BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL A. Definisi Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban. Pada awal mula dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Akan tetapi karena perkembangannya, pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional pada saat ini ternyata tidak terbatas pada Negara saja tetapi juga meliputi subyek hukum internasional lainnya. Hal ini dikarenakan terdapat perkembangan ataupun kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi dimana kebutuhan manusia semakin meningkat cepat sehingga menimbulkan interaksi yang semakin kompleks. 25 Jadi subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai negara atau kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. Munculnya organisasi-organisasi Internasional baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar belakang yang mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subyek hukum internasional. Begitu juga dengan keberadaan individu atau kelompok individu (belligerent) yang pada akhirnya dapat pula diakui sebagai subyek hukum Internasional. Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada umumnya diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai 25 Haryomataram, KGPH, Pengantar Hukum Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 78

2 pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban. Secara umum yang dipandang sebagai subjek hukum adalah : (a) individu atau orang perorangan atau disebut pribadi alam dan (b) badan atau lembaga yang sengaja didirikan untuk suatu maksud dan tujuan tertentu yang karena sifat, ciri, dan coraknya yang sedemikian rupa dipandang mampu berkedudukan sebagai subjek hukum. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa subjek hukum internasional adalah pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional; dan setiap pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional adalah Subjek Hukum Internasional. 26 Pendapat lain juga dikemukakan oleh F. Sugeng Istanto yang mengatakan bahwa yang dianggap sebagai subjek hukum bagi hukum internasional adalah negara, organisasi internasional dan individu. Subjek hukum tersebut masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang berbeda satu sama lain. Subjek Hukum Internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan internasional. Adapun subjek hukum internasional adalah sebagai berikut Negara Negara dinyatakan sebagai subjek hukum internasional yang pertama karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan masayarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila 26 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1990, hal F. Sugeng Istanto, Studi Kasus Hukum Internasional, Penerbit PT Tatannusa, Jakarta, 1998, hal 17

3 mereka saling mengadakan hubungan. Adapun negara yang menjadi subjek hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatu negara, artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu. 2. Tahta Suci (Vatican) Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat negara-negara lain. 3. Palang Merah Internasional Organisasi Palang Merah Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional karena sejarah. Kamudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang. 4. Organisasi Internasional, Organisasi Internasional dibagi menjadi sebagai berikut. a. Organisasi Internasional Publik atau Antarpemerintah (Intergovernmental Organization: Organisasi internasional publik meliputi keanggotaan negaranegara yang diakui menurut salah satu pandangan teori pengakuan atau keduanya. Prinsip-prinsip keanggotaan organisasi internasional adalah sebagai berikut.

4 1) Prinsip Universitas (University). Prinsip ini dianut PBB termasuk badanbadan khusus yang keanggotaannya tidak membedakan besar atau kecilnya suatu negara. 2) Prinsip Pendekatan Wilayah (Geographic Proximity). Prinsip kedekatan wilayah memiliki anggota yang dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah tertentu saja. Contohnya, ASEAN meliputi keanggotaan negara-negara yang ada di Asia Tenggara. 3) Prinsip Selektivitas (Selectivity). Prinsip selektivitas melihat dari segi kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen. Contohnya Liga Arab, OPEC, Organisasi Konferensi Islam, dan sebagainya. b. Organisasi Internasional Privat (Private International Organization): Organisasi ini dibentuk atas dasar mewujudkan lembaga yang independen, faktual atau demokratis, oleh karena itu sering disebut organisasi nonpemerintahan (NGO = Non Government Organization) atau dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta. c. Organisasi Regional atau Subregional: Pembentukan organisasi regional maupun subregional, anggotanya didasarkan atas prinsip kedekatan wailayah, seperti : South Pasific Forum, South Asian Regional Cooperation, gulf Cooperation Council, dan lain-lain. d. Organisasi yang bersifat universal: Organisasi yang bersifat universal lebih memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin tanpa memandang besar kecilnya suatu negara.

5 e. Orang Perorangan (Individu): Setiap individu menjadi subjek hukum internasional jika dalam tindakan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehidupan masyarakat dunia. f. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa: Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam keadaan tertentu. Menentukan nasibnya sendiri, Memilih sendiri sistem ekonomi, politik, dan sosial, Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya. Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. 28 Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. 29 Mochtar Kusumaatmadja mengartikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau 28 Rudi, T May, Hukum Internaisonal I, Refika Aditama, Bandung, 2001, hal Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum Humaniter Internasional Dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal 2

6 persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. 30 Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya. B. Perkembangan Subjek Hukum Internasional Subyek Hukum Internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan Hukum Internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namun, seiring perkembangan zaman telah terjadi perubahan pelaku-pelaku subyek hukum internasional itu sendiri. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah: 1. Negara Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial) tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. 30 Ibid

7 2. Organisasi Internasional Organisasi internasional mempunyai klasifikasi, yakni: 1. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ; 2. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain; 3. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union. 3. Palang Merah Internasional Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.

8 4. Tahta Suci Vatikan Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. 5. Kelompok Pemberontak/Pembebasan Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.

9 6. Individu Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri. 7. Perusahaan Multinasional (MNC) Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri. Subyek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau setiap negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam hubungan internasional. C. Macam-Macam Subjek Hukum Internasional Sebagaimana diketahui bahwa subyek hukum internasional meliputi: 1) Negara; 2) Organisasi Internasional; 3) Palang Merah Internasional; 4) Tahta Suci atau Vatikan;

10 5) Organisasi Pembebasan atau Bangsa-Bangsa yang sedang memperjuangkan hakhaknya; 6) Wilayah-wilayah Perwalian; 7) Kaum Belligerensi; 8) Individu. 31 Di antara beberapa subyek hukum internasional sebagaimana tersebut di atas, dalam pembahasan berikut materinya hanya dibatasi Negara sebagai subyek hukum internasional dan individu sebagai subyek hukum internasional. Negara sebagai salah satu subyek internasional dan merupakan subyek hukum utama dari hukum internasional. Negara sebagai subyek hukum internasional baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis, yang pertamatama merupakan subyek hukum internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan hukum internasional adalah negara. Peranan negara sebagai subyek hukum internasional lama kelamaan juga semakin dominan oleh karena bagian terbesar dari hubungan-hubungan internasional yang dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum internasional dilakukan oleh negara-negara. Unsur tradisional suatu Negara terdapat dalam Pasal 1 Montevidio (Pan American) Convention on Rights And Duties of State of Pasal Tersebut Berbunyi sebagai berikut : The State as person of international law should posses the following qualification : a. A permanent population b. A defined territory c. A government; and I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990, hal.

11 d. A capacity to enter into relations with other State. 32 Unsur-unsur diatas juga dikemukakan oleh Oppenheim Lauterpacht. Berikut adalah uraian beliau tentang masing-masing unsur tersebut : 33 1) Harus ada rakyat. Yang dimaksud dengan rakyat yaitu sekumpulan manusia dari kedua jenis kelamin yang hidup bersama sehingga merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang berlainan ataupun memiliki kulit yang berlainan. Syarat penting untuk unsur ini yaitu bahwa masyarakat ini harus terorganisasi dengan baik (organised population). Sebab sulit dibayangkan, suatu negara dengan pemerintahan yang terorganisasi dengan baik hidup berdampingan dengan masyarakat disorganised. 2) Harus ada daerah, dimana rakyat tersebut menetap. Rakyat yang hidup berkeliaran dari suatu daerah ke daerah lain (a wandering people) bukan termasuk negara, tetapi tidak penting apakah daerah yang didiami secara tetap itu besar atau kecil, dapat juga hanya terdiri dari satu kota saja, sebagaimana halnya dengan negara kota. Tidak dipersoalkan pula apakah seluruh wilayah tersebut dihuni atau tidak. 3) Harus ada pemerintah, yaitu seorang atau beberapa orang yang mewakili rakyat, dan memerintah menurut hukum negerinya. Suatu masyarakat yang anarchitis bukan termasuk negara. Dalam salah satu tulisnnya, Lauterpacht menyatakan bahwa adanya unsur ini, yaitu pemerintah, merupakan syarat utama untuk adanya suatu negara. Jika pemerintah tersebut ternyata kemudian secara hukum atau 1991, hal Ibid 32 Huala Adolf, Aspek Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta,

12 secara faktanya menjadi negara boneka atau negara satelit dari suatu negara lainnya, maka negara tersebut tidak dapat digolongkan sebagai negara. 4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Oppenheim- Lauterpacht menggunakan kalimat lain untuk unsur keempat ini, yaitu dengan menggunakan kalimat pemerintah itu harus berdaulat (sovereign). Yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang merdeka dari pengaruh suatu kekuasaan lain di muka bumi. Kedaulatan dalam arti sempit berarti kemerdekaan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar batas-batas negeri. Di antara unsur- unsur negara tersebut sebenarnya unsur kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain kurang penting, karena negara mungkin dapat berdiri tanpa adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain, sehingga disebut juga dengan unsur non phisik. Mengenai kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain ini ada kaitannya dengan pengakuan baik hukum nasional maupun internasional mengakui adanya kekuasaan dan kewenangan tersebut. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain dimaksudkan dalam pengertian yuridis, maksudnya karena hukumlah baik hukum nasional maupun hukum internasional mengakui adanya kekuasaan dan kewenangan tersebut. Sedangkan mengenai pernyataan yang berkenaan dengan kriteria atau ukuran tentang kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain, tidak ada ketentuan yang jelas dan pasti. Berkaitan dengan pengakuan suatu negara diakui

13 secara de jure sedangkan negara lain mengakuinya secara de facto, hanyalah pengecualian saja dan merupakan hal yang luar biasa. 34 Menurut J.G. Starke, unsur atau persyaratan seperti yang disebut diatas adalah hal yang paling penting dari segi hukum internasional. Ciri-ciri diatas juga membedakan negara dengan unit-unit yang lebih kecil seperti anggota-anggota federasi atau protektorat-protektorat yang tidak menangani sendiri urusan luar negerinya dan tidak diakui oleh Negara-negara lain sebagai anggota masyarakat internasional yang mandiri. Bahkan hukum internasional itu sendiri boleh dikatakan bagian terbesar terdiri atas hubungan hukum antara negara dengan negara. 35 Kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara menunjukkan bahwa suatu negara itu adalah merdeka atau tidak tunduk pada kekuasaan Negara lain. Tetapi hal ini tidak bisa diartikan bahwa kedaulatan itu tidak ada yang membatasi, atau sebagai tidak terbatas sama sekali. Pembatasannya sendiri adalah hukum, baik hukum nasional maupun hukum internasional. Berdasarkan kedaulatannya itu, maka dapat diturunkan hak, kekuasaan ataupun kewenangan negara untuk mengatur masalah intern maupun eksternnya. Dengan kata lain, dari kedaulatannya itulah diturunkan atau lahir yurisdiksi negara. Dengan hak, kekuasaan dan kewenangan atau dengan yurisdiksi tersebut suatu negara dapat mengatur secara lebih rinci dan jelas masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga terwujud apa yang menjadi tujuan dari negara itu. Dalam pandangan hukum internasional, Negara juga mempunyai Hak dan Kewajiban. Hak dan kewajiban Negara terdapat dalam konvensi montevidio tahun 1933 tentang hak 34 Widagdo, Setyo, dan Hanif Nur Widhiyanti Hukum Diplomatik dan Konsuler. Bayu Media : Malang, hal Starke, J. G., Pengantar hukum Internasional I-edisi kesepuluh, Sinar Grafika Indonesia, Jakarta, 2008, hal 55

14 dan kewajiban Negara-negara oleh Negara-negara Amerika latin, serta dalam rancangan Deklarasi tentang hak dan kewajiban Negara-negara yang disusun oleh komisi hukum internasional PBB pada tanggal Rancangan tersebut dibuat agar dapat disahkan oleh majelis umum PBB. 36 D. Kedudukan Negara sebagai Subjek Utama Dalam Hukum Internasional Sudah menjadi kodrat alam, bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon). Dalam kelompok manusia itulah mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya mencari makan, melawan bahaya dan bencana serta melanjutkan keturunannya. Mereka berinteraksi, mengadakan hubungan sosial. Untuk mempertahankan hak mereka untuk dapat hidup di tempat tinggal tertentu yang mereka anggap baik untuk sumber penghidupan, diperlukan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang yang ditugaskan mengatur dan memimpin kelompoknya. Kepada pemimpin kelompok inilah diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan kelompok manusia tadi diharuskan menaati peraturan-peraturan perintah pemimpinnya. 37 Negara adalah lanjutan dari kehendak manusia bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin luasnya pergaulan manusia tadi maka semakin banyak kebutuhannya, maka bertambah besar kebutuhannya kepada sesuatu organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara hidupnya. Secara etimologi, negara dapat diterjemahkan dari kata-kata asing staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris) dan Etat (bahasa 36 diakseskan 2 April Hukum-Nasional diakses 2 April 2012

15 Prancis). Asalnya adalah bahasa latin yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri; membuat berdiri; dan menempatkan. Pada dasarnya tidak ada suatu definisi yang tepat terhadap pengertian suatu Negara. Namun kita dapat mengambil beberapa pengertian suatu Negara berdasarkan pengertian-pengertian oleh para ahli yang dapat dijadikan sebagai suatu sumber hukum atau biasa disebut dengan doktrin para sarjana. Serta pengertian suatu negara berdasarkan hukum internasional yang dapat kita ambil dari Konvensi Montevidio tahun Menurut Plato, negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju, berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu) yang timbul atau ada karena masing-masing dari orang itu secara sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang beraneka ragam, yang menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. 38 Kesatuan inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara 39. Dari pengerian yang disampaikan sarjana ini dapat diketahui bahwa suatu negara ada karena hubungan manusia dengan sesamanya karena manusia menyadari tidak dapat hidup secara sendiri-sendiri dalam pemenuhan kebutuhannya, atau berdasarkan doktrin yang diajarkan oleh Aristoteles biasa kita kenal dengan istilah zoon political. Menurut Thomas Hobbes bahwa negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang banyak beramai-ramai, yang masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan pelindungan mereka 40. Berdasarkan pengertian yang disampaikan oleh sarjana ini adalah bahwa suatu negara terbentuk oleh sekumpulan manusia yang menyatukan dirinya dan kemudian mengadakan perjanjian antar 38 diakses 3 April Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta : Liberty, 1980), hlm Samidjo, Op.Cit., hlm. 29

16 sesama mereka untuk menjadikan negara yang mereka bentuk sendiri sebagai alat untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka (Teori Perjanjian Masyarakat atau teori kontrak sosial). Dari sini juga dapat diketahui bahwa negara dibentuk dalam rangka memberikan rasa aman dan perlindungan bagi masing-masing mereka, yang berarti juga bahwa manusia menyadari mereka dapat menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus) dalam pencapaian kepentingan masing-masing mereka, yang kemudian dalam skala yang besar dapat menyebabkan terjadinya perlawanan atau perang (bellum omnium contra omnes). 41 Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut dengan kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada. 42 Sesuai dengan pelaku utama hubungan internasional adalah negara, maka yang menjadi perhatian utama hukum internasional adalah hak dan kewajiban serta kepentingan negara. Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, bahkan menjadi subjek hukum internasional yang pertama dan utama serta terpenting (par excellence). Negara menjadi subjek hukum internasional yang pertama-tama, sebab kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama-tama yang mengadakan hubungan 41 diakse 3 April NEGARA.-html, tanggal 9 Mei 2009.

17 internasional adalah Negara. Negara sebagai suatu kesatuan politik dalam hukum internasional yang juga sifatnya keterutamaannya maka suatu negara harus memiliki unsur-unsur tertentu berdasarkan hukum internasional. Aturan hukum internasional yang disediakan masyarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka saling mengadakan hubungan kerjasama. 43 Untuk lebih jelasnya lagi dalam merumuskan pengertian suatu negara berdasarkan hukum internasional dapat kita lihat pada ketentuan Konvensi Montevidio tahun 1993 mengenai hak-hak dan kewajiban- kewajiban negara (Rights and Duties of States) yang menyebutkan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai subjek hukum internasional apabila telah memiliki unsur-unsur, yaitu 44 : a) Penduduk yang tetap Penduduk yang dimaksud disini yaitu sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satu kesatuan masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional, tidak harus yang berasal dari rumpun, etnis, suku, latar belakang kebudayaan, agama ataupun bahasa yang sama. Akan tetapi penduduk tersebut haruslah menetap di suatu tempat, walaupun sudah ada penduduk asli yang mendiami tempat tersebut. b) Wilayah tertentu Untuk wilayah suatu negara tidak dipengaruhi batas ukurannya. Walaupun pernah terjadi negara yang wilayah negaranya kecil tidak dapat menjadi anggota PBB. Akan tetapi sejak tetapi sejak tahun 1990, negara seperti Andorra, 43 Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit : RajaGrafindo, 2003), hal. 3.

18 Liechtenstein, Monaco, Nauru, San Marino dan Tuvalu telah bergabung menjadi anggota PBB. c) Pemerintah (penguasa yang berdaulat) Yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang merdeka dari pengaruh kekuasaan lain di muka bumi. Akan tetapi kekuasaan yang dimiliki oleh suatu negara terbatas pada wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu. Maksudnya adalah bahwa dalam kedaulatan suatu negara terbatas pada kedaulatan Negara lain. Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik seorang atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik serta hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negaranya. Pemerintah dengan kedaulatan yang dimiliknya merupakan penjamin stabilitas internal dalam negaranya, disamping merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya dalam pergaulan internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan kebijakankebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itu di dalam negaranya dalam rangka mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar negaranya melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu. d) Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lainnya. Unsur keempat ini secara mandiri merujuk pada kedaulatan dan kemerdekaan. Kemerdekaan dan kedaulatan merupakan 2 (dua) posisi yang tak terpisahkan sebagai subjek hukum internasional. Suatu Negara dinyatakan mempunyai kedaulatan apabila memiliki kemerdekaan atau negara dianggap mempunyai kemerdekaan, apabila memiliki kedaulatan. Pemerintahan suatu negara haruslah merdeka dan berdaulat, sehingga wilayah negaranya tidak tunduk pada kekuasaan negara lain dan berarti juga bahwa negara tersebut bebas melakukan

19 hubungan kerjasama internasional dengan negara manapun. Sewajarnya adalah kalau suatu negara memiliki kapasitas untuk mengadakan hubungan kerjasama internasional dengan negara lain untuk tujuan - tujuan yang hendak dicapai oleh negara tersebut. Akan tetapi untuk menjadi suatu negara yang berdaulat dalam prakteknya memerlukan pengakuan bagi negara lain. 45 Kalau 4 (empat) unsur diatas tadi merupakan persyaratan secara hukum internasional terbentuknya suatu negara, maka ada juga yang menjadi unsur politik terbentuknya suatu negara yang juga dapat berakibat hukum. Unsur yang dimaksud adalah pengakuan (recognition). Pengakuan dalam hukum internasional termasuk persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik. Unsur-unsur hukum dan politik sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan suatu pengakuan oleh suatu negara dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatnya mempunyai ikatan hukum. Kesulitan juga berasal dari fakta bahwa hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara untuk mengakui negara lain atau pemerintahan lain seperti halnya juga bahwa suatu negara atau pemerintahan tidak mempunyai hak untuk diakui oleh negara lain. Tidak ada keharusan untuk mengakui seperti juga ada kewajiban untuk tidak mengakui. Negara sebagai subyek hukum internasional telah dikenal sejak adanya praktek hubungan internasional. Dengan kata lain, negara adalah subyek hukum internasional yang pertama ada. Bagi negara federasi seperti Amerika Serikat, India dan Jerman, pemegang kedaulatan untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri berada ditangan pemerintah federal. Akan tetapi untuk masa sekarang, pemerintah 45 Anthony Aust, Handbook of International Law (United Kingdom: Cambridge University Press, 2005), hlm. 17

20 negara bagian pun memungkinkan untuk mengadakan hubungan dengan subyek hukum internasional lainnya, seperti dengan salah satu kota/propinsi yang ada di Indonesia. Misalnya, kota Bandung pernah mengadakan hubungan persahabatan dengan kota lain yang ada di Jerman, Amerika Serikat dan Jepang. Bentuk negara lain seperti dominion dalam "British Commonwealth" yang hanya dikepalai oleh seorang Gubernur Jenderal sebagai wakil dari Ratu Inggris ternyata mempunyai kedudukan yang sama sebagai subyek hukum intemasional seperti halnya negara berdaulat lainnya. Dengan demikian persyaratan/pengertian negara dalam subyek hukum internasional lebih longgar karena dalam prakteknya negara-negara yang berstatus protektorat Inggris ikut serta juga dalam konferensikonferensi internasional yang sejajar dengan anggota/peserta lainnya. Kelonggaran status subyek bukum internasional untuk negara yang tidak berdaulat penuh karena tuntutan kondisi serta kepentingan bukan hanya bagi subyek hukum itu sendiri melainkan bagi kepentingan masyarakat internasional secara keseluruhan. Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya: 1. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai. 2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu. Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian

21 kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur. Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara. Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi diakses 4 April 2012

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Subyek hukum: pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban (individu dan badan hukum). Subyek hukum Internasional adalah setiap pemilik, pemegang, atau pendukung

Lebih terperinci

KEWA. Kompetensi. Abstract. Disusun Oleh. Pengertian negara, terbentuknya. negara, bentuk negara, dan sistem pemerintahan. Pemerintahan.

KEWA. Kompetensi. Abstract. Disusun Oleh. Pengertian negara, terbentuknya. negara, bentuk negara, dan sistem pemerintahan. Pemerintahan. MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN KEWA ARGANEGARAAN Negaraa dan Sistem Pemerintahan Fakultas Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi Program Studi Tatap Muka 02 Kode MK Disusun Oleh 90003 Abstract Kompetensi

Lebih terperinci

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

Hukum Internasional. Pertemuan XXXIV. Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Hukum Internasional Pertemuan XXXIV Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Istilah dan Pengertian Ruang Lingkup Hubungan HI dengan Hukum Nasional Subjek Hukum Internasional Sumber Hukum Internasional

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 5 UNSUR-UNSUR NEGARA

MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 5 UNSUR-UNSUR NEGARA MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 5 UNSUR-UNSUR NEGARA Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa banyak sekali definisi dari negara, setiap pakar memberikan masing-masing definisinya. Akan tetapi dari sekian

Lebih terperinci

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION)

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) KARYA TULIS JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) DISUSUN OLEH KELOMPOK V: 1. RIKA PUSPITA (10411733000103) 2. NADYA OKTAVIANI C. (10411733000020) 3. SOMA WIJAYA (10411733000099) 4. TUBAGUS REZA (10411733000108)

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. A. Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. A. Pengertian Subjek Hukum Internasional BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum, subjek hukum diartikan sebagai setiap pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata

Lebih terperinci

PERTAMA HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA. MATRIKULASI supentri

PERTAMA HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA. MATRIKULASI supentri PERTAMA HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA MATRIKULASI supentri MANUSIA, BANGSA DAN NEGARA MANUSIA. MANUSIA BERASAL DARI BAHASA SANSAKERTA YAITU MANU, ARTINYA BERPIKIR DAN BERAKAL BUDI. DALAM SEJARAH, HOMO BERARTI

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah instrumen negara melalui

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB V SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami kedudukan subyek hukum dalam hukum internasional. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PENGAKUAN. Akibat: Permasalahan: Pasal 3, Deklarasi Montevideo 1933: politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain.

PENGAKUAN. Akibat: Permasalahan: Pasal 3, Deklarasi Montevideo 1933: politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PENGAKUAN Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com Pasal 3, Deklarasi Montevideo

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: Keberadaan politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PERMASALAHAN: 1. Recognition is a political act with legal consequences.

Lebih terperinci

PENGAKUAN. AKIBAT: PERMASALAHAN: PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: POLITIK SUATU NEGARA, BEBAS DARI PENGAKUANNYA OLEH NEGARA LAIN

PENGAKUAN. AKIBAT: PERMASALAHAN: PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: POLITIK SUATU NEGARA, BEBAS DARI PENGAKUANNYA OLEH NEGARA LAIN PENGAKUAN. AKIBAT: PERMASALAHAN: PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: POLITIK SUATU NEGARA, BEBAS DARI PENGAKUANNYA OLEH NEGARA LAIN PENGAKUAN Iman Prihandono, Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KEDUDUKAN DAN HAK-HAK HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM NEGARA BERDAULAT

BAB II KONSEP KEDUDUKAN DAN HAK-HAK HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM NEGARA BERDAULAT 23 BAB II KONSEP KEDUDUKAN DAN HAK-HAK HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM NEGARA BERDAULAT 2.1 Konsep Negara Berdaulat Asal kata kedaulatan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah souvereignity yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL 1.1 Istilah Hukum Internasional... 1.3 Latihan... 1.16 Rangkuman... 1.17 Tes Formatif 1..... 1.18 Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN F I R M A N, S. S O S., M A

NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN F I R M A N, S. S O S., M A NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN F I R M A N, S. S O S., M A Organisasi yang mengatur hubungan orang-orang dalam sebuah kota atau polis (negara) Socrates Aristoteles: Negara adalah perpaduan beberapa keluarga

Lebih terperinci

Bangsa dan Negara 1.1 Kedudukan Manusia Sebagai Makhluk Individu 1.2 Kedudukan Manusia Sebagai Makhluk Sosial 2.1 Pengertian Bangsa

Bangsa dan Negara 1.1 Kedudukan Manusia Sebagai Makhluk Individu 1.2 Kedudukan Manusia Sebagai Makhluk Sosial 2.1 Pengertian Bangsa Bangsa dan Negara 1.1 Kedudukan Manusia Sebagai Makhluk Individu Manusia sebagai makhluk individu diartikan sebagai person atau perseorangan atau sebagai diri pribadi. a. Sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

Konvensi Montevideo 1933

Konvensi Montevideo 1933 Konvensi Montevideo 1933 N E G A R A 1. Penduduk yang tetap; 2. Wilayah yang pasti; 3. Pemerintah; 4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan internasional (kedaulatan) PENGERTIAN NEGARA Kelsen Kesatuan ketentuan

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

HAM KEWARGANEGARAAN. Hak Asasi Manusia FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KEWARGANEGARAAN HAM Hak Asasi Manusia Disusun oleh : Lanny Ariani (125100601111013) Khanza Jasmine (125100601111015) Budi Satriyo (125100601111017) Avia Intan Rafiqa (125100601111019) FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, RajaGrafindo, Jakarta, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, RajaGrafindo, Jakarta, 2003. 119 DAFTAR PUSTAKA I. Buku Adolf, Huala, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, RajaGrafindo, Jakarta, 2003. Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Segketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 A. Pendahuluan Organisasi Internasional adalah kolektivitas dari entitas-entitas yang independen, kerjasama yang terorganisasi (organized cooperation)

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Diskripsi Umum Mata Kuliah Hukum Internasional SKS.:3

Diskripsi Umum Mata Kuliah Hukum Internasional SKS.:3 Diskripsi Umum Mata Kuliah Hukum Internasional SKS.:3 Mata kuliah hukum internasional dengan bobot 4 SKS diberikan pada mahasiswa fakultas hukum di semester III setelah mahasiswa menempuh dan lulus mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional yang ada pada saat ini memiliki peranan yang sangat efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. Berkembangnya hukum

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri menurut Hukum Internasional dihubungkan dengan Gerakan Organisasi Papua Merdeka Right to Self-Determination Based on International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam upaya pemilihan judul skripsi ini. Sebab dunia internasional dihadapkan kepada beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum organisasi internasional tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum organisasi internasional tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam memahami hukum organisasi internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan organisasi internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul sejak beberapa

Lebih terperinci

Negara Federasi dan Negara Kesatuan

Negara Federasi dan Negara Kesatuan Negara Federasi dan Negara Kesatuan Federasi berasal dari kata Latin foedus yang berarti perjanjian atau persetujuan. Dalam federasi atau negara serikat (bondstaat, Bundesstaat), dua atau lebih kesatuan

Lebih terperinci

BAB XIV DOKTRIN KEDAULATAN NEGARA DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB XIV DOKTRIN KEDAULATAN NEGARA DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB XIV DOKTRIN KEDAULATAN NEGARA DALAM PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL Adanya perubahan doktrin kedaulatan dari asas ketertiban dalam negeri seperti dianut oleh Jean Bodin dan para pengikutnya, menjadi

Lebih terperinci

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara

RechtsVinding Online. Aktor Non-Negara PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI INDONESIA Oleh: Yeni Handayani Sebagai negara kesatuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sakti Prasetiya Dharmapati I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV

HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV HUKUM INTERNASIONAL 2 SKS SEMESTER IV Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unikom Tahun Ajaran 2016/2017 DESKRIPSI MATA KULIAH Mata Kuliah Hukum Internasional dapat

Lebih terperinci

STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA)

STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA) STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA) Oleh I Gusti Ngurah Surya Adhi Kencana Putra I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Penyelenggara Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN

NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN KEWARGANERAAN Modul ke: Fakultas 02FEB NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management LATAR BELAKANG PERLUNYA NEGARA Menurut ahli tata negara Sokrates, Aristoteles dan

Lebih terperinci

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2

PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA Oleh : Windy Lasut 2 PENANGGALAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DI NEGARA PENERIMA MENURUT KONVENSI WINA 1961 1 Oleh : Windy Lasut 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya pelanggaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Perjanjian Internasional dewasa ini telah mengalami perkembangan pesat seiring dengan perkembangan Hukum Internasional. Hubungan internasional akibat globalisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 1 S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL : WAJIB STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP]

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP] GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP] Program Studi Hubungan Versi/revisi: Nama Mata Kuliah : Dosen : Very Aziz, Lc., M.Si. SKS : 3 SKS Berlaku Mulai : Maret 2017 Silabus/Deskripsi singkat Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina. Oleh : Didik Sugianto ( )

HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina. Oleh : Didik Sugianto ( ) HUKUM INTERNASIONAL Argentina Mengakui Negara Palestina Oleh : Didik Sugianto (134704009) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN PMP-KN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2014 A. Uraian kasus Argentina

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian

Lebih terperinci

Unsur-Unsur Negara. Ilmu Negara Andrie Irawan, SH., MH

Unsur-Unsur Negara. Ilmu Negara Andrie Irawan, SH., MH Unsur-Unsur Negara Ilmu Negara Andrie Irawan, SH., MH Unsur-Unsur Negara Convention on Rights and Duties of States of 1933 Pasal 1 Monteviedeo (Pan American) A permanent population A definef terrioty A

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat. kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat. kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek utama hukum internasional. Mengenai istilah negara itu sendiri tidak terdapat defenisi yang tepat, tetapi dengan melihat kondisi-kondisi modern

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL oleh Made Putri Saraswati A.A. Gede Oka Parwata Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Ne bis in idem principle

Lebih terperinci

Skripsi PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL

Skripsi PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL Skripsi PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS PELANGGARAN HAK KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENYADAPAN KBRI DI MYANMAR TAHUN 2004) Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang prinsipprinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Sebagai entitas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pemberian landasan berpijak dalam penulisan penelitian ini, maka akan Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri pembahasan dalam penelitian

Lebih terperinci

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Oleh: Ida Ayu Karina Diantari Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 SILABUS Mata Kuliah : Hukum Pidana Internasional Kode Mata Kuliah : HKIn 2081 SKS : 2 Dosen : Ir. Bambang Siswanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM. Hak Asasi Manusia Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Pengertian HAM. Generasi

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 34, 2002 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4195) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Pengertian dan Penggolongan Organisasi Administrasi Internasional

Pengertian dan Penggolongan Organisasi Administrasi Internasional Pengertian dan Penggolongan Organisasi Administrasi Internasional Oleh: Marita Ahdiyana marita_ahdiyana@uny.ac.id WHY? Mengapa organisasi internasional dibutuhkan? What? Achievement apa yang ingin diwujudkan?

Lebih terperinci