MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ELEKTROKARDIOGRAM (EKG), ANALISA GAS DARAH (AGD), INITIAL ASSESMENT, RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ELEKTROKARDIOGRAM (EKG), ANALISA GAS DARAH (AGD), INITIAL ASSESMENT, RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)"

Transkripsi

1 MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ELEKTROKARDIOGRAM (EKG), ANALISA GAS DARAH (AGD), INITIAL ASSESMENT, RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Oleh: Arif Eko Yuniawan Disusun sebagai tugas pengganti PKKT Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners Angkatan 12 pada 3 Agustus 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN 2013

2 ELEKTROKARDIOGRAFI A. Pendahuluan Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung. Sedangkan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik jantung akan menimbulkan kelainan gambar EKG. Elektrokardiogram hanyalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang merupakan alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis, karena pasien dengan penyakit jantung mungkin mempunyai gambaran EKG yang normal atau sebaliknya, individu normal mungkin mempuinyai gambaran EKG yang abnormal (Nurhayati, 2001). Elektrokardiogragm mempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis berikut: 1) Aritmia jantung, 2) Hipertrofi atrium dan ventrikel, 3) Iskemia dan infark miokard, 4) Efek obat-obatan-obatan terutama digitalis dan anti-aritmia, 5) Gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium, 6) Penilaian Fungsi pacu jantung. B. Anatomi Jantung dan Sistem Konduksi Jantung terdiri dari empat ruang yang berfungsi sebagi pompa, yaitu atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Hubungan fungsional antara atrium dan ventrikel diselenggarakan oleh jaringan susunan hantar khusus yang menghantarkan impuls listrik dari atrium ke ventrikel. Sistem konduksi jantung teridiri dari nodus Sinoatrial (SA), nodus Atrioventrikular (AV), berkas his dan serabut-serabut purkijnje. Nodus SA (SAN) terletak pada pertemuan antara vena kava superior dengan atrium kanan. Sel-sel dalam SAN secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls dengan frekuensi kali/ menit. Nodus AV (AVN) terletak di atas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel dalam AVN mengeluarkan impuls lebih rendah dari SAN yaitu kali/ menit. AVN

3 kemudian menjadi berkas his yang menembus jaringan pemisah miokardium atrium dan miokardium ventrikel, selanjutnya berjalan pada septum ventrikel yang kemudian bercabang dua menjadi berkas kanan (right bundle branch) dan berkas kiri (left bundle branch). RBB dan LBB kemudian menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri, berkeas tersebut bercabang menjadi serabut-serabut purkinje. Serabut purkinje mampu mengelurakan impuls dengan frekuensi kali/ menit. Gambar 1.1. Struktur sistem konduksi C. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung Sel otot jantung dalam keadaan istirahat pada permukaan luarnya bermuatan positif dan bagian dalamnya bermuatan negatif. Perbedaan potensial muatan melalui membrane sel ini kira-kira 90 milivolt. Terdapat 3 ion yang mempunyai peran penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu kalium, natrium dan kalsium.rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan masuknya ion natrium dengan cepat dari luar ke dalam, sehingga menyebabkan muatan dalam sel menjadi lebih positif dibandingkan muatan luar sel. Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan DEPOLARISASI. Setelah depolarisasi, terjadi pengambalian muatan ke keadaan semula proses ini dinamakan REPLARISASI. Seluruh proses tersebut dinamakan AKSI POTENSIAL.

4 Aksi potensial dibagi dalam lima fase sesuai dengan elektrofisiologi yang terjadi yaitu fase 0, fase 1, fase 2, fase 3, dan fase 4. Fase 0 dinamakan fase depolarisasi yang menggambarkan masuknya natrium dari luar sel ke dalam dengan cepat. Akibatnya muatan dalam sel menjadi positif sedangkan luar sel menjadi negatif. Fase 1 merupakan fase permulaan proses repolarisasi yang mengembalikan potensial dalam sel ke 0 milivolt, hal ini terutama akibat penutupan saluran atrium. Fase 2 terjadi perpindahan ion kalsium ke dalam sel otot jantung dengan laju yang relatif lebih lambat dan menyebabkan keadaan stabil yang agak lama sesuai dengan masa refrakter absolut dari miokardium. Fase 3 merupakan fase pengembalian potensial intrasel ke potensial istirahat, akibat pengeluaran Kalium dari dalam ke luar sel, sehingga mengurangi muatan positif di dalam sel. Fase 4 dinamakan juga fase istirahat, dimana bagian dalam sel otot bermuatan negatif dan bagian luar bermuatan positif. Dengan demikian sel tersebut mengalami polarisasi. D. Sandapan EKG Rekaman EKG diperoleh dengan memasang elektroda-elektroda di kulit pada tempat-temoat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda. Terdapat dua jenis sandapan (lead) pada EKG yaitu sandapan bipolar dan unipolar. Sandapan bipolar hanya dapat merekam perbedaan potensial dari dua elektroda yang terbagi menjadi tiga, sedangkan sandapan unipolar terbagi menjadi dua. Sandapan bipolar terdiri dari lead I, lead II, dan lead III. Lead I merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+). Lead II merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). Lead III merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kiri bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama sisi yang lazim disebut segi tiga EINTHOVEN.

5 Gambar 1.2 Segitiga Einthoven Sandapan unipolar terbagi menjadi dua sandapan yaitu sandapan unipolar ekstermitas dan unipolar precordial. Sandapan unipolar ekstremitas merekam beda potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda ekplorasi diletakkan pada ekstremitas yang akan diukur. Gabungan elektroda-elektroda pada ekstremitas yang lain membentuk elektroda indiferen (potensial 0). Sandapan unipolar ekstremitas terdiri dari sandapan avr, sandapan avl, dan sandapan avf. Sandapan avr merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana tangan kanan bermuatan positif (+), tangan kiri dan kaki kirimembentuk elektroda indiferen. Sandapan avl merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferen. Sandapan avf merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan tangan kiri membentuk elektroda indifern. Sandapan unipolar ke dua yaitu sandapan unipolar precordial, sandapan ini merekam potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda eksplorasi yang ditempatkan di beberapa tempat dinding dada. Elektroda indiferen diperoleh dengan menggabungkan ketiga elektroda ekstremitas. Letak sandapan meliputi V1, V2, V3, V4, V5, dan V6. V1 terletak di ruang interkosta IV garis sternal kanan, V2 terletak di ruang interkosta IV garis sternal kiri, V3 terletak di pertengahan V2 dan V4, V4 terletak di ruang interkosta V garis midklavikula kiri, V5 sejajar V4 garis aksila depan, dan V6 sejajar garis aksila tengah.

6 Gambar 1.3. Letak sandapan EKG Umumnya perekaman EKG lengkap dobuat 12 lead (sandapan), akan tetapi pada keadaan tertentu perekaman dibuat sampai V7, V8, dan V9 atau V3R dan V4R. E. Kertas EKG Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal dengan jarak 1 mm (sering disebut kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm (disebut kotak beasr). Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0,04 detik, sedangkan 5 mm = 0, 20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase, dimana 1 mm = 0,1 milivolt, sedangkan setiap 10 mm = 1 milivolt. Pada praktik setiap hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 milivolt. Kalibrasi yang biasanya dilakukan adalah 1 milivolt, yang menimbulkan defleksi 10 mm. pada keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan menimbulkan defleksi 20 mm atau diperkecil yang akan menimbulkan defleksi 5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat perekaman EKG sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah bagi yang membacanya. F. Kurva EKG Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel. Proses listrik ini terdiri dari depolarisasi atrium, repolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel.

7 Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal memperlihatkan 3 proses listrik yaitu depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena disamping intesitasnya kecil juga repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan depolarisasi ventrikel yang mempunyai intesitas yang jauh lebih besar. Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S, dan T serta kadang terlihat delombang U. Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG. Gambar 1.4. Bentuk gelombang EKG Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Gelombang P yang normal yaitu lebar kurang dari 0,12 detik, tinggi kurang dari 0,3 milivolt, selalu positif di lead II dan selalu negatif di lead avr. Gelombang QRS merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel. Gelombang QRS yang normal yaitu lebar 0,06-0,12 detik dan tinggi tergantung lead. Gelombang QRS terdiri dari gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Gelombang Q adalah defleksi negative pertama pada gelombang QRS. Gelombang Q yang normal yaitu lebar kurang dari 0,04 detik, tinggi/ dalamnya kurang dari 1/3 tinggi R. Gelombang Q abnormal disebut gelombang Q patologis. Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Gelombang R umumnya positif di lead I, II, V5, dan V6. Di lead avr, V1, dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada sama sekali. Gelombang S adalah defleksi negative sesudah gelombang R. di lead avr dan V1 gelombang S terlihat dalam, dari V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau berkurang dalamnya.

8 Gelombang T merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T positif di lead I, II, V3-V6 dan terbalik di avr. Gelombang U adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui namun diduga akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel. Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12-0,20 detik. Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi ventrikel. Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. segemn ini umumnya isoelektris, tetapi pada lead precordial dapat bervariasi dari - 0,5 sampai + 2 mm. segmen ST yang naik disebut ST elevasi dan yang turun disebut ST depresi. G. Cara Menilai EKG 1. Menentukan Frekuensi (Hearth Rate) Cara menentukan frekuensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: a. 300 Jumlah kotak besar antara R-R b Jumlah kotak kecil antara R-R c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10 atau ambil EKG 12 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan dengan Menentukan Irama Jantung (Rhythm) Dalam menentukan irama jantung, urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut: a. Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak b. Tentukan berapa frekuensi jantung (HR) c. Tentukan gelombang P normal atau tidak

9 d. Tentukan interval PR normal atau tidak e. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak f. Interpretasi Irama jantung yang normal impulsnya berasal dari nodus SA, maka iramanya disebut irama sinus (sinus rhythm). Kriteria irama sinus (SR) adalah irmanya teratur, frekuensi jantung antara kali per menit, gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gelombang GRS dan T, interval PR normal (0,12-0,20 detik), gelombang QRS normal (0,06-0,12 detik), semua gelombang sama. Irama EKG yang tidak mempunyai kriteria tersebut disebut disritmia. Disritmia terdiri dari disritmia yang disebebakan oleh gangguan pembentukan impuls dan disritmia yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls. Disritmia yang disebabkan oleh gangguan pembentukan imupls terdiri dari: a. Nodus SA 1) Takikardi Sinus (ST) 2) Bradikardi Sinus (SB) 3) Aritmia sinus 4) Sinus Arrest b. Atrium 1) Ekstrasistolal atrial (AES/PAB/PAC) 2) Takikardi atrial (PAT) 3) Flutter atrial 4) Fibrilasi atrial c. Nodus AV 1) Irama junctional (JR) 2) Ekstrasistolal junctional (JES/PJB/PJC) 3) Takikardi junctional d. Supraventrikel 1) Ekstrasistol supraventrikel (SVES)

10 2) Takikardi supraventrikel (SVT) e. Ventrikel 1) Irama idioventrikel (IVR) 2) Ekstrasistol ventrikel (VES/PVB/PVC) 3) Takikardi ventrikel (VT) 4) Fibrilasi ventrikel (VF) Disritmia yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls: a. Nodus SA Blok sinoatrial (SA Block) b. Nodus AV 1) Blok AV derajat I 2) Blok AV derajat II 3) Tipe Mobitz I (Wenckebach) 4) Tipe mobitz II 5) Blok AV derajat III (total AV blok) c. Interventrikuler 1) Right bundle branch block (RBBB) 2) Left bundle branch block (LBBB) 3. Menentukan sumbu jantung (axis) Untuk menentukan axis dapat dapat dipakai bebrapa cara, yang paling mudah adalah dengan menghitung QRS rata-rata di bidang frontal. Axis normal terletak antara -30 sampai +110 derajat. Gambar 1.5. Axis Deviasi axis ke kiri (LAD) antara -30 sampai 90 derajat dan deviasi axis kanan (RAD) antara +110 sampai -180 derajat. 4. Menentukan adanya tanda hipertrofi a. Hipertrofi atrium kanan (RAH) Ditandai dengan adanya gelombang P yang lancip dan tinggi paling jelas terlihat di lead I dan lead II, biasanya disebut P-Pulmonal.

11 b. Hipertrofi atrium kiri (LAH) Ditandai dengan adanya gelombang P yang lebar dan berlekuk, paling jelas terlihat di lead I dan II, biasa disebut gelombang P-Mitral. c. Hipertrofi ventrikel kanan (RVH) Ditandai dengan gelombang R lebih besar dari gelombang S pada lead precordial kanan, VAT > 0,03 detik di V1, gelombang S menetap di V5/ V6, depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di V1-V3, dan RAD. d. Hipertrofi ventrikel kiri (LVH) Ditandai dengan gelombang R pada V5/V6 lebih dari 27 mm atau gelombang S di V1 + gelombang R di V5/V6 lebih dari 35 mm, VAT > 0,05 detik di V5/V6, depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di V5/V6, dan LAD. 5. Menentukan adanya tanda iskemia/ infark miokard Iskemia miokard ditandai dengan adanya depresi segmen ST atau gelombang T terbalik. Sedangkan infark miokard, gambaran yang paling diagnostik adalah gelombang Q patologis. Pada fase akut umumnya gelombang Q patologis disertai adanya elevasi segmen ST, sedangkan pada fase sub akut atau recent gelombang Q patologis disertai gelombang T terbalik. Pada fase old gambaran EKG berupa gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T normal kembali. Adapun untuk menentukan lokasi iskemia atau infark digunakan ketentuan sebagai berikut: a. Anterior kelainannya di V2-V4 b. Anteroseptal kelainannya di V1-V3 c. Anterolateral kelainnanya di I, AVL, V5-V6 d. Ekstensif anterior kelainannya di I, AVL, V1-V6 e. Inferior kelainannya di II, III, dan AVF

12 f. Posterior kelainannya di V1-V2 (resipokal) g. Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R, dan V4R H. Prosedur Perekaman EKG 1. Alat dan bahan : a. Elektrokardiogram b. Elektroda ektremitas c. Elektroda hisap d. Kawat penghubung klien dan kawat penghubung dengan bumi e. Kapas dan alkohol f. Elektrolit jelly g. Probandus 2. Cara kerja : a. Persiapan 1) Klien berbaring dengan tenang dan telanjang dada. Klien diberikan penjelasan mengenai tujuan dan jalanya prosedur pemeriksaan. Kepala klien diberi bantal dan perhiasan maupun aksesoris yang terbuat dari logam dilepas. 2) Permukaan kulit di kedua pergelangan tangan dan kaki dibersihkan dengan kapas beralkohol. 3) Elektroda diberi EKG jelly secukupnya dan dipasangkan pada tempat yang sudah dibersihkan. 4) Kabel penghubung klien dihubungkan dengan elektroda : Kabel RA (right arm) merah dihubungkan pada elektroda dipergelangan tangan kanan. Kabel LA (left arm) kuning dihubungkan pada elektroda dipergelangan tangan kiri. Kabel LL (left leg) hijau dihubungkan pada elektroda dipergelangan kaki kiri. Kabel RL (right leg) hitam dihubungkan pada elektroda dipergelangan kaki kanan. 5) Permukaan kulit dada klien dibersihkan dengan kapas beralkohol

13 6) Elektroda diberi EKG jelly secukupnya dan dipasang pada prekordial yang telah dibersihkan 7) Kabel penghubung klien dihubungkan dengan elektroda : V 1 diletakan diruang interkostal ke empat disebelah kanan sternum (merah). V 2 diletakan diruang interkostal ke empat disebelah kiri sternum (kuning). V 3 diletakan diantara V 2 dan V 4 (hijau). V 4 diletakan diruang interkostal kelima pada garis midklavikula (coklat). V 5 diletakan diantar V 4 dan V 6 (hitam). V 6 diletakan diruang interkostal kelima pada garis midklavikula (ungu). 3. Perekaman a. Posisi kertas diperiksa. b. Tombol ON ditekan. c. kecepatan dan sensitivitas dipilih. d. Tombol START ditekan. e. Setelah semua lead terekam, tombol OFF ditekan. f. Identitas dan waktu merekam diperiksa. g. Elektroda beserta kabel-kabelnya dilepas dan dibersihkan.

14 ANALISI GAS DARAH A. Pendahuluan Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium ketika dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam basa pasien (Wilson, 1999). Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang dikontrol melalui tiga mekanisme, yitu sistem buffer, sistem repiratori, dan sistem renal. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan astrup, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Mc Cann (2004) mengungkapkan bahwa analisa gas darah bertujuan antara lain untuk 1) mengetahui keseimbangan asam basa dalam tubuh, 2) mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran ph, tekanan potensial arteri (Pa O 2 ), dan tekanan parsial karbon dioksida (Pa CO 2 ), 3) mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah yang ditunjukkan melalui Pa O 2, 4) mengetahui kapasitas paru-paru dalam mengeliminasikan CO 2 yang ditunjukkan oleh Pa CO 2, dan 5) menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya, serta untuk mengetahui jumlah bikarbonat. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh perawat dalam melakukan analisa gas darah adalah sebagai berikut (Wilson, 1999): 1. Pemahaman mengenai keseimbangan cairan asam basa meliputi: a. ph darah ph normal di dalam darah dibutuhkan untuk banyak reaksi kimia dalam tubuh. Rentang normal ph darah arteri adalah 7,35-7,45. ph darah yang kurang dari 7,35 menunjukkan asidosis atau acidema. Sedangkan ph darah lebih tinggi dari 7,45 menunjukkan alkalosis atau alkalemia. b. Tekanan parsial karbon dioksida (PCO 2, Pa CO 2 ) Rentang normal dari tekanan parsial karbon dioksida (P CO 2, Pa CO 2 ) yaitu mmhg. c. Bikarbonat (HCO - 3 ) Kerja bikarbonat dengan carbonic acid untuk membantu meregulasi ph darah. Bikarbonat diukur melalui dua cara, yaitu langsung melalui pengukuran level

15 bikarbonat. Pengukuran tidak langsung menggunakan penjumlahan total CO 2 dan PaCO 2. Rentang normal bikarbonat yaitu meq/l (22-26 mmol/l). d. Base excess/ deficit Base excess/ deficit berutjuan dalam memberikan informasi menganai jumlah total buffer anion (bikarbonat, hemoglobin, dan protein plasma) dan perubahan keseimbangan asam-basa pada respiratori atau metabolic. Jumlah base excess/ deficit dibawah -3mEq/L mengindikasikan base deficit, yang berhubungan dengan berkurangnya level bikarbonat. Sedangkan peningkatan jumlah yaitu diatas +3 meq/l mengindikasikan base excess. 2. Kompetensi bahwa dalam penngambilan gas darah tidak harus disuruh untuk pengambilan individual, melainkan perawat seharusnya menginstruksikan pasien untuk melaporkan ada atau tidaknya perdarahan yang dapat terjadi setelah tindakan. 3. Pemahaman mengenai analisa gas darah Setelah perawat mengambil sampel dan memberikan ke laboratorium, maka ketika hasil telah keluar, perawat perlu memahami hasil tersebut dan menganalisanya. Berikut adalah pemahaman yang harus dimiliki untuk menganalisa hasil analisa gas darah. 1. Analisa apakah ph asidosik (< 7,35) atau alkalotik (> 7,35) 2. Analisa apakah PCO 2 asidotik (> 45) atau alkalotik (< 35) 3. Analisa apakah HCO 3 - asidotik (< 22) atau alaklotik (> 26) 4. Bandingkan ketika kumlah tersebut dan cari dua kesamaan di acidity atau alkality untuk mengetahui ketidak seimbangan asam dan basa Tabel Ketidakseimbangn Asam dan Basa ph PCO 2 - HCO 3 Ketidakseimbanga Komponen Respiratori Komponen Metabolik n Asam dan Basa Asidosis Asidosis Asidosis Respiratori Alkalosis Alkalosis Alkalosis Respiratori Asidosis Asidosis Asidosis Metabolik Alkalosis Alkalosis Alkalosis Metabolik B. Gangguan Sistem Asam Basa Ada empat jenis gangguan utama yang selam ini kita kenal, yaitu asidosis repiratori, alkalosis respiratori, asidosis metabolic, dan alkalosis metabolic. Seorang pasien dapat

16 mengalami satu atau dua sekaligus gangguan asam basa. Seperti diketahui, asidosis adalah suatu keadaan diamana kadar ion H + dalam darah lebih tinggi dari normal (ph rendah), sedangkan alkalosis adalah suatu keadaan dimana kadar H + di dalam darah rendah dari normal (ph tinggi). 1. Asidosis Respiratorik Terjadi karena adanya hipoventilasi, sehingga P CO 2 akan meningkat. Hal ini dapat terjadi pada 1) kelainan paru missal Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM), 2) kelainan susunan saraf pusat, misalnya depresi pernapasan, dan 3) kelainan dinding dada. Karena P CO 2 darah meningkat, di dalam gas darah akan ditemukan ph, P CO 2, HCO - 3 normal. 2. Alkalosis Respiratorik Terjadi karena adanya hiperventilasi sehingga P CO 2 darah akan turun. Hal ini dapat terjadi karena 1) perangsangan SSP seperti emosi, salisilat dan lain-lain, 2) stimulasi kemoreseptor perifer (hipoksemia), 3) stimulasi reseptor intratorakal (berbagai penyakit paru), dan 4) keadaan hipermetabolisme (sepsis dan hipertiroid). Karena P CO 2 darah menurun, di dalam analisa gas darah akan ditemukan ph, P CO 2, HCO - 3 normal. 3. Asidosis Metabolik Dapat terjadi karena penambahan asam seperti oksidasi lemak tak sempurna (asidosis diabetika atau kelaparan) dan oksidasi karbohidrat tak sempurna (asidosis laktat). Asidosis metabolic juga terjadi pada pengurangan bikarbonat seperti dalam kondisi renal tubular asidosis dan diare. Dengan penambahan H +, metabolisme penyangga bikarbonat asam-bsa karbonat akan bekerja dengan mengeluarkan HCO 3 guna mengikat penambahan H + itu sehingga - perubahan ph yang tidak begitu besar. Karena mekanisme ini akan terjadi ph, HCO 3, B.E. < 2,5. 4. Alkalosis Metabolik Dapat terjadi karena pengurangan asam seperti karena muntah-muntah sehingga HCl lambung dikeluarkan atau karena penggunaan antasida yang berlebihan dan penambahan basa seperti karena infus bikarbonat yang berlebihan atau karena efek aldosterone/ steroid. Dengan adanya pengeluaran ion H +, metabolisme penyangga akan

17 bekerja dengan mengeluarkan H + guna mengurangi perubahan ph. Karena mekanisme ini akan terjadi ph, HCO - 3, B.E. > 2,5. C. Mekanisme Kompensasi Kompensasi tubuh terhadap perubahan ph akan dilakukan melalui metabo pernapasan dan ginjal, tergantung dari bentuk angguan asam basa yang terjadi Bentuk bentuk kompensasi adalah sebagai berikut: Asidosis metabolic, akan menimbulkan perangsangan untuk stimulasi pernapasan. Akibatnya P CO 2 darah akan menurun, dan ini tentu berakibat kenaikan ph (lihat persamaan Henderson). jadi, penurunan ph pada asidosis metabolic akan dikompensasi oleh suatu reaksi alkalosis respiratorik (ph, P CO 2 ). Alkalosis metabolic, akan menimbulkan depresi pernapasan sehingga P CO 2 darah akan meningkat, yang ini tentunya akan mengakibatkan penurunan ph. Jadi kenaikan ph pada alkalosis metabolic akan dikompensasi oleh suatu reaksi asidosis respiratorik. Asidosis respiratorik, akan menimbulkan peningkatan reabsorbsi HCO 3 di ginjal, akibatnya kadar HCO 3 - di darah akan meningkat dan ph juga akan naik. Jadi, asidosis respiratorik akan dikompensasi oleh suatu alkalosis metabolic (ph, HCO 3 - ). Alkalosis respiratorik, akan menurunkan reabsorbsi HCO 3 di ginjal. Akibatnya kadar HCO 3 - darah akan menurun dan dengan sendirinya nilai ph akan turun pula. Artinya, alkalosis respiratorik di tubuh akan dikompensasi oleh suatu asidosis metabolic. D. Indikasi Indikasi tindakan analisa gas darah adalah sebagai berikut (Mc Cann, 2004): 1. Tindakan analisa gas darah ditujukan pada pasien dengan sebagai berikut; a. Obstruktif kronik pulmonary b. Edema pulmonary c. Sindrom distress respiratori akut d. Infark miokardial e. Pneumonia 2. Tindakan ini juga diberikan pada pasien yang sedang mengalami syok dan setelah menjalani pembedahan by pass arteri koronaria 3. Pasien yang mengalami resusitasi dari penyumbatan kardiak

18 4. Pasien yang mengalami perubahan dalam status pernapasan dan terapi pernapasan, serta anesthesia E. Kontraindikasi Kontraindikasi pada tindakan analisa gas darah yaitu pada pasien yang daerah arterinya mengalami amputasi, contrachtus, infeksi, dibalut dan cast, matektomi, dan arteriovenous shunts (Potter & Perry, 2006). F. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini yaitu 1) adanya risiko jarum mengenai periosteum tulang yang kemudian pasien mengalami kesakitan, hal ini akibat dari terlalu menekan dalam memberikan injeksi, 2) adanya risiko jarum melewati dinding arteri yang berlainan, dan 3) adanya kemungkinan arteri spasme sehingga darah tidak mau mengalir masuk ke syringe. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan gas darah antara lain gelembung udara, antikoagulan, metabolisme, dan suhu. Tekanan oksigen udara adalah 158 mmhg, jika terdapat udara dalam sampel darah maka hasilnya akan cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel kurang dari 158 mmhg, maka hasilnya akan meningkat. Antikoagulan dapat mendilusi keonsentrasi gas darah dalm tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO 2, sedangkan ph tidak terpengaruh karena efek penurunan CO 2 terhadap ph dihambat oleh keasaman heparin. Sampel darah masih merupakan jaringan hidup. Sebagai jaringan hidup, darah membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO 2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam. Kemudian ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO 2 dan PCO 2. Nilai ph akan mengikuti PCO 2. G. Anatomi Daerah Target Anatomi daerah yang menjadi target tindakan analisa gas darah antara lain arteri radial, arteri brachial, arteri femoral, arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis. Bagian-bagian ini tidak boleh diambil oleh phlebotomis. Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis.

19 Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak. H. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan analisa gas darah meliputi: 1. 3 ml sampai 5 ml gelas syringe 2. 1 ml ampul heparin aqueous G 11/4 jarum G 1 jarum 5. Sarung tangan 6. Alcohol atau povidone-iondine pad 7. Gauze pads 8. Topi karet untuk syringe hub atau penutup karet untuk jarum 9. Label 10. Ice filled plactic bag 11. Laporan permintaan laboratorium 12. Perekat balutan 13. Opsional: 1% licoaine solution 14. Peralatan siap AGD I. Prosedur Tindakan Aspek keamanan dan keselamatan (safety) yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan analisa gas darah, yaitu perawat harus memeriksa kebijakan terhadap tenaga kesehatan yang diperbolehkan dalam melakukan ini (Potter & Perry, 2006). Beberapa kebijakan dari rumah sakit menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yaitu perawat yang diberikan izin dalam melakukan analisa gas darah adalah perawat di bidang critical care (Potter & Perry, 2006). Prosedur pada tindakan analisa gas darah ini adalah sebagai berikut (McCann, 2004): 1. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan sebelum memasuki ruangan pasien. 2. Cuci tangan dengan menggunakan tujuh langkah benar. 3. Bila menggunakan peralatan AGD yang sudah siap, buka peralatan tersebut serta pindahkan label contoh dan tas plastik (plastic bag).

20 4. Catat label nama pasien, nomor ruangan, temperatur suhu pasien, tanggal dan waktu pengambilan, metode pemberian oksigen, dan nama perawat yang bertugas pada tindakan tersebut. 5. Beritahu pasien alasan dalam melakukan tindakan tersebut dan jelaskan prosedur ke pasien untuk membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kooperatif pasien dalam melancarkan tindakan tersebut. 6. Cuci tangan dan setelah itu gunakan sarung tangan. 7. Lakukan pengkajian melalui metode tes Allen. Cara allen s test Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain. 8. Bersihkan daerah yang akan di injeksi dengan alkohol atau povidoneiodine pad. 9. Gunakan gerakan memutar (circular) dalam membersihkan area injeksi, dimulai dengan bagian tengah lalu ke bagian luar. 10. Palpasi arterti dengan jari telunjuk dan tengah satu tangan ketika tangan satunya lagi memegang syringe. 11. Pegang alat pengukur sudut jarum hingga menunjukkan derajat. Ketika area injeksi arteri brankhial, posisikan jarum 60 derajat. 12. Injeksi kulit dan dinding arterial dalam satu kali langkah. 13. Perhatikan untuk blood backflow di syringe. 14. Setelah mengambil contoh, tekan gauze pad pada area injeksi hingga pedarahan berhenti yaitu sekitar 5 menit. 15. Periksa syringe dari gelembung udara. Jika muncul gelembung udara, pindahkan gelembung tersebut dengan memegang syringe ke atas dan secara perlahan mengeluarkan beberapa darah ke gauze pad. 16. Masukan jarum ke dalam penutup jarum atau pindahkan jarum dan tempatkan tutup jarum pada jarum yang telah digunakan tersebut.

21 17. Letakkan label pada sampel yang diambil yang sudah diletakkan pada ice-filled plastic bag. 18. Ketika pedarahan berhenti, area yang di injeksi diberikan balutan kecil dan direkatkan. 19. Pantau tanda vital pasien, dan observasi tanda dari sirkulasi. Pantau atau perhatikan risiko adanya pedarahan di area injeksi.

22 INITIAL ASSESSMENT Initial Assessment adalah proses penilaian awal pada penderita trauma disertai pengelolaan yang tepat guna untuk menghindari kematian. Initial assesment meliputi persiapan, triage, primary survey, resusitasi, tambahan terhadap primary survey dan resusitasi, Secondary survey (anamnesis dan pemeriksaan fisik), tambahan terhadap secondary survey, pemantauan dan reevaluasi berkesinambungan, dan penanganan definitive. Urutan dari initial assessment diterapkan secara berurutan atau sekuensial, akan tetapi dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan atau simultan. 5. Persiapan Persiapan pada penderita berlangsung dalam dua fase yang berbeda, yaitu fase pra rumah sakit/ pre hospital, dimana seluruh penanganan penderita berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah sakit/hospital dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dengan cepat. a. Fase pra rumah sakit Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di lapangan akan menguntungkan penderita. Pada fase pra rumah sakit, hal yang perlu diperhatikan adalah penjagaan airway, kontrol pendarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas yang memadai. Waktu di tempat kejadian (scene time) yang lama harus dihindari. Selain itu juga penting mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan di rumah sakit, seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian, serta riwayat penderita. Sehingga dapat ditentukan jenis dan berat dari trauma. b. Fase rumah sakit Pada fase rumah sakit perlu dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba, sebaiknya ada ruangan khusus resusitasi serta perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube) yang sudah dipersiapkan. Selain itu, perlu dipersiapkan cairan kristaloid (mis : RL) yang sudah dihangatkan, perlengkapan monitoring

23 serta tenaga laboratorium dan radiologi. Semua tenaga medik yang berhubungan dengan penderita harus dihindarkan dari kemungkinan penularan penyakit menular dengan cara penganjuran menggunakan alat-alat protektif seperti masker/face mask, proteksi mata/google, baju kedap air, sepatu dan sarung tangan kedap air. 6. Triase Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC (Airway dengan kontrol vertebra servikal), Breathing, dan Circulation dengan kontrol perdarahan. Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk. Dua jenis keadaan triase yang dapat terjadi: a. Multiple Casualties Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu. b. Mass Casualties Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilakukan penanganan terlebih dahulu adalah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit. 7. Primary Survey Primary survey dilakukan untuk menilai keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital dan mekanisme trauma. Pada primary survey dilakukan usaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu dengan berpatokan pada urutan berikut : A : Airway Yang pertama kali harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Hal ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maxilla, fraktur laring/trakhea. Usaha uhtuk membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal (servical spine control), dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw trust. Jika dicurigai ada kelainan pada

24 vertebra servikalis berupa fraktur maka harus dipasang alat immobilisasi serta dilakukan foto lateral servikal. Pemasangan airway definitif dilakukan pada penderita dengan gangguan kesadaran atau GCS (Glasgow Coma Scale) 8, dan pada penderita dengan gerakan motorik yang tidak bertujuan. B : Breathing Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan dilakukan auskultasi untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Sedangkan inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Trauma yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flailchest dengan kontusio paru dan open pneumotoraks. Sedangkan trauma yang dapat mengganggu ventilasi dengan derajat lebih ringan adalah hematothoraks, simple pneumothoraks, patahnya tulang iga, dan kontusio paru. C : Circulation a. Volume darah dan cardiac output Perdarahan merupakan sebab utama kematian yang dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi pada trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita yang meliputi : 1) Tingkat kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang mengakibatkan penurunan kesadaran. 2) Warna kulit Wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat meruoakan tanda hipovolemia. 3) Nadi Perlu dilakukan pemeriksaan pada nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis kiri dan kanan untuk melihat kekuatan nadi, kecepatan,

25 dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur, biasanya merupakan tanda normovolemia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, sedangkan nadi yang tidak teratur merupakan tanda gangguan jantung. Apabila tidak ditemukan pulsasi dari arteri besar maka merupakan tanda perlu dilakukan resusitasi segera. b. Perdarahan Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Sumber perdarahan internal adalah perdarahan dalam rongga thoraks, abdomen, sekitar fraktur dari tulang panjang, retroperitoneal akibat fraktur pelvis, atau sebgai akibat dari luka dada tembus perut. D : Disability/neurologic evaluation Pada tahapan ini yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat atau level cedera spinal. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem skoring sederhana dan dapat meramal outcome penderita. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan trauma langsung. E : Exposure/ environmental Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, biasanya dengan cara menggunting dengan tujuan memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka penderita harus diselimuti agar tidak kedinginan. 8. Resusitasi Resusitasi yang agresif dan pengelolaan cepat pada yang mengancam nyawa merupakan hal yang mutlak bila ingin penderita tetap hidup. A. Airway Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasofaringeal airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada refleks batuk (gag refleks) dapat dipakai orofaringeal airway. B. Breathing Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi dan atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan

26 intubasi endotrakheal baik oral maupun nasal. Surgical airway/ krikotiroidotomi dapat dilakukan bila intubasi endotrakheal tidak memungkinkan karena kontraindikasi atau karena masalah teknis. C. Circulation Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang minimal dua IV line. Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Selain itu bisa juga digunakan jalur IV line yang seperti vena seksi atau vena sentralis. Pada saat memasang kateter IV harus diambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin serta pemeriksaan kehamilan pada semua penderita wanita berusia subur. Pada saat datang penderita diinfus cepat dengan 2-3 liter cairan kristaloid, sebaiknya Ringer Laktat. Bila tidak ada respon, berikan darah segulungan atau (type specific). Jangan memberikan infus RL dan transfusi darah terus menerus untuk terapi syok hipovolemik. Dalam keadaan harus dilakukan resusitasi operatif untuk menghentikan perdarahan. 9. Tambahan pada primary survey dan resusitasi a. Monitor EKG : dipasang pada semua penderita trauma. b. Kateter urin dan lambung Kateter uretra Produksi merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan perkusi ginjal dan hemodinamik penderita. Kateter urin jangan dipasang jika dicurigai ada rupture uretra yang ditandai dengan : 1. Adanya darah di orifisium uretra eksterna (metal bleeding) 2. Hematom di skrotum atau perineum 3. Pada Rectal Toucher, prostat letak tinggi atau tidak teraba. 4. Adanya fraktur pelvis. Bila dicurigai ruptur uretra harus dilakukan uretrogram terlebih dahulu.

27 Kateter lambung atau NGT Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi kemungkinan muntah. Isi lambung yang pekat mengakibatkan NGT tidak berfungsi, lagipula pemasangannya sendiri dapat mengakibatkan muntah. Darah dalam lambung dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatic atau perlukaan lambung. Bila lamina kribosa patah atau diduga patah, kateter lambung harus dipasang melalui mulut untuk mencegah masuknya NGT dalam rongga otak. Dalam keadaan ini semua pipa jangan di masukkan lewat jalur nasofaringeal. c. Monitor Monitoring hasil resusitasi sebaiknya didasarkan pada penemuan klinis seperti laju nafas, nadi, tekanan nadi, tekanan darah, ABG (Arterial Blood Gases), suhu tubuh dan keluaran (output) urin hasil pemeriksaan di atas harus didapat secepatnya setelah menyelesaikan survei primer. 1. Laju nafas dan ABG dipakai untuk menilai airway dan breathing. ETT dapat berubah posisi pada saat penderita berubah posisi. Alat pengukur CO2 secara kolorimetrik mengukur End-Tidal CO2 dan merupakan cara yang baik untuk menetapkan bahwa posisi ETT dalam trakhea, dan bukan dalam esofagus. Penggunaan alat ini tidak dapat menentukan bahwa letak ETT sudah tepat. 2. Penggunaan Pulse oximetri mengukur kadar O2 saturasi, bukan PaO2. Suatu sensor diletakkan pada ujung jari atau cuping telinga, dan kemudian mengukur saturasi O2, biasanya sekaligus tercatat denyut nadi. 3. Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini merupakan indikator yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan. d. Pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan tambahan lainnya Pemeriksaan foto rontgen harus selektif, dan jangan menghambat proses resusitasi. Foto toraks dan pelvis dapat mengenali kelainan yang mengancam nyawa, dan foto pelvis dapat menunjukkan adanya fraktur pelvis. Pemeriksaan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) dan USG abdomen merupakan pemeriksaan bermanfaat untuk menentukan adanya perdarahan intraabdomen.

28 10. Secondary survey Survei sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda vital. a. Anamnesis Setiap pemeriksaan lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan. Biasanya data ini tidak bisa didapat dari penderita sendiri dan harus didapat dari keluarga atau petugas lapangan. Riwayat AMPLE A: Alergi M: Medikasi (obat yang diminum saat ini) P: Past Illness (penyakit penyerta) / pregnancy L: Last meal E: Even / environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan penderita. Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan itu. Trauma biasanya dibagi menjadi beberapa jenis: 1) Trauma tumpul Dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, terjatuh dan kegiatan rekreasi atau pekerjaan. Keterangan yang penting yang dibutuhkan kecelakaan lalu lintas mobil adalah pemakaian sabuk pengaman, deformasi kemudi, arah tabrakan, kerusakan kendaraan baik kerusakan major dalam bentuk luar atau hal-hal yang berhubungan dengan perlengkapan penumpang, dan terlemparnya keluar penumpang. Pola perlukaan pada pasien dapat diramalkan dari mekanisme traumanya. Trauma perlukaan juga sangat dipengaruhi usia dan aktivitas. 2) Trauma tajam Trauma tajam akibat pisau atau benda tajam dan senjata api semakin sering ditemukan. Faktor yang menentukan jenis dan berat perlukaan adalah daerah tubuh yang terluka, organ yang terkena dan velositas / kecepatan. Dengan

29 demikian maka velositas, caliber, arah dan jarak dari senjata merupakan informasi yang sangat penting diketahui. 3) Trauma termal Luka bakar dapat terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan trauma tumpul atau trauma tajam akibat mobil terbakar, ledakan, benda yang terjatuh, usaha penyelamatan diri ataupun serangan pisau dan senjata api. Cedera dan keracunan monoksida dapat menyertai luka bakar. Secara khusus perlu ditanyakan tempat terjadinya kejadian perlukaan (ruang tertutup / terbakar) atau bahan yang ikut terbakar (bahan kimia, plastik, dsb) dan perlukaan lain yang menyerta. Hipotermia akut atau kronik dapat menyebabkan kehilangan panas umum atau local. Kehilangan panas dalam jumlah besar dapat terjadi walaupun tidak dalam suhu yang terlalu dingin (15-20Oc) yaitu bila penderita memakai pakaian yang basah, tidak bergerak aktif atau minum alcohol, sehingga tubuh tidak bisa menyimpan panas. 4) Trauma kimia, toksin dan radiasi Kontak dengan bahan kimia, toksin atau radiasi perlu diketahui karena dua sebab. Pertama disebabkan karena bahan-bahan ini dapat mengakibatkan berbagai macam kelainan pada jantung, paru atau organ tubuh lainnya. Kedua, bahan ini dapat berbahaya bagi tenaga kesehatan yang merawat pasien tersebut. b. Pemeriksaan Fisik 11. Tambahan terhadap secondary survey Dalam melakukan secondary survey, dapat dilakukan pemeriksaan diagnostic yang lebih spesifik seperti misalnya foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan spine, urografi dan angiografi, USG transesofageal, bronkoskopi, esofagoskopi dan prosedur diagnostic lain. 12. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan Penurunan keadaan dapat dikenali apabila dilakukan evaluasi ulang secara terus menerus, sehingga gejala yang baru timbul, segera dapat dikenali dan dapat ditangani secepatnya. Monitoring tanda vital dan produksi urin sangat penting. Produksi urin pada orang dewasa sebaiknya dijaga. cc/kgbb/jam, pada anak 1cc/kgBB/jam. Penanganan rasa nyeri merupakan hal yang penting. Rasa nyeri dan ketakuatan akan

30 timbul pada penderita trauma, terutama pada perlukaan muskulo-skeletal. Golongan opiate atau anxiolitika harus diberikan secara intravena dan sebaiknya jangan intramuskular. 13. Penanganan definitive Untuk keputusan merujuk penderita dapat dipakai Interhospital Triage Criteria. Kriteria ini memakai data fisiologis penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis. Referensi McCann, J. A. S. (2004).Nursing Procedures.4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Wilson.D.D.(1997).Understanding Laboratory and Diagnostik Tests. Philadelphia: Lippincolt. Potter,P.A. & Perry, A.G.(1997).fundamental of nursing:concept,process and Practice.4th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby,Inc

JANTUNG 4 RUANG POMPA ATRIUM KA/KI, VENTRIKEL KA/KI SISTEM HANTAR KHUSUS YANG MENGHANTARKAN IMPULS LISTRIK DARI ATRIUM KE VENTRIKEL : 1.

JANTUNG 4 RUANG POMPA ATRIUM KA/KI, VENTRIKEL KA/KI SISTEM HANTAR KHUSUS YANG MENGHANTARKAN IMPULS LISTRIK DARI ATRIUM KE VENTRIKEL : 1. ELEKTROKARDIOGRAFI ILMU YANG MEMPELAJARI AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) SUATU GRAFIK YANG MENGGAMBARKAN REKAMAN LISTRIK JANTUNG NILAI DIAGNOSTIK EKG PADA KEADAAN KLINIS : ARITMIA JANTUNG

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV)

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) KONSEP DASAR EKG Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) TIU Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami konsep dasar EKG dan gambaran EKG normal. TIK Setelah mengikuti materi ini peserta

Lebih terperinci

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis - V1 di garis parasternal kanan sejajar dengan ICS 4 berwarna merah Elektrokardiografi (EKG) Ditulis pada Rabu, 20 September 2017 08:47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan,

Lebih terperinci

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA PENDAHULUAN Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari rekaman aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari 1106053344 A. Pengertian Tindakan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik jantung (Price, 2006). Sewaktu impuls

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Normal EKG untuk Paramedis dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Anatomi Jantung & THE HEART Konsep dasar elektrokardiografi Sistem Konduksi Jantung Nodus Sino-Atrial (SA) - pada pertemuan SVC dg atrium

Lebih terperinci

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Materi 3 Kardiovaskular III A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Tujuan a. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara palpasi b. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara auskultasi Dasar Teori

Lebih terperinci

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 KELOMPOK 9 Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 kali/menit suara ngorok dan seperti ada cairan

Lebih terperinci

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN... Definisi Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yang terjadi pada

Lebih terperinci

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP Station 1: Perekaman EKG PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP Gambaran Umum/Persiapan EKG merupakan tindakan non invasif yang dapat memberikan gambaran tentang aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA 2015 BAB I DEFINISI Skrining merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari orang yang memiliki keadaan fatologis yang tidak terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Jantung merupakan organ otot

Lebih terperinci

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG Disusun untuk memenuhi tugas mandiri keperawatan gawat darurat Dosen Setiyawan S.Kep.,Ns.,M.Kep. Disusun oleh : NUGKY SETYO ARINI (P15037) PRODI D3

Lebih terperinci

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN HUBUNGN PENGETAHUAN TENTANG TRAUMA KEPALA DENGAN PERAN PERAWAT (PELAKSANA) DALAM PENANGANAN PASIEN TRAUMA KEPALA DI UNIT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT QADR TANGERANG

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER Tujuan Pembelajaran Menjelaskan anatomi dan fungsi struktur jantung : Lapisan jantung, atrium, ventrikel, katup semilunar, dan katup atrioventrikular Menjelaskan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA

UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta Buku 2: RKPM Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Modul Pembelajaran Pertemuan ke-12 Modul

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

Sinyal ECG. ECG Signal 1

Sinyal ECG. ECG Signal 1 Sinyal ECG ECG Signal 1 Gambar 1. Struktur Jantung. RA = right atrium, RV = right ventricle; LA = left atrium, dan LV = left ventricle. ECG Signal 2 Deoxygenated blood Upper body Oxygenated blood Right

Lebih terperinci

BAB II` TINJAUAN PUSTAKA

BAB II` TINJAUAN PUSTAKA BAB II` TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Pengambilan Darah Arteri BGA. 1. Pengertian Keterampilan Suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah menerima pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung 2.1.1. Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, yang menyebabkan terjadinya pergerakan ion yang keluar-masuk

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT I. PENGERTIAN Triase (Triage) adalah tindakan untuk memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup, dan keberhasilan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 162 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM KESIAPSIAGAAN TRIASE DAN KEGAWATDARURATAN PADA KORBAN BENCANA MASSAL DI PUSKESMAS LANGSA BARO TAHUN 2013 NO. RESPONDEN : I. PETUNJUK

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA Pilih jawaban yang paling benar 1. Pada cardiac arrest yang bukan karena asphiksia dilakukan tindakan: a. Pijat jantung b. DC shock c. Pijat jantung nafas buatan

Lebih terperinci

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI. PEMINDAHAN PASIEN Adalah pemindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap yang dilaksanakan atas perintah dokter jaga di IGD, yang ditulis dalam surat perintah mondok/ dirawat, setelah mendapatkan persetujuan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA

UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta Buku 2: RKPM Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Modul Pembelajaran Pertemuan ke-9 Modul

Lebih terperinci

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Pathway Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Kurang

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien- Pasien Kritis

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien- Pasien Kritis Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien- Pasien Kritis Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER A. Pengertian Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang menyapu ke seluruh membrane sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut secara

Lebih terperinci

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* )

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* ) ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* ) *) Executive Summary oleh : dr. Maya Setyawati, MKK, Sp.Ok Advanced Trauma Life Support (ATLS) merupakan pelatihan/training yang dikembangkan oleh American College

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT Klinik Pratama 24 Jam Firdaus Pendahuluan serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan seseorang dari kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) 1 MINI SIMPOSIUM EMERGENCY IN FIELD ACTIVITIES HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM PADANG, SUMATRA BARAT MINGGU, 7 APRIL 2013 Curiculum vitae

Lebih terperinci

ANALISA GAS DARAH DAN INJEKSI

ANALISA GAS DARAH DAN INJEKSI ANALISA GAS DARAH DAN INJEKSI Setelah mengikuti kegiatan ini, mahasiswa dapat : - Menjelaskan tujuan pengambilan darah arteri LEARNING OUTCOME - Melakukan pengambilan darah arteri secara cermat dan akurat

Lebih terperinci

Sistem Pernapasan - 2

Sistem Pernapasan - 2 Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Pengertian Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang

Lebih terperinci

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi

Lebih terperinci

ACLS. 5 rantai kelangsungan hidup:

ACLS. 5 rantai kelangsungan hidup: ACLS Bantuan hidup dasar menggunakan rekomendasi yang dikeluarkan oleh AHA tahun 2010 yang dikenal dengan mengambil 3 rantai pertama dari 5 rantai kelangsungan hidup. 5 rantai kelangsungan hidup: 1. Early

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di kelompok pengrajin batik tulis

Lebih terperinci

Easy Way to Interpret

Easy Way to Interpret Easy Way to Interpret (Arterial) Blood Gases Eddy Rahardjo Dept Anestesiologi & Reanimasi Fak. Kedokteran Univ. Airlangga Surabaya 1 Tujuan presentasi: memahami hasil pemeriksaan gas darah untuk membantu

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI A. PENGAKAJIAN. 1. Teliti Riwayat Klinis Dari Perjalanan Penyakit Yang Dapat Mengakibatkan Asidosis Respiratorik. 2. Teliti Tanda Dan Gejala Klinis Yang

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN ASTRUP/ANALISA GAS DARAH * * * * * * * * * * EFY AFIFAH, M.Kes DKKD FIK UI

PEMERIKSAAN ASTRUP/ANALISA GAS DARAH * * * * * * * * * * EFY AFIFAH, M.Kes DKKD FIK UI PEMERIKSAAN ASTRUP/ANALISA GAS DARAH EFY AFIFAH, M.Kes DKKD FIK UI Pendahuluan Pengukuran gas darah arteri sangat penting dalam menilai pertukaran gas di dalam paru. Pengukuran ini untuk mengukur keasaman

Lebih terperinci

Pengantar Elektrofisiologi Jantung

Pengantar Elektrofisiologi Jantung Pengantar Elektrofisiologi Jantung Erwin, S.Kep., Ners Session I Disampaikan pada Seminar Nasional Kardiovaskular : Peran perawat dalam asuhan keperawatan pasien dengan Sindrome Koronaria Akut, Jum at,

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Tahapan-tahapan BHD tindakan BHD dilakukan secara berurutan dimulai dengan penilaian dan dilanjutkan dengan tindakan. urutan tahapan BHD adalah

Lebih terperinci

ECG ElectroCardioGraphy. Peralatan Diagnostik Dasar, MRM 12

ECG ElectroCardioGraphy. Peralatan Diagnostik Dasar, MRM 12 ECG ElectroCardioGraphy Elektrokardiografi - merekam grafik aktivitas listrik (potensi) yang dihasilkan oleh sistem konduksi dan miokardium jantung selama depolarisasi / re-polarisasi siklus. Akhir 1800-an

Lebih terperinci

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG Potensial Aksi Pada Jantung Pendahuluan Jantung : Merupakan organ vital Fungsi Jantung : Memompakan darah ke seluruh tubuh. Jantung terletak pada rongga dada sebelah kiri. Batas

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

Ditetapkan Tanggal Terbit

Ditetapkan Tanggal Terbit ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi cairan Pemberian cairan bertujuan untuk memulihkan volume sirkulasi darah. 6,13 Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya seluruh fungsi dan aktivitas tubuh melibatkan listrik. Tubuh manusia menghasilkan sinyal listrik dari hasil aksi elektrokimia sel-sel tertentu dan listrik

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA Oleh : Bambang Sutikno DISRITMIA Kelainan/gangguan dalam kecepatan, irama, tempat asal impuls, atau gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BLOOD GAS ANALYZER. Disusun oleh: 1.Fachri Adriansyah 2.Fadhlul Hadi 3.Fahmy Sulthonuddin 4.Fajar Indar POLTEKKES JAKARTA II TEKNIK ELEKTROMEDIK

BLOOD GAS ANALYZER. Disusun oleh: 1.Fachri Adriansyah 2.Fadhlul Hadi 3.Fahmy Sulthonuddin 4.Fajar Indar POLTEKKES JAKARTA II TEKNIK ELEKTROMEDIK BLOOD GAS ANALYZER Disusun oleh: 1.Fachri Adriansyah 2.Fadhlul Hadi 3.Fahmy Sulthonuddin 4.Fajar Indar POLTEKKES JAKARTA II TEKNIK ELEKTROMEDIK APA SIH BLOOD GAS ANALYZER??? Salah satu alat laboratorium

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PEMBELAJARAN THE SIX STAGE METHOD (SSM) DENGAN DISKRIPTIF TENTANG HASIL INTERPRETASI EKG ARITMIA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN

PERBANDINGAN METODE PEMBELAJARAN THE SIX STAGE METHOD (SSM) DENGAN DISKRIPTIF TENTANG HASIL INTERPRETASI EKG ARITMIA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN 1 PERBANDINGAN METODE PEMBELAJARAN THE SIX STAGE METHOD (SSM) DENGAN DISKRIPTIF TENTANG HASIL INTERPRETASI EKG ARITMIA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN PERAWAT KLIIK I KEPERAWATA GAWAT DARURAT Pemenuhan kebutuhan dasar: a. Kebutuhan oksigenasi dengan berbagai metode b. Kebutuhan makan dan minum seimbang enteral maupun parenteral c. Kebutuhan eliminasi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA NIKEN ANDALASARI Pengertian Eklampsia Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang (Helen varney;

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RJPO. Definisi. Indikasi

RJPO. Definisi. Indikasi Algoritma ACLS RJPO Definisi Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkankembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatue pisode henti jantung berlanjut menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengecek alat EKG. Penulis membandingakan dengan alat simulator pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengecek alat EKG. Penulis membandingakan dengan alat simulator pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian penulis saat dilaboratorium pada 21 desember 2016 bertempat di RS PKU Muhammadiyah bahwasannya, alat simulator pasien pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. BATASAN Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang BAB I 1.1 Latar Belakang Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus

Lebih terperinci