BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan. Proses perkembangan dimulai dari hal yang umum ke khusus. Seorang anak akan menyebutkan semua wanita mama sebelum ia mampu membedakan mana ibu dan pengasuh. Dalam perkembangan sosial, berubah sedikit demi sedikit dari bermain sendiri, dengan saudara, anak tetangga dan lebih luas lagi. Jumlah suku kata yang sedikit akan bertambah seriring bertambahnya umur sehingga mengucapkan rangkaian kata. Tahapan perkembangan berlangsung secara berurutan dalam tempo perkembangan tertentu. Semakin lambat masa perkembangan dibandingkan dengan norma umum yang berlaku menunjukkan adanya tanda gangguan ataupun hambatan dalam perkembangan (Singgih, 1997). Terkadang ada perkembangan pada anak yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan pada umumnya. Pada usia tertentu anak belum dapat berbicara dengan kata-kata yang jelas, mengulang kalimat yang ditanyakan, pandangan mata anak tidak terfokus pada orang yang mengajaknya berbicara, ketika dipanggil tidak menoleh tapi malah diam saja, terpaku pada suatu barang, lebih suka bermain sendiri daripada bermain bersama teman-temannya dan berbagai perilaku lainnya. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan, anak tidak memperlihatkan 1

2 2 kemampuan gesture (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan, anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan, anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan, anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu. Hal-hal tersebut mengarah pada keterampilan dasar sosial mereka (Singgih, 1997). Seperti yang terjadi pada anak autis yang ditandai dengan ciri-ciri kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional, sulit dalam komunikasi timbal balik, minat terbatas, dan perilaku tak wajar disertai gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipic). Gejala ini biasanya telah terlihat sebelum usia 3 tahun ( Jawa Pos, Agustus 2005). Autis adalah gangguan perkembangan pada anak dengan 3 ciri atau gejala utama, yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan pola tingkah laku atau minat yang repetitif dan stereotip. Gejala autis ini sangat bervariasi dan sudah timbul sebelum anak tersebut berumur 3 tahun. Selain bervariasi, intensitas gejala autis juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat. Itu sebabnya, gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA) ( sehingga pada awalnya cukup sulit untuk mengenali anak dengan gangguan autis dan sebisa mungkin dideteksi sedini mungkin. Autis bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitar sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri (Handojo, 2003). Jenis perilaku autis, yaitu perilaku eksesif (berlebihan) dan

3 3 perilaku defisit (berkekurangan). Perilaku eksesif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul, sering terjadi anak yang menyakiti diri sendiri (self abuse). Perilaku defisit (berkekurangan), yang ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun. (Handojo, 2003). Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya, mungkin sudah melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata. Yang paling penting adalah deteksi dan diagnosa dini, sehingga anak yang terdiagnosa autis bisa segera menjalani terapi. Penanganan yang sudah tersedia di Indonesia antara lain terapi perilaku, terapi wicara, terapi komunikasi, terapi okupasi, terapi sensori integrasi, dan pendidikan khusus. Beberapa dokter melakukan penatalaksanaan penanganan biomedis dan diet khusus. Penanganan lain seperti integrasi auditori, oxygen hiperbarik, pemberian suplemen tertentu, sampai terapi dengan lumba-lumba, juga sering ditawarkan ( Terapi dapat dilakukan di rumah sakit atau klinik yang menangani anak autis. Karena dengan melakukan terapi, orang tua pun cukup berperan demi perkembangan anaknya. Ketika melakukan terapi, beberapa dokter memberikan saran untuk memberikan obat untuk anak autis. Akan tetapi, tidak ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan anak autis. Namun, pemakaian obat membuktikan adanya perbaikan perilaku, obat tersebut dapat meringankan perilaku agresif (www.

4 4 antaranews.com). Karena, obat-obatan yang diberikan hanya meringankan bukan membuat kemajuan demi perkembangan anak autis sehingga melakukan terapi tetap menjadi salah satu hal yang penting untuk penanganan anak autis. Menurut Ibu Nahda (psikolog di rumah sakit X Bandung), anak autis bila diasuh dan ditanggani dengan baik dapat berinteraksi layaknya orang normal. Dalam melakukan terapi hasil yang diharapkan pun tidak cepat, butuh proses untuk dapat melihat hasilnya. Terapi dan juga latihan yang dilakukan itu perlu perhatian dan juga kesabaran dalam melakukannya. Karena mengajar anak autis dengan anak yang normal pun berbeda, disebabkan dari daya tangkapnya dan juga kurangnya kontak mata dan hal yang lainnya. Selain itu, tidak ada terapi instan agar anak autis menjadi normal. Yang ada, anak harus mendapatkan terapi selama bertahun-tahun, mengeluarkan dana, tenaga, dan biaya yang besar. Dengan cara itu, banyak anak autis yang mengalami perkembangan luar biasa. ( Sehingga, perlu adanya niat yang kuat untuk melakukan terapi. Dra. Elia Daryati, Psi, (Pikiran Rakyat, 2010) mengatakan: Dampak ketelatenan dan kesabaran yang diberikan seorang ibu merupakan nyawa tersendiri bagi anak untuk tumbuh menjadi tangguh. Bagaimanapun, anak-anak dengan keterbatasan, dalam mengawalnya membutuhkan kekuatan diri yang berlipat-lipat. Untuk itu ikatan yang baik dan cinta yang diberikan seorang ibu kepada anak dengan kekhususan akan membentuk kepercayaan dasar anak untuk memilki kekuatan tersendiri yang sifatnya internal pada diri anak. Keterkaitan mengenai hubungan antara ibu dan putra putrinya yang berkebutuhan khusus menunjukkan korelasi yang kuat antara sikap orang tua dalam membesarkan anak berkebutuhan khusus terhadap tumbuh kembang anak mereka selanjutnya. Artinya, sikap positif orang tua aka menjadi pijakan dasar agar seorang

5 5 anak dengan keterbatasan dapat menerima diri secara positif. Anak yang menghargai diri dengan segala keterbatasan yang merka miliki, umumnya terlahir dari keluarga yang sanggup menghargai dan menerima kehadiran mereka apa adanya (Pikiran Rakyat, 2010). Sehingga dapat membantu anaknya untuk mengikuti terapi yang agar dapat membantu anaknya dapat mengalami kemajuan. Menurut dr. Kristian (dokter anak di rumah sakit x Bandung), mengatakan bahwa yang diajarkan terapis harus dilanjutkan orangtua di rumah. Tanpa peran orangtua itu bisa sia-sia. Waktu di tempat terapi paling hanya empat jam. Sisanya ketelatenan dan kesabaran orangtua sangat amat penting demi kesembuhan dan perkembangan si anak. Dan, menurut salah seorang terapis yang berada di rumah sakit X Bandung, peran ibu untuk melakukan terapi di rumah dapat membantu dalam kemajuan anaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari, kemajuan anaknya ketika dilakukan terapi di rumah sakit. Karena, dengan dibantunya terapi di rumah, anaknya dapat mengulang apa yang dilakukan di tempat terapi. Karena, anak autis tidak hanya mengulang satu atau dua kali latihan tetapi perlu banyak waktu. Sedangkan, terapi yang dilakukan di rumah sakit itu waktunya hanya sedikit, seminggu sekitar 3-4 jam saja, dan waktunya lebih banyak di rumah bersama dengan keluarga terutama ibu mereka. Dalam melakukan terapi di rumah, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan karena perlu kesabaran dan juga niat ibu dalam melakukan terapi di rumah akan tetapi sudah ada arahan dari terapis mengenai hal-hal yang perlu dilakukan di rumah, walaupun memerlukan pengulangan terus menerus untuk mendapatkan hasil yang jelas. Dalam melakukan terapi di rumah terdapat pemahaman mengenai niat

6 6 untuk melakukan terapi di rumah. Hal itu dapat dilihat dengan mengukur kontribusi determinan yang terdapat dalam theory planned behavior. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang ibu (100%), terdapat 2 (40%) orang ibu mengatakan bahwa ia jarang melakukan terapi di rumah dikarenakan ia kurang dapat membagi waktu untuk melakukan terapi dan kesibukan yang lainnya, salah seorang ibu mengatakan bahwa sekarang ia jarang melakukan terapi karena kondisi rumahnya yang tidak memungkinkan untuk melakukan terapi, ibu merasa repot mengurus urusan rumah tangga sehingga menurut mereka dengan melakukan terapi di rumah sakit sudah cukup. Hal tersebut menujukkan bahwa ibu kurang dapat mengontrol faktor yang menghambat ibu untuk melakukan terapi (perceived behavioral control). Dua orang ibu (40%) mengatakan bahwa ia melakukan terapi di rumah karena dengan melakukan terapi di rumah, anaknya berkembang menjadi lebih baik, dengan melakukan terapi di rumah lebih banyak hal yang dapat dipelajari di rumah karena banyaknya perlengkapan dan juga apabila melakukan terapi di rumah lebih praktis dan murah tidak seperti di rumah sakit yang memerlukan dana yang tidak sedikit. Ibu memiliki keyakinan mengenai hasil dari terapi yang dilakukan di rumah menguntungkan (attitude toward the behavior) dan juga adanya tuntutan baik dari suami maupun keluarga yang lain untuk kemajuan anaknya selain itu adanya dukunga dari keluarga yang membantu ibu untuk melakukan terapi di rumah (subjective norm), interaksi dua determinan tersebut dapat menguatkan intention ibu untuk melakukan terapi dan 1 orang ibu (20%) mengatakan bahwa ia melakukan terapi di rumah karena dengan melakukan terapi pada anaknya yang mengalami

7 7 autis, ibu tersebut pun dapat mengajarkan anaknya yang lain, sehingga dengan melakukan terapi tersebut ia merasa diuntungkan (attitude toward the behavior). Berdasarkan hasil survey yang bervariasi, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kontribusi determinan-determinan terhadap intention ibu di rumah sakit X Bandung dalam melakukan terapi di rumah. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui kontribusi determinan terhadap intention ibu dalam melakukan terapi di rumah. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai kontribusi determinan terhadap intention ibu dalam melakukan terapi di rumah Tujuan Penelitian Untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh antara determinan terhadap intention ibu dalam melakukan terapi.

8 8 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoretis 1. Memberikan informasi mengenai kontribusi determinan terhadap intention dalam bidang ilmu Psikologi Klinis 2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai kontribusi determinan terhadap intention Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada dokter, terapis dan keluarga ibu yang memiliki anak autis mengenai kontribusi determinan terhadap intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. 2. Memberikan informasi untuk ibu untuk menguatkan intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. 1.5 Kerangka Pemikiran Menurut Santrock (2002), periode dari masa dewasa awal dimulai dari saat individu meninggalkan masa remajanya untuk menghadapi dunia kerja yang kompleks dengan tugas yang sangat khusus, atau saat individu meninggalkan masa sekolah untuk memasuki dunia perkuliahan. Saat individu menjalani transisi dari masa remaja ke masa dewasa, mereka harus menghadapi dunia yang kompleks dan penuh dengan tantangan dengan berbagai macam peran dan tugas yang harus

9 9 dijalankan. Dalam rentang usia tersebut (20 40 tahun), individu mulai meninggalkan perasaan ketergantungan yang terdapat pada masa anak-anak, tetapi juga belum sepenuhnya menunjukkan perasaan tanggung jawab dan kemandirian yang merupakan ciri khas orang dewasa. Pemikiran ini dipenuhi dengan idealisme dan berbagai kemungkinan seperti membandingkan diri sendiri dengan acuan yang ideal dan banyak memikirkan kemungkinan-kemungkinan masa depan yang akan terjadi, dan berpikir secara hipotesis-deduktif, yaitu kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, memprediksi kemungkinan terburuk, dan cara-cara untuk menyelesaikan masalah. Setelah itu, individu secara sistematis akan membuat kesimpulan atau memutuskan mengenai cara mana yang paling baik untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Seperti halnya, disaat ibu mendapat diagnosis bahwa anaknya adalah autis, ibu tersebut berada dalam suatu permasalahan seperti apa yang harus dilakukan terhadap anaknya tersebut. Autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Dikatakan autis merupakan kelainan seumur hidup. Sedini mungkin dilakukan diagnosa. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat. Disamping itu, lama terapi yang rata-rata 2-3 tahun, dapat mempersiapkan anak untuk memasuki sekolah regular sesuai dengan umurnya (Handoyo, 2003). Oleh karena itu diagnosa harus ditegakkan sejak dini. Terapi yang dilakukan pun harus dilakukan secara rutin. Bukan hanya dilakukan di tempat terapi saja, akan tetapi di rumah pun harus dilakukan demi kelangsungan perkembangan anaknya. Karena

10 10 waktu yang dihabiskan oleh anak sebagian besar di rumah. Sehingga diperlukan juga bimbingan ibu untuk membantu anak autis untuk melakukan terapi di rumah. Para ibu memerlukan niat untuk membantu anaknya dalam menjalani terapi baik di rumah maupun di rumah sakit. Niat (intention) adalah suatu keputusan yang mengarahkan suatu perilaku. Para ibu, mengarahkan perilakunya untuk melakukan terapi di rumah. Hal ini dipengaruhi oleh 3 determinan yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control ibu dalam melakukan terapi di rumah. Selain itu, background factor dari ibu pun dapat mempengaruhi ketiga determinan yang ada tapi tidak secara langsung melainkan melalui belief yang ada pada ketiga masing-masing determinan tersebut, yaitu behavioral belief, normative belief, control belief. Background factors ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu personal, social, dan informational. Beragam variabel dapat berhubungan dan mempengaruhi belief yang dimiliki seseorang seperti usia, jenis kelamin, etnis, status sosio-ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama, kepribadian, mood, emosi, value, kecerdasan, pengalaman masa lalu, sumber informasi, dukungan sosial, dan seterusnya. Orang yang tumbuh di lingkungan sosial, dengan memiliki nilai-nilai atau pandangan yang berbeda ketika menghadapi suatu masalah, memperoleh informasi yang berbeda pula, informasi yang menjadi dasar dari belief mereka mengenai konsekuensi dari suatu perilaku tertentu (behavioral belief), ekspektasi dari orang-orang yang signifikan bagi dirinya (normative belief) dan mengenai rintangan yang mungkin dihadapi jika menampilkan perilaku tersebut (control belief).

11 11 Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan menyimpulkan bahwa background factors misalnya, sikap secara keseluruhan, mempengaruhi intention dan perilaku secara tidak langsung oleh efek background factors terhadap behavioral, normative atau control beliefs dan melalui beliefs tersebut mempengaruhi attitude toward the behavior, subjective norms atau perceived bahavioral control. Attitude toward the behavior adalah suatu sikap terhadap evaluasi yang positif maupun negatif dalam menampilkan suatu perilaku. Attitude toward the behavior ditentukan oleh keyakinan mengenai suatu konsekuensi dalam perilaku yang disebut sebagai behavioral belief. Apabila, ibu yang memiliki anak dengan gangguan autis memiliki keyakinan mendapatkan evaluasi positif dari konsekuensi dalam melakukan terapi di rumah (behavioral belief) maka, ibu tersebut akan memiliki sikap yang favourable untuk melakukan terapi di rumah sehingga intention untuk melakukan terapi akan kuat. Akan tetapi apabila ibu tersebut memiliki keyakinan akan mendapatkan evaluasi yang negatif dari tindakannya untuk melakukan terapi di rumah makan ibu memiliki sikap yang unfavourable terhadap tindakan melakukan terapi di rumah. Sehingga, intention ibu untuk melakukan terapi di rumah akan menjadi lemah. Para ibu memiliki keyakinan mengenai adanya keuntungan, kerugian ataupun melihat dari segi kepraktisan untuk melakukan terapi di rumah, Subjective norms merupakan determinan yang kedua. Subjective norms merupakan persepsi individu mengenai tuntutan dari orang yang signifikan baginya untuk menampilkan atau pun tidak menampilkan suatu perilaku dan juga kesediaannya dalam mematuhi orang tersebut. Subjective norms didasari oleh normative norms, suatu keyakinan dimana orang-orang yang ada di sekitar mereka,

12 12 mendukung ataupun menentang apa yang mereka lakukan, hal ini dipersepsikan sebagai tuntutan dari sosial. Apabila, ibu tersebut memiliki suatu keyakinan dimana orang-orang yang di sekitarnya seperti suami, keluarga maupun dokter mendukung untuk melakukan terapi di rumah, maka ibu memiliki persepsi bahwa orang-orang yang signifikan baginya menuntut ibu untuk melakukan terapi di rumah dan juga ada kesediaan bagi ibu untuk mematuhinya, membuat intention ibu untuk melakukan terapi semakin kuat. Kalau ibu tersebut memilkiki keyakinan bahwa orang-orang yang signifikan tidak mendukungnya untuk melakukan terapi di rumah, maka ibu memiliki keyakinan bahwa orang-orang yang signifikan tersebut tidak menuntutnya untuk melakukan terapi di rumah dan ibu tersebut mematuhinya maka, intention ibu untuk melakukan terapi di rumah menjadi lemah. Determinan yang ketiga adalah perceived behavioral control adalah persepsi mengenai kemampuan mereka untuk menampilkan suatu perilaku. Determinan ini didasari dari control belief, keyakinan mengenai hal yang mendukung dan tidak mendukung untuk ditampilkannya suatu perilaku. Apabila ibu memiliki keyakinan mengenai hal-hal yang mendukung seperti ibu yang mempersepsikan bahwa ibu memiliki kemampuan untuk melakukan terapi dan juga adanya informasi penjelasan dari terapis yang mudah dimengerti ataupun ibu merasa memiliki banyak waktu luang maka ibu memiliki persepsi bahwa melakukan terapi di rumah cukup mudah sehingga ibu memiliki intention yang kuat untuk melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya, apabila ibu memilki keyakinan bahwa melakukan terapi di rumah terbilang sulit seperti dilakukan setiap hari dan berpikir hal tersebut menyita waktunya maka intention ibu untuk melakukan terapi lemah. Ibu dapat juga

13 13 dipengaruhi suasana hatinya, apabila ibu tidak memiliki kontrol akan hal tersebut maka intention untuk melakukan terapi di rumah pada ibu lemah. Ketiga determinan tersebut saling mempengaruhi satu sama lain, interaksi ketiga determinan tersebut dapat mempengaruhi intention, dapat memperkuat ataupun memperlemah intention untuk menampilkan suatu perilaku. Apabila ibu tersebut memilki keyakinan dengan melakukan terapi di rumah untuk anaknya, ia akan mendapatkan evaluasi yang positif serta mempersepsi bahwa orang-orang yang berada di sekitarnya pun menuntutnya untuk melakukan terapi di rumah dan ibu memiliki kesediaan untuk melakukannya, maka intention ibu akan semakin kuat. Dalam hal ini, ibu dipengaruhi oleh attitude toward the behavior dan juga subjective norms. Sebaliknya, apabila ibu, merasa dengan melakukan terapi di rumah akan menyita waktunya untuk melakukan hal yang lain dan ibu mempersepsi hal itu sulit untuk dilakukan dan orang-orang di sekitarnya tidak menuntutnya untuk melakukan terapi di rumah maka intention ibu menjadi lemah. Hubungan ketiga determinan tersebut bisa dijelaskan sebagai hubungan yang resiprokal. Attitude toward the behavior ibu dapat dipengaruhi oleh pandangan orang yang signifikan baginya dan juga persepsinya tentang kontrol yang dimiliki ibu terhadap perilaku ibu untuk melakukan terapi di rumah pada anaknya. Persepsinya tentang kontrol ibu juga bisa terbentuk dari masukan orang-orang yang di sekitarnya serta attitude toward the behavior ibu untuk melakukan terapi di rumah. Begitu pula, subjective norm yang berkorelasi dengan kedua determinan lainnya.

14 14 Ibu yang Memiliki Anak Autis di RS X Bandung Background Factor: 1.Personal 2. Social 3. Information Behavioral Belief Normative Belief Control Belief Attitude Toward The Behavior Subjective Norm Perceived Behavioral Control Intention Ibu untuk melakukan terapi di rumah Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

15 Asumsi 1. Background factor mempengaruhi behavioral belief, normative belief dan control belief ibu 2. Ibu dari anak autis memiliki determinan-determinan yaitu, attitude toward the behavior yang dipengaruhi oleh behavioral belief, subjective norm yang dipengaruhi oleh normative belief, perceived behavioral control yang dipengaruhi oleh control belief. 3. Determinan-determinan tersebut mempengaruhi intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. 1.7 Hipotesis Hipotesis 1: Terdapat pengaruh dari determinan terhadap intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. Hipotesis 2: Terdapat pengaruh attitude toward the behavior terhadap intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. Hipotesis 3:Terdapat pengaruh dari subjective norm terhadap intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. Hipotesis 4:Terdapat pengaruh dari perceived behavioral control terhadap intention ibu untuk melakukan terapi di rumah.

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung untuk dapat dinyatakan lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang mencangkup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Kehadiran anak diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai macam perubahan yang terjadi di setiap aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, ekonomi, sosial

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas memiliki faktor penting dalam era global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang berlimpah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada masa dewasa ini berkembang sangat pesat. Ilmu pengetahuan turut memegang peranan yang penting di dalam pembangunan. Pengetahuan banyak diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan dalam memeluk agama. Agama berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam Encyclopedia of Philosophy,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan dewasa awal (Potter & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono, 2001), tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor bagi kemajuan negara, beberapa waktu yang lalu pemerintah indonesia menaikkan anggaran pendidikan, hal ini dinilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia berkembang pesat. Muncul berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, masyarakat Indonesia diharapkan mengalami perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan, teknologi, politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis (Aru, 2009). Dari definisi tersebut jelas bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal harus diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyentuhan sel telur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di beberapa bidang, beberapa diantaranya yaitu bidang teknologi dan transportasi. Dengan adanya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran intention dan determinandeterminannya dalam melakukan usaha untuk dapat naik kelas pada siswa kelas XI di SMAN X Bandung ditinjau dari teori planned

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi dari ilmu pengetahuan yaitu keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis, atau keseluruhan pemikiran, gagasan, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang. Muncul berbagai perubahan sebagai dampak dari perkembangan gaya hidup. Perubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun,

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh merupakan fungsi esensial untuk kesejahteraan, yang berarti keselamatan dari seluruh makhluk hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan maraknya pengedaran dan penyalahgunaan obat-obatan psikotropika di kalangan masyarakat secara umum, semakin banyak pula korban bermunculan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk melakukan pola makan sehat dan olahraga pada pasien diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui perilaku para anggotanya, para karyawannya, kebijakan-kebijakannya, dan peraturan-peraturannya.

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh determinan-determinan intention terhadap intention untuk minum obat secara teratur pada penderita TBC di Balai Besar Kesehatan X Bandung. Pemilihan

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah merupakan sebuah institusi pendidikan tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani. Berdasarkan data kemahasiswaan dari

Lebih terperinci

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR Lampiran 1 RAHASIA KUESIONER PLANNED BEHAVIOR IDENTITAS Nama (inisial) : Usia : Jenis kelamin : L / P (lingkari salah satu) Pendidikan : Lamanya menjalani hemodialisis : PETUNJUK PENGISIAN Berikut ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta

Lebih terperinci

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1 Ternyata Dimas Autis Berawal dari Kontak Mata 1 Kenali Autisme Menghadapi kenyaataan Dimas autis, saya banyak belajar tentang autisme. Tak kenal maka tak sayang, demikian kata pepatah. Tak kenal maka ta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap kebutuhan yang dimiliki manusia tersebut menurut J. P. Guilford, (Jalaluddin,2002) dapat

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millenium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi determinandeterminan terhadap intention ibu untuk melakukan terapi di rumah. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika perusahaan semakin menuntut kemampuan dan kompetensi karyawan. Salah satu kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, banyak sekali kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tertier.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA-

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA- Perguruan Tinggi. Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa merokok adalah penyebab utama penyakit di seluruh dunia yang sebenarnya dapat dicegah. Asap rokok mempunyai pengaruh yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat intention dalam pengelolaan diet pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Ginjal X Medan dan juga kontribusi dari determinan-determinan

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan intention dalam melakukan diet pada penderita hiperkolesterolemia di Laboratorium Klinik X Bandung dan juga kontribusi dari determinan-determinan

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira Apakah Autisme Itu? A U T I S M E Gangguan Perkembangan Neurobiologis yg Kompleks, yang terjadinya atau gejalanya sudah muncul pada anak sebelum berusia Tiga tahun. Gangguan perkembangan yg terjadi mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berdampak negatif terhadap produk-produk dalam negeri. Produk-produk dalam negeri akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang meluas, meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah ditemukan oleh

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kontribusi determinan-determinan dari planned behavior terhadap intention dalam melakukan pengiriman barang tepat waktu pada salesman PT X Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan agama yang berkaitan dengan motivasi, nilai etik, dan harapan. Agama

BAB I PENDAHULUAN. peranan agama yang berkaitan dengan motivasi, nilai etik, dan harapan. Agama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan dalam memeluk agama. Agama mempunyai pengaruh kuat terhadap sikap pemeluknya, hal ini terbukti dengan adanya fungsi dan peranan agama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

THEORY OF REASONED ACTION

THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION INTRODUCTION Akar teori : Psikologi Sosial Menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap mempengaruhi perilaku 1872, Charles Darwin studi tentang sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Anak merupakan anugerah terindah yang dimiliki oleh orang tua. Namun anugerah tersebut kadang-kadang memiliki kekurangan atau banyak dari mereka yang mengalami gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1980, jarang ditemukan penyandang autisme. Namun akhir-akhir ini, jumlah penyandang autisme terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap

BAB I PENDAHULUAN. Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba cukup meningkat 5 tahun belakangan ini. Menurut Kepala Pelaksana Harian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan anugerah dari Tuhan namun dewasa ini banyak individu yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan anugerah dari Tuhan namun dewasa ini banyak individu yang belum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan anugerah dari Tuhan namun dewasa ini banyak individu yang belum memahami bahwa kesehatan merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode sekolah dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut meliputi periode pra-remaja atau pra-pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Saat ini Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang lebih dikenal dengan nama autisme, telah merebak menjadi permasalahan yang menakutkan

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang BAB I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah penelitian Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang sempurna, tetapi terkadang keinginan tersebut bertolak belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kontribusi ketiga determinan Intention dan besarnya kontribusi setiap determinan Intention untuk melakukan pelanggaran peraturan lalu lintas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai di Indonesia. Baik di tempat-tempat umum seperti mall hingga tempat paling pribadi sekalipun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita Indonesia memiliki kesempatan dan peran yang sama dengan pria untuk berpartisipasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuh kematian (tujuh juta per tahun). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus

BAB I PENDAHULUAN. tujuh kematian (tujuh juta per tahun). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir satu milyar orang di dunia atau satu dari empat orang dewasa menderita hipertensi. Setiap tahun hipertensi menjadi penyebab satu dari setiap tujuh kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya adalah masa remaja akhir (19-22 tahun) pada masa ini remaja ditandai dengan persiapan akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan secara bertahap. Orang tua senantiasa menginginkan anaknya berkembang sempurna. Karena seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung 1) Febby Zoya Larisa, 2) Suhana 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Manusia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA i MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan berkembangnya teknologi adalah alat transportasi. Dengan menggunakan alat transportasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan pada hasil pengolahan data dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan penelitian. Berikut

Lebih terperinci