Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) Penilaian Properti Agri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) Penilaian Properti Agri"

Transkripsi

1 Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) Penilaian Properti Agri Dipublikasikan tanggal : 14 November 2017 Masukan dan/atau tanggapan atas Eksposur Draft SPI 302 ini diharapkan selambatnya tanggal 14 Februari 2018 dapat diterima secara tertulis ke KPSPI MAPPI melalui info-kpspi@mappi.or.id atau dikirim langsung ke sekretariat MAPPI, jalan Kalibata Raya, No E, Jakarta 12740; Fax No Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) Jl. Kalibata Raya No E, Jakarta Selatan Telp : ;Fax : info@mappi.or.id; Website : Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 1 -

2 Pertanyaan dan Masukan Indonesia merupakan negara yang termasuk kaya dengan sumber daya ekonomi yang berasal dari kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian yang tercakup dalam suatu usaha apakah dijalankan oleh entitas besar maupun entitas kecil dapat memiliki variasi dari kegiatan dalam dua sektor utama, terdiri dari sektor perkebunan dan peternakan. Kedua sektor utama dimaksud sangat relevan berhubungan dengan kebutuhan penilaian dalam menentukan nilai asetnya untuk keperluan pendanaan atau pelaparan keuangan. Penilaian Properti Agri termasuk yang diatur dalam standar khusus dan mencoba mengatur supaya Penilai dapat berpraktek secara benar dan meyakinkan. Sehubungan dengan hal tersebut, KPSPI telah mempersiapkan eksposur draft SPI 302 yang merupakan standar revisi dari standar yang telah berlaku sebelumnya sejak tahun Dalam pemenuhan penyempurnaan, KPSPI mengundang semua pemangku kepentingan dapat memberikan tanggapan dan komentar terhadap beberapa pertanyaan yang disebutkan di bawah ini. 1. SPI 303 mengambil judul Penilaian Properti Agri. Apakah anda setuju bila SPI ini mencakup judul Penilaian Properti Agri? Bila tidak setuju berikan alasan dan usulannya. 2. SPI 302 yang mengatur Properti Agri yang dapat diartikan pengembangan usaha pertanian yang terdiri dari usaha budidaya tanaman dan peternakan. Apakah menurut anda perikanan yang dibudidayakan secara komersial seperti budidaya perikanan darat atau hasil perikanan lainnya dapat termasuk bagian dari Properti Agri? 3. Seluruh pendekatan penilaian sepanjang sesuai dapat diterapkan untuk penilaian Properti Agri. Dalam pemilihan pendekatan penilaian, Penilai harus mengikuti hirarki penggunaan pendekatan penilaian yang didahului dengan pendekatan pasar, pendekatan pendapatan dan pendekatan biaya. Pemilihan satu atau lebih dari ketiga pendekatan tersebut harus disertai dengan alasan. Apakah anda setuju bila SPI 302 mengatur pemilihan pendekatan penilaian dengan hirarki yang dimaksud serta perlunya pemberian alasan? 4. Untuk tujuan tertentu, hasil penilaian atas Properti Agri disusun secara terinci berdasarkan masing-masing jenis aset yang melingkupi aset secara keseluruhan. Misalnya untuk keperluan perbankan dimintakan adanya pemisahan nilai tanah, tanaman, bangunan dan aset lainnya secara individual. Apa pendapat Anda dengan adanya permintaan tersebut? Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 2 -

3 5. Bila tidak ditentukan lain (seperti untuk laporan keuangan), penilaian tanaman harus dilihat dari satu kesatuan nilai antara tanaman berikut lahannya (tanah). Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Bila tidak berikan alasannya. 6. Lahan atau tanah perkebunan yang masih belum tertanam (tanah kosong) atau telah tertanam namun ingin dipisah, penilaiannya dapat dilakukan dengan metode perbandingan data pasar dan/atau pendekatan pendapatan dengan metode DCF dengan teknik penyisaan tanah (land residual) atau teknik pengembangan lahan (land development). Apa pendapat anda bila SPI 302 mengatur lebih teknis (detail) penggunaan teknik penyisaan tanah atau pengembangan lahan dalam mengantisipasi penilaian lahan perkebunan? 7. Dikecualikan untuk tujuan bersifat khusus (seperti pelaporan keuangan), suatu perkebunan yang memiliki sejumlah tanaman yang berumur tua, sehingga memungkinkan untuk penanaman kembali (replanting). Apakah anda sependapat bila SPI 302 membenarkan perlakuan penanaman kembali dapat diasumsikan dalam perhitungan DCF? 8. Penilaian Properti Agri untuk tujuan pelaporan keuangan harus dilihat dalam konteks standar akuntansi keuangan agrikultur yang berlaku. Berdasarkan PSAK 69 tentang Agrikultur diatur salah satu aset biologis yang termasuk dapat dikonsumsi adalah produk agrikultur. Produk agrikultur dari unsur buah akan menjadi perhatian Penilai, karena buah yang dimaksud dalam posisi titik panen apakah hanya buah yang siap panen pada tanggala penilaian dan termasuk sisa buah yang tersedia dipohon yang dapat dipanen. Apakah anda setuju apabila buah yang akan dinilai bukan hanya buah yang siap untuk dipanen namun termasuk sisa buah yang akan dipanen? 9. Untuk mendapatkan indikasi Nilai Wajar pada tanggal penilaian, proyeksi arus kas bersih perlu dilakukan proses diskonto pada tingkat diskon (discount rate) tertentu dengan memperhatikan tingkat bunga bebas risiko yang wajar. Apakah Anda setuju bila tingkat diskonto yang digunakan dalam DCF untuk objek produk agrikultur sama dengan tingkat bunga bebas risiko (risk free rate)? Bila anda tidak setuju berikan alasan dan usulannya. 10. Di Indonesia hak atas tanah yang berhubungan dengan budidaya, kepemilikan/penguasaan dapat dibuktikan dengan Hak Guna Usaha (HGU), dimana hak ini umumnya dimiliki suatu badan usaha seperti berbadan hukum perseroan. HGU yang melekat dengan kepemilkan badan usaha bila dipindah tangankan haknya, akan selalu berhubungan transaksi usaha atau perusahaan. Apakah anda setuju bila Nilai Pasar atau Nilai Wajar suatu perkebunan selalu dilihat dari suatus transaksi hipotesis usaha ketimbang transaksi aset tetap? berikan alasannya. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 3 -

4 Eksposur Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) Penilaian Properti Agri Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian 1.0 Pendahuluan 1.1 Salah satu sektor yang terkait pengembangan atas tanah adalah sektor Pertanian (Agri). Sektor ini pada umumnya menghasilkan beberapa komoditi pertanian yang merupakan aset bagi suatu entitas dan secara bersamaan turut mendukung sistem perekonomian Negara. 1.2 Tanah yang dikhususkan untuk penggunaan lahan pertanian menjadi objek jasa penilaian untuk berbagai alasan termasuk pengalihan hak kepemilikan individu dan publik, kepentingan perpajakan, kepentingan penjaminan utang, kepentingan laporan keuangan dan kepentingan lainnya. Penilaian yang handal atas suatu lahan (bidang tanah) menjadi penting dalam meyakinkan kepentingan permodalan yang diperlukan agar dapat mendukung kelangsungan ekonomi, mempromosikan produktifitas penggunaan tanah, menjaga kepercayaan dari pasar modal (capital market) dan untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan secara umum. 1.3 Penyediaan jasa penilaian yang handal dan akurat untuk jasa penilaian properti agri membutuhkan Penilai yang memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap elemen fisik dan ekonomi yang mempengaruhi produktifitas lahan pertanian dan nilai komoditi yang dihasilkannya. 1.4 Karakteristik fisik dan ekonomi lahan pertanian berbeda dengan lahan/tanah non pertanian atau lingkungan pemukiman dalam tingkat kepentingannya Tanah (soils) di lingkungan pemukiman harus sesuai untuk mendukung pengembangan di atasnya. Pada properti agri, karateristik dan tipe tanah merupakan elemen pokok dalam menghasilkan produksi, memiliki keragaman kelas lahan dalam mendukung sejumlah komoditi tertentu atau suatu kelompok komoditi Dalam lingkungan pemukiman, penggunaan ekonomi atas properti dan atau fasilitas yang diberikan mungkin tidak Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 4 -

5 berobah dari periode ke periode serta mungkin diikat melalui pengaturan perjanjian atau pemberian hak yang tak terbatas. Pada properti agri, penggunaan yang sama mungkin diperluas untuk jangka waktu yang lama (seperti perkebunan menghasilkan produk setelah 25 tahun). Untuk hal lainnya, keuntungan yang diperoleh secara ekonomi dapat bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung komoditi yang diproduksi Pendapatan atas Properti Agri akan bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung pada tipe komoditi atau budidaya yang diproduksi serta tergantung kepada siklus pasarnya. 1.5 Properti Perkebunan yang dikenal selama ini merupakan bagian dari properti agri dengan melihat kareteristik propertinya secara khusus. Lihat Lampiran A: Penilaian Properti Perkebunan dan Lampiran B: Penilaian Aset Biologis Untuk Keperluan Pelaporan Keuangan 2.0 Ruang Lingkup 2.1 Standar ini membahas dan mengatur hal-hal mengenai penilaian Properti Agri untuk berbagai keperluan. 2.2 Standar ini juga terkait dengan beberapa standar teknis lain, diantaranya: SPI Penilaian Real Properti SPI Penilaian Personal Properti SPI Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus SPI Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangka. 2.3 Secara umum standar ini mengatur : Karakteristik nilai yang dihubungkan dengan Properti Agri (Pertanian), dan Persyaratan dasar penilaian dan aplikasi penggunaannya dalam penilaian Properti Agri. 3.0 Definisi Penggunaan usaha pertanian pada suatu Properti dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian secara garis besar, dengan definisi sebagai berikut : 3.1 Properti Agri (Agricultural Property) adalah seluruh hak, kepentingan dan manfaat yang berkaitan dengan tanah dan/atau pengembangan kegiatan pertanian yang ada di atasnya. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 5 -

6 3.2 Aset non Tanaman (Non Planting Aset) adalah sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya termasuk unit pengolahan (bila ada) yang merupakan bagian yang tidak terlepas dari satu kesatuan aset pada suatu entitas pertanian. Lihat juga Properti Perkebunan (Plantation Property) dan Aset Tanaman (Planting Aset). 3.3 Aset Tanaman (Planting Aset) yang dimaksud adalah tanaman yang dibudidayakan secara komersial pada suatu lahan tertentu dan dikelola berdasarkan teknis budidaya yang berlaku umum pada suatu tempat tertentu. Lihat juga Properti Perkebunan (Plantation Property), Tanaman Tahunan (Perennial Planting) dan Aset Biologis (Biological Asset). 3.4 Fasilitas Peternakan Khusus (Specialised Livestock). Lihat juga Peternakan Penghasil Susu (Dairy Farms), Lahan Pengembalan Ternak (Livestock Ranch/stations). 3.5 Hak Pengusahaan Hutan Industri (Forestry/Timberland). Lahan yang dikembangkan untuk pertumbuhan tanaman hutan yang secara periodik dipanen melebihi periode pertumbuhannya (5 atau 10 tahun atau lebih). Pertimbangan sebagai Properti Agri karena properti ini dapat memproduksi kayu (log), walaupun membutuhkan periode pertumbuhan jangka panjang. Lihat juga Tanaman Tahunan (Perennial Planting). Beberapa komoditi merupakan tanaman tahunan (annual crops) yang dibudidaya pada suatu lahan melebihi satu siklus tanam selama 12 bulan, per ketetapan kontrak atau dalam kondisi dimana pasar tidak mendukung. Tanaman ini dapat bertahan untuk lebih dari setahun setelah masa panen tetapi dipertimbangkan untuk menjadi tanaman yang tetap. Lihat juga Tanah Irigasi (Irrigated Land), Tanaman Tahunan (Perennial Planting). 3.6 Lahan Pengembalan Ternak (Livestock Ranches/Stations). Properti Agri yang digunakan untuk mengembangkan dan memberi makan hewan ternak seperti sapi, babi, kambing, kuda, atau kombinasinya. Penggunaan yang sebenarnya dari properti ini dapat terdiri beraneka ragam bentuk. Hewan ternak dapat divaritaskan, dikembangbiakan dan dijual selama masa operasional. Hewan ternak yang masih muda mungkin dibutuhkan dari luar dan kemudian dikembangkan di dalam. Hewan ternak dapat dikembangkan untuk dikonsumsi atau untuk pemuliaan/pembibitan. Makanan hewan dapat diproduksi dari properti sendiri, impor, atau disuplai dari keduanya. Properti yang digunakan untuk budidaya dan pensuplai makanan ternak membutuhkan modal investasi yang cukup signifikan dalam struktur pengembangannya (kandang, naungan, gudang Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 6 -

7 dan pagar) dan mungkin atau tidak mungkin didepresiasikan tergantung dari ketentuan yang berlaku. 3.7 Lahan Pertanian (Cropping) Farms). Properti Agri yang digunakan untuk mengembangkan suatu komoditi yang dapat dipanen dalam siklus 12 bulan (satu tahun). Properti yang digunakan untuk tanaman budidaya setahun (musiman) mungkin dapat tumbuh lebih dari satu jenis komoditi pada tahun yang sama, dengan atau tidak menggunakan irigasi untuk memproduksi tanamannya. Contohnya adalah tanaman palawija atau kelompok hortikultur. 3.8 Peternakan Penghasil Susu (Dairy Farms). Properti Agri yang digunakan untuk memproduksi susu dari sapi atau produk susu ternak lainnya. Properti ini umumnya memiliki aset pengembangan yang intensif (gudang penyimpanan, tanki susu, silo) dan peralatan (peralatan penyimpanan, mesin produksi). Pakan ternak mungkin dapat diproduksi dari properti langsung atau diimpor atau disuplai dari keduanya. 3.9 Properti dengan Penggunaan Khusus (Specialised, or Special Purpose Properties). Properti Agri tidak hanya secara khusus memproduksi, tetapi digunakan juga untuk sarana pengangkutan, unit pengolahan atau gudang hasil panen. Properti-properti ini secara terus menerus membutuhkan areal lahan yang cukup (lebih kecil) dimana dibangun dan disediakan bangunan permanen (tempat pengumpul hasil) dan disediakan peralatan (mesin pendukung pertanian). Properti ini juga dapat diklasifikasi untuk penggunaan secara khusus berdasarkan komoditi yang dibudidayakan. Misalnya truk/kendaraan pengangkut, pertenakan ayam, pemuliaan dan pembudidayaan bunga atau tanaman hortikultur serta pengembalaan dan pelatihan kuda Properti Perkebunan (Plantation Property) adalah tanah dalam satuan lahan yang diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu atau lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang dikelola dengan standar manajemen perkebunan yang berlaku umum. Lihat juga Tanaman Tahunan (Perennial Planting) Tanah Irigasi (Irrigated Land). Tanah yang digunakan untuk budidaya produksi komoditi pertanian untuk waktu yang lama dan yang membutuhkan air selain dari air hujan dan dapat disebut sebagai Lahan Irigasi. Properti yang kekurangan sumber air selain dari hujan alam merujuk kepada properti pertanian lahan kering Tanaman Tahunan (Perennial Plantings). Tanaman budidaya yang memiliki siklus pertumbuhan lebih dari satu tahun atau satu siklus budidaya. Contohnya adalah tanaman tahunan atau tanaman keras Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 7 -

8 seperti kelapa sawit dan karet serta tanaman tahunan lainnya. Tipe properti ini membutuhkan modal investasi yang signifikan dalam pembangunan aset tanamannya dan tanaman tersebut dapat didepresiasi. Lihat juga Hak Pengusahaan Hutan Industri (Forestry/Timberland). Definisi berdasarkan International Accounting Standard (IAS) 41 atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 69: 3.13 Aktivitas agrikultur (agricultural activity), adalah manajemen tranformasi biologis dan panen aset biologis oleh entitas untuk dijual atau untuk dikonversi menjadi produk agrikultur atau menjadi aset biologis tambahan Aset biologis (biological asset), adalah hewan atau tanaman hidup Kelompok aset biologis (group of biological asset), adalah penggabungan dari hewan atau tanaman hidup yang serupa Panen (harvest), adalah pelepasan produk dari aset biologis atau pemberhentian proses kehidupan aset biologis Produk agrikultur (agricultural produce), adalah produk yang dipanen dari aset biologis Tanaman produktif (bearer plant) adalah tanaman hidup yang: a. digunakan dalam produksi atau penyediaan produk agrikultur; b. diharapkan untuk menghasilkan produk untuk jangka waktu lebih dari satu periode; dan c. memiliki kemungkinan yang sangat jarang untuk dijual sebagai produk agrikultur kecuali untuk penjualan sisa yang insidental (incidental scrap) Transportasi biologis (biological transformation), terdiri dari proses pertumbuhan degenerasi, produksi dan prokreasi yang mengakibatkan perubahan kualitatif atau kuantitatif aset biologis. 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi Lihat Lampiran B pada standar ini 5.0 Panduan Teknis 5.1 Berbagai jenis komoditi dengan berbagai bentuk produksi dan teknik budidayanya menjadi salah satu ciri dari Properti Agri. Pada umumnya, Properti Agri terdiri dari kombinasi atau gabungan aset seperti tanah, tanaman, bangunan, peralatan dan fasilitas lainnya. Penilai harus menerapkan Nilai Pasar atau nilai selain Nilai Pasar sesuai dengan tujuan penilaian sebagaimana yang diatur dalam SPI 103. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 8 -

9 5.4 Elemen bukan Realty Bila pada penilaian Properti Agri yang mungkin menyertakan elemen bukan realty (elemen yang tidak terikat ke tanah), seperti ternak, hasil pertanian dan peralatan lainnya, maka Penilai harus memahami kapan tanaman atau komoditi lain tersebut berupa Real Properti dan kapan akan menjadi Personal Properti. Contohnya, kayu (log) adalah bagian dari Real Properti sewaktu tumbuh sebagai tanaman, tetapi akan menjadi Personal Properti bila telah ditebang. Demikian juga dengan bibit kelapa sawit yang masih dibibitkan di polibag akan berbentuk Personal Properti, namun setelah ditanam secara permanen akan menjadi Real Properti. 5.5 Penilai harus memahami hal-hal yang bersifat mendasar dari kareteristik Properti Agri seperti, teknis budidaya, produktifitas dan pasar dari komoditi yang diusahakan berikut siklus pasarnya Pada penilaian Properti Agri, aspek fisik dan lingkungan atas properti adalah penting untuk diketahui. Hal ini termasuk iklim, jenis tanah (soil type), kemampuan produksinya, ada tidaknya ketersediaan air untuk irigrasi dan ketersedian bahan pakan/makanan untuk peternakan. Faktor-faktor eksternal harus dipertimbangkan termasuk adanya ketersediaan fasilitas pendukung seperti gudang penyimpanan, unit pengolahan (diluar yang memiliki unit pengolahan) dan sistem transportasi. Hal yang terpenting atas faktor-faktor tersebut akan bervariasi dan tergantung kepada jenis usaha pertanian yang dijalankan. Penilai harus mempertimbangkan secara bersamaan pengaruh faktor internal dan eksternal dalam menentukan jenis usaha pertanian yang mana sesuai dan terbaik bagi properti tersebut Untuk menentukan Nilai Pasar, analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik atas Properti Agri selalu terikat kepada 1) kepastian penggunaan Properti Agri yang ada saat ini terus berlanjut. Terutama ketika muncul penggunaan tanah lainnya seperti pengembangan lahan untuk perluasan kota, mungkin lebih sesuai, dan 2) menentukan apakah penggunaan tanah untuk kepentingan Agri khususnya akan terus dilanjutkan Bila Penilai diinstruksikan untuk mengabaikan penggunaan selain penggunaan tanah yang ada sekarang, maka hasil penilaian Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302) - 9 -

10 tidak akan menjadi perlu untuk memberikan Nilai Pasar atas properti, atau perlu menyatakan premis terhadap Nilai Pasar. Hal ini agar sepenuhnya diungkapkan dalam laporan penilaian. 5.6 Estimasi pendapatan yang stabil dari Properti Agri harus didasarkan kepada pola produksi, siklus pasar dan wilayah pasar dimana komoditi tersebut berada Arus Kas atas Properti Agri merupakan fungsi dari siklus produksi dan siklus pasar komoditi. Penilai harus memahami pengaruh siklus ini terhadap arus kas. Penilaian Properti Agri harus didasarkan kepada kestabilan pendapatan secara konsisten dengan siklus produksi yang biasa diterapkan di wilayah dimana Properti berada Pendapatan atas suatu komoditi tergantung dari harga pasar yang terjadi. Tatkala pasar komoditi dari Properti Agri menghadapi kondisi tidak stabil seperti adanya kenaikan atau turunnya harga secara berlebihan, maka Penilai harus mempertimbangkan pengaruhnya secara signifikan terhadap nilai, serta diungkapkan. 5.7 Penilai akan menghadapi aset properti yang lebih dari satu komponen fisik atau jenis komoditi (produk) yang dibudidayakan, untuk itu Penilai harus secara jelas menyatakan apakah nilai setiap komponen atau penggunaannya adalah nilai atas kontribusinya sebagai bagian dari keseluruhan properti yang ada atau nilai yang terpisah sebagai komponen yang berdiri sendiri Komponen yang beraneka ragam dari keseluruhan Properti mungkin mempunyai nilai sebagai bagian terpisah yang lebih besar atau lebih kecil dari pada nilai sebagai bagian dari keseluruhan aset. Penilai harus mempertimbangkan apakah setiap komponen akan dinilai secara tersendiri atau sebagai bagian dari keseluruhan Properti Agri mungkin dikelola untuk memproduksi atau membudidayakan lebih dari satu jenis komoditi berdasarkan kondisi fisik yang berbeda pada properti atau berdasarkan keputusan manajemen. Dalam penilaian Properti Agri dimana tanaman atau komoditi dapat lebih dari satu jenis komoditi yang dikembangkan dan dipanen pada waktu yang berbeda, maka nilai setiap jenis komoditi harus didasarkan pada kontribusinya pada keseluruhan nilai Properti dan bukan nilai yang berdiri sendiri. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

11 5.7.3 Penggunaan lahan budidaya pertanian pada suatu properti mungkin membutuhkan pengembangan aset non tanaman (aset non Biologis) seperti fasilitas bangunan kantor, bangunan perumahan, bangunan tempat penyimpanan (gudang), mesin dan peralatan serta sarana pelengkap. Pengembangan aset non tanaman merupakan aset pendukung bagi aset utama (aset tanaman/biologis) dan sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan operasional Properti. Nilai aset non Biologis seharusnya didasarkan kepada kontribusinya terhadap total nilai Properti dan nilai ini tergantung atas struktur biayanya atau ukuran lain. Secara khusus pengembangan aset non tanaman/biologis memiliki Nilai dalam Penggunaan, seperti kontribusinya terhadap nilai bisnis. Dalam situasi demikian dimana alokasi nilai atas aset mungkin diperlukan, namun alokasi tersebut tidak dapat dikatakan sebagai indikasi nilai tersendiri dari pengembangan aset yang terpisah Properti Agri yang memiliki unit pengolahan hasil produksi apabila memiliki keterkaitan langsung terhadap properti utamanya seperti tanaman yang menghasilkan, seharusnya dilihat sebagai bagian dari properti keseluruhan meskipun adakalanya dinilai secara tersendiri maupun terintegrasi dengan properti utamanya. Penilai perlu memberikan perhatian kepada nilai properti tersebut dan perlu diungkapkan. 5.8 Dalam penyusunan Lingkup Penugasan, Penilai harus menggunakan SPI 103 dengan memperhatikan: Identifikasi status Penilai; Penilai harus memastikan dirinya kompeten dalam melakukan penilaian Properti Agri. Dalam hal tertentu Penilai memiliki keahlian terbatas dalam mendukung penilaian Properti Agri, maka Penilai sebagai penanggung jawab penugasan harus menggunakan tenaga ahli dari luar dan hal ini perlu diinformasikan dalam Lingkup Penugasan berikut pernyataan lainnya sesuai dengan SPI yang berlaku Maksud dan Tujuan Penilaian; Penilaian Properti Agri dapat terikat dengan berbagai keperluan antara lain untuk kepentingan penjaminan utang dan pelaporan keuangan. Penilai harus mengungkapkan dengan jelas maksud dan tujuan penilaian sesuai dengan kebutuhan pemberi tugas. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

12 5.8.3 Dasar nilai; Penggunaan dasar nilai harus sejalan dengan tujuan penilaian sebagaimana diatur dalam SPI 103. Pengungkapan dasar nilai dalam Lingkup Penugasan harus didefinisikan sesuai SPI Objek penilaian; Luasnya cakupan yang termasuk dalam Properti Agri mengharuskan Penilai untuk dapat memastikan objek penilaian yang akan dinilai sebagaimana yang ditentukan oleh pemberi tugas. Pengungkapan jenis, volume dan lokasi objek penilaian dalam LIngkup Penugasan harus dapat dijelaskan, sehingga hal ini menjadi kesepakatan antara pemberi tugas dan Penilai Tingkat kedalaman investigasi; Terdapat suatu kemungkinan Penilai akan mempunyai keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan atau verifikasi atas objek penilaian karena luasnya wilayah objek penilaian dan/atau karena jumlahnya dalam satuan yang banyak. Penilai harus mengantisipasi kondisi tersebut dengan menyatakannya dalam tingkat kedalaman investigasi secara jelas. Hal-hal yang membatasi dalam pelaksanaan penugasan, perlu mendapat perhatian Penilai untuk dinyatakan di Lingkup Penugasan dan dikaitkan dengan asumsi khusus sebagai bagian yang akan menjadi kesepakatan dengan pemberi tugas Dalam hal Penilai memperoleh penugasan penilaian dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada 5.8.5, maka Penilai harus menyatakan keterbatasan, kebutuhan dan keperluan untuk melakukan investigasi dan melengkapi data yang perlu diverifikasi, termasuk perlunya pendataan secara sampling Asumsi dan asumsi khusus; Seluruh asumsi dan / atau asumsi khusus yang dicantumkan dalam pelaporan penilaian harus sesuai dengan yang dicantumkan dalam Lingkup Penugasan. Asumsi dan/atau asumsi khusus merupakan bagian dari penentuan batasan tingkat kedalaman investigasi. 5.9 Dalam pelaksanaan proses Implementasi, Penilai harus menerapkan SPI 104 dengan memperhatikan: Investigasi yang dilakukan harus merujuk kepada Lingkup Penugasan terkait pengaturan tingkat kedalaman investigasi dan asumsi atau asumsi khusus yang digunakan. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

13 5.9.2 Penilaian Properti Agri syarat dengan kebutuhan data yang spesifik. Penilai perlu memastikan kepada pemberi tugas atas kebutuhan data dan informasi yang diperlukan Seluruh pendekatan penilaian sepanjang sesuai dapat diterapkan untuk penilaian Properti Agri. Dalam hal pendekatan yang digunakan lebih dari satu pendekatan, maka dibutuhkan proses rekonsiliasi nilai untuk menghasilkan kesimpulan penilaian. Setiap penggunaan pendekatan dan/atau metode penilaian harus disertakan alasan penggunaannya Penilai harus menggunakan SPI 105 tentang Pelaporan Penilaian dan petunjuk teknis terkait lainnya. 7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.1 Standar ini dapat dikutip sebagai SPI Penilaian Properti Agri. 7.2 SPI ini ditetapkan pada tanggal... dan mulai berlaku secara efektif pada... Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

14 Lampiran A: Penilaian Properti Perkebunan 1. Tanaman merupakan unsur utama pada properti perkebunan yang memberikan manfaat dengan kontribusi terbesar terhadap penciptaan nilai, selain adanya properti pendukung lainnya seperti tanah, bangunan, sarana pelengkap, mesin dan peralatan, kendaraan bermotor dan alat angkut lainnya. 2. Dilihat dari sifat dan karateristiknya, properti perkebunan (agriculture property) termasuk kepada properti yang menghasilkan (income producing property) dimana dasar asetnya membutuhkan areal lahan yang relatip luas, dipengaruhi oleh kualitas lahan tertentu dengan unsur budidaya tertentu pula. Dengan demikian adalah sangat penting bagi seorang Penilai untuk memahami dan mengetahui sifat-sifat khusus dari properti tersebut dan selalu memperhatikan dasar dan tujuan penilaian yang akan dilakukan. 3. Perkebunan sebagai salah satu unit usaha, secara operasional ditentukan oleh ketentuan dan peraturan yang berbeda dengan properti lainnya. Oleh karena unsur legalitas (perizinan) merupakan unsur utama yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan Nilai, maka seorang Penilai harus mengetahui dengan benar ketentuanketuntuan yang berlaku dan konteks relevansinya terhadap pelaksanaan pekerjaan penilaian. 4. Properti Perkebunan adalah tanah dalam satuan lahan yang diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu atau lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang dikelola dengan standar manajemen perkebunan yang berlaku umum. 5. Aset Tanaman yang dimaksud adalah tanaman yang dibudidayakan secara komersial pada suatu lahan tertentu dan dikelola berdasarkan teknis budidaya yang berlaku umum pada suatu tempat tertentu. 6. Aset non Tanaman adalah sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya termasuk unit pengolahan (bila ada) yang merupakan bagian yang tidak terlepas dari satu kesatuan aset pada suatu entitas pertanian. 7. Beberapa sifat khusus tanaman yang harus diketahui : a. Tanaman sebagai bagian dari aset perkebunan dapat dilihat dari status tanaman meliputi ; Bibit, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) dengan jenis dan varitas tanaman yang sama maupun tidak sama. b. Umur tanaman adalah masa waktu tanaman dapat dibudidayakan dimulai dari penanaman hingga akhir masa produktif (pada umumnya satu siklus). Sedangkan umur produktif tanaman disebut juga umur ekonomis tanaman yang dihitung mulai tanaman berproduksi hingga akhir masa produktif tanaman. Umur produktif atau umur ekonomis tanaman dapat disebut periode Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

15 tanaman menghasilkan (TM). Sedangkan periode tanaman belum menghasilkan (dimulai dari penanaman) sampai dengan mulai menghasilkan disebut periode tanam belum menghasilkan (TBM). 8. Oleh karena aset perkebunan dinilai sebagai suatu properti yang dapat menghasilkan pendapatan, maka nilai perkebunan secara keseluruhan harus dilihat dalam konteks satu kesatuan aset yang sedang berjalan, kecuali dipersyaratkan lain, seperti penilaian untuk kepentingan pelaporan keuangan. 9. Penilai harus dapat membedakan dan memisahkan unsur-unsur yang termasuk dalam kategori aset tetap (tangible asset) dengan aset tidak tetap (intangible asset). Penilai seharusnya dapat memisahkan antara perkebunan sebagai aset tetap dengan perkebunan sebagai entitas usaha. Karena perkebunan sebagai aset tetap dapat dilihat sebagai aset individual sehingga dalam memproyeksikan pendapatannya sangat tergantung dengan masa produksinya. Sedangkan perkebunan sebagai entitas usaha atau perusahaan selalu dilihat sebagaian bagian bisnis yang berjalan (going concern) secara terus menerus. 10. Pola pengembangan perkebunan di Indonesia memiliki beberapa ciri, dimana pada masa tahapan pembangunan seperti adanya pola perkebunan inti, pola bapak angkat dan perkebunan plasma, memiliki konsekwensi terhadap penguasaan aset secara bersama atau masing-masing dari aset seperti tanah dan tanaman berikut kelengkapan lainnya. Untuk hal demikian, Penilai harus teliti dan memahami unsurunsur kepemilikan serta batasan tanggung jawab dari masing-masing pola pengembangan dan kepemilikan yang ada. 11. Pada perkebunan tertentu, seorang Penilai harus dapat membedakan antara tanaman yang dikategorikan sebagai tanaman pokok (tanaman utama) dan tanaman selingan (tumpang sari), dimana adakalanya tanaman yang bukan tanaman pokok dapat mempengaruhi keberadaan tanaman utamanya secara signifikan. 12. Setiap jenis dan varitas tanaman dapat mengalami berbagai jenis penyakit dan gangguan atau hama tanaman dengan berbagai tingkat serangan serta membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Dalam hal ini, Penilai harus memperhatikan apakah kondisi tanaman masih ekonomis untuk dipertahankan dan dapat dipanen hasilnya. 13. Standar umur dan proyeksi produksi suatu tanaman dapat ditentukan oleh masingmasing jenis dan varietas tanaman, asal bibit (bahan tanam) yang digunakan. Informasi ini seharusnya didukung oleh data referensi dari Lembaga/Pusat Penelitian atau Perusahaan yang mengeluarkan sertifikasi Bibit yang digunakan atau dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan telah diakui secara umum. 14. Standar karateristik penggunaan lahan dan teknis budidaya untuk masing-masing jenis tanaman harus didasari kepada standar normal yang berlaku dan ditentukan oleh lembaga atau instansi yang diakui secara umum. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

16 15. Untuk tujuan tertentu, hasil penilaian diminta untuk dirinci berdasarkan masing-masing unsur aset, apakah aset tetap tanaman (untuk keperluan akuntasi dikenal dengan aset biologis dapat terdiri dari produk agrikultur dan tanaman produktif) atau non tanaman. Dasar penilaian yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penilaian, apakah Nilai Pasar atau nilai selain Nilai Pasar. Penilai dapat memberikan pendapat secara hati-hati dan objektif dengan tetap memperhatikan prosedur penilaian dan asumsi-asumsi yang dapat dipertanggung jawabkan. 16. Pendekatan Penilaian yang digunakan, dan yang perlu diperhatikan dalam lingkup penilaian perkebunan : a. Secara umum penilaian perkebunan dapat dinilai dengan menggunakan Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan/atau Pendekatan Biaya. b. Penilaian aset tetap non tanaman dapat dinilai dengan menggunakan metode perbandingan data pasar dan/atau Pendekatan Biaya dengan Metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost/ DRC) sebagai komponen pembentuk nilai properti secara keseluruhan. c. Nilai tanaman pada umumnya disimpulkan dari nilai keseluruhan properti (menggunakan Pendekatan Pendapatan dengan metode DCF) melalui proses ekstraksi (pemisahan). Penilai harus memperhatikan konstribusi setiap jenis aset non tanaman yang ikut menunjang terbentuknya nilai perkebunan. IUntuk sampai pada nilai tanaman, proses ekstraksi hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan konstribusi aset non tanaman dalam jumlah yang wajar. Contoh, pada perkebunan tertentu terdapat seperti aset non tanaman seperti perumahan, alat berat dan aset lainnya tidak beroperasi secara langsung memberikan kontribusi terhadap kegiatan budidaya pertanian yang bersangkutan, namun keberadaan aset non tanaman tersebut diperuntukan untuk kepentingan mitra perkebunan (plasma) atau group perusahaan lainnya. d. Tanaman tahunan umumnya memiliki siklus produksi tahunan yang tidak tetap. Oleh sebab itu, penilaian dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan seharusnya menggunakan metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF) sebagai dasar perkiraan dari nilai yang diharapkan. Proyeksi untuk mendapatkan pendapatan harus didasari asumsi proyeksi produksi dari komoditi yang dihasilkan. Dimana sisa umur ekonomis dari tanaman harus disesuaikan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang dapat dilihat dari aspek teknis maupun non teknis. e. Pengambilan asumsi pendapatan diusahakan tidak dipengaruhi oleh kemampuan manajemen dalam memasarkan produknya. Bila dasar penetapan pendapatan didasarkan kepada produk hasil pengolahan pabrik yang dimiliki perkebunan, maka Penilai harus benar-benar yakin dan teliti apakah aktivitas pabrik telah mempengaruhi nilai tanaman secara signifikan. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

17 Contohnya, perbandingan kapasitas pabrik dengan luas areal tertanam tidak seimbang maka nilai tambah pabrik yang dipasok dari tanaman di luar perkebunan milik sendiri akan sangat mempengaruhi hasil penilaian yang didapatkan. Bila ketentuan keseimbangan tersebut tidak dapat terpenuhi, sebaiknya Penilai dapat mengambil penetapan hasil pendapatannya dari produk yang belum terolah, sepanjang mekanisme pasarnya ada. f. Perkebunan yang memiliki lebih dari satu komoditi tanaman, penilaiannya harus memperhatikan karateristik masing-masing tanaman apakah dilihat dari unsur budidayanya, pasar komoditi, harga, biaya-biaya yang akan diasumsikan dan tingkat diskonto yang ditetapkan. Bila nilai tanaman yang dikehendaki dirinci untuk masing-masing jenis tanaman, Penilai harus hati-hati dan lebih teliti dalam mengasumsikan biaya-biaya langsung terhadap masing-masing komoditi dan alokasi biaya tidak langsung dari satu kesatuan operasional perkebunan secara menyeluruh. Seluruh asumsi harga maupun biaya yang diambil tetap mengacu kepada harga dan biaya setempat sebagai acuan. g. Penilai harus mempertimbangkan masa berlaku hak atas tanah sesuai dengan peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam memproyeksikan periode arus kas yang digunakan dalam metode DCF. Dalam hal asumsi perpanjangan hak digunakan, maka pencadangan biaya perpanjangan atau penerbitan hak baru atas hak tanah perkebunan harus diperhitungkan. Adanya masa perpanjangan atas hak tanah yang dipertimbangkan dalam periode DCF berjalan dapat berhubungan dengan masa sisa umur ekonomis tanaman. Sehingga, dengan berakhirnya proyeksi sisa umur ekonomis tanaman akan terdapat potensi nilai sisa dari hak atas tanah maupun aset non tanman lainnya (bila ada). Nilai sisa tanah maupun nisa sisa aset non tanaman lainnya seharusnya diperhitungkan sebagai pendapatan dari nilai sisa di masa akhir periode proyeksi DCF dimana nilai sisa dimaksud harus ditentukan secara wajar. h. Dalam penentuan nilai Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan stock Bibit sebagai bagian pembentuk nilai perkebunan atau bagian terpisah, penilaiannya dapat menggunakan metode perbandingan data pasar, metode DCF, atau pendekatan biaya dengan metode DRC. Penilai harus memberikan alasan pemilihan salah satu atau lebih dari pendekatan atau metode penilaian yang dipilih. i. Bila penilaian tanaman belum menghasilkan (TBM) dinilai menggunakan metode DCF, maka Penilai harus cermat memperhitungkan sisa biaya pembangunan yang masih harus dikeluarkan serta mempertimbangkan resikoresiko yang akan muncul bila tanaman sudah mulai menghasilkan. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

18 j. Penentuan penggunaan tingkat diskonto dalam penerapan DCF harus mempertimbangkan tingkat risiko yang sesuai dengan objek penilaian khususnya Properti Agri. Penilai harus memastikan konsistensi penggunaan asumsi dalam pembentukan tingkat diskonto yang digunakan sesuai dengan karateristik objek penilaian yang dinilai. k. Bila tidak ditentukan lain (seperti untuk laporan keuangan), penilaian tanaman harus dilihat dari satu kesatuan nilai antara tanaman berikut lahannya (tanah). l. Lahan atau tanah perkebunan yang masih belum tertanam (tanah kosong) atau telah tertanam namun ingin dipisah, penilaiannya dapat dilakukan dengan metode perbandingan data pasar dan/atau pendekatan pendapatan dengan metode DCF dengan teknik penyisaan tanah (land residual) atau teknik pengembangan lahan (land development). m. Untuk tujuan pelaporan keuangan (IAS 41/PSAK 69), aset tanaman dipisah menjadi tanaman produktif (bearer plant) dan produk agrikultur (agricultural produce). Dalam menentukan nilai tanaman produktif (tegakan tanaman di luar produk yang akan dipanen) dengan menggunakan model revaluasi, Nilai Wajar tanaman produktif diperoleh dari indikasi Nilai Wajar tanaman (lihat poin 16 butir c) dikurang Nilai Wajar produk agrikultur yang dihasilkan tanaman pada tanggal penilaian (lihat Lampiran B). 17. Pada perkebunan tertentu, didapat tanaman yang berumur tua atau masa ekonomisnya tinggal beberapa tahun. Untuk hal demikian, Penilai harus mempelajari dengan seksama atau mendiskusikan kepada pemberi tugas sesuai dengan tujuan penilaian, apakah perhitungan DCF-nya perlu memasukkan unsur penanaman kembali (replanting). Namun demikian, untuk tujuan tertentu, unsur penanaman kembali dari tanaman tua bagian yang harus diperhitungkan sepanjang jangka waktu atas legalitas tanah memungkinkan. Penilai harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penanaman kembali tersebut di dalam laporan penilaian. 18. Penilai harus mengungkapkan semua informasi dan temuan di lapangan, terutama untuk hal-hal yang terkait baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh kepada nilai perkebunan. 19. Pelaporan Penilaian harus mengikuti SPI 105 dan standar teknis terkait lainnya. Halhal khusus yang harus tercakup dalam laporan penilaian perkebunan antara lain : a. Deskripsi jelas tentang lokasi perkebunan, baik dari segi jarak, waktu tempuh, aksesibilitas dan sarana transportasi yang tersedia. b. Deskripsi perkebunan secara keseluruhan meliputi aset tanaman maupun non tanaman. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

19 c. Karateristik lahan secara umum meliputi ; Iklim (curah hujan, bulan kering dan sinar matahari), Ketinggian dari permukaan laut, Bentuk daerah dan lereng (topografi), Kedalaman efektip tanah, Jenis, fisk dan kimia tanah, drainase dan batuan/krikil dipermukaan dan di dalam tanah. d. Keadaan tanaman meliputi pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman masa TBM maupun TM hingga kegiatan pemungutan hasil (panen), termasuk hasil panen, gangguan hama dan penyakit. e. Secara umum hal-hal yang bersifat teknis maupun non teknis yang dijumpai dan mempengaruhi nilai, harus diungkapkan secara jelas. f. Aset non tanaman yang terdapat dalam lingkup properti perkebunan, harus diungkapkan secara jelas dan benar berikut hal-hal di luar keadaan normal bila dijumpai. g. Seluruh pendekatan dan atau metode penilaian yang digunakan termasuk asumsi-asumsi yang dipertimbangkan. Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

20 Lampiran B: Penilaian Aset Biologis Untuk Keperluan Pelaporan Keuangan (Produk Agrikultur Berbasis Tanaman) 1. Penilaian Aset Biologis yang diatur dalam standar ini berkaitan untuk keperluan Pelaporan Keuangan sebagaimana yang diatur dalam IAS 41 atau PSAK 69 dikhususkan kepada produk agrikultur. Beberapa istilah dan definisi terkait Aset Biologis dapat dilihat pada bagian definisi pada SPI SAK mengatur bahwa Aset Biologis harus diukur pada saat pengakuan awal dan pada saat akhir setiap periode pelaporan sebagai Nilai Wajar dikurang biaya untuk menjual pada titik panen (IAS 41 atau PSAK 69). Dalam penerapannya, untuk kepentingan penilaian ini, Penilai menentukan Nilai Wajar sebelum atau tidak termasuk biaya untuk menjual pada titik panen sebagaimana yang diatur SAK. 3. Aset Biologis harus diukur menggunakan Nilai Wajar sebagaimana yang didefinisikan dalam SPI Aset biologis dimaksud terdiri dari: a. Aset biologis, kecuali tanaman produktif (bearer plants); b. Produk agrikultur pada titik panen; dan c. Hibah pemerintah yang dicakup. 4. Penilai harus dapat membedakan aset biologis dari dua sisi. Pertama, aset biologis yang dapat dikonsumsi adalah aset biologis yang akan dipanen sebagai produk agrikultur atau dijual sebagai aset biologis. Contoh aset biologis yang dapat dikonsumsi adalah ternak yang dimaksudkan memproduksi daging ternak yang dimiliki untuk dijual, ikan yang dibudidayakan, tanaman panen seperti jagung dan gandum, produk tanaman produktif dan pohon yang ditanaman untuk menghasilkan potongan kayu. Kedua, aset biologis produktif adalah aset selain aset biologis yang dapat dikonsumsi; sebagai contoh, ternak yang dimaskudkan untuk memproduksi susu, dan pohon buah yang menghasilkan buah untuk dipanen (PSAK 69). Aset biologis produktif yang tidak atau belum menghasilkan produk agrikultur disebut dengan tanaman produktif (bearer plant). 5. Beberapa contoh Aset Biologis dan produk agrikultur meliputi antara lain: Aset Biologis Produk Agrikultur Komoditi yang diproses setelah panen Tanaman tembakau Daun tembakau Tembakau Tanaman teh Pucuk/daun teh Teh Pohon kelapa sawit Tandan buah segar Minyak sawit Pohon karet Getah karet/lateks Produk olahan karet Tanaman buah-buahan Buah segar yang dipanen Buah olahan Sumber: IAS 41/PSAK 69 Eksposur Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

21 6. Berdasarkan IAS 41 atau PSAK 69, produk agrikultur harus diukur menggunakan Nilai Wajar dikurang biaya penjualan. Tanaman produktif sebagai bagian yang menghasilkan produk agrikultur diatur dalam IAS 16 atau PSAK 16 yang dapat diukur menggunakan model biaya atau model revaluasi. Penilai dalam melaksanakan penilaian untuk kepentingan aset biologis dan/atau tanaman produktik harus berdasarkan Lingkup Penugasan yang disepakati pemberi tugas. 7. Masing-masing tanaman yang menghasilkan produk agrikultur dapat berbeda satu sama lainnya. Terdapat jenis tanaman tahunan maupun tanaman semusim yang menghasilkan produk agrikultur dalam berapa bentuk yang menghasilkan suatu komoditi, diantaranya buah, getah, daun dan bunga sebagai produk yang dipanen. Contoh, pada tanaman kelapa sawit, produk agrikultur adalah tandan buah segar yang dapat dipanen selama buah telah memasuki periode yang dapat ditentukan jumlah dan masa panennya. Tanda buah segar (TBS) yang telah menunjukkan hasil untuk dapat dipanen, secara teknis budidaya berkisar kurang dari 3 4 bulan menjelang TBS dapat dipetik/dipanen. Sedangkan pada tanaman karet, produk agrikultur yang dihasilkan adalah getah karet atau lateks cair yang diperoleh melalui perlakuan (penyadapan) terhadap kulit batang karet yang telah cukup umur untuk diambil getahnya. Lateks cair yang dihasilkan dari batang kayu dapat ditentukan sesuai dengan jadwal penyadapan karet pada tanggal penilaian. 8. Standar umur dan estimasi produksi suatu tanaman yang hendak dipanen ditentukan oleh masing-masing jenis dan varietas tanaman, asal bibit (bahan tanam) dan perawatan tanaman. Penilai perlu mendapatkan dukungan Informasi atas data referensi yang digunakan dari Lembaga/Pusat Penelitian atau sumber-sumber yang dapat dipercaya untuk menentukan acuan estimasi produksi. Eksposur Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

22 9. Dalam melakukan penilaian atas produk agrikultur, Penilai harus memperhatikan masing-masing masa titik panen produk agrikultur. Jumlah dan lama waktu produk dipanen akan ditentukan oleh pemberi tugas. Penilai harus melakukan verifikasi atas informasi dan data yang diberikan pemberi tugas untuk melihat kewajaran data dimaksud dengan mempertimbangkan metode atau teknik yang dilakukan pihak manajemen dalam mengestimasi potensi produksi yang dapat dipanen. Selanjutnya Penilai juga melakukan verifikasi berdasarkan inspeksi lapangan. Verifikasi informasi dan data akan menentukan tingkat keyakinan Penilai dalam memberikan opini nilai. 10. Pendekatan dan metode penilaian yang digunakan, dan yang perlu diperhatikan dalam penilaian aset biologis khusus produk agrikultur, antara lain: a. Secara umum pendekatan yang dapat dipakai adalah pendekatan pasar dan pendekatan pendapatan dengan mentode DCF. b. Pendekatan pasar dapat digunakan dalam hal produk agrikultur siap untuk dipanen secara langsung pada tanggal penilaian. Penentuan Nilai Wajar yang dilakukan dengan pendekatan ini didasarkan kepada data pembanding dari produk sejenis, dengan mempertimbangkan harga yang disesuaikan dengan jenis, kualitas, kondisi, lokasi, waktu dan jumlah satuan produk yang ada di pasar. Dalam hal terdapat perbedaan antara objek penilaian dengan objek pembanding, maka masing-masing data pembanding harus dilakukan penyesuian (adjusment) untuk mendapatkan kesetaraan nilai dari produk agrikultur. Contoh, potensi lateks yang dihasilkan dari batang karet pada tanggal penilaian diestimasi berdasarkan data lapangan dalam satuan luas yang dapat dipanen. Untuk menentuan indikasi nilainya, jumlah lateks yang dapat dihasilkan dikalikan dengan harga pasaran getah karet kering yang sebelumnya telah dilakukan penyesuaian terhadap jenis, kualitas, kadar kering dan lokasi data pembanding dengan potensi lateks yang diperoleh. c. Dalam hal produk agrikutur tidak dapat ditentukan menggunakan pendekatan pasar karena data langsung tidak tersedia pada titik panen atau periode panen melewati satu periode tertentu (lebih dari satu minggu/bulan), maka pendekatan pendapatan dengan metode DCF dapat digunakan. Proyeksi untuk mendapatkan pendapatan harus didasari asumsi proyeksi produksi dari komoditi yang akan dipanen sebagaimana yang dijelaskan pada poin 7, 8 dan 9 pada uraian sebelumnya. d. Penentuan proyeksi pendapatan kotor ditentukan oleh harga pasar pada masingmasing periode estimasi buah yang akan dipanen. Untuk mendapatkan pendapatan bersih, potensi pendapatan kotor dari hasil panen perlu dikurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan arus kas bersih dari hasil produk agrikultur selama periode masa panen. Biaya-biaya dimaksud dapat meliputi biaya panen dan transportasi, biaya perawatan dan biaya umum (dihitung secara proporsional) yang masih dikeluarkan agar hasil panen dapat Eksposur Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

23 terpenuhi. Untuk mendapatkan indikasi Nilai Wajar pada tanggal penilaian, proyeksi arus kas bersih perlu dilakukan proses diskonto pada tingkat diskon (discount rate) tertentu dengan memperhatikan tingkat bunga bebas risiko yang wajar dan risiko lainnya (bila ada). Pada umumnya, periode proyeksi DCF yang dilakukan terhadap produk agrikultur adalah dalam periode bulanan atau mingguan. Ilustrasi perhitungan untuk TBS terlampir. 11. Penilai harus mengungkapkan semua informasi dan temuan di lapangan, terutama untuk hal-hal yang terkait baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh kepada nilai produk agrikultur. 12. Laporan penilaian untuk kepentingan Pelaporan Keuangan harus mengikuti SPI 105 dan SPI 201 berikut dengan juknisnya. Pelaporan aset biologis sekurang-kurangnya mencakup antara lain : a. Deskripsi jelas tentang lokasi perkebunan; b. Deskripsi meliputi aset tanaman maupun non tanaman; c. Karateristik lahan secara umum; d. Keadaan tanaman kegiatan pemungutan hasil (panen), termasuk hasil panen, gangguan hama dan penyakit. e. Secara umum hal-hal yang bersifat teknis maupun non teknis yang dijumpai dan mempengaruhi nilai, harus diungkapkan secara jelas. f. Pendekatan dan/atau metode penilaian yang digunakan dan alasannya; g. Dasar penentuan estimasi produksi dan besarannya; h. Asumsi-asumsi yang dipertimbangkan (harga, biaya tingkat diskonto dan lainnya). Eksposur Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

24 Lampiran B.1: Ilustrasi DCF untuk Produk Hasil Tanaman Kelapa Sawit (TBS) Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Pendapatan Kotor Estimasi Potensi Produksi TBS (kg) 1,000 1,100 1,120 1,050 Harga TBS Rp/kg 1,550 1,600 1,650 1,600 Sub Total Rp 1,550,000 1,760,000 1,848,000 1,680,000 Biaya operasional Perawatan Rp 155, , , ,000 Panen dan Transport Rp 110, , , ,500 Umum Rp 310, , , ,000 Sub Total Rp 575, , , ,500 Pendapatan Bersih Rp 975,000 1,111,000 1,170,400 1,060,500 Faktor diskonto 9.0% Total Rp 967,742 1,094,521 1,144,456 1,029,273 Nilai Wajar TBS Rp 4,235,991 * * * * * * * Eksposur Draf Standar Penilaian Indonesia 302 (SPI 302)

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Dipublikasikan tanggal : 8 Januari 2017 Tanggapan dan/atau masukan atas Eksposur Draft SPI 366 ini selambatnya dapat

Lebih terperinci

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Dipublikasikan tanggal : 8 Januari 2017 Tanggapan dan/atau masukan atas Eksposur Draft SPI 366 ini selambatnya dapat

Lebih terperinci

Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 363 ( SPI 363 ) Kaji Ulang Penilaian

Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 363 ( SPI 363 ) Kaji Ulang Penilaian Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 363 ( SPI 363 ) Kaji Ulang Penilaian Dipublikasikan tanggal : 13 Februari 2018 Masukan dan/atau tanggapan atas Ekspose Draf ini diharapkan selambatnya tanggal 30

Lebih terperinci

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Komentar atas draf ini dapat diberikan sampai dengan tanggal 10 Desember

Lebih terperinci

AGRIKULTUR PSAK. Juli ED PSAK 69 (07 Sept 2015).indd 1 07/09/ :02:45

AGRIKULTUR PSAK. Juli ED PSAK 69 (07 Sept 2015).indd 1 07/09/ :02:45 ED PSAK AGRIKULTUR Diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Grha Akuntan, Jalan Sindanglaya No. Menteng, Jakarta 0 Telp: (0) 0 Fax: (0) 000 Email: iai-info@iaiglobal.or.id,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dapat diperoleh serta seberapa relevan dan andal informasi

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dapat diperoleh serta seberapa relevan dan andal informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, informasi menjadi bagian penting untuk seluruh segi kehidupan (Ridwan, 2011). Ketersediaan informasi menjadi bagian yang sangat penting dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Pendekatan Pembahasan Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian yang dilaporkan oleh salah satu perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek

Lebih terperinci

AKUNTANSI AGRIKULTUR PSAK 69 DAN PSAK 68 BY: ERSA TRI WAHYUNI

AKUNTANSI AGRIKULTUR PSAK 69 DAN PSAK 68 BY: ERSA TRI WAHYUNI 1 AKUNTANSI AGRIKULTUR PSAK 69 DAN PSAK 68 BY: ERSA TRI WAHYUNI All material presented is the opinion of the author and not a formal position of the Indonesian Institute of Accountants PSAK yang terkait

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada Dalam bab ini, dilakukan analisis dengan membandingkan standar standar akuntansi yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang sangat penting bagi perusahaan komersial. Dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang sangat penting bagi perusahaan komersial. Dalam kerangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk informasi dalam bidang ekonomi yang sangat penting bagi perusahaan komersial. Dalam kerangka konseptual Standar

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. pelaksanaan penelitian. Aset biologis pada PT. Perkebunan Nusantara VII Unit

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. pelaksanaan penelitian. Aset biologis pada PT. Perkebunan Nusantara VII Unit 57 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Data Dalam bab ini disajikan analisis terhadap data yang telah terkumpul selama pelaksanaan penelitian. Aset biologis pada PT. Perkebunan Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas. Laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan kerangka acuan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas. Laporan keuangan entitas harus disusun berdasarkan

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306)

Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306) Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306) 1 KOMITE PENYUSUN STANDAR PENILAIAN INDONESIA (KPSPI) MASYARAKAT PROFESI PENILAI INDONESIA (MAPPI) -

Lebih terperinci

Eksposur Draft. Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366)

Eksposur Draft. Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366) Eksposur Draft Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366) Dipublikasikan tanggal: 1 April 2017 Tanggapan dan/atau masukan atas Eksposur Draft Juknis SPI 366 ini selambatnya dapat diterima

Lebih terperinci

BIOLOGICAL ASSET VALUATION

BIOLOGICAL ASSET VALUATION BIOLOGICAL ASSET VALUATION UNTUK KEPERLUAN LAPORAN KEUANGAN (IAS 41) Oleh: Ir. Benny Supriyanto, MSc, MAPPI (Cert) Jakarta, 12 Oktober 2010 1 IAS 41 tentang Biological Asset. Aktiva Biologis (biological

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN A. Aset A.1 Definisi Aset merupakan semua kekayaan yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan baik berwujud maupun tak berwujud yang berharga atau bernilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN Economic Community (AEC) merupakan sebuah komunitas dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tegabung dalam ASEAN (Association of Southeast Asian Nations)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini komoditas perkebunan masih memegang peran penting dalam menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

PENILAIAN UNTUK PELAPORAN KEUANGAN

PENILAIAN UNTUK PELAPORAN KEUANGAN Petunjuk Teknis SPI 201 PENILAIAN UNTUK PELAPORAN KEUANGAN KELOMPOK ASET BERWUJUD KOMITE PENYUSUN STANDAR PENILAIAN INDONESIA (KPSPI) MASYARAKAT PROFESI PENILAI INDONESIA (MAPPI) Petunjuk Teknis SPI 201

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama tanaman teh. Varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia sinensis, yang

BAB I PENDAHULUAN. utama tanaman teh. Varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia sinensis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman teh merupakan tumbuhan jenis semak yang termasuk dalam keluarga Camellia yang berasal dari Cina, Tibet dan India bagian Utara. Ada dua varietas utama tanaman

Lebih terperinci

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aset 2.1.1 Definisi Aset Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia disebutkan bahwa: Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306)

Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306) Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306) Komentar atas exposure draft ini dapat diberikan sampai dengan tanggal 20 Agustus 2014 dan dapat disampaikan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Aktiva Tetap

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Aktiva Tetap BAB III PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Aktiva Tetap Aktiva tetap merupakan aktiva yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan, dimiliki oleh perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual serta memiliki

Lebih terperinci

ASET TETAP PSAK AMANDEMEN. AGRIKULTUR: TANAMAN PRODUKTIF

ASET TETAP PSAK AMANDEMEN. AGRIKULTUR: TANAMAN PRODUKTIF ASET TETAP PSAK AMANDEMEN. AGRIKULTUR: TANAMAN PRODUKTIF ED AMANDEMEN ASET TETAP Agrikultur: Tanaman Produktif PSAK 16 Diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Grha Akuntan,

Lebih terperinci

ASET TETAP PSAK AMANDEMEN. Agrikultur: Tanaman Produktif

ASET TETAP PSAK AMANDEMEN. Agrikultur: Tanaman Produktif ED AMANDEMEN PSAK 1 ASET TETAP Agrikultur: Tanaman Produktif Diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Grha Akuntan, Jalan Sindanglaya No. 1 Menteng, Jakarta 10310 Telp:

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 48 PENURUNAN NILAI AKTIVA

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 48 PENURUNAN NILAI AKTIVA 0 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. PENURUNAN NILAI AKTIVA Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 478/BL/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Identitas Pemberi Tugas

1 PENDAHULUAN. 1.1 Identitas Pemberi Tugas 1 PENDAHULUAN 1.1 Identitas Pemberi Tugas KANTOR JASA PENILAI PUBLIK YANUAR BEY DAN REKAN ( Y&R ) ditunjuk oleh [ ] berdasarkan persetujuan atas Surat Penawaran [ ] tanggal [ ] dengan maksud untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam, terutama dari sektor pertanian. Sektor pertanian ini mempunyai peran yang

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan Untuk mengetahui pengertian yang jelas mengenai aktiva tetap tanaman menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV 1. Latar Belakang Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dimanfaatkan untuk usaha. Indonesia menghasilkan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dimanfaatkan untuk usaha. Indonesia menghasilkan berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia adalah negara yang mempunyai sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan untuk usaha. Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan, antara lain

Lebih terperinci

Pendekatan Pendapatan

Pendekatan Pendapatan Pendekatan Pendapatan KONSEP Pendekatan Pendapatan Konsep Pendekatan Pendapatan Berkaitan dengan Prinsip Penilaian : Prinsip Antisipasi & Perubahan Prinsip Supply & Demand Substitusi : market oriented,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN Bisnis utama PT Paya Pinang saat ini adalah industri agribisnis dengan menitikberatkan pada industri kelapa sawit diikuti dengan karet. Proses bisnis baik tanaman karet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu perusahaan selalu berusaha untuk mencapai tujuannya. Untuk menunjang tercapainya tujuan itu, setiap perusahaan mempunyai aktiva tetap tertentu untuk memperlancar

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366)

Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366) Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366) KOMITE PENYUSUN STANDAR PENILAIAN INDONESIA (KPSPI) MASYARAKAT PROFESI PENILAI INDONESIA (MAPPI) - 1 Juni 2017 - 1.0 Pendahuluan 1.1 Petunjuk teknis

Lebih terperinci

AKUNTANSI ASET BIOLOGIS: PERLUKAH ADOPSI INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR ACCOUNTING STANDARD (IPSAS) 27 DALAM STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)?

AKUNTANSI ASET BIOLOGIS: PERLUKAH ADOPSI INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR ACCOUNTING STANDARD (IPSAS) 27 DALAM STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)? AKUNTANSI ASET BIOLOGIS: PERLUKAH ADOPSI INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR ACCOUNTING STANDARD (IPSAS) 27 DALAM STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)? Dina Natasari 1, Rizky Wulandari 2 1,2 Program Studi Akuntansi/Departemen

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT

BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT A. Sejarah Ringkas PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Sawit Langkat ini merupakan unit kebun sawit langkat (disingkat SAL) berdiri sejak

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) Pelatihan APHI 18 MEI 2011 Dwi Martani & Taufik Hidayat Staf Pengajar Departemen Akuntansi FEUI Tim Penyusun

Lebih terperinci

STANDAR PENGENDALIAN MUTU 1 STANDAR PERIKATAN JASA 4410 PERIKATAN KOMPILASI

STANDAR PENGENDALIAN MUTU 1 STANDAR PERIKATAN JASA 4410 PERIKATAN KOMPILASI EXPOSURE DRAFT STANDAR PENGENDALIAN MUTU STANDAR PERIKATAN JASA 0 PERIKATAN KOMPILASI PENGENDALIAN MUTU BAGI KANTOR JASA AKUNTANSI (KJA) YANG MELAKSANAKAN PERIKATAN SELAIN PERIKATAN ASURANS Exposure Draft

Lebih terperinci

Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP)

Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP) Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP) 1.0 Pendahuluan 1.1 SPI adalah pedoman dasar pelaksanaan tugas penilaian secara profesional yang sangat penting artinya bagi para Penilai untuk memberikan hasil yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penjelasan Umum Aset Tetap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 16 adalah Standar Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

Lebih terperinci

PROFESI PENILAI & KONSEP DAN TEORI DASAR PENILAIAN PROPERTI

PROFESI PENILAI & KONSEP DAN TEORI DASAR PENILAIAN PROPERTI PROFESI PENILAI & KONSEP DAN TEORI DASAR PENILAIAN PROPERTI 1 SKEMA PENGGOLONGAN PROPERTI Real Properti (Tanah, Bangunan dan Sarana Pelengkap) Tangible Asset Personal Properti Mesin dan Peralatannya, Fixture

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN. ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN (Skripsi) OLEH Nama : Veronica Ratna Damayanti NPM : 0641031138 No Telp :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Sumber Daya Alam. Penilaian.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Sumber Daya Alam. Penilaian. No.226, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Sumber Daya Alam. Penilaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.06/2010 TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. PSAK 1 tentang penyajian laporan keuangan. a. Definisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akuntansi Akuntansi sering disebut sebagai bahasanya dunia usaha karena akutansi akan menghasilkan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang menyelenggarakannya dan pihak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Akuntansi 2.1.1 Pengertian Akuntansi Warren (2013 : 9), mendefinisikan akuntansi diartikan sebagai sistem informasi yang menyediakan laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai

Lebih terperinci

INTERPRETASI ATAS RUANG LINGKUP PSAK 13: PROPERTI INVESTASI

INTERPRETASI ATAS RUANG LINGKUP PSAK 13: PROPERTI INVESTASI ED ISAK INTERPRETASI ATAS RUANG LINGKUP PSAK 13: PROPERTI INVESTASI Diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Grha Akuntan, Jalan Sindanglaya No. 1 Menteng, Jakarta 100

Lebih terperinci

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit. BOKS LAPORAN PENELITIAN: KAJIAN PELUANG INVESTASI PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI JAMBI I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan areal perkebunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan

Lebih terperinci

Kepada: PROGRAM FAKULTAS

Kepada: PROGRAM FAKULTAS ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET A BIOLOGIS (Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara VII) I) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S2 S Program Magister Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. 2.1 Akuntansi Pemerintahan Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Akuntansi dan lap oran keuangan mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia dikenal sebagai negara dengan hasil perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang Nomor 39 Tahun

Lebih terperinci

PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN. Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren

PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN. Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren PENDAHULUAN Tujuan dari penyusunan Pedoman Akuntansi Pesantren adalah untuk memberi panduan akuntansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23 Secara umum pendapatan dapat diartikan sebagai peningkatan penghasilan yang diperoleh perusahaan dalam

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS KEWAJIBAN AKTIVITAS PURNA OPERASI, RESTORASI DAN KEWAJIBAN SERUPA

PERUBAHAN ATAS KEWAJIBAN AKTIVITAS PURNA OPERASI, RESTORASI DAN KEWAJIBAN SERUPA ISAK No. Agustus 00 EXPOSURE DRAFT EXPOSURE DRAFT INTERPRETASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERUBAHAN ATAS KEWAJIBAN AKTIVITAS PURNA OPERASI, RESTORASI DAN KEWAJIBAN SERUPA Exposure draft ini dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) A. Sejarah singkat PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)

BAB II GAMBARAN UMUM PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) A. Sejarah singkat PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) BAB II GAMBARAN UMUM PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) A. Sejarah singkat PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara bidang perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINAJUAN PUSTAKA. pengertian pendapatan adalah: Pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain

BAB II TINAJUAN PUSTAKA. pengertian pendapatan adalah: Pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) (2007: 23) pendapatan adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DALAM PELAPORAN ASET BIOLOGIS (Studi Kasus Pada Koperasi M )

EVALUASI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DALAM PELAPORAN ASET BIOLOGIS (Studi Kasus Pada Koperasi M ) EVALUASI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DALAM PELAPORAN ASET BIOLOGIS (Studi Kasus Pada Koperasi M ) Esti Laras Aruming Tyas Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku petunjuk dari prosedur akuntansi yang berisi peraturan tentang perlakuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017 TENTANG PROSEDUR PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA MENGANALISIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi keuangan Akuntansi memegang peranan penting dalam entitas karena akuntansi adalah bahasa bisnis (bussnines language). Akuntansi menghasilkan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN IV.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan Perlakuan Akuntansi SAK ETAP Setelah mendapatkan gambaran detail mengenai objek penelitian, yaitu PT Aman Investama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN PROPERTI

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN PROPERTI LAMPIRAN I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-54/PJ/2016 Tanggal : 9 Desember 2016 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN PROPERTI I. PENDAHULUAN 1. Gambaran Umum Penilaian Properti Perkembangan pasar

Lebih terperinci

2010 MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM. BAB I KETENTUAN UMUM

2010 MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM. BAB I KETENTUAN UMUM 2010 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 98/PMK.06/2010 TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Liabilitas Menurut kerangka dasar pengukuran dan pengungkapan laporan keuangan (KDP2LK) adalah utang entitas masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaian

Lebih terperinci

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS KELOMPOK GOODWILL: Dwi Rahayu 090462201 098 Dedi Alhamdanis 100462201 362 Larasati Sunarto 100462201 107 FAKULTAS EKONOMI UMRAH 2012 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

SEWA DE PSAK 73. Tanggapan tertulis atas draf eksposur paling lambat diterima pada tanggal 21 Juli Tanggapan dikirimkan ke:

SEWA DE PSAK 73. Tanggapan tertulis atas draf eksposur paling lambat diterima pada tanggal 21 Juli Tanggapan dikirimkan ke: Draf Eksposur ini diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan untuk ditanggapi dan dikomentari. Saran dan masukan untuk menyempurnakan draf eksposur dimungkinkan sebelum diterbitkannya Pernyataan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buku Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ( BPKPM ) ini merupakan

I. PENDAHULUAN. Buku Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ( BPKPM ) ini merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buku Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ( BPKPM ) ini merupakan petunjuk praktis bagi para mahasiswa dalam melaksanakan kerja praktek di lapangan secara terjadwal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan

Lebih terperinci

Standar Audit SA 540. Audit Atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi Akuntansi Nilai Wajar, dan Pengungkapan yang Bersangkutan

Standar Audit SA 540. Audit Atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi Akuntansi Nilai Wajar, dan Pengungkapan yang Bersangkutan SA 0 Audit Atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi Akuntansi Nilai Wajar, dan Pengungkapan yang Bersangkutan SA paket 00.indb // 0:: AM STANDAR AUDIT 0 AUDIT ATAS ESTIMASI AKUNTANSI, TERMASUK ESTIMASI

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) Nama : Hamzah Mutakin NPM : 23212274 Jurusan : Akuntansi Dosen Pembimbing : Dyah Palupi, SE., MMSI Latar Belakang

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 14

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 14 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. PERSEDIAAN Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar. Paragraf Standar harus dibaca dalam kaitannya dengan paragraf penjelasan

Lebih terperinci