NASKAH PUBLIKASI PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASKAH PUBLIKASI PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS"

Transkripsi

1 NASKAH PUBLIKASI PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS Oleh : PUTRI RAHMA NOVIA IRWAN NURYANA KURNIAWAN PROGAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2 NASKAH PUBLIKASI PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Skripsi

3 3 Irwan Nuryana Kurniawan S.Psi, M.Si PENERIMAAN ORANGTUA PADA ANAK AUTIS Putri Rahma Novia Irwan Nuryana Kurniawan Penelitian yang ditulis mempunyai tujuan untuk mengetahui sejauh mana penerimaan orangtua pada anaknya yang merupakan anak dengan kebutuhan khusus. Penelitian ini juga diharapkan untuk menambah pengetahuan tentang anak dengan kebutuhan khusus dan penerimaan orangtua yang anaknya merupakan anak dengan kebutuhan khusus. Subyek dalam penelitian ini yaitu orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus, menyekolahkan anaknya pada yayasan atau sekolah untuk anak dengan kebutuhan khusus Cahaya Ananda. Penelitian yang dipakai yaitu metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara langsung dengan subyek yang merupakan dua orang ibu yang mempunyai anak Autis. Dari penelitian tersebut terdapat adanya variasi penerimaan di antara orangtua disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang menimbulkan variasi penerimaan orang tua di antaranya yaitu perkembangan anak. Orangtua yang banyak mengalami kesulitan dalam mengasuh anaknya, sering merasa putus asa. Orangtua merasa putus asa karena anak tidak menunjukkan kemajuan seperti yang diharapkan orangtua. Orangtua yang lain dapat menerima anaknya yang merupakan anak dengan kebutuhan khusus walaupun awalnya juga mengalami kesulitan yang sama seperti orangtua lain yang mempunyai anak dengan kebutuhan khusus, karena anak menunjukkan kemajuan yang baik, kemajuan yang sesuai dengan harapan orangtua maka orangtua akan lebih menerima anaknya yang merupakan anak dengan kebutuhan khusus. Kata kunci : Penerimaan, Anak Autis

4 4 Pengantar Tumbuh kembang yang normal pada anak adalah harapan bagi setiap orangtua. Orangtua selalu berharap anak yang dilahirkan adalah anak yang sehat dan normal. Tapi kadang Tuhan berkehendak lain. Salah satu cobaan bagi orangtua yaitu memiliki anak Autis (Haniman, 2001) Setiap orangtua mengharapkan anak-anak mereka tumbuh dewasa tanpa menghadapi masalah-masalah yang berarti. Mereka berharap anak-anak mereka tumbuh normal dan kelak berhasil dalam pendidikan dan kehidupan serta dapat menjadi kebanggaan keluarga. Persoalan dapat saja muncul dalam sebuah keluarga yang memiliki anak Autis. Sampai sekarang anak Autis semakin banyak. Disebutkan bahwa angka kejadian gangguan perkembangan Autis meningkat beberapa tahun terakhir ini. Di Indonesia kesan peningkatan juga terlihat di ruang day care Psikiatri Anak RSUD Dr. Soetomo. Jumlah pasien yang datang dengan gangguan perkembangan Autis ini jelas bertambah. Tahun-tahun sebelumnya tiap tahun hanya sekitar dua sampai tiga orang anak, pada tahun 2000 jumlahnya meningkat dengan tajam sampai kurang lebih 20 anak, demikian juga pada tahun-tahun berikutnya. Bertambahnya jumlah anak penyandang Autis ini tampaknya memacu orangtua untuk siap dengan keadaan anaknya yang merupakan anak Autis (Haniman, 2001). Seringkali orangtua tidak terlalu memahami mengenai anak Autis sehingga mereka merasa bimbang terhadap kondisi anaknya dan mengalami konflik dalam diri orangtua itu sendiri. Konflik tersebut terkait dengan keinginan dan harapan yang 1

5 5 tidak terpenuhi untuk memiliki anak yang bisa dibanggakan dalam lingkungan. Ketidaksesuaian terjadi antara kenyataan dan idealisme (Faridah, 2001). Perjuangan orangtua sangat diperlukan. Karena perjuangan orangtua bagi anaknya adalah suatu panggilan hidup dan suatu keharusan. Masih banyak kemungkinan yang tidak bisa diduga oleh orangtua yang anaknya merupakan anak Autis. Misalnya anak Autis memiliki keunikan tersendiri. Anak Autis tetaplah anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian dan cinta dari orangtua, saudara dan orang lain disekitarnya. Karena anak Autis juga anugerah dan kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan untuk dibesarkan, dididik dan dilatih. Orangtua seharusnya dan sepatutnya merasa sangat bangga telah diberikan kepercayaan oleh Tuhan (Faridah, 2001) Realitas-realitas yang sering terjadi pada orangtua yang anaknya merupakan anak Autis sangat kompleks. Sebagian orangtua mengalami shock, sedih, khawatir, malu dan takut saat pertama kali mengetahui hasil diagnostik bahwa anaknya merupakan anak Autis. Perasaan-perasaan seperti itu pada awalnya menimbulkan ketidakpercayaan orangtua pada dokter, psikiater dan psikolog. Maka untuk mencari ketenangan diri, orangtua mencari dokter, psikiater dan psikolog lain yang mungkin akan menyangkal diagnostik sebelumnya (Safaria, 2005) Orangtua yang dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa anaknya merupakan anak Autis, banyak orangtua yang dengan terpaksa menerima keadaan anaknya. Tentu saja menerima keadaan anak Autis tidaklah mudah. Anak yang mereka cintai merupakan anak Autis. Perasaan marah juga muncul ketika timbul perasaan iri pada teman-teman yang memiliki anak normal. Kebingungan dalam

6 6 menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari teman, keluarga besar atau orang lain yang menanyakan kondisi dan apa yang terjadi pada anaknya (Safaria, 2005) Kadang-kadang orangtua memiliki perasaan yang kuat untuk menolak keadaan bahwa anaknya merupakan anak Autis. Penolakan ini bukan malah meredakan kesedihan orangtua tetapi malah semakin menyiksa perasaan orangtua. Perasaan ini tanpa disadari dilampiaskan pada pasangan atau anak, sehingga cukup membuat beban dalam keluarga bertambah. Bagaimanapun sikap menerima dengan hati terbuka lebih baik dari pada sikap menolak keadaan anaknya karena akan menambah beban orangtua (Safaria, 2005) Sejalan dengan itu, Faridah (2001) menyebutkan bahwa sudah seharusnya orang tua menerima anaknya karena anak adalah titipan Tuhan. Orangtua yang mempunyai anak Autis dapat memberikan reaksi menerima dan menolak pada anaknya. Penerimaan orangtua sangat berperan penting dalam perkembangan anak dan sebaliknya, penolakan orangtua bisa menghambat perkembangan anak Autis. Safaria (2005) mendeskripsikan gangguan perkembangan Autis sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, aktivitas permainan yang repetitif dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya. Kuwanto dan Natalia (2001) menyatakan bahwa gangguan Autis merupakan gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi verbal dan non-verbal, bidang interaksi sosial, bidang perilaku dan emosi.

7 7 Dawson dan Hertzig (Santrock, 2002) menyatakan Autis ialah gangguan perkembangan yang parah yang meliputi ketidakmampuan dalam membangun hubungan sosial, ketidaknormalan dalam berkomunikasi, mempunyai pola perilaku yang terbatas dan perilaku yang berulang-ulang. Menurut Kannen (2006), anak Autis merupakan keterlambatan perkembangan perilaku yang menghambat kemampuan berkomunikasi, bicara, emosi perilaku dan ketrampilan motorik yang berdampak luas pada anak. Tidak bisa berbicara secara normal, berkomunikasi, berhubungan dengan orang lain dan belajar berinteraksi dengan seseorang. Anak Autis ini umumnya tidak mampu mengembangkan permainan yang kreatif dan imajinatif. Anak Autis termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku anak-anak Autis ini, yang antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada anak yang normal (Handoyo, 2003) Sampai saat ini para ahli belum menentukan apa penyebab Special Needs. Namun beberapa ahli berpendapat McCandless (2003) Special Needs merupakan sindroma yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti : a. Faktor genetik, diduga karena kromososm (ditemukan pada 5-20 % penyandang Autis) seperti kelainan kromososm yang disebut syndrome fragile x. b. Kelalaian otak, adanya kerusakan atau berkurangnya jumlah sel syaraf yang disebut sel purkenye. c. Kelainan neurotransmitter, terjadi karena impuls listrik antar sel terganggu alirannya.

8 8 d. Kelainan peptida pada otak. Dalam keadaan normal, gluten (protein gandum) dan kasein (protein susu) dipecah dalam usus menjadi peptida dan asam amino. Sebagian kecil peptida tersebut diserap di usus dan kemudian beredar dalam darah, bila berlebihan akan dikeluarkan melalui urine. Sebagian lainnya akan disaring kembali saat melewati batang darah otak, sehingga yang masuk ke dalam otak hanya sedikit dan berperan dalam peningkatan jumlah endorfin dan enfekali yang dibutuhkan dalam pengaturan aktifitas otak. Bila kadar endoruin dan enkefalin melebihi kebutuhan akan menyebabkan gangguan perilaku, persepsi, intelegensia emosi dan perasaan. Pada sebagian besar penyandang Autis turunan peptida yaitu gliadorpin dan casomorphin dalam urin jumlahnya berlebih yang menunjukkan adanya kelebihan peptida pada darah dan otak. e. Komplikasi saat ibu hamil dan persalinan. Komplikasi yang terjadi seperti pendarahan pada trisemester pertama gawat janin yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feses dan obat-obatan yang diminum ibu selama kehamilan. f. Kekebalan tubuh. Terjadi karena kemungkinan adanya interaksi gangguan kekebalan tubuh dengan faktor lingkungan. g. Keracunan. Keracunan yang paling banyak dicurigai adalah karena keracunan logam berat timah hitam (plumbum), arsen, antimoni, kadmium dan merkuri yang berasal dari polusi udara, air maupun makanan. h. Kejang. Setelah mengalami kejang beberapa anak menunjukkan gejala Autis Neale (Kuwanto dan Natalia, 2001) menyebutkan bahwa penyandang Autis sempat berkembang normal, namun perkembangan itu terhenti sebelum mencapai

9 9 usia tiga tahun dan kemudian tampak kemunduran serta tampak gejala-gejala Autis sebagai berikut : a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-nerbal - terlambat bicara. - berbicara dangan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain. - bila kata-kata mulai diucaokan, anak Autis itu sendiri tidak mengerti apa yang sudah diucapkan. - bicara tidak dipakai untuk komunikasi. - banyak meniru atau membeo (echolalia). - beberapa anak Autis pandai menirukan nyanyian, nada maupun katakatanya, tanpa mengerti artinya. - bila anak Autis menginginkan sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dengannya dan mengharap tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya. b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial - menolak dan menghindari tatapan mata. - tidak mau menengok bila dipanggil. - sering kali menolak bila dipeluk. - tidak ada usaha untuk memulai interaksi dengan orang lain. - lebih asyik bermain sendiri. - bila didekati untuk diajak bermain, anak Autis ini cenderung menjauh. c. Gangguan dalam bidang perilaku

10 10 - pada anak Autis terlihat adanya perliaku berlebihan atau excess (hiperaktif motorik seperti jalan mondar-mandir, melompat-lompat, mengulang suatu gerakan tertentu dan tantrum). Selain itu terdapat juga perilaku kekurangan atau deficit (duduk diam dengan tatapan kosong, melakukan permainan yang sama atau monoton, sering duduk terdiam melihat benda berputar). - kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu yang terus dipegang dan dibawa kemana-mana. - perilaku yang ritualistik. d. Gangguan dalam bidang perasaan atau emosi - tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, misalnya melihat anak menangis, anak Autis tidak merasa kasihan melainkan merasa terganggu dan mungkin anak yang menangis itu akan didatangi dan dipukul. - kadang anak Autis ini tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata. - sering mengamuk tidak terkendali, terutama bila tidak mendapatkan yang dia inginkan, anak Autis ini bisa menjadi agresif atau destruktif. e. Gangguan dalam persepsi sensoris - mencium-cium, menggigit mainan atau benda-banda apa saja. - bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga. - tidak menyukai rabaan dan pelukan - merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian yang kasar. Seperti teori dari Rohner (2001) penerimaan orangtua yaitu suatu efek psikologis dan perilaku dari orangtua pada anaknya seperti rasa sayang, kelekatan,

11 11 kepedulian, dukungan dan pengasuhan dimana orangtua tersebut bisa merasakan dan mengekspresikan rasa sayang kepada anaknya. Dalam kaitannya dengan ini, seperti yang dikatakan Stipek (2006) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara orangtua dan anaknya sedikitnya mempunyai tiga komponen yang utama. Pertama yaitu penerimaan. Dalam konteks ini, orangtua harus menerima keberadaan anak apa adanya, tanpa syarat apapun. Penerimaan total orangtua terhadap anak-anak memberikan rasa percaya diri yang tinggi kepada anak-anak dan mempercepat anak dalam proses pembelajaran dan perkembangan dirinya. Kedua, hubungan atau ikatan batin yang kuat antara orangtua dan anaknya menciptakan rasa aman secara emosi, tenteram dan bahagia menjadi dirinya sendiri. Ketiga, dukungan dari orangtua. Orangtua harus menghargai dan menghormati anak sebagai pribadi yang unik, sehingga mengembangkan segala potensinya untuk menjadi diri sendiri dan mandiri. Sikap orangtua menurut Faridah (2001) merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan orangtua pada anaknya yang merupakan anak Autis antara lain : 1. Hubungan cinta untuk semua anggota keluarga. Hubungan cinta yang sehat pada semua anggota keluarga menghasilkan energi positif dan para anggota keluarga akan semakin produktif, sehingga bisa bekerja sama dalam mendidik dan mengasuh anak Autis. 2. Pandangan individu bahwa anak merupakan titipan dan Tuhan

12 12 Orangtua percaya bahwa anak, bagaimanapun keadaan anak mereka adalah titipan Tuhan yang harus dijaga, dididik dan diasuh sebaik mungkin karena merupakan tenggung jawab orangtua pada Tuhan. 3. Pandangan individu terhadap nilai moral sebagai orangtua. Dalam kehidupan sehari-hari, orangtua mampu mencerminkan sikap menerima anaknya yang merupakan anak Autis untuk selalu dididk dan diasuh demi kemajuan anak. Faridah (2001) menyatakan orangtua yang memiliki anak Autis, memberikan banyak reaksi dalam penerimaan anaknya. Ada yang menerima dengan pasrah begitu saja dengan anaknya yang merupakan anak Autis. Ada pula orangtua yang sama sekali menolak kondisi anak Autis karena malu dan hancur. Ada pula yang menerima anaknya dengan penuh optimis serta mendukung demi kemajuan anaknya yang merupakan anak Autis. Ciri-ciri orangtua yang menerima anaknya yang merupakan anak Autis antara lain : 1. Menerima dengan lapang dada diagnosis dari dokter bahwa anaknya merupakan anak Autis. 2. Orangtua mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang anak Autis, untuk kemajuan anaknya dan kemajuan orangtua sendiri dalam membimbing dan mendidik anaknya yang merupakan anak Autis. 3. Orangtua memeriksakan anaknya secara berkala pada ahli, sehingga dapat mengetahui kondisi anaknya secara akurat dan aktual.

13 13 4. Menghubungi pusat terapi untuk anak Autis agar dapat membantu proses pendidikan anak Autis dan juga untuk berbagi pengalaman sesama orangtua yang memiliki anak Autis. 5. Melatih anak di rumah, terutama melatih anak untuk menolong diri sendiri. 6. Melakukan kontrol minimal seminggu sekali dan melakukan evaluasi kemajuan anak, walaupun hal itu merupakan hal yang kecil dan sederhana. 7. Orangtua melakukan terapi untuk kemajuan motorik kasar dan motorik halus. Metode Penelitian Penelitian ini memakai metode penelitian studi kasus dimana peneliti ingin memahami pengalaman subyek yang mempunyai anak Autis. Data penelitian berasal dari hasil wawancara kualitatif dengan subyek (Alsa, 2003) Pengumpulan data dioeroleh dari wawancara langsung dengan subyek dimana peneliti merekam dan mentransfer data tersebut ke dalam transkrip. Pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara memfokuskan pada bagaimana penerimaan orangtua yang mempunyai anak Autis (Alsa, 2003) Orangtua yang memiliki anak Autis merupakan subyek penelitian yang mempunyai gambaran tentang dirinya sendiri dalam menerima atau menolak anaknya. Maka dari itu diperlukan metode tepat untuk mengetahui pengalamanpengalaman orangtua dalam mengasuh, mendidik dan membimbing anaknya yang merupakan anak Autis lebih mendalam. Metode ini digunakan untuk mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari orangtua. Agar dapat memperoleh keterangan tentang penerimaan orangtua pada

14 14 anaknya yang merupakan anak Autis, maka peneliti menggunakan metode sebagai berikut : 1. Angket Skala penerimaan Orangtua Skala penerimaan orangtua ini digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan orangtua pada anaknya yang merupakan anak Autis. Hasil dan pengambilan data dengan angket ini menunjukkan tinggi rendahnya penerimaan orangtua. 2. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara merupakan daftar pertanyaan secara garis besar yang akan diberikan pada subyek penelitian. Dalam hal ini, pedoman wawancara diberikan kepada orangtua yang memiliki anak Autis yang menyekolahkan anaknya di Yayasan Anak Autis Cahaya Ananda sebagai subyek yang paling memahami dirinya sendiri. 3. Wawancara Wawancara adalah suatu percakapan tatap muka untuk memperoleh informasi sesuai dengan maksud yang ingin dicapai. Dalam hal ini pewawancara menanyakan masalah-masalah dan mencatat jawaban subyek (Chaplin, 2004) Metode wawancara ini dilakukan secara terarah dan memberikan keleluasaan kepada subyek untuk bercerita tentang pengalaman hidup bersama anaknya, terutama bagaimana penerimaan orangtua. Diharapkan subyek mau membuka diri untuk bercerita dalam suasana bebas bersama peneliti. Sebelum melakukan pengambilan data dengan metode wawancara, penerimaan orangtua diukur menggunakan skala penerimaan orangtua yang dibuat

15 15 oleh peneliti meliputi aspek komunikasi, aspek perhatian dan kasih sayang, aspek keterlibatan dengan anak dan aspek kepercayaan pada anak. Tingginya penerimaan orangtua terhadap anaknya yang merupakan anak Autis dapat dilihat dari skor tinggi pada skala ini. Skor dari angket diharapkan dapat memberi informasi secara garis besar bagaimana penerimaan orangtua, kemudian informasi ini digunakan untuk memilih orangtua mana yang akan diwawancarai. Pada penelitian kualitatif, dalam pengambilan data sangat bermacam-macam sesuai dengan masalah yang diteliti. Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu wawancara. Metode wawancara dilakukan untuk mengetahui secara langsung bagaimana orangtua menerima anaknya dan mengasuh anaknya yang merupakan anak Autis. Mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan orangtua bersama anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil wawancara akan ditulis dalam bentuk teks oleh peneliti untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana proses wawancara dilaksanakan. Wawancara dalam penelitian ini, terlebih dahulu dengan membuat pedoman wawancara mengenai bagaimana penerimaan orangtua. Hal ini dilakukan agar dalam wawancara, pertanyaan tetap terfokus pada tujuan penelitian. Pedoman wawancara tersebut adalah : 1. Pendapat orangtua tentang Autis dan anak Autis saat diagnosa. 2. Bagaimana perasaan orangtua saat diagnosa anak? 3. Masa tersulit yang dialami subyek. 4. Bagaimana orangtua menghadapi masa sulit? 5. Sikap penerimaan orangtua sekarang. 6. Harapan orangtua.

16 16 Alsa (2003) menyebutkan untuk menganalisis data kualitatif dengan cara wawancara langsung dengan subyek, peneliti menyusun statement dan deskripsi wawancara untuk menunjukkan penerimaan subyek pada anaknya. Untuk mengetahui tinggi rendahnya penerimaan orangtua terhadap anaknya yang merupakan anak Autis digunakan skala penerimaan orangtua. Angket yang diisi oleh subyek menggambarkan secara garis besar penerimaan orangtua pada anaknya yang merupakan anak Autis. Dari skor angket dapat memberikan informasi orangtua mana yang akan berpartisipasi untuk pengambilan data selanjutnya yaitu wawancara. Pengambilan data melalui skala sikap dalam penelitian ini dilakukan dengan alasan : a. Akan memperoleh jawaban langsung sehingga lebih efektlf dari segi waktu, biaya dan tenaga. b. Adanya asumsi bahwa subyek merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri. c. Dengan situasi yang diinginkan subyek diharapkan dapat mengemukakan pendapat dan jawaban sebenarnya dan secara terbuka. Analisis data dalam penelitian yaitu tahap wawancara ini dilakukan dengan menyajikan data dan menarik kesimpulan. Analisis data dilakukan secara kualitatif, diantaranya yaitu : 1. Mengumpulkan data dengan cara wawancara memakai tape recorder untuk mendapatkan data akurat dari subyek. 2. Menyajikan data dari tape recorder ke dalam bentuk teks.

17 17 3. Menarik kesimpulan dari data. Metode wawancara dipilih karena merupakan salah satu cara mendapatkan data secara langsung dari subyek. Subyek dapat bebas bercerita sesuai dengan pengalaman pribadinya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan peneliti. Dari jawaban subyek, peneliti dapat menyimpulkan sesuai dengan topik penelitian yaitu penerimaan orangtua pada anaknya yang merupakan anak Autis. Hasil Penelitian Subyek merupakan ibu salah satu orangtua yang memiliki anak Autis. Subyek sebagai ibu rumah tangga memberikan pengasuhan penuh mulai dari anaknya lahir sampai sekarang tanpa bantuan babysitter ataupun pembantu. Subyek didampingi suami dalam pengasuhan anak saat sore sampai malam karena suaminya bekerja. Perbandingan waktu bersama anak antara subyek dengan suami jelas ada. Subyek mempunyai waktu lebih lama bersama anak dibandingkan dengan suami, sehingga subyek sangat peka dengan anak. Keterkaitan emosi antara ibu dan anak sangat terjalin walaupun anaknya merupakan Autis. Waktu bersama anak yang relatif banyak ini membuat subyek bisa memberikan perhatian penuh pada anak. Sampai pada subyek menemukan keanehan demi keanehan pada anaknya. Subyek menampakkan sikap positif dan kooperatif saat wawancara berlangsung. Subyek memberikan jawaban pada setiap pertanyaan. Bukan hanya itu, subyek mau bercerita dan berbagi tentang pengalaman baik bersama anaknya sampai menemukan masa sulit yang sempat membuat subyek sangat stress. Hidup bersama Autis bagi subyek merupakan ujian dari Tuhan, karena subyek percaya ada

18 18 mukjizat Tuhan untuk masa depan anaknya. Subyek merasa anaknya adalah titipan Tuhan yang dipercayakan pada subyek sehingga subyek sangat bersyukur bagaimanapun keadaan anaknya. Segala upaya untuk kesembuhan ataupun pendidikan anak subyek, subyek akan selalu mengusahakan. Subyek adalah seorang ibu yang single parent, mengasuh anaknya yang merupakan anak Autis. Subyek menceritakan bahwa saat gejala Autis pada anaknya muncul, subyek belum tahu kalau gejala tersebut adalah gejala Autis. Mulai dari terlambat bicara, hiperaktif, tidak merespon panggilan, menyukai benda berputar dan memutar benda atau mainan. Subyek merasa ada yang tidak beres dengan anaknya saat itu, sehingga subyek mulai berkonsultasi ke dokter syaraf sampai ke psikiater dan akhirnya anak subyek didiagnosa Autis. Subyek saat itu belum mengerti betul apa yang dimaksud dengan Autis. Namun setelah mempelajari dan mencari informasi, subyek mengalami stress dan bingung harus berbuat apa. Apa lagi saat subyek melewati masa sulit melatih anaknya toilet training, subyek medapat banyak kesulitan diantara suatu keharusan dan kasihan melihat anaknya berontak dan menangis. Subyek juga melatih anaknya untuk bantu diri misalnya makan, minum, memakai celana, memakai baju, mandi dan buang air besar sendiri. Subyek sangat bersyukur kepada Tuhan karena anaknya sudah mulai bisa mengerjakan kepentingannya sendiri seperti makan, minum, mandi dan buang air besar sendiri. Kemajuan yang dialami oleh anak subyek tidak sekaligus, namun setahap demi satahap sampai akhirnya sekarang anak subyek sudah masuk SD kelas satu dan mampu mengikuti pelajaran sekolah umum tersebut. Hal ini yang memotivasi subyek

19 19 untuk selalu memberi semangat kepada orangtua yang juga memiliki Autis untuk terus dan berpikir positif tentang kemajuan anaknya serta selalu bersyukur atas apa yang Tuhan berikan. Pembahasan Deteksi dini perilaku Autisme pada anak, dapat mempercepat langkah-langkah yang harus diambil segera oleh orangtua, terutama dalam penelitian ini ibu. Kadang kala orangtua mengalami kesulitan untuk melakukan deteksi dini karena ketidaktahuan orangtua tentang kejanggalan-kejanggalan yang terjadi pada anaknya. Banyak orangtua yang sudah terlambat melakukan deteksi, artinya usia anak sudah melebihi lima tahun, bahkan ada yang membawa anaknya untuk periksa pada saat umur anak 15 tahun (Handojo, 2003). Berdasarkan penelitian, subyek cenderung menangkap keanehan pada diri anaknya sejak dini. Subyek memiliki kepekaan sebagai ibu tentang terlambat bicara anak dan polah tingkah yang tidak terkontrol serta tidak memiliki kendali diri terhadap bahaya misalnya kejatuhan kursi. Menurut Marion (Hastuti & Zamralita, 2004) seringkali orangtua tidak memahami mengenai autis sehingga mereka merasa bimbang terhadap kondisi anaknya dan mengalami konflik dalam diri yang terkadang membuat orangtua sulit menerima anaknya. Subyek sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang autis, Autis misalnya. Subyek tidak tahu apakah itu Autis. Sampai pada akhirnya diagnosa dokter menyatakan anaknya menderita Autis dan butuh penanganan seumur hidup, subyek merasa hal ini cukup berat bagi subyek. Memiliki autis tidaklah pernah menjadi impian orangtua. Safaria (2005) menyatakan kebanyakan

20 20 orangtua mengalami shock bercampur perasaan sedih, khawatir, cemas, takut dan marah ketika pertama kali mendengar diagnosis bahwa anaknya merupakan autis. Perasaan tidak percaya bahwa anak yang dicintainya harus menderita suatu gangguan yang menyebabkan anaknya tidak berkembang secara kognitif, emosi dan sosial sebagaimana anak yang lain. Ketika orangtua menghadapi suatu kenyataan bahwa anak mereka adalah autis, sikap apa yang harus kita ambil sebagai orangtua? (McCandless, 2003). Subyek sudah mulai curiga dengan keanehan yang terjadi pada anak. Sampai suatu ketika subyek memutuskan untuk mengetahui apa yang terjadi pada anaknya. Mulai dari dokter anak, dokter spesialis syaraf, psikiater dan mengikutsertakan anak mereka ke tempat terapi autis. Menurut Hastuti & Zamralita (2004) keadaan keterlambatan perkembangan anak membuat orangtua menjadi putus asa dan merupakan aib dalam keluarga. Mulanya orangtua menemukan masalah yang amat menakutkan karena memiliki autis (Danuatmaja, 2003). Salah satu subyek pada awalnya mengalami kesulitan untuk mengenalkan anaknya pada keluarga besar dan lingkungan di sekitas rumahnya. Subyek menyatakan sempat ada desakan dari keluarga besar untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah umum. Demikian juga lingkungan sekitarnya yang masih awam dengan kondisi anak subyek. Tekanan dari pihak luar sempat membuat subyek merasa putus asa. Seiring berjalannya waktu dan kejadiankejadian yang secara tidak langsung menjelaskan pada keluarga besar dan lingkungan disekitar rumah subyek bahwa keadaan anaknya berbeda dengan anak yang normal. Kesedihan, keraguan tentang masa depan, dan kekecewaan dirasakan

21 21 oleh sebagian besar orangtua yang memiliki autis. Dengan kata lain, sebagai orangtua tidak hanya menghadapi penderitaan dan perasaan kehilangan karena kelainan anak, akan tetapi juga frustasi yang disebabkan kondisi tersebut (McClure, 2006). Subyek merasakan shock,down dan bingung setelah semakin banyak informasi tentang anak dengan kebutuhan khsus dipelajari. Subyek mulai cemas dengan masa depan anak. Dapatkah anda membayangkan bagaimana rasanya ketika masa-masa sulit itu tiba-tiba jatuh di pundak kita? Akankah kita akan menutup mata dan bersikap seolah-olah anak kita tidak pernah mengalaminya? (McCandless, 2003). Subyek mengalami masa sulit saat melatih anaknya toilet training. Menurut subyek, salah satu ciri anak Autis yaitu obsesif dengan suatu hal. Salah satu yang dialami anak subyek yaitu obsesif dengan tempat buang air besar. Anak menganggap tempat buang air besar di halaman belakang. Karena menurut subyek, halaman belakang bukan untuk buang air besar dan kebiasaan ini bila dilanjutkan akan sangat buruk bagi anak, maka subyek melatih anak untuk buang air besar di kloset. Masa sulit ini sangat melelahkan bagi subyek karena pada awalnya anak berontak dan menangis. Demi masa depan anak, dengan susah payah dan perjuangan mengalahkan ego anak, subyek terus melatih anaknya untuk buang air besar di kloset. Permasalahan yang dihadapi orangtua, sebagian besar mengacu pada tingkah laku dan emosi anak. Pengasuhan sehari-hari merupakan masalah yang cukup membebani orangtua. Hal ini dikarenakan autis membutuhkan pengawasan yang berbeda dari anak-anak lainnya. (Hastuti & Zamralita, 2004). Subyek menceritakan beberapa masa sulit yang dialami bersama anaknya. Perilaku anak yang tidak

22 22 terkontrol, membuat rumah sedikit berantakan, tidak bisa duduk manis apabila bertamu ke rumah orang lain, sering menyerang diri sendiri atau tantrum dan belum bisa lancar berbicara dan juga belum mengerti apabila orang lain berbicara pada anak. Puncak masa sulit yang dialami subyek yaitu anaknya sempat hilang dari pengawasan saat bersepeda. Sedikit kelalaian saja bisa fatal akibatnya. Subyek mengira anaknya tidak akan bersepeda jauh dan hanya mengelilingi komplek perumahan saja. Setelah beberapa waktu menunggu anaknya tidak pulang, subyek berusaha mencari ke seluruh gang kompleks rumahnya. Subyek tidak menemukan anaknya. Diluar dugaan subyek, anaknya bersepeda hingga keluar komplek perumahan tempat tinggalnya. Bukan hanya itu, anaknya bersepeda di jalan raya yang juga merupakan jalan propinsi di mana kendaraan besar seperti truk, bis dan mobil banyak melewati jalan tersebut. Anak ini ditemukan oleh seorang polisi karena menerobos lampu merah. Setelah ditanyai, polisi melihat bahwa anak tersebut bertingkah aneh. Setelah dibawa ke kantor sosial dan disitu ada tetangga subyek yang melihat anaknya dibawa polisi, maka tetangga tersebut memberitahukan pada subyek. Perasaan cemas, shock, takut dan bingung yang bercampur aduk membuat subyek sempat tidak sadarkan diri dan masih mengalami trauma hingga wawancara dilakukan. Orangtua melatih anaknya dengan dibekali prinsip-prinsip dasar autis dan pelatihannya, ceramah-ceramah berkala, buku-buku, video-video yang melibatkan anak dan orangtua (Haniman, 2001). Dengan pengalaman subyek memeriksakan anaknya hingga menyekolahkan anaknya ke pusat terapi autis, subyek juga berusaha melatih anaknya dirumah seperti yang sudah dipelajari di pusat terapi.

23 23 Mulai dari belajar duduk, bantu diri (misal : minum, makan, melepas dan memakai celana, buang air kecil dan buang air besar) sampai sekarang anaknya sudah masuk sekolah umum kelas satu sekolah dasar. Subyek juga rajin mengikuti seminar, mail-list dan komunitas-komunitas lain yang mana bertujuan untuk saling bertukar pikiran mengenai anaknya yang merupakan autis. Para orangtua diharapkan dapat menjadi terapis yang baik untuk anaknya yang merupakan autis (Haniman, 2001). Subyek melatih anak sama seperti apa yang diajarkan terapis saat melatih anaknya. Sehingga anak dapat segera bisa menguasai atau paling tidak anak dikenalkan dengan materi yang nantinya bermanfaat untuk masa depan anak. Orangtua harus memperkaya pengetahuannya tentang autis, terutama pengetahuan mengenai terapi yang tepat dan sesuai dengan anak (Danuatmaja, 2003 ). Untuk menangani terapi autis, kedua subyek mempercayakan pada pusat terapi yang selama ini melatih dan mendidik anak subyek. Namun subyek tidak hanya pasarah dengan apa yang diajarkan terapis pada anaknya, namun juga melatih anak di rumah agar anak konsister dengan kemampuannya. Sebagai orangtua yang mempunyai autis mempunyai tanggung jawab yang harus dipikul untuk perkembangan anak (McClure, 2006). Mendekatkan diri pada Tuhan banyak membantu orangtua untuk menyadari bahwa hikmah dalam kehidupan yang mereka dapatkan salah satunya dengan mempunyai autis (Danuatmaja, 2003).

24 24 Sebagai orangtua memiliki kepercayaan yang kuat pada Tuhan dan merasa kehilangan jika tidak menyebutkan itu sebagai sumber kedamaian dan kekuatan utama di dalam kehidupan orangtua yang mempunyai autis (McClure, 2006). Penerimaan orangtua pada autis, mencerminkan bagaimana orangtua bersikap saat mulai anak didiagnosa, menyesuaikan diri dengan anak, proses menerima keadaan anak sampai melewati masa-masa sulit. Penerimaan orangtua pada anaknya sangat terbukti. Dapat dilihat dari hasil wawancara bahwa walaupun anaknya merupakan autis, orangtua selalu berusaha untuk kemajuan anaknya. Mulai terapi di pusat terapi, obat, suplemen, rutin ke psikiater sampai ke pengobatan alternatif. Hal ini dikarenakan orangtua percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga, diasuh dan dididik sebaik mungkin. Orangtua sadar bahwa usaha yang silakukan selama ini harus diiringi doa untuk kemajuan buah hatinya. Penerimaan orangtua tercermin dalam kehidupan sehari-hari sesuai hasil wawancara dan memebentuk dinamika sikap orangtua. Orangtua yang memiliki autis bahkan merasa bangga karena menjadi orangtua yang istimewa. Keyakinan itu muncul karena dengan dianugerahi anak yang khusus, maka orangtua membutuhkan kesabaran yang ekstra dalam pengasuhan dan mendidik anak, dengan begitu orangtua percaya akan mendapatkan pahala yang ekstra juga dari Tuhan. Keseluruhan data yang diperoleh peneliti menunjukkan penerimaan orangtua yang memiliki autis. Sikap ini dibuktikan bahwa orangtua percaya anak adalah titipan Tuhan. Orangtua percaya harus mendidik, merawat dan mengasuh anaknya sebaik mungkin. Kondisi autis memang memerlukan usaha lebih dari orangtua, tapi

25 25 orangtua percaya apa yang dilakukan untuk anaknya merupakan usaha demi kebaikan anak. Agar suatu saat anak bisa mengontrol dirinya sendiri dan bantu diri atau mandiri. Namun demikian, tingkat penerimaan orangtua berbeda. Sesuai dengan wawancara, hal ini disebabkan oleh perbedaan perkembangan anak. Subyek menyatakan menerima anaknya yang merupakan autis walaupun dalam kehidupan sehari-hari subyek sering merasa putus asa dengan perkembangan anaknya yang seolah-olah berhenti. Selain putus asa karena perkembangan anaknya yang bisa dibilang lambat, subyek juga sering merasa putus asa dengan masa depan anaknya nanti karena untuk mengontrol diri saja anaknya belum bisa. Subyek masih sering menghadapi kesulitan dalam mengasuh anak misalnya karena anaknya sering tantrum, belum bisa mengendalikan diri, belum lancar bicara dan belum mengerti perintah dari orang lain. Kesulitan-kesulitan ini yang kadang membuat subyek putus asa dengan masa depan dan perkembangan anakknya. Subyek yang lain menyatakan sejauh ini anaknya yang merupakan autis sudah menunjukkan banyak perbaikan. Mulai dari bantu diri, akademik dan perilakunya. Subyek mengalami masa sulit saat anaknya belum bisa mematuhi perintah. Sehingga anak cenderung semaunya sendiri. Masa-masa sulit sudah dilewati subyek. Sekarang subyek sudah merasa jauh lebih lega karena anaknya sudah bisa mandiri, misalnya memakai baju sendiri, makan, minum sendiri, mandi sendiri dan buang air kecil dan buang air besar sendiri. Bahkan saat ini subyek menyatakan bahwa subyek sangat bangga dengan anaknya yang merupakan autis yang sudah bisa mandiri dan masuk sekolah umum.

26 26 Pengambilan data dalam penelitian ini dapat didukung dengan observasi guna menambah data, tapi observasi tidak dapat dilakukan peneliti pada saat orangtua dan anak berada di rumah untuk melihat kehidupan sehari-hari secara nyata. Orangtua yang memiliki autis berharap anaknya tumbuh dengan normal dan kelak berhasil dalam kehidupan dan pendidikan serta dapat menjadi kebanggaan keluarga (Hastuti & Zamralita, 2004). Kebanyakan orangtua selalu mempertanyakan bagaimana kemungkinan sembuh bagi anaknya yang merupakan autis. Orangtua sering mencemaskan masa depan anaknya. Bagaimana nanti kalau orangtuanya sudah tiada. Belum lagi bagaimana autis mencari sumber penghidupannya. Bagaimana pula dengan masalah jodohnya kelak (Handojo, 2003). Subyek sangat berharap masa depan anaknya akan sesuai dengan apa yang diharapkan orangtua yang lain. Keadaan anak yang merupakan autis membuat orangtua tidak bisa berandai-andai tentang masa depan anaknya tersebut. Paling tidak orangtua ingin anaknya bisa mengendalikan dirinya sendiri (tidak hiperaktif lagi), mandiri, bisa melakukan keperluannya sendiri, seperti makan, minum, memakai baju, buang air besar, buang air kecil dan mandi sendiri. Untuk kemajuan akademik, subyek tidak terlalu menuntut. Menurut sebyek, asalkan anak bisa mengikuti pelajaran yang diberikan, maka subyek sudah sangat bersyukur. Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua menerima anaknya yang merupakan autis karena menurut orangtua anak adalah titipan Tuhan dan orangtua merasa anak anak adalah tanggung jawab orangtua. Walaupun

27 27 dalam menjalankan tanggung jawabnya, orangtua membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang lebih dibanding orangtua lain yang mempunyai anak normal. 2. Adanya variasi penerimaan di antara orangtua karena faktor perkembangan anak. Orangtua yang banyak mengalami kesulitan dalam mengasuh anaknya, sering merasa putus asa. Orangtua merasa putus asa karena anak tidak menunjukkan kemajuan seperti yang diharapkan orangtua. Orangtua yang lain dapat menerima anaknya yang merupakan autis walaupun awalnya juga mengalami kesulitan yang sama seperti orangtua lain yang mempunyai autis, karena anak menunjukkan kemajuan yang baik, kemajuan yang sesuai dengan harapan orangtua maka orangtua akan lebih menerima anaknya yang merupakan autis. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut : 1. Saran untuk pusat terapi anak Autis Cahaya Ananda. Mensosialisasikan pada orangtua lain tentang autis. memberikan informasi tentang gejala perilaku autis, memberi informasi apa yang sebaiknya dilakukan orangtua apabila mendapati anaknya menunjukkan gejala autis serta memberikan motivasi pada orangtua yang baru menyadari bahwa anaknya merupakan autis untuk selalu berusaha demi perkembangan anaknya.

28 28 Memberikan motivasi pada orangtua untuk tidak putus asa dalam mengasuh autis. 2. Saran untuk peneliti selanjutnya. Penelitian ini lebih berfokus pada penerimaan orangtua pada autis dengan metode angket untuk menentukan orangtua mana yang akan diwawancarai. Wawancara cukup intens, tapi hanya dilakukan satu kali karena peneliti tidak mau mengganggu aktifitas dan kesibukkan subyek.

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY Pedoman Identifikasi Anak Autis Sukinah jurusan PLB FIP UNY Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

Chapter I AUTISMA Autisma

Chapter I AUTISMA Autisma Chapter I AUTISMA Autisma berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Autisma merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang anak dikatakan tumbuh dapat dilihat dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitas dari waktu ke waktu, dari satu tahap ke tahap berikutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang autisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. secara Psikologis,

Lebih terperinci

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS 2.1 Definisi Informasi Informasi adalah ilmu pengetahuan yang didapatkan dari hasil belajar, pengalaman, atau instruksi. Namun informasi memiliki banyak arti bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang meluas, meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah ditemukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng Klingsingan Surabaya Faktor penyebab klien terkena epilepsi terjadi karena faktor eksternal. Yaitu faktor yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900

BAB I PENDAHULUAN. istri (Mangunsong, 1998). Survei yang dilakukan Wallis (2005) terhadap 900 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya setiap pasangan perkawinan menginginkan anak sebagai penerus keturunan. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi pasangan suami istri (Mangunsong, 1998).

Lebih terperinci

LETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

LETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini LAMPIRAN LETTER OF CONSENT Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Usia : Alamat : Menyatakan bersedia dengan sukarela untuk Membantu peneliti dalam menyusun penelitiannya yg berjudul

Lebih terperinci

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1 Ternyata Dimas Autis Berawal dari Kontak Mata 1 Kenali Autisme Menghadapi kenyaataan Dimas autis, saya banyak belajar tentang autisme. Tak kenal maka tak sayang, demikian kata pepatah. Tak kenal maka ta

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang BAB I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah penelitian Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang sempurna, tetapi terkadang keinginan tersebut bertolak belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat. menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat. menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memiliki anak merupakan hal yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehdiran anak bukan saja mempererat tali cinta pasangan,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada anak autis perilaku tantrum sering muncul sebagai problem penyerta kerena ketidakstabilan emosinya, banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan seorang anak baik secara fisik maupun psikologis merupakan hal yang penting bagi orang tua khususnya ibu. Perkembangan fisik dan psikologis anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Kehadiran anak diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang yang sudah menikah menginginkan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. Dalam Proses Penyembuhan Kesehatan Mental Klien Rumah Sakit Jiwa Tampan

BAB III PENYAJIAN DATA. Dalam Proses Penyembuhan Kesehatan Mental Klien Rumah Sakit Jiwa Tampan BAB III PENYAJIAN DATA Pada bab III ini merupakan data yang disajikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data

Lebih terperinci

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira Apakah Autisme Itu? A U T I S M E Gangguan Perkembangan Neurobiologis yg Kompleks, yang terjadinya atau gejalanya sudah muncul pada anak sebelum berusia Tiga tahun. Gangguan perkembangan yg terjadi mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

Perkembangan Emosi Pada Bayi

Perkembangan Emosi Pada Bayi Perkembangan Emosi Pada Bayi Oleh Sutji Martiningsih Wibowo Sumbangan tulisan untuk Buletin Akhwat Yayasan Islam Paramartha Pilihan topik bahasan kali ini adalah Perkembangan emosi pada bayi yang mungkin

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda.

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda. BAB V PEMBAHASAN A. Rangkuman Hasil Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda. Anak subyek 1 didiagnosis epilepsi pada saat usia empat tahun, anak subyek 2 pada usia lima tahun, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTIS DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTIS DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTIS DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Diajukan oleh : PITTARI MASHITA PURNOMO F. 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting, banyak faktor internal maupun external yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya adalah kematangan

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai self esteem pada wanita yang menderita infertilitas, maka peneliti dapat menyimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerapan Toilet Training 1. Pengertian Toilet Training Toilet training atau latihan berkemih dan defekasi adalah salah satu tugas perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun).

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai BABl PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai dari masa pra lahir, masa bayi, masa awal anak-anak, pertengahan masa anakanak dan akhir

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. 3. Pernahkah anda melakukan usaha untuk menggugurkan kandungan? tua/pasangan/orang-orang terdekat anda?

PEDOMAN WAWANCARA. 3. Pernahkah anda melakukan usaha untuk menggugurkan kandungan? tua/pasangan/orang-orang terdekat anda? LAMPIRAN 59 PEDOMAN WAWANCARA 1. Bagaimana perasaaan anda ketika anda mengetahui bahwa anda sedang hamil? 2. Apa yang anda lakukan ketika anda mengetahui bahwa anda sedang hamil? 3. Pernahkah anda melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Anak merupakan anugerah terindah yang dimiliki oleh orang tua. Namun anugerah tersebut kadang-kadang memiliki kekurangan atau banyak dari mereka yang mengalami gangguan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Karakteristik Guru sebagai Pembimbing di Taman Kanak-kanak 127 KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Guru adalah pembimbing bagi anak taman kanak-kanak. Proses tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam inovasi baru bermunculan dalam dunia kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan semakin mengutamakan komunikasi dalam

Lebih terperinci

Angket 1 No Pernyataan SS S TS STS

Angket 1 No Pernyataan SS S TS STS Identitas Diri Subyek : Nama : Usia : Berat Badan : Isilah dengan memberi tanda [ ] pada pernyataan yang sesuai dengan jawaban anda. Beri Tanda [ ] bila : SS : Menunjukkan bahwa pernyataan tersebut Sangat

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN 71 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 Skala Burnout pada Perawat ICU 72 73 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA Jl. Pawiyatan Luhur IV No. 1 Bendan Dhuwur Semarang 50234 Dengan hormat, Di

Lebih terperinci

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty.

Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty. Penyuluhan Perkembangan Anak Usia Dini dan Anak Hyperactive Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Chr Argo Widiharto, Suhendri, Venty Abstrak Kesibukan orangtua yang bekerja berdampak pada kurang diperhatikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi munculnya fenomena anak autis yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan umum selayaknya anak normal atau bahkan banyak dari

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Mengapa ada anak yang tampak menyendiri, ketika anak anak lain sebayanya sedang asyik bermain? Mengapa ada anak yang tampak sibuk berbicara

Lebih terperinci

LAMPIRAN. repository.unisba.ac.id

LAMPIRAN. repository.unisba.ac.id LAMPIRAN LAMPIRAN Correlations DukunganSosial Resiliensi Correlation Coefficient 1,000,723 * Dukungan Sosial Sig. (2-tailed).,004 Spearman's rho Resiliensi Correlation Coefficient,723 * 1,000 Sig. (2-tailed),004.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang wanita dalam kehidupan berkeluarga memiliki peran sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak. Autis pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Istilah autis sudah cukup populer di kalangan masyarakat, karena banyak media massa dan elektronik yang mencoba untuk mengupasnya secara mendalam. Autisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permulaan masa pertengahan dan akhir anak-anak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu sekolah dasar, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Manusia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia tidak bisa lepas dari hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini yang menjadi pondasi bagi pendidikan selanjutnya sudah seharusnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir sempurna tanpa ada kekurangan baik fisik maupun mentalnya. Akan tetapi, terkadang terjadi keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan diri menurut Hurlock (1973) adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu

Lebih terperinci

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu? Lampiran 1 Kerangka Wawancara Anamnesa Dimensi Cohesion Separateness/Togetherness 1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan tidak hanya menawarkan kebahagiaan tetapi juga penderitaan kepada manusia. Human life can be fullified not only in creating and enjoying, but also

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1980, jarang ditemukan penyandang autisme. Namun akhir-akhir ini, jumlah penyandang autisme terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari lembaga

Lebih terperinci

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto 1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa pasangan suami istri menginginkan keturunan sebagai bagian dari keluarga mereka. Pasangan suami istri pasti berharap untuk mendapatkan anak yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme. Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme. Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma JURNAL BAB 1 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Pembahasan : Tumbuh Kembang Anak dan Cara Deteksi Dini menggunakan KPSP Sasaran : Keluarga Bapak S Hari/Tanggal : Senin, 01 Agustus 2016 Tempat : Rumah Bapak S Waktu : Pukul

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

PERSIAPKAN DIRI ANDA SEBELUM, SELAMA DAN SETELAH MASA KEHAMILAN

PERSIAPKAN DIRI ANDA SEBELUM, SELAMA DAN SETELAH MASA KEHAMILAN Menikah dan memiliki keluarga merupakan impian setiap manusia dan setiap orang yang menikah pasti mendambakan kehadiran seorang anak yang sehat, cerdas, kreatif, baik dan soleh/sholehah. Untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci