislator dan aparat penegak hukum di pusat dan daerah. Konsekuensinya, perlindungan anak belum menjadi program yang diprioritaskan, belum didukung oleh infrastuktur yang memadai, termasuk SDM, kelembagaan dan pembiayaannya, serta belum diselenggarakan secara efektif. Kerap kali, pengambil kebijakan atau aparat penegak hukum masih secara nyata mengambil kebijakan atau proses penegakan hukum yang melanggar hak anak, padahal semestinya pengambil kebijakan dan penegak hukum itu adalah pihak yang wajib memberikan perlindungan khusus kepada anak karena kedudukan strukturalnya;

24 24 (2) Belum terbentuknya kelembagaan perlindungan anak yang komprehensif dan menjangkau semua wilayah, serta (3) Masih lemahnya mekanisme pengawasan dan pendataan. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya pencapaian pembangunan perlindungan anak yang, antara lain, disebabkan oleh masih lemahnya kualitas dan kapasitas kelembagaan. Hingga saat ini, belum ada mekanisme komprehensif yang berlaku dari pusat ke daerah, yang ditujukan untuk melindungi anak. Mekanisme yang ada masih bersifat sektoral dan belum memadai sehingga belum dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi anak, dan belum memberikan wadah bagi setiap anggota masyarakat, termasuk anak-anak, untuk berpartisipasi dalam upaya pemenuhan hak anak. Di samping itu, sistem pengelolaan data dan informasi serta indeks komposit perlindungan anak yang terpilah, yang mutakhir dan mudah diakses, juga belum tersedia. Ketiga, pada level kultur dan realitas di masyarakat. Beberapa masalah mendasar pada level ini adalah; (1) Banyak nilai-nilai yang hidup di masyarakat masih membenarkan dan melestarikan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, serta belum memberikan ruang bagi partisipasi anak. Sebagian perilaku diskriminatif kepada anak yang berkebutuhan khusus dan anak-anak minoritas dianggap hal wajar. Sebagian pendidik masih memandang kekerasan sebagai hal yang perlu dilakukan dalam rangka mendisiplinkan anak. Eksploitasi ekonomi dan seksual dianggap hal yang boleh dilakukan orang tua atas nama kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tua; (2) Perilaku negatif dalam keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan pergaulan di masyarakat, secara langsung dan tidak langsung masih memberikan pengaruh terhadap anak untuk melakukan tindak kekerasan dan perbuatan tidak terpuji lainnya; (3) Informasi tidak ramah anak masih mudah dan bebas diakses di manamana, sementara ketersediaan informasi yang ramah anak masih terbatas;

25 25 (4) Sebagian masyarakat permisif terhadap pelanggaran hak anak yang terjadi di sekelilingnya. Pendek kata, hak-hak anak yang belum sepenuhnya dipahami oleh semua orang dewasa, keluarga, dan masyarakat Indonesia telah mengakibatkan terlanggarnya hak-hak anak, minimnya perlindungan khusus untuk mereka dan terjadinya pembiaran atas pelanggaran hak anak. Permasalahan pada ketiga level tersebut tidak berdiri sendiri melainkan terkait satu sama lain dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, tidak ada pilihan untuk mengefektifkan penyelenggaraan perlindungan anak selain menjadikan pendekatan sistem dalam perlindungan anak menjadi komitmen dan perhatian bersama, agar capaian penyelenggaraan perlindungan anak tepat, terukur dan berorientasi pada kepentingan terbaik anak. Dalam konteks ini, KPAI sebagai lembaga negara independen yang memiliki mandat mengefektifkan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, sebagai ikhtiar untuk mewujudkan Indonesia Ramah Anak. Hal ini meniscayakan bahwa dalam menjalankan tugas konstitusional tidak hanya menyelesaikan masalah faktual dan fenomenal tetapi mendorong perbaikan sistem penyelenggaraan perlindungan anak yang efektif. Dalam kerangka menjalankan tugas tersebut, Sekretariat KPAI sebagai unit kerja yang secara fungsional membantu KPAI, maka tupoksi Sekretariat KPAI diarahkan untuk mendukung upaya membangun sistem perlindungan anak yang efektif, yang ditandai dengan; (a) (b) meningkatnya akses dan kualitas layanan pemenuhan hak dasar anak bagi semua anak dan perlindungan khusus bagi anak yang memerlukan; meningkatnya perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, penelantaran dan perilaku salah lainnya, anak berhadapan hukum, anak-anak yang menjadi korban bencana, korban

26 26 pornografi dan napza, dan anak-anak yang menjadi korban perlakuan salah lainnya; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan perlindungan anak, baik di tingkat nasional maupun daerah. Untuk menajamkan perencanaan strategis KPAI, perlu dilakukan pemetaan atas potensi yang dimiliki oleh KPAI, peluang dan kesempatan yang ada harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Selain itu, perlu juga antisipasi atas setiap kendala dan hambatan yang dihadapi ataupun menyiasati kelemahan yang ada dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Analisis lingkungan perlu dilakukan terhadap faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi KPAI secara keseluruhan. Lingkungan Internal Dalam proses penyusunan Rencana Strategis KPAI, perhatian terhadap kemungkinan perubahan faktor lingkungan organisasi, baik internal maupun eksternal merupakan hal yang penting. Wujud perhatian tersebut adalah dengan melakukan penilaian terhadap kondisi organisasi dan lingkungan sekitarnya yang dapat dilakukan antara lain dengan menerapkan analisis SWOT. Analisis lingkungan baik internal maupun eksternal organisasi merupakan hal yang penting dalam menentukan faktor-faktor penentu keberhasilan bagi suatu organisasi. Penelaahan atas kondisi internal dapat menghasilkan kekuatan dan kelemahan yang ada dalam organisasi, sedangkan analisis atas kondisi eksternal dapat diketahui peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Analisis lingkungan sangat diperlukan untuk meningkatkan kapabilitas organisasi dalam menyikapi setiap perubahan dan perkembangan jaman. 1. Kekuatan a. Komitmen Komisioner dan pimpinan yang kuat untuk meningkatkan kinerja organisasi.

27 27 b. Tersedianya sumber daya manusia yang kompeten di bidang pengawasan dan kapasitas kelembagaan yang memadai. c. Kewenangan dari peraturan perundang-undangan sebagai lembaga pengawas perlindungan anak. d. Mempunyai kewenangan melakukan mediasi terhadap sengketa pelanggaran hak anak. e. Menjadi rujukan penyediaan data penyelenggaraan perlindungan anak. f. Memiliki jaringan mitra dan informasi dalam penyelenggaraan perlindungan anak di seluruh Indonesia. g. Memiliki pengalaman dalam bidang monitoring, evaluasi dan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak. h. Memiliki program Pengembangan Sistem dan Teknologi Informasi terkait Perlindungan Anak. i. Layanan pengaduan masyarakat yang cepat, tepat dan mudah yang ramah terhadap anak dan berbasis teknologi informasi. 2. Kelemahan a. Sekretariat masih eselon 2 sementara kebutuhan fasilitasi kelembagaan semakin meningkat. b. Belum terwujudnya penguatan dan pembaharuan dasar hukum pembentukan Sekretariat KPAI. c. Ketersediaan SDM terbatas, sementara dari sisi tugas semakin meningkat. d. Masih terbatasnya porsi anggaran dalam mendukung pelaksanaan tugas dibanding dengan sasaran program yang akan dilaksanakan. e. Sarana dan prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan tugas masih terbatas.

28 28 Lingkungan Eksternal 1. Peluang a. Meningkatnya kepercayaan dan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus pelanggaran hak anak, sehingga eksistensi KPAI semakin kuat. b. Meningkatnya stakeholder yang memanfaatkan tenaga mediator KPAI yang bersertifikasi dalam proses mediasi sengketa pelanggaran hak anak. c. Meningkatnya kepercayaan publik dalam pemanfaatan data penyelenggaraan perlindungan anak. 2. Ancaman a. Adanya persepsi sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa layanan pengaduan terkait perlindungan anak dikenakan biaya, sehingga sebagian masyarakat masih ada yang belum melaporkan kasus pelanggaran hak anak. b. Modus Kejahatan Perlindungan Anak Semakin Beragam dan jumlahnya semakin meningkat. c. Terbatasnya pemahaman dan komitmen perlindungan anak dari pemangku kewajiban perlindungan anak, sehingga anak rentan menjadi korban sekaligus sebagai pelaku. d. Aparatur / Pegawai KPAI rentan untuk dilibatkan dalam proses hukum. Berdasarkan hasil analisis SWOT posisi KPAI berada pada posisi SO (strength-opportunity) yang berarti bahwa potensi/kekuatan KPAI lebih besar dibanding dengan kelemahannya, dan peluangnya lebih besar dibanding dengan ancamannya. Oleh karena itu, KPAI diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata untuk memecahkan permasalahan perlindungan anak yang dihadapi pemerintah dalam hal pengembangan kapasitas pengawasan intern pemerintah yang professional dan kompeten dalam penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia.

29 29 Faktor Kunci Keberhasilan Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, KPAI akan terus memacu diri melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mendukung terwujudnya peningkatan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia khususnya untuk mendukung terwujudnya KPAI yang profesional, handal, dan akuntabel sebagaimana yang telah dirumuskan dalam visi KPAI sehingga rumusan hasil analisis strategi yang menjadi prioritas dalam rangka penentuan faktir kunci keberhasilan (FKK) adalah sebagai berikut : a. Peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). b. Peningkatan sistem perencanaan, program dan administrasi perkantoran yang efektif. c. Peningkatan profesionalisme segenap jajaran dan pemangku kepentingan di lingkungan KPAI. d. Peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan tugas KPAI. Selanjutnya untuk memberi fokus kuat dan memperkuat rencana yang menjelaskan hubungan antara misi dan tujuan, ditentukanlah faktor Kunci Keberhasilan sebagai berikut: 1. Adanya konsistensi antara sistem perencanaan dan program yang efektif, pelaksanaan tugas yang optimal, dan sistem evaluasi, monitoring dan pengawasan yang tepat, sebagai suatu kesatuan sistem yang saling terkait. 2. Adanya pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia khususnya aparatur KPAI agar menjadi profesional. 3. Adanya dukungan sumber daya yang memadai dalam pelaksanaan kegiatan KPAI.

30 30 Visi Rencana strategis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tahun pada hakekatnya merupakan pernyataan komitmen bersama mengenai upaya terencana dan sistematis untuk meningkatkan kinerja organisasi, melalui sistem manajemen organisasi yang handal, sumber daya aparatur yang professional, budaya kerja yang baik, sarana dan prasarana kerja yang memadai dan pengelolaan anggaran yang akuntabel. Hal ini bertujuan untuk menciptakan efektivitas, efisiensi dan produktivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPAI, sebagaimana dimandatkan dalam Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia, yang selanjutnya sudah diubah menjadi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Visi Komisi Perlindungan Anak Indonesia dirumuskan sebagai berikut: "Terwujudnya Indonesia Ramah Anak". Dengan visi terwujudnya Indonesia Ramah Anak, KPAI mempunyai komitmen yang tinggi, menjadi lembaga pengawas yang profesional dan terpercaya untuk memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan haknya melalui sistem perlindungan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, KPAI melakukan penguatan sistem pengawasan yang modern, profesional dan berbasis teknologi informasi. Dengan demikian visi, misi dan tujuan KPAI dapat terwujud secara optimal dalam pelaksanaannya. Misi Untuk mencapai visi tersebut, KPAI telah menetapkan misi sebagai berikut: 1. Membangun sistem pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak yang berkualitas dan profesional; 2. Mengoptimalkan kuantitas dan kualitas usulan untuk perumusan kebijakan yang berperspektif perlindungan anak;

31 31 3. Mewujudkan sistem data dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi; 4. Meningkatkan kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat; 5. Mengoptimalkan layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak; 6. Membangun kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak; 7. Meningkatkan kualitas sistem pelaporan penyelenggaraan perlindungan anak. Tujuan Untuk mewujudkan visi dan misi KPAI, selanjutnya dirumuskan tujuan strategis KPAI. Tujuan strategis merupakan implementasi dari pernyataan visi dan misi yang akan dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, serta menjadi dasar penyusunan indikator. Rumusan tujuan strategis KPAI adalah sebagai berikut: 1. Terbangunnya sistem pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; 2. Optimalnya kuantitas dan kualitas usulan dalam perumusan kebijakan yang berperspektif perlindungan anak; 3. Terwujudnya sistem data dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi; 4. Meningkatnya kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat; 5. Optimalnya layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak; 6. Terbangunnya kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak; 7. Meningkatnya kualitas sistem pelaporan penyelenggaraan perlindungan anak.

32 32 Sasaran Strategis Sasaran strategis dan indikator kinerja utama KPAI dalam mewujudkan visi dan misinya yakni terwujudnya Indonesia Ramah Anak, KPAI menetapkan sasaran strategis sebagai berikut, antara lain: 1. Sasaran dari tujuan terwujudnya mekanisme pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah: a) Terwujudnya pola dan strategi pengawasan perlindungan anak yang efektif dan efisien. b) Terwujudnya jejaring kelembagaan pengawasan perlindungan anak yang terintegrasi. 2. Sasaran dari tujuan optimalnya kuantitas dan kualitas usulan dalam perumusan kebijakan yang berperspektif perlindungan anak, adalah: a) Terwujudnya kebijakan yang berperspektif perlindungan anak yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak berdampak sistemik bagi efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. b) Terwujudnya peningkatan kuantitas kebijakan yang berperspektif perlindungan anak. 3. Sasaran dari tujuan terwujudnya sistem data dan informasi perlindungan anak yang terintegrasi adalah: a) Terwujudnya data dan informasi perlindungan anak yang menjadi rujukan utama para pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak. b) Terwujudnya pemanfaatan data secara optimal untuk referensi, analisis dan rekomendasi yang komprehensif dalam mendukung kebijakan dan implementasi perlindungan anak. 4. Sasaran dari tujuan meningkatnya kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat adalah:

33 33 a) Terwujudnya kapasitas layanan pengaduan masyarakat dengan meningkatkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta sistem data layanan yang memadai. b) Terwujudnya aksesibilitas layanan pengaduan masyarakat yang mudah, cepat, akurat dan responsif terhadap pengaduan masyarakat c) Terwujudnya kualitas layanan pengaduan masyarakat yang profesional, ramah dan berpihak kepada kepentingan terbaik bagi anak. 5. Sasaran dari tujuan optimalnya layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, adalah: a) Terwujudnya sistem dan mekanisme mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang efektif dan profesional. b) Terwujudnya layanan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. 6. Sasaran dari tujuan terbangunnya kerjasama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan penyelenggaraan perlindungan anak adalah: a) Terwujudnya kemitraan yang mampu mendukung pelaksanaan tugas pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak; b) Terwujudnya model-model kemitraan berbasis masyarakat dan korporasi yang mampu mendukung pelaksanaan tugas pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak; 7. Sasaran dari tujuan optimalnya laporan publik terkait penyelenggaraan perlindungan anak, adalah: a) Terwujudnya pelaksanaan laporan pengawasan perlindungan anak yang memiliki manfaat untuk peningkatan efektifitas pengawasan perlindungan anak. b) Terwujudnya analisis dan rekomendasi yang komprehensif dalam mendukung kebijakan dan implementasi perlindungan anak.

34 34 Indikator Kinerja Utama Terbangunnya sistem pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak yang berkualitas dan profesional; 1. Meningkatnya kualitas perlindungan anak, melalui sistem pengawasan perlindungan anak yang efektif dan terukur melalui indeks perlindungan anak Indonesia; 2. Meningkatnya jumlah masukan dan usulan KPAI dalam proses perumusan produk hukum dan kebijakan yang berperspektif Perlindungan Anak; 3. Meningkatnya jumlah kementerian, lembaga dan stake holder yang memanfaatkan data dan informasi terkait dengan pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak; 4. Meningkatnya efektivitas sistem dan prosedur layanan pengaduan masyarakat serta stake holder yang memanfaatkan layanan pengaduan masyarakat. 5. Meningkatnya efektivitas sistem mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak oleh mediator tersertifikasi. 6. Meningkatnya kualitas kerjasama dan kemitraan KPAI dengan lembaga mitra yang berperspektif Perlindungan Anak di tingkat pusat dan daerah untuk mewujudkan sistem pengawasan perlindungan anak yang efektif. 7. Meningkatnya efektivitas sistem pelaporan pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak serta jumlah kementerian, lembaga dan stakeholder yang memanfaatkan laporan hasil pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak tersebut;

35 35 B. PENETAPAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan perlindungan anak telah disusun Penetapan Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2017 yang merupakan rencana kinerja yang akan dicapai pada tahun Rencana Kinerja yang telah ditetapkan untuk tahun 2017 merupakan tolok ukur keberhasilan unit kerja dan menjadi dasar penilaian dalam evaluasi akuntabilitas kinerja pada akhir tahun C. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Retno Adji Prasetiaju Jabatan : Kepala Sekretariat KPAI selanjutnya disebut sebagai pihak pertama Nama : Yohana Yembise Jabatan : Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak selaku atasan pihak pertama, selanjutnya disebut pihak kedua Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab kami.

36 36 Pihak kedua akan melakukan supervisi yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi terhadap capaian kinerja dari perjanjian ini dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi. Jakarta, Juli Pihak Kedua, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pihak Pertama, Kepala Sekretariat KPAI, Yohana Yembise Retno Adji Prasetiaju PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 SEKRETARIAT KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA NO SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET (1) (2) (3) (4) 1. Terlaksananya Pengawasan Jumlah pengawasan 10 Provinsi Penanganan Terpadu penanganan terpadu korban Korban Kekerasan terhadap KtA Anak (KtA); 2. Terlaksananya Layanan Persentase layanan 100 % pengaduan, penelaahan penanganan pengaduan dan mediasi pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti; 3. Tersusunnya Laporan Data dan Informasi dan Rekomendasi serta tindak lanjut terkait perlindungan Jumlah Laporan Akuntabilitas dan kinerja organisasi KPAI 1 laporan

37 37 anak; 4. Tersusunnya Laporan Akuntabilitas dan kinerja organisasi KPAI; Jumlah Laporan Akuntabilitas dan kinerja organisasi KPAI 1 laporan 5. Terlaksananya Layanan Perkantoran; Bulan Layanan internal organisasi 12 bulan KEGIATAN ANGGARAN 1. Pengawasan Pelaksanaan Perlindungan Anak (KPAI) Rp ,- Atasan Pimpinan Unit Kerja, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jakarta, Juli Pimpinan Unit Kerja, Kepala Sekretariat KPAI Yohana Yembise Retno Adji Prasetiaju

38 38 BAGIAN KETIGA : AKUNTABILITAS KINERJA PROGRAM PERLINDUNGAN ANAK PENGAWASAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK (KPAI) Program dan kegiatan KPAI di Tahun 2017 antara lain ; Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat : Pengawasan penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar baik dalam maupun di luar Lembaga, Pengawasan pemenuhan hak anak dalam situasi darurat, Advokasi peningkatan perlindungan anak terlantar, Advokasi peningkatan perlindungan anak dalam situasi darurat, Penanganan kasus pelanggaran hak anak di bidang sosial dan anak dalam situasi darurat. Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif : Pengawasan kebijakan keluarga dan pengasuhan alternative, Advokasi peningkatan perlindungan anak dalam keluarga dan pengasuhan alternative, Advokasi kebijakan mediasi yang berperspektif perlindungan anak, Penanganan kasus pelanggaran hak anak. Bidang Agama dan Budaya : Pengawasan pemenuhan hak agama bagi anak, Advokasi peningkatan pemenuhan hak agama bagi anak, Advokasi perwujudan budaya ramah anak, Penanganan kasus pengaduan terkait pelanggaran pemenuhan hak agama bagi anak. Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak : Pengawasan Percepatan Capaian Pemenuhan Akte Kelahiran, Advokasi Pentingnya Kebijakan Pemenuhan Akte Kelahiran Tanpa Biaya, Advokasi Peningkatan Partisipasi Anak dalam pembangunan, Penanganan kasus pelanggaran atas pemenuhan hak sipil dan partisipasi anak. Bidang Kesehatan dan NAPZA : Pengawasan pemenuhan hak anak atas kesehatan, Advokasi peningkatan pemenuhan hak anak atas kesehatan, Advokasi peningkatan

39 39 perlindungan anak dari NAPZA, Penanganan kasus pengaduan terkait pelanggaran pemenuhan hak anak atas kesehatan. Bidang Pendidikan : Pengawasan pemenuhan hak anak atas Pendidikan, Pengawasan implementasi kebijakan sekolah ramah anak, Pengawasan terhadap sarana bermain untuk anak, Advokasi perlindungan anak di satuan Pendidikan, Advokasi perlindungan anak menjadi mata kuliah wajib bagi fakultas keguruan dan ilmu pendidikan/tarbiyah, Penanganan pengaduan pelanggaran hak anak atas Pendidikan. Bidang Pornografi dan Cybercrime : Pengawasan perlindungan anak dari pornografi, Pengawasan perlindungan anak dari cybercrime, Advokasi perlindungan anak dari cybercrime dan pornografi. pornografi, Penanganan kasus anak terkait cybercrime dan Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) : Pengawasan Terhadap Implementasi UU Sistem Peradilan Pidana Anak, Advokasi peningkatan perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum, Advokasi percepatan penerbitan Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah terkait dengan UU SPPA, Advokasi revisi KUHP yang berperspektif perlindungan anak, Penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum. Bidang Trafficking dan Eksploitasi : Pengawasan perlindungan anak dari trafiking, Pengawasan Terhadap Implementasi Gugus Tugas TPPO, Advokasi peningkatan perlindungan anak dari trafiking, Penanganan kasus anak korban trafiking.

40 40

41 41 Berikut ini diuraikan akuntabilitas kinerja yang berisi capaian kinerja KPAI selama tahun 2017 yang mengacu pada sasaran strategis yang telah ditetapkan. Program Pengawasan Pelaksanaan Perlindungan Anak (KPAI), didukung anggaran sebesar: Rp ,- (lima belas milyar rupiah), terealisasi 99,46% yaitu sebesar Rp ,- (empat belas milyar sembilan ratus dua puluh enam juta enam ratus tujuh puluh enam ribu lima ratus enam puluh tiga rupiah).

42 42 Analisis Capaian Kinerja Ditinjau dari capaian kinerja masing-masing sasaran yaitu tercapainya efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak dan terselenggaranya kepemerintahan yang baik, untuk tahun 2017 KPAI telah dapat melaksanakan tugas utama yang menjadi tanggungjawab organisasi. Berikut akan diuraikan kinerja KPAI tahun 2017 dilihat dari sasaran program pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak dan penerapan kepemerintahan yang baik. Adapun program kerja pada tahun 2017 yang telah dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut : 1. Laporan Pengawasan Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak (KtA). Anggaran untuk program kerja Laporan Pengawasan Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak (KtA) sebesar Rp ,- dan telah terealisasi Rp ,- atau 99,92 %. Adapun anggaran tersebut untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: 1) Pertemuan Penyusunan Instrumen Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA; 2) FGD Penyempurnaan Instrumen Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA; 3) Pertemuan Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA di Provinsi. 4) Pertemuan Penelaahan Hasil Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA; 5) Penyusunan Laporan Hasil Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA; 6) Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban KtA; 7) FGD Hasil Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban KtA; 8) Penyusunan Laporan Hasil Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban KtA; 9) Advokasi Penanganan Terpadu Korban KtA dengan Lembaga Terkait;

43 43 10) Pertemuan Koordinasi Penanganan Terpadu Korban KtA dengan Lembaga Terkait; 11) Penyusunan Instrumen Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan; 12) Seminar Instrumen Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan; 13) Pertemuan Koordinasi Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan; 14) FGD Hasil Koordinasi Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan; 15) Penyusunan Laporan Hasil Koordinasi Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan; 16) Pertemuan Pengumpulan Data Terkait Laporan Pengawasan Perlindungan Anak; 17) Pengolahan/Penyajian Data Terkait Laporan Pengawasan Perlindungan Anak; 18) Penyusunan Laporan Terkait Perlindungan Anak; 19) Penyusunan Laporan Informasi Perlindungan Anak Kepada Publik; 20) Pertemuan Tindaklanjut Monitoring dan Evaluasi UU SPPA; 21) Sinkronisasi Program Terkait Perlindungan Anak dengan Stakeholder Terkait; 22) Pertemuan Koordinasi Implementasi Penyelenggaraan Perlindungan Anak dengan Lembaga Terkait; 23) Layanan Internal Organisasi. Dari pelaksanaan kegiatan tersebut mendapatkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : 1) Pertemuan Penyusunan Instrumen Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA, yakni : 1. Terjadinya kekerasan terhadap anak disebabkan beberapa faktor yang melatar belakanginya, umumnya disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari anak sendiri maupun faktor eksternal

44 44 yang berasal dari kondisi keluarga dan masyarakat. Terjadinya kekerasan terhadap anak tentu saja menimbulkan efek bagi anak-anak yang mengalaminya atau kekerasan dapat menyebabkan anak kehilangan hal-hal yang paling mendasar dalam kehidupannya dan pada gilirannya berdampak sangat serius pada kehidupan anak di masa yang akan datang. 2. Undang-undang nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan kepada anak-anak yang mengalami korban kekerasan atau perlakuan yang tidak sewajarnya dari orang-orang yang seharusnya menjadi contoh atau bahkan panutan dalam kehidupan sehari-harinya. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Bagi setiap orang yang melanggar peraturan harus dikenakan sanksi atau hukuman sesuai dengan perbuatannya karena semua kepentingan haruslah semata-mata demi kebaikan anak. 3. Pandangan Hukum Islam mengenai kekerasan terhadap anak adalah tergantung dari kekerasan yang terjadi. Karena Islam juga membolehkan melakukan tindakan fisik tapi dengan tujuan disiplin bukan kekerasan. Kedisiplinan bisa diraih tanpa adanya kekerasan karena anak merupakan amanah Allah untuk diasuh, dididik dan dibimbing menjadi anak yang saleh dan salehah. Menelantarkan dan mensia-siakan anak juga sangat dilarang oleh agama Islam. 2) FGD Penyempurnaan Instrumen Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA, yakni : 1. Penyempurnaan Instrumen Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA menjadi acuan Pemerintah, Pemerintahan Daerah, Organisasi Masyarakat, Lembaga Layanan yang menangani anak korban kekerasan.

45 45 2. Penyempurnaan Instrumen Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan perlindungan anak yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Pemerintah, Pemerintahan Daerah, Organisasi Masyarakat, Lembaga Layanan yang menangani anak korban kekerasan dalam melaksanakan Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, kemampuan kelembagaan, sarana, prasarana, dan petugas yang menangani anak korban kekerasan. 4. Pemerintah, Pemerintahan Daerah, Organisasi Masyarakat, Lembaga Layanan yang menangani anak korban kekerasan dalam melaksanakan Pengawasan Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak dapat melakukan pemberdayaan masyarakat, melalui: a. penguatan kelembagaan masyarakat; b. peningkatan pendidikan dan keterampilan petugas dalam penanganan korban kekerasan terhadap anak; dan c. pengembangan jaringan kerjasama dan informasi masyarakat. 3) Pertemuan Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA di Provinsi, yakni : 1. Peningkatan koordinasi kapasitas pemerintah daerah, stakeholder, dan orang tua dalam merencanakan, melaksanakan hingga memonitor dampak dari praktik mekanisme pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak, bekerjasama dengan BAPERMAS di Tingkat provinsi. 2. Memfasilitasi dan berkoordinasi dalam peningkatan pemahaman dan pelaksanaan praktik mekanisme pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak di tingkat provinsi.

46 46 3. Untuk mendapatkan data tentang pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak di daerah, perlu koordinasi dalam penyusunan instrument pengawasannya. 4. Mendorong terbentuknya calon-calon tim Perlindungan Anak yang memiliki integritas dan kemampuan dalam pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak. 5. Semua komponen memiliki pemahaman yang jelas tentang mekanisme pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak yang ada di daerah. 6. Dinas terkait dan stakeholder yang diundang diharapkan mendukung dan dapat memberikan informasi tentang pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak yang ada di wilayahnya masing-masing. 4) Pertemuan Penelaahan Hasil Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA, yakni : 1. Hasil pertemuan penelaahan koordinasi pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak, sebagai langkah awal untuk melakukan koordinasi pengawasan yang terpadu perlu dilakukan survey terkait kekerasan terhadap anak di berbagai bidang. 2. Perlu adanya koordinasi pelaksanaan peningkatan kapasitas (bimbingan teknis) bagi SDM di unit-unit layanan terpadu pengaduan masyarakat sebagai mitra penyelenggara perlindungan anak, dalam melakukan koordinasi pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak. 3. Peningkatan pencegahan kekerasan terhadap anak melalui peningkatan kualitas pengasuhan, keluarga dan lingkungan yang ramah anak, sebagai bentuk koordinasi pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak, termasuk penyediaan informasi yang layak anak serta partisipasi anak sebagai pelopor dan pelapor.

47 47 4. Pelaksanaan kegiatan koordinasi, advokasi dan sosialisasi pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak melalui media publik tentang perlindungan anak, termasuk untuk anak yang berkebutuhan khusus. 5. Pendampingan pelaksanaan gerakan PATBM di tingkat desa dalam rangka peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan anak sebagai wujud koordinasi pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak. 6. Perlu pelaksanaan koordinasi pengawasan penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak secara berkala, untuk penguatan jejaring lintas K/L/SKPD dalam penguatan dan harmonisasi landasan hukum, sistem data anak, dan peningkatan kapasitas SDM unit layanan terkait perlindungan anak. 5) Penyusunan Laporan Hasil Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA, yakni : 1. Peningkatan SDM yang tersedia perlu memadai untuk merespon jumlah kasus dan kompleknya kebutuhan dalam penyusunan laporan hasil Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA, serta perlu memaksimalkan peran dan fungsi OPD/SKPD untuk bekerjasama dengan instansi vertikal dan organisasi masyarakat sipil dalam Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA; 2. Perlu membangun kesepahaman baru di tingkat daerah yang didukung oleh kebijakan dan anggaran dalam penyusunan laporan hasil Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA; 3. Menyempurnakan mekanisme layanan kerjasama rujukan (berbagai sumber daya) koordinasi dan penguatan kapasitas jejaring dalam Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA di berbagai tingkatan;

48 48 4. Perlu adanya penguatan kapasitas secara reguler untuk OPD/SKPD dan CSO pemberi layanan perlindungan anak, dalam penyusunan laporan hasil Koordinasi Pengawasan Penanganan Terpadu Korban KtA. 6) Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban KtA, yakni : 1. Program Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak yang dilakukan oleh KPAD dan Lembaga Terkait Anak sudah sesuai dengan konsep perencanaan supervisi dan sudah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Hal ini dapat dilihat pada persiapan waktu, persiapan hal-hal yang akan dilakukan supervisi, perencanaan dalam penanganan terpadu terhadap korban kekerasan terhadap anak. 2. Pelaksanaan Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak sudah efektif baik dilihat dari teknik yang digunakan, maupun prosedur pelaksanaannya. Hal ini dapat dibuktikan adanya peningkatan disiplin petugas KPAD dan Lembaga Terkait Anak dalam memfasilitasi penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak. Penerapan teknik supervisi yang dilakukan oleh KPAD dan Lembaga Terkait Anak secara individual dan berkelompok sudah sesuai dengan SOP penanganan pengaduan dan tindaklanjutnya. 3. Tindak lanjut hasil Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak yang dilaksanakan dapat membantu KPAD dan Lembaga Terkait Anak dalam mengatasi masalah yang dialaminya. Hal ini dapat dilihat dari hasil temuan yang didapat didalam supervisi selalu dilakukan feedback atau umpan balik, yaitu dengan cara memberikan masukan hal-hal yang masih

49 49 dianggap rendah, memperagakan tentang bagaimana seharusnya penangan terpadu terhadap korban kekerasan terhadap anak. 4. Diharapkan kepada KPAI, untuk terus melakukan pembinaan kepada KPAD dan Lembaga Terkait Anak agar senantiasa meningkatkan kompetensi mereka dalam penanganan secara terpadu terhadap korban kekerasa terhadap anak, sehingga akan mampu meningkatkan kompetensi mereka sebagai tenaga perlindungan anak yang profesional. 5. Diharapkan kepada KPAI untuk memberikan pengetahuan kepada pengurus KPAI dan Lembaga Terkait Anak tentang Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak yang tepat dan sesuai kebutuhan yang diperlukan dilapangan. 6. Diharapkan kepada KPAI dan Lembaga Terkait Anak untuk senantiasa melakukan supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak, supaya dapat meningkatkan kompetensi petugas dalam melakukan perubahan-perubahan yang mampu menempatkan mereka sebagai sosok yang profesional dalam bidang mereka masing-masing. 7) FGD Hasil Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban KtA, yakni : 1. Perlu ada pembagian penanggungjawab terhadap Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak, sehingga optimalisasi dalam pengawasan terhadap korban kekerasan terhadap anak dapat dimaksimalkan dan meminimalisir kesalahan dalam penanganannya.

50 50 2. Hasil Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak, dapat dilakukan dalam bentuk: a) mendirikan dan memfasilitasi terselenggarakannya lembaga layanan terpadu untuk korban dengan melibatkan unsur masyarakat; b) memfasilitasi pendampingan, bantuan hukum dan pelayanan hukum sesuai kebutuhan korban; c) menyediakan tempat tinggal baik rumah aman maupun tempat tinggal alternatif beserta mekanisme penanganan, pelayanan, psikososial dan spiritual; d) melakukan penanganan berkelanjutan sampai pada tahap rehabilitasi dan reintegrasi sosial; e) melakukan pemantauan dan evaluasi dalam penyelenggaraan perlindungan korban kekerasan terhadap anak; dan f) mendorong kepedulian masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap korban kekerasan anak. 3. Pengawasan penyelenggaraan perlindungan korban kekerasan Terhadap anak dapat dilakukan melalui Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Anak. Dalam melakukan supervisi pengawasannya dapat dilakukan dengan cara: a. menempatkan pihak korban kekerasan terhadap anak di rumah aman; b. memanggil dan menghadirkan keluarga korban kekerasan terhadap anak untuk dapat didengarkan keterangannya; dan c. melakukan koordinasi bersama Lembaga layanan anak lainnya, untuk dapat memberikan layanan perlindungan yang terpadu dan maksimal terhadap seseorang yang menjadi korban kekerasan terhadap anak.

51 51 4. Kewenangan KPAD maupun Lembaga terkait anak yang ada di daerah, dapat melaporkan secara berkala dan terpadu hasil supervisi pengawasannya kepada kepala daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya, mengenai berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu terhadap perlindungan para korban kekerasan terhadap anak. 8) Penyusunan Laporan Hasil Supervisi Pengawasan KPAD dan Lembaga Terkait Tentang Penanganan Terpadu Korban KtA, yakni : 1. Dari sembilan agenda prioritas (Nawacita) Bapak Presiden terdapat agenda prioritas ke 4 (empat), sub-agenda prioritas 6 yaitu melindungi anak, perempuan, dan kelompok masyarakat marjinal, sudah di cantumkan dalam RPJMN yang diintegrasikan ke dalam bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama. 2. Indonesia termasuk negara yang serius dalam mengatur Perlindungan terhadap Anak hal ini terlihat dengan telah direvisinya Undang Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 3. Sejak tahun 2011 s.d. bulan Mei 2017 bahwa dari jumlah penduduk sebesar 257 juta dengan komposisi 44 juta anak perempuan dan 43 juta anak laki-laki, yang mengalami korban kekerasan sebesar 5.22 juta atau sekitar 6 %, di sinilah membuktikan tingginya kasuskasus kekerasan anak di Indonesia. 4. Perlindungan anak mempunyai tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak, agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

52 52 dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. 5. Regulasi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanaan Perlindungan Anak adalah: a) Amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 12 ayat (2) huruf b Urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Untuk Urusan PP & PA, terdapat 6 sub-urusan, yang 3 di antaranya adalah sub-urusan tentang: 1) Sistem Data Gender dan Anak; 2) Pemenuhan Hak Anak; 3) Perlindungan Khusus Anak. b) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 21 ayat (1) s.d. ayat (5) menyatakan bahwa Negara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menjamin dalam pemenuhan hak anak serta melaksanakan penyelenggaraan Perlindungan Anak; c) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( ) dalam penyelenggaraan pembangunan Perlindungan Anak sesuai dengan Tujuan Pembangunan Perlindungan Anak yaitu Terpenuhinya Hak Anak dan terlindunginya anak dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah. d) Permendagri Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2018, mengatur bahwa dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, agar perumusan

53 53 kegiatan dalam RKPD Tahun 2018 memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Meningkatkan perlindungan perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan, termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO); 2) Meningkatkan kualitas hidup dan tumbuh kembang anak yang optimal; 3) Meningkatkan perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya; dan 4) Meningkatkan efektivitas kelembagaan perlindungan anak. 6. Peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan Urusan Perlindungan Anak secara teknis berupa: a) Meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan data/informasi perlindungan anak; b) Meningkatkan sinergi perundang-undangan dan kebijakan terkait perlindungan anak; c) Meningkatkan kualitas SDM dan kuantitas perlindungan anak yang memadai; d) Meningkatkan koordinasi dengan OPD dan peran serta masyarakat; e) Meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan anak; f) Meningkatkan pemahaman dan komitmen para pemangku kepentingan mengenai hak anak, pentingnya perlindungan anak, dan pengasuhan yang baik; g) Meningkatkan kapasitas penyedia layanan dasar yang mampu memberikan pelayanan berkualitas yang ramah anak, dan mampu mengidentifikasi kasus terhadap kekerasan anak; h) Meningkatkan pengawasan, pemantauan dan evaluasi

54 54 pelaksanaan perlindungan anak secara berkelanjutan. 7. Pemerintah daerah dapat membentuk kelembagaan teknis pelayanan berdasarkan Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelayanann Teknis daerah, dimana dinas dapat membentuk Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD). 8. Dalam Penguatan Kelembagaan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas juga dapat membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). 9. UPTD dan P2TP2A merupakan kelembagaan yang dibentuk dan bersifat pelayanan dibawah langsung serta bertanggung jawab kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 10. Sementara keberadaan KPAD dibentuk oleh Daerah tetapi bukan merupakan sub-ordinasi dari Dinas. Karena sifatnya hanya pengawasan dan koordinasi dengan lembaga lain yang melaksanakan pelayanan langsung terhadap perlindungan anak di Daerah. 11. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 74 ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah. 12. Penguatan peran kelembagaan KPAI di provinsi dan kabupaten/kota, antara lain: a. KPAI mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak di daerah; b. KPAI lebih bersifat koordinatif, konsultatif dan fungsional; c. KPAI juga merupakan salah satu dari tiga lembaga nasional pengawal dan pengawas implementasi HAM di Indonesia (NHRI/National Human Right Intitution), yakni KPAI, Komnas

55 55 HAM dan Komnas Perempuan. 13. Peran KPAI ke depan, baik di tingkat pusat dan daerah antara lain: a) Penguatan lembaga yang berfungsi sebagai pengawas pelaksanaan perlindungan anak; b) Penguatan lembaga pelayanan perlindungan anak, terutama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; c) Peningkatan jumlah dan kualitas sumber daya, baik material maupun manusia di lembaga pelayanan perlindungan anak; d) Peningkatan efektivitas nomenklatur maupun kelembagaannya di daerah; e) Penguatan lembaga pengelola sistem data dan informasi perlindungan anak. 9) Advokasi Penanganan Terpadu Korban KtA dengan Lembaga Terkait, yakni : 1. KPAI perlu melakukan advokasi terhadap penguatan proses legislasi, perencanaan, dan penganggaran tentang penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak, dengan menggunakan pendekatan berbasis hak-hak asasi manusia, hakhak anak dan kepekaan gender; 2. KPAI perlu melakukan advokasi terkait pengembangan kapasitas institusional penyedia layanan keadilan (polisi, jaksa, hakim, advokat, petugas pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial, dan sebagainya) dalam bidang penegakan dan pemenuhan hak-hak anak serta perlindungan anak, agar penanganan terpadu bagi korban kekerasan terhadap anak dapat maksimal diberikan; 3. KPAI perlu mendorong dan mengadvokasi terkait kebijakan dalam mempromosikan dan membangun mekanisme keadilan restoratif justice, diversi dan alternatif terhadap perenggutan

56 56 kemerdekaan, dan mekanisme perlindungan khusus ramah anak untuk anak yang menjadi korban kekerasan dalam sistem peradilan yang ada; 4. KPAI perlu mendorong dan membangun sistem bantuan hukum dan pendampingan hukum, berbasis masyarakat dan pelayanan paralegal yang terpadu dan terintegrasi pelayanannya, untuk penanganan bagi para korban kekerasan terhadap anak. 10) Pertemuan Koordinasi Penanganan Terpadu Korban KtA dengan Lembaga Terkait, yakni : 1. Pertemuan koordinasi dengan Lembaga terkait terhadap penanganan terpadu korban kekerasan terhadap anak, perlu terus dilakukan secara berkala dan komprehenshif. 2. Memanfaatkan jaringan dan koordinasi dengan Lembaga mitra terkait perlindungan anak untuk melakukan fasilitasi pendampingan secara terpadu bagi korban kekerasan terhadap anak, misalnya sebagai rujukan/saling merujuk dalam penanganan kasus. 3. Setiap kasus yang ditemukan hendaknya dijadikan sebagai bagian dari proses Koordinasi Penanganan Terpadu Korban KtA dengan Lembaga Terkait, sehingga advokasi sistem hukum, tatanan hukum, dan budaya hukum dapat diterapkan sebagaimana kebutuhan dalam pengimplementasian pengawasan perlindungan anak. 4. Perlu upaya meningkatkan kapasitas anggota jaringan agar memiliki perspektif perlindungan anak dalam Koordinasi Penanganan Terpadu Korban KtA dengan Lembaga Terkait. 5. Membuat sistem kerja yang jelas bersama simpul jaringan sesuai tupoksinya masing-masing secara proporsional dalam Koordinasi Penanganan Terpadu Korban KtA dengan Lembaga Terkait.

57 57 11) Penyusunan Instrumen Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, yakni : 1. Anak sebagai warga Negara berhak atas terpenuhinya hak pendidikan untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Beraklhaq Mulia, Mandiri dan Bermanfaat bagi dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. Untuk terpenuhinya hak pendidikan tersebut, konstitusi mengamanatkan Negara berkewajiban melakukan perlindungan dan realisasi atas pemenuhan hak pendidikan. Namun disayangkan posisi Negara selama ini bersifat negative rights, dimana negara bersifat pasif. Negara belum mampu menuntaskan banyaknya kendala layanan pendidikan yang tersebar diberbagai daerah dengan berbagai latarbelakang. Namun demikian harus diakui bahwa Negara sesungguhnya telah menjalankan tugasnya melalui lembaga legislative dan pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan hak pendidikan bagi warga Negara, walaupun masih perlu support dari para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan yang ideal. 2. Beberapa Pemerintah Daerah telah memilki regulasi terkait layanan pendidikan dan perlindungan anak. Namun demikian regulasi / kebijakan tersebut tampaknya belum memberi dampak yang maksimal terhadap peningkatan layanan pendidikan dan perlindungan anak. Hal tersebut terkait dengan problem anggaran, dan masih rendahnya komitmen pembangunan dengan mainstreaming pendidikan dan perlindungan anak. 3. Tingkat kesadaran Orang tua (Ayah dan Ibu) terhadap pendidikan anak-anak cukup tinggi. Indikatornya orang tua memiliki perhatian yang cukup baik terhadap pendidikan anakanaknya., termasuk pendidikan etika, norma dan karakter serta pendidikan agama. Perhatian pendidikan tersebut tidak hanya pendidikan dalam keluarga akan tetapi juga layanan pendidikan

58 58 di sekolah termasuk berbagai pertimbangan orang tua dalam memilihkan sekolah anak-anaknya. Indikator lain orang tua juga memberikan perhatian bagaimana pihak sekolah memberikan layanan pendidikan kepada anakanaknya. Menurut perspektif orang tua pihak sekolah telah memberikan pelayanan penddidikan yang memadahi terhadap anak-anaknya. 4. Menurut persepektif orang tua, kekerasan terhadap anak di sekolah baik yang dilakukan oleh tenaga pendidik dan kependidikan sangat kecil. Demikian juga kekerasan yang dilakukan oleh sesama teman. Temuan tersebut berbeda dengan hasil survey KPAI pada tahun 2012 yang mencatat kekerasan disekolah mencapai 80%. Hal ini terjadi disebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai pemahaman kekerasan bagi para orang tau dengan pemahaman kekerasan para prnggiat Perlindungan Anak. 5. Masih ada bahan ajar disekolah yang terindikasi menanamkan nilai nilai kekerasan terhadap anak, dan diskriminasi walau presentasinya sangat kecil. Hal tersebut patut dijadikan perhatian, agar para pengambil kebijkan terkait layanan pendidikan lebih selektif dan berhati-hati dalam mendistribusikan bahan ajar ke sekolah-sekolah. 6. Demografi, Pendidikan, penghasilan dan jumlah anak mrupakan faktor yang mempengaruhi persepektif orang tua dalam hal pelayanan pendidikan. 12) Seminar Instrumen Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, yakni : Hambatan/Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan seminar instrument pengawasan kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan, antara lain:

59 59 1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pendidikan anak usia dini; 2. Masih terbatasnya lembaga layanan perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang masih di bawah usia empat tahun; 3. Sangat terpencarnya keberadaan anak-anak usia dini yang harus dilayani, terutama yang ada di daerah-daerah yang sulit dijangkau karena kendala geografis dan transportasi; 4. Masih relatif terbatasnya dukungan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah terhadap perawatan dan pendidikan anak usia dini; 5. Masih sangat terbatasnya tenaga pendidik dan kependidikan pada pendidikan anak usia dini, baik secara kualitas maupun kuantitas; 6. Belum adanya sistem yang menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia dini yang bersifat holistik; dan 7. Masih terbatasnya jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus untuk pendidikan anak usia dini serta terbatasnya penelitian di bidang pendidikan dini. Hasil Kegiatan / Rencana Tindak Lanjut: 1. Penggalangan peran serta berbagai media komunikasi dalam penyebar luasan media KIE tentang pencegahan kekerasan terhadap anak 2. Peningkatan peran serta lembaga pemerintah, masyarakat, keagamaan dan dunia usaha dalam optimalisasi pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. 3. Pemanfaatan rumah ibadah dan institusi pendidikan formal dan non formal sebagai wadah sosialisasi mengenai dampak kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan.

60 60 4. Pemberdayaan keluarga dalam kegiatan program pencegahan kekerasan terhadap anak. 5. Penguatan kemampuan teman sebaya sebagai agen perubah dalam mengurangi akibat kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. 6. Pemanfaatan forum-forum anak yang ada di semua wilayah. 7. Pengawasan dan monitoring berbagai program pencegahan di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan. Meningkatkan upaya pencegahan kekerasan pada anak melalui program UKS 8. Penggalangan peran serta berbagai media komunikasi dalam penyebarluasan informasi. 9. Peningkatan peran serta lembaga pemerintah, masyarakat, keagamaan dan dunia usaha dalam optimalisasi pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. 10. Pemanfaatan rumah ibadah sebagai wadah sosialisasi mengenai bahaya kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. 11. Pemberdayaan keluarga dalam pencegahan kekerasan terhadap anak. 12. Penguatan kemampuan teman sebaya sebagai agen perubah dalam mengurangi akibat kekerasan terhadap anak di lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. 13. Pemanfaatan forum-forum anak yang ada di semua wilayah Rekomendasi : 1. Peningkatan pemahaman tentang hak anak, anti kekerasan dan gender kepada guru / pendidik / pengasuh: Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan

61 61 Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyarakat dan Lembaga Swasta 2. Peningkatan pemahaman tentang hak anak, anti kekerasan dan gender kepada peserta didik/anak asuh/santri: Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyarakat dan Lembaga Swasta 3. Memantapkan pembentukan kelompok sebaya (peer group) dalam pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan: Pemda Provinsi/Kab/Ko, Orsos, Lembaga Masyarakat, Forum Anak. 4. Mengintegrasikan program pencegahan kekerasan terhadap anak di lembaga pendidikan pada wadah kegiatan yang telah ada (Pramuka, UKS, Paskibra, PMR, Kelompok Jurnalistik Sekolah, dll): Polri Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, BKKBN, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Masyarakat dan Lembaga Swasta, Kwarnas. 5. Perbaikan kurikulum nasional yang lebih responsif gender dan responsif anak: Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga. 13) Pertemuan Koordinasi Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, yakni : 1. Rumah dan keluarga harus dikembalikan fungsinya dalam memaksimalkan peran orangtua dalam mendidik anaknya karena sekolah atau lingkungan pendidikan harus bersinergi dengan orangtua dan masyarakat dalam memutus mata rantai kekerasan.

62 62 2. Pencegahan bullying/perundungan harus di kampanye secara terus menerus oleh berbagai pihak terkait terutama Kemendikbd melalui program SEKOLAH AMAN dan Kementerian PPPA dalam program SEKOLAH RAMAH ANAK. 3. Pentingnya penguatan pendidikan karakter (PPK), terutama budi pekerti dari pendidik sampai petugas sekolah, termasuk birokrat pendidikan agar menjadi role model bagi anak-anak. 4. KPAI mendorong revisi INGUB No. 16/2015 karena diduga kuat melanggar UU Perlindungan Anak. KPAI akan mengingatkan Gubenur DKI Jakarta yang baru, bahwa pengaturan yang holistik dan taat nilai serta prinsip HAM pastilah akan melahirkan kebijakan yang sejalan dengan sekolah ramah anak dan juga ramah hak asasi manusia. Sebab anak sejak dini harus dibukakan pemahamannya bahwa ia harus menghargai sesamanya manusia dan hal tersebut harus dimulai pula oleh pemerintah dari kebijakannya yang memanusiakan manusia. 14) FGD Hasil Koordinasi Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, yakni : 1. Menangani kasus-kasus kekerasan di sekolah yang dilaporkan langsung ke KPAI maupun yang viral di media sosial dan media massa. 2. Mendorong Sekolah Ramah Anak (SRA), baik terhadap sekolahsekolah atau lingkungan pendidikan yang dilaporkan ke KPAI, maupun diberbagai kesempatan ketika menjadi narasumber di berbagai diskusi, seminar maupun dialog dan wawancara di media massa, baik online, cetak, maupun elektronik. 3. Menyelenggarakan FGD (Focus Group Disscussion) bertema Kekerasan di Lingkungan Pendidikan dan kritisi terhadap Instruksi Gubenur DKI JAKARTA Nomor 16 Tahun 2015 tentang penanganan dan pencegahan kekerasan di satuan pendidikan yang melindungi sekaligus melanggar hak-hak anak. Karena INGUB

63 63 tersebut memerintahkan anak pelaku kekerasan dikeluarkan dari sekolah negeri. 4. Instruksi Gubernur Pencegahan Bullying pada prinsipnya adalah sebuah langkah progresif yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Namun demikian sebagaimana prinsip peraturan perundang-undangan Instruksi Gubenur ini tidaklah boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya secara khusus UUPA. 5. Instruksi Gubernur ini memberikan sanksi bagi peserta didik yang melakukan bullying berupa penutupan akses pemenuhan hak atas pendidikannya. Pemerintah DKI Jakarta gagal melihat institusi pendidikan serta proses pendidikan sebagai wujud perlindungan bagi anak itu sendiri, dan justru menjauhkannya dari proses pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah. 6. FGD kemudian mendorong agar KPAI melakukan advokasi atas INGUB No. 16/tahun 2015, karena berdasarkan analisis bersama dalam FGD menyepakati, bahwa sudah selayaknya Pemerintah DKI Jakarta melakukan revisi atas Instruksi Gubernur Prov. DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Bullying serta Kekerasan di Lingkungan Sekolah dan menyesuaikannya dengan peraturan perundang-undangan di atasnya yakni Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dan UUPA. 15) Penyusunan Laporan Hasil Koordinasi Pengawasan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, yakni : 1. Anak sebagai warga Negara berhak atas terpenuhinya hak pendidikan untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Beraklhaq Mulia, Mandiri dan Bermanfaat bagi dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. Untuk terpenuhinya hak

64 64 pendidikan tersebut, konstitusi mengamanatkan Negara berkewajiban melakukan perlindungan dan realisasi atas pemenuhan hak pendidikan. Namun disayangkan posisi Negara selama ini bersifat negative rights, dimana negara bersifat pasif. Negara belum mampu menuntaskan banyaknya kendala layanan pendidikan yang tersebar diberbagai daerah dengan berbagai latarbelakang. Namun demikian harus diakui bahwa Negara sesungguhnya telah menjalankan tugasnya melalui lembaga legislatif dan pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan hak pendidikan bagi warga Negara, walaupun masih perlu support dari para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan yang ideal. 2. Beberapa Pemerintah Daerah telah memilki regulasi terkait layanan pendidikan dan perlindungan anak. Namun demikian regulasi / kebijakan tersebut tampaknya belum memberi dampak yang maksimal terhadap peningkatan layanan pendidikan dan perlindungan anak. Hal tersebut terkait dengan problem anggaran, dan masih rendahnya komitmen pembangunan dengan mainstreaming pendidikan dan perlindungan anak. 3. Tingkat kesadaran Orang tua (Ayah dan Ibu) terhadap pendidikan anak-anak cukup tinggi. Indikatornya orang tua memiliki perhatian yang cukup baik terhadap pendidikan anakanaknya, termasuk pendidikan etika, norma dan karakter serta pendidikan agama. Perhatian pendidikan tersebut tidak hanya pendidikan dalam keluarga akan tetapi juga layanan pendidikan di sekolah termasuk berbagai pertimbangan orang tua dalam memilihkan sekolah anak-anaknya. Indikator lain orang tua juga memberikan perhatian bagaimana pihak sekolah memberikan layanan pendidikan kepada anakanaknya. Menurut perspektif orang tua pihak sekolah telah

65 65 memberikan pelayanan penddidikan yang memadahi terhadap anak-anaknya. 4. Menurut persepektif orang tua, kekerasan terhadap anak di sekolah baik yang dilakukan oleh tenaga pendidik dan kependidikan sangat kecil. Demikian juga kekerasan yang dilakukan oleh sesama teman. Temuan tersebut berbeda dengan hasil survey KPAI pada tahun 2012 yang mencatat kekerasan disekolah mencapai 80%. Hal ini terjadi disebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai pemahaman kekerasan bagi para orang tau dengan pemahaman kekerasan para prnggiat Perlindungan Anak. 5. Masih ada bahan ajar disekolah yang teridikasi menanamkan nilai nilai kekerasan terhadap anak, dan diskriminasi walau presentasinya sangat kecil. Hal tersebut patut dijadikan perhatian, agar para pengambil kebijkan terkait layanan pendidikan lebih selektif dan berhati-hati dalam mendistribusikan bahan ajar ke sekolah-sekolah. 6. Demografi, Peendidikan, penghasilan dan jumlah anak mrupakan factor yang mempengaruhi persepektif orang tua dalam hal pelayanan pendidikan. 7. Negara sebagai penyedia regulasi dan penyedia layanan pendidikan bersifat aktif, sehingga problematika pendidikan yang terjadi di daerah dengan berbagai macam latar belakangnya dapat diberikan solusi, yang bermuara terpenuhinya hak-hak anak dan perlindungan anak secara maksimal. 8. Pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun Kabupten / Kota hendaknya memiliki komitmen dan political will untuk melaksanakan regulasi terkait perlindungan dan layanan pendidikan yang didukung dengan pembangunan struktur dan penganggaran yang maksimal.

66 66 9. Untuk meminimalisir kekerasan disekolah baik yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan serta teman sebaya, perlu disosialisasikan Sekolah Ramah Anak di lembaga pendidikan dan Komite Sekolah. 10. Perlu peningkatan peran dan fungsi Komite Sekolah, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan. 11. Pemerintah dalam hal ini Kemeteriaan Pendidikan dan Kebudyaan serta Kementerian Agama, membentuk tim khsusus untuk mengawasi subtansi bahan ajar disekolah sehingga peserta didik terhindar dari bahan ajar yang mengajarkan kekerasan, dan diskriminasi. 16) Pertemuan Pengumpulan Data Terkait Laporan Pengawasan Perlindungan Anak, yakni : 1. Bahwa dalam pengolahan hasil pengumpulan / entri data terkait laporan pengawasan perlindungan anak, dimana data dan Informasi masih belum dipandang sebagai suatu kebutuhan mendesak yang perlu disiapkan dan disajikan pelaporannya secara kontinue dan akurat. 2. Bahwa proses pengarsipan khususnya terkait data dan informasi perlindungan anak di lembaga publik, khususnya lembaga pemerintahan masih jauh dari memuaskan; 3. Tidak semua tindakan, kebijakan dan hasil tindakan serta kebijakan pemerintah terkait perlindungan anak data dan informasinya direkam; 4. Belum difahami dan di implementasikannya program penyajian data dan informasi yang akurat dan data base perlindungan anak belum menjadi agenda tahunan yang perlu dilaporkan.

67 67 17) Pengolahan/Penyajian Data Terkait Laporan Pengawasan Perlindungan Anak, yakni : 1. KPAI perlu membangun Peningkatan Pengolahan/Penyajian Data Primer terkait Laporan Pengawasan Perlindungan Anak Berbasis System Data Base dengan mengacu kepada kebutuhan masyarakat terhadap Data Lembaga Mitra Penyelenggaran Perlindungan Anak dan data sekunder anak, baik di pusat maupun daerah dengan mudah dapat diakses. 2. KPAI perlu membangun Peningkatan Pengolahan/Penyajian Data Primer terkait Laporan Pengawasan Perlindungan Anak Berbasis System Data Base untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya data base Perlindungan Anak dan data sekunder anak baik dari kebutuhan kelembagaan maupun data pengaduan kasus-kasus perlindungan anak. 3. KPAI perlu Membangun Peningkatan Pengolahan/Penyajian Data Primer terkait Laporan Pengawasan Perlindungan Anak Berbasis System Data Base, agar mempermudah Lembaga Perlindungan Anak di daerah dalam mengakses atau berkoordinasi dengan KPAI terkait masalah perlindungan anak. Dalam mengefektifkan pengawasan penyelenggaran perlindungan anak di Indonesia, maka negara membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, salah satu tugas KPAI adalah adalah menerima pengaduan masyarakat terkait dengan kasus perlindungan anak. Data pengaduan ini menjadi salah satu landasan kerja dalam aspek pengawasan, advokasi kebijakan, telaah maupun masukan strategis bagi stakeholder dalam menyusun program dan kebijakan perlindungan anak di institusi/lembaga masing-masing.

68 68 Berdasarkan hasil pengumpulan data dan informasi melalui pengaduan yang diterima KPAI secara langsung, pemantauan media cetak dan online, pengaduan online bank data dan data lembaga mitra KPAI se- Indonesia, penyajian data berdasarkan laporan pengawasan perlindungan anak, yakni:

69 69 TAHUN NO KASUS PERLINDUNGAN ANAK JUMLAH 1 Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat Anak Terlantar (Anak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) Balita Terlantar (Korban) Anak Terlantar (Korban) Anak Mengemis (Korban) Anak Jalanan (Korban) Anak Gelandangan (Korban) Anak Dari Keluarga Miskin (Korban) Anak Berkebutuhan Khusus (Korban) Anak Dalam Keadaan Darurat (Korban Konflik Sosial / Peperangan) Anak Korban Bencana (Darat, Laut, Udara) Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Anak Korban Perebutan Hak Kuasa Asuh Anak Korban Pelarangan Akses Bertemu Orangtua Anak Korban Penelantaran Ekonomi (Hak Nafkah) Anak Korban Diluar Pernikahan Anak Korban Permasalahan/Konflik Orangtua / Keluarga Anak Korban Penelantaran Orangtua / Keluarga Anak Hilang (Sebagai Korban) Anak Korban Penculikan Keluarga (Child Abduction) Agama dan Budaya Anak Korban Konflik Agama dan Budaya Anak Korban Tayangan, Siaran dan Pertunjukkan Tidak Ramah Anak Anak Korban Pengabaian Hak Agama Anak Korban Pernikahan Di Bawah Umur Anak Sebagai Korban Terorisme Anak Korban Paham Radikalisme Anak Korban Kecelakaan Rekreasi dan Permainan Berbahaya Hak Sipil dan Partisipasi Anak Tanpa Kepemilikan Akta Kelahiran Anak Korban Denda / Penyalahgunaan Pembuatan Akta Kelahiran Anak Korban Perkawinan Campuran dan Kewarganegaraan Anak Korban Pelanggaran Hak Berpartisipasi Anak Pelaku LGBT Anak Korban LGBT Kesehatan dan Napza Anak Korban Mal Praktek Anak Korban Penyakit Menular Anak Korban Keracunan Anak Korban Akses Pelayanan Kesehatan Anak Dengan HIV / AIDS Anak Pengguna Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb) Anak Pengedar Napza (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb) Pendidikan Anak Korban Tawuran Pelajar Anak Pelaku Tawuran Pelajar Anak Korban Kekerasan di Sekolah (Bulliying) Anak Pelaku Kekerasan di Sekolah (Bulliying) Anak Korban Kebijakan (Anak dikeluarkan Karena Hamil, Pungli di 605 Sekolah, Penyegelan Sekolah, Tidak Boleh Ikut Ujian, Anak Putus Sekolah, Drop Out, dsb) 7 Pornografi dan Cyber Crime Anak Korban Kejahatan Seksual Online Anak Pelaku Kejahatan Seksual Online Anak Korban Pornografi dari Media Sosial Anak Pelaku Kepemilikan Media Pornografi (HP/Video, dsb) Anak Korban Bulliying di Media Sosial Anak Pelaku Bulliying di Media Sosial Anak Berhadapan Hukum (ABH) ABH Sebagai Pelaku Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb) Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb) Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia, dsb) Anak Sebagai Pelaku Pembunuhan Anak Sebagai Pelaku Pencurian Anak Sebagai Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas Anak Sebagai Pelaku Kepemilikan Senjata Tajam Anak Sebagai Pelaku Penculikan Anak Sebagai Pelaku Aborsi Anak Sebagai Pelaku Terorisme ABH Sebagai Korban Anak Sebagai Korban Kekerasan Fisik (Penganiayaan, Pengeroyokan, Perkelahian, dsb) Anak Sebagai Korban Kekerasan Psikis (Ancaman, Intimidasi, dsb) Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual (Pemerkosaan, Pencabulan, Sodomi/Pedofilia, dsb) Anak Sebagai Korban Pembunuhan Anak Sebagai Korban Pencurian Anak Sebagai Korban Kecelakaan Lalu Lintas Anak Sebagai Korban Kepemilikan Senjata Tajam Anak Sebagai Korban Penculikan Anak Sebagai Korban Aborsi Anak Sebagai Korban Bunuh Diri Anak Sebagai Saksi RINCIAN TABEL DATA KASUS PENGADUAN ANAK BERDASARKAN KLASTER PERLINDUNGAN ANAK KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA TAHUN Perlindungan Saksi oleh LPSK Perlindungan Saksi oleh Kepolisian Trafficking dan Eksploitasi Anak Sebagai Korban Perdagangan (Trafficking) Anak Sebagai Korban Prostitusi Anak Anak Sebagai Korban Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA) Anak Sebagai Korban Eksploitasi Pekerja Anak Kasus Perlindungan Anak Lainnya ** Perlindungan Lainnya, (Anak Sebagai Korban Kelalaian Orangt ua/lingkungan) TOTAL Data Masuk Pertanggal (31 Desember 2017), Pukul WIB Update Data : Tahun Tahun 2018 Sumber Data Primer : 1. Pengaduan Langsung KPAI; 2. Pengaduan Online Bank Data Perlindungan Anak; 3. Pengaduan Hasil Pemantauan dan Investigasi Kasus KPAI; 4. Pengaduan Hotline Service KPAI. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Data dan Pengaduan Tahun 2018 Sekretariat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jl. Teuku Umar No Menteng, Jakarta Pusat 10350, Telp , , Fax , website :

70 70 1. KPAI menerima pengaduan masyarakat sebanyak kasus sepanjang tahun Jika dilihat dari trend kasus tahunan, pengaduan kasus KPAI mengalami penurunan. Dari situasi ini dapat dilihat bahwa pertama, mulai bertumbuhnya lembagalembaga layanan perlindungan anak di daerah, sehingga pengaduan kasus pelanggaran anak, cukup diadukan ke lembaga terdekat dan tidak melakukan pengaduan ke KPAI. Kedua, sebagai dampak dari masifnya advokasi perlindungan anak, perilaku masyarakat terkait perlindungan anak mulai semakin membaik, dan kasus pelanggaran terhadap hak anak mulai berkurang, meski kasus-kasus ekstrim masih terus terungkap. Ketiga, model-model pengarusutamaan perlindungan anak pada

71 71 lembaga penyelenggaraan perlindungan anak mulai bertumbuhan; sekolah ramah anak, puskesmas ramah anak, dan lain sebagainya. Namun demikian, perlu dicatat bahwa kualitas dan kompleksitas kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat misalnya kasus Video Gay Kids yang korbannya lebih dari 700 anak serta kasus-kasus bullying yang masih terjadi di sekolahsekolah di tanah air. 2. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, berdasarkan laporan pengaduan KPAI jumlah korban dan pelaku pelanggaran hak anak mencapai orang dengan jumlah korban dan pelaku di dominasi oleh laki-laki. Hal ini mengkonfirmasi berbagai temuan kementrian dan lembaga bahwa anak laki-laki memiliki kerentanan yang tinggi baik sebagai pelaku maupun korban. Pada tahun 2017, laki-laki yang menjadi pelaku dan korban sebanyak dan 1064 korban dan pelaku perempuan. 3. Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum masih menjadi kasus tertinggi di KPAI dengan kasus sebanyak 1209 kasus, diikuti dengan kasus bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif

72 72 sebanyak 593 kasus, dan kasus pornografi dan cyber crime sebanyak 514 kasus. Sejak tahun lalu, kasus bidang pornografi dan cyber crime jumlah kasusnya bertambah dan menggantikan posisi bidang pendidikan. 4. Pada kasus anak berhadapan dengan hukum, anak sebagai pelaku kekerasan sebanyak 530 sedangkan anak sebagai korban 477. Dari data tersebut, KPAI berpandangan bahwa kerentanan anak saat ini tidak lagi hanya menjadi korban tetapi juga menjadi pelaku. Meskipun anak pelaku tersebut juga merupakan korban dari problem pengasuhan di keluarga maupun situasi lingkungan yang kurang mendukung. 5. Tingginya perceraian yang mencapai 19,9% pada tahun 2016 menyebabkan konflik orang tua yang berdampak kepada anak masih tinggi. Padahal seharusnya kepentingan terbaik bagi anak menjadi prioritas orang tua. KPAI mendorong reformasi hukum perlindungan anak paska perceraian orang tua dengan mendorong kepastian hak kuasa asuh, pemenuhan hak akses bertemu, dan pemenuhan hak nafkah. Selain itu, KPAI mendorong Presiden untuk meratifikasi the Hague Convention on Child Abduction sebagai dorongan mekanisme pemenuhan hak anak dari penculikan oleh salah satu orang tua di level nasional. 6. Kasus-kasus pornografi dan kejahatan seksual terhadap anak di dunia maya menjadi problem era digital. Pada satu kasus pornografi dan kejahatan terhadap anak di dunia maya bisa jadi tindakan kriminalitasnya sedikit. Namun demikian, korbannya bisa ratusan bahkan ribuan. Diperlukan upaya maksimal untuk melakukan identifikasi korban kekerasan seksual terhadap anak di dunia maya agar mereka mendapatkan rehabilitasi optimal. Selain itu, literasi internet sehat kepada anak-anak sudah harus menjadi keharusan di era globalisasi yang perlu diikuti dengan kebijakan informatika yang ramah anak.

73 73 18) Penyusunan Laporan Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. Dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak dan kepentingan terbaik bagi anak perlu ditingkatkan sinergitas pemerintah pusat (eksekutif, yudikatif dan legislative termasuk lembaga pengawas) dari level yang paling tinggi hingga level yang paling rendah. 2. Dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Daerah (pemerintah Provinsi /Kabupaten/Kota) segera menerbitkan Perda/Pergub/Perbub/Perwali) terkait perlindungan anak yang diiringi dengan peningkatan kapasitas SDM. 3. Dalam rangka memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak, kementerian terkait perlindungan anak lainnya segera menerbitkan regulasi terkait perlindungan dan pemenuhan hak anak. 4. DPR sebagai lembaga yang mengemban fungsi legislasi, penganggaran/budgeting dan fungsi pengawasan, segera membuat regulasi terkait peningkatan anggaran penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia. 19) Penyusunan Laporan Informasi Perlindungan Anak Kepada Publik, yakni: 1. Secara umum regulasi terkait perlindungan anak (dari UUD 1945 dan perundang undangan terkait PA), program pemerintah terkait perlindungan anak sudah cukup memadai, akan tetapi pada tingkat implementasi masih kurang efektif, hal tersebut disebabkan masih terjadi gap antara regulasi / norma / kebijakan dengan struktur / aparatur serta proses terkait perlindungan anak. 2. Dalam rangka mengefektifkan penyelenggara anak, sesuai dengan tugas dan fungsi yang diemban Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan dan terobosan. Dari berbagai kegiatan tersebut ada yang sudah mencapai target dan ada pula beberapa target yang tidak

74 74 tercapai yang disebabkan beberapa kendala, baik yang berupa regulasi dan struktur maupun proses termasuk faktor anggaran. 3. Walaupun sudah menjadi amanat UUD 1945 dan Perundang Undangan, Negara dan Pemerintah belum maksimal dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak, sehingga dalam beberapa kasus masih terjadi pengabaian dan diskriminasi. 4. Tingkat kesadaran masyarakat, keluarga dan orang tua terkait perlindungan anak masih rendah, hal tersebut dibuktikan dengan masih tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga, di sekolah / lingkungan pendidikan dan masyarakat. 20) Pertemuan Tindaklanjut Monitoring dan Evaluasi UU SPPA, yakni : 1. Menaikkan batas usia minimal pertanggung jawaban kriminal anak. 2. Segera dilakukan harmonisasi instrumen hukum nasional, yang pada beberapa regulasi masih tidak sensitif terhadap kepentingan anak bahkan kontradiktif satu dengan yang lain, dengan mengacu pada standar yang ada pada instrumen internasional baik yang pokok maupun yang bersifat pedoman. 3. Menciptakan kemauan politik (political will) pemerintah, khususnya pejabat tinggi di kepolisian dan Departemen Kehakiman & HAM untuk lebih sensitif terhadap kebutuhankebutuhan dan masalah-masalah yang khas bagi anak-anak yang berada dalam sistem peradilan. 4. Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan menguatkan sensitifitas terhadap penghargaan dan perlindungan terhadap hak-hak anak yang berada dalam sistem peradilan, maka harus segera dilakukan pelatihan-pelatihan intensif untuk petugas yang berwenang menangani Juvenile Justice System. 5. Membangun mekanisme formal yang menjamin terlaksananya hak anak membuat pengaduan kepada kepala lembaga tempat ia dicabut kemerdekaannya (Rumah Tahanan dan Lembaga

75 75 Pemasyarakatan) dan kepada pejabat berwenang lainnya yang lebih tinggi secara bebas dan segera mendapatkan jawaban yang diperlukan. 6. Segera menciptakan sistem pencatatan kelahiran anak yang bisa diakses di seluruh wilayah negara dan penduduk, juga segera membangun sistem pencatatan identitas anak-anak yang berada dalam lembaga penahanan dan pemenjaraan secara memadai pada setiap lembaga yang menahannya. 7. Menyediakan alternatif-alternatif penanganan non-formal terhadap perkara anak, yang semuanya itu didasari semangat untuk menghindarkan anak dari proses peradilan formal, penahanan dan pemenjaraan yang sangat potensial membawa banyak kerugian bagi anak. 8. Mengadakan badan-badan atau lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang secara profesional dan memadai mampu menjalankan program-program/aktifitas-aktifitas dari diversion dan penanganan-penanganan alternatif yang disediakan bagi pejabat berwenang dalam memutuskan perkara pelanggaran hukum usia anak atau remaja, sehingga terhindar dari kerugian kerugian yang semakin besar dengan keberadaannya di lembaga penahanan atau pemenjaraan. 9. Membuat program-program rehabilitasi terhadap komunitas asal anak dan khususnya keluarga dari anak-anak yang akan keluar dari pembinaan dalam lembaga. 10. Mengadakan semacam half way houses atau panti untuk anakanak yang keluar dari lembaga sebelum kembali ke masyarakat dan keluarganya. 11. Melakukan dekriminalisasi terhadap tindakan-tindakan anak yang masuk kategori status offender dan membatasi kenakalan yang masuk ke sidang peradilan pidana anak. 12. Dalam 5 (lima) tahun ke depan, Lembaga Pemasyarakatan Anak harus diubah menjadi sekolah khusus (training school) dengan

76 76 pengawasan yang amat minimum, berada di tengah masyarakat dalam bentuk panti-panti dengan suasana kekeluargaan. 21) Sinkronisasi Program Terkait Perlindungan Anak dengan Stakeholder Terkait, yakni : 1. Hasil koordinasi sinkronisasi program terkait perlindungan anak dengan stakeholder terkait, bahwa sebagian kelembagaan penyelenggara perlindungan anak maupun Lembaga pengawasan di daerah sebagian besar belum didukung oleh Pemerintah Daerah, terutama dalam hal sarana dan prasarana serta dukungan dana/anggaran operasional untuk perlindungan anak. 2. Hasil koordinasi sinkronisasi program terkait perlindungan anak dengan stakeholder terkait, bahwa masih kurangnya SDM Lembaga penyelenggara dan pengawasan perlindungan anak di daerah dalam kualitas maupun kuantitas dalam penanganan kasus-kasus pengaduan terhadap anak. 3. Masih kurangya pemahaman masyarakat terhadap perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum, sehingga peranan Lembaga penyelenggara dan pengawas perlindungan anak di daerah, masih perlu didorong untuk melakukan sosialisasi maupun advokasi dalam penanganan kasus-kasus pengaduan terhadap anak. 22) Pertemuan Koordinasi Implementasi Penyelenggaraan Perlindungan Anak dengan Lembaga Terkait, yakni : 1. KPAI bersama mitra penyelenggara perlindungan anak dalam implementasi koordinasi pengawasan perlindungan anak di sembilan bidang harus didorong mempunyai pengertian dan komitmen yang tepat berkaitan dengan masalah perlindungan anak, agar dapat bersikap dan bertindak secara tepat dalam

77 77 menghadapi dan mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan implementasi perlindungan anak. 2. KPAI bersama Mitra Perlindungan Anak menyususun rencana tindak lanjut koordinasi peningkatan implementasi penyelenggaraan perlindungan anak dengan pendekatan system building approach (SBA) di sembilan bidang perlindungan anak dengan mengedepankan aspek pengawasan. 3. KPAI bersama mitra perlindungan anak bersepakat untuk bersama-sama melakukan koordinasi kajian dan telaah terkait implementasi perlindungan anak di sembilan bidang dengan diintegrasikannya Sistem Pengawasan dalam Perda Perlindungan Anak dengan merumuskan norma, struktur dan prosedur yang pasti, sesuai dengan prinsip-prinsip institusi hak asasi manusia/hak anak, dan memastikan kesiapan sumberdaya manusia, panduan (tools) untuk pengawasan perlindungan anak di daerah. 23) Layanan Internal Organisasi, yakni : 1. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam upaya melaporkan pelanggaran hak anak, KPAI dituntut untuk meningkatkan kualitas layanan internal organisasinya, antara lain pelayanan pengaduan masyarakatnya. 2. Paradigma masyarakat bahkan instansi, yang sebagian besar berpendapat dan memahami bahwa KPAI adalah problem solver semua masalah anak, sehingga pengaduan masyarakat merupakan kanal bagi KPAI dalam memetakan isu-isu anak sebagai basis kebijakan yang akan dibuat. 3. Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas layanan pengaduan masyarakat di KPAI, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan; dan SOP pada Layanan Pengaduan di KPAI merupakan SOP administratif adalah prosedur standar yang

78 78 bersifat umum dan tidak rinci dari kegiatan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang aparatur atau pelaksana dengan lebih dari satu peran atau jabatan; 4. Pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melayani penerimaan pengaduan merupakan salah satu faktor layanan internal organisasi yang perlu terus ditingkatkan dalam aspek pelananannya, karena ikut menunjang terhadap kinerja organisasi khusunya bagian layanan Pengaduan KPAI. 2. Laporan Layanan Pengaduan, Penelaahan dan Mediasi Pengaduan Yang Ditindaklanjuti. Anggaran untuk program kerja Laporan Layanan Pengaduan, Penelaahan dan Mediasi Yang Ditindaklanjuti sebesar Rp ,- dan telah terealisasi Rp ,- atau 99,96 %. Adapun anggaran tersebut untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: 1) Training SDM Layanan Pengaduan Masyarakat; 2) Pertemuan Koordinasi Penanganan Kasus Perlindungan Anak dengan Lembaga Terkait; 3) Penanganan Kasus Pengaduan Masyarakat; 4) Penelusuran Kasus Terkait Perlindungan Anak di Provinsi; 5) Kajian Pengawasan Kasus Tentang Perlindungan Anak; 6) Pertemuan Koordinasi dengan Mitra KPAI Tentang Pengawasan Kasus Perlindungan Anak; 7) FGD Kasus Pengaduan Yang Ditindaklanjuti; 8) Monitoring Kasus Pengaduan Yang Ditindaklanjuti; 9) Pertemuan Mediasi Sengketa Pelanggaran Perlindungan Anak; 10) Layanan Internal Organisasi; 11) Pengadaan Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi; 12) Pengadaan Peralatan Kantor. Dari pelaksanaan kegiatan tersebut mendapatkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut :

79 79 1) Training SDM Layanan Pengaduan Masyarakat, yakni : Faktor kemampuan dan keterampilan memiliki tingkat hubungan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan publik. Perbaikan dari faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan terutama peningkatan dan penyempurnaan pada aspek kemampuan dan keterampilan akan secara linier cenderung menaikkan kualitas pelayanan publik. Salah satu unsur yang paling fundamental dari manajemen pelayanan publik yang berkualitas adalah pengembangan pegawai secara terus-menerus melalui pendidikan dan pelatihan. Pengembangan SDM yang berbasis kompetensi dapat membantu organisasi untuk memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan handal dalam bekerja. Melalui berbagai kegiatan pengembangan dan pelatihan, kompetensi SDM akan lebih optimal dan berujung pada meningkatnya kinerja organisasi melalui penjabaran serta operasionalisasi visi dan misinya. Rekomendasi : Pelayanan publik dari instansi pemerintah adalah pelayanan yang sifatnya pengabdian pada bangsa dan negara. Pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui instansi pemerintah, yang memiliki fungsi dan tanggung jawab sebagai aparatur pelayanan masyarakat. Sebagai pemegang amanah dan tanggung jawab dari warga negara, pemerintah selalu memiliki visi dan harapan untuk memberikan pelayanan berkualitas dan yang memudahkan kepentingan masyarakat. Pelayanan yang berkualitas dan memudahkan warga ini, harus juga mengutamakan pengamanan terhadap kedaulatan negara, serta taat hukum dan tata kelola pelayanan yang bebas risiko. Visi dan harapan pemerintah yang selalu ingin memberikan pelayan publik yang nyaman, aman, pasti hukum, tepat waktu, berkualitas dan

80 80 yang memudahkan masyarakat, haruslah diimplementasikan di lapangan oleh para staf yang diberikan wewenang dan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat. Karena sifat pelayanan dari instansi pemerintah bersifat kekuasaan dalam monopoli pelayanan, maka setiap staf di garis depan pelayanan wajib memiliki mindset pengabdian dan cinta pada bangsa dan negara. Diperlukan tiga aspek dasar untuk dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas, yaitu: aspek teknis pelayanan, aspek manajemen pelayanan, dan aspek integritas pribadi untuk pelayanan berkualitas. Ketiga aspek tersebut wajib dijalankan dengan menegakkan kebijakan dan prosedur sesuai dengan janji dan visi layanan di masing-masing instansi pemerintah. Sebuah pelayanan publik yang baik dikontribusikan dari sikap dan perilaku pelayanan yang sopan dan tulus. Termasuk, melindungi hak asasi manusia yang dilayani dan memberikan kepastian hukum, sehingga pelayanan publik yang diperoleh warga memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas. Setelah membahas secara utuh tentang Peningkatan Kualitas Training SDM Layanan Pengaduan Masyarakat, maka rekomendasi yang dapat diberikan, yaitu: 1. Perlunya segera membentuk tim yang bertugas membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi penyelenggara training SDM Layanan Pengaduan Masyarakat, SOP tersebut akan dijadikan acuan bagi penyelenggara traning dalam melakukan pelayanan kepada peserta training pengaduan masyarakat. 2. Perlunya pembuatan kotak saran dan pengelolaan layanan pengaduan masyarakat sebagai masukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan penyelenggaraan training SDM layanan pengaduan masyarakat di KPAI.

81 81 2) Pertemuan Koordinasi Penanganan Kasus Perlindungan Anak dengan Lembaga Terkait, yakni : 1. Penguatan kelembagaan, dengan melakukan revitalisasi lembaga/unit pemberi layanan (P2TP2A, PPT, Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang ada di daerah, melalui Peningkatan pemahaman atas isi substansi dari semua peraturan perundangundangan terkait perlindungan perempuan dan anak, termasuk TPPO, sehingga terefleksi dalam peraturan/ kebijakan/program/kegiatan daerah yang berorientasi pada kepentingan terbaik bagi perlindungan anak. 2. Perluasan cakupan kerja KPAI dan mitra kerja KPAI di daerah juga sebagai pusat informasi dan rujukan dalam upaya-upaya pencegahan, sekaligus juga sebagai penyedia layanan, dan melakukan upaya-upaya pemberdayaan. 3. Penguatan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam pencegahan dan penanganan terhadap Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak melalui MOU, Rakor, Rakornis, dan bentuk-bentuk koordinasi lainnya. 4. Pemenuhan hak bagi saksi dan/atau korban kekerasan mulai dari tahap penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan, melalui kerjasama dengan pihak-pihak terkait, termasuk Dunia Usaha. 5. Kerjasama antara Provinsi dan Kabupaten Kota terkait Optimalisasi mekanisme kerja, pelaporan, monitoring dan evaluasi koordinasi dan informasi perlindungan anak, melalui: a. Peningkatan system mekanisme kerja, pelaporan, dan monitoring. b. Peningkatan pelaksanaan monitoring dan evaluasi, tentang implementasi kebijakan nasional di daerah, untuk mendapatkan pemetaan dan kekuatan masing-masing daerah. Monev dilakukan secara berjenjang dan berkala.

82 82 3) Penanganan Kasus Pengaduan Masyarakat, yakni : 1. Hasil pengawasan KPAI di beberapa lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak, masih banyak ditemukan instansi/lembaga yang belum memiliki SOP penanganan pengaduan masyarakat yang baik dalam penanganan kasus anak yang terintegrasi. 2. Masih banyak Tim atau bagian penanganan pengaduan masyarakat yang belum tercantum dalam struktur organisasi atau lembaga di instansi pelayanan publik. 3. Dalam penanganan kasus melalui bedah kasus berdasarkan pengaduan masyarakat, lembaga pelayanan publik dalam koordinasi dan sinergi dengan mitra terkait masih belum belum kuat dan terintegrasi satu sama lain. 4. Hasil pengawasan KPAI di beberapa lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak, bahwa SDM yang menangani kegiatan penanganan pengaduan juga menangani kegiatan lain, sehingga penanganan kasus seringkali tertunda dan terlambat dalam penanganannya. 5. Dalam penanganan bedah kasus yang dilakukan beberapa lembaga/instansi pelayanan publik berdasarkan pengaduan masyarakat, masih belum ada fasilitasi Merit System yang baik dalam pengelolaan maupun penanganan kasusnya yang lebih terintegrasi. 6. Sebagaian besar sarana dan Infrastruktur yang dimiliki oleh lembaga layanan publik dalam melakukan peningkatan penanganan kasus anak, masih terbatas pada kotak saran dan hotline services. 7. Pencatatan data pengaduan masyarakat berdasarkan bedah kasus yang masuk ke lembaga/instansi sudah banyak dilakukan, tetapi pelaporan penanganan pengaduan masyarakat yang sifatnya konsultasi masih belum banyak dicatatkan hanya sebatas direspon saja.

83 83 8. Pendanaan operasional dalam bedah kasus pengaduan berdasarkan pengaduan masyarakat di setiap lembaga layanan publik masih sangat terbatas. 9. Kesadaran Masyarakat akan pentingnya bedah kasus dalam mengadukan permasalahannya kepada lembaga atau instansi terkait anak, masih sangat kurang partisipasinya, sehingga progres untuk memperbaiki sistem pengaduan berdasarkan pengaduan masyarakat perlu didorong melalui faktor-faktor berikut: a) Perlu ada perbaikan pada Perencanaan Penanganan pengaduan masyarakat yang lebih terintegrasi dan transparan dalam penanganannya. b) Perlu ada pengembangan SOP penanganan pengaduan yang lebih kongkrit dan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. c) Perlu ada pengembangan sistem monitoring dan evaluasi penyelenggaraan manajemen pengaduan berdasarkan pengaduan masyarakat melalui bedah kasus. d) Perlu ada perbaikan terhadap aspek personal petugas pengaduan melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas pendidikan maupun pengalaman dalam penanganan kasus pengaduan anak. e) Perlu ada sosialisasi manajemen komplain kepada stakeholder, yaitu penggunan internal dan eksternal dalam setiap perkara untuk dilakukan bedah kasus berdasarkan pengaduan masyarakat supaya lebih kongkrit dalam penanganannya. 4) Penelusuran Kasus Terkait Perlindungan Anak di Provinsi, yakni : 1. Berdasarkan penelusuran penanganan kasus-kasus pengaduan yang terkait dengan perlindungan anak khusunya di daerah, perlu dilakukan melalui Mekanisme Sistem Perlindungan Anak, sehingga dalam penelusurannya diharapkan dapat mengidentifikasi

84 84 masalah penyelenggaraan perlindungan anak terkait tindaklanjut kasus-kasus pengaduan yang ditangani dalam berbagai perspektif. 2. Penanganan terhadap Kasus-Kasus Pengaduan KPAI diharapkan dapat dilakukan penelusuran kasusnya terlebih dahulu melalui hasil analisis komprehensif masalah implementasi penyelenggaraan perlindungan anak dengan pendekatan SBA, sehingga dalam penanganannya dapat terlaksana dan diimplementasikan secara maksimal fasilitasi layanan terhadap korban di daerah. 3. Adanya penelusuran kasus terkait perlindungan anak yang dilakukan di daerah, merupakan salah satu rekomendasi solusi alternatif dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang berbasis system perindungan anak, guna penanganan kasuskasus pengaduan yang ada di KPAI. 5) Kajian Pengawasan Kasus Tentang Perlindungan Anak, yakni : Indonesia memilih mengembangkan UU Perlindungan Anak yang berbasis HAM (KHA). Konsekuensinya, ada tuntutan harmonisasi yang berbasis HAM juga. Sampai saat ini harmonisasi yang telah dimandatkan oleh ketiga RAN yang telah disebutkan di depan ternyata belum terjadi. Beberapa narasumber menyatakan bahwa harmonisasi terhambat karena beberapa faktor, yakni : 1. Pertama, masih banyak konsepsi yang salah mengenai HAM sehingga pihak legislatif takut atau ragu-ragu untuk mengembangkannya. Ada yang berpendapat bahwa pasalpasal HAM untuk anak atau siapapun harus selalu dikaitkan dengan kewajiban sehingga tidak memberikan kebebasan yang liar. Ada juga yang merasa bahwa tidak semua hak itu bermanfaat bagi anak, misalnya hak-hak atas informasi yang

85 85 dapat merugikan anak terutama dalam konteks pemanfaat teknologi canggih seperti mobile phone dan internet. 2. Kedua, persoalan HAM ini dalam dinamika politik di Indonesia sering dikaitkan dengan hegemoni paradigmatik dari negaranegara kapitalis dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk memaksakan nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kenyataan sosial budaya kita. Inilah yang menyebabkan negara kita, seperti negara-negara berkembang lainnya mempunyai banyak reservasi unuk menerima rumusan dan prinsip-prinsip HAM dalam berbagai regulasi domestik. 3. Ketiga, narasumber menyebutkan lambatnya revisi terhadap KUHPidana dan KUHPerdata sebagai salah satu penyebab lemahnya UU yang ada untuk melindungi anak, terutama anak yang terlibat konflik dengan hukum dan anak-anak dalam situasi rentan di masyarakat. Para narasumber sependapat bahwa walau keluarga dan masyarakat mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk berperan serta dalam perlindungan anak, besarnya kontribusi kedua pihak ini sangat tergantung dari kiprah negara dan pemerintah. Mereka berpandangan bahwa perlindungan harus berbasis hukum dan merupakan sebuah upaya raksasa yang mengharuskan peranan negara. Masih besarnya angka kemiskinan, lemahnya substansi dan penerapan hukum, serta sedikitnya sumberdaya yang berkualitas, dianggap sebagai hambatan serius untuk partisipasi masyarakat. Seperti dijelaskan oleh banyak narasumber, ketidak berdayaan keluarga dan masyarakat dalam melawan arus globalisasi, terutama melalui media dan pasar konsumtif, adalah karena tidak jelasnya visi misi perlindungan anak yang bersifat makro dan lemahnya hukum. Dalam konteks itu, tentu saja keluarga dan masyarakat hidup dalam kaidah-kaidah sosial budaya mereka yang mungkin

86 86 merugikan anak tetapi memberikan manfaat lainnya bagi mereka. 6) Pertemuan Koordinasi dengan Mitra KPAI Tentang Pengawasan Kasus Perlindungan Anak, yakni : 1. Petakan sistem perlindungan anak, dari tingkat nasional hingga ke tingkat masyarakat, termasuk monitoring sistem rujukan yang tersedia dan kesenjangan dalam monitoring sistem rujukan tersebut. 2. Tetapkan lembaga utama yang mengkoordinir pengumpulan, analisa, dan pemanfataan data terkait monitoring perlindungan anak. 3. Bangun data dasar yang disepakati bersama tentang informasi utama perlindungan anak dengan menggunakan sumber data yang sudah tersedia, termasuk data di kuantitatif dan kualitatif di tingkat terendah (Kabupatan, Kecamatan, Kelurahan / Desa); 4. Bersama dengan lembaga/pekerja kemanusiaan lainnya, sepakati indikator bersama dan proses monitoringnya, serta tentukan peran masing-masing pihak; pastikan semua kesepakatan tersebut menjadi panduan bagi semua pihak; 5. Kembangkan monitoring sistem rujukan internal dan antar lembaga pemerintah maupun masyarakat, dan pastikan semua petugas/pekerja menyadari tanggung jawab mereka untuk merujuk setiap kasus; 6. Pastikan pekerja perlindungan anak terlibat dalam monitoring, melibatkan anggota masyarakat, menerima pelatihan khusus mengenai peran mereka dalam pemantauan, termasuk pertimbangan-pertimbangan etik, serta selalu mendapatkan informasi terkini; 7. Pertimbangkan kebutuhan pembiayaan, logistik, serta metode komunikasi untuk memastikan laporan dan rujukan dilakukan secara tepat waktu;

87 87 8. Dalam situasi konflik bersenjata, identifikasi mitra yang dapat melaksanakan monitoring pelanggaran berat terhadap anak, termasuk kekerasan seksual yang berhubungan dengan konflik. 9. Lembaga pemerintah di tingkat nasional dan provinsi/daerah setempat telah membentuk satuan tugas dan mekanisme monitoring dan pelaporan di daerah terdampak, monitor dan laporkan pelanggaran berat terhadap anak serta periksa bahwa laporan tersebut ditindaklanjuti ke gugus tugas atau penyedia layanan yang sesuai. 7) FGD Kasus Pengaduan Yang Ditindaklanjuti, yakni : 1. Kasus-kasus Pengaduan yang ditindaklanjuti, baik yang dilaporkan ke bagian pengaduan maupun yang diwartakan oleh media massa merupakan fenomena gunung es, di mana fakta yang terjadi di lapangan bisa tak terhitung jumlahnya karena berbagai hal; tidak ada akses untuk melapor atau terpantau media; anggapan bahwa kasus anak adalah urusan sepele sehingga tidak perlu diketahui oleh publik; adanya keinginan untuk menutup kasus anak karena terkait dengan pihak-pihak tertentu termasuk pihak terdekat; keraguan apakah dengan melaporkan keadaan anak akan menjadi lebih baik, anak dan orang tua masih banyak yang tidak tahu tentang hak anak, dan sebagainya. Meskipun demikian, beragamnya kasus anak memberikan informasi kepada setiap penyelenggara perlindungan anak bahwa masalah anak demikian beragam dan kompleks. 2. Tidak selalu angka menunjukkan tingkat ketinggian atau urgensi masalah anak tersebut untuk disikapi dan diselesaikan. Masalah anak yang disebabkan, kebijakan, baik karena pemberlakuan kebijakan tertentu atau ketidakjelasan kebijakan tertentu, merupakan persoalan nasional yang tidak selalu terlaporkan atau terpantau oleh media. Anak korban UN, misalnya, dalam hitungan

88 88 angka amat sedikit. Namun melihat fakta di lapangan, banyak sekali terjadi pelanggaran hak anak, ketertekanan pihak-pihak yang terkait seperti guru dan orang tua, serta demoralisasi di dunia pendidikan yang berbahaya untuk masa depan bangsa. Namun karena UN adalah kebijakan resmi Kemendiknas, hal-hal yang sesungguhnya merupakan pelanggaran hak anak tampak seperti sesuatu yang sah-sah saja. Demikian juga anak-anak Ahmadiyah yang menjadi korban kekerasan. Ketidakjelasan posisi negara dalam melakukan perlindungan hak anak menjadi masalah yang serius. Menyangkut kasus dan masalah anak yang terkait dengan kebijakan ini, penyelesaiannya memerlukan keseriusan khusus karena menyangkut masa depan anak-anak bangsa secara umum. 3. Penyelesaian kasus anak perlu pendekatan yang spesifik dengan menemukan akar masalahnya. Meskipun sama-sama masuk dalam kelompok kasus yang sama, bidang Sosial dan Bencana, misalnya, penanganan kasus anak terlantar pasti berbeda dengan anak jalanan. Penanganan anak jalanan pun tidak bisa disamaratakan karena alasannya beragam. Oleh karena itu, semakin spesifik masalah dan kasus anak bisa dilihat, dijelaskan dan ditelaah, semakin besar kemungkinan untuk bisa dicarikan solusinya secara lebih tepat. Semakin jelas akar masalahnya, semakin spesifik pula solusi yang bisa diberikan. 4. Kasus anak memang perlu diselesaikan secara spesifik, namun pola penanganan dan penyelesaiannya memerlukan sebuah sistem yang menjamin semua penanggung jawab perlindungan anak menjalankan kewajibannya masing-masing dalam sebuah lingkaran yang saling terkait dan terhubung satu sama lain. Pada tingkat penyelesaian kasus, sistem rujukan yang baik perlu segera diterapkan. Pada saat yang sama, untuk menjamin agar hak anak terpenuhi dan setiap penanggung jawab perlindungan anak memenuhi kewajibannya, kita memerlukan sistem

89 89 penyelenggaraan perlindungan anak yang efektif, mulai tingkat keluarga hingga negara. Dengan sistem itu diharapkan anak menjadi mainstream kebijakan dan pola pikir serta perilaku masyarakat yang didukung oleh infrastruktur dan aparatur negara yang sadar perlindungan anak. 8) Monitoring Kasus Pengaduan Yang Ditindaklanjuti, yakni : 1. Petakan sistem perlindungan anak, dari tingkat nasional hingga ke tingkat masyarakat, termasuk monitoring sistem rujukan yang tersedia dan kesenjangan dalam monitoring sistem rujukan tersebut. 2. Tetapkan lembaga utama yang mengkoordinir pengumpulan, analisa, dan pemanfataan data terkait monitoring perlindungan anak. 3. Bangun data dasar yang disepakati bersama tentang informasi utama perlindungan anak dengan menggunakan sumber data yang sudah tersedia, termasuk data di kuantitatif dan kualitatif di tingkat terendah (Kabupatan, Kecamatan, Kelurahan / Desa). 4. Bersama dengan lembaga/pekerja kemanusiaan lainnya, sepakati indikator bersama dan proses monitoringnya, serta tentukan peran masing-masing pihak; pastikan semua kesepakatan tersebut menjadi panduan bagi semua pihak. 5. Kembangkan monitoring sistem rujukan internal dan antar lembaga pemerintah maupun masyarakat, dan pastikan semua petugas/pekerja menyadari tanggung jawab mereka untuk merujuk setiap kasus. 6. Pastikan pekerja perlindungan anak terlibat dalam monitoring, melibatkan anggota masyarakat, menerima pelatihan khusus mengenai peran mereka dalam pemantauan, termasuk pertimbangan-pertimbangan etik, serta selalu mendapatkan informasi terkini.

90 90 7. Pertimbangkan kebutuhan pembiayaan, logistik, serta metode komunikasi untuk memastikan laporan dan rujukan dilakukan secara tepat waktu. 8. Dalam situasi konflik bersenjata, identifikasi mitra yang dapat melaksanakan monitoring pelanggaran berat terhadap anak, termasuk kekerasan seksual yang berhubungan dengan konflik. 9. Lembaga pemerintah di tingkat nasional dan provinsi/daerah setempat telah membentuk satuan tugas dan mekanisme monitoring dan pelaporan di daerah terdampak, monitor dan laporkan pelanggaran berat terhadap anak serta periksa bahwa laporan tersebut ditindaklanjuti ke gugus tugas atau penyedia layanan yang sesuai. 9) Pertemuan Mediasi Sengketa Pelanggaran Perlindungan Anak, yakni : 1. Proses mediasi yang dilakukan dalam penanganan kasus sengketa pelanggaran perlindungan anak, diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara. Jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula. 2. Proses mediasi dalam penanganan perkara anak, dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa pelanggaran perlindungan anak yang lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. 3. Pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa keadilan tidak hanya dapat diperoleh melalui proses litigasi, tetapi juga melalui proses musyawarah mufakat oleh para pihak. 4. Institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa.

91 91 10) Layanan Internal Organisasi, yakni : 1. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam upaya melaporkan pelanggaran hak anak, KPAI dituntut untuk meningkatkan kualitas layanan internal organisasinya, antara lain pelayanan pengaduan masyarakatnya. 2. Paradigma masyarakat bahkan instansi, yang sebagian besar berpendapat dan memahami bahwa KPAI adalah problem solver semua masalah anak, sehingga pengaduan masyarakat merupakan kanal bagi KPAI dalam memetakan isu-isu anak sebagai basis kebijakan yang akan dibuat. 3. Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas layanan pengaduan masyarakat di KPAI, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan; dan SOP pada Layanan Pengaduan di KPAI merupakan SOP administratif adalah prosedur standar yang bersifat umum dan tidak rinci dari kegiatan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang aparatur atau pelaksana dengan lebih dari satu peran atau jabatan; 4. Pemenuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melayani penerimaan pengaduan merupakan salah satu faktor layanan internal organisasi yang perlu terus ditingkatkan dalam aspek pelananannya, karena ikut menunjang terhadap kinerja organisasi khusunya bagian layanan Pengaduan KPAI. 11) Pengadaan Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi, yakni : Anggaran yang disediakan untuk mendukung pengadaan perangkat pengolah data dan komunikasi sebesar Rp ,- dan telah terealisasi Rp ,- atau sebesar 99, 98%.

92 92 Dari pelaksanaan kegiatan ini, dipergunakan untuk menunjang kegiatan data dan komunikasi KPAI, dimana membutuhkan perangkat dan aplikasi yang dapat membantu terlaksananya pengolahan dan pengumpulan data serta informasi dari semua stakeholder terkait. 12) Pengadaan Peralatan Kantor, yakni : Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas komisioner KPAI, pengadaan peralatan perkantoran ini didukung anggaran sebesar Rp ,- terealisasi Rp ,- atau sebesar 99,95%. Pengadaan fasilitas perkantoran ini dipergunakan untuk menunjang tugas dan fungsi dalam pelaksanaan perlindungan anak. 3. Laporan Data dan Informasi dan Rekomendasi Serta Tindaklanjut Terkait Perlindungan Anak. Anggaran untuk program kerja Laporan Data dan Informasi dan Rekomendasi Serta Tindaklanjut Terkait Perlindungan Anak sebesar Rp ,- dan telah terealisasi Rp ,- atau 99,92 %. Adapun anggaran tersebut untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: 1) Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak; 2) Pengolahan Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak; 3) Seminar Hasil Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak; 4) Penyajian Hasil Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak; 5) Koordinasi Data dan Informasi Terkait Perlindungan Anak; 6) Pertemuan Updating Data dan Informasi Terkait Perlindungan Anak; 7) Pertemuan Penyusunan Laporan Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak; 8) Perencanaan dan Penyusunan Program Kerja KPAI; 9) Penyusunan Laporan Kinerja Terkait Perlindungan Anak. Dari pelaksanaan kegiatan tersebut mendapatkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut :

93 93 1) Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. KPAI Perlu membangun peningkatan Pengumpulan Data terkait Perlindungan Anak Berbasis System Data Base dengan mengacu kepada kebutuhan masyarakat terhadap Data Lembaga Mitra Penyelenggaran Perlindungan Anak dan data sekunder anak, baik di pusat maupun daerah dengan mudah dapat diakses. 2. KPAI Perlu membangun peningkatan Pengumpulan Data terkait Perlindungan Anak Berbasis System Data Base untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya data base terkait Perlindungan Anak dan data sekunder anak baik dari kebutuhan kelembagaan maupun data pengaduan kasus-kasus perlindungan anak. 3. KPAI perlu membangun peningkatan Pengumpulan Data terkait Perlindungan Anak Berbasis System Data Base, agar mempermudah Lembaga Perlindungan Anak di daerah dalam mengakses atau berkoordinasi dengan KPAI terkait masalah perlindungan anak. 4. Base line data mitra perlindungan anak dan data sekunder anak yang dikelola secara online merupakan kebutuhan mendesak ditengah beragamnya masalah perlindungan anak yang dewasa ini semakin mengkhawatirkan, dimana persentase perlindungan anak semakin meningkat. Sementara posisi dan energi KPAI terbatas dalam penanganan dan perlindungan anak. Sedangkan pelanggaran hak anak semakin hari trennya cenderung meningkat dan komplek. Keberadaan lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak di daerah memiliki urgensi dan manfaat yang sangat signifikan terhadap pelayanan dan penyelesaian masalah perlindungan anak di daerah. Namun selama ini masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup untuk mengadukan masalah pelanggaran hak anak yang dialami oleh masyarakat.

94 94 5. Masyarakat luas sangat membutuhkan data lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak dan data sekunder anak yang ada di daerah, baik untuk kepentingan pengaduan, kajian atau penyusunan program. Selain itu, belum ada lembaga/instansi yang memiliki base line data lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak dan base line data sekunder anak yang lengkap, mudah diakses dan akurat. 2) Pengolahan Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. Bahwa dalam pengolahan hasil pengumpulan/entri data terkait perlindungan anak yang dilakukan KPAI selama ini, masih sangat sulit untuk memperoleh data informasi terkait implementasi penyelenggaraan Perlindungan Anak yang akurat dan aktual. 2. Bahwa dalam pengolahan hasil pengumpulan/entri data terkait perlindungan anak yang dilakukan KPAI selama ini, belum menemukan ada system data-base Perlindungan Anak yang komprehensif, yang ada adalah data-base pelanggaran kasus perlindungan anak. 3. Belum ada teknologi dan sistem kompilasi informasi perlindungan anak dalam pengolahan hasil pengumpulan / entri data terkait perlindungan anak yang mudah difahami penyelenggara perlindungan anak dan hasilnya dapat diakses publik Padahal kita tengah berada pada era teknologi informasi. 4. Bahwa pengolahan hasil pengumpulan/entri data terkait perlindungan anak yang dilakukan KPAI dapat berimplikasi pada pemajuan dan penyajian data terkait perlindungan anak di Indonesia. 3) Seminar Hasil Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. KPAI perlu membangun peningkatan Pengumpulan Data terkait Perlindungan Anak Berbasis System Data Base dengan mengacu kepada kebutuhan masyarakat terhadap Data Lembaga Mitra

95 95 Penyelenggaran Perlindungan Anak dan data sekunder anak, baik di pusat maupun daerah yang dengan mudah dapat diakses. 2. KPAI perlu membangun peningkatan Pengumpulan Data terkait Perlindungan Anak Berbasis System Data Base untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya data base Perlindungan Anak dan data sekunder anak baik dari kebutuhan kelembagaan maupun data pengaduan kasus-kasus perlindungan anak. 3. KPAI perlu Membangun Peningkatan Pengumpulan Data terkait Perlindungan Anak Berbasis System Data Base, agar mempermudah Lembaga Perlindungan Anak di daerah dalam mengakses atau berkoordinasi dengan KPAI terkait masalah perlindungan anak. 4. Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak yang diharapkan KPAI masih belum sama kategori pendataannya, sehingga kebutuhan data yang sama dengan KPAI dirasakan masih jauh karena data yang dilakukan oleh lembaga/instansi di daerah setiap lembaga berbeda-beda karena disesuaikan dengan kebutuhan dan bidang tugas lembaga /instansi masing-masing, jadi belum terpadu melakukan pendataan yang sama antar lembaga satu sama lain, dan masih banyak pendataan yang dilakukan oleh lembaga terkesan masih tumpang tindih satu sama lain dan belum ada data akurat yang dilakukan di daerah secara terpusat. 4) Penyajian Hasil Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak, yakni : Upaya penyajian hasil pengumpulan data terkait perlindungan anak dilakukan dengan berbagai cara dan juga mencakup berbagai macam aspek, bilamana merujuk pada tingkatan tersebut, maka upaya penyajian dan pengumpulan data dapat dilakukan melalui:

96 96 1. Rencana analisis. Mengapa diperlukan Rencana Analisis? Data yang dikumpulkan pada kenyataannya tidak selalu sama dengan yang ditemukan, Kebutuhan analisis dapat diperinci lebih dulu dan disesuaikan dengan data yang terkumpul. 2. Identifikasi Masalah. Merupakan tahap awal atau tahap perencanaan, pada tahap ini, masalah atau persoalan yang ada dipahami atau didefinisikan secara jelas dan tepat. Misal : Sifat permasalahan, luas permasalahan, dampak situasi, dll. 3. Pengumpulan Data. Data Intern: Data yang bersangkutan langsung dengan permasalahan, Data Ekstern : Data yang hanya mendukung permasalahan. Data-data yang tersedia, Data-data diperoleh dan dikumpulkan melalui sumber-sumber yang telah ada. Data data asli : Data-data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung oleh peneliti. 4. Klasifikasi Data, pada tahap klasifikasi data, data yang sudah ada dikelompokan sesuai dengan tujuan penelitian dan diidentifikasi berdasarkan kemiripan atau kesamaan sifat, kemudian disusun dalam kelompok-kelompok, salah satu metode pengklasifikasian data yang sering digunakan adalah metode coding. 5. Penyajian Data. Data yang sudah diklasifikasikan, disajikan atau ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik. Analisis Data. Diinterpretasikan hasil dari tahap sebelumnya dan merupakan tahap akhir sebelum penarikan kesimpulan. 6. Pengertian Data; sesuatu yang diketahui biasanya didapat dari hasil pengamatan atau percobaan dan hal itu berkaitan dengan waktu dan tempat. Anggapan atau asumsi merupakan suatu perkiraan atau dugaan yang sifatnya masih sementara, sehingga belum tentu benar. Oleh karena itu, anggapan atau asumsi perlu diuji. 7. Data menurut sumbernya; Data Internal adalah data yang bersumber dari keadaan atau kegiatan suatu kelompok atau

97 97 organisasi. Data Eksternal adalah data yang bersumber dari luar kelompok atau organisasi. 8. Data menurut cara memperolehnya; Data Primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari obyeknya. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh pihak lain, biasanya dalam bentuk publikasi. 9. Pengolahan Data. Data mentah adalah hasil pencatatan peristiwa atau karakteristik elemen yang dilakukan pada tahap pengumpulan data. Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data / angka ringkasan berdasarkan data mentah. 10. Peran Lembaga Pemerintah Dalam Analisis dan Penyajian Data yakni; menyampaikan informasi tentang dasar hukum hak-hak tertentu dalam UU PA/Konvensi KHA ybs; menyampaikan informasi mengenai upaya yang telah dilakukan dalam konteks UU PA/Konvensi ybs sesuai dengan Tupoksi masing-masing; menyampaikan informasi mengenai kondisi ybs dengan implementasi hak-hak tertentu; menyampaikan kendala yang dihadapi dalam pengolahan/analisis serta penyajian data; menyampaikan bentuk dan hasil kemitraan dengan lembaga pemerintah lain dan organisasi masyarakat. 11. Laporan Perlindungan Anak : Belum ada pedoman / juklak / juknis tentang bagaimana menyiapkan laporan pelaksanaan Perlindungan Anak kepada Presiden sebagai mandat dari undang-undang perlindungan anak; Bahwa Laporan Pelaksanan perlindungan anak belum dapat disajikan secara komprehensif, termasuk analisis evaluatif & rekomendasi yang memadai dikarenakan data dan informasi yang disampaikan belum representatif dari seluruh wilayah Indonesia. 12. Kondisi Informasi Data PA; Sulit memperoleh data informasi terkait implementasi Perlindungan Anak yang akurat dan aktual; Tidak

98 98 ada system data-base Perlindungan Anak yang komprehensif, yang ada adalah data-base pelanggaran kasus perlindungan anak; Belum ada teknologi dan sistem kompilasi informasi perlindungan anak yang mudah difahami penyelenggara perlindungan anak dan hasilnya dapat diakses publik Padahal kita tengah berada pada era teknologi informasi; Berimplikasi pada pemajuan dan penyajian data terkait perlindungan anak di Indonesia. 13. Bahwa data dan Informasi masih belum dipandang sebagai suatu kebutuhan mendesak yang perlu disiapkan dan disajikan pelaporannya secara kontinue dan akurat; Bahwa proses pengarsipan khususnya terkait data dan informasi perlindungan anak di lembaga publik, khususnya lembaga pemerintahan masih jauh dari memuaskan; Tidak semua tindakan, kebijakan dan hasil tindakan serta kebijakan pemerintah terkait perlindungan anak data dan informasiny direkam; Belum difahami dan di implementasikannya program penyajian data dan informasi yang akrat dan data base perlindungan anak belum menjadi agenda tahunan yang perlu dilaporkan. 14. Akibatnya; Data pemerintah sangat terbatas; Pengambilan keputusan tidak selalu dilandasi oleh data yang akurat sehingga acap tidak tepat sasaran; Pemerintah sulit ajukan counter data bila ada pihak lain yang mengajukan bukti data; Pemerintah sulit membuktikan capaian kinerjanya karena tidak didukung data; Belum optimalnya implementasi perlindungan anak termasuk kebijakan terkait penanganan kasus-kasus anak. 5) Koordinasi Data dan Informasi Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. Base line koordinasi data dan informasi terkait perlindungan anak yang dikelola secara online merupakan kebutuhan mendesak ditengah beragamnya masalah perlindungan anak yang dewasa ini semakin mengkhawatirkan, dimana persentase perlindungan

99 99 anak semakin meningkat. Sementara posisi dan energi KPAI terbatas dalam penanganan dan perlindungan anak. Sedangkan pelanggaran hak anak semakin hari trennya cenderung meningkat dan komplek. Keberadaan lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak di daerah memiliki urgensi dan manfaat yang sangat signifikan terhadap pelayanan dan penyelesaian masalah perlindungan anak di daerah. Namun selama ini masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup untuk mengadukan masalah pelanggaran hak anak yang dialami oleh masyarakat. 2. Masyarakat luas sangat membutuhkan koordinasi terkait data dan informasi terkait perlindungan anak yang ada di daerah, baik untuk kepentingan pengaduan, kajian atau penyusunan program. Selain itu, belum ada koordinasi lembaga/instansi yang memiliki base line data lembaga penyelenggara perlindungan anak dan base line data sekunder anak yang lengkap, mudah diakses dan akurat. 3. Pengembangan koordinasi terkait database perlindungan anak ini diawali dengan 2 Lokakarya, dimana hasil lokakarya ini yang kemudian menghasilkan format database yang selanjutnya didesain dalam bentuk software yang akan diolah dan dianalisis untuk disajikan menjadi data perlindungan anak. 4. Untuk memudahkan koordinasi terkait data dan informasi dalam pengoperasian database tersebut di atas, telah diterbitkan Buku Panduan data base Pencatatan dan Pelaporan Anak. Buku ini disebarluaskan ke seluruh Indonesia. 5. Penyelenggaraan koordinasi terkait data dan informasi sebagai layanan informasi publik membutuhkan dana, terutama dalam proses pengumpulan data, analisis data, publikasi data, dan perawatan software. Hal ini berdampak pada lambatnya aliran data dan informasi, penyediaan sarana pendukung, dan intensif kepada operator lapangan. Selain itu, terbatasnya koordinasi

100 100 penyebaran software data base Pencatatan dan Pelaporan Penanganan Anak ke seluruh Indonesia. 6. Perlu adanya peningkatan kapasitas staf di Unit Perlindungan Anak baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional mengenai penguasaan isu-isu hak anak yang disajikan dalam bentuk koordinasi data dan informasi terkait perlindungan anak; 7. Perlu adanya anggaran mengenai koordinasi data dan informasi terkait perlindungan anak dalam rangka pengumpulan, analisis, pelaporan, dan perawatan software data base perlindungan anak. 6) Pertemuan Updating Data dan Informasi Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. KPAI perlu membangun updating data dan informasi terkait perlindungan anak yang berbasis system data base, agar mempermudah lembaga-lembaga penyelenggara perlindungan anak di daerah dalam mengakses atau berkoordinasi dengan KPAI terkait masalah perlindungan anak. 2. Base line updating data dan informasi perlindungan anak perlu dikelola secara online, karena sudah merupakan kebutuhan mendesak ditengah beragamnya masalah perlindungan anak yang dewasa ini semakin mengkhawatirkan, dimana persentase perlindungan anak semakin meningkat. Sementara posisi dan energi KPAI terbatas dalam penanganan dan perlindungan anak. Sedangkan pelanggaran hak anak semakin hari trennya cenderung meningkat dan komplek. Keberadaan lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak di daerah memiliki urgensi dan manfaat yang sangat signifikan terhadap pelayanan dan penyelesaian masalah perlindungan anak di daerah. Namun selama ini masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup untuk mengadukan masalah pelanggaran hak anak yang dialami oleh masyarakat.

101 101 Rekomendasi : 1. Base line data mitra perlindungan anak dan data sekunder anak yang dikelola secara online merupakan kebutuhan mendesak ditengah beragamnya masalah perlindungan anak yang dewasa ini semakin mengkhawatirkan, dimana persentase perlindungan anak semakin meningkat. Sementara posisi dan energi KPAI terbatas dalam penanganan dan perlindungan anak. Sedangkan pelanggaran hak anak semakin hari trennya cenderung meningkat dan komplek. Keberadaan lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak di daerah memiliki urgensi dan manfaat yang sangat signifikan terhadap pelayanan dan penyelesaian masalah perlindungan anak di daerah. Namun selama ini masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup untuk mengadukan masalah pelanggaran hak anak yang dialami oleh masyarakat. 2. Masyarakat luas sangat membutuhkan data lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak dan data sekunder anak yang ada di daerah, baik untuk kepentingan pengaduan, kajian atau penyusunan program. Selain itu, belum ada lembaga/instansi yang memiliki base line data lembaga mitra penyelenggara perlindungan anak dan base line data sekunder anak yang lengkap, mudah diakses dan akurat. 3. Pengembangan database perlindungan anak ini diawali dengan 2 Lokakarya, dimana hasil lokakarya ini yang kemudian menghasilkan format database yang selanjutnya didesain dalam bentuk software yang akan diolah dan dianalisis untuk disajikan menjadi data perlindungan anak. 4. Untuk memudahkan dalam pengoperasian database tersebut di atas, telah diterbitkan Buku Panduan data base

102 102 Pencatatan dan Pelaporan Anak. Buku ini disebarluaskan ke seluruh Indonesia. 5. Penyelenggaraan layanan informasi publik membutuhkan dana, terutama dalam proses pengumpulan data, analisis data, publikasi data, dan perawatan software. Hal ini berdampak pada lambatnya aliran data dan informasi, penyediaan sarana pendukung, dan intensif kepada operator lapangan. Selain itu, terbatasnya penyebaran software dbase Pencatatan dan Pelaporan Penanganan Anak ke seluruh Indonesia. 6. Perlu adanya peningkatan kapasitas staf di Unit Perlindungan Anak baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun nasional mengenai penguasaan isu-isu hak anak yang disajikan dalam bentuk data perlindungan anak; 7. Perlu menunjuk staf operator untuk menangani data, hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pranata Komputer. 8. Perlu adanya anggaran mengenai pengumpulan, analisis, pelaporan, dan perawatan software. 7) Pertemuan Penyusunan Laporan Pengumpulan Data Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. Penyusunan laporan pengumpulan data terkait perlindungan anak diharapkan dapat meningkatkan jumlah kebijakan dan program perlindungan anak di tingkat pusat dan daerah. 2. Penyusunan laporan pengumpulan data terkait perlindungan anak diharapkan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam perlindungan anak dengan berlandaskan pemahaman yang benar tentang hak-hak anak.

103 Penyusunan laporan pengumpulan data terkait perlindungan anak diharapkan dapat meningkatkan efektifitas sistem dan jejaring kelembagaan pengawasan perlindungan anak. 4. Penyusunan laporan pengumpulan data terkait perlindungan anak diharapkan dapat meningkatkan jumlah dan kompetensi pengawas perlindungan anak. 5. Penyusunan laporan pengumpulan data terkait perlindungan anak diharapkan dapat meningkatkan kuantitas, kualitas, dan utilitas laporan pengawasan perlindungan anak. 6. Penyusunan laporan pengumpulan data terkait perlindungan anak diharapkan dapat meningkatkan kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan perlindungan anak di KPAI dan jejaring pelaksana layanan pengaduan masyarakat. 7. Penyusunan laporan pengumpulan data terkait perlindungan anak diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja organisasi KPAI. 8) Perencanaan dan Penyusunan Program Kerja KPAI, yakni : 1. Tersusunnya business process perencanaan dan penyusunan program kerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk lebih fokus dan prioritas dalam penyusunan berbagai program dan kegiatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. 2. Teridentifikasinya berbagai faktor baik di lingkup internal maupun eksternal dalam fokus untuk pengembangan berbagai program dan kegiatan-kegiatan pengawasan perlindungan anak sesuai dengan tugas dan fungsi. 3. Teridentifikasi dan meningkatnya mekanisme koordinasi antar para pemangku kepentingan baik di internal KPAI maupun eksternal dengan Kementerian/Lembaga/Pemda dan LM dalam upaya perlindungan anak.

104 104 9) Penyusunan Laporan Kinerja Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. Menyempurnakan Renstra KPAI dengan merumuskan tujuan dan sasaran strategis serta indikator kinerja pencapaian sasaran yang berorientasi pada hasil. 2. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) agar disusun sebelum penyusunan rencana kegiatan dan anggaran. 3. Dokumen Penetapan Kinerja (PK) dimonitor pencapaianya secara berkala, sebagai alat untuk mengendalikan dan memperbaiki kinerja. 4. Kualitas rumusan indikator kinerja agar disempurnakan sehingga memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik. 5. Memanfaatkan hasil pengukuran kinerja untuk pengendalian dan pemantauan kinerja secara berkala. 6. KPAI akan membangun sistem pengumpulan data kinerja secara memadai, sehingga tidak lagi bersifat adhoc pada saat penyusunan LAKIP. 7. Menyempurnakan penyajian informasi dalam LAKIP mengenai pencapaian sasaran yang berorientasi outcome, evaluasi dan analisis pencapaian sasaran strategis dan pembandingan data kinerja. 8. Memenfaatkan informasi kinerja dalam LAKIP untuk meningkatkan kinerja KPAI secara keseluruhan. 9. Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja di seluruh jajaran KPAI untuk mempercepat terwujudnya pemerintahan yang berkinerja dan akuntabel melalui pelatihan bidang manajemen kinerja.

105 Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Organisasi KPAI. Anggaran untuk program kerja Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Organisasi KPAI sebesar Rp ,- dan telah terealisasi Rp ,- atau 99,93 %. Adapun anggaran tersebut untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: 1) Pertemuan Penyusunan RKA-K/L; 2) Peningkatan Kualitas SDM Perlindungan Anak; 3) Percetakan/Penerbitan/Pengadaan/Laminasi Terkait Perlindungan Anak; Dari pelaksanaan kegiatan tersebut mendapatkan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : 1) Pertemuan Penyusunan RKA-K/L, yakni : a) Penyusunan RKA-K/L diprioritaskan untuk menjaga kesesuaian fungsi masing-masing tingkatan dalam Struktur Anggaran dengan Struktur dalam Kertas Kerja RKA-K/L yang dibuat oleh KPAI; b) Penyusunan RKA-K/L disusun untuk memudahkan pengelolaan database di tingkat Kementerian maupun lembaga; c) Penyusunan RKA-K/L disusun untuk memudahkan penelusuran konsistensi perencanaan dan penganggaran yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga; d) Penyusunan RKA-K/L disusun untuk mempermudah pengendalian dan evaluasi kinerja kegiatan yang dilaksanakan oleh kementerian atau lembaga. 2) Peningkatan Kualitas SDM Perlindungan Anak, yakni : a) Meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan kapasitas sumber daya manusia KPAI dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, sehingga tercipta iklim dan budaya kerja yang berkualitas.

106 106 b) Meningkatnya kapasitas SDM KPAI yang mampu merespon segala kebutuhan stakeholder dan mitra kerja dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas. c) Tercapainya target lembaga sebagai lembaga pengawasan pelayanan publik yang berkualitas dalam efektivitas dalam penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia berdasarkan penerapan standarisasi ISO. 3) Percetakan/Penerbitan/Pengadaan/Laminasi Terkait Perlindungan Anak, yakni : 1. terdokumentasikannya peraturan-peraturan maupun kebijakan terkait pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak. 2. tersosisialisasikannya semua produk terkait pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak kepada semua stakeholder maupun para pemangku kebijakan. 3. Sebagai sarana publikasi dan peningkatan kualitas pemahaman masyarakat melalui cetakan produk-produk KPAI yang terdokumentasikan secara berkala. 5. Laporan Layanan Perkantoran. Anggaran untuk program kerja Laporan Layanan Perkantoran sebesar Rp ,- dan telah terealisasi Rp ,- atau 97,98 %. Untuk pembayaran gaji dan tunjangan, lembur, honorarium dan vakasi serta penyelenggaraan operasional, dan pemeliharaan perkantoran. Adapun anggaran tersebut untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sebagai berikut: 1) Layanan Perkantoran; 2) Gaji dan Tunjangan; 3) Operasional dan Pemeliharaan kantor.

107 107 Dari pelaksanaan kegiatan tersebut mendapatkan hasil sebagai berikut : 1) Terlaksananya pembayaran gaji dan tunjangan, lembur, honorarium dan vakasi; 2) Terlaksananya penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran. KPAI mendukung kebijakan pemerintah yang menjadikan perlindungan anak sebagai program pembangunan lintas bidang baik pada tingkat pusat maupun daerah. Namun KPAI melihat bahwa perlindungan anak masih belum menjadi arus utama pembangunan baik tingkat pusat maupun daerah. Indikatornya prinsip-prinsip perlindungan anak belum terintegrasi dalam semua level kebijakan penyelenggaraan perlindungan anak.

108 108 BAGIAN KEEMPAT : PENUTUP LAKIP Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tahun 2017 menguraikan seluruh pencapaian kinerja KPAI pada tahun Meskipun proses pencapaian tujuan dan penetapan ukuran keberhasilan KPAI bersifat kompleks, dan merupakan dokumen hasil pegawasan dan rekomendasi yang dapat dipakai oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) terkait, untuk menindaklanjuti dan dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan program kerja selanjutnya. Kemudian menggaris-bawahi berbagai rekomendasi dan tindak lanjut sebagaimana dipaparkan di atas dan untuk kepentingan perbaikan penyelenggaraan perlindungan anak, KPAI menyampaikan beberapa rekomendasi yang perlu mendapatkan perhatian, yakni: Berdasarkan pengawasan dan kebutuhan peningkatan kinerja pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak 5 tahun ke depan, kiranya KPAI perlu memberikan rekomendasi sebagai berikut: A. Umum 1. Pemerintah dan DPR perlu mengintegrasikan perspektif perlindungan anak dalam semua RUU yang terkait dengan perlindungan anak. 2. Pemerintah Daerah dan DPRD perlu mengintegrasikan perspektif perlindungan anak dalam semua peraturan daerah yang terkait dengan penyelenggaraan perlindungan anak. 3. Pemerintah, DPR RI dan Pemerintah Daerah, DPRD, perlu melakukan pengarusutamaan perlindungan anak dalam pembangunan nasional dan daerah. 4. Pemerintah perlu membangun sistem proteksi optimal terkait perlindungan anak berbasis teknologi dan informasi. 5. Pemerintah Daerah perlu mengembangkan model-model program berbasis perlindungan anak yang berkelanjutan hingga RT/RW.

109 Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan khusus. 7. Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu melibatkan anak secara optimal dalam pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, dan evaluasi sesuai tahapan usianya. 8. Gubernur dan Walikota/Bupati agar melakukan percepatan pembentukan KPAD di wilayahnya. 9. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan peningkatan kecapakan dan kemampuan orang tua dalam mengasuh secara massif dan intensif sebagai upaya perlindungan anak di tingkat hulu. 10. Pemerintah melakukan pengarusutamaan perlindungan anak bagi sumber daya manusia penyelenggara pelayanan publik dan pihakpihak yang terlibat dalam pemenuhan hak anak. 11. Pemerintah perlu mengembangkan model desa ramah anak sebagai ujung tombak mewujudkan Indonesia ramah anak. B. Khusus Rekomendasi secara khusus disampaikan kepada para pemangku kepentingan dan Kementerian atau Lembaga terkait penyelenggara perlindungan anak di Indonesia, antara lain: 1. Presiden; a. Perlu melakukan percepatan ratifikasi convention on the civil abduction 1980, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pemisahan anak dari habitual residence-nya (penculikan anak) dengan membangun mekanisme dan pada perkawinan campuran. b. Perlu mengembangkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang ramah anak, termasuk mengintegrasikan jaminan layanan kesehatan bagi anak korban kekerasan.

110 Mahkamah Agung Republik Indonesia; a. Perlu reformasi hukum perlindungan anak dalam penyiapan ditingkat proses perceraian orang tua. b. Perlu menguatkan regulasi dan mekanisme di tingkat nasional maupun internasional terkait child abduction dan menuju ratifikasi The Hague Convention on International Parental on Child Abduction. c. Perlu membangun sistem peradilan perdata yang ramah anak. d. Perlu membangun sistem peradilan keluarga. 3. Kejaksaan Agung Republik Indonesia; Perlu memberikan tuntutan hukuman yang maksimal bagi pelaku usia dewasa atas kejahatan terhadap anak, baik kasus terorisme, seksual, trafiking, maupun kejahatan serius lainnya. 4. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; a. Perlu melakukan percepatan penerbitan Rancangan Peraturan Presiden tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan menjadi Peraturan Presiden Sekolah Ramah Anak. Mengingat draf Raperpres sudah berproses kurang lebih 2 tahun. b. Perlu mengefektifkan koordinasi dengan membentuk tim reaksi cepat (TRC) dalam pencegahan dan penanganan kerentanan dan kasus anak sebagai korban perdagangan orang, lintas Kementerian dan Lembaga terkait, mengingat modus kejahatan perdagangan orang semakin beragam dan mengancam keselamatan anak Indonesia. 5. Kementerian Luar Negeri; Dalam rangka implementasi ACTIP, perlu menerbitkan peraturan menteri yang mendukung implementasi UU ACTIP agar mampu menjawab tantangan masalah buruh migrant dan perdagangan orang terutama kelompok rentan yakni perempuan dan anak-anak agar mendapatkan perlindungan maksimal.

111 Kementerian Dalam Negeri; a. Perlu mendorong percepatan pembentukan dan penguatan kelembagaan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) ditingkat provinsi/kabupaten/kota, mengingat hingga saat ini jumlah KPAD yang terbentuk 5 di tingkat provinsi dan 29 di tingkat kabupaten/kota. Sementara kebutuhan untuk peningkatan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak di daerah sangat memerlukan keberadan KPAD. b. Perlu mendorong Gubernur/Bupati/Walikota agar mengintegrasikan pengarusutamaan perlindungan anak dalam perencanaan, pelaksanaan, penganggaran dan evaluasi pembangunan di daerah. 7. Bappenas; a. Perlu meningkatkan anggaran secara signifikan untuk optimalisasi pelaksanaan tupoksi KPAI. b. Perlu meningkatkan anggaran untuk advokasi sekolah ramah anak, madrasah ramah anak dan pesantren ramah anak. c. Perlu peningkatan anggaran perlindungan anak korban bencana, mengingat sejumlah wilayah memiliki kerentanan bencana. d. Perlu memberikan dukungan anggaran yang memadai untuk perlindungan anak dari kerentanan radikalisme dan terorisme. e. Perlu perencanaan dan dukungan yang sistemik pengembangan sistem jaminan kesehatan nasional yang ramah anak. f. Perlu perencanaan dan dukungan yang sistemik bagi perlindungan anak dari trafiking. g. Perlu upaya peningkatan kecakapan pengasuhan bagi calon orang tua dan seluruh orang tua h. Perlu memberikan dukungan pendampingan penguatan pengasuhan terhadap keluarga-keluarga rentan seperti keluarga dengan perkawinan usia anak, dalam situasi konflik,

112 112 i. Perlu memberikan dukungan reformasi hukum perlindungan anak dalam proses perceraian orang tua j. Perlu menguatkan regulasi dan mekanisme di tingkat nasional maupun internasional terkait child abduction dan menuju ratifikasi The Hague Convention on International Parental on Child Abduction. k. Perlu memberikan dukungan pengembangan sistem peradilan perdata yang ramah anak. l. Perlu memberikan dukungan pembangunan sistem peradilan keluarga. 8. Kementerian Agama; a. Perlu mengembangkan sistem pencegahan radikalisme berbasis agama, agar kerentanan anak menjadi korban indoktrinasi radikalisme dan terorisme dapat terlindungi sedini mungkin. b. Perlu mengembangkan pesantren dan satuan pendidikan berbasis agama yang ramah anak yang diberlakukan di seluruh Indonesia. c. Perlu melakukan pembenahan terhadap proses pelaksanaan pendidikan pra nikah melalui perbaikan sistem, metode dan kurikulum, agar pendidikan pra nikah dapat berjalan maksimal untuk meningkatkan kualitas perkawinan dan pengasuhan anak. d. Perlu penguatan leading sektor gugus tugas pencegahan dan penanganan pornografi agar dapat menjalankan mandat pencegahan dan optimalisasi penanganan pornografi secara simultan dan terintegrasi dengan K/L yang terkait. 9. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; a. Mengingat masih tingginya kasus kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, maka penting untuk mengintegrasikan perspektif perlindungan anak dalam layanan di satuan pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan evaluasi. b. Perlu meningkatkan pelatihan dan pembinaan bagi para pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya pencegahan

113 113 dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan mengingat masih tingginya kekerasan di pendidikan. c. Perlu mendorong pengimplementasian kebijakan sekolah aman bencana khususnya di daerah rawan bencana. d. Perlu adanya penguatan kapasitas kepada masyarakat, tenaga pendidik, dan orang tua terkait dengan literasi media, sehingga dapat menjadi agen sosialisasi yang masif untuk melindungi dan mencegah anak menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual, pornografi dan perilaku seks beresiko termasuk kejahatan seksual online. e. Perlunya upaya peningkatan kecakapan pengasuhan bagi calon orang tua dan seluruh orang tua melalui institusi sekolah. f. Perlunya melakukan dukungan pendampingan penguatan pengasuhan terhadap keluarga-keluarga rentan seperti keluarga dengan perkawinan usia anak, dalam situasi konflik khususnya melalui identifikasi yang dilakukan oleh tenaga pendidik. 10. Kementerian Kesehatan; a. Perlu mengembangkan sistem layanan kesehatan yang ramah anak, termasuk melakukan pencegahan optimal terhadap potensi kerentanan anak yang mengalami masalah kesehatan dan memastikan layanan kesehatan bagi anak yang berada di area tertinggal, terluar, terdepan dan daerah perbatasan. b. Kementerian Kesehatan diharapkan mampu menjadi pengawas kebijakan kesehatan yang kurang memiliki perspektif perlindungan anak. c. Perlunya upaya peningkatan kecakapan pengasuhan bagi calon orang tua dan seluruh orang tua melalui posyandu. d. Perlunya melakukan dukungan pendampingan penguatan pengasuhan terhadap keluarga-keluarga rentan seperti keluarga dengan perkawinan usia anak, dalam situasi konflik khususnya melalui identifikasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

114 Kementerian Sosial; a. Perlu memperluas pendataan anak penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya bagi anak penyandang disabilitas dan anak terlantar. b. Perlu memperluas dan meningkatkan sosialisasi terkait Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) kepada masyarakat. c. Perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan teknis tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) pemenuhan hak anak yang ada di panti sosial karena selama ini diduga banyak yang tidak memenuhi standar tersebut. d. Perlu mensosialisasikan secara massif ketentuan mekanisme dan pedoman terkait pelaksanaan pengasuhan anak. e. Perlu melakukan dukungan pendampingan penguatan pengasuhan terhadap keluarga-keluarga rentan seperti keluarga dengan perkawinan usia anak, orang tua dalam situasi konflik. f. Perlu melakukan pendampingan pengasuhan pada fase integrasi anak berhadapan dengan hokum. g. Perlu menguatkan regulasi dan mekanisme di tingkat nasional maupun internasional terkait child abduction dan menuju ratifikasi The Hague Convention on International Parental on Child Abduction. h. Perlu membuat turunan PP Pengasuhan. i. Perlu melakukan upaya percepatan akreditasi panti. j. Perlu melakukan upaya penataan regulasi, pendataan anak adopsi, dan monitoring dan evaluasi anak-anak yang telah diadopsi. 12. Kementerian Komunikasi dan Informatika; a. Perlu membangun sistem proteksi maksimal yang cepat dan tepat dalam penanganan terhadap konten-konten pornografi dan cyber crime. b. Perlu membuat regulasi dan sistem pengawasan yang tegas kepada penyedia layanan, agar mempunyai sistem proteksi

115 115 maksimal dalam upaya menghindarkan anak dari pornografi dan cyber crime. 13. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; a. Perlu membangun sistem perlindungan anak dari eksploitasi anak atas nama pekerjaan. b. Perlu mengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan di tingkat kota/kabupaten, mengingat masih banyak anak-anak yang di pekerjakan dalam jenis pekerjaan yang berbahaya dan melanggar hak-haknya. 14. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; a. Perlu melakukan sinergi dengan Kemendikbud, Kemenag dan Dinas-dinas terkait di daerah melalui MoU atau Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, mengingat program Sekolah ramah Anak (SRA) baru mencapai 2800 sekolah dari lebih sekolah atau baru 0,010%. b. Perlu leading sektor gugus tugas PTPPO KPAI mendorong KPPPA untuk menjalankan mandate pencegahan, optimalisasi penanganan dan upaya reunifikasi dalam masalah perdagangan orang secara simultan dan terintegrasi dengan K/L yang terkait. c. Perlu peningkatan kapasitas bagi kelompok perempuan tentang literasi media sosial yang ramah perempuan dan anak. d. Perlu peningkatan kapasitas organisasi adat, budaya dan seni untuk pemastian perlindungan anak. e. Perlu peningkatan kapasitas bagi kelompok perempuan tentang literasi media sosial yang ramah perempuan dan anak. f. Perlunya upaya peningkatan kecakapan pengasuhan bagi calon orang tua dan seluruh orang tua. g. Perlu memberikan dukungan pendampingan penguatan pengasuhan terhadap keluarga-keluarga rentan seperti keluarga dengan perkawinan usia anak, dalam situasi konflik. h. Perlu Reformasi hukum perlindungan anak dalam proses perceraian orang tua.

116 116 i. Perlu penguatkan regulasi dan mekanisme di tingkat nasional maupun internasional terkait child abduction dan menuju ratifikasi The Hague Convention on International Parental on Child Abduction. j. Perlu membangun sistem peradilan perdata yang ramah anak. k. Perlu membangun sistem peradilan keluarga. 15. Kepolisian Negara Republik Indonesia; a. Perlu Peningkatan dan penguatan kapasitas anggota kepolisian yang berperspektif perlindungan anak, untuk pemastian pelayanan yamg ramah anak, baik anak sebagai korban maupun pelaku, dengan mengedepankan restorative justice dan diversi. b. Perlu peningkatan komitmen dalam upaya penegakkan hukum terkait tindak kejahatan terhadap anak. c. Perlu pembentukan UPPA di tingkat Polsek terutama di area yang rentan kejahatan terhadap anak. 16. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; Perlunya upaya peningkatan kecakapan pengasuhan bagi calon orang tua dan seluruh orang tua melalui penyuluh KB. 17. Badan Narkotika Nasional; Perlu meningkatkan upaya pencegahan penyalahgunaan Narkotika dan zat terlarang lainnya bagi anak secara masif dan berkelanjutan. Mengingat modus kejahatan penyalahgunaan narkotika saat ini semakin canggih dan menyasar usia anak. 18. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); a. Perlu mengoptimalkan pengawasan obat, makanan dan jajanan anak usia sekolah, agar kerentanan anak menjadi korban dapat dicegah sedini mungkin. b. Perlu meningkatkan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat terutama usia anak terkait obat, makanan dan jajanan yang aman dan sehat untuk anak.

117 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); Perlu membuat petunjuk teknis pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak yang menjadi korban bencana khususnya anak yang berada di pengungsian. 20. Pemerintah Daerah; a. Perlu menerbitkan kebijakan pembuatan akta kelahiran bebas biaya bagi pemerintah daerah yang belum memiliki kebijakan terkait dan penerbitan kebijakan baru yang menghapus kebijakan lama tentang adanya biaya pembuatan akta kelahiran. b. Pemerintah Daerah perlu memprioritaskan anggaran pembangunan gedung yang rusak berat dan merenovasi yang rusak ringan dan sedang, mengingat masih cukup banyak sekolah rusak dan berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik. c. Perlu segera menerbitkan regulasi/kebijakan berupa perda tentang pemasangan perangkat lunak filtering serta pemblokiran pornografi baik di warnet, kafe internet, jaringan lokal dan hotspot di kantor pemerintah, sekolah, perpustakaan dan ruang publik lainnya. sehingga dapat mencegah anak-anak terkena konten negatif dan kejahatan online. d. Perlu segera membentuk gugus tugas pencegahan dan penanganan pornografi di semua daerah dan mengefektifkan perannya. e. Perlu segera membentuk KPAD sesuai dengan mandat Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sehingga dapat meningkatkan efektifitas pengawasan terhadap perlindungan anak.

118 118 Hasil pelaksanaan program, kegiatan dan pencapaian kinerja tahun 2017 secara keseluruhan dapat tercapai 99,46%. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan selama tahun 2017 telah mengarah pada pencapaian hasil seperti yang diharapkan. Dukungan dan kerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan di berbagai tingkatan wilayah (kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota serta organisasi masyarakat dan dunia usaha) turut berperan serta dalam pencapaian hasil tersebut. Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2017 ini menguraikan seluruh capaian kinerja KPAI, dan menjadi bagian dari ukuran keberhasilan kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Pada akhirnya diharapkan bahwa keseluruhan program yang dilaksanakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada tahun 2017, dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi penyelenggaraan perlindungan anak. Dengan kerja keras, etos dan budaya kerja yang tinggi serta keseriusan seluruh penyelenggara perlindungan anak baik Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan orang tua, maka harapan yang dikemukakan di atas akan dapat terwujud.

119 119 BAGIAN KELIMA : LAMPIRAN TARGET DAN REALISASI ANGGARAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) TAHUN 2017

120 JUMLAH PEMBENTUKAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK DAERAH (KPAD) 120

121 121

RENCANA STRATEGIS KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) TAHUN

RENCANA STRATEGIS KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) TAHUN RENCANA STRATEGIS KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) TAHUN 2015-2019 Sekretariat KPAI : Jalan Teuku Umar Nomor 10-12 Menteng, Jakarta Pusat 10350 Telp. 021-31901446, 31901556. Fax. 021-3900833.

Lebih terperinci

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Disampaikan pada acara Pembahasan Indikator KLA, 18 April 2015 INDIKATOR

Lebih terperinci

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan ANAK INDONESIA ANAK Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan Pasal 1 (1) UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak Jumlah anak = 1/3 jumlah

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama.

Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama. Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama. Permasalahan dan Isu Strategis Ada tiga isu strategis di Bidang Perlindungan Anak yang mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015 KATA PENGANTAR D engan memanjatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian terhadap anak sejalan dengan peradaban manusia yang dari hari ke hari semakin berkembang, anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelangsungan hidup

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.135, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. KPAI. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kehadirat

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG Jalan Panji No. 70 Kelurahan Panji Telp. (0541) 661322. 664977 T E N G G A R O N G 75514 KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : 600.107/ BAP-I/IV/2011 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN II: Draft VIII Tgl.17-02-2005 Tgl.25-1-2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN KABUPATEN LAYAK ANAK DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. b. c. bahwa setiap anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus

- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus - 9 - Strategi 1: Penguatan Institusi Pelaksana RANHAM Belum optimalnya institusi pelaksana RANHAM dalam melaksanakan RANHAM. Meningkatkan kapasitas institusi pelaksana RANHAM dalam rangka mendukung dan

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Kota Blitar memiliki

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH

RENCANA STRATEGIS PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH 1 i KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Pengadilan Negeri Muara Teweh Tahun 2015-2019.

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN LAYAK ANAK

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN LAYAK ANAK BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN LAYAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GORONTALO, Menimbang : a. bahwa anak adalah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Obyek Penelitian Sekretariat Wakil Presiden sebagai lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Sekretaris

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

C. Pengelolaan Keuangan BAB IV PENUTUP Kesimpulan... 73

C. Pengelolaan Keuangan BAB IV PENUTUP Kesimpulan... 73 C. Pengelolaan Keuangan... 67 BAB IV PENUTUP... 73 Kesimpulan... 73 LAMPIRAN : - Pernyataan Telah Direviu - Formulir Checklist Reviu - Reviu Matrik Rencana Strategis Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2010-

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung mempunyai tugas menyediakan data statistik dan informasi yang berkualitas, lengkap, akurat, mutakhir, berelanjutan dan relevan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PANDUAN PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan

Lebih terperinci

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sebagaimana telah kita ketahui bersama Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional / RPJMN 2005 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF,

MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF, MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF, dan BERKESINAMBUNGAN MELALUI UNDANG-UNDANG KESEHATAN JIWA Oleh : Arrista Trimaya * Melalui Sidang Paripurna DPR masa sidang IV

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 014 Asisten Deputi Bidang Pendidikan, Agama, Kesehatan, dan Kependudukan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : Mengingat a. bahwa anak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018 RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018 BIRO PENGEMBANGAN PRODUKSI DAERAH SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS MATRIK KINERJA DAN PENDANAAN TAHUN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA

PROGRAM PRIORITAS MATRIK KINERJA DAN PENDANAAN TAHUN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA PROGRAM / KEGIATAN Meningkatan pemenuhan hak anak di bidang sosial dan anak dalam situ darurat SASARAN PROGRAM (OUTCOME) / SASARAN KEGIATAN (OUTPUT) / INDIKATOR 1 3 4 6 7 8 9 11 1 13 PROGRAM PENGAWASAN

Lebih terperinci

February 15, 2016 BAPPEDA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

February 15, 2016 BAPPEDA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah merupakan dasar untuk terselenggaranya Good Governance yang artinya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI 2015-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KATA PENGANTAR Rencana strategis (Renstra) 2015 2019 Biro Hukum dan Organisasi

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

MATRIK RENSTRA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

MATRIK RENSTRA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK MATRIK RENSTRA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK VISI MISI TUJUAN 1. Mewujudkan 1. Meningkatnya 1. meningkatnya 1. Kesetaraan Gender dan Program masyarakat Kesetaraan pelaksanaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-047.01-0/2016 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 BAPPEDA LITBANG KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015 DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak. KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN.

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW.01.01 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

Governance) diperlukan adanya pengawasan yang andal melalui sinergitas

Governance) diperlukan adanya pengawasan yang andal melalui sinergitas BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi 4.1.1 Visi Untuk mencapai terselenggaranya manajemen pemerintahan yang efisien dan efektif menuju terwujudnya kepemerintahan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB II PERENCANAAN KINERJA. BAB II PERENCANAAN KINERJA. A. RENCANA STRATEGIS Perencanaan Strategis Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Tahun 2012 2017 adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

LAP-86/PW14/6/17 3 APRIL 2017 PERWAKILAN BPKP PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LAP-86/PW14/6/17 3 APRIL 2017 PERWAKILAN BPKP PROVINSI KALIMANTAN BARAT LAP-86/PW14/6/17 3 APRIL 2017 PERWAKILAN BPKP KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-nya, penyusunan Rencana Kinerja (Renja) Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat Tahun

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Karimun berubah

BAB I PENDAHULUAN. Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Karimun berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Karimun, Dinas Kependudukan Catatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii i Kata Pengantar Seraya memanjatkan puji dan syukur atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Badan Kepegawaian Daerah telah dapat melalui tahapan lima tahun kedua pembangunan jangka menengah bidang kepegawaian

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N 2 0 1 5 Puji dan syukur kami panjatkan ke Khadirat Allah SWT, atas Rahmat

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2010-2014 DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET 2012 SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. LKjIP Dinas, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Tahun

BAB I PENDAHULUAN. LKjIP Dinas, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Tahun BAB I PENDAHULUAN Kedudukan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Kabupaten Jombang telah diatur dalam Peraturan Bupati Jombang Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN KABUPATEN LAYAK ANAK

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN KABUPATEN LAYAK ANAK BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN KABUPATEN LAYAK ANAK BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa setiap anak mempunyai hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN INSPEKTORAT KABUPATEN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN INSPEKTORAT KABUPATEN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 30 Tahun 2005 tanggal 16 Nopember 2005, maka Nomenklatur Badan Pengawas Daerah Kabupaten Banyuasin

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG ADMINISTRASI

SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG ADMINISTRASI SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG ADMINISTRASI SEKRETARIAT KABINET 2010 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Good Governance pada hakekatnya merupakan kepemerintahan

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26/MPP- PA/D-III/07/2011 NOMOR : B/22/VII/2011 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN

LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN 07 BAB I PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG Dalam perspektif yang luas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah mempunyai fungsi sebagai media / wahana

Lebih terperinci

LAKIP LPMP PROV. JATIM TAHUN 2016

LAKIP LPMP PROV. JATIM TAHUN 2016 LPMP PROV. JATIM TAHUN 2016 LAKIP Jl. Ketintang Wiyata No. 15 Surabaya Telp. : (031) 8290243, 8273734, & Fax : (031) 8273734 Email : lpmpjatim@yahoo.co.id DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...ii IKHTISAR EKSEKUTIF...iii

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa anak merupakan masa depan Bangsa. Anak adalah generasi penerus cita-cita kemerdekaan dan kelangsungan hajat hidup Bangsa dan Negara.

Lebih terperinci