BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Menurut Winardi (1989) distribusi adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai, di mana barang atau jasa tersebut diperlukan. Proses distribusi tersebut pada dasarnya menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan pengalihan hak milik. Dalam menciptakan ketiga faedah tersebut, terdapat dua aspek penting yang terlibat di dalamnya, yaitu: 1. Lembaga yang berfungsi sebagai saluran distribusi (distribution channel). 2. Aktivitas yang menyalurkan arus fisik barang (physical distribution) Distribution Channel Menurut Winardi (1989) yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah suatu kelompok perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli. Kotler (1997) mengemukakan bahwa saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran distribusi pada dasarnya merupakan perantara yang menjembatani antara produsen dan konsumen. Perantara tersebut dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu pedagang perantara dan agen perantara. Perbedaannya terletak pada aspek pemilikan serta proses negosiasi dalam pemindahan produk yang disalurkan tersebut. a. Pedagang perantara Pada dasarnya, pedagang perantara (merchant middleman) ini bertanggung jawab terhadap pemilikan semua barang yang dipasarkannya atau dengan kata lain pedagang mempunyai hak atas kepemilikan barang. Ada dua kelompok yang termasuk dalam pedagang perantara, yaitu pedagang besar dan pengecer. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa produsen juga II-1

2 dapat bertindak sekaligus sebagai pedagang, karena selain membuat barang juga memperdagangkannya. b. Agen perantara Agen perantara (Agent middle man) ini tidak mempunyai hak milik atas semua barang yang mereka tangani. Mereka dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: 1. Agen penunjang (agen pembelian dan penjulan, agen pengangkutan, agen penyimpanan) 2. Agen pelengkap (agen yang membantu dalam bidang finansial, agen yang membantu dalam bidang keputusan, agen yang dapat memberikan informasi, agen khusus) Menurut Kotler (1993) agar suatu kegiatan penyaluran barang dapat berjalan dengan baik (efektif dan efisien) maka para pemakai saluran pemasaran harus mampu melakukan sejumlah tugas penting, yaitu: a. Penelitian, yaitu melakukan pengumpulan informasi penting untuk perencanaan dan melancarkan pertukaran. b. Promosi, yaitu pengembangan dan penyebaran informasi yang persuasif mengenai penawaran. c. Kontak, yaitu melakukan pencarian dan menjalin hubungan dengan pembeli. d. Penyelarasan, yaitu mempertemukan penawaran yang sesuai dengan permintaan pembeli termasuk kegiatan seperti pengolahan, penilaian dan pengemasan. e. Negosiasi, yaitu melakukan usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga dan lain-lain sehubungan dengan penawaran sehingga adanya pemindahan kepemilikan. f. Distribusi fisik, yaitu penyediaan sarana transportasi dan penyimpanan barang. g. Pembiayaan, yaitu penyediaan permintaan dan pembiayaan dana untuk menutup biaya dari saluran pemasaran tersebut. h. Pengambilan resiko, yaitu melakukan perkiraan mengenai resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran tersebut. II-2

3 Kelima tugas pertama membantu pelaksanaan transaksi dan tiga yang terakhir membantu penyelesaian transaksi. Semua tugas di atas mempunyai tiga persamaan, yaitu menggunakan sumber daya yang langka, dilaksanakan dengan menggunakan keahlian yang khusus, dan bisa dialih-alihkan di antara penyalur. Apabila perusahaan/produsen menjalankan seluruh tugas diatas, maka biaya akan membengkak dan akibatnya harga akan menjadi lebih tinggi. Ada beberapa alternatif saluran (tipe saluran) yang dapat dipakai. Biasanya alternatif saluran tersebut didasarkan pada golongan barang konsumsi dan barang industri. a. Barang konsumsi adalah barang-barang yang dibeli untuk dikonsumsikan. Pembeliannya didasarkan atas kebiasaan membeli dari konsumen. Jadi, pembelinya adalah pembeli/konsumen akhir, bukan pemakai industri karena barang barang tersebut tidak diproses lagi, melainkan dipakai sendiri (Swasta, 1984). b. Barang industri adalah barang-barang yang dibeli untuk diproses lagi atau untuk kepentingan dalam industri. Jadi, pembeli barang industri ini adalah perusahaan, lembaga, atau organisasi, termasuk non laba (Swasta, 1984). Berdasarkan pengertian diatas, maka seperti halnya pupuk itu digolongkan kedalam golongan barang industri, sebab pupuk dibeli petani bukan untuk dikonsumsi tetapi untuk digunakan dalam produksi pertaniannya. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam memilih saluran distribusi, faktor tersebut antara lain: 1. Jenis barang yang dipasarkan 2. Produsennya 3. Penyalur yang bersedia ikut mengambil bagian 4. Pasar sasaran Distribusi Fisik Distribusi fisik merupakan aspek penting kedua dalam rangka menjadikan suatu produk tersedia bagi konsumen dalam jumlah, waktu, dan tempat yang tepat. Dalam hubungan itu, Dewan Manajemen Distribusi Fisik Nasional Amerika II-3

4 Serikat mendefinisikan distribusi fisik sebagai suatu rangkaian aktivitas yang luas mengenai pemindahan barang jadi secara efisien dari akhir batas produksi kepara konsumen, serta di dalam beberapa hal mencakup pemindahan bahan mentah dari suatu pembekal keawal batas produksi. Manajemen distribusi fisik hanyalah satu di antara istilah deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan suatu pengendalian atas pemindahan barang seperti didefinisikan dimuka. Hal ini sering pula diistilahkan sebagai manajemen logistik atau logistik pemasaran. Namun demikian, apapun istilah yang digunakan konsep dasarnya adalah sama. Menurut Swasta (1984) kegiatan yang ada dalam kegiatan distribusi fisik dapat dibagi kedalam lima macam yaitu: 1. Penentuan lokasi persediaan dan sistem penyimpanannya a. Penentuan lokasi penyediaannya Kebijaksanaan terhadap lokasi persediaan didasarkan pada strategi yang diinginkan, apakah secara memusat (konsentrasi) ataukah menyebar (dispersi) dipasarnya. Jika perusahaan mengkonsentrasikan persediaannya, maka akan memudahkan dalam mengadakan pengawasan. Selain itu, juga akan meningkatkan efisiensi penyimpanan dan penanganan barangnya. Namun dari segi lain dapat terjadi bahwa beban pengangkutan akan meningkat dan pengantaran barang kebeberapa segmen pasar akan terlambat. Dan jika perusahan menyebarkan persediaannya kebeberapa lokasi, maka keadaannya akan berlainan, dan merupakan kebalikan dari konsentrasi. b. Sistem penyimpanan persediaan Penyimpanan erat kaitannya dengan pergudangan, biasanya perusahaan yang tidak mempunyai fasilitas penyimpan sendiri umumnya menyewa kepada lembaga atau perusahaan lain atau disebut gudang umum. Besarnya sewa yang harus dibayar ditentukan menurut besarnya ruangan yang digunakan. II-4

5 2. Sistem penanganan barang Sistem penanganan barang yang dapat digunakan antara lain: a. Paletisasi Paletisasi, penanganan barang-barang baik itu berupa bahan baku maupun barang jadi dipakai suatu alat yang disebut palet. Dengan alat ini barangbarang dapat dipindahkan secara cepat. Penggunaannya akan lebih ekonomis apabila material yang ditangani jumlahnya besar. b. Pengemasan Barang-barang yang ditangani ditempatkan dalam suatu kemasan atau peti kemas baik dari logam, kayu, ataupun bahan yang lain. Biasanya kemasan ini dibuat dalam ukuran-ukuran tertentu sehingga sangat mudah dalam pengangkutannya. c. Sistem pengawasan persediaan Faktor penting yang lain dalam sistem distribusi fisik adalah mengadakan pengawasan secara efektif terhadap komposisi dan besarnya persediaan. Adapun tujuan dari pengawasan persediaan adalah meminimumkan jumlah persediaan yang diperlukan, dan meminimumkan fluktuasi dalam persediaan sambil melayani pesanan dari pembeli. Besarnya persediaan sangat ditentukan oleh keseimbangan kebutuhan pasar dengan faktor biaya. Sedangkan permintaan pasar dapat diukur dengan menggunakan analisis ramalan penjualan. d. Prosedur memproses pesanan Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk memproses pesanan yaitu menyelenggarakan kegiatan kantor secara teratur, membuat barang dengan baik, serta menyampaikannya kepada pembeli. Jika perusahaan tidak sanggup atau tidak mampu melaksanakan pesanan, maka ia harus memberitahu kepada pembeli. e. Pemilihan metode pengangkutan Rute dan rit pengangkutan merupakan faktor yang penting, dan mempunyai hubungan yang erat dengan pasar atau daerah penjualan, serta II-5

6 lokasi persediaannya. Selain itu fasilitas pengangkutan yang ada juga merupakan faktor penentu. 2.2 Dasar Hukum Pemerintah Pemerintah menerbitkan aturan distribusi tertutup LPG tabung 3 kg agar tepat sasaran, harga, dan jumlah, sekaligus terjamin ketersediaannya. Aturan tersebut terdapat dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2011 dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 5 Tahun 2011 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di Daerah. Tujuan pembinaan dan pengawasan yang disebutkan dalam peraturan itu, antara lain untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran LPG tiga kilogram, serta terpatuhinya harga eceran tertinggi (HET). LPG tabung 3 kg merupakan bahan bakar jenis tertentu yang mendapat subsidi anggaran negara (APBN) sehingga perlu diawasi. Selain Mendagri dan Menteri ESDM, tugas pembinaan dan pengawasan juga melibatkan gubernur, bupati atau wali kota, dan camat. Peraturan bersama menyebutkan Menteri ESDM melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM melaksanakan pendistribusian tertutup dengan menggunakan kartu kendali. Menteri ESDM juga menetapkan wilayah distribusi tertutup setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri berdasarkan usulan gubernur, bupati, dan wali kota. Adapun pertimbangan suatu wilayah dilakukan distribusi tertutup adalah kemampuan daya beli pengguna, jaminan penyediaan, dan ketersediaan sarana LPG. Lebih jelasnya yang terkait dengan urutan perundangan dengan substansi ini dapat dilihat pada gambar II.1 berikut. II-6

7 Gambar II.1 Urutan Perundangan dan Substansi Mengenai LPG Tertentu (sumber: Ditjen Migas Kementerian ESDM, 2011) Peraturan perundangan yang terkait adalah sebagai berikut: 1. UU No 22 / 2001 mengatur kegiatan hulu hingga hilir minyak dan gas bumi mengingat bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang sangat strategis dan tidak terbaharukan, serta mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional sehingga harus dikuasai oleh II-7

8 negara agar dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara maksimal. 2. UU No 17 / 2003 yang mengatur tentang keuangan Negara yang tercantum dalam Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Nomor UU No 15 / 2004 yang mengatur tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembar Negara Nomor PP No 36 / 2004 mengatur kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi yang meliputi penyelenggaraan kegiatan usaha hilir migas, izin usaha, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, niaga, cadangan, standar mutu, ketersediaan dan distribusi, harga, penyaluran ke daerah terpencil, keselamatan kesehatan lingkungan hidup, pemanfaatan barang jasa, pembinaan dan pengawasan, dan sanksi. 5. Kepres 42 / 2002 terkait pedoman pelaksanaan Anggaran Pelaksanaan Belanjan Negara (APBN) jo Keputusan Presiden RI nomor 72 tahun 2004 tentang perubahan atas Keputusan Nomor 42 tahun 2002 tentang pedoman pelaksanaan Anggaran Pelaksanaan Belanjan Negara (APBN) 6. Perpres 54 tahun 2010 yang terbit pada tanggal 6 Agustus 2010 terkait pengadaan barang/jasa pemerintah. 7. Perpres No 104 / 2007 yang mengatur ttg penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tabung 3 kilogram yang merupakan salah satu bentuk subsidi negara kepada rakyat melalui penyediaan energi, dimana lingkup pengaturannya meliputi: perencanaan volume penjualan tahunan dari Badan Usaha, harga patokan dan harga jual eceran serta ketentuan ekspor dan impor LPG tabung 3 kilogram dalam rangka mengurangi subsidi bahan bakar minyak khususnya untuk mengalihkan penggunaan minyak tanah bersubsidi sesuai kebijakan pemerintah. II-8

9 8. Permen ESDM No 30 / 2005 yang diterbitkan tanggal 20 Juli 2005 tentang organisasi dan tata kerja kementerian energi dan sumber daya mineral. 9. Permen ESDM No 56 / 2006 yang diterbitkan tanggal 28 Desember 2006 tentang organisasi dan tata kerja pengelola Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. 10. Permen ESDM No 21 / 2007 yang mengatur penyelenggaraan penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kilogram, dimana lingkup pengaturannya meliputi perencanaan volume kebutuhan tahunan dan volume penjualan tahunan, kententuan ekspor dan impor LPG 3 kilogram, dan penugasan Badan Usaha untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kilogram dalam rangka mengurangi subsidi bahan bakar minyak khususnya untuk mengalihkan penggunaan minyak tanah bersubsidi sesuai kebijakan pemerintah. 11. Permen ESDM 26 / 2009 yang mengatur penyediaan dan pendistribusian LPG yang pengaturannya meliputi kegiatan penyediaan dan pendistribusian LPG sebagai bahan bakar atau bahan pendingin dalam bentuk kemasan atau dalam bentuk curah/bulk, termasuk didalamnya mengatur mengenai mekanisme pendistribusian LPG tabung 3 kilogram (LPG tertentu) dengan sistem pendistribusian tertutup. 12. Permen Bersama Dalam Negeri dan ESDM yang mengatur tentang pembinaan dan pengawasan pendistribusian tertutup LPG di daerah. 2.3 Distribusi Sistem Tertutup Menurut Kementerian ESDM, sistem tertutup adalah suatu sistem distribusi tertutup yang diterapkan untuk pengisian dan penjualan Elpiji. Agen Elpiji di suatu wilayah hanya dapat mengisi Elpiji di stasiun yang ada di wilayah itu. Mereka juga hanya diperbolehkan mendistribusikan Elpiji di wilayah yang sudah ditetapkan. Selain itu, masyarakat yang boleh membeli Elpiji tersebut hanya yang memenuhi kriteria. Kebijakan sistem tertutup ini dilakukan untuk II-9

10 menertibkan pengisian dan pendistribusian Elpiji 3 kg yang disubsidi pemerintah. Kebijakan sistem tertutup ini juga dapat membuat permintaan di seluruh wilayah dapat lebih stabil sehingga dapat mengurangi kebutuhan tabung. Dengan berkurangnya jumlah kebutuhan tabung, berkurang pula investasi tabung Elpiji 3 kg yang dikeluarkan pemerintah. Berdasarkan laporan akhir kegiatan Implementasi Sistem Pendistribusian LPG Tertentu di Wilayah Malang Raya, sistem pendistribusian tertutup dapat didefinisikan adalah sebagai sebuah sistem yang mengatur pendistribusian LPG tertentetu dari tingakat penyalur hingga pengguna. Dalam sistem pengaturan sistem pendistribusian dilakukan penataan penyalur serta penataan sub penyalur dan kelompok pengguna. Proses implementasi rantai suplai sistem pendistribusian LPG tertentu dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: 1. Tahap pertama dalam implementasi rantai suplai sistem pendistribusian LPG tertentu bertujuan untuk melakukan efektifitas pemberian subsidi. 2. Tahap kedua dalam implementasi rantai suplai sistem pendistribusian LPG tertentu bertujuan untuk melakukan efisiensi pemberian subsidi. 3. Tahap ketiga dalam implementasi rantai suplai sistem pendistribusian LPG tertentu bertujuan untuk melakukan penguatan sistem dalam pemberian subsidi. 2.4 Lean Distribution Lean distribution dimulai dari munculnya lean manufacturing yang diawali oleh Toyota Production System (TPS) di Jepang dan kemudian popular di Amerika Serikat ketika perusahaan-perusahaan mengkaji metode-metode Jepang. Ketika industri otomotif domestik menganut praktik-praktik TPS, seperti kanban, gerakan itu menjadi dikenal dengan Just In Time (JIT). Selanjutnya, gerakan JIT mengalami transisi menjadi lean manufacturing ketika digunakan pendekatan yang lebih holistik untuk produktivitas perusahaan. Jadi, lean distribution adalah perjenjangan alami bagi perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan praktikpraktik lean di ala operasi mereka atau mempunyai pelanggan yang menganut lean. II-10

11 Menurut Zylstra (2001) lean distribution adalah sebuah panduan untuk menilai praktek-praktek dan paradigm distribusi yang sedang berjalan guna menghasilkan fleksibilitas yang lebih besar dan biaya yang lebih rendah, lean bekerja untuk memperbaiki secara sistematis parameter-parameter yang mendorong kinerja pada seluruh rantai pasokan daripada melakukan tindakan independen guna memperbaiki biaya departemen,tingkat pelayanan dan persediaan. Pendorong utama dalam pendekatan lean distribution adalah cycle time, variasi dan fleksibilitas. Parameter-parameter ini menjadi pendorong bagi tingkat persediaan, profil biaya dan aspek-aspek lain dari rantai distribusi sehingga hubungan dan interaksi diantaranya jelas. Lean distribution digunakan untuk menaggulangi kelemahan pendekatan yang terlalu fokus berbasis ramalan dan biaya, teknik-teknik lean yang digunakan antara lain pengisian ulang kembali (pull replenishment) yang menunjukkan manfaat besar untuk meningkatkan pelayanan dan mempertahankan persediaan dan biaya tetap rendah. Permasalahan sejak awal bukan sekedar keakuratan peramalan, melainkan keseluruhan variabilitas, pemanfaatan lean berguna dalam membagi dan mengurangi variabilitas sehingga pengisian ulang (replenishment) menjadi lebih mudah dan perencanaan lebih efektif, hal ini disebut transformasi yang mengambil pendekatan lean untuk distribusi. Paradigma lean adalah bekerja dengan realitas pasar dan memperbaiki fleksibilitas internal dan cycle time. Kedua komponen distribusi dan operasi ini ada di dalam kendali semua bisnis, sedangkan fluktuasi pasar mungkin tidak berada dalam kendali seseorang. Kebaikan dari mengambil arah untuk mengendalikan apa yang dapat dikendalikan dan fleksibilitas adalah bahwa variasi pasar sering dapat dikurangi dengan lean pengisian kembali lean (replenishment). Semakin cepat dan semakin baik seorang distributor memeberikan respon maka semakin sedikit pelanggan membawa variasi ke dalam pergeseran pasar yang mereka alami, karena mereka akan lebih sedikit membendung pergeseran pasar. Pelanggan membendung pergeseran pasar dengan memesan lebih banyak daripada yang diperlukan bagi peningkatan kecil di pasar dan dengan begitu kemudian II-11

12 memesan lebih sedikit untuk mengkompensasi pemesanan yang terlalu banyak, sehingga menyebabkan efek pengungkit (leverage) yang senantiasa meningkat. Tren ini disebut efek cambuk untuk menggambarkan bahwa reaksi terhadap perubahan pasar menjadi lebih besar bagi pihak distributor daripada pihak pelanggan. Pendorong utama implementasi pendekatan ini adalah untuk menghadapi tantangan pelayanan pelanggan dan distribusi masa kini, tuntutan fleksibilitas dan kesederhanaan yang lebih untuk menghadapi persaingan, untuk itu digunakan pendekatan yang memanfaatkan berbagai konsep lean seperti konsep pull, kanban, pengurangan waktu siklus dan pengurangan persediaan cadangan (buffer) untuk meminimalkan variabilitas. Meskipun tiap bisnis mengembangkan desain yang unik dalam kerangka pendekatan lean begitu pula dalam penerapan lean yang ditempuh dengan cara yang berbeda untuk tiap bisnis sesuai karakteristik masing-masing, namun kesamaan ada pada tiap proses yang dimulai dengan analisis tren bisnis sejenis dan identifikasi pendorong yang mengarah pada perlunya pendekatan baru dalam distribusi. Diperlukan pemahaman terhadap analisis yang telah dilakukan dan hal itu harus dilakukan sejalan oleh tim eksekutif serta keseluruhan organisasi yang berujung padapersamaan pemahaman mengenai tantangan dan solusi distribusi. Paradigma dari semua sisi distribusi harus terintegrasi didalam pemahaman tersebut untuk kemudian dapat dilakukan perencanaan dalam orientasi pertumbuhan bisnis, profitabilitas dan peningkatan pelayanan pelanggan yang tepat dan memiliki tingkat akurasi perencanaan yang optimal dan dalam realisasinya dapat diterapkan teknik kerjasama pelanggan sebagai teknik yang tepat untuk memahami karakteristik pasar yang sebenarnya. Dengan memahami, mengikuti dan merespon permintaan pelanggan secara seksama melalui pemahaman terhadap karakteristik pasar yang sebenarnya dapat membuat perusahaan berhasil tanpa menumpuk ataupun kekurangan inventory serta barang jadi dalam distribusi satu level sebelum mencapai end user. Kapan saja inventory atau barang jadi dalam distribusi satu level sebelum mencapai end user bergerak terlalu tinggi atau terlalu rendah maka biaya distribusi akan meningkat, yang II-12

13 biasanya pergerakan ini disebabkan oleh ketergantungan terhadap peramalan dan saat digunakan hasil peramalan tersebut terjadi ketidakpastian. Sebuah solusi yang kemudian muncul sebagai alternatif adalah mengadakan barang kemudian langsung mendistribusikan barang sesuai permintaan dan tidak menyimpan barang. Namun kendala lain yang muncul adalah kapabilitas tiap karakter bisnis untuk menerapkan solusi tersebut dengan tepat sehingga dapat menunjang produktivitas bukan membuat sebuah permasalahan baru dalam rangkaian distribusi barang oleh perusahaan. Berbagai konsep dan praktek dalam lean seperti dikemukakan diatas dapat dijadikan pedoman penyelesaian kendala yang muncul seperti pull, kaizen, pengurangan ukuran lot (lot size reduction) dan hubungan mereka dengan penguranagan waktu untuk menyelesaikan sebuah proses (lead time), yang dapat diaplikasikan dalam pola distribusi adalah terutama dalam hal pengurangan lead time baik internal maupun eksternal yang berujung pada kemampuan barang untuk mencapai pasar disaat yang tepat atau optimalisasi fungsi distribusi. Pendekatan lean distribution digambarkan dengan menggunakan sejumlah analogi yang kemudian dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan karakter masing-masing perusahaan. Tiap analogi dimaksudkan untuk menguraikan bagaimana dan mengapa lean memberikan solusi untuk tiap masalah distribusi rumit yang muncul dengan sebuah persyaratan mutlak yaitu pemahaman karakter distribusi perusahaan sendiri pada semua bagian yang terintegrasi didalamnya sehingga memungkinkan dilakukan perubahan-perubahan dalam sistem distribusi yang dimiliki. Setidaknya transformasi distribusi tersebut dapat dibandingkan hasilnya dengan sistem yang telah ada sebelumnya, sebagai penyempurnaan dapat ditambahkan bahwa pendekatan lean distribution dimulai dengan total transaksi dan selanjutnya berbalik ke bagaimana satu per satu transaksi diproses yang mensyaratkan dedikasi, konstribusi dan pandangan yang lebih seksama dari tiap elemen distribusi yang turut berperan dalam kesatuan sistem distribusi yang telah berjalan. II-13

14 Kerangka distribusi lean seperti terlihat pada Gambar II.2 adalah gambaran aplikasi pendekatan transformasi lean dalam distribusi yang terdiri dari unsur paling atas dan paling penting yaitu kebijakan pelayanan pelanggan, mendefinisikan lead time, parameter pesanan dan tingkat pelayanan pelanggan bagi pelanggan tertentu kelompok-kelompok pelanggan dan/atau produk. Seluruh aspek pendekatan lean harus berfokus pada kebijakan-kebijakan ini, di sisi lain di bagian paling bawah yaitu kemampuan operasional yang merupakan fondasi bagi pendekatan tersebut untuk memastikan proses-proses lean berhasil dijalankan. Kemampuan operasional dapat didefinisikan untuk menggerakkan sebuah pendekatan lean distribution, berikutnya secara berurutan dan saling mempengaruhi strategi buffer, siklus replenishment, pendekatan pull sebagai penunjang gerak perubahannya. Gambar II.2 Unsur Kerangka Lean Distribution (sumber: Zylstra, 2001) Kelima unsur dari kerangka lean distribution itu berisi enabler (sesuatu yang memungkinkan) pergeseran paradigm yang diperlukan untuk mematahkan rintangan peramalan bagi pelayanan pelanggan dan laba. Berikut ini ditunjukkan dan dijelaskan enabler penting dalam masing-masing unsur. II-14

15 a. Kebijakan pelayanan pelanggan memiliki 2 enabler, yaitu kebijakan pelayanan pelanggan formal dan dukungan bagi pull. Kebijakan pelayanan pelanggan formal adalah proses pengujian dan formalisasikebijakan untuk mengoptimalkan seluruh rantai pasokan yang mengharuskan lean distribution fokus pada kebutuhan pelanggan yang dinyatakan serta pada kemampuan kunci internal perusahaan. Dukungan bagi pull adalah pelanggan mencari pelayanan yang dapat diandalkan dan pada umumnya mereka bersedia member para pemasok lebih banyak ruang gerak dan tanggung jawab untuk memberikan hasil, dukungan bagi pull juga menandakan bahwa pelanggan mengakui keunggulan tersebut dan memberikan persyaratan untuk mengalir ke pemasok tanpa modifikasi. b. Strategi buffer memeiliki 1 enabler, yaitu pemisahan variabilitas. Variabilitas ada dalam semua lingkungan dan mensyaratkan paling tidak suatu buffer untuk mengisolasi baik para pelanggan maupun operasi-operasi internal dari perputaran sehari-hari dalam ramalan dan pesanan. Triknya adalah memilki buffer di tempat-tempat yang paling menguntungkan daripada di banyak atau semua tempat dimana terdapat permintaan pelanggan Penempatan dan pengelolaan buffer secara strategis memungkinkan operasi dan pencarian sumber mencapai sasaran yang lebih mapan daripada sasaran yan senantiasa bergerak dan berubah dari sebuah rencana bernasis ramalan. c. Siklus replenishment memilki 1 enabler, yaitu untung rugi biaya. Nilai dan putuskan untung rugi biaya lebih pada tingkat structural daripada beropsesi pada untung rugi biaya untuk transaksi-transaksi tertentu setiap hari. d. Pendekatan pull memiliki 1 enabler, yaitu pertalian pull. Mengaitkan antara pemakaian atau konsumsi pelanggan dan proses-proses replenishment distribusi adalah hubungan taktis yang diperlukan untuk menyelaraskan rantai pasokan guna terus-menerus memenuhi persyaratan pelanggan. Pull adalah lebih dari sekedar kanban atau sebuah sinyal pemesanan, pull adalah filosofi bagi replenishment dan keunggulan pelayanan pelanggan. e. Kemampuan operasi dan sourcing bagi lean memiliki 3 enabler, yaitu berkurangnya lead time, berkurangnya variabilitas dan berkurangnya ukuran II-15

16 lot. Berkurangnya lead time yang dimaksud adalah lead untuk operasi internal dan dari pemasok mencakup tingkat safety time yang tinggi guna mangakomodasi kejadian-kejadian yang tidak terduga, lean membantu mengurangi lead time, meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan memberikan respon,dengan lead time yang singkat memungkinkan banyak perbaikan biaya dan pelayanan pelanggan yang memuaskan. Berkurangnya variabilitas, meskipun variabilitas ada dalam semua proses sedikit organisasi yang memfokuskan pada kuantitatif dan pengurangan variasi dalam rantai pasokan, biasanya terfokus pada kualitas produk. Berkurangnya ukuran lot, kuantitas yang diproduksi atau dari sourcing pada suatu waktu atau suatu ukuran lot mempunyai kaitan langsung dengan fleksibilitas dan total biaya, ukuran lot yang lebih besar kelihatannya menurunkan biaya dalam sourcing atau produksi tetapi dapat menaikkan biaya dan mengurangi pelayanan pelanggan pada rantai pasokan lainnya, praktik-praktik lean manufacturing membantu mengurangi ukuran lot sambil menghilangkan pemborosan dengan demikian memungkinkan biaya yang rendah baik untuk produksi maupun rantai pasokan. Kedelapan enabler tersebut bergabung mebentuk sebuah sistem yang padu untuk memperbaiki biaya distribusi, pemanfaatan asset dan pelayanan pelanggan. Enabler ini harus disatukan dan diimplementasikan untuk mewujudkan transformasi lean distribution. Akan tetapi untuk mewujudkannya, perusahaan harus mengevaluasi secara seksama dan kritis pada poses-proses yang ada dan memastikan bahwa paradigm yang ada dipahami secara baik. Proses untuk memulai transformasi tersebut antara lain diuraikan perbedaan antara prosesproses berbasis perencanaan tradisional yang disebut perencanaan keperluan distribusi atau distribution requirement planning (DRP) dan lean DRP dibandingkan lean penekanannya ada pada pemberian respon terhadap kebutuhan aktual pelanggan pada untuk jangka pendek daripada merencanakan jauh ke masa depan. Pull yang ada pada lean distribution merupakan unsur untuk lebih cepat merespon terhadap pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam permintaan pasar, cycle product dan hubungan pelanggan. II-16

17 Adapun detail pelaksanaan penerapan lean distribution adalah sebagai berikut: Identifikasi penentuan strategi buffer, siklus replenishment dan pendekatan pull Selama ini jumlah pemesanan LPG 3 kg dari tiap level saluran distribusi hanya didasarkan pada perkiraan sesuai data penjualan terakhir yang dimiliki, itupun tidak secara matematis. Menurut Stock dan Lambert dalam Zylstra (2001) bahwa keuntungan bagi perusahaan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan volume penjualan atau menurunkan biaya buffer namun tetap fokus utama yang dipegang adalah tingkat sediaan buffer tinggi dan terintegrasi dengan biaya yang mengarah pada tingkat ketersediaan barang yang lebih baik dan service level yang lebih konsisten, karena rendahnya tingkat sediaan buffer tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan dapat sangat merugikan bagi perusahaan. Stock dan Lambert dalam Zylstra (2001) juga mengemukakan cara perhitungan level sediaan buffer secara statistik dengan menggunakan perhitungan data demand dan data variabilitas siklus replenishment valid yang membentuk sebuah joint impact penentuan level sediaan buffer sesuai costumer service level yang diinginkan oleh pihak manajemen sebagai sebuah kebijakan strategis. a. Safety Stock Level (SSL)... (1) Dimana: = jumlah sediaan buffer yang diperlukan = siklus replenishment rata-rata = deviasi dari penjualan harian = penjualan harian rata-rata = deviasi dari siklus replenishment atau pengisian ulang II-17

18 (2) Dimana: = standar deviasi dari penjualan harian d n = frekuensi penjualan dalam jumlah tertentu = deviation nilai sebuah kejadian penjualan = banyaknya data....(3) Dimana: = standar deviasi dari siklus replenishment d n = frekuensi penjualan dalam jumlah tertentu = deviation nilai sebuah kejadian pengisian ulang = banyaknya data b. Average Inventory Level (AIL) Setelah mengetahui safety stock level maka dapat ditentukan nilai rata-rata dari level inventory sehingga diharapkan dapat terjadi optimalisasi pada jumlah rata-rata persediaan yang memberikan kepuasan pelanggan karena ketersediaan barang yang tepat. Hal ini dapat diformulasikan sebagai berikut:.....(4) Dimana: = jumlah persediaan optimal = biaya pemesanan D = jumlah permintaan tahunan dari produk (jumlah unit) H = jumlah biaya inventory tahunan II-18

19 2.4.2 Identifikasi Kemampuan Operasi dan Sourcing dari Lean Dalam proses ini dilakukan pengamatan kinerja elemen-elemen distribution cahnnel dari segi hasil. Menurut Moore dalam Zylstra (2001) dapat dilakukan tahapan-tahapan lean sebagai berikut: a. Identify Team and Operational Constraints Identifikasi kelompok yang terlibat yang mampu mengoptimalkan hasil serta hambatan bagi operasional proses yang akan dilakukan, semua berdasarkan hasil yang telah dicapai sebelumnya. b. Map Process Pemetaan proses distribution channel dengan proses yang detail dan presisi, mempertimbangkan setiap aktivitas yang terjadi didalamnya. c. Identify Waste Identifikasi kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah diantara setiap aktivitas yang telah dipetakan sebelumnya, pertimbangkan Real Value Aded (RVA), Business Value Added (BVA) dan Non Value Added (NVA) serta amati sisi lead time dan lot size. d. Eliminate Waste Penghilangan NVA, pengurangan lead time dan lot size, pengurangan biaya serta kegiatan peningkatan efektivitas dan efisiensi lain dalam rangkaian distribution channel. e. Identify Variation Identifikasi keseragaman dalam proses dan produk pada aliran distribution channel untuk dipertimbangkan dengan dilakukan penyeragaman agar lebih tepat sasaran. f. Eliminate Variation Penghilangan adanya ketidakseragaman,pertimbangkan sisi variabilitas dari proses-proses diantara distribution channel serta banyaknya produk yang disalurkan atau lot size yang bergerak didalamnya. II-19

20 Setelah teridentifikasinya proses-proses yang lebih baik melalui evaluasi tersebut maka dapat dilakukan penentuan channel of distribution strategy atau sourcing dari lean sebagai proses lanjutan dalam pengemukaan rekomendasi, seperti yang dikemukakan oleh Cravens dalam Zylstra (2001). Adapun proses yang dilakukan terdiri atas: 1) Determining the type of channel arrangement 2) Deciding the intensity of distribution 3) Selecting the channel configuration Urutan proses tersebut dapat dilihat pada gambar II.3, yang menunjukkan bagaimana sourcing dari lean dilakukan. Gambar II.3 Urutan Proses Sourcing Lean Distribution (sumber: Zylstra, 2001) II-20

21 2.5 Rantai Pasok (Supply Chain) Menurut Syahyunan (2004) ada beberapa dari tipe saluran distribusi, dimana perbedaan panjang dan pendeknya tipe-tipe saluran distribusi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Zero Level Channel Dalam bentuk ini antara produsen dan perusahaan dan konsumen akhir tidak terdapat pedagang perantara, penyaluran langsung dilakukan perusahaan pada konsumen. Misalnya: Penjualan mesin komputer langsung kepada perusahaan yang membutuhkannya. 2. One Level Channel Disini hanya terdapat satu pedagang perantara. Pedagang perantara ini pada pasar konsumen disebut retailer, sedangkan pada industri disebut dengan agen atau broker. 3. Two Level Channel Disini terdapat dua pedagang perantara dalam pasar konsumsi terdiri dari wholesaler dan retailer. 4. Three Level Channel Pada tahap ini terdapat tiga perantara yaitu wholesaler, retailer dan Jobber, dimana Jobber selalu terdapat diantara wholesaler dan retailer. Jobber membeli dari wholesaler dan menjual kembali kepada retailer yang pada umumnya tidak dilayani oleh pedagang besar. Tipe-tipe saluran distribusi yang dikemukakan di atas ditentukan pada penggunaan lembaga-lembaga perantara yang berada di antara produsen dan konsumen. Dalam hal ini perusahaan dapat memanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. 1. Penyaluran langsung. Dalam sistem ini tidak ada pedagang perantara. Pembeli langsung kepada perusahaan atau produsen. Misalnya, jika seseorang membeli ikan kepada nelayan untuk konsumsi. II-21

22 2. Penyaluran tidak langsung. Disini terdapat pedagang perantara yaitu pengecer. Misalnya membeli sebungkus rokok dari warung, maka warung tersebut adalah pengecer. Dalam penyaluran tidak langsung ini terdapat lebih dari satu pedagang perantara, yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Menurut Syahyunan (2004) bahwa melihat kedua tipe saluran distribusi diatas, maka sebenarnya penyaluran dapat digolongkan pada penyalur langsung dan penyalur tidak langsung. 1. Rantai pasok saluran distri busi yang sangat panjang. 2. Rantai pasok saluran distribusi yang panjang. 3. Rantai pasok saluran distribusi yang agak panjang/agak pendek 4. Rantai pasok saluran distribusi yang pendek 5. Rantai pasok saluran distribusi yang sangat pendek/langsung. Kelima tahapan penyaluran tersebut diatas mempunyai jalur penyampaian barang dari produsen sampai ke konsumen dengan berbeda-beda. l. Rantai Pasok Saluran Distribusi yang Sangat Panjang. Perusahaan atau produsen yang akan menyampaikan barang-barangnya kepada konsumen akhir melalui banyak sekali distributor atau penyalur. Misalnya untuk memasarkan barang-barang ke seluruh Indonesia, perusahaan dapat menempatkan agen tunggal untuk seluruh lndonesia, agen untuk setiap propinsi, sub agen untuk setiap kota, grosir dan akhirnya ke pengecer atau retailer. 2. Rantai Pasok Saluran Distribusi yang Panjang. Penyaluran barang-barang melalui perantara, tetapi tidak sepanjang saluran distribusi yang sangat panjang. Misalnya produsen mempergunakan agen untuk propinsi, sub agen untuk setiap kota, grosir dan akhirnya ke pengecer (retailer). 3. Rantai Pasok Saluran Distribusi yang Agak Pendek Penggunaan saluran distribusi disini lebih sedikit, meskipun terdapat perantara. Saluran distribusi ini menggunakan dua tingkat, yaitu wholesaler dan retailer. II-22

23 4. Rantai Pasok Saluran Distribusi yang Pendek. Disini perusahaan hanya menggunakan satu lembaga perantara, yaitu pengecer. Berarti produsen langsung menghubungi pengecer yag cocok untuk memasarkan barang-barangnya. 5. Rantai Pasok Saluran Distribusi yang Sangat Pendek/Langsung. Dalam sistem saluran distribusi ini, perusahaan menjual barang-barangnya langsung kepada konsumen akhir. Konsumen akhir dapat juga berupa perorangan yang membeli barang-barang tersebut maupun perusahaanperusahaan lain yang menggunakan barang-barang tersebut secara langsung, artinya barang-barang itu diolah lagi. Misalnya : mesin. kulit, ikan. kertas dan lain-lain. II-23

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minyak tanah merupakan salah satu dari Bahan Bakar Minyak (BBM) yang keberadaannya disubsidi oleh Pemerintah. Setiap tahunnya Pemerintah menganggarkan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Perusahaan melakukan kegiatan pemasaran pada saat perusahaan ingin memuaskan kebutuhannya melalui sebuah proses transaksi. Pemasaran juga

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

ANALISIS PENATAAN LANJUTAN WILAYAH PENYALURAN PADA RANTAI PASOK PENDISTRIBUSIAN LPG TERTENTU: STUDI KASUS DI KOTA BATU MALANG

ANALISIS PENATAAN LANJUTAN WILAYAH PENYALURAN PADA RANTAI PASOK PENDISTRIBUSIAN LPG TERTENTU: STUDI KASUS DI KOTA BATU MALANG ANALISIS PENATAAN LANJUTAN WILAYAH PENYALURAN PADA RANTAI PASOK PENDISTRIBUSIAN LPG TERTENTU: STUDI KASUS DI KOTA BATU MALANG Setijadi Jurusan Teknik Industri Universitas Widyatama E-mail: setijadi@widyatama.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Pemasaran Pengertian manajemen pemasaran menurut Adi (2006:6) adalah suatu analisis, perencana, pelaksanaan serta kontrol program-program yang telah direncanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Seseorang melakukan kegiatan pemasaran pada saat seseorang ingin memuaskan kebutuhannya. Pemasaran juga merupakan kegiatan yang pasti dilakukan oleh semua

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan, dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Saluran Distribusi Pada perekonomian sekarang ini, sebagian besar produsen tidak langsung menjual barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan

Lebih terperinci

PENGANTAR PEMASARAN PERIKLANAN MARKETING COMMUNICATION

PENGANTAR PEMASARAN PERIKLANAN MARKETING COMMUNICATION Modul ke: PENGANTAR PEMASARAN PERIKLANAN MARKETING COMMUNICATION KULIAH 3 Distribusi Fakultas FIKOM BERLIANI ARDHA, SE, M.Si Program Studi MARKOM www.mercubuana.ac.id Pengertian Distribusi Distribusi adalah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pendistribusian LPG. Pembinaan. Pengawasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pendistribusian LPG. Pembinaan. Pengawasan. No.223, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pendistribusian LPG. Pembinaan. Pengawasan. PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Seorang melakukan kegiatan pemasaran pada saat seseorang ingin memuaskan kebutuhannya. Pemasaran juga merupakan kegiatan yang pasti dilakukan

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran sering diartikan oleh banyak orang sebagai kegiatan atau aktivitas dalam menjual beli barang di pasaran. Sebenarnya

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI Modul ke: 05 KEWIRAUSAHAAN III Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III Fakultas SISTIM INFORMASI Endang Duparman Program Studi INFORMATIKA www.mercubuana.a.cid EVALUASI RENCANA PRODUKSI

Lebih terperinci

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk Darsini Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl.

Lebih terperinci

Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi

Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi Strategi Distribusi A. Pengertian Dan Arti Penting Saluran Distribusi Keputusan mengenai saluran distribusi dalam pemasaran adalah merupakan salah satu keputusan yang paling kritis yang dihadapi manajemen.

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2013

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2013 WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN DISTRIBUSI LIQUIFIED PETROLEUM GAS TABUNG 3 (TIGA) KILOGRAM BERSUBSIDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.169, 2018 KEMEN-ESDM. Pengusahaan Gas Bumi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUSAHAAN GAS

Lebih terperinci

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya,

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT Multi Makmur Indah Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dengan produk berupa kaleng kemasan. Sehingga keberadaan warehouse sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh pengusaha untuk menyalurkan, menyebarkan, mengirimkan, serta menyampaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh pengusaha untuk menyalurkan, menyebarkan, mengirimkan, serta menyampaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Saluran Distribusi Menurut Indroyono (2000:253) distribusi merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh pengusaha untuk menyalurkan, menyebarkan,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pemasaran dan Bauran Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup sebuah perusahaan, perkembangan

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) LIQUEFIED PETROLIUM GAS (LPG) TABUNG 3 (TIGA) KILOGRAM PADA TINGKAT PANGKALAN DAN PENGECER DI WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2006) dengan judul

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2006) dengan judul BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2006) dengan judul Pengaruh Saluran Distribusi Terhadap Peningkatan Volume Penjualan Produk Pocari Sweat pada

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM sumber gambar: republika.co.id I. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place atau. saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen

Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place atau. saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen 1. Saluran Pemasaran Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place atau saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen untuk menyampaikan produknya kepada konsumen. Dengan tidak adanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Marketing Mix Kotler (Jilid 1, 2005: 17) menjelaskan bahwa bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi manajemen adalah sistem akuntansi yang berupa informasi yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer keuangan, manajer

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus PENERAPAN JUST IN TIME PADA INDUSTRI FASHION SEBAGAI PENJAMINAN KUALITAS (QUALITY ASSURANCE) ABSTRAKSI Sistem Just in Time telah menjadi satu pendekatan umum dalam pengelolaan bahan baku/persediaan. Semakin

Lebih terperinci

Pertemuan 10 STRATEGI DISTRIBUSI

Pertemuan 10 STRATEGI DISTRIBUSI Pertemuan 10 STRATEGI DISTRIBUSI I. PENGERTIAN Menurut Kotler dalam Fandy Tjiptono (2000:187) Saluran distribusi (marketing channel/trade channel/distribution channel) adalah rute atau rangkaian perantara,

Lebih terperinci

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM)

FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BPH MIGAS (SECARA UMUM) No. FUNGSI, TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DASAR FUNGSI 1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik Gres Tenan milik Bp. Sardjono Atmomardoyo yang ada di Kampung Batik Laweyan turut andil dalam persaingan dalam hal industri fashion. Mulai dari bakal kain, tas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memuaskan kebutuhan konsumen atau pelanggannya akan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis pasar modern sudah cukup lama memasuki industri retail Indonesia dan dengan cepat memperluas wilayahnya sampai ke pelosok daerah. Bagi sebagian konsumen pasar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan perekonomian dunia yang mengalami perkembangan yang sangat baik. Kemunduran ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, pemenuhan pelayanan berkualitas bagi perusahaan kemudian tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. ini, pemenuhan pelayanan berkualitas bagi perusahaan kemudian tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan kondisi perekonomian, maka dunia industri semakin mendapat tuntutan yang tinggi dari masyarakat. Tuntutan yang dimaksud salah satunya

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

A. Pengertian Supply Chain Management

A. Pengertian Supply Chain Management A. Pengertian Supply Chain Management Supply Chain adalah adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XXV MERENCANAKAN KEGIATAN USAHA PENGOLAHAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Copyright Rani Rumita

Copyright Rani Rumita Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logistik bukanlah hal yang baru di dunia industri. Sepanjang sejarah logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan mengirimkannya ke

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Manajemen Logistik Menurut Bowersox (2000: 13), manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Manajemen, Pemasaran, dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran sering diartikan oleh banyak orang sebagai kegiatan atau aktivitas dalam menjual

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM PENDISTRIBUSIAN TERTUTUP LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) TERTENTU DI WILAYAH KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia bisnis di negara kita yang sudah berusia dari 50 tahun ini nampak cukup pesat, khususnya dalam 25 tahun terakhir. Hal ini bisa kita lihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Zulian Zamil : 2003).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Zulian Zamil : 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, sektor yang memegang peranan penting setelah sektor pertanian adalah sektor manufaktur.

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENDISTRIBUSIAN LPG TABUNG 3 KILOGRAM DI PROVINSI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Manajemen Pemasaran 1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan suatu kegiatan pertahanan diri dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, dengan mempertahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business Supply Chain Management Pengertian supply adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman kerap kali diikuti dengan beranekaragamnya aktivitasaktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman kerap kali diikuti dengan beranekaragamnya aktivitasaktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan zaman kerap kali diikuti dengan beranekaragamnya aktivitasaktivitas yang dilakukan masyarakat pada berbagai segi kehidupan. Semakin kuatnya jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Kegiatan pemasaran tidak hanya diartikan sebagai kegiatan penjualan atau promosi, melainkan suatu usaha pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia. Dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 23 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Supply Chain Management 3.1.1 Definisi Supply Chain Management Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain: 1. Levi, et.al (2000) mendefinisikan Supply

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kompetisi bisnis, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasikan ketidakpastian internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan. Ketidakpastian

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Jasa 2.1.1 Definisi Perkembangan industri jasa semakin hari semakin pesat, hal ini untuk mendukung pertumbuhan industri lainnya yang membutuhkan jasa dalam operasionalnya.

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penerimaan dengan pengeluaran, tetapi dengan semakin

BAB II LANDASAN TEORI. penerimaan dengan pengeluaran, tetapi dengan semakin BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian dan Jenis-Jenis Anggaran 1. Pengertian Anggaran Pengertian anggaran terus berkembang dari masa ke masa. Dulu anggaran hanya merupakan suatu alat untuk menyeimbangkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Supply Chain Management Pembahasan yang berkaitan tentang Supply Chain Management sudah banyak diangkat dalam penulisan penulisan sebelumnya. Menurut Fortune Megazine (artikel

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Penyediaan. Pendistribusian. LPG.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Penyediaan. Pendistribusian. LPG. No.333, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Penyediaan. Pendistribusian. LPG. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan Modul ke: MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ir. Rini Anggraini

Lebih terperinci

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN Dalam Bab ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan strategi rantai pasok yang diterapkan di perusahaan distribusi dan akan digunakan dalam menganalisis permasalahan

Lebih terperinci

MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA BULLWHIP EFFECT

MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA BULLWHIP EFFECT MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA BULLWHIP EFFECT Rahmi Maulidya, Aziz Hamka Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, FTI, Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Desain Sistem Informasi menerangkan sistem adalah sekumpulan dari elemenelemen

BAB III LANDASAN TEORI. Desain Sistem Informasi menerangkan sistem adalah sekumpulan dari elemenelemen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Ada definisi menurut beberapa para ahli yang menerangkan tentang sistem. Menurut Jogianto (2005:2) dengan bukunya yang berjudul Analisis dan Desain Sistem Informasi menerangkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengendalian Persediaan Setiap perusahaan, apakah itu perusahaan dagang, pabrik, serta jasa selalu mengadakan persediaan, karena itu persediaan sangat penting. Tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk barang dan jasa dengan mengubah masukan (input) menjadi hasil (output).

BAB I PENDAHULUAN. bentuk barang dan jasa dengan mengubah masukan (input) menjadi hasil (output). BAB I 1.1 Latar belakang PENDAHULUAN Manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menciptakan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah masukan (input) menjadi hasil (output). Manajemen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirement Planning (MRP) Menurut Gaspersz (2005:177) Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning = MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Produksi Toyota. Sistem produksi Toyota dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation dan telah dipakai oleh banyak perusahaan Jepang sebagai ekor dari krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan persaingan industri baik industri manufaktur maupun industri jasa akibat adanya perdagangan bebas menyebabkan seluruh industri berusaha untuk melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG KEGIATAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK, BAHAN BAKAR GAS DAN LIQUEFIED PETROLEUM GAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS dan HASIL PENELITIAN 4.1 Pelaksanaan Kegiatan Distribusi Perusahaan Untuk melaksanakan kegiatan pemasarannya, PT. ANUGERAH IDEALESTARI telah menunjuk PT. ANUGERAH CENTRAL AUTOMOTIVE sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan di bidang pemasaran, setiap perusahaan melakukan kegiatan penyaluran. Penyaluran merupakan kegiatan pemyampaian

Lebih terperinci