BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lesi pada rongga mulut Lesi-lesi rongga mulut dapat disebabkan oleh faktor lokal dan luar. Faktor lokal yang dapat menyebabkan lesi rongga mulut adalah iritasi kronis yang disebabkan oleh tambalan yang kasar, radiks, karies gigi, permukaan gigi yang tajam dan permukaan protesa yang kurang baik. Faktor luar yang dapat menyebabkan lesi rongga mulut adalah kebiasaan buruk seperti merokok, menyirih, mengunyah tembakau, pengkonsumsian alkohol; infeksi virus seperti Human Pappiloma Virus (HPV), dan pendedahan ke sinar ultraviolet yang berlebihan. 3 Faktor-faktor ini dapat menyebabkan terjadi lesi radang, kista, prekanker, neoplasma jinak dan neoplasma ganas. 2, Radang Radang merupakan suatu reaksi jaringan tubuh terhadap jejas (cedera). Respon peradangan adalah salah satu mekanisme pertahanan alam paling penting dan merupakan respon tubuh terhadap luka jaringan. 12 Radang dapat dibagi menjadi radang akut dan radang kronis. 12,13 Radang akut merupakan respon langsung dan dini terhadap agen penyebab trauma jaringan. Respon ini berlangsung relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Sel-sel yang terlibat dalam proses radang akut yaitu sel polimorfonuklear/pmn (neutrofil, eosinofil, basofil) dan makrofag. 12 Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya radang akut adalah (1). Infeksi (bakteri, virus, fungi dan parasit); (2).Trauma (termal, radisasi, bahan kimia dan lain-lain); (3). Nekrosis tisu (injuri kimia dan fisik); (4) Reaksi imun (reaksi hipersensitivitas). 13

2 20 Gambar 1. Gambaran histopatologi radang akut yang mengandungi sel polimorfonuklear (neutrofil). 12 Radang akut terjadi apabila terdapat perubahan vaskular yang ditandai oleh meningkatnya aliran darah sekunder yang menyebabkan dilatasi arteriolar dan kapiler (eritemadan panas). Permeabilitas pembuluh darah meningkat, baik melalui sel interendothelial dari venula atau sel injuri endotel langsung, menghasilkan cairan eksudat ekstravaskular yang kaya protein (edema jaringan). Leukosit, awalnya didominasi neutrofil, mengikuti endotelium melalui molekul adhesi, kemudian meninggalkan mikrovaskular dan bermigrasi ke lokasi cedera dengan pengaruh agen kemotaktik. 12,13 Hal ini diikuti dengan proses fagositosis, pemusnahan, dan degradasi dari agen. Cacat genetik atau fungsi lain dari leukosit menimbulkan infeksi berulang. Hasil dari peradangan akut adalah penghapusan eksudat dengan pemulihan arsitektur jaringan normal (resolusi), transisi ke peradangan kronis, atau kehancuran jaringan mengakibatkan jaringan parut. 12 Berbeda dengan radang akut, radang kronis disebabkan oleh rangsang yang menetap, seringkali berlangsung lama selama beberapa minggu atau bulan, keadaannya tidak begitu nyeri, dan bisa mengarah pada pembentukan suatu drainase melalui suatu sinus. 12 Radang kronis dapat terjadi sesudah radang akut atau timbul

3 21 sendiri. Jenis radang akut yang paling sering berkembang menjadi radang kronis ialah jenis radang akut supuratif. 13 Sel-sel yang terlibat dalam proses radang kronis yaitu limfosit, sel plasma dan makrofag lebih banyak ditemukan dan biasanya disertai pula dengan pembentukan jaringan granulasi, yang menghasilkan fibrosis. 12 Gambar 2. Gambaran histopatologi radang kronis yang mengandungi granuloma, limfosit, multinuclear giant cells dan epitheloid cells. 12 Radang kronis terjadi apabila respon host berkepanjangan terhadap stimulus yang terus-menerus, yang disebabkan oleh mikroba yang resisten terhadap eliminasi, respon imun tubuh terhadap antigen diri dan lingkungan, dan beberapa zat beracun (silika). Hal ini ditandai dengan peradangan yang belum sembuh, injuri pada jaringan, perbaikan oleh jaringan parut dan respon imun tubuh. Selular yang masuk ke dalam jaringan terdiri dari makrofag, limfosit dan sel plasma sehingga menyebabkan fibrosis sering menonjol. Ini ditambahi lagi dengan mediasi oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag dan limfosit (limfosit T), Interaksi dua arah antara sel ini cenderung untuk memperkuat dan memperpanjang reaksi peradangan. Contoh radang kronis adalah inflamasi granulomatosa, inflamasi fibrinosa, inflamasi purulen, inflamasi serosa dan

4 22 inflamasi ulseratif. 12 Radang mulut granulomatik merupakan radang kronis yang menunjukkan suatu proliferasi dan pertumbuhan jaringan seperti tuberkolosis rongga mulut, morbus hansen (kusta), lues (sifilis), leprosy (lepra) dan aktinomikosis. 12,13 Peradangan mengarah pada perkembangan kanker karena aktivitas leukosit, termasuk produksi protein yang mengubah perilaku sel target (sitokin dan kemokin), stimulasi pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) dan remodeling jaringan. Selsel imun tubuh juga menghasilkan radikal oksigen yang dapat menyebabkan mutasi pada Deoxyribonucleic Acid (DNA). Peradangan ini dapat menginduksi karsinogenesis dan mengarah pada progresi dan metastasis. Aktivasi faktor transkripsi oleh pro-inflamasi sitokin menghasilkan fenotip kanker yang lebih agresif termasuk resistensi terhadap mekanisme kontrol pertumbuhan normal, kemampuan angiogenetik dan metastasis. Tumor Associate Macrophage (TAM), juga terkait dengan jalur inflamasi, telah diamati untuk menghasilkan pro-angiogenik faktor dan pembuluh darah merekrut pada awal perkembangan tumor. TAM juga meningkatkan laju pertumbuhan sel tumor dan menyebabkan dissolusi jaringan ikat matriks di sekitar tumor. Perkara ini menyebabkan pertumbuhan tumor dan menyebar. 12 Hodgson et.al. (2009), pada penelitiannya mengenai penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi malignan, dari 75 pasien yang menderita ulserasi yang persisten, didapati empat pasien (5.3%) mengalami malignansi, lima pasien (6.7%) mengalami lesi displasia dan 39 pasien (52 %) mengalami ulserasi kronis non spesifik Kista Rongga Mulut Kista didefinisikan sebagai rongga berlapis epitel yang patologis. Kista dari rahang atas, rahang bawah, dan daerah perioral sangat bervariasi dari segi histogenesis, perilaku, dan pengobatan. Kista rongga mulut dibagi menjadi kista odontogenik, kista non-odontogenik, pseudocysts, dan kista jaringan lunak pada leher. 14

5 23 Menurut WHO (1992), kista odontogenik terdiri dari kista radikular, kista dentigerus, kista lateral periodontal, kista gingival, kista erupsi, kista glandular odontogenik, odontogenik keratosis dan kista odontogenik kalsifikasi. Kista nonodontogenik terdiri dari kista globulomaksilari, kista retensi, kista nasolabial, kista median mandibular dan kista kanal nasopalatinus. Sedangkan, pseudocysts terdiri dari aneurysmal bone cyst, traumatic bone cyst, static bone cyst dan focal osteoporotic bone marrow defect. Yang terakhir, kista jaringan lunak pada leher terdiri dari kista brankial, kista epidermoid dan kista thyroglossal. 14,15 Dalam kedokteran gigi, kista yang sering terjadi adalah kista odontogenik seperti kista radikular, dan kista dentigerus. 14,16,17 Kista radikular atau juga dikenali sebagai kista periapikal adalah kista yang paling umum terjadi dalam rongga mulut. Kista ini merupakan peradangan lapisan epitel dari proliferasi residu epitel odontogenik (sisasisa sel Malassez) dalam ligamen periodontal. 14,15,16,17 Secara patogenesis, kista radikular didahului dengan granuloma periapikal yang disebabkan oleh peradangan kronis yang berhubungan dengan gigi non vital. Sisasisa dari sel Malassez dirangsang oleh peradangan kronis sehingga terbentuknya kista. Kista terbentuk disebabkan oleh prolifaresi sel epitel. Kista membesar karena terjadinya resorpsi tulang yang dipicu oleh prostaglandins, interleukins dan proteinases dari sel inflamatori. Hal ini menyebabkan tekanan osmotik meningkat di lumen. 14,16,17 Secara histopatologi, kista radikular dibatasi oleh non-keratin epitel skuamosa berlapis dengan ketebalan yang variabel. Transmigrasi sel inflamasi melalui epitel sering terjadi dengan sejumlah besar leukosit polimorfonuklear dan lebih sedikit jumlah limfosit yang terlibat. Infiltrat sel plasma dan russel body intraseluler, mewakili akumulasi gamma globulin, sering ditemukan dan kadang-kadang mendominasi gambaran mikroskopis. Benih granuloma juga terkadang ditemukan dalam dinding kista periapikal menunjukkan hubungan antara apikal dengan rongga mulut melalui saluran akar dan lesi karies. 14,16

6 24 Gambar 3. Gambaran mikroskopis kista radikular. 14 Kista dentigerous atau folikular adalah jenis kista odontogenik kedua yang sering terjadi setelah kista periapikal. 14,15,16,17 Menurut definisi, kista dentigerous melekat pada leher serviks gigi (enamel-sementum junction) dan membungkus mahkota gigi yang tidak erupsi. 15,16,17 Secara patogenesis, kista dentigerous berkembang dari proliferasi sisa organ enamel atau berkurang epitel enamel. 14,16,17 Seperti kista lainnya, perluasan kista dentigerous berkaitan dengan proliferasi epitel, pelepasan prostaglandins, interleukins dan proteinase serta peningkatan osmolalitas cairan kista. 14,16 Secara histopatologi, jaringan ikat fibros dinding kista dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis. Dalam kista dentigerous, lapisan epitel adalah lapisan yang non keratin dan cenderung menjadi sekitar 4-6 lapisan. Di samping itu, terdapat banyak sel mukosa, dan jarang, sel sebaceous yang ditemukan pada lapisan epitel. 14,16

7 25 Gambar 4. Gambaran mikroskopis kista dentigerus. 14 Kista retensi terbagi kepada dua yaitu mukokel dan ranula. Kista retensi sebagian besar ditemukan di bibir bawah, selain itu juga dapat di bibir atas, dasar mulut, palatum, mukosa bukal, dan retromolar. Biasanya pasien mengeluh pembengkakan tanpa nyeri yang sering kambuh. Trauma pada bibir/mulut yang mengenai saluran kelenjar liur dapat mengakibatkan penyumbatan pada duktus salivarius tersebut. Hasil penyumbatan ini adalah pelebaran setempat berisi cairan musin yang disebut kista retensi. Mukokel bisa berdiameter 1-2 mm tetapi umumnya 5-10 mm sedangkan ranula lebih besar. Gambaran histologik ranula dan mukokel pada dasarnya sama, hanya berbeda pada tempat dan besarnya. 14,16 Kista yang tidak diobati dapat berpotensi berubah menjadi neoplasma jinak dan neoplasma ganas. Perkara ini dapat dilihat apabila kista dentigerus dapat berubah menjadi ameloblastoma melalui transformasi epitel dan seterusnya menjadi ameloblastic carcinoma. 3 Beberapa kasus yang telah dilaporkan menunjukkan bahwa karsinoma sel skumous kadang-kadang bisa berasal dari lapisan epitel kista radikular dan kista odontogenik lainnya. Eversole dkk. (1975), meneliti kasus karsinoma epidermoid sentral dan karsinoma mukoepidermoid sentral, dan menemukan 75% kasus di

8 26 antaranya disertai dengan kista dan mempunyai resiko tinggi bertransformasi menjadi ganas sehingga tidak sesuai untuk menganggap kista sebagai lesi pre-kanker. 9, Lesi prekanker Lesi prekanker didefinisikan sebagai perubahan morfologi dari jaringan dimana kanker cenderung terjadi pada jaringan yang normal. 18 Lesi prekanker adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang dapat menyebabkan terjadinya keganasan. 18,19 Lesi ini merupakan suatu reaksi akibat iritasi kronis yang secara mikroskopis dijumpai perubahan sel berupa metaplasia dan displasia. Keparahan lesi prekanker biasanya dilihat melalui stadium displasia lesi tersebut secara histologi. Displasia terbagi kepada tiga stadium yaitu stadium ringan, sedang dan berat. Keadaan ini masih bersifat reversibel dan iritasi kronis dihilangkan maka sel ini dapat kembali ke bentuk normal tapi pada keadaan irirtasi yang terus menerus, sel displasia dapat mengalami perubahan menjadi sel anaplasia yang dikategorikan sebagai karsinoma. 7,12 The WHO Collaboration Reference centre for Oral Precancerous centre (2008) menyebutkan beberapa perubahan berikut sebagai bagian dari displasia epitel yaitu hilangnya polaritas sel basal, adanya lebih dari satu lapisan sel yang mempunyai bentuk basaloid, bertambahnya rasio nuklear-sitoplasmik, processusrete berbentuk tetesan, lapisan epitel yang tidak teratur, bertambahnya jumlah mitosis, tampak juga sejumlah mitosis abnormal juga terlibat, adanya hasil mitosis pada beberapa bagian superfisial dari epithelium, pleomorpism seluler, inti hipokromatik, nukleoli yang membesar, berkurangnya kohesi selular dan keratinisasi dari sel tunggal atau 4, 9,10 kelompok sel pada lapisan sel spinal.

9 27 Gambar 5. Gambaran mikroskopis lesi prekanker (Leukoplakia). 9 Beberapa faktor yang merupakan etiologi dari lesi prekanker di rongga mulut adalah: (1). Faktor lokal, penggunaan tembakau (menyirih/menyuntil, merokok), alkohol, oral hygiene buruk, iritasi gigi tiruan, kandidiasis, sinar matahari; dan (2). Faktor sistemik, defisiensi vitamin, anemia kekurangan zat besi, sipilis. 6,7,18 Kedua faktor di atas saling berkaitan dan secara bersamaan sebagai agen/bahan yang mengiritasi dan merangsang perubahan sel normal jaringan epitel ke bentuk abnormal. 11 Istilah lesi pre-kanker digunakan untuk kelainan dari mukosa mulut yang dapat berdegenerasi menjadi kanker mulut. Sebagian karsinoma skuamous rongga mulut terlihat sebagai lesi yang secara klinis tidak dapat dibedakan dari keratosis idiopati atau friksional. Antara lesi-lesi prekanker yang berpotensi berubah menjadi kanker rongga mulut adalah: (1). Leukoplakia; (2). Eritroplakia; (3). Sifilis Tertier; (4). Oral Submukus Fibrosis; (5). Kronik Kandidiasis; (6). Liken Planus; (7). Discoid Lupus Erythematosus. 3

10 28 Pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh A. Ariyawardana dkk. (2007) tentang prevalensi kanker rongga mulut dan lesi pre-kanker serta faktor risiko yang berkaitan pada orang pekerja ladang di Sri Lanka menunjukkan bahwa sekitar 1159 orang terdeteksi menderita lesi rongga mulut. Kebanyakan kasus ditemui pada golongan perempuan (57,9%) dengan rentang umur tahun. Faktor yang menyebabkan terjadinya lesi rongga mulut adalah kebiasaan buruk pekerja yaitu menyirih, merokok, dan pengkonsumsian alkohol dengan proposi 92%, 31% dan 61%. Angka prevalensi kebiasaan buruk tergantung kepada jenis kelamin dimana diketahui pada studi ini, perempuan paling banyak menyirih manakala laki-laki paling banyak merokok dan mengkonsumsi alkohol. Tidak ada proliferarive verrucous leukoplakia yang terdeteksi pada studi tersebut. Golongan laki-laki (62,5%) lebih banyak menderita leukoplakia dibandingkan golongan perempuan (33,7%). Namun demikian, lebih banyak perempuan (167 orang) menderita oral submucoses fibrosis dibandingkan dengan laki-laki (42 orang). Selain itu, lesi prekanker yang lain seperti eritroplakia, keratosis palatal dan lichen planus turut ditemukan sebanyak 878 orang (6,72%). Sekitar 14 orang dengan usia sekitar 40 tahun terdeteksi menderita karsinoma. Hal yang menyebabkan terjadinya karsinoma tersebut adalah oral leukoplakia dengan jumlah deteksi lebih dari 50%. 13 dari 14 kasus karsinoma dideritai oleh pekerja yang mempunyai kebiasaan menyirih Neoplasma Rongga Mulut Neoplasma adalah massa jaringan atau populasi sel abnormal dengan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang secara tidak terkendali. 4,14 Neoplasma didefinisikan sebagai massa abnormal dari jaringan yang terjadi ketika sel-sel membelah lebih dari yang seharusnya atau tidak mati ketika mereka seharusnya mati. 4 Neoplasma dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat dan histogenesisnya. Berdasarkan sifatnya neoplasma diklasifikasikan menjadi: (1). Neoplasma jinak (benign) dan (2). Neoplama ganas (malignant). 4,14 Neoplasma jinak, pertumbuhan selnya lambat, bersifat ekspansi, berkapsul, tidak bermetastatis, derajat

11 29 differensiasinya tinggi, sitologi normal, mitosis sedikit dan jarang nekrosis. Neoplasma ganas, pertumbuhannya cepat, bersifat ekspansi dan invasi, tidak berkapsul, metastasis, differensiasinya bervariasi dari differensiasi baik sampai anaplastik, hilangnya kutup, nuklear dan seluler yang pleomorfik, macam-macam mitosis yang kebanyakan bersifat abnormal dan sering nekrosis. 13 Gambar 6. Gambaran mikroskopis neoplasma rongga mulut, A. Neoplasma Jinak; B. Neoplasma Ganas. 13 Berdasarkan histogenesis (jaringan asal), lesi neoplasma berasal dari: (1) Epitel; (2). Mesoderm; (3). Jaringan saraf; dan (4) Pigmented Epithelium. Contoh neoplasma yang berasal dari pelapis epitel permukaan tumor jinak adalah papiloma, dan adenoma, sedangkan tumor jinak yang berasal dari mesoderm adalah fibroma, myxoma, lipoma, kondroma, osteoma, hemangioma dan limfangioma. Semua neoplasma ganas yang berasal dari pelapis epitel disebut karsinoma, misalnya karsinoma sel skumosa, dan adenokarsinoma. Tumor ganas yang berasal dari mesoderm adalah fibrosarkoma, liposarkoma, kondrosarkoma, osteosarkoma, leimiosarkoma, rhabdomiosarkoma, hemangiosarkoma, limfangiosarkoma. Semua tumor ganas jaringan limfoid adalah limfoma Hodgkin. 13

12 30 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya neoplasma jinak maupun ganas adalah: (A). Faktor lokal, meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi yang kronis, karies, tambalan menggantung dan gigi tiruan yang tidak baik; (B). Faktor luar, meliputi karsinogen kimia berupa rokok dan cara penggunaannya, tembakau, alkohol, agen fisik, radiasi, ionisasi, virus, sinar matahari, infeksi virus; dan (C). Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi, imunologi, pola hidup, pekerjaan dan genetik. 21,22,23,24,25 Menurut Joel Epstein dan Isaac Van Der Waal (2006), laki-laki lebih banyak menderita kanker rongga mulut yaitu sebanyak 4% dibandingkan dengan perempuan sebanyak 2%. Angka kematian yang disebabkan oleh kanker rongga mulut pada lakilaki adalah 2% sedangkan dengan perempuan 1%. Data yang ditemukan hampir sama di Utara Amerika, namun di Prancis, insidensi kanker rongga mulut adalah sekitar 17,9%, populasi dan angka yang cukup tinggi ditemukan di India yaitu 40,6%. Di Singapura (2001), perempuan mencapai angka yang tertinggi menderita kanker rongga mulut (5,8%). Kebanyakan kasus yang ditemui adalah squamous cell cancers sekitar 95% ditemukan pada golongan umur 40 tahun ke atas, diikuti dengan kanker lidah, dasar mulut dan tonsil. 8

13 Kerangka Teori Lesi Rongga Mulut Radang Akut Kronis Trauma Nekrosis Tisu Reaksi Imun Radiasi Infeksi Gangguan vaskular Gangguan hormonal Dll Kista Odontogenik Nonodontogenik Karies Gigi impaksi Penyumbatan kelenjar air liur Pertumbuhan dan perkembangan non odontogenik Lesi Prekanker Neoplasma Jinak Ganas Faktor lokal: Penggunaan tembakau Alkohol Iritasi kronis gigi tiruan Tambalan menggantung OH buruk Kandidiasis Dll Faktor sistemik Defisiensi vitamin Anemia kekurangan zat besi Sipilis Dll

14 Kerangka Konsep Lesi Rongga Mulut Radang Kista Lesi Prekanker Neoplasma Jenis kelamin Umur Lokasi lesi Suku Cara pengambilan lesi Dokter pengirim

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Inflamasi merupakan respon fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli yang mengubah homeostasis jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan sempurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENDAHULUAN

DAFTAR ISI PENDAHULUAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------- DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

INSIDENSI LESI RONGGA MULUT YANG DIDIAGNOSA DI TIGA LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI DI MEDAN TAHUN

INSIDENSI LESI RONGGA MULUT YANG DIDIAGNOSA DI TIGA LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI DI MEDAN TAHUN 1 INSIDENSI LESI RONGGA MULUT YANG DIDIAGNOSA DI TIGA LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI DI MEDAN TAHUN 2007 2012 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1 Pendahuluan Ameloblastoma (berasal dari bahasa Inggris yaitu amel berarti email dan bahasa Yunani blastos yang berarti benih ), merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Tumor ini pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA 2.1 Definisi dan Etiologi Osteosarkoma 2.1.1 Definisi Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR. 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR. 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, HISTOPATOLOGIS DARI PINDBORG TUMOR 2.1 Definisi Tumor Odontogenik Epitelial Berkalsifikasi Tumor odontogenik epitelial berkalsifikasi, adalah tumor odontogenik yang jarang terjadi,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodonsium yang menutupi gigi dan berfungsi sebagai jaringan penyangga gigi. Penyakit periodontal yang paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rongga mulut merupakan salah satu tujuan kesehatan gigi, khususnya di bidang ilmu konservasi gigi. Idealnya gigi dalam keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian TB Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Kebanyakan lensa mata menjadi agak keruh setelah berusia lebih dari

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

4 Universitas Indonesia

4 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KISTA RAHANG 2.1.1 Definisi Kista adalah rongga patologik yang dibatasi oleh epitelium. (1-6) Kista berisi cairan atau setengah cairan yang bukan berasal dari akumulasi pus maupun

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Down Syndrome adalah salah satu kelainan kromosom disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan keseimbangan, koordinasi, dan gaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker mulut, istilah untuk tumor ganas yang terjadi dalam rongga mulut, termasuk kanker bibir, gingiva, lidah, langit langit rongga mulut, rahang, dasar mulut, orofaringeal,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan tembakau telah lama diketahui merupakan faktor yang merugikan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan tembakau telah lama diketahui merupakan faktor yang merugikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tembakau telah lama diketahui merupakan faktor yang merugikan kesehatan. Tembakau dapat menyebabkan penyakit kanker paru-paru, penyakit obstruksi paru kronis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Mulut 2.1.1 Definisi Neoplasma epitel yang bersifat invasif dengan berbagai derajat diferensiasi skuamosa serta kecenderungan untuk metastasis ke noda limpa, terjadi terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor odontogenik adalah tumor yang berasal dari jaringan pembentuk gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering ditemukan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk memperbaiki maloklusi sebelum seluruh gigi permanen erupsi sehingga perawatan orthodonti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

b. Tumor: massa jaringan abnormal yg tumbuh berlebihan, terus-menerus meskipun rangsang yang menimbulkannya telah hilang.

b. Tumor: massa jaringan abnormal yg tumbuh berlebihan, terus-menerus meskipun rangsang yang menimbulkannya telah hilang. Kasus: Seorang perempuan Ny. J berusia 40 th mnegeluh ada benjolan di payudara sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan tidak berwarna kemerahan dan tidak terasa nyeri. Pasien juga tidak mengeluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

Tahap-tahap penegakan diagnosis :

Tahap-tahap penegakan diagnosis : Tahap-tahap penegakan diagnosis : Pada dasarnya, penegakan diagnosis terbagi menjadi beberapa poin penting yang nantinya akan mengarahkan kita menuju suatu diagnosis yang tepat. Oleh karena itu, kita perlu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mukokel dan ranula merupakan dua contoh dari beberapa penyakit mulut yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit mulut tersebut, akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa abnormal pada jaringan yang tumbuh secara cepat dan tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap walaupun rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Xerostomia Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul apabila terjadinya pengurangan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi pulpa dapat disebabkan oleh iritasi mekanis. 1 Preparasi kavitas yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan salah satu bagian terkecil dari seluruh tubuh manusia, tetapi baik bagi tenaga kesehatan terutama dokter gigi merupakan bagian tubuh yang penting.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan yang memiliki penyakit infeksi bakteri pada

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH 1. Anatomi lidah Lidah terletak didasar mulut, ujung dan pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi bawah. Lidah secarara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah seseorang mengalami penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

26 Universitas Indonesia

26 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian mengenai distribusi dan frekuensi Kista Dentigerous menurut elemen gigi penyebab dan lokasi kelainan yang dilakukan di Poli Gigi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional

Lebih terperinci

Tujuan : memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yg rusak pada tempat itu.

Tujuan : memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yg rusak pada tempat itu. R A D A N G REAKSI PERADANGANϖ GAMBARANϖ MAKROSKOPIS PERADANGAN AKUT ASPEK CAIRAN PERADANGAN ϖ ASPEK SELULARϖ PERADANGAN JENIS DAN FUNGSI LEUKOSITϖ BENTUK PERADANGANϖ PEMULIHANϖ JARINGAN A. Reaksi Peradangan

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Radiasi sinar X dapat memberikan efek terhadap sistem kehidupan secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut goeno subagyo Jejak-jejak HIV-AIDS di mulut Mulut adalah organ yang unik Mikroorganisme penghuni nya banyak; flora normal dan patogen Lesi mulut dijumpai pada hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum kanker serviks diartikan sebagai suatu kondisi patologis, dimana terjadi pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol pada leher rahim yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan biasanya menimbulkan metastase.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Pembimbing: drg. Ernani Indrawati. Sp.Ort Disusun Oleh : Oktiyasari Puji Nurwati 206.12.10005 LABORATORIUM GIGI DAN MULUT RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia. tidak membedakannya sama sekali (David, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia. tidak membedakannya sama sekali (David, 1984). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala kemungkinan sejak ratusan ribu tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dari GLOBOCAN memperkirakan, terdapat sekitar 14,1 juta ditemukan kasus kanker baru dan tercatat 8,2 juta jiwa meninggal akibat kanker pada tahun 2012 di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan asupan nutrisi atau

Lebih terperinci