TAHUN 2006 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TAHUN 2006 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG"

Transkripsi

1 SALINAN TAHUN 2006 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN Diperbanyak Oleh Bagian Hukum Setda Kota Depok

2 LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN Diperbanyak Oleh Bagian Hukum Setda Kota Depok

3 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA DEPOK, : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perencanaan pembangunan daerah disusun secara berjangka, meliputi : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; c. bahwa agar pelaksanaan pembangunan daerah Kota Depok dalam kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang dapat terarah, berkesinambungan, efektif dan efisien serta dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat, telah disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun ; d. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (3) huruf e Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan Peraturan Daerah; e. bahwa..

4 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun ; : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828); 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 5. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); 7. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 4438); 8. Peraturan..

5 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3852); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (lembaran Negara tahun 2001 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor. 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; 13. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2001 Nomor 45); 14. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pola dasar Pembangunan Kota Depok tahun (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2002 Nomor 27); 15. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 1); 16. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2003 tentang Kewenangan (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 33); 17. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 34); Dengan Persetujuan Bersama..

6 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DEPOK DAN WALIKOTA DEPOK MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN Pasal 1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun merupakan Dokumen Perencanaan yang berisikan penjabaran visi, misi dan kebijakan Kepala Daerah terpilih, yang penyusunannya berpedoman pada Dokumen Perencanaan Daerah, Provinsi dan RPJM Nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Landasan Hukum 1.4 Mekanisme Penyusunan RPJM Daerah 1.5 Sistematika Penulisan BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1 Kondisi Geografis 2.2 Kondisi Demografi 2.3 Perekonomian Daerah Produk Domestik Regional Bruto Ekspor dan Impor Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Yang Sah 2.4 Sosial Budaya 2.5 Sarana dan Prasarana Daerah Sarana Prasarana Pendidikan Sarana Prasarana Kesehatan Sarana..

7 2.5.3 Sarana Prasarana Transportasi Sarana Prasarana Energi Listrik Sarana Prasarana Air Bersih Sarana Prasarana Peribadatan dan Permukiman 2.6 Pemerintahan Umum BAB III VISI DAN MISI 3.1 Visi Kota Depok 3.2 Misi Kota Depok 3.3 Indikator Makro Kota Depok BAB IV VISI DAN MISI 4.1 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah Arah Kebijakan Strategi Pembangunan Daearah 4.2 Indikasi Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah BAB V KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1 Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan Daerah 5.2 Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah 5.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembiayaan BAB VI PENUTUP 6.1 Program Transisi 6.1 Kaidah Pelaksanaan Pasal 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 3 Pelaksanaan atas semua kebijakan, program dan kegiatan yang dijabarkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun ini ditampung melalui sumber pembiayaan APBD Kota Depok dan diusulkan melalui APBD Provinsi Jawa Barat dan APBN. Pasal 4..

8 Pasal 4 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Depok. Ditetapkan di Depok pada tanggal WALIKOTA DEPOK, Diundangkan di Depok pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK, H. NUR MAHMUDI ISMA IL Dra. WINWIN WINANTIKA, MM NIP LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN NOMOR

9 LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR : 02 TAHUN 2006 TANGGAL : 31 Juli 2006 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan dan pembangunan yang berlangsung sejak era reformasi dan desentralisasi sejak tujuh tahun terakhir, terjadi peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam hal perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan, yang mana pada saat bersamaan juga telah terjadi pengurangan peran Pemerintah Pusat. Perubahan tersebut secara politik tertuang dalam UU Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (atau dikenal dengan Otonomi Daerah) dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Seiring berlakunya Undang-undang tersebut, maka setiap Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dituntut untuk mampu mengidentifikasi keunggulan komparatif (comparative adventages) wilayahnya. Keunggulan komparatif wilayah tersebut untuk selanjutnya harus dapat diarahkan dan dipadukan, serta dikembangkan secara terencana, sehingga tercapai pengembangan wilayah yang optimal, yang tercermin dari luasnya kesempatan kerja dan berusaha, serta adanya insentif ekonomi yang menguntungkan bagi seluruh pelaku ekonomi. 1

10 Kota Depok yang awalnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor mempunyai keunggulan komparatif yang cukup besar, terutama letaknya yang sangat strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan merupakan wilayah yang diarahkan untuk pola pemukiman dan penyebaran kesempatan kerja secara lebih merata sebagaimana dimaksud dalam instruksi Presiden nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi). Dalam perkembangannya selanjutnya, Kota Depok telah tumbuh sebagai kota perdagangan dan jasa yang mandiri. Keunggulan komparatif Kota Depok sampai saat ini belum dikelola secara optimal karena terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam merencanakan, membiayai dan melaksanakan pembangunan. Berlakunya UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka setiap Pemerintah Daerah diharuskan menyusun rencana pembangunan yang sistematis, terarah, terpadu dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan keunggulan komparatif wilayah dan kemampuan sumberdaya keuangan daerah. Berbagai dokumen perencanaan yang diamanatkan Undang-undang tersebut untuk segera disusun adalah: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD). Sesuai dengan amanat konstitusi, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian Kepala Daerah terpilih yang baru harus menyusun dan menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah. 2

11 RPJM Daerah merupakan dokumen perencanaan untuk periode lima tahun yang memuat penjabaran visi, misi dan program kerja Kepala Daerah terpilih selama masa jabatannya (tahun ). Penyusunan RPJM Daerah ini harus dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan dengan mempertimbangkan batas kewenangan Pemerintah Daerah dan kemampuan keuangan daerah Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan RPJM Daerah adalah: (1) mengidentifikasi dan menganalisis kondisi umum berbagai sumberdaya pembangunan daerah Kota Depok, seperti geografis & sumberdaya alam, perekonomian, sosial budaya & SDM, prasarana & sarana, serta pemerintahan umum; (2) merumuskan visi, misi, strategi dan arah kebijakan pembangunan Kota Depok lima tahun ke depan; dan (3) menyajikan matrik indikasi rencana program dan kegiatan prioritas dalam pembangunan Kota Depok lima tahun ke depan. Tujuan penyusunan RPJM Daerah adalah: (1) agar tersedianya dokumen publik yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahunan dan Renstra-SKPD Lima Tahun; (2) agar tersedia landasan bagi DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah, sehingga pelaksanaan pembangunan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan wilayah; dan (3) agar tersedianya program dan kegiatan prioritas yang dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan dalam mengoptimalkan kiprah dan partisipasinya Landasan Hukum Penyusunan RPJM Daerah Kota Depok dilakukan dengan berlandaskan kepada beberapa ketentuan hukum dan peraturan sebagai berikut: a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3828); 3

12 b. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 4287); d. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendeharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); e. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); f. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); g. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); h. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); i. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3452); j. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 4

13 k. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 2001 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124); l. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (lembaran Negara tahun 2005 Nomor 140); m. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; n. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok (Lembaran Daerah tahun 2001 Nomor 45); o. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pola dasar Pembangunan Kota Depok tahun (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2002 Nomor 27); p. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 1); q. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2003 tentang Kewenangan (Lembaran Daerah tahun 2003 Nomor 33); r. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 34); 1.4. Mekanisme Penyusunan RPJMD Daerah RPJM Daerah harus disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan dengan mengikuti proses penyusunan lima tahapan kegiatan sebagai berikut: a. Penyiapan Rancangan Awal RPJM Daerah Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah untuk mendapatkan gambaran awal visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih yang memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah. Muatan rancangan awal RPJM Daerah ini menjadi pedoman bagi Kepala SKPD dalam penyusunan rancangan Renstra-SKPD. 5

14 b. Penyiapan Rancangan Renstra-SKPD Kepala SKPD menyiapkan rancangan Renstra-SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah. Program dalam rancangan Renstra-SKPD adalah bersifat indikatif, tidak mengabaikan keberhasilan yang sudah dicapai selama ini, dan diselaraskan dengan program prioritas Kepala Daerah terpilih. Untuk dapat menyiapkan rancangan Restra-SKPD secara baik, terarah dan selaras dengan kebutuhan RPJM Daerah, maka Kepala SKPD (melalui Tim Penyusun rancangan Renstra-SKPD) akan didampingi atau dibimbing oleh Tim Penyusun RPJM Daerah. c. Penyusunan Rancangan RPJM Daerah Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) menyusun rancangan RPJM Daerah dengan cara mengintegrasikan rancangan awal RPJM Daerah (yang dihasilkan pada tahap 1) dengan rancangan Renstra-SKPD (yang dihasilkan pada tahap 2). Rancangan RPJM Daerah yang dihasilkan pada tahap ini menjadi masukan utama dalam Musrenbang Jangka Menengah Daerah. d. Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Daerah Musrenbang Jangka Menengah Daerah merupakan forum konsultasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas rancangan RPJM Daerah dibawah koordinasi Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah). Pendapat, aspirasi dan komitmen stakeholders menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJM Daerah. Stakeholders yang akan berpartisipasi dalam Musrenbang ini meliputi: Institusi Pemerintah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), anggota DPRD, TNI & Polri, Pengadilan & Kejaksaan, Masyarakat, Dunia Usaha, LSM, Perguruan Tinggi dan stakeholders lainnya. Metode yang digunakan dalam Musrenbang ini adalah Lokakarya yang dikombinasikan dengan diskusi dan konsultasi publik terhadap berbagai stakeholders dalam jumlah peserta yang cukup banyak. 6

15 e. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Daerah Rancangan akhir RPJM Daerah disusun dan/atau disempurnakan oleh Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Daerah dengan tetap mempertimbangan kebutuhan dan kemampuan sumberdaya pembangunan. Rancangan akhir RPJM Daerah diserahkan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah Sistematika Penulisan berikut: Sistematika penulisan RPJM Daerah Kota Depok Tahun sebagai BAB I. PENDAHULUAN Membahas dan menjabarkan latar belakang pembentukan daerah; pengertian RPJM Daerah; dan proses penyusunan RPJM Daerah, maksud dan tujuan dari penyusunan RPJM Daerah, landasan hukum penyusunan RPJM Daerah, mekanisme penyusunan RPJM Daerah dan sistematika penulisan. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Membahas dan menjabarkan mengenai keadaan 10 tahun terakhir, analisis dan prediksi kondisi umum daerah selama 5 tahun kedepan berkenaan dengan: kondisi geografis; demografi; ekonomi dan sumber daya alam; sosial budaya; sarana dan prasarana; dan pemerintahan umum. BAB III. VISI DAN MISI Membahas dan menjabarkan mengenai Visi, Misi dan Indikator Makro Kota. BAB IV. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH Membahas dan menjabarkan Arah Kebijakan dan Strategi pembangunan Daerah serta Indikator Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah. 7

16 BAB V. KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Membahas dan menjabarkan mengenai Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan Daerah, Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah dan Arah Kebijakan dan Strategi Pembiayaan. BAB VI. PENUTUP Membahas dan menjabarkan mengenai manfaat RPJM Daerah sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai koridor dalam penyusunan visi, misi dan program calon Kepala Daerah, sebagai pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, dan lampiran matrik lima tahunan RPJM Daerah Kota Depok serta lampiran matrik indikator makro kota. 8

17 BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Gambaran umum kondisi daerah adalah deskripsi tetang karakteristik berbagai sumberdaya daerah yang berhubungan atau terkait dengan pembangunan. kondisi daerah yang dibahas meliputi kondisi geografis, kondisi demografis, perekonomian daerah, sosial budaya daerah, sarana dan prasarana daerah, dan pemerintahan umum KONDISI GEOGRAFIS Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6 o o Lintang Selatan dan 106 o o Bujur Timur. Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah Jabotabek. Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah - perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2. Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air ratarata buruk akibat tercemar. Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas. A. Sumber Daya Lahan Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan data analisis Revisi RTRW Kota Depok ( ) dalam pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai ha (44,31%) dari total pemanfaatan ruang Kota Depok. 9

18 Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat ,14 ha (50,23%) dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah kota. Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai ,86 ha (49,77%) dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan mencapai ,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun Sementara luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun Proyeksi Perbandingan antara kawasan terbangun dan ruang terbuka di Kota Depok dapat dilihat pada Tabel II-1 berikut : Tabel II-1. Proyeksi Perbandingan antara Kawasan Terbangun dan Ruang Terbuka di Kota Depok No Jenis Penggunaan Lahan Lahan Tahun 2005 Revisi RTRW Tahun 2010 Ha % Ha % I Kawasan Terbangun ,86 49, ,59 53,28 a. Perumahan + kampung 8.915,09 44, ,74 45,49 b. Pendidikan Tinggi & Terpadu 231,39 1,15 299,61 1,49 c. Jasa & Perdagangan 301,28 1,50 596,03 2,96 d. Industri 310,45 1,54 417,56 2,08 e. Kawasan Tertentu (Gandul,Cilodong,Depok KRL,Bromob,Radar AURI) 255,65 1,27 255,65 1,27 II Ruang Terbuka Hijau ,14 50, ,41 46,72 a. Sawah Teknis & Non Teknis 972,55 4,83 972,55 4,83 b. Tegalan/Ladang/Kebun /Tanah Kosong 7.110,10 35, ,04 31,10 c. Situ & Danau 169, , d. Pariwisata, Lapangan Golf & Kuburan 389,99 1,94 517,07 2,57 e. Hutan 26,29 0,13 26,29 0,13 f. Kawasan tertentu (TVRI, RRI) 177,88 0,88 177,88 0,88 g. Sungai 81,65 0,41 81,65 0,41 h. Garis Sempadan (Sungai, tegangan tinggi, 1.178,00 5, ,25 5,95 & Pipa Gas) TOTAL , , Sumber: Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok

19 Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total luas kawasan terbangun, hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan perkampungan. Jasa dan perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota, industri 2,08% total luas kota, pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan kawasan khusus 1,27% total luas kota. Meningkatnya jumlah tutupan permukaan tanah tersebut, ditambah dengan berubahnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan menyebabkan terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang berdampak terhadap penurunan kondisi Kota Depok. Diperkirakan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok di masa yang akan datang akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah yang semakin menyempit. Pada tahun 2010 diperkirakan lahan sawah akan mengecil bila dibandingkan kondisi sekarang. Penyempitan yang paling parah terjadi pada lahan sawah tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana PU. Grafik perkembangan luas sawah di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-1 berikut : Gambar II-1. Perkembangan Luas Sawah di Kota Depok Perkembangan Luas Ha Tadah Hujan Irigasi Non PU Irigasi Sederhana PU Irigasi 1/2 Teknis Irigasi Teknis Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok. 11

20 B. Sumber Daya Air Sumber Daya Air yang ada terdiri dari dua sumber yaitu sungai dan situ. Secara umum sungai-sungai di Kota Depok termasuk kedalam dua Satuan Wilayah Sungai besar, yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane. Selanjutnya sungai-sungai tersebut dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah Aliran Sungai, yaitu sungai Ciliwung, Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu, Cipinang, Cijantung, Sunter, Krukut, Saluran Cabang Barat, Saluran Cabang Tengah dan sungai Caringin. Kota Depok memiliki 25 situ yang tersebar di wilayah Timur, Barat dan Tengah. Luas keseluruhan situ yang ada di Kota Depok berdasarkan data tahun 2005 adalah seluas 169,68 Ha 1), atau sekitar 0,84 % luas Kota Depok. Kedalaman situ-situ bervariasi antara 1 sampai 4 meter, dengan kualitas air yang paling buruk terdapat pada Situ Gadog dan Rawa Besar. Selain penurunan kualitas air, kawasan situ juga mengalami degradasi luasan. Pembangunan perikanan di Kota Depok juga menghadapi masalah yang sama dengan pertanian tanaman pangan, yaitu penyempitan lahan air kolam. Berdasarkan data tahun 2005, luas areal air kolam adalah 242,21 ha dibandingkan pada tahun 2000 seluas 290,54 ha. Diperkirakan pada tahun 2010 areal air kolam akan menjadi 238 ha dari luas areal air kolam saat ini, sebagaimana Gambar II-2 berikut : Gambar II-2 Perkembangan luas areal air kolam 350 Luas Areal Air Kolam Ikan Hias Kolam Pembenihan Kolam Air Deras Kolam Air Tenang Air Saw ah Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok. 1) Luas ini belum termasuk 2 Situ yang belum ada datanya pada waktu itu, yaitu Situ Cinere dan Situ Krukut 12

21 C. Tingkat Polusi dan Produksi Limbah Kualitas udara pada 4 kecamatan di Kota Depok, berdasarkan data tahun 2005, pada 4 titik pengamatan tentang nilai kualitas SO 2, NO 2, CO, O 3 dan Pb masih memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO 2 ) pada 4 titik pengamatan tersebut antara 0,1 16,14 mikro-gram/m 3, di bawah ambang baku mutu 365 mikro-gram/m 3. Konsentrasi Nitrogen Oksida (NO 2 ) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 2,94 15,95 mikrogram/m 3, di bawah ambang baku mutu 150 mikro-gram/m 3. Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 151,45 716,84 mikrogram/m 3, di bawah ambang baku mutu mikro-gram/m 3. Konsentrasi Oksidan (O 3 ) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 12,94 40,38 mikro-gram/m 3, di bawah ambang baku mutu 235 mikro-gram/m 3. Konsentrasi Timbal (Pb) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 0,16 1,56 mikro-gram/m 3, di bawah ambang baku mutu 2 mikro-gram/m 3. Sedangkan konsentrasi debu (partikulat) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 0,078 0,364 mikro-gram/m 3, dengan ambang baku 0,23 mikro-gram/m 3. Kondisi tersebut akan dipertahankan pada tahun-tahaun yang akan datang dengan adanya Program Langit Biru. Sedangkan untuk konsentrasi debu diupayakan untuk dikurangi di bawah ambang mutu standar pada tahun-tahun berikutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Limbah cair yang berasal dari berbagai sumber termasuk rumah tangga dan air bekas kegiatan perkotaan lainnya, masih menggunakan sistem tercampur, yaitu air limbah dan air hujan dialirkan melalui satu saluran. Sedangkan untuk air limbah industri dan komersial juga belum ada sistem yang menanganinya secara khusus. Limbah padat Kota Depok diatasi dengan sistem sanitary landfill yang berlokasi di TPA Cipayung, berdekatan dengan Sungai Pesanggrahan yang berfungsi sebagai tempat pembuangan air. Sistem penanganan limbah padat akan dikembangkan lebih lanjut berupa program daur ulang dan sistim kompos. Secara garis besar, volume sampah Kota Depok dapat dihitung melalui perkalian antara timbulan sampah per kapita dikalikan jumlah penduduk Kota Depok. Dengan asumsi timbulan sampah adalah 2,6 liter/orang/hari, maka volume sampah yang dihasilkan 13

22 Kota Depok pada tahun 2005 adalah 3,810 meter kubik per hari. Sebagian besar sampah yang dihasilkan penduduk Kota Depok pada umumnya merupakan sampah organik yang mudah membusuk. Dengan asumsi timbulan sampah adalah 2,6 liter/orang/hari, maka prediksi volume sampah yang dihasilkan Kota Depok mencapai m 3 per hari pada tahun Volume sampah tersebut mendekati kapasitas maksimum sistem yang ada saat ini. Untuk itu diperlukan sistem pemusnahan sampah berkapasitas besar atau penanganan sampah dari sumbernya. Ilustrasi grafis mengenai pertumbuhan jumlah penduduk dan volume sampah dapat dilihat pada Gambar II-3 berikut : Gambar II-3. Proyeksi Jumlah Penduduk & Volume Sampah di Kota Depok Jumlah Penduduk & Volume Sampah Jumlah Pe nduduk Juta orang1.8 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Volume Sampah (m 3 /hari) Jumlah Penduduk 921, 1,16 1,20 1,24 1,33 1,36 1,37 1,44 1,49 1,53 1,56 1,61 1,66 Volume Sampah (m3/hari) 2,39 3,01 3,13 3,24 3,47 3,56 3,57 3,76 3,88 3,99 4,08 4,20 4,33 Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok. 14

23 2.2. KONDISI DEMOGRAFI Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah kependudukan. Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. A. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai jiwa, terdiri atas laki-laki jiwa (50,66%) dan perempuan jiwa (49,34%), Sedangkan luas wilayah hanya 200,29 km 2, maka kepadatan penduduk Kota Depok adalah jiwa/km 2. Tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong padat, apalagi jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Dalam kurun waktu 5 tahun ( ) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23 % per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai jumlah jiwa dan kepadatan penduduk mencapai jiwa per km 2. Adapun angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004 senantiasa berfluktuasi, demikian juga angka kematian berfluktuasi hampir mendekati pola angka kelahiran. Pada tahun 2004, angka kelahiran sebesar jiwa dan angka kematian 1,962 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok disebabkan tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian penduduk Kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi, dimana jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa. Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang datang ke Kota Depok pada waktu mendatang akan meningkat, seiring dengan semakin banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang pesat. 15

24 Dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 3,5% per tahun, diprediksikan pada tahun 2010 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai orang per kilometer persegi. Perkembangan kepadatan penduduk dari tahun 1999 dan proyeksinya pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar II-4 berikut : Gambar II-4. Proyeksi Kepadatan Penduduk di Kota Depok 9, , ,0 0 0 J u m la h d a n K ep a d a ta n P e n d u d u k rib u jiw a 1, , ,4 0 0 K e pa d ata n 6, , , , , , , , K e pa da ta n P en du du k 4,60 1 5, ,9 55 6,1 35 6,53 8 6,6 71 6,8 62 7,05 0 7,27 1 7,4 75 7,64 4 7,87 7 8,0 8 5 Jum lah P e nd u du k 92 1,4 1, ,2 04 1,2 47 1,33 5 1,3 69 1,3 74 1,44 7 1,49 2 1,5 34 1,56 9 1,61 7 1, Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok. B. Pendidikan Kualitas sebagian besar sumber daya manusia di Kota Depok masih rendah jika dilihat dari segi pendidikan. Pada tahun 2005 persentase tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah adalah 28,40%. Sedangkan angkatan kerja lulusan perguruan tinggi atau diploma ke atas hanya sebesar 12,25%. Dengan rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja, menyebabkan adaptasi terhadap perkembangan teknologi menjadi rendah. Kendala ini berdampak terhadap daya serap pasar, sehingga banyak tenaga kerja yang tidak dapat memenuhi syarat bekerja di sektor formal, dan terpaksa bekerja di sektor informal yang kurang produktif dengan upah yang relatif rendah dibandingkan sektor formal. 16

25 Sedangkan pencapaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk Kota Depok cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 mencapai 9,05 tahun, dan pada tahun 2003 mencapai 9,80 tahun. Demikian pula kemampuan membaca penduduk Kota Depok terus meningkat dari tahun ke tahun, diperkirakan pada tahun 2010 penduduk yang buta huruf tinggal 0,05% saja seperti tertera pada Gambar II-5 berikut: Gambar II-5. Proyeksi Kemampuan Membaca Penduduk di Kota Depok % K e m a m p u a n M e m b a c a P e n d u d u k 1 0 T a h u n K e a t a s 9 5 % 9 0 % 8 5 % 8 0 % B u t a H u r u f H u r u f L a in n y a H u r u f la t in Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Thn 2005, Bapeda dan BPS. Tingkat pendidikan penduduk yang cukup tinggi ini, perlu diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja, sehingga partisipasi dan produktivitas penduduk dalam pembangunan dapat terus meningkat. Penduduk usia sekolah SD, SLTP dan SLTA diperkirakan akan terus meningkat jumlahnya, namun persentasenya akan menurun terhadap total penduduk Kota Depok, sebagaimana data proyeksi perkiraan jumlah penduduk usia sekolah di Kota Depok pada Gambar II-6 berikut : 17

26 Gambar II-6. Proyeksi Penduduk Usia Sekolah di Kota Depok 100% Penduduk Usia Sekolah 80% 60% 40% 20% 0% Bukan Usia Sekolah 888,6 931,1 964,2 1,060, 1,131, 1,131, 1,208, 1,249, 1,285, 1,314, 1,356, 1,400, Jumlah Anak Umur th 78,51 78,41 81,48 76,55 56,33 52,44 49,44 47,06 45,13 43,52 42,17 41,02 Jumlah Anak Umur th 67,22 66,83 69,25 68,94 48,84 55,52 48,01 49,58 50,90 52,76 54,62 56,49 Jumlah Anak Umur 7-12 th 126,4 128,3 132,2 129,3 132,7 134,8 141,3 146,6 152,7 158,2 164,1 169,8 Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS. Sedangkan jumlah anak usia sekolah 7 12 tahun berdasarkan data yang ada tahun 2000 sampai dengan tahun 2005, jumlah anak usia 7-12 tahun yang tidak sekolah cenderung menurun setiap tahunnya, dan diproyeksikan pada tahun 2011 jumlah anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah menjadi 0 % sebagaimana terlihat dari gambar II-7 proyeksi pendidikan anak usia 7 12 tahun berikut : Gambar II-7. Proyeksi Pendidikan Anak Usia 7-12 tahun di Kota Depok Pendidikan Anak Usia 7-12 tahun 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tidak Sekolah 17,19 14,52 12,85 6,562 2, Sekolah SD 109,2 113,8 119,3 122,8 130,1 134,8 141,3 146,6 152,7 158,2 164,1 169,8 Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun

27 Adapun jumlah anak usia tahun yang tidak sekolah selama periode tahun 2000 sampai 2005 setiap tahun mencapai 10% lebih. Pada tahun 2004 jumlah anak usia tahun yang tidak sekolah menurun atau kurang dari 10 %. Jika kecenderungan ini terus berlanjut maka diperkirakan jumlah anak usia tahun yang tidak bersekolah akan menjadi 0% pada tahun 2011, sebagaimana terlihat pada gambar II-8 berikut : Gambar II-8. Proyeksi Pendidikan Anak Usia tahun di Kota Depok 100% Pendidikan Anak Usia tahun 80% 60% 40% 20% 0% Tidak Sekolah 28,40 28,52 9,912 27,34 5,383 10, Sekolah SLTP 38,81 38,31 59,34 41,60 43,46 45,32 47,18 49,04 50,90 52,76 54,62 56,49 Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003, BPS Kota Depok 19

28 Selama periode tahun 2000 sampai tahun 2005, jumlah anak usia tahun yang tidak sekolah terus menurun. Jika kecenderungan ini terus berlanjut maka diperkirakan jumlah anak usia tahun yang tidak bersekolah pada tahun 2011 diproyeksikan menjadi 0% sebagaimana terlihat dalam gambar II-9 berikut : Gambar II-9. Proyeksi Pendidikan Anak Usia tahun di Kota Depok 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Pendidikan Anak Usia tahun (Dalam Ribuan Jiwa) Tidak Sekolah 49,12 46,38 49,71 43,50 20,81 14,43 8,957 4, Sekolah SLTA 29,38 32,02 31,77 33,04 35,52 38,00 40,48 42,96 45,45 47,93 50,41 52,89 Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003 C. Angkatan Kerja Data komposisi tenaga kerja pada tahun 2005 menunjukkan bahwa dari angkatan kerja, sebanyak orang belum mendapatkan kesempatan kerja. Angka ini sama dengan 14,07% dari total angkatan kerja, atau 6 % dari total penduduk Kota Depok. Persentase ini relatif tinggi dibandingkan persentase pengangguran di Jawa Barat, yang hanya berkisar 4,7% pada tahun

29 Angkatan kerja di Kota Depok sebagian besar bekerja di sektor tersier, yaitu sektor yang meliputi lapangan usaha perdagangan, angkutan, komunikasi, keuangan dan jasa-jasa. Pada tahun 2005, jumlah angkatan kerja yang terlibat di sektor tersier sebesar orang, atau sama dengan 69,7 % dari total angkatan kerja. Pada sektor sekunder, yaitu sektor yang meliputi lapangan usaha industri pengolahan, listrik, gas, air minum dan konstruksi, jumlah angkatan kerja yang terlibat sebanyak orang, atau sama dengan 23,2 % dari total angkatan kerja. Sedangkan di sektor primer, yaitu sektor yang meliputi lapangan usaha pertanian dan pertambangan, jumlah angkatan kerja yang terlibat hanya orang atau sekitar 3,37 % dari total angkatan kerja. Diprediksi jumlah angkatan kerja dan pencari kerja di Kota Depok akan meningkat sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Diproyeksikan angkatan kerja pada tahun 2005 berjumlah sekitar , dan akan meningkat pada tahun 2011 menjadi orang, sementara itu pencari kerja pada tahun 2005 berjumlah orang atau 7,57 % dari angkatan kerja, dan pada tahun 2010 diproyeksikan mencapai orang atau 8,22 % dari angkatan kerja, sebagaimana gambar II-10 berikut : Gambar II-10. Proyeksi Jumlah Angkatan Kerja dan Persentase Pencari Kerja. Angkatan Kerja Jumlah Angkatan Kerja dan Persentase Pencari Kerja diantara Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas Ribu Orang % 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% Pencari Kerja Angkatan Kerja 436, 443, 496, 543, 570, 585, 635, 662, 690, 723, 758, 786, Pencari Kerja Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok 21

30 Persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor primer diperkirakan akan semakin kecil di masa mendatang. Pada tahun 2011 diperkirakan tenaga kerja yang bekerja pada sektor primer hanya sekitar 1,32 % dari total angkatan kerja, sebagaimana grafik Gambar II-11 berikut : Gambar II-11. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Primer di Kota Depok PERSEN TENAGA KERJA (% ) PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA PRIMER ,000 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Jumlah Tenaga Kerja Primer 16,592 16,817 11,520 17,872 12,096 18,494 14,958 14,221 13,392 12,539 11,574 10,367 Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok Sedangkan kontribusi PDRB pada sektor sekunder semakin meningkat, persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor sekunder pada tahun 2005 mencapai orang atau 22,41 % dari total angkatan kerja, dan pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai orang atau 17,93 % dari total angkatan kerja. Hal ini disebabkan adanya penurunan tenaga kerja sektor industri secara global, sebagai dampak meningkatnya pemanfaatan teknologi mesin secara efisien pada industri pengolahan. Namun secara nominal jumlah angkatan kerja yang terserap pada sektor sekunder tetap meningkat, dari sekitar orang pada tahun 2005 menjadi sekitar orang pada tahun 2011, sebagaimana grafik perkembangan persentase tenaga kerja sektor sekunder pada Gambar II-12 berikut : 22

31 Gambar II-12. Perkembangan Persentase Tenaga Kerja Sektor Sekunder di Kota Depok PERSEN TENAG A KERJA (%) PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA SEKUNDER , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 Jumlah Te naga Ke rja Listrik, Gas & Air Minum Industri Olahan Bangunan & Konstruksi Jumlah Tenaga Kerja Sekunder 100,4 98,55 92,30 101,9 110,1 131,2 124,3 127,4 130,5 134,5 138,5 141,0 Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok Walaupun konstribusi sektor tersier terhadap PDRB menurun, tetapi persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor ini sudah sangat besar. Hal ini menunjukkan potensi sektor tersier dalam menyerap tenaga kerja memberikan konstribusi sebesar 69,7 % dari total angkatan kerja pada tahun 2005 dan pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 81 % dari total angkatan kerja. Secara nominal peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor tersier pada tahun 2005 mencapai orang, dan akan mencapai orang pada tahun 2011 sebagaimana grafik Gambar II-13 perkembangan persentase tenaga kerja sektor tersier berikut : 23

32 Gambar II-13. Perkembangan Persentase Tenaga Kerja Sektor Tersier di Kota Depok PERSEN TENAGA KERJA (% ) PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA TERSIER , , , , , , ,000 - Jumlah Tenaga K erja Jasa-jasa Bank & Lembaga Keuangan Angkutan & Komuniksi Perdangan, hotel & Restoran Jumlah Tenaga Kerja Tersier 282,5 292,5 344,5 388,1 415,5 405,4 466,7 495,2 525,1 559,9 596,8 628,9 Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok D. Angka Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan Pada tahun 2005 batas garis kemiskinan di Kota Depok diprediksikan berada pada tingkat penghasilan sekitar Rp /kapita/bulan, dan akan meningkat menjadi Rp /kapita/bulan pada tahun Jumlah penduduk miskin yang terdata pada tahun 2005 sebesar orang atau 5,77 % dari jumlah penduduk, dan diprediksikan akan mencapai orang atau 7,9 % dari jumlah penduduk, sebagaimana terlihat pada grafik kemiskinan pada gambar II-14 berikut : 24

33 Gambar II-14. Proyeksi Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kota Depok 140,000 Kemiskinan 9% Jumlah Penduduk Miskin 120, ,000 80,000 60,000 40,000 20,000 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% Persen Penduduk Miskin Jmlh penduduk miskin (orang) 37,30 68,50 65,00 64,00 77,46 84,28 91,10 93,49 102,2 110,0 115,0 % Penduduk miskin 3.23% 5.62% 4.96% 4.84% 5.77% 6.17% 6.57% 6.59% 7.19% 7.65% 7.90% 0% Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Tahun 2004, BPS Kota Depok Ketimpangan pendapatan di Kota Depok diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan data tahun 2005 sebesar 0,217 dan pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 0,257. Hal ini ditunjukan oleh pemerataan pendapatan yang diukur dengan indikator Gini Ratio, di mana pemerataan pendapatan dua dan tiga tahun lalu lebih baik dari kondisi sekarang sebagaimana ditunjukkan grafik gambar II-15 berikut : Gambar II-15 Proyeksi Pemerataan Pendapatan Pemerataan Pendapatan Gini Ratio Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Tahun

34 2.3. PEREKONOMIAN DAERAH Produk Domestik Regional Bruto Selama tiga tahun terakhir ( ) perekonomian Kota Depok rata-rata tumbuh 6% lebih per tahun. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 6,45%. Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Depok akan berkisar pada 6 % pertahun, sebagaimana grafik pertumbuhan ekonomi Kota Depok pada gambaran II-16 berikut : Gambar II-16. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota Depok 250 Laju Pertumbuhan Ekonomi 7% Indeks (Tahun 1993 = 100) % 5% 4% 3% 2% 1% Pertumbuhan % Indeks PDRB LPE Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 26

35 A. PDRB Sektor Primer Sektor primer di Kota Depok hanya terdiri dari lapangan usaha pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha peternakan, perikanan dan perkebunan. Sedangkan sektor primer yang meliputi lapangan usaha pertambangan dan penggalian tidak terdapat di Kota Depok. Persentase PDRB sektor primer Kota Depok tahun 2005 hanya 2,81 % dari total PDRB, presentase ini akan semakin kecil di masa mendatang, dan pada tahun 2011 diperkirakan PDRB sektor primer di Kota Depok hanya mencapai 2,19% dari total PDRB. Grafik perkembangan persentase PDRB sektor primer di Kota Depok dapat diilihat pada Gambar II-17 berikut : Gambar II-17. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Primer di Kota Depok 3.5 PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA PRIMER Pertanian Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 27

36 1. PDRB Lapangan Usaha Pertanian Lapangan usaha pertanian memberikan kontribusi PDRB sebesar 3,59% terhadap nilai total PDRB Kota Depok, dengan laju pertumbuhan 2,22%. Kecilnya konstribusi sektor pertanian diakibatkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah produktivitas, efesiensi usaha, konservasi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana, serta terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian. Disamping itu, pembangunan pertanian Kota Depok juga menghadapi masalah lainnya, seperti : lahan yang semakin menyempit, rendahnya kualitas sumber daya manusia pertanian, serta keterbatasan pemanfaatan teknologi. Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) dari lapangan usaha pertanian sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II-2.a berikut : Tabel II-2. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Pertanian (ADHK 1993) Lapangan Usaha PERTANIAN 42, , , , , , Tanaman Bahan Makanan 6, , , , , , Tanaman Perkebunan Peternakan 31, , , , , , Kehutanan Perikanan 3, , , , , , Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha pertanian Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel II-2.b berikut : Tabel II-2. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Pertanian (ADHK 1993) di Kota Depok Sektor Pertanian Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 28

37 Pertumbuhan sektor pertanian Kota Depok selama periode tahun di bawah 3 % per tahun dengan PDRB lapangan usaha pertanian tidak pernah melebihi Rp per kapita. Dibandingkan dengan lapangan usaha pertanian Jawa Barat, dengan pertumbuhan ratarata 3 % per tahun dan PDRB per kapita sebesar Rp , maka sektor pertanian Kota Depok relatif tertinggal. Secara grafis perbandingan lapangan usaha pertanian Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-18 berikut : Gambar II-18. Posisi Lapangan Usaha Pertanian Kota Depok dibanding rata-rata Jawa Barat. LAPANGAN USAHA PERTANIAN 6 PERTUMBUHAN (%) Cepat Maju & Cepat Tumbuh 3 Berkembang Cepat Maju Tertekan 768,000 Relatif Tertinggal - PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah 29

38 B. PDRB Sektor Sekunder Persentase PDRB sektor sekunder Kota Depok saat ini sekitar 52,08 % dari total PDRB. Hal ini menunjukan konstribusi sektor sekunder terhadap struktur ekonomi Kota Depok cukup besar peranannya. Diproyeksikan pada tahun 2011 konstribusi PDRB sektor sekunder akan mencapai 53,54 % dari total PDRB Kota Depok sebagaimana diperlihatkan oleh grafik perkembangan persentase PDRB pada Gambar II 19 berikut : Gambar II-19. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Sekunder di Depok Kota PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA SEKUNDER Bangunan/ Konstruksi Listrik, Gas & Air Minum Industri Pengolahan Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 30

39 1. PDRB Lapangan Usaha Industri Pengolahan Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok yang berasal dari Lapangan usaha industri pengolahan adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II-3.a berikut : Tabel II-3. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan (ADHK 1993) LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN , , , , , ,70 Industri Migas Pengilangan M. Bumi Gas Alam Cair Industri Non Migas , , , , , ,70 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha industri pengolahan Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel II-3.b berikut : Tabel II-3. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan (ADHK 1993) di Kota Depok SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 31

40 Hasil-hasil industri pengolahan di Kota Depok sebagian telah menjadi komoditas ekspor. Menurut Dr. Muhammad Wahyudin dalam buku Industri Orentasi Ekspor: Dinamika dan Analisis Spasial, selama dasa warsa , Kota Depok diklasifikasikan sebagai kota yang tinggi ekspor industri manufakturnya diantara 182 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Ada 80 kabupaten/kota yang mendapat peringkat tinggi ekspor industri manufakturnya pada tahun 1990, empat diantaranya dari DKI Jakarta dan Jawa Barat, yaitu: Kabupaten Karawang, Kota Jakarta Pusat, Kota Tangerang dan Kota Depok. Pada tahun 1999 tercatat ada 76 kabupaten/kota yang tergolong tinggi ekspor industri manufakturnya, lima diantaranya dari DKI Jakarta dan Jawa Barat, yaitu: Kota Bogor, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota Bekasi dan Kota Depok. Kota Tangerang naik peringkatnya dari sepuluh tahun sebelumnya menjadi sangat tinggi ekspor industri manufakturnya, sedangkan Kota Bogor dan Kota Bekasi turun peringkatnya dan Kota Depok berhasil mempertahankan peringkatnya seperti sepuluh tahun sebelumnya. Dibandingkan lapangan usaha industri pengolahan Jawa Barat, dari rata-rata pertumbuhan PDRB-nya selama lima tahun terakhir ini, lapangan usaha industri pengolahan Kota Depok berkembang cepat. Selama tahun , pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan di Kota Depok hampir selalu di atas 4,5% per tahun (ADHK 1993), kecuali tahun 1999, padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) hanya 4,5% per tahun. Namun, PDRB lapangan Usaha industri pengolahan di Kota Depok masih di bawah Rp per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata PDRB lapangan usaha industri pengolahan di Jawa Barat pada tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp per kapita. Secara grafis, perbandingan lapangan usaha industri pengolahan Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-20 berikut : 32

41 Gambar II-20. Posisi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kota Depok dibanding Jawa Barat LAPANGAN USAHA INDUSTRI OLAHAN PERTUMBUHAN (%) 9.0 Cepat Maju & Cepat Tumbuh 4.5 Maju Tertekan Berkembang Cepat Relatif Tertinggal ,400,000 PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) ,000 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah 2. PDRB Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air Minum Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok yang berasal dari lapangan usaha listrik, gas dan air minum ditunjukkan dalam Tabel II-4.a berikut : Tabel II-4. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air Minum (ADHK 1993) LAPANGAN USAHA Listrik, Gas dan Air Minum , , , , , ,34 Listrik , , , , , ,00 Gas Air Bersih 3.037, , , , , ,34 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 33

42 Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha listrik, gas dan air minum Kota Depok terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel II-4.b berikut : Tabel II-4. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Listrik, Gas & Air minum (ADHK 1993) di Kota Depok SEKTOR Listrik, Gas dan Air Minum Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Dibandingkan lapangan usaha listrik, gas dan air minum Jawa Barat, ditinjau dari rata-rata pertumbuhannya, selama lima tahun terakhir ini, lapangan usaha listrik, gas & air minum Kota Depok berkembang cepat. Selama tiga tahun terakhir pertumbuhan lapangan usaha listrik, gas & air minum di Kota Depok selalu diatas 5% per tahun (ADHK 1993) (lihat Gambar II-21), padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha listrik, gas & air minum di Jawa Barat (tahun 2003 dan 2004) hanya 5% per tahun. Namun, PDRB lapangan usaha listrik, gas dan air minum di Kota Depok masih dibawah Rp per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata PDRB lapangan usaha listrik, gas & air minum di Jawa Barat tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp per kapita. Secara grafis, perbandingan lapangan usaha listrik, gas dan air minum Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-21. berikut : 34

43 Gambar II-21. Posisi Lapangan Usaha Listrik, Gas & Air Minum Kota Depok dibanding Jawa Barat 10.0 LAPANGAN USAHA LISTRIK, GAS & AIR MINUM PERTUMBUHAN(%) 5.0 Cepat Maju & Cepat Tumbuh Maju Tertekan Berkembang Cepat Relatif Tertinggal ,000 PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) 20,000 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah PDRB Lapangan Usaha Bangunan/Konstruksi Lapangan usaha ini mencakup kegiatan pembangunan fisik (konstruksi), baik yang digunakan sebagai tempat tinggal (pemukiman) atau sarana lainnya yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi maupun perorangan. Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok yang berasal dari Lapangan usaha bangunan dan konstruksi adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II.5.a berikut : Tabel II-5.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Konstruksi (ADHK 1993) LAPANGAN USAHA Bangunan dan Konstruksi , , , , , ,21 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 35

44 Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha bangunan dan konstruksi Kota Depok terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel II-5.b berikut : Tabel II-5. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Konstruksi (ADHK 1993) di Kota Depok SEKTOR Bangunan dan Konstruksi Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Lapangan usaha bangunan/konstruksi Kota Depok relatif tertinggal dibandingkan dengan lapangan usaha bangunan/konstruksi Jawa Barat, baik rata-rata pertumbuhannya maupun rata-rata PDRB per kapitanya. Selama tahun pertumbuhan lapangan usaha bangunan/konstruksi di Kota Depok selalu dibawah 9% per tahun (ADHK 1993), padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha bangunan/konstruksi di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) mencapai 9% per tahun. Berdasarkan PDRB per kapita, lapangan usaha bangunan/konstruksi di Kota Depok tidak pernah mencapai Rp per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata PDRB lapangan usaha bangunan/konstruksi di Jawa Barat tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp per kapita. Secara grafis, perbandingan lapangan usaha bangunan/konstruksi Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-22. berikut : 36

45 Gambar II-22. Posisi Lapangan Usaha Konstruksi Kota Depok dibanding Jawa Barat LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI PERTUMBUHAN (%) Cepat Maju & Cepat Tumbuh Maju Tertekan 160,000 Berkembang Cepat Relatif Tertinggal PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) 60,000 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah C. PDRB Sektor Tersier Sektor tersier terdiri dari lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran, lapangan usaha angkutan dan komunikasi, lapangan usaha bank & lembaga keuangan lainnya, serta lapangan usaha jasa-jasa. Selama lima tahun terakhir persentase PDRB sektor tertier Kota Depok menunjukkan penurunan meskipun tidak signifikan. Kecenderungan penurunan ini akan terbawa ke masa mendatang. Tanpa pengelolaan yang tepat, kontribusi sektor tertier terhadap struktur ekonomi Kota Depok akan semakin kecil. Pada tahun 2010, yakni lima tahun dari sekarang, diperkirakan kontribusi PDRB sektor tertier di Kota Depok berkurang 0,74% menjadi 44,37%. Grafik perkembangan persentase PDRB sektor tersier di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-23 berikut : 37

46 Gambar II-23. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Tersier di Kota Depok 50 PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA TERSIER PERSEN PDRB (%) Jasa-jasa Bank & Lembaga Keuangan lain Pengangkutan & Komunikasi Perdagangan, Hotel & Restoran Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) PDRB Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok yang berasal dari lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran ditunjukkan dalam Tabel II-6.a berikut : Tabel II-6.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel & Restoran (ADHK 1993) LAPANGAN USAHA Perdagangan, Hotel dan Restoran , , , , , ,94 Perdagangan , , , , , ,30 Hotel 1.453, , , , , ,10 Restoran , , , , , ,54 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 38

47 Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran dibandingkan total PDRB ditampilkan pada Tabel II-6.b berikut : Tabel II-6. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel & Restoran (ADHK 1993) di Kota Depok Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Sektor lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran Kota Depok berkembang cepat jika dibandingkan dengan sektor serupa di Jawa Barat. Ditinjau dari rata-rata pertumbuhannya selama tahun , pertumbuhan lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran Kota Depok selalu diatas 5% per tahun (ADHK 1993), sedangkan rata-rata pertumbuhan Jawa Barat pada tahun hanya 4% per tahun. Dalam segi PDRB per kapita, lapangan Usaha perdagangan, hotel dan restoran di Kota Depok maksimum hanya mencapai Rp per kapita (ADHK 1993) pada tahun , sedangkan rata-rata di Jawa Barat tahun adalah Rp per kapita. Secara grafis, perbandingannya pada Gambar II-24. berikut : Gambar II-24. Posisi Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel & Restoran Kota Depok dibanding Jawa Barat PERTUMBUHAN(%) LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN Cepat Maju & Cepat Tumbuh Maju Tertekan Berkembang Cepat Relatif Tertinggal ,000,000 PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) 200,000 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah 39

48 1. PDRB Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi Salah satu potensi kota Depok adalah di sektor perhubungan. Lokasi Kota Depok yang dekat dengan ibukota dan banyaknya penduduk yang bekerja di ibukota Jakarta, menyebabkan meningkatnya kegiatan perjalanan commuter (pulang-pergi) antara kedua kota tersebut. Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan 1993 Kota Depok yang berasal dari lapangan usaha angkutan dan komunikasi diperlihatkan oleh Tabel II-7.a berikut : Tabel II-7.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Angkutan & Komunikasi (ADHK 1993) LAPANGAN USAHA Pengangkutan & Komunikasi , , , , , ,20 - Angkutan , , , , , ,90 Angkutan Rel 2.911, , , , , ,50 Angkutan Jalan Raya , , , , , ,99 Angkutan Laut Angkutan Sungai Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan 9.895, , , , , ,41 - Komunikasi 4.195, , , , , ,30 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha angkutan dan komunikasi Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel II-7.b berikut : Tabel II-7. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Angkutan & Komunikasi (ADHK 1993) di Kota Depok Sektor Pengangkutan & Komunikasi Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 40

49 Lapangan usaha angkutan dan komunikasi Kota Depok relatif tertinggal jika dibandingkan lapangan usaha serupa di Jawa Barat. Selama tahun , pertumbuhan lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Kota Depok selalu dibawah 9% per tahun (ADHK 1993), padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) mencapai 10% per tahun. Dalam segi PDRB per kapita, lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Kota Depok tidak pernah mencapai Rp per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata PDRB lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Jawa Barat tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp per kapita. Secara grafis, perbandingan lapangan usaha angkutan dan komunikasi Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-25. berikut : Gambar II-25. Posisi Lapangan Usaha Angkutan & Komunikasi Kota Depok dibanding Jawa Barat Cepat Maju & Cepat Tumbuh 10.0 LAPANGAN USAHA ANGKUTAN &KOMUNIKASI Berkembang Cepat PERTUMBUHAN (%) Maju Tertekan 250,000 Relatif Tertinggal ,000 PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah 41

50 2. PDRB Lapangan Usaha Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Pada sub-sektor bank pada tahun 2004 terdapat lembaga keuangan formal bank sebanyak 22 bank dengan rincian: bank pemerintah 4 buah, bank swasta nasional 16 buah, bank daerah 2 buah. Termasuk dalam subsektor lembaga keuangan lainnya adalah lembaga keuangan bukan bank, sewa bangunan, dan jasa perusahaan. Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) yang berasal dari Lapangan usaha bank dan lembaga keuangan ditunjukkan dalam Tabel II-8.a berikut : Tabel II-8.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha bank/lembaga keuangan (ADHK1993) Lapangan Usaha BANK & LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA 57, , , , , , Bank 1, , , , , , Lembaga Keuangan Bukan Bank Sewa Bangunan 49, , , , , , Jasa Perusahaan 5, , , , , , Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha bank dan lembaga keuangan Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel II-8.b berikut : Tabel II-8.b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha bank dan lembaga keuangan (ADHK 1993) di Kota Depok Sektor Bank & Lembaga Keuangan lain Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 42

51 Dibandingkan lapangan usaha bank dan lembaga keuangan Jawa Barat, selama tahun , lapangan usaha bank & lembaga keuangan di Kota Depok berkembang cepat dengan rata-rata pertumbuhan diatas 6 %, sedangkan pertumbuhan rata-rata Jawa Barat pada tahun adalah 6% per tahun. Namun, rata-rata PDRB lapangan usaha bank & lembaga keuangan Kota Depok tidak lebih dari Rp ,- per kapita (ADH 1993) sedangkan rata-rata Jawa Barat tahun adalah Rp per kapita. Secara grafis perbandingan lapangan usaha bank & lembaga keuangan Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-26. berikut : Gambar II-26. Posisi Lapangan Usaha Bank & Lembaga Keuangan Kota Depok dibanding Jawa Barat LAPANGAN USAHA BANK & LEMBAGA KEUANGAN PERTUMBUHAN (%) Cepat Maju & Cepat Tumbuh Maju Tertekan 190,000 Berkembang Cepat Relatif Tertinggal PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) ,000 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah 43

52 3. PDRB Lapangan Usaha Jasa-jasa Lapangan usaha jasa-jasa dikelompokkan ke dalam dua sub-sektor yaitu: sub-sektor jasa pemerintahan umum dan sub-sektor jasa swasta. Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok yang berasal dari lapangan usaha jasa-jasa ditunjukkan pada Tabel II-9.a berikut : Tabel II-9.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Jasa-jasa (ADHK 1993) Lapangan Usaha JASA JASA 120, , , , , , Pemerintahan Umum 58, , , , , , Swasta 61, , , , , , Sosial kemasyarakatan 23, , , , , , Hiburan dan Rekreasi 1, , , , , , Perorangan dan Rumah tangga 36, , , , , , Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha jasa-jasa Kota Depok terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel II-9.b berikut : Tabel II-9.b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Jasa-jasa (ADHK 1993) di Kota Depok Sektor Jasa-jasa Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) 44

53 Dibandingkan lapangan usaha jasa-jasa Jawa Barat, selama tahun , lapangan usaha jasa-jasa di Kota Depok relatif tertinggal, dimana rata-rata pertumbuhan dibawah 8 %, sementara pertumbuhan rata-rata Jawa Barat tahun mencapai 14 %. Selain itu PDRB lapangan usaha jasa di Kota Depok tidak pernah melebihi Rp ,- per kapita, sementara pertumbuhan Jawa Barat pada tahun ratarata mencapai Rp per kapita. Secara grafis, perbandingan lapangan usaha jasa-jasa Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-27. berikut : Gambar II-27. Posisi Lapangan Usaha Jasa-jasa Kota Depok dibanding Jawa Barat LAPANGAN USAHA JASA-JASA Cepat Maju & Cepat Tumbuh 14.0 Berkembang Cepat PERTUMBUHAN(%) Maju Tertekan Relatif Tertinggal ,000 50,000 PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.) Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah Ekspor dan Impor Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa selama tahun Kota Depok diklasifikasikan sebagai kota yang tinggi ekspor industri manufakturnya. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai ekspor Kota Depok dari tahun 2001 sebesar USD 66,83 juta, menjadi USD 321,48 juta pada tahun Diperkirakan pada tahun 2010 nilai ekspor Kota Depok akan mencapai USD 925 juta. Grafik nilai ekspor Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-28. berikut : 45

54 Gambar II-28. Perkembangan Ekspor dan Impor Kota Depok Juta USD Nilai Ekspor & Impor 1,200 1, Juta USD Impor Ekspor Nilai Impor (USD) 2,354 2,623 2,623 2,802 2,862 3,002 3,088 3,210 3,308 3,422 3,525 Nilai Ekspor (USD) 66,83 175,6 428,9 321,4 502,5 575,4 612,2 739,2 794,1 875,9 966,9 (ribuan) Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun (Bapeda dan BPS Kota Depok) Pendapatan Asli Daerah Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagaimana diatur dalam Pasal 157 huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, serta Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Selama kurun waktu tahun 2002sampai dengan 2005 kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah rata-rata 51%, Retribusi Daerah sebesar 41%, dan lain-lain PAD yang sah rata-rata 6% dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yan dipisahkan dengan rata-rata 2%. Grafis perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-29 berikut : 46

55 Gambar II-29. Komponen Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Hasil PAD yang dipisahkan (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok A. Hasil Pajak Daerah Hasil Pajak Daerah dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005, menunjukan peningkatan rata-rata sebesar 17,3% atau sebesar Rp. 3,86 milyar. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh kebijakan ekonomi yang tepat, diharapkan penerimaan dari hasil pajak daerah akan terus meningkat, dan diharapkan pada tahun 2007 sampai dengan 2011 penerimaan dari hasil pajak daerah akan meningkat minimal sebesar 10%, sehingga pada tahun 2011 diprediksikan akan mencapai angka sebesar kurang lebih Rp. 54 milyar. Secara grafis perkembangan hasil pajak daerah Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-30 berikut : 47

56 Gambar II-30. Perkembangan Pajak Daerah Kota Depok PAJAK DAERAH Penerimaan Pajak Daerah (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok B. Hasil Retribusi Daerah Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 penerimaan yang berasal dari hasil retribusi daerah menunjukan peningkatan yang cukup besar mencapai rata-rata sebesar Rp. 5,15 milyar atau 29,77 %, diperkirakan penerimaan dari hasil retribusi daerah pada tahun 2007 sampai dengan 2011 diharapakan minimal rata-rata peningkatan sebesar 12 % sehingga pada tahun 2011 yang akan datang penerimaan hasil retribusi daerah dapat mencapai Rp. 61 milyar. Secara grafis perkembangan retribusi daerah Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-31 berikut : 48

57 Gambar II-31. Perkembangan Retribusi Daerah Kota Depok RETRIBUSI DAERAH Penerimaan Retribusi Daerah (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok C. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pendapatan asli daerah yang bersumber dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menunjukan peningkatan yang cukup besar yaitu dari Rp. 252,6 juta pada tahun 2002 menjadi Rp. 1,27 milyar pada tahun 2005, apabila dirata-ratakan peningkatan setiap tahun mencapai 91,23% atau sebesar Rp. 342,4 juta. Diharapkan pada kurun waktu tahun 2007 sampai dengan 2011 rata-rata peningkatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan minimal mencapai 15%. Sehingga pada tahun 2011 akan mencapai Rp. 3,2 milyar. Secara grafis Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dapat dilihat pada Gambar II-32 berikut : 49

58 Gambar II-32. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok D. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dari tahun 2002 sampai dengan 2005 lain-lain pendapatan asli daerah yang sah menunjukan peningkatan yang cukup besar pula yaitu sebesar Rp. 6,32 milyar pada tahun 2005, yang sebelumnya pada tahun 2002 hanya sebesar Rp. 2,04 milyar, apabila dirata-ratakan peningkatan selama tahun 2002 samapai 2005 mencapai Rp. 2 milyar atau sebesar 84,23%. Diharapkan peningkatan dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah rata-rata mencapai minimal 15% sehingga pada tahun 2011 akan mencapai angka sebesar Rp. 18,9milyar. Secara grafis perkembangan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-33 berikut : 50

59 Gambar II-33. Perkembangan Lain-lain PAD yang sah di Kota Depok Pendapatan Lain-lain PAD Pendapatan Lain-lain PAD (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok Dana Perimbangan Proporsi terbesar dana perimbangan daerah Kota Depok berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), kemudian dikuti oleh Bagi Hasil Pajak dan Perimbangan dari provinsi. Selama tahun rata-rata Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 65% dari total Dana Perimbangan. Rata-rata penerimaan dari Bagi Hasil Pajak adalah 21% dari total Dana Perimbangan. Sedangkan penerimaan pemerintah Kota Depok berupa dana perimbangan dari Propinsi Jawa Barat rata-rata 14% dari total Dana Perimbangan, sebagaimana grafis komponen dana perimbangan Kota Depok pada Gambar II-34 berikut : 51

60 Gambar II-34. Komposisi Dana Perimbangan Kota Depok (ribuan) Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok A. Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak Dalam tahun penerimaan Dana Perimbangan Kota Depok yang berasal dari Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak meningkat sekitar 26,5% per tahun, atau dari Rp. 50,5 milyar pada tahun 2002 menjadi Rp. 101,1 milyar pada tahun Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, Dana Perimbangan dari Bagi hasil pajak akan tumbuh rata-rata sebesar 9% per tahun. Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak diperkirakan akan mencapai Rp. 131 milyar lebih pada tahun Secara grafis perkembangan penerimaan Bagi Hasil Pajak di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-35 berikut : 52

61 Gambar II-35. Perkembangan Penerimaan Bagi Hasil Pajak Kota Depok Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak Penerimaan Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok B. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan komponen terbesar dalam penerimaan dana perimbangan. Selama tahun pertumbuhan penerimaan Dana Alokasi Umum cukup signifikan, yaitu meningkat sekitar 22% per tahun. Peningkatannya adalah dari Rp. 160,1 milyar pada tahun 2002 menjadi Rp. 239 milyar pada tahun Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, Dana Perimbangan Kota Depok yang berasal dari Dana Alokasi Umum akan tumbuh rata-rata sebesar 14,8% per tahun. Dana Alokasi umum yang diterima pemerintah Kota Depok diperkirakan akan mencapai Rp. 389 milyar lebih pada tahun Secara grafis perkembangan Dana Alokasi Umum yang diterima pemerintah Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-36 berikut : 53

62 Gambar II-36. Perkembangan Penerimaan DAU Kota Depok Penerimaan DAU (M ilyar) Dana Alokasi Umum % 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Nilai (Rp.) 160, , , , , , , , , ,970 (ribuan) Pertumbuhan 30.9% 8.6% 5.0% 14.1% 9.3% 6.0% 8.1% 7.8% 5.8% Pe rtumbuhan Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok C. Pinjaman Dalam Negeri Pada tahun 2002, pemerintah Kota Depok pernah melakukan pinjaman dari sumber keuangan dalam negeri yaitu sebesar Rp. 9,5 milyar, dalam rangka perimbangan anggaran. Sumber dana perimbangan berupa pinjaman dalam negeri ini tidak pernah terjadi lagi sejak saat itu, sehingga tidak dapat diprediksi pertumbuhannya di masa mendatang. Gambaran grafis perkembangan pinjaman dalam negeri dapat dilihat pada Gambar II-37 berikut: 54

63 Gambar II-37. Perkembangan Pinjaman Dalam Negeri Pemerintah Daerah Kota Depok Pinjaman Dalam Negeri Pinjaman Dalam Negeri (Milyar) % 100% 80% 60% 40% 20% 0% Pertumbuhan Nilai (Rp.) - 9,500, Pertumbuhan (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok D. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Dari Propinsi Selama priode tahun , pertumbuhan penerimaan bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari propinsi meningkat sekitar 50,9% per tahun. Peningkatannya dari Rp. 28,3 milyar pada tahun 2002 menjadi Rp. 93,1 milyar pada tahun Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, Dana bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari propinsi tumbuh rata-rata sebesar 8% per tahun, diperkirakan akan mencapai Rp. 155,6 milyar lebih pada tahun Secara grafis perkembangan Dana Perimbangan dari propinsi dapat dilihat pada Gambar II-38 berikut : 55

64 Gambar II-38. Perkembangan Dana Perimbangan dari Propinsi kepada Kota Depok Dana Perimbangan Dari Propinsi P e r im b a n g a n d a r i P r o p in s i ( M ily a r ) % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% P e r tu m b u h a n Nilai (Rp.) 28,368, 52,901, 75,535, 93,161, 116,74 138,44 159,04 180,27 202,49 223,40 Pertumbuhan 86.5% 42.8% 23.3% 25.3% 18.6% 14.9% 13.3% 12.3% 10.3% (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok Lain-lain Pendapatan Yang Sah Komponen lain-lain pendapatan yang sah dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 terus mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan penerimaannya tidak bisa diprediksikan dan sifatnya insidentil tergantung dari Pemerintah Daerah lain atau Pemerintah Pusat yang akan memberikan. Tahun 2002 sebesar 22,6 milyar dan tahun 2005 sebesar 13,5 milyar dan mengalami penurunan rata-rata 11,26% 56

65 Apabila tidak dilakukan langkah kebijakan yang strategis, diproyeksikan selama lima tahun kedepan penerimaan pendapatan lain-lain akan menurun terus, dengan kecepatan penurunan rata-rata 0,3% per tahun. Sehingga diprediksi pada tahun 2011, penerimaan Pendapatan Lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp. 12,9 milyar saja, sebagaimana grafis perkembangan penerimaan pendapatan lain-lain dapat dilihat pada Gambar II-39 berikut : Gambar II-39. Perkembangan Penerimaan Pendapatan Lain-lain Kota Depok 22,662 (ribuan) Sumber: Realisasi Pendapatan , Dipenda Kota Depok 2.4. SOSIAL BUDAYA Letak Kota Depok sangat strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan merupakan wilayah penyangga untuk meringankan tekanan perkembangan penduduk DKI Jakarta sebagai ibukota negara, yang diarahkan untuk pola pemukiman sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi). Namun dalam perkembangannya selain sebagai pusat pemukiman, Kota Depok telah tumbuh dan berkembang menjadi kota perdagangan dan jasa. 57

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA DEPOK TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA DEPOK TAHUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR TAHUN TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA DEPOK TAHUN 2006-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2008 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE 5.1 Sejarah Kota Depok Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 13 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 13 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 13 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2011 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 PEMERINTAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2014-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G Design by (BAPPEDA) Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Martapura, 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA BOGOR TAHUN 2010-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN 2011-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2011

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2011 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN,

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2012 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 1 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN DEMAK TAHUN 2011-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 06 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 06 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 06 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH KABUPATEN BALANGAN TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA BANJARMASIN TAHUN 2011 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2011-2015 Diperbanyak oleh: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 07 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 07 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 07 TH. 2008 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB DAN PILIHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA DEPOK Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BUTON PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BUTON PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BUTON TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

WALIKOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2009-2013

Lebih terperinci

BUPATI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PASURUAN TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KOTA BOGOR TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KOTA BOGOR TAHUN PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2010 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2010 2015 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 2 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR : 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengingat bahwa hakekat Pembangunan Nasional meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka fungsi pembangunan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017 WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilaksanakan terus-menerus untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Proses tersebut dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JEPARA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JEPARA TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JEPARA TAHUN 2012-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 82 A TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 82 A TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 82 A TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) TRANSISI PROVINSI BALI TAHUN 2008-2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 6 TAHUN 2014

WALIKOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 6 TAHUN 2014 SALINAN WALIKOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2014-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2012-2017 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah PAPARAN MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2014 Bekasi, 18 Maret 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI PENDAHULUAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU 5 SALINAN PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA BATU TAHUN 2012-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 9 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2011 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Lebak mempunyai catatan tersendiri dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pada jaman kolonial, kabupaten ini sudah dikenal sebagai daerah perkebunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2011 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

D A F T A R I S I Halaman

D A F T A R I S I Halaman D A F T A R I S I Halaman B A B I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-2 1.3 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya I-3 1.4 Sistematika Penulisan I-7 1.5 Maksud

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA KEDIRI TAHUN

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA KEDIRI TAHUN SALINAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA KEDIRI TAHUN 2014-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI PESISIR SELATAN BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2011 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BENGKAYANG TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang mempunyai posisi strategis, yaitu berada di jalur perekonomian utama Semarang-Surabaya

Lebih terperinci

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN - 1 - LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2013-2017 ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1 1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 806 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN SERANG TAHUN 2010-2015

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN,

Lebih terperinci