Penilaian Skor APRI sebagai Penanda Fibrosis Hati pada Hepatitis B Kronik
|
|
- Shinta Veronika Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Evidance-Based Case Report Penilaian Skor APRI sebagai Penanda Fibrosis Hati pada Hepatitis B Kronik Oleh: David Santosa DIVISI HEPATOLOGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 2012
2 Ilustrasi Kasus Tn E.T. seorang laki-laki berusia 50 tahun menderita Hepatitis B kronik. Untuk memonitor derajat fibrosis yang dideritanya pasien melakukan pemeriksaan fibroscan secara berkala. Hal ini dapat dilakukan bila sarana dan prasarana untuk pemeriksaan fibroscan tersedia. Namun fasilitas fibroscan tidak terdapat di semua daerah di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil. Apakah skor APRI dapat digunakan untuk menilai derajat fibrosis pasien dengan Hepatitis B kronik apabila fasilitas fibroscan ataupun biopsi hati tidak tersedia? Pendahuluan Hepatitis B kronik menginfeksi lebih dari 400 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Angka prevalensi hepatitis B yang tinggi tersebut terutama di Asia Tenggara dan Afrika, di mana 5-15% populasi merupakan karier hepatitis B kronik, dan hampir 25% di antaranya mengalami penyakit hati kronik seperti fibrosis hati hingga sirosis dan karsinoma hepatosellular. 1,2 Fibrosis dapat menyebabkan penurunan fungsi normal dari hati. Staging fibrosis hati yang tepat sangatlah penting dalam penentuan terapi dan prognosis pasien hepatitis B kronik. Apabila telah terdiagnosis, fibrosis harus segera diintervensi dengan terapi yang adekuat, karena apabila tidak diterapi, fibrosis akan berkembang menjadi sirosis hati. 1,3,4 Biopsi hati yang merupakan baku emas untuk mendiagnosis fibrosis hati memiliki beberapa keterbatasan, misalnya seperti pemeriksaannya yang invasif dan mahal, adanya komplikasi setelah tindakan, kesalahan dalam pengambilan sampel, variabilitas dalam interpretasi patologi, serta kecenderungan penolakan pasien dibiopsi berkali-kali untuk mengetahui perkembangan penyakit. 5,6 Komplikasi yang paling sering dari biopsi hati adalah rasa nyeri dan perdarahan. Selain itu, dapat pula terjadi risiko kematian dengan insidensi sebesar 1/ hingga 1/ akibat prosedur. 6 Karena keterbatasan itulah, saat ini pemeriksaan noninvasif terus dikembangkan untuk menentukan derajat fibrosis hati. Beberapa pemeriksaan noninvasif yang saat ini terus dikembangkan untuk mengurangi angka biopsi hati adalah pemeriksaan dengan ultrasound (elastografi transien/fibroscan, elastografi realtime, acoustic radiation force impulse elastography/arfi) dan pemeriksaan serum (skor APRI, skor Forns, skor FIB-4, Hepascore, Fibrometer). 4,7
3 Salah satu pemeriksaan noninvasif dalam menegakkan diagnosis fibrosis hati adalah skor APRI. Penilaian dengan APRI (aspartate aminotransferase-to-platelet ratio index) pertama kali dilakukan pada pasien fibrosis hati akibat hepatitis C kronik oleh Wai dkk pada tahun Pemeriksaan ini mudah dilakukan karena hanya menggunakan 2 indikator pemeriksaan laboratorium yang terjangkau dan rutin diperiksa pada seluruh pasien, serta tidak membutuhkan perhitungan yang sulit. 1 APRI menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam memprediksikan fibrosis hati akibat hepatitis C kronik. 6,8 Penggunaan APRI dalam mendiagnosis fibrosis hati pada pasien hepatitis B kronik belum sepopuler penggunaannya pada pasien hepatitis C kronik, dan masih terdapat beberapa pandangan yang kontroversial dalam penggunaannya tersebut. 1 Pertanyaan Klinis Pada pasien dengan hepatitis B kronik, seberapa akuratkah penilaian dengan skor APRI untuk mendiagnosis fibrosis hati apabila dibandingkan dengan biopsi hati? Metode Strategi Pencarian Penelusuran jurnal dilakukan dengan database Pubmed pada 20 Oktober 2012 menggunakan kata kunci utama, yakni yang mewakili populasi (pasien dengan hepatitis B kronik), determinan (skor APRI), dan keluaran (fibrosis hati yang ditentukan dengan biopsi hati). Pemilihan Jurnal yang ditemukan dari kata kunci yang dimasukkan di database adalah sebanyak 102 artikel. Pemilihan dilakukan dengan membaca judul/abstrak, menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi, serta mengeliminasi artikel yang sama. Kriteria inklusi yang dipilih adalah penelitian pada manusia, jurnal dengan bahasa inggris, studi diagnostik, relevan dengan pertanyaan klinis, dan artikel dengan publikasi dalam 5 tahun terakhir. Kriteria eksklusi adalah penyakit hati kronik yang disebabkan selain oleh hepatitis B kronik. Sisa jurnal yang relevan dan dapat digunakan setelah menerapkan hal di atas adalah sebanyak 2 jurnal. Kajian Ilmiah
4 Telaah dilakukan terhadap dua jurnal hasil akhir pencarian. Telaah dilakukan berdasarkan kriteria validity, importance, dan applicability yang terstandardisasi dari British Medical Journal (BMJ). Terdapat sejumlah pertanyaan mengenai validitas studi, yakni apakah uji diagnostik yang diteliti dibandingkan secara blinding dan independent terhadap tes standar (gold standard) penyakit yang bersangkutan, apakah tes standar dilakukan pada setiap pasien, dan apakah studi dilakukan pada spektrum pasien yang sesuai untuk penyakit yang bersangkutan. Hasil Kedua jurnal yang ditelaah menggunakan desain cross-sectional retrospektif. Kedua jurnal juga memiliki domain, determinant, dan outcome yang sesuai dengan pertanyaan klinis. Penelitian Wu dkk pada tahun 2010 yang berjudul Staging of liver fibrosis in chronic hepatitis B patients with a composite predictive model: A comparative study, mengevaluasi 6 metode noninvasif dalam mendiagnosis fibrosis hati dengan biopsi hati sebagai tes standar. Penelitian ini mengikutsertakan 78 subyek penelitian dengan hepatitis B kronik yang menjalani tindakan biopsi hati di Rumah Sakit Zhongsan, Shanghai, China. Hepatitis B kronik didiagnosis dengan ditemukannya antigen permukaan dari HBV (HbsAg) dan kadar alanin aminotransferase yang fluktuatif. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah penyakit hati kronik yang disebabkan selain oleh hepatitis B, koinfeksi dengan hepatitis D, sirosis yang tampak jelas dengan gejala klinis, pernah mendapat terapi anti-hbv, dan konsumsi alkohol (pria > 20g/hari dan wanita > 10g/hari). Pada subyek penelitian tersebut dilakukan biopsi hati dan pengambilan sampel darah pada hari yang sama. Area under receiver operator curve (AUROC) digunakan pada penelitian Wu dkk untuk mengevaluasi keseluruhan nilai performa diagnostik dari skor APRI, dan didapatkan hasil 0,71 untuk fibrosis signifikan (F2-F4) dan 0,80 untuk fibrosis berat (F3-F4). Keakuratan diagnostik didapat dari perhitungan sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value (PPV), dan negative predictive value (NPV). Pada penelitian ini digunakan cut-off berdasarkan penelitian sebelumnya. Penilaian tersebut dilakukan terhadap subyek dengan fibrosis signifikan (F2-4). Untuk cut-off < 0,5, didapatkan sensitivitas APRI sebesar 84%, spesifisitas 35%, PPV 47% dan NPV 76%. Sedangkan sensitivitas APRI sebesar 47%, spesifisitas 80%, PPV 62% dan NPV 69% untuk cut-off >1,5.
5 Penelitian Liu dkk yang dipublikasikan pada Juni 2012 berjudul Globulin-platelet model predicts minimal fibrosis and cirrhosis in chronic hepatitis B virus infected patients. Penelitian ini membandingkan 7 metode noninvasif dan biopsi hati sebagai penanda fibrosis hati pada hepatitis B kronik. Partisipan dalam penelitian berjumlah 114 orang, yaitu penderita hepatitis B kronik di dua rumah sakit di wilayah Nanning, China, yang didiagnosis berdasarkan hasil positif pada antigen permukaan (>0,5ng/mL) dan/atau e antigen (>0,05 NCU/mL) yang bertahan selama lebih dari 6 bulan. Beberapa kriteria eksklusinya adalah adanya penyebab penyakit hati kronik selain hepatitis B, karsinoma hepatosellular, pernah mendapat terapi interferon atau nukleosida, perlemakan pada hati, sirosis secara klinis atau USG, dan konsumsi alkohol (pria > 60g/minggu dan wanita > 30g/minggu). Biopsi hati dan pengambilan sampel darah dilakukan pada saat yang sama. Hasil penilaian skor APRI pada penelitian ini dibagi berdasarkan fibrosis minimal (F0-F1), fibrosis lanjut (F2-F3), dan sirosis (F4), akan tetapi data yang ditampilkan pada jurnal hanya data fibrosis minimal dan sirosis. Pada subyek penelitian dengan fibrosis minimal didapatkan nilai AUROC sebesar 0,635, spesifisitas 87,5%, sensitivitas 41,4%, PPV 77,4% dan NPV 59%. Sedangkan pada subyek penelitian dengan sirosis, didapatkan hasil nilai AUROC 0,703, spesifisitas 72,8%, sensitivitas 72,7%, PPV 22,2% dan NPV 96,1%. Tingkat fibrosis pada kedua jurnal dikelompokkan berdasarkan sistem METAVIR, yaitu F0 bila tidak terdapat fibrosis, F1 bila fibrosis portal tanpa septa, F2 jika fibrosis periportal dengan sedikit septa, F3 jika fibrosis septal dengan banyak septa, dan F4 apabila sudah terjadi sirosis. Diskusi Semua jurnal menggunakan desain cross-sectional retrospektif yang merupakan desain yang ideal untuk studi diagnostik. Kedua jurnal ini juga memiliki domain, determinan dan keluaran yang relevan dengan pertanyaan klinis. Subyek penelitian telah disaring dengan kriteria eksklusi yang hampir sama pada kedua penelitian, yakni eksklusi terhadap penyebab penyakit hati kronik lain selain hepatitis B kronik, sirosis yang tampak secara klinis, pernah mendapat terapi antivirus sebelumnya, dan konsumsi alkohol dalam jumlah tertentu. Walaupun tidak dicantumkan lebih lanjut mengenai ras dari setiap subyek penelitian, kedua penelitian ini
6 diadakan di China yang tentunya sebagian besar subyek penelitiannya merupakan populasi Asia, sehingga lebih representatif untuk masyarakat Indonesia. Kedua uji diagnostik tersebut dilakukan secara independen, yaitu biopsi hati sebagai rujukan standar dilakukan pada setiap subyek penelitian tanpa melihat hasil skor APRI. Pada kedua penelitian ini juga sudah dilakukan blinding. Karena itu, secara keseluruhan kedua jurnal ini validitasnya sudah teruji. APRI merupakan metode noninvasif dalam penanda fibrosis hati yang mudah dilakukan dan sangat terjangkau. Dalam penilaian APRI digunakan 2 indikator dari pemeriksaan laboratorium, yaitu AST (aspartate aminotransferase) dan trombosit. Kedua indikator ini merupakan indikator indirek karena tidak berhubungan langsung dengan fibrosis hati, namun merefleksikan disfungsi hati ataupun fenomena lain akibat fibrosis. Seiring dengan progresi fibrosis hati, AST akan meningkat dan jumlah trombosit akan cenderung menurun. Peningkatan AST berhubungan dengan kelainan pada hati yang meningkatkan pelepasannya dari mitokondria dan penurunan klirens akibat fibrosis. Menurunnya jumlah trombosit diakibatkan oleh penurunan produksi trombopoeitin oleh hepatosit. Selain itu, trombosit juga mengalami sekuestrasi dan destruksi di limfe bila fibrosis hati berkembang dan terjadi hipertensi portal. Skor APRI dihitung dengan rumus: [(AST/ambang atas nilai normal AST) x 100]/jumlah trombosit (10 9 /L). Penelitian Wu dkk dengan cut-off < 0,5 menunjukkan sensitivitas APRI yang cukup tinggi (84%), spesifisitas yang rendah (35%), nilai PPV yang rendah (47%) dan NPV yang cukup (76%). Sebaliknya pada cut-off > 1,5, didapatkan spesifisitas APRI yang cukup tinggi (80%) dan sensitivitas yang rendah (47%), nilai PPV (62%) dan NPV yang cukup (69%). Keakuratan diagnosis dengan menggunakan APRI pada penelitian ini hanya sebesar 67%. Berdasarkan hasil penelitian Liu dkk, pada subyek penelitian yang biopsi hatinya menunjukkan fibrosis (F0-F1) minimal, didapatkan spesifisitas yang cukup tinggi (87,5%), sensitivitas yang rendah (41,4%), PPV yang cukup (77,4%) dan NPV yang rendah (59%). Sensitivitas yang rendah menunjukkan bahwa sekitar 59% penderita hepatitis B kronik yang sebenarnya telah mengalami fibrosis minimal, tidak akan menunjukkan adanya fibrosis bila diperiksa dengan skor APRI. NPV yang rendah menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian ini, hanya 59% subyek yang benar-benar tidak mengalami fibrosis minimal bila perhitungan dengan skor APRI negatif. Untuk subyek penelitian dengan sirosis (F4) pada penelitian Liu
7 dkk, didapatkan spesifisitas yang cukup (72,8%), sensitivitas yang cukup (72,7%), PPV yang rendah (22,2%) dan NPV yang tinggi (96,1%). Hasil dari penelitian Wu dkk menunjukkan nilai AUROC pada APRI dalam mendiagnosis fibrosis signifikan (F2-F3) adalah 0,71 dan fibrosis berat (F3-F4) sebesar 0,80. Sedangkan berdasarkan penelitian Liu dkk, nilai AUROC untuk fibrosis minimal (F0-F1) sebesar 0,635 dan sirosis (F4) sebesar 0,703. Sebuah alat diagnostik dianggap baik apabila nilai AUROC lebih besar dari 0,80, sangat baik bila nilai AUROC lebih besar dari 0,90, dan sempurna bila nilai AUROC sebesar 1. Kedua penelitian ini memiliki jumlah subyek penelitian yang masih dinilai kurang, yaitu 78 orang pada penelitian Wu dkk dan 114 orang pada penelitian Liu dkk. Kurang banyaknya jumlah subyek penelitian dapat mempengaruhi reabilitas penelitian tersebut. Berdasarkan data hasil sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV dan nilai AUROC dari kedua penelitian tersebut, APRI mungkin bukanlah alat diagnostik yang baik dalam memprediksi fibrosis pada hepatitis B kronik. Nilai diagnostik APRI jauh lebih rendah pada hepatitis B kronik, jika dibandingkan dengan nilai diagnostiknya pada hepatitis C kronik. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penilaian skor APRI cukup memuaskan dalam mendiagnosis fibrosis hati pada pasien dengan hepatitis C kronik. 6,8 Perbedaan nilai AST dan trombosit pada hepatitis B kronik dan hepatitis C kronik mungkin dapat disebabkan oleh perbedaan patogenesis fibrosis pada hepatitis C kronik dan hepatitis B kronik, namun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya. Hal ini menunjukkan bahwa kegunaan diagnostik skor APRI tidak dapat digeneralisasi pada seluruh penyakit hati kronik, melainkan harus divalidasi berdasarkan etiologi spesifik. Kesimpulan dan Rekomendasi Penilaian skor APRI menunjukkan keterbatasan dalam mendeteksi fibrosis hati pada pasien dengan hepatitis B kronik, dan memang tidak dapat menggantikan peran biopsi hati dalam hal tersebut. Penilaian dengan skor APRI bukanlah merupakan pilihan utama dalam mendeteksi fibrosis hati pada pasien hepatitis B kronik, akan tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan, terutama bila tidak terdapat sarana penunjang yang memadai di fasilitas kesehatan, mengingat pemeriksaan APRI yang sederhana dan terjangkau. Penilaian skor
8 APRI sebagai salah satu modalitas noninvasif dalam mendeteksi fibrosis hati pada pasien hepatitis B kronik perlu diteliti lebih lanjut, terutama bila dikombinasikan dengan pemeriksaan non-invasif lainnya. Referensi 1. Jin W, Lin Z, Xin Y, Jiang X, Dong Q, Xuan S. Diagnostic accuracy of the aspartate aminotransferase-to-platelet ratio index for the prediction of hepatitis B-related fibrosis: a leading meta-analysis. BM C Gastroenterology 2012;12(14): Wu SD, Wang JY, Li L. Staging of liver fibrosis in chronic hepatitis B patients with a composite predictive model: A comparative study. World J Gastroenterol 2010;16(4): Liu XD, Wu JL, Liang J, Zhang T, Sheng QS. Globulin-platelet model predicts minimal fibrosis and cirrhosis in chronic hepatitis B virus infected patients. World J Gastroenterol 2012;18(22): Degos F, Perez P, Roche B, Mahmoudi A, Asselineau J, Voitot H, et al. Diagnostic accuracy of FibroScan and comparison to liver fibrosis biomarkers in chronic viral hepatitis: A multicenter prospective study (the FIBROSTIC study). Journal of Hepatology 2010;53: Crisan D, Radu C, Lupsor M, Sparchez Z, Grigorescu MD,Grigorescu M. Two or more synchronous combination of noninvasive tests to increase accuracy of liver fibrosis assessment in chronic hepatitis C: Results from a cohort of 446 patients. Hepat Mon 2012;12(3): Laoeza-del-Castillo A, Paz-Pineda F, Oviedo-Cardenas E, Sanchez-Avila F, Vargas- Vorackova F. AST to platelet ratio index (APRI) for the noninvasive evaluation of liver fibrosis. Annals of Hepatology 2008;7(4): Bota S, Sirli R, Sporea I, Focsa M, Popescu A, Danila M, et al. A new scoring system for prediction of fibrosis in chronic hepatitis C. Hepat Mon. 2011;11(7): Abdo AA, Swat KA, Azzam N, Ahmed S, Faleh FA. Validation of three noninvasive laboratory variables to predict significant fibrosis and cirrhosis in patients with chronic hepatitis C in Saudi Arabia. Ann Saudi Med 2007;27(2):89-93.
Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,
Lebih terperinciRINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk
RINGKASAN Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Istilah penyakit hati kronik merupakan suatu kondisi yang memiliki etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis kronik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh dunia dan penyebab terjadinya proses fibrosis hati dan berakhir pada sirosis hati
Lebih terperinciANALISIS DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN FIBROSCAN, INDEKS FIB4, KING S SCORE dan APRI SCORE PADA PENYAKIT HEPATITIS KRONIS.
ANALISIS DERAJAT FIBROSIS HATI DENGAN FIBROSCAN, INDEKS FIB4, KING S SCORE dan APRI SCORE PADA PENYAKIT HEPATITIS KRONIS Rosa Dwi Wahyuni Departemen Ilmu Patologi Klinik FKIK-UNTAD/FK-UH/RSUP DR.Wahidin
Lebih terperinciFrenky Jones, Juwita Sembiring, Lukman Hakim Zain Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Diagnostik Fibrosis Hati berdasarkan Rasio Red Cell Distribution Width (RDW) dan Jumlah Trombosit Dibanding dengan Fibroscan pada Penderita Hepatitis B Kronik Abstrak Frenky
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hati kronik B dan C dan fibrosis hati Penyakit hati kronik adalah suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perdarahan varises esofagus (VE) merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati merupakan organ tubuh manusia yang terbentuk dari berbagai tipe sel, seperti hepatosit, epitel biliaris, endotel vaskuler, sel Kupfer, sel stelata, sel limfoid,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B kronis merupakan masalah kesehatan besar secara global dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hati B Kronik dan Fibrosis Hati Hepatitis B kronis merupakan masalah kesehatan besar secara global dan merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen
Lebih terperinciKuantifikasi HbsAg Sebagai Kriteria Penghentian Terapi Pada Pasien Hepatitis B Kronik HbeAg Negatif yang Mendapat Terapi Analog Nukleosida/Nukleotida
Evidence Based Case Report Kuantifikasi HbsAg Sebagai Kriteria Penghentian Terapi Pada Pasien Hepatitis B Kronik HbeAg Negatif yang Mendapat Terapi Analog Nukleosida/Nukleotida Oleh: Irene Purnamawati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fatty adalah akumulasi triglycerid lemak lainnya di hepatosit. Paling umum disebabkan peningkatan enzim. Penyebab yang mendasari fatty dapat berhubungan alkohol
Lebih terperinci30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4
Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). Prevalensi gagal
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). Sekitar 30%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit sirosis hati merupakan kelanjutan fibrosis hati yang progresif dengan gambaran hampir semua penyakit kronik hati. Etiologi paling sering adalah infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian
32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data
Lebih terperinciPengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size)
EVIDENCE-BASED CASE REPORT Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size) dr. Herikurniawan NPM: 1106024432 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN
Lebih terperinciEBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine
EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine Prof. Bhisma Murti Department of Public Health, Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret Pretest Probability dan Pengambilan Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi
Lebih terperincia. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv HALAMAN PERNYATAAN... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN SKOR APRI
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN SKOR APRI (Aspartat Aminotransferase to Platelet Ratio Index) DENGAN DERAJAT KEPARAHAN SIROSIS HATI DI RSUD DOKTER SOEDARSO PONTIANAK HERLIDA I11110048 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang
B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada anak dan paling sering jadiindikasi bedah abdomen emergensi pada anak.insiden apendisitis secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronik yang terjadi pada arteri akibat adanya disfungsi endotel. Proses ini ditandai oleh adanya timbunan plak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai adanya konsentrasi Lactobacillus sebagai flora normal vagina digantikan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas
1 BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia meskipun vaksin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang terjadi minimal 24 jam melibatkan sistem saraf pusat dan disebabkan oleh gangguan aliran darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini menginfeksi melalui cairan tubuh manusia secara akut
Lebih terperinciHUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B
HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ELSY NASIHA ALKASINA G0014082 FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan diagnosis penyakit pasien. Penegakkan diagnosis ini berperan penting
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014
ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014 Jeanatasia Kurnia Sari, 2015. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked dan Pembimbing II : Teresa Lucretia Maria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kondisi yang progresif meskipun pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi diabetes menimbulkan beban
Lebih terperinciTES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)
TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST) Oleh: Risanto Siswosudarmo Departemen Obstetrika dan Ginekologi FK UGM Yogyakarta Pendahuluan. Test diagnostik adalah sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fungsi pemeriksaan laboratorium adalah menganalisis secara kuantitatif atau kualitatif beberapa bahan, seperti darah, sumsum tulang, serum, tinja, air kemih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat pertambahan usia yang progresif pada populasi penduduk
Lebih terperinciDiagnostic & Screening
Diagnostic & Screening Syahril Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TUJUAN: Untuk mengetahui Sensitifitas, Spesifisitas, Nilai duga positip, Nilai duga negatip, Prevalensi
Lebih terperinciPengobatan Terkini Hepatitis Kronik B dan C
Pengobatan Terkini Hepatitis Kronik B dan C Rino A Gani, Dr, SpPD-KGEH Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSUPN Cipto Mangunkusumo RS. Internasional Bintaro Jl. MH Thamrin No.1 Sektor 7,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin
Lebih terperinciEvidence based Case Report
Evidence based Case Report Pengaruh Stres Psikososial terhadap Keparahan Penyakit Hepatitis Kronik Disusun Oleh: dr. Resultanti NPM: 1006767506 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang merupakan masalah kesehatan dunia yang serius. World Health Organization (WHO) memperkirakan di
Lebih terperinciDAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK. vi ABSTRACT... vii RINGKASAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. multipara dengan Pap smear sebagai baku emas yang diukur pada waktu yang. bersamaan saat penelitian berlangsung.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui akurasi diagnostik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu observasional, analitik, studi kasus kontrol untuk melihat perbandingan akurasi skor wells dengan skor padua dalam memprediksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Memasuki milenium ke-3,infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/sub topik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju.malaria merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan
Lebih terperinciANALISIS KADAR ALBUMIN SERUM TERHADAP ASPARTATE TRANSAMINASE
ANALISIS KADAR ALBUMIN SERUM TERHADAP ASPARTATE TRANSAMINASE (AST), ALANIN TRANSAMINASE (ALT) DAN RASIO DE RITIS PADA PASIEN HEPATITIS B DI RSUP SANGLAH, DENPASAR (The Analysis of Serum Albumin Level with
Lebih terperinciHasil. Hasil penelusuran
Pendahuluan Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah keganasan kelima tersering di seluruh dunia, dengan angka kematian sekitar 500.000 per tahun. Kemajuan dalam pencitraan diagnostik dan program penapisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit hepatitis kronik dan Fibrosis Hati Penyakit hepatitis kronik dikatakan sebagai suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan membutuhkan penanganan sedini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan adanya perlemakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab tingginya angka kematian pada pasien trauma tumpul abdomen adalah perdarahan pada organ hepar yang umumnya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu
Lebih terperinciAsuhan Keperawatan Hepatitis D
Asuhan Keperawatan Hepatitis D Hepatitis D (sering disebut Hepatitis Delta) adalah suatu peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Virus Hepatitis D (HDV) adalah virus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
Lebih terperinciSCREENING. Pengertian. untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi. menggunakan. mungkin menderita. memisahkan.
SCREENING Pengertian Screening : Proses yg dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi dg menggunakan berbagai test/uji yg dapat diterapkan secara tepat dlm sebuah
Lebih terperinciRole of Elastography in Early Detection of Liver Cirrhosis
Role of Elastography in Early Detection of Liver Cirrhosis David Susanto*, Visakha R. Irawan** * Dr. Sayidiman Regional General Hospital Jl. Pahlawan No. 2, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir merupakan masalah yang besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia juga di Indonesia. (1) Penderita
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal
66 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS dr. Kariadi Semarang sejak bulan Juli
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem respirasi tersering pada anak (GINA, 2009). Dalam 20 tahun terakhir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa
Lebih terperinci