TRAUMA MEDULLA SPINALIS. M. Idris Ibnu Ikhsan, Happy Handaruwati

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRAUMA MEDULLA SPINALIS. M. Idris Ibnu Ikhsan, Happy Handaruwati"

Transkripsi

1 TRAUMA MEDULLA SPINALIS M. Idris Ibnu Ikhsan, Happy Handaruwati A. Pendahuluan Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis. Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. 1 Trauma medulla spinalis yang merupakan komplikasi dari trauma pada tulang belakang, adalah kejadian yang tidak jarang kita jumpai di poliklinik maupun bangsal neurologi. Trauma medulla spinalis merupakan 75% penyebab dari paraplegia, yang kita jumpai di bagian neurologi. Penyebab trauma antara lain : jatuh dari pohon, jatuh dari tebing, kecelakaan lalu-lintas, terjun ke dalam air yang dangkal, luka tembak dan sebagainya. 1 B. Epidemiologi Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh trauma. 1

2 Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause). 1 C. Anatomi Medula Spinalis dan Dermatom Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1. Medula spinalis terletak di canalis vertebralis, dan dibungkus oleh tiga meninges yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligament, meningen spinal dan juga cairan LCS (liquor cerebro spinal). LCS mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang subarachnoid. Bagian superior dimulai dari bagian foramen magnum pada tengkorak, tempat bergabungnya dengan medulla oblongata. Medula spinalis berakhir di inferior di region lumbal. Dibawah medulla spinalis menipis menjadi konus medularis dari ujungnya yang merupakan lanjutan piamater, yaitu fillum terminale yang berjalan kebawah dan melekat dibagian belakang os coccygea. Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melalui foramen intervertebral. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan LCS (liquor cerebrospinal)

3 Gambar 1. Anatomi Medula spinalis 2 Disepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melalui radix anterior atau radix motorik dan radix posterior atau radix sensorik. Masing-masing radix melekat pada medulla spinalis melalui fila radikularia yang membentang disepanjang segmen-segmen medulla spinalis yang sesuai. Masing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglion radix posterior, yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi. 31 pasang saraf spinal diantaranya yaitu : 2-4 a. 8 pasang syaraf servikal, b. 12 pasang syaraf torakal, c. 5 pasang syaraf lumbal, d. 5 pasang syaraf sakral dan e. 1 pasang syaraf koksigeal. 3

4 Gambar pasang saraf spinal. 2 Struktur medulla spinalis terdiri dari substansi abu abu (substansia grisea) yang dikelilingi substansia putih (substansia alba). Pada potongan melintang, substansia grisea terlihat seperti hurup H dengan kolumna atau kornu anterior atau posterior substansia grisea yang dihubungkan dengan commisura grisea yang tipis. Didalamnya terdapat canalis centralis yang kecil. Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari syaraf spinal. Substansi grisea mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, syaraf sensoris dan motoris dan 4

5 akson terminal dari neuron. Bagian Posterior sebagai input atau afferent, anterior sebagai Output atau efferent, comissura grisea untuk refleks silang dan substansi alba merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin. Fungsi medula spinalis :2-4 a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis. b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai, Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral. c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum. d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh. 5

6 Fungsi lengkung refleks : 2-4 a. Reseptor: penerima rangsang. b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks). c. Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap (hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan atau penerusan impuls). 6

7 d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf atau penggerak). e. Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar. D. Dermatom Berkaitan dengan masukan sensorik, setiap daerah spesifik di tubuh yang dipersarafi oleh saraf spinal tertentu yang disebut area dermatom. Saraf spinal juga membawa serat-serat yang bercabang untuk mempersarafi organ-organ dalam, dan kadang-kadang nyeri yang berasal dari salah satu organ tersebut dialihkan ke dermatom yang dipersarafi oleh saraf spinal yang sama. 5 7

8 Gambar 4. Standard Neurological Clasification of Spinal Cord Injury 5 E. Etiologi Penyebab penyakit medulla spinalis baik intrinsic ataupun ekstrinsik 6 Diturunkan Paraplegia spastic herediter Congenital Disrafisme Malformasi Arnold-chairi Trauma Fraktur atau dislokasi vertebra Prostrusi diskus Infeksi Abses epidural Abses tuberculosis dan penyakit pott vertebra Sifilis HIV Paraparesis spastic tropis Inflamasi Sklerosis multiple Mielitis transversa pasca infeksi virus Sarkoidosis Spondilitis Neoplasma Metastasis vertebra yang menekan medulla spinalis Tumor instrinsik benigna- neurofibroma-meningioma Tumor medulla spinalis ekstrinsik-ependioma, glioma Metabolic Degenerasi campuran subakut Kompresi akibat paget Degeneratif Pada medulla spinalis-penyakit neuron motorik Pada vertebra-spondilosis dengan kompresi medulla spinalis F. Klasifikasi Klasifikasi menurut American Spinal Injury Association: 5 8

9 Grade A Grade B Grade C Grade D Grade E Hilangnya seluruh fungsi morotik dan sensorik dibawah tingkat lesi Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi sensorik di bawah tingkat lesi. Fungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di bawah 3. Fungsi motorik intak dengan kekuatan motorik di atas atau sama dengan 3. Fungsi motorik dan sensorik normal. Penilaian terhadap gangguan motorik dan sensorik dipergunakan Frankel Score. 5,7 Frankel Score A Frankel Score B Frankel Score C Frankel Score D Frankel Score E kehilangan fingsi motorik dan sensorik lengkap (complete loss). Fungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh. Fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak berguna (dapat menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan). Fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi tidak dengan normal gait ). Tidak terdapat gangguan neurologik. G. Skala kerusakan berdasarkan American spinal injury association/international medical society of Paraplegia (IMSOP) 5 Grade Tipe Gangguan spinalis ASA/IMS 9

10 A Komplit Tidak ada fungsi sensorik dan motorik sampai S4-5 B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik ta fungsi motorik terganggu sampai segmen sacral S4-5 C Inkomplit Fungsi motoik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama masih punya kekuatan < 3 D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot moto utamanya punya kekuatan > 3 E Normal Fungsi sensorik dan motorik normal Sedangkan lesi pada medula spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas : 5 a. Paraplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment thoraco-lumbo-sacral. b. Quadriplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment cervikal. Spesifik Level 5,8 1. C1 C2 : Quadriplegia, kemampuan bernafas (-). 10

11 2. C3 C4 : Quadriplegia, fungsi N. Phrenicus (-), kemampuan bernafas hilang. 3. C5 C6 : Quadriplegia, hanya ada gerak kasar lengan. 4. C6 C7 : Quadriplegia, gerak biceps (+), gerak triceps (-). 5. C7 C8 : Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic lengan (-). 6. Th1 L1-2 : Paraplegia, fungsi lengan (+), gerak intercostalis tertentu (-), fungsi tungkai (-), fungsi seksual (-). 7. Di bawah L2: Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder & bowel (-), fungsi seksual tergantung radiks yang rusak. Sindrom cedera medulla spinalis menurut ASIA, yaitu : 5,8 Nama Sindroma Pola dari lesi saraf Kerusakan Central cord syndrome Cedera pada posisi Menyebar ke daerah sacral. Brown- Sequard Syndrome sentral dan sebagian pada daerah lateral. Dapat sering terjadi pada daerah servikal Anterior dan posterior hemisection dari medulla spinalis atau cedera akan Kelemahan otot ekstremitas atas dan ekstremitas bawah jarang terjadi pada ekstremitas bawah Kehilangan ipsilateral proprioseptiv dan kehilangan fungsi motorik. 11

12 menghasilkan medulla spinalis unilateral Anterior cord syndrome Posterior cord syndrome Cauda equine syndrome Kerusakan pada anterior dari daerah putih dan abu- abu medulla spinalis Kerusakan pada anterior dari daerah putih dan abu- abu medulla spinalis Kerusakan pada saraf lumbal atau sacral samapi ujung medulla spinalis Kehilangan funsgsi motorik dan sensorik secara komplit. Kerusakan proprioseptiv diskriminasi dan getaran. Funsgis motor juga terganggu Kerusakan sensori dan lumpuh flaccid pada ekstremitas bawah dan kontrol berkemih dan defekasi. H. Patofisiologi Trauma pada tulang belakang dapat menimbulkan fraktur atau dislokasi. Tetapi sewaktu-waktu tidak tampak ada kelainan tulang belakang yang jelas, namun penderita menunjukkan kelainan neurologic yang nyata. Fraktur tulang belakang bias berupa fraktur corpus vertebra (misanya fraktur kompressi korpus vertebra), fraktur pada lamina, pedikel, dan pada prosesus transverses. Bersama-sama dengan patahnya tulang belakang, ligamentum longitudinalis posterior dan duramater dapat ikut sobek: bahkan kepingan 12

13 tulang belakang ini dapat menusuk canalis vertebralis dan menimbulkan sobekan atau laserasi pada medulla spinalis. Kepingan tulang ini dapat ula terselip di antara duramater dan kolumna vertebralis dan menimbulkan penekanan atau kompresi pada medulla spinalis. Arteri dan vena yang melayani medulla spinalis dapat ikut terputus, misalnya arteria radikularis magna (adam kiwicz) yang jalannya bersama-sama dengan radiks saraf spinalis thorakal bagian bawah atau lumbal bagian atas. Keadaan ini akan menimbulkan deficit sensorimotorik pada dermatom dan miotom yang bersangkutan. 1,9,10,11 Keadaan tersebut dapat pula menimbulkan hematoma ekstrameduler traumatic yang menekan pada medulla spinalis. Fraktur tulang belakang dapat terjadi di semua tempat di sepanjang kolumna vertebra tetapi lebih sering terjadi di daerah servikal bagian bawah dan di daerah lumbal bagian atas. Pada dislokasi akan tampak bahwa kanalis vertebralis di daerah dislokasi tersebut menjadi sempit, keadaan ini akan menimbulkan penekanan atau kompressi pada medulla spinalis atau radiks saraf spinalis. 1,9,10,11 I. Manifestasi trauma medulla spinalis Lesi trauma medulla spinalis akibat trauma pada tulang belakang dapat berupa 1,9,10,11 : 1. Komosio medulla spinalis Yaitu kelainan pada medulla spinalis yang bersifat sementara akibat trauma yang sembuh seteah beberapa jam atau beberapa hari tanpa 13

14 meninggalkan gejala sisa. Kerusakan reversible yang mendasari komosio medulla spinalis, beruapa edema, perdarahan perivaskuler kecil-kecil dan infark di sekitar pembuluh darah. Pada inspeksi makroskopis, medulla spinalis tampak utuh. Lesi reversibel ini biasanya disebabkan trauma tidak langsung. 2. Kontusio medulla spinalis Lesi ini sering dijumpai sebagai akibat fraktur atau dislokasi tulang belakang atau dapat juga akibat hiperekstensi, hiperflexi atau rotasi tulang belakang tanpa adanya kelainan tulang belakang pada pemeriksaan foto rontgen. Pada keadaan ini terdapat perdarahan interstitial dalam substansi medulla spinalis dengan tanpa tampak ada terputusnya kontinuitas medulla spinalis dan piameter. Kerusakan yang timbul bersifat permanen dan meninggalkan gejala-gejala sisa. Pungsi lumbal dalam stadium permulaan dapat memperlihatkan likuor yang bercampur sedikit dengan darah dengan test quekenstedt yang positif. Kontusio medulla spinalis merupakan manifestasi terbanyak dari trauma medulla spinalis 3. Laserasio medulla spinalis Pada keadaan ini medulla spinalis menjadi robek. Ini biasanya disebabkan trauma langsung misalnya kena peluru, tertusuk benda tajam atau fragmen tulang. Pada pungsu lumbal ditemukan likuor yang bercampur banyak darah. 4. Kompressi medulla spinalis Keadaan ini dapat disebabkan oleh dislokasi tulang belakang, hematom ekstramedullar traumatic dan dapat pula oleh karena medulla spinalis itu tertekan kepingan tulang belakang yang patah dan terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Pada pungsi lumbal ditemukan 14

15 sindrom froin, yaitu likuor yang berwarna xantokrom, quekenstedt yang negative atau memperlihatkan stop parsial, kadar protein dalam likuor yang meningkat dengan jumlah sel /mm 3 yang normal. 5. Hematomielia kita temukan hematom di medulla spinalis. Hematom ini biasanya berbentuk lonjong dan berkedudukan di substansia grisea. Trauma yang menimbulkannya dapat berupa trauma gerak lecut, jatuh dari tempat yang tinggi dengan sikap badan berdiri, jatuh terduduk, terlempar karena eksploitasi atau pula karena fraktur atau dislokasi tulang belakang. Hiperekstensi, hiperflexi, dislokasi, fraktur dan trauma gerak lecut, dapat mengakibatkan tertariknya radiks saraf spinalis sehingga timbul gejala nyeri radikular spontan yang bersifat hiperparatia. Keadaan ini disebut neuralgia radikularis traumatic yang bersifat reversibel. Pada trauma whisplash keadaan ini sering mengenai radiks C5-7. Radiks saraf spinalis dapat pula terputus sehingga menimbulkan defisit sensorik dan motorik yang bersifat radikular. J. Gejala klinik Gejala-gejala trauma medulla spinalis bergantung pada komplit atau tidak komplitnya lesi dan juga tingginya lesi tersebut. Lesi yang mengenai separuh segmen kiri atau kanan medulla spinalis akan menimbulkan sindrom brown sequard. Hematomieli menimbulkan gejala-gejala siringiomieli, sedang lesi yang komplit akan menimbulkan paralisis atau anastesi total dibawah tempat lesi. Bila lesi komplit itu berada di daerah torakalis, kita akan mendapatkan paraplegia dengan gangguan sensibilitas di bawah lesi. Sehingga bila lesi komplit itu berada di daerah servikal maka akan timbul 15

16 tetraplegia dengan anastesi dibawah lesi. Di samping itu aka nada pula gangguan vegetative. Lesi di daerah servikal bagian atas yaitu C1-C4 merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena timbulnya paralisis pada nervus frenikus. Ini akan menyebabkan lumpuhnya otot-otot diafragma sehingga dapat menimbulkan kematian dengan cepat. Lesi di daerah di daerah C8-T1 dapat disertai adanya gejala sindrom horner. Lesi di daerah konus medularis, disamping konus, sering kali pula kauda equine ikut terkena sehingga di samping gejala-gejala paraplegia/paraparesis, gangguan sensibilitas dan vegetative, aka nada juga tanda laseque yang positif. Lesi dapat juga hanya mengenai kauda equine sehingga menimbulkan gejala gangguan motorik dan sensorik yang bersifat perifer dengan tanda laseque yang positif K. Penegakkan Diagnosis A. Anamnesis 9,10,11 1. Keluhan utama : Keluhan yang membawa pasien untuk berobat. Kebanyakan kasus cedera medulla spinal datang dengan keluhan kelemahan pada ektremitas. Tanyakan keluhan sudah berapa lama dirasakan. 2. RPS : a. Kaji keluhan kelemahan : Lokasi kelemahan (bagian sktremitas mana saja) paraplegia tau quadriplegi, kelmahan timbulnya tiba-tiba atau perlahan-lahan, gejala semakin parah atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-obatan yang digunakan utnuk mengurangi gejala, hasil pengobatan. 8,9,10 16

17 b. Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, nyeri menjalar atau tidak, kapan nyeri bertambah, kapan nyeri berkurang. Kesemutan, sesak, nyeri pada perut, keluhan BAK (inkontinensia atau retensi urin), BAB (konstipasi). Hilangnya sensasi rasa. Gangguan fungsi seksual. c. Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama, kegiatan seharihari (angkat yang berat-berat). Pola BAK dan BAB sebelum sakit. 3. RPD : Riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat DM, HT, Alergi, Low back pain, osteoporosis, osteoarthritis, riwayat TBC. 4. RPK : Riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC. B. Pemeriksaan Fisik 9,10,11 Pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi darah. Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa keadaan jalan nafas dan pernafasannya karena pada trauma C1- C4. 1. Inspeksi : Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta kemampuan gerak dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak, pengecilan otot ( atropi ), warna, dan kondisi kulit sekitarnya, kemampuan beraktifitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktifitas, posisi pasien, dll. 2. Palpasi : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan tangan dan membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Palpasi dilakukan terutama pada kulit dan subcutaneus untuk mengetahui temperatur, oedem, spasme, dan lain sebagainya. 3. Pemeriksaan Fungsi Gerak : Dalam hal ini meliputi fungsi gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik. Pada pemeriksaan ini umumnya pada pasien ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan otot, dan sebagainya. 17

18 4. Pemeriksaan Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi kemampuan pasien dalam beraktifitas baik itu posisioning miring kanankiri ( setiap 2 jam ), transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi roda, dan sebaliknya. 5. Pemeriksaan Khusus 1) Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot dari keempat anggota gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan metode manual muscle testing ( MMT ). 2) ROM ( Lingkup Gerak Sendi ) : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer dan dituliskan dengan menggunakan metode ISOM (International Standar Of Measurement ). 3) Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual Analog Scale ) : VAS merupakan salah satu metode pengukuran nyeri yang dapat digunakan untuk menilai tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pasien diminta untuk menunjukan letak nyeri yang dirasakan pada garis yang berukuran 10 cm, dimana pada ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri, dan pada ujung sebelah kanan ( nilai 10 ) nyeri sekali. 4) Pemeriksaan Sensoris : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sensori level. Sensori level adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis yang fungsi sensorisnya normal. Tes ini terdiri dari 28 tes area dermatom yang diperiksa dengan menggunakan tes tajam tumpul dan sentuhan sinar, dengan kriteria penilaiannya sebagai berikut : Nilai 0 : tidak ada dapat merasakan (absent ). Nilai 1 : merasakan sebagian ( impaired ) dan hiperaestesia. Nilai 2 : dapat merasakan secara normal. NT ( not testable ) : diberikan pada pasien yang tidak dapat merasakan karena tidak sadarkan diri. 5) Pemeriksaan Motorik : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan motorik levelnya. Motorik level adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis yang fungsi motoriknya normal. Identifikasi kerusakan motorik lebih sulit, karena menyangkut innervasi dari beberapa otot. Tidak adanya innervasi, berarti pada otot tersebut terjadi kelemahan atau kelumpuhan. Pemeriksaan kekuatan otot tersebut bisa menggunakan 18

19 pemeriksaan dengan Manual Muscle Test (MMT), dengan skala penilaian sebagai berikut : Nilai Huruf Skala Definisi : 0 (Zero) : Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi. 1 ( Tr ) Trace : Ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan 2 ( P) Poor : Gerakan dengan ROM penuh, tidak dapat melawan gravitasi. 3 (F) Fair : Gerakan penuh melawan gravitasi 4 (G) Good : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan. 5 (N) Normal : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal. Pada pemeriksaan motorik dengan menggunakan manual muscle testing ini biasanya dilakukan pada daerah myotom, antara lain : C 5 : Fleksi siku ( m. biceps, m. brachialis ) C 6 : Ekstensi pergelangan tangan ( m. ekstensor carpi radialis longus dan brevis ) C 7 : Ekstensi siku ( m. triceps ) C8 : Fleksi digitorum profundus jari tengah (m. fleksor digitorum profundus) Th 1 : Abduksi digiti minimi (m. abduktor digiti minimi ) L 2 : Fleksi hip ( m. iliopsoas ) L 3 : Ekstensi knee ( m. Quadriceps ) L 4 : Dorso fleksi ankle (m. tibialis anterior ) 19

20 L 5 : Ekstensi ibu jari kaki (m. ekstensor hallucis longus ) S 1 : Plantar fleksi ankle (m. gastrocnemius, m. soleus ) C. Pemeriksaan Penunjang 9,10,11 1. Laboratorium : a. Osteocalsin : Suatu protein tulang yang disekresi oleh osteoblast. b. B-cross lap : parameter untuk proses rosorpsi (penyerapan tulang) untuk mengetahui fungsi osteoklas. c. Elektrolit : kalsium total. d. Darah lengkap : Hb, HT, Leukosit, trombosit. e. Kimia darah : Gula darah 2 jam pp, gula darah puasa. e. Vit D f. Kalsitonin. 1. Foto Polos Vertebra. Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan medula spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma servikal digunakan foto AP, lateral, dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal, digunakan foto AP dan Lateral. Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2. 2. CT-scan Vertebra : Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. CT-Scan merupakan pilihan utama untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang. 8,9,10 3. MRI Vertebra : MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medula spinalis dalam sekali pemeriksaan serta untuk melihat jaringan lunak. 4. Pungsi Lumbal : Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat 20

21 dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut. 5. Mielografi : Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis. D. Diagnosis 9,10,11 A. Cedera medulla spinalis Dalam menegakkan diagnosis pada Cedera medulla spinalis, dilakukan anamnesis yang lengkap, dimana keluhan dan riwayat adanya trauma atau kelainan tulang belakang ataupun adanya osteoporosis merupakan resiko terjadinya cedera medulla spinalis. Selain itu dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap, dan penunjang yang sesuai untuk menegaggakan diagnosis. Dengan menggunakan panduan American Spinal Scale Neurologi dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menegakkan diagnose sementara bila hasil pemeriksaan penunjang belum keluar. 8,9,10 Apabila medulla spinalis tiba-tiba mengalami cedera, maka aka nada 3 kelainan yang muncul yaitu : 8,9,10 1. Semua pergerakan volunteer dibawah lesi hilang secara mendadak dan bersifat permanen, sedangkan reflex fisiologis bisa menghilang atau meningkat. 2. Sensasi sensorik reflex fisiologis bisa menghilang atau meningkat. 3. Terjadi gangguan fungsi otonom. Cedera medulla spinalis dapat menghasilkan satu atau lebih tandatanda klinis dibawah ini yaitu : 8,9,10 1. Nyeri menjalar 2. Kelumpuhan atau hilangnya pergerakan atau adanya kelemahan 3. Hilangnya sensasi rasa 4. Hilangnya kemampuan peristaltic usus. 5. Spasme otot atau bangkitan reflex yang meningkat 6. Perubahan fungsi seksual. E. Penatalaksanaan 1,9,10,11 21

22 Sebelumnya perlu dikemukakan bahwa prognosis lesi medulla spinalis, (kecuali komosio medulla spinalis) adalah buruk, oleh karena daya regenerasi regenarasi serabut-serabur saraf di medulla spinalis sangat sedikit. Pada pengobatan lesi medulla spinalis akibat trauma terdapat dua kemungkinan yaitu : 1. Tindakan pembedahan 2. Pengobatan konservatif 1. Pembedahan Pembedahan dimaksudkan untuk mengadakan dekompresi, kadangkadang untuk maksud fiksasi vertebra dan juga bila mungkin reposisi suatu dislokasi. Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah : 1. Bila terdapat halangan pada jalan likour serebrospinalis, yang dapat diketahui dengan percobaan quekenstedt pada pungsi lumbal. 2. Adanya pecahan-pecahan tulang yang masuk dalam kanalis vertebralis. 3. Adanya fraktur terbuka (komplikata 4. Bila gejala-gejala bertambah hebat secara progresif Tindakan pembedahan jarang dilakukan bila tidak terdapat indikasi yng tersebut di atas. Atau bila waktu trauma sudah lebih dari 2 bulan. 2. Pengobatan konservatif Dalam keadaan ini diutamakan adalah perawatan dan fisioterapi 1. Untuk kelainan postural reduction Untuk ini diperlukan tempat tidur alas keras, kasur yang lunak dan elastic dan ganjal kaki. Untuk daerah lumbal, dan daerah servikal di butuhkan bantal servikal. Pada subluksasio di daerah servikal dapat dipertimbangkan untuk melakukan traksi dengan lis glisson, dan pemasangan gips di sekeliling leher. 22

23 2. Harus dicegah supaya lesi yang telah ada jangan bertambah besar misalnya penderita jangan diangkat tanpa perhatian khusus terhadap kelainan tulangnya/frakturnya, badannya jangan dibungkukkan, terutama pada hari-hari pertama. Juga pengambilan foto rontgen harus secara hati-hati dan hendaknya dilakukan di tempat tidur penderita. 3. Harus dicegah komplikasi yang mungkin timbul seperti dekubitus, infeksi saluran kencing yang dahulu sering merupakan penyebab kematian penderita, osteoporosis karena badan kurang bergerak sehingga kalsium tulang akan melarut, terjadinya batu ginjal oleh kalsium yang melarut tadi keluar melalui air kencing yang kurang lancer dan adanya infeksi saluran air kencing. Komplikasi lain yang mungkin akan timbul adalah kontraktur. Penatalaksanaan Pra-Rumah Sakit 9,10,11 Penatalaksanaan TMS dimulai segera setelah terjadinya trauma. Berbagai studi memperlihatkan pentingnya penatalaksanaan prarumah sakit dalam menentukan prognosis pemulihan neurologis pasien TMS. Evaluasi Fase evaluasi meliputi observasi primer dan sekunder. Observasi primer terdiri atas: A: Airway maintenance dengan kontrol pada vertebra spinal B: Breathing dan ventilasi 23

24 C: Circulation dengan kontrol perdarahan D: Disabilitas (status neurologis) E: Exposure/environmental control Klasifikasi trauma medula spinalis komplet atau inkomplet serta level trauma dapat diketahui melalui pemeriksaan motorik dan sensorik. Pemeriksaan motorik dilakukan secara cepat dengan meminta pasien menggenggam tangan pemeriksa dan melakukan dorsofleksi. Fungsi autonom dinilai dengan melihat ada tidaknya retensi urin, priapismus, atau hilang tidaknya tonus sfingterani. Temperatur kulit yang hangat dan adanya flushing menunjukkan hilangnya tonus vaskuler simpatis di bawah level trauma. Penatalaksanaan Gawat Darurat Stabilisasi vertebra 9,10,11 Instabilitas vertebra berisiko merusak saraf. Vertebra servikal dapat diimobilisasi sementara menggunakan hard cervical collar dan meletakkan bantal pasir pada kedua sisi kepala. Bila terdapat abnormalitas struktur vertebra, tujuan penatalaksanaan adalah realignment dan fi ksasi segmen bersangkutan. Indikasi operasi meliputi fraktur tidak stabil, fraktur yang tidak dapat direduksi dengan traksi, gross spinal misalignment, kompresi medula spinalis pada trauma inkomplet, penurunan status neurologis, dan instabilitas menetap pada manajemen konservatif. Medikamentosa 9,10,11 Selain faktor mekanik yang merusak fungsi medula spinalis, perfusi jaringan dan oksigenasi juga mempengaruhi luasnya kerusakan 24

25 akibat stres mekanik. Proses lain yang terjadi di daerah trauma dapat berupa edema, perdarahan, degenerasi akson, demielinisasi, juga dapat mengubah bioenergetik seluler. Pada tingkat seluler, terjadi peningkatan kadar asam amino eksitatorik, glutamat, produksi radikal bebas, opioid endogen serta habisnya cadangan ATPyang pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Bertambahnya pemahaman fisiologi trauma medula spinalis akan menambah pilihan terapi farmakologi. Terapi farmakologi, seperti kortikosteroid, 21-amino steroid, antagonis reseptor opioid, gangliosida, thyrotropin releasing hormone (TRH),antioksidan, kalsium, termasuk golongan imunomodulator, sedang diteliti; semuanya memberikan hasil baik namun sampai saat ini baru kortikosteroid yang secara klinis bermakna. Terapi kerusakan primer Trauma medula spinalis paling sering menimbulkan syok neurogenik yang berhubungan dengan beratnya trauma dan level kerusakan yang terjadi. Pada awalnya, akan terjadi peningkatan tekanan darah, detak jantung serta nadi, dan kadar atekolamin yang tinggi, diikuti oleh hipotensi serta bradikardia. Terapi lebih ditujukan untuk mencegah hipoperfusi sistemik yang akan memperparah kerusakan medula spinalis, menggunakan vasopresor; namun, penggunaan vasopresor ini harus diimbangi dengan pemantauan status cairan karena penggunaan vasopresor yang berlebihan justru akan membuat vasokonstriksi perifer yang akan menurunkan aliran darah ke perifer. 25

26 Terapi kerusakan sekunder 9,10,11 Merupakan sasaran terapi berikutnya karena hal ini akan memperburuk keluaran (outcome) apabila tidak dilakukan intervensi farmakologis yang tepat mengingat patofisiologi yang sangat variatif. Kortikosteroid Steroid berfungsi menstabilkan membran, menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema vasogenik dengan memperbaiki sawar darah medula spinalis, menghambat pelepasan endorfin dari hipofisis, dan menghambat respons radang. Penggunaannya dimulai tahun 1960 sebagai antiinflamasi dan antiedema. Metilprednisolon menjadi pilihan dibanding steroid lain karena kadar antioksidannya, dapat menembus membrane sel saraf lebih cepat, lebih efektif menetralkan factor komplemen yang beredar, inhibisi peroksidasi lipid, prevensi iskemia pascatrauma, inhibisi degradasi neurofi lamen, menetralkan penumpukan ion kalsium, serta inhibisi prostaglandin dan tromboksan. Studi NASCIS I (The National Acute Spinal Cord Injury Study) menyarankan dosis tinggi sebesar 30 mg/kgbb sebagai pencegahan peroksidasi lipid, diberikan sesegera mungkin setelahtrauma karena distribusi metilprednisolon akan terhalang oleh kerusakan pembuluh darah medula spinalis pada mekanisme kerusakan sekunder. Penelitian NASCIS II membandingkan metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb bolus IV selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4mg/kgBB/jam secara infuse selama 23 jam berikutnya dengan nalokson (antireseptor opioid) 5,4 mg/kgbb bolus IV, dilanjutkan dengan 26

27 4 mg/kgbb/jam secara infus selama 23 jam. Hasilnya, metilprednisolon lebih baik dan dapat digunakan sampai jeda 8 jam pascatrauma. Pada NASCIS III, metilprednisolon dosis yang sama diberikan secara infus sampai 48 jam ternyata memberikan keluaran lebih baik dibanding pemberian 24 jam. Selain itu, dicoba pula tirilazad mesilat (TM), yakni inhibitor peroksidasi lipid nonglukokortikoid, dan ternyata tidak lebih baik disbanding metilprednisolon. Terapi ini masih kontroversial; studi terbaru mengatakan belum ada studi kelas 1 dan 2 yang mendasari terapi ini, serta ditemukan efek samping berupa perdarahan lambung, infeksi, sepsis, meningkatkan lama perawatan di intensive care unit (ICU),dan kematian. 21-Aminosteroid (Lazaroid) 21-aminosteroids atau U-74600F (tirilazad mesilat [TM]) bekerja dengan mengurangi proses peroksidasi lipid melalui perantaraan vitamin E. Efek lainnya adalah mengurangi enzim hidroksi peroksidase serta menstabilkan membran sel, namun penggunaannya masih belum terbukti menghasilkan keluaran yang lebih baik. GM-1 Gangliosid Merupakan asam sialat yang mengandung glikolipid pada membran sel. Glikolipid ini berperan meningkatkan neuronal Sprout dan transmisi sinaptik. Monosialotetraheksosilgangliosid (GM-1 gangliosid) memiliki fungsi faktor pertumbuhan neurit, menstimulasi pertumbuhan sel saraf, serta meregulasi protein kinase C untuk mencegah kerusakan sel saraf pascaiskemia. Pada percobaan, dilakukan terapi 72 jam pascatrauma 27

28 dan dimulai dengan dosis 100 mg/hari. Studi terbaru menyatakan masih kurang bukti ilmiah terkait obat ini. Antagonis opioid Opioid endogen memperparah kerusakan sekunder. Penggunaan nalokson sebagai antagonis opioid pada NASCIS II menunjukkan hasil tidak lebih baik disbanding metilprednison. Penggunaan obat satu golongan namun beda titik tangkap, Yaitu golongan antagonis reseptor kappa (seperti dinorfin dan norbinaltorfimin) pada hewan coba berhasil baik; diduga berefek pada perbaikan sirkulasi pembuluh darah, pengurangan influx kalsium, peningkatan kadar magnesium, serta modulasi pelepasan asam amino eksitatorik. Namun, belum dilakukan uji klinis lanjutan. Opioid endogen akan menginhibisi sistem dopaminergik dan depresi sistem kardiovaskuler. Pemberian antagonis opioid dapat mencegah hipotensi sehingga mikrosirkulasi medula spinalis membaik. Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH) dan Analog TRH Thyrotropinreleasing hormone ( TRH) adalah tripeptida yang mempunyai fungsi melawan faktor-faktor pengganggu, seperti opioid endogen, platelet activating factor, peptidoleukotrien, dan asam amino eksitatorik, sehingga akan menguatkan aliran darah spinalis, memperbaiki keseimbangan elektrolit dan mencegah degradasi lipid. Pemberian thyrotropin-releasing hormone intravena bolus 0,2 mg/kgbb diikuti 0,2 mg/kgbb/jam infus sampai 6 jam, dikatakan memberikan hasil baik, terutama perbaikan motorik dan sensorik sampai 4 bulan setelah injury. 28

29 Penyekat Kanal Kalsium Peranan kalsium pada kematian sel melalui mekanisme efek neurotoksik, vasospasme arteri, blokade kanal natrium serta NMDA dan AMPA; obat yang dipakai adalah nimodipin, golongan lainnya adalah benzamil dan bepridil merupakan antagonis ion kalsium dan natrium. Nimodipin adalah golongan penyekat kanal kalsium dihidropiridin, sering dipakai pada kasus stroke, memiliki fungsi blokade kanal ion kalsium sehingga mencegah akumulasi ion kalsium intrasel terutama pada dinding sel endotel pembuluh darah, oleh karena itu dianggap dapat mencegah vasospasme dan iskemi post trauma, dibuktikan dengan efeknya pada aliran darah di percobaan laboratorium; namun klinis masih belum terbukti mampu meningkatkan keluaran pascatrauma karena diduga ada keterlibatan kanal ion lain. Influks kalsium terjadi dalam hitungan detik pascatrauma sehingga jendela terapeutiknya sempit; beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan dosis justru malah memperjelek aliran darah regional menyebabkan hipoperfusi dan iskemia. Karena itu, dosis terapeutiknya juga sempit dan penggunaannya selektif. Magnesium Gangguan homeostasis magnesium terjadi pada trauma sekunder. Pada tikus dengan onset 30 menit pascatrauma, dosis tinggi MgSO 600 mg/kgbb mempunyai efek baik dengan evaluasi somatosensory evoked potential dan mempunyai efek mencegah peroksidase lipid, namun untuk 29

30 memastikan efek pada kondisi klinis sesungguhnya masih dibutuhkan serangkaian uji klinis pada manusia. Penyekat Kanal Natrium Selain kalsium didapatkan penumpukan ion natrium intrasel pascatrauma. Efek obat ini adalah sebagai anestesi lokal, antiaritmia, dan antikonvulsi dengan tujuan melindungi sel pascatrauma. Studi in vivo menggunakan tetrodotoksin dan golongan lain, seperti QX314, masih belum menunjukkan efek yang diharapkan, begitu pula penggunaan riluzol oleh Schwartz dan Fehlings masih belum menghasilkan perbaikan klinis. Modulasi metabolisme asam arakidonat Perubahan asam arakhidonat menjadi tromboksan, prostaglandin, dan leukotrien akan berefek menurunkan aliran darah, agregasi trombosit sehingga menimbulkan iskemia. Obat yang dapat memblokade enzim COX dianggap dapat bermanfaat. Prostasiklin yang merupakan hasil metabolisme asam arakidonat memiliki efek berbeda, yaitu vasodilatasi dan menghambat agregasi trombosit. Penggunaan naloxon digabung dengan indomethacin dan prostasiklin yang dimulai 1 jam pascatrauma memiliki efek lebih meng untungkan dibandingkan dengan naloxon sendiri. Studi lain menggunakan ibuprofen, meclofenamat (NSAID dan COX-inhibitor) dengan prostasiklin analog (iloprost) me nunjukkan manfaat terhadap aliran darah. Strategi pengobatan lain 30

31 Antagonis serotonin yang bekerja pada reseptor 5HT-1 dan 5HT-2 dalam percobaan memberikan efek cukup baik, begitu pula dengan penggunaan neurotrophic growth factor; antibodi inhibitor degenerasi aksonal telah dicobakan begitu pula dengan transplantasi sel saraf, semuanya memberikan hasil baik sebatas percobaan. Target berikut yang lebih penting adalah memotong jalur apoptosis yang dicetuskan oleh kaspase, seperti inhibitor kaspase-3 serta antiapoptosis protein (BCl-2). Takrolimus (FK56) dapat dipakai sebagai imunomodulator yang ber fungsi sebagai promotor regenerasi akson. F. Prognosis Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri. Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal. 9,10,11 31

32 DAFTAR PUSTAKA 1. Markam S. Penuntun neurologi. Banten ; Binapura Aksara pubhlisher Waxman S. Clinical Neuroanatomy. Edisi ke-26. America : The McGraw- Hill Company; Snell RS. Neuroanatomi klinik : pendahuluan dan susunan saraf pusat. Edisi ke-7. Jakarta : EGC; 2007.h Snell RS. Anatomi Klinis : berdasarkan system. Jakarta : EGC; 2002; h ASIA. Spinal cord injury. 13 Januari Diunduh dari : Ginsberg L. Lectures notes : neurology. Edisi ke-8. Surabaya : Erlangga; Ridvan A. Assessment of Spinal Cord Injury-History: Deparment of medicine dan rehabilitation liv hospital. Turkey ; ASIA ; Consortium Member Organizations and Steering Committee Representatives. Early Acute Management in Adults with Spinal Cord Injury: A Clinical Practice Guideline for Health-Care Professionals. The Journal Of Spinal Cord Medicine. Vol Gondowirjaya Y. Trauma medulla spinalis : patobiologi dan tatalaksana medikamentosa. Bali; Continuing medical education; CDK-219/vol.41 no.8 th

33 10. Muresanu D. Spinal cord injuries clinical assessment. New pharmacological approach ini brain and spinal cord neuroprotection and neuro recovery treatment. Romania. University medicine and pharmacy. 11. Hadley M. clinical assessment following acute cervical and spinal cord injury; Birmingham; congres neurological surgeons;72:40-53:

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending Cedera medulla spinalis adalah cedera pada medulla spinalis yang dapat mempengaruhi fungsi motorik, sensorik, dan otonom. Perubahan ini dapat sementara atau permanen. Cedera medulla spinalis paling banyak

Lebih terperinci

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER,

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, Medula Spinalis Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat Kendali untuk sistem gerak

Lebih terperinci

SPINAL CORD INJURY ETIOLOGI

SPINAL CORD INJURY ETIOLOGI SPINAL CORD INJURY Spinal Cord Injury adalah suatu disfungsi dari medula spinalis yang mempengaruhi fungsi sensoris dan motoris, sehingga menyebabkan kerusakan pada tractus sensori motor dan percabangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Fisioterapi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

Cedera Spinal / Vertebra

Cedera Spinal / Vertebra Cedera Spinal / Vertebra Anatomi 7 Servikal Anterior 12 Torakal Posterior 5 Lumbal Sakral Anatomi Posterior Anterior Motorik Cedera Spinal Sensorik Otonom Susunan Syaraf ke Ekstremitas Plexus Brachialis

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome Agnesia Naathiq H1A012004 Brown Sequard Syndrome Pendahuluan Brown Sequard Syndrome (BSS) merupakan kumpulan gejala yang muncul karena cedera medulla spinalis yang meliputi kelumpuhan atau gangguan neuron

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PARAPLEGI KARENA POST OPERASI BURST FRAKTUR VERTEBRA THORAKAL XII FRANKLE A DI RSO Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J10007007 Diajukan

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

HEMISEKSI MEDULA SPINALIS

HEMISEKSI MEDULA SPINALIS HEMISEKSI MEDULA SPINALIS Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 1 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

Trauma Medula Spinalis: Patobiologi dan Tata Laksana Medikamentosa

Trauma Medula Spinalis: Patobiologi dan Tata Laksana Medikamentosa CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi PB IDI 4 SKP Trauma Medula Spinalis: Patobiologi dan Tata Laksana Medikamentosa Yoanes Gondowardaja*, Thomas Eko Purwata** *PPDS I, **Staf Pengajar Bagian/SMF Neurologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung semasa hidupnya. Nyeri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Definisi Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

SISTEM SARAF MANUSIA

SISTEM SARAF MANUSIA SISTEM SARAF MANUSIA skema sistem saraf manusia m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti SEL SARAF Struktur sel saraf neuron: Badan sel, Dendrit Akson Struktur

Lebih terperinci

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA PENDAHULUAN 1). Latar Belakang Low back pain (LBP) merupakan permasalah yang sering muncul dalam suatu asuhan keperawatan

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MEDULA SPINALIS I. Konsep Dasar Teori A. Pengertian 1. Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Tujuan a. Tujuan umum Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Sistem Saraf Spinal

BAB I PENDAHULUAN. 2. Tujuan a. Tujuan umum Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Sistem Saraf Spinal BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seluruh aktivitas didalam tubuh manusia diatur oleh sistem saraf. Dengan kata lain, sistem saraf berperan dalam pengontrolan tubuh manusia. Denyut jantung, pernafasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan yang optimal sebagai

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009 SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009 TUNA DAKSA Tuna Daksa(cacat tubuh) adalah kelainan pada tulang, otot atau sendi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penulisan Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

BAHAN AJAR VIII ACUTE MEDULLA COMPRESSION. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

BAHAN AJAR VIII ACUTE MEDULLA COMPRESSION. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS 1 BAHAN AJAR VIII ACUTE MEDULLA COMPRESSION Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI TULANG BELAKANG

STRUKTUR ANATOMI TULANG BELAKANG POTT S DISEASE POTT S DISEASE? Pott s disease atau Spondilitis tuberkulosis merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia, ditemukan pada mumi kuno di Mesir dan Peru. Percival Pott menunjukkan gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Anatomi Medula Spinalis Medulla spinalis adalah saraf yang tipis yang merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat dari otak dan melengkungi serta dilindungi oleh tulang belakang.

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sangat penting bagi masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang terbentuk antara ventral rami (akar) dari empat nervus cervical (C5-C8) dan nervus thoracal

Lebih terperinci

SINDROMA GUILLAINBARRE

SINDROMA GUILLAINBARRE SINDROMA GUILLAINBARRE Dosen pembimbing: dr. Fuad Hanif, Sp. S, M.Kes Vina Nurhasanah 2010730110 Definisi Sindroma Guillian Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat akut yang sering terjadi 1-3 minggu

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan optimal

Lebih terperinci

31 Pasang Saraf Spinal dan Fungsinya

31 Pasang Saraf Spinal dan Fungsinya 31 Pasang Saraf Spinal dan Fungsinya January 22, 2015 Tedi Mulyadi 0 Comment Saraf spinal Sistem saraf perifer terdiri dari saraf dan ganglia di luar otak dan sumsum tulang belakang. Fungsi utama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi motorik maupun sensoris.

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT Disusun oleh : DWI RAHMAWATI NIM : J100 060 001 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma merupakan keadaan dimana individu mengalami cidera oleh suatu sebab keran kecelakaan baik lalu lintas, olahraga, industri, jatuh dari pohon, dan penyebab utama

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI BAB I PENDAHULUAN Mielopati merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Gangguan ini dapat berupa akibat dari cedera/trauma, infeksi lokal, ataupun

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk Tuhan yang ada di dunia ini terutama manusia. Bagi manusia kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma kepala (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis,

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF 17 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 17 SISTEM SARAF Segala aktivitas tubuh manusia dikoordinasi oleh sistem saraf dan sistem hormon (endokrin). Sistem saraf bekerja atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

MIELOPATI SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp.

MIELOPATI SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp. Bahan Ajar 2 MIELOPATI Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp. S (K) SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 PENDAHULUAN Mielopati istilah u/ menggambarkan setiap

Lebih terperinci

BMI = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan² (TB x TB dalam m 2 )

BMI = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan² (TB x TB dalam m 2 ) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1 Definisi Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi setiap orang. Pada kebanyakan wanita dan pria, obesitas berarti kelebihan berat badan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini semakin banyak ditemukan berbagai penyakit berbahaya yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini tidak mengancam jiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

Dr.Usman G Rangkuti, SpS Lab / SMF Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi Jember

Dr.Usman G Rangkuti, SpS Lab / SMF Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi Jember Dr.Usman G Rangkuti, SpS Lab / SMF Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi Jember Merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Vaskuler Obat-obatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

SISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA

SISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA SISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Saraf Manusia ; neuron Sistem saraf PENGATUR fungsi tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perifer. Kerusakan dapat terjadi karena kompresi, pemotongan, iskemik, infiltrasi atau

BAB I PENDAHULUAN. perifer. Kerusakan dapat terjadi karena kompresi, pemotongan, iskemik, infiltrasi atau BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan oleh lesi primer atau kerusakan di sistim saraf yang dapat melibatkan sistim saraf sentral dan perifer.

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 1. Perhatikan gambar berikut! Sel yang ditunjukkan gambar diatas adalah... neuron nefron neurit nucleus Kunci Jawaban : A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di kalangan anak muda di seluruh dunia, prediksi hasil saat masuk RS sangat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI Disusun oleh : BAYU ARDIANSYAH NIM : J100 070 006 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus Sistem Saraf Dr. Hernadi Hermanus Neuron Neuron adalah unit dasar sistem saraf. Neuron terdiri dari sel saraf dan seratnya. Sel saraf memiliki variasi dalam bentuk dan ukurannya. Setiap sel saraf terdiri

Lebih terperinci

31 Pasang saraf spinalis dan fungsinya

31 Pasang saraf spinalis dan fungsinya 31 Pasang saraf spinalis dan fungsinya Sumsum tulang belakang adalah struktur yang paling penting antara tubuh dan otak. Sumsum tulang belakang membentang dari foramen magnum di mana ia kontinu dengan

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci