MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA S A B H A N

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA S A B H A N"

Transkripsi

1 MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA S A B H A N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ii halaman ini sengaja dikosongkan

3 iii PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis dengan judul Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Sabhan NRP C

4 iv halaman ini sengaja dikosongkan

5 v ABSTRACT Sabhan. Distribution model of oil spills along the cruise lane of Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Supervised by I WAYAN NURJAYA and TRI PPRATONO. Tanker traffic and oil exploration as well as production activities in offshore areas have been made the Indonesian waters prone to oil spills. As we know that Kepulauan Seribu has multi-functional area such as aquaculture, marine transportation, marine tourism, marine protected areas and international cruise lines, especially tankers. Tankers often cause oil spill in the waters of Kepulauan Seribu. It is able to reduce the environmental condition, cause the impact and economic losses. For that reason it is necessary to increase our knowledge in order to predict the distribution and fate of oil spills. The aims of this study to build a 2D hydrodynamics model to see the patterns of water mass movement of Kepulauan Seribu even on the west monsoon and east of monsoon. The models of oil spills distribution based on the hydrodynamic models can be used as a tool to prevent in Kepulauan Seribu. To control oil spills at sea will be more effective when distribution we have a model of oil spills. The results of this model show that the area exposed to and the duration of exposure by the oil spill occurred in Kepulauan Seribu.Data input used in the model consist of water depth data (bathymetry), wind speed and direction, tidal data, data of the Islands cruise lines, data of tankers types and tanker transport capacity through the territorial waters of Kepulauan Seribu, currents data, and the oil fractions data..the impact of the distribution of oil occurred in the west season almost reaching marine protected areas in the north of the island of Tidung Besar within 15 hours with the distance from the source of the spill of about 10 km and thickness of oil layer is less than 45 mm with duration of exposure between hours.crude oil has the highest duration of exposure reached 326 hours for west monsoon season and 159 hours on the east while gasoline has a very short exposure time of about 70 hours. Keywords: Oil spill, MIKE 21, Kepulauan Seribu

6 vi halaman ini sengaja dikosongkan

7 vii RINGKASAN SABHAN. Model sebaran tumpahan minyak di alur pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan TRI PRATONO. Lalu lintas kapal tanker serta kegiatan eksplorasi dan produksi minyak di lepas pantai telah menjadikan kawasan-kawasan di Perairan Indonesia rawan terjadi tumpahan minyak. Kepulauan Seribu sebagai daerah pemanfaatan yang multi fungsi seperti perikanan budidaya, transfortasi laut, wisata laut, daerah perlindungan laut dan jalur pelayaran internasional khususnya kapal tanker. Kapal tanker sering menyebabkan tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu, sehingga untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dan kerugian secara ekonomi maka perlu prediksi sebaran dan nasib dari tumpahan minyak. Menyadari pentingnya perlindungan terhadap daerah pesisr di Kepulauan seribu dari tumpahan minyak maka di buat model sebaran tumpahan minyak untuk memprediksi pola sebaran dan nasib tumpahan minyak berdasarkan pola arus yang terjadi di Kepulauan Seribu. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model hidrodonamika 2 dimensi untuk melihat pola pergerakan massa air Kepulauan Seribu pada musim barat dan musim timur. Model hidrodinamika yang di gunakan untuk membangun model sebaran tumpahan minyak dapat digunakan sebagai alat yang dapat berguna dalam upaya penanggulangan tumpahan minyak di Kepulauan Seribu. Upaya penanggulangan tumpahan minyak di laut akan lebih efektif dan biayanya dapat ditekan bila memanfaatkan prediksi-prediksi yang dapat dihasilkan oleh model sebaran tumpahan minyak. Hasil pemodelan ini kemudian dapat memperlihatkan daerah terpapar dan lama pemaparan oleh tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu. Lokasi kegiatan penilitian ini berada di Peraiaran Kepulauan Seribu dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5 40'12"LS di sebelah utara di sebelah timur dibatas oleh bujur 'BT disebelah barat berbatasan dengan garis bujur '48" BT dan batas tertutup Pantai Utara Jawa yang rentan terhadap kejadian tumpahan minyak. Data yang digunakan dalam pemodelan tumpahan minyak terdiri atas: data kedalaman perairan (Batimetri), data arah dan kecepatan angin, data pasang-surut (pasut), data jalur pelayaran, data jenis kapal tanker dan kapasitas tanker angkutan yang melewati daerah perairan Kepulauan Seribu, data arus laut, data komponen fraksi crude oil. Desain hidrodinamika untuk membangun pola pergerakan arus sebagai media pengerak tumpahan minyak di Perairan Kepulauan Seribu dibagun dari persamaan kontinuitas dan kekelan momentum oleh DHI Model dibatasi dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5 40'12"LS di utara, di timur dibatasi oleh bujur 'BT di barat berbatasan dengan garis bujur '48" BT dan batas tertutup Pantai Utara Jawa. Untuk memenuhi kriteria stabilitas Courant- Friedichs-Lewy (CFL) dalam persamaan momentum dengan berdasarkan pada kedalaman maksimun dan lebar grid maka langkah waktu yang digunakan dalam

8 viii simulasi adalah 10 detik. Daerah model dibagi 1380 x 1735 grid dalam bentuk matriks dengan lebar grid x= y=25 meter. Desain tumpahan dilakukan untuk membangun data input model tumpahan minyak yang terbagi dalam dua komponen yaitu parameter dasar dan parameter tumpahan minyak. Parameter dasar dalam desain tumpahan minyak terdiri atas: data hidrodinamika, sumber tumpahan yang memuat volume dan debit tumpahan, dispersion, eddy dan profil kecepatan logaritmik, sifat air laut, kondisi angin, excending contentration dan time exposition. Pola arus yang terjadi di perairan Kepulauan Seribu pada musim barat cenderung dipengaruhi oleh pasang surut dibandingkan dengan arus musiman. Pola arus permukaan bergerak mengikuti pola perambatan pasang surut, pada saat dalam kondisi MSL (surut menuju pasang), pasang surut merambat dari timur ke barat dari bidang batas terbuka sehingga arus merambat mengikuti perambatan pasut dengan kecepatan maksimal 0.5 m/s Pola sebaran tumpahan minyak pada musim barat dari ke-4 jenis minyak yang dimodelkan memperlihatkan bahwa tumpahan minyak dominan bergerak kearah barat dengan menyapu daerah bagian utara dan selatan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil serta daerah bagian selatan Pulau Karangberas dan Pulau Karangpandang. Sebaran minyak yang terjadi pada musim barat berdampak mencapai daerah perlindungan laut di utara Pulau Tidung Besar dalam waktu 15 jam dengan jarak dari sumber tumpahan sekitar 10 km dan ketebalaan lapisan minyak adalah kurang dari 45 mm dengan lama pemaparan antara jam. Proses yang menentukan nasib minyak di perairan adalah evaporasi, dissolusi, dan sedimentasi. Karena minyak mentah memiliki fraksi residual yang lebih tinggi maka cenderung akan berada di perairan dalam jangka waktu yang lama dan berpotensi memiliki waktu pemaparan yang tinggi. Minyak mentah mepunyai lama pemaparan yang paling tinggi mencapai 326 jam untuk musim barat dan 159 jam pada musim timur sedangkan bensin mempunyai waktu pemaparan yang paling singkat sekitar 70 jam Keywords: Tumpahan minyak, MIKE 21, Kepulauan Seribu

9 ix Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10 x halaman ini sengaja dikosongkan

11 xi MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA S A B H A N Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

12 xii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil.

13 xiii Judul Tesis : Model sebaran tumpahan minyak di alur pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Nama : Sabhan NRP : C Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Dr. Ir. Tri Pratono, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc Tanggal Ujian: 21 Juni 2011 Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Lulus:

14 xiv halaman ini sengaja dikosongkan

15 xv PRAKATA Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-nya sehingga penelitian ini dapat penulis selesaikan. Penelitian yang kami laksanakan berjudul Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbin, dan Dr. Ir. Tri Pratono, M.Sc. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah dengan ikhlas memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penelitian dan penulisan thesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil. atas kesediaan menjadi penguji luar komisi pada ujian thesis dan saran demi kesempurnaan thesis ini. 3. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan yang telah banyak memebrikan bantuan dalam penyelesian studi penulis di IPB. 4. Rektor Universitas Tadulako dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana IPB. 5. Bapak Andri Purwandani, S.Pi. yang dengan segala keikhlasan dan kesabaran mengajarkan dasar-dasar pemodelan dalam penelitian ini. 6. Seluruh rekan mahasiswa IKL 2007 atas segala bantuannya dan kepada semua pihak yang telah membantu namun tak dapat saya sebutkan satu persatu. 7. Istri tercinta, Nurjannah Ramli dan ananda tersayang Nailah Fakhirriah dan Muhammad Isyraq Abqary, kedua orang tua dan keluarga besar atas segala doa, motivasi, pengorbanan dan dukungannya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2011 Sabhan

16 xvi halaman ini sengaja dikosongkan

17 xvii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1980 merupakan anak kedua dari pasangan H. Faharuddin dan Hj. Sariana di Camba, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) tahun 1987 pada SD Inpres No. 41 Ara, desa Timpuseng dan tamat tahun 1993, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Camba dan tamat tahun Setelah menamatkan SMP, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 3 Poso, Sulawesi Tengah dan tamat tahun Pendidikan dilanjutkan pada tahun 1999 di Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dan menamatkan studi pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Sains (S.Si). Tahun 2006 penulis diterima sebagai staf pengajar Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tadulako. Penulis melanjutkan studi Program Magister (S2) tahun 2007 pada Mayor Ilmu Kelautan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

18 halaman ini sengaja dikosongkan

19 xiii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xvii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Dasar Pemikiran Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kepulauan Seribu Persamaan Pembangun Model Persamaan Hidrodinamika Persamaan Oil Spill Karakteristik Minyak Komposisi Minyak Karakteristik Minyak Proses-proses Fisik dan Kimia Minyak di Laut Penyebarang Penguapan Entrainment (Natural Dispersion) Pelarutan Emulsifikasi Sedimentasi Biodegradasi METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Data Desain hidrodinamika Membangun Batimetri Data Input Desain Tumpahan Parameter Dasar Parameter Tumpahan Minyak HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Model Hidrodinamika Musim Barat Musim Timur Verifikasi Hidrodinamika Verifikasi Pasut... 56

20 xiv Verifikasi Arus Pola Sebaran Tumpahan Minyak Musim Barat Musim Timur Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil Pola Sebaran Tumpahan Bensin Pola SebaranTumpahan Aftur Pola Sebaran Tumpahan Diesel Konsentrasi Tumpahan Minyak Proses Pelapukan Tumpahan Minyak Minyak Mentah Bensin Aftur Diesel Perubahan Konsentrasi Fraksi Dan Waktu Papar KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... 99

21 xv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan alir perumusan masalah untuk mencapai tujuan Fraksi destilasi minyak mentah (ITAC 1996) Perubahan tumpahan minyak mentah oleh proses pelapukan terhadap waktu Presentasi penguapan air dan minyak dalam berbagai variasi kecepatan angin (Fingas 1994) Konsentrasi penguapan dari hidrokarbon aromatik di dalam air (Payne et al. 1983) Lokasi penelitian daerah Perairan Kepulauan Seribu Diagram alir desain hidrodinamika Peta batimetri Perairan Kepulauan Seribu Arah dan Kecepatan Angin pada musim barat (a) dan musim timur (b) Diagram alir desain Tumpahan minyak Profil perubahan temperatur air laut pada musim barat (a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli Profil temperatur udara pada musim barat (a) dan musim timur (b) Presentase tutupan awan musim barat(a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli Pola hidrodinamika pada kondisi surut Pola hidrodinamik pada kondisi MSL surut menuju pasang Pola hidrodinamik pada kondisi pasang Pola hidrodinamik pada kondisi MSL pasang menuju surut Pola hidrodinamika pada saat kondisi msl surut menuju pasang Pola hidrodinamik pada kondisi pasang Pola hidrodinamika pada kondisi pasang menuju surut Pola hidrodinamik pada kodisi surut Grafik pasang surut antara model dengan data Bakosurtanal selama 2 minggu perekaman Bulan Januari di musim barat Grafik pasang surut antara model dengan data Bakosurtanal selama 2 minggu perekaman di Bulan Juli di musim timur Pola sebaran arus hasil pengukuran( ) dan arus hasil model( ) berdasarkan komponen U dan V

22 xvi 25 Pola sebarang tumpahan minyak mentah pada kondisi awal kejadian dimusim barat Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (pasang menuju surut) setelah 7.5 jam pada musim barat Pola sebaran tumpahan minyak mentah musim barat pada kondisi surut (setelah 12 jam) pada musim barat Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (surut menuju pasang) 18 setelah kejadian pada musim barat Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi pasang (24 jam setelah tumpahan) pada musim barat Pola sebarang tumpahan minyak mentah musim timur pada kondisi awal di musim timur Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (surut menuju pasang), 6 jam setelah kejadian pada musim timur Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi pasang (12 jam setelah kejadian) pada musim timur Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi MSL (pasang menuju surut, 18 jam setelah kejadian) pada musim timur Pola sebaran tumpahan minyak mentah pada kondisi surut (24 jam setelah kejadian) pada musim barat Pola sebaran tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim barat Pola sebaran tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim timur Pola sebaran Tumpahan bensin (48 jam setelah kejadian) pada musim barat Pola sebaran tumpahan bensin (48 jam setelah kejadian) pada musim timur Pola sebaran tumpahan aftur (48 jam setelah kejadian) pada musim barat Pola sebaran tumpahan aftur (48 jam setelah kejadian) pada musim timur Pola sebaran tumpahan minyak diesel (48 jam setelah kejadian) pada musim barat Pola sebaran tumpahan minyak diesel (48 jam setelah kejadian) pada musim timur Sebaran konsentrasi tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim barat Sebaran konsentrasi tumpahan minyak mentah (48 jam setelah kejadian) pada musim timur... 87

23 xvii DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kandungan hidrokarbon dari berbagai jenis produk minyak (dalam%) Karakteristik dari berbagai jenis produk minyak Fraksi tersedimentasi tumpahan minyak Matriks waktu penelitian Petensi, lokasi, volume, debit dan lama tumpahan minyak Konstanta transfer bahang Konstanta emulsifikasi Koefisein transfer massa dan tegangan permukaan antara minyak dan air Karakteristik fisik dan kimia dari tiap fraksi minyak Komponen fraksi tiap jenis minyak Persentase tingkat pelapukan jenis minyak mentah pada musim barat Persentase tingkat pelapukan jenis minyak mentah pada musim timur Persentase tingkat pelapukan bensin pada musim barat ersentase tingkat pelapukan jenis bensin pada musim timur Persentase tingkat pelapukan jenis aftur pada musim barat Persentase tingkat pelapukan jenis aftur pada musim timur Persentase tingkat pelapukan jenis diesel pada musim barat Persentase tingkat pelapukan jenis diesel pada musim timur Perubahan konsentrasi fraksi dan waktu papar... 94

24

25 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kapal tanker serta kegiatan eksplorasi dan produksi minyak di lepas pantai telah menjadikan kawasan-kawasan di Perairan Indonesia rawan terjadi tumpahan minyak. Kepulauan Seribu merupakan salah satu contoh kasus terjadinya tumpahan minyak yang menimbulkan pencemaran pada perairan. Perairan bagian selatan Kepulauan Seribu tercemar oleh tumpahan minyak mentah. Tumpahan minyak menggenang di sekitar empat pulau yang ada di Kepulauan Seribu Selatan, yakni Pulau Pari, Pulau Tikus, Pulau Burung, dan Pulau Payung. Minyak mentah setebal 1 hingga 20 cm menggenang sejauh dua meter dari bibir pantai Pulau Pari (Sianipar 2008). Pencemaran minyak dapat merusak ekosistem laut, hewan dan tumbuhan mempunyai resiko oleh polutan minyak jika menyentuh atau terkontaminasi oleh polutan minyak. (Romero & Wikelski 2002). Sembilan pulau wisata umum dan 36 pulau berpotensi dikembangkan sebagai lahan wisata terancam tak diminati lagi untuk dikunjungi, lantaran tumpahan minyak yang kerap datang pada musim angin barat. Kerugian secara ekonomi antara Rp triliun rupiah per tahun, akibat tumpahan minyak di Kepulauan Seribu (Sianipar 2008). Beberapa studi mengenai tumpahan minyak di Perairan Indonesia dan sekitarnya telah dilakukan baik dengan menggunakan rumus empiris maupun model matematika. Sembiring (1987) melakukan simulasi tumpahan minyak di Perairan Cilacap akibat pengaruh angin dan arus laut menggunakan rumus-rumus empiris dan diagram vektor. Metode yang sama telah dilakukan oleh Valencia (1978) untuk memprediksi gerakan tumpahan minyak di Perairan Pantai Sabah. Hadi et al. (1989) telah membangun suatu model matematik numerik tumpahan minyak di laut berdasarkan model matematika yang dibangun oleh Dippner. Model Hadi et al. (1989) dibangun dengan model beda hingga eksplisit yang terikat pada kriteria stabilitas Courant-Frederick-Lewy (CFL) di mana pengambilan langkah waktu komputasi sangat terbatas. Hadi dan Hamzah (2000) membangun model numerik dan model matematik yang dikembangkan dari Model Hadi et al. (1989) dengan cara mengganti metoda

26 2 eksplisit dengan metoda semi implisit dua langkah, model ini telah dapat mensimulasikan pola arus dan pergerakan tumpahan minyak khususnya lintasan partikel tumpahan minyak, pola penyebaran, dan luas sebaran tumpahan minyak. Menyadari pentingnya perlindungan terhadap daerah pesisr di Kepulauan seribu dari tumpahan minyak maka di buat model sebaran tumpahan minyak untuk memprediksi pola sebaran dan nasib tumpahan minyak. 1.2 Dasar Pemikiran Sebaran horisontal tumpahan minyak dapat diatur oleh adveksi akibat angin dan arus, difusi turbulen, dan penyebaran mekanik oleh karena gravitasi, kelembaman, kekentalan dan gaya tegangan permukaan (Gua et.al 2009). Ketika tumpahan minyak besar terjadi manyapu daerah pantai, pesisir dan rawa yang dapat berakibat serius terhadap kerusakan lingkungan dan ekonomi (Riazi & Ghazi 1999). Kerusakan dapat di kurangi dengan penanganan yang tepat dan perediksi arah sebaran tumpahan minyak yang tepat sehingga dapat di antisipasi lebih awal. Kepulauan Seribu sebagai daerah pemanfaatan yang multi fungsi seperti perikanan budidaya, transfortasi laut, wisata laut, daerah perlindungan laut dan jalur pelayaran internasional khususnya kapal tanker. Kapal tanker sering menyebabkan tumpahan minyak di peraiaran Kepulauan Seribu, sehingga untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dan kerugian secara ekonomi maka perlu prediksi sebaran dan nasib dari tumpahan minyak. Penelitian tentang tumpahan minyak dilaut belum secara utuh menampilkan secara kwantitatif proses pelapukan pada tumpahan minyak sepeti emulsifikasi, dissolusi, penguapan dan lama pemaparan. Martinez dan Tovar (1999) telah memebuat pemodelan komputasi sebaran tumpahan minyak dengan metode high accuracy namuan belum tepat diterapkan untuk daerah muara sungai dan dekat pantai yang kompleks. Guo dan Wang (2008) telah memodelkan tumpahan minyak pada perairan Pesisir Dalian dengan metode hybrid yang memperlihatkan pola sebaran dan konsetrasi tumpahan minyak dilaut total. Hadi et al. (1989) telah membangun suatu model matematik numerik tumpahan minyak di laut berdasarkan model matematika yang dibangun oleh Dippner, kemudian

27 3 dikembangkan oleh Hadi dan Latif (2000). dengan menyederhanakan langkah komputasinya. Pemodelan yang ada belum memberikan gamabaran tumapahan minyak secara utuh meliputi pemodelan proses pergerakan, penyebaran, serta pelapukan tumpahan minyak akibat kombinasi pengaruh proses fisika dan kimia. Dengan pengembangan model ini selain dapat ditentukan arah gerak atau lintasan tumpahan minyak, juga dapat ditentukan persentasi tumpahan minyak yang mengalami pelapukan oleh prose penguapan, dissolusi, emulsifikasi, disversi vertikal dan luas permukaan laut yang tercemar serta jumlah tumpahan minyak yang masih tersisa setelah perioda waktu tertentu. Model ini juga dapat memberikan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh tumpahan minyak untuk mencapai perairan pantai. 1.3 Rumusan Masalah Menyadari pentingnya perlindungan terhadap daerah pesisir di Kepulauan Seribu dari tumpahan minyak maka dibuat model sebaran tumpahan minyak untuk memprediksi pola sebaran dan nasib tumpahan minyak berdasarkan pola arus yang terjadi di Kepulauan Seribu. Pergerakan tumpahan minyak tidak terlepas dari proses hidrodinamika yang terjadi di daerah tumpahan minyak. Lokasi penyebaran dapat diperidiksi dengan membangun model yang menjelaskan proses hidrodinamika pada daerah tumpahan minyak. Keberadaan tumpahan juga ditentukan oleh sifat fisika kimia minyak serta volume tumpahan minyak. Maka pada penelitian ini digunakan model flow model dan particel/spill analysis yang tersedia pada MIKE 21 untuk menjawab pertanyaan berikut: 1. Bagaimana hidrodinamika Kepulaun Seribu? 2. Bagaimana model sebaran minyak bila terjadi tumpahan minyak di Kepulauan Seribu? 3. Berapa persen minyak yang mengalami pelapukan bila terjadi tumpahan minyak di Kepulauan Seribu? 4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan minyak yang tumpah untuk mencapai wilayah pesisir Kepulauan Seribu?

28 4 Perumusan masalah yang telah dikemukakan untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemodelan hubungan antara farameter fisika dan kimia pada tumpahan minyak yang merupakan gabungan dari model hidrodinamika dan model tumpahan minyak. Hasil dari simulasi ini memperlihatkan pola sebaran tumpahan minyak, ketebalan lapisan tumpahan minyak dan persentasi pelapukan tumapahan minyak serta lama waktu pemaparan. Pendekatan penyelesaian masalah untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada Gambar Tujuan Penelitian ini bertujuan membangun model hidrodonamika 2D untuk melihat pola pergerakan massa air Kepulauan Seribu pada musim barat dan musim timur. Model hidrodinamika digunakan untuk membangun model sebaran tumpahan minyak digunakan sebagai alat yang berguna dalam upaya penanggulangan tumpahan minyak di Kepulauan Seribu. Upaya penanggulangan tumpahan minyak di laut akan lebih efektif dan biayanya dapat ditekan bila memanfaatkan prediksi-prediksi yang dapat dihasilkan oleh model sebaran tumpahan minyak. Hasil pemodelan ini kemudian dapat memperlihatkan daerah terpapar dan lama pemaparan oleh tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini akan memprediksi sebaran tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam mengantisipasi tumpahan minyak pada daerah sensitif di Kepulauan Seribu sehingga penanggulangan sebaran tumpahan minyak dapat secara efektif dan efesien.

29 5 Batimetri (Dishidros TNI-AL) Angin (Ifremer) Pasang Surut (DHI Group) Batimetri (format xyz) Angin (arah, kecepatan) Tenggang pasut Manning Number Mike 21 (Flow model) VISKOSITAS EDDY Hidrodinamika Tidak stabil Penyebaran Viskositas eddy Sifat air Kondisi angin Pperubahankonsentrasi Stabil Sifat udara Perpindahanbahang Emulsifikasi Pelarutan Sifat minyak Parameter dasar Mike 21 (Analisis Tumpahan) Parameter tumpahan minyak Total oil emulsifikasi Penguapan Pelarutan Dispersi vertikal Perubahan fraksi Lama terpapar Gambar 1 Bagan alir perumusan masalah untuk mencapai tujuan

30 6 halaman ini sengaja dikosongkan

31 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Kepulauan seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 pulau diantaranya telah berpenghuni. Pulau-pulau lainnya digunakan seperti untuk arena rekreasi, cagar alam dan cagar budaya. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108,000 ha, terletak di lepas pantai utara Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang (Ariadi 2004). Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember- Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara km per jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut (Ariadi 2004). Kawasan Kepulauan Seribu memiliki tofografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0-2 m diatas permukaan laut. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara m. Morfologi Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atol maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir diseluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari, Pulau Kotok dan Pulau Tikus (Ariadi 2004). Kedalaman perairan di Kepulauan Seribu sangat bervariasi, beberapa lokasi mencatat kedalaman hingga lebih dari 70 m, seperti lokasi antara Pulau Gosong Congkak dan Pulau Semak Daun pada posisi BT dan LS dengan kedalaman 75 meter. Setiap pulau umumnya dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman kurang dari 5 meter. Hampir setiap pulau juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas (reef flat) dengan kedalaman bervariasi dari 0.5 m pada pasang terendah hingga 1 m pada jarak 60 m hingga 80 m dari garis pantai. Dasar rataan karang merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai karang batu hidup. Di dasar laut, tepi rataan karang sering diikuti

32 8 oleh daerah tubir dengan kemiringan curam hingga mencapai 70 dan mencapai dasar laut dengan kedalaman bervariasi dari 10 m hingga 75 m (DISHIDROS-AL 2008). Pola sirkulasi arus perairan Kepulauan Seribu mentukan pola pergerakan tumpahan minyak yang terjadi perairan Kepulauan Seribu, karena kedangkalan Laut Jawa, transpor volume didominasi oleh angin (Sofian 2001). Pengaruh angin dan arus laut memiliki peranan penting dalam pergerakan tumpahan minyak di laut. Hydrodinamika tumpahan minyak 100% oleh pengaruh arus dan 3% oleh pengaruh angin (Hadi & Latif 2000; ITAC 1996). Arus laut permukaan di Kepulauan Seribu pada musim barat berkecepatan maksimum 0.5 m/detik dengan arah ke Timur sampai Tenggara. Pada musim timur kecepatan maksimumnya 0.5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat mempunyai ketinggian antara meter dan musim timur meter. Berdasarkan pengukuran di stasiun penelitian oleh ITB Bandung tahun 2001 yang berlokasi di Pulau Untung Jawa pada koordinat ,21 LS, ,07 BT, kondisi pasang surut di Kepulauan Seribu dapat dikategorikan sebagai harian tunggal. Kedudukan air tertinggi dan terendah adalah 0.6 dan 0.5 m dibawah duduk tengah. Rata-rata tunggang air pada pasang perbani adalah 0.9 m dan rata-rata tunggang air pada pasang mati adalah 0.2 m. Tunggang air tahunan terbesar mencapai 1.10 m (Ariadi 2004) Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim Barat adalah sebesar m, sedangkan pada musim Timur adalah sebesar m (DISHIDROS- AL 1986). Tinggi gelombang sangat bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan oleh variasi kecepatan angin dan adanya penjalaran gelombang dan perairan sekitarnya, sesuai dengan letak gugusan Kepulauan Seribu yang berbatasan dengan perairan terbuka. Gelombang didominasi oleh arah Timur dan Tenggara yang dipengaruhi oleh refraksi pada saat memasuki daerah tubir, hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch Indonesia pada bulan Nopember 1998-Agustus 1999 di Pulau Kelapa mencatat tinggi gelombang pada kisaran m dengan periode gelombang berkisar antara detik.

33 9 2.2 Persamaan Pembangun Model Persamaan Hidrodinamika Persamaan massa Persamaan massa secara matematik dinyatakan sebagai: (1) Suku pertama menyatakan perubahan posisi muka air, suku kedua dan ketiga menyatakan perubahan fluks densitas dalam arah x dan y dan suku keempat menyatakan perubahan kedalaman perairan. Solusi persamaan (1) dengan metode elemen hingga selisih depan dalam arah x adalah: (2) Dalam arah y (3) Persamaan momentum Persaamaan momentum dalam arah x (4) Solusi persamaan momentum akan diuraikan solusinya tiap suku dari persamaan (4) Suku pertama Suku pertama menyatakan perubahan fluks densitas terhadap waktu nyatakan dalam bentuk

34 10 (5) Dengan menggunakan metode ekspansi Taylor dengan pusat n+1/2 persamaan x menjadi (6) Suku keempat menyatakan pengaruh grafitasi dengan pendekatan selisih depan di tulis sebagai: (7) dengan Dengan cara dilinerisasi dalam menghasilkan formula aljabar koreksi kesalahan dapat tentukan dengan menggunakan ekspansi Taylor. (8) FDS adala solusi linier dari persamaan gravitasi. Suku kedua dan ketiga merupakan perubahan flux densitas dalam arah x dan y yang diselesaikan dengan metode elemen hingga sebagai berikut: dengan a = n+1, b = n (9) Suku ke 9 merupakan faktor gesekan angin yang didefinisikan sebagai: Dengan faktor gesekan angin dihitung sesuai dengan Smith dan Banke (10)

35 11 (11) dengan Suku kelima menyatakan faktor gesekan dasar yang dinyatakan dalam formula Chezy number (12) dapat diselesaikan dalam bentuk dengan : (13) (14) Chezy number dapat dihitung dari Manning number (15) Suku kedelapan menyatakan gaya coriolis yang dinyatakan sebagai (16) Dengan q di selesaikan secara eksplisit seperti pada persamaan (14)

36 Persamaan Oil Spill Penyebaran Fay (1969) menyatakan bahwa laju penyebaran minyak ditentukan oleh gaya gravitasi, kelembaman, kekentalan, tegangan permukaan dan dispersi. Mackay et al. (1980) telah memodifikasi model gravitasi dan viskositas dari Teori Fays ke dalam formula numerik melalui persamaan matematis untuk menghitung penyebaran minyak dengan asumsi minyak sebagai massa homogen, menyebar dalam bentuk lapisan tipis dan tidak ada perubahan massa tumpahan. Dengan menggunakan asumsi di atas, maka perubahan luas tumpahan minyak (A oil ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (17) dimana, t = konstanta [s -1 ] = waktu [s] = πr oil 2 [m 2 ] Volume minyak tumpah dihitung dengan menggunakan persamaan: (18) ketebalan tumpahan minyak diestimasi: = 10 cm, pada t=0 Nilai ini telah diketahui dari hasil penelitian sesudah terjadi tumpahan minyak di suatu perairan Evaporasi Penguapan tumpahan minyak ditentukan oleh komposisi dari minyak, suhu udara, suhu perairan, area tumpahan, kecepatan angin, radiasi matahari dan ketebalan tumpahan minyak. Beberapa hasil penelitian telah menghitung laju penguapan minyak. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada proses difusi (dispersi) yang membatasi pada oil film.

37 13 2. Bentuk minyak adalah campuran yang ideal. 3. Tekanan parsial udara pada perhitungan tekanan uap diabaikan. Dengan menggunakan asumsi di atas, laju penguapan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan: (19) dengan, k e P SAT R T M X i = koefisien transport massa = Tekanan uap = Konstanta gas = Suhu = Berat Molekul = Fraksi mol = Densitas fraksi minyak = Jenis fraksi minyak ke-i Untuk mengestimasi nilai dari digunakan persamaan dari Mackay et al (1980), yaitu: (20) dimana, k A oil U w = Konstanta = Luas area tumpahan minyak [m2] = Konstanta penguapan Schmidts pada fraksi minyak ke-i = Kecepatan angin [m/detik] Dispersi vertikal Transport minyak ke dalam kolom air terjadi dari beberapa mekanisme yaitu kelarutan, dispersi, akomodasi dan sedimentasi. Fraksi minyak yang terdispersi di dalam kolom air per waktu dihitung sebagai fraksi yang hilang di permukaan laut, pada kondisi tidak ada gelombang pecah dan dihitung menggunakan persamaan, yaitu : (21) dimana,

38 14 dan = fraksi minyak yang terdispersi di permukaan air per satuan waktu. = fraksi minyak telah terdispersi yang tidak kembali lagi ke permukaan. dihitung dengan menggunakan persamaan, yaitu: (22) dengan, dan = Kecepatan angin (23) dimana, = Viskositas minyak [cp] = Ketebalan minyak [cm] = Tegangan permukaan minyak dan air [dyne cm -1 ] Laju butiran minyak dalam air yang kembali lagi ke permukaan dihitung dengan persamaan, yaitu: (24) Kelarutan Dengan menggunakan asumsi bahwa konsentrasi sebenarnya hidrokarbon terhadap kelarutannya, maka laju kelarutan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan, yaitu: (25) dimana, C sat X mol M A oil = kelarutan fraksi minyak ke-i [mg/kg air laut] = molar fraksi dari fraksi minyak ke-i [kg/mol] = Berat molar dari fraksi minyak ke-i = Densitas minyak fraksi ke-i = Luas area tumpahan minyak [m2] Koefisien transfer massa dari kelarutan dihitung dengan menggunakan persamaan, yaitu:

39 15 (26) dimana, e i e i e i = 1.4 untuk fraksi minyak alkana = 2.2 untuk fraksi minyak aromatik = 1.8 untuk fraksi minyak ringan Emulsifikasi Proses emulsifikasi merupakan proses sangat penting yang menentukan keberadaan minyak di permukaan karena akan membuat minyak menjadi sangat kental. Masuknya butiran air ke dalam minyak dan stabilitas di dalamnya sangat ditentukan oleh kondisi lingkungannya. Stabilitasnya ditentukan oleh kandungan surfaktan di dalamnya dan masuknya butiran air kedalam minyak di tentukan oleh kondisi perairannya terutama gelombang dan proses turbulen di perairan. Model matematis yang ada saat ini tidak semua parameter yang mempengaruhi proses emulsifikasi masuk semua dalam perhitungannya. Pendekatan yang dilakukan adalah melalui persamaan empiris dari prilaku emulsifikasi dari kondisi di alamnya. Perhitungan perubahan kandungan air di dalam minyak dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut: (27) dimana: = Kandungan air dalam minyak = Masuknya air ke dalam minyak = Keluarnya air dari minyak Nilai dari masuknya air ke dalam minyak akan bertambah dengan meningkatnya suhu and kecepatan angin. Nilai R 1 dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut: (28) dimana : = Kecepatan angin = Viskositas minyak = Maksimum kandungan air dalam minyak = Kandungan sebenarnya air di dalam minyak

40 16 K 1 R 2 = Koefisien = Laju keluarnya air dari minyak Nilai dari R 2 akan meningkat dengan meningkat dengan meningkatnya kandungan alphaltenes, wax (lilin) dan surfaktan minyak sehingga menyebabkan miningkatnya viskositas minyak. Nilai dari R 2 dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (29) dimana : As = Kandungan asphaltenes di dalam minyak (wt%) = Kandungan lilin di dalam minyak (wt%) K 2 = Koefisien dimana : = [kg/m3] = [kg(wt%)/s] Nilai dari dan merupakan hasil dari percobaan yang dilakukan oleh Haltenbanken (1982) Tansport bahang Tekanan uap dan viskositas sangat ditentukan oleh suhu. Suhu pada tumpahan minyak lebih panas dari kondisi lingkungannya baik udara maupun perairannya. Oleh karena itu sangat penting untuk memodelkan perubahan suhu pada tumpahan minyak. Transfer bahang antara udara dan minyak Transfer bahang antara udara dan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (30) dimana : (31) dan, = Schimidt s number = Suhu minyak [Kelvin]

41 17 = Suhu udara [Kelvin] = Densitas udara [kg/m3] = Kapasitas panas udara [J/kg/ C] Koefisien Prandtl s untuk udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (32) Jika tidak ada penguapan, maka khoil-air dihitung dengan persamaan dari Duffie dan Beckmann (1974), yaitu sebagai berikut: (33) Bahang dari radiasi yang diemisikan dan diterima antara minyak, udara dan air Tumpahan minyak akan menerima dan kehilangan bahang karena emisi radiasi gelombang panjang matahari. Jumlah bahang yang hilang dan diterima dihitung dengan dengan hukum dari Stefan-Boltzman s. Nilai bersih bahang yang diterima oleh tumpahan minyak dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (34) dimana: = Boltzman constant ( [W/(m2K)]) = Emisivitas udara = Emisivitas air = Emisivitas minyak = Suhu udara = Suhu air = Suhu minyak Bahang dari radiasi matahari Radiasi matahari yang diterima tumpahan minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain: lokasi dimana minyak tumpah, tanggal dan waktu, tingkat tutupan awan dan kandungan lapisan udara. Variasi radiasi matahari dalam sehari diasumsikan dengan fungsi sinusoidal, yaitu sebagai berikut:

42 18 (35) dimana: Dalam satu hari dimulai dari matahari terbit sampai dengan tenggelam. = waktu matahari terbit [detik] dimulai dari tengah malam. = waktu matahari terbit [detik] dimulai dari tengah malam. dapat dihitung dengan menambahkan lamanya waktu dalam sehari ( ), dengan persamaan sebagai berikut: (36) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (37) dimana: = Lintang = Deklinasi bumi terhadap matahari sebanding dengan, (38) adalah emisi matahari dari daratan, dihitung dengan persamaan yang digunakan dari Duffie dan Beckmann (1974), yaitu sebagai berikut: dimana: dan, = Konstanta matahari (1.353 [W/m]) = hari dalam setahun = sudut matahari. (39) Jika matahari tidak berawan, maka, tetapi akan meningkat dengan meningkatnya tingkat perawanan. Jika a adalah albedo maka nilai bersih radiasi dari matahari adalah sebagai berikut: (40)

43 19 Bahang yang hilang dari proses penguapan Penurunan suhu karena penguapan mengakibatkan hilangnya bahang dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (41) dengan: = Bahang dari penguapan pada fraksi minyak ke-i [J/mol] Sehingga keseimbangan bahang dinamis dari tumpahan minyak diberikan sebagai berikut: (42) dimana: = Laju butiran air yang masuk [m 3 /s] = Laju butiran minyak yang masuk ke kolom air [m 3 /s] = Kapasitas bahang minyak [J/kg C] = Kapasitas bahang air [J/kg C] Transfer bahang antara minyak dan air Transfer bahang antara minyak dan air, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (43) dimana k oil-water H koefisien transfer bahang dari Bird et al (1960) dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (44) Konstanta Prandtl s dari air dihitung dengan persamaan yang dikemukakan oleh Duffie dan Beckmann (1974), yaitu sebagai berikut: (45)

44 20 adalah koefisien Reynolds untuk menghitung koefisien transfer bahang antara minyak dan air, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (46) dimana adalah viskositas kinematik dari minyak Viskositas Viskositas minyak akan meningkat selama proses pelapukan minyak, terutama diakibatkan oleh proses emulsifikasi dan penguapan. Selain itu, viskositas sangat ditentukan oleh suhu tumpahan minyak. Perhitungan viskositas minyak dilakukan melalui tiga tahap yaitu pertama, viskositas tanpa adanya butiran air dalam minyak pada suhu referensi T ref = 100 F, dengan persamaan dari Kendall-Monroe yaitu sebagai berikut: (47) dimana: = Fraksi model dari fraksi ke-i Kedua, perhitungan viskositas minyak pada suhu aktual menggunakan persamaan dari CONCAWE (1983), yaitu sebagai berikut: dengan (48) dengan: T = Suhu [K] v = Viskositas kinematik pada suhu T (C s ) B = 3.98 Ketiga, perhitungan viskositas minyak pada suhu aktual dan kandungan air dengan menggunakan persamaan dari Hossain dan Mackay (1980), yaitu sebagai berikut: (49) Penguapan juga akan menyebabkan peningkatan viskositas dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (50) dimana:

45 21 = dimensi kandungan didalam minyak [wt%] = Fraksi minyak yang terevaporasi Kombinasi pengaruh dari emulsifikasi dan penguapan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (51) Tegangan permukaan Tegangan permukaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (52) Kapasitas bahang Kapasitas bahang di air, udara dan minyak diberikan dengan persamaan sebagai berikut: (53) (54) dan, (55) Suhu dihitung dengan satuan Kelvin Titik tuang Titik tuang minyak dimana minyak tidak mengandung butiran air dihitung dengan persamaan dari CMFMWOS (1985), yaitu sebagai berikut: (56) Nilai titik tuang akan meningkat dengan bertambahnya kandungan air dalam minyak dari proses emulsifikasi dan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (57) 2.3 Karakteristik Minyak Minyak bumi adalah suatu campuran kompleks yang sebagian besar komponen mengandung karbon dan hidrogen serta nitrogen, sulfat dan oksigen dalam jumlah kecil (Seager & Stocker 1976). Banyak perbedaan jenis minyak

46 22 yang terbentuk dari ratusan komposisi utama dan ribuan komposisi kimia lainnya. Adanya keberagaman mengakibatkan setiap produk minyak mempunyai karakteristik unik yang berbeda satu dengan lainnya. Karakteristik minyak akan menentukan nasib minyak pada saat tumpah dan dampak terhadap organisme yang berada di lingkungannya. Karakteristik minyak juga menentukan tingkat efisiensi pembersihan minyak saat tumpah di laut. Disamping itu karakteristik minyak sangat penting untuk mengembangkan model pergerakan tumpahan minyak. Karakteristik minyak mentah beserta dengan turunan produknya dan komposisi kimia dan karakteristik fisika dari masing-masing jenis minyak adalah sebagai berikut: Komposisi Minyak Minyak mentah terdiri dari campuran rantai ikatan hidrokarbon mulai dari rantai terkecil dengan ikatan yang lemah sampai dengan rantai yang besar dengan ikatan yang kuat. Komposisi campuran dari rantai hidrokarbon tersebut terbentuk dan tergantung dari formasi geologi dilokasi penemuan ladang minyak dan sangat berperan dalam pembentukan karakteristik minyak (Fingas 2000). Komposisi minyak dari berbagai jenis produk minyak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kandungan hidrokarbon dari berbagai jenis produk minyak (dalam%). No Kelompok Kelas Light Heavy Bunker Gasoline Diesel IFO Ikatan Crude Crude C 1 Saturates Alkanes Cycloalkanes Waxes Olefins Aromatics BTEX PAHs Polar Compounds Resins Asphalte

47 23 No Kelompok Kelas Light Heavy Bunker Gasoline Diesel IFO Ikatan Crude Crude C nes 5 Metals Sulphur Sumber: Fingas (2000) Komponen-komponen dari minyak bumi itu disebut juga dengan istilah fraksi-fraksi minyak bumi yang dapat dipisahkan satu dengan yang lain melalui proses penyulingan atau destilasi secara bertingkat berdasarkan perbedaan titik didih masing-masing komponennya (Gambar 2). Beberapa nama dari jenis minyak menurut (Fingas 2000) yang digunakan dari hasil produk perminyakan adalah sebagai berikut: 1. Bensin (gasoline), digunakan untuk bahan bakar mobil-mobil kecil. 2. Diesel (diesel fuel), digunakan untuk bahan bakar kendaraan besar seperti truk, kereta dan bis. 3. Minyak mentah ringan(light crude oil), banyak dihasilkan dari ladang minyak di sebelah barat Kanada dan Louisiana. 4. Minyak mentah berat (Heavy crude oil), banyak dihasilkan dari negaranegara Arab dan California. 5. Minyak bakar intermediat(intermediate fuel oil), campuran dari residu minyak berat dan diesel biasa digunakan untuk bahan bakar kapal. 6. Bunker C(Bunker fuel), residu berat bahan bakar dari sisa produksi bensin dan diesel, sering juga disebut minyak bakar. 7. Emulsi minyak mentah (Crude oil emulsion), emulsi air dalam minyak pada minyak mentah fase medium.

48 24 Gambar 2 Fraksi destilasi minyak mentah (Seager & Stocker 1976) Karakteristik Minyak Karakteristik minyak meliputi viskositas, densitas, spesifik gravitasi, kelarutan, titik bakar, titik tuang, fraksi destilasi, tegangan permukaan dan tekanan uap. Emulsi minyak mentah memiliki nilai viskositas yang paling tinggi (Tabel 2) menunjukkan bahwa jenis ini mempunyai kecepatan alir yang lebih lambat jika dibandingankan dengan jenis bensin. Kekentalan berpengaruh secara langsung terhadap kecepatan menyebar tumpahan minyak yang mengalami tumpahan di perairan. Densitas sangat penting digunakan karena akan memberikan indikasi apakah minyak akan terapung dipermukaan air atau tenggelam ke dalam air jika mengalami tumpahan. Karena densitas air sebesar 1.0 gr/cm 3 pada suhu 15 C dan kebanyakan minyak memiliki kisaran densitas sebesar g/cm 3 minyak akan terapung di permukaan air (Fingas 2000). Tabel 2 Karakteristik dari berbagai jenis produk minyak Property Viscosity Units Ligth Crude mpa.s at 15 C Heavy 50 s/d 50,000 Gasoline Diesel Intermediate Fuel Oil 1,000 s/d 15,000 Bunker C 10,000 s/d 50,000 maka Crude Oil Emulsion 20,000 s/d 100,000 Density g/ml at s/d 0.88 s/d 0.94 s/d 0.96 s/d 0.95 s/d

49 25 15 C Flash Point C s/d s/d s/d 100 >100 >80 Solubility in Water ppm s/d 50 5 s/d s/d 30 1 s/d 5 - Pour Point C s/d - 1 API Gravity Interfacial m/n/m Tension at C % distilled at -40 s/d s/d s/d 10 5 s/d 20 >50 10 s/d s/d 20 5 s/d s/d s/d 25 s/d s/d C s/d 15 1 s/d C s/d 40 2 s/d 25 2 s/d 5 2 s/d 5 15 s/d 300 C s/d s/d 25 5 s/d s/d 15 s/d 400 C s/d s/d Distillation Fractions residual 15 s/d s/d s/d s/d 85 Sumber: Fingas 2000 Kelarutan minyak dalam air dihitung dari seberapa banyak minyak yang terlarut di dalam kolom air pada skala molekuler. Tingkat kelarutan minyak dalam air sangat penting dalam fraksi terlarut dari minyak berupa sifat toxic terhadap organisme di suatu perairan terutama dalam konsentrasi yang besar. Titik tuang adalah suhu minyak dapat bertahan pada saat tumpah dari kapal. Titik tuang menggambarkan suhu dimana minyak apabila dituangkan dengan sangat perlahan dapat bertahan digunakan sebagai indikator kestabilan dari minyak. Tekanan uap minyak adalah tekanan yang diukur pada bagian dari partisi minyak antara fase cairan dan gas atau seberapa banyak uap minyak di dalam suatu ruang yang dapat diberikan pada suhu tetap. Tekanan uap minyak sangat beragam karena minyak terdiri dari campuran berbagai komposisi dan berubah dengan cepat karena faktor cuaca. Tekanan uap minyak sulit sekali untuk diukur dan jarang sekali digunakan sebagai parameter untuk mengkaji tumpahan minyak. 2.4 Proses-proses Fisik dan Kimia Minyak di Laut Pada saat minyak tumpah baik di lingkungan perairan atau daratan, terdapat beberapa proses transformasi minyak yang terjadi dan disebut pula sebagai perilaku dari minyak. Gerakan dan nasib dari tumpahan minyak di laut

50 26 dipengaruhi oleh proses fisika, kimia dan biologi bergantung pada sifat minyak, kondisi hidrodinamika, meteorologi dan lingkungan (Egberongbe et al. 2006) Terdapat dua proses utama yaitu proses pelapukan minyak yang merupakan suatu urutan proses fisik dan kimia karakteristik minyak yang akan berubah ketika minyak tumpah dan kedua adalah kelompok proses yang berkaitan dengan pergerakan minyak di suatu lingkungannya. Proses pelapukan dan pergerakan minyak merupakan proses yang terjadi saling tumpang tindih bersamaan. Proses pelapukan sangat mempengaruhi bagaimana minyak bergerak di suatu lingkungan dan sebaliknya. Proses-proses ini sangat tergantung jenis minyak yang tumpah dan kondisi cuaca sesaat dan setelah minyak tumpah Penyebarang Sumber: ITOPF (tebal dari tiap band mengindikasikan berapa besar peranan dari tiap proses) Gambar 3 Perubahan tumpahan minyak mentah oleh proses pelapukan terhadap waktu. Penyebaran tumpahan minyak di atas permukaan air dalam arah horizontal dipengaruhi oleh gravitasi, kelembaman, kekentalan dan gaya tegangan permukaan (Njobuenwu 2008). Pada Gambar 3 warna biru menyajikan bahwa penyebaran adalah proses yang paling signifikan selama proses awal terjadinya tumpahan minyak di air yang meningkatkan luas daerah permukaan yang tergenang, dengan demikian meningkatkan transfer massa melalui penguapan dan proses dissolusi. Kecenderungan dari tumpahan minyak untuk menyebar bergantung pada dua gaya fisika yang bekerja beriringan yaitu gaya gravitasi yang

51 27 menyebabkan minyak menyebar secara horizontal dan tegangan permukaan dari air laut. Gravitasi dan tegangan permukaan mempercepat proses penyebaran sedangkan kekentalan dan kelembaman memperlambat proses penyebaran Penguapan Gambar 3 (warna kuning) menyajikan bahwa penguapan dominan mempengaruhi perubahan sejak awal tumpahan minyak dan efektif berlangsung dalam waktu satu minggu. Minyak mentah ringan dapat mengalami penguapan hingga 75%, minyak mentah tengah mengalami penguapan hingga 40% sedangkan minyak mentah berat dapat mengalami pengupan hingga 10% beberapa hari setelah terjadinya tumpahan minyak (Fingas 1994). Menurut Fingas 1994 menyatakan bahwa tingkat penguapan minyak meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin sampai pada waktu tertentu dengan membentuk fungsi eksponensial (Gambar 4) Gambar 4 Presentasi penguapan air dan minyak dalam berbagai variasi kecepatan angin (Fingas 1994).

52 28 Gambar 5 Konsentrasi penguapan dari hidrokarbon aromatik di dalam air (Payne et al. 1983) Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Payne et al. (1983) pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa penguapan fraksi minyak dalam air laut di dominasi oleh fraksi benzene dan toluene dengan puncak konsentrasi yang mengalami penguapan pada jam ke 4 dengan konsentrasi mencapai 700 g/l kemudian menurun dan mencapai kurang dari 100 g/l setelah 40 jam di air laut. Meskipun pengaruh penguapan sangat penting namun sangat tidak signifikan dalam mengubah sifat fisik dan kimia dari tumpahan minyak. Penguapan pada minyak di dasarkan pada penguapan air walaupun terdapat perbedaan mendasar antara air dengan minyak dimana penguapan pada air bersifat linier terhadap waktu sedangkan minyak bersifat eksponensial Entrainment (Natural Dispersion) Dispersi alamiah minyak mentah dan produk olahan setelah mengalami tumpahan di laut adalah proses pembentukan partikel kecil yang bergabung dalam kolom air. Selain penguapan, tingkat dispersi alamiah juga menetukan keberadaan lapisan minyak dipermukaan laut. Dalam prakteknya, dispersi alamiah secara signifikan menghilangkan bagian utama dari tumpahan minyak di permukaan laut (Sebastiao & Guedes 1995). Studi menunjukkan bahwa dispersi alami adalah hasil dari tiga proses yaitu, proses awal globulation yang merupakan pembentukan tetesan minyak dari lapisan minyak karena pengaruh gelombang pecah, proses

53 29 dispersi yang merupakan transportasi dari tetesan minyak ke kolom air sebagai hasil energi kinetik pada tetesan minyak yang disebabkan oleh gelombang pecah dan gaya yang meningkat, dan proses peleburan lapisan minyak dengan lapisan air (CONCAWE 1983). Parameter lain yang penting mempengaruhi proses dispersi adalah tegangan antar muka air dengan minyak yang hanya mempengaruhi globulation dan peleburan, bukan transpor dari tetesan minyak ke dalam lapisan air. Berat jenis dan kekentalan juga mempengaruhi proses dispersi tumpahan minyak yang semakin tinggi tingkat kekentalan maka semakin kecil kemampuan dari minyak untuk membentuk tetesan minyak. Minyak mentah fraksi ringan dan diesel dapat terdispersi secara signifikan jika kandungan saturasinya besar dan kandungan aspaltin dan resin rendah serta terdapat aksi gaya gelombang yang cukup besar. Butiran minyak yang terdispersi ini akan berasosiasi dengan sedimen dan bersama-sama akan jatuh ke dasar perairan Pelarutan Tingkat kelarutan minyak dalam air tergantung pada komposisi, penyebaran, suhu air laut, derajat dispersi dan turbulensi. Komponen minyak mentah berat pada dasarnya tidak larut dalam air sedangkan minyak mentah ringan terutama hidrokarbon aromatik seperti bensena dan toluen sedikit larut. Namun, senyawa ini juga yang paling stabil dan sangat cepat hilang oleh penguapan, biasanya 10 sampai kali lebih cepat dibandingkan dengan kelarutan (ITOPF 2007). Beberapa hidrokarbon larut dalam air umumnya senyawa molekul ringan yang bersifat beracun. Persentase kelarutan hidrokarbon kecil, kurang lebih 1% dari volume tumpahan minyak. Hal ini menyebabkan cepat terencerkan dan terdegradasi. Tumpahan minyak mengalami perubahan oleh gelombang menjadi butiran minyak dengan diameter mm dan bertahan dalam kolom air sampai mengalami degradasi oleh bakteri (Kingston 2002). Konsentrasi hidrokarbon yang terlarut dalam air laut jarang melebihi 1 ppm, dan kelarutan tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap minyak dari permukaan laut

54 Emulsifikasi Emulsifikasi adalah proses dimana air bercampur dengan minyak. Proses ini meningkatkan volume campuran minyak dengan air sehingga viskositas tumpahan minyak meningkat karena minyak dengan viskositas rendah bercampur dengan air dengan viskositas yang lebih tinggi. Pembentukan emulsi air-dalamminyak tergantung pada komposisi minyak dan keadaan laut ( Egberongbe et al. 2006) Emulsifikasi minyak mentah dan produk turunannya terjadi oleh dispersi tetesan air kedalam medium minyak. Potensi emulsifikasi dan stabilitas emulsi minyak ditentukan oleh persentase surfaktan alami dalam tumpahan minyak. Meskipun minyak ringan seperi bensin dan minyak tanah dapat membentuk emulsi tapi tidak stabil dan akan tetap pada kondisi tenang. Kemampuan minyak mentah untuk teremulsi terkait dengan tingkat aspaltik dalam minyak dan stabilitas emulsi terkait dengan Kristal lilin. Minyak mentah dengan kandungan aspaltik yang relatif rendah akan lebih kecil kemungkinan untuk membentuk emulsi stabil dan emulsi satbil ini terkait dengan Kristal lilin yang tinggi atau titik tuang yang tinggi (Sebastiao & Guedes 1995). Pembentukan emulsi menyebabkan tumpahan minyak mengalami pelapukan jauh lebih lambat, minyak lebih kental dan lengket. Volume dari minyak meningkat karena emulsi dapat mencapai 70 persen air. Emulsifikasi hampir tidak terjadi selama terjadinya tumpahan minyak pada bensin, minyak tanah dan diesel kecuali pada kondisi yang sangat dingin (Michel 2002) Sedimentasi Proses sedimentasi terjadi ketika berat jenis minyak meningkat melebihi air laut. Beberapa proses yang menyebabkan sedimentasi adalah: pelapukan (evaporasi, pelarutan dan emulsifikasi), pemangsaan oleh zooplankton, adhesi atau penyerapan ke partikel, atau interaksi dengan garis pantai. Minyak juga dapat tersedimentasi oleh organisme plankton yang memakan partikel minyak dan tenggelam kedasar laut sebagai fases. Sedimentasi biasanya tidak penting untuk perhitungan neraca massa kecuali konsentrasi padatan tersuspensi cukup tinggi (> 100mg/l) (Egberongbe et al. 2006; ITOPF 2007). Beberapa jenis tumpahan minyak dapat mengalami sedimentasi sampai 10-30%. Hal ini terutama terjadi di

55 31 daerah pantai sempit dan perairan dangkal dengan intensitas percampuran yang tinggi sedangkan daerah-daerah yang lebih jauh dari pantai proses sedimentasi berjalan sangat lambat (Patin 1999). Tabel 3 menunjukkan bahwa fraksi minyak yang banyak mengalami sedimentasi adalah C2-flarine sedangkan bensena merupakan fraksi yang sedikit mengalami sediementasi dengan konsentrasi di sedimen ppm sedangkan fraksi toluen, sikloheksana dan silena tidak mengalami sedimentasi Tabel 3 Fraksi tersedimentasi tumpahan minyak Subtansi Hasil Satuan Benzene 35 ug/kg C3-Chrysenes 1800 ug/kg C2-Fluorenes 4900 ug/kg C2-Naphthalenes 130 ug/kg Fluoranthene 1050 ug/kg Diesel range organics 2890 ug/kg Oil Range Organics 2310 ug/kg Total Organic Carbon 273 mg/kg sumber: dimodifikasi dari (EPA 2010) Biodegradasi Air laut mengandung berbagai mikro-organisme laut yang mampu menguraikan senyawa minyak. Mereka adalah bakteri, jamur, ragi, alga uniseluler dan protozoa yang dapat menggunakan minyak sebagai sumber karbon dan energi. organisme tersebut didistribusikan secara luas di seluruh lautan di dunia walaupun mereka cenderung lebih berlimpah di perairan pesisir yang tercemar, seperti yang di alur lalu lintas kapal atau buangan limbah industri yang tidak diolah. Faktor utama yang mempengaruhi laju dan tingkat biodegradasi adalah karakteristik minyak, ketersediaan oksigen, nutrisi (terutama senyawa nitrogen dan fosfor) dan suhu (ITOPF 2007). Setiap jenis mikroorganisme yang terlibat dalam proses cenderung menguraikan suatu hidrokarbon jenis tertentu dengan berbagai mikroorganisme, bertindak bersama-sama agar degradasi terjadi. Sebagai hasil degradasi, sebuah komunitas mikroorganisme kompleks berkembang. Meskipun mikroorganisme yang diperlukan hadir dalam jumlah yang relatif kecil di laut lepas, mereka

56 32 berkembang biak dan cepat ketika minyak tersedia dan degradasi akan terus terjadi sampai proses ini dibatasi oleh nutrian dan oksigen yang berkurang. Sementara mikroorganisme mampu menurunkan sebagian besar senyawa dalam minyak mentah, beberapa molekul besar dan kompleks resisten terhadap penguraian. Karena mikroorganisme hidup di air, yang mana oksigen dan nutrisi penting, biodegradasi hanya dapat terjadi pada lapisan antar muka minyak dengan air. Di laut, pembentukan butiran minyak, baik melalui dispersi alami atau kimia, meningkatkan luas antarmuka air dengan minyak yang dibutuhkan untuk aktivitas biologis dalam meningkatkan degradasi (Varadaraj et al. 1988). Jumlah minyak yang dapat biodegradasi berkisar 11% sampai 90%. variabilitas ini karena variasi organisme untuk lokasi yang berbeda, dan variasi dalam komponen minyak (Patin 1999).

57 33 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2009 hingga Pebruari 2011 dengan perincian waktu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks waktu penelitian Uraian kegiatan Bulan pelaksanaan Studi Pustaka Januari 2009 Penyusunan proposal Maret-April 2009 Pengumpulan data Maret-Juni 2009 Perancangan model Mei- September 2009 Eksekusi model september 2009-Juni 2010 Validasi model Juni-November 2010 Penulisan hasil penelitian Desember 2010-Januari 2011 Presentase akhir Pebruari 2011 Model skenario tumpahan minyak disimulasikan untuk satu priode musim pada tahun 2008 yang terdiri atas musim barat yang diwakili oleh Bulan Januari dan musim timur yang diwakili oleh Bulan Juli. Lokasi kegiatan penilitian ini berada di Perairan Kepulauan Seribu dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5 40'12"LS di sebelah utara di sebelah timur dibatas oleh bujur 'BT di sebelah barat berbatasan dengan garis bujur '48" BT dan batas tertutup Pantai Utara Jawa yang rentang terhadap kejadian tumpahan minyak seperti disajikan pada Gambar 6. Penelitian ini dilakukan dengan membuat hidrodinamika pada jalur pelayaran di Kepulaun Seribu kemudian divalidasi dengan data hasil pengukuran yang selanjutnya digunakan sebagai pembangkit pergerakan tumpahan minyak yang diskenariokan terjadi pada jalur pelayaran di Kepulauan seribu. Skenario tumpahan yang terjadi disebabkan oleh tiga hal yaitu tumpahan oleh tabrakan kapal tanker, tumpahan minyak oleh kapal yang kandas di perairan dangkal dan tumpahan kinyak oleh kebocoran pipa distribusi bahan bakar minyak.

58 6 00' 5 55' 5 50' 5 45' LA MPU NG BAN TEN DKI JA KAR TA ' ' ' KEP UL AUA N SER IB U P. K o to k B e s a r P. K a r ya P. P r a m u ka P. P a n g g a n g 5 45' P. K a r a n g b e r a s P. A i r P. S e k a ti P. T i d u n g K e ci l P. T i d u n g B e sa r P. P a y u n g B e s a r 5 50' P. T e n g a h P. T i ku s P. P a r i P. B u r u n g 5 55' P. L a n c a n g B e s a r P. L a n c a n g K e c il P. L a k i 6 00' B A N T E N ' ' ' Peta Lok as i P ene litian K e te ra n g a n : N LA U T JA W A 5 W S E G aris pantai D a ra t Perairan D angkal P. J A W A 7 S A M U D E R A H IN D IA K M Gambar 6 Lokasi penelitian daerah Perairan Kepulauan Seribu

59 Data Data yang digunakan dalam pemodelan tumpahan minyak terdiri atas: 1. Data kedalaman perairan (Batimetri) yang berfungsi sebagai domain model bersumber dari peta Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. 2. Data arah dan kecepatan angin yang dikonversi dari data kecepatan zonal dan kecepetan meredional berfungsi sebagai pembangkit musiman. Data angin terdiri atas angin pada bulan Januari 2008 dan Juli 2008 dengan interval data setiap 6 jam. Data Angin diperoleh dengan mengunduh dari IFREMER (French Research Institute for Exploration of the Sea) 3. Data Pasang-Surut (pasut) digunakan dari Global Sea Level Prediction ( dan divalidasi dengan data pasut dari dishidros dengan periode waktu yang sama. Parameter pasut digunakan sebagai kondisi batas yang bervarisai berdasarkan waktu dan tempat. 4. Data jalur pelayaran Kepulauan Seribu dari Sea Map digunakan untuk menentukan daerah rawan tumpahan oleh pengankutan bahan bakar minyak. 5. Data jenis kapal tanker dan kapasitas tanker angkutan yang melewati daerah perairan Kepulauan Seribu bersumber dari Administrator Pelabuhan Tanjung Priok. 6. Data arus laut mooring di Perairan Teluk Jakarta dari Kementrian Kelautan dan Perikanan direkam dengan menggunakan alat RCM7/8 AANDERAA. 7. Data Komponen fraksi tiap jenis minyak digunakan untuk menentukan prilaku dan nasib minyak yang mengalami tumpahan berdasarkan jenisnya diperoleh dari (Start Energy 2004)

60 Desain hidrodinamika Desain hidrodinamika untuk membangun pola pergerakan arus sebagai media pengerak tumpahan minyak di Perairan Kepulauan Seribu. Gambar 7 menyajikan bagan alir desain hdrodinamika. Batimetri (Dishidros AL) Angin (Ifremer) Pasang Surut (DHI Group) Batymetri (format xyz) Angin (arah,kecepatan) Tenggang Pasut Viskositas Eddy MIKE 21 (Flow Model) Manning number Hidrodinamik Model oil spill Gambar 7 Diagram alir desain hidrodinamika Membangun Batimetri Membangun domain model skenario dengan mengubah peta manual ke bentuk digital yang di simpan dalam format (*.xyz). Data format xyz digunakan sebagai data input pada modul bathymetries (*.batsf) yang tersedia pada Mike Zero. Menetukan batas model kemudian menginterpolasi titik batimetri untuk mengisi ruang kosong pada grid dengan metode Triangular Interpolation dengan persamaan:

61 37 (58) (59) (60) (61) Manyimpan file batimetri dalam format (*.dfs2) yang akan digunakan dalam modul Flow Model untuk membangun Hidrodinamika. Peta batimetri Kepulauan Seribu (Gambar 8) dengan kedalaman perairan antara 0-87 m. Gambar 8 Peta batimetri Perairan Kepulauan Seribu

62 Data Input Periode simulasi Model disimulasikan dalam 2 musim yaitu: musim timur dan musim barat dengan musim barat diwakili oleh Bulan Januari 2008 dan musim timur diwakili oleh Bulan Juli 2008 dengan masa simulasi masing-masing 10 hari Batas model Model dibatasi dengan 3 batas terbuka yaitu lintang 5 40'12"LS(b) di sebelah utara di sebelah timur dibatasi oleh bujur 'BT(c) di sebelah barat berbatasan dengan garis bujur '48" BT(a) dan batas tertutup Pantai Utara Jawa Flood and ry Komponen ini untuk membatasi perhitungan model batas atas dan bawah dari mean sea level yang diproses oleh model dengan nilai draying depth 0.2 dan flooding depth Data angin Angin dari ifremer dalam bentuk kecepatan meredional dan kecepatan zonal dikonversi kedalam kecepatan dan arah dengan persamaan: (62) (63) Dengan adalah kecepatan resultan, adalah arah, u adalah kecepatan zonal dan v adalah kecepatan meredional. Data angin input model hidrodinamika seperti pada Gambar 9.

63 39 Gambar 9 Arah dan kecepatan angin pada musim barat (a) dan musim timur (b) Data pasang surut Konstanta pasut diperoleh dari Global Sea Level Prediction yang dikonversi kedalam tenggang pasut dengan tenggang pasut untuk musim barat dan musim timur yang bervariasi di sepanjang garis batas terbuka Viskositas eddy Viskositas eddy digunakan untuk alih momentum dari molekul fluida yang bergerak dengan kecepatan berbeda dan menghasilkan gerakan turbulen Manning number Manning number yang digunakan untuk menggambarkan hambatan dasar perairan dengan menggunakan persamaan 15. Manning number yang digunakan bervariasi berdasarkan batimetri Perairan Kepulauan Seribu. Data input dan batimetri dibangun dalam modul model alir untuk memperoleh model hidrodinamika dengan output berupa tinggi level muka air (m), flux P(m 3 /s) dan flux Q(m 3 /s) 3.4 Desain Tumpahan Desain tumpahan dilakukan untuk membangun data input model tumpahan minyak yang terbagi dalam dua komponen yaitu parameter dasar dan parameter tumpahan minyak secara detail disajikan pada Gambar 10.

64 Parameter Dasar Parameter dasar dalam desain tumpahan minyak terdiri atas: data hidrodinamika, sumber tumpahan yang memuat volume dan debit tumpahan, persebaran, eddy dan profil kecepatan logaritmik, sifat air laut, kondisi angin, perubahan konsentrasi fraksi dan waktu eksposisi Hidrodinamika Pola pergerakan arus yang berperan sebagai media penyebarluasan tumpahan minyak yang digunakan dalam parameter dasar adalah hasil luaran desain hidrodinamika yang terdiri atas pola arus musim barat dan musim timur. Gambar 10 Diagram alir desain tumpahan minyak Penyebaran Fraksi minyak yang terdispersi di dalam kolom air perwaktu dihitung sebagai fraksi yang hilang di permukaan laut, pada kondisi tidak ada gelombang pecah dan dihitung menggunakan persamaan 21, 22, 23 dan 24.

65 41 Koefisien dispersi yang digunakan proporsional terhadap arus dengan nilai arah longitudinal dan transversal masing-masing 1 dan 0.1 sedangkan dalam arah vertikal dianggap kecil karena dispersi minyak lebih disebabkan oleh arah longitudinal dan transversal dibandingkan arah vertikal Sumber tumpahan Sumber tumpahan ini memuat lokasi tumpahan dan volume tumpahan pada titik-titik rawan tumpahan minyak seperti di alur pelayaran Kepulauan Seribu. Potensi tumpahan (Tabel 5) disesuaikan dengan volume jenis kapal tanker yang berlayar pada waktu model diskenariokan dengan asumsi untuk kapal tanker memuat jenis minyak yang berbeda. Tabel 5 Petensi, lokasi, volume, debit dan lama tumpahan minyak Musim Potensi Tumpahan Bujur (BT) Lintang (LS) Volume (m^3) Debit (m^3/s) Lama Tumpahan (menit) kapal bocor 106º º , , Barat Kandas 106 º º , , piva 106 º º , kapal bocor º , , Timur Kandas 106 º º , , sumur 106 º º , , Sumber: dimodifikasi dari ADPEL Tanjung Priok Eddy dan profil kecepatan logaritmik Profil kecepatan logaritmik terkait dengan profil arus secara horizontal yang dipengaruhi oleh gesekan terhadap permukaan dasar laut dengan nilai konstan Sifat air laut Parameter air laut yang digunakan adalah suhu dan salinitas air laut pada daerah model dengan menggunakan data suhu yang diperoleh dari ECMWF dengan profil seperti pada (Gambar 11) dengan salinitas dianggap konstan pada 35.5 psu

66 42 a b Gambar 11 Profil perubahan temperatur air laut pada musim barat (a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli Kondisi angin Parameter angin yang digunakan adalah terdiri atas komponen arah dan kecepatan dengan menggunakan persamaan 62 da 63 seperti pada desain hidrodinamika seperti yang terlihat pada Gambar Perubahan konsentrasi fraksi Parameter ini digunakan untuk melihat laju perubahan konsentrasi fraksi minyak dengan nilai 100 mm (Star Energy 2004) Parameter Tumpahan Minyak Sifat udara Parameter udara meliputi suhu dan tingkat tutupan awan yang diambil dari ECMWF. Dengan profil suhu udara disajikan Gambar 12 dan tutupan awan disajikan pada Gambar 13.

67 43 Gambar 12 Profil temperatur udara pada musim barat (a) dan musim timur (b) Gambar 13 Presentase tutupan awan musim barat(a) pada Bulan Januari 2008 dan musim timur (b) pada Bulan Juli Transpor bahang Transfer bahang antara udara dan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan 30. Nilai konstanta bahang yang digunakan dalam model ini disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Konstanta transfer bahang Keseimbangan bahang Albedo emissivitas minyak emissivitas air emissivitas udara konstanta evaporasi Konstanta Sumber: Star Energy Emulsifikasi Pendekatan yang dilakukan adalah melalui persamaan empiris dari prilaku emulsifikasi pada kondisi alami.

68 44 Tabel 7 Konstanta emulsifikasi Konstanta Emulsifikasi Bensin Diesel Minyak mentah Aftur Kandungan air maksimum(wt %) Kandunmgan aspal (wt%) Kandungan Wax (wt %) konstanta (k1) air masuk 5.0E E E E-07 Kostanta (k2) air keluar 1.2E E E E-04 Sumber: Star Energy Perhitungan perubahan kandungan air didalam minyak dapat dihitung melalui persamaan 27. Tabel 7 menyajikan konsatanta emulsifikasi yang digunakan dalam model tumpahan minyak Dissolusi Dengan menggunakan asumsi bahwa konsentrasi sebenarnya hidrokarbon terhadap kelarutannya, maka laju kelarutan minyak dihitung dengan menggunakan persamaan 25. Nilai koefisien transfer massa dan tegangan antar permukaan minyak dan air disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Koefisein transfer massa dan tegangan permukaan antara minyak dan air Minyak Koefisien dissolusi dan entrainment bensin Diesel mentah aftur 2.36E- 2.36E- Koefisien transfer massa E E Tegangan permukaan air dengan minyak Sumber: Star Energy Karakteristik minyak Karakteristik minyak dibagi dalam delapan fraksi minyak yang ditentukan oleh karakteristik dari destilasi (titik didih) dan struktur kimia minyak (alkana atau aromatik). Kedelapan fraksi minyak tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

69 45 Tabel 9 Karakteristik fisik dan kimia dari tiap fraksi minyak vis Titik mmol 100 F Jenis didih [g/mole] [ ] [cs] Tekanan uap [mm/hg] [ ] C6-C12 (Parafin) C ( (t )) 29.9 C13-C25 (Parafin) C ( (t )) 35.2 C6-C12 (sikloparafin) C ( (t+204.7)) 29.9 C13-C23 (sikloparafin) C ( (t )) 35.2 C6-C11 (Aromatik) C ( (t )) 32.4 C12-C18 (Aromatik) C ( (t )) 29.9 Residu (heterosiklis) >400 C Sumber: DHI Water & Environment Komponen fraksi untuk tiap jenis minyak yang diskenariokan mengalami tumpahan di perairan Kepulauan Seribu dirangkum dalam Tabel 10. Tabel 10 Komponen fraksi tiap jenis minyak No Sifat Minyak Aftur(%) Minyak mentah(%) Diesel(%) Bensin(%) 1 C6-C12 (Parafin) C13-C25 (Parafin) C6-C12 (sikloparafin) C13-C23 (sikloparafin) C6-C11 (Aromatik) C12-C18 (Aromatik) C9-C25 (Naphtheon) Residu Reff Temp Viscositas Suhu minyak Sumber: Star Energy Dari desain tumpahan minyak diperoleh konsentrasi minyak total, emulsifikasi, penguapan, disolusi, dispersi vertikal, perubahan konsentrasi fraksi dan waktu pemaparan.

70 46 halaman ini sengaja dikosongkan

71 47 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Model Hidrodinamika Hasil simulasi menggunakan modul analisis tumpahan minyak pada program Mike 2007 (DHI 2007) menunjukkan bahwa model hidrodinamika perairan Kepulauan Seribu bervariasi antara musim barat dengan musim timur. Pola hidrodinamika yang diamati setiap musimnya mengacu pada pola pasang surut perairan Kepulauan Seribu, yang meliputi: pasang tertinggi, surut terendah, pasang menuju surut pada kondisi MSL (Mean Sea Level) dan surut menuju pasang pada kondisi MSL. Kondisi pola pasang surut dalam hidrodinamika digunakan untuk membandingkan pola arus pada setiap kodisi pasut yang berpengaruh terhadap pola sebaran tumpahan minyak yang terjadi di Kepulauan Seribu Musim Barat Pola arus pada saat kondisi surut terendah (Gambar 14) memperlihatkan bahwa tinggi muka air relatif sama dengan kisaran cm sehingga tidak ada perbedaan tinggi muka air yang signifikan yang terjadi pada daerah model. Daerah intertidal memperlihatkan dengan jelas yang ditandai dengan warna kuning sebagai daerah genangan yang mengalami kekeringan saat kodisi surut. Kondisi angin pada musim barat terlihat pada windrose Gambar 14 dengan 10% dalam kondisi tenang. Angin dominan bergerak ke timur dengan kecepatan bervariasi 12% dengan kecepatan m/s, 22% dengan kecepatan m/s, 10% dengan kecepatan m/s serta sekitar 2 % dengan kecepatan diatas 7.7 m/s. Pola arus yang terbentuk pada kondisi surut dominan dipengaruhi oleh pola kondisi pasang surut dengan perbedaan level muka air yang tidak signifikan, pengaruh pola musiman tidak cukup berpengaruh dalam pembetukan pola arus di Kepulauan Seribu.

72 48 Gambar 14 Pola hidrodinamika pada kondisi surut Pola arus permukaan pada kondisi surut (Gambar 14) memperlihatkan bahwa pola arus bergerak dominan oleh pengaruh pola perambatan pasang surut yang begerak ke arah timur laut meskipun pada saat itu angin bertiup ke arah barat. Dari pola arus pada musim barat menunjukkan bahwa pola pergerakan arus permukaan dipengaruhi dominan oleh perambatan pasang surut.

73 49 Gambar 15 Pola hidrodinamik pada kondisi MSL surut menuju pasang Pada saat dalam kondisi MSL surut menuju pasang (Gambar 15), pasang surut merambat dari timur ke barat dari bidang batas terbuka sehingga arus merambat mengikuti perambatan pasut dengan kecepatan maksimun 0.5 m/s. genangan air laut mulai naik ditandai dengan semakin menyempitnya daerah yang berwarna kuning pada daerah sekitar pantai jika dibandingkan dengan kondisi pada saat surut terendah.

74 50 Gambar 16 Pola hidrodinamik pada kondisi pasang Pada saat kondisi pasang (Gambar 16) pola arus permukaan bergerak dari timur ke barat yang bersesuaian dengan pola gerakan angin pada saat tersebut, pasang surut merambat bergerak ke arah barat dengan pola arus yang dekat dengan pantai utara daratan Pulau Jawa bergerak ke arah barat mengikuti pergerakan pasang surut. Pada kondisi ini daerah intertidal terendam oleh air pasang yang ditandai dengan daerah berwarna kuning yang tidak ditemukan pada pesisir pantai.

75 51 Gambar 17 Pola hidrodinamik pada kondisi MSL pasang menuju surut Pola arus pada kondisi MSL pasang menuju surut (Gambar 17) bervariasi oleh pengaruh pasut dan angin serta keberadaan pulau-pulau kecil dimana ditemukan pola arus yang lebih tinggi pada celah antara pulau, pasang surut merambat dari timur ke barat. Indikasi bawha air mulai mengalami surut juga terlihat pada daerah yang berwarna kuning didekat pantai yang menandakan daerah intertidal mengalami kekeringan. Secara umum pada musim barat pola

76 52 arus bergerak ke barat di laut lepas sedangakan pada daerah dekat dengan garis pantai kecepatan arus cenderung melemah Musim Timur Hasil model hidrodinamika perairan Kepulauan Seribu pada Bulan Juli 2008 yang mewakili musim timur pada kodisi perairan dalam kondisi Surut menuju pasang disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Pola hidrodinamika pada saat kondisi msl surut menuju pasang Pola arus permukaan bergerak ke arah barat daya pada bidang batas terbuka di Kepulauan Seribu, pada daerah dekat dengan pulau-pulau di gugusan Kepulauan Seribu arus relatif lebih tenang dengan kondisi pasut bergerak ke arah barat daya. Pola arus bergerak mengikuti pola perambatan pasut sehingga terlihat

77 53 bahwa pengaruh musiman pada kondisi surut tidak signifikan mempengaruhi pola gerakan arus yang berpengruh pada pola sebaran tumpahan minyak yang terjadi. Gambar 19 Pola hidrodinamik pada kondisi pasang Pola arus Kepulauan Seribu pada saat pasang memperlihatkan arus bergerak ke arah barat mengikuti pola perambatan pasut sehingga menunjukkan bahwa dominan membangkitkan arus adalah pasang surut dimana pada kondisi itu angin bertiup ke arah timur (Gambar 19). Tinggi muka air perairan Kepulauan Seribu berda pada kisaran cm di atas permukaan laut rata-rata pada kondisi pasang sehingga terlihat pada Gambar 19 bahwa air laut menggenangi seluruh daerah intertidal. Pola angin pada Bulan Juli yang mewakili musim timur memperlihatkan bahwa angin dominan bertiup ke barat dengan kecepatan dominan antara m/s sekitar 12% disusul dengan angin dengan kecepatan diatas 4.6 m/s dengan persentase sekitar 8% dan kondisi laut tenang 10%.

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 33 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2009 hingga Pebruari 2011 dengan perincian waktu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks waktu penelitian Uraian

Lebih terperinci

Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): ISSN: Agustus Pemodelan Tumpahan Minyak di Teluk Lalong Kabupaten Banggai

Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): ISSN: Agustus Pemodelan Tumpahan Minyak di Teluk Lalong Kabupaten Banggai Oil Spill Modeling at Lalong Bay Banggai Regency Sabhan 1, Yutdam Mudin 2 Marianus Babanggai 3 1) Lab Fisika Bumi dan Kelautan Fakultas MIPA, Universitas Tadulako 2) Lab Eksperimen Fisika Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Hasil Pemodelan dengan Data Lapang 4.1.1 Angin Angin pada bulan September 2008 terdiri dari dua jenis data yaitu data angin dari ECMWF sebagai masukan model dan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

PEMODELAN TUMPPAHAN MINYAK DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG Nur Fitriana Haryanto *),Indra Budi Prasetyawan *), Jarot Marwoto *)

PEMODELAN TUMPPAHAN MINYAK DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG Nur Fitriana Haryanto *),Indra Budi Prasetyawan *), Jarot Marwoto *) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 193 202 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMODELAN TUMPPAHAN MINYAK DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG Nur Fitriana Haryanto *),Indra

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Peta lokasi penelitian di perairan Teluk Bone, Perairan Sulawesi dan sekitarnya, Indonesia (Gambar 6). Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Teluk Bone,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Verifikasi Hasil Pemodelan 4.1.1. Verifikasi Angin 4.1.1.1. Musim Barat Kecepatan angin masukan model memiliki nilai maksimum pada bulan Februari 2007 sebesar 4.2 meter/detik

Lebih terperinci

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM 1. Daerah dan Skenario Model Batimetri perairan Jepara bervariasi antara 1 meter sampai dengan 20 meter ke arah utara (lepas pantai). Secara garis besar,

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004 R. Bambang Adhitya Nugraha 1, Heron Surbakti 2 1 Pusat Riset Teknologi Kelautan-Badan (PRTK), Badan Riset Kelautan

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) 4.1. Metodologi Untuk mendapatkan hasil dari analisis resiko (risk analysis), maka digunakan simulasi model tumpahan minyak. Simulasi diperoleh melalui program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi perangkat keras yang semakin maju, saat ini sudah mampu mensimulasikan fenomena alam dan membuat prediksinya. Beberapa tahun terakhir sudah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

PEMODELAN SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA

PEMODELAN SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA PEMODELAN SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA Khomsin 1 and Muhammad Maulana Ardi 2 1,2 Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Oleh: Rizka Safitrii C KELAUTAN

Oleh: Rizka Safitrii C KELAUTAN MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh: Rizka Safitrii C64104026 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET Oleh : Imam Pamuji C64104019 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh MARTONO NIM : 22405001 Program Studi Sains Kebumian

Lebih terperinci

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT Oleh: Gading Putra Hasibuan C64104081 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Ernawati Sengaji C64103064 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

Oleh. Muhammad Legi Prayoga PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI (STUDI KASUS: PESISIR KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Oleh : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PEMODELAN ARUS SEJAJAR PANTAI STUDI KASUS PANTAI ERETAN, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler Program Sarjana Oseanografi Oleh : FRANSISKO A. K.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 641-650 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DENGAN PENDEKATAN MODEL HIDRODINAMIKA DAN SPILL ANALYSIS

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 227-233 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Pola Arus Permukaan di Perairan Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kestabilan Massa Air Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan bahwa dalam kolom air massa air terbagi secara vertikal kedalam beberapa lapisan. Pelapisan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 347-356 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI POLA SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DENGAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIKA DAN SPILL

Lebih terperinci

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT YUNITA SULISTRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8. 48 Maspari Journal 01 (2010) 48-52 http://masparijournal.blogspot.com Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS : PESISIR MUARA GEMBONG, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Teritip hingga Pantai Ambarawang kurang lebih 9.5 km dengan koordinat x = 116 o 59 56.4 117 o 8 31.2

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 Februari 2009

3. METODOLOGI. Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 Februari 2009 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian berupa pemodelan sebaran tumpahan minyak di Perairan Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 Februari 2009 menggunakan DHI software Mike 21 dengan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS L A M P I R A N 46 Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS KOLAKA Posisi 4 3'6.65" 121 34'54.5" waktu GMT + 08.00 Gerakan pasut diramalkan terhadap suatu Muka Surutan yang letaknya 9 dm di bawah

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci