SIFAT FISIK DAGING KELINCI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA SKRIPSI NONI PUSPITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT FISIK DAGING KELINCI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA SKRIPSI NONI PUSPITA"

Transkripsi

1 SIFAT FISIK DAGING KELINCI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA SKRIPSI NONI PUSPITA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN Noni Puspita Sifat Fisik Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Maman Duldjaman, MS Kelinci merupakan ternak yang berpotensi besar dalam menghasilkan daging, tetapi daging kelinci belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Daging kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat dikelompokkan ke dalam golongan daging berwarna putih seperti halnya ayam. Keraguan masyarakat dalam mengkonsumsi daging kelinci merupakan kendala dalam pemasaran daging kelinci, karena masyarakat masih beranggapan bahwa kelinci merupakan hewan kesayangan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Sifat fisik daging pada setiap jenis ternak kemungkinan berbeda, sehingga sifat fisik ini akan menentukan hasil olahan produk daging tersebut. Sifat fisik tersebut meliputi ph, daya mengikat air (DMA), keempukan dan susut masak (cooking loss). Sifat fisik sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebelum pemotongan (antemortem) dan setelah pemotongan (postmortem). Waktu postmortem berkaitan dengan proses glikolisis setelah ternak dipotong. Semakin lama waktu postmortem akan terjadi penurunan ph yang semakin rendah akibat proses konversi otot menjadi daging pada jarak waktu postmortem tertentu. Nilai ph akan mempengaruhi sifat fisik lainnya yakni daya mengikat air, keempukan dan susut masak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik daging kelinci pada lama postmortem yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi yang berhubungan dengan pembuatan produk makanan khususnya yang berbahan dasar daging kelinci. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan postmortem waktu setelah pemotongan kelinci. Pengelompokan berdasarkan pada waktu pengambilan sampel. Data sifat fisik yang diperoleh kemudian dianalisis ragam (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Rataan nilai ph, DMA, keempukan dan susut masak masing-masing 5,67, 91,79 mg, 4,93 kg/cm 2 dan 39,56 %. Hasil penelitian pada daging kelinci menunjukkan bahwa perlakuan 3, 6 dan 9 jam postmortem tidak berpengaruh nyata (P> 0,05) terhadap ph, keempukan, susut masak dan DMA. Secara organoleptik daging kelinci hingga 9 jam postmortem memiliki warna pucat, aroma tidak bau daging kelinci, tekstur halus dan kenyal. Kata Kunci : daging kelinci, sifat fisik dan lama postmortem.

3 ABSTRACT Physical Characteristic of Rabbit Meat in Different Postmortem Time Puspita. N., Komariah and M. Duldjaman Rabbit is an animal which have a great potential to be breeded as meat source. It has soft fiber, more pale, high protein, lower fat and cholesterol. Physical characteristics of meat in each animal product are different. Based on that fact, these physical characteristic determines the results of meat product. Physical characteristic are influenced by antemortem and postmortem. The aim of this research was to investigate physical characteristic of rabbit meat in different postmortem time. This result used as an information to product especially from rabbit meat. Randomized Block Design was used in this experiment with postmortem time 3, 6 and 9 hours of rabbit meat and blocking base on sampling time. The average of ph, water holding capacity, tenderness and cooking loss on the study 5,67, 91,79 mg, 4,93 kg/cm 2 and 39,56 %. The result from all treatments did not significantly affect on ph, tenderness, cooking loss and water holding capacity of rabbit meat. Indicate that physical characteristic and organoleptic of rabbit meat were still good until 9 hours postmortem. Keywords : Rabbit meat, physical characteristic and postmortem.

4 SIFAT FISIK DAGING KELINCI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA NONI PUSPITA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 Judul Skripsi : Sifat Fisik Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Nama : Noni Puspita NIM : D Menyetujui : Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Ir. Hj. Komariah, M.Si) NIP (Ir. Maman Duldjaman, MS) NIP Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc.) NIP Tanggal Ujian : 5 Juli 2010 Tanggal Lulus : 12 Juli 2010

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1988 di Lahat, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara kandung dari pasangan Bapak Joko Purwanto dan Ibu Sudiyani. Penulis menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di kota yang sama. Pendidikan Sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN 45 Lahat, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 2 Lahat dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2006 di SMUN 1 Lahat. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan kampus sebagai Pengurus Klub Budidaya dan Produksi Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan periode dan sebagai anggota paduan suara Graziono Symphonia Fakultas Peternakan.

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrohiim Alhamdulillah, segala puji bagi Allah AWT, Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Sifat Fisik Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Subtansi skripsi ini terkait dengan karakteristik daging kelinci yang masih dianggap masyarakat tidak layak untuk dikonsumsi dagingnya. Masyarakat masih beranggapan bahwa kelinci hanya sebagai hewan hias. Masih banyak informasi yang belum sampai ke masyarakat maka perlu dilakukan penelitian tentang sifat fisik daging kelinci dengan tujuan masyarakat dapat menerina daging kelinci dan dapat membuat produk olahan yang berbahan dasar daging kelinci. Penulis berharap dengan penulisan skripsi ini, informasi mengenai sifat fisik daging kelinci dapat diperoleh dengan baik. Penulis juga berharap dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Juli 2010 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Kelinci Lokal... 3 Daging Kelinci... 4 Nilai ph... 4 Daya Mengikat Air... 6 Keempukan Daging... 8 Susut Masak... 9 Postmortem MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Peubah yang Diamati Prosedur Pengambilan Sampel Daging Kelinci Analisis Sifat Fisik Nilai ph Daging Pengukuran DMA Pengukuran Daya Putus Penentuan Susut Masak Pengujian Mutu Hedonik Rancangan HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai ph Daya Mengikat Air i ii iii iv v vi vii ix x xi

9 Keempukan Susut Masak Uji Mutu Hedonik KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 26

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Produktivitas Kelinci Pedaging Nilai Rataan ph Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Nilai Rataan mgh 2 O Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Nilai Rataan Daya Putus Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Nilai Rataan Susut Masak (Cooking Loss) Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Nilai Rataan dan Modus Uji Mutu Hedonik terhadap Warna, Aroma, Tektur dan Keempukan Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda... 18

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Integerasi Metabolisme dalam Kontraksi Otot Hubungan Daya Mengikat Air dengan Nilai ph Daging. 7

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik Ragam ph Daging Kelinci Sidik Ragam Daya Mengikat Air Daging Kelinci Sidik Ragam Nilai Daya Putus Daging Kelinci Sidik Ragam Susut Masak Daging Kelinci Nilai Uji Mutu Hedonik Daging Kelinci (9 jam Postmortem) Formulir Isian untuk Uji Mutu Hedonik... 29

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelinci merupakan salah satu ternak yang mempunyai potensi besar untuk dikembangbiakan sebagai penyedia daging, karena pertumbuhan ternak ini sangat pesat. Kelinci lokal Indonesia bertubuh kecil, bobot dewasa hanya mencapai 1,8-2,3 kg. Tingkat produktivitas ternak kelinci dalam menghasilkan daging lebih tinggi dibandingkan dengan ternak sapi (Suradi, 2004). Kelinci lokal mampu menghasilkan anak 1-9 ekor dalam satu kali kelahiran, tetapi rataan litter size sebesar 4 ekor dengan berat lahir sebesar 49,78 g, dengan masa kebuntingan 31 hari. Kelinci lokal lebih toleran terhadap lingkungan panas (Sartika, 2004). Daging kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat dikelompokkan ke dalam golongan daging berwarna putih seperti halnya ayam. Menurut Juarini et al. (2004), daging kelinci dilihat dari segi rasa dan warna sulit dibedakan dari daging ayam sehingga merupakan peluang bagi daging kelinci mengisi sebagian daging ayam apalagi dengan merebaknya isu flu burung yang menyebabkan menurunnya permintaan akan daging ayam. Banyak keunggulan yang diperoleh dari mengkonsumsi daging kelinci yaitu kadar kolesterol daging kelinci hanya 50 mg/kg, sedangkan domba 320 mg/kg dan kadar proteinnya berturut-turut adalah 20,8 % dan 13,7 % (Farrel dan Rahardjo, 1984), sehingga daging kelinci dapat dipromosikan sebagai daging sehat. Keraguan masyarakat dalam mengkonsumsi daging kelinci merupakan kendala dalam pemasaran daging kelinci, karena masyarakat masih beranggapan bahwa kelinci merupakan hewan kesayangan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Sifat fisik daging pada setiap jenis ternak kemungkinan berbeda, sehingga sifat fisik ini akan menentukan hasil olahan produk daging tersebut. Sifat fisik tersebut meliputi ph, DMA, keempukan dan susut masak (cooking loss). Daya mengikat air daging akan berpegaruh terhadap susut masak, kekenyalan hasil olahan contohnya produk bakso dan sosis. Sifat fisik sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebelum pemotongan (antemortem) dan setelah pemotongan (postmortem). Pengistirahatan sebelum pemotongan berpengaruh terhadap tingkat stress pada ternak. Ternak yang tidak diistirahatkan akan menghasilkan daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki nilai ph tinggi dan DMA tinggi. Faktor

14 penting setelah pemotongan yang berpengaruh pada kualitas daging adalah pelayuan. Pelayuan daging akan berpengaruh pada keempukan, flavor, daya mengikat air. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan dengan waktu postmortem atau waktu setelah pemotongan. Waktu postmortem berkaitan dengan proses glikolisis setelah ternak dipotong. Semakin lama waktu postmortem akan terjadi penurunan ph yang semakin rendah akibat proses konversi otot menjadi daging pada jarak waktu postmortem tertentu. Nilai ph yang tinggi akan menyebabkan DMA dan keempukan meningkat serta menurunkan persentase susut masak. Sifat fisik daging sangat penting untuk ditampilkan kepada pembeli atau konsumen, ataupun untuk kesesuaian pengolahan lebih lanjut. Melihat masih kurangnya informasi bagi masyarakat tentang daging kelinci, maka perlu dilakukan penelitian mengenai sifat fisik daging kelinci dengan tujuan masyarakat dapat membuat produk olahan yang berbahan dasar daging kelinci, sehingga diharapkan konsumsi masyarakat terhadap daging kelinci akan meningkat. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik (ph, DMA, susut masak dan keempukan) daging kelinci dengan perbedaan lama postmortem. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi yang berhubungan dengan pembuatan produk makanan khususnya yang berbahan dasar daging kelinci.

15 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Lokal Kelinci merupakan salah satu ternak yang mempunyai potensi besar untuk dikembangbiakan sebagai penyedia daging. Kelinci mempunyai potensi biologis yang tinggi, yaitu cepat berkembang biak (masa kebuntingan 31 hari), interval kelahiran yang pendek, prolifikasi yang sangat tinggi, mudah pemeliharaan dan tidak membutuhkan lahan luas. Pengembangan ternak kelinci sebagai penyedia daging sampai saat ini masih memenuhi banyak kendala karena daging dari ternak ini belum populer dan diterima oleh sebagian masyarakat sehingga sulit dalam pemasarannya. Kesulitan pemasaran lebih banyak disebabkan oleh faktor kebiasaan makan dan efek psikologis yang menganggap bahwa kelinci sebagai hewan hias atau kesayangan yang tidak layak untuk dikonsumsi dagingnya (Suradi, 2004). Produktivitas kelinci lokal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produktivitas Kelinci Pedaging Tolak Ukur Jenis Kelinci Lokal NZW Hybrid Jumlah induk (ekor) Umur kawin pertama (hari) Berat induk saat kawin (kg) 2,3 3,49 4 Interval kelahiran (hari) Conception rate (%) Saat lahir Jumlah anak/induk (ekor) 6,3 8,5 9,1 Jumlah anak hidup/induk (ekor) 5,9 8,0 8,4 Berat anak (g) 50,6 61,3 66,7 Mortalitas (%) 6,3 8,2 6,8 - Saat sapih Jumlah anak/induk (ekor) 5,5 6,5 7,8 Rasio (pakan/pbb) - 4,25 3,45 Berat anak (kg/ekor) 0,51 0,55 0,64 Mortalitas (%) 6,8 16,9 13,7 Sumber : Juarini et al. (2004)

16 Daging Kelinci Daging kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat dikelompokkan ke dalam golongan daging berwarna putih seperti halnya ayam (Suradi, 2004). Daging kelinci dan daging ayam hampir memiliki kesamaan warna yaitu putih pucat, hal ini disebabkan oleh rendahnya kandungan mioglobin (Lawrie, 2003). Menurut Juarini et al. (2004), daging kelinci dilihat dari segi rasa dan warna sulit dibedakan dari daging ayam sehingga merupakan peluang bagi daging kelinci mengisi sebagian daging ayam apalagi dengan merebaknya issu flu burung yang menyebabkan menurunnya permintaan akan daging ayam. Banyak keunggulan yang diperoleh dari mengkonsumsi daging kelinci yaitu kadar kolesterol daging kelinci hanya 50 mg/kg, sedangkan domba 320 mg/kg dan kadar proteinnya berturut-turut adalah 20,8 % dan 13,7 % (Farrel dan Rahardjo, 1984), sehingga daging kelinci dapat dipromosikan sebagai daging sehat. Daging kelinci dapat dipromosikan sebagai daging yang berwawasan lingkungan, karena diproduksi dengan pakan yang tidak berkompetitif dengan manusia, dan dapat disebut juga sebagai daging alami, karena kelinci dapat tumbuh dengan baik tanpa feed additif non nutritive seperti antibiotik dan hormon, hanya membutuhkan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya (Suradi, 2004). Sifat Fisik Daging Daging segar merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menyebutkan produk yang telah mengalami perubahan kimia dan fisika setelah hewan tersebut disembelih dan hanya mengalami pengolahan minimal saja misalnya pembekuan (Soeparno, 2005). Sifat fisik daging sangat penting untuk ditampilkan kepada pembeli atau konsumen, ataupun untuk kesesuaian pengolahan lebih lanjut. Hal yang paling penting ialah daya mengikat air, warna, tekstur, dan kealotan (Aberle et al., 2001). Nilai ph Daging Nilai ph merupakan singkatan dari pondus hydrogenii, yang artinya potensial hidrogen, yaitu kekuatan hidrogen sebagai penentu asam karena predominan ion-ion hidrogen (H + ). Perubahan nilai ph sangat penting untuk diperhatikan dalam perubahan daging postmortem. Nilai ph dapat menunjukan penyimpangan kualitas

17 daging, karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya mengikat air, dan masa simpan (Lukman et al., 2007). Konsentrasi glikogen otot pada saat pemotongan merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas daging. Glikogen adalah substrat metabolik dalam glikolisis postmortem yang menghasilkan asam laktat, yang akan menurunkan ph otot (Lawrie, 2003). Proses glikolisis postmortem dan penurunan ph berlangsung hingga cadangan glikogen habis atau terhentinya proses metabolik terkait terhentinya proses enzimatik akibat ph yang rendah. Menurut Lawrie (2003) penimbunan asam laktat dan ph ultimat otot postmortem tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat pemotongan. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen otot habis, yaitu ph cukup rendah untuk memberhentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik di dalam proses glikolisis anaerobik. Nilai ph ultimatik daging adalah nilai ph yang tercapai setelah glikogen otot habis atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada ph rendah atau setelah glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik. Penurunan nilai ph setelah hewan mati ditentukan oleh kondisi fisiologis dari otot dan dapat berhubungan terhadap produksi asam laktat atau terhadap kapasitas produksi energi otot dalam bentuk ATP. Integerasi metabolisme dalam kontraksi otot dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Integerasi Metabolisme dalam Kontraksi Otot

18 Nilai ph daging akan berubah setelah dilakukan pemotongan ternak. Perubahan ph ini tergantung dari jumlah glikogen sebelum dilakukan pemotongan. Bila jumlah glikogen dalam ternak normal akan mendapatkan daging yang berkualitas baik, tetapi bila glikogen dalam ternak tidak cukup akan menghasilkan daging yang kurang berkualitas (jelek). Penurunan nilai ph setelah hewan mati ditentukan oleh kondisi fisiologis dari otot dan berpengaruh terhadap produksi asam laktat atau terhadap kapasitas produksi energi otot dalam bentuk ATP (Henckel et al., 2000). Menurut Aberle et al., (2001) laju penurunan ph daging secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Nilai ph menurun secara bertahap dari 7,0 sampai berkisar 5,6-5,7 dalam waktu 6-8 jam setelah pemotongan dan mencapai ph akhir sekitar 5,3-5,7. Pola penurunan ph ini ialah normal. 2. Nilai ph menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan tetap sampai mencapai ph akhir sekitar 6,5-6,8. Sifat daging yang dihasilkan ialah gelap, keras dan kering atau dark firm dry (DFD). 3. Nilai ph turun relatif cepat sampai berkisar 5,4-5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan mencapai ph akhir sekitar 5,4-5,6. Sifat daging yang dihasilkan ialah pucat, lembek, dan berair atau disebut pale soft exudatif (PSE). Daya Mengikat Air Daya mengikat air oleh protein daging atau water holding capacity merupakan suatu nilai yang menunjukan kemampuan daging untuk mengikat air atau cairan baik berasal dari dalam maupun dari luar atau yang ditambahkan. Daya mengikat air merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan daya terima daging oleh konsumen. Daya mengikat air daging akan berpegaruh terhadap susut masak, kekenyalan hasil olahan (bakso dan sosis). Menurut Honikel (1998), tingkat daya mengikat air ini ditentukan oleh spesies, genetik, laju glikolisis, ph akhir, proses pemotongan dan waktu setelah pemotongan (postmortem). Lawrie (2003) menambahkan daya mengikat air daging sangat dipengaruhi oleh ph, semakin tinggi ph akhir semakin sedikit penurunan DMA. Daya mengikat air sangat penting dalam proses pengolahan daging sebagai protein yang mampu menahan lebih banyak air menjadi lebih mudah larut. Daya mengikat air dari daging

19 pada ph titik isoelektrik paling rendah. Nilai ph titik isoelektrik miosin kira-kira 5,4 dan aktin 4,7 (Soeparno, 2005). Lawrie (2003) menambahkan bahwa besarnya penurunan ph pascamati mempengaruhi nilai DMA, semakin tinggi ph akhir semakin sedikit penurunan DMA. Daya mengikat air menurun dari ph tinggi yaitu sekitar 7-10 sampai pada ph titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,0-5,1. Nilai ph pada protein daging ini tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal, sedangkan pada ph yang lebih tinggi dari ph isoelektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Demikian pula pada ph yang lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat surplus muatan positif yang mengakibatkan penolakan miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul-molekul air. (Soeparno, 2005). Hubungan daya mengikat air dan nilai ph postmortem pada daging setelah pemotongan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Hubungan daya mengikat air dengan nilai ph daging (a) ekses muatan positif pada miofilamen, (b) muatan positif dan negatif seimbang, dan (c) ekses muatan negatif pada miofilamen (Wismer Pedersen, 1971).

20 Daya mengikat air dipengaruhi oleh ph, juga dipengaruhi oleh spesies, umur, fungsi dari otot, pakan transportasi, suhu, kelembaban, penyimpanan, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum dipotong dan lemak intramuskular (Soeparno, 2005). Semakin tua umur ternak dipotong, maka persentase lemak intramuskular akan semakin tinggi. Daging dengan lemak intramuskular tinggi akan mempunyai DMA yang tinggi (Zein, 1991). Keempukan Daging Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu kualitas dari daging sapi segar. Komponen utama yang menentukan keempukan adalah jaringan ikat, dan lemak yang berhubungan dengan otot. Bertambahnya umur ternak akan mengurangi tingkat keempukan dari daging karena ikatan silang intra dan intermolekuler antara polipeptida kolagen meningkat. Pertumbuhan yang cepat dapat mengurangi ikatan silang sehingga meningkatkan keempukan (Lawrie, 2003). Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta marbling (Aberle et al, 2001). Perbedaan bangsa juga dapat menimbulkan perbedaan keempukan daging, daging dari tipe kecil lebih empuk dari pada daging dari tipe besar (Lawrie, 2003). Menurut Epley (2008) keempukan daging akan menurun seiring dengan meningkatnya umur hewan. Jaringan ikat pada otot hewan muda banyak mengandung retikuli dan memiliki ikatan silang yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hewan tua. Perbedaan suhu dalam daging saat pemasakan (60 o C, 70 o C, 80 o C) akan mempengaruhi keempukan dari daging, semakin tinggi suhu akhir pemasakan akan menghasilkan daging yang lebih empuk. Suhu akhir (60 o C, 70 o C, 80 o C) secara akurat dapat digunakan sebagai alat untuk klasifikasi keempukan daging, tetapi pada suhu yang rendah (<60 o C) perbedaan suhu dalam daging tidak dapat dijadikan patokan yang akurat untuk klasifikasi keempukan daging karena dipengaruhi oleh waktu pemasakan, jumlah perubahan jaringan dan rendahnya nilai klasifikasi keempukan (Wheeler et al., 1999). Kesan keempukan daging melibatkan tiga aspek. Pertama, mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam daging. Kedua, mudah tidaknya daging tersebut dikunyah. Ketiga, jumlah residu yang tertinggal setelah

21 dikunyah (Soeparno, 2005). Perbedaan bangsa juga dapat menimbulkan perbedaan keempukan daging. Susut Masak Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin tinggi temperatur pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh ph, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging (Soeparno, 2005). Selama pemasakan protein terdenaturasi dan sruktur seluler terpecah, hal ini menyebabkan efek yang besar karena daging akan kehilangan cairan yang dihasilkan. Untuk memprediksi susut masak tidak cukup hanya dengan mengukur ph (Bertrama et al., 2002). Perebusan daging pada suhu tinggi (60-90 o C) akan menyebabkan kerusakan jaringan epimisium, permisium, dan endomesium sehingga jaringan daging akan menyusut sekitar 30% akibat keluarnya cairan daging atau cooking loss (Lawrie, 2003). Besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membrane seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, umur daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air (Shanks et al., 2002). Susut masak dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu susut kuantitatif dan susut kualitatif. Susut kuantitatif adalah susut berat daging yang disebabkan oleh proses respirasi, jasad renik, penanganan dan kadar air, sedangkan susut kualitatif atau susut mutu adalah susut yang disebabkan oleh teknologi, seperti terjadinya perubahan komposisi atau sifat kimia bahan, fisik dan organoleptik (Sinto, 1989). Lawrie (2003) menyatakan bahwa daging yang mempunyai susut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada susut masak yang lebih besar karena kehilangan nutrisi selama pemasakan. Susut masak merupakan perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak adalah cairan daging yang hilang akibat pemasakan. Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar.

22 Postmortem Sifat fisik sangat dipengaruhi oleh faktor setelah pemotongan (postmortem). Faktor penting setelah pemotongan yang berpengaruh pada kualitas daging adalah pelayuan. Pelayuan adalah penanganan karkas atau daging segar postmortem yang secara relatif belum mengalami perubahan mikrobial dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu dan temperatur tertentu di atas titik beku karkas atau daging (-1,5 o C). Pelayuan daging akan berpengaruh pada keempukan, flavor dan daya mengikat air. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan dengan waktu postmortem atau waktu setelah pemotongan. Waktu postmortem berkaitan dengan proses glikolisis setelah ternak dipotong. Semakin lama waktu postmortem akan terjadi penurunan ph yang semakin rendah akibat proses konversi otot menjadi daging pada jarak waktu postmortem tertentu. Nilai ph merupakan faktor yang berpengaruh terhadap sifat fisik lainnya seperti daya mengikat air, keempukan dan susut masak (Soeparno 2005). Penggantungan karkas dapat berpengaruh terhadap keempukan daging karena dalam daging terjadi kontraksi (pemendekan sarkomer), karkas yang berat akan mempengaruhi relaksasi actomyosin. Penggantungan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu; 1) pada kaki belakang (tendo achiles), dan 2) pada tulang pelvis (abdurator pelvis), sehingga bagian otot yang keras akan tertarik dan daging menjadi lebih empuk. Karkas yang digantung pada tendo achiles akan menyebabkan otot psoas (has dalam) lebih empuk, sedangkan dengan penggantungan pada tulang pelvis yang empuk adalah otot di daerah paha dan daerah punggung (has luar) (Natasasmita et al., 1987).

23 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 hingga Januari Sampel daging diambil dari peternakan kelinci Darull Janaah di daerah Cibatok. Analisis sifat fisik dilakukan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan-bahan yang digunakan adalah sebanyak 100 g daging bagian punggung kelinci jantan lokal berumur 6 bulan. Peralatan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini meliputi carper press, planimeter, ph-meter, timbangan, warner bratzler, Termometer bimetal, alat perebus, panci, baskom, kantong plastik, kompor, kertas saring dan pisau. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah nilai ph daging, daya mengikat air, keempukan, susut masak dan parameter uji mutu hedonik (warna, aroma, tekstur dan keempukan). Prosedur Pengambilan Sampel Daging Kelinci Sampel daging kelinci diperoleh dari peternakan kelinci di daerah Cibatok. Kelinci yang digunakan berjumlah 9 ekor dan dipelihara di kandang individu. Kelinci dipotong pada pukul WIB. Kelinci yang telah disembelih, dikuliti, diambil komponen saluran pencernaannya, darah, kepala, kulit dan keempat kaki kemudian ditimbang untuk mendapatkan bobot karkas. Selanjutnya karkas kelinci tersebut diambil daging bagian punggung untuk dilakukan pengujian sifat fisik yang meliputi nilai ph, daya mengikat air, keempukan dan susut masak pada hari yang berbeda. Perbedaan lama postmortem merupakan perlakuan dalam penelitian. Perlakuan terdiri dari tiga taraf postmortem yaitu 3, 6 dan 9 jam (yaitu pada pukul 08.00, dan WIB).

24 Nilai ph Daging (AOAC, 1980) Analisa Sifat Fisik Daging diukur dengan menggunakan ph-meter stick yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan larutan buffer ph 4 dan 7. Stick ditusukan ke dalam daging, kemudian nilai ph daging akan tertera pada layar ph-meter. Pengukuran Daya Mengikat Air (AOAC, 1980) Daya mengikat air dianalisis berdasarkan persentase air yang keluar (mgh 2 O). Metode Hamm (1960) dapat digunakan untuk menggambarkan nilai daya mengikat air pada daging. Untuk mengukurnya, sebanyak 0,3 g sampel diletakkan di antara dua lembar kertas Whatman ukuran 41, lalu ditekan dengan beban 35 kg pada dua plat besi selama 5 menit. Area pada kertas saring yang tertutup sampel daging yang telah pipih dan area basah disekelilingnya ditandai. Kandungan air yang keluar dari daging setelah penekanan dapat dihitung dengan rumus : mg H 2 O = Luas Area Basah (cm 2 ) - 8,0 0,0948 Persentase air yang yang keluar dari sampel daging dapat digunakan sebagai pendekatan kemampuan daging dalam mengikat air. Semakin tinggi nilai mgh 2 O yang keluar dari daging, maka daya mengikat airnya semakin rendah. Pengukuran Keempukan (AOAC, 1980) Pengujian keempukan dilakukan secara mekanik dengan uji daya putus Warner-Bratzler. Prosedur kerjanya ialah daging ditimbang sekitar 100 g. Termometer bimetal ditancapkan pada bagian tengah daging. Daging direbus dalam air mendidih hingga suhunya mencapai suhu internal yaitu 81 C. Daging dibentuk dengan menggunakan corer berdiameter 1,27 cm. Daya putus diukur dengan menggunakan alat pemutus Warner-Bratzler. Sampel dikenai pisau pengiris pada alat secara melintang sampai putus. Daya putus ditentukan berdasarkan skala yang ditunjukkan alat dengan satuan kg/cm 2. Semakin tinggi nilai daya putusnya maka daging semakin alot. Penentuan Susut Masak (AOAC, 1980) Daging ditimbang sekitar 100 gram. Termometer bimetal ditancapkan pada bagian tengah daging. Daging direbus dalam air mendidih hingga mencapai suhu

25 internal 81 o C, daging tersebut kemudian ditiriskan hingga beratnya konstan. Susut masak dapat dihitung sebagai persentase selisih berat sebelum pemasakan dan setelah pemasakan terhadap berat sebelum pemasakan. % Susut masak = Berat Sebelum Pemasakan Berat Setelah Pemasakan x 100 Berat Sebelum Pemasakan Pengujian Mutu Hedonik Uji mutu hedonik adalah suatu cara penilaian dengan melihat kualitas suatu produk, yang meliputi warna, aroma, tekstur, dan kekenyalan. Uji mutu hedonik ini dilakukan dengan melibatkan panelis sebanyak 45 orang mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Masing-masing panelis mendapatkan sampel daging kelinci bagian dada. Setiap panelis menilai sampel dengan memperhatikan aspek warna, aroma, tekstur dan kekenyalan. Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok pada 3 taraf perlakuan yakni perbedaan lama postmortem dengan perbedaan hari sebagai kelompok. Data sifat fisik yang diperoleh kemudian dianalisis ragam. Model matematika menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut : Y ij = µ + A i + B j + ε ij Keterangan : Y ij = Hasil pengamatan sifat fisik daging kelinci dengan menggunakan lama postmortem ke-i dengan perbedaan hari sebagai kelompok ke-j μ = Rataan Umum A i = Pengaruh lama postmortem ke-i B j = Pengaruh hari sebagai kelompok ke-j ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan lama postmortem ke- i dan hari sebagai kelompok ke-j

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai ph Daging Tabel 2 menyajikan nilai rataan ph daging kelinci selama 3, 6 dan 9 jam postmortem. Tabel 2. Nilai Rataan ph Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Kelompok Perlakuan (lama postmortem) 3 jam 6 jam 9 jam Rataan 1 6,54 6,04 5,66 6,08 2 5,75 5,65 5,76 5,72 3 6,37 4,37 4,93 5,22 Rataan 6,22 0,416 5,35 0,874 5,45 0,4531 5,67 0,674 Nilai rataan ph daging kelinci pada penelitian ini yaitu 5,67. Nilai ph daging kelinci pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian Setiawan (2009) yakni 5,67. Perlakuan lama postmortem hingga 9 jam tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai ph daging kelinci. Hal ini disebabkan lingkungan kelinci yang digunakan pada penelitian relatif sama. Soeparno (2005) menyatakan bahwa temperatur lingkungan (penyimpanan) mempunyai hubungan yang erat dengan penurunan ph daging postmortem. Temperatur tinggi pada dasarnya akan meningkatkan laju penurunan ph, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan ph. Lama postmortem 3, 6 dan 9 jam tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ph disebabkan daging kelinci belum mencapai ph ultimat. Nilai ph ultimat daging tercapai pada saat 1) setelah glikogen otot habis, 2) setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada ph rendah dan 3) glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik. Nilai ph ultimat normal daging postmortem sekitar 5,5 (Lawrie, 2003). Data di atas menunjukkan setelah tiga jam postmortem sudah masuk fase rigormortis karena ph sudah relatif menurun. Nilai ph postmortem akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan akan terbatas bila hewan stress akibat kelelahan. Terbentuknya asam laktat menyebabkan penurunan ph daging dan menyebabkan kerusakan struktur protein otot dan kerusakan tersebut tergantung pada temperatur dan rendahnya ph. Setelah hewan disembelih,

27 penyediaan oksigen otot terhenti. Dengan demikian persediaan oksigen tidak lagi di otot dan sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan lagi dari otot. Sehingga daging hewan yang sudah disembelih akan mengalami penurunan ph (Purnomo dan Adiono, 1985). Daya Mengikat Air Tabel 3 menyajikan nilai rataan mgh 2 O daging kelinci selama 3, 6 dan 9 jam postmortem. Tabel 3. Nilai Rataan mgh 2 O Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Kelompok Perlakuan (lama postmortem) 3 jam 6 jam 9 jam Rataan Mg , ,08 117,87 122, ,02 80,45 75,01 82, ,15 83,85 96,10 76,37 Rataan 81,58 28,68 97,46 26,57 96,34 21,43 90,32 24,76 Nilai mgh 2 O menggambarkan DMA daging, semakin besar nilainya maka DMA semakin rendah. Rataan nilai mgh 2 O daging kelinci pada penelitian ini adalah 90,32 mg. Nilai DMA pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai daya mengikat air penelitian Setiawan (2009) yakni 108,57 mg. Perbedaan lama postmortem tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai DMA. Hal ini didukung oleh data nilai ph selama tiga taraf perlakuan didapat hasil yang tidak nyata. Honikel (1998) menyatakan bahwa tingkat DMA ini ditentukan oleh spesies, genetik, laju glikolisis, ph akhir, proses pemotongan dan waktu setelah pemotongan (postmortem). Mayoritas air di dalam otot terdapat di dalam miofibril, yaitu diantara miofibril dan sarkolema, antara sel otot dan kumpulan sel otot. Jumlah air dan lokasinya di dalam daging dapat berubah hal ini bergantung kepada banyaknya jaringan otot itu sendiri dan bagaimana produk tersebut ditangani. Protein daging berperan dalam pengikatan air daging. Kadar protein daging yang tinggi menyebabkan meningkatnya kemampuan menahan air daging sehingga menurunkan

28 kandungan air bebas, dan begitu pula sebaliknya (Elisabeth Huff Lonergan dan Steven M. Lonergan, 2000). Keempukan Keempukan daging dapat diketahui dengan menggunakan metode fisik. Sebuah alat secara mekanis telah dibuat untuk mengukur tingkat keempukan yakni Warner Blatzler dengan melihat nilai daya putus daging (Combes et al., 2002). Amerie et al (1965) membagi nilai Warner Blatzer shear force dalam tiga katagori yaitu empuk (skala 0-2), sedang (skala 2-8) dan keras (skala >8). Nilai daya putus yang semakin rendah mendeskripsikan keempukan daging yang semakin empuk. Tabel 4. Nilai Rataan Daya Putus Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Kelompok Perlakuan (lama postmortem) 3 jam 6 jam 9 jam (kg/cm 2 ) Rataan 1 4,57 4,73 4,27 4,52 2 6,37 4,37 4,93 5,22 3 4,13 5,13 5,87 5,04 Rataan 5,02 1,19 4,74 0,380 5,02 0,804 4,93 0,755 Perlakuan 3, 6 dan 9 jam postmortem tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai daya putus daging kelinci. Rataan nilai daya putus daging kelinci pada penelitian ini adalah 4,93 kg/cm 2. Hasil rataan nilai daya putus menunjukkan bahwa daging kelinci yang digunakan pada penelitian ini termasuk katagori keempukan sedang (skala 2-8), berdasarkan kriteria keempukan Amerie et al (1965), sedangkan menurut kriteria keempukan menurut Suryati dan Arif (2005) rataan nilai daya putus daging kelinci termasuk katagori daging empuk (skala 4,15 - <5,86 kg/cm 2 ). Nilai daya putus daging kelinci pada penelitian ini lebih besar dari penelitian Setiawan (2005) yakni 4,12 kg/cm 2. Hal ini disebabkan kelinci yang digunakan dipelihara di kandang individu sehingga relatif sedikit melakukan aktivitas gerak dibandingkan kelinci yang dipelihara pada kandang koloni. Aktivitas gerak yang sedikit pada kelinci tersebut akan mengurangi kontraksi otot, terutama pada otot-otot rangka tulang gerak sehingga keempukan daging akan meningkat/bertambah.

29 Soeparno (2005) menyatakan bahwa keempukan daging dipengaruhi oleh temperatur penyimpanan, lingkungan, metode pemasakan serta nilai ph. Di samping itu keempukan dipengaruhi oleh aktivitas fisik, proses pemotongan, dan penanganan setelah pemotongan. Menurut Ramirez et al. (2003) nilai keempukan pada daging kelinci dipengaruhi oleh faktor antemortem dan postmortem. Kelinci yang digunakan pada penelitian ini setelah disembelih dilakukan proses penggantungan pada tulang tendo achiles saat dikuliti dan pengeluaran jeroan. Menurut Natasasmita et al. (1987 karkas yang digantung pada tendo achiles akan menyebabkan otot psoas (has dalam) lebih empuk, sedangkan dengan penggantungan pada tulang pelvis yang empuk adalah otot di daerah paha dan daerah punggung (has luar). Susut Masak Tabel 5 menyajikan nilai rataan susut masak daging kelinci selama 3, 6 dan 9 jam postmortem. Tabel 5. Nilai Rataan Persentase Susut Masak (Cooking Loss) Daging Kelinci pada Lama Postmortem yang Berbeda Kelompok Perlakuan (lama postmortem) 3 jam 6 jam 9 jam (%) Rataan 1 37,16 34,71 33,57 35, ,46 35,73 40,50 38, ,45 47,37 42,13 44,98 Rataan 40,69 4,28 39,27 7,03 38,73 4,54 39,56 4,78 Susut masak merupakan perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Rataan susut masak daging kelinci 3 hingga 9 jam postmortem adalah 39,56%. Nilai susut masak pada penelitian ini lebih rendah dari penelitian Setiawan (2005) yakni 40,77 %. Nilai rataan susut masak yang rendah menunjukkan bahwa daging kelinci yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kualitas yang baik. Daging dengan susut masak yang rendah memiliki nutrisi yang baik, karena sedikit mengalami pengurangan nutrisi saat pemasakan. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan

30 kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan diantara otot. Menurut Shanks et al., (2002) besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air. Lama postmortem hingga 9 jam tidak berpengaruh nyata terhadap nilai susut masak daging. Nilai susut masak yang tidak berpengaruh nyata pada penelitian ini dapat disebabkan oleh nilai DMA dan ph. Pada penelitian ini nilai DMA dan ph pada setiap perlakuan tidak berpengaruh nyata, sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang tidak nyata pula terhadap susut masak daging. Pendapat ini didukung oleh Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa susut masak dapat dipengaruhi oleh ph, panjang sarkormer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi moifibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging. Uji Mutu Hedonik Uji mutu hedonik adalah suatu cara penilaian produk dengan melihat kualitas fisik terhadap suatu produk. Uji mutu hedonik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi warna, aroma, tekstur, dan kekenyalan daging kelinci. Uji mutu hedonik dilakukan dengan melibatkan panelis sebanyak 45 orang. Warna, aroma, tekstur, dan kekenyalan daging kelinci diketahui dengan melihat nilai modus tiap parameter. Modus adalah nilai yang banyak muncul tiap parameter. Tabel 6. Nilai Rataan dan Modus Uji Mutu Hedonik terhadap Warna, Aroma, Tekstur, Keempukan Daging Kelinci. Nilai Peubah Warna Aroma Tekstur Kekenyalan Rataan 3,5 2,4 3,3 3,8 Modus Keterangan : Warna Aroma Tekstur Kekenyalan 1. Merah 1. Sangat tidak menyengat daging kelinci 1. Kasar 1. Sangat lembek 2. Agak merah 2. Tidak menyengat daging kelinci 2. Agak kasar 2. Lembek 3. Agak pucat 3. Agak tidak menyengat daging kelinci 3. Agak halus 3. Agak kenyal 4. Pucat 4. Menyengat daging kelinci 4. Halus 4. Kenyal 5. Sangat pucat 5. Sangat menyengat daging kelinci 5. Sangat halus 5. Sangat kenyal

31 Warna Warna daging ditentukan oleh pigmen daging mioglobin, yang konsentrasinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis ternak, bangsa, jenis kelamin, umur, jenis otot, tingkat aktivitas fisik, pakan, ph dan oksigen. Warna daging adalah total impressi yang dilihat oleh mata, dan dipengaruhi oleh kondisi pemandangan. Terdapat perbedaan yang jelas diantara individu dalam persepsi tentang warna. Struktur dan tekstur otot yang terlihat juga mempengaruhi refleksi dan absorpsi cahaya (Abustam, 2009). Nilai modus uji mutu hedonik menunjukkan bahwa 47 % dari total 45 panelis menilai warna daging kelinci berwarna pucat (skala 4), nilai modus untuk parameter warna daging kelinci sama dengan nilai rataan uji mutu hedonik yang menunjukkan warna daging kelinci adalah pucat. Daging kelinci dapat dikelompokkan ke dalam golongan daging berwarna putih seperti halnya daging ayam. Daging putih mempunyai kandungan lemak yang rendah, serat yang lebih besar, mengandung lebih sedikit mioglobin, mitokondria dan enzim respirasi yang berhubungan dengan aktivitas otot rendah dengan frekuensi istirahat yang lebih sering serta kandungan glikogen yang tinggi (Lawrie, 2003). Aroma Aroma dan rasa mempengaruhi rangsangan selera dan dalam hal ini aroma dan rasa sulit dipisahkan. Perubahan aroma dan rasa antara lain dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan bakteri atau mikroba. Aroma adalah bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan (Natasasmita et al.,1987). Nilai modus uji mutu hedonik menunjukkan bahwa 49 % dari total 45 panelis menilai aroma sampel daging kelinci yakni tidak menyengat daging kelinci (skala 2), nilai modus untuk parameter aroma daging kelinci sama dengan nilai rataan uji mutu hedonik yang menunjukkan aroma daging kelinci adalah tidak menyengat daging kelinci. Menurut Hernandez et al. (1997) lemak intramuskuler merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas daging yang berhubungan langsung dengan juiceness dan aroma.

32 Tekstur Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua katagori, yaitu tekstur kasar dengan serabut yang lebih besar dan tekstur halus (Soeparno, 2005). Nilai modus uji mutu hedonik menunjukkan bahwa 44 % dari total 45 panelis menilai tekstur daging kelinci adalah halus (skala 4), nilai modus untuk parameter tekstur daging kelinci berbeda dengan nilai rataan uji mutu hedonik yang menunjukkan tekstur daging kelinci adalah agak halus. Nilai tekstur daging kelinci diambil berdasarkan nilai yang banyak muncul tiap parameter (modus). Tekstur daging yang halus kemungkinan disebabkan karena kelinci yang digunakan pada penelitian ini dipelihara dikandang individu sehingga relatif sedikit melakukan gerakan. Menurut Natasasmita et al. (1987) jumlah jaringan ikat dalam otot mempengaruhi tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak selama hewan hidup, teksturnya terlihat lebih kasar. Kekenyalan Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk kembali ke bentuk asal sebelum dipecah (Sudrajat, 2007). Nilai modus uji mutu hedonik menunjukkan bahwa 51 % dari totala 45 panelis menilai kekenyalan daging kelinci adalah kenyal (skala 4), nilai modus untuk parameter kekenyalan daging kelinci sama dengan nilai rataan uji mutu hedonik yang menunjukkan kekenyalan daging kelinci adalah kenyal. Kekenyalan dipengaruhi oleh ph, urat daging, suhu penyimpanan dan daya mengikat air daging. Seperti halnya dengan keempukan, kekenyalan juga dipengaruhi faktor antemortem dan postmortem. Faktor antemortem meliputi genetik, manajemen, jenis kelamin, dan umur, sedangkan faktor postmortem meliputi metode chilling, pelayuan, pembekuan, metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk (Soeparno, 2005). Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari, daging sehat akan memiliki konsistensi kenyal (padat).

33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sifat fisik daging kelinci pada lama postmortem 3 hingga 9 jam belum memperlihatkan perbedaan yang nyata, dengan demikian kualitas (sifat fisik) daging kelinci sampai 9 jam postmortem dapat digunakan untuk olahan produk bakso dan sosis yang mengutamakan sifat kekenyalan. Secara organoleptik daging kelinci hingga 9 jam postmortem memiliki warna pucat, aroma tidak menyengat daging kelinci, tekstur halus dan kenyal. Rataan nilai ph, DMA, keempukan dan susut masak daging kelinci masing-masing 5,67, 91,79 mg, 4,93 kg/cm 2 dan 39,56 %. Saran Pembuatan produk olahan daging kelinci khususnya produk-produk emulsi sebaiknya tidak melebihi 9 jam postmortem. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kualitas daging kelinci dengan waktu postmortem yang lebih panjang baik secara fisik maupun kimia.

34 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dalam rangka penyelesaian studi di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis sangat menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak dan Ibu tercinta, yang dengan penuh pengorbanan membiayai studi penulis, memberikan dorongan semangat, dukungan moral, kasih sayang serta do a yang tiada henti. Terima kasih kepada adik-adik tersayang (Retno dan Jalu) atas dukungan dan kasih sayangnya. Ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Hj. Komariah, M.Si dan Ir. Maman Duldjaman, MS selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan dukungan, bimbingan dan arahan selama penelitian hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Sri Rahayu, M.Si selaku dosen pembahas seminar proposal yang telah memberikan saran dan perbaikan, kepada Ir. B.N Polii, SU selaku dosen pembimbing akademik, kepada Dr. Ir. Moh Yamin, M.Agr. Sc dan Dr. Dewi Apri Astuti MS selaku dosen pembahas ujian akhir sarjana dan kepada Ir. Lucia Cyrila M.Si sebagai panitia ujian akhir sarjana serta para staf pengajar yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim penelitian Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar Edit Lessa Aditiya, S.Pt, Umar Wijayanto, S.Pt, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada Mas Dekri selaku pemilik peternakan kelinci, Ridho Andisuro, Nurrul Hikmah dan Sarjito yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam melakukan penelitian. Terimah kasih penulis ucapkan kepada kekasih tersayang Ridho Andisuro yang telah banyak memberikan dorongan semangat dan kasih sayang, sahabat terbaik (Sarwa Indah PS, Fitri Damai Yanti, Yuriski Bakti Pertiwi, Linda Susanti, Zandi Gunawan), teman-teman komunitas rumah Ijo (Nirmala Dewi, Novi Ariyanti, Silviana Novita

35 Sari, Elin Pratiwi, Amalia Mira TS, Evi Pujiastuti) yang telah memberikan keceriaan dan semangat dalam menjalani perkuliahan. Kepada seluruh teman-teman IPTP angkatan 43 yang telah banyak memberikan kenangan terindah selama perkuliahan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan memerlukannya. Bogor, Juli 2010 Penulis

36 DAFTAR PUSTAKA Aberle, E.D., J.C. Forrest, H.B. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. Abustam,E Sifat-sifat daging segar. http//cinnatalemienabustam.blogspot.com /2009/03/sifat-sifat-daging.htm [12 Maret 2010] Amerine, M.A., R.M. Pangborn, dan E.B. Roessler Principles of Sensory Evaluation of Food. Academic Press. New York. AOAC Official Method of Analysis. 13 th Analytical Chemists, washington, D.C. ed. Association of Official Bertrama. C., H. J. A., H. Anders., K. Per Hornc, H. Jakob., N. Lars., B. E. Søren Prediction of technological quality (cooking loss and Napole Yield) of pork based on fresh meat characteristics. Meat. Sci 65 : Combes, S., J. Lepitit, B. Darche., F. Lebas Effect of cooking loss temperature and cooking time on Warner Bratzler Tenderness measurement and collagen content in rabbit meat. J. Meat Sci. 66: Epley, R.J Meat tenderness nutrition/dj856.html [12 Maret 2010]. Farrel, D. J. & Y. C. Rahardjo The potential for meat production from rabbit. Central Research Institute for animal science. Bogor. Hamm, R Adv. Fd. Res. 10,355. Henckle P, Karlsson A, Oksbjerg N, Petersen JS Control of Postmortem ph decrease in Pig muscle: Experimental desigen and Testing of Animal Models. Meat Sci 55: Hernandez, P., M Pla., and A. Blasco Relationship of meat characteristics of two lines of rabbits selected for litter size and growth rate. J. Anim. Sci. 75: Honikel, K.O Reference methods for the assessment of physical characteristic of meat. Meat Sci 49: Juarini, E. Sumanto dan B. Wibowo Ketersediaan teknologi dalam menunjang pengembangan kelinci di Indonesia. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Lawrie, R. A Meat Science. 5 th Edit. Terjemahan A. Parakkasi dan A. Yudha. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lonergan, E. H., S. M. Lonergan, L. Vaske ph Relationships to Quality Attributes, Tenderness. Am. Meat Sci. Assoc. J Lukman DW, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Latif H Higiene pangan. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Mattjik, A. A & I. M. Sumertajaya Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1 edisi 2. IPB Press. Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Otot Menjadi Daging Kondisi ternak sebelum penyembelihan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING KUALITAS DAGING Dalam pengujian kualitas daging dipergunakan sampel-sampel : macam otot, penyiapan sampel. Uji fisik obyektif yang meliputi Keempukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1 DAGING Theresia Puspita Titis Sari Kusuma There - 1 Pengertian daging Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh penggunaan restraining box terhadap ph daging Hasil pengujian nilai ph dari daging yang berasal dari sapi dengan perlakuan restraining box, nilai ph rata-rata pada

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

DAGING. Pengertian daging

DAGING. Pengertian daging Pengertian daging DAGING Titis Sari Kusuma Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM Disajikan oleh : Arsidin(E1A007003), dibawah bimbingan Haris Lukman 1) dan Afriani 2) Jurusan Produksi Ternak, Fakultas

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAGING SAPI, KERBAU DAN DOMBA PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA SKRIPSI SARJITO

SIFAT FISIK DAGING SAPI, KERBAU DAN DOMBA PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA SKRIPSI SARJITO SIFAT FISIK DAGING SAPI, KERBAU DAN DOMBA PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA SKRIPSI SARJITO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Sapi Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu (Bos Indicus). Sapi Brahman Cross merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Brahman (Bos Indicus)

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI

SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI YUNITA ANGGRAENI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode 35 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2008 di Rumah Potong Hewan (RPH) Aldia-Kupang. Pengumpulan data pengukuran produktivitas karkas dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Kelinci Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci fryermerupakan karkas kelinci muda umur 2 bulan, sedangkan karkas kelinci

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI BANDAR LAMPUNG. Physical Quality of Beef from Slaughterhouses in Bandar Lampung

KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI BANDAR LAMPUNG. Physical Quality of Beef from Slaughterhouses in Bandar Lampung KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI BANDAR LAMPUNG Physical Quality of Beef from Slaughterhouses in Bandar Lampung Nikodemus Prajnadibya Kurniawan a, Dian Septinova b, Kusuma Adhianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat menguntungkan peternak di samping cara pemeliharaannya yang mudah dan sifatnya

Lebih terperinci

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN THE PHYSICAL QUALITY (WATER HOLDING CAPACITY, COOKING LOSSES, AND TENDERNESS) OF SENTUL CHICKEN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING ILMU PASCA PANEN PETERNAKAN (Kuliah TM 4; 23 Sept 2014) PROSES MENGHASILKAN DAGING TERNAK HIDUP KARKAS POTONGAN BESAR READY TO COOK Red meat White meat NAMP Meat Buyer

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN : Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal 22-28 Vol. 12 No. 1 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN DEDAK PADI TERFERMENTASI CAIRAN RUMEN TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM Effect of Rice Bran Fermented

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau (Bubalus bubalis)

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau (Bubalus bubalis) TINJAUAN PUSTAKA Kerbau (Bubalus bubalis) Kerbau termasuk ke dalam spesies Bubalus bubalis yang diduga berevolusi dari Bubalus arnee, kerbau liar dari India. Kerbau domestik sebagai suatu spesies Bubalus

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan)

DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan) DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: 1.Water Holding Capacity (WHC) 2.Water Binding Capacity (WBC) Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan) Arti penting:

Lebih terperinci

PENGARUH ENZIM PAPAIN TERHADAP MUTU DAGING KAMBING SELAMA PENYIMPANAN

PENGARUH ENZIM PAPAIN TERHADAP MUTU DAGING KAMBING SELAMA PENYIMPANAN PENGARUH ENZIM PAPAIN TERHADAP MUTU DAGING KAMBING SELAMA PENYIMPANAN (The Effect of Papain in Goat Meat Quality During Storage) AGUS BUDIYANTO dan S. USMIATI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen

Lebih terperinci

2ooG KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI

2ooG KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI 2ooG 0 17 KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI PO YANG MENDAPAT PAKAN MENGANDUNG PROBIOTIK

KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI PO YANG MENDAPAT PAKAN MENGANDUNG PROBIOTIK KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI PO YANG MENDAPAT PAKAN MENGANDUNG PROBIOTIK (Carcass Characteristics and Meat Quality of Ongole Crossbreed Cattle Given Feeds Containing Probiotic) ABUBAKAR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI SUMBA ONGOLE DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK

PRODUKTIVITAS KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI SUMBA ONGOLE DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PRODUKTIVITAS KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI SUMBA ONGOLE DENGAN PAKAN YANG MENGANDUNG PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK SKRIPSI ARIE WIBOWO NUGROHO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats) On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats) R.

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS (Rattus novergicus) YANG DIBERI PAKAN SATE DAGING DOMBA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS (Rattus novergicus) YANG DIBERI PAKAN SATE DAGING DOMBA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS (Rattus novergicus) YANG DIBERI PAKAN SATE DAGING DOMBA SKRIPSI DINI MAHARANI ARUM RIMADIANTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi Pengaruh dan terhadap Kualitas Daging Sapi Syafrida Rahim 1 Intisari Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada tahun 2008. Penelitian bertujuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam Sentul jantan berjumlah 18 ekor dan berumur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dengan lama pemeliharaan 6 minggu dan masa adaptasi 3 minggu. Penelitian ini dimulai pada akhir bulan Februari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 III.MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen (TPP) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP

SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP SIFAT FISIK DAGING DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PENAMBAHAN KULIT SINGKONG SKRIPSI ADE IRMA SURYANI HARAHAP DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu (BEEF PHYSICAL CHARACTERISTICS OF BALI AND WAGYU CATTLE) Ni Ketut Suwiti 1 *, Ni Nyoman Citra Susilawati 2, Ida Bagus Ngurah Swacita 3 1 Laboratorium Histologi

Lebih terperinci

Kualitas Fisik Daging Sapi Peranakan Simmental dengan Perlakuan Stimulasi Listrik dan Lama Pelayuan yang Berbeda

Kualitas Fisik Daging Sapi Peranakan Simmental dengan Perlakuan Stimulasi Listrik dan Lama Pelayuan yang Berbeda Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2012 Vol. 14 (3) ISSN 1907-1760 Kualitas Fisik Daging Sapi Peranakan Simmental dengan Perlakuan Listrik dan Lama Pelayuan yang Berbeda Physical Quality of Simmental

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba,

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba, II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Domba Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba, jenis kelamin, dan tingkat perlemakan. Daging domba memiliki bobot jaringan muskuler atau urat daging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA Volume 15, Nomor 2, Hal. 21-24 Juli Desember 2013 ISSN:0852-8349 KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA Ulil Amri, Iskandar dan Lambue Manalu Fakultas Peternakan Universitas Jambi

Lebih terperinci

EFEK LAMA STIMULASI LISTRIK DENGAN TEGANGAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR. Oleh: Adnan Syam 1) dan La Ode Arsad Sani 1)

EFEK LAMA STIMULASI LISTRIK DENGAN TEGANGAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR. Oleh: Adnan Syam 1) dan La Ode Arsad Sani 1) 47 EFEK LAMA STIMULASI LISTRIK DENGAN TEGANGAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR Oleh: Adnan Syam 1) dan La Ode Arsad Sani 1) ABSTRACT The objective of the experiment were to study

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen

Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen Dede Risnajati 1 Intisari Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengukuran secara obyektif untuk ph (derajat keasaman) dagingusie Reubohn dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

HASlL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengukuran secara obyektif untuk ph (derajat keasaman) dagingusie Reubohn dapat dilihat pada tabel dibawah ini : HASlL DAN PEMBAHASAN ph Daging Hasil pengukuran secara obyektif untuk ph (derajat keasaman) dagingusie Reubohn dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3. Rataan nilai ph daging "Sie Reuboh" 1 Tingkat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN (Physical Characteristics of Ongole Bulls Meat at Various Body Weight) EDY RIANTO, M.F. RAHMAWATI dan A. PURNOMOADI

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN OBIN RACHMAWAN dan MANSYUR Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jl Raya Bandung Sumedang

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8ºC) SKRIPSI WAWAN KARYADI

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8ºC) SKRIPSI WAWAN KARYADI SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8ºC) SKRIPSI WAWAN KARYADI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI

KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI oleh KURNIA MEIRINA F34102031 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KAJIAN PENGOLAHAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) SIAP SAJI Sebagai

Lebih terperinci

Gambar 1. Domba Ekor Tipis (Sumber : Dokumentasi Penelitian)

Gambar 1. Domba Ekor Tipis (Sumber : Dokumentasi Penelitian) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba Domba tergolong pada kingdom Animalia (hewan), filum chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui) ordo Arthiodactyla (hewan berkuku genap)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2011 untuk pemeliharaan dan bulan Oktober sampai November 2011 untuk analisis komponen karkas dan sifat fisik

Lebih terperinci

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging Daging adalah urat daging yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi yang sehat sewaktu dipotong (Standar

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING. Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN

PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING. Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN Daging biasanya kalau diolah memerlukan waktu yang lama dan hasil akhir dari proses pengolahan daging yang diinginkan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI DAGING ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP 2011 OUTLINES PENDAHULUAN KUALITAS PENYIMPANAN DAN PRESERVASI PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING OLAHAN DAGING PENDAHULUAN DAGING SEMUA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING ILMU PASCA PANEN PETERNAKAN KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING KELAS B Juni Sumarmono, PhD Ir. Kusuma Widayaka, MS SEMESTER GASAL 207/2018 Kuliah TM 4 Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

KEEMPUKAN, SUSUT MASAK, DAYA MENGIKAT AIR DAN ph DAGING DOMBA JANTAN MUDA PADA LAMA PENGGEMUKAN SATU, DUA DAN TIGA BULAN SKRIPSI GALUH KUSUMASTUTI

KEEMPUKAN, SUSUT MASAK, DAYA MENGIKAT AIR DAN ph DAGING DOMBA JANTAN MUDA PADA LAMA PENGGEMUKAN SATU, DUA DAN TIGA BULAN SKRIPSI GALUH KUSUMASTUTI KEEMPUKAN, SUSUT MASAK, DAYA MENGIKAT AIR DAN ph DAGING DOMBA JANTAN MUDA PADA LAMA PENGGEMUKAN SATU, DUA DAN TIGA BULAN SKRIPSI GALUH KUSUMASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAGING KERBAU PADA UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI WENY ROSMAYA

SIFAT FISIK DAGING KERBAU PADA UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI WENY ROSMAYA SIFAT FISIK DAGING KERBAU PADA UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI WENY ROSMAYA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN Weny

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEEMPUKAN DAYA MENGIKAT AIR DAN COOKING LOSS DAGING SAPI PESISIR HASIL PENGGEMUKAN

KEEMPUKAN DAYA MENGIKAT AIR DAN COOKING LOSS DAGING SAPI PESISIR HASIL PENGGEMUKAN KEEMPUKAN DAYA MENGIKAT AIR DAN COOKING LOSS DAGING SAPI PESISIR HASIL PENGGEMUKAN (Tenderness Water Holding Capacity and Cooking Loss of Fattened Pesisir Cattle) KHASRAD Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Landak Jawa (Hystrix javanica)

TINJAUAN PUSTAKA. Landak Jawa (Hystrix javanica) TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Klasifikasi Ilmiah Menurut International Union for The Conservation of Nature tahun 2009 (Lunde dan Aplin, 2008), klasifikasi ilmiah dari landak jawa adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam Hasil pengamatan daya ikat air naget ayam dengan tiga perlakuan penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

KUALITAS DAGING SAPI SEGAR DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

KUALITAS DAGING SAPI SEGAR DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG KUALITAS DAGING SAPI SEGAR DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG The Quality of Beef on Traditional Market in Poncokusumo Subdistricts Malang Regency Dedes Amertaningtyas 1 1) Bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI R. MOCH.

KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI R. MOCH. KARAKTERISTIK FISIK DAN ORGANOLEPTIK TORTILLA CORN CHIPS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PUTIH TELUR SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI R. MOCH. TAUFIK HIDAYAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso Effect of Manila Duck Meat and Cassava Powder on Chemical Composition and Organoleptic Properties

Lebih terperinci