Hukum Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hukum Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:"

Transkripsi

1 Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya). Hukum Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: (i) negara dengan negara (ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. Istilah hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara. [sunting] Bentuk Hukum internasional Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : Hukum Internasional Regional Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum. Hukum Internasional Khusus Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat

2 yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan. [sunting] Hukum Internasional dan Hukum Dunia Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat. Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi. Masyarakat dan Hukum Internasional 1. Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional. a. Adanya suatu masyarakat Internasional Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat. b. Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsabangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiaptiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.

3 2. Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya: (1) Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai. (2) Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu. Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur. 3. Masyarakat Internasional dalam peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia 4. Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara. Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi. [sunting] Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Interansional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang

4 mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa. Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa: Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara rajaraja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum. Kebudayaan Yahudi. Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang. Lingkungan kebudayaan Yunani.Hidup dalam negara-negara kita.menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya. Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia. Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaankerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsabangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas pacta sunt servanda merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga. Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani. Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain

5 yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktekan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktek Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang. Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah : (1) Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa. (2) Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci. (3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing. (4) Kemerdekaan negara Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia. Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja. Ciri masyarakat Internasional yang terdapat di Eropa yang dasarnya diletakkan oleh Perjanjian Westphalia. Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi susunan masyarakat Internasional yang baru ini dari susunan masyarakat Kristen Eropa pada zaman abad pertengahan : (1) Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat. (2) Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat. (3) Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja. (4) Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil oper pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi. (5) Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini. (6) Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional. (7) Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan. Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian

6 Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internsional. Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasionalnya atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskannya dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktek negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional. Selain Hugo Grotius ada pula Sarjana yang menulis Hukum Internasional: Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes. Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka. Balthazer Ayala ( ) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi. Hukum Internasional atau sering disebut sebagai Internasional Law dalam mata kuliah ini merupakan lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan secara langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang sering disebut sebagai Hukum Perdata Internasional. Perbedaan antara Hukum Internasional dalam pengertian publik dengan Hukum Perdata Internasional bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya dengan menyatakan bahwa subyek hukum Internasional Publik adalah negara sedangkan subyek hukum Internasional Perdata adalah individu. Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu. Oleh karena itu yang paling tepat adalah dengan meninjau urusan yang diatur oleh keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai Hukum Internasional Publik tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata disebut sebagai Hukum Internasional Perdata. Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum ini adalah sama sama melewati batas wilayah suatu negara. Pengertian secara umum dari hukum Internasional adalah, bahwa istilah hukum masih diterjemahkan sebagai aturan, norma atau kaidah. Sedangkan istilah internasional menunjukankan bahwa hubungan hukum yang diatur tersebut adalah subyek hukum yang melewati batas wilayah suatu negara, yaitu hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya, serta hubungan antara subyek hukum bukan negara satu dengan subyek hukum bukan negara lainnya. Menyikapi konfrotasi pendapat yang berbeda antara para pakar Hukum Internasional mengenai sifat hukum dalam hukum Internasional : John Austin yang mengatakan bahwa hukum Internasional adalah bukan hukum, hanya properly so called, moral

7 saja dengan alasan yang mendasari bahwa hukum Internasional tidak memiliki sifat hukum, yakni dalam hal: 1. Hukum Internasional tidak memiliki lembaga legeslatif sebagai lembaga yang bertuga membuat hukum; 2. Hukum Internasional tidak memiliki lembaga eksekutif sebagai lembaga yang melaksanakan hukum, 3. Hukum Internasional juga tidak memilki lembaga yudikatif sebagai lembaga yang megakakan hukum, 4. Hukum Internasional juga tidak memiki polisional sebagai lembaga yang mengawasi jalanya atau pelaksanaan hukum, Dengan demikian menurut Kelsen, jika terdapat negara yang melanggar hukum internasional maka tidak ada kekuasaan apapun yang dapat memberikan sanksi kepada negara tersebut. Negara mau mentaati atau tidak terhadap ketentuan internasional itu adalah terserah dari negara yang bersangkutan. Jadi hukum internasional tidak tepat dikatakan sebagai hukum melainkan hanya norma saja atau adat istiadat saja. Pendapat yang demikian kiranya perlu ditinjau ulang, sebab keraguan akan keberadaan lembaga eksekutif, legeslatif, yudikatif serta polisional dalam hukum internasional telah digantikan oleh peranan beberapa vbadang khusus sejak diber\ntuknya Organisasi Internasional PBB. Keberadaan lembaga pembuat undang-undang atau legeslatif dapat digantikan oleh kesepakatan-kesepatan yang dibuat oleh dan diantara subyek hukum Internasional baik yang bersifat bileteral, atau multilateral. Hal ini karena kedudukan negara sebagai subyek hukum Internasional adalah koordinatif atau sejajar. Tidak ada negara yang melebihi atau di atas negara yang lain. Lembaga penegak hukum atau yudikatif perannya dapat kita lihat keberadaan Mahkamah Internasional maupun Arbitrase Internasional. Lembaga eksekutif tidak lain adalah subyek hukum internasional itu sendiri. Meskipun hukum INternasional tidakm memiliki sanksi yang tegas dan memaksa dalam pelaksanaannya, bukan berarti sifat aturan yang demikian tidak dapat dikategorikan sebagai hukum. Kita dapat melihat hukum adat yang berlaku di Indonesia. Meskipun hukum adat tersebut munculnya dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyrakat, namun kebiasaan tersebut ditaati dan dilaksanakan meskipun tidak ada sanksi yang tegas. Jadi menurut pendapat penulis, Kelsen telah mencampur adukan antara pengertian efektifitas hukum dengan sifat hukum itu sendiri. Jika dalam perkembangannya atau pelaksaannya ternyata hukum Internasional masih banyak yang melanggar, maka hal yang demikian itu merupakan sisi belum efektifnya hukum Internasional, tetapi bukan berarti hukum internasional menjadi bukan hukum. Sebab pada kenyataanya masih banyak aturan-aturan yazng dibuat oleh dan antara subyek hukum Internasional yang masih di taati oleh negara-negara dan dilaksanakan. Munculnya subyek hukum bukan negara sebagai salah satu subyek hukum Internasional adalah tidak terlepas dari perkembangan hukum Internasional itu sendiri. Semakin berkembangnya keberadaan organisasi Internasional, serta adanya organisasi-organisasi lain yang bersifat khusus yang keberadaannya secara fungsional kemudian diakui sebagai subyek hukum internasional yang bukan negara. Diantaranya adalah vatikan atau tahta suci, Palang Merah Internasional, Pemberontak atau Belligerent. Bahkan pada perkembangannya tindakan individu yang mewakili negara dan bertindak dalam

8 kapasitasnya sebagai wakil negara juga dianggap sebagai subyek hukum Internasional bukan negara. 1.2 Hukum Internasional dan Perkembangannya Sejarah Perkembangan H I HI Klasik : 4000 SM HI Moderen : beberapa ratus tahun yang lalu, DITANDAI dg. 1. Perjanjian Perdamaian Wesphalia ( ) - Menghakhiri Thirty Yaers War di Eropa - Persoalan anatar negara lepas dari persoalan gereja. - Telah didasarkan atas kepentingan nasional - Negara-negara mempunyai persamaan derajat - Timbulnya Rev. Perancis dan Rev. Amerika. (Pemerintahan Demokrasi). 2. Konperensi Perdamaian (1856) dan Konperensi Jenewa (1864), Konferensi Den Haag (1899). - Terbentuklah Mahkamah Arbitrase Permanen 3. PD I ---- Perjanjian Versailles - Didirikan Liga Bangsa-bangsa (League Og Nations) 4. PD II - Didirikan Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Organition). - Perjanjian Briand Kellocg Pact (1928) : Melarang penggunaan Perang sebagai alat untuk mencapai Tujuan Nasional Sifat dan Hakekat HI Sifat HI - Tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif yang kuat - HI bersifat koordinatif tidak Sub ordinatif. - HI tidak memiliki badan-badan legeslatif dan yudikatif dan kekuasaan Polisional. - Tidak dapat memaksakan kehendak masyarakat Internasional sebagai kaidah Hukum Nasional. Atas kelemahan di atas ada pendapat : Hi tidak mempunyai sifat hokum, HI bukan hukum Tokoh: JL. Van Apeldoorn, John Austin, Spinoza, Jeremy Bethan. JOHN AUSTIN :

9 Sejarah telah membuktikan bahwa pendapat John Austin dkk, adalah tidak benar: ALASAN : 1. Sifat Hukum tidak selamanya ditentukan oleh badan-badan tsb. Tidak berarti tidak ada badan maka tidak ada hukum, Contohnya : Hukum Adat Indonesia. 2. Pendapat mereka telah menyamarakatan pengertian antara dijalankannya hukum secara efektif dengan sifat dari Hukum. 3. Lembaga legislative diisi : Perjanjian Internasional oleh MI 4. Kebiasaan Internasional diterima sebagai hokum karena keyakinan. 5. Badan Yudikatif : diisi oleh Mahkamah Internasional dan Mahkamah Arbritase Permanent. Hakekat HI Hukum Internasional benar-benar mempunyai sifat hokum. Hakekat HI sbg hokum koordinasi tidak perlu diragukan lagi. A. Dasar-dasar berlakunya HI Teori Hukum Alam atau Kodrat (natural Law) Hukum Ideal yang didasarkan atas hakekat manusia sebagai mahluk yang berakal, atau kesatuan kaidah-kaidah yang diilhami alam pada akal manusia. HI tidak lain merupakan Hukum Alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Kelemahan : - konsep alam yang masih membutuhkan konsep rasio, keadilan, keagaman pada kenyataannya banyak menimbulkan kegaduhan. - Kurang jelas dan menjadi doktrin yang subyektif. - Tidak ada perhatian dalam praktek actual antar negara. - Bersifat sangat samar terutama berkaitan dengan keadilan dan kepentingan MI. - Dsb. Kelebihan : - menjadi dasar moral dan dasar etis HI 2. Teori Positivisme Kekuatan mengikatnya HI pada kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada HI HI berasal dari kemauan negara dan berlaku Karen disetujui oleh negara. Kelemahan ;

10 - Tidak dapat menjelaskan jika ada negara yang tidak setuju apakah HI tidak lagi mengikat. - Tidak dapat menjelaskan jika ada negara baru tetapi langsung terikat oleh HI - Tidak dapat menjelaskan mengapa ada hokum kebiasaan. - Kemauan negara hanya Facon De Parler (perumpaan). - Berlakunya hi tergantung dari society of state. Kelebihan : - Praktek-praktek negara dan hanya perautran-peraturan yang benar-benar ditaati yang menjadi HI. 3. Teori Aliran Madzab Viena kekuatan mengikat HI bukan kehendak negara melainkan norma hokum yang merupakan dasar terakhir ; Grudnorm. Kekeuatan mingikat HI didasarkan pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi dst. Pacta Sunt Servanda sebagai kaidah yang paling tinggi (Hans Kelsen). Kelemahan : - Tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar itu mengikat. 4. Teori Aliran Madzhab Perancis. Kekuatan mengikatnya HI dihubungkan dengan kenyataan kenyataan hidup manusia. HI mengikat karena factor biologis, social, sejarah, atau fakta kemasyarakatan, Tokoh : Fauchile, Scelle, Leon Duguit. Persoalan yang dihadapi manusia sama dengan persoalan negara-negara Pengertian / Batasan dan istilah Hukum Internasional yang dimaksud disini adalah Hukum Internasional Publik (International Publik Law). 1.2.a. Istilah HI - Indonesia : Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar Negara. - Inggris : International Law, common Law, Law of mankind, Law of Nation, Transnational Law (Inggris). - Perancis : Droit de gens - Belanda : Voelkenrecht. - Jerman : Woelkrrecht. - Romawi : Ius Gentium, Ius Inter Gentes. 1.2.b. Asal-usul istilah HI Prof. Dr. Mochtar Kusumaadmadja, mangatakan bahwa aneka ragam istilah Hi itu bermula dari. Hk. Romawi, yang dikenal denga ius gentium, yang berarti : - Hukum antar bangsa-bangsa Romawi. - Orang Romawi dan bukan orang Romawi - Orang bukan Romawi satu sama lainnya. Baru kemudian, orang membedakan antara hubungan kesatuan-kesatuan publik (kerajaan dan republik) dengan hubungan antar individu, dengan ius inter gentes.

11 Dari istilah ius inter gentes kemudian lahirlah istilah Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar Negara. Kemudian lahirlah istilah HukumI (publik) yang mejadi cabang ilmu Hukum yang berdiri sendiri. 1.2.b. Persamaan dan perbedaan istilah HI dengan Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar Negara. 1.1.b. (1) Persamaan - Semuannya bersumber pada hukum Romawi. - Persamaan landasan sosiologis : Masyarakat Internasional, Masyarakat bangsa-bangsa. - Persamaan subyek dan sumbernya : negara. 1.1.b (2) Perbedaan. - perbedaan istilah dan bahasa yang digunakan oleh setiap negara. - Perbedaan istilah menunjukakan tingkat perkembangannya : - Ius Gentium Ius Inter Gentes -- Hk. Bangsa-bangsa,--Hk. Antar Bangsa -- Hk. Antar Negara. HI. - Hukum bangsa bangsa : menunjukan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan raja-raja pada zaman dahulu. - Hukum Antar bangsa : menunjukkan kompleksitas kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antar anggota masayarkat bangsa-bangsa atau negara yang kita kenal sejak meunculnya negara dalam bentuknya yang modern (nation satte). - HI : menunjukan pada kaidah-kaidah dan asas-asas hukum, selain mengatur hubungan antara negara, menga 1.1..c.(3). Perbedaan terletak pada skope hubungan yang diatur; Hk. Bangsa-bangsa : mengatue hubungan antar bangsa Hk. Antar Negara : mengatur hubungan anatar negara dengan negara (bangsa dalam bentuk negara) Hk Internasional : mengatur yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, antara subyek hokum bukan negara dengan negara, anatar subyek hokum bukan negara satu dengan yang lain. 5. Sifat perkembangan / pertumbuhan HI dibandingkan istilah yang lain menunjukakan suatu perubahan yang radikal ke arah pembentukkan suatu hokum Internasional yang benar-benar universal. Kenapa istilah Hukum Internasional yang kemudian di pakai termasuk dalam perkuliahan ini? Alasan : a. Istilah HI paling mendekatai kenyataan dengan sifat-sifat hubungannya dan masalahmalash yang menjadi obyek bidang hokum ini, yang dewasa ini tidak hanya terbatas pada hubungan antar bangsa atau antar negara saja, seperti yang dilaksanakan oleh istilah Hk. Anatar bangsa dan hk. Anatar negara. b. Istilah HI dalam penggunaannya tidak menimbulkan keberatan di kalanagan para sarjana, karena telah lazim dipakai orang untuk segala peristiwa yang melintasi batas-

12 batas negara. c. Penggunaan istilah HI secara tidak langsung menunjukkan suatu taraf perkembangan tertentu dalam bidang HI (sebagai perkembangan mutakhir) Pengertian dan batasan HI Pengertian menurut para sarjana a. Pandangan klasik : system Hk. yang mengatur hubungan negara-negara. b. Prof. Hyde : sekumpulan hukum, yang sebagaian besar terdiri dari asas-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara, karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lian. c. J.L. Brierly : himpunan kaidah-kaidah dan asas-asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu sama liannya. d. Oppenheim : International law is the name of the body of customary and treaty rules which are of considered legally binding by states in their intercource which each other. e. Max Rosense : International law is a strict term of art, connoting that system of law whose primary function it is to regulate the relation of stateswhic one another. e. G. Schwarzenberger : International law is the body of legal rules binding upon sovereign state and such other en tities as have been granted International personality. f. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH.,L.L.M. : keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara antara: (1) NEGARA dengan NEGARA; (2) NEGARA dengan SUBYEK HUKUM LAIN BUKAN NEGARA; (3) SUBYEK HUKUM BUKAN NEGARA satu dengan YANG LAIN Pengertian HI Publik dan HI Perdata HI Publik (HI) : keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bukan bersifat perdata. H Perdata Internasional : keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang berfat perdata a. Persamaan Keduanya mengatur hubungan-hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara b. Perbedaan Perbedaan keduanya terletak pada : sifat hubungna/ persoalan dan obyek yang diaturnya.

13 Cara membedakan berdasarkan sifat dan obyeknya adalah tepat, dari pada membedakan berdasarkan pelaku-pelaku (subyeknya), yaitu dengan mengatakan HI Publik mengatur hubungan atara negara, sedangkan H Perdata Internasional mengatur hubungan orang-perorang. WHY? Alasan : a. Negara dapat saja menjadi sunyek Hperdata Internasional, dan perorangan dapat saja menjadi subyek HI. b. Batasan yang bersifat negatif lebih tepat karena ukuran publik memang sering kali sukar dicari bats-batasnya. c. Dewasa ini persoalan Internasional tidak semuannya merupakan persoalan antar negara; persoalan perseoranga dapat dikatakan persoalan negara (pelanggaran pidana Konvensi Jenewa 1949). d. Persoalan yang menyangkut perseorangan yang demikian tidak dapat dimasukkan dalam bidang Tata Usaha Negara atau Pidana Internasional, dan bukan merupakan persoalan perdata Inte Relasi antar bangsa-bangsa yang terus menerus meningkat dewasa ini meniscayakan bangunan hukum yang di jadikan acuan bersama dalam meretas kesepakatan dan peraturan yang diberlakukan di atas pentas dunia internasional. Munculnya hukum internasional sebagai suatu bidang dan obyek kajian ilmu hukum bukanlah suatu kajian ilmu hukum yang telah berumur tua. Pembidangan hukum internasional merupakan akumulasi dari proses evolutif yang pernah dialami manusia sebagai sekumpulan rumpun berbagai bangsa dalam pelbagai perbedaan geografis serta tatanan administratif dan politiknya. Perumusan hasil kajian atas hubungan antar rumpun bangsa-bangsa ini sebagai suatu disiplin keilmuan telah, sedang dan akan terus mengalami sentuhan perubahan selaras dengan pergeseran iklim politik, sosial dan budaya yang melanda dunia internasional. Bukan berarti ilmu hukum internasional saat ini belum menemukan sedikitpun konsensus ilmiah di bidang hukum yang mengalasi hamparan pandangan para pakar yang terus dan kian berkembang. Hanya saja prinsip hukum yang nyaris tersepakati itu berpotensi besar untuk selalu berubah dan bergeser sejalan dengan kemajuan relasi antar bangsa itu sendiri. Apalagi peradaban manusia pada dua abad terakhir diwarnai oleh penemuan dan kemajuan bermacam ilmu pengetahuan dan berbagai perangkat teknologi mutakhir khususnya di teknologi bidang informasi, komunikasi dan tranportasi. Tiga fenomena terakhir yang disebutkan adalah yang berperan besar meluluhlantakkan paradigma klasik dalam hubungan antar bangsa dan anak manusia di era modern saat ini. Dengan demikian kajian hubungan internasional sebagai ilmu hukum telah melewati berbagai fase dan pengalaman hidupnya sendiri. Oleh karena itu, perbincangan tentang hukum internasional yang mengatur pergaulan berbagai bangsa ini selayaknya dimulai, walaupun sepintas lalu, dari sejarah pergaulan suku-suku bangsa di masa pra modern sebelum dilanjutkan pada pengertian dan pelbagai pembahasan kontempelatif dari sudut frame ilmu hukum internasional dalam terminologi kekiniannya. Sebagai penutup pembahasan, seyogyanya diuraikan mengenai pergeseran pemaknaan atas paradigma

14 hubungan antar bangsa saat ini sebagai implikasi langsung dari kecanggihan perangkat teknologi dan ilmu pengetahuan masa kini. Berikutnya hendaklah pula dipaparkan pula sekilas tentang tantangan-tantangan global yang sangat mungkin terjadi di masa-masa mendatang. Pengertian Hukum Internasional Dewasa ini, pengertian hukum internasional (international law) telah mencapai konsensus umum untuk diartikan sebagai, sekumpulan peraturan dan norma-norma hukm yang diberlakukan atas bangsa-bangsa dan entitas lainnya yang mendapat pengakuan sebagai subyek hukum internasional (international personality/askhos al-qonun al-dauli). Pendevinisian hukum internasioal di atas yang mengikut sertakan entitas internasional selain negara sebagai subyek hukum internasional terbilangsebagai devinisi yang berumur muda. Setidaknya, hukum internasional tidak lagi terbatas dan ekslusif bagi negara-negara semata yang diakui sebagi subyek hukumnya. Devinisi baru bagi hukum intenasional ini jelas-jelas berbeda dengan pengertian klasik yang hanya membatasi international law sebagai hukum yang barlaku bagi subyek hukum yang terdiri dari negara-negara belaka. Pergeseran pendevinisian ini berkaitan erat dengan peran pelbagai organisasi-organisasi internasional yang mampu berperan di dunia internasioanl layaknya negara dan bangsa berdaulat. Pada dekade 1940-an, jumlah organisasi-organisasi internasional menunjukkan angka membengkak dan nyata-nyata memainkan peran yang punya efektifitas yang bahkan tidak kalah dari peran yang dimainkan negara-negara. Peran yang ditunjukkan PBB sebagai salah satu representasi penting organisasi berskala internasional dalam partisipasinya yang turut meredam perang dunia kedua yang melibatkan negara-negara besar dan menjadi ancaman global waktu itu manjadi bukti sahih efektivitas peran organisasi internasional dalam skala global yang tidak kalah dari peran negara. Devinisi baru ini merevisi pengertian tradisional akan hukum internasional ( the traditional definition of international law) yang hanya membatasi subyek hukumnya semata atas negara. Devinisi hukum internasioanal yang dalam perpekstif klasik lebih diartikan sebagai hukum yang diberlakukan atas bangsa-bangsa di masa perang dan damai telah kehilangan momentumnya serta dinilai terlalu kaku dan rigid. Fenomena baru di dunia internasional yang menunjukkan peran besar yang dimainkan organisasi multinasioanl menjadi rujukan utama yang diakomodir oleh devinisi baru ini. Sehingga perubahan besar yang dibawa fenomena baru ini mesti direfleksikan dalam pranata hukum internasional semenjak abad 20. Dalam pengertian istilah modern, hukum internasional seringkali dikaitkan dengan 'ius gentium' yang merupakan konsepsi bangsa Romawi. Hanya saja terma 'ius gentium' di masa Romawi yang kerap di dengungkan sebagai akar devinisi hukum internasional ini sejatinya mempunya pengertian yang jauh berbeda dengan penggunaannya di masa modern. Ada dua arti yang diberlakukan bagi 'ius gentium' di masa Romawi. Yang pertama adalah hukum yang berlaku umum baik bagi orang Romawi maupun bangsa lain, mengingat di masa Romawi terdapat hukum yang khusus berlaku bagi warga negara

15 Romawi yang disebut 'ius civile'. Sedangkan arti kedua bagi 'ius gentium' adalah hukum kodrat yang berlaku umum dan universal bagi semua bangsa dan benda. Kelihatnnya, pengertian yang terakhir inilah yang kemudian diadaptasi sebagai akar yang menjadi cikal bakal hukum antar negara. Sifat Hukum dari Hukum Internasional (The Characteristics of International Law/al-Sifat al-qonuniyah li al-qonun al-dauli) Semenjak munculnya hukum internasional sebagai pranata hukum yang menertibkan relasi antar bangsa, kekuatan hukum yang dimilikinya telah menjadi kontroversi para pakar. Sebagaian dari mereka berpandangan bahwa hukum internasioan tidak mempunya kekuatan hukum (al-quwah al-mulzimah). Artinya hukum internasional tidak lebih daripada pandangan moril (positieve moraal) dalam pergaulan internasional atau sebatas hanya sopan santun internasional (comitas gentium/al-akhlaq al-dauliah). Pandangan ini dianut antara lain oleh John Austin dalam bukunya lectures on Jurisprudence. Termasuk yang tidak mengakui sifat hukum dalam hukum internasional adalah Hobbes dari Inggris dan Hegel, fisuf kenamaan Jerman. Pendapat pertama yang tidak mengakui hukum internasional sebagai tidak lebih dari tatakrama antar negara melandaskan argumennya pada kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi (al-siyadah al-muthlaqoh). Bagi mereka, kekuatan hukum akan mengikat jika semata-mata berasal dari hukum tertinggi yang termanifestasikan dalam otoritas dan kedaulatan negara. Berarti, kesepakatan bilateral maupun multilateral apapun tidak akan mampu mencerabut kekuasaan tertinggi ini. Tidak juga mampu merobohkan kedaulatan negara ini norma-norma internasional yang berlaku di dunia internasional. Setiap negara mempunya kedaulatan sendiri di depan negara lain yang tidak boleh terusik oleh kedaukatan negara lainnya. Dengan kata lain, kesepakatan yang dihasilkan oleh dua unsur yang sepadan tidak akan memberikan kekuatan hukum yang mengikat. Kekuatan hukum akan dinilai mengikat mana kala hukum tersebut dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi kederajatannya atas subyek lain yang berada di bawahnya. Dengan demikian, kelompok ini berpandangan bahwa kekuatan hukum hanya terdapat pada hukum nasional.atau yang lazim disebut sebagai undang-undang (municipal law).di mana dalam hukum domestik ini terdapat pembentuk undang-undang yang terpresentasikan dalam parlemen sebagai otoritas tertinggi yang menjadi pengewajentahan dan perlambang dari kadaulatan negara. Pandangan ini mendapat pertentangan dari kelompok mayoritas pakar hukum yang mengakui kekuatan hukum yang terdapat pada hukum internasional. Bagi kalangan yang mendukung terdapatnya kekuatan hukum yang mengikat dalam hukum internasional, kesalahan kelompok yang tidak mengakui sifat hukum berpangkal pada generalisasi dan penyamaan antara hukum yang berlaku antar negara (the international legal system) dengan hukum yang berlaku dalam negara atau undang-undang ( municipal law). Penilaian yang dangkal dan berat sebelah dengan mengartikan hukum semata sebagai hukum nasional saja telah melalaikan perbedaan prinsipil antara undang-undang dan hukum. Para penyokong pandangan yang mengatakan tidak adanya sifat hukum dalam

16 hukum internasional telah melupakan bahwa di samping undang-undang terdapat pula hukum lain dalam negara. Seperti halnya hukum kebiasaan nasional dimana hampir semua pakar mengakuinya sebagai hukum sah dalam negara di samping undang-undang. Oleh karena itu, undang-undang adalah salah satu hukum dalam suatu negara, namun bukan satu-satunya. Di sisi lain, dalam pandangan mazhab kedua, keluarnya undang-undang dari lembaga yang menyuarakan otoritas dan kedaulatan negara bukanlah hukum itu sendiri. Memang benar bahwa peraturan-peraturan yang di keluarkan oleh parleman dan yang diberlakukan oleh para hakim adalah hukum, namun penetapan parlemen dan keputusan hakim bukan merupakan elemen hukum. Sebagai bukti banyak peraturan-peratutran hukum negara yang tidak lahirkan parlemen dan tidak pula dapat diputuskan oleh hakim. Peraturanperaturan hukum tentang tata cara menjalankan kekuasaan tertinggi adalah sebuah misal bagi yang terakhir disebutkan. Klaim yang disebutkan pendukung pendapat tidak mengikatnya hukum internasional bahwa dalam hukum internasioanl tidak terdapat pula pembentuk hukum dapat digantikan dengan pengadaan perjanjian (tractaat) antar negara itu sendiri. Sehingga, peraturan-peraturan yang tertuang dalam memo perjanjian itu dapat dikategorikan sebagai hukum yang mengikat, mengingat keyakinan dunia internasianal yang menganggap traktat sebagai sumber hukum positif. Selain itu, undang-undang yang merupakan peraturan berdasarkan perintah dan kehendak satu arah dapat menjadi sebuah hukum yang mengikat, apa lagi traktat yang justru merupakan kehendak bersama antara negara yang menandatanganinya. Dengan pelbagai argumen di atas, jelaslah bahwa hukum internasional dapat dinilai sebagai suatu peraturan-peraturan hukum yang mengikat (al-mulzimah) dan memiliki sifat hukum (al-sifat al-qonuniah). Sumber-Sumber Hukum Internasional (The sources Of International Law/Mashodir al- Qonun al-dauli) Peraturan dan norma internasional yang mesti dianut oleh negara-negara harus senantiasa berdasarkan sumber-sumber autoritatif yang menaunginya. Dengan demikian, maka sumber internasional ini dapat diartikulasikan sebagai segala sesuatu yang dapat memunculkan dan melegalisi peraturan dan norma antar negara. Satu perbedaan mencolok antara sumber hukum yang dijadikan landasan hukum domestik dan sumber hukum internasional adalah tidak didapatinya sumber tertulis dalam hukum internasional. Hal ini sangat jauh berbeda dengan hukum nasional sebuah negara yang lazim menggunakan sandaran sumber hukum tertulis dalam peraturan-peraturan domestiknya. Secara karakteristik, sumber hukum ini dapat dibagi menjadi dua. Pertama adalah sumber formil (al-mashodir al-syakliyah/formal source). Kedua adalah sumber materil (almashodir al-madiyah/material source). Secara singkat, sumber formil dapat diartikan sebagai segala proses prosedural yang melegalisi hukum internasional wujud. Sedangkan sumber materil adalah segala sesuatu di mana hukum internasional terambilkan dari padanya dan terasaskan atasnya. Beberapa sumber yang sahih dapat dijadikan sandaran hukum internasional adalah sebagai berikut:

17 a. Kebiasaan Internasional (al-'urf al-dauli/international Custom) Asas kebiasaan merupakan suatu sumber hukum internasional yang tersepakati keabsahannya dalam mendasari peraturan-peraturan antar negara. Meski demikian, adalah hal yang sangat sulit memberi pengertian yang devinitif tentang kebiasaan ini. Hal demikian disebabkan tidak ditemukannya kata sepakat antara para pakar hukum dalam sub syarat yang mesti dipenuhi oleh aksi kebiasaan internasional sehingga mampu memberi legalitas atas peraturan yang bersandar padanya. Perbedaan pandangan para ahli hukum dalam elemen-elemen hukum yang mampu mengantarkan sebuah fenomena kebiasaan yang berlaku menjadikan sumber hukum ini akan berbeda secara devinitif antara seorang ahli dengan ahli lainnya. Sebagai contoh, sebagian ahli menyatakan kekuatan sumber kebiasaan bisa terjadi dengan hanya memerlukan suatu perilaku internasional sebagai elemen materil belaka. Pendapat tersebut tenatu saja mengesampingkan pandangan kelompok pakar lain yang hanya mensyaratkan elemen psikologikal yang termanifestasikan dalam tercapainya suatu komitmen dunia internasional perihal perilaku tadi. Sedangkan ada kubu lain lagi yang mensyaratkan keduanya sebagai pemenuhan perilaku kebiasaan yang berkekuatan hukum. Namun demikian, perselishan pendapat ini tidak melunturkan kesepakatan bahwa perilaku kebiasaan ini mempunyai dua elemen di dalamnya. Pertama, adalah elemen psikologikal ( al-'unshur al-ma'nawi) yaitu, tercapainya suatu pengakuan dunia internasional akan legalitas suatu aksi kebiasaan tertentu dan tumbuhnya komitmen untuk menghormatinya. Kedua adalah elemen materil (al-'unshur al-maadi). Elemen kedua ini akan terpenuhi dalam suatu perilaku tertentu bila di dalamnya terdapati dan terpenuhinya beberapa sub elemen sebagai berikut: 1. Kecukupan Temporalistis (Fatroh Zamaniah Mu'ayyanah/Duration of Practice) Tidak terdapat standar paten dalam waktu yang disaratkan guna suatu perilaku Negara dianggap telah memenuhi kepantasan secara waktu. Akan tetapi dapat ditakar bahwa suatu kebiasaan tertentu akan dianggap telah memenhi pra syarat temporalistiknya kala perilkau tadi mmapu memebrikan kesan yang menumbuhkan komitmen dunia internasional untuk menegasikan legalitasnya. 2. Generalitis ('Umumiyah al-suluk/ Extend of Practice) Yang dimaksud dengan perilaku yang generl adalah suatu tindakan yang dilakukan kolektif oleh berbagai subyek hukum internasional. Jadi bukan suatu perilaku yang nyleneh dan individualistic atau menyendiri. 3. Keterpaduan (Ittisaqi/Uniform) Artinya praktik kebiasaan tadi dilakukan dengan konstan dan tidak saling bertabrakan satu sama lain. Praktik kebiasaan akan mendapatkan legitimasi sumber hukumnya bila mana tidak terjadi tumpang tindih dalam perilaku itu dan tidak terdapati dikotomi aksi.

18 b.perjanjian Internasional (Mu'hadat/Treaties) Perjanjian yang bisa menjadi sumber hukum internasional adalah suatu kesepakatan yang tunduk di bawah peraturan hukum internasional baik berupa kesepakatan umum atau khusus yang melibatkan dua Negara atau lebih. Dari devinisi ini dapat difahami bahwa perjanjian internasional yang dapat dijadikan sandaran hukum internasional aterbatas pada perjanjian yang dilakukan oleh dua Negara berdaulat atau lebih. Dengan demikian, perjanjian yang dilakukan oleh Negara dan suatu organisasi yang telah mendapat pengakuan sebagai subyek hukum internasinal tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum. Perjanjian internasional dapat dibagi menjadi beberapa macam menurut sudut pandang yang berbeda. Dilihat dari peserta penandatangan perjanjian, maka perjanjian dapat dibagi menjadi dua. Pertama perjanjian bilateral (tsunaiyah/bipartite), yaitu perjanjian yang terjadi di antara dua negara. Kedua, perjanjian multilateral ( jama'iyyah/ multipartite) yakni bila perjanjian tersebut melibatkan tiga negara atau lebih. Sebagaimana perjanjian internasional disebut sebagai perjanjian traite-lois ( al-syariah/ law making treaties) bila perjanjian itu memunculkan hukum baru di pentas dunia internasional. Jika perjanjian itu hanya demi merealisasikan hukum internasional yang ada maka disebut sebagai treate-contranct (al 'aqdiah/treaty contracts). c. Prinsip Hukum Umum (Al Mabadi' al Ammah Li al-qonun/general Principles of Laws) Meskipun bukan merupakan sumber pokok hukum internasional sebagaiman dua sumber yang telah disebutkan di atas,sumber yang ketiga ini juga diakui publik internasional sebgai salah satu sumber hukumnya. Walaupun devinisi tentang sumber hukum ini belum mencapai kata sepakat. Setidaknya pengertian yang biasa dipakai dalam mengartikan sumber ini adalah prinsip-prinsp umum hukum yang diakui legalitas dan kekuatan hukumnya oleh semua segenap bangsa-bangsa masyarakat internasional (ta'tariif bi ha al qonuniyah li muktlafi al dual/recognized by civilized nations). Yang bisa disebut sebagai misal dari sumber ketiga ini adalah tentang prinsip tanggung jawab (responbilty) dari tindakan yang merugikan fihak lain dan semacamnya. d. Keputusan Hukum Internasional (Ahkamu al-qodlo al Dauli/ Judicial Decisions) Sumber ke empat ini sebenarnya adalah sumber hukum internasioanal yang bersifat sub sumber atau sumber cabangan belaka( al mashdar al ihtiyathi/subsidiang source). Sehingga meskipun keputusan ini hakikatnya hanya berlaku bagi Negara-negara yang menjadi subyek penghakiman, namun keputusan yang diambil atas Negara tersebut bisa dijadikan sebagai pendalilan pada suatu kasus yang sama pada Negara yang berbeda. Subyek Hukum Internasional (al Syakhsiah al Qonuniah al Dauliah/International Personality)

19 Sebagai suatu peraturan yang demikian luas, hukum internasioan mempunyai subyek hukum yang jelas berbeda dengan hukum perundang-undangan yang bersifat nasional semata. Sehingga yang menjadi subyek hukum dalam hukum internasional adalah satuan entitas internasional yang mempunyai kapabilitas mapan guna menggunakan hak dan menanggung kewajibannya. Dalam pengertian ini, negara bukanlah satu-satunya yang mempunyai kapabilitas untuk itu semua. Sehingga, menganut pada perkembangan hukum internasional modern, sifat subyek hukum internasional bisa diberlakukan pula bagi oraganisasi bertaraf internasional yang telah mendapat pengakuan publik dunia. Sehingga pemetaan subyek hukum internasional ini dapat dibagi menjadi dua. Pertama, negara sebagai subyek hukum asli hukum internasional. Kedua, oraganisasi internasional yang telah diakui publik dunia akan kapablitasnya dalam menggunakan dan menanggung hak serta kewajiban internasioanl. Termasuk yang terakhir adalah ikatan-ikatan atau asosiasi negara-negara. Sehingga, seseorang atau individu secara personal tidak akan pernah menjadi subyek hukum dalam hukum internasional ini. Negara merupakan obyek utama (the principal persons ) dalam hukum internasional. Kenyataannya adalah, tidak semua komunitas yang menamakan dirinya sebagai negara di dunia ini bisa memenuhi kualifikasi sebagai negara yang pantas menjadi subyek hukum internasioanal. Setidaknya ada beberapa syarat yang absolute dipenuhi suatu "negara" untuk bisa memastikan diri sebagai subyek hukum internasional, yang di antaranya: a. Rakyat (as Sya'b al Muqimin/Permanent Population) Yang terpenting dalam hal ini adalah adanya rakyat yang menyandang kewarganegaraan dari negara yang bersangkutan. Sehingga, standar kwantitas sama sekali bukan merupakan acuan utama dalam syarat ini. Oleh karena itu, negara dengan populasi ribuan semacam San Marino atau Nauru masih dianggap sebagai subyek hukum internasional yang mempunya hak dan kewajiban yang tidak berbeda dengan egara dengan jumlah penduduk ratusan juta. b.wilayah (al-iqlim/difined Territory) Wilayah adalah kawasan geografis yang menjadi hak ekslusif dari suatu negar untuk mendayagunakan dan menggunakan kedaulatan atasnya. Mirip sebagaimana elemen rakyat, tidak ada syart khusus seberapa besar wilayah negara untuk bisa mengantarkan dirinya sebagai subyek hukum internasional. Oleh karena itu negara dengan luas wilayah yang hanya beberapa kilometer persegi semisal Luxembergo, Monaco dan sesamanya mempunyai hak yang sama dengan negara dengan luas teritorial jutaan kilometer persegi. c.pemerintahan (al Siyadah/a Government) Guna mencatatkan diri sebagai subyek hukum internasional, sebuah negara harus mempunyai lembaga pemerintahan yang mengendalikan negara dan menjadi pemegang otoritas kekuasaannya. Dengan demikian, negara yang sedang dalam masa perwalian tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai subyek hukum internasional. Namun, perannya di dunia internasioanl diwakili oleh dewan perwalian hingga terbentuknya

20 badan eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan negara tersebut. Perlu dijelaskan pula bahwa ada beberapa kriteria negara yang sebenarnya tidak berdaulat penuh namun dianggap sebagai subyek hukum internasional yang diakui. Walaupun kekuasaan internasional yang dimilikinya terbatas. Secara garis besar, ada dua kriteria yang masuk dalam tipe negara semacam ini. Pertama, negara-negara bagian dari beberapa negara serikat. Negara bagian seperti ini bisa memainkan peran di dunia internasioanl dengan persetujuan negara pusat. Sebagaimana kanton-kanton yang berserikat dengan Swiss. Kedua, protektorat-protektorat, yaitu negara yang asalnya berdaulat namun dengan tujuan tertentu meminta perlindungan dari negara berdaulat lainnya yang menjadikannya sebagai negara dengan status tidak merdeka, sebagaimana yang pernah terjadi pada Monaco yang meminta proteksi Prancis pada Isi dan Kandungan Hukum Internasional Biasanya hukum internasioanl dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah hukum yang diberlakukan di saat perang. Kedua adalah hukum di saat damai. Hukum antar negara yang diberlakukan di saat perang memegang kedudukan sangat vital, mengingat hal ini berkenaan dengan kedaulatan suatu negara dan kesatuuan wilayah territorial yang dimilikinya. Di abad pertengahan, dimana hubungan antar negara-negara saat itu lebih banyak diwarnai perang dari pada damai hukum internasional lebih didominasi oleh hukum yang mengatur tentang perang antar negara. Hukum perang di darat mempunyai peraturan yang berbeda dengan perang di laut. Hanya saja hingga saat ini belum pernah dibakukan hukum internasioanl yang mengatur perang udara. Bisa jadi hal disebabkan perang udara merupakan fenomena dan trend perang mutakhir. Selain itu, perang udara hanya bisa dilakukan oleh kalangan terbatas. Yaitu sedikit negara yang mempunyai infrastruktur peralatan militer canggih. Sehingga perang udara bukan merupakan fenomena umum yang mudah terjadi. Oleh karena itu sampai hari ini belum ada kodifikasi khusus yang menjelaskan hukum antar negara yang mengatur perang udara. Sementara itu, hukum internasional yang mengatur relasi antar negara saat damai mempunyai peran sangat vital di era modern ini. Mengingat stabilitas internasioanal yang cenderung baik yang berimplikasi pada pendekatan diplomasi sebagai ujung tombak negara untuk menunjukkan eksistensinya. Selain itu, upaya negara-negara di dunia yang menfokuskan diri pada pemakmuran negaranya berhadapan dengan kepentingan negara lain di tengah percaturan global yang makin ketat dan cepat menumbuhkan urgensi pemantapan hukum damai. Hukum internasional saat damai meliputi antara lain: a. Peraturan-peraturan yang menjelaskan batas-batas daerah hukum sebuah negara dengan negara lain. Baik batas Negara yang berada di daratan, lautan dan udara. b. Hukum internasional yang mengatur tentang perwakilan suatu negara atau asosiasi berbagai negara pada negara tertantu. Setidaknya ada tiga lembaga yang menjadi perwakilan negara. Pertama, kepala negara yang bertindak sebagai wakil tertinggi dari negara yang

SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Sejarah Hukum Internasional Sejarah Hukum Internasional: Sejarah praktik negara-negara yang menunjukkan keberadaan norma-norma Hukum Internasional.

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

TEORI HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

TEORI HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI TEORI HUKUM INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI SIFAT HAKEKAT MENGIKATNYA HUKUM INTERNASIONAL Apakah yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya Hukum Internasional? Mengingat Hukum Internasional tidak

Lebih terperinci

PERKULIAHAN III Devica Rully M., SH. MH. LLM.

PERKULIAHAN III Devica Rully M., SH. MH. LLM. HAKEKAT DAN DASAR BERLAKUNYA HUKUM INTERNASIONAL PERKULIAHAN III Devica Rully M., SH. MH. LLM. DASAR KEKUATAN MENGIKAT HI Alasan Pembahasan : O HI tidak memiliki lembaga2 yang lazim diasosiasikan dengan

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang

Lebih terperinci

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Hukum Internasional Pertemuan XXXIV Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Istilah dan Pengertian Ruang Lingkup Hubungan HI dengan Hukum Nasional Subjek Hukum Internasional Sumber Hukum Internasional

Lebih terperinci

Diskripsi Umum Mata Kuliah Hukum Internasional SKS.:3

Diskripsi Umum Mata Kuliah Hukum Internasional SKS.:3 Diskripsi Umum Mata Kuliah Hukum Internasional SKS.:3 Mata kuliah hukum internasional dengan bobot 4 SKS diberikan pada mahasiswa fakultas hukum di semester III setelah mahasiswa menempuh dan lulus mata

Lebih terperinci

BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB II HAKIKAT BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami hakikat dan dasar berlakunya Hukum Internasional serta kaitannya dengan

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Perkembangan Hukum Laut Internasional Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam upaya pemilihan judul skripsi ini. Sebab dunia internasional dihadapkan kepada beragam

Lebih terperinci

HUKUM PERBANKAN INDONESIA

HUKUM PERBANKAN INDONESIA HUKUM PERBANKAN INDONESIA Oleh: Irdanuraprida Idris HUKUM Dalam Pandangan Masyarakat Ketika seseorang berhadapan dengan Hukum pada saat kondisi sedang normal, orang cenderung berpandangan bahwa Hukum adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

D. Semua jawaban salah 7. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya A. Terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah B. Tidak bertanggung

D. Semua jawaban salah 7. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya A. Terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah B. Tidak bertanggung TATA NEGARA 1. Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas A. Kekuasaan belaka B. Lembaga negara C. Kedaulatan rakyat D. Majelis Permusyawaratan Rakyat 2. Pemerintah berdasar

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI INDONESIA Oleh: Yeni Handayani Sebagai negara kesatuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami gambaran umum Hukum Internasional.

BAB I PENDAHULUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami gambaran umum Hukum Internasional. i BAB I PENDAHULUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami gambaran umum Hukum Internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan PENGANTAR ILMU HUKUM Henry Anggoro Djohan Mengatur hubungan antara manusia secara perorangan dengan suatu masyarakat sebagai kelompok manusia. Beberapa definisi hukum dari sarjana hukum 1. E. Utrech memberikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV

HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unikom Tahun Ajaran 2016/2017 DESKRIPSI MATA KULIAH Mata Kuliah Hukum Internasional dapat

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL HUKUM PERDATA INTERNASIONAL I Nyoman Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. 9/18/2012 3:21 PM Ngurah Suwarnatha 1 Pendahuluan dan Definisi HPI HPI merupakan bagian daripada hukum nasional. Istilah internasional

Lebih terperinci

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H.

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H. Sistem Hukum Nur Rois, S.H.,M.H. Prof. Subekti sistem hukum adalah susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur,terkait, tersusun dalam suatu pola,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum Internasional Kl Kelautan Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR PERBANDINGAN SISTEM HUKUM. Tulisan ini akan membedah buku yang berjudul Pengantar Perbandingan Sistem

BAB I PENGANTAR PERBANDINGAN SISTEM HUKUM. Tulisan ini akan membedah buku yang berjudul Pengantar Perbandingan Sistem BAB I PENGANTAR PERBANDINGAN SISTEM HUKUM A. Pendahulan Tulisan ini akan membedah buku yang berjudul Pengantar Perbandingan Sistem Hukum yang ditulis oleh Michael Bogdan. Buku ini membandingkan beberapa

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata

Lebih terperinci

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA PENGERTIAN HUKUM E. UTRECHT : Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintahperintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Kelas D- Fakultas Hukum UGM All Images: Internet s Archive FOKUS BAHASAN PRINSIP TERITORIAL PRINSIP PERSONAL TEORI STATUTA TEORI UNIVERSAL LAHIRNYA HPI

Lebih terperinci

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA

SEJARAH HAK AZASI MANUSIA SEJARAH HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-2 FH Unsri URGENSI SEJARAH HAM Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

Teori Kedaulatan. Makna Kedaulatan MACAM MACAM TEORI KEDAULATAN. Secara Sempit. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu Negara.

Teori Kedaulatan. Makna Kedaulatan MACAM MACAM TEORI KEDAULATAN. Secara Sempit. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu Negara. Teori Kedaulatan Makna Kedaulatan Secara Sempit Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu Negara Secara Luas Kedaulatan adalah hak khusus untuk menajalankan kewenangan tertingi atas suatu wilayah atau

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber hukum menempati kedudukan yang sangat penting dan merupakan faktor yang menentukan dalam penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

Macam-macam konstitusi

Macam-macam konstitusi Macam-macam konstitusi C.F Strong, K.C. Wheare juga membuat penggolongan terhadap konstitusi. Menurutnya konstitusi digolongkan ke dalam lima macam, yaitu sebagai berikut: 1. 1. 1. konstitusi tertulis

Lebih terperinci

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Bahan Kuliah Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Isnaini Sejarah Perkembangan HPI HPI mulai abad ke-2 SM Masa kekaisaran Romawi s/d Perkemba ngan HPI universsal di Jerman Friederich Carl Von

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL

BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL BAGIAN KEDUA NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL BABV EKSISTENSI NEGARA DALAM MASYARAKATINTERNASIONAL A. Negara sebagai Subyek Hukuin Internasional 1. Pengertian Negara: - H Kelsen = Negara adalah identik

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan Sebelum membahas Sumber-sumber hukum, ada baiknya perlu memahami bahwa ada tiga dasar kekuatan berlakunya hukum (peraturan

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN Minggu I, Pertemuan ke-1 I. Pendahuluan a. Tujuan Instmksional Khusus: b. Penjelasan singkat materi kuliah:

BAB PENDAHULUAN Minggu I, Pertemuan ke-1 I. Pendahuluan a. Tujuan Instmksional Khusus: b. Penjelasan singkat materi kuliah: BAB I PENDAHULUAN Minggu I, Pertemuan ke-1 I. Pendahuluan a. Tujuan Instmksional Khusus: Tujuan Instruksi Khusus (TIK) : 1. Membuat mahasiswa tertarik mempelajari Hukum Internasional yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

HUKUM EKONOMI DALAM SISTEM HUKUM 1

HUKUM EKONOMI DALAM SISTEM HUKUM 1 2 CARA DALAM MEMPERMUDAH MEMAHAMI LEVEL KOMPETENSI III: DALAM SISTEM 1 MEMAHAMI UNSUR MEMAHAMI PEMBIDANGAN SUMBER: MATERIEL FORMIL BENTUK: TERTULIS TIDAK TERTULIS FUNGSI MEMPERTAHANKAN: MATERIEL (SUBSTANSI)

Lebih terperinci

Hukum Perdata Internasional. Bagas Samudera

Hukum Perdata Internasional. Bagas Samudera Hukum Perdata Internasional Bagas Samudera Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional Awal Perkembangan Hukum Perdata Internasional Didalam perkembangan sejarah HPI, tampaknya perdagangan (pada taraf

Lebih terperinci

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION)

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) KARYA TULIS JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) DISUSUN OLEH KELOMPOK V: 1. RIKA PUSPITA (10411733000103) 2. NADYA OKTAVIANI C. (10411733000020) 3. SOMA WIJAYA (10411733000099) 4. TUBAGUS REZA (10411733000108)

Lebih terperinci

Warganegara dan Negara

Warganegara dan Negara Warganegara dan Negara 5 Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat mengetahui dan menghargai kedudukan dan peranan setip warganegara dalam negara hukum indonesia Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL A. Definisi Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban. Pada awal mula dari kelahiran

Lebih terperinci

II. Istilah Hukum Perdata

II. Istilah Hukum Perdata I. Pembidangan Hukum Privat Hukum Hukum Publik II. Istilah Hukum Perdata = Hukum Sipil >< Militer (Hukum Privat Materil) Lazim dipergunakan istilah Hukum Perdata Prof.Soebekti pokok-pokok Hukum Perdata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 05Fakultas Nurohma, FASILKOM KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Abstraksi dan Kompetensi ABSTRAKSI = Memahami pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah yang terbentang luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai Negara yang

Lebih terperinci

Mata Kuliah Kewarganegaraan

Mata Kuliah Kewarganegaraan Mata Kuliah Kewarganegaraan Modul ke: 02 Fakultas Design Komunikasi dan Visual Program Studi Pokok Bahasan NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN PPT Kewarganegaraan [TM1] Dosen : Cuntoko, SE., MM. Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

Hubungan Hukum Internasio nal dan Hukum Nasional H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

Hubungan Hukum Internasio nal dan Hukum Nasional H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Hubungan Hukum Internasio nal dan Hukum Nasional H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Lebih dahulu mana, Hukum Nasional atau Hukum Internasional? Lebih tinggi mana, Hukum Nasional atau Hukum Internasional? Pandangan

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Subyek hukum: pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban (individu dan badan hukum). Subyek hukum Internasional adalah setiap pemilik, pemegang, atau pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL

HUBUNGAN INTERNASIONAL BAB I HUBUNGAN INTERNASIONAL A. Pengertian Hubungan Internasional Hubungan internasional dapat diartikan sebagai hubungan antarbangsa, yang menyangkut hubungan di segala bidang yaitu di bidang politik,

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN

NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN KEWARGANERAAN Modul ke: Fakultas 02FEB NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management LATAR BELAKANG PERLUNYA NEGARA Menurut ahli tata negara Sokrates, Aristoteles dan

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

Hukum Perdata Internasional

Hukum Perdata Internasional HUKUM INTERNASIONAL DALAM PENGANTAR HUKUM INDONESIA PENGERTIAN Hukum Internasional = Hukum Internasional Publik Hukum Perdata Internasional Hukum Internasional Publik ialah keseluruhan kaidah & asas hukum

Lebih terperinci

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF Oleh Kelompok 3 : Tondy Nugroho 153112350750001 Umayah Arindah 153112350750002 Mario Risdantino M. 153112350750005 Ketua Kelompok Tri Nadyagatari 153112350750006

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DUNIA

SEJARAH PEMILU DUNIA SEJARAH PEMILU DUNIA PENGERTIAN PAKAR Secara etimologis kata Demokrasi terdiri dari dua kata Yunani yaitu damos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti kedaulatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 30 menit)

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 30 menit) Langkah untuk mendapatkan kunci jawaban dan pembahasan download di Ferry Andriyanto, S. Pd. 1. Untuk membiayai kebutuhan pemerintah local tanpa campurtangan pusat, pemerintah kolonial membentuk a. Algemeene

Lebih terperinci

Terciptanya keadilan. Terciptanya tata tertib. Memberikan suasana aman, damai, dan sejahtera

Terciptanya keadilan. Terciptanya tata tertib. Memberikan suasana aman, damai, dan sejahtera DEFINISI, TUJUAN, DAN ASPEK LAIN DARI HUKUM EKONOMI Definisi Hukum Hukum secara umum dapat diartikan sebagai keseluruhan norma yang oleh penguasa negara atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah instrumen negara melalui

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Advendi Simangunsong, Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasrana Indonesia. halaman 2.

BAB I. PENDAHULUAN. Advendi Simangunsong, Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasrana Indonesia. halaman 2. BAB I. PENDAHULUAN Sebelum kita mempelajari mengenai Hukum, ada baiknya kalau kita melihat terlebih dahulu aturan atau norma-norma yang ada disekitar kita/masyarakat. Sebagai subyek hukum dimasyarakat

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci