BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok. dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok. dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah suatu aktivitas menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong, 1990). Menurut Sitepoe (2000) perilaku merokok didefinisikan sebagai aktivitas membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik langsung menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Asap yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. Menurut Aula (2010) perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang muncul dalam masyarakat, dimana sebagian besar masyarakat sudah mengetahui dampak negatif merokok, namun bersikeras menghalalkan tindakan merokok. Menurut Levy (1984) perilaku merokok adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang berupa mambakar dan menghisap rokok ke dalam tubuh serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orangorang disekitarnya. Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa perilaku merokok adalah suatu aktivitas menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. 10

2 11 2. Aspek Perilaku Merokok Menurut Aritonang (1997) aspek-aspek perilaku merokok, yaitu: a. Fungsi merokok individu menjadikan merokok sebagai penghibur bagi berbagai keperluan, menunjukkan bahwa memiliki fungsi yang begitu penting bagi kehidupannya. Dalam kehidupan sehari-hari Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif. Bagi perokok, dengan merokok membantu untuk mencari inspirasi/ ide, menghilangkan rasa kantuk, mengakrabkan suasana. b. Intensitas merokok Intensitas perilaku merokok adalah keadaan, tingkatan atau banyak sedikitnya aktivitas seseorang dalam membakar tembakau dan menghisapnya dalam kurun waktu tertentu. Klasifikasi perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap yaitu: 1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari 2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari 3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari c. Tempat merokok Tipe perokok berdasarkan tempatnya yaitu: 1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik

3 12 a) Kelompok homogeny (sama-sama perokok), secara bergerombol perokok menikmati kebiasaannya. Umumnya perokok masih menghargai orang lain, karena itu perokok menempatkan diri di smoking area. b) Kelompok yang heterogeny (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit dan lain-lain). 2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi a) Kantor atau di kamar tidur pribadi Perokok memilih tempattempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam. b) Toilet Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi. d. Waktu merokok Perilaku merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang tua dan lain-lain. Twiford & Soekaji (dalam Sulistyo 2009) menyatakan bahwa setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga aspek berikut: a. Frekuensi Sering tidaknya perilaku muncul mungkin cara yang paling sederhana untuk mencatat perilaku hanya dengan menghitung jumlah munculnya

4 13 perilaku tersebut. Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok seseorang muncul atau tidak. Dari frekuensi dapat diketahui perilaku merokok seseorang yang sebenarnya sehingga pengumpulan data frekuensi menjadi salah satu ukuran yang paling banyak digunakan untuk mengetahui perilaku merokok seseorang. b. Lamanya berlangsung Waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap tindakan (seseorang menghisap rokok lama atu tidak). Jika suatu perilaku mempunyai permulaan dan akhir tertentu, tetapi dalam jangka waktu yang berbeda untuk masing-masing peristiwa, maka pengukuran lamanya berlangsung lebih bermanfaat lagi. Aspek lamanya berlangsung ini sangatlah berpengaruh bagi perilaku merokok seseorang, apakah seseorang dalam menghisap rokoknya lama atau tidak. c. Intensitas Banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut. Aspek ini digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang menghisap rokok. Dimensi intensitas mungkin merupakan cara yang paling sebjektif dalam mengukur perilaku merokok seseorang. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (1997) yaitu; fungsi merokok, intensitas merokok, tempat merokok dan waktu merokok. Sedangkan aspek-aspek perilaku merokok menurut Twiford & Soekaji (dalam Sulistyo, 2009) yaitu; frekuensi, lamanya berlangsung dan intensitas.

5 14 Dari penjabaran aspek-aspek perilaku merokok dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti akan menggunakan aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang sebagai indikator untuk penyusunan skala, yaitu meliputi; fungsi merokok, intensitas merokok, tempat merokok dan waktu merokok, karena aspek-aspek tersebut lebih rinci sehingga diharapkan dapat mengungkapkan data lebih dalam tentang perilaku merokok. Dari studi pustaka yang dilakukan peneliti, aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang juga banyak digunakan dalam penelitian yang digunakan sebagai skala untuk mengukur perilaku merokok seperti penelitian Sinapar (2015), Santoso (2015),, Perwitasari (2006). 3. Faktor-faktor Perilaku Merokok Subanada (2004) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan perilaku merokok: a. Faktor Psikologis Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi individu untuk santai dan kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stres, kebosanan dan ingin kelihatan gagah merupakan hal-hal yang dapat mengkontribusi mulainya merokok. Selain itu, individu dengan gangguan cemas bisa menggunakan rokok untuk menghilangkan kecemasan yang mereka alami. Menurut Yoder & Staudohar (1982) mengatakan bahwa jika pencetus stres antara lain permasalahan yang terjadi ditempat kerja, stres tersebut digolongkan sebagai stres kerja. Menurut Anwar (1990) stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan

6 15 atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. b. Faktor Biologis faktor genetik dapat dapat mempengaruhi seseorang untuk mempunyai ketergantungan terhadap rokok. faktor lain yang mungkin mengkontribusi perkembangan kecanduan nikotin adalah merasakan adanya efek bermanfaat dari nikotin. Proses biologinya yaitu nikotin diterima reseptor asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang. c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan berkaitan dengan penggunaan tembakau antara lain orang tua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok, reklame tembakau, artis pada reklame tembakau di media. Orang tua memegang peranan terpenting, selain itu juga reklame tembakau

7 16 diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih kuat daripada pengaruh orang tua atau teman sebaya, hal ini mungkin karena me mpengaruhi persepsi remaja terhadap penampilan dan manfaat rokok. Menurut Ronald (2013), faktor-faktor perilaku merokok dapat dibagi dalam beberapa golongan sekalipun sesungguhnya faktor-faktor itu saling berkaitan satu sama lain : a. Faktor Genetik Beberapa studi menyebutkan faktor genetik sebagai penentu dalam timbulnya perilaku merokok dan bahwa kecenderungan menderita kanker, ekstraversi dan sosok tubuh piknis serta tendensi untuk merokok adalah faktor yang diwarisi bersama-sama. Studi menggunakan pasangan kembar membuktikan adanya pengaruh genetik, karena kembar identik, walaupun dibesarkan terpisah, akan memiliki pola kebiasaan merokok yang samabila dibandingkan dengan kembarnon-identik. Akan tetapi secara umum, faktor turunan ini kurang berarti bila dibandingkan dengan faktor lingkungan dalam menentukan perilaku merokok yang akan timbul. b. Faktor Kepribadian (personality) Banyak peneliti mencoba menetapkan tipe kepribadian perokok. Tetapi studi statistik tak dapat memberi perbedaan yang cukup besar antara pribadi orang yang merokok dan yang tidak. Oleh karena itu tes-tes kepribadian kurang bermanfaat dalam memprediksi apakah seseorang akan menjadi perokok. Individu agaknya bernafsu sekali untuk cepat berhak seperti orang dewasa. Di perguruan tinggi individu biasanya memiliki

8 17 prestasi akademik kurang, tanpa minat belajar dan kurang patuh pada otoritas. Asosiasi ini sudah secara konsisten ditemukan sejak permulaan abad ini. Dibandingkan dengan yang tidak merokok, individu lebih impulsif, haus sensasi, gemar menempuh bahaya dan risiko dan berani melawan penguasa. individu lebih mudah bercerai, beralih pekerjaan, mendapat kecelakaan lalu lintas, dan enggan mengenakan ikat pinggang keselamatan dalam mobil. Banyak dari perilaku ini sesuai dengan sifat kepribadian extrovert dan antisosial yang sudah terbukti berhubungan dengan kebiasaan merokok. c. Faktor Sosial Beberapa penelitian telah mengungkap adanya pola yang konsisten dalam beberapa faktor sosial penting. Faktor ini terutama menjadi dominan dalam memengaruhi keputusan untuk memulai merokok dan hanya menjadi faktor sekunder dalam memelihara kelanjutan kebiasaan merokok. Kelas sosial, teladan dan izin orangtua, jenis sekolah, dan usia meninggalkan sekolah semua menjadi faktor yang kuat, tetapi yang paling berpengaruh adalah jumlah teman-teman yang merokok. Diantaranya menyatakan tidak ada temannya yang merokok, dibandingkan dengan jumlah 62 persen perokok dikalangan individu yang menjawab semua pada jumlah teman yang merokok. Ilustrasi lain dari pengaruh sosial ini ditunjukkan oleh perubahan dalam pola merokok dikalangan wanita berusia di atas 40 tahun. Bukan saja jumlah perokok semakin banyak, tetapi perokok mulai merokok pada usia lebih muda. Masa kini, terutama

9 18 pada wanita muda, pola merokok wanita sudah menyerupai pada laki-laki. Perubahan ini sejalan dengan perubahan peran wanita dan sikap masyarakat terhadap wanita yang merokok. d. Faktor Kejiwaan (psikodinamik) Dua teori yang paling masuk akal adalah bahwa merokok itu adalah suatu kegiatan kompensasi dari kehilangan kenikmatan oral yang dini atau adanya suatu rasa rendah diri yang tidak nyata. Freud yang juga merupakan pecandu rokok berat, menyebut bahwa sebagian anak-anak terdapat peningkatan pembangkit kenikmatan di daerah bibir yang bila berkelanjutan dalam perkembangannya akan membuat seseorang mau merokok. Ahli lainnya berpendapat bahwa merokok adalah semacam pemuasan kebutuhan oral yang tidak dipenuhi semasa bayi. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai pengganti merokok pada individu yang sedang mencoba berhenti merokok. e. Faktor Sensorimotorik Buat sebagian perokok, kegiatan merokok itu sendirilah yang membentuk kebiasaan tersebut, bukan efek psikososial atau farmakologiknya. Sosok sebungkus rokok, membukanya, mengambil dan memegang sebatang rokok, menyalakannya, mengisap, mengeluarkan sambil mengamati asap rokok, aroma, rasa dan juga bunyinya semua berperan dalam terciptanya kebiasaan ini.

10 19 f. Faktor Farmakologis Nikotin mencapai otak dalam waktu singkat, mungkin pada menit pertama sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat kompleks. Pada dosis 24 sama dengan yang di dalam rokok, bahan ini dapat menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi juga relaksasi disisi lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis dan kondisi tubuh seseorang, tetapi juga pada suasana hati (mood) dan situasi. Oleh karena itu bila kita sedang marah atau takut, efeknya adalah menenangkan.tetapi dalam keadaan lelah atau bosan, bahan itu akan merangsang dan memacu semangat. Dalam pengertian ini nikotin berfungsi untuk menjaga keseimbangan mood dalam situasi stres. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut Subanada (2004) perilaku merokok dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: (1) psikologis meliputi: sifat ingin tahu, stres, stres kerja, kebosanan dan ingin kelihatan gagah; (2) faktor lingkungan meliputi: pengaruh orang tua yang merokok, pengaruh saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok, reklame tembakau dan artis pada reklame tembakau di media; (3) dan faktor biologis meliputi: faktor genetik. Ronald (2013) menyatakan bahwa perilaku merokok dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor kepribadian, faktor sosial, faktor kejiwaan, faktor sensori motorik, dan faktor farmakologis. Adapun faktor yang dipilih dalam penelitian ini ialah faktor psikologis yang di dalamnya terdapat stres. Menurut Sopiah (2011) stres ada dua macam yaitu eustres dan distres yang muncul sebagai akibat reaksi seseorang terhadap

11 20 pekerjaan dan lingkungan kerjanya disebut stres kerja. Peneliti menjadikan stres kerja sebagai variabel prediktor karena individu yang mengalami stres kerja akan mempengaruhi perilakunya terhadap sesuatu, baik terhadap pekerjaannya sendiri maupun relasi dengan orang lain, bahkan terhadap kesehatan diri. Hal ini sejalan dengan penelitian Kussrini (2014) yang menyatakan ada hubungan signifikan antara stres kerja dengan perilaku merokok pada wanita karir. Penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara stres kerja dengan perilaku merokok ada hubungan yang positif. Hal tersebut berarti semakin tinggi stres kerja maka cenderung semakin tinggi pula perilaku merokok pada wanita yang bekerja. Hanya saja di penelitian Kussrini (2014) tidak dijelaskan secara teoritis dinamika stres kerja sehingga mempengaruhi perilaku merokok, sedangkan dipenelitian ini akan diteliti secara biopsikologis bagaimana dinamika stres kerja mempengaruhi perilaku merokok. B. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Menurut Anwar (1990) stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Yoder dan Staudohar (1982) mendefinisikan stres Kerja adalah suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada. Stres kerja juga ialah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang, dan apabila stres terlalu besar maka akan dapat menganggu kemampuan seseorang tersebut

12 21 untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya (Handoko 1997). Marc, J.S (2003) mengatakan stres kerja sebagai sebuah respon terhadap hilangnya kendali terhadap kinerja kita. Selanjutnya stres kerja diartikan sebagai tekanan yang terjadi ketika kita harus mengerjakan sesuatu yang tidak ingin kita kerjakan. Beehr and Newman (1978) mengartikan stres kerja sebagai sebuah kondisi yang terjadi sebagai hasil interaksi antara pegawai dengan pekerjaan mereka dan dikarakteristikan atau ditandai oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Dari beberapa pendapat para ahli di atas maka peneliti menyimpulkan stres kerja adalah suatu perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. 2. Aspek Stres Kerja Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : fisiologis (Physiological), psikologis (Psychological) dan Perilaku (Behavior) (Robbins, 2003). a. Fisiologis (Physiological) memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada kondisi dan metabolisme tubuh seperti kelelahan, mengantuk, sakit kepala dan gangguan pencernaan. b. Psikologis (Psychological) memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, cemas, mudah marah dan kebosanan.

13 22 c. Perilaku (Behavior) memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur. Menurut Beehr & Newman (1978) memaparkan tiga aspek stres kerja, yaitu sebagai berikut: a. Psikologis Ditandai dengan adanya kecemasan, ketegangan, bingung, mudah tersinggung, kelelahan mental, depresi, komunikasi yang tidak efektif dan kebosanan. b. Fisiologis Perubahan fisiologis ditandai dengan adanya gejala seperti merasa letih/lelah, pusing, gangguan tidur, kelelahan secara fisik, meningkatnya denyut jantung. c. Perilaku Ditandai dengan absensi, menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman dan gelisah. Dari kedua pendapat ahli di atas dapat diperoleh kesimpulan yang sama antara pendapat Robbins (2003) dengan pendapat Beehr & Newman (1978). Menurut Robbins (2003) stres kerja mempunyai tiga aspek yaitu: fisiologis (physiologica), psikologi (psychological) dan perilaku (behavior). Dan menurut Beehr & Newman (1978) memaparkan tiga aspek stres kerja, yaitu: psikologis, fisiologis dan perilaku. Peneliti memilih menggunakan aspek stres

14 23 kerja menurut Robbins (2003) dikarenakan di dalam penjelasan aspek stres kerja terdapat indikator-indikator aspek stres kerja yang lebih lengkap dan jelas seperti adanya perubahan kondisi dan metabolisme tubuh pada aspek fisiologis menurut Robbins sedangkan pada Beehr & Newman tidak ada. Aspek menurut Robbins (2003) juga banyak dipakai oleh beberapa peneliti seperti: Zulaifah (2008), Timangratuogi (2012). C. Hubungan antara stres kerja dan perilaku merokok pada wanita yang bekerja Junita (2011) menyatakan bekerja merupakan sebuah pilihan bagi wanita di dunia ini. Bahkan, banyak wanita yang berusaha untuk menjadi wanita karier/ bekerja dan ibu rumah tangga dengan baik. Namun, menjalani sebuah peran saja (seperti memilih untuk hidup sebagai wanita karier atau menjadi ibu rumah tangga) membuat wanita kelelahan dan merasa stres. Apalagi menjalani kedua peran sekaligus. Survei, yang dilakukan American Psychological Association (2011) pada orang pekerja, menunjukkan bahwa kecil kemungkinan bagi wanita untuk meningkatkan pencapaian karier. Pasalnya, hingga saat ini wanita merasa hasil kerja mereka kurang dihargai, dan memperoleh gaji yang lebih rendah daripada laki-laki. Wanita juga kerap mengalami ketegangan di tempat kerja, sedangkan pria tidak benar-benar mengalami masalah ini dalam skala besar. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu stres kerja bagi para wanita. Adnan (2013) menemukan bahwa ada hubungan antara stres kerja dengan perilaku merokok karena adanya perubahan emosi selama merokok. Diharapkan dengan memanajemen stres kerja dapat mengurangi perilaku merokok

15 24 (Nainggolan, 2009). Stres kerja adalah kondisi tegang dimana sumber ketegangan berasal dari pekerjaan, yang terdiri dari 3 aspek, yaitu: Fisik, psikologis dan perilaku (Robbins, 2003). Aspek fisik (physiological), aspek utama dari aspek ini berkaitan dengan perubahan pada kondisi pada tubuh, metabolisme tubuh, kelelahan dan mengantuk (Robbins, 2003). Fraser (1985) menuliskan buku ketika orang mengalami stres kerja akan memunculkan pusing kepala dan badan terasa lemas/ kelelahan dan mengantuk karena permasalahan dalam pekerjaan. Pekerja merasa pusing karena otak mengalami kelelahan yang disebabkan tidak mendapatkan pemecahan atau ide terhadap permasalahan yang dipikirkan. Adnan (2013) mengatakan karyawan yang merasa lelah diakibatkan tidak mendapatkan ide atau inspirasi akhirnya merokok untuk mendapatkan inspirasi atau ide. Penelitian Sarafino (dalam Megarini, 2007) juga mengatakan bahwa perilaku merokok dapat meningkatkan konsentrasi karena kelelahan, menghalau rasa kantuk seseorang memilih merokok. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi fisik karyawan mempengaruhi salah satu aspek perilaku merokok yaitu fungsi merokok. Menurut Djauzi (2009) jika individu mengalami stres kerja menyebabkan produksi hormon adrenalin akan terganggu sehingga tubuh merasakan kelelahan dan tidak dapat melakukan aktifitas pekerjaan. Selain itu juga otak akan langsung merespon untuk mengeluarkan hormon kortisol yang dapat membuat seseorang merasa sangat lapar dan malas. Ketika individu merokok nikotin yang terkandung dalam rokok mudah terserap ke dalam darah kemudian akan merangsang kelenjar adrenal yang bekerja untuk melepaskan hormon adrenalin yang berfungsi

16 25 membantu tubuh untuk mengeluarkan tenaga luar biasa ketika harus beraksi cepat dan mengatasi kelelahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan adrenal burnout karena terbiasa memaksa kelenjar adrenalinnya bekerja keras sehingga tidak mampu lagi berfungsi sebagaimana mestinya sehingga ketika efek dari nikotin tersebut hilang individu akan merokok kembali untuk memicu kelenjar adrenal memproduksi adrenalin (Neal, 2006). Aspek psikologis (psychological) berkaitan dengan perasaan tegang, cemas, mudah marah dan kebosanan (Robbins, 2003). Utomo (2011) mengungkapkan ada hubungan positif antara tingkat kecemasan dengan intensitas merokok. Ketika individu merasa cemas akan meningkatkan intensitas merokok dan sebaliknya ketika individu tidak merasa cemas akan mengurangi intensitas merokok. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa kondisi psikologis dapat mempengaruhi intensitas merokok yang merupakan aspek dari perilaku merokok. Menurut Djauzi (2009) ketika individu mengalami stres kerja akan memicu produksi hormon kortisol lebih banyak yang mempengaruhi tekanan darah sehingga individu mudah marah dan cemas. Ketika individu merokok kandungan nikotin dalam rokok akan diserap. Nikotin mempengaruhi keseimbangan kimia pada otak, khususnya dopamine dan norepinephrine, cairan kimia otak yang mengendalikan rasa bahagia dan rileks. Ketika efek nikotin mulai bekerja, maka level mood dan konsentrasipun akan berubah. Nikotin akan membuat perokok merasa bahagia dan rileks. Di saat bersamaan, ketika terjadi ketidakseimbangan kimia di otak akibat jumlah dopamin dan norepinephrine yang berlebihan, otak mencoba untuk menyeimbangkannya. Sistem pertahanan otomatis ini akan

17 26 mengeluarkan semacam kimiawi anti-nikotin. Cairan kimia anti-nikotin ini membuat seseorang merasa depresi, mood menurun, dan tidak tenang ketika tidak merokok. Keadaan ini menyebabkan seseorang ingin menghisap rokok untuk kembali meningkatkan mood dan menjadi rileks kembali (Neal, 2006). Pada aspek perilaku (behavior) ditunjukan dengan tanda perilaku gelisah, berkata dengan intonasi cepat, dan hilangnya konsentrasi (Robbins, 2003). Stuart (1998) menjelaskan bahwa perilaku gelisah diakibatkan karena perasaan cemas. Ketika individu merasa gelisah ketika akan menghadapi presentasi dalam pekerjaannya (dipengaruhi oleh keadaan pada saat itu), individu akan merokok untuk menenangkan diri agar mengurangi rasa gelisah (Wills dalam Megarini, 2015). Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku individu yang dipengaruhi keadaan pada saat itu dapat mempengaruhi waktu merokok yang merupakan aspek perilaku merokok. Menurut Djauzi (2009) stres kerja menyebabkan hormon kortisol diproduksi lebih banyak sehingga memicu sistem pencernaan dan membuat individu merasa sangat lapar, dan kehilangan konsentrasi karena harus terus berpikir pada permasalahan yang memicu stres dan menyebabkan kondisi psikis menjadi terasa malas, malas makan, malas beraktifitas, cemas, bosan. Nikotin yang terkandung di dalam rokok membuat Nikotin juga merangsang pelepasan neurotransmitter lain, yaitu glutamat. Glutamat terlibat dalam proses pembelajaran dan daya ingat serta meningkatkan hubungan antara set neuron sehingga individu dapat berkonsentrasi dan produktif, tetapi ketika kandungan nikotin di dalam tubuh menurun maka

18 27 individu akan kehilangan daya ingat dan konsentrasinya kembali, sehingga menyebabkan seseorang merokok kembali (Neal, 2006). Aspek psikologis berkaitan dengan perasaan tegang mudah marah, cemas dan rasa bosan (Robbins, 2003). Ketika karyawan merasakan rasa bosan dan penat terhadap pekerjaan yang menumpuk di kantor, karyawan akan merokok ditempat kerja bahkan di toilet (Wulandari, 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek psikologis karyawan mempengaruhi tempat merokok. Kesimpulan dari penjabaran di atas ialah aspek dari stres kerja yaitu fisik, psikologis, dan perilaku mempengaruhi aspek perilaku merokok yaitu fungsi merokok, intensitas merokok, tempat merokok dan waktu merokok pada karyawan. Semakin tinggi stres kerja maka akan semakin tinggi juga perilaku merokok. Hal ini sejalan dengan penelitian un-sook Shin & Young-Chae Cho (2015) hasil peneitian menunjukkan semakin tinggi stres kerja perilaku merokok individu akan semakin tinggi pula. D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini ialah ada hubungan positif antara stres kerja dan perilaku merokok pada wanita yang bekerja. Semakin tinggi stres kerja maka akan diikuti semakin tingginya perilaku merokok yang muncul, demikian juga sebaliknya, semakin rendah stres kerja maka akan semakin rendah pula perilaku merokok pada wanita yang bekerja.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi perubahan kualitatif secara fisik dan psikis. Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waktu tidur yang dibutuhkan manusia di setiap tahapan umur berbedabeda. Pada mulanya, bayi yang baru lahir akan menghabiskan waktunya untuk tidur dan hanya akan terbangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

Definisi Stres Kerja

Definisi Stres Kerja Definisi Stres Kerja Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh : MEICA AINUN CHASANAH F

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah perokok terus bertambah, khususnya di negaranegara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas 7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Merokok II.1.1 Definisi Merokok Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Beban Kerja 1.1 Defenisi Beban kerja Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali. Mulai dari masalah-masalah yang sederhana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK. Tyas Martika Anggriana*

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK. Tyas Martika Anggriana* HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK Abstrak Tyas Martika Anggriana* Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang, berupa membakar rokok dan menghisapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stres merupakan bagian yang tidak terhindar dari kehidupan. Stres mempengaruhi kehidupan setiap orang bahkan anak-anak. Kebanyakan stres diusia remaja berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Kontrol Diri. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu

BAB II KAJIAN TEORI Kontrol Diri. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1. PengertianKontrol Diri Averill (1973) berpendapat bahwa kontrol diri merupakan variabel psikologis yang sederhana karena didalamnya tercakup tiga konsep yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA MAHASISWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: WISNU TRI LAKSONO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan bahkan sudah menjadi masalah nasional dan internasional. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. Bila telah mengalami ketergantungan akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Alasan Merokok Dalam penelitian Febriani (2014) menjelaskan bahwa merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Selain tekanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jurusan kesehatan juga tidak terlepas dari perilaku rokok, sebanyak 66,6%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jurusan kesehatan juga tidak terlepas dari perilaku rokok, sebanyak 66,6% BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Alasan Mahasiswa Merokok Mahasiswa kesehatan atau orang yang sedang menempuh kuliah di jurusan kesehatan juga tidak terlepas dari perilaku rokok, sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia berfungsi sebagai penggerak atau motor dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, tidak terkecuali persaingan dalam peningkatan kualitas di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya,

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan suatu keadaan seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah i Rokok merupakan kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat Bahkan, dewasa ini sejumlah remaja, sudah mulai menghisap lintingan tembakau yang disebut rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebiasaan merokok sudah meluas di semua kelompok masyarakat di Indonesia. Jumlah perokok cenderung meningkat terutama di kalangan anak dan remaja, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa merokok adalah penyebab utama penyakit di seluruh dunia yang sebenarnya dapat dicegah. Asap rokok mempunyai pengaruh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui oleh individu dan terjadinya tidak dapat dihindari sepenuhnya. Pada umumnya, individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal.istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi organisasi, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan di dalam

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK Hariyanti Email: hariyanti.ng@gmail.com Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak ABSTRAK Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Stepen P. Robbins (2003 : 793), bahwa stress kerja adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan kenakalan remaja di negara kita beberapa tahun belakangan ini telah memasuki titik kritis. Selain frekuensi dan intensitasnya terus meningkat, kenakalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kebiasan merokok adalah pemandangan yang tidak. asing lagi untuk kita lihat. Menurut laporan WHO (2002),

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kebiasan merokok adalah pemandangan yang tidak. asing lagi untuk kita lihat. Menurut laporan WHO (2002), BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebiasan merokok adalah pemandangan yang tidak asing lagi untuk kita lihat. Menurut laporan WHO (2002), negara-negara industri menganggap merokok adalah hal umum,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai akibat dari perkembangan dunia pada masa ini, masalah yang dihadapi masyarakat semakin beragam. Diantaranya adalah masalah lingkungan sosial dan tuntutan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MEROKOK 1. Pengertian Merokok adalah suatu bahaya untuk jantung kita. Asap rokok mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam sel darah merah. Merokok dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah telah menjadi budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah telah menjadi budaya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di masyarakat kini seolah telah menjadi budaya. Hal ini ditambah dengan gencarnya iklan-iklan rokok yang mengidentikkan dengan kejantanan, kesegaran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap orang pasti pernah mengalami masalah yang menjadi tekanan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap orang pasti pernah mengalami masalah yang menjadi tekanan di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang pasti pernah mengalami masalah yang menjadi tekanan di dalam hidup dan situasi seperti ini dapat menimbulkan stres. Lazarus & Folkman (1984) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok remaja merupakan bentuk perilaku menghisap rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di berbagai tempat umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Perilaku menurut Chaplin (2005) memiliki beberapa arti yaitu (a) sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan) yang diakukan organisme, (b) bagian dari satu

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI AWAL KETEGANGAN (STRESS) PADA MANUSIA BERBASIS PC DIUKUR DARI SUHU TUBUH, KELEMBABAN KULIT DAN DETAK JANTUNG TUGAS AKHIR

PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI AWAL KETEGANGAN (STRESS) PADA MANUSIA BERBASIS PC DIUKUR DARI SUHU TUBUH, KELEMBABAN KULIT DAN DETAK JANTUNG TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALAT PENDETEKSI AWAL KETEGANGAN (STRESS) PADA MANUSIA BERBASIS PC DIUKUR DARI SUHU TUBUH, KELEMBABAN KULIT DAN DETAK JANTUNG TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1) BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari,

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari, baik diri sendiri yang merokok atau melihat orang lain merokok. Sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok adalah gulungan kecil potongan daun tembakau yang dibungkus dalam silinder kertas tipis. Berdasarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 109 tahun 2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu faktor risiko dari berbagai penyakit. Menurut WHO (2002), tembakau yang terdapat dalam rokok menyebabkan 100.000.000 orang meninggal selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir seluruh hidup manusia dikaruniai nikmatnya tidur dan berbagai cara terus dilakukan untuk menciptakan kualitas tidur yang baik dimalam hari. Bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( )

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( ) LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH (10503124) KECADUAN MEROKOK MENUNJUKKAN BAHWA KEBANYAKAN PEROKOK MUDA YANG MULAI DIPENGARUHI OLEH KEBIASAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menambah pengetahuan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam perkuliahan dengan kenyataan serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang manajemen sumber daya manusia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Responden dalam penelitian ini diambil dari jumlah populasi mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program dan mengerjakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu kemajuan ilmu, pembangunan, dan teknologi. Oleh karena itu dalam era sekarang ini menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman terbukti megubah sebagian besar gaya hidup manusia. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rokok dan perokok bukan suatu hal yang baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Di Indonesia, rokok sudah menjadi barang yang tidak asing dan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek

BAB I PENDAHULUAN. Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek psikologis dan gejala sosial, baik dalam lingkungan berpendidikan tinggi maupun pada orang-orang yang berpendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah meluas pada hampir semua kelompok masyarakat di dunia. Semakin banyaknya orang yang mengonsumsi rokok telah menjadi masalah yang cukup serius.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan yang tidak terjamin atas prosedur perawatan. 2 Menurut penelitian, 1

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan yang tidak terjamin atas prosedur perawatan. 2 Menurut penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan atau keadaan khawatir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, dan rasa percaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial. Pada dasarnya manusia memiliki dorongan untuk berinteraksi satu sama lain dan tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan sebutan bagi seseorang yang sedang menempuh perguruan tinggi. Masa perguruan tinggi dengan masa SMA sangatlah berbeda, saat duduk dibangku perguruan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Menurut Vaughan dan Hogh (2002) stres adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi ketika suatu stimulus diterima sebagai suatu hambatan atau

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia kesehatan karena dapat menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal dalam setahun. Lebih dari 5

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORETIS

BAB II URAIAN TEORETIS 33 BAB II URAIAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu Henny (2007) melakukan penelitian dengan judul " Hubungan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Customer Care Pada PT Telekomunikasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi seperti ini, bekerja bukan hanya menjadi kemauan tetapi menjadi sebuah tuntutan. Bekerja hakekatnya merupakan bagian dari hidup manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan, karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di Indonesia permasalahan rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut harus bekerja. Kerja dan bekerja merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut harus bekerja. Kerja dan bekerja merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerja dan bekerja merupakan hakekat manusia. Selama manusia hidup, maka manusia tersebut harus bekerja. Kerja dan bekerja merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan

Lebih terperinci

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model Oleh:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU Kesehatan No.23/1992). Kesehatan

Lebih terperinci

HealthFirst. Menguak Fakta dan Mitos Rokok serta Alkohol. Hidup Sehat tanpa Rokok dan Alkohol

HealthFirst. Menguak Fakta dan Mitos Rokok serta Alkohol. Hidup Sehat tanpa Rokok dan Alkohol HealthFirst Menguak Fakta dan Mitos Rokok serta Alkohol. Hidup Sehat tanpa Rokok dan Alkohol Edisi November 2016 Daftar Isi HEADLINE 2 HEADLINE Langkah ini adalah upaya terbaru pemerintah untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stress. Seperti kehidupan normal pada umumnya, kehidupan di perguruan

BAB I PENDAHULUAN. stress. Seperti kehidupan normal pada umumnya, kehidupan di perguruan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menempuh pendidikan di perguruan tinggi tidak dapat dipisahkan dari stress. Seperti kehidupan normal pada umumnya, kehidupan di perguruan tinggi juga meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting bagi perusahaan, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok adalah salah satu zat adiktif yang apabila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merokok 2.1.1. Kandungan rokok Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang membutuhkan tidur, makan, air dan oksigen untuk bertahan hidup. Untuk manusia sendiri, tidur adalah suatu

Lebih terperinci