TOPIK 3: LESI MULUT DENGAN KARAKTERISTIK PEMBESARAN JARINGAN LUNAK TERMASUK NEOPLASMA MULUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TOPIK 3: LESI MULUT DENGAN KARAKTERISTIK PEMBESARAN JARINGAN LUNAK TERMASUK NEOPLASMA MULUT"

Transkripsi

1 TOPIK 3: LESI MULUT DENGAN KARAKTERISTIK PEMBESARAN JARINGAN LUNAK TERMASUK NEOPLASMA MULUT Deskripsi Singkat Topik ini membahas kondisi/ penyakit penting dan banyak di temukan pada struktur orofasial. Spektrum luas kondisi/ penyakit akan dirangkum, dengan penekanan khusus pada kelainan/ penyakit dengan karakteristik adanya masa atau pembesaran jaringan termasuk lesi neoplasma mulut. Pembelajaran meliputi pola hubungan korelasi antara tanda dan gejala yang diamati dengan pola penyakit yang telah diketahui untuk menyusun diagnosis banding dan menetapkan diagnosis kerja atau diagnosis definitive. Dengan demikian sangat penting bagi mahasiswa untuk mengetahui manifestasi penyakit seperti yang diberikan di kelas, membaca teks/ jurnal yang ditugaskan dan mengerjakan tugas membuat korelasi dalam bentuk peta konsep. Maksud pembelajaran Maksud pembelajaran adalah agar mahasiswa mengetahui : 1. Pengertian massa dan pembesaran pada sistem stomatognatik termasuk neoplasma mulut. 2. Etiologi, patogenesis, perangai klinis dan histopatologis. 3. Diagnosis banding dan konsep perawatan. 4. Massa dan pembesaran pada tulang (bone lesion) baik odontogenik maupun non odontogenik 5. Limfadenopati dan relevansinya dengan penyakit mulut. Tujuan pembelajaran Sesudah menyelesaikan topik pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian berbagai lesi a pada sistem stomatognatik dengan karakteristik adanya massa dan pembesaran termasuk neoplasma mulut, 2. Menjelaskan etiologi, patogenesis, perangai klinis, histopatologis dan diagnosis banding berbagai lesi sistem stomatognatik dengan karakteristik ada - nya massa atau pembesaran berdasar kausanya, 4. Menjelaskan etiologi, patogenesis, perangai klinis, histopatologis dan diagnosis banding berbagai lesi dengan karakteristik adanya massa atau pembesaran akibat kelainan/penyakit tulang (bone lesion) baik odontogenik maupun non odontogenik, 4. Memahami dan mengetahui konsep dasar perawatan simtomatik berbagai lesi dengan karakteristik adanya massa atau pembesaran berdasar kausanya, 5. Memahami dan mengetahui konsep rujukan pada pasien dengan kelainan sistem stomatognatik dengan karakteristik adanya massa atau pembesaran sesuai indikasinya, 6. Menjelaskan tanda dan gejala perkembangan kearah keganasan suatu kelainan dan penyakit pada sistem stomatognasi, 7. Memahami dan menjelaskan arti penting peran kelenjar limfe sebagai penanda/ penunjuk adanya kelainan atau penyakit pada sistem stomatognasi LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA 157

2 Outline Pembelajaran A. PENDAHULUAN B. KLASIFIKASI LESI MULUT DENGAN KARAKTERISTIK MASA DAN PEMBESARAN JARINGAN C. LESI MULUT DENGAN KARAKTERISTIK MASA DAN PEMBESARAN JARINGAN 1. Reactive hyperplasia 2. Acute Inflammatory enlargement 3. Papillary enlargement of surface epithelium 4. Benign submucosal cyst and neoplasms 5. Odontogenic tumor benign 6. Odontogenic tumor malignant 7. Malignant neoplasma 8. Mucosal swelling sebagai manifestasi mulut penyakit sistemik D. KELENJAR LIMFE : STRUKTUR ANATOMIS, FUNGSI DAN RELEVANSI LIMFADENOPATI DALAM PATOLOGI MULUT E. AKTIVITAS 1. Latihan: Skenario kasus 2. Quiz F. EVALUASI 1. Test formatif dan kunci 2. Petunjuk penilaian dan umpan balik 3. Tindak lanjut 158 LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA

3 A. PENDAHULUAN Proses penyakit primer penyebab pembengkakan atau pembesaran dalam bentuk masa atau tumor di dalam rongga mulut meliputi kista, retensi dan mukus ekstravasasi kelenjar saliva, focus peradangan dan jaringan granulasi, abses dan proliferasi jaringan ikat berkapsul. Gambar 3.1 berikut menyajikan gambaran patologis yang menyebabkan suatu pembesaran di dalam rongga mulut. Proses patologis jaringann ikat dan epitel, keduanya dapat muncul sebagai masa. Dalam perspektif klinis, 3 hal penting dalam mendefinisikan karakteristik semua pembengkakan jaringan lunak mulut adalah lokasi, warnaa dan konsistensi atau fluktuasi saat palpasi. Gambar 3.1.Diagram skematik yang menunjukkan berbagai proses patologis yang dapat bermanifestasi sebagai masa subkutan atau submukosa. 1. KARAKTERISTIK MASA BERDASAR WARNA Warna normal mukosa mulut adalah koral pink, oleh karena epitel skuamous kompleks adalah semi transparan, sehingga merahnya pembuluh darah dibawahnya terlihat. Meskipun demikian, warna koral pink tidaklah homogen, terdapat beberapa region yang lebih gelap atau lebih terang. Abnormalitas jaringan terkait warna, umumnya berhubungan dengan etiologi atau patologinya, seperti halnya lesi mulut dengan karakteristik perubahan warna, mengacu pada peningkatan keratinisasi, masa submukosal dan akumulasi pigmen. Secara umum, masa dengan warna kekuningan mengindikasikan adanya jaringan adipose atau limfoid, bengkak kemerahan mengindikasikan vaskularisasi dibawahnya, pembengkakan kebiruan merupakan musinosa atau venosa, dan kecoklatan biasanya mengandung melanin atau pigmen darah. Lesi dengan warna mukosa pink normal biasanya tersusun atas jaringan fibrosa atau jaringan lain yang berada jauh dalam jaringan ikat. Tabel 3.1. berikut menyajikan warna yang teramati pada masaa jaringan lunak yang paling sering ditemukan dan mengindikasikan seberapa sering lesi muncul dengan warna tersebut. LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA 159

4 Tabel 3.1. Masa dengan kolorisasi atau pigmentasi Color Blue purple Red Brown Black Yellow orange Soft-Tissue Mass Hemangioma, varix, hematoma, peripheral giant cell granuloma, mucocele, Kaposi sarcoma Hemangioma, pyogenic granuloma,kaposi sarcoma Nevus, hematoma, seborrheic keratosis,kaposi sarcoma, melanoma Melanoma Lymphoid aggregates, lymphoepithelial cyst,lipoma, granular cell tumor 2. KARAKTERISTIK MASA BERDASAR PALPASI LESI Palpasi merupakan mata ke-tiga, metode klinis yang paling informatif untuk memeriksa jaringan di bawah permukaan. Diketahui bahwa jaringan tubuh dapat berlandas tulang, kartilago atau skeleton, otot sehingga jarigan superficial dapat di palpasi berdasar jaringanpenyangganya. Beberapa hal berikut diperoleh berdasar palpasi : a. Suhu permukaan. Peningkatan temperature permukaan kulit dapat dideteksi dengan mudah, dengan meletakkan jari pada area yang diperiksa dan jari yang lain pada area kontralateral. Adanya perbedaan temperature relative dapat membantu penegakan diagnosis. Kulit secara umum meningkat temperaturnya ketika mengalami peradangan atau berada diatas jaringan yang meradang atau terinfeksi. Meningkatnya laju metabolik suatu area bertanggung jawab terhadap kenaikan temperature lokal. Temperature permukaan kulit dengan aneurisma superficial, shunt arteriovenosa, atau adanya hematoma yang relatif besar dapat meningkat. Hal ini disebabkan temperature tubuh dipengaruhi oleh aliran darah yang menginervasi jaringan di region tersebut. b. Keterlibatan regio anatomis Pada pemeriksaan palpasi, pertama kali ditetapkan apakah masa lokasinya superfisial atau dalam, kemudian mengidentifikasi jaringan yang terlibat. Terkadang informasi yang diperoleh melalui palpasi terbatas, dan palpasi sulit dilakukan terutama apabila area tersebut membengkak dan menyulitkan untuk definisi struktur jaringan. Selain pasien jarang memperbolehkan klinisi melakukan pemeriksaan palpasi karena sakit yang ditimbulkannya. c. Mobilitas Setelah masa ditetapkan lokasi, bentang anatomis, jaringan organ yang terlibat, kemudian ditetapkan apakah masa tersebut cekat (fixed) atau mudah bergerak (mobile) terhadap jaringan disekitarnya. Melalui papasi, dapat ditetapkan apakah dapat masa bergerak bebas ke segala arah. Apabila bebas bergerak, apakah masa tersebut benigna, berkapsul, proses patologis berasal dari jaringan submukosal atau subkutan (Gambar 3.2A). Mobilitas dapat digambarkan dengan memfiksasi masa dengan jari pada satu sisi dan menggerakan kulit atau mukosa diatas masa dengan jari lainnya. Selanjutnya masa digerakkan terpisah dari jaringan dibawahnya. Melalui cara ini, dapat diperlihatkan apakah masa dapat bergerak ke 160 LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA

5 segala arah. Apabila masa cekat pada kulit, namun tidak pada jaringan di bawahnya maka hal tersebut merupakan kunci penting dan membatasi daftar diagnosis banding. Gambar 3.2. A. Diagram masa mudah bergerak. Contoh kista epidermoid, mudah bergerak ke segala arah dengan tekanan digital. B. Masa yang cekat pada kulit. Masa yang terpisah dari kulit namun cekat pada jaringan dibawahnya memunculkan beberapa kemungkinan. Dapat cekat pada otot, tulang, kartilago, jaringan lemak, kelenjar ludah atau kelenjar tiroid. Jaringan atau organ tempat melekatnya masa seringkali terbukti merupakan jaringan asal masa (Gambar 3.3A). Misalnya, apabila masa berlokasi di dalam atau mengelilingi kelenjar parotid, kemungkinan diagnosis yang paling mendekati adalah lesi berasal dari parotid. Apabila masa cekat pada kulit atau membran mukosa dan jaringan di bawahnya, terdapat 4 kemungkinan : 1) Fibrosis sesudah episode peradangan sebelumnya. 2) Tumor malignan infiltrating yang berasal dari kulit atau membrane mukosa dan menginvasi jaringan dibawahnya (Gambar 3.3B) 3) Keganasan yang berasal dari jaringan dalam dan telah menginvasi jaringn subkutan dan submukosa hingga kulit atau mukosa. 4) Keganasan yang berasal dari jaringan ikat dan telah menginvasi lapisan dalam dan superficial. Palpasi suatu masa selama berfungsi seringkali dapat mengungkap apakah masa cekat pada jaringan yang lebih dalam, dan jika benar, jaringan yang mana. Gambar 3.3. a. Masa cekat pada otot. B. Masa epitel cekat pada semua lapisan jaringan. LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA 161

6 d. Extent atau perluasan lesi. Determinasi atau penetapan karakteristik lesi melalui palpasi sangat penting, tidak hanya untuk masa yang berlokasi di bawah permukaan namun juga lesi yang tampak secara superfisial. Identifikasi positif dapat diperoleh melalui pemeriksaan mikroskopis. Apakah masa tidak mempunyai batas, berbatas sedang atau mempunyai batas jelas tergantung pada empat faktor : 1) Karakteristik tepi masa 2) Konsistensi relatif jaringan di sekelilingnya 3) Ketebalan dan sifat jaringan di bawahnya 4) Kerapihan atau keteraturan jaringan dibawahnya. Palpasi merupakan metode diagnostik yang umum digunakan untuk mendiferensiasikan suatu masa yang satu dengan lainnya, karena melalui palpasi dapat diketahui struktur anatomis, jaringan yang terlibat, perluasan lesi, dan relasi anatomis satu dengan yang lain. Selain itu, melalui sensasi taktil dapat diperkirakan gambaran mikroskopik struktur dan jaringan. Tabel 3.2. berikut menyajikan pengelompokan pembengkakan jaringan lunak mulut berdasar karakteristik palpasi. Tabel 3.2. Masa menurut karakteristik palpasi Palpation Characteristic Soft, fluctuant Soft, nonfluctuant Firm, movable Firm, fixed Indurated, fixed Mucocele, ranula Developmental cysts Sialocysts Lipoma Fibroma Mesenchymal tumors Granulomas Granular cell tumor Seborrheic keratosis Basal cell carcinoma Salivary adenocarcinomas Squamous cell carcinoma Mass Gingival cysts Parulis Space infections and abscesses Organized mucocele Salivary adenomas Adnexal skin tumors Keratoacanthoma Fibromatosis Melanoma Sarcomas Lymphomas e. Tepi masa (Borders of the mass). Keganasan biasanya mempunyai tepi yang tidak jelas/ nyata, dan sangat sulit diperiksa secara palpasi. Pengamatan ini dapat dibuktikan apabila kita mempertimbangkan dua gambaran karakteristik berikut : 1) Tumor ganas biasanya menginfiltrasi jaringan di dekatnya melalui perluasan banyak tonjolan tumor (processes of tumor ) ke dalam jaringan normal di dekitarnya. 2) Tumor ganas menghasilkan reaksi fibrosa dan pengerasan (scirrhous reaction) dari jaringan yang menginfiltrasi. 162 LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA

7 Tumor mempunyai ukuran, bentuk dan distribusi tidak teratur. Hasilnya adalah rangka (outline) lesi yang tidak teratur dan tidak jelas. Benjolan ini menjangkar neoplasma pada jaringan tetangganya dan mengesampingkan kemungkinan untuk dapat digerakkan secara manual, terpisah dari sekelilingnya. Tumor dan perluasannya menunjukkan reaksi peradangan pada jaringan di dekatnya, yang dalam beberapa hal mempunyai persamaan dengan reaksi alergi atau reaksi benda asing (foreign body reaction). Reaksi peradangan ini menyebabkan sekuel fibrosis. Fibrosis berkembang dalam area difus dan tidak teratur, dan menyebabkan perlekatan tumor yang lebih persisten pada jaringan di sekelilingnya melalui perlekatan fibrosa. Umumnya batas tidak jelas sehingga menutup kemungkinan dilakukannya manipulasi masa. Perkecualian terhadap beberapa keganasan dengan pertumbuhan lambat, yang akan menunjukkan batas fibrosa jelas. Tepi lesi tersusun atas jaringan ikat stroma yang terlepas dari jaringan normal dan jaringan fibrosa baru yang terbentuk sebagai respon terhadap tumor. Masa yang terbentuk mempunyai tepi, yang akan terdeteksi dan tampak nyata melalui palpasi. Peradangan yang terjadi sebagai respon terhadap sebab lain dan bukan dari tumor ganas, biasanya menyebabkan tepi yang tidak jelas, apapun etiologinya. Peradangan jaringan atau organ tidak berkapsul jarang membentuk tepi yang jelas dan halus, dikarenakan terbentuknya jaringan parut sebagai hasil proses peradangan. Sebaliknya, apabila peradangan organ atau jaringan berkapsul terbatas hanya di dalam kapsul, maka tepi lesi akan menunjukkan karakteristik batas tegas. Masa yang cekat namun mudah (firm movable masses) digerakkan biasanya merupakan neoplasma atau granuloma. Masa lunak mudah digerakkan (soft movable masses) merupakan tumor jaringan lemak atau miksoid. Masa dengan fluktuan, kemungkinan adalah kista, mukosel, kista retensi duktal mukus dan abses. Masa cekat disertai indurasi kemungkinan adalah keganasan, dapat berupa karsinoma, adenokarsinoma kelenjar saliva, limfoma dan sarcoma. LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA 163

8 B. KLASIFIKASI LESI MULUT DENGAN KARAKTERISTIK PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA MULUT 1. Klasifikasi masa berdasar frekuensi. Berdasar frekuensi, masa mukosal rongga mulut terbanyak adalah proliferasi reaktif, seperti fibrous hiperplasia, pyogenic granuloma, dan reaksi mucous ekstravasasi. Neoplasma mesenchymal dan salivary jarang ditemukan, dan lymphoma serta sarcoma sangat jarang menyebabkan pembesaran di rongga mulut. Dengan demikian, kemungkinan bahwa masa mucosal adalah proses reaktif atau hiperplastik sebesar 50 kali lipat dibandingkan proses neoplastik yang sebenarnya. Dalam beberapa kasus, biopsi penting dilakukan untuk memperoleh diagnosis definitif. Insisi atau aspirasi serta drainase dapat dilakukan sebagai prosedur diagnostik ketika masa konsisten sebagai abses. 2. Klasifikasi masa berdasar predileksi lokasi. Berdasar lokasi, penyakit-penyakit tertentu cenderung dapat ditemukan pada lokasi tertentu dibandingkan penyakit lain, atau disebut istilah predileksi lokasi. Tabel 3.3. berikut menyajikan beberapa lesi dengan predileksi lokasi tertentu. Meskipun demikian, lokasi tersebut tidaklah eksklusif hanya terdapat lesi tersebut, kenyataannya adalah bahwa lesi tersebut dapat ditemukan di mana saja di dalam jaringan lunak mulut. Tabel tersebut menyajikan penyakit dengan lokasi yang kemungkinan muncul lesi terbesar berdasar prevalensinya. Warna amat sangat tergantung dengan keterlibatan jaringan pada masa dan kedalamannya. Selain lokasi, beberapa lesi dapat dibedakan berdasar predileksi usia (Tabel 3.4) dan jenis kelamin (Tabel 3.4). Table 3.3a. Pembengkakan jaringan lunak orofasial berdasar predileksi lokasi Intra Oral Site Lips and buccal mucosa Type of Lesion Fibroma, mucocele, mesenchymal tumor, salivary tumor, squamous cell carcinoma Gingiva Parulis, pyogenic granuloma, peripheral fibroma, peripheral giant cell granuloma, peripheral ossifyingfibroma, gingival cyst, peripheral odontogenic tumors, squamous cell carcinoma Palate Abscess, torus, salivary gland tumor Dorsolateral tongue Ventral tongue and oral floor Fibroma, granular cell tumor, pyogenic granuloma, squamous cell carcinoma Mucocele, ranula, lymphoid aggregates, lymphoepithelial cyst, osteocartilagenous choristoma, squamouscell carcinoma 164 LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA

9 Table 3.3b. Pembengkakan jaringan lunak orofasial berdasar predileksi lokasi Kepala dan leher Masseteric region Cellulitis, space infection, jaw cysts and tumors, masseteric hypertrophy Parotid region Sialadenitis, sialolithiasis, salivary neoplasm Submandibular region Lymphadenopathy, sialolithiasis, salivary neoplasm Lateral neck Lymphadenopathy, mesenchymal neoplasm, branchial cleft cyst, metastatic carcinoma, lymphoma, carotid body tumor Anterior neck Goiter, thyroid neoplasm, thyroglossal cyst Face Seborrheic keratosis, basal cell carcinoma, adnexal skin tumors, squamous cell carcinoma, melanoma 3. Klasifikasi masa berdasar predileksi usia dan jenis kelamin. Tabel 3.4. Pembengkakan jaringan lunak orofasial berdasar predileksi usia tahun > 40 tahun Adenomatoid odontogenic tumor Ameloblastic fibroma Ameloblastic fibro-odontoma odontoma Peripheral ossifying fibroma Benign cementoblastoma Ameloblastic odontoma Calcifying epithelial odontogenic tumor Ameloblastoma Squamous odontogenic tumor Odontogenic myxoma Calcifying odontogenic fibroma Tabel 3.5. Pembengkakan jaringan lunak orofasial berdasar predileksi jenis kelamin. Laki-laki Ameloblastoma Ameloblastic fibroma Ameloblastic fibro-odontoma Ameloblastic odontoma Calcifying peripheral odontogenic tumor Benign cementoblastoma odontoma Perempuan Adenomatoid odontogenic tumor Squamous odontogenic tumor Odontogenic myxoma Calcifying odontogenic fibroma Squamous odontogenic tumor LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA 165

10 Selain klasifikasi diatas, untuk kemudahan maka berbagai lesi mulut dengan karakteristik pembesaran atau berupa masa umumnya dibedakan berdasar etiologi. Apabila mengacu pada definisi morfologi, lesi dapat dibedakan menjadi papiler, popular dan polipoid. Lesi papiler atau verukosa mempunyai gambaran sebagai proyeksi seperti jari dengan ujung tumpul (pointed or blunt finger-like projections), lesi popular mempunyai gambaran elevasi sesil berukuran kecil, sedangkan lesi polipoid merupakan lesi dengan pertumbuhan eksopitik, pedunculated dan biasanya berukuran besar. Untuk memudahkan dalam mengkarakterisasikan secara spesifik, pembagian selanjutnya mengacu pada distribusi lesi, fokal atau difus, meskipun beberapa lesi dapat mempunyai kombinasi perubahan permukaan tersebut, sehingga cukup menyulitkan dalam penegakan diagnosis (Gambar 3.4). Gambar 3.4. Diagnosis banding lesi mulut dengan karakteristik pembengkakan. Pada tabel 3.6 di halaman berikut, disusun berbagai kondisi/ kelainan dengan karakteristik masa atau pembesaran berdasar etiologi dan/atau pathogenesis. 166 LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA

11 Tabel 3.6. Klasifikasi lesi mulut dengan karakteristik masa berdasar gambaran klinis. Reactive hyperplasia o localized irritation: Inflammatory papillary hyperplasia Denture-induced fibrous hyperplasia Traumatic neuroma Pyogenic granuloma Peripheral fibroma Peripheral giant cell granuloma Traumatic fibroma Reactive lymphoid hyperplasia o Multifactor etiology Cheilitis glandularis Cheilitis granulomatous drug-induced enlargement hormone-induced enlargement Acute inflammatory enlargement o Infectious : soft tissue abcess pericoronitis cellulitis o Non-infectious mucous retention phenomenon ranula angioedema Papillary enlargement of surface epithelium o squamous papilloma o verruca vulgaris o condyloma acuminatum o Focal epithelial hyperplasia (heck s disease) Benign submucosal cyst and neoplasms o Cystic lesion : Dental lamina cyst Eruption cyst Gingival cyst Thyroglossal cyst, Dermoid cyst Lymphoepithelial cyst Nasolabial cyst Cyst of the incisivi papilla o Soild lesion : Lipoma, Myxoma Hemangioma, lymphangioma Neurofibroma, Schwannoma Granular cell tumor Rhabdomyoma, Leiomyoma Mucoepidermoid carcinoma Adenoid cystic carcinoma Acinic cell carcinoma Adenoma Odontogenic tumor benign o epithelial origin : Ameloblastoma Calcifying epithelial Odontogenic Tumor Adenomatoid Odontogenic Tumor Squamous Odontogenic Tumor Clear cell Odontogenic Tumor o mesenchymal origin: Odontogenic myxoma Central odontogenic fibroma Cementifying fibroma Cementoblastoma o mixed origin Ameloblastic fibroma Ameloblastic fibroodontoma Odontoma Odontogenic tumor malignant o Odontogenic carcinoma: Malignant Ameloblastoma Metastasizing Ameloblastoma Ameloblastic carcinoma Odontogenic ghost cell carcinoma o Odontogenic sarcoma: Ameloblastic fibrosarcoma Ameloblastic fibro-odontosarcoma Odontogenic carcinosarcoma o Related lesion Cemento-ossifying fibroma Cemento-osseus dysplasia Malignant neoplasms o basal cell carcinoma o squamous cell carcinoma o uncommon oral malignancy Mucosal swelling as oral manifestation of systemic disease o Nutrition deficiencies Ariboflavinosis Vitamin C o Endocrinopaties Gigantism and agromegaly Hypothyroidism Diabetes mellitus o Crohn s disease o Metabolic disorders - Mucopolysacharidosis o Amyloidosis o Blood dyscrasia and malignancy LESI PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA 167

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mukokel dan ranula merupakan dua contoh dari beberapa penyakit mulut yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit mulut tersebut, akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENDAHULUAN

DAFTAR ISI PENDAHULUAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------- DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

NEOPLASMA. Disusun oleh : Edwyn Saleh

NEOPLASMA. Disusun oleh : Edwyn Saleh NEOPLASMA Disusun oleh : Edwyn Saleh Bedah Mulut PSPDG FKIK UMY 2016 TUMOR Tumor merupakan sekelompok sel-sel abnormal yang terbentuk hasil proses pembelahan sel yang berlebihan dan tak terkoordinasi,

Lebih terperinci

4 Universitas Indonesia

4 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KISTA RAHANG 2.1.1 Definisi Kista adalah rongga patologik yang dibatasi oleh epitelium. (1-6) Kista berisi cairan atau setengah cairan yang bukan berasal dari akumulasi pus maupun

Lebih terperinci

Tahap-tahap penegakan diagnosis :

Tahap-tahap penegakan diagnosis : Tahap-tahap penegakan diagnosis : Pada dasarnya, penegakan diagnosis terbagi menjadi beberapa poin penting yang nantinya akan mengarahkan kita menuju suatu diagnosis yang tepat. Oleh karena itu, kita perlu

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1 Pendahuluan Ameloblastoma (berasal dari bahasa Inggris yaitu amel berarti email dan bahasa Yunani blastos yang berarti benih ), merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Tumor ini pertama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks dengan tipe histopatologis dan sifat klinis yang bermacam-macam. Sembilan persen dari seluruh pembengkakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

ILMU PENYAKIT MULUT 1

ILMU PENYAKIT MULUT 1 ILMU PENYAKIT MULUT 1 LESI PUTIH DAN LESI BUKAN PUTIH Yuniardini S Wimardhani HUBUNGAN GAMBARAN STUKTUR MIKROSKOPIS DAN GAMBARAN KLINIS Kemampuan mendeteksi kelainan di rongga mulut dan sekitarnya BUTUH

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi.

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi. ABSTRAK Karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng dan menunjukkan gambaran morfologi yang sama dengan karsinoma sel skuamosa di bagian tubuh lain.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Diagnosis Diferensial

Diagnosis Diferensial 5 Diagnosis Diferensial Diagnose sebagian besar penyakit umumnya dapat ditentukan melalui tanda dan gejala klinis yang ada. Namun perlu dicermati bahwa tanda dan gejala demikian tidak selalu spesifik untuk

Lebih terperinci

GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA

GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA GAMBARAN RADIOGRAFI CEMENTO OSSIFYING FIBROMA PADA MANDIBULA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : CHANDRA PH PANDIANGAN 080600113

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

ACINIC CELL CARCINOMA

ACINIC CELL CARCINOMA ACINIC CELL CARCINOMA OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 PENDAHULUAN Kelenjar ludah parotis merupakan salah satu kelenjar liur

Lebih terperinci

NEOPLASIA-1. Definisi, tata nama (nomenklatur) & karakteristik

NEOPLASIA-1. Definisi, tata nama (nomenklatur) & karakteristik NEOPLASIA-1 Definisi, tata nama (nomenklatur) & karakteristik 1. DEFINISI Neoplasia = pertumbuhan baru Willis (onkolog Inggris): massa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan

Lebih terperinci

HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS)

HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS) HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut goeno subagyo Jejak-jejak HIV-AIDS di mulut Mulut adalah organ yang unik Mikroorganisme penghuni nya banyak; flora normal dan patogen Lesi mulut dijumpai pada hampir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KISTA RAHANG 2.1.1 Definisi Kista didefinisikan sebagai rongga patologik yang dibatasi oleh epithelium. 8,5,13,18 Kista berisi cairan atau setengah cairan yang bukan berasal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR. 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR. 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi Tumor odontogenik epitelial berkalsifikasi, adalah tumor odontogenik yang jarang terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia. tidak membedakannya sama sekali (David, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia. tidak membedakannya sama sekali (David, 1984). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala kemungkinan sejak ratusan ribu tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

STUDI KASUS. Eksisi mucocele rekuren pada ventral lidah dengan anestesi lokal. Dody Setiawan*, Bambang Dwirahardjo**, Elizabeth Titi Riyati Astuti***

STUDI KASUS. Eksisi mucocele rekuren pada ventral lidah dengan anestesi lokal. Dody Setiawan*, Bambang Dwirahardjo**, Elizabeth Titi Riyati Astuti*** STUDI KASUS Eksisi mucocele rekuren pada ventral lidah dengan anestesi lokal Dody Setiawan*, Bambang Dwirahardjo**, Elizabeth Titi Riyati Astuti*** *Program Studi Bedah Mulut dan Maxillofasial, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang sering, insidennya masih belum diketahui dengan pasti. Massa pada leher dapat terjadi pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian TB Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan

Lebih terperinci

Definisi. Penyebab. Beberapa jenis lain dari tumor jantung primer bisa terjadi, tapi semuanya jarang. Beberapa bersifat kanker dan beberapa benign.

Definisi. Penyebab. Beberapa jenis lain dari tumor jantung primer bisa terjadi, tapi semuanya jarang. Beberapa bersifat kanker dan beberapa benign. Definisi Tumor adalah setiap jenis pertumbuhan yang tidak normal, baik bersifat kanker (malignant) atau bukan kanker (benign). Tumor yang dimulai di jantung disebut tumor primer. yang bisa terbentuk di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benjolan pada payudara biasanya didefinisikan. sebagai massa yang teraba pada payudara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benjolan pada payudara biasanya didefinisikan. sebagai massa yang teraba pada payudara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara biasanya didefinisikan sebagai massa yang teraba pada payudara. Penyakit pada payudara biasanya ditunjukkan dengan adanya massa pada payudara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

H. LESI VERUKO-PAPILER

H. LESI VERUKO-PAPILER H. LESI VERUKO-PAPILER 1. Lesi veruko-papiler reaktif a. Hiperplasia papiler/ papilomatosis Lesi papiler yang ditemukan pada palatum durum, disebut pula sebagai denture papilomatosis atau papillary inflammatory

Lebih terperinci

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan Pengklasifikasian penyakit perlu untuk: mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan patologi penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk memperbaiki maloklusi sebelum seluruh gigi permanen erupsi sehingga perawatan orthodonti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Inflamasi merupakan respon fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli yang mengubah homeostasis jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak ditemukan. Pada populasi dewasa sekitar 30% dari tumor sistem saraf pusat, sedangkan

Lebih terperinci

Laporan Kasus. Peran Sitologi Aspirasi Jarum Halus dalam Mendiagnosis Pembesaran Kelenjar Salivari : Kajian 227 Kasus

Laporan Kasus. Peran Sitologi Aspirasi Jarum Halus dalam Mendiagnosis Pembesaran Kelenjar Salivari : Kajian 227 Kasus Laporan Kasus Peran Sitologi Aspirasi Jarum Halus dalam Mendiagnosis Pembesaran Kelenjar Salivari : Kajian 227 Kasus Humairah Medina Liza Lubis*, Agussalim** *Departemen Patologi Anatomi Fak. Kedokteran

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

26 Universitas Indonesia

26 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian mengenai distribusi dan frekuensi Kista Dentigerous menurut elemen gigi penyebab dan lokasi kelainan yang dilakukan di Poli Gigi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit. yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit. yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor secara umum merupakan sekumpulan penyakit yang membuat sel di dalam tubuh membelah terlalu banyak dari yang seharusnya dan seringkali akan membuat tonjolan massa.

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KLINIS DAN DIAGNOSIS SITOLOGI PASIEN DENGAN NODUL TIROID YANG DILAKUKAN PEMERIKSAAN FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY

KARAKTERISTIK KLINIS DAN DIAGNOSIS SITOLOGI PASIEN DENGAN NODUL TIROID YANG DILAKUKAN PEMERIKSAAN FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIS DAN DIAGNOSIS SITOLOGI PASIEN DENGAN NODUL TIROID YANG DILAKUKAN PEMERIKSAAN FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY (FNAB) DI INSTALASI PATOLOGI ANATOMI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 25 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah explanatory study atau disebut juga dengan penelitian deskriptif, menggunakan kuesioner yang diisi oleh Odapus dan

Lebih terperinci

PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA

PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA NUNGKI ANGGOROWATI DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FKKMK UGM NEOPLASMA HEMATOLIMFOID LEUKEMIA TUMOR SUMSUM TULANG, MEMPENGARUHI DARAH TEPI LIMFOMA TUMOR LIMFOID EXTRAMEDULLAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH 1. Anatomi lidah Lidah terletak didasar mulut, ujung dan pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi bawah. Lidah secarara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fibrosarkoma atau fibroblastic sarcoma 1,2,3 atau malignant mesenchymal tumor 1,4 adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel mesenkim, yang terdiri dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari rasa nyeri jika diberikan pengobatan (Dalimartha, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari rasa nyeri jika diberikan pengobatan (Dalimartha, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insidens kanker di Indonesia diperkirakan 100 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 200.000 penduduk per tahun. Pada survei kesehatan rumah tangga yang diselenggarakan

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

Penggunaan Dental Laser Pada Eksisi Irritation Fibroma

Penggunaan Dental Laser Pada Eksisi Irritation Fibroma Penggunaan Dental Laser Pada Eksisi Irritation Fibroma I Gusti Ayu Ari Widiastuti Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana ABSTRAK: Pemanfaatan teknologi laser saat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum : : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan Giant Condyloma Acuminatum Tanggal kegiatan : 23 Maret 2010 : GCA merupakan proliferasi jinak berukuran besar pada kulit dan mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

Ovarian Cysts: A Review

Ovarian Cysts: A Review Ovarian Cysts: A Review Cheryl Horlen, BCPS University of the Incarnate Word Feik School San Antonio, Texas 7/20/2010 US Pharm. 2010;35(7):HS-5-HS-8 Kista ovarium adalah penyebab umum dari prosedur bedah

Lebih terperinci

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

KARSINOMA SEL SKUAMOSA KARSINOMA SEL SKUAMOSA Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI MEDAN 2008 KARSINOMA SEL SKUAMOSA PENDAHULUAN Karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al.,

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al., BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus berlanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lesi pada rongga mulut Lesi-lesi rongga mulut dapat disebabkan oleh faktor lokal dan luar. Faktor lokal yang dapat menyebabkan lesi rongga mulut adalah iritasi kronis yang

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. Sistem pakar yang akan di rancang merupakan Sistem pakar untuk deteksi dini

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. Sistem pakar yang akan di rancang merupakan Sistem pakar untuk deteksi dini BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Identifikasi dan Analisa Masalah Sistem pakar yang akan di rancang merupakan Sistem pakar untuk deteksi dini penyakit kanker mulut yang memberikan fasilitas diagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RESPIRATORY SYSTEM DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KASUS I Seorang pria berusia 45 tahun datang ke Rumah Sakit oleh karena meraba adanya tonjolan yang makin membesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim PERAWATAN LUKA by : Rahmad Gurusinga A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka timbul, beberapa

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring peningkatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin meningkat pula kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang salah

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Christone Yehezkiel P, 2013 Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI DAN SIMPTOM. Langerhans Cell Disease ( LCD) ;dahulu dikenal dengan Histiocytosis X ; yang

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI DAN SIMPTOM. Langerhans Cell Disease ( LCD) ;dahulu dikenal dengan Histiocytosis X ; yang BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI DAN SIMPTOM 2.1 Definisi Langerhans Cell Disease ( LCD) ;dahulu dikenal dengan Histiocytosis X ; yang juga disebut dengan Langerhans Cell Histiocytosis merupakan proliferasi abnormal

Lebih terperinci

KANKER PARU. R.M. Ridho Hidayatulloh dr. Rizki Drajat, Sp.P

KANKER PARU. R.M. Ridho Hidayatulloh dr. Rizki Drajat, Sp.P KANKER PARU R.M. Ridho Hidayatulloh 1102011215 dr. Rizki Drajat, Sp.P Definisi Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai

Lebih terperinci

PREVALENSI KISTA ODONTOGENIK RONGGA MULUT DI RUMAH SAKIT IBNU SINA DAN RUMAH SAKIT SAYANG RAKYAT PERIODE TAHUN

PREVALENSI KISTA ODONTOGENIK RONGGA MULUT DI RUMAH SAKIT IBNU SINA DAN RUMAH SAKIT SAYANG RAKYAT PERIODE TAHUN PREVALENSI KISTA ODONTOGENIK RONGGA MULUT DI RUMAH SAKIT IBNU SINA DAN RUMAH SAKIT SAYANG RAKYAT PERIODE TAHUN 2011-2015 SKRIPSI Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin majunya Ilmu Kedokteran menyebabkan penyakit infeksi sudah mulai berkurang sehingga lebih banyak orang yang mengalami penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

4 Universitas Indonesia

4 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KISTA RAHANG 2.1.1 Definisi Kista merupakan rongga patologis yang berisi cairan atau semicairan, tidak disebabkan oleh akumulasi pus. 1-5 Bisa dibatasi oleh epitel, namun bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intermenstrual, dan 6% mengeluh perdarahan paska koitus. Isu-isu ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. intermenstrual, dan 6% mengeluh perdarahan paska koitus. Isu-isu ini berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif. Seperempat dilaporkan mengeluh menorrhagia, sementara 21%

Lebih terperinci

Majalah Kesehatan FKUB Volume 2, Nomer 3, September 2015

Majalah Kesehatan FKUB Volume 2, Nomer 3, September 2015 Akurasi Diagnosa FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) Dibandingkan dengan Pemeriksaan Histopatologi pada Tumor Tiroid (Studi Kasus di Instalasi Patologi Anatomi RS dr. Saiful Anwar Malang Periode 2008-2010)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu penyakit peradangan idiopatik pada traktus gastrointestinal yang umumnya menyerang daerah kolon dan rektal. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

Carcinoma Parotis. Clara Shinta Tandi Rante

Carcinoma Parotis. Clara Shinta Tandi Rante Carcinoma Parotis Clara Shinta Tandi Rante Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 email: clara.2013fk264@civitas.ukrida.co.id Pendahuluan Kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

KISTA DUKTUS TIROGLOSUS

KISTA DUKTUS TIROGLOSUS KISTA DUKTUS TIROGLOSUS 1 Ezra Aditya Susanto, 2 Sang Nyoman Suaryana 1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian/SMF Ilmu Bedah ABSTRAK Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk dari

Lebih terperinci

Konsep Perawatan Tujuan Kebersihan Diri Meningkatkan drajat kesehatan seseorang Memelihara kebersihan diri seseorang Memperbaiki kebersihan diri yang

Konsep Perawatan Tujuan Kebersihan Diri Meningkatkan drajat kesehatan seseorang Memelihara kebersihan diri seseorang Memperbaiki kebersihan diri yang KEBERSIHAN DIRI DAN LINGKUNGAN RAHMAD GURUSINGA Konsep Perawatan Tujuan Kebersihan Diri Meningkatkan drajat kesehatan seseorang Memelihara kebersihan diri seseorang Memperbaiki kebersihan diri yang kurang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

osteoarthritis By : Kelompok 2

osteoarthritis By : Kelompok 2 osteoarthritis By : Kelompok 2 Defenisi Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif tulang rawan sendi dan tulang, mencermikan kegagalan sendi diartrodial (dapat digerakkan, dilapisi oleh sinovium). Penyakit

Lebih terperinci

Tubuhmu berbicara...dengarlah. Written by Dr. Brotosari Monday, 12 April :53 - Last Updated Friday, 23 December :43

Tubuhmu berbicara...dengarlah. Written by Dr. Brotosari Monday, 12 April :53 - Last Updated Friday, 23 December :43 Tubuh kita sebenarnya berbicara banyak, cuma masalahnya adalah, kita yang tidak mau mendengar, atau tidak mengerti, atau lebih parahnya lagi cuek banget dan bahkan memforsir diluar batas kemampuan sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan dengan seleksi ketat untuk memberi nilai tambah yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan dengan seleksi ketat untuk memberi nilai tambah yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anjing Anjing telah lama dimanfaatkan oleh manusia. Beberapa trah anjing dikembangkan dengan seleksi ketat untuk memberi nilai tambah yang dapat membantu pekerjaan manusia.

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

ADENOMATOID ODONTOGENIC TUMOR

ADENOMATOID ODONTOGENIC TUMOR 200 Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2010 ADENOMATOID ODONTOGENIC TUMOR Adenomatoid Odontogenic Tumor Sumarno 1* ABSTRACT Adenomatoid odontogenic tumor (AOT) is a rare odontogenic tumor which is often misdiagnosed

Lebih terperinci