BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Subak Pengertian dan tujuan subak Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang melaksanakan pengairan tradisional serta menjadi bagian dari budaya yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat di Bali. Menurut Perda Provinsi Bali No. 9 tahun 2012, subak merupakan organisasi tradisional di bidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat Bali yang bersifat sosioagraris, religius, dan ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Menurut Sutawan, dkk (1986) dalam Windia, (2006), subak merupakan cerminan dari konsep Tri Hita Karana (THK) yang pada hakikatnya terdiri dari parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan, yang dimanifestasikan melalui bangunan suci subak dan ritual yang mengikutinya di lahan persawahan), pawongan (hubungan manusia dengan manusia, yang dimanifestasikan dalam kelembagaan subak dan interaksi sosial yang terjadi di subak) dan palemahan (hubungan manusia dengan alam, yang dimanifestasikan dalam wilayah atau lahan pertanian yang menjadi wilayah usahatani anggotanya). Lebih lanjut, Windia (2006) menyatakan bahwa sistem irigasi subak dapat dipandang sebagai sistem budaya masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem, yaitu: (i) subsistem budaya (termasuk pola 9

2 10 pikir, norma dan nilai), (ii) subsistem sosial (termasuk ekonomi), dan (iii) subsistem kebendaan (termasuk teknologi). Menurut Pitana (1993), subak merupakan organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura Bedugul, serta memiliki kebebasan dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun dalam berhubungan dengan pihak luar. Definisi ini mengandung aspek fisik dan sosial. Aspek fisik subak adalah hamparan persawahan dengan segenap fasilitas irigasinya, sedangkan aspek sosial subak adalah organisasi petani irigasi yang otonom. Menurut Perda Provinsi Bali No. 9 tahun 2012, tujuan pokok dari subak sebagai berikut. 1. memelihara dan melestarikan organisasi subak 2. mensejahterakan kehidupan petani 3. mengatur pengairan dan tata tanaman 4. melindungi dan mengayomi petani 5. memelihara serta memperbaiki saluran air ke sawah Tugas dan fungsi subak Menurut Coward, 1983 dan Sutawan, 1986 (dalam Pitana, 1993), terdapat lima tugas utama dari subak sebagai berikut.

3 11 1. Pencarian dan distribusi air irigasi Subak membangun berbagai fasilitas irigasi seperti empelan, aungan, saluran, dan sebagainya. Air yang telah didapatkan oleh subak tersebut pada akhirnya harus di distribusikan kepada segenap anggota. Ada dua hal terpenting yang harus diperhatikan dalam distribusi air irigasi pada suatu subak sebagai berikut. a. Dasar yang digunakan untuk menentukan hak atas air setiap anggota. Untuk menentukan hak atas air bagi anggota, subak memiliki dua hak dasar yaitu hak dasar luas sawah dan hak atas dasar tektek. Jika hak atas air didasarkan pada luas sawah, maka volume air yang diterima oleh seorang petani yaitu proporsional dengan luas sawah petani lainnya. Sedangkan pada sistem tektek, debit air yang ditentukan oleh kontribusi petani dalam kegiatankegiatan subak, tanpa terlalu memperhatikan luas sawah. b. Sistem distribusi air antar waktu. Pada umumnya ada dua metode yang dikenal oleh subak alokasi air yaitu metode pengaliran kontinyu yaitu seluruh petani mendapatkan air secara serempak, baik pada musim hujan maupun musim kemarau, serta metode bergilir yaitu seluruh petani mendapatkan air secara tidak serempak, tetapi mendapatkan air pada waktu tertentu saja. 2. Operasi dan pemeliharaan fasilitas Suatu subak harus mengoperasikan fasilitas irigasi yang dimiliki untuk menjamin adanya pembagian air sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Kegiatan

4 12 pengoperasian yang sering terjadi adalah pengoperasian pintu-pintu air pada bangunan bagi yaitu seperti membuka, menutup dan mengatur. Selain itu, subak juga melakukan pemeliharaan secara berkala atas berbagai fasilitas irigasi yang dimiliki, sehingga dapat berjalan dan berfungsi dengan baik. Dengan adanya pemeliharaan tersebut, maka subak mengerahkan sumberdaya dari anggotanya, seperti tenaga kerja, bahan-bahan ataupun uang. 3. Penanganan konflik Pada umumnya, konflik yang sering terjadi pada subak bersumber pada masalah pembagian air irigasi. Walau demikian, berbagai konflik yang sering terjadi pada subak dapat diatasi secara musyawarah mufakat atau kekeluargaan yang terdapat pekaseh didalamnya sebagai penengah. 4. Kegiatan upacara keagamaan Hal yang menarik pada subak selain keindahan alamnya, kegiatan upacara keagamaan juga ada di dalamnya. Berbagai jenis kegiatan upacara keagamaan yang ada di subak yaitu pada tingkat petani individual, tingkat tempek, tingkat subak, tingkat subak-gede, sampai ke tingkat pasedahan agung. Sudarta dan Dharma (2013) mengklasifikasikan fungsi subak menjadi fungsi internal dan eksternal sebagai berikut. 1. Fungsi internal Fungsi internal merupakan fungsi yang berorientasi pada keperluan subak itu sendiri. Terdapat enam fungsi internal pokok subak sebagai berikut.

5 13 a. Pelaksanaan kegiatan ritual b. Pendistribusian air irigasi c. Pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya. d. Penanganan konflik 2. Fungsi eksternal Fungsi eksternal subak adalah fungsi subak yang bermanfaat bagi keperluan masyarakat luas, di samping juga untuk keperluan subak dan anggotanya. Berikut ini diuraikan beberapa fungsi eksternal subak. a. Penyangga atau pendukung ketahanan pangan b. Pelestarian alam lingkungan c. Pelestari kebudayaan Bali dan agraris d. Penyangga nilai-nilai tradisional e. Pendukung pembangunan agrowisata f. Penunjang pembangunan koperasi unit desa (KUD) Peraturan subak (Awig-awig dan pararem subak) Subak merupakan suatu lembaga yang otonom dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur para anggotanya dalam melakukan kegiatan-kegiatan organisasi yang menjadi pedoman bagi seluruh anggota subak termasuk pengurus agar tidak adanya suatu penyimpangan. Aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi subak disebut dengan awig-awig maupun pararem. Awig-awig merupakan anggaran dasar dalam suatu organisasi, sedangkan pararem merupakan anggaran rumah tangga dalam suatu

6 14 organisasi. Substansi pada awig-awig menyangkut mengenai hal-hal yang pokok saja, sebaliknya substansi pada pararem menyangkut mengenai hal-hal yang lebih rinci. Jika pernyataan di awig-awig sudah jelas, maka di pararem akan dikatakan cukup jelas, serta jika di awig-awig ada yang tidak jelas, maka akan dibahas di pararem. Awig-awig dan pararem digunakan sebagai pedoman bertingkah laku oleh anggota subak, sehingga awig-awig dan pararem dipatuhi. Peran awig-awig dan pararem sangat penting bagi kelestarian dan keberlanjutan subak baik secara sekala (nyata dan kasat mata) maupun niskala (tidak kasat mata). Secara sekala, awig-awig dan pararem mengatur perilaku krama (anggota) subak menyangkut tata cara berinteraksi sosial dengan sesama anggotanya. Hal-hal yang diatur biasanya menyangkut hak dan kewajiban anggota dan pengurus subak, larangan dan sanksi yang dikenakan jika terjadi pelanggaran, penanganan konflik antar anggota, pengaturan pola tanam, pengaturan pembagian air irigasi, dan pengerahan tenaga dan sumberdaya lainnya bagi kepentingan subak. Secara niskala, awig-awig dan pararem mengatur tatacara upacara agama yang berkaitan dengan siklus hidup tanaman padi di sawah dan di Pura subak baik menyangkut penentuan hari baik, tata urutan upacara, dan larangan-larangan perilaku yang melanggar. Peran awig-awig dan pararem sangat penting dalam mengendalikan perilaku sosial anggota subak, mengatur keharmonisan, ketentraman dan ketertiban dalam lingkungan subak.

7 Tri Hita Karana (THK) Pengertian Tri Hita Karana Pada dasarnya, konsep Tri Hita Karana (THK) merupakan sebuah landasan yang bersumber dari agama Hindu. Namun sejatinya konsep ini adalah konsep universal yang eksis dalam kehidupan setiap umat beragama di dunia. Disebut eksis karena THK pada intinya mengedepankan harmoni dan prinsip-prinsip kebersamaan dalam kehidupan umat manusia (Windia dan Dewi, 2006 dalam Lestari, 2014). Secara terminalogis Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri atas kata Tri+Hita+Karana yang berarti tiga hal yang menyebabkan terjadinya kesejahteraan atau kebahagiaan. Namun secara leksikal Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga hubungan harmonis, yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (parhyangan), manusia dengan manusia (pawongan) dan manusia dengan alam (palemahan). Hal inilah yang harus dan wajib dilakukan oleh manusia, karena manusialah yang paling utama mendapatkan manfaat jika THK itu teraplikasi dengan baik. Oleh sebab itu, berhasil atau gagalnya penerapan ajaran THK tergantung pada manusia (Windia, 2005 dalam Dewi, 2014) Implementasi Tri Hita Karana dalam subak THK merupakan suatu model pengetahuan yang mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dan adaptif dengan lingkungannya dalam berbagai dimensi ruang dan waktu. Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang bersifat universal demi kesejahteraan hidup manusia dan jagat raya.

8 16 THK ini juga merupakan landasan falsafah yang menjadi dasar kehidupan subak di Bali. Adapun implementasi THK dalam subak sebagai berikut Aspek parhyangan Aspek parhyangan merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam subak, aspek parhyangan dapat ditelusuri dari fungsi subak sebagai berikut. 1. Pelaksanaan kegiatan ritual. Berbagai kegiatan ritual yang dilakukan secara kronologis oleh subak dalam satu siklus tanam padi merupakan kegiatan khas subak. Kegiatan ritual tersebut tidak ditemukan pada semua sistem irigasi yang ada di dunia. Tidak ada satu subak tanpa Pura dan kegiatan ritual. Kegiatan ritual dalam subak berfungsi sebagai penguat organisasi subak, sedangkan Pura dianggap sebagai pengawas atau kontrol sosial secara niskala (alam gaib) (Sudarta dan Dharma, 2013). 2. Pelestari kebudayaan Bali dan agraris Kebudayaan Bali berasal dari kebudayaan agraris, dimana subak merupakan wahana tumbuh dan berkembangnya kebudayaan tersebut. Oleh sebab itu, melestarikan subak berarti sekaligus melestarikan kebudayaan agraris dan kebudayaan Bali itu sendiri dan subak memegang peranan penting dalam hal ini sebagai penjaga dan pelestarinya.

9 17 3. Penyangga nilai-nilai tradisional THK sebagai landasan dan falsafah utama subak sangat mempengaruhi perilaku subak dan anggotanya dalam berkreativitas dan beraktivitas dalam pembangunan pertanian di lahan sawah. THK mengandung nilai-nilai tradisional yang sejalan dengan perkembangan ataupun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilainilai tradisional tersebut diantaranya kepercayaan dengan beragam ritual yang bersumber dari Agama Hindu, nilai kerjasama (gotong-royong dan tolong menolong), nilai musyawarah mufakat berasaskan kekeluargaan, nilai dalam awig-awig dan pararem, nilai keadilan, nilai tentang hari baik (dewase) (Sudarta dan Dharma, 2013) Aspek pawongan Pawongan merupakan sebuah konsep yang menginginkan adanya keharmonisan antara manusia dengan sesamanya. Dalam kegiatan subak, haruslah disadari bahwa anggota subak pada hakekatnya merupakan sosok manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tidak berbeda dengan sesama manusia lainnya. Secara internal, harus menjaga harmoni dalam berorganisasi maupun bekerja. Harmoni juga harus dilakukan dengan sesamanya secara eksternal, agar tidak terjadi konflik dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Konflik akan menyebabkan kegiatan subak tidak berlanjut (Windia dan Dewi, 2011). Implementasi prinsip-prinsip pawongan dalam subak sebagai berikut. 1. Pendistribusian air irigasi secara adil kepada semua anggota

10 18 Prinsipnya, pembagian air irigasi dilakukan secara adil kepada semua anggotanya dengan sistem tektek. Jika kondisi air irigasi tidak mencukupi maka diterapkan pembagian air secara bergilir, pinjam meminjam air irigasi dan pelampias yakni tambahan air irigasi untuk sawah petani yang berada di hilir atau jauh dari sumber air irigasi dan saluran air irigasi (Sudarta dan Dharma, 2013). 2. Penanganan konflik THK dalam subak selalu mengajarkan harmoni dan kerjasama antar anggota subak tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik dan pertikaian baik diantara anggota, anggota subak dengan tempek/subak, antar tempek, atau tempek dengan subak induknya bahkan subak dengan pihak luar subak. Konflik umumnya dipicu melalui keterbatasan air irigasi, terjadinya alih fungsi lahan sehingga aliran air terganggu ke subak, pencurian air, hewan peliharaan yang merusak tanaman atau merusak lahan persawahan, dan pelanggaran terhadap jadwal pola tanam. Umumnya konflik yang terjadi diusahakan terselesaikan secara kekeluargaan, baik antar pihak yang berkonflik maupun oleh pekaseh sebagai mediator. Jarang sekali ada konflik internal subak yang dimohonkan penyelesaiannya kepada pihak luar (Sudarta dan Dharma, 2013) Aspek palemahan Pada aspek palemahan mencakup prinsip-prinsip keharmonisan dalam hubungannya dengan lingkungan alam semesta di subak. Hal tersebut dapat di implementasikan dalam beragam manifestasi sebagai berikut.

11 19 1. Pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya Pemeliharaan jaringan irigasi seperti terowongan, saluran irigasi dan bangunan bagi umumnya dilakukan oleh subak secara rutin pada setiap menjelang musim tanam berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar aliran air irigasi berjalan lancar menuju lahan persawahan petani. Kegiatan ini dilakukan secara gotong royong, setelah upacara mendak toya (menjemput air) di Pura Empelan (Pura Bendung). Pemeliharaan bangunan fisik lainnya seperti Pura, balai subak dan balai timbang umumnya dipelihara secara insidental atau kalau dipandang perlu dapat dilakukan secara gotong royong atau diupahkan dengan biaya yang ditanggung secara bersama. 2. Penyangga dan pendukung ketahanan pangan Subak berfungsi sebagai pendukung ketahanan pangan, baik di tingkat keluarga atau rumah tangga serta daerah. Ketahanan pangan akan terancam apabila tidak ada subak dan sebaliknya apabila subak tetap lestari maka akan menjadi pendukung ketahanan pangan. 3. Pelestari lingkungan alam Secara fisik, subak merupakan areal sawah beririgasi yang berfungsi sebagai pengendali banjir, erosi, kebersihan udara melalui penyerapan zat-zat beracun oleh tanaman dan pengendali siklus nitrogen yang diserap oleh tanaman padi. Sawah di wilayah subak juga sebagai habitat beragam jenis flora dan fauna sehingga subak juga berfungsi sebagai pemelihara keanekaragaman hayati.

12 20 4. Penunjang pembangunan pertanian dan pedesaan Subak mempunyai fungsi penting dalam pembangunan pertanian dan pedesaan seperti pelaksana kegiatan intensifikasi pertanian, bimas dan insus merupakan program-program pemerintah yang dapat terlaksana melalui subak. Pembangunan pertanian yang dijalankan oleh subak tersebut sekaligus merupakan bagian integral dari pembangunan pedesaan secara lebih luas dimana sebagian besar masyarakat pedesaan di Bali adalah masyarakat petani. 2.3 Pelestarian atau Keberlanjutan Subak Konsep pelestarian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ( kata pelestarian berarti (1) proses, cara, perbuatan melestarikan; (2) perlindungan dari kemusnahan, kerusakan, atau usaha konservasi; (3) pengelolaan sumber daya yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai maupun keanekaragamannya. Pengertian pelestarian menurut Dinas Kebudayaan Tahun 2014 merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga dan memelihara keberadaan lembaga subak serta nilai-nilai etika, sosial dan adat istiadat yang melekat didalamnya untuk tetap dapat dipertahankan sebagai aset budaya khas masyarakat Bali yang bercirikan agraris. Hal-hal yang sampai sekarang masih melekat sebagai tugas, kewajiban dan tanggung jawab dalam mengatur kepentingan rumah tangganya sendiri meliputi:

13 21 a. Menetapkan secara bersama-sama etika, norma dan aturan hukum organisasi yang dituangkan dalam awig-awig dan pararem subak. b. Melaksanakan aktifitas-aktifitas sesuai dengan awig-awig dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Mengatur rumah tangganya sendiri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggota (krama) sejalan dengan perkembangan pembangunan terutama disektor pertanian. d. Menyelesaikan secara bijaksana masalah-masalah yang terjadi diantara anggota (krama) dengan tetap berpedoman pada awig-awig dan pararem. Berdasarkan pengertian di atas, maka pelestarian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses, cara, upaya yang dilakukan oleh Subak Padanggalak dalam menjamin terhindarnya Subak Padanggalak dari kemusnahan dan kerusakan yang mengancam eksistensi subak, dalam kerangka pemanfaatan sumber daya secara bijaksana yang menjamin kesinambungan, kualitas, dan ketersediaannya baik untuk saat sekarang maupun bagi masa depan. Pelestarian dalam penelitian ini bukanlah bersifat statis yang berarti segalanya bersifat tetap dan tidak berubah tetapi pengertian pelestarian bersifat dinamis, artinya dimana memungkinkan terjadinya perubahan tetapi masih dalam kendali keberlanjutan. Subak sebagai suatu sistem irigasi yang dikelola petani secara swadaya untuk tanaman semusim khususnya padi serta memiliki beberapa elemen yang saling terkait, yaitu organisasi petani pengelola air irigasi, jaringan irigasi dan prasarana

14 22 irigasi, ekosistem lahan sawah beririgasi, produksi pangan, dan ritual keagamaan terkait dengan budidaya padi. Guna mewujudkan kelestarian subak maka semua elemen tersebut harus dapat dijaga kelestariannya (Sutawan, 2005). Windia (2008) mengutip laporan Komisi Brundtland menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keberlanjutan atau lestari yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menjamin kebutuhan sekarang dengan mempertimbangkan generasi penerus dalam memperoleh kesempatan yang sama dalam memenuhi kebutuhannya. Dikaitkan dengan subak maka kelestarian atau keberlanjutan subak mencakup upaya yang dilakukan sehingga menjamin keberadaan subak mampu menjalankan multi perannya baik secara ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan baik bagi generasi sekarang maupun generasi selanjutnya. Sutawan (2005) menyimpulkan bahwa kelestarian subak haruslah dipahami sebagai kelestarian kelima komponen subak dan sumberdaya air di hulu sebagai lingkungan alami lokal bagian yang merupakan faktor eksternal dari sistem subak. Kelima komponen tersebut yaitu: (1) kelestarian jaringan irigasi (technical sustainability), (2) kelestarian produksi pangan dan kegiatan ekonomi (economic sustainability), (3) kelestarian ekosistem lahan sawah (ecological sustainability), (4) kelestarian nilai-nilai sosial budaya atau kegiatan ritual keagamaan (socio-cultural sustainability) dan (5) kelestarian sumberdaya bagian hulu (environmental sustainability) dapat dijaga. Jika kelima komponen tersebut diperhatikan, tergolong dalam implementasi dari falsafah THK dimana terdapat unsur parhyangan

15 23 (komponen 4), unsur pawongan (komponen 2 dan 4), dan unsur palemahan (komponen 1, 3, dan 5). Lestari yang dimaksud bukanlah subak tidak mengalami dinamika atau statis tidak mengalami perubahan tetapi perubahan yang terjadi haruslah dalam batas-batas falsafah THK sebagai dasar pembentukan dan aktifitas subak Upaya pelestarian subak Dalam konteks Indonesia dewasa ini banyak terdapat masalah terkait dengan pelestarian subak. Berbagai jenis kegiatan di Bali pada umumnya selalu disertai dengan ritual keagamaan. Subak memiliki nilai-nilai luhur yang bersifat universal yang disebut dengan Tri Hita Karana (THK). Windia (2002) dalam disertasinya berjudul: Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana, menyimpulkan bahwa sistem irigasi subak dapat ditransfer ke daerah-daerah lain di luar Bali. Windia menyarankan agar dalam mengantisipasi kemungkinan timbulnya konflik penggunaan air yang semakin multiguna di masa mendatang, baik antar sektor maupun antar wilayah. Konsep sistem subak yang berlandaskan THK mengedepankan harmoni dan kebersamaan dalam memecahkan masalah-masalah yang muncul kiranya dapat diadopsi. Hal ini berfungsi untuk mengantisipasi konflik sosial yang bersumber pada masalah air dan sejauh mungkin dapat diakomodasikan. Sementara itu, banyak kalangan menghendaki agar subak tetap dipertahankan eksistensinya karena subak merupakan warisan budaya bangsa dan diyakini menjadi tulang punggung kebudayaan Bali. Dikhawatirkan jika subak sampai hilang karena

16 24 tanah sawah telah beralih fungsi, maka kemungkinan besar kebudayaan Bali akan terdegradasi. Subak perlu dilestarikan bahkan diperkuat kelembagaannya demi menghadapi dinamika perubahan zaman. Subak perlu dilestarikan karena alasan berikut. 1. Subak memiliki kearifan lokal yang kiranya dapat mendorong keberlanjutan sumber daya air. Beberapa tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki subak seperti telah dipaparkan di atas, kiranya masih relevan untuk dipertahankan. Unsur-unsur tradisional yang perlu dipertahankan agar lebih diperkokoh, sedangkan unsur-unsur yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan masa kini maupun masa mendatang perlu dicarikan solusinya. 2. Subak mempunyai peran dan fungsi dengan eksternalitas positif meskipun amat sulit diukur dalam nilai uang. Subak memiliki berbagai peran dan fungsi, baik yang berkaitan langsung dengan manajemen air irigasi maupun peran-peran lain di luar manajemen irigasi (Sutawan, 2002: 79). 3. Subak sebagai pendukung ketahanan pangan. Bahan pokok makanan kita adalah beras. Tanpa nasi rasanya kita belum makan. Dalam kaitan ini subak sebagai penghasil padi sangat penting untuk tetap dilestarikan agar mampu menghasilkan padi dengan baik. Bagaimana seandainya subak hilang akibat sawahnya telah difungsikan untuk tujuan lain selain produksi

17 25 pangan khususnya padi? Ketahanan pangan baik di tingkat keluarga maupun di tingkat daerah pasti akan terancam. Oleh sebab itu, subak harus dipertahankan eksistensinya. Menurut Sutawan (2005) langkah-langkah strategis dalam upaya pelestarian dan pemberdayaan subak, sebagai berikut. 1. Membatasi alih fungsi lahan Hal ini berkaitan dengan status Bali yaitu sebagai destinasi pariwisata yang memerlukan lahan bagi pengembangan industri pariwisata yang mau tidak mau beberapa diantaranya memanfaatkan lahan pertanian produktif. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah alih fungsi lahan, yaitu: a. Perencanaan tata ruang dan penggunaan tanah yang cermat dengan mempertimbangkan ketersediaan air, b. Pembuatan perangkat hukum atau peraturan yang melarang penggunaan sawah untuk usaha non pertanian pada tempat-tempat yang sudah jelas ditetapkan sebagai tempat konservasi sawah dengan penegakan hukum yang ketat, c. Bebas pajak bagi petani anggota subak dan insentif lainnya untuk mendorong para petani tidak mengalihfungsikan sawahnya. 2. Mengurangi kesenjangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan atau lebih khusus lagi antara petani dan non petani. Hal ini dapat dicapai melalui:

18 26 a. Kebijakan pemerintah di bidang pertanian seperti kebijakan harga gabah dan kebijakan perdagangan komoditi pertanian berpihak kepada petani yang menjamin peningkatan kesejahteraan keluarga petani. b. Pembangunan industri pedesaan yang berbasis pertanian guna meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan penduduk desa. c. Perbaikan dan peningkatan prasarana di pedesaan seperti transportasi, komunikasi, pelayanan kesehatan, pendidikan, air minum, perkreditan desa, dan lain-lain. Hal-hal ini akan mengurangi adanya migrasi ke kota agar para masyarakat betah tinggal di desa sebagai petani ataupun pekerjaan lain yang tersedia di desa. 3. Memperkuat atau memberdayakan kelembagaan subak, melalui pendekatanpendekatan berikut: a. Peningkatan penyediaan pelayanan pendukung (support services) seperti kredit usaha tani yang mudah di akses petani tanpa prosedur berbelit-belit, informasi pasar, dan penyuluhan pertanian. b. Pelatihan atau pendidikan khususnya bagi para pimpinan subak dalam berbagai bidang seperti operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, kepemimpinan, kewiraswastaan, pembukuan keuangan, serta perkoperasian. c. Memfasilitasi pengembangan subak menjadi lembaga irigasi berorientasi agribisnis; agrowisata; dan ekowisata guna meningkatkan kemampuan

19 27 finansialnya tanpa mengabaikan tugas-tugas pokoknya sebagai pengelola air irigasi yang bercorak sosio-religius. d. Memfasilitasi kemitraan subak dengan desa adat atau desa pakraman, koperasi, asosiasi perhotelan, asosiasi restoran, dan lembaga-lembaga lain baik pemerintah maupun swasta sesuai kebutuhan. e. Bantuan pemerintah diberikan kepada subak yang benar-benar membutuhkan perbaikan jaringan irigasi yang rusak karena tidak dapat ditangani sendiri berdasarkan pendekatan partisipatoris. f. Pengakuan subak sebagai badan hukum agar dapat melakukan transaksi ekonomi dan mencari kredit di bank, melalui peraturan daerah (PERDA) tanpa harus melalui prosedur yang kini masih dianggap memberatkan petani karena harus diproses melalui Pengadilan Negeri setempat. 4. Mengurangi atau mencegah konflik pemanfaatan air dengan upaya: a. Menciptakan perangkat hukum yang mengatur hak atas air secara jelas untuk berbagai pengguna, b. Menggalang atau memfasilitasi pembentukan wadah koordinasi antar subak dalam suatu bendung (subak gede) maupun antar subak sepanjang aliran sungai (subak agung), c. Mengembangkan forum dialog antar semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) khususnya bagi pengguna air dari berbagai sektor untuk

20 28 menumbuhkan rasa saling pengertian dalam menggunakan air sebagai public goods untuk kepentingan bersama bagi semua pihak secara lebih adil, d. Mengembangkan teknologi yang memungkinkan penggunaan air secara lebih efisien baik di sektor irigasi, rumah tangga, maupun industri. 5. Melindungi sumber air irigasi serta memelihara keanekaragaman hayati dari degradasi dengan cara: a. Memberi hukuman yang berat bagi pencemar air dan pencuri kayu di hutan lindung, b. Tidak memberikan izin melakukan proyek-proyek investasi karena dapat mencemarkan lingkungan, c. Menerapkan kebijakan polluters pay principle, d. Mendorong pengembangan kehutanan berbasis masyarakat, e. Mengurangi penggunaan pupuk anorganik, pestisida dan herbisida secara berlebihan dan mendorong penerapan pertanian organik, f. Meningkatkan koordinasi antar instansi dalam menangani masalah sumberdaya air atau membentuk suatu badan otoritas air di tingkat provinsi. 2.4 Pertalian antara Pertanian (Subak) dengan Pariwisata Menurut Pitana (2005) salah satu sektor hulu yang sangat penting dalam pembangunan pariwisata Bali adalah sektor pertanian. Pertalian pertanian dengan pariwisata secara teoritis dapat dilihat karena pariwisata membutuhkan berbagai hal yang disediakan oleh sektor pertanian. Pertanian merupakan penyedia berbagai

21 29 kebutuhan pokok pariwisata seperti bahan makanan (buah, sayur, biji-bijian, hasil ternak dan sebagainya), objek dan daya tarik wisata (alam, terasering lahan pertanian, pemandangan hamparan persawahan, tanaman khas, budaya pertanian, aktifitas usahatani dan sebagainya). Bahkan, bagi Bali subak merupakan salah satu daya tarik wisata yang sangat menarik bagi wisatawan baik diintegrasikan dalam konsep pengembangan agrowisata maupun ekowisata. Kebudayaan yang menjadi modal utama pengembangan pariwisata budaya di Bali pada intinya merupakan budaya petani (agrarian-based culture) yang didominasi oleh budaya lahan basah (rice-based culture). Sebagaimana telah dibahas sebelumnya basis pertanian lahan basah yang utama di Bali adalah subak. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di Bali sangat mempunyai pertalian erat dengan subak. Subak menjadi wahana pelestaraian budaya Bali yang menjadi modal dan daya tarik utama dalam pariwisata budaya dan sebaliknya pariwisata menjadi pasar bagi produk pertanian dalam arti luas. Pertalian antara pariwisata dengan pertanian juga terjadi secara tidak langsung melalui berbagai aktivitas ekonomi lainnya yang terkait dengan pertanian secara berantai misalnya, dengan adanya pariwisata maka orang akan mendapat pendapatan lebih besar sehingga memiliki daya beli lebih tinggi sehingga mampu membeli barang-barang yang lebih mahal. Salah satunya produk hortikultura dan produk pertanian lainnya akan meningkat permintaannya.

22 Agrowisata sebagai Daya Tarik Wisata Pertanian Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 6, menyatakan bahwa daya tarik wisata (DTW) adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Terdapat empat jenis daya tarik wisata (DTW) sebagai berikut. 1. Daya tarik wisata alam, yaitu meliputi pemandangan alam, laut, pantai, dan lainlain yang termasuk di dalamnya hamparan lahan pertanian. 2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yaitu meliputi arsitektur bersejarah dan modern, monument, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko, dan tempattempat perbelanjaan lainnya. 3. Daya tarik wisata budaya, yaitu meliputi sejarah, agama, foklor, seni, teater, hiburan dan museum. 4. Daya tarik wisata sosial, yaitu meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas dan pelayanan masyarakat. Selain empat komponen tersebut, daya tarik wisata juga harus memiliki komponen aksesibilitas dan amenitas. Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana transportasi dengan menghubungkan daya tarik wisata yang satu dengan daya tarik wisata lainnya di daerah tujuan wisata mulai dari transportasi darat, laut, dan udara. Aksebilitas juga mencakup peraturan atau regulasi pemerintah yang mengatur tentang rute dan tarif angkutan. Amenitas adalah infrastruktur yang menjadi bagian dari

23 31 kebutuhan wisatawan seperti fasilitas akomodasi, restoran, bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha penyewaan (rental), olahraga dan informasi. Daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orijinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orijinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan orijinalitas, otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Berdasarkan pengertian daya tarik wisata di atas, agrowisata merupakan salah satu daya tarik wisata yang mengandalkan sektor pertanian dengan segala aktifitas baik menyangkut usahataninya (on farm) maupun kegiatan di luar usahatani yang masih berhubungan dengan pertanian (off farm) misalnya aktifitas sosial dan budaya pertaniannya. Tujuan dari agrowisata yaitu untuk memperluas pengetahuan, hubungan usaha di bidang pertanian dan pengalaman rekreasi. Peningkatan pendapatan petani bisa diperoleh dari kegiatan agrowisata dalam memanfaatkan lahannya serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan alaminya (Utama, 2011). Rahardi (2003) mendefinisikan agrowisata sebagai salah satu kegiatan wisata ke objek-objek pertanian dalam arti luas, baik di sektor hulu, tengah maupun hilir. Kegiatan ini dikelola berdasarkan tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial

24 32 bagi pelakunya. Sedangkan menurut Sutjipta (2008), agrowisata merupakan sebuah sistem kegiatan terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata serta pertanian yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Menurut Windia dan Suamba (2010), agrowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata alternatif yang sedang berkembang dengan pesat. Beberapa negara mengembangkan jenis wisata ini untuk melengkapi daya tarik wisata konvensional (sun, sea, and sand) yang telah dikenal wisatawan. Dari segi substansinya kegiatan agrowisata lebih menitikberatkan pada upaya menampilkan kegiatan pertanian dan suasana pedesaan sebagai daya tarik utama wisatanya tanpa mengabaikan segi kenyamanan. Potensi agrowisata dapat dibedakan menjadi agrowisata alami dan buatan manusia. Agrowisata alami dapat berupa kondisi iklim seperti udara bersih dan sejuk, suhu dan matahari yang nyaman, kesunyian berupa pemandangan alam seperti panorama pegunungan yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas, serta sumber air kesehatan seperti air mineral dan air panas. Sedangkan agrowisata buatan manusia dapat berupa fasilitas atau prasarana, peninggalan sejarah dan budidaya, serta pola hidup masyarakat dan taman-taman sebagai tempat rekreasi atau olahraga. Selain itu, pembagian agrowisata juga terbagi menjadi dua yaitu agrowisata ruang tertutup dan agrowisata ruang terbuka. Agrowisata ruang terbuka sering dijumpai oleh sebagian besar wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara.

25 33 Keberhasilan suatu agrowisata ditentukan oleh faktor-faktor pendukung yang terkait dalam atraksi yang ditawarkan sebagai kawasan agrowisata (Syamsu, 2001) sebagai berikut: 1. Kelangkaan Jika wisatawan melakukan wisata di suatu kawasan agrowisata, wisatawan mengharapkan suguhan hamparan perkebunan atau taman yang mengandung unsur kelangkaan karena saat ini tanaman tersebut jarang ditemukan. 2. Kealamiahan Jika objek wisata tersebut tercemar atau penuh dengan kepalsuan, maka wisatawan akan merasa sangat tertipu dan tidak ingin berkunjung kembali. 3. Keunikan Keunikan yang dimaksud adalah sesuatu yang benar-benar berbeda dengan objek wisata lainnya. Keunikan dapat saja berupa budaya, tradisi, dan teknologi lokal tempat objek wisata tersebut dikembangkan. 4. Optimalisasi penggunaan lahan Lahan-lahan pertanian atau perkebunan diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal, jika objek agrowisata ini dapat berfungsi dengan baik. Tidak ditemukan lagi lahan tidur, namun pengembangan agrowisata ini berdampak positif terhadap pengelolaan lahan dan jangan pula dieksploitasi dengan semena-mena.

26 34 5. Pelibatan tenaga kerja Pengembangan agrowisata diharapkan dapat melibatkan tenaga kerja setempat, agar masyarakat lokal tidak tergusur akibat pengembangan objek wisata tersebut. 6. Keadilan dan pertimbangan pemerataan Pengembangan agrowisata diharapkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat secara keseluruhan, baik masyarakat petani atau desa, penanam modal atau investor, regulator dengan melakukan koordinasi di dalam pengembangan secara detail dari input-input yang ada. 7. Penataan kawasan Agrowisata pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan sistem pertanian dan sistem pariwisata sehingga membentuk kawasan objek wisata yang menarik. Keuntungan dari adanya pengembangan agrowisata bagi petani lokal (Lobo, dkk dalam Utama, 2011) sebagai berikut. 1. Agrowisata dapat memunculkan peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan taraf hidup serta kelangsungan operasi mereka. 2. Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang banyak atau masyarakat tentang pentingnya pertanian dan kontribusinya untuk perekonomian secara luas dan meningkatkan mutu hidup. 3. Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa (agrowisata).

27 35 4. Agrowisata dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, membantu perkembangan regional dalam memasarkan usaha, menciptakan nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat di daerah tempat agrowisata dikembangkan. Agrowisata memiliki motivasi untuk mempertambah pendapatan bagi petani karena agrowisata memberikan kesempatan atau peluang untuk mendidik orang banyak atau masyarakat tentang pertanian dan ekosistem. 2.6 Kerangka Pemikiran Umumnya, subak di perkotaan selalu mengalami ancaman dan tantangan yang lebih besar daripada subak di pedasaan, sehingga perlu melakukan pelestarian subak baik secara internal maupun eksternal. Dalam hal ini, subak perkotaan yang harus dilestarikan adalah Subak Padanggalak yang terletak di Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Upaya pelestarian Subak Padanggalak dilihat dari internal berupa implementasi THK (aspek parhyangan, pawongan dan palemahan). Sedangkan aspek eksternal berupa peran pemerintah dan swasta, baik dalam bentuk bantuan material maupun non material. Hasil penelitian nantinya menghasilkan rekomendasi mengenai upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menjamin kelestarian subak khususnya subak perkotaan. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat disimak dalam Gambar 2.1.

28 36 Pelestarian Subak di perkotaan Pelestarian Subak Padanggalak, Desa Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur Internal Eksternal Tri Hita Karana (THK) Peran pemerintah dan swasta (Agrowisata) Parhyangan (hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan) Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia) Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungan) Peran material (bantuan program fisik, dana, dan bebas pajak dari pemerintah) Peran non material (pengembangan SDM, pelatihan, dan pembinaan) Analisis Kualitatif Simpulan Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Upaya Pelestarian Subak di Perkotaaan (2015)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta. Pari mempunyai arti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan kata wisata mempunyai arti perjalanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk pemanfaatan ruang secara optimal, serasi, seimbang, dan lestari di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki peran sentral dalam pertanian. Kabupaten Tabanan yang memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah perkembangan industri pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atraksi di tempat tujuan (Suyitno, 2006). Wisata memiliki karakteristik. kembali ke tempat asalnya.

TINJAUAN PUSTAKA. atraksi di tempat tujuan (Suyitno, 2006). Wisata memiliki karakteristik. kembali ke tempat asalnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang, bersifat sementara, serta untuk menikmati objek dan atraksi di tempat tujuan (Suyitno, 2006).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang mengandalkan sektor pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 Tentang : Pengusahaan Pariwisata Alam Di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 18 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Menurut Trisno (1994), ada dua pertanian yaitu pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah menganalisis hasil penelitian dan pengolahan data, maka penulis mengambil kesimpulan, yaitu : Sebagai suatu bentuk struktur dari kegiatan pariwisata, desa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Bali sebagai daerah yang terkenal akan kebudayaannya bisa dikatakan sudah menjadi ikon pariwisata dunia. Setiap orang yang mengunjungi Bali sepakat bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang sifatnya sudah berkembang dan sudah mendunia. Indonesia sendiri merupakan negara dengan potensi pariwisata yang sangat tinggi. Pemerintah

Lebih terperinci