LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU KAKAO. Oleh: Qoimatul Fitriyah / THP A / 7

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU KAKAO. Oleh: Qoimatul Fitriyah / THP A / 7"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU KAKAO Oleh: Qoimatul Fitriyah / THP A / 7 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2015

2 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sangat tergantung pada produksi pertanian. Oleh karena itu, pembangunan di sektor pertanian merupakan syarat mutlak untuk membangun ekonomi nasional. Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangkan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di sepanjang khatulistiwa, secara geografis merupakan daerah tropis yang mempunyai potensi baik untuk pengembangan kakao. Produksi hulu tanaman kakao adalah untuk menghasilkan biji kakao yang sesuai dengan mutu yang ditetapkan baik oleh badan standarisasi nasional maupun internasional. Di Indonesia syarat mutu biji kakao ditentukan dalam SNI 2323:2008. Pengolahan hulu kakao memerlukan beberapa tahapan proses yang sangat menentukan mutu biji kakao yang dihasilkan. Mutu fisik biji kakao umumnya dipengaruhi oleh keadaan daerah seperti ketinggian daerah tanaman, iklim setempat, pemeliharaan tanaman dan pengolahan. Selain itu teknik budidaya dan varietas kakao juga berpengaruh terhadap mutu fisik biji kakao yang akan dihasilkan. Biji kakao yang dhasilkan masyarakat Indonesia berasal dari olahan rakyat dan perkebunan. Biji kakao yang dihasilkan oleh rakyat pada umumnya tidak semua dilakukan fermentasi dan menggunakan teknologi yang sangat sederhanan sehingga kualitas bijinya kurang baik. Fermentasi merupakan proses pengolahan biji kakao yang harus dilakukan untuk menghasilkan biji kakao dengan kualitas baik. Pada umumnya biji kakao yang diproduksi oleh perkebunan sudah melalui proses fermentasi dan pengolahan yang mengacu pada SNI sehingga mutu biji kakao yang dihasilkan cukup baik. Pengamatan dan pengujian mutu biji kakao mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh BSN yang tercantum dalam SNI 2323:2008. Oleh karena itu, pada praktikum ini dilakukan pengamatan dan pengujian mutu biji kakao berdasarkan SNI yang meliputi pengamatan adanya serangga hidup/benda asing, penentuan

3 kadar air, penentuan adanya biji berbau asap abnormal/bau asing lainnya, penentuan kadar kotoran, penentuan jumlah biji kakao/100 gram, dan penentuan kadar biji cacat pada kakao. 1.2 Tujuan Praktikum Tujuan dilakukan praktikum ini adalah sebagai berikut: Mengetahui adanya serangga hidup atau benda asing lain pada kakao. Mengetahui kadar air kakao yang difermentasi dan tidak difermentasi. Mengetahui adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya. Mengetahui adanya kotoran dan cara perhitungan kadar kotoran pada biji kakao. 5. Mengetahui mutu kakao dari jumlah biji kakao per seratus gram. 6. Mengetahui ciri-ciri biji kakao kering yang cacat (biji berjamur, slaty, berserangga dan berkecambah). BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao

4 Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh (Spillane, 1995). Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malvales Famili : Sterculiaceae Genus : Theobroma Spesies : Theobroma cacao, L. (Poedjiwidodo, 1996). Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai iklim tropis. Sunanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu: 1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif. 2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit

5 dibandingkan kakao mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia. 3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback) serta aspek agronominya mudah. Menurut Hatmi dan Rustijarno (2012) dalam pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian, pengolahan biji kakao menurut melalui beberapa tahap sebagai berikut: 1. Panen Panen adalah proses awal penentuan kualitas biji kakao kering. Buah kakao yang belum siap panen akan memberikan rendemen dan kualitas biji yang rendah. Kematangan buah kakao ditandai dengan adanya perubahan warna kulit kakao mencapai dua pertiganya dan apabila buah kakao digoyangkan, maka akan terdengar biji kakao terkoyak. 2. Sortasi buah kakao Sortasi buah kakao disebut juga sortasi basah atau sortasi kebun. Sortasi ini dilakukan sebelum pemecahan buah dan pengambilan biji dari dalam buah. Sortasi ini bertujuan untuk menseleksi atau memisahkan buah kakao menjadi dua kelompok besar yaitu buah yang sehat dan masak optimal dengan yang tidak atau kurang sehat dan belum masak optimal (seperti: diserang ulat buah, salah petik, dimakan tupai, dsb). 3. Pemeraman/penyimpanan buah kakao

6 Petani sering melakukan proses ini untuk menunggu terpenuhinya kapasitas wadah fermentasi. Tetapi tidak diketahui oleh petani bahwa biji kakao yang terdapat didalam buah terus mengalami proses hidup. Waktu penyimpanan yang terlalu lama menyebabkan biji kakao berkecambah. Hal ini secara otomatis akan menurunkan kualitas dan tidak terpenuhinya persyaratan SNI biji kakao. Lama pemeraman disarankan dilakukan sesingkat mungkin dan harus segera dipecah. Pemeraman buah kakao tidak dianjurkan dalam menghasilkan biji kakao sesuai SNI. Apabila pemeraman buah kakao harus dilakukan karena hal yang sangat penting, maka disarankan lama pemeraman dilakukan sesingkat mungkin dan segera dipecah (maksimal hari ke-3 setelah panen). Pemeraman buah kakao sebaiknya dilakukan dengan cara dihampar diatas lantai yang diberi alas. 4. Pemecahan buah kakao Pemecahan buah kakao bertujuan untuk mengambil biji dari dalam buah. Alat pemecahan buah kakao disarankan menggunakan kayu atau bahan yang tidak terbuat dari besi dan bersisi tumpul. Hal ini untuk menghindari luka pada biji kakao yang menyebabkan kualitas biji kakao kering turun. Luka biji kakao yang disebabkan oleh besi dan benda tajam mengakibatkan biji kakao segar berwarna coklat hitam. Ini dikarenakan sifat besi sebagai katalisator apabila kontak dengan senyawa polifenol pada biji kakao. 5. Sortasi biji kakao basah Proses seleksi atau pemilahan biji kakao sangat menentukan input sebelum proses pemeraman atau fermentasi. Input yang baik akan memberikan hasil dan kualitas yang baik dan persentase rendemen yang tinggi. 6. Fermentasi biji kakao Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp dan sebagai bentuk usaha agar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam keping biji. Penghancuran pulp ini memiliki peran agar keping biji kakao menjadi lebih bersih dan cepat kering, sedangkan reaksi kimia dan biokimia ini mememiliki peran membentuk prekursor senyawa aroma dan warna pada kakao. Selama proses fermentasi mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan pada biji kakao, seperti: pulp terurai, terjadi fermentasi gula dalam lapisan pulp menjadi alkohol,

7 adanya kenaikan suhu, terjadi oksidasi oleh bakteri, terjadinya perubahan alkohol menjadi asam asetat, menyebabkan kematian biji, kehilangan daya berkecambah, terjadi difusi zat warna dari kantong sel, terjadi dektruksi zat warna antosianin, terjadi pembentukan prekursor aroma dan warna. Agar perubahan tersebut dapat berhasil optimal, maka pulp sebagai media utama harus sesuai untuk pertumbuhan mikrobia. Pulp yang sesuai berasal dari buah kakao yang sehat dan masak optimum, sehingga perbandingan kandungan gula dan asam optimal untuk pertumbuhan yeast. Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) fermentasi dengan menggunakan keranjang/tomblok, 2) fermentasi dengan penimbunan diatas permukaan tanah yang dialasi daun pepaya, dan 3) fermentasi dengan menggunakan kotak kayu. Penggunaan kota kayu sebagai wadah fermentasi memberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari dua cara fermentasi tradisional lainnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao, antara lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan pengadukan/ pembalikan, aerasi, iklim, kemasakan buah, wadah dan kuantitas fermentasi. Fermentasi untuk biji kakao jenis lindak membutuhkan waktu lebih lama, yaitu 5 hari, sedangkan biji kakao mulia lebih pendek berkisar 3 hari. Fermentasi yang terlalu lama meningkatkan kadar biji kakao berjamur dan berkecambah, sedangkan fermentasi yang singkat menghasilkan kadar biji slaty (biji tidak terfermentasi) tinggi. Selain lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas biji kakao yang dihasilkan. Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan kuantitas minimal 40 kg. Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi menyebabkan suhu fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang dihasilkan, tetapi biji yang berjamur. Proses pembalikan pada saat fermentasi harus dilakukan setelah 48 jam. Hal ini untuk diperolehnya keseragaman fermentasi biji kakao. Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yang ditengah dihasilkan panas optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan yang diatas, di bawah, dan samping akan berakibat sebaliknya. 7. Perendaman dan Pencucian

8 Kegiatan perendaman bertujuan untuk menghentikan aktivitas fermentasi, dapat mengurangi kadar asam asetat yang terdapat dalam biji dan menaikkan persentase biji bulat. Perendaman sebaiknya dilakukan selama 2-3 jam, lebih dari itu tidak memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa pulp yang masih menempel, sehingga meminimalisir serangan jamur dan hama pada biji kakao kering selama penyimpanan dan memperbaiki warna dan kenampakan biji kering menjadi lebih bersih. Kegiatan perendaman dan pencucian kakao hasil fermentasi juga berpotensi memiliki pengaruh kurang baik diantaranya berat masa biji kakao berkurang (4,5%), karena beberapa senyawa dari keping biji keluar, persentase biji pecah menjadi lebih besar, kulit biji menjadi lemah dan membutuhkan tenaga dan air lebih banyak. Oleh karena itu, kegiatan ini baik dilakukan untuk hasil akhir yang lebih baik, apabila harga biji kakao kering telah memadai dengan biaya proses produksinya. 8. Pengeringan Teknik pengeringan biji kakao ada 3, yaitu: 1) pengeringan dengan sinar matahari, 2) menggunakan alat pengering dan 3) perpaduan keduanya. Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani selama ini adalah menggunakan sinar matahari. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar matahari lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk mencapai kadar air dibawah 7,5%. Kadar air biji kakao kering yang lebih dari 7,5% tidak memenuhi persyaratan SNI. Lama tidaknya proses pengeringan sangat tergantung pada intensitas sinar matahari yang menyinari. 9. Tempering, Sortasi dan Grading biji kakao kering Sebelum dikemas, biji kakao yang telah kering dan mencapai kadar air yang ditetapkan, maka biji kakao perlu didiamkan/dihampar (tempering) untuk menetralkan suhu didalam biji dengan suhu ruangan selama semalam atau

9 menyesuaikan dengan kelembaban relatif udara sekitar. Kemudian dilakukan seleksi dan pengkelasan biji kakao yang baik dengan yang kurang baik sesuai dengan ukuran dan tampilan visualnya. Pengkelasan mutu biji kakao ini telah diatur di dalam SNI biji kakao Pengemasan dan Penyimpanan Pengemasan biji kakao sebaiknya dilakukan setelah biji dingin dengan menggunakan plastik PP (Poly Prophylene) dengan tebal 0,8 mm atau dapat menggunakan karung goni/bagor yang bersih. Kemasan ditutup rapat untuk menjaga kontaminasi dari serangga dan kotoran serta untuk mempertahankan kadar air biji kakao. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan hingga kadar air < 7,5%, biasanya mengalami penyimpanan selama 9 sampai 12 bulan di wilayah tropik. Kerusakan biji kakao di wilayah tropis lebih disebabkan oleh jamur dan serangga. Teknologi pengolahan biji kakao sesuai SNI biji kakao dapat meningkatkan kualitas produk kakao sehingga memenuhi tuntutan mutu sesuai permintaan pasar, dalam upaya meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi. 2.1 Syarat Mutu Biji Kakao Berdasarkan SNI :2008 menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan kedalam tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan: AA : maksimum 85 biji per seratus gram A : biji per seratus gram B : biji per seratus gram C : biji per seratus gram S : lebih besar dari 120 biji per seratus gram

10 Syarat umum biji kakao menurut SNI 2323:2008 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat umum biji kakao No Jenis uji Serangga hidup Kadar air Biji berbau asap dan atau hammy 4. dan atau berbau asing Kadar benda asing Satuan Persyarata % fraksi massa - n Tidak ada Maks. 7,5 Tidak ada - Tidak ada Sedangkan persyaratan khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat khusus kakao biji menurut SNI 2323:2008 Jenis mutu Kakao Kakao Kadar Kadar Persyaratan Kadar biji Kadar Kadar biji Mulia Lindak biji biji slaty berserangg kotoran berkecamba (Fine (Bulk berjamur (biji/biji a (biji/biji) waste h (biji/biji) Cocoa Cocoa (biji/biji) ) (biji/biji Maks. 3 Maks. 1 ) Maks. Maks. 2 Maks. 3 Maks. 3 ) I F ) I B Maks. 2 II F II B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 1,5 Maks. III F III - B Maks. 4 Maks. Maks. 2 2,0 Maks. 20 3,0 BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

11 3.1 Alat dan Bahan Alat Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: a. b. c. d. e. f. Neraca analitis Pisau Botol timbang Eksikator Oven Penjepit Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: a. b. c. d. Biji kakao rakyat Biji kakao fermentasi Tissue Label 3.2 Skema Kerja Penentuan adanya serangga hidup Kakao dalam kemasan Pembukaan Pengamatan serangga, benda asing 10 alir g biji kakao serangga hidup Gambar 1. Diagram penentuan Pengecilan ukuran Kadar air Pemasukan dalam botol timbang Pengovenan, 103 ± 2 C, 16 jam Eksikator, 15 menit Penimbangan

12 Gambar 2. Diagram alir penetuan kadar air Penentuan biji berbau asap abnormal/berbau asing lainnya Biji kakao Pembelahan Pengamatan aroma Gambar 3. Diagram alir penentuan biji berbau asap abnormal/bau asing lainnya Kadar kotoran 1000 g kakao Pengamatan kotoran Penimbangan Penghitungan kadar kotoran

13 Gambar 4. Diagram alir penentuan kadar kotoran Jumlah biji kakao/100 gram 100 g biji kakao Penghitungan jumlah biji Penggolongan (AA, A, B, C, S) Gambar 5. Diagram alir penentuan jumlah biji kakao/100 g 150 keping biji kakao Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, slaty, berserangga, dan Pemotongan memanjang berkecambah) Pengamatan Perhitungan Penentuan kadar masing-masing biji cacat

14 Gambar 6. Diagram alit penentuan biji cacat BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan Shift 1 Parameter Pengamatan Hasil

15 Serangga hidup Benda asing Kadar air Biji berbau asap abnormal Biji berbau asing Plasenta Biji dempet Pecahan biji Pecahan kulit Biji pipih Ranting Jumlah biji/100gram Biji berjamur Biji slaty Biji berserangga Biji berkecambah Kakao Rakyat Ada Ada 4,4 % 2,2 g/1000 g 80,02 g/1000 g 298,18 g/1000 g 74,66 g/1000 g 283,41 g/1000 g biji/150biji 16 biji/150biji 22 biji/150 biji 10 biji/150 biji Kakao Puslit ada ada 4,2 % 4,38 g/1000 g 4,19 g/1000 g 111,14 g/1000 g biji/150 biji 32 biji/150 biji 22 biji/150 biji Shift 2 Pengamatan Serangga hidup Benda asing Kadar air Biji berbau asap abnormal Biji berbau asing asing lain Plasenta Biji dempet Pecahan biji Pecahan kulit Biji pipih Ranting Jumlah biji/100gram Hasil Kakao Rakyat Ada Ada 5,5 2,2 g/1000 g 80,02 g/1000 g 298,18 g/1000 g 74,66 g/1000 g 283,41 g/1000 g 136 Kakao Puslit ada ada 4,3 4,38 g/1000 g 4,19 g/1000 g 111,14 g/1000 g 119

16 Biji berjamur Biji slaty Biji berserangga Biji berkecambah 18 biji/150 biji 56 biji/150 biji 2 biji/150 biji 1 biji/150 biji 42 biji/150 biji 22 biji/150 biji 15 biji/150 biji Hasil Perhitungan Shift 1 Jenis Bera Berat Berat botol Berat Berat air Kadar Kakao/ul t botol timbang + bahan yang air (%) angan sam timbang bahan setelah menguap pel (g) setelah pengove (g) pengovenan nan (g) (g) Rakyat/1 Rakyat/ ,03 11,07 (g) 26,81 15,85 4,78 4,78 Puslit/1 Puslit/ ,54 11,77 16,33 16,56 4,79 4,79 0,22 0,22 rata-rata 0,21 0,21 rata-rata 4,4 4,4 4,4 4,2 4,2 4, Shift 2 Jenis Berat Berat Berat botol Berat Berat Kadar kakao/ulanga sampel botol timbang + sampel air (g) air n (g) timban sampel setelah (%)

17 g (g) setelah oven pengovenan (g) 4,7 4,75 4,79 4,78 Rakyat / U1 Rakyat / U ,77 11,66 (g) 17,47 16,41 Puslit / U1 Puslit / U ,67 11,78 17,46 16,56 0,3 0,25 Rata-rata 0,21 0,22 Rata-rata 6 5 5,5 4,2 4,4 4,3 BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan Penentuan adanya serangga hidup Penentuan adanya serangga hidup bertujuan untuk mengidentifikasi mutu biji kakao berdasarkan SNI 2323:2008. Menurut SNI, biji kakao berkualitas baik tidak ada serangga hidup maupun benda asing lain didalamnya. Biji kakao dalam kemasan dikeluarkan dari kemasannya dan diamati keberadaan serangga hidup dan benda asing lainnya. Apabila tidak ditemukan adanya serangga hidup maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan serangga hidup maka dinyatakan ada. Apabila tidak ditemukan adanya benda asing maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan benda asing maka dinyatakan ada Penentuan kadar air Kada air biji kakao kering menurut SNI 2323:2008 adalah dibawah 7,5 %. Biji kakao yang akan diukur kadar airnya dihancurkan terlebih dahulu (sekitar 5 mm) untuk memperluas permukaan sehingga penguapan berjalan lebih efisien. Hal yang harus diperhatikan dalam pengecilan ukuran adalah menghindari biji kakao terbentuk pasta. Biji kakao yang sudah dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan kedalam dua botol timbang masing-masing 5 gram yang sudah diketahui beratnya. Botol timbang yang digunakan sebelumnya telah dioven untuk menghilangkan air yang mungkin terserap dalam botol timbang.

18 Tempatkan botol timbang beserta isinya dalam oven pada suhu 103 C ± 2 C selama 16 jam dengan tidak sekali-kali membuka oven karena akan mempengaruhi berat botol timbang dan isinya. Setelah 16 jam botol timbang dikeluarkan dari oven, dimasukkan kedalam eksikator selama 15 menit untuk menyeimbangkan RH (Relative Humidity), kemudian ditimbang hingga diperoleh berat konstan. Menurut SNI 2323:2008, kadar air dinyatakan dalam persentase bobot/bobot sebagai berikut. (M1-M2)/ (M1-M0) X 100% Mo bobot botol timbang, dinyatakan dalam gram M1 bobot botol timbang dan contoh uji sebelum pengeringan, dinyatakan dalam gram M2 bobot botol timbang dan contoh uji sebsudah pengeringan dinyatakan dalam gram Penentuan biji berbau asap abnormal/berbau asing lainnya Untuk mengamati adanya aroma asap abnormal/bau asing lainnya, biji kakao dibelah terlebih dahulu dan dilakukan pengamatan. Biji kakao yang sesuai dengan SNI 2323:2008 tidak berbau asap abnormal/berbau asing lainnya. Pengamatan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya dilakakan secara organoleptik dengan mencium bagian dalam dari setiap contoh uji. Apabila tidak ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya maka contoh uji dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya maka contoh uji dinyatakan ada Penetuan kadar kotoran Biji kakao yang sesuai dengan SNI 2323:2008 tidak mengandung kotoran apapun. Biji kakao yang akan diamati ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1000 gram dan diamati adanya kotoran seperti plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih maupun ranting. Kotoran tersebut dipisahkan ke dalam kaca arloji yang telah diketahui bobotnya. Kaca arloji yang berisi kotoran masing-masing ditimbang dan kadar kotoran dinyatakan dalam persentase

19 bobot/bobot. Menurut SNI 2323:2008 penentuan kadar kotoran menurut persamaan berikut. ((M2-M1)/M0) x 100% M0 bobot contoh uji dinyatakan dalam gram M1 bobot kaca arloji kosong dinyatakan dalam gram M2 bobot kaca arloji dan kotoran dinyatakan dalam gram Penetuan jumlah biji kakao per seratus gram Jumlah biji kakao per seratus gram menentukan mutu biji berdasarkan ukuran berat bijinya yang dinyatakan dalam lima golongan yaitu kelas AA, A, B, C dan S. Biji kakao ditimbang sebanyak 100 gram dan dihitung jumlahnya. Penggolongan biji kakao berdasarkan jumlahnya per seratus gram bertujuan untuk mengetahui mutunya berdasarkan SNI 2323: Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, biji berkecambah) Untuk menentukan kadar biji cacat pada kakao seperti biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan biji berkecambah diperlukan 150 sampel biji utuh. Sampel kemudian dibelah memanjang dan dilakukan pengamatan terhadap adanya biji berjamur, biji slaty, berserangga atau berkecambah. Masing-masing biji cacat dipisahkan berdasarkan jenisnya dan dihitung. Kemudian dihitung kadarnya per 150 biji kakao. 5.2 Analisa Data Penentuan adanya serangga hidup/benda asing Serangga hidup dan serangga mati adalah semua binatang-binatang kecil yang tercampur dengan biji kakao kering. Berdasarkan data pengamatan terhadap biji kakao yang tidak difermentasi dan biji kakao yang difermentasi menunjukkan bahwa kedua jenis biji kakao terdapat serangga hidup/benda asing lainnya yaitu 22 biji/150 biji. Mutu biji kakao yang sesuai dengan SNI 2323:2008 tidak mengandung kotoran atau benda asing lainnya. Menurut Basri (2010) adanya serangga dapat disebabkan karena kadar air biji kakao lebih dari 8%. Kadar air yang tinggi meningkatkan risiko terhadap kerusakan biji. Biji berserangga dapt

20 juga disebabkan oleh fermentasi yang kurang baik, penjemuran yang kurang optimal, dan tempat penyimpanan yang kurang bersih (Basri, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa mutu biji kakao tidak sesuai dengan SNI 2323: Penentuan kadar air Penentuan kadar air biji kakao menggunakan metode gravimetri yaitu dengan cara oven udara ruang pada suhu 103 C ± 2 C selama 16 jam. Menurut Wood (1975), biji kakao kering yang baik adalah biji kakao yang mempunyai kandungan air sekitar 6-7 %. Pada saat dicapai kadar air tersebut, perubahanperubahan selama penyimpanan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, hidrolisis, oksidasi asam lemak jenuh dapat dikurangi. Kadar air biji kakao yang lebih dari 8% menyebabkan biji mudah diserang jamur dan serangga, sehingga meningkatkan risiko terhadap kerusakan biji (Basri, 2010). Berdasarkan data pengamatan kadar air biji kakao adalah 4,4% untuk kakao tidak difermentasi dan 4,2% untuk kakao fermentasi. Kadar air biji kurang dari 5% akan menyebabkan biji mudah pecah (Basri, 2010). Biji kakao dengan kadar air rendah dapat menghambat perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan (Wood, 1985). Biji kakao yang tidak difermentasi memilliki kadar air lebih tinggi dibandingkan biji kakao fermentasi disebabkan pulpa pada biji fermentasi akan diuraikan oleh mikroorganisme selama fermentasi. Hal ini memyebabkan pengeringan berjalan lebih sempurna dan efektif dibandingkan jika biji kakao tidak difermentasi (Hansen, 1998). SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao kering menyebutkan bahwa kadar air maksmal biji kakao kering adalah 7,5% (BSN, 2008). Berdasarkan data pengukuran kadar air terhadap kedua jenis biji kakao kering dapat disimpulkan bahwa keduanya telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu biji kakao kering Penentuan biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya. Biji berbau adalah biji kakao kering yang beraroma di luar aroma khas kakao. Aroma khas biji kakao terbentuk pada saat fermentasi yaitu pulp teraerasi, ph menurun sampai 4,5 karena kenaikan produksi asam. Produksi asam didominasi oleh bakteri asam asetat dan bakteri asam laktat. Jika substrat pulp

21 digunakan oleh mikroorganisme sampai habis, ph akan naik sehingga menyebabkan warna kulit biji kakao menjadi gelap dan terjadi perubahan bau (Haryadi dan Supriyanto, 1991). Berdasarkan data pengamatan terhadap bau asap abnormal/bau asing lainnya pada biji kakao kering menunjukkan tidak ada bau asap abnormal atau bau asing lannya. Hal ini menunjukkan dari segi bau kedua jenis kakao tersebut sudah memenuhi standar yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao kering Penentuan adanya kotoran Kadar kotoran adalah benda-benda berupa plasenta, ranting-ranting, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih dan benda lainya yang berasal dari tanaman kakao. Berdasarkan data pengamatan, biji kakao fermentasi terdapat 4,38 g/1000 g biji dempet, 4,19 g/1000 g pecahan kulit, 111,14 g/1000 g biji pipih dan tidak ditemukan adanya plasenta, pecahan biji dan ranting. Sedangkan biji kakao yang tidak difermentasi terdapat 2,2 g/1000 g plasenta, 80,02 g/1000 g biji dempet, 298,18 g/1000 g pecahan biji, 74,66 g/1000 g pecahan kulit, 283,41 g/1000 g biji pipih dan tidak ditemukan adanya ranting. Berdasarkan keseluruhan data tersebut diketahui bahwa prosentase kotoran biji kakao rakyat (tidak difermentasi) lebih tinggi dibandingkan biji kakao yang difermentasi. Menurut SNI 2323:2008 tentang standar mutu biji kakao kering menyatakan bahwa kadar kotoran maksimum kakao jenis Forastero dan Criollo adalah 1,5% untuk mutu I; 2,0% untuk mutu II dan 3,0% untuk mutu III. Dengan demikian diketahui bahwa kedua jenis biji kakao kering sudah memenuhi standar mutu yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) tentang mutu biji kakao kering Penentuan mutu kakao berdasarkan jumlah biji kakao per seratus gram. Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram bertujuan untuk mengetahui mutu biji kakao kering berdasarkan ukurannya. Menurut data hasil perhitungan menunjukkan biji kakao yang tidak difermentasi berjumlah 112 biji/100 g. Sedangkan biji kakao yang difermentasi berjumlah 108 biji/100g. Hal ini menunjukkan biji kakao yang difermentasi memiliki ukuran lebih besar dibandingkan biji kakao yang tidak difermentasi. Menurut Wahyudi (2008),

22 ukuran biji kakao dipengaruhi oleh proses fermentasi dan tingkat kematangan buah. Tingkat kematangan buah kakao dapat memberikan pengaruh pada jumlah biji per seratus gramnya, karena saat proses fermentasi biji kakao yang matang optimum menghasilkan biji kakao kering yang utuh dan tidak gepeng Penentuan adanya biji kakao kering yang cacat (biji berjamur, biji slaty, berserangga dan berkecambah). Biji kakao cacat dapat digolongkan menjadi biji berjamur, biji slaty, biji berserangga dan biji berkecambah. Biji slaty adalah biji yang tidak terfermentasi secara sempurna, tekstur bijinya padat dan pejal seperti keju dan jika dicicipi (dikunyah) rasanya pahit dan sepat. Menurut Haryadi dan Supriyanto (1991) fermentasi yang baik adalah menggunakan kotak kayu yang berventilasi dan dilakukan pembalikan agar sirkulasi udara dapat berjalan baik untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi serta waktu fermentasinya berkisar antara5-6 hari. Biji kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibanding dengan yang terfermentasi sempurna, adapula yang mengalami fermentasi warnanya keunguan, sedangkan yang mengalami fermentasi sempurna warnanya coklat dan bukan ungu (Susanto, 1994). Berdasarkan data pengamatan menunjukkan bahwa jumlah biji slaty pada kedua jenis kakao adalah 16 biji/150 biji dan 32 biji/150 biji. Menurut data tersebut diketahui bahwa kedua jeis biji kakao kering tidak masuk kedalam standar mutu yang terdapat dalam SNI 2323:2008 (BSN, 2008). Biji berjamur adalah biji kakao yang ditumbuhi jamur atau kapang di bagian dalam atau luar dan apabila dibelah dapat dilihat dengan mata. Berdasarkan data pengamatan menunjukkan bahwa jumlah biji berjamur pada kedua jenis kakao adalah 16 biji/150 biji dan 34 biji/150 biji. Penyebab tumbuhnya jamur adalah kadar air melebihi 7,5% yang disebabkan pengeringan dengan sinar matahari (penjemuran) yang umumnya dilakukan lebih dari 7 hari. Salah satu kelemahan dari pengeringan alami, yaitu apabila cuaca buruk

23 (mendung atau hujan) maka akan memakan waktu yang cukup lama. Kondisi ini sangat memungkinkan biji kakao untuk ditumbuhi jamur (IEK, 2009). Tunbuhnya jamur juga dapat disebabkan penyimpanan biji kakao kering yang kurang baik. Imdad dan Abdjad (1995) menyimpulkan bahwa untuk menyimpan biji kakao kering agar tetap dalam kondisi baik, biji kakao sebaiknya disimpan dengan kemasan dan ditempatkan dalam ruangan yang bersuhu 30oC serta kelembaban relative < 74%, sedang suhu minimal 25 C. Apabila lebih dari kelembaban relatif maka biji kakao yang disimpan akan rusak karena jamur. Waktu fermentasi juga dapat memicu pertumbuhan jamur. Fermentasi selama 7 hari menyebabkan biji kakao kering mudah terserang jamur. Adanya biji berjamur yang ditandai dengan bercak putih pada kult biji yang menembus testa disebabkan oleh fermentasi yang terlalu lama sehingga pulp biji habis terpaka oleh mikroorganisme seperti khamir dan bakteri. Hal ini disertai dengan penurunan suhu dari 43oC pada hari ke 3 menjad 31oC pada hari ke 6 dan 7 sehingga cendawan mudah menkontaminasi dan tumbuh pada biji. Biji berjamur yang terjadi selama proses fermentasi bila dikeringkan akan muncul sebagai bercakbercak putih yang menembus bagian kulit kakao (Poejiwidodo, 1996). Standar mutu biji kakao kering yang tercantum dalam SNI 2323:2008 menyatakan bahwa kadar maksimal biji berjamur adalah 2% untuk mutu I, 4% untuk mutu II dan III. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kedua jenis kakao belum memenuhi standar mutu yang terdapat dalam SNI 2323:2008 (BSN, 2008). Berdasarkan data pengamatan terhadap adanya biji kakao kering menunjukkan bahwa biji kakao yang tidak difermentasi terdapat 10 biji berkecambah pada 150 biji kakao kering, sedangkan biji kakao yang difermentasi tidak ditemukan adanya biji berkecamabah. Biji berkecambah dapat disebabkan oleh pemanenan buah kakao yang lewat masak. Pemanenan buah yang tidak terlalu masak bertujuan untuk menghindari biji berkecambah di dalam buah. Buah yang bijinya telah berkecambah biasanya kulit buah berlubang sehingga memungkinkan jamur atau serangga masuk dalam buah. Pemanenan juga tidak diperkenankan untuk dilakukan pada buah yang kurang masak karena biji kakao

24 dari buah kurang masak sulit dipisahkan dan cenderung saling lengket (Wahyudi, 2008). Selain itu biji kakao yang dikeluarkan dari buahnya tanpa disimpan dengan baik akan berkecambah dalam waktu 3-4 hari dan dalam keadaan normal biji akan kehilangan daya tumbuhnya setelah hari. Biji kakao tidak memiliki masa dorman, meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan (Timow dan Soemarno, 1989). Menurut SNI 2323:2008, kadar biji berkecambah maksimum biji kakao kering untuk mutu I adalah 2% dan 3% untuk mutu II dan III. Berdasarkan data pengamatan terhadap kadar biji berkecambah diketahui bahwa biji kakao yang tidak difermentasi tidak memenuhi syarat mutu SNI 2323:2008, sedangkan biji kakao kering yang difermentasi sudah memenuhi standar mutu.

25 BAB 6. PENUTUP 6.1 Simpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Pada kedua jenis biji kakao kering ditemukan adanya serangga hidup dan benda asing lainnya. 2. Kadar air biji kakao yang tidak difermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao yang difermentasi. 3. Tidak ditemukan adanya bau asap abnormal/bau asing lainny pada kedua jenis biji kakao kering. 4. Jumlah biji per seratus gram biji kakao yang tidak difermentasi lebih besar dibandingkan dengan biji kakao yang difermentasi. 5. Kadar kotoran biji kakao yang tidak difermentasi lebih besar dibandingkan dengan biji kakao yang difermentasi. 6. Pada biji kakao yang difermentasi tidak ditemukan adanya biji berkecambah, sedangkan pada biji kakao yang tidak difermentasi ditemukan adanya biji berkecambah. 6.2 Saran Untuk mempertahankan mutu biji kakao kering sebaiknya penyimpanan dilakuakn dengan cara yang benar dan disimpan pada ruangan yang bersih dan memiliki kelembaban rendah.

26 DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. Jakarta: BSN Basri, Z Mutu Biji Kakao Hasil Sambung Samping. Sulawesi Tengah: Media Litbang Sulteng, III, Hansen E. Carl, Olmo Margarita del and Burri C., Enzyme Activities in Cocoa Beans During Fermentation. J Sci Food Agric. 77, Haryadi & Supriyanto, Bahan Ajaran Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Yogyakarta : Pau Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Hatmi, R. U. dan Rustijarno, S Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI Biji Kakao Yogyakarta: Kementerian Pertanian IEK, Anita Evaluasi Mutu Biji Kakao (Thebroma cacaol) Kering di SP 5 Kampung Macuan Distrik Masni Kabupaten Manokwari. Papua: Universitas Negeri Papua Imdad, H. P. dan A. A.Nawangsih Sayuran Jepang. Jakarta: Penebar Swadaya Poedjiwidodo, M. S., Sambung Samping Kakao. Jawa Tengah: Trubus Agriwidya Spillane, J Komoditi Kakao, Peranan Dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: Kanisius Sunanto, H Budidaya Kemiri Komoditas Ekspor. Yogyakarta: Kanisius Susanto, F. X. Ir Tanaman Kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil). Yogyakarta: Kanisius Tiwow, A. dan Soemarno Pengalaman PT Perkebunan XXIII (Persero) dalam Mengelola Perkebunan Kakao. Kumpulan Makalah Seminar Sehari. Bandar Kuala, Sumatera Utara, 18 Januari hlm Wahyudi, T., T.R Pangabean., dan Pujianto Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Wood, G.A.R From Harvest to Store, in G.A.R. Wood & R.A. Loss (ed.). Cocoa. Logman. London

27 LAMPIRAN PERHITUNGAN 1. Kelompok 1 (Shift 1) a. Kakao rakyat Kadar air (ulangan 1) Berat air(gram) Berat sampel(gram) 0,22(gram) 5(gram) 0,044 4,4 % Kadar air (ulangan 2) Berat air(gram) Berat sampel(gram) 0,22(gram) 5(gram) 0,044 4,4 % Rata-rata kadar air ulangan1+ulangan2 2 4,4 +4,4 2 4,4 % b. Kakao Puslit

28 Kadar air (ulangan 1) Berat air(gram) Berat sampel(gram) 0,21(gram) 5(gram) 0,042 4,2 % Kadar air (ulangan 2) Berat air(gram) Berat sampel(gram) 0,21(gram) 5(gram) 0,042 4,2 % Rata-rata kadar air ulangan1+ulangan2 2 4,2 +4,2 2 4,2 % 2. Kelompok 2 (Shift 2) a. Kakao rakyat Kadar air (ulangan 1) Berat air(gram) Berat sampel(gram)

29 0,3(gram) x 100 5(gram) 0,06 6% Kadar air (ulangan 2) Berat air(gram) Berat sampel(gram) 0,25(gram) 5(gram) 0,05 5% Rata-rata kadar air ulangan1+ulangan ,5 % b. Kakao Puslit Kadar air (ulangan 1) Berat air(gram) Berat sampel(gram) 0,21(gram) 5(gram) 0,042 4,2 %

30 Kadar air (ulangan 2) Berat air(gram) Berat sampel(gram) 0,22(gram) 5(gram) 0,043 4,3 % Rata-rata kadar air ulangan1+ulangan2 2 4,2 +4,3 2 4,25 % LAMPIRAN GAMBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

Sekilas tentang Standar Nasional Indonesia: Biji kopi; Biji kakao; dan Rumput laut

Sekilas tentang Standar Nasional Indonesia: Biji kopi; Biji kakao; dan Rumput laut Sekilas tentang Standar Nasional Indonesia: Biji kopi; Biji kakao; dan Rumput laut HENDRO KUSUMO Kepala bidang Pertanian, Pangan dan Kesehatan Pusat Perumusan Standar BSN Jakarta, 25 Oktober 2017 SNI Biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji visual dan kadar air dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 2 hasil yang di dapat No Jenis

Lebih terperinci

":1 ",_,.!.\.,~,. ""~J ;)"'" BABI PENDAHULUAN. Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari

:1 ,_,.!.\.,~,. ~J ;)' BABI PENDAHULUAN. Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari Bab 1. Pendahuluan \ ":1 ",_,.!.\.,~,. ""~J ;)"'" BABI ". '" ~ '. i --_/ I-I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari daerah antara perairan sungai

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Lebih dari 76% kakao yang

Lebih terperinci

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) 1) MUH. IKHSAN (G 411 9 272) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan OLLY SANNY HUTABARAT 3) ABSTRAK Permasalahan kakao Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kadar Air Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis ragi dan frekuensi pengadukan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air biji kakao serta tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biji kakao merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat yang bernilai

BAB I PENDAHULUAN. Biji kakao merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat yang bernilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biji kakao merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut Wahyudi dkk. (2008), biji kakao diperoleh dari biji buah tanaman kakao

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: Devisio Sub devisio Class Ordo Familia : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledon : Malvales

Lebih terperinci

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011 KAKAO BAHAN PENYEGAR COKLAT COCOA & CHOCOLATE Definisi Kakao : biji coklat yang belum mengalami pengolahan dan kadar air masih tinggi (>15%) Cocoa : biji coklat yang sudah dikeringkan dengan kadar air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kakao ( Theobroma cacao L.) adalah salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kakao ( Theobroma cacao L.) adalah salah satu tanaman perkebunan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao Tanaman kakao ( Theobroma cacao L.) adalah salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor non migas.

Lebih terperinci

Peningkatan Mutu Biji Kakao Dengan Cara Perlakuan Perendaman Kapur Pada Saat Fermentasi

Peningkatan Mutu Biji Kakao Dengan Cara Perlakuan Perendaman Kapur Pada Saat Fermentasi Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 330-336 Peningkatan Mutu Biji Kakao Dengan Cara Perlakuan Perendaman Kapur Pada Saat

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO

PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO 2012, No.908 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 51/Permentan/OT.140/9/2012 TANGGAL 4 September 2012 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO Tanaman kakao berasal

Lebih terperinci

ISBN : TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJI KAKAO MENUJU SNI BIJI KAKAO

ISBN : TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJI KAKAO MENUJU SNI BIJI KAKAO ISBN : 978-602-18525-8-3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJI KAKAO MENUJU SNI BIJI KAKAO 01-2323-2008 BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN YOGYAKARTA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

Manajemen Sortasi dan Pemecahan Buah Kakao (Theobroma cacao L.) di Jawa Tengah. Management of Handling Cocoa Pod (Theobroma cacao L.

Manajemen Sortasi dan Pemecahan Buah Kakao (Theobroma cacao L.) di Jawa Tengah. Management of Handling Cocoa Pod (Theobroma cacao L. Manajemen Sortasi dan Pemecahan Buah Kakao (Theobroma cacao L.) di Jawa Tengah Management of Handling Cocoa Pod (Theobroma cacao L.) in Central Java Ruswandi Rinaldo, dan M.A. Chozin 1* Departemen Agronomi

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biji kopi

SNI Standar Nasional Indonesia. Biji kopi Standar Nasional Indonesia Biji kopi ICS 67.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Penggolongan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

MUTU BIJI KAKAO LINDAK PADA BERBAGAI LAMA WAKTU FERMENTASI

MUTU BIJI KAKAO LINDAK PADA BERBAGAI LAMA WAKTU FERMENTASI J. Agrisains 6 (2) : 73-80, Agustus 2005 ISSN : 1412-3657 MUTU BIJI KAKAO LINDAK PADA BERBAGAI LAMA WAKTU FERMENTASI Oleh : Nursalam *) ABSTRACT The purposes of the research were to know the quality of

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKTERI ASAM LAKTAT PENGHASIL SENYAWA ANTIKAPANG PADA FERMENTASI KAKAO

KARAKTERISTIK BAKTERI ASAM LAKTAT PENGHASIL SENYAWA ANTIKAPANG PADA FERMENTASI KAKAO KARAKTERISTIK BAKTERI ASAM LAKTAT PENGHASIL SENYAWA ANTIKAPANG PADA FERMENTASI KAKAO SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu

Lebih terperinci

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan manusia modern saat ini tidak terlepas dari berbagai jenis makanan yang salah satunya adalah cokelat yang berasal dari buah kakao.kakao merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

Biji mete kupas (cashew kernels)

Biji mete kupas (cashew kernels) Standar Nasional Indonesia Biji mete kupas (cashew kernels) ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Halaman Daftar isi...i 1 Ruang lingkup...1 2 Definisi... 1 3 Istilah... 1 3.1 Biji utuh

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

Biji kakao AMANDEMEN 1

Biji kakao AMANDEMEN 1 Standar Nasional Indonesia Biji kakao AMANDEMEN 1 ICS 67.140.30 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kakao Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris. Adapun sistimatika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi. perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan

I. PENDAHULUAN. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi. perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan bagi perekonomian Indonesia, karena menghasilkan devisa negara, menyediakan lapangan kerja dan mendorong

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biji kakao merupakan bahan baku utama pembuatan produk cokelat, dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai daerah beriklim tropis. Kakao

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk., BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis daya saing ekspor beberapa komoditas pertanian dengan berbagai pendekatan parameter komparatif, trade mapping, tren pertumbuhan, kontribusi devisa dan sebaran

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI

IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI IMPLEMENTASI GMP (Good Manufacturing Practice) PADA PRODUKSI BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEDIRI Doris Eka Fajariyanto, Darimiyya Hidayati, dan Millatul Ulya Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN

Lebih terperinci

ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL

ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL 1. Pendahuluan Kabupaten Donggala merupakan produsen kakao utama untuk propinsi Sulawesi Tengah. Luas pertanaman kakao

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

TEKNIK SELEKSI BIJI PEPAYA

TEKNIK SELEKSI BIJI PEPAYA TEKNIK SELEKSI BIJI PEPAYA Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Untuk mendapatkan benih (biji) pepaya yang baik, yaitu yang memiliki kadar kemurnian benih cukup tinggi, harus dilakukan pemilihan atau

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT 1.907,12 Ha Afdeling Kali Wadung 333,93 Ha Afdeling Margo Sugih 592,00 Ha Afdeling

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO. Ketua : Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha Herdradjat Natawidjaya

PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO. Ketua : Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha Herdradjat Natawidjaya PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO Penanggung Jawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1 PENDAHULUAN Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L) telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, namun baru saat ini sedang dalam pengembangannya baik oleh perkebunan rakyat maupun oleh perkebunan

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang 18 III. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang dan Laboratorium Tanaman I, Politeknik Negeri Lampung. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi. merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan dan juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi. merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan dan juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi merupakan tanaman unggulan yang sudah dikembangkan

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara

Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara VOLUME 4 NO. 2 JUNI 2016 Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara Sumantri 1 dan Sri Hastuty, S. 2 Email : sumantri_sp@yahoo.com Universitas Cokroaminoto Palopo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYIMPANAN KOPI Penyimpanan kopi dilakukan selama 36 hari. Penyimpanan ini digunakan sebagai verifikasi dari model program simulasi pendugaan kadar air biji kopi selama penyimpanan

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH Oleh : ROSIDA, S.TP,MP PENDINGINAN (Cooling / Refrigerasi) : Adalah penyimpanan bahan pangan (Nabati/Hewani) diatas suhu titik beku tetapi kurang dari 15oC Pendinginan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pantai Gading dan Ghana. Hasil panen dari perkebunan coklat yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Pantai Gading dan Ghana. Hasil panen dari perkebunan coklat yang ada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia adalah penghasil kakao terbesar di dunia ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Hasil panen dari perkebunan coklat yang ada di Indonesia cukup tinggi

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao Linn) atau lazim pula disebut tanaman cokelat, merupakan komoditas perkebunan yang terus dipacu perkembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor

Lebih terperinci

PANEN DAN PENANGANAN BENIH CENGKEH DALAM PRODUKSI BENIH BERMUTU

PANEN DAN PENANGANAN BENIH CENGKEH DALAM PRODUKSI BENIH BERMUTU PANEN DAN PENANGANAN BENIH CENGKEH DALAM PRODUKSI BENIH BERMUTU Diah Pratiwi, S.P., M.P PBT Pertama BBPPTP Surabaya PENDAHULUAN Tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan salah satu tanaman rempah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO

A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika

Lebih terperinci

Lampiran 3. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kakao.

Lampiran 3. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kakao. Lampiran 3. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kakao. Tabel 33. Pengawasan proses dan kontrol mutu pengolahan biji kakao Tahapan proses Proses kontrol Nilai Kontrol mutu Bahan baku

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Pedoman Teknologi Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Pedoman Teknologi Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Pedoman Teknologi Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Anonim. 2002a. Rekayasa Alat dan Mesin Pemasta Coklat Sebagai Upaya Diversifikasi Produk Kakao. Laporan Penelitian

Lebih terperinci

I NYOMAN WATA APHP Ahli Muda, Dinas Perkebunan Provinsi Bali ABSTRAK

I NYOMAN WATA APHP Ahli Muda, Dinas Perkebunan Provinsi Bali ABSTRAK MENINGKATKAN MUTU DAN NILAI TAMBAH PRODUKSI KAKAO DENGAN CARA FERMENTASI BIJI KAKAO (STUDI KASUS PETANI KAKAO DI SUBAK ABIAN SUCI KECAMATAN SELEMADEG TIMUR KABUPATEN TABANAN) I NYOMAN WATA APHP Ahli Muda,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Pada abad modern hampir semua orang mengenal cokelat, merupakan bahan makanan yang banyak digemari masyarakat, terutama bagi anak-anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 1 PETUNJUK TEKNIS NOMOR : 26/1801.013/011/B/JUKNIS/2013

Lebih terperinci

PASCA PANEN BAWANG MERAH

PASCA PANEN BAWANG MERAH PASCA PANEN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali pelayuan dan pengeringan bawang merah

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), 16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kakao Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia),

Lebih terperinci