BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup. Pelaksanaannya akan selalu menggunakan dan mengelola sumberdaya baik sumberdaya alam dan sumberdaya buatan (Martopo, 1989). Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Pembangunan Nasional Indonesia dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Salah satu masalah mendasar dalam proses pembangunan di Indonesia pada saat ini adalah bagaimana melakukan pemerataan hasil pembangunan, khususnya di wilayah pedesaan yang miskin dan wilayah terbelakang. Apabila hasil pembangunan tidak dapat dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia, maka akan terjadi kesenjangan wilayah antara satu desa dengan desa lain. Kesenjangan wilayah selalu menjadi masalah pelik dalam pembangunan. Kesenjangan ini berpangkal dari adanya perbedaan kemakmuran yang mencolok dan ketidakmampuan wilayah tertentu dalam mengakses pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai wilayah lain (Muta ali, 1996). Pemerataan pembangunan terjadi karena pembangunan dalam lingkup spasial tidak selalu berlangsung secara sistematik, ada daerah mengalami pertumbuhan yang cepat sementara yang lain sebaliknya. Perbedaan akselerasi pertumbuhan antar daerah ini di antaranya disebabkan oleh perbedaan-perbedaan dalam ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sarana penunjang pertumbuhan lain. Jadi pertumbuhan ekonomi di sebagian daerah tersebut akan membawa ketimpangan regional apabila tidak disertai dengan kebijakan pemerataan yang tepat melalui mekanisme dalam perencanaan pembangunan. Wiliamson (1968 dalam Marlena, 2007) mengungkapkan bahwa kesenjangan wilayah akan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan permerataan wilayah karena konsekuensi yang ditimbulkannya, yaitu: 1

2 2 1. Semakin besarnya arus migrasi penduduk desa, terutama yang memiliki ketrampilan (skill), masuk ke wilayah perkotaan karena peluang untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi; 2. Investasi cenderung mengalir ke wilayah-wilayah yang sudah berkembang (kota) dengan tingkat pelayanan yang memberikan keuntungan dan aglomerasi tinggi; 3. Pemerintah cenderung melakukan investasi pembangunan di wilayah-wilayah yang sudah berkembang. Hal ini semakin memperburuk kemajuan antar wilayah; 4. Tidak adanya kaitan (linkages) antara pusat regional (Regional Market) ke kota maupun ke wilayah perdesaan melalui kota-kota tertentu, yang menghambat proses kemajuan ke wilayah-wilayah lain. Akibatnya intensitas dan konsentrasi kegiatan hasil pembangunan hanya terjadi pada wilayahwilayah maupun kota-kota yang sudah berkembang. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan hanya berlangsung di daerah yang sudah berkembang (kota) saja, sedangkan untuk daerah-daerah yang kurang berkembang pemerintah justru tidak memberi perhatian. Pendapat ini dikuatkan oleh poin ke dua yang menyebutkan bahwa investasi cenderung mengalir ke wilayah-wilayah yang sudah berkembang (kota) dengan tingkat pelayanan yang memberikan keuntungan dan aglomerasi tinggi. Pelayanan sosial adalah pelayanan yang sebagian atau keseluruhan diberikan oleh pemerintah dan didukung oleh partisipasi masyarakat dengan tujuan utama meningkatkan kualitas sosial masyarakat. Penelitian pelayanan sosial yang akan dikaji meliputi pelayanan bidang pendidikan, kesehatan dan keagamaan. Pelayanan ekonomi adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah atau non pemerintah yang menyokong secara langsung pada kegiatan ekonomi dan produksi, sehingga memberikan keuntungan finansial. Pelayanan ekonomi diwakili oleh fasilitas pelayanan pasar, toko, kios, warung, KUD, fasilitas komunikasi dan jasa yaitu bank, kantor pos dan wartel (Conyers, 1994). Menyikapi masalah perkembangan wilayah yang terkait dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi wilayah, yang sering kali justru dominan

3 3 peranannya dalam memajukan suatu wilayah, maka perlu adanya peningkatan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi guna mendorong kemajuan suatu wilayah agar cepat berkembang. Di samping itu peran pusat pengembangan suatu wilayah yang pada umumnya juga berfungsi sebagai pusat pelayanan dan mempunyai sarana dan prasarana pelayanan yang lebih besar jumlahnya sesuai dengan fungsi peranannya harus mampu memberikan pelayanan bagi wilayahnya sendiri dan perkembangan wilayah sekitarnya. Setiap negara mengharapkan bahwa pengembangan wilayah dapat merupakan alat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, terutama dalam hubungannya dengan integrasi daerah-daerah terbelakang ke dalam satuan ekonomi nasional. Menurut Muta ali (2000), proses pengembangan wilayah dikenal adanya tiga kaidah utama, yaitu sebagai berikut: 1. Pengembangan wilayah merupakan fungsi dari efektifitas kegiatan usaha export base wilayah yang bersangkutan; 2. Pengembangan wilayah menurut mobilisasi kegiatan usaha pemerintah dan masyarakat untuk mengambil bagian dalam kesempatan pembangunan (development opportunity) yang muncul; 3. Pengembangan wilayah berada dalam kerangka kesatuan sistem tata ruang. Hubungannya dengan kaidah ke-3 yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi di dalam kerangka kesatuan sistem tata ruang dikenal juga sebagai ekonomi keruangan (spatial economy) merupakan aspek yang penting tetapi sering diabaikan dalam perancangan pembangunan nasional dan regional. Masalah kepadatan penduduk yang tinggi pada suatu wilayah juga akan menyebabkan tingginya mobilitas dan interaksi masyarakat yang ada di dalamnya. Kebutuhan akan pelayanan sosial ekonomi cenderung lebih besar dari kebutuhan masyarakat pada suatu wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah, sehingga fungsi-fungsi pelayanan sosial ekonomi pada tingkat yang lebih tinggi dibutuhkan pada wilayah tersebut. Akan tetapi kenyataannya pertambahan penduduk yang cepat tidak diikuti dengan pembangunan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan penduduk (Koestoer, 1996).

4 4 Permasalahan hubungan manusia dengan lingkungannya sangat komplek. Khusus daerah perdesaan salah satu permasalahan utama adalah mengenai keberadaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang belum tersedia dalam mendukung kehidupannya. Adanya keberadaan fasilitas pelayanan tersebut dapat mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perlu adanya upaya pembangunan fasilitas pelayanan sosial ekonomi bagi penduduk. Pembangunan fasilitas dimaksudkan untuk meningkatkan kebutuhan pelayanan penduduk perdesaan dan untuk pengaturan kota dan desa secara efisien sesuai dengan fungsinya serta mengurangi peningkatan mobilitas penduduk ke kota untuk memperoleh fasilitas jasa dan kesempatan sosial ekonomi. Kabupaten Pati merupakan kabupaten yang terletak di daerah Pantai Utara Pulau Jawa dan di bagian timur dari Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah ha yang terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan serta RW dan RT. Dari segi letaknya Kabupaten Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi, sosial, budaya dan memiliki potensi sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang dapat dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, pertambangan/penggalian dan pariwisata (BPS, 2011). Jumlah penduduk Kabupaten Pati menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah jiwa. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Pati dari tahun rata-rata sebesar 0,40%. Dari 21 kecamatan di Kabupaten Pati, Kecamatan Pati mempunyai jumlah penduduk terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu sebanyak jiwa. Kabupaten Pati memiliki angka kepadatan penduduk rata-rata 792 orang per km². Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata kepadatan penduduk secara nasional yang hanya sebesar 124 orang per km². Dengan angka kepadatan penduduk antara 500 sampai dengan lebih dari orang per km², Kabupaten Pati mencerminkan kepadatan penduduk di Pulau Jawa yang memang sudah terlalu padat bila dibandingkan dengan daerah di luar Pulau Jawa (BPS, 2010).

5 5 Kecamatan dengan jumlah penduduk terpadat adalah di ibukota kabupaten yaitu Kecamatan Pati yang mencapai angka orang per km². Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka kepadatan penduduk di Kecamatan Pucakwangi yang hanya 335 orang per km². Dengan angka kepadatan mencapai 6 kali dari kecamatan terendah, menunjukkan bahwa ibukota kabupaten merupakan daerah favorit untuk tempat tinggal atau bermukim karena dekat dengan segala fasilitas umum (BPS, 2010). Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun ini, perlu diimbangi dengan peningkatan jumlah fasilitas pelayanan sosial ekonomi penduduk guna memenuhi semua kebutuhan penduduk. Menurut Muta ali (2000), metode penilaian ketersediaan fasilitas pelayanan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: ketersediaan pelayanan (availability service), tingkat ketersediaan (size of availability), dan fungsi pelayanan/daya layan (function of availability). Pemanfaatan secara umum diartikan sebagai penggunaan suatu barang, alat, jasa, atau fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dan mengambil keuntungan (manfaat) dari nilai barang, alat, jasa atau fasilitas tersebut. Kajian terhadap ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi penduduk diharapkan mampu memberikan arahan pengembangan yang lebih efektif bagi pemerataan dan peningkatan pemanfaatan fasilitas pelayanan sosial ekonomi agar mudah dijangkau oleh penduduk, sehingga mampu menunjang aktivitas penduduk agar lebih optimal. Kondisi perkembangan fasilitas sosial ekonomi di pusat-pusat kecamatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi: jumlah penduduk, luas wilayah cakupan, lokasi infrastruktur, dana, potensi wilayah dan kebijakan yang telah diambil pemerintah guna menunjang pertumbuhan wilayah. Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi menjadi satu kajian yang menarik untuk diteliti, untuk itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Kajian Fasilitas Pelayanan Sosial Ekonomi di Kabupaten Pati Perumusan Masalah Usaha dan strategi pembangunan nasional dimulai dengan menyebarkan kebutuhan dasar ke daerah-daerah baik di tingkat lokal maupun regional.

6 6 Kebutuhan dasar ini mencakup infrastruktur sosial, ekonomi dan infrastruktur secara umum seperti jalan, sarana pembuangan sampah, drainase, listrik, air dan lain sebagainya. Infrastruktur sosial terdiri dari sarana pendidikan dan kesehatan, sedangkan infrastruktur ekonomi terdiri dari pasar dan sarana perbelanjaan lainnya. Pembangunan fasilitas sosial ekonomi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas kegiatan ekonomi yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar pusat-pusat pelayanan pada khususnya dan juga dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam arti luas sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun Permasalahan umum yang sering dijumpai terkait infrastruktur wilayah adalah tingginya tingkat konsentrasi infrastruktur pada daerah-daerah yang potensial secara ekonomis. Ketersediaan fasilitas dan infrastruktur dapat memacu pertumbuhan wilayah, sehingga konsentrasi pada daerah tertentu dapat menyebabkan kesenjangan dan menghambat laju pertumbuhan pembangunan daerah tertentu. Dalam skala regional, seringkali dijumpai beberapa permasalahan pengembangan wilayah diantaranya adalah. 1. Kondisi fisiografis pada sebagian besar wilayah masih menjadi hambatan bagi usaha peningkatan mobilitas sosial ekonomi; 2. Konsentrasi infrastruktur dan layanan sosial ekonomi pada daerah-daerah maju. Tidak hanya itu saja, pembangunan di tingkat regional juga dihadapkan pada permasalahan koordinasi kelembagaan, yaitu. 1. Masing-masing sektor mempunyai kepentingan untuk menangani dan mengelola pelayanan sosial ekonomi dengan acuan yang tidak saling terkait antar sektoral; 2. Masih kurang efektifnya program pelayanan sosial ekonomi yang tepat terutama pada daerah yang membutuhkan.

7 7 Pemerataan pusat pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati mempunyai peranan penting untuk menunjang perkembangan wilayah, dengan mengetahui proporsi jumlah penduduk, luas wilayah yang berkaitan dengan potensi wilayah, jumlah pusat pelayanan yang telah tersedia atau jumlah fasilitas pelayanan yang belum tersedia di masing-masing kecamatan, maka diharapkan adanya prioritas dalam rangka menyeimbangkan penyediaan fasilitas pusat pelayanan sosial ekonomi yang akan mendukung perkembangan wilayah. Upaya untuk mengatasi perkembangan masyarakat yang selalu dinamis maka Pemerintah Kabupaten Pati selalu berusaha untuk membangun sarana sosial ekonomi dengan asas pemerataan pembangunan agar nantinya tidak terjadi kesenjangan antar wilayah, sehingga dapat berkembang secara bersama-sama dan dengan membagi daerah menjadi daerah satuan wilayah pengembangan dan daerah sub satuan wilayah pengembangan yang perkembangan selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan penduduk. Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimanakah tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati? a. Bagaimana struktur pelayanan pada jenjang masing-masing kecamatan? b. Bagaimana struktur pelayanan pada jenjang kabupaten? 2. Bagaimana daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati? a. Bagaimana kondisi daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi pada skala pelayanan desa? b. Bagaimana kondisi daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi pada skala pelayanan Kecamatan? c. Bagaimana kondisi daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi pada skala pelayanan Kabupaten? 3. Seberapa besar kebutuhan fasilitas pelayanan sosial ekonomi dan kebutuhan luas lahan untuk fasilitas sosial ekonomi di Kabupaten Pati sampai akhir tahun perencanaan ( sesuai RPJP Kabupaten Pati)?

8 8 a. Berdasarkan hasil proyeksi, pada skala pelayanan desa jenis fasilitas apa yang masih perlu penambahan dan berapa kebutuhan luas lahan yang dibutuhkan untuk fasilitas sosial ekonomi tersebut? b. Berdasarkan hasil proyeksi, pada skala pelayanan kecamatan jenis fasilitas apa yang masih perlu penambahan dan berapa kebutuhan luas lahan yang dibutuhkan untuk fasilitas sosial ekonomi tersebut? c. Berdasarkan hasil proyeksi, pada skala pelayanan kabupaten jenis fasilitas apa yang masih perlu perlu penambahan dan berapa kebutuhan luas lahan yang dibutuhkan untuk fasilitas sosial ekonomi tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah. 1. Mengetahui tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati dalam memberikan pelayanan; 2. Mengetahui daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati dalam memberikan pelayanan; 3. Mengkaji kebutuhan fasilitas sosial ekonomi 2011; 4. Merencanakan jumlah kebutuhan fasilitas sosial ekonomi dan jumlah kebutuhan luas lahan fasilitas sosial ekonomi sampai akhir tahun perencanaan (jangka waktu 20 tahun sesuai RPJP Kabupaten Pati) Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah. 1. Manfaat teoritis : hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal (a) menyajikan informasi tentang ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi dan kondisi daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati, (b) merencanakan kebutuhan jumlah fasilitas pelayanan sosial ekonomi dan kebutuhan luas lahan fasilitas pelayanan sosial ekonomi hingga akhir tahun perencanaan sesuai RPJP Kabupaten Pati;

9 9 2. Manfaat Praktis : hasil penelitian diharapkan memberikan masukan pada Pemerintah Kabupaten Pati dalam hal (a) penyusunan kebijakan di bidang rencana struktur tata ruang dan penyediaan fasilitas sosial ekonomi; (b) pemerataan pembangunan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagi berikut. 1. Tingkat ketersediaan fasilitas sosial ekonomi di Kabupaten Pati; 2. Daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang ada di Kabupaten Pati; 3. Peta Hirarki Pelayanan dan Peta Daya Layan; 4. Jumlah kebutuhan fasilitas sosial ekonomi di masa yang akan datang (dalam jangka waktu 20 tahun); 5. Jumlah kebutuhan luas lahan untuk fasilitas sosial ekonomi sampai akhir tahun perencanaan Keaslian Penelitian Penelitian tentang kajian pelayanan infrastruktur sosial ekonomi sudah pernah dilakukan antara lain oleh beberapa peneliti sebelumnya. Sebagai upaya untuk mengetahui perbedaan macam-macam penelitian terdahulu dengan penelitian ini maka dapat dilihat pada Tabel 1.1. berikut ini.

10 10 10 Judul, Tahun, No. Wilayah, Nama Peneliti 1. Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Sosial Ekonomi Penduduk di Kabupaten Sleman. Dwi Purwanto (2004) 2. Kajian Geospasial Pelayanan Sosial dan Ekonomi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Nina Marlena (2007) Tabel 1.1. Tabel Keaslian Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian 1. Mengetahui ketersediaan fasilitas sosial ekonomi di Kabupaten Sleman. 2. Mengetahui perbedaan daya layan fasilitas sosial ekonomi di pusat pengembangan dengan kecamatan pendukungnya di Kabupaten Sleman. 3. Mengetahui potensi wilayah di luar potensi pelayanan dalam hubungannya dengan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Sleman. 1. Menyajikan daya layan infrastruktur sosial ekonomi dalam bentuk peta. 2. Mengetahui pola sebaran infrastruktur Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai dan analisis data sekunder. Penelitian ini meneliti keseluruhan populasi dengan menggunakan pendekatan deskriptif dengan maksud untuk memberikan gambaran tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi berdasarkan variabel-variabel yang telah ditentukan yaitu jumlah penduduk, daya layan, potensi wilayah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data sekunder berupa Potensi Desa (PODES) tahun Analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitatif melalui klasifikasi dan skoring. Uji statistik penelitian ini adalah analisis korelasi Product moment, Uji Independent t-test. Analisis data sekunder, skoring, sedangkan untuk mengetahui pola persebaran infrastruktur menggunakan metode Quadrat Analysis dan korelasi Pearson untuk mengetahui keterkaitan anta- 1. Ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi sudah merata di semua kecamatan tetapi jumlahnya belum memadai. 2. Dengan uji statistik korelasi Product Moment menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi sehingga semakin besar jumlah penduduk semakin besar pula jumlah fasilitas yang tersedia. 3. Analisis perbedaan dengan uji Independent t-test yang dilakukan memperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang signifikan daya layan antara pusat pengembangan dan kecamatan pendukungnya, artinya semua fasilitas tersedia di semua kecamatan. 4. Uji statistik korelasi Product Moment menunjukkan tidak terdapat hubungan antara potensi wilayah dengan ketersediaan unit fasilitas pelayanan sosial ekonomi, sehingga pemanfaatan potensi wilayah belum optimal karena belum mendukung ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi. 1. Daya layan pendidika di Kabupaten Sleman sudah cukup baik, begitu pula dengan daya layan ekonomi. Berbeda dengan daya layan kesehatan dan hiburan yang sebagian besar termasuk dalam kelas daya layan sedang.

11 11 Lanjutan Tabel 1.1. Tabel Keaslian Penelitian No. Judul, Tahun, Wilayah, Nama Peneliti 3. Kajian Ketersediaan Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Sosial Ekonomi di Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Monica Puspa Hadi Mustikawati (2008) Tujuan Penelitian Metode Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian faktor yang mempengaruhi persebaran infrastruktur sosial ekonomi. 1. Mengetahui tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di kecamatan mungkit. 2. Mengetahui daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kecamatan Mungkid. 3. Mengetahui efisiensi dan efektifitas pemanfaatan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Metode penelitian menggunakan metode survai dengan kuesioner pada 2 daerah sampel dengan metode Quota Sampling. ra faktor sosial ekonomi dengan persebaran infrastruktur. Analisis yang digunakan yaitu analisa tingkat meso, analisa tingkat mikro dan skoring. Analisa tingkat meso dilakukan dengan cara analisa kuantitatif untuk menilai tingkat ketersediaan daya layan fasilitas; Analisa tingkat mikro dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif untuk menilai efisiensi dan efektifitas pemanfaatan fasilitas pelayanan Pola penyebaran semua infrastruktur adalah mengelompok karena dipengaruhi oleh faktor Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). 3. Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah infrastruktur adalah jumlah penduduk miskin, sumber penghasilan utama penduduk serta tingkat kerawanan bencana daerah yang bersangkutan. 4. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peta dapat digunakan sebagai sarana analisis dan pengambilan keputusan. 1. Daerah administratif desa ada yang memiliki tingkat ketersediaan yang lebih tinggi daripada wilayah administratif kota, hal ini menunjukkan keadaan overbounded city di wilayah kota dalam hal perkembangan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi. 2. Daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi sudah baik meskipun terdapat pula fasilitas berdaya layan kurang, yaitu: SMU/K/MA, mantri kesehatan, dokter praktek, balai pengobatan, Pustu, Puskesmas, Rumah Bersalin, toko jamu, lapangan badminton, lapangan tenis, lapangan voli, Gereja, Wihara, Saprotan KUD dan mini market. 3. Persepsi masyarakat menunjukkan pemanfaatan fasilitas pelayanan sosial ekonomi oleh pengguna di wilayah desa

12 12 Lanjutan Tabel 1.1. Tabel Keaslian Penelitian Judul, Tahun, No. Wilayah, Nama Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian lebih efisien daripada pengguna di wilayah kota. 4. Jumlah fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang dimanfaatkan secara efektif oleh pengguna di wilayah kota lebih sedikit daripada jumlah yang dimanfaatkan oleh pengguna di wilayah desa. 4. Kajian Peranan Kecamatan Boyolali Sebagai Pusat Analisa yang digunakan ada 2, yaitu analisa kuantitatif dan analisa deskriptif. Pelayanan Sosial Analisa kuantitatif yang Ekonomi di Wilayah dilakukan meliputi analisa tabel Kabupaten Boyolali. Muhammad Aryanto Prasetyawan (2010) frekuensi, perhitungan 1. Mengetahui orientasi pemanfaatan Pusat Pelayanan sosial ekonomi di Kecamatan Boyolali. 2. Mengetahui hubungan antara aksesibilitas dengan orientasi pemanfaatan fasilitas pelayanan. 3. Mengetahui keterkaitan ruang dengan wilayah atau daerah lain baik itu masih dalam satu wilayah Kabupaten maupun wilayah di luar Kabupaten Boyolali. 4. Mengetahui peranan Kecamatan Kota Boyolali sebagai Pusat Pelayanan sosial ekonomi. 5. Implikasi kebijakan yang dapat diperguna- Metode penelitian menggunakan metode survai dengan kuesioner. Pengambilan sampel pada responden di pasar dilakukan secara non proporsional, tergantung pada jumlah setiap komponennya, misal: pedagang barang pertanian menggunakan simple random statistik, pedagang barang non pertanian menggunakan random sampling, pengunjung pasar menggunakan random sampling. Pengambilan sampel pasien Rumah Sakit Umum Daerah Boyolali dilakukan dengan sistematik sampling. Pengambilan sampel fasi- aksesibilitas dan analisa korelasi tabel silang. Metode analisa yang kedua yaitu analisa deskriptif dibagi menjadi dua yaitu pertama dengan pembacaan peta-peta tematik, yang kedua dengan analisa daya layan Peranan Kecamatan Boyolali sebagai Pusat Pelayanan sosial ekonomi adalah kuat untuk wilayah Kecamatan Boyolali, semakin jauh dari pusat maka orientasi semakin lemah. 2. Keterkaitan ruang Kecamatan Boyolali dengan kecamatan sekitarnya hanya kuat dalam hal barang pertanian dan lemah dalam hal barang non pertanian. 3. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan sosial ekonomi terhadap tingkat aksesibilitas. 4. Rekomendasi kebijakan yang diperoleh dari penilitian ini adalah dalam upaya mengoptimalkan fasilitas pelayanan agar dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat maka harus mempertimbangkan fungsi-fungsi dari fasilitas pelayanan tersebut, efisiensi sarana dan prasarana serta lokasi pelayanan yang telah dilayaninya. Kedua yaitu meningkatkan dan mengembangkan fungsi pusat-pusat pelayanan yang sudah ada agar dapat

13 13 13 Lanjutan Tabel 1.1. Tabel Keaslian Penelitian dalam peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas pelayanan. 5. Kajian Fasilitas Pelayanan Sosial Ekonomi di Kabupaten Pati. Abdul Majid (2014) 1. Mempelajari tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Pati dalam memberikan pelayanan. 2. Mengetahui daya layan fasilitas sosial ekonomi di Kabupaten Pati dalam memberikan pelayanan. 3. Merencanakan kebutuhan infrastruktur sosial ekonomi di Kabupaten Pati untuk 20 tahun ke depan. litas pendidikan dilakukan secara random. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data sekunder. Mengkaji ketersediaan dan kemampuan infrastruktur sosial ekonomi dengan skalogram, skoring, klasifikasi. Perhitungan proyeksi untuk merencanakan kebutuhan fasilitas pelayanan sosial ekonomi dan kebutuhan luas lahan fasilitas pelayanan sosial ekonomi 20 tahun ke depan. melayani daerah hinterland dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan pada hierarki di bawahnya. 1. Peta Tingkat Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi, peta nilai daya layan, peta hirarki pusat pelayanan. 2. Tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi. 3. Daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi. 4. Jumlah kebutuhan fasilitas pelayanan sosial ekonomi dalam jangka waktu 20 tahun mendatang. 5. Kebutuhan luas lahan untuk fasilitas pelayanan sosial ekonomi 20 tahun mendatang.

14 14 Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dengan penelitian kali ini adalah perbedaan lokasi penelitian, tujuan penelitian, dikelompokkan menurut hirarki pelayanan terlebih dahulu dan digunakannya perhitungan proyeksi. Penelitian ini penekanannya pada evaluasi ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dan daya layan, pemerataan fasilitas pelayanan sosial ekonomi dan hirarki pusat pelayanan. Penelitian kali ini selain bertujuan mengkaji ketersediaan dan daya layan fasilitas sosial ekonomi, juga bertujuan merencanakan kebutuhan infrastruktur sosial ekonomi 20 tahun ke depan. Untuk mengetahui kebutuhan infrastruktur sosial ekonomi 20 tahun ke depan harus dilakukan perhitungan proyeksi. Hal ini menjadi pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian dengan harapan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam merencanakan dan membangun infrastruktur sosial ekonomi yang lebih optimal dan merata di seluruh Kabupaten Pati, supaya tidak ada lagi kesenjangan ketersediaan infrastruktur sosial ekonomi di Kabupaten Pati. Beberapa penelitian sebelumnya yang sudah pernah dilakukan antara lain. 1. Dwi Purwanto (2005). Melakukan penelitian tentang Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Pelayanan Sosial Ekonomi Penduduk di Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Sleman; (2) mengetahui perbedaan daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi antara pusat pengembangan dengan kecamatan pendukungnya di Kabupaten Sleman; (3) mengetahui potensi wilayah di luar potensi pelayanan dalam hubungannya dengan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data sekunder yang diperoleh dari dokumentasi catatan statistik lembaga pemerintah dan yang dilakukan BPS. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif yaitu melalui klasifikasi dan skoring. Uji statistik penelitian ini adalah analisis korelasi Product Moment, Uji Independent t-test. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa: (1) Ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi sudah merata di semua kecamatan tapi

15 15 jumlahnya belum memadai karena setiap kecamatan ada yang mempunyai tingkat ketersediaan fasilitas tinggi, sedang dan rendah. Analisa korelasi yang dilakukan ternyata ada hubungan yang signifikan antara jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi, sehingga semakin tinggi jumlah penduduk diharapkan ketersediaan unit fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang dibutuhkan penduduk untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan pelayanan sosial ekonomi juga semakin tinggi; (2) Daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kabupaten Sleman bervariasi yaitu tinggi, sedang dan rendah. Perbedaan daya layan antara pusat kecamatan dengan kecamatan pendukungnya juga tidak ada karena fungsi (besar) fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang sudah tersedia tersebar secara merata di semua kecamatan; (3) Potensi wilayah tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman juga sangat bervariasi ada yang tinggi, sedang dan rendah. Besarnya ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi tergantung dari potensi yang dimiliki kecamatan masing-masing dalam menunjang pembangunan daerahnya, akan tetapi pemanfaatan potensi wilayah untuk menunjang kegiatan pembangunan di Kabupaten Sleman belum maksimal ini diketahui dari tidak ada hubungan antara potensi wilayah dengan ketersediaan fasilitas pelayanan yang sudah tersedia. 2. Nina Marlena (2007). Penelitian yang dilakukan mengenai Kajian Geospasial Fungsi Pelayanan Sosial dan Ekonomi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Metode penelitian ini adalah data sekunder, sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah analisis kelerengan, analisis korelasi Pearson dan analisis peta tematik yang dihasilkan. Untuk menentukan peta kelas daya layan dengan menggunakan metode skoring. Hasil yang diperoleh adalah Peta Perbandingan Jumlah dan Daya Layan Infrastruktur Sosial Ekonomi, Peta Kelas Daya Layan, Pola Jumlah Infrastruktur Sosial Ekonomi di Kabupaten Sleman tahun 2003 dan faktor yang berpengaruh terhadap jumlah infrastruktur sosial ekonomi di Kabupaten Sleman. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peta dapat digunakan sebagai sarana analisis dan pengambilan keputusan.

16 16 3. Monica Puspa Hadi Mustikawati (2008). Penelitian yang dilakukan mengenai Kajian Ketersediaan dan Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Sosial Ekonomi di Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang: (1) Tingkat Ketersediaan: (2) Daya Layan; (3) Efisiensi dan efektifitas pemanfaatan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan dua level analisis yaitu meso dan mikro. Analisis meso dilakukan pada Kecamatan Mungkid secara keseluruhan untuk menilai aspek ketersediaan dan daya layan, sehingga diperoleh hirarki pusat pelayanan dan daya layan fasilitas sosial ekonomi Kecamatan Mungkid dari data sekunder. Analisis mikro dilakukan secara detil terhadap unit desa sampel, sehingga diperoleh data primer dari hasil wawancara semi terstruktur. Teknik skoring untuk membuat indeks komposit sebagai dasar penentuan tingkat efisiensi pemanfaatan fasilitas oleh pengguna di wilayah desa dan wilayah kota. Informasi mengenai jarak tempuh pengguna menuju fasilitas yang dipilih kemudian dibandingkan dengan standar jarak pelayanan ideal untuk menentukan tingkat efektifitas pemanfaatan fasilitas oleh pengguna di wilayah desa dan kota. Hasil penelitian menunjukkan daerah administratif desa ada yang memiliki tingkat ketersediaan yang lebih tinggi daripada wilayah administratif kota. Daya layan fasilitas pelayanan sosial ekonomi sudah baik meskipun terdapat beberapa fasilitas berdaya layan kurang. Persepsi masyarakat menunjukkan pemanfaatan fasilitas pelayanan sosial ekonomi oleh pengguna di wilayah desa lebih efisien daripada pengguna di wilayah kota. Jumlah fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang dimanfaatkan secara efektif oleh pengguna di wilayah kota lebih sedikit daripada jumlah yang dimanfaatkan oleh pengguna di wilayah desa. 4. Muhammad Aryanto Prasetyawan (2010). Penelitian yang dilakukan mengenai Kajian Peranan Kecamatan Boyolali Sebagai Pusat Pelayanan Sosial Ekonomi di Kabupaten Boyolali. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui pola pemanfaatan pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi di Kecamatan Boyolali; (2) Mengetahui keterkaitan ruang antara Kecamatan

17 17 Boyolali dengan wilayah lain baik yang berada di dalam wilayah Kabupaten Boyolali maupun di luar Kabupaten Boyolali; (3) Mengetahui peranan Kecamatan Boyolali sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi bagi penduduk yang berada di Kecamatan Boyolali. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berupa analisa kuantitatif dan analisa deskriptif. Analisa kuantitatif yang dilakukan meliputi analisa tabel frekuensi, perhitungan aksesibilitas, analisa korelasi tabel silang. Analisa deskriptif yang dilakukan meliputi pembacaan peta-peta tematik dan analisa daya layan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Peranan Kecamatan Boyolali sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi adalah kuat untuk wilayah Kecamatan Boyolali, semakin jauh dari pusat maka orientasi semakin lemah; (2) Keterkaitan ruang Kecamatan Boyolali dengan kecamatan sekitarnya hanya kuat dalam hal barang pertanian dan lemah dalam hal barang non pertanian; (3) Tidak terdapat hubungan antara tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan sosial ekonomi terhadap tingkat aksesibilitas; (4) Rekomendasi kebijakan yang diperoleh dari penilitian ini adalah dalam upaya mengoptimalkan fasilitas pelayanan agar dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, maka harus mempertimbangkan fungsi-fungsi dari fasilitas pelayanan tersebut, efisiensi sarana dan prasarana serta lokasi pelayanan yang telah dilayaninya. Kedua yaitu meningkatkan dan mengembangkan fungsi pusat-pusat pelayanan yang sudah ada agar dapat melayani daerah hinterland dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan pada hierarki di bawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk. meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk. meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara menggunakan potensi yang dimiliki. Potensi tersebut dapat dikatakan juga

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BANGUNAN REHABILITASI ALZHEIMER DI YOGYAKARTA Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yoyakarta merupakan tempat untuk merehabilitasi pasien Alzheimer dan memberikan edukasi atau penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan wilayah yang memerlukan pendekatan multidisiplin yang mempertimbangkan berbagai aspek sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo)

ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) ANALISIS DAYA TARIK DUA PUSAT PELAYANAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERKOTAAN DI KABUPATEN PURWOREJO (Studi Kasus: Kota Kutoarjo dan Kota Purworejo) TUGAS AKHIR Oleh : SRI BUDI ARTININGSIH L2D 304 163 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

LAPORAN PERENCANAAN WILAYAH ACARA III ANALISIS PELAYANAN

LAPORAN PERENCANAAN WILAYAH ACARA III ANALISIS PELAYANAN LAPORAN PERENCANAAN WILAYAH ACARA III ANALISIS PELAYANAN Disusun Guna Memenuhi Tugas Perencanaan Wilayah Dosen pengampu : Rita Noviani, S.Si, M.Sc Disusun Oleh : Bhian Rangga JR K 5410012 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan itu bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008

ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008 ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN Purwokerto, 13 Juni 2015

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN Purwokerto, 13 Juni 2015 PEMANFAATAN DATA SPASIAL UNTUK MENGKAJI KORELASI PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008 DAN 2012 Umrotun 1, Ratna Kartikawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN

IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN 147 IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN Beberapa permasalahan yang terjadai dalam proses pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur diantaranya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perbaikan kualitas segenap bidang kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang satu pihak bersifat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sesuai dengan uraian pemerintah Kabupaten Sleman mengenai luas wilayah, Sleman merupakan satu dari lima kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur mempunyai peranan yang vital dalam pemenuhan hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau 5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Jakarta Timur Identifikasi penyebaran dan analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i vii xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4 1.3.1 Hubungan RPJMD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, pemukiman semakin lama membutuhkan lahan yang semakin luas. Terjadi persaingan yang kuat di pusat kota,

Lebih terperinci

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD SYAHRIR L2D 300 369 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Geografis Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tanggal 21 Juni 2001, Kota Tanjungpinang membawahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak

Lebih terperinci

BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Menurut RPJPD Kabupaten Kampar 2005-2025, berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, maka RPJM ke-2 (2011-2016) ditujukan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

ALTERNATIF BENTUK PENATAAN WILAYAH DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

ALTERNATIF BENTUK PENATAAN WILAYAH DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR ALTERNATIF BENTUK PENATAAN WILAYAH DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: JIHAN MARIA ULFA L2D 306 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jalan sebagai prasarana dalam sistem transportasi nasional memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang terus mengalami perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang terus mengalami perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang terus mengalami perubahanperubahan yang menuju pada perkembangan baik fisik maupun sosialnya. Perkembangan fisik tergambar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian akan menggambarkan langkah-langkah atau tahapan dari suatu penelitian dalam mencapai tujuan penelitian tersebut. Dimana dalam metode penelitian ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk mencapai keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang melalui pemilihan alternatif rencana yang

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin beragam merupakan indikasi dari perkembangan sebuah kota. Berbagai macam kebutuhan masyarakat tersedia dalam bentuk fasilitas pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan dan pembangunan suatu daerah haruslah disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah bersangkutan dan inilah kunci keberhasilan program pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu kawasan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kota Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tangerang propinsi Banten. Kota Tangerang Selatan mempunyai luas wilayah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan akhir dari seluruh tahapan studi yang telah dilakukan. Bab ini berisi temuan dan kesimpulan studi yang menjelaskan secara umum mengenai ketersediaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...

DAFTAR ISI PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iv vii ix x xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat Penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karanganyar. Secara astronomi Kabupaten Karanganyar terletak antara 110 40 110 70

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang dicapai selama ini telah menimbulkan berbagai tuntutan baru diantaranya sektor angkutan. Diperlukan tingkat pelayanan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

BAB II DESKRIPSI WILAYAH BAB II DESKRIPSI WILAYAH 1.1 Kondisi Geografis 2.1.1 Kota Magelang a. Letak Wilayah Berdasarkan letak astronomis, Kota Magelang terletak pada posisi 110 0 12 30 110 0 12 52 Bujur Timur dan 7 0 26 28 7

Lebih terperinci