BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan hidup sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mandi, kesehatan karena menimbulkan penyakit seperti diare, muntaber, dan

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan hal vital bagi manusia yang digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dsb. Akses terhadap air bersih yang memadai akan berdampak pada tingkat kesehatan masyarakat. Sebaliknya penggunaan air yang tidak layak atau kotor untuk kehidupan sehari-hari akan membahayakan kesehatan karena menimbulkan penyakit seperti diare, muntaber, dan penyakit kulit, karena perannya yang begitu penting inilah, pada tahun 2010, Majelis Umum PBB mengakui air minum yang aman dan sanitasi sebagai hak asasi manusia, yang berarti setiap orang harus memiliki akses ke air bersih dan sanitasi dasar. 1 Ketersediaan dan kemudahan terhadap akses air bersih bagi masyarakat juga dijadikan salah satu dari delapan target Millenium Development Goals (MDGs), yaitu bahwa pada tahun 2015 sebanyak 68% masyarakat harus mendapatkan akses terhadap air bersih. 2 Menindaklanjuti hal tersebut maka pemerintah Indonesia menargetkan untuk dapat memenuhi 100% kebutuhan air bersih layak minum baik berupa air minum perpipaan maupun non-perpipaan yang Majalah Suistaining Partnership Edisi Desember

2 terlindungi di semua daerah pada tahun Hal tersebut sesuai dengan yang diamanatkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi: Bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sayangnya, baik target akses bersih yang ditetapkan dalam MDGs maupun pemerintah belum tercapai dengan baik oleh seluruh provinsi di Indonesia. Bahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono menuturkan lewat situs berita bahwa empat pulau besar di Indonesia, yaitu Jawa, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Timur mengalami krisis air. 4 Selain data tersebut, mayoritas provinsi di Indonesia juga belum memenuhi target pemenuhan 68% akses terhadap air bersih sesuai yang ditargetkan dalam MDGs, hal tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini: Grafik Presentase Rumah Tangga dengan Akses Terhadap Air Bersih Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun Rahardjo, Yudho dan Harry Siswoyo , Krisis Air Bersih Ancam Empat Pulau di Indonesia. (diakses tanggal 08 Januari 2016) 4

3 Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa mayoritas provinsi di Indonesia masih belum mencukupi presentasi minimum akses terhadap air bersih. Baru tiga provinsi yang telah melampaui angka 60% akses terhadap air bersih yaitu Gorontalo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Tengah. Menurut data yang dirilis oleh Pammaskarta (Paguyuban Pengelola Air Minum Masyarakat Yogyakarta), pada tahun 2012 DIY memiliki presentase akses terhadap air bersih yang cukup tinggi yaitu sebesar 72,78% atau 14,73% lebih tinggi dari rata-rata nasional 5. Hal tersebut dapat dilihat rinciannya berdasarkan tabel berikut: 5 Pammaskarta DIY tahun

4 Tabel 1. Presentase Akses Terhadap Air Bersih di Provinsi DIY Tahun 2012 Perkotaan Pedesaan Total No Kabupaten/Kota Penduduk (% (% (% penduduk) penduduk) penduduk) 1 Kulon Progo ,94 55,84 67,58 2 Sleman ,97 76,83 69,54 3 Bantul ,28 73,40 74,10 4 Gunungkidul ,50 64,86 72,68 5 Yogyakarta ,15-84,15 TOTAL ,98 70,58 72,78 Sumber data: Pammaskarta DIY Berdasarkan tabel tersebut artinya masih ada 27,22% warga DIY yang belum mendapat air bersih. Penyebab sebagian warga atau wilayah tersebut belum memiliki akses yang baik terhadap air bersih ada beberapa hal, misalnya kondisi geografis yang menyulitkan untuk memperoleh air bersih atau karena kemiskinan yang menyebabkan tidak mampu untuk berlangganan air bersih. Tulisan ini membahas mengenai pengelolaan air bersih yang terdapat di DIY khususnya Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul merupakan sebuah daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luas wilayah terbesar daripada daerah-daerah lain di provinsi ini, yakni seluas 1.485, 36 km 2 6

5 atau sekitar 46% dari seluruh wilayah DIY. Kabupaten yang terletak di sisi paling selatan ini memiliki penduduk sebanyak jiwa yang tersebar dalam 18 kecamatan dengan 144 desa/kelurahan. Dari jumlah tersebut, baru 72,68% warganya yang mendapat akses terhadap air bersih. Akses air bersih tersebut didapat dari sambungan air PDAM Tirta Handayani yakni sebanyak rumah tangga pelanggan atau baru mencapai 17,35% dari kesuluruhan rumah tangga di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2012, sisanya menggunakan air dari sumur maupun sistem pengairan yang diselenggrakan BUMDes. 6 Kabupaten Gunungkidul merupakan sebuah daerah di DIY yang tergolong sulit memperoleh akses air bersih, disebabkan oleh kondisi alamnya yang berupa jajaran perbukitan karst. Setiap musim kemarau, kekeringan pasti melanda daerah ini. Dari tahun 2003 hingga tahun 2011 jumlah kecamatan yang mengalami kekeringan terus meningkat. PDAM Tirta Handayani belum mampu memenuhi kebutuhan seluruh warga Gunungkidul. Selama ini PDAM Tirta Handayani memanfaatkan tiga telaga untuk melayani kebutuhan air warga. Banyak mata air potensial di Gunungkidul yang terdapat terdapat di goa atau sungai bawah tanah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal karena sulitnya menjangkau mata air. Akibatnya, sebanyak 27,32% warga Gunungkidul belum memperoleh akses air bersih, sebagian besar dari jumlah tersebut adalah penduduk yang tinggal di wilayah pedesaan yang sudah sejak lama 6 Gunungkidul dalam Angka

6 mengalami krisis air seperti yang diberitakan Tempo Online pada tahun 2003 berikut ini: TEMPO Interaktif, YOGYAKARTA: Musim kemarau makin menyengsarakan warga Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hingga saat ini, sebanyak jiwa warga di daerah itu tidak lagi bisa menikmati air bersih sehingga butuh bantuan dari pemerintah dan sumbangan masyarakat. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung hingga bulan November mendatang. Menurut Sekretaris Satuan Tugas Kekeringan Kabupaten Gunungkidul, Basuki Rochim, krisis air bersih diderita warga di 10 kecamatan, meliputi 51 desa dan 271 dusun di Kabupaten Gunungkidul. "Dari 271 dusun yang mengalami krisis air bersih itu, meliputi jiwa atau kepala keluarga, kepala keluarga diantaranya masuk katagori keluarga miskin," jelas Basuki Rochim yang juga Kabag Ekonomi dan Pembangunan Pemda Kabupaten Gunungkidul, Rabu (13/8). 7 Kekeringan semakin parah melanda Gunungkidul pada tahun 2004, ketika pertambahan penduduk diikuti pula dengan bertambahnya warga yang kekurangan akses air bersih. Di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta, persediaan air bersih hanya cukup hingga akhir bulan juni Krisis air di Gunung Kidul ini dirasakan penduduk di 11 dari 18 kecamatan yang ada..sementara, itu, masyarakat Gunung Kidul berharap pemerintah segera mendistribusikan air bersih karena bak 7 Nugroho, Heru C Ratusan Ribu Warga Gunungkidul Kekurangan Air. (diakses tanggal 08 Januari 2016) 8

7 bak penampung air hujan dan telaga-telaga alam sudah kering, sebagian lainnya menyisakan air yang hanya cukup hingga sepekan lagi. Sejumlah camat, Jumat dan Sabtu pekan lalu, kepada Kompas menjelaskan, curah hujan sudah habis di kabupaten bergunung gunung itu. Jumlah penderita kekeringan di 11 kecamatan tersebut mencapai keluarga atau jiwa. 8 Kondisi demikian terjadi hampir di seluruh wilayah Gunungkidul, termasuk Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Dahulu, warga desa Banyusoco mengalami krisis air. Warga harus berjalan sejauh satu hingga dua kilometer menuju sumber air untuk mendapatkan air bersih. Itupun, tak selalu warga kebagian karena sumber air tidak mengalir setiap saat, sehingga warga harus pulang dengan derigen kosong. Warga juga mengambil air dari Sungai Oyo, yang tak hanya jauh dari rumah namun juga harus ditempuh dengan perjalanan terjal sambil membawa derigen berisi air. Kondisi yang dialami warga Banyusoco membuat salah seorang penduduknya, Damanhuri, terinsprasi untuk membangun instalasi pengelolaan air bersih. Damanhuri adalah seorang warga biasa yang kala itu bekerja sebagai kernet bus kota. Damanhuri merasa bahwa permasalahan air bersih di kampungnya harus diatasi. Ia berinisiatif untuk memanfaatkan sumber air dari Sungai Oyo yang tak jauh 8 Sumber Kompas, 21 Juni 2004 diakses melalui (diakses tanggal 08 Januari 2016) 9

8 dari kampungnya, yakni Dusun Ketangi, untuk mengairi rumah-rumah warga yang selama ini kesulitan mendapatkan akses terhadap air bersih. Setelah melihat krisis air yang dialami desanya pada kurun waktu tahun 2000-an, pada tahun 2006 dengan modal seadanya dari hasil menggadaikan BPKB tiga orang warga dan hutang bank, mulailah dibangun instalasi pengelolaan air bersih di Desa Banyusco. Sumber air di goa bawah tanah dekat Sungai Oyo yang dikenal dengan sumber mata air Tuk Sewu dimanfaatkan untuk pengairan rumah tangga masyarakat. Pembangunan instalasi air ini awalnya terdiri atas beberapa bangunan semacam hidran umum (HU) sederhana, yang kemudian dialiri air. HU tersebut diletakkan di tempat-tempat strategis di Dusun Ketangi sehingga warga dapat dengan mudah menjangkau lokasi pengambilan air bersih. Pada mulanya, warga ragu bahwa keberadaan instalasi air ini akan memberikan dampak baik, namum Damanhuri tak gentar, ia yakin instalasi ini akan memberikan manfaat positif dan kemudahan bagi warga Dusun Ketangi. Ia berusaha memberikan bukti kepada warga bahwa instalasi ini berfungsi dan memberikan manfaat. Pada masa-masa awal terbentuknya, keraguan masyarakat, protes, dan sedikit konflik memang ada, namun komitmen Damanhuri, dkk berhasil membuat masyarakat percaya bahwa instalasi pengelolaan air ini akan memudahkan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Damanhuri memberikan penjelasan perihal keuntungan yang akan didapat 10

9 dengan adanya instalasi air, juga memberikan pemahaman bahwa instalasi air harus dikembangkan dalam bentuk sistem penyediaan air berbasis perpipaan dengan disambungkan ke rumah-rumah warga untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat Ketangi. Perlahan-lahan, warga pun tertarik dengan sistem pengelolaan air yang dikembangkan Damanhuri. Tak sampai satu bulan, pelanggan air bersih ini mencapai 36 SR. Jumlah ini terus bertambah dengan cepat. Usaha yang dilakukan Damanhuri dan rekan-rekannya meningkat pesat, bahkan belum sampai seratus pelanggan, hutang yang dimiliki kepada bank sebagai modal awal pembelian instalasi pun sudah lunas. Lika-liku yang tidak mudah dalam mengelola instalasi pengelolaan air bersih untuk masyarakat telah berhasil diatasi Damanhuri, dkk melalui strategi-strategi tertentu. Pada tahun 2008, sekitar dua tahun setelah dirintis instalasi penyediaan air bersih di Dusun Ketangi, terbentuklah Paguyuban Air Minum Desa (PAMDes) Ngudi Ajining Tirto. PAMDes ini memiliki aturan yang jelas seperti adanya Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi. AD/ART yang dijalankan dengan tegas dan tidak main-main. Selain AD/ART sebagai aturan tertulis, PAMDes Ngudi Ajining Tirto juga memiliki aturan tak tertulis yang telah disepakati bersama oleh para anggotanya. Aturan ini utamanya berkenaan dengan kegiatan sosial. Dari segi ini dapat dilihat bahwa PAMDes Ngudi Ajining Tirto dijalankan dengan prinsip kekeluargaan. 11

10 Semakin hari, PAMDes Ngudi Ajining Tirto di Dusun Ketangi, Desa Banyusosco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul menunjukkan perkembangan ke arah yang lebih baik. Pelanggan mempercayakan sepenuhnya pengelolaan air kepada pengurus PAMDes. Paguyuban Air Minum Desa Ngudi Ajining Tirto ini murni dikelola oleh masyarakat Banyusoco. PAMDes ini termasuk dalam 70 PAMDes yang masih aktif dari sekitar 213 PAMDes yang ada di Gunungkidul. PAMDes ini telah berhasil membawa Desa Banyusoco benar-benar keluar dari masalah krisis air dan telah mandiri dalam hal pengelolaan air. Setelah terbentuknya PAMDes Ngudi Ajining Tirto di Desa Banyusoco, kekeringan yang melanda Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2015 ini seperti yang diberitakan CNN Online berikut tak lagi berdampak pada warga desa. Pasalnya air dari PAMDes Ngudi Ajining Tirto selalu mengalir sepanjang tahun. Jakarta, CNN Indonesia Musim kemarau menyebabkan kekeringan dan krisis air yang menimpa warga Gunungkidul, Yogtakarta semakin parah... Tidak semua warga mampu membayar instalasi PDAM. Lagipula air PDAM sering macet, kata Wage Daksinarga, penggiat budaya dan lingkungan di Gunungkidul kepada CNN Indonesia. Kamis (30/7). 12

11 Wage menjelaskan warga yang tidak memiliki meteran PDAM biasanya meminta air pada warga lain yang membeli meteran PDAM. Selain itu, pilihan warga, kata Wage, adalah membeli truk swasta yang berkeliling dengan harga dua kali lipat dari harga PDAM, yakni sebesar Rp ,00 per tangki dengan kapasitas liter air. 9 Dalam memenuhi kebutuhan air bersih, diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dalam contoh pemenuhan air bersih Gunungkidul misalnya, pemerintah telah berperan melalui PDAM Tirta Handayani, sedangkan peran masyarakat dapat dilihat dari adanya PAMDes. Damanhuri dan kawan-kawannya yang menginisiasi PAMDes Ngudi Ajining Tirto secara mandiri dapat dikatakan sebagai wirausahawan yang dalam hal ini menerapkan prinsip kewirausahaan sosial di desanya. Model bisnis kewirausahaan sosial yang diterapkan di PAMDes Ngudi Ajining Tirto menarik untuk diteliti, terkait bagaimana dengan model bisnis tersebut paguyuban ini dapat bertahan setelah melalui perjalanan yang tentu tidak mudah selama sembilan tahun, ketika terdapat banyak PAMDes di Gunungkidul yang macet atau tidak ada pergerakan. PAMDes Ngudi Ajining Tirto bergerak benar-benar murni atas inisiasi dan pengelolaan oleh masyarakat Desa Banyusoco. Tidak ada campur tangan pemerintah sama sekali dalam mengelola air bersih tersebut. Namun, dapat mempertahankan eksistensinya hingga sekarang. 9 Kusumawato I, Utami Diah Kekeringan Landa Gunugkidul, Warga Krisis Air Bersih. 13

12 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, muncul rumusan masalah penelitian, yaitu: - Bagaimanakah model bisnis yang diterapkan pada organisasi kewirausahaan sosial Paguyuban Air Minum (PAMDes) Ngudi Ajining Tirto, Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian yang berjudul Model Bisnis pada Organisasi Kewirausahaan Sosial Paguyuban Air Minum Air Minum (PAMDes) Ngudi Ajining Tirto, Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: - Untuk memahami model bisnis organisasi kewirausahaan sosial Paguyuban Air Minum (PAMDes) Ngudi Ajining Tirto, Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul berdasarkan teori yang sudah ada Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang berjudul Model Bisnis pada Organisasi Kewirausahaan Sosial Paguyuban Air Minum (PAMDes) Ngudi Ajining Tirto, Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, 14

13 Kabupaten Gunungkidul ini adalah agar memahami karakteristik dan unsur-unsur di dalam model bisnis tipe volunter yang diterapkan dalam organisasi kewirausahaan sosial di PAMDes Ngudi Ajining Tirto. Dengan mengetahui hal tersebut diharapkan hasil penelitian ini dapat menginspirasi daerah lain di Indonesia khususnya yang masih kesulitan mengakses air bersih agar dapat mulain merintis usaha pengelolaan air di daerahnya masing-masing. 15