Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di Kabupaten Sleman. Ajeng Fara Nandya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di Kabupaten Sleman. Ajeng Fara Nandya"

Transkripsi

1 Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Hinterland di Kabupaten Sleman Ajeng Fara Nandya Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Jl. Prawiro Kuat, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Abstrak Dalam suatu pemerintahan daerah, penting untuk mengetahui daerah yang memiliki potensi untuk dijadikan pusat pertumbuhan. Karena dengan ditentukannya pusat pertumbuhan, maka akan lebih mudah dalam mempercepat pembangunan daerah. Semakin majunya wilayah pusat pertumbuhan maka wilayah hinterland atau wilayah pendukung juga akan semakin maju. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dan wilayah hinterland di Kabupaten Sleman. Hal tersebut dapat dianalisis menggunakan skalogram dan analisis gravitasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Kecamatan Depok menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman. Namun ada halhal yang perlu ditingkatkan untuk menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, yaitu penambahan fasilitas-fasilitas di beberapa kecamatan yang diproyeksikan sebagai pusat pertumbuhan. Kata Kunci : Pusat Pertumbuhan, Hinterland, Skalogram, Gravitasi

2 PENDAHULUAN Banyaknya permasalahan dan hal-hal yang perlu dibenahi dan ditingkatkan akan memberatkan usaha pemerintah pusat jika tidak dibantu oleh pemerintah-pemerintah daerah yang lebih mengenal tentang daerahnya masing-masing. Seperti topografi, kelemahan maupun kurangnya kelengkapan fasilitas yang dimiliki dan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Solusi untuk meningkatkan pembangunan secara serentak di daerah-daerah adalah dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah tentang desentralisasi. Dengan adanya desentralisasi maka pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk meningkatkan pembangunan daerahnya masing-masing. Dengan menggali potensi yang ada, serta meningkatkan fasilitas yang belum mencukupi, diharapkan dapat mempercepat pembangunan di Indonesia. Solusi untuk mempercepat pembangunan adalah dengan menentapkan pusat pertumbuhan pada wilayah tersebut. Diharapkan daerah pusat pertumbuhan dapat menimbulkan spillover effect positif pada daerah belakangnya atau hinterland dari daerah pusat pertumbuhan. Berbagai kelengkapan fasilitas yang dimiliki daerah pusat seperti sekolah, rumah sakit, puskesmas, pasar, supermarket, terminal, tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang bermukim di daerah pusat saja, tetapi masyarakat yang berasal dari hinterland juga bisa memanfaatkannya (Utari, 2015). Infrastruktur dan fasilitas sangatlah berperan dalam peningkatan perekonomian masyarakat maupun pembangunan wilayah. Juga berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesenjangan antar wilayah. Semakin lengkap fasilitas yang dimiliki oleh suatu daerah maka masyarakat dapat lebih mudah dalam mengaksesnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang ada. Kabupaten Sleman merupakan bagian dari wilayah Yogyakarta yang terkenal sebagai Kota Pelajar di Indonesia. Banyaknya fasilitas pendidikan dengan kualitas baik yang terdapat di Sleman merupakan daya tarik bagi masyarakat yang berasal dari luar wilayah Kota Yogyakarta untuk datang dan menimba ilmu. Dari BPS Kabupaten Sleman, didapati Kabupaten Sleman memiliki 41 perguruan tinggi, merupakan angka yang besar pada sarana pendidikan. Banyaknya jumlah universitas di Kabupaten Sleman menimbulkan tingginya tingkat imigran yang datang untuk berkuliah di universitas-universitas di Kabupaten Sleman. Hal tersebut menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk dan kepadatan penduduk, seperti terdapat pada tabel berikut,

3 Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Km 2 menurut Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2015 No Kecamatan / Ditricts Luas Wilayah / Total Area (Km 2 ) Banyaknya Penduduk / Population Kepadatan Penduduk Per Km 2 / Population Density per Km 2 1 Moyudan 27, Minggir 27, Seyegan 26, Godean 26, Gamping 29, Mlati 28, Depok 35, Berbah 22, Prambanan 41, Kalasan 35, Ngemplak 35, Ngaglik 38, Sleman 31, Tempel 32, Turi 43, Pakem 43, Cangkringan 47, Jumlah / Total 574, Sumber : Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2016 BPS Kabupaten Sleman Migrasi Penduduk per kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2015 No Kecamatan/ Lahir / Born Datang / In Pindah / Out Mati / Death Districts Migration Migration 1 Moyudan Minggir Seyegan Godean Gamping Mlati Depok Berbah Prambanan Kalasan Ngemplak Ngaglik Sleman Tempel Turi Pakem Cangkringan Jumlah / Total Tahun / Year Tahun / Year Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil BPS Kabupaten Sleman Dengan makin banyaknya jumlah penduduk di Kabupaten Sleman, perlu untuk melakukan peningkatan fasilitas sebagai pendorong kegiatan ekonomi maupun pelayanan terhadap masyarakat. Fasilitas yang dimiliki oleh tiap kecamatan pasti berbeda-beda.

4 Perbedaan fasilitas tersebut akan menjadi hierarki penentuan wilayah pusat pertumbuhan. Kecamatan yang memiliki fasilitas yang paling lengkap akan menjadi wilayah pusat pertumbuhan. Dan kecamatan yang fasilitasnya kurang, akan menjadi hinterland atau wilayah pendukung bagi wilayah pusat. Dalam meningkatkan pertumbuhan wilayah, hal tersebut penting untuk diketahui sehingga dapat menyusun rencana ataupun proyek yang cocok untuk dikembangkan pada masing-masing kecamatan. Penentuan wilayah pusat pertumbuhan dan hinterland dapat diketahui dengan menggunakan analisis skalogram. Serta analisis gravitasi digunakan untuk melihat keterkaitan atau interaksi pada tiap-tiap kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dengan kecamatan sebagai hinterland. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pencapaian suatu kecamatan ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman dibandingan keadaan sebenarnya? 2. Bagaimana tingkat ketersediaan fasilitas publik pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Sleman? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pencapaian penentuan suatu kecamatan ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman. 2. Untuk menganalisis tingkat ketersediaan fasilitas publik pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Sleman. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Kajian Pustaka Dalam melakukan penelitian, selain menggunakan teori-teori, juga digunakan hasilhasil penelitian sebelumnya sebagai acuan dan gambaran dalam melakukan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Gulo (2015). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Nias. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil dari analisis dengan menggunalan skalogram bahwa di Kabupaten Nias yang menjadi pusat pertumbuhan utama adalah Kecamatan Gido, pusat pertumbuhan kedua adalah Kecamatan Idanogawo dan pusat pertumbuhan ketiga yaitu Kecamatan Botomuzoi. Kecamatan Gido dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan utama karena memiliki fasilitas yang paling lengkap serta memiliki fungsi yang lebih besar dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain. Semakin lengkap fasilitas ekonomi dan sosial yang dimiliki maka akan menarik minat masyarakat untuk untuk beraktivitas di wilayah tersebut. Penelitian oleh Nainggolan (2013), bertujuan untuk menemukan pusat pertumbuhan di Kabupaten Simalungun dan melihat hubungan antara daerah pusat bertumbuhan dengan daerah pinggirannya (hinterland). Hasil dari analisis skalogram didapatkan 30 jenis fasilitas dari keseluruhan fasilitas yang berada di Kabupaten Simalungan. Hasil analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut menunjukkan ada 5 kecamatan yang menjadi pusat

5 pertumbuhan yaitu Kecamatan Siantar dengan Kecamatan Gunung Malela sebagai hinterlandnya, Kecamatan Bandar dengan hinterlandnya Kecamatan Pematang Bandar, Kecamatan Tanah Jawa dengan hinterlandnya Kecamatan Hatonduhan, Kecamatan Raya dengan Kecamatan Panei sebagai daerah hinterland, dan Kecamatan Bosar Maligas dengan Kecamatan Bandar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Utari (2015), bertujuan untuk mengetahui karakteristik Kota Yogyakarta dan mengetahui kecamatan-kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dilihat dari kelengkapan fasilitas yang tersedia yang disesuaikan dengan pusat pertumbuhan Kota Yogyakarta. Penelitian menggunakan alat analsisi skalogram. Dari hasil penelitian menunjukkan terdapat ketidaksesuaian hasil analisis skalogram dengan kecamatan yang diproyeksikan untuk menjadi pusat kota dalam RTRW Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta memroyeksikan Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Gondomanan dan Kecamatan Danurejan sebagai pusat pertumbuhan. Namun hasil analisis menunjukkan bahwa Kecamatan Umbulharjo dan Kecamatan Gondokusuman memiliki fasilitas yang lebih baik daripada kecamatan-kecamatan lain walaupun Kecamatan Umbulharjo dan Kecamatan Gondokusuman bukanlah kecamatan yang diproyeksikan untuk menjadi pusat pertumbuhan di Kota Yogyakarta. Penelitian oleh Danastri (2011), bertujuan untuk mengetahui kekuatan interaksi antar daerah di Kecamatan Harjamukti, menganalisis kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam mengembangkan pusat pertumbuhan, serta untuk mengetahui wilayah pembangunan mana saja yang dapat ditetapkan sebagai kutub pertumbuhan untuk mendorong pembangunan wilayah Kecamatan Harjamukti. Metode analisis yang digunakan dengan analisis basis ekonomi secara survey primer, analisis gravitasi, analisis skalogram, dan metode overlay. Dari hasil analisis menggunakan gravitasi, dapat diketahui bahwa semua kelurahan yang ada di Kecamatan Harjamukti memiliki interaksi kuat dengan pusat Kecamatan Harjamukti, yaitu Kelurahan Kalijaga. Dengan analisis skalogram, dapat diurutkan kelurahan dengan fasilitas terlengkap adalah Kelurahan Kecapi, Kelurahan Harjamukti, Kelurahan Kalijaga, Kelurahan Larangan, dan Kelurahan Argasunya sebagai kelurahan dengan jumlah fasilitas paling sedikit. Hasil dari analisis basis ekonomi menunjukkan bahwa potensi daerah yang ada di Kecamatan Harjamukti adalah perdagangan dan jasa, dengan beberapa daerah memiliki potensi untuk dijadikan lahan peternakan dan perkebunan. Dengan teknik overlay, Kelurahan Kecapi merupakan kelurahan dengan kelengkapan fasilitas tertinggi, interaksi tertinggi dan memiliki potnesi perdagangan dan jasa sesuai dengan visi misi Kota Cirebon. Dan Kelurahan Argasurnya sebagai wilayah yang memiliki kelengkapan fasilitas paling rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Habib (2016), bertujuan untuk mengetahui kecamatan mana yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Tulang Bawang Barat dan hubungan interkasi antara pusat pertumbuhan dengan kawasan hinterland. Penelitian dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dan indeks gravitasi. Hasil yang dapat adalah Kecamatan Tulang Bawang Tengah sebagai ibukota dan pusat pemerintahan dari Kabupaten Tulang Bawang Barat, menjadi pusat pertumbuhan dengan tiga daerah hinterland yaitu Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kecamatan Tumijajar dan Kecamatan Pagara Dewa. Interkasi paling kuat dengan pusat pertumbuhan didapatkan dari Kecamatan Tulang Bwang Udik yang lokasinya lebih dekat dengan Kecamatan Tulang Bawang Tengah, dengan nilai interaksi sebesar ,09. Sedangakn kekuatan interkasi dengan Kecamatan Tulang Bawang Tengah

6 dengan Kecamatan Tumijajar sebesar ,9, dan kekuatan interaksi dengan Kecamatan Pagar Dewa sebesar ,47. Landasan Teori Teori Pusat Pertumbuhan Teori pusat pertumbuhan atau Growth Poles Theory diperkenalkan oleh ekonom asal Perancis, Francis Perroux. Sjafrizal (2008) menjelaskan teori Perroux tentang pole croisanse atau pole de development yang artinya pusat pertumbuhan sebagai perangkat industri-industri yang sedang mengalami perkembangan dan berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjut dari kegiatan ekonomi melalui daerah pengaruhnya. Juga dikatakan bahwa growth does not growth, hal tersebut ditemukannya dalam analisisnya terhadap industri kendaraan yang cenderung terkelompok pada daerah tertentu. Dengan begitu pertumbuhan ekonomi cenderung terkonsentrasi pada daerah tertentu yang didorong oleh adanya keuntungan aglomerasi (Aglomeration Economies) yang timbul karena adanya konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut. Munculnya beberapa konsentrasi tersebut kegiatan ekonomi tersebut selanjutnya mendorong pula pada peningkatan efisiensi kegiatan ekonomi yang berdampak positif pada pembangunan ekonomi nasional. Skala ekonomi yang ditemukan di kota-kota terbesar akan memberikan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi, dukungan komersial, administrasi dan infrastruktur layanan yang dibutuhkan oleh industri untuk beroperasi secara efisien, dan membawa diversifikasi pertumbuhan ekonomi (Rondinelli, 1985) Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral dikemukakan oleh seorang ahli geografi Jerman yaitu Walter Christaller. Hartono (2007) menjelaskan teori Christaller tentang kota sentral yang merupakan pusat bagi daerah sekitarnya yang menjadi penghubung perdagangan dengan wilayah lainnya. Apabila sebuah tempat mempunyai berbagai fungsi sentral untuk daerahdaearah disekitarnya yang kurang begitu penting, daerah tersebut dinamakan tempat sentral tingkat tinggi. Adapun sebuah tempat yang hanya merupakan pusat bagi kegiatan setempat dinamakan tempat sentral rendah. Konsep dasar dari teori tempat sentral menurut Christaller sebagai berikut, a. Population Threshold yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk melancarkan dan kesinambungan unit. b. Range (Jangkauan) yaitu jarak maksimum yang diperlukan untuk ditempuh penduduk untuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dari tempat pusat. Menurut Christaller setiap orde memiliki wilayah heksagonal sendiri-sendiri. Bentuk pola pelayanan heksagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal efisiensi transportasi, pemasaran dan administrasi (Hagget, 2001). Kota sebagai pusat pelayanan diharapkan memiliki fasilitas pelayanan seperti, a. Pusat dan pertokoan sebagai fokus point dari suatu kota. b. Saranan dan prasarana transportasi. c. Tempat rekreasi dan olahraga. d. Sarana pendidikan, kesehatan, obyek wisata.

7 Dengan demikian kota menyediakan segala fasilitas bagi kehidupan baik sosial maupun ekonomi, sehingga baik tempat tinggal maupun bekerja dan berkreasi dapat dilakukan didalam kota (Jayadinata, 1992). Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional Konsep teori Hirschman yang dipaparkan oleh Sjafrizal (2008), menyatakan bahwa lebih mengutamakan perhatiannya pada pertumbuhan wilayah tidak seimbang. Dimana secara geografis pertumbuhan ekonomi wilayah akan dipengaruhi oleh kemajuan-kemajuan di suatu wilayah pada satu titik tempat yang menimbulkan dorongan ke arah perkembangan titik-titik atau tempat-tempat berikutnya. Perkembangan suatu wilayah dimulai dari satu titik original yang disebut dengan growing point atau growing center sebelum akhirnya tersebar ke berbagai wilayah lainnya. Teori Hirschman melihat tingkat pembangunan di suatu wilayah cenderung tercapai pada beberapa titik pertumbuhan. Dimana kegiatan atau aktivitas ekonomi lebih lebih berpusat pada daerah tersebut karena ketersediaan dan kelengkapan fasilitas pelayanan dibandingkan tempat lainnya. Dampaknya akan terjadi peningkatan migrasi dari daerah luar ke daerah growing center. Teori Gravitasi Teori gravitasi pertama kali diperkenalkan dalam ilmu fisika oleh Sir Issac Newton. Utoyo (2007) memaparkan inti dari teori gravitasi bahwa dua buah benda yang memiliki massa tertentu akan memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda tersebut. Model gravitasi Newton kemudian diterapkan oleh W. J. Reilly, seorang ahli geografi untuk mengukur kekuatan nteraksi keruangan antar dua wilayah atau lebih. Berdasar hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut. Teori gravitasi ini dapat digunakan untuk menganalisis besarnya pengaruh interaksi antar wilayah yang berdekatan secara kuantitatif, dengan asumsi bahwa suatu wilayah sebagai benda dan jumlah penduduk dari wilayah yang bersangkutan sebagai massanya. Besarnya kekuatan interaksi dapat diwujudkan dalam bentuk besarnya perpindahan atau transportasi dan komunikasi antara dua wilayah. Wujud dari perpindahan tersebut dapat berbentuk orang, barang, jasa, ataupun berupa informasi (Hartono, 2007). Perbandingan potensi interaksi antar wilayah dengan memanfaatkan formula yang dikemukakan Reilly dalam buku Utoyo (2007) dapat diterapkan jika kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan memenuhi persyaratan tertentu sebagai berikut. a. Kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencaharian, mobilitas, dan kondisi sosial-budaya penduduk setiap wilayah yang dibandingkan relatif memiliki kesamaan. b. Kondisi alam setiap wilayah relatif sama, terutama berkaitan dengan kondisi topografinya. c. Keadaan sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah yang dibandingkan relatif sama.

8 Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 Pasal 1 angka 5, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Tujuan umum kebijakan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kualitas keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa yang beragam di Indonesia yang utuh. Adapun tujuan khusus adalah, a. Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan maupun implementasinya sehingga terwujud suatu pemerintahan lokal yang bersih, efisien, transparan, responsif, dan akuntabel. b. Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat akan urgensi keterlibatan mereka dalam proses pemerintahan lokal dan kontribusinya bagi tegaknya oemerintahan nasional yang kokoh dan sah. c. Memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka secara langsung dan demokratis. d. Membangun kesalingpercayaan antar masyarakat di satu pihak, dan antara masyarakat dan pemerintah di pihak lain. Haris memaparkan peranan Smith tentang pemerintah di daerah yang dijalankan secara demokratis akan memberikan ruang yang lebih besar kepada masyarakat untuk ikut menuangkan kedaulatannya. Hal ini bukan saja akan memperkuat proses demokrasi lokal, tetapi juga memberikan kontribusi bagi demokrasi dan integrasi nasional (Haris dkk, 2006). Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun , kebijakan tersebut bertujuan untuk, a. Untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Sleman dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan. b. Agar pemanfaatan ruang lebih bijaksana maka perlu dirumuskan penetapan struktur dan pola ruang wilayah, kebijakan dan strategi pengembangan serta pengelolaannya dalam rencana tata ruang wilayah. Pengembangan sistem perkotaan Kabupaten Sleman sebagaimana dalam pasal 6 huruf a yaitu, a. Pusat Kegiatan Nasional atau PKN, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasioanl, nasional, atau beberapa provinsi. b. Pusat Kegiatan Wilayah atau PKW, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten / kota. c. Pusat Kegiatan Lokat atau PKL, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. d. Pusat Pelayanan Kawasan atau PPK, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

9 e. Pusat Pelayanan Lingkungan atau PPL, adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Pada bab III pasal 5, tertulis bahwa rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Sleman terdiri dari pengembangan sistem pusat kegiatan, dan pengembangan sistem pusat jaringan prasarana. Pengembangan sistem pusat kegiatan yang dimaksudkan dalam pasal 5 terdiri atas pengembangan sistem perkotaan kabupaten dan pengembangan sistem pedesaan kabupaten. Berikut adalah daftar daerah pengembangan sistem perkotaan Kabupaten Sleman: a. PKN berupa kawasan perkotaan kabupaten yang berada di dalam KPY meliputi: 1. Kawasan perkotaan Kecamatan Gamping, meliputi: a) Desa Ambarketawang b) Desa banyuraden c) Desa Nogotirto d) Desa Trihanggo 2. Kawasan perkotaan Kecamatan Godean meliputi Desa Sidoarum. 3. Kawasan perkotaan Kecamatan Mlati, meliputi: a) Desa Sendangadi b) Desa Sinduadi 4. Kawasan perkotaan Kecamatan Depok, meliputi: a) Desa Caturtunggal b) Desa Maguwoharjo c) Desa Condongcatur 5. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngemplak, meliputi Desa Wedomartani. 6. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngaglik, meliputi: a) Desa Sariharjo b) Desa Sinduharjo c) Desa Minomartani b. PKW berada di Kecamatan Sleman c. PKL meliputi, 1. Kawasan perkotaan Kecamatan Godean 2. Kawasan perkotaan Kecamatan Prambanan 3. Kawasan perkotaan Kecamatan tempel 4. Kawasan perkotaan Kecamatan pakem d. PPK meliputi, 1. Kawasan perkotaan Kecamatan Moyudan 2. Kawasan perkotaan Kecamatan Minggir 3. Kawasan perkotaan Kecamatan Seyegan 4. Kawasan perkotaan Kecamatan Mlati 5. Kawasan perkotaan Kecamatan Berbah 6. Kawasan perkotaan Kecamatan Kalasan 7. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngemplak 8. Kawasan perkotaan Kecamatan Ngaglik 9. Kawasan perkotaan Kecamatan Turi 10. Kawasan perkotaan Kecamatan Cangkringan

10 METODE PENELITIAN Jenis dan Pengumpulan Data Pada penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif untuk melihat wilayah kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman, serta menganalisis fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Sleman. Jenis data yang diteliti adalah data sekunder, yaitu data yang didapatkan dari sumber lain. Dalam penelitian ini data yang didapatkan berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sleman dengan media internet. Untuk melakukan analisis pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data tentang jumlah fasilitas-fasilitas sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh 17 kecamatan yang berada di Kabupaten Sleman. Nama kecamatan-kecamatan tersebut yaitu 1. Kecamatan Cangkringan 2. Kecamatan Pakem 3. Kecamatan Turi 4. Kecamatan Tempel 5. Kecamatan Ngaglik 6. Kecamatan Ngemplak 7. Kecamatan Berbah 8. Kecamatan Depok 9. Kecamatan Godean 10. Kecamatan Sleman 11. Kecamatan Gamping 12. Kecamatan Kalasan 13. Kecamatan Prambanan 14. Kecamatan Moyudan 15. Kecamatan Mlati 16. Kecamatan Seyegan 17. Kecamatan Minggir Dari tiap kecamatan akan dilihat apa saja fasilitas yang tersedia, serta berapa banyak jumlahnya. Jenis-jenis fasilitas yang dilihat antara lain, 1. Sarana pemerintahan 2. Sarana pendidikan 3. Sarana kesehatan 4. Tempat ibadah 5. Fasilitas olah raga 6. Sarana perekonomian Metode Analisis Analisis Skalogram Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skalogram. Skalogram adalah alat analisis untuk mengidentifikasi pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimiliki, sehingga dapat ditentukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah (Rondinelli, 1985). Analisis ini digunakan untuk melihat jumlah dan jenis fasilitas yang berada pada tiap kecamatan di Kabupaten Sleman. Dari jumlah ketersediaan fasilitas tersebut dapat ditentukan kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman adalah kecamatan yang paling lengkap fasilitasnya. Sedangkan kecamatan yang ketersediaan fasilitasnya kurang lengkap akan menjadi wilayah hinterland atau wilayah pendukung. Rumus yang digunakan

11 untuk mencari banyak kelas pada setiap kecamatan sebagai pusat pertumbuhan sebagai berikut, k = 1 + 3,3 log n Keterangan: k = banyak kelas n = banyak kecamatan selanjutnya menentukan besarnya interval kelas atau range dengan rumus sebagai berikut, Keterangan: A = jumlah fasilitas tertinggi B = jumlah fasilitas terendah k = banyak kelas Range = A B k Langkah terakhir dalam melakukan analisis skalogram adalah dengan menghitung Coeffisien of Reproducibility atau COR, yang memiliki fungsi untuk menguji kelayakan analisis skalogram. Penelitian dengan analisis skalogram dapat dikatakan layak jika nilai COR sebesar 0,9 sampai dengan 1. Cor dihitung dengan rumus seperti dibawah, (CR)= 1 e Nxk Keterangan: CR : tingkat kesalahan e : Jumlah kesalahan N : Jumlah fasilitas K : Jumlah kecamatan Analisis Gravitasi Analisis gravitasi digunakan untuk melihat besarnya daya tarik suatu potensi yang berada pada suatu lokasi, kaitan potensi suatu lokasi dengan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut (Utoyo, 2007). Rumus gravitasi adalah sebagai berikut, A ij = k P i. P j d ij b Keterangan : A ij = Besarnya interaksi wilayah i dengan wilayah j Pi = Jumlah penduduk di wilayah i, dalam ribuan jiwa Pj = jumlah penduduk di wilayah j, dalam ribuan jiwa d ij = Jarak dari wilayah i dengan wilayah j, dalam kilometer k = Angka konstanta empiris, bernilai 1 b = Pangkat dari d ij yang sering digunakan b=2

12 Untuk melihat keterkaitan atau interaksi antara kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dengan kecamatan yang menjadi hinterland atau wilayah pendukungnya Analisis skalogram digunakan untuk menganalisis dan menentukan hierarki atau kelasnya. Analisis tersebut dapat dilakukan dengan melihat jenis fasilitas dan jumlah fasilitas yang berada di tiap-tiap kecamatan, dan dalam penelitian ini adalah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman. Jumlah fasilitas tersebut digunakan sebagai penentuan dalam menempatkan suatu lokasi menjadi pusat pertumbuhan dan lokasi sebagai daerah hinterland atau daerah belakangnya. Tabel Kesimpulan Data Jumlah Fasilitas Kabupaten Sleman Tahun 2015 Kecamatan Jumlah Unit Fasilitas Jumlah Pemerin tahan Pendidi kan Tempat Ibadah Kesehata n Olahraga Perekono mian Total Berbah Cangkringan * 3* 211* Depok Gamping * * Godean * * Kalasan Minggir * * Mlati * * Moyudan * 8* 652* Ngaglik Ngemplak * 4* 456* Pakem Prambanan * 570* Seyegan Sleman * 28* 473* Tempel Turi Pada tabel perhitungan skalogram, yang memberikan angka 1 pada jenis fasilitas yang dimiliki oleh kecamatan, dan memberikan angka 0 pada fasilitas yang tidak tersedia pada kecamatan tersebut.

13 Tabel 4.8 Tabel Skalogram Kecamatan Jenis Fasilitas Pemerintahan Pendidikan Kesehatan Berbah Cangkringan Depok Gamping Godean Kalasan Minggir Mlati Moyudan Ngaglik Ngemplak Pakem Prambanan Seyegan Sleman Tempel Turi

14 Lanjutan Tabel 4.8 Tabel Skalogram Kecamatan Jenis Fasilitas Jumlah Tempat Ibadah Olahraga Ekonomi Berbah Cangkringan Depok Gamping Godean Kalasan Minggir Mlati Moyudan Ngaglik Ngemplak Pakem Prambanan Seyegan Sleman Tempel Turi

15 Keterangan tabel: Sarana Pemerintahan 1 : Kantor Camat 2 : Kantor Desa 3 : Balai Desa 4 : Polsek 5 : Koramil 6 : KUA Sarana Pendidikan 7 : TK 8 : SD 9 : SLTP 10 : SMA 11 : Perguruan Tinggi Sarana Kesehatan 12 : Poliklinik / Rumah Sakit 13 : Puskesmas 14 : Puskesmas Pembantu 15 : RS. Bersalin 16 : Tempat Praktek Dokter 17 : Pos KB Desa Tempat Ibadah 18 : Masjid 19 : Mushola / Surau 20 : Gereja 21 : Pura 22 : Wihara Sarana Olahraga 23 : Sepak Bola 24 : Bola Volly 25 : Bulu Tangkis 26 : Bola Basket 27 : Tenis Meja 28 : Tenis lapangan Sarana Ekonomi 29 : Pasar Umum 30 : Pertokoan Kios / Warung 31 : KUD, Bank, BPR Selanjutnya adalah menghitung dengan menggunakan metode Struges untuk menentukan orde-orde dari pusat pertumbuhan. Jumlah Orde = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 17 = 1 + 3,3 (1, ) = 1 + 4, = 5, Jumlah orde dalam penelitian ini sebesar 5, yang dibulatkan menjadi 5 kelas atau orde untuk kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman. Selanjutnya adalah menentukan interval kelas atau range untuk 5 orde yang telah dihitung sebelumnya. Yaitu dengan rumus, Range = Range = Range = 1 Jumla Fasilitas tertinggi Jumla fasilitas terenda Banyak Kelas atau Orde Didapatkan interval kelas atau range sebesar 1, dengan jumlah kelas atau orde sebanyak 5, maka dapat dibuat tabel orde seperti dibawah,

16 Tabel Orde dan Range Orde Range Orde I Orde II Orde III Orde IV Orde V Langkah terakhir dalam melakukan analisis skalogram adalah dengan menghitung tingkat kesalahan atau disebut Coefficient of Redductbility (COR). (CR)= 1 e Nxk (CR) = x 17 (CR) = 1 0,0910 (CR) = 0,908 Dari perhitungan tersebut menunjukkan tingkat kesalahan sebesar 0,908, berada diantara 0,9 1 atau lebih dari 90%, sehingga analisis skalogram pada fasilitas-fasilitas di tiap kecamatan di Kabupaten Sleman ini dianggap sudah layak.berikut adalah tabel hasil akhir dari analisis skalogram yang menunjukkan urutan kecamatan berdasarkan orde atau kelasnya. Hierarki Pusat Pertumbuhan Kecamatan berdasarkan Analisis Skalogram di Kabupaten Sleman Tahun 2015 Peringkat Kecamatan Jumlah Jumlah Jenis Jumlah Unit Orde Kota Hierarki Penduduk Fasilitas Fasilitas 1 Depok Orde I 2 Ngaglik Orde II 3 Seyegan Orde II 4 Kalasan Orde II 5 Pakem Orde II 6 Berbah Orde II 7 Prambanan * Orde II 8 Gamping * Orde II 9 Mlati * Orde II 10 Sleman * Orde II 11 Godean * Orde II 12 Ngemplak * Orde II 13 Tempel Orde III 14 Moyudan * Orde III 15 Minggir * Orde III 16 Cangkringan * Orde III 17 Turi Orde IV Sumber: Kecamatan dalam Angka 2015, diolah BPS Kabupaten Sleman Keterangan *: Terdapat ketidaklengkapan data Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah fasilitas dari masing-masing kecamatan pada enam kelompok fasilitas yang berbeda, serta jumlah total dari semua unit fasilitas tiap

17 kecamatan. Dapat diketahui yang termasuk dalam orde I adalah kecamatan dengan jumlah unit fasilitas terbanyak sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. Dalam hasil analisis skalogram dalam tabel diketahui yang terdapat pada orde I hanya satu kecamatan saja, artinya hanya satu kecamatan yang memenuhi kriteria sebagai kecamatan pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman. Kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhanadalah Kecamatan Depok dengan jumlah jenis fasilitas terlengkap dibandingkan kecamatan lain yaitu 30 jenis fasilitas, dan dengan jumlah unit fasilitas sebanyak 1417 dengan data yang lengkap. Jumlah penduduk tahun 2015 pada Kecamatan Depok juga merupakan jumlah penduduk tertinggi kedua, dibandingkan kecamatan yang lain, sehingga memang tepat dengan penyediaan jenis fasilitas yang lengkap. Pada orde II terdapat dua jumlah jenis fasilitas, yaitu kecamatan dengan jumlah jenis fasilitas sebanyak 29 dan jumlah jenis fasilitas sebanyak 28. Kecamatan yang memiliki jumlah jenis fasilitas sebanyak 29 adalah Kecamatan Ngaglik dan Kecamatan Seyegan. Kedua kecamatan tersebut sangat berpotensi untuk menjadi pusat pertumbuhan kedua dan pusat pertumbuhan ketiga. Kecamatan Ngaglik memiliki jumlah unit fasilitas terbanyak bahkan melebihi jumlah unit fasilitas Kecamatan Depok, yaitu sebanyak Jumlah tersebut sangat sepadan dengan tingginya jumlah penduduk pada Kecamatan Ngaglik menurut data BPS tahun Jumlah unit fasilitas yang dimiliki Kecamatan Ngaglik jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah unit fasilitas yang dimiliki Kecamatan Depok, namun karena jumlah jenis fasilitas yang dimiliki Kecamatan Depok sedikit lebih banyak dari Kecamatan Ngaglik, maka peringkat hierarki Kecamatan Depok berada diatas Kecamatan Ngaglik. Kecamatan Seyegan hanya memiliki 443 unit fasilitas, jumlah tersebut jauh dibandingkan kecamatan-kecamatan yang ada pada peringkat hierarki dibawahnya. Jumlah jenis fasilitas Kecamatan Seyegan yang tinggi adalah penentu tingkatan hierarkinya. Pada orde II dan orde III mayoritas hasil analisis merupakan data yang tidak lengkap. Pada orde II terdapat tujuh kecamatan yang memiliki ketidaklengkapan data dari jumlah total 11 kecamatan, sedangkan orde III didapatitiga diantara empat kecamatan tidak memiliki kelengkapan data. Ada kemungkinan untuk terjadinya pergeseran jika didapatnya data yang lengkap. Jumlah penduduk yang tinggi pada Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping merupakan indikator untuk mengimbanginya dengan jumlah unit dan jenis fasilitas yang memadahi, hasil analisis skalogram dengan data yang tidak lengkap menunjukkan kedua kecamatan tersebut masuk kedalam orde II dengan jumlah fasilitas yang rendah jika dibandingkan jumlah penduduknya. Tingginya jumlah penduduk kemungkinan fasilitas yang tersedia pun memiliki jumlah yang jauh lebih banyak daripada yang terdata oleh BPS Kabupaten Sleman.Jika mendapatkan data secara lengkap, hasil analisis skalogram ini masih dapat berubah, dan dapat merubah kecamatan-kecamatan menurut ordenya. Kecamatan yang terdapat pada orde IV bisa berubah masuk kedalam kelompok orde III ataupun orde II. Tetapi pada Kecamatan Depok yang dalam penelitin ini memenuhi syarat sebagai pusat pertumbuhan, mempunyai data yang lengkap. Jumlah jenis fasilitas terendah berada pada Kecamatan Turi dengan jumlah 25, hal tersebut membuat Kecamatan Turi masuk kedalam orde IV. Sedangkan jumlah unit fasilitas terendah terdapat pada Kecamatan Cangkringan dengan jumlah 211 fasilitas dengan data yang tidak lengkap.

18 Analisis Gravitasi Untuk menganalisis interaksi antara kecamatan sebagai pusat pertumbuhan dengan kecamatan sebagai wilayah hinterland, dapat dilihat dalam Tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11 Hasil Nilai Interaksi Wilayah antara Pusat Pertumbuhan dan Hinterland Kecamatan Asal Kecamatan Tujuan Penduduk daerah asal Penduduk daerah Tujuan Jarak i - j (Jarak i-j) b Angka Interaksi Peringkat Interaksi (i) (j) (P i ) (P j ) (d ij )/km (d ij ) 2 (A ij ) Depok Berbah ,4 129, Cangkringan ,8 353, Depok Gamping ,6 184, Godean ,7 187, Kalasan ,9 118, Minggir ,2 449, Mlati ,1 82, Moyudan ,1 404, Ngaglik ,6 31, Ngemplak ,2 174, Pakem ,6 184, Prambanan ,2 201, Seyegan ,2 148, Sleman ,3 151, Tempel , Turi ,8 282, Untuk melihat wilayah hinterland dari kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan, yaitu Kecamatan Depok, dapat dijelaskan pada tabel. Untuk menentukan kecamatan yang menjadi wilayah hinterland dari suatu pusat pertumbuhan, dilihat dari nilai interaksi kecamatan hinterland dengan kecamatan-kecamatan pusat pertumbuhan. Kecamatan hinterland akan menjadi kecamatan pendukung bagi kecamatan pusatnya jika nilai interaksinya menunjukkan angka yang lebih besar dibandingkan dengan nilai interaksi dengan kecamatan pusat pertumbuhan lainnya. Dalam penelitian ini hanya ditemukan satu kecamatan yang dapat dijasikan pusat pertumbuhan yaittu Kecamatan Depok, sehingga semua kecamatan lainnya merupakan kecamatan hinterland bagi Kecamatan Depok. Namun angka interaksi terhadap pusat pertumbuhan yang ditunjukkan oleh tiap kecamatan hinterland memiliki jumlah yang berbeda-beda. Jumlah interaksi terendah ditunjukkan oleh interaksi Kecamatan Minggir yaitu dengan nilai interaksi hanya Dalam segi geografis, Kecamatan Minggir memiliki jarak yang cukup jauh dengan Kecamatan Depok, hal tersebut mungkin berpengaruh terhadap rendahnya nilai interaksi antar kecamatan. Kecamatan lain yang memiliki nilai interaksi yang rendah terhadap Kecamatan Depok adalah Kecamatan Moyudan dengan jumlah nilai interaksi sebesar , dan Kecamatan Cangkringan dengan nilai interaksi sebesar

19 Terdapat empat kecamatan yang memiliki nilai interaksi yang tinggi terhadap Kecamatan Depok. Kecamatan Gamping memiliki nilai interaksi sebesar , Kecamatan Kalasan dengan nilai interaksi sebesar , Kecamatan Mlati dengan nilai interaksi sebesar , dan Kecamatan Ngaglik menunjukkan nilai interkasi paling besar yaitu Jika diamati dalam segi geografis, Kecamatan Gamping, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Mlati, dan Kecamatan Ngaglik memiliki kedakatan lokasi dengan Kecamatan Depok, sehingga memungkinkan tingginya nilai interaksi diantara kecamatan tersebut. Namun juga terdapat kecamatan yang memiliki kedakatan wilayah dengan Kecamatan Depok tetapi nilai interaksi yang ditunjukkan tidak terlalu besar. Kecamatan Berbah yang bersebelahan dengan Kecamatan Depok memiliki nilai interkasi yang sedang, yaitu sebesar Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Kecamatan Ngemplak yang bersebalahan dengan Kecamatan Depok namun nilai interaksinya hanya sebesar Kecamatan Depok merupakan kecamatan yang berlokasi strategis, berada pada perbatasan dengan Kota Yogyakarta, berhadapan langsung dengan jalur lintas yang menghubungkan dengan Kota Yogyakarta, Kecamatan Gunungkidul maupun Jawa Tengah. Kecamatan Depok juga memiliki perguruan tinggi paling banyak diantara kecamatankecamatan lain di Kabupaten Sleman. Faktor tersebut yang mungkin membuat banyak kecamatan memiliki nilai interaksi yang tinggi dengan Kecamatan Depok. Hasil dari analisis skalogram dan analisis gravitasi, dapat disederhanakan dalam tabel dibawah, Hasil Analisis Skalogram dan Gravitasi Kecamatan Pusat Pertumbuhan Kecamatan Depok Kecamatan Hinterland Kecamatan Ngaglik Kecamatan Mlati Kecamatan Kalasan Kecamatan Gamping Perbandingan dengan RTRW Kabupaten Sleman Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun Pasal 51 dituliskan mengenai pelaksanaan pembangunan wilayah yang akan dilakukan pada sistem perkotaan Kabupaten Sleman, yaitu: 1. Pengembangan PKN Pengembangan yang akan dilakukan pada wilayah PKN meliputi: a. Pengembangan pusat akomodasi wisata regional. b. Pengembangan pusat pendidikan skala internasioanl. c. Pengembangan pusat pelayanan kesehatan skala regional. d. Pengembangan pusat perdagangan dan jasa regional. 2. Pengembangan dan pemantapan PKW a. Pengembangan pusat pemerintahan kabupaten. b. Pengembangan pusat pelayanan kesehatan skala kabupaten. c. Pengembangan pusat koordinasi pencegahan dan penanggulangan bencana alam.

20 d. Pengembangan permukiman. 3. Pengembangan PKL a. Pengembangan pusat pertumbuhan skala lingkungan. b. Pengembangan pusat pelayanan kesehatan skala lingkungan. c. Pengembangan permukiman. 4. Pengembangan PPK a. Pengembangan pusat pelayanan skala kawasan. b. Pengembangan pelayanan kesehatan skala kawasan. c. Pengembangan permukiman. Pada tabel dapat dilihat perbandingan hasil dari analisis skalogram, analisis gravitasi, dan kebijakan RTRW Kabupaten Sleman.

21 Tabel Hasil Analisis dibandingkan Kebijakan RTRW No. Kecamatan Hasil Analisis Skalogram Hasil Analisis Gravitasi 1. Berbah Pusat Pertumbuhan Peringkat Interaksi 5 Kedua (Orde II) 2. Cangkringan Pusat Pertumbuhan Peringkat Interaksi 14 Kedua (Orde III) 3. Depok Pusat Pertumbuhan Pusat Pertumbuhan (Orde I) 4. Gamping Pusat Pertumbuhan Hinterland Pusat Kedua(Orde II) Pertumbuhan (Depok) 5. Godean Pusat Pertumbuhan Peringkat Interaksi 7 Kedua (Orde II) 6. Kalasan Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 7. Minggir Pusat Pertumbuhan Ketiga (Orde III) 8. Mlati Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 9. Moyudan Pusat Pertumbuhan Ketiga (Orde III) 10. Ngaglik Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 1!. Ngemplak Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 12. Pakem Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 13. Prambanan Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 14. Seyegan Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 15. Sleman Pusat Pertumbuhan Kedua (Orde II) 16. Tempel Pusat Pertumbuhan Ketiga (Orde III) 17. Turi Pusat Pertumbuhan Keempat (Orde IV) Hinterland Pusat Pertumbuhan (Depok) Peringkat Interaksi 16 Hinterland Pusat Pertumbuhan (Depok) Peringkat Interaksi 15 Hinterland Pusat Pertumbuhan (Depok) Peringkat Interaksi 8 Peringkat Interaksi 11 Peringkat Interaksi 10 Peringkat Interaksi 9 Peringkat Interaksi 6 Peringkat Interaksi 12 Peringkat 13 Interaksi Kebijakan RTRW PPK PPK PKN PKN PKN PKL PPK PPK PKN PPK PPK PKN PPK PKN PPK PKL PKL PPK PKW PKL PPK Dari tabel dapat diketahui pencapaian dari kondisi sebenarnya di masing-masing kecamatan jika dibandingkan dengn Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman. Menurut RTRW Kabupaten Sleman, yang termasuk kedalam Pusat Kegiatan Nasional atau PKN adalah Kecamatan Depok, Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean, Kecamatan Mlati, Kecamatan Ngaglik, dan Kecamatan Ngemplak. Dalam RTRW Kabupaten Sleman,

22 wilayah PKN akan dikembangkan dalam pusat akomodasi wisata regional, pusat pendidikan skala internasional, pusat kesehatan skala regional, dan pusat perdagangan dan jasa regional. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean, Kecamatan Mlati, dan Kecamatan Ngemplak termasuk ke dalam orde II, kecamatan-kecamatan tersebut adalah sebagai daerah hinterland dari kecamatan pusat pertumbuhan. Wilayah PKN cenderung merupakan pengembangan untuk wilayah pusat pertumbuhan. Pengembangan tersebut sudah sesuai dengan Kecamatan Depok dan Kecamatan Ngaglik karena Kecamatan Depok merupakan pusat pertumbuhan, sedangkan Kecamatan Ngaglik adalah kecamatan dengan penyedia fasilitas masyarakat yang paling lengkap. Terutama untuk Kecamatan Depok yang sudah memiliki banyak perguruan tinggi, dan akan dikembangkan sebagai pusat pendidikan skala internasional, maka kecamatan ini sudah berada dalam kondisi yang sesuai. Untuk daerah Pusat Kegiatan Wilayah atau PKW adalah Kecamatan Sleman. Wilayah tersebut akan dikembangkan sebagai pusat pemerintahan kabupaten, pelayanan kesehatan skala kabupaten, dan pusat koordinasi penanggulangan bencana alam. Hasil dari analisis menunjukkan Kecamatan Sleman berada pada orde II dan nilai interaski berada pada peringkat 6. Kecamatan Sleman adalah ibukota Kabupaten Sleman dan sebagai tempat untuk pusat administrasi wilayah kabupaten Sleman. Penetapannya ke dalam wilayah PKW sudah sesuai dengan kondisi yang ada. Akan adanya pengembangan pusat pemerintahan yang dilakukan, diharapkan akan mempermudah masyarakat dalam mengurus administrasi skala kabupaten, sehingga akan meningkatkan keejahteraan masyarakat. Wilayah Pusat Kegiatan Skala Lokal atau PKL meliputi Kecamatan Godean, Kecamatan Pakem, Kecamatan Prambanan, dan Kecamatan Ngemplak. Wilayah ini akan mengalami pengembangan dalam hal pusat pertumbuhan dan pelayanan kesehatan skala lingkungan. Kecamatan Godean dan Kecamatan Ngemplak selain termasuk ke dalam wilayah PKN juga dimasukkan ke wilayah PKL. Hasil analisis menunjukkan kedua kecamatan tersebut lebih cocok berada pada wilayah PKL daripada wilayah PKN karena jumlah fasilitas yang dimiliki jauh lebih rendah dibandingkan kecamatan lain yang masuk dalam wilayah PKN. Harus ada peningkatan jumlah unit fasilitas dan jenis fasilitas untuk memasukkannya ke wilayah PKN. Untuk Kecamatan Pakem dan Kecamatan Prambanan, berada pada orde II dari hasil analisis skalogram, dan nilai interaksinya berada pada tingkat 11 untuk Kecamatan Pakem, serta peringkat 10 untuk Kecamatan Prambanan. Wilayah Pusat Pelayanan Kawasan atau PPK meliputi Kecamatan Berbah, Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Minggir, Kecamatan Mlati, Kecamatan Moyudan, Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Seyegan, dan Kecamatan Turi. Jika dibandingkan dengan hasil analisis, wilayah PPK ini berasal dari kecamatan dengan tingkatan orde yang beragam. Seperti Kecamatan Berbah, Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Seyegan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Kalasan dari orde II, Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Moyudan dan Kecamatan Minggir dari orde III, serta Kecamatan Turi dari orde IV.Untuk Kecamatan Seyegan, dalam RTRW Kabupaten Sleman hanya dimasukkan kedalam wilayah PPK saja, padahal hasil analisis menunjukkan kecamatan tersebut berada di orde IIdengan jumlah unit fasilitas yang cukup lengkap yaitu sebanyak 29 unit. Dengan adanya kesesuaian pelaksanaan pembangunan terhadap kondisi masing-masing kecamatan, diharapkan akan menambah kesejahteraan masyarakat dengan lebih tersusun dan

23 terencana mengenai fungsi-fungsi pelayanan tiap wilayah. Pembangunan wilayah yang bagus dan sesuai, juga dapat mendorong aktivitas masyarakat serta dapat meningkatkan perekonomian pada tiap-tiap kecamatan. Seperti dengan peningkatan sarana transportasi umum, peningkatan teknologi, dan juga peningkatan pendidikan. Terutama bagi kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan yaitu Kecamatan Depok, diharapkan dapat memberikan pengaruh dan manfaat untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah hinterlandnya. Masyarakat yang berasal dari wilayah hinterland pun dapat dengan mudah memanfaatkan keberagaman fasilitas yang berada di kecamatan pusat pertumbuhan. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis skalogram, analisis gravitasi dan melihat kesesuaian pencapaian dengan Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, dapat disimpulan bahwa hanya ada satu kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman, yaitu Kecamatan Depok. Nilai interaksi tertinggi ditunjukkan oleh empat kecamatan yaitu Kecamatan Gamping dengan nilai interaksi sebesar , Kecamatan Kalasan dengan nilai interaksi sebesar , Kecamatan Mlati dengan nilai interaksi sebesar , dan Kecamatan Ngaglik menunjukkan nilai interkasi paling besar yaitu Untuk kesesuaian pencapaian dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman, ada beberapa kecamatan yang kurang sesuai dengan hasil analisis skalogram dan hasil analisis gravitasi. Perlunya perbaikan ataupun penambahanpenambahan fasilitas pada kecamatan yang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman diproyeksikan dalam wilayah PKN. Implikasi Berdasarkan dari hasil analisis, terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan masukan bagi pemerintah Kabupaten Sleman, yaitu untuk Kecamatan Seyegan yang dalam RTRW hanya dimasukkan dalam wilayah PPK, padahal kecamatan tersebut dalam segi fasilitas memiliki potensi untuk menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Sleman, dan bisa masuk ke wilayah PKN.

24 DAFTAR PUSTAKA Danastri, S. (2011). "Analisis Penetapan Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru di Kecamatan Harjamukti, Cirebon Selatan". Skripsi Sarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang. Gulo, Y. (2015). "Identifikasi Pusat Pertumbuhan dan Hinterland Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Nias". Widyariset, Volume 18 Nomor 1, Halaman Habib, S. (2016). "Analisis Kecamatan Dalam Rangka Penentuan Kecamatan Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang Barat". Skripsi Sarjana, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bandar Lampung, Lampung. Hagget. (2001). Geography: A Global Synthesis. New Jersey: Pearson Education Ltd. Haris, S., Pabottingi, M., Hidayat, S., Salamm, A., Ratnawati, T., & Romli, L. (2006). Membangun Format Baru Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press. Hartono. (2007). Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung: Citra Raya. Jayadinata, J. (1992). Tata Guna Tanah Dalam Perancanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah Bandung. Bandung: ITB. Kabupaten Sleman Dalam Angka (2016, Juli). Dipetik Oktober 22, 2016, dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman: Kecamatan Dalam Angka (2016, Juli). Dipetik Oktober 22, 2016, dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman: Nainggolan, P. T. (2013). "Analisis Penentuan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Simalungun". Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Volume 1 Nomer 12, Halaman Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun (t.thn.). Sleman, Sleman: Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. Rondinelli, D. A. (1985). Applied Methods of Regional Analysis, The Spatial Dimensions of Development Policy. Colorado: Westview Press. Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional Teori dan Terapan. Padang: Baduose Media. Tarigan, R. (2005). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Aksara Bumi. Todaro, & Smith. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 Tentang otonomi Daerah. (t.thn.). Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia.

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN WILAYAH HINTERLAND DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN WILAYAH HINTERLAND DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA AJIE - Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship (e-issn: 2477-0574 ; p-issn: 2477-3824) Vol. 02, No. 02, May 2017 IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN WILAYAH HINTERLAND DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian merupakan salah satu sektor jasa yang dapat berperan penting dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia, penilaian atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat tinggi, akan tetapi banyak potensi pajak yang hilang atau tidak diperhatikan

Lebih terperinci

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011 Susunan organisasi Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia terdiri dari: a. Sekretaris b. Subbagian Umum dan Kerjasama Subbagian Umum dan Kerjasama mempunyai tugas menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN 3.1. Tinjauan Wilayah D.I. Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 110º.00-110º.50 Bujur Timur dan antara 7º.33-8 º.12 Lintang Selatan. Secara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR Tabel 7.3 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Misi 3 RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2016-2021 Misi 3 : Meningkakan penguatan sistem ekonomi kerakyatan, aksesibilitas dan kemampuan ekonomi rakyat, penanggulangan

Lebih terperinci

I. KARAKTERISTIK WILAYAH

I. KARAKTERISTIK WILAYAH I. KARAKTERISTIK WILAYAH Sumber : http//petalengkap.blogspot.com. Akses 31 Mei 2016 A B Gambar 1. A. Peta Jl Magelang, B. Peta Jl Solo Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Wilayah IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Sleman merupakan salah satu wilayah yang tergabung kedalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan. Youdastyo / Kompleks Wisata Perikanan Kalitirto I- 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan. Youdastyo / Kompleks Wisata Perikanan Kalitirto I- 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Wisata ataupun rekreasi dinilai sangatlah penting bagi kebanyakan individu karena dengan berekreasi atau mengunjungi tempat wisata kita dapat mengobati

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN DENGAN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yoyakarta merupakan tempat untuk merehabilitasi pasien Alzheimer dan memberikan edukasi atau penyuluhan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT

Lebih terperinci

Berdasarkan pernyataan Visi yang diinginkan sebagai tersebut diatas selanjutnya misi Polres Sleman adalah sebagai berikut:

Berdasarkan pernyataan Visi yang diinginkan sebagai tersebut diatas selanjutnya misi Polres Sleman adalah sebagai berikut: Kepolisian Resor Sleman adalah merupakan Institusi Polri yang mempunyai tugas pokok Polri Sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat serta penegakan hukum untuk memberi perlindungan, pengayoman

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa perkembangan perumahan di wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib BELANJA LANGSUNG REALISASI PERSEN URUSAN BELANJA TIDAK TOTAL BELANJA NAMA-NAMA SKPD NO BELANJA BELANJA BELANJA TASE WAJIB LANGSUNG BELANJA MODAL

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib

Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib Tabel 3.1. Anggaran, Realisasi, dan Pelaksanaan Urusan Wajib TIDAK 1. Pendidikan 487.900.617.227,68 5.582.117.600 64.084.231.215 58.415.294.850 615.982.260.893 572.880.929.360,81 93,00 Dinas Dikpora,,

Lebih terperinci

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia. Julukannya sebagai kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan tentang sampah saat ini telah menjadi isu serius yang berkembang menjadi permasalahan publik. Penumpukan sampah dapat mengakibatkan aroma tidak sedap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup. Pelaksanaannya akan selalu menggunakan dan mengelola sumberdaya baik sumberdaya alam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan makanan yang bergizi. Diantara kebutuhan gizi yang diperlukan manusia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TK II SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman) NOMOR : 3 TAHUN : 1999 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN TINGKAT II SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan modern ini. Seiring dengan hal tersebut, pola pikir masyarakat yang modern mampu mengubah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN III.1 Latar Belakang Pemilihan Kawasan Day care dan Pre-school merupakan sebuah lembaga pendidikan bagi anak usia dini yang membutuhkan bimbingan dalam perkembangannya karena orang

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no.

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no. BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sleman 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman merupakan salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang satu pihak bersifat

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021.

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021. BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Sleman 2.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Sleman a. Visi Kabupaten Sleman Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih Sejahtera, Mandiri, Berbudaya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar 57.482 Ha yang terdiri dari 17 Kecamatan yaitu Mayudan, Godean, Minggir, Gamping, Segeyan, Ngaglik, Mlati,

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 21 Sesi NGAN WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2 A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal Pembatasan wilayah formal

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN A. Profil Daerah Kabupaten Sleman 1. Letak dan Luas Wilayah a. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Kabupaten Sleman 1. Kondisi Geografis Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan menjadi salah satu isu permasalahan penting pada skala global, apalagi jika dihubungkan dengan isu perubahan iklim yang secara langsung mengancam pola

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI SELULER

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI SELULER PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI SELULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 3.1. Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta 3.1.1. Gambaran Umum Wilayah Sleman Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Sleman Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Sleman Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN merupakan salah satu dari 5 daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada disisi utara. Wilayah membentang dari Sungai Opak pada sisi timur sampai Sungai Progo pada sisi barat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas tentang deskripsi karakteristik penyebaran kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sleman. Gambaran tentang persebaran penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 1960 menjadi sejarah dalam sistem penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Sistem penguasaan tanah oleh Belanda

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN dan BUPATI SLEMAN MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN dan BUPATI SLEMAN MEMUTUSKAN: PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara langsung berhadapan dengan masyarakat serta merupakan perwujudan dan perpanjangan tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 106/Kpts/KPU/TAHUN 01 : 9 MARET 01 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 01 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit akut dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BAB V TINGKAT PERKEMBANGAN DESA

BAB V TINGKAT PERKEMBANGAN DESA 52 BAB V TINGKAT PERKEMBANGAN DESA Tingkat perkembangan desa-desa di kawasan transmigrasi Kaliorang yang meliputi desa-desa di Kecamatan kaliorang dan Kaubun dianalisis dengan metode skalogram. Dalam metode

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil III. METODE PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Kemiling. Kondisi Wilayah Kecamatan kemiling merupakan bagian dari salah satu kecamatan dalam wilayah kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Data Pusat Rehabilitasi Narkoba di Yogyakarta 3.1.1 Esensi Pusat Rehabilitasi Narkoba adalah suatu sarana yang melaksanakan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI Perencanaan dan perancangan sebuah bangunan sangat dipengaruhi oleh letak lokasi bangunan. Bangunan rumah sakit khusus paru di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pendekatan Healing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Asas otonomi daerah merupakan hal yang hidup sesuai dengan kebutuhan dan

I. PENDAHULUAN. Asas otonomi daerah merupakan hal yang hidup sesuai dengan kebutuhan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, maka penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan dengan asas otonomi. Asas otonomi daerah

Lebih terperinci

PROFIL PDAM KABUPATEN SLEMAN

PROFIL PDAM KABUPATEN SLEMAN PROFIL PDAM KABUPATEN SLEMAN Sistem penyediaan sarana air minum di wilayah Kabupaten Sleman dimulai sejak tahun 1974 dengan dibangunnya prasarana dan sarana infrastruktur oleh Departemen Pekerjaan Umum

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. BAB IV HASIL PENELITIAN dan ANALISIS A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. a. Profil Kabupaten Sleman a. Kondisi

Lebih terperinci

VISI TERWUJUDNYA KABUPATEN MANOKWARI SELATAN YANG AMAN, DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA MAMPU BERDAYA SAING

VISI TERWUJUDNYA KABUPATEN MANOKWARI SELATAN YANG AMAN, DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA MAMPU BERDAYA SAING VISI DAN MISI MARKUS WARAN, ST DAN WEMPI WELLY RENGKUNG, SE CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN MANOKWARI SELATAN PILKADA 2015 ------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

maupun daerah untuk mempercepat tercapainya pembangunan ekonomi. lahirnya dua produk undang-undang, yaitu Undang-undang No.

maupun daerah untuk mempercepat tercapainya pembangunan ekonomi. lahirnya dua produk undang-undang, yaitu Undang-undang No. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang menginginkan pembangunan dan setiap negara bekerja keras untuk pembangunan. Memang kemajuan ekonomi adalah komponen utama pembangunan, tetapi bukan merupakan

Lebih terperinci

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten (Analysis of Regional Development SubDistricts as The Economic Growth and of Service Center in ) Vika

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami dinamika. Dinamika pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2016 cenderung

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI WILAYAH SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS POTENSI WILAYAH SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS POTENSI WILAYAH SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN DI KABUPATEN BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NASKAH PUBLIKASI Oleh: AKHMAD HERMAWAN SAPUTRA NIM E 100 1000 05 FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dimasinisi oleh departemen keungan

Lebih terperinci

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Kota Yogyakarta Gambar 3.1 Peta Kota Yogyakarta Sumber: google.com, diakses tanggal 17 Mei 2014 Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa kita menyebutnya DIY merupakan

Lebih terperinci

5. PENUTUP. A. Kesimpulan

5. PENUTUP. A. Kesimpulan 5. PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dibuat dalam penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran penelitian : A. Kesimpulan 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana terukur. Upaya pencapaian

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian tidak hanya mencakup kegiatan yang menghasilkan tanaman pangan saja, namun juga kegiatan yang bergerak dalam usaha untuk menghasilkan tanaman sayur-sayuran,

Lebih terperinci

Identifikasi Kemampuan Pelayanan Ekonomi dan Aksesibilitas Pusat Kegiatan Lokal Ngasem di Kabupaten Kediri

Identifikasi Kemampuan Pelayanan Ekonomi dan Aksesibilitas Pusat Kegiatan Lokal Ngasem di Kabupaten Kediri JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-17 Identifikasi Kemampuan Pelayanan Ekonomi dan Aksesibilitas Pusat Kegiatan Lokal Ngasem di Kabupaten Kediri Rifki Alvian Syafi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses untuk mengoptimalkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses untuk mengoptimalkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses untuk mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Pembangunan berkaitan dengan aspek fisik seperti sarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menghadapi berbagai fenomena pembangunan di tingkat daerah, nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan sejalan dalam proses

Lebih terperinci

BAB III VISI, DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB III VISI, DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN BAB III VISI, DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2005-2025 3.1. Visi Ada beberapa unsur yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun visi dan misi daerah, yaitu mandat dan perubahan-perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang yang digunakan sebagai dasar penelitian, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, kebutuhan data, teknik pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai peran penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kondisi kesehatan dan gizi yang buruk, khususnya pada ibu dan anak, akan

Lebih terperinci

STUDI LITERATUR UKDW DATA. Profil Kota Yogyakarta (DIY) Potensi Kota Yogyakarta Potensi Kota Yogyakarta dalam bidang olahraga Data - data sekunder

STUDI LITERATUR UKDW DATA. Profil Kota Yogyakarta (DIY) Potensi Kota Yogyakarta Potensi Kota Yogyakarta dalam bidang olahraga Data - data sekunder K ERANGKA B ERPIKIR LATAR BELAKANG Minimnya prestasi di bidang olahraga renang Kesimpulan Perlu wadah baru sebagi tempat berlatih renang yang memiliki fasilitas lengkap JDL (Pusat Olahraga Aquatic di Yogyakarta

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan salah satu kegiatan perdagangan yang tidak bisa terlepas dari kegiatan sehari-hari manusia. Semakin pesatnya perkembangan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DAN WILAYAH PENDUKUNGNYA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN NIAS

IDENTIFIKASI PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DAN WILAYAH PENDUKUNGNYA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN NIAS IDENTIFIKASI PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DAN WILAYAH PENDUKUNGNYA DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN NIAS IDENTIFICATION OF GROWTH AND HINTERLAND AREA IN DEVELOPING NIAS DISTRICT Yarman Gulo Dinas Tata Ruang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas strategis dan kebutuhan mendasar setiap makhluk hidup. Berkurangnya produksi pangan dapat menyebabkan kestabilan daerah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan permasalahan bagi perencana maupun pengelola kota, dan akan menjadi lebih semakin berkembang karena

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D

STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR L2D STUDI EVALUASI PERANAN KOTA KECIL PADA SISTEM PERKOTAAN SEPANJANG KORIDOR JALAN REGIONAL KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RICI SUSANTO L2D 099 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci