UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN KEBERHASILAN RESUSITASI CAIRAN ANTARA PROTOKOL EGDT DAN KONVENSIONAL PADA PASIEN KETOASIDOSIS DIABETIKUM DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSCM: KAJIAN TERHADAP RERATA NILAI SKOR MSOFA TESIS MELIANA SISWANTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN KEBERHASILAN RESUSITASI CAIRAN ANTARA PROTOKOL EGDT DAN KONVENSIONAL PADA PASIEN KETOASIDOSIS DIABETIKUM DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSCM: KAJIAN TERHADAP RERATA NILAI SKOR MSOFA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Anestesi MELIANA SISWANTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA JUNI 2014

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama Meliana Siswanto NPM Tanda Tangan Tanggal Univercitas lndonesia

4 HALAMAN PENGESAHAN Nama NPM Program Studi Judul Meliana Siswanto Anestesiologi dan Terapi Intensif Perbandingan Keberhasilan Resusitasi Cairan EGDT dan Konvensional pada Pasien Ketoasidosis Diabetikum di Darurat RSCM: Kajian terhadap Rerata Nilai Skor MSOFA antara Protokol Instalasi Gawat Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Anestesiologi pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran,. PEMBIMBTNG Pembimbing I dr. Dita Aditianingsih, Sp.An-KIC Pembimbing Il dr. Yohanes W George, Sp.An-KIC PENGUJI Penguji Penguji Penguji dr. Rudyanto Sedono, Sp.An-KIC dr. Pryambodho, Sp.An-KAR dr. Adhrie Sugiarto, Sp.An-KIC Ditetapkan di : Jakarta Tanggal :4 Juni2014 ilt Universitas lndonesia

5 KATA PENGANTAR Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat- Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan tesis penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Dokter Spesialis Anestesiologi pada Fakultas Kedokteran. Saya mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM-K, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis. 2. dr. Aries Perdana, SpAn-K, Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM atas fasilitas yang diberikan kepada penulis, dr.ratna Farida S, SpAn-K, Ketua Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi & Terapi Intensif FKUI/RSCM dan dr. Ahdrie Sugiarto, SpAn, Sekertaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi & Terapi Intensif FKUI/RSCM atas perhatian kepada penulis 3. dr. Dita Aditianingsih, SpAn-KIC, Pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. 4. dr. Yohanes WH George, SpAn-KIC, Pembimbing II yang telah membantu dan mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. 5. dr. Em Yunir, SpPD-KEMD, sebagai Kepala Divisi Endokrin dan Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang telah membantu saya dalam penyusunan tesis ini. 6. dr. Dante Saksono, SpPD-KEMD, PhD, sebagai pembimbing dari Divisi Endokrin dan Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang telah membantu saya dalam penyusunan tesis ini. 7. dr. Andi Ade Wijaya, SpAn-K, Kepala IGD RSCM dan seluruh tim IGD RSCM yang telah membantu saya dalam pelaksanaan penelitian ini. 8. Teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM atas segala bantuan selama berlangsungnya penelitian ini. iv

6 9. Kepada ayah dan ibu saya Bayu Siswanto dan drg. Susianti Tanuwidjaja serta kakak saya dr. Carolina Siswanto yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada saya selama penyusunan tesis ini. 10. Kepada suami saya, dr. Irwin Tedja yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada saya selama penyusunan tesis ini. Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan Jakarta, Juni 2014 Meliana Siswanto v

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya Meliana Siswanto Anestesiologi dan Terapi Intensif Kedokteran Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklu sif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Perbandingan Keberhasilan Resusitasi Cairan antara Protokol EGDT dan Konvensional pada Pasien Ketoasidosis Diabetikum di Instalasi Gawat Darurat RSCM: Kajian terhadap Rerata Nilai Skor MSOFA Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia, mengelola daram bentuk pangkalan data (databose), merawat, dan mempublikasikan tulisan saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya Dibuat di: Jakarta Pada tanggal: 4 Juni 2014 Yang Menyatakan,lth{ \J' 'r (Meliana Siswanto)

8 ABSTRAK Nama : Meliana Siswanto Program Studi : Anestesiologi dan Terapi Intensif Judul : Perbandingan Keberhasilan Resusitasi Cairan antara Protokol EGDT dan Konvensional pada Pasien Ketoasidosis Diabetikum di Instalasi Gawat Darurat RSCM: Kajian terhadap Rerata Nilai Skor MSOFA Latar Belakang: Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Salah satu terapi yang penting pada KAD ialah resusitasi cairan. Protokol KAD yang ada selama ini menggunakan parameter makrosirkulasi, sedangkan pada KAD juga dapat terjadi disfungsi mikrosirkulasi. Protokol Early Goal Directed Therapy (EGDT) menggunakan parameter mikrosirkulasi untuk menggambarkan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen jaringan. Penelitian kali ini bertujuan untuk membandingkan keberhasilan resusitasi cairan antara kelompok KAD yang menggunakan protokol konvensional dan protokol EGDT dengan skor MSOFA sebagai parameter keberhasilan tersebut. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis tersamar tunggal dengan randomisasi pada pasien KAD di IGD RSCM pada bulan Desember 2013 sampai Maret Pasien dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok EGDT berdasarkan tabel randomisasi, kemudian masing-masing kelompok diresusitasi cairan menggunakan protokol konvensional dan protokol EGDT. Kedua kelompok mendapatkan terapi KAD lainnya yang sama. Skor MSOFA dihitung pada jam ke-0, jam ke-6 dan jam ke-72 perawatan. Hasil: Sebanyak 26 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini, dengan 13 subjek di masing-masing kelompok. Tidak didapatkan perbedaan skor MSOFA yang bermakna diantara kedua kelompok pada jam ke-6 dan jam ke-72, namun berdasarkan sebarannya, skor MSOFA di kelompok EGDT lebih menurun dibandingkan kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan tingkat mortalitas selama 28 hari di kedua kelompok (RR 0,333; IK 95% 0,04-2,801; p = 0,593). Kesimpulan: Belum terdapat perbedaan skor MSOFA dan tingkat mortalitas yang bermakna antara protokol KAD konvensional dan protokol EGDT. Kata Kunci: EGDT, KAD, MSOFA, resusitasi cairan vii

9 ABSTRACT Name : Meliana Siswanto Study Program : Anesthesiology and Intensive Care Title : Comparison of the Fluid Resuscitation Successfullness between Conventional and EGDT Protocol in Diabetic Ketoacidosis Patients in Emergency Room of Ciptomangunkusumo Hospital: Study of the Mean MSOFA Score Background: Diabetic ketoacidosis (DKA) is one of the serious complication of diabetes mellitus (DM) with high mortality rate. One important therapy in DKA is fluid resuscitation. DKA protocol that recently used, is guided by macrocirculation parameters, whereas microcirculation dysfunction can occur in DKA. Early Goal Directed Therapy Protocol (EGDT) uses microcirculation parameters to describe the balance of tissue oxygen supply and demand. The aim of this study aimed to compare the success of DKA fluid resuscitation between the groups using conventional protocols and EGDT protocol with MSOFA score as the parameter. Methods: This study was a single-blind randomized clinical trial of DKA patients in the Emergency Room of Ciptomangunkusumo Hospital from December 2013 to March Patients were divided into control and EGDT group based on computerized randomization, then each group was resuscitated using a conventional and EGDT protocol. Both groups received the same other DKA treatment. MSOFA score is calculated at the beginning of this study, 6th hour and 72nd hour. Results: A total of 26 subjects enrolled in this study, with 13 subjects in each group. There were no significant differences between the two groups in the 6th and 72nd hour, but based on the distribution, MSOFA score in EGDT group was more decreased compared to the control group. There were no significant differences of the mortality within 28 days between two groups (RR 0.333; 95 % CI , p = 0.593) Conclusions: There were no significant differences of MSOFA scores dan the mortality within 28 days between conventional DKA protocol and EGDT protocol. Keywords: DKA, EGDT, MSOFA, fluid resuscitation viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI. ABSTRAK... ABSTRACT.. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN... i ii iii iv vi vii viii ix xi xii xiii xiv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Hipotesis Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Ketoasidosis Diabetikum Definisi dan Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum Tatalaksana Ketoasidosis Diabetikum Resusitasi Mikrosirkulasi Skor Modified sequential Organ Failure Asssesment (MSOFA) Kerangka Teori Kerangka Konsep METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Kriteria Inklusi, Eksklusi, dan Pengeluaran Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Kriteria Pengeluaran Besar Sampel Cara Pengambilan Sampel Alokasi Sampel 28 ix

11 3.8 Cara Kerja Penelitian Analisis Data Batasan Operasional Etika HASIL PENELITIAN Karakteristik Subyek Penelitian Parameter Makrosirkulasi, Mikrosirkulasi, Jumlah Cairan yang Diberikan dan Penggunaan Vasopresor di Kedua Kelompok Parameter Makrosirkulasi Subyek Penelitian di Kedua Kelompok Parameter Mikrosirkulasi Subyek Penelitian di Kedua Kelompok Jumlah Cairan dan Penggunaan Vasopresor di Kedua Kelompok Skor MSOFA Subyek di Kedua Kelompok Mortalitas Subyek dalam 28 Hari pada Kedua Kelompok PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Penelitian Parameter Makrosirkulasi, Mikrosirkulasi, Jumlah Cairan yang Diberikan dan Penggunaan Vasopresor di Kedua Kelompok Parameter Makrosirkulasi Subyek Penelitian di Kedua Kelompok Parameter Mikrosirkulasi Subyek Penelitian di Kedua Kelompok Jumlah Cairan dan Penggunaan Vasopresor di Kedua Kelompok Skor MSOFA Subyek di Kedua Kelompok Mortalitas Subyek dalam 28 Hari pada Kedua Kelompok KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 60 DAFTAR REFERENSI 62 x

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Petunjuk Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Gula Darah. 10 Tabel 2.2. Skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA). 22 Tabel 2.3. Skor Modified Sequential Organ Failure Assessment (MSOFA) Tabel 3.1. Protokol Penatalaksanaan KAD dengan Cairan, Insulin dan Bikarbonat Sesuai Panduan Pelayanan Medik RSCM Tabel 3.2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 34 Tabel 3.3. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) Tabel 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian.. 42 Tabel 4.2. Parameter Makrosirkulasi Subyek Penelitian di Kedua Kelompok 44 Tabel 4.3. Parameter Mikrosirkulasi Subyek Penelitian di Kedua Kelompok 45 Tabel 4.4. Jumlah Cairan yang Diberikan pada Subyek di Kedua Kelompok 46 Tabel 4.5. Penggunaan Vasopresor pada Subyek di Kedua Kelompok Tabel 4.6. Median Skor MSOFA Kelompok Kontrol dan Kelompok EGDT. 46 Tabel 4.7. Mortalitas Subyek dalam 28 Hari pada Kedua Kelompok.. 49 Tabel 5.1. Penurunan MSOFA ( MSOFA) di Kedua Kelompok.. 55 Tabel 5.2. Sebaran Skor MSOFA Subyek di Kedua Kelompok.. 56 xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Patofisiologi Komplikasi Akut Diabetes Mellitus.. 7 Gambar 2.2. Algoritme EGDT Menurut Rivers pada Syok Sepsis 15 Gambar 2.3. Komponen ScvO Gambar 2.4. Konversi Piruvat menjadi Asetil ko-a dalam Keadaan Aerob.. 19 Gambar 2.5. Konversi Piruvat menjadi Laktat pada Kondisi Anaerob.. 19 Gambar 3.1. Protokol Penelitian Pemberian Cairan pada KAD Berdasarkan Strategi EGDT 30 Gambar 3.2. Alur Penelitian 32 Gambar 4.1. Boxplot skor MSOFA jam ke Gambar 4.2. Boxplot skor MSOFA jam ke Gambar 4.3. Boxplot skor MSOFA jam ke xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Informasi Penelitian 68 Lampiran 2. Surat Persetujuan.. 69 Lampiran 3. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik 70 Lampiran 4. Formulir Seleksi 71 Lampiran 5. Formulir Penelitian Lampiran 6. Protokol KAD Konvensional 75 Lampiran 7. Protokol EGDT. 76 Lampiran 8. Skor MSOFA 77 Lampiran 9. Formulir Pengunduran Diri Lampiran 10. Formulir Pelaporan Subyek terhadap Efek Samping. 79 xiii

15 DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN AGD ARDS ATP BB CaO 2 CO CO 2 CVC CVP DIC dkk dl DM DO 2 EGDT EKG EO 2 FiO 2 GCS GDS GFR Hb Ht IDDM IGD iv K + KAD KCl kg : Analisa Gas Darah : Acute Respiratory Distress Syndrome : Adenosin Trifosfat : Berat Badan : Arterial Oxygen Content : Cardiac Output / curah jantung : Karbondioksida : Central Venous Catheter / Kateter vena sentral : Central Venous Pressure / Tekanan vena sentral : Disseminated Intravascular Coagulation : dan kawan-kawan : desi-liter : Diabetes Mellitus : Delivery Oksigen / Penghantaran oksigen : Early Goal Directed Therapy : Elektrokardiografi : Ekstraksi Oksigen : Fraksi Oksigen : Glasgow Coma Scale : Gula Darah Sewaktu : Glomerular Filtration Rate : Hemoglobin : Hematokrit : Insulin Dependent Diabetes Mellitus : Instalasi Gawat Darurat : intravena : ion Kalium : Ketoasidosis Diabetikum : Kalium Chlorida : kilogram xiv

16 L : Liter maks : maksimum MAP : Mean Arterial Pressure / Tekanan rerata arteri meq : mili-equivalent mg : miligram min : minimum ml : mili-liter mmhg : milimeter air raksa mosm : mili-osmol MSOFA : Modified Sequential Organ Failure Assessment mu : mili-unit Na + : ion Natrium NaCl : Natrium Klorida NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus PaO 2 : Tekanan Parsial Oksigen Arteri PCO 2 : Tekanan Karbondioksida Arteri P(cv-a)CO 2 : Selisih Tekanan Karbondioksida Vena Sentral dan Arteri PDH : Pyruvate Dehidrogenase PPDS : Program Pendidikan Dokter Spesialis P(v-a)CO 2 : Selisih Tekanan Karbondioksida Vena dan Arteri RI : Reguler Insulin RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo SB : Simpang Baku ScvO 2 : Saturasi Oksigen Vena Sentral SOFA : Sequential Organ Failure Assessment SOL : Space Occupying Lesion SpO 2 : Saturasi Oksigen Perifer TDD : Tekanan Darah Diastolik TDS : Tekanan Darah Sistolik TIK : Tekanan Intra Kranial USG : Ultrasonografi VO 2 : Oxygen Demand / Konsumsi Oksigen xv

17 pasien. 1,6 Berdasarkan penelitian Suhendro pada tahun 2008, diketahui bahwa pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu salah satu komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang dipicu oleh defisiensi insulin baik relatif maupun absolut dan ditandai dengan asidosis metabolik, hiperglikemia serta ketosis. 1-3 Ketoasidosis diabetikum merupakan kondisi yang cukup sering ditemui dengan tingkat mortalitas yang masih cukup tinggi sehingga membutuhkan pengelolaan gawat darurat yang tepat. Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 8 per 1000 penderita diabetes setiap tahunnya. 4 Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, namun insidens KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat. American Diabetes Association pada tahun 2005 melaporkan bahwa angka kematian pada KAD berkisar antara 9-10% pada negara maju. Angka kematian KAD di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2002 masih cukup besar, yaitu sebesar 15%. 5 Pada KAD, terjadi kondisi hiperglikemia yang akan menyebabkan terjadinya diuresis osmotik sehingga beresiko terjadinya dehidrasi dan kegagalan sirkulasi perifer. Oleh karena itu dalam tatalaksana KAD, salah satu terapi yang penting ialah koreksi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler dan ekstravaskuler serta perfusi renal. Keberhasilan koreksi cairan dinilai melalui pemantauan hemodinamik, perbaikan tekanan darah, pengukuran balans cairan dan pemeriksaan klinis. 5 Protokol pemberian cairan pada KAD yang diterapkan di RSCM pada saat ini dihitung berdasarkan perkiraan hilangnya cairan yang mencapai 100 ml/kg berat badan. Cairan ini diberikan berdasarkan pemantauan makrodinamik, seperti tekanan darah, produksi urine dan kadar gula darah KAD dapat terjadi disfungsi mikrosirkulasi dan disfungsi mitokondria sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia di jaringan. Hasil pengukuran oksigen dan karbondioksida transkutan pada pasien dengan KAD menunjukkan bahwa kadar oksigen dan karbondioksida ini dapat berbeda pada pasien dengan tekanan darah dan tekanan rerata arteri yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa parameter 1

18 2 makrodinamik, seperti tekanan darah dan tekanan rerata arteri, tidak selalu mencerminkan keadaan di tingkat mikrosirkulasi. 7 Kelainan sirkulasi yang terjadi pada KAD dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran oksigen sistemik dan kebutuhan oksigen jaringan, sehingga dapat terjadi hipoksia jaringan secara global atau yang lebih dikenal dengan syok. Hipoksia jaringan merupakan awal dari terjadinya kegagalan multiorgan dan kematian. Kegagalan multiorgan merupakan pola klinis dari disfungsi organ yang beruntun dan progresif yang umum terjadi pada pasien dengan penyakit kritis. 8 Oleh karena itu, pasien-pasien dengan KAD termasuk ke dalam pasien-pasien dengan penyakit kritis yang memerlukan pemantauan ketat dan terapi yang cepat dan tepat. Penanganan KAD secara cepat dan tepat dapat membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien KAD. Rivers dkk pada tahun 2001 memperkenalkan protokol Early Goal Directed Therapy (EGDT) yang bertujuan untuk memperbaiki hemodinamik dan transport oksigen pada pasien sepsis berat. Protokol ini menggunakan parameterparameter mikrosirkulasi sebagai target akhir (end point) resusitasi untuk menggambarkan keseimbangan antara penghantaran oksigen dan kebutuhan oksigen jaringan dan mendeteksi kondisi hipoksia jaringan secara dini. Identifikasi dini dan terapi yang tepat pada masa transisi antara hipoksia jaringan dan terjadinya kegagalan multiorgan dapat menurunkan tingkat disfungsi organ dan mortalitas. 9 Upaya pencegahan disfungsi organ yang terjadi pada KAD dimulai pada saat diagnosis KAD ditegakkan di unit gawat darurat. Salah satu sistem skoring untuk menilai derajat disfungsi organ pada pasien dengan penyakit kritis ialah skor Modified Sequential Organ Failure Assessment (MSOFA). Sistem skoring ini merupakan modifikasi skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) yang telah disederhanakan untuk digunakan di triase atau unit gawat darurat karena hanya membutuhkan pemeriksaan laboratorium sederhana yang rutin diperiksa. 10 Penelitian kali ini bertujuan untuk membandingkan keberhasilan resusitasi antara kelompok KAD yang ditatalaksana dengan menggunakan protokol konvensional, yaitu protokol tatalaksana KAD sesuai dengan panduan pelayanan

19 3 medik Departemen Endokrin, Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM dan protokol yang menggunakan strategi goal directed therapy sebagai pedoman resusitasi cairan pada pasien KAD, dengan menggunakan skor MSOFA sebagai parameter keberhasilan tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Peningkatan prevalensi KAD menghasilkan tingkat mortalitas yang juga semakin meningkat. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi tatalaksana KAD. Sampai saat ini terapi cairan sebagai salah satu poin penting yang digunakan dalam protokol tatalaksana KAD memiliki kekurangan-kekurangan yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi dari terapi cairan itu sendiri. Angka kematian yang disebabkan oleh KAD masih cukup tinggi, yang menunjukkan bahwa protokol resusitasi cairan pada KAD masih belum optimal dan belum memakai parameter objektif yang menggambarkan perfusi jaringan di mikrosirkulasi. Dengan demikian, dalam penelitian ini akan dibandingkan keberhasilan resusitasi cairan pada tatalaksana KAD berdasarkan parameter-parameter objektif mikrosirkulasi seperti ScvO 2, P(cv-a)CO 2 dan laktat dengan protokol KAD konvensional. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan resusitasi pada KAD ialah dengan mengukur derajat disfungsi organ menggunakan skor MSOFA dan tingkat mortalitas. 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah keberhasilan resusitasi cairan berdasarkan skor MSOFA antara protokol EGDT dengan protokol konvensional pada pasien KAD di IGD RSCM? 1.4 Hipotesis Pasien KAD di IGD RSCM yang dilakukan resusitasi cairan menggunakan protokol EGDT akan lebih berhasil berdasarkan skor MSOFA dibandingkan protokol konvensional.

20 4 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui keberhasilan resusitasi cairan berdasarkan skor MSOFA antara protokol EGDT dengan protokol konvensional pada pasien KAD di IGD RSCM Tujuan Khusus Mengetahui rerata skor MSOFA pada kelompok pasien KAD yang diresusitasi cairan menggunakan protokol konvensional dan protokol EGDT pada jam ke-6 setelah resusitasi dimulai. Mengetahui rerata skor MSOFA pada kelompok pasien KAD yang diresusitasi cairan menggunakan protokol konvensional dan protokol EGDT pada jam ke-72 setelah resusitasi dimulai. Mengetahui tingkat mortalitas pada kelompok pasien KAD yang diresusitasi cairan menggunakan protokol konvensional dan protokol EGDT dalam 28 hari. 1.6 Manfaat Penelitian Untuk tatalaksana KAD secara tepat dan efektif terutama pada fase resusitasi cairan pada KAD sehingga tidak menimbulkan berbagai komplikasi baik akibat pemberian cairan yang kurang maupun berlebihan. Penelitian ini bermanfaat bagi penentu kebijakan tatalaksana KAD, tenaga kesehatan dan pasien.

21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketoasidosis Diabetikum Definisi dan Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu kondisi katabolisme yang tidak terkontrol yang dipicu oleh defisiensi insulin baik relatif maupun absolut. Trias ketoasidosis diabetik ialah asidosis metabolik (ph < 7.35), hiperglikemia (gula darah > 250 mg/dl) dan ketosis (terdapatnya badan keton baik di urine ataupun di darah). Defisiensi insulin absolut atau relatif ini juga diikuti oleh peningkatan hormon-hormon counter-regulasi (seperti glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol), yang menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati (glukoneogenesis) dan katabolisme lemak (lipolisis). Lipolisis menghasilkan substrat untuk produksi badan keton oleh hati. Produksi badan keton ini menyebabkan terjadinya asidosis dan peningkatan anion gap, yang hampir selalu terjadi pada KAD. 2 Defisiensi insulin akut yang mempengaruhi metabolisme glukosa menyebabkan terjadinya kondisi hiperglikemia. Akumulasi glukosa ekstraseluler ini menyebabkan terjadinya kondisi hiperosmolaritas. 11 Ketika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi, glukosa akan dieksresikan di urine (glukosuria). Adanya glukosa di urine ini akan menimbulkan efek osmotik yang menarik air bersamanya, sehingga menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria dan ekskresi Na + serta K + melalui ginjal. Poliuria ini menyebabkan cairan keluar berlebihan dari tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer. Selain itu juga timbul rasa haus berlebihan (polidipsia) yang sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi. Kegagalan sirkulasi apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke otak yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian, atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat. Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan ekskresi glukosa melalui ginjal berkurang, sehingga semakin memperberat kondisi hiperglikemia tersebut. Selain itu, sel-sel kehilangan air 5

22 6 karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik.. 11,12 Selain itu akibat terjadinya defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat sehingga timbul polifagia. Akan tetapi walaupun terjadi peningkatan pemasukan makanan, berat tubuh menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein. Defisiensi insulin menyebabkan terjadinya pergeseran ke arah katabolisme protein, salah satunya di otot, dan bersamaan dengan abnormalitas kadar elektrolit akan menyebabkan otot rangka melemah dan mengecil sehingga terjadi penurunan berat badan. Peningkatan penguraian protein ini menyebabkan peningkatan kadar asam amino dalam sirkulasi darah, yang selanjutnya dapat digunakan untuk glukoneogenesis dan memperparah kondisi hiperglikemia yang telah terjadi Dalam metabolisme lemak, defisiensi insulin menyebabkan peningkatan lipolisis, sehingga terjadi peningkatan kadar asam lemak dalam darah yang sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif. Peningkatan penggunaan lemak oleh hati ini menyebabkan pengeluaran berlebihan badan keton (asam asetoasetat, beta hidroksibutirat, dan aseton) ke dalam darah. Di samping itu, terjadinya peningkatan kadar hormon-hormon counter-regulasi seperti glukagon, epinefrin dan kortisol juga menyebabkan peningkatan produksi badan keton. Akumulasi badan-badan keton ini menyebabkan terjadinya asidosis metabolik progresif. Sebagai kompensasi terhadap asidosis metabolik, terjadi peningkatan ventilasi untuk meningkatkan pengeluaran CO 2 pembentuk asam. (pernapasan Kussmaul). Ekshalasi salah satu badan keton, yaitu aseton, menyebabkan napas penderita yang mengalami KAD berbau seperti buah. Kondisi asidosis, kelainan kadar elektrolit dan dehidrasi yang terjadi selanjutnya dapat mengganggu fungsi sel saraf, menekan fungsi otak dan dapat menimbulkan terjadinya koma diabetikum dan kematian

23 7 Defisiensi insulin akut proteolisis Lipolisis Asam amino Kelemahan otot BB Pemecahan glikogen Glukoneogenesis Asam lemak di darah Kelebihan Glukosa osmolaritas Glikolisis Badan keton asidosis Ginjal koma - Glukosuria - aminoaciduria - poliuria - kehilangan elektrolit Dehidrasi Rasa haus Napas aroma buah Napas Kusmaul Gambar 2.1. Patofisiologi Komplikasi Akut Diabetes Mellitus Sumber: telah diolah kembali dari Silbernagl S, Lang F. Color atlas of pathophysiology. 3rd ed. New York: Thieme; p

24 Tatalaksana Ketoasidosis Diabetikum Pasien-pasien KAD sebaiknya dirawat di area dimana mereka dapat diobservasi secara reguler, dengan tenaga medis yang berpengalaman, atau dirawat di unit intensif jika kondisi pasien sangat buruk. 13 Prinsip pengelolaan KAD ialah: 1 Penggantian cairan dan garam yang hilang Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin Mengatasi stres sebagai pencetus ketoasidosis diabetikum Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan dan penyesuaian pengobatan Dalam tatalaksana KAD, terdapat beberapa hal yang harus diberikan, yaitu cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa. Selain itu pengobatan umum juga perlu diberikan pada pasien KAD, yaitu pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengatasi infeksi yang terjadi, pemberian oksigen bila PO 2 < 80 mmhg, dan heparin bila ada DIC atau bila ada hiperosmolar (> 380 mosm/l). 1 Pada pasien dengan kelainan jantung atau ginjal atau pada pasien dengan kondisi syok, sebaiknya dilakukan pemasangan kateter vena sentral untuk mengevaluasi derajat hipovolemia dan untuk monitor pemberian cairan. 13 Jika diagnosis KAD telah ditegakkan, pemberian cairan isotonik minimal 2 L dalam 2-3 jam pertama pada pasien dewasa merupakan hal yang penting dilakukan untuk membantu mengembalikan volume plasma dan stabilisasi tekanan darah sambil mengurangi kondisi hiperosmolar yang terjadi. Selain itu, pemberian cairan akan membantu memperbaiki aliran darah ke ginjal, sehingga dapat membantu mengembalikan kapasitas ginjal untuk mengekskresi ion hidrogen, dan memperbaiki kondisi asidosis yang terjadi. 13 Pemberian cairan ini dapat dimodifikasi disesuaikan dengan usia, berat badan, dan adanya kelainan jantung pada pasien. 14 Pada sebagian besar pasien dewasa, defisit cairan yang terjadi ialah sebanyak 4-5 L atau 100 ml/kgbb. 2,12 Seperti telah disebutkan di atas, pemberian cairan dilakukan secara cepat untuk mencapai 1-2 L/jam dalam 1-2 jam pertama. Setelah 2 jam pertama, cairan diberikan dengan kecepatan ml/jam.

25 9 Kegagalan penggantian secara cukup (minimal 3-4 L dalam 8 jam pertama) untuk mengenbalikan kondisi perfusi normal merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi ketoasidosis diabetikum. Akan tetapi, pemberian cairan berlebihan (> 5 liter dalam 8 jam) dapat menyebabkan timbulnya acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau edema serebri. 13 Pedoman terapi cairan pada tatalaksana KAD yang digunakan di RSCM yaitu: 6 NaCl 0,9% diberikan 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua, lalu 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L Jika Na + > 155 meq/l ganti cairan dengan NaCl 0,45% Jika gula darah < 200 mg/dl ganti cairan dengan Dextrose 5% Segera setelah pemberian cairan inisial, pemberian insulin secara bolus cepat intravena harus diberikan. Pemberian insulin ini akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan. 1,13 Insulin yang digunakan pada tatalaksana KAD hanya regular insulin. Insulin dapat diberikan secara intravena, intramuskular ataupun subkutan. Akan tetapi pemberian secara drip intravena lebih dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin lebih cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit terjadi. 1 Protokol pemberian insulin yang digunakan pada tatalaksana KAD di RSCM yaitu : 6 Regular Insulin (RI) diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan RI bolus 180 mu/kgbb iv, dilanjutkan RI drip 90 mu/kgbb/jam dalam NaCl 0,9% Jika kadar gula darah < 200 mg/dl: kecepatan dikurangi RI drip 45 mu/kgbb/jam dalam NaCl 0,9% Jika kadar gula darah stabil mg/dl selama 12 jam RI drip 1 2 U/jam iv, disertai sliding scale setiap 6 jam:

26 10 Tabel 2.1. Petunjuk Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Gula Darah Gula darah RI (mg/dl) (Unit, subkutan) < > Sumber: Nasir A, Rani A, Soegondo S. Pedoman pelayanan medik ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; p Jika kadar gula darah ada yang <100 mg/dl: drip RI dihentikan Setelah dosis koreksi tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan) Kehilangan kalium dari poliuria dan muntah pada pasien KAD dapat mencapai 200 meq (3-5 meq/kgbb). Akan tetapi akibat pergeseran kalium dari intrasel ke esktrasel sebagai akibat kondisi asidosis, serum kalium pada umumnya normal atau sedikit meningkat. Bersamaan dengan dikoreksinya asidosis, kalium akan kembali masuk ke intrasel dan dapat terjadi hipokalemia jika tidak dilakukan penggantian kalium. Jika pasien tidak dalam kondisi uremikum dan produksi urinenya adekuat, pemberian kalium secara intravena sebaiknya diberikan meq/jam dalam jam ke-2 dan ke-3 bersamaan dengan terkoreksinya kondisi asidosis. Selama penggantian kalium, sebaiknya dilakukan monitoring EKG secara berkala untuk mengevaluasi status kalium pasien. 1 Protokol pemberian kalium yang digunakan dalam tatalaksana KAD di RSCM ialah: 6 Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 meq/6 jam. Syarat: tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat Bila kadar K + pada pemeriksaan elektrolit kedua: <3,5 drip KCl 75 meq/6jam 3,0 4,5 drip KCl 50 meq/6jam 4,5 6,0 drip KCl 25 meq/6jam

27 11 >6,0 drip distop Bila sudah sadar, diberikan K + oral selama seminggu Penggunaaan natrium bikarbonat dalam tatalaksana KAD menjadi kontroversi karena terdapat beberapa konsekuensi yang dapat membahayakan untuk pasien: Terjadinya hipokalemia akibat pergeseran kalium secara cepat ke intrasel jika asidosis dikoreksi secara berlebihan Anoksia jaringan akibat berkurangnya disosiasi oksigen dari hemoglobin apabila asidosis dikoreksi secara cepat Asidosis serebri akibat berkurangnya ph cairan serebrospinal Oleh karena itu, pemberian bikarbonat hanya dianjurkan jika ph gas darah arteri 7.0 dengan monitoring ketat untuk mencegah overkoreksi. 3 Walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam jiwa tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat Resusitasi Mikrosirkulasi Hiperglikemia dan ketonemia yang terjadi pada pasien KAD akan menyebabkan diuresis osmotik, yang akan menyebabkan hilangnya cairan intravaskuler. Dehidrasi seluler akan menyebabkan pergeseran cairan dari intravaskuler ke intrasel. Kedua hal tersebut akan menyebabkan semakin berkurangnya preload jantung. Berkurangnya preload jantung akan menurunkan curah jantung. Berkurangnya curah jantung akan berakibat berkurangnya perfusi oksigen ke organ-organ tubuh. Perfusi organ yang tidak adekuat apabila tidak segera dilakukan penggantian cairan yang hilang akan berakibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen sehingga selanjutnya dapat berakibat terjadinya hipoksia jaringan secara global atau disebut juga dengan syok, yang pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan multiorgan. 9,15 Salah satu tujuan dari sirkulasi darah dalam tubuh ialah menjamin tercapainya penghantaran oksigen yang adekuat ke organ-organ dan jaringan tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi penghantaran atau delivery oksigen (DO 2 ) ialah curah jantung / cardiac output (CO) dan arterial oxygen content (CaO 2 ). Arterial oxygen content (CaO 2 ) memiliki 2 komponen, yaitu oksigen yang

28 12 terikat pada hemoglobin (Hb) sebagai komponen utama dan oksigen yang terlarut sebagai komponen kedua. Komponen pertama tergantung dari afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan saturasi oksigen arteri, sedangkan komponen kedua tergantung dari tekanan parsial oksigen arteri (PaO 2 ) yang dapat diabaikan karena koefisien kelarutan oksigen dalam plasma. Oleh karena itu, dapat ditarik rumus seperti di bawah ini: 15 DO 2 = CO x CaO 2 (2.1) CaO 2 = (Hb x 1.34 x SaO 2 ) + (0.003 x PaO 2 ) (2.2) Dengan mengabaikan komponen oksigen yang terlarut, maka: DO 2 = CO x 1.34 x Hb x SaO 2 (2.3) Darah arteri selanjutnya akan terdeoksigenasi di jaringan. Ekstraksi oksigen di jaringan tergantung dari kebutuhan jarigan tersebut dan kemampuan mereka untuk mengekstraksi oksigen. Oleh karena itu, komponen oksigen pembuluh darah vena tergantung dari komponen oksigen arteri dan eksraksi oksigen di jaringan. 16 Syok merupakan salah satu penyebab utama perawatan di unit perawatan intensif. Pada umumnya syok didefinisikan sebagai tekanan rerata arteri / mean arterial pressure (MAP) <60 mmhg, atau tekanan darah sistolik (TDS) < 90 mmhg, atau penurunan tekanan darah sistolik (TDD) > 40 mmhg dari tekanan darah basal sehari-hari. Hal ini merupakan definisi secara makrosirkulasi yang menggunakan parameter tekanan darah dan curah jantung. Akan tetapi, parameter makrosirkulasi ini saja tidak cukup untuk menggambarkan keadaan instabilitas hemodinamik yang terjadi pada syok, sehingga secara lebih spesifik, syok digambarkan sebagai suatu kondisi klinis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jaringan, yang memiliki tanda dan gejala tertentu dan berakibat pada hipoksia jaringan. 16,17 Secara klinis syok dibagi menjadi syok kardiogenik, syok obstruktif, syok hipovolemik, atau syok septik. Pada KAD, terjadi diuresis osmotik yang dapat berakibat terjadinya syok hipovolemik. 16 Penghantaran oksigen (DO 2 ) akan turun pada kondisi syok. Pada awal terjadinya penurunan DO 2, tubuh akan mengkompensasi dengan cara meningkatkan ekstraksi oksigen jaringan, sehingga konsumsi oksigen (VO 2 ) jaringan dipertahankan. Akan tetapi apabila kondisi ini terus berlanjut sampai suatu saat dimana kapasitas ekstraksi oksigen terlampaui,

29 13 maka VO 2 akan mulai menurun dan terjadi peningkatan konsentrasi laktat yang menunjukkan terjadinya perubahan metabolisme dari glikolisis aerobik menjadi glikolisis anaerobik untuk memperoleh energi. Titik ini merupakan saat tandatanda awal terjadinya kerusakan organ. Oleh karena itu, tatalaksana hemodinamik yang tepat tidak hanya bertujuan untuk mengkoreksi parameter makrosirkulasi, namun juga parameter-parameter mikrosirkulasi untuk mencegah penurunan suplai oksigen di bawah titik ini. 15,16 Ekstraksi oksigen di jaringan dapat didefinisikan secara matematis sebagai berikut: EO 2 = CO x (CaO 2 -CvO 2 ) (2.4) EO 2 = VO 2 /DO 2 (2.5) dengan CvO 2 merupakan kandungan oksigen pembuluh darah vena dan VO 2 merupakan konsumsi oksigen. Dengan demikian, saturasi oksigen vena dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: SvO 2 = SaO 2 (VO 2 / ( CO x Hb x 1.34)) (2.6) Dari persamaan di atas, maka penurunan saturasi oksigen vena dapat disebabkan karena: penurunan SaO 2 penurunan curah jantung penurunan kadar hemoglobin peningkatan konsumsi oksigen Pada kondisi SaO 2, konsumsi oksigen dan kadar hemoglobin dalam batas normal, maka SvO 2 dapat digunakan untuk mewakili curah jantung. Dari persamaan di atas, maka EO 2 dapat dihitung dengan: EO 2 = (SaO 2 - SvO 2 ) / SaO 2 (2.7) Bila SaO 2 = 100%, maka EO 2 = 1 - SvO 2 dan SvO 2 = 1- EO 2. Maka SvO 2 juga dapat mewakili EO 2. Resusitasi pada kondisi hipovolemik dibagi menjadi dua, yaitu periode primer dan periode sekunder. Periode primer memiliki tujuan resusitasi jantung, paru dan otak. Tujuannya adalah memberikan perfusi oksigen yang cukup ke pembuluh darah koroner dan otak. Pada tahap ini ditekankan pada pemeliharaan jalan napas yang adekuat, pemberian ventilasi mekanik, mempertahankan MAP >

30 14 60 mmhg. Pada periode sekunder bertujuan untuk memberikan aliran darah dan perfusi ke semua organ, menjamin ketersediaan oksigen bagi semua sel yang aktif. Pemberian aliran darah dan perfusi ke semua organ aktif dapat dicapai dengan menggunakan teknik ekspansi volume dan penggunaan obat-obat vasoaktif. 17 Strategi resusitasi secara definitif mencakup manipulasi preload, afterload dan kontraktilitas jantung untuk mencapai keseimbangan antara DO 2 sistemik dan VO 2. Parameter yang digunakan dalam resusitasi ini mencakup saturasi mixed vein, konsentrasi laktat darah, base excess dan ph. Saturasi mixed vein merupakan pengganti cardiac index sebagai target terapi hemodinamik. Pada kondisi dimana insersi kateter arteri pulmoner tidak dilakukan, parameter saturasi mixed vein dapat diwakilkan dengan pengukuran saturasi vena sentral. 9 Resusitasi pada kondisi sepsis dilakukan berdasarkan Early Goal Directed Therapy (EGDT) berdasarkan penelitian yang dilakukan Rivers dkk. Berdasarkan EGDT yang dilakukan dalam enam jam pertama sejak pasien masuk ke rumah sakit ini, dilakukan identifikasi dini keadaan hipoksia jaringan melalui parameterparameter mikrosirkulasi, meskipun parameter makro seperti tanda-tanda vital pasien masih dalam batas normal. Identifikasi dini hipoksia jaringan pada masa transisi ini memungkinkan dilakukannya intervensi cepat untuk mengembalikan keseimbangan DO 2 dan VO 2. Hipoksia jaringan sendiri berkontribusi terhadap aktivasi endotel dan gangguan keseimbangan antara koagulasi, permeabilitas vaskuler dan tonus vaskuler yang merupakan mekanisme kunci yang dapat menimbulkan terjadinya kegagalan mikrosirkulasi, hipoksia jaringan refrakter dan disfungsi organ. Dengan demikian, intervensi cepat untuk mengembalikan keseimbangan antara DO 2 dan VO 2 dapat mencegah terjadinya kegagalan mikrosirkulasi, hipoksia jaringan refrakter dan disfungsi organ sehingga akan menurunkan angka mortalitas dan lama rawat di rumah sakit. 9,18

31 15 Gambar 2.2. Algoritme EGDT Menurut Rivers pada Syok Sepsis Sumber: telah diolah kembali dari Rivers E, Nguyen B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, et al. Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. N Engl J Med 2001;345(19): Dalam EGDT terdapat beberapa prinsip tatalaksana untuk mencapai perfusi jaringan global yang adekuat. Pertama, pemberian cairan secara cepat dan tepat yang dititrasi berdasarkan fluid responsiveness dan MAP. Kedua, apabila target perfusi jaringan masih belum tercapai, dilakukan transfusi darah untuk mencapai target transfusi yang diinginkan. Ketiga, pemberian terapi inotropik secara titrasi dan keempat, ialah terapi yang bertujuan untuk menurunkan konsumsi oksigen. 18 Dalam EGDT, selain parameter-parameter makrosirkulasi, juga digunakan parameter mikrosirkulasi untuk identifikasi secara dini ketidakseimbangan antara VO 2 dan DO 2. Beberapa parameter mikrosirkulasi yang digunakan antara lain: 8,17 a. ScvO 2 Pada syok, penurunan suplai oksigen sebagian besar berkaitan dengan penurunan aliran darah, baik secara relatif (seperti pada syok distributif) atau

32 16 definitif (seperti syok hemoragik). Rekomendasi utama untuk resusitasi pada syok mencakup optimalisasi curah jantung dengan pemberian cairan untuk mengkoreksi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada kondisi ini, pengukuran SvO 2 dapat membantu dalam memberikan petunjuk pemberian cairan pada pasien-pasien syok. 16 Pengukuran SvO 2 untuk memberikan informasi mengenai oksigenasi jaringan secara global dapat dilakukan melalui pemasangan kateter arteri pulmonal. Namun pemasangan kateter ini memiliki beberapa keterbatasan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul akibat pemasangan. Oleh karena itu, teknik pengukuran suplai oksigen dapat diwakilkan dengan pengukuran saturasi oksigen vena sentral (ScvO 2 ) melalui pemasangan kateter vena sentral dengan ujung kateter berada di vena cava superior dan atrium kanan. Akan tetapi pengukuran ScvO 2 tidak mencakup darah vena yang berasal dari sinus koronarius, sehingga tidak mencerminkan oksigenasi miokardium. 16,19 Karena ScvO 2 dapat memberikan informasi mengenai keseimbangan antar VO 2 dan DO 2, maka pemantauan nilai ScvO 2 memungkinkan deteksi dini dan tatalaksana hipoksia jaringan secara cepat. 19,20 Pemantauan nilai ScvO 2 ini telah banyak digunakan sebagai parameter target resusitasi dan nilai ScvO 2 < 70% akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Keuntungan klinis yang paling besar ditunjukkan pada penelitian Rivers dkk yang menggunakan ScvO 2 sebagai salah satu parameter target dalam resusitasi secara dini dan agresif pada pasien sepsis berat. Pada penelitian tersebut, dengan menggunakan ScvO 2 sebagai salah satu target parameter resusitasi, dapat menurunkan angka mortalitas secara bermakna. 9,16 Seperti telah dijelaskan di atas, nilai ScvO 2 tergantung dari saturasi oksigen arteri, curah jantung, kadar hemoglobin, adanya shunting dan konsumsi oksigen. Kemampuan ScvO 2 untuk menggambarkan keseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen tidak konstan sepanjang waktu. Hal ini tergantung dari beberapa kondisi seperti pemakaian sedasi, ventilator, ujung kateter vena sentral yang tergantung dari posisi tubuh, dan hal-hal lain. Oleh

33 17 karena itu, interpretasi nilai ScvO 2 sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemantauan parameter mikrosirkulasi lainnya, seperti laktat atau P(cv-a)O ScvO 2 Penghantaran Oksigen Konsumsi Oksigen Curah Jantung Hb oksigenasi Kebutuhan metabolik Heart rate Stroke volume Perdarahan Hemodilusi anemia SaO 2 FiO 2 ventilasi Demam Cemas Nyeri Mengigil preload afterload kontraktilitas Gambar 2.3. Komponen ScvO 2 Sumber: telah diolah kembali dari Continuous ScvO2 monitoring with the presep oximetry catheter [Online] [diunduh 12 Oktober 2013]. Tersedia di: URL: Dalam penelitiannya, Rivers dkk menunjukkan bahwa optimalisasi secara dini (dalam 6 jam pertama) dengan menjadikan ScvO 2 dan parameter hemodinamik umum lainnya sebagai target resusitasi dapat memperbaiki outcome pada pasien-pasien dengan syok sepsis. Hal ini dapat disebabkan karena ScvO 2 merupakan indikator kuat yang mencerminkan keseimbangan antara VO 2 dan DO 2. 9,21 b. Selisih tekanan karbondioksida vena dan arteri [P(v-a)O 2 ] Setelah penelitian yang dilakukan oleh Rivers dkk, terdapat banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pada pasien-pasien yang telah diresusitasi dengan nilai ScvO 2 > 70%, masih terdapat kemungkinan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Hal ini dapat disebabkan karena terdapat hipoperfusi jaringan persisten dan defek ekstraksi oksigen yang berkaitan dengan kelainan mikrosirkulasi dan / atau kerusakan mitokondria. Oleh karena itu, setelah dilakukan resusitasi, ScvO 2 saja tidak cukup untuk dijadikan pedoman dalam pemberian cairan dan terapi vasopresor

34 18 Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa selisih tekanan karbondioksida vena dan arteri [P(v-a) CO 2 ] berkorelasi dengan cardiac index, baik pada kasus sepsis atau non sepsis. Neviere et al menunjukkan bahwa peningkatan P(v-a)CO 2 terutama berkaitan dengan penurunan cardiac output, karena P(v-a)CO 2 meningkat pada hipoksia iskemik, namun tidak meningkat pada hipoksia hipoksik. 23 P(v-a)CO 2 dapat digunakan sebagai marker untuk menggambarkan adekuat atau tidaknya aliran darah vena intuk mengeluarkan CO 2 yang diproduksi oleh jaringan perifer. Peningkatan PCO 2 vena dapat menggambarkan aliran darah untuk mengeluarkan CO 2 dari tubuh yang relatif lebih rendah dibandingkan produksi CO 2 oleh tubuh. Untuk pengukuran ini, dapat digunakan sampel darah dari vena sentral, karena masih terdapat korelasi antara selisih tekanan karbondioksida vena sentral dan arteri [P(cv-a)CO 2] dan nilai cardiac index Pada penelitian yang dilakukan oleh Vallee dkk, pasien-pasien sepsis yang telah diresusitasi dengan ScvO 2 > 70% dengan nilai P(cv-a)CO 2 < 6 mmhg menunjukkan konsentrasi laktat yang lebih rendah dan penurunan nilai SOFA yang lebih besar pada hari pertama dibandingkan dengan P(cv-a)CO 2 > 6 mmhg. Hal ini menunjukkan bahwa adanya nilai P(cv-a)CO 2 dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang masih belum teresusitasi secara adekuat walaupun nilai ScvO 2 telah mencapai > 70%. 21 Peningkatan P(cv-a)CO 2 ini dapat disebabkan karena: 20,24 peningkatan PCO 2 vena secara sekunder akibat berkurangnya aliran darah yang disebabkan stagnasi CO 2 peningkatan respiratory quotient dengan produksi CO 2 tambahan relatif terhadap uptake oksigen, sekunder terhadap efek buffer bikarbonat akibat kelebihan ion hidrogen. peningkatan produksi dan stagnasi CO 2 meskipun ScvO 2 > 70% Berdasarkan hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa P(cv-a)CO 2 berkaitan secara linear dengan produksi CO 2 (VCO 2 ), dan secara terbalik dengan cardiac index (CI). Sedangkan VCO 2 sendiri berkaitan dengan konsumsi oksigen. Dalam kondisi dimana curah jantung mampu beradaptasi terhadap peningkatan VO 2, meskipun terdapat peningkatan produksi CO 2 oleh

35 19 tubuh akibat adanya metabolisme anaerob, terjadi aliran darah yang cukup adekuat untuk membuang produksi CO 2 yang berlebih tersebut. Sebaliknya, aliran darah yang menurun dapat menyebabkan P(cv-a)CO 2 menjadi lebar meskipun tidak terjadi peningkatan produksi CO 2, namun lebih disebabkan karena adanya fenomena stagnasi CO 2. 22,23,25 c. Laktat Asam laktat pertama kali ditemukan dalam susu asam oleh Karl Wilhelm Schele pada tahun 1780, dan didapatkan bahwa asam laktat akan dibentuk dan produksinya meningkat di otot apabila suplai oksigen ke organ tersebut terganggu. 26 Pada kondisi nomal dengan oksigenasi jaringan yang adekuat, energi seluler dapat diekstraksi oleh siklus asam sitrat dan rantai transport elektron. Dalam kondisi ini, sel akan mengubah piruvat menjadi asetil ko-a melalui dekarboksilase oksidatif. Sebaliknya saat tubuh mengalami perfusi jaringan yang tidak adekuat, akan terjadi metabolisme anaerob untuk membentuk energi meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Pada kondisi ini, piruvat dimetabolisme menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase dan melepas ATP dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan metabolisme aerob. 27 Laktat yang terbentuk akan masuk ke dalam sirkulasi dan menyebabkan penurunan ph. Jika kebutuhan oksigen terpenuhi kembali, maka laktat akan diubah di hati menjadi piruvat dan akan masuk kembali ke siklus Krebs. 7 Pyruvate + NAD+ + CoA Acetyl CoA + CO2 + NADH Gambar 2.4. Konversi Piruvat menjadi Asetil ko-a dalam Keadaan Aerob Sumber: Kompanje EJO, Jansen TC, van der Hoven B, Bakker J. The first demonstration of lactic acid in human blood in shock by Johann Joseph Scherer ( ) in January Intensive Care Med 2007;33(11): Gambar 2.5. Konversi Piruvat menjadi Laktat pada Kondisi Anaerob Sumber: Blomkalns AL. Lactate-a marker for sepsis and trauma [Online] [diunduh 12 Oktober 2013]. Tersedia di: URL:

36 20 Produksi laktat terjadi di semua jaringan, termasuk otot skelet, otak, sel darah merah, dan ginjal. Bahkan pada kondisi basal dimana terdapat oksigen yang cukup, produksi laktat dapat terjadi dalam jumlah kecil. Laktat pada tubuh manusia dimetabolisme oleh hepar dan di rekonversi kembali menjadi piruvat. Hal ini akan mempertahankan kadar laktat tetap di bawah 1 mmol/l baik pada darah arteri atau vena. 27 Kadar laktat darah seringkali diukur pada pasien-pasien kritis untuk mendeteksi hipoksia jaringan. Peningkatan kadar laktat dapat merupakan hasil dari peningkatan produksinya atau penurunan metabolisme laktat, atau kombinasi kedua proses ini. 28 Secara anaerobik, ketidakseimbangan oksigen sistemik akan menyebabkan peningkatan produksi laktat. Hipoksia jaringan akan meningkatkan kadar laktat, dan sudah dikonfirmasi melalui beberapa penelitian eksperimental maupun klinis. 29 Rivers dkk menunjukkan bahwa hiperlaktatemia pada sepsis berat atau syok sepsis berkaitan dengan DO 2 yang buruk dan peningkatan DO 2 dapat mengurangi kadar laktat. 9 Peningkatan kadar laktat darah berkaitan dengan meningkatnya tingkat morbiditas dan mortalitas. 29,30 Deteksi dini dan resusitasi yang adekuat untuk menjaga kondisi hemodinamik global tetap normal dan mempertahankan kadar laktat dibawah 2.5 mmol/l dalam 24 jam akan menurunkan tingkat mortalitas. 7 Selain glikolisis anaerobik, terdapat mekanisme aerobik lain yang dapat menyebabkan peningkatan kadar laktat pada pasien kritis, yaitu peningkatan glikolisis aerobik oleh katekolamin yang distimulasi hiperaktivitas pompa Na-K, disfungsi mitokondria, gangguan aktivitas pyruvate-dehidrogenase (PDH) yang penting dalam konversi piruvat menjadi asetil ko-enzim, disfungsi hepar dan operasi hepar, kelainan paru,alkalosis, beberapa obat-obatan dan intoksikasi obat seperti nucleosidic reverse transcriptase inhibitor, metformin (dengan adanya insufisiensi ginjal), sianida, metanol atau intoksikasi etilene-glikol Berdasarkan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Suhendro, pada KAD terdapat peningkatan kadar laktat, terutama pada KAD yang disertai dengan sepsis. Peningkatan kadar laktat pada KAD ini disebabkan akibat

KETOASIDOSIS DIABETIK

KETOASIDOSIS DIABETIK KETOASIDOSIS DIABETIK Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI FK USU/ RS.H. ADAM MALIK MEDAN DEFINISI KAD : SUATU KEDARURATAN MEDIK AKIBAT GANGGUAN METABOLISME

Lebih terperinci

KETOASIDOSIS DIABETIK

KETOASIDOSIS DIABETIK KETOASIDOSIS DIABETIK Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI FK USU/ RS.H. ADAM MALIK MEDAN DEFINISI KAD : SUATU KEDARURATAN MEDIK AKIBAT GANGGUAN METABOLISME

Lebih terperinci

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN Niken Andalasari PENGERTIAN Hipoglikemia merupakan keadaan dimana didapatkan penuruan glukosa darah yang lebih rendah dari 50 mg/dl disertai gejala autonomic dan gejala neurologic.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peritonitis Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat

Lebih terperinci

KETOASIDOSIS DIABETIK. yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. Merupakan

KETOASIDOSIS DIABETIK. yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. Merupakan KETOASIDOSIS DIABETIK 1. Pengertian Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. Merupakan komplikasi metabolik yang

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan

Lebih terperinci

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang RESUSITASI CAIRAN Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang SYOK Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN BETA HIDROKSI BUTIRAT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN BETA HIDROKSI BUTIRAT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN BETA HIDROKSI BUTIRAT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Mardiana, Warida, Siti Rismini Dosen Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III Jl. Arteri JORR Jatiwarna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sindrom syok dengue (SSD) adalah manifestasi demam berdarah dengue (DBD) paling serius. Angka morbiditas infeksi virus dengue mencapai hampir 50 juta kasus per tahun

Lebih terperinci

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien- Pasien Kritis

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien- Pasien Kritis Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah dan Peranannya Dalam Penilaian Pasien- Pasien Kritis Analisa gas darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL TAHUN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL TAHUN ASIDOSIS METABOLIK Disusun oleh: Desi (A101.19.006) Dewi Sekar (A101.19.007) Dina Fitri Astuti (A101.19.008) Ela Kusumawati (A101.19.009) Fatoni Aditya O (A101.19.010) Febriana Ramadhani (A101.19.011)

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang disebabkan ketidakmampuan pankreas mengeluarkan insulin. American Diabetes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Syok Hipovolemik 2.1.1 Definisi Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan perfusi dan oksigenasi jaringan disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya volume

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi cairan Pemberian cairan bertujuan untuk memulihkan volume sirkulasi darah. 6,13 Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 patofisiologi dasar : sekresi insulin yang terganggu, resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,

Lebih terperinci

G R A C I A C I N T I A M A S S I E P E M B I M B I N G : D R. A G U S K O O S H A RT O R O, S P. P D

G R A C I A C I N T I A M A S S I E P E M B I M B I N G : D R. A G U S K O O S H A RT O R O, S P. P D HIPOKALEMIA GRACIA CINTIA MASSIE PEMBIMBING : DR. AGUS KOOSHARTORO, SP.PD DEFINISI Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5 meq/l yang disebabkan oleh berkurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah DM merupakan suatu keadaan peningkatan kadar gula darah secara menahun disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 9/12/2014. Analisa Gas Darah (AGD): Pengukuran dan Penghitungan : ph, PO2, PCO2, [HCO3-], Saturasi OxyHb (%), BE

I. PENDAHULUAN 9/12/2014. Analisa Gas Darah (AGD): Pengukuran dan Penghitungan : ph, PO2, PCO2, [HCO3-], Saturasi OxyHb (%), BE DR Med Dr Untung Widodo, SpAn, KIC Bagian Anestesi & Reanimasi Fak Kedokteran UGM 2014 I PENDAHULUAN Analisa Gas Darah (AGD): Pengukuran dan Penghitungan : ph, PO2, PCO2, [HCO3-], Saturasi OxyHb (%), BE

Lebih terperinci

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Diabetes merupakan penyakit yang mempengaruhi kemampuan tubuh anda untuk memproduksi atau menggunakan insulin. Yaitu, hormon yang bekerja untuk mengubah

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Urinalisis Urinalisis merupakan suatu metode analisa untuk mengetahui zat-zat yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine. Urinalisis berasal dari

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK

MONITORING HEMODINAMIK MONITORING HEMODINAMIK DEFINISI Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru). Monitoring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.

Lebih terperinci

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent BAB 1 PENDAHULUAN Hiperglikemia adalah istilah teknis untuk glukosa darah yang tinggi. Glukosa darah tinggi terjadi ketika tubuh memiliki insulin yang terlalu sedikit atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) sebagai respons klinis terhadap adanya infeksi. SIRS akan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok BAB III PEMBAHASAN Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok karena trauma tidak dikatakan sebagai syok hipovolemik, selain itu juga dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA TEKANAN VENA SENTRAL

ABSTRAK KORELASI ANTARA TEKANAN VENA SENTRAL ABSTRAK KORELASI ANTARA TEKANAN VENA SENTRAL DENGAN COLLAPSIBILITY INDEX VENA KAVA INFERIOR PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Latar belakang: Status

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi 5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi

Lebih terperinci

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai ASERING JENIS-JENIS CAIRAN INFUS Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteriis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. Komposisi:

Lebih terperinci

HYPERGLYCEMIA AND HYPOGLYCEMIA

HYPERGLYCEMIA AND HYPOGLYCEMIA HYPERGLYCEMIA AND HYPOGLYCEMIA dr. WIDYA WIRAWAN, Sp.PD KRI BANJARMASIN 28 SEPTEMBER 2017 1. KETOASIDOSIS DIABET (KAD) DEFINISI Keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

Cardiac resynchronisation therapy. INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

Cardiac resynchronisation therapy. INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 Cardiac resynchronisation therapy Update INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 Kardiovaskuler dan syok TD Syok hipovolemik Syok Kardiogenik Syok Obstruktif Syok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fungsi psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Traumatik brain injury (cedera otak traumatik/cot) yang umumnya didefinisikan dengan adanya kelainan non degeneratif dan non congenital yang terjadi pada otak, sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI PERUBAHAN TEKANAN DARAH PRA DAN PASCADIALISIS DENGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS PADA PASIEN HEMODIALISIS KRONIK DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO PADA BULAN FEBRUARI 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN RERATA STANDART BASE EXCESS PADA PASIEN KETOASIDOSIS DIABETIKUM YANG DIRESUSITASI DENGAN NORMAL SALINE DIBANDINGKAN DENGAN BALANCED ELECTROLYTE SOLUTION DI INSTALASI

Lebih terperinci

Easy Way to Interpret

Easy Way to Interpret Easy Way to Interpret (Arterial) Blood Gases Eddy Rahardjo Dept Anestesiologi & Reanimasi Fak. Kedokteran Univ. Airlangga Surabaya 1 Tujuan presentasi: memahami hasil pemeriksaan gas darah untuk membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN MORTALITAS DI RUMAH SAKIT PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG AKUT DI LIMA RUMAH SAKIT DI INDONESIA PADA DESEMBER 2005 DESEMBER

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) LAPORAN PENELITIAN Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) Mira Yulianti 1, Suhardjono 2, Triyani Kresnawan 3, Kuntjoro Harimurti

Lebih terperinci

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) Pembicara/ Fasilitator: DR. Dr. Dedi Rachmadi, SpA(K), M.Kes Tanggal 15-16 JUNI 2013 Continuing Professional

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID Glukosa Ada dalam makanan, sbg energi dalam sel tubuh. Dicerna dalam usus, diserap sel usus ke pembuluh darah, diedarkan ke sel tubuh. Untuk masuk ke sel dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK sebagai kondisi kompleks yang mengancam jiwa, yang ditandai dengan tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh (Rice 1991). Komponen-komponen aliran darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab : Seorang laki laki 54 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki dan seluruh tubuh lemas. Penderita juga merasa berdebar-debar, keluar keringat dingin (+) di seluruh tubuh dan sulit diajak berkomunikasi. Sesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode neonatus merupakan waktu yang paling rawan untuk kelangsungan hidup anak. Pada tahun 2015, 2,7 juta neonatus meninggal, merepresentasikan 45% dari kematian anak

Lebih terperinci

AKTIVITAS SPESIFIK KATALASE JARINGAN JANTUNG TIKUS YANG DIINDUKSI HIPOKSIA HIPOBARIK AKUT BERULANG SKRIPSI

AKTIVITAS SPESIFIK KATALASE JARINGAN JANTUNG TIKUS YANG DIINDUKSI HIPOKSIA HIPOBARIK AKUT BERULANG SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS SPESIFIK KATALASE JARINGAN JANTUNG TIKUS YANG DIINDUKSI HIPOKSIA HIPOBARIK AKUT BERULANG SKRIPSI Silvia F S 0105001529 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

Reaksi keseluruhannya :

Reaksi keseluruhannya : LI 1. Memahami dan Mengetahui Tentang Asam-Basa LO 1.1 Definisi Asam-Basa Definisi asam-basa menurut Arrhenius Menurut Arrhenius pada tahun 1903, asam adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidrogen

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview 1 Motto : Save our brain and nerve!! Time is brain!! 2 Latar belakang Sebagian besar kasus neurologi merupakan kasus emergensi. Morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Mira Silviana, Doddy Tavianto, Rudi Kurniadi Kadarsah

ARTIKEL PENELITIAN. Mira Silviana, Doddy Tavianto, Rudi Kurniadi Kadarsah Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(2): 131 8] Keberhasilan Early Goal-Directed Therapy dan Faktor Pengganggu pada Pasien Sepsis Berat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Lebih terperinci

Rescucitation in Trauma Patient REZA WIDIANTO SUDJUD,DR.,SPAN.,KAKV.,KIC.,M.KES

Rescucitation in Trauma Patient REZA WIDIANTO SUDJUD,DR.,SPAN.,KAKV.,KIC.,M.KES Rescucitation in Trauma Patient REZA WIDIANTO SUDJUD,DR.,SPAN.,KAKV.,KIC.,M.KES Latar Belakang Trauma masih merupakan penyebab kematian ke-7 di Indonesia yaitu sekitar 3% (CDC,2012) Trauma juga masih merupakan

Lebih terperinci

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit: Keseimbangan cairan dan elektrolit: Pengertian cairan tubuh total (total body water / TBW) Pembagian ruangan cairan tubuh dan volume dalam masing-masing ruangan Perbedaan komposisi elektrolit di intraseluler

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat disebabkan karena faktor genetik, kekurangan produksi insulin oleh sel beta pankreas, maupun karena ketidakefektifan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi bedah sesar dengan status fisik ASA (American Society of Anesthesiologist)

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi bedah sesar dengan status fisik ASA (American Society of Anesthesiologist) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian ringet laktat sebagai cairan resusitasi pada pasien bedah sesar, sering dikaitkan dengan kejadian asidosis. 1,2 Keadaan asidosis akan menyebabkan vasodilatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang di Indonesia kita kenal dengan nama penyakit gula atau kencing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang di Indonesia kita kenal dengan nama penyakit gula atau kencing BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Batasan Penyakit Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah istilah kedokteran untuk sebutan penyakit yang di Indonesia kita kenal dengan nama penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized controlled trial untuk melihat penurunan kadar interleukin-6 setelah pemberian cairan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Hiperglikemia menurut definisi berdasarkan kriteria diabetes melitus yang dikeluarkan oleh International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes (ISPAD) adalah

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci