BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Susanti Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit hepatitis kronik dan Fibrosis Hati Penyakit hepatitis kronik dikatakan sebagai suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan, yang melibatkan proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati yang pada akhirnya akan menuju fibrosis dan sirosis (Czaja, 2010). Penyakit ini dapat asimtomatik atau disertai gejala - gejala seperti mudah lelah, malaise dan nafsu makan berkurang. Serum aminotransferase dapat meningkat secara sementara atau menetap. Ikterus sering tidak ditemukan, kecuali pada kasus - kasus stadium lanjut. Keadaan ini dapat disertai splenomegali, limfadenopati, penurunan berat badan, dan demam (Akbar, 2007). Fibrosis hati adalah akumulasi interstisial atau jaringan parut MES setelah jejas hati akut atau kronik (Grigorecu, 2010), (Kwang, et al., 2010). Deteksi dan penentuan stadium fibrosis hati adalah proses yang penting dalam manajemen pasien dengan penyakit hepatitis kronis. Fibrosis hati bukan merupakan suatu penyakit, tetapi sebagai akibat dari kerusakan hati kronik oleh karena beberapa penyebab termasuk hepatitis B dan C, minum alkohol yang berlebihan, NASH dan kelebihan besi. Kerusakan hati menyebabkan sel stellata hati menjadi hiperaktif dan memicu peningkatan sintesis MES. Konsumsi alkohol (ethanol) yang berlebihan merupakan penyebab utama fibrosis hati di Amerika. Stres oksidatif sangat kuat hubungannya dengan ethanol-induced liver fibrosis. Efek fibrogenik ethanol melalui reactive oxygen intermediates (ROIs) berperan penting terhadap terjadinya peningkatan produksi MES. NASH menyebabkan fibrosis hati karakteristik dengan terjadinya inflamasi neutrofil, ballooning dan degenerasi dari hepatosit, dan meningkatnya kadar serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST). Beberapa pasien NASH menunjukkan gejala mudah lelah, nyeri abdomen dan nyeri di kuadran kanan atas (Tsukada, 2006), (Sembiring, 2009). Pembentukan jaringan fibrotik sendiri terjadi karena ketidakseimbangan antara sintesis dan penguraian matriks
2 ekstraselular. Dengan meningkatnya pengetahuan terhadap mekanisme terjadinya fibrosis hati bersama-sama dengan strategi pengobatan yang efektif, maka membuka peluang untuk upaya mengevaluasi progresifitas dari fibrogenesis penyakit hepatitis kronik. Pengetahuan mengenai fibrosis hati berkembang pesat dalam 25 tahun terakhir, yang semula hanya berupa penelitian di laboratorium, akhirnya menjadi fokus para klinikus dalam penatalaksanaan pasien. Evolusi ini menunjukkan bahwa fibrosis tidak lagi sekedar masalah molekular, tetapi sudah berkembang mencapai tahap untuk mendapatkan gambaran perjalanan penyakit dan alat deteksinya pada pasien dengan penyakit hepatitis kronik. Lebih jauh lagi, kemajuan pengetahuan mengenai fibrosis hati telah merombak keyakinan yang selama ini dianut kalangan medis bahwa sirosis bersifat progresif dan irreversibel. Ternyata fibrosis lanjut yang menjadi sirosis hati masih dapat diperbaiki (reversibel), sehingga memicu para peneliti untuk berlomba - lomba mencari obat anti fibrosis (Wolber, 2002), (Hasan, 2009). Sampai sekarang ini biopsi hati masih merupakan metode standar dalam menentukan stadium fibrosis, namun biopsi sendiri memiliki kelemahan karena biopsi merupakan tindakan invasif dan berhubungan dengan kemungkinan timbulnya beberapa komplikasi dan ketidaknyamanan (Kwang, et al., 2010), (Kun, et al., 2010). Selain itu, limitasi pada biopsi dapat dijumpai dengan adanya variasi hasil biopsi intra- dan inter-observer serta adanya kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel (sampling error). Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar secara global dan merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas dengan timbulnya sirosis hati dan HCC (Hepatocellular carcinoma) (Czaja, 2010). Di Asia, sebagian besar pasien hepatitis B kronis mendapat infeksi pada masa perinatal (Grigorescu, 2010). 2.2 Patogenesis Fibrosis Hati Fibrosis hati adalah jaringan parut yang terbentuk karena akumulasi protein matriks ekstraselular (MES) yang berlebihan akibat jejas hati akut maupun kronik (Grigorescu, 2010), (Kwang, et al., 2010). Fibrosis hati akan berlanjut menyebabkan kerusakan arsitektur hati, gangguan fungsi hati dan
3 pembentukan nodul dengan proses akhir sebagai sirosis hati. Di Amerika Serikat prevalensinya mencapai kasus per tahun. Di Indonesia, pada penelitian oleh Tarigan dkk, diperoleh angka kejadian sirosis hati sebesar 72,7 % dari seluruh kasus penyakit hepatitis yang dirawat inap. Perbandingan jumlah kasus antara pria dan wanita sebesar 2,2 : 1 dan kasus terbanyak terjadi pada usia dekade kelima (dikutip dari Amiruddin, 2007). Patogenesis fibrosis hati merupakan proses yang sangat kompleks yang diakibatkan oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hepatitis akut dan merupakan proses lanjut penyakit hepatitis kronis. Patogenesis fibrosis hati melibatkan Hepatic Stellate Cells (HSC) sebagai sel utama, sel Kupffer, bermacam macam mediator, sitokin, growth factor dan inhibitornya serta berbagai jenis kolagen. Proses fibrosis hati dikaitkan dengan respon inflamasi terhadap Hepatic Stellate Cells dan adanya akumulasi matriks ekstraseluler (Amiruddin, 2007). Fibrosis hati dimulai dengan aktivasi Hepatic Stellate Cells yang meliputi 3 fase yaitu initiation phase, perpetuation phase dan resolution phase, sampai terjadinya akumulasi jaringan ikat patologis. Prosesnya meliputi interaksi antara Hepatic Stellate Cells dengan sel sel pertahanan tubuh seperti leukosit dan sel Kupffer, pelepasan berbagai mediator inflamasi, sitokin dan growth factors terutama TGF-b1, berbagai oksidan dan peroksida lipid, perubahan komposisi matriks ekstraselular dan degradasinya, dan diakhiri inaktivasi Hepatic Stellate Cells serta apoptosis (Amiruddin, 2007), (Kun, 2010). Diagnosis fibrosis hati didasarkan pada diagnosis penyakit dasar, aktivasi Hepatic Stellate Cells dengan berbagai penandanya, pemeriksaan degradasi matriks ekstraselular dan enzim yang berperan, serta adanya fibrosis yang dapat dinilai secara pasti dengan biopsi hati (Amiruddin, 2007). Adapun gambaran histopatologik hepatitis B kronik dapat berupa infiltrasi sel radang pada segitiga portal, terutama limfosit dan sel plasma, dapat terjadi fibrosis yang semakin meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel radang dapat masuk ke dalam lobulus sehingga terjadi erosi limitting plate, sel sel hati dapat mengalami degenerasi balloning dan dapat terbentuk badan asidofil (acidophilic bodies) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009).
4 Untuk menilai derajat keparahan hepatitis serta untuk menentukan prognosis, dahulu gambaran histopatologik hepatitis kronik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik aktif dan hepatitis kronik lobular. Klasifikasi di atas telah dipakai berpuluh puluh tahun oleh para ahli di seluruh dunia tetapi ternyata kemudian tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan hasilnya sering overlapping (Soemohardjo dan Gunawan, 2009). 2.3 Penentuan Stadium Fibrosis Hati Metode Invasif Biopsi hati merupakan metode invasif untuk menilai, mendeteksi dan memonitoring fibrosis hati, yang merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis derajat fibrosis. Namun, karena begitu banyak hambatan yang dialami dengan metode invasif ini, banyak penelitian yang mencoba mendiagnosis derajat fibrosis dengan metode non invasif. Banyak studi yang kuat menunjukkan bahwa akibat keterbatasan dan risiko dari biopsi, biomarker non invasif telah memberikan kemajuan dalam diagnosis. Biopsi hati tidak boleh lebih lama lagi dianggap sebagai lini pertama penilaian fibrosis pada sebagian besar penyakit hepatitis kronik (Poynard, 2008). Grading aktivitas penyakit hepatitis dapat dievaluasi dari gejala klinis, serologi serum aminotrasferase dan histopatologi biopsi hati. Secara histologis, patolog dapat melihat : inflamasi, kerusakan interlobular dan nekrosis. Dalam praktek sehari hari, laporan yang adekuat mencakup estimasi yang akurat berupa lesi minimal, mild, moderate atau severe. Namun untuk perbandingan biopsi pre dan post tretment dan untuk mengevaluasi trial terapeutik, maka digunakan scoring systems (Brunt, 2000). Berbagai jenis sistem skoring telah dipakai untuk menilai stadium fibrosis hati dari hasil biopsi. Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang terkenal adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan oleh Knodell pada tahun 1981, yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Hubungan antara skor HAI dengan derajat hepatitis kronik dapat dilihat pada tabel 2.2 (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010).
5 Tabel 2.1 Indeks Aktivitas Histologik (HAI) (dikutip dari Soemohardjo dan Gunawan, 2009) KOMPONEN SKOR Nekrosis periportal dengan atau tanpa bridging necrosis 0 10 Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal 0 4 Inflamasi portal 0-4 Tabel 2.2 Hubungan antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan menyingkirkan Fibrosis (dikutip dari Soemohardjo dan Gunawan, 2009) HAI DIAGNOSIS 1 3 Minimal 4 8 Ringan 9 12 Sedang Berat Belakangan dibuat suatu pembagian baru berdasarkan skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade) dan progresi struktural penyakit hepatitis (stage) yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif yang lebih sederhana dan lebih sering dipakai. Berikut ini rincian dari sistem skor tersebut : Tabel 2.3 Aktivitas Peradangan Portal dan Lobular [dikutip dari (Amiruddin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)] GRADE PATOLOGI 0 Tidak ada peradangan portal atau peradangan portal minimal 1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis 2 Limitting plate necrosis ringan ( Interface Hepatitis ringan ) dengan atau nekrosis lobular yang bersifat fokal 3 Limitting plate necrosis sedang ( Interface Hepatitis sedang ) dan atau nekosis fokal berat ( Confluent necrosis ) 4 Limitting plate necrosis berat ( Interface Hepatitis berat ) dan atau bridging necrosis
6 Tabel 2.4 Fibrosis (Sistem Skoring METAVIR) [dikutip dari (Amiruddin, 2007), (Soemohardjo dan Gunawan, 2009), (Franciscus, 2010)] STAGE 0 Tidak ada fibrosis PATOLOGI 1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar 2 Pembentukan septa periportal atau septa portal-portal dengan arsitektur yang masih utuh 3 Distorsi arsitektur ( Fibrosis septa bridging ) tanpa sirosis yang jelas 4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis Metode Non invasif FibroScan Karena keterbatasan biopsi hati, penggunaannya untuk mengevaluasi fibrosis hati pada pasien hepatitis kronik secara rutin tidak dianjurkan, maka kepentingan penggunaan Transient Elastography (TE) sebagai metode non invasif semakin meningkat. Idealnya, TE digunakan untuk skrining populasi umum untuk mendeteksi pasien pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit hepatitis, untuk mengidentifikasi pasien dengan significant fibrosis yang mendapat manfaat dari inisiasi terapi antiviral, untuk mengidentifikasi pasien dengan sirosis dan menseleksi pasien dengan sirosis yang berisiko tinggi terhadap berkembangnya HCC (Kim, 2010). FibroScan merupakan suatu teknologi elastography yang mampu menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata kekakuan hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis. Keuntungan FibroScan ialah non invasif, cepat, tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi lebih sedikit dibandingkan dengan biopsi hati (Grigorescu, 2010), (Al-Ghamdi, 2010). Karena TE pertama sekali berkembang di Perancis, sebagian besar studi mengenai manfaatnya dipelajari di negara negara Eropa dimana prevalensi hepatitis C kronik lebih tinggi. Sedangkan studi tentang manfaat TE untuk populasi Asia dimana prevalensi hepatitis B kronik yang lebih tinggi masih
7 terbatas. Beberapa studi meta analisis terkini tentang peran klinis TE dalam mengkaji fibrosis hati pada pasien hepatitis C kronis melaporkan bahwa TE adalah suatu alat non invasif yang dapat dipercaya untuk mendeteksi advanced fibrosis dan sirosis hati (Kim, 2010). Beberapa penelitian yang luas baru baru ini, telah menunjukkan bahwa pengukuran kekakuan hati dengan FibroScan merupakan alternatif yang baik dari pada biopsi hati. Derajat fibrosis hati dapat diukur dengan mudah dan andal pada lebih dari 95 % pasien. Pada pasien sirosis hati, pengukuran kekakuan hati berkisar antara 12,5 75,5 kpa. Namun, prevalensi klinis dari nilai nilai ini belum diketahui. Berdossa dkk tahun 1996 menyatakan nilai FibroScan berkisar 2,4 75,4 kpa dengan nilai cut-off adalah 7,1 kpa untuk F 2; 9,5 kpa untuk F 3; dan 12,5 kpa untuk F4 (Al-Ghamdi, 2010). Gomez Dominguez dkk tahun 2006 meneliti bahwa FibroScan memiliki nilai sensitifitas 85 % untuk menilai fibrosis hati dengan nilai cut-off 4,0 kpa. AUROC 0,80 ( 95% CI: 0,75 0,84) untuk pasien dengan significant fibrosis (F>2); 0,90 (0,80 0,93) untuk pasien dengan advanced fibrosis (F3) dan 0,96 (0,94 0,98) untuk pasien dengan sirosis (F4). Dengan menggunakan nilai cut-off 17,6 kpa, pasien dengan sirosis terdeteksi dengan nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV) sebesar 90 % (Al-Ghamdi, 2010). Ziol dkk membandingkan akurasi FibroScan dengan hasil pemeriksaan biopsi hati pada 251 pasien hepatitis C kronik. Mereka menemukan bahwa pengukuran kekakuan hati dan gradasi fibrosis berkorelasi dengan baik, dengan nilai cut-off optimal yang ditentukan pada 8,7 dan 14,5 kpa untuk F 2 dan F = 4 (Ziol, 2005). Amellal dkk mendapatkan adanya hubungan antara FibroScan dengan biopsi hati pada 125 pasien HCV. Studi ini memperlihatkan bahwa biopsi hati dan FibroScan sejalan dalam mendeteksi fibrosis pada HCV. Angka rata rata kesesuaian antara FibroScan dan biopsi hati dalam mendeteksi fibrosis minimal (F0-1) adalah 89,9 % (kappa = 0,68; p < 0,001). Mereka juga mendapatkan angka rata rata kesesuaian dalam mendeteksi significant fibrosis (F2) yaitu 78,8 % (Kappa = 0,40; p < 0,001), sebaik dalam mendeteksi severe fibrosis (F3, F4) yaitu 77,5% (Kappa = 0,68; p < 0,001) (Amellal, 2009).
8 Marcellin dkk juga meneliti akurasi FibroScan pada 173 pasien hepatitis B kronik yang dilakukan biopsi hati. Mereka mendapatkan adanya korelasi yang signifikan antara pengukuran kekakuan hati (kpa) dengan biopsi, dengan nilai cut-off optimal yang ditentukan 7,2 dan 11 kpa untuk F 2 dan F = 4. FibroScan bisa diandalkan untuk mendeteksi fibrosis dan sirosis pada pasien HBV dengan sensitifitas 70 % dan spesifisitas 83 % untuk F 2 dan sensitifitas 93 % serta spesifisitas 87 % untuk F = 4 (Marcellin, 2009). Pada penelitian ini, cut-off yang dipergunakan sesuai dengan cut-off dari Ledinghen dan Vergniol (Gambar 2.1), dengan nilai cut-off yang memang sesuai dengan penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya, dengan F0-1 = 0-7,1 kpa; F2 = >7,1-9,3 kpa; F3 = >9,3-14,5 kpa; F4 = >14,5 kpa. Gambar 2.1 Transient elastography (FibroScan) (Ledinghen dan Vergniol, 2008)
9 Petanda (marker) biokimia Serum marker dapat digunakan untuk fibrosis hati. Serum marker untuk fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok yaitu petanda langsung dan tidak langsung (Grigorescu, 2009), (Amiruddin, 2007) : A. Petanda tidak langsung (indirect marker) Studi - studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda non invasif untuk memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis, seperti : 1. Rasio AST/ALT ( indeks AAR) : Rasio AST/ALT lebih besar dari 1 dengan kuat menyarankan sirosis dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas 97%. 2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protrombin, GGT dan apolipoprotein A1 (PGA). 3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2 globulin, gamma globulin, apolipoprotein A1, GGT, dan bilirubin total. 4. Acti Test, pemeriksaan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan ALT. 5. Skor Forns ( indeks Forns), berdasarkan 4 variabel umum dijumpai di klinik meliputi jumlah trombosit, usia, level kolesterol, dan GGT. 6. Rasio AST/trombosit (indeks APRI), model ini konsisten dan objektif pada laboratorium rutin pasien - pasien dengan penyakit hepatitis kronis. 7. Fibroindex menggunakan variabel trombosit, AST dan γ Globulin. 8. FIB-4 index menggunakan variabel usia, AST, ALT dan trombosit. 9. Kombinasi AST,INR, trombosit ( indeks GUCI). 10. Lok score menggunakan logaritma dari variabel trombosit, AST, ALT dan INR 11. Kadar TPO serum, dijumpai korelasi negative antara kadar TPO serum dengan fibrosis hati. 12. King s Score menggunakan variabel usia, AST, INR dan trombosit. B. Petanda langsung (direct marker) Penanda langsung seperti : Laminin, Procollagen tipe III N-peptide (PIIINP), Kolagen tipe I, Kolagen tipe IV dan Asam Hialuronat (HA).
10 King s Score King s Score merupakan metode non invasif yang diusulkan oleh sebuah institusi ( Institute of Liver Studies, King s College Hospital ) dengan menggunakan parameter parameter yang berkorelasi terhadap kejadian fibrosis hati yang signifikan dan adanya sirosis pada pasien hepatitis C kronik. Rumus untuk menghitung skor adalah : King s Score = Usia (thn) x AST (U/L) x [ INR / Jmlh Platelet (10 9 /L)] Menurut penulis, nilai cut-off 16,7 dipakai untuk mengkonfirmasi sirosis ( Se 86%, Sp 80%, PPV 56%, NPV 96% ), dan dengan nilai 12,3 untuk mengkonfirmasi signifikan fibrosis ( Se 70%, Sp 85%, PPV 81%, NPV 77% ) (Cross, et al., 2009). Pada salah satu studi di Rumania, didapatkan hasil bahwa King s Score dengan cut-off yang sama seperti penelitian sebelumnya memiliki korelasi yang kuat terhadap fibrosis hati dengan Se 90%, Sp 74,1%, PPV 36,4%, NPV 97,8% dibandingkan dengan metode non invasif lainnya (Giannini, et al., 2003). Usia sebagai petanda fibrosis karena progresifitas fibrosis tergantung usia. Usia pada saat terinfeksi menunjukkan dan mempengaruhi outcome penderita hepatitis dan pasien - pasien terinfeksi setelah dekade ke-4 memiliki resiko progresifitas penyakit lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa durasi terinfeksi hepatitis akan lebih tepat sebagai indikator fibrosis daripada usia, namun secara umum populasi penderita tidak mengetahui kapan awal terinfeksi, sehingga lama infeksi sulit ditentukan. Hui dkk terhadap 235 penderita hepatitis B kronik melaporkan ada hubungan jumlah usia (tahun) dengan fibrosis hati ( Hui, 2005). Nilai prognosis jumlah trombosit rendah sebagai petanda fibrosis telah dilaporkan. Wai dkk terhadap 218 penderita hepatitis B melaporkan jumlah trombosit secara independen berhubungan dengan fibrosis dan sirosis, trombosit cenderung menurun dengan meningkatnya fibrosis (Wai, 2006). Trombositopenia merupakan suatu gangguan hematologi yang paling sering terjadi pada pasien - pasien dengan penyakit hepatitis kronik. Mekanisme patogenesis yang menyebabkan gangguan ini masih belum sempurna diketahui.
11 Berdasarkan beberapa literatur, hal ini dihubungkan dengan sekuestrasi dan penghancuran trombosit dalam limpa yang terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang mengkompensasi peningkatan produksi trombosit. Hipersplenisme terjadi pada pasien penyakit hepatitis lanjut dengan suatu gambaran yang bervariasi dan merupakan komplikasi yang umum dari hipertensi portal. Pembelokan aliran darah portal ke limpa menyebabkan suatu keadaan perpindahan yang berlebihan (hyper-inflow) yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi trombosit limpa (Kajihara, 2003). Perpindahan trombosit dari sirkulasi perifer ke limpa tersebut dapat menyebabkan trombositopenia meskipun masa hidup trombosit normal, total massa tubuh normal, dan produksi trombosit tidak terganggu. Usaha untuk melakukan koreksi trombosit yang rendah dengan pintasan portosistemik dan splenektomi belum memberikan hasil yang baik. Demikian juga prosedur dekompresi portal telah gagal memperbaiki jumlah trombosit secara konsisten dalam jangka waktu yang lama meskipun tekanan portal berkurang. Hipotesis lain menyebutkan, bahwa peningkatan trombosit yang dihubungkan dengan immuno- globulin terjadi pada pasien - pasien dengan hepatitis kronik dan kemungkinan mekanisme ini juga terlibat. Walaupun kadar trombosit dihubungkan dengan immunoglobulin, hubungannya dengan trombositopenia belum begitu jelas karena peningkatan kadar ini mungkin ditemukan pada pasien hepatitis kronik dengan jumlah trombosit yang normal (Kajihara, 2003). Ada faktor lain di samping splenomegali dan destruksi yang diperantarai sistem imun, yang mungkin berperan dalam patogenesis trombositopenia pada penyakit hepatitis kronik yaitu trombopoietin (TPO). Pada hepatitis C kronik terjadinya trombositopenia masih belum jelas, diduga karena terjadinya fibrosis hati di daerah sentral. Prevalensi trombositopenia meningkat 9 kali lebih tinggi pada infeksi HCV kronik daripada penyakit hepatitis kronik yang lain. Trombositopenia pada HCV kronik, diduga terjadi karena gangguan fungsi hati dan beratnya fibrosis sehingga mempengaruhi pembentukan trombopoietin yang didominasi oleh sitokin yang mengontrol pembentukan megakariosit dan trombosit. Hal ini menunjukkan bahwa trombositopenia pada HCV kronik sangat
12 berhubungan dengan aktifitas penyakit dan progresivitas jangka panjang (Kajihara, 2003).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hati kronik B dan C dan fibrosis hati Penyakit hati kronik adalah suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B kronis merupakan masalah kesehatan besar secara global dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hati B Kronik dan Fibrosis Hati Hepatitis B kronis merupakan masalah kesehatan besar secara global dan merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,
Lebih terperinciRINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk
RINGKASAN Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Istilah penyakit hati kronik merupakan suatu kondisi yang memiliki etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis kronik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh dunia dan penyebab terjadinya proses fibrosis hati dan berakhir pada sirosis hati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20
70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit sirosis hati merupakan kelanjutan fibrosis hati yang progresif dengan gambaran hampir semua penyakit kronik hati. Etiologi paling sering adalah infeksi
Lebih terperinciANALISIS DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN FIBROSCAN, INDEKS FIB4, KING S SCORE dan APRI SCORE PADA PENYAKIT HEPATITIS KRONIS.
ANALISIS DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN FIBROSCAN, INDEKS FIB4, KING S SCORE dan APRI SCORE PADA PENYAKIT HEPATITIS KRONIS Rosa Dwi Wahyuni Departemen Ilmu Patologi Klinik FKIK-UNTAD/FK-UH/RSUP DR.Wahidin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi
Lebih terperinciSKOR APRI PADA FIBROSIS HATI YANG DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN TESIS
SKOR APRI PADA FIBROSIS HATI YANG DIBANDINGKAN DENGAN FIBROSCAN TESIS Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Magister Dalam Bidang Patologi Klinik Pada Fakultas Kedokteran Oleh: Dr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hati adalah organ dari sistem pencernaan terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat komplek. Beberapa fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Infeksi dengue merupakan penyakit akut yang. disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini dikenal
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Infeksi dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini dikenal ada empat macam serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang
Lebih terperinciETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B
HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,
Lebih terperinciFrenky Jones, Juwita Sembiring, Lukman Hakim Zain Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Diagnostik Fibrosis Hati berdasarkan Rasio Red Cell Distribution Width (RDW) dan Jumlah Trombosit Dibanding dengan Fibroscan pada Penderita Hepatitis B Kronik Abstrak Frenky
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada zaman modern ini, seluruh dunia mengalami pengaruh globalisasi dan hal ini menyebabkan banyak perubahan dalam hidup manusia, salah satunya adalah perubahan gaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perdarahan varises esofagus (VE) merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang tidak boleh diabaikan (Charlton et al., 2009).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan adanya perlemakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai macam penyakit hati kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai adanya konsentrasi Lactobacillus sebagai flora normal vagina digantikan oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIROSIS HATI Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti
Lebih terperinciBerdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini menginfeksi melalui cairan tubuh manusia secara akut
Lebih terperinciEtiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis Oleh Rosiana Putri, 0806334413, Kelas A Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa
Lebih terperinciHEPATITIS FUNGSI HATI
HEPATITIS Hepatitis adalah istilah umum untuk pembengkakan (peradangan) hati (hepa dalam bahasa Yunani berarti hati, dan itis berarti pembengkakan). Banyak hal yang dapat membuat hati Anda bengkak, termasuk:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, hati merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum usia 20 minggu kehamilan atau berat janin kurang dari 500 gram (Cunningham et al., 2005). Abortus adalah komplikasi umum
Lebih terperinciPenilaian Skor APRI sebagai Penanda Fibrosis Hati pada Hepatitis B Kronik
Evidance-Based Case Report Penilaian Skor APRI sebagai Penanda Fibrosis Hati pada Hepatitis B Kronik Oleh: David Santosa DIVISI HEPATOLOGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan yang biasanya didiagnosis awal pada masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada interaksi sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau non alcoholic fatty liver
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit perlemakan hati non alkohol atau non alcoholic fatty liver disease ( NAFLD ) merupakan gangguan pada hati yang biasa terjadi di dunia, insiden yang paling
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany & Hoofnagle, 2004). Hati memiliki beberapa fungsi metabolik, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan problem kesehatan yang serius yang menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1 Merokok adalah penyebab kematian satu dari sepuluh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Populasi lanjut usia (lansia) di dunia akan bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
Lebih terperinci